Anda di halaman 1dari 14

LIVING QUR’AN :

Studi Kasus Pembacaan Istighotsah di Pondok Pesantren al-Furqon


Wedoroanom Driyorejo Gresik

Oleh: Anis Choirun Nisa dan Risalatul Chaliq N.


(Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Akbar Surabaya)

A. Pendahuluan
Pola hidup era sekarang yang berkecenderungan hedonis (glamour) dan
meterialistik (ukurannya materi/uang), lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi
kehidupan manusia, bahkan cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan yang ada
pada manusia tersebut. Dampaknya sangata terasa, manusia cenderung terisolasi,
mengalami keasingan diri, jiwa anti sosial dan abai terhadap sesama. Semakin maju
masyarakat, semakin banyak kompleksitas hidup yang dijalaninya, maka semakin
sukarlah orang mencapai kestabilan dalam menjalani kehidupan. Kebutuhan hidup yang
meningkat serta kesenjangan sosial menimbulkan ketegangan emosi yang menuntut
seseorang mencari ketenangan dan penyelesaian persoalan kehidupan.
Dalam perilaku sehari-hari, manusia sering dihadapkan pada sebuah dilema
psikologis dalam menghadapi permasalahan hidup, baik itu masalah lingkungan, dengan
orang lain, perbedaan sudut pandang yang bermula dari diri sendiri yang hakikat
sebenarnya belum disadari. Oleh karena itu, terkadang banyak masalah yang tidak dapat
diselesaikan secara tuntas, karena belum adanya pemahaman yang benar akan inti
permasalahan tersebut, sehingga banyak orang yang menganggap selesai suatu masalah,
padahal dia hanya menutupi atau melupakan untuk sementara. Bahkan saat ini, tidak
sedikit orang yang cenderung lari meninggalkan masalah daripada menghadapi dan
mencari solusi pemecahan.
Pengenalan diri sangatlah penting sehingga bisa menjadi modal utama dalam
menjalani tujuan hidup di dunia. Orang yang tidak memperhatikan kehidupannya sama
saja dengan meniadakan diri sendiri. Secara umum pribadi manusia harus diletakkan pada
kedudukan yang benar dan wajar sebagai makhluk yang diberi kesadaran, kehendak,

1
perasaan, dan kebebasan untuk menjadi motor bagi kehidupan serta makhluk yang
mengabdi kepada Penciptanya.
Manusia mulai meninggalkan spiritualitas yang mengakibatkan krisis spiritual
dengan ditunjukkan menurunnya akhlak manusia. Penyakit spiritual adalah penyakit
eksistensial manusia, di mana eksistensi diri kita mengalami penurunan hingga tingkat
terbawah, baik berupa alienasi (keterasingan diri), keterasingan spiritual, dan teralienasi
dari Sang Pencipta.1 Ia menjadi manusia yang telah jatuh martabatnya. Dalam kondisi
seperti inilah manusia sangat perlu yang namanya pendidikan spiritual guna menuntun
dalam menjalani gejolak problematika kehidupan sosial di zaman modern. Perkembangan
spiritual manusia pada prinsipnya mencakup perkembangan jiwa seseorang, yang
memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diri sendiri,
hubungannya dengan orang lain serta dengan Sang Pencipta.
Asumsi dasar tentang manusia adalah, bahwa ia memiliki dimensi lahir dan
dimensi batin, yang semuanya dapat dikembangkan melalui jalur pendidikan.
Potensialitas manusia mampu membangun relasi ke dalam maupun ke luar, sehingga
pendidikan semestinya juga berdimensi fisik, psikis, dan spiritual sebagai satu kesatuan
yang integral. Membangkitkan aspek spiritual dalam mengembangkan pendidikan adalah
sangat penting. Sebab jika kehidupan ini tidak disertai nilainilai spiritual maka manusia
akan kehilangan kekayaan ruhani dan membuat ketidak seimbangan kepribadian.
Pendidikan spiritual dikenal sebagai pendidikan kepribadian yang didasarkan kepada
kecerdasan emosional dan spiritual yang bertumpu pada permasalah self atau diri.2
Keseimbangan menggunakan kecerdasan emosional dan spiritual akan
menciptakan insan kamil, sekaligus mampu menjadi umat yang memiliki kesalehan dari
segi individu dan kesalehan dari segi sosial.3 Lembaga pondok pesantren yang merupakan
bagian dari masyarakat yang hidup di tengah perkembangan zaman juga tidak lepas dari
permasalahan yang berkaitan dengan spiritual yang dialami masyarakat pada umumnya.
Pesantren merupakan basic pertahanan ajaran-ajaran Islam, namun realitanya sekarang
mulai bergeser di kalangan santri khususnya para remaja. Pergeseran ini kecenderungan
1
Ujam Jaenudin, Psikologi Transpersonal (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 196
2
Abdul Basit, Konseling Islam (Depok: Kencana 2017), 54-78
3
Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih Penting dari pada IQ dan EQ
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), 77

2
mereka mengikuti budaya luar, yang tak sejalan dengan prinsip pesantren. Pelanggaran-
pelanggaran atau perilaku negatif santri kerap bermuara pada budaya tersebut. Untuk
mengatasi persoalan yang dialami santri di atas, Pondok Pesantren al-Furqon
Wedoroanom Driyorejo Gresik mempunyai upaya pembinaan yang menitik beratkan
pada pendidikan spiritual.
Karena dalam kehidupan tidak hanya dibutuhkan cerdas intelektual saja, akan
tetapi juga dibutuhkan cerdas spiritual untuk berketuhanan guna menyadari bahwa dalam
kehidupan ada yang selalu melihat, yaitu Allah SWT. Kita juga harus sadar bahwa setiap
keberhasilan yang di dapatkan tidak lain atas kehendak-Nya, sehingga merupakan hal
wajar kita sebagai mahluk-Nya selalu berdo’a memohon kepada Allah, hal ini merupakan
perwujudan dari pendidikan spiritual. Dan yang harus diketahui bahwa setiap pencapaian
yang di dapat pasti slalu diiringi dengan usaha. Dengan demikian, pendidikan spiritual
yang dilalukan di pondok Pesantren Al-Furqon ini mewajibkan semua santri untuk
mengikuti kegiatan Istighotsah. Tradisi istighotsah merupakan salah satu kegiatan santri
Pondok Pesantren al-Furqon Wedoroanom Driyorejo Gresik yang berhubungan dengan
pendidikan spiritual.
Menurut salah satu pengurus beranggapan bahwa Istighotsah merupakan
rangkaian kegiatan yang didalamnya mengandung unsur pendidikan spiritual. Adapun
susunan tradisi istighosah seperti, membaca tahlil, membaca surat yasin, solawat, dzikir,
pembacaan hizib dan rangkaian do’a memohon kepada Allah. Kegiatan istighotsah yang
di sakralkan Pondok Pesantren Al-Furqon ini menjadikan penulis beranggapan bahwa
tradisi istighotsah menjadi metode santri dalam pendidikan spiritual agar santri lebih
semangat dalam berketuhanan dan mengikuti kegiatan di pondok pesantren sekaligus
dalam menjalani kehidupan di era modern sekarang ini. Berdasarkan latar belakang
tersebut, muncul beberapa masalah terkait studi kasus pembacaan istighotsah di Pondok
Pesantren Al-Furqon Wedoroanom Driyorejo.

B. Pembahasan

3
1. Seluk Beluk Living Qur’an
a. Sejarah Living Qur’an
Terkait dengan lahirnya cabang-cabang ilmu Al-Qur’an ini, ada satu hal
yang perlu dicatat, bahwa sebagian besar ataupun semuanya berakar pada
problem-problem tekstualitas Qur’an. Cabang-cabang ilmu Al-Qur’an ada yang
terkonsentrasi pada aspek internal teks ada juga yang tekosenterasi pada
eksternalnya, seperti asbab an-nuzul dan tarikh Al-Qur’an yang menyangkut
penulisan, penghimpunan dan penerjemahan. Sementera praktek tertentu yang
berbentuk penarikan Al-Qur’an kedalam kepentingan praktis dalam kehidupan
umat di luar aspek tekstualnya nampak tidak menarik studi Qur’an klasik.4
Sejarah mencatat, living Al-Qur’an sudah ada sejak masa Nabi
Muhammad Saw, hal ini bisa dilihat dalam praktek ruqyah, yaitu mengobati
dirinya sendiri dan orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat
tertentu dalam Al-Qur’an. Menurut suatu riwayat, Nabi Muhammad SAW pernah
menyembuhkan penyakit dengan ruqiyah menggunakan surat Al-Fatihah atau
menolak sihir dengan bacaan surat Al-Mu’aawwizatain (Al-Falaq dan Al-Naas).5
Lebih dari itu, para sahabatlah yang sebenarnya telah melakukan kajian
living Qur’an secara ilmiah dan empiris untuk pertama kalinya. Mereka
memahami ajaran agama dari apa yang mereka bisa lihat dan apa yang mereka
saksikan atau mereka alami sendiri dihadapan Nabi. Tidak jarang mereka
tanyakan hal itu kepada Nabi, lalu mereka laporkan dan jadikan hadis fi’li.
Metode yang digunakan para sahabat nyaris sama dengan metode pengamatan
terlibat dan wawancara mendalam (indept interview) untuk mengumpulkan data
dalam penelitian lapangan. Mereka terlibat langsung secara aktif dalam kajian dan
kegiatan harian bersama Nabi Muhammad SAW.
Living Qur’an yang dilakukan sahabat berbentuk pengamatan seperti
ketika para sahabat melihat Nabi Muhammad SAW memakai cincin, parasahabat

4
M. Dawan Rahardjo, Paradigma al-Quran, Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial (Jakarta: PASP Muhammadiyah,
2005), 21
5
M. Mansyur, Living Quran dalam Lintas Sejarah Studi Qur’an, dalam Metodologi Living Qur’an dan Hadis, ed.
Syamsuddin (Yogyakarta: Teras, 2007), 3

4
pun ramai-ramai memakai cincin. Dan ketika Nabi Muhammad SAW melepas
cincinnya, parasahabat pun ramai-ramai melepasnya juga. Adapun ketetapan Nabi
Muhammad SAW yang menimbulkan perbedaan dikalangan sahabat, sehingga
para sahabat bertanya kepada Nabi berupa peristiwa tayamum di tengah perjalan.
Nabi Muhammad SAW menginstruksikan agar jangan shalat Ashar kecuali jika
sudah sampai di perkampungan Bani Quraizhah. Namun, para sahabat di tengah
perjalanan, justru berbeda pendapat. Sebagian sahabat tetap melaksanakan shalat
pada waktunya, meskipun masih dalam perjalanan dan “menyalahi” instruksi
Nabi Muhammad SAW. Sebagian sahabat yang lain justru tetap “setia” terhadap
instruksi Nabi Muhammad SAW. Para sahabat ini baru shalat Ashar ketika
mereka telah sampai diperkampungan Bani Quraizhah walaupun waktu shalat
Ashar telah lewat. Hal ini kemudian dipertanyakan oleh sahabat untuk
mengetahui mana perbuatan mereka yang lebih baik, kemudian kejadian ini
direspon oleh Nabi dengan bijak.
Ketetapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan cincin dan
kegiatan tayamum bisa dipahami bentuk dari living Qur’an karena berdasarkan
konsep perbuatan Nabi Muhammad SAW adalah living Qur’an. Karena fungsi
Nabi sebagai uswatun hasanah ketetuan ini merupakan ketentuan yuridis dari Al-
Qur’an. Berdasarkan keterangan di atas, bahwa living Qur’an sudah ada sejak
masa Nabi Muhammad SAW dan sahabat. Akan tetapi hal ini belum merupakan
living Qur’an yang berbentuk kajian keilmuan. Hal ini hanya berupa embrio dari
living Qur’an sudah ada sejak masa Nabi dan sahabat. Living Qur’an mulai
menjadi objek kajian ketika pemerhati studi Al-Qur’an non Muslim. Bagi mereka
banyak hal yang menarik disekitar Al-Qur’an ditengah kehidupan kaum Muslim
yang berwujud berbagai fenomena sosial.

b. Ruanglingkup Dan Objek Living Qur’an


Living Qur’an merupakan sebuah pendekatan baru dalam kajian al-
Qur’an. secara etimologi Living Qur’an merupakan gabungan dari kata Living
dan Qur’an, Living berasal dari bahasa Inggris yang berarti hidup dan Qur’an
merupakan kitab pedoman bagi kaum muslimin. Menurut terminologi, Living

5
Qur’an adalah fenomena al-Qur’an yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat.6 Para pakar studi hampir sependapat dalam
mendefinisikan istilah living qur’an.
M. Mansur memahami living Qur’an sebagai kajian atau penelitian ilmiah
tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur’an atau
keberadaan al-Qur’an disebuah komunitas muslim tertentu. Abdul Mustaqim
membatasi living Qur’an sebagai kajian yang lebih menekankan pada aspek
respon masyarakat terhadap kehadiran al-Qur’an. Living Qur’an muncul bermula
dari fenomena Qur’an in Everyday Life, yakni makna dan fungsi al-Qur’an yang
nyata dipahami dan dialami masyarakat muslim.7
Misalnya fenomena social terkait dengan pelajaran membaca al-Qur’an di
lokasi tertentu, fenomena penulisan bagian-bagian tertentu dari al-Qur’an di
tempat-tempat tertentu, pemenggalan unit-unit al-Qur’an yang kemudian menjadi
formula pengobatan, doa-doa dan sebagainya dalam masyarakat. Dengan adanya
living Qur’an yang merupakan bentuk Al-Qur’an yang dipahami oleh masyarakat
muslim secara kontekstual. Sehingga living Qur’an adalah bentuk kajian atau
penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial yang terkait dengan kehadiran
Al-Qur’an atau keberadaan Al-Qur’an di komunitas muslim tertentu.
Al-Qur’an yang dipahami secara kontekstual akan berdampak pada
kehidupan sosial masyarakat yang penuh dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Pada
dasarnya living Qur’an adalah mengkaji Al-Qur’an dari masyarakat dan fenomena
yang nyata dari gejala-gejala sosial. Sehingga living Qur’an masih tetap kajian
Al-Qur’an namun sumber datanya bukan wahyu melainkan fenomena sosial atau
fenomena alamiah. Jika kajian living Qur’an masih menjadikan wahyu sebagai
sumber data primernya maka ia masih belum bisa disebut living Qur’an
melainkan kajian akidah, teologi, syariah ataupun Al-Qur’an murni.8
Dari penjelasan beberapa tokoh di atas, penulis memilih pendapat dari M.
Mansur. Bahwa living Qur’an itu Al-Qur’an yang hidup di masyarakat muslim.
6
Mansyur, Living Quran dalam Lintas Sejarah Studi Qur’an…(Yogyakarta: Teras, 2007), 4
7
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Quran dan Tafsir (Yogyakarta: Idea Press, 2014), 103
8
Muhammad Chirzin, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al- Quran” dalam Metodologi
Penelitian Living Quran dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), 15

6
Fenomena Al-Qur’an yang hidup inilah kemudian dicari makna dan fungsi Al-
Qur’an yang nyata dipahami dan dialami masyarakat muslim. Begitupun untuk
pemahaman tentang pembacaan istighotsah di Pondok Pesantren Al-Furqon
Wedoroanom Driyorejo Gresik yang disinyalir dapat dijadikan sebagai upaya
pembinaan yang menitik beratkan pada pendidikan spiritual. Dimana pembacaan
istighosah tersebut ada dalam Q.S Al-Ahzab (33): 41. Allah SWT menganjurkan
Semua orang yang beriman untuk berdzikir, mengingat Allah SWT sebanyak-
banyaknya dengan hati dan lidah pada setiap keadaan dan setiap waktu, karena
Allah lah yang melimpahkan nikmat sampai tak terhingga, dengan mensucikan
dari segala yang tidak pantas baginya.
Untuk kajian living Qur’an khususnya Perintah Melaksanakan Dzikir
Dalam Qur'an Surah Al-Ahzab (33): 41 yang artinya “Wahai orang-orang yang
beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-
banyaknya”. Pada Pembacaan Istighosah yang merupakan bagian dari Tradisi
Kegiatan di Pondok Pesantren Al-Furqon Wedoroanom Gresik. Dampak
perubahan spiritual pada para santri setelah membaca Istighosah/dzikir tersebut.
Dalam memahami makna surat Al-Ahzab yang menggunakan kajian living
Qur’an, biasanya pemahan tersebut bukan berdasarkan teks akan tetapi
pemahaman di luar teks.
Kajian living Qur’an berupa pemahaman makna bacaan Istighosah pada
Santri Pondok Pesantren Al-Furqon, yang di cari dalam penelitian ini yaitu makna
Perintah Melaksanakan Dizkir pada Q.S Al-Ahzab ayat 41 dari santri tersebut
berupa tujuan pengasuh pondok pesantren Al-Furqon mengharuskan para santri
membaca bacaan Istighosah sebagaimana hal itu merupakan bentuk upaya
pendidikan spiritual bagi santri-santrinya. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis
menarik kesimpulan bahwa living Qur’an adalah suatu kajian keilmuan dalam Al-
Qur’an yang melihat fenomena sosial yang berupa adanya Al-Qur’an yang hidup
di tengah masyarakat muslim. Dalam kata Al-Qur’an yang hidup, bisa dimaknai
bahwa al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman dalam mengatasi problematika
kehidupan manusia. Hal inilah yang menjadi fenomena di masyarakat yang

7
kemudian ingin melihat bagaimana masyarakat menanggapi atau merespon
fenomena tersebut.

2. Deskripsi Ringkas Tentang Istighosah


a. Pengertian Istighosah
Kata “istighotsah” ‫تغاثة‬44‫ اس‬berasal dari “al-ghouts” ‫وث‬44‫ الغ‬yang berarti
pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan)
“istaf’ala” ‫ استفعل‬atau “istif’al” menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan.
Maka istighotsah berarti meminta pertolongan.9 Istighosah menurut istilah adalah
do’a-do’a sufi yang dibaca dengan menghubungkan diri pribadi kepada Tuhan
yang berisikan kehendak dan permohonan yang didalamnya diminta bantuan
tokoh-tokoh yang populer dalam amal salehnya. Yang dimaksud dengan
Istighosah dalam munjid fil lughoh wa a’alam adalah mengharapkan pertolongan
dan kemenangan.10
Istighotsah sebenamya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan
kata istighotsah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon
dalam istighotsah adalah bukan hal yang biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah
sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu,
terutama istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.
Pembacaan istighosah itu sendiri tidak lepas dari yang Namanya tawasul (jalan).
Tawasul adalah salah satu jalan dari berbagai jalan tadzorru’ kepada Allah.
Sedangkan Wasilah adalah setiap sesuatu yang dijadikan oleh Allah SWT sebagai
sebab untuk mendekatkan diri kepadanya.
b. Bacaan Istighosah
1) Tahlil
Kalimat tahlil berbunyi “laailaahaillallah”, artinya tiada selain Allah
SWT. inilah kalimat zikir yang paling utama. Mentauhidkan Allah SWT.
Yang memang Dia Maha Tunggal dan tidak ada sesuatupun mampu
menyamai-Nya, apalagi menandingi-Nya. Tidak ada Tuhan selain Allah
9
Muhammad Asrori, Pengertian dan Bancaan Dalam Istighosah, Jurnal Tausyah, Volume III, 2012, 1
10
Barmawie Umari, Sistematika Tasawwuf. (Solo: Romadloni, 1993), 174

8
SWT. Dengan demikian, menjadi kewajiban hamba Tuhanlah
menyembah-Nya, mengesakan-Nya, menaati segala perintah-Nya, dan
menjauhi segala larangan-Nya.11 Yang sesuai dengan firman Allah Qs. Al-
Mu’minun : 52 yang artinya : ”Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah
agama kamu, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka
bertakwalah kepada Ku”.
2) Tasbih
Kalimat tasbihberbunyi “Subhanallah”, artinyaMaha Suci Allah. Maha
Suci yang dimaksudkan adalah kesempurnaan Allah darisegala sifat
kurang dan kotor. Allah Yang Maha Suci, tanpa salah, tanpa dosa, tanpa
kurang, tanpa cacat, dan tanpa yang bermakna kurang lainnya. 12 Dengan
menyadari akan Allah Yang Maha Suci tersebut, maka dalam zikir yang
khusyuk akan muncul rasa terkagumkagum terhadap kesempurnaan Allah
yang serba sempurna.
3) Tahmid
Kalimat tahmidberbunyi “Alhamdulillah”, artinya segala hanya bagi Allah
semata. Kalimat ini semestinya selalu diucapkandengan penuh kesadaran
bahhwa kita mustahil bisa hidup tanpa adanya nikmat dari Allah SWT.
dengan demikian, segala sesuatu tidak lain dan tidak bukan adalah nikmat
dari Allah SWT. kesehatan, rezeki, usia panjang, anak, istri, dan lain-lain
merupakan nikmat dari Allah.Allah SWT.13 Firman Allah dalam QS. Al-
Baqarah : 152 yang artinya : “ingatlah kalian semua kepada-Ku, niscaya
aku akan ingat kepadamu. dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.
4) Takbir
Kalimat takbir berbunyi “AllahuAkbar”, artinya Allah maha Besar.
Kalimat ini juga mengiringi hampir setiap gerakan dalam shalat. Shalat
sebagai zikir yang utama, di dalamnya juga terdapat zikir yang bernilai

11
Nurcholis, 50 amaliyah an-nahdliyah, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2009), 44
12
Ibid. 44
13
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al Qur’an Dan Terjemahnya, 38

9
sangat utama. Sebab, kalimat takbir merupakan kalimat penyadaran
kesejatian manusia.14 Jadi kegiatan Istighosah ini sepenuhnya adalah
kegiatan yang sifatya kerohanian, serta biasa memberi dampak yang
positif bagi orang yang mengamalkannya secara umun dan biasa
berdampak yang pengendalian emosi.
c. Manfaat Membaca Istighosah
Manfaat do’a dan zikir (mengingat Allah SWT) sangat banyak, diantaranya
sebagai berikut:
a) Mendatangkan keridhoan Allah SWT.
b) Mengusir syaitan, menundukkan, dan mengenyahkannya.
c) Menghilangkan kesedihan dan kemuraman hati.
d) Mendatangkan kegembiraan dan ketentraman (di dalam) hati.
e) Melapangkan rizki.
f) Menumbuhkan perasaan bahwa dirinya diawasi Allah, sehingga
mendorongnya untuk selalu berbuat kebajikan.
g) Takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil yang diucapkan hamba saat berzikir akan
mengingatkannya saat dia ditimpa kesulitan.
h) Malaikat akan selalu memintakan ampunan kepada Allah bagi orangorang
yang berzikir.
i) Orang yang berzikir (mengingat Allah) senantiasa merasa dekat dengan-
Nya dan Allah bersamanya.15
3. Living Qur’an : Pembacaan Istighosah di Pondok Pesantren al-
Furqon Wedoroanom Driyorejo Gresik
Pondok Pesantren al-Furqon Wedoroanom Driyorejo Gresik merupakan satu
lembaga Pendidikan Islam yang dikelola oleh Yayasan al-Furqon. Lembaga ini
menggunakan Kurikulum Pendidikan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan
Nasional. Pondok pesantren ini telah berdiri sejak 1 Juli 1993 di Wedoroanom Driyorejo

14
Umi Wakhidatul Mubarok, Pengaruh Keaktifan Dalam Mengikuti Pengajian Istighosah Malam Senin Terhadap
Implementasi Sikap Sabar. (Salatiga: Skripsi tidak diterbitkan, 2011), 21-22
15
Yazid bin abdul Qadir jawas, Do’a dan Wirid mengobati guna-guna dan sihir menurut Al-qur’an dan As-sunnah.
(Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005), 61

10
kabupaten Gresik. Di bawah naungan Yayasan al-Furqon telah berkembang beberapa
Lembaga pendidikan formal, mulai dari TK-MA al-Furqon. 16 Berdasarkan hasil
penelitian di pondok pesantren al-Furqon yang merutinkan membaca istighosah setiap
ba’da subuh, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, tradisi membaca istighisah di Pondok pesantren al-Furqon Wedoroanom
Driyorejo Gresik dilatar belakangi oleh beberapa hal sebagai berikut:
Ada banyak ayat al-Quran dan hadis Nabi Muhammad saw, yang memerintahkan
sahabat dan umatnya untuk memperbanyak zikir. Sebagai pemacu semangat untuk
berzikir juga disebutkan dalam beberapa ayat dan hadis fadhilah berzikir, diantaranya
Rasulullah bersabda dalam hadis Qudsi, dimana Allah swt berfirman, “Aku terserah pada
persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, jika ia mengingat-Ku (berzikir) dalam dirinya Aku
akan menyebut dirinya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam sebuah jamaah, Aku
akan menyebutnya dalam jama’ah yang lebih baik dari mereka.” Dalam al-Quran surah
al-Ahzab: 41-42 Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-
Nya di waktu pagi dan petang.”17
Laporan sejumlah hasil wawancara dari pihak yang bersangkutan di pondok
pesantren al-Furqon Wedoroanom Driyorejo Gresik , baik dari Ustaz, musyrif asrama,
dan alumnus yang pernah berkecimpung langsung dengan pembacaan istighosah di
Pondok pesantren al-Furqon dapat dilihat berikut ini:
“Kegiatan membaca istighosah di Pondok pesantren al-Furqon bertujuan
untuk membiasakan santri berzikir dan berdo’a yang berasal dari ayat al-Quran
dan hadis dari Nabi Muhammad saw., Harapan kami selaku pengajar di sini
jauh, untuk kehidupan santri setelah selesai mengecap pendidikan di sini tetap
intens dalam berzikir pagi maupun petang, begitu banyak dalil yang
menganjurkan untuk istighosah. Secara aplikatif, tidak ditentukan jadwal
kegiatan menurut jam, karena kita juga menghindari tanggapan yang kurang
mengenakkan dari sebagian kalangan, menganggap kegiatan ini bid’ah- kita
juga berharap dengan bacaan rutin seperti ini ada di antara mereka yang hafal
16
Mashuri Abdurrahim. Wawancara. 19 Juni 2021
17
Riadi Ngasiran, “Istighosah Ya Allah Selamatkan Negeri Kami”, PT. Aula Media Nahdlatul Ulama, Edisi 05
Tahun XXXIX Mei 2017, 74-75.

11
istighosah di luar kepala, sehingga memudahkan bagi mereka membaca
dimanapun dan kapan pun.”18
Demikian ungkap Ustaz Syaifuddin, Pembina asrama Wustho yang juga
jebolan Pesantren al-Furqon menuturkan:
“Ada banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan rutinitas istighosah ini,
mulai dari usaha untuk mendatangkan keredhoan Allah, zikir yang termuat
dalam istighosah juga mampu mengusir syetan, mampu menghilangkan
kesedihan hati dan kemuramannya, melapangkan rezeki, menguatkan jasmani
dan rohani, dan mampu menumbuhkan rasa diawasi dari Allah dan Malaikat-
Nya. Lebih lanjut kegiatan yang sudah dirutinkan ini mampu dilanjutkan para
santri setelah selesai menamatkan kegiatan PBM di lingkungan mereka masing-
masing sehingga mampu juga sebagai ladang bagi mereka untuk berdakwah.” 19
“Kami dulu rutin membaca istighosah di pondok selesai melaksanakan
sholat Subuh dan menjelang shalat Maghrib. Kegiatan ini dibaca bersama-
sama, namun ada satu orang yang tampil sebagai pemandu. Biasanya setelah
baca istighosah ini, hati jadi lebih tenang dan nyaman. Sekarang saya ‘ndak’
lagi rutin membaca istighosah seperti dulu, ‘pengen’ rasanya dapat program
kegiatan baca istighosah seperti dulu, saya takjub dengan bacaannya yang
mengarah kepada kehidupan sehari-hari.”20
Demikian Alfiyah mengisahkan pengalamannya dengan kegitan istighosah di
Pondok pesantren al-Furqon, yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di SMA al-
Furqon tahun 2015 lalu. Sekarang, Rada tercatat sebagai seorang Mahasiswi di salah satu
Institut Islam di Gresik.
“istighosah yang dibaca adalah istighosah al-Sughro, dipandu oleh kakak yang
sudah duduk di kelas V dan VI MA. Biasanya mereka bergantian untuk jadi pemandu
bacaan istighosah ini. Kegiatan ini rutin ini kami lakukan bersama tanpa ada rasa
terpaksa karena dia masih dalam kegiatan ibadah shalat subuh. Setelah zikir shalat
subuh, baru bacaan istighosah ini dilangsungkan, sekarang saya tidak lagi membaca
18
Syaifuddin. Wawancara. 19 Juni 2021
19
Mahmudah. Wawancara. 20 Juni 2021
20
Alfiyah. Wawancara. 20 Juni 2021

12
istighosah, padahal waktu di pondok dulu istighosah bacaan rutin dan efeknya langsung
terasa dalam hati, lebih tenang, nyaman, dan lebih percaya diri menjalani aktivitas
sehari-hari.”21 Dengan nada agak sedih seorang mantan santri al-Furqon berucap.
Salah satu motivasi para santri mengetahui mengamalkan pembacaan istighosah
ini adalah keutamaannya yang besar, sehingga mereka berusaha mentradisikannya.
Alangkah beruntungnya bagi setiap muslim yang mampu mengamalkan istighosah karena
dzikir ini memberikan banyak manfaat dan memiliki banyak keutamaan bagi seorang
muslim. Semoga dengan mengetahui hal ini dapat menjadi pendorong bagi setiap muslim
untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

C. Penutup
Living Quran masih dinilai sebagai metode baru dalam pengkajian al-Quran.
Sejumlah kajian akademis dari pemerhati al-Quran sangat membantu perkembangan
teoritis dan terapan aplikatif metode ini. Penelitian lapangan terhadap fenomena
pembacaan Istighosah di Pondok Pesantren al-Furqon Wedoroanom Driyorejo Gresik,
satu upaya memperkaya khazanah pengkajian Living Quran. Besar harapannya penelitian
al-Quran menggunakan metode Living Quran berlanjut di kalangan pemerhati al-Quran
dengan mengambil objek penelitian yang berbeda sesuai dengan keberagaman
kebudayaan lokal.

21
Hasbie. Wawancara. 20 Juni 2021

13
DAFTAR PUSTAKA

Asrori , Muhammad. Pengertian dan Bancaan Dalam Istighosah. Jurnal Tausyah Volume III.
2012
Asy Syarifain, Khadim Al Haramain. Al Qur’an Dan Terjemahnya
Basit, Abdul. Konseling Islam. Depok: Kencana. 2017
Chirzin, Muhammad. Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al- Quran.
Yogyakarta: Teras. 2007
Jaenudin, Ujam. Psikologi Transpersonal. Bandung: Pustaka Setia. 2012
Jawas, Yazid bin abdul Qadir. Do’a dan Wirid mengobati guna-guna dan sihir menurut Al-
qur’an dan As-sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i. 2005
Mansyur, Muhammad. Living Quran dalam Lintas Sejarah Studi Qur’an. Yogyakarta: Teras.
2007
Mubarok, Umi Wakhidatul. Pengaruh Keaktifan Dalam Mengikuti Pengajian Istighosah Malam
Senin Terhadap Implementasi Sikap Sabar. Salatiga: Skripsi tidak diterbitkan. 2011
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian al-Quran dan Tafsir. Yogyakarta: Idea Press. 2014
Ngasiran, Riadi. Istighosah Ya Allah Selamatkan Negeri Kami. PT. Aula Media Nahdlatul
Ulama. 2017
Nurcholis. 50 amaliyah an-nahdliyah. Bandung: Pustaka Hidayah. 2009
Rahardjo, M. Dawan. Paradigma al-Quran Metodologi Tafsir dan Kritik Sosial. Jakarta: PASP
Muhammadiyah. 2005
Sukidi. Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ Lebih Penting dari
pada IQ dan EQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2002
Umari, Barmawie. Sistematika Tasawwuf. Solo: Romadloni. 1993

14

Anda mungkin juga menyukai