Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL SKRIPSI

IMPLEMENTASI METODE COLOR MOMENT DAN GRAY LEVEL


CO - OCCURRENCE MATRIX UNTUK MENGIDENTIFIKASI
PENYAKIT PADA TANAMAN PADI BERDASARKAN
CITRA DAUN PADI

ARUM PUTRI NOVI YANTI

G1A018010

PROGRAM STUDI INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
1. JUDUL SKRIPSI
Implementasi Metode Color Moment dan Gray Level Co - Occurrence Matrix
Untuk Mengidentifikasi Penyakit pada Tanaman Padi Berdasarkan Citra Daun
Padi

2. BIDANG ILMU
Bidang ilmu yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Pengolahan Citra
Digital (PCD)

3. LATAR BELAKANG
Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penghasil beras yang
merupakan sumber karbohidrat bagi sebagian penduduk dunia. Penduduk
Indonesia, hampir 95% mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok,
sehingga pada setiap tahunnya permintaan akan kebutuhan beras semakin
meningkat seiiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (Pratiwi, 2016).
Tanaman padi merupakan tanaman pangan penting yang menjadi makanan
pokok lebih dari setengah penduduk dunia karena mengandung nutrisi yang
diperlukan tubuh. Menurut Poedjiadi (1994), kandungan karbohidrat padi giling
sebesar 78,9 %, protein 6,8 %, lemak 0,7 % dan lain-lain 0,6 %. Indonesia sebagai
negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam
memenuhi kebutuhan pangan tersebut (Pratiwi, 2016).
Tanaman padi menghasilkan beras merupakan makanan pokok masyarakat
provinsi Bengkulu. Menurut (BPS, 2021) luas panen (ha) tanaman padi di
provinsi Bengkulu pada tahun 2019 yaitu 64.406,86, pada tahun 2020 yaitu
64.137,28 dan pada tahun 2021 yaitu 56.721,13. Sedangkan produktivitas (ku/ha)
tanaman padi di provinsi Bengkulu yaitu pada tahun 2019 sebesar 46,03, tahun
2020 sebesar 45,66 dan tahun 2021 sebesar 48.09. Kemudian untuk produksi
(ton) tanaman padi di provinsi Bengkulu itu mengalami penurunan dari tahun
2019-2021 dengan uraian data yaitu 296.472,07, 292.834,04, 272.772,61.
Salah satu penghambat dari pertumbuhan produksi panen padi di Indonesia
adalah penyakit yang menjangkit tanaman padi. Apabila penyakit tersebut tidak
dapat ditangani sejak dini, maka kegagalan produksi atau gagal panen akan
dialami oleh petani padi (T. Tumanggor, 2019). Penyakit utama tanaman padi
terdiri dari penyakit Tungro, penyakit bercak daun coklat (Helmithosporium
oryzae), Penyakit Blas (Pyricularia oryzae), Hawar daun bakteri Bacterial Leaf
Blight (Xanthomonas campestris), penyakit yang timbul pada tanaman padi
dilihat dari daunnya (Tricahyono, Johannis, Yudas, & Marsudi, 2009). Menurut
(BPS, 2021) pada tahun 2019-2021 produksi (ton) tanaman padi di provinsi
Bengkulu mengalami penurunan. Salah satu faktor penyebab menurunnya
produksi tanaman padi yaitu adanya penyakit pada tanaman tersebut, karena
sebagian besar petani masih belum mampu mendeteksi penyakit yang menyerang
secara cepat.
Dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi kita dapat
memanfaatkan pengolahan citra digital dalam mengindentifikasi penyakit pada
tanaman padi berdasarkan fitur warna dan tekstur dari citra melalui daun padi.
Pengolahan citra digital adalah gambar pada bidang 2 dimensi, dan citra biasanya
ditinjau dari sudut pandang sistematis yaitu memiliki fungsi kontinu dari
intensitas cahaya pada bidang 2 dimensi. Jadi pengolahan citra adalah suatu
metode yang digunakan untuk memproses atau memanipulasi gambar dalam
bentuk 2 dimensi (Richard E. Woods, Gonzalez, & Rafael, 2008).

Penelitian terkait dengan pengolahan citra yang telah dilakukan


sebelumnya (Nurtriana Sitepu et al., 2019) melakukan identifikasi penyakit pada
tanaman padi berdasarkan citra daun padi dengan metode Gray Level Co -
Occurrence Matrix dengan melakukan tiga kali percobaan dari empat puluh citra
uji daun padi yang berbeda. Akurasi pengujian dengan ekstrasi tekstur dan warna
sebesar 37.5%. Pengujian kedua hanya menggunakan ektrasi tekstur sebesar
32.5% dan pengujian ketiga hanya menggunakan ektrasi warna sebesar 25%.
Penelitian lainnya juga pernah dilakukan (Sari, 2016) yang melakukan penelitian
tentang perancangan dan simulasi deteksi penyakit tanaman jagung berbasis
pengolahan citra digital menggunakan metode Color Moments dan GLCM
dengan menghasilkan nilai akurasi sebesar 89,375%. Penelitian lainnya juga
pernah dilakukan (Dewi & Ginardi, 2014) melakukan penelitian tentang
identifikasi penyakit pada daun tebu dengan gray level co-occurrence matrix dan
color moments mampu mencapai nilai akurasi sebesar 97%.
Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan sebelumnya dapat diketahui
bahwa metode-metode yang digunakan untuk ekstraksi fitur warna dan tekstur,
memiliki peforma yang baik pada masing-masing fiturnya yaitu Color Moment,
dan Gray Level Co-occurrence Matrix. Color Moment merupakan metode
ekstraksi fitur yang efektif untuk analisis citra berdasarkan warna karena metode
tersebut memiliki dimensi vektor fitur yang paling rendah dan juga kompleksitas
komputasional yang paling rendah jika dibandingkan dengan metode lainnya
seperti color histogram, color correlogram dan color structure descriptor (Dewi
& Ginardi, 2014). Metode Gray Level Co-occurrence Matrix dipilih untuk ciri
tekstur karena metode GLCM dipakai secara luas untuk mengekstrak tekstur
sebuah citra dan telah terbukti sangat efisien. Selain itu pada kompleksitas tekstur
citra sulit untuk didefiniskan dan dikuantifikasi, namun metode GLCM ini bisa
dipakai untuk mengkuantifikasi dan membandingkan berbagai aspek tekstur citra
(Dewi & Ginardi, 2014).
Berdasarkan permasalahan dan penelitian terkait yang telah dipaparkan
diatas, penulis mengangkat penelitian yang berjudul “Implementasi Metode
Color Moment dan Gray Level Co - Occurrence Matrix Untuk Mengidentifikasi
Penyakit Pada Tanaman Padi Berdasarkan Citra Daun Padi”, yang dapat
memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Sitepu, Efendi, &
Sariasih, 2019) penelitian tersebut hanya menggunakan satu metode yaitu
Metode Gray Level Co-occurrence Matrix dengan nilai akurasinya 37.5%.
sedangkan pada penelitian terkait sebelumnya dengan menambahkan metode
Color Moment dapat menghasilkan nilai akurasi lebih tinggi, selain itu penelitian
ini juga dapat memberikan informasi serta dapat membantu pakar, petani dan
masyarakat umum mengidentifikasi penyakit tanaman padi berdasarkan citra
daun padi.

4. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya rumusan
masalah yang dapat di angkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana merancang
dan membangun sistem yang dapat mengidentifikasi penyakit pada tanaman padi
berdasarkan citra daun padi dengan metode Color Moment dan Gray level co -
occurrence matrix?

5. BATASAN MASALAH
Batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Citra yang diambil adalah citra daun padi yang terinfeksi penyakit dan citra
daun padi yang tidak terinfeksi penyakit serta output-nya adalah informasi
nama jenis penyakit yang tanaman padi alami, penyebab penyakit tanaman
padi serta cara pencegahan terhadap penyakit tanaman padi.
b. Citra yang diolah hanya mengidentifikasi penyakit Tungro, Bercak Daun
Coklat, Penyakit Blas, dan Hawar Daun Bakteri.
c. Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra berwarna dengan
format JPG.

6. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Membangun sistem yang dapat mengidentifikasi penyakit tanaman padi
dengan menggunakan masukan citra daun dengan metode Color
Moment dan Gray level co - occurrence matrix.

b. Untuk mengetahui tingkat akurasi pada citra daun tanaman padi dengan
metode Color Moment dan Gray level co - occurrence matrix.
7. MANFAAT PENELITIAN
Manfaaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kemudahan mengidentifikasi dan informasi mengenai penyakit
apa saja yang menyerang tanaman padi melalui citra daun padi kepada
pengguna sistem.
b. Pengguna sistem dapat mengetahui cara pencegahan penyakit tanaman padi
setelah teridentifikasi oleh sistem.
c. Menjadi bahan referensi untuk mengembangkan sistem lebih baik dan
menambah fitur-fitur terbaru.

8. TINJAUAN PUSTAKA
8.1 Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penghasil beras yang
merupakan sumber karbohidrat bagi sebagian penduduk dunia. Penduduk
Indonesia, hampir 95% mengonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok,
sehingga pada setiap tahunnya permintaan akan kebutuhan beras semakin
meningkat seiiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (Pratiwi, 2016).

Gambar 1 Tanaman Padi (NBS Bio-Products, 2018) dan Daun Padi Normal
(Cahndeso-mbangundeso, 2014)
8.2 Penyakit Tanaman Padi
a) Tungro
Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh penyakit tungro sangat tinggi.
Penyebaran penyakit ini telah menyebar ke daerahdaerah yang menjadi
sentra produksi beras. Penyakit ini disebabkan oleh dua jenis virus yaitu
virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus
bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus ini
dapat menyerang secara bersama-sama melalui perantara wereng hijau.
Penginfeksian tanaman oleh virus tungro terjadi dalam dua periode yaitu
periode pertama pada saat tanaman berumur satu bulan dan periode kedua
pada saat tanaman berumur dua bulan. Infeksi pertama dilakukan oleh
wereng hijau yang berasal dari lokasi di sekitar tanaman, sedangkan
serangan pada periode kedua disebarkan oleh turunannya.

Gambar 2 Penyakit Tungro pada Padi (Syam, Suparyono, Hermanto, & S,


2007)

Gejala :

1) Warna daun tanaman yang sakit bervariasi, dari hijau sedikit


menguning sampai jingga disertai bercak berwarna coklat. Perubahan
warna daun ini dapat terlihat mulai dari ujung hingga pangkal
batang.
2) Gejala pada tanaman adalah tanaman menjadi kerdil
b) Penyakit Bercak Daun Coklat (Brown Spot)

Nama umum: Bercak Daun Coklat


Penyakit berdaun coklat disebabakan oleh jamur Helmithosporium oryzae
yang dapat menyebabkan kematian tanaman muda dan menurunkan
kualitas gabah. Penyakit ini merugikan sekali pada pertanaman padi
dilahan yang mempunyai unsur hara, terutama yang unsur kaliumnya
kurang. Penyakit ini jarang ditemukan dilahan subur.

Gambar 3 Bercak Daun Coklat (Syam, Suparyono, Hermanto, & S, 2007)

Gejala :

1) Bercak coklat muncul pada daun atau dapat juga pada tangkai malai,
pelepah dan pada gabah.
2) Bercak coklat berbentuk oval 0,5 - 5 mm, berwarna coklat.

c) Penyakit Blas (blast)


Nama umum : penyakit blas / penyakit busuk leher
Penyakit blas dikenal sebagai salah satu kendala utama pada padi gogo
tetapi kemudian terdapat juga pada padi sawah irigasi. Penyakit blas
disebabkan oleh jamur pathogen Pyricularia oryzae. Penyakit ini
mampumenurunkan hasil yang sangat besar.Gambar 4 Penyakit Blas.
Gambar 4 Penyakit Busuk Leher (Syam, Suparyono, Hermanto, & S,
2007)

Gejala :

1) Pada daun timbul bercak oval atau elips, bercak berbentuk belah
ketupat,lebar ditengah dan kedua ujung-ujungannya meruncing.
2) Stadia kritis tanaman terjadi mulai umur 1 bulan (padi gogo),
anakan maksimum, bunting dan awal berbunga.
3) Pembentukan konidia selama 14 hari, puncaknya pada 3-8 hari
setelahbercak muncul.

d) Hawar Daun Bakteri (HDB) atau Kresek

Nama umum : Penyakit Hawar Daun Bakteri.

Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv.


oryzae (X. oryzae). Masuknya bakteri ini pada jaringan tanaman bisa
melalui luka pada daun atau akar yang terputus. Sedangkan penularan
penyakit biasanya melalui benih, jerami, tunggul atau anakan yang
terinfeksi serta gulma yang menjadi inang, sedangkan penyebarannya
dapat melalui angin yang kencang, embun, air hujan dan air irigasi.
Tanaman padi yang terserang HDB akan menampakkan adanya noda
seperti garis-garis basah yang kemudian meluas dengan warna putih
kekuning-kuningan. Kematian jaringan daun ini terjadi pada salah satu atau
kedua tepi helai daun atau pada setiap titik permukaan yang terluka yang
selanjutnya akan meluas ke seluruh permukaan daun. Serangan pada
tanaman yang rentan akan menyebabkan kematian mulai dari helai daun
hingga pelepah daun.

Gambar 5 Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) atau Kresek (Syam,


Suparyono, Hermanto, & S, 2007)

Gejala :

- Kresek
1) Gejala yang terjadi pada tanaman berumur < 30 hari (persemaian
atau yang baru dipindahi).
2) Daun-daun berwarna hijau kelabu melipat dan menggulung.
3) Dalam keadaan parah seluruh daun menggulung, layu dan mati
mirip tanaman yang terserang penggerek batang atau terkena air
panas.

- Hawar
1) Gejala paling umum yang dijumpai pada pertanaman yang telah
mencapai fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan.
2) Gejala diawali dengan timbulnya bercak abu-abu (kekuningan)
sampai putih umumnya ditepi daun, berawal dari terbentuknya garis
lebam berairpada bagian tepi daun.
3) Dalam keadaan lembab terutama dipagi hari, kelompok bakteri
berupa butiran berwarna kuning keemasan dapat dengan mudah
ditemukan pada daun-daun.

8.3 Citra Digital


Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemprosesan
gambar 2 dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas,
pengolahan citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data 2 dimensi.
Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real
maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu. Suatu
citra dapat didefiniskan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N
kolom, dengan x dan y adalah koordinat. Spasial, dan amplitudo f di titik
koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada
titik tersebut. Apabila nilaix, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan
berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra
tersebut adalah citra digital (Putra, 2010).
Nilai suatu pixel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai
minimun sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda
tergantung dari jenis warnanya. Namun secara umum jangkauannya adalah
0-255. Citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra
integer. Berikut adalah jenis- jenis citra berdasarkan nilai pixelnya (Putra,
2010)
1) Citra Biner
Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua
kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut
sebagai citra B&W (black dan white) atau citra monokrom. Hanya
dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner. Citra
biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti
segmentasi, pengambangan, morfologi, ataupun dithering (Putra, 2010).
2) Citra Grayscale
Graysacale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai
kanal pada setiap pixelnya, dengn kata lain nilai bagian RED = GREEN
= BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk melanjutkkan tingkat
intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan
putih. Tingkatan keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai
tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale berikut
memiliki kedalam warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan) (Putra,
2010).
3) Citra Warna

RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari merah, hijau, dan
biru, digabungkan dalam membentuk suatu susunan warna yang luas.
Setiap pixel dari citra warna (8 bit) hanya diwakili oleh 8 bit dengan
jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 256 warna.
Citra warna 16 bit (biasanya disebut sebagai citra highcolor) dengan
setiap pixelnya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit). Warna 16 bit
memiliki 65.536 warna. Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili
dengan 24 bit sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah
lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat
dilihat penglihatan manusia. Penglihatan manusia dipercaya hanya
dapat membedakan hingga 10 juta warna saja (Putra, 2010).

8.4 Ekstraksi Fitur

Ekstraksi fitur (feature extraction) merupakan bagian fundamental dari


analisis citra. Fitur adalah karakteristik unik dari suatu objek. Analisis
bentuk yang telah dijelaskan di depan merupakan salah satu metode
pemisahan fitur.

Karakteristik fitur yang baik sebisa mungkin memenuhi persyaratan


berikut.
a) Dapat membedakan suatu objek dengan yang lainnya (discrimination).
b) Memperhatikan kompleksitas komputasi dalam memperoleh fitur
kompleksitas komputasi yang tinggi tentu akan menjadi bahan tersendiri
dalam menemukan suatu fitur.
c) Tidak terikat (idependence) dalam arti bersifat invarian terhadap
berbagai transformasi (rotasi, penskalaan, pergeseran, dan lain
sebagainya).
d) Jumlahnya sedikit, karena fitur yang jumlahnya sedikit akan dapat
menghemat waktu komputasi dan ruang penyimpanan untuk proses
selanjutnya (proses pemanfaatan fitur) (Putra, 2010).

8.5 Metode Color Moment

Metode Color Moment adalah metode pengukuran yang dapat


digunakan untuk membedakan citra berdasarkan fitur warna. Dasar Color
Moment adalah bahwa distribusi warna pada citra dapat diintepretasikan
sebagai probabilitas distribusi. Jika warna pada citra mengikuti probabilitas
distribusi tertentu, maka moment dari distribusi tersebut dapat digunakan
sebagai fitur untuk identifikasi citra berdasarkan warna (Dewi & Ginardi,
2014). Ruang warna yang digunakan pada metode Color Moment adalah
model HSV (Hue, Saturation and brightness). Model HSV (Hue, Saturation
and brightness) menunjukkan ruang warna dalam bentuk tiga komponen
utama yaitu hue, saturation, dan value (atau disebut juga brightness) (Putra,
2010). Dimana image tersebut akan diproses ke dalam 2 moments utama
distribusi di gambar yaitu mean dan standard deviation.

Langkah-langkah dalam melakukan ekstraksi fitur warna metode Color


Moment adalah sebagai berikut:

1) Mengambil nilai pixel dalam bentuk RGB dari citra yang sudah
disegmentasi pada tahap preproccessing.
2) Mengkonversi nilai RGB ke HSV
Sebelum melakukan ekstrasi fitur warna, harus menentukan ruang
warna. Ruang warna dikembangkan dengan tujuan untuk memodelkan,
menghitung, dan memvisualisasikan informas warna sehingga
dapatmemudahkan komputer atau sistem digital lainnya untuk
memproses informasi warna dan membedakan warna seperti halnya
sistem visual warna (Madenda, 2015). Meskipun citra berbasis RGB
bagus untuk menampilkan informasi warna, tetapi tidak cocok untuk
beberapa aplikasi pemrosesan citra. Pada aplikasi pengenalan objek,
lebih mudah mengidentifikasi objek dengan perbedaan huenya dengan
cara memberikan nilai ambang pada rentang nilai-nilai hue (panjang
gelombang spektrum) yang melingkupi objek (Azis, 2013). Keuntungan
HSV adalah merepresentasikan nuansa warna dalam koordinat silindris
3-D, sehingga mendekati intuisi dan persepsi visual manusia (Madenda,
2015). Untuk melakukan konversi ruang warna dari RGB ke HSV
dapat menggunakan fungsi pada matlab, yaitu 𝑟𝑔𝑏2ℎ𝑠𝑣. Cara
penggunaan fungsi dapat dilihat pada persamaan (1).
𝑐i𝑡𝑟𝑎𝐻𝑆𝑉 = 𝑟𝑔𝑏2ℎ𝑠𝑣(𝑛𝑎𝑚𝑎𝐶i𝑡𝑟𝑎)…………………………….……….(1)
3) Menghitung moment masing-masing ruang warna (H,S,V) pada setiap
region. Dalam proses ekstraksi, Color Moment menggunakan dua
moment utama distribusi warna di gambar yaitu mean dan standard
deviation (Herdiyeni & Santoni, 2012). Nilai mean dan standard
deviation dicariuntuk setiap komponen warna dari model warna HSV
menggunakan persamaan (2)-(3) berikut:
1
𝐸𝑖 = 𝑁 ∑𝑁
𝑗=1 𝑃 ij ………………………………………………………(2)

1
𝑗=1(𝑃𝑖𝑗 − 𝐸𝑖 ) ))…………………………………………….(3)
𝜎i = √(𝑁 ∑𝑁 2

Keterangan:
𝐸i = Rata-rata nilai warna dalam citra (mean) pada region i
𝜎i = Akar pangkat dari varians (Standard Deviation) pada region i
𝑁 = Jumlah total piksel pada citra
𝑃ij = Nilai dari komponen warna ke-i pada piksel ke-j

8.6 Metode Gray Level Co - Occurrence Matrix


Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) merupakan metode analisis
tekstur yang banyak digunakan. Metode GLCM dapat meningkatkan rincian
suatucitra dan direpresentasikan. Pada ekstraksi ciri tekstur metode GLCM
merupakan matriks orde 2, sebuah matriks yang terdiri dari jumlah baris
dan kolom yang sama (Syifa, Adi, & Widodo, 2016). Analisis tekstur
bekerja dengan mengamati pola ketetanggaan antar piksel dalam domain
spasial. Sistem visual manusia mampu membedakan berbagai macam tekstur
yang didasarkan pada kapabilitas dalam mengidentifikasikan berbagai
frekuensi dan orientasi spasial dari tekstur yang diamati.

Penggunaan metode GLCM ini berdasarkan pada hipotesis bahwa


dalam suatu tekstur akan terjadi perulangan konfigurasi atau pasangan aras
keabuan. Kookurensi berarti kejadian bersama, yaitu jumlah kejadian satu
level nilai piksel bertetangga dengan satu level nilai piksel lain dalam jarak
(d) dan orientasi sudut (θ) tertentu. Jarak dinyatakan dalam piksel dan
orientasi dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dalam empat arah
sudut dengan interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan
jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel (Saifudin & Fadlil,
2015). Keempat arah tersebut dapat direpresentasikanpada gambar dibawah
ini.
Gambar 6 Piksel Bertetangga dalam Empat Arah (Asmara &Puspitasari, 2017)

Matriks kookurensi merupakan matriks bujursangkar dengan jumlah


elemensebanyak kuadrat jumlah level intensitas piksel pada citra. Setiap titik
(p,q) pada matriks kookurensi berorientasi θ berisi peluang kejadian piksel
bernilai p bertetangga dengan piksel bernilai q pada jarak d serta orientasi θ
dan (180−θ).

Akan digunakan empat ciri tekstur, dengan pertimbangan bahwa empat


ciri tekstur yang digunakan ini merupakan ciri tekstur yang signifikan
membedakan masing-masing citra cangkang kura-kura bagian atas atau
karapaks. Empat ciri tekstur tersebut adalah Energy, Contrast, Correlation,
dan Homogenity. Berikut ini merupakan parameter yang relevan beserta
persamaan (2.4) sampai persamaan (2.7) (Halim, Hardy, & Mytosin, 2015):

1) Energy
Energy adalah pengukuran tekstur dari gambar grayscale
yang merepresentasikan perubahan homogeneity, merefleksikan
keseragaman berat dan tekstur distribusi gambar grayscale. Energy
dihitung dengan menggunakan persamaan (4).
𝐸 = ∑𝑥 ∑𝑦 𝑃(x,y)2……………………………...…………………(4)
Keterangan :
𝐸 = Energy
𝑃(𝑥, 𝑦) = Nilai pasangan piksel 𝑥 dan 𝑦
2) Contrast
Contrast adalah diagonal utama yang mengukur nilai matriks yang
terdistribusi, merefleksikan kejelasan gambar dan tekstur kedalaman
bayangan. Contrast dihitung dengan menggunakan persamaan (5).
I = ∑∑(𝑥 − 𝑦)2 P (x,y)………………………………………….(5)
Keterangan :

𝐼 = Contrast
𝑃(𝑥, 𝑦) = Nilai pasangan piksel 𝑥 dan 𝑦

3) Correlation
Correlation mengukur keterhubungan linear tingkat keabuan satu piksel
relatif terhadap piksel lannya pada posisi tertentu. Correlation dihitung
dengan menggunakan persamaan (6).
1
C = σ ((∑𝑥 ∑𝑦 𝑃(x∗y) P (x,y)) - 𝜇2 )………………………….(6)
𝑖

Keterangan :
𝐶 = Correlation
𝜎 = Variansi
𝜇 = Rata-rata
𝑃(𝑥, 𝑦) = Nilai pasangan piksel 𝑥 dan 𝑦

4) Homogenity
Homogeneity mengukur nilai perubahan lokal pada tekstur
gambar. Homogenity dihitung dengan menggunakan persamaan (7).
1
H = ∑𝑥 ∑𝑦 P(x,y)………………………………………..(7)
1+(𝑥−𝑦)2

Keterangan:
𝐻 = Homogeneity
𝑃(𝑥, 𝑦) = Nilai pasangan piksel 𝑥 dan 𝑦
9. Metode Penelitian
9.1 Metode Pengumpulan Data
1) Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan dengan cara menelaah beberapa literatur, yaitu:
a. Buku Referensi
Buku yang digunakan sebagai referensi adalah buku-buku yang
membahas tentang Pengolahan Citra Digital.
b. Jurnal Ilmiah
Jurnal ilmiah yang digunakan diperoleh dengan cara mengunduhnya
melalui internet. Informasi yang diperoleh adalah informasi yang
membahas tentang citra digital dengan menggunakan metode Color
Moment dan Gray level co - occurrence matrix.
2) Studi Analisis
Metode ini dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap masalah
yaitu mengimplementasikan metode Color Moment dan Gray level co -
occurrence matrix, dalam perancangan sistem yang dapat membantu dalam
mengidentifikasi penyakit tanaman padi pada citra daun padi.

9.2 Metode Pengembangan Sistem

Untuk mengembangkan sistem dibutuhkan metode atau model


pengembangannya, salah satunya adalah model waterfall. Model waterfall
atau model air terjun sering juga disebut model sekuensial linier (sequential
linier) atau alur hidup klasik (classic life cycle). Model air terjun menyediakan
pendekatan alur hidup perangkat lunak secara sekuensial atau terurut dimulai
dari analisis, desain, pengodean, pengujian dan tahap pendukung (support).
Berikut adalah gambaran model air terjun: (A. S & Shalahuddin, 2018).

1) Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak

Proses pengumpulan kebutuhan dilakukan secara intensif untuk


menspesifikasikan kebutuhan perangkat lunak agar dapat dipahami
perangkat lunak seperti apa yang dibutuhkan oleh pengguna. Spesifikasi
kebutuhan perangkat lunak pada tahap ini perlu untuk didokumentasikan.

Adapun kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak untuk pembuatan


sistem ini adalah :

a. Perangkat Lunak
1. Sistem Operasi Windows 10
2. Xampp versi 3.3.0 (PHP, Apache, MySQL)/
3. Codeigniter versi 3.0.
4. Visual Studio Code (Text Editor)
5. Google Chrome (Browser)
6. Microsoft Office 2020
b. Perangkat Keras
1. Monitor minimal VGA atau SVGA
2. Processor Ryzen 3
3. RAM 8048 MB
4. Free space 500 MB
5. Harddisk 32 GB
2) Desain
Desain perangkat lunak adalah proses multi langkah yang fokus pada
desain pembuatan program perangkat lunak termasuk struktur data,
arsitektur perangkat lunak, representasi antarmuka, dan prosedur
pengodean. Tahap ini mentranslasi kebutuhan perangkat lunak dari tahap
analisis ke representasi desain agar dapat diimplementasikan menjadi
program pada tahap selanjutnya.

3) Pembuatan Kode Program

Desain harus ditranslasikan ke dalam program perangkat lunak. Hasil dari


tahap ini adalah program komputer sesuai dengan desain yang telah dibuat
pada tahap desain.
4) Pengujian

Proses pengujian yang dilakukan pada aplikasi yang dibuat menggunakan


dua metode pengujian yaitu white box testing dan black box testing.

a. Black-Box Testing (Pengujian Kotak Hitam)

Pengujian kotak hitam adalah proses yang menguji perangkat lunak dari
segi spesifikasi fungsional tanpa menguji desain dan kode program.
Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui apakah fungsi-fungsi,
masukan dan keluaran dari perangkat lunak sesuai dengan spesifikasi
yangdibutuhkan.

b. White-Box Testing (Pengujian Kotak Putih)

Pengujian kotak putih adalah proses yang menguji perangkat lunak dari
segi desain dan kode program apakah mampu menghasilkan fungsi-
fungsi, masukan dan keluaran yang sesuai dengan spesifikasi
kebutuhan.

5) Pemeliharaan

Tidak menutup kemungkinan sebuah perangkat lunak mengalami


perubahan ketika sudah dikirimkan kepada pengguna. Perubahan bisa
terjadi karena adanya kesalahan yang muncul dan tidak terdeteksi saat
pengujian atau perangkat lunak harus beradaptasi dengan lingkungan baru.
Tahap pendukung atau pemeliharaan dapat mengulangi proses
pengembangan mulai dari analisis spesifikasi untuk perubahan perangkat
10. PENELITIAN TERKAIT

No. Peneliti Judul Tahun Metode/Objek Hasil Perbedaan


1. Kurnia Nurtriana Sitepu, Implementasi 2019 Metode : Gray Pengujian akurasi Metode yag
Rusdi Efendi danYenny Metode Gray Level Co- implementasi digunakan
Sariasih Level Co- occurrence metode Gray adalah metode
occurrence Matrix Level Co- GLCM
Matrix Untuk (GLCM) Occurreence ini (Gray-Level
Mengidentifikasi diuji tiga kali Co-occurence
penyakit pada percobaan dari Matrix)
tanaman padi empat puluh citra sedangkan
berdasarkan citra uji daun padi yang pada
daun padi berbeda. Akurasi penelitian ini
pengujian dengan menggunakan
ekstrasi tekstur 2 metode
dan warna sebesar yaitu GLCM
37.5 persen. dan Color
Pengujian kedua Moment
hanya
menggunakan
ektrasi tekstur
sebesar 32.5
persen dan
pengujian ketiga
hanya
menggunakan
ektrasi warna
sebesar 25 persen.
2. Jani Kusanti dan Noor Klasifikasi 2018 Metode: Hasil pengujian Metode yag
Abdul Haris Penyakit Daun GLCM (Gray- dilakukan dengan digunakan
Padi Level Co- tahapan akuisisi adalah metode
Berdasarkan occurence citra dengan GLCM (Gray-
Hasil Ekstraksi Matrix) menggunakan Level Co-
Fitur GLCM Objek: Daun kamera dan occurence
Interval 4 Sudut Padi mendapatkan Matrix)
presentase nilai sedangkan
akurasi. pada
penelitian ini
menggunakan
2 metode
yaitu GLCM
dan Color
Moment
3. Intan Permata Sari, Perancangan dan 2016 Metode : Color Hasil pengujian Objek yang
Bambang Hidayat dan Ratri Simulasi Deteksi Moments, mendapatkan diteliti adalah
Dwi Atmaja Penyakit GLCM dan nilai presentase tanaman
Tanaman Jagung KNN akurasi jagung
Berbasis Objek: menggunakan sedangkan
Pengolahan Tanaman Euclidean pada
Citra Digital Jagung Distance dimana penelitian ini
Menggunakan nilai k = 1 menggunkan
Metode Color objek daun
Moments dan tanaman padi.
GLCM
4. Ratih Kartika Dewi dan Identifikasi 2014 Metode : Color Hasil pengujian Objek yang
R.V. Hari Ginardi Penyakit Pada Moments dan mendapatkan diteliti adalah
Daun Tebu GLCM nilai presentase daun pada
Dengan Gray Objek : Daun akurasi 97% tanaman tebu
Level Co- Tanaman Tebu dengan sedangkan
Occurrence menggunkan pada
Matrix dan metode klasifikasi penelitian ini
Color Moments menggunkan
SVM (Support objek daun
Vector Machine) tanaman padi
5. Frangky Tupamahu, Ekstraksi Fitur 2014 Metode: Hasil pengujian Objek yang
Christyowidiasmoro dan Tekstur dan GLCM (Gray- mendapatkan diteliti adalah
Mauridhi Hery Purnomo Warna Citra Level Co- nilai presentase tanaman
Daun Jagung occurence akurasi sebesar jagung
untuk Klasifikasi Matrix) 83% yang diuji sedangkan
Penyakit Objek: dengan mesin pada
Tanaman pendukung SVM penelitian ini
Jagung untuk menggunkan
pengklasifikasian. objek daun
tanaman padi.
11. DAFTAR REFERENSI

Dewi, R. K., & Ginardi, R. V. H. (2014). Identifikasi Penyakit pada Daun Tebu dengan
Gray Level Co-Occurrence Matrix dan Color Moments. Jurnal Teknologi
Informasi Dan Ilmu Komputer, 1(2), 70. https://doi.org/10.25126/jtiik.201412114
Nurtriana Sitepu, K., Effendi, R., & Sariasih, Y. (2019). No Title. Skripsi Informatika,
Universitas Bengkulu.
Rodhi Supriyadi, M., Putri Purwandari, E., & Erlansari, A. (2018). No Title. Skripsi
Teknik Informatika, Universitas Bengkulu.
Sari, I. P. (2016). Perancangan dan Simulasi Deteksi Penyakit Tanaman Jagung
Berbasis Pengolahan Citra Digital Menggunakan Metode Color Moments dan
GLCM. Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri (SENIATI),
215–220.
Dewi, R. K., & Ginardi, R. V. H. (2014). Identifikasi Penyakit pada Daun Tebu dengan
Gray Level Co-Occurrence Matrix dan Color Moments. Jurnal Teknologi
Informasi Dan Ilmu Komputer, 1(2), 70. https://doi.org/10.25126/jtiik.201412114
Nurtriana Sitepu, K., Effendi, R., & Sariasih, Y. (2019). No Title. Skripsi Informatika,
Universitas Bengkulu.
Rodhi Supriyadi, M., Putri Purwandari, E., & Erlansari, A. (2018). No Title. Skripsi
Teknik Informatika, Universitas Bengkulu.
Sari, I. P. (2016). Perancangan dan Simulasi Deteksi Penyakit Tanaman Jagung
Berbasis Pengolahan Citra Digital Menggunakan Metode Color Moments dan
GLCM. Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri (SENIATI),
215–220.

Anda mungkin juga menyukai