Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Helmi Yahya

Nim : 220104020087
Mata Kuliah : PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Lokal : BPI22A
Dosen Pengampu : Armiah, S.IP, M.Si

MIDDLE TEST PSIKOLOGI KOMUNIKASI


1. Penggabungan kata "Islam" dalam kerangka
epistemologi ilmu sosial memiliki peran pentingnya tersendiri. Dengan ini
berkaitan bagaimana ajaran, nilai-nilai, budaya, dan konsepsi Islam tercermin
dalam proses komunikasi, penelitian, dan pemahaman ilmu sosial. Integrasi
"Islam" dalam epistemologi komunikasi adalah suatu langkah yang signifikan
dalam memahami bagaimana keyakinan, nilai-nilai, dan budaya Islam
memengaruhi pola komunikasi, identitas sosial, dan persepsi dunia. Epistemologi
komunikasi Islam sangat berperan penting dalam menggali kompleksitas aspek-
aspek komunikasi, termasuk media, retorika, perubahan sosial, dan identitas. Ini
memiliki relevansi yang penting untuk mengatasi kesalahpahaman, prasangka,
dan ketidakjelasan yang sering kali berkaitan dengan Islam. Melalui penelitian
yang mendalam dalam kerangka ini, kita dapat memajukan dialog lintas budaya,
meredakan konflik, dan memahami bagaimana komunikasi berperan dalam
membangun harmoni sosial. Dengan memasukkan kata Islam dalam epistemologi
komunikasi, kita dapat memahami bagaimana membentuk landasan yang lebih
baik dan kokoh untuk memahami secara mendalam dinamika komunikasi dalam
masyarakat yang beragam, sambil mempertimbangkan peran penting agama
dalam interaksi sosial dan komunikasi.1
2. Komunikasi dalam konteks Islam tetap dapat berperan
sebagai sarana untuk memahami, menjelaskan, dan merespons kesalahpahaman
atau penafsiran yang keliru terkait dengan isu-isu agama dalam masyarakat.
Komunikasi Islam berperan dalam memberikan pemahaman yang lebih akurat,
1
Hasnun Jauhari Ritonga. (2008). Landasan Epistemologi Komunikasi Islam. MIQOT: Jurnal
Ilmu-Ilmu Keislaman, 32(2), 279-294. doi: 10.30821/miqot.v32i2.68

PAGE \* MERGEFORMAT 11
konteks yang lebih luas, dan klarifikasi mengenai praktik ibadah atau ajaran
agama yang mungkin salah diinterpretasikan oleh sebagian individu.
Dalam kerangka ini, komunikasi Islam berusaha untuk merespons
kesalahpahaman dan memberikan penjelasan yang lebih tepat berdasarkan ajaran
dari Qur'an dan hadis. Tujuannya adalah untuk menghilangkan prasangka dan
ketidakjelasan yang mungkin timbul dalam masyarakat. Penting untuk diingat
bahwa komunikasi Islam yang efektif memerlukan pemahaman mendalam
tentang ajaran agama Islam, sejarah, budaya, dan konteks sosial masyarakat yang
bersangkutan2. Hal ini juga harus dilakukan dengan penuh rasa hormat terhadap
beragam pandangan dan keyakinan yang mungkin ada dalam masyarakat.
Dengan demikian, komunikasi Islam memiliki peran yang sangat signifikan
dalam mengatasi kesalahpahaman dan konsepsi yang keliru terkait dengan isu-isu
agama, dengan tujuan untuk membawa pemahaman yang lebih akurat dan
mendorong dialog yang konstruktif.3
3. Tiga perspektif utama dalam memahami konsep
manusia adalah kognitif, behavioristik, dan humanistik, masing-masing dengan
perbedaan dan contoh penerapannya:4
Perspektif Kognitif: Pemahaman manusia ditekankan melalui proses mental
seperti persepsi, pemikiran, dan memori. Manusia dianggap sebagai pemroses
aktif informasi dari lingkungan mereka, memberikan makna pada pengalaman.
Contoh penerapannya termasuk pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kreatif, serta pemanfaatan
teknologi dalam proses pembelajaran.
Perspektif Behavioristik: Fokus pada perilaku manusia yang dapat diamati dan
diukur. Manusia dalam pandangan ini bereaksi terhadap rangsangan dari
lingkungan dan belajar melalui pengalaman. Contoh penerapannya mencakup
pendekatan pembelajaran yang menekankan pengembangan keterampilan sosial

2
Jurnal IAI Al-Aziziyah. (n.d.). Analisis Landasan Keilmuan Komunikasi Islam. Retrieved from
https://ejournal.iaialaziziyah.ac.id/index.php/jian/article/download/218/162
3

4
Budaya Hindu. (2019, August 9). ASUMSI DASAR TEORI KOGNITIF, BEHAVIORISTIK
DAN HUMANISTIK. https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/bawiayah/article/view/295

PAGE \* MERGEFORMAT 11
dan emosional, serta penggunaan sistem penghargaan dan hukuman untuk
mengubah perilaku siswa.
Perspektif Humanistik: Menyoroti pengalaman subjektif manusia dan kebutuhan
mereka untuk mencapai potensi penuh. Manusia dilihat sebagai makhluk yang
memiliki kebebasan untuk memilih dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Contoh penerapannya mencakup pendekatan pembelajaran yang menitikberatkan
pada pengembangan keterampilan interpersonal dan penghargaan terhadap
keunikan individu.
Meskipun setiap perspektif memiliki kelebihan dan kekurangan, penggunaan
pendekatan yang beragam dapat membantu guru dalam memahami siswa dengan
lebih baik dan memberikan pembelajaran yang lebih efektif sesuai dengan
kebutuhan individu mereka.
4. Memori adalah kapasitas otak untuk menyimpan,
mengingat, dan mengakses informasi. Sementara itu, berpikir adalah proses
mental yang melibatkan pemrosesan informasi untuk memecahkan masalah,
membuat keputusan, dan mencapai pemahaman. Menariknya, individu yang
menghafal Al-Qur'an memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mereka yang belajar ilmu lainnya. Hal ini disebabkan oleh kenyataan
bahwa menghafal Al-Qur'an melibatkan proses memori dan berpikir yang
kompleks.
Proses menghafal Al-Qur'an bukanlah tugas yang sederhana. Untuk berhasil
menghafal Al-Qur'an dan mempertahankannya selama bertahun-tahun, beberapa
tahapan penting harus dijalani:5
1. Meluruskan Niat dan Memantapkan Keyakinan: Tahap awal adalah
memastikan niat yang tulus dan keyakinan yang kuat dalam menghafal Al-
Qur'an. Ini melibatkan tekad yang kuat dan dedikasi.
2. Melakukan Sholat Hajat dan Meminta Doa: Individu sering menjalani
sholat hajat, sebuah bentuk doa khusus, dan meminta doa kepada orang tua dan
guru mereka untuk mendapatkan dukungan spiritual dan moral.
3. Memperbaiki Bacaan dan Menetapkan Tujuan: Proses ini melibatkan
perbaikan bacaan Al-Qur'an agar sesuai dengan tajwid (aturan bacaan Al-Qur'an).
5
Mu'izzuddin, M. (2019). Berpikir Menurut Al-Qur'an. Studia Didaktika: Jurnal Pendidikan, 9(2),
72-83. https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/studiadidaktika/article/download/75/77

PAGE \* MERGEFORMAT 11
Selanjutnya, menetapkan tanggal target untuk menyelesaikan hafiz Quran
menjadi motivasi penting.
4. Mengulang-ulang Bacaan dan Menghafal Secara Bertahap: Menghafal Al-
Qur'an melibatkan pengulangan terus-menerus dan pendekatan bertahap. Individu
akan mengulang ayat-ayat dan menghafalnya dalam kelompok yang lebih kecil
untuk memastikan keakuratan dan kekuatan hafalan.
Penting untuk mencatat bahwa mempertahankan hafalan Al-Qur'an juga
memerlukan upaya berkelanjutan. Ini mencakup terus-menerus mengulang
hafalan dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Hasilnya, individu yang berhasil menghafal Al-Qur'an bukan hanya memiliki
kemampuan memori yang hebat tetapi juga menjadi duta yang menghidupkan
ajaran-ajaran Al-Qur'an dalam masyarakat mereka. Menghafal Al-Qur'an
dianggap sebagai pencapaian agung dalam budaya Islam dan menunjukkan
komitmen spiritual yang mendalam.

REFERENSI
Hasnun Jauhari Ritonga. (2008). Landasan Epistemologi Komunikasi Islam.
MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 32(2), 279-294. doi:
10.30821/miqot.v32i2.68
Jurnal IAI Al-Aziziyah. (n.d.). Analisis Landasan Keilmuan Komunikasi Islam.
Retrieved from
https://ejournal.iaialaziziyah.ac.id/index.php/jian/article/download/218/162
Budaya Hindu. (2019, August 9). ASUMSI DASAR TEORI KOGNITIF,
BEHAVIORISTIK DAN HUMANISTIK.
https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/bawiayah/article/view/295
Mu'izzuddin, M. (2019). Berpikir Menurut Al-Qur'an. Studia Didaktika: Jurnal
Pendidikan, 9(2), 72-83.
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/studiadidaktika/article/download/75/77

PAGE \* MERGEFORMAT 11

Anda mungkin juga menyukai