Anda di halaman 1dari 7

PENGGUNAAN TERAPI ARV PADA PASIEN HIV/AIDS

Nama : Nur Indah Anggraini Sukma


Nim : 10119140
Kelas : FARMAKOTERAPI II C

1. Pengertian HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang sel darah putih
yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia (Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan
RI, 2014). Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih atau
yang dikenal dengan sel CD4 akan merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV
menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat untuk berkembang biak dan sel tersebut
akan dirusak sehingga tidak dapat digunakan lagi. Rusaknya sel darah putih dan jumlah virus
yang terus berkembang menjadi semakin banyak akan membuat tubuh tidak memiliki
kemampuan untuk melindungi diri sehingga akan rentan terkena penyakit (Hasdinah, Dewi,P.,
2014).
2. Definisi ARV
Pengobatan antiretrovirus (ARV) merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk
mengurangi risiko penularan HIV, menghambatperburukan infeksi oportunistik, meningkatkan
kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai
tidak terdeteksi
3. Sasaran Terapi ARV
Pengobatan ARV diberikan kepada:
a) Pasien HIV dewasa dan anak usia 5 (ima) tahun ke atas yang telah menunjukkan stadium
klinis 3 atau 4 atau jumlah sel limfositT CD4 kurang dari atau sama dengan 350 sel.
b) Ibu hamil dengan HIV
c) Bayi lahir dari ibu dengan HIV (untuk profilaksis)
d) Pasien HIV bayi atau anak usia kurang dari 5 (lima) tahun
e) Pasien HIV dengan tuberculosis
f) Pasien HIV dengan hepatitis B dan hepatitis C
g) Pasien HIV Pada Populasi kunci
h) Pasien HIV yang pasangannya negative
i) Dan/atau Pasien HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemi HIV meluas
Pengobatan antiretrovirus diberikan setelah mendapatkan konseling (WHO 2017, memiliki orang
terdekat sebagai pengingat atau Pemantau Meminum Obat (PMO) dan patuh meminum obat
seumur hidup. Pengobatan antiretrovirus dapat diberikan secara komprehensif dengan
pengobatan infeksi oportunistik dan komorbiditas serta p"rrgolutu, penunjang lain yang
diperlukan
4. Jenis ARV
Antiretrovirus (ARV) terdiri atas 3 golongan utama, yaitu:
NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
NRTI bekerja dengan menghambat enzim reverse transkriptase selama proses transkripsi
RNA virus pada DNA pejamu. Analog NRTI akan mengalami fosforilasi menjadi bentuk
trifosfat, yang kemudian secara kompetitif mengganggu transkripsi nukleotida. Akibatnya rantai DNA
virus akan mengalami terminasi. Jenis ARV yang termasuk golongan NRTI adalah sebagai berikut:
1) 3TC (lamivudine)
2) Abacavir (ABC)
3) AZT (ZDV, zidovudine)
4) d4T (stavudine)
5) ddI (didanosine)
6) Emtricitabine (FTC)
7) Tenofovir (TDF; analog nukleotida)
NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
NNRTI bekerja dengan cara berikatan dengan enzim reverse transcriptase sehingga dapat
memperlambat kecepatan sintesis DNA HIV atau menghambat replikasi (penggandaan) virus. Jenis ARV
yang termasuk golongan NNRTI adalah sebagai berikut:
1) Efavirenz (EFV)
2) Nevirapine (NVP)
PI (Protease Inhibitor)
PI bekerja dengan cara menghambat protease HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV,
protease HIV akan memecah poliprotein HIV menjadi sejumlah protein fungsional. Dengan pemberian
PI, produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namun virus gagal berfungsi dan
tidak infeksius terhadap sel. Jenis ARV yang termasuk golongan protease inhibitor adalah sebagai
berikut:
1) Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
2) Saquinavir (SQV)
3) Indinavir (IDV)
4) Nelfinafir (NFV)

5. Tatalaksana Pemberian ARV pada Ibu Hamil


Pemberian ARV untuk ibu hamil dengan HIV mengikuti Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis dan
Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa Tahun 2011 (dalam Kemenkes RI, 2012) disesuaikan dengan
kondisi klinis ibu dan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a) Ibu hamil merupakan indikasi pemberian ARV
b) Perempuan dengan status HIV diketahui sebelum kehamilan dan sudah mendapatkan ARV, maka
pada saat hamil ARV tetap diteruskan dengan regimen yang sama seperti saat sebelum hamil
c) Untuk ibu hamil yang status HIV diketahui sebelum umur kehamilannya 14 minggu, jika ada
indikasi dapat diberikan ARV. Namun jika tidak ada indikasi, pemberian ARV ditunggu hingga
umur kehamilannya 14 minggu. Regimen ARV yang diberikan sesuai dengan kondisi klinis ibu
d) Untuk ibu hamil yang status HIV diketahui pada umur kehamilan ≥ 14 minggu, segera diberikan
ARV berapapun nilai CD4 dan stadium klinisnya. Regimen ARV yang diberikan sesuai dengan
kondisi klinis ibu.
e) Untuk ibu hamil yang status HIV diketahui sesaat menjelang persalinan, segera diberikan ARV
sesuai kondisi klinis ibu. Pilihan kombinasi regimen ARV sama dengan ibu hamil yang lain.

6. Indikasi ARV
Sesudah dinyatakan HIV positif, dilakukan pemeriksaan untuk mendiagnosis adanya penyakit
penyerta serta infeksi oportunistik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk seranjutnya akan mendapatkan
paket layanan perawatan dukungan pengobatan :
1) Setiap orang dewasa, anak, dan remaja dengan kondisi medis yang diduga terjadi infeksi HIV
terutama dengan riwayat tuberkulosis dan IMS
2) Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
3) Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV

Orang yang bersedia


menjalani tes HIV

Tes antibody HIV A1

Antibody HIV
Ya Antibody HIV Ya Adakah manifestasi
Tes antibody HIV A2
positif? positif? klinis?

Tidak

Ulangi Tes antibody HIV Antibody HIV positif


Ya Tidak
A1 & A2 pada keduanya

Antibody HIV positif Tes antibody HIV A3


pada salah satu

A1+, A2+, A3+ ? Ya Ya


Tidak Tidak

A1+, dan salah


satu A2/A3 + ?

Tidak
Tidak A1+, A2+, A3+ ? A1+, A2+, A3+ ? Ya

Anggep tidak Diagnosis Pasti


ditemukan antibody infeksi HIV
indeterminate
HIV
Langkah tatalaksana terdiri dari :
Odha
 Pemeriksaan fisik lengkap dan lab untuk mengidentifikasi IO
 Penentuan stadium klinis
 Skrining TB (dengan format skrining TB)
 Skrining IMS, sifilis, dan malaria untuk BUMIL
 Pemeriksaan CD4 (bila tersedia) untuk menentukan PPK dan ART
 Pemberian PPK bila tidak tersedia tes CD4
 Identifikasi solusi terkait adherence
 Konseling positive prevention
 Konseling KB (jika rencana punya anak)

Memenuhi syarat ARV Belum memenuhi Odha ada kendala


syarat ARV kepatuhan (adherence)

Tidak ada IO ada IO


Cari solusi terkait
Berikan rencana pengobatan dan kepatuhan secara
pemberian terapi ARV tim hingga Odha
MULAI TERAPI ARV Obati IO 2 minggu depat patuh dan
Vaksinasi bila pasien mampu
selanjutnya MULAI ARV mendapat akses
MULAI ARV jika Odha memenuhi syarat Terapi ARV

Indikasi ARV:
 
1) HIV stadium I dan II dengan CD4 < 350 

2) HIV stadium III tanpa memandang CD4

3) Tanpa melihat CD4: HIV+TB/kehamilan/hepatitis B kronik, pasangan serodiskordan,


populasi kunci (penjaja seks, pengguna narkoba suntik pria homoseksual)

4) Indikasi non-medis: kesiapan pasien.

Pada CD4 : 350 – 500 sel/ml, dapat dipertimbangkan pemberian ARV bila :


 Penurunan CD4 > 100 / tahun
 CD4 < 17 %
 Viral load > 100.000 kopi/ml
 Keinginan pasien dengan adherance kuat
 Ibu hamil

Pedoman Terapi ARV

a. Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat


b. Selalu gunakan minimal kombinasi 3 ARV disebut : “HAART” (Highly Active Anti
Retroviral Therapy)
Kombinasi ARV lini pertama pasien naïve (belum pernah memakai ARV sebelumnya) yang
dianjurkan: 2 NRTI + 1 NNRTI

Di Indonesia :
- Lini pertama : AZT + 3TC + EFV atau NVP
- Alternatif : d4T + 3TC + EFV atau NVP dan AZT atau d4T + 3TC + 1 PI (LPV/r)

Terapi seumur hidup, mutlak perlu kepatuhan ok risiko cepat terjadi resistensi bila sering lupa
minum obat.

Evaluasi Pengobatan
a. Monitoring CD4 tiap 6 bulan
b. Viral Load

Medikasi untuk keluhan penyerta (Infeksi Opportunistik/IO)


a) Kandidiasis oral: Flukonazol 150 mg 1x/hari b.
b) Toxoplasmosis:
- Klindamisin (4x600mg) + Pirimetamin (loading dose 200mg 1x, lanjut50mg/hari) (3-
6minggu)-
- Selanjutnya klindamisin 4x300mg + Pirimetamin 50mg (3-5minggu)
c) PCP: Kotrimoxazol (Trimetoprim 15-20 mg/kgBB/hari (2dd), selama 6minggu.
Alternatif: klindamisin + primakuind.
d) Tuberkulosis: Regimen OAT

Untuk pengobatan dengan keluhan penyerta, obatilah infeksi oportunis terlebihdahulu selama
2 minggu- 2 bulan dan mulailah terapi ARV.

Profilaksis

a. Kotrimoxazol 1 x 960mg
- Tujuan: Mencegah PCP, Toxoplasmosis, diare, dan ISPA yang masihsensitive terhadap
kotrimoxazol
- Indikasi: HIV stadium II, III, IV atau jika CD4 < 200/mm3-
- Diberikan sampai CD4 > 200/mm3 pada 2x pemeriksaan dengan selang 6 bulan.
Dihentikan bila sudah diberikan selama 2 tahun.
b. Pengobatan suportif :
- Sebagian besar pasien malnutrisi : perlu dukungan nutrisi
- Multivitamin : B-complex, C, E, selenium
- Aspek psikologis meliputi perawatan personal dan dihargai, mempunyaiseseorang untuk
diajak bicara tentang masalahnya, mengurangi penghalanguntuk pengobatan pendidikan/
penyuluhan tentang kondisi mereka.
- Aspek Sosial: dukungan emosional, penghargaan, dukungan instrumental,serta dukungan
informative lainnya.

Komplikasi HIV (AIDS):


Terdapat sejumlah penyakit yang umumnya berkembang dalam tubuh manusiadengan
sistem kekebalan tubuh yang inadekuat ataupun rudak oleh HIV,diantaranya adalah : PCP
(pneumonia), TBC, kaposi`s sarcoma (kanker kulit),non-Hodgkins`s lymphoma, herpes simplex,
dll.
Hingga saat ini walaupun manajemen infeksi HIV/AIDS berkembang pesatnamun
komplikasi pulmonologis masih menjadi komplikasi yang utama(penyebab 30 –  40% masuk
rumah sakit). Hampir 65% penderita AIDSmengalami komplikasi pulmonologis dimana
pneumonia karena P carinii merupakan infeksi oportunistik tersering, diikuti oleh infeksi
M tuberculosis, pneumonia bakterial dan jamur, sedangkan pneumonia viral lebih jarang terjadi.
Prognosis
Para peneliti telah mengamati dua pola umum penyakit pada anak yang terinfeksi HIV.
Sekitar 20 persen dari anak-anak mengembangkan penyakit serius pada tahun pertama
kehidupan, sebagian besar anak-anak ini meninggal pada usia 4tahun. Perempuan yang terinfeksi
HIV dan terdeteksi dini serta
menerima pengobatan yang tepat, bertahan lebih lama daripada pria. Orang tua yangdidiagnosis
HIV tidak hidup selama orang muda yang memiliki virus ini.Meskipun ada upaya yang
signifikan, namun tidak ada vaksin yang efektifterhadap HIV. Oleh karena itu, hal ini dapat
berakibat fatal jika tidak ada pengobatan.
Referensi

1. Nugroho A. Pedoman praktis dan diagnosis dan penatalaksanaan


HIV/AIDS pada keadaan sumber daya terbatas. Manado: Divisi penyakit tropic daninfeksi, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam- FK UNSRAT, 2011.
2. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi dasar. Ed. 8. Jakarta : BalaiPenerbit FKUI, 2009.
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 6. Volume 1.
Pendit BU … [et al], penerjemah; Hartanto H … [et al], editor. Jakarta : EGC, 2005.
4. Penatalaksaan HIV. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23467/4/Chapter%20II.pdf   
5. Pengobatan terinfeksi HIV. Available from : http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=134615&val=4804 
6. Anonym. HIV/AIDS. [internet]. [cited on 2015] Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25428/4/Chapter%20II.pdf   
7. King LJ, Padley SPG. Imaging of the thorax in AIDS. Imaging2002;14(1):60-76.
8. Segreti J. Pulmonary complications of HIV dis- ease. In: Tierney LM,McPhee SJ, Papadakis MA,
editors. Current medical diagnosis & treatment.39th ed. Connecticut: Prentice-
Hall International; 2006.p.414-23.
9. Taylor IK, et al. Pulmonary complications of HIV disease: 10 yearsretrospective evaluation of
yields from bronchoalveolar lavage, 1983-93.Thorax 1995;50:1240-5.
10. Astari L, et al. Viral load pada infeksi HIV. [internet]. 2009 [cited : 2015maret 06] available from :
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Viral%20Load%20Vol%2021%20No%20 1.pdf  

Anda mungkin juga menyukai