Anda di halaman 1dari 12

RESUME

SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

(SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM BAB 5 DAN 6)

Dosen Pengampu : Drs. Haris Budiman, M.Pd.I

Kelompok : III

 Laura Amanda 2311010255


 Lutfia Zahra T’D 2311010072
 Mutmainnah 2311010283

KELAS F / SEMESTER 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

2023/2024
BAB 5

TINJAUAN SOSIOLOGIS TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN DALAM


PERSPEKTIF ISLAM

A. Pengantar
secara sistemik dan formal dibagi ke dalam jenjang pendidikan prasekolah,
yaitu play group (kelompok bermain), atau Taman Kanak-kanak yang setara dengan
Raudhtul Athfal, Sekolah Dasar yang setara dengan Ibtidaiyah, Sekolah Menengah
Pertama yang setara dengan Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas yang
setara dengan Madrasah Aliyah, dan Perguruan Tinggi dalam bentuk Politeknik,
Akademi, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas baik yang mendalami bidang ilmu
umum maupun ilmu agama, atau kedua-duanya. Dan diantara para lulusan perguruan
tinggi banyak yang menganggur dan tidak terserap oleh dunia kerja. Banyak faktor
mengapa tamatan perguruan tinggi tersebut tidak dapat bekerja, diantaranya ada yang
disebabkan karena gaji atau penghasilan yang diberikan perusahaan tempat bekerja
tidak sesuai dengan yang diharapkan pencari kerja.
Ada hal lain yang menyebabkan tamatan perguruan tinggi tersebut menjadi
pengangguran yaitu: Tujuan lembaga pendidikan tinggi tersebut tidak berbasis pada
soscial expectation (harapan masyarakat), dan tujuan pendidikan yang dirumuskan
lembaga lembaga pendidikan tinggi tidak memperhitungkan tentang sejauh mana
lulusannya itu dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pengguna.

B. PENGERTIAN TUJUAN PENDIDIKAN


Tujuan pendidikan adalah sesuatu berupa keadaan yang ideal yang terdapat pada
peserta didik yang ingin dicapai oleh pendidikan. Dilihat dari segi ruang lingkupnya,
terdapat tujuan umum dan khusus. Tujuan umum adalah tujuan yang lebih besar yang
ingin dicapai oleh pendidikan secara umum. Dalam bahasa Inggris disebut dengan
goal; dan dalam bahasa arab disebut al-Ghayah. Sedangkan tujuan khusus adalah
tujuan yang lebih sempit yang ingin dicapai setiap kali jenjang suatu pendidikan telah
dicapai. Dalam bahasa Inggris tujuan ini disebut aim; dan dalam bahasa arab tujuan
ini disebut al-ahdap.

1
C. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) dinyatakan, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilm, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Di dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut terdapat kalimat bertanggung
jawab. Maksudnya adalah manusia yang memiliki kesadaran yang penuh, mampu
memilah dan memilih dalam mengambil keputusan, mau melaksanakan keputusan
nya itu, serta bertanggung jawab atas keputusannya.
Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa pendidikan
yang dilakukan dengan keinsyafan ditujukan kearah keselamatan dan kebahagiaan
manusia, tidak hanya bersifat "pembangunan" Tetapi sering merupakan "perjuangan"
Pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan; tak boleh
melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha
kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat
kemanusiaan.
Dikalangan para ulama pendidikan islam terdapat rumusan tujuan pendidikan
islam sebagai berikut :
Hasan al-Banna mengatakan, bahwa tujuan pendidikan islam (tarbiyah khuluqiyah)
adalah:
a) Menjelaskan posisi manusia di antara makhluk lain dan tanggung jawabnya dalam
kehidupan ini.
b) Menjelaskan hubungan manusia dengan masyarakat dan tanggung jawabnya
dalam tatanan hidup bermasyarakat.
c) Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya dalam mengetahui
hikmah penciptaan dalam rangka memakmurkan alam.
d) Menjelaskan hubungan manusia dengan Allah sebagai pencipta alam semesta

Hasan Langgulung berpendapat bahwa tujuan pendidikan islam yang ingin dicapai
adalah keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara meyeluruh yang
dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), perasaan dan pancaindra.

2
Athiyah Al-Abrasyi (1969:71) menyimpulkan ada lima tujuan umum pendidikan
islam, yaitu:

1. Untuk mengadakan pembentukan akhlak mulia.


2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, lebih terkenal
sekarang dengan nama tujuan-tujuan vokasional dan profesional.
4. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingintahuan
(curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
5. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknik dan pertukangan supaya dapat
menguasai profesi tertentu, dan keterampilan pekerjaan tertentu agar dapat
mencari rezeki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian dan
keagamaan.

Selanjutnya Al-Buthi (1961: 102) mengemukakan tujuh macam tujuan umum


pendidikan islam yaitu:

1. Mencapai keridhaan Allah, menjauhi murka dan siksaan-Nya dan melaksanakan


pengabdian yang tulus iklas kepada-Nya.
2. Mengangkat tarap akhlak dalam masyarakat berdasar pada agama yang diturunkan
untuk membimbing masyarakat ke arah yang diridhai oleh-Nya.
3. Memupuk rasa cinta tanah air pada diri manusia berdasar pada agama.
4. Memupuk rasa cinta tanah air pada diri manusia berdasar pada agama dan ajaran
yang dibawanya.
5. Mewujudkan ketentraman di dalam jiwa dan akidah yang dalam, penyerahan dan
kepatuhan yang iklas kepada Allah Swt
6. Memelihara bahasa dan kesusasteraan Arab sebagai bahasa Al-Qur’an, dan
sejbagai wadah kebudayaan dan unsur-unsur kebudayaan islam yang paling
menonjol.
7. Meneguhkan perpaduan tanah air dan menyatukan barisan melalui usaha
menghilangkan perselisihan, bergabung dan kerja sama dalam rangka prinsip-
prinsip dan kepercayaan-kepercayaan islam yang terkandung dalam Al-Qur’an
dan Sunnah.

An-Nahlawy, mengemukakan, bahwa tujuan akhir pendidikan Islam tertib dan damai
adalah:

3
1. Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam, dasar- dasarnya, asal
usul ibadat, dan cara-cara melaksanakannya dengan betul, dengan membiasakan
mereka berhati-hati mematuhi akidah-akidah agama dan menjalankan serta
menghormati syiar-syiar agama.
2. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar terhadap agama prinsip-
prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia.
3. Menanamkan keimanan kepada Allah mencipta alam, dan kepada malaikat, rasul-
rasul, kitab-kitab dan hari akhirat berdasar pada paham kesadaran dan perasaan.
4. Dan lain sebagainya

Sementara itu, Ibn Khaldun mengemukakan tujuan khusus pendidikan Islam sebagai
berikut:

1. Mempersiapkan seseorang dari segi keagamaan, yaitu mengajarkannya syiar-syiar


agama menurut Al-Qur'an dan Sunnah.
2. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak.
3. Menyiapkan seseorang dari kemasyarakatan atau sosial.
4. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
5. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiranlah seseorang itu
dapat memegang berbagai pekerjaan dan pertukangan atau keterampilan tertentu
sebagaimana telah di terangkan diatas.

Dengan demikian, bahwa dalam rumusan tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan Ibn
Khaldun ini tampak dengan jelas nuansa sosiologisnya sangat kuat, karena Ibn Khladun
sendiri adalah bapak Sosiologi Islam, atau pelopor yang mengembangkan sosiologi, jauh
sebelum lahirnya para sosiologi Barat, seperti Durkheim, Max Weber, August Comte, Peter
L.Berger, dan sebagainya.

Selanjutnya Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany berpendapat, bahwa tujuan


pendidikan adalah perubahan-perubahan yang diinginkan pada tiga bidang asasi sebagai
berikut:

1. Tujuan- tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu


2. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
3. Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu

4
D. Upaya-upaya Mewujudkan Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat

Masih terdapat lembaga pendidikan Islam yang tujuannya hanya bersifat keagaman.
Mereka pandai dalam ilmu agama, cakap dalam beribadah, mahir membaca Al-Qur'an, saleh
dalam kesehariannya, namun kurang peduli pada masyarakat, bahkan tidak mengetahui cara-
caranya agar berguna bagi masyarakat. Hal ini perlu diatasi dengan melakukan upaya-upaya
sebagai berikut:

1. Memberikan wawasan kemasyarakatan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis


2. Memberikan wawasan dan praktik mengamalkan ayat-ayat dan hadis-hadis yang
berkaitan dengan kehidupan sosial, seperti tolong menolong, berbaik sangka,
toleransi, dan saling menasehati
3. Menunjukkan contoh-contoh tentang kegiatan sosial yang berdasarkan nilai-nilai
ajaran islam, seperti penanggulangan banjir, memelihara kebersihan, dan sebagainya

E. PENUTUP

Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana tersebut, dapat dikemukakan catatan


penutup sebagai berikut;

Pertama, tujuan pendidikan islam adalah suatu keadaan ideal yang ingin diwujudkan
melalui kegiatan pendidikan, baik formal, non-formal maupun informal. Seperti terwujudnya
manusia yang memiliki keseimbangan antara keunggulan dalam bidang timan-takwa dengan
ilmu pengetahuan.

Kedua, tujuan pendidikan adalah pelaksanaan dari visi dan misi pendidikan yang di
rumuskan.

Ketiga, tujuan pendidikan islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan al-sunnah ternyata
sangat memperhatikan kepentingan masyarakat, bahkan pendidikan islam itu sendiri adalah
pendidikan yang berwawasan kemasyarakatan atas dasar ajaran islam. Tujuan pendidikan
islam selain menekankan lahirnya individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang
kokoh, juga memiliki perhatian dan keinginan yang kuat untuk memajukan masyarakat.

5
BAB 6
TINJAUAN SOSIOLOGIS TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

A.PENGERTIAN KURIKULUM
Rumusan pengertian kurikulum diartikan sebagai jalan yang harus di tempuh guna
mencapai tujuan. maksudnya adalah sejumlah mata Pelajaran yang harus dikaji secara
seksama guna mengantarkan seseorang pada tujuan Pendidikan yang harus
ditempuh.Selanjutnya secara tradisional,kurikulum diartikan sebagai mata Pelajaran yang
diajarkan disekolah. Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak dianut
sampai sekarang,juga di Indonesia.

Saylor dan Alexander merumuskan definisi kurikulum sebagai “the total effort of the
school to going about desired outcomes in school and out of school situation. Yaitu seluruh
usaha dari sekolah untuk menghasilkan lulusan yang diharapkan, baik yang terdapat
dilingkungan sekolah, maupun di luar sekolah. Sejalan dengan itu smith, sebagaimana juga
dikutip S.Nasution mengatakan, bahwa kurikulum sebagai a sequence of potential experience
of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting. yaitu sebagai sebuah
pengalaman yang tersusun rapih yang berkaitan dengan kegiatan peserta didik dan pemuda
yang tergabung dalam kelompok belajar dan beraktivitas. Sejalan dengan itu, Harlod Alberry,
Jhon kerr dan lain-lain mengatakan: the curriculum of a school is all the experiences that
pupils have under the guidance of the school. Yaitu semua pengalaman anak disekolah di
bawah bimbingan sekolah. Sementara itu, Harlod rugg mengatakan, bahwa kurikulum adalah
the entire program of the school. It is the essential means of education. It is everything the
studets and their teachers do.” Artinya seluruh program di sekolah yang mengandung arti
dalam Pendidikan. Kurikulum adalah segala sesuatu yang mengandung oleh peserta didik dan
guru. Perkembangan pengertian kurikulum tersebut antara lain di sebabkan karena beberapa
hal. Pertama, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, semakin

6
meningkatnya harapan Masyarakat terhadap sekolah, yaitu, bahwa sekolah tidak hanya
memberikan ilmu pengetahuan, menjadi aktivitas yang memberikan pengalaman kepada
peserta didik agar dapat melakukan berbagai aktivitas di masyrakat.

1. KONSEP KURIKULUM

Yaitu kurikulum sebagai pengembangan proses kognitif, sebagai teknologi, sebagai


aktualisasi diri, sebagai rekonstruksi sosial, dan sebagai rasionalisasi akademik. Dalam
konsep kurikulum sebagai proses kognitif ini yang di pentingkan adalah produknya, yakni
peningkatan cara berpikirnya (the how), dan bukan apa yang di pikirkannya “the what”.

Kurikulum sebagai teknologi dapat didefinisikan sebagai Upaya menjabarkan atau


menguraikan mata Pelajaran ke dalam bagian-bagian yang terinci dan terukur yang
selanjutnya dapat dituangkan ke dalam bebagai peralatan teknologi dan media pembelajaran,
seperti in focus, grafik, gambar, dan lainnya.

Selanjutnya kurikulum sebagai aktualisasi diri, dapat dilihat sebagai kurikulum yang
mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dengan segala aspek kepribadiannya,
sehingga berbagai potensi yang dimiliki peserta didik dapat tereksplorasi dan terbina secara
utuh, khusus nya imajinasinya yang kreatif.

Selanjutnya kurikulum sebagai rekonstruksi sosial didasarkan pada asumsi, bahwa


Pendidikan dapat mengubah pikiran, perasaan, dan perbuatan peserta didik. Pendidikan
mempunyai peranan dalam mengubah Masyarakat dan memberi corak kepada Masyarakat
dan

kebudayaan.

Sementara itu, kurikulum rasionalisasi akademik didasarkan pada fungsi utama sekolah
sebagai tempat mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Anak-anak dikirim
kesekolah agar mempelajari imu dan menguasi sejumlah pengetahuan. Mempelajari ilmu
berarti turut menikmati harta kekayaan umat manusia sambil meningkatkan kemampuan
intelektual. Konsep kurikulum rasionalisasi akademik ini antara lain dikembangkan oleh
Jerome bruner. Dalam bidang pengembangan kurikulum tampaknya kita tak perlu memilih
secara mutlak salah satu konsep kurikulum.

2.STRUKTUR KURIKULUM

7
Pada umumnya,struktur kurikulum terdiri dari tujuan,bahan ajar proses belajar mengajar,
media, bahan ajar dan evaluasi. Tentang seberapa jauh aspek-aspek yang terdapat dalam
struktur kurikulum ini memiliki keterkaitan dengan masalah sosial, dapat dirumuskan sebagai
berikut, Tujuan kurikulum harus sejalan dengan tujuan Pendidikan nasional. Menurut
undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa tujuan Pendidikan adalah membentuk
manusia yang memiliki ciri-ciri: a) beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa; b)
berakhlak mulia; c) sehat; d) berilmu, e) cakap, f) kreatif; g) mandiri, h) demokratis dan i)
bertanggung jawab. Dalam rumusan tujuan ini tampak adanya visi kemasyarakatan, yaitu
bersikap demokratis dan bertanggung jawab.

Selanjutnya pada aspek bahan ajar ditanyakan, bahwa untuk menentukan bahan pelajaran
dalam pengembangan kurikulum pada hakikatnya ada tiga sumber, yakni: (1) Masyarakat dan
kebudayaannya, (2) anak dengan minat dan kebutuhannya, serta (3) pengetahuan yang telah
dikumpulkan oleh umat manusia sebagai hasil pengalamannya dan telah disusun secara
sistematika oleh para ilmuwan dalam sejumlah disiplin ilmu.

Pendapat ini dengan tegas memperlihatkan, bahwa Masyarakat dan kebudayaannya


merupakan sumber bahan ajar yang mendapat prioritas utama. dikutip S.Nasution
mengatakan: “what knowledge is of worth” (pengetahuan apakah yang penting adalah apa
yang dianggap paling berharga) bagi masa depan peserta didik di Masyarakat. Maka hal-hal
yang perlu diajarkan di sekolah dalam konteks sosiologi antara lain: (1) self-preservation (2)
securing the necessities of life (3) rearing of family (4) maintaining proper social and political
relationships (5) enjoying leisure time.

Toko Franklin Bobbitt (1924) sebagaimana dikutip S.Nasution berpendapat bahwa sekolah
harus mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam Masyarakat. Keterkaitan antara
Pendidikan dengan Masyarakat, pada gilirannya terkait pula dengan masalah kebudayaan,
karena kebudayaan merupakan bagian inti dari Masyarakat. Maswardi Muhammad Amin
mengatakan, bahwa kebudayaan atau culture adalah keseluruhan ilmu pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, kebiasaan, serta kemampuan lain yang di peroleh
sebagai anggota Masyarakat. Kebudayaan ini tercipta melalui:

Akomodasi (accomodation) adalah proses penerimaan budaya yang satu oleh budaya
yang lainnya sebagaimana adanya, baik berdasarkan kesukarelaan, kesepakatan,
kesenasiban, atau pertukaran (exchange)

8
akulturasi (acculturation) adalah proses adopsi budaya yang satu oleh budaya yang
lain sehingga terjadi pembentukan budaya baru (sinergi budaya)
asimilasi (assimilation) mengandung arti bahwa budaya yang satu menyatu
(incorporate), berubah (converted), atau menjadi sama (resemble to, resembled with),
sedangkan identitas masing-masing relative berubah atau Sebagiannya hilang.

Kehadiran budaya ini selanjutnya berfungsi: (1) menciptakan pembedaan yang jelas antara
satu organisasi dengan organisasi lainnya; (2) menjadi identitas bagi anggota organisasi; (3)
mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari kepentingan diri
individu seseorang; (4) menjadi perekat social yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh civitas sekolah; (5)
sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan.

Dalam konteks lingkungan sekolah, kebudayaan, sebagaimana dikemukakan Aan komariah


dan dikutip Saminan ismail, memiliki fungsi; (1) memengaruhi prestasi dan perilaku sekolah
dasar dan menengah (2) mengarahkan kepada semua level manajemen untuk fokus pada
tujuan sekolah (3) menjadi pengikat (kohesi) kesatuan Langkah dalam melaksanakan misi
sekolah (4) membedakan dan menekankan kelompok-kelompok. John Spahier dan Mattiuw
King, sebagaimana dikutip Dadang Suhar dan dikutip pula oleh H.Saminan Ismail,
mengemukakan karakteristik budaya unggul sekolah sebagai berikut: (1) kolegalitas (2)
eksperimentasi (3) high expectation (4) trust and confidence (5) tangible support (6) reaching
out to the knowledge base (7) appreciation and recognition (8) caring, celebration and humor
(9) involvement in decision making (10) protection of what's important (11) care to good
tradisi dan (12) hones open communication.

Selanjutnya unsur proses belajar mengajar dalam kurikulum juga mempertimbangkan


dinamika dan tuntutan masyarakat. Dewasa ini terdapat kecenderungan yang kuat, bahwa
masyarakat ingin diperlakukan secara lebih adil, egaliter, demokratis, humanis, rasional,
profesional dan lebih cepat. Karakter masyarakat yang demikian itu pada umumnya sebagai
ciri dari masyarakat urban (perkotaan). Ciri masyarakat yang demikian itu, pada gilirannya
menghendaki adanya sebuah pendekatan dan model pembelajaran yang lebih memberikan
kebebasan dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Model pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher centris), dan indoktrinatif sudah harus diganti dengan model
pembelajaran yang berpusat pada murid (student centris) dan demokratis. Model

9
pembelajaran ceramah, ekspose facto, dan lainnya yang bercorak banking sistem, harus
diganti dengan model pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah (problem based
learning), mendorong pelajar belajar mandiri (self directive learning), contextual teaching
learning (CTL) dan semacamnya.

Dengan memerhatikan uraian tersebut di atas, tampak dengan jelas, bahwa pada seluruh
komponen kurikulum, tampak erat kaitannya dengan perkembangan yang terjadi di
masyarakat. Untuk itu, semua persoalan yang dihadapi oleh kurikulum akan dapat
dipecahkan jika memerhatikan perkembangan masyarakat.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERUBAHAN KURIKULUM

Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi perubahan kurikulum. Sejumlah faktor


tersebut sebagai berikut:

Pertama, faktor perubahan sifat dan karakter masyarakat. Yaitu perubahan sifat dan
karakter masyarakat agraris kepada masyarakat industri, dan terus berlanjut berubah menjadi
masyarakat informasi. Pada masyarakat agraris, secara ekonomi banyak mengandalkan pada
sumber daya alam. Bahan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, alat transportasi, alat
komunikasi, dan lainnya masih menggunakan sumber daya alam yang dikelola secara alami
pula.

Kedua, faktor perubahan kecenderungan masyarakat. Sejalan dengan adanya perubahan


masyarakat dari agraris ke industrialis dan informasi, menyebabkan terjadinya perubahan
kecenderungan masyarakat.yaitu perubahan dari sikap tertutup kepada terbuka, dari bekerja
secara konvensional kepada bekerja secara terencana dan seterusnya.

Ketiga, faktor perubahan kebudayaan dan tata nilai. kebudayaan dapat dimaknai sebagai
cara hidup, warisan sosial, cara berpikir, kepercayaan, cara kelompok bertingkah laku,
gudang pelajaran yang dikumpulkan, tindakan baku untuk mengatasi masalah, peraturan
bertingkah laku dalam acara tertentu. Kebudayaan tersebut selanjutnya berperan dalam
memengaruhi prestasi dan perilaku masyarakat, memberi arah tentang tujuan dan cita-cita
yang harus dicapai, bingkai dan cara kerja (cognitive framework), identitas, sumber inspirasi,
motivasi, orientasi, visi, misi dan tujuan.

Keempat, faktor perubahan kebijakan pemerintah. Diketahui bahwa dari sejak


prakemerdekaan hingga saat ini telah terjadi sejumlah kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan. Khususnya dalam bidang kurikulum faktor perubahan tujuan hidup masyarakat

10
diketahui, bahwa masyarakat dapat dibagi ke dalam masyarakat agraris, industri dan
informasi. Tiap-tiap masyarakat ini memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda.

Adanya perubahan tujuan dari masyarakat tersebut, pada gilirannya menuntut agar dunia
pendidikan menyajikan berbagai keperluan masyarakat tersebut sesuai dengan tujuan yang
diinginkannya. Kurikulum yang dirancang harus mempertimbangkan, berbagai tujuan dan
kebutuhan masyarakat tersebut.

B.PENUTUP

Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana di atas, dapat ditarik beberapa kesimpilan
sebagai berikut:

Pertama, secara sosiologis kurikulum lahir dari masyarakat. Isi, muatan, struktur, bentuk,
konsep, dan prinsip-prinsip kurikulum hanya akan berguna dan menolong masyarakat,
apabila kurikulum tersebut di rancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kedua, bahwa dalam merespons berbagai kebutuhan masyarakat, kurikulum dapat


melakukan peran sebagai penyeleksi Yaitu sungguhpun kurikulum itu harus sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan diambil dari masyarakat, namun sesuatu yang diambil dan
diberikan kepada masyarakat itu adalah sesuatu yang bernilai edukatif. Hal yang demikian,
perlu dilakukan, karena masyarakat itu sendiri memerlukan nilai-nilai yang positif bagi masa
depannya.

11

Anda mungkin juga menyukai