Disusun Oleh :
Herlambang Setiaji
17.0601.0017
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah tentang “Aplikasi Terapi Warm Compress
Untuk Mengurangi Intensitas Nyeri Pada Pasien Dengan Low Back Pain” pada waktu
yang telah ditentukan. Tujuan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini untuk memenuhi salah
satu Persyaratan mencapai Gelar Ahli Madya Keperawatan pada program Studi D3
Keperawatan.
Berkat bantuan beberapa pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,
maka Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Puguh Widiyanto, S.Kp, M.Kep., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Magelang, sekaligus selaku pembimbing satu
dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang senantiasa memberikan bimbingan
dan pengarahan yang sangat berguna bagi penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
2. Ns. Retna Tri Astusti, M. Kep., selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Magelang.
3. Ns. Reni Mareta, M.Kep., selaku Ketua Program Studi D3 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang.
4. Ns. Estrin Handayani, MAN., selaku pembimbing dua dalam penyusunan
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang senantiasa memberikan bimbingan dan
pengarahan yang sangat berguna bagi penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
5. Semua Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Magelang yang telah memberikan bekal ilmu
kepada penulis.
6. Karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang
yang telah membantu memperlancar proses penyelesaian Karya Tulis Ilmiah
ini.
Masalah dalam fungsi musculoskeletal tanpa disadari dapat disebabkan oleh ulah
manusia itu sendiri yang tidak memperhatikan pentingnya menjaga kesehatan
pada organ ini. Bekerja terlalu keras dan sikap atau posisi tubuh yang salah tanpa
disadari akan menimbulkan ketidaknyamanan saat bekerja dan jika kebiasaan ini
terus dibiarkan maka akan mengakibatkan chronic injuries pada otot, tendon,
ligament, saraf dan pembuluh darah. Cedera jenis ini lebih dikenal dengan istilah
musculoskeletal disorders (MSDs) (Sulaeman & Kunaefi, 2015).
MSDs terjadi karena penumpukan cidera atau kerusakan kecil pada sistem
musculoskeletal akibat trauma berulang yang tidak sembuh secara sempurna.
Jenis MSDs yang terkait dengan punggung disebut dengan low back pain (LBP).
Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berupa nyeri
akut maupun kronik yang dirasakan di daerah punggung bawah dan biasanya
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya di daerah
lumbosacral yang dapat disebabkan oleh inflamasi, degeneratif, kelainan
ginekologi, trauma dan gangguan metabolik. Gangguan ini paling banyak
ditemukan di tempat kerja, terutama pada mereka yang beraktivitas dengan posisi
tubuh yang salah (Sulaeman & Kunaefi, 2015).
1
Universitas Muhammadiyah Magelang
2
Dari hasil survey yang pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh NHIS
Occupational Health Supplement (NHIS-OHS) pada tahun 2015 didapatkan
prevalensi yang menunjukkan tingginya jumlah pekerja yang mengalami MSDs
khususnya low back pain yakni beberapa di antaranya sebanyak 6.700.000 orang
yang berprofesi dibidang konstruksi, 1.072.000 orang yang berprofesi di sektor
pertanian, dan sebanyak 17.343.000 orang yang beprofesi dibidang administrasi
dan perkantoran. Data tersebut menunjukkan bahwa penderita low back pain
sebagian besar berasal dari kalangan pekerja.
Perlu kita akui bahwa negara kita ini dipadati oleh penduduk dengan beragam
profesi yang mana mungkin memiliki tingkat resiko tinggi terjadinya MSDs
khususnya LBP. Petani yang mana merupakan salah satu profesi terbesar yang
mendiami negara agraris ini tak lepas pula dari kemungkinan terjadinya LBP.
Jumlah penduduk Indonesia yang mana semakin meningkat setiap tahun juga
menuntut profesi ini untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya. Data
yang diperoleh dari Badan Survei Angkatan Kerja Nasional mengatakan bahwa
petani nasional pada tahun 2009 mencapai 39.113.954 orang, yang bekerja
berdasarkan kurun waktu 35 jam per minggu sebesar 48,25%, sedangkan pada
tahun 2010 mencapai 40.491.275 orang. Yang bekerja berdasarkan kurun waktu
35 jam per minggu sebesar 49,25% (Nugroho,dkk,2013 dalam Kusuma Dewi et
al., 2017).
LBP dapat diderita oleh semua kalangan dari yang muda hingga yang telah
menginjak lanjut usia dengan berbagai faktor penyebab misalnya pekerjaan atau
aktifitas yang dilakukan dengan tidak benar, seperti aktifitas mengangkat barang
yang berat, pekerjaan yang menuntut pekerjanya untuk duduk dalam waktu yang
lama maupun dikarenakan penurunan kemampuan otot yang tidak lagi dapat
menahan tekanan dari pekerjaan atau aktivitas yang berat (Nurlis et al., 2012).
Nyeri punggung (low back pain) tidak hanya akan menyebabkan nyeri dan
ketidaknyamanan yang berkepanjangan bahkan sampai dapat mengakibatkan
cacat seumur hidup seperti kifosis apabila tidak ditangani dengan tepat (Mujianto,
2013 dalam Halawa et al., 2017). Dalam dunia keperawatan dikenal tindakan
farmakologi dan nonfarmakologi sebagai tindakan penanganan masalah yang
dialami pasien.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmud Ady Yuwanto dan
Kustin (2014) dalam jurnalnya yaitu “Perbedaan Tingkat Nyeri Low Back Pain
Sebelum Dan Setelah Di Lakukan Kompres Hangat Pada Pekerja Perkebunan Di
Afdeling Gunung Pasang Perusahaan Daerah Perkebunan Kabupaten
Bondowoso” yang mana menunjukkan keefektifan pemberian kompres hangat
pada pasien low back pain. Maka dalam karya tulis ini penulis hendak
menerapkan terapi warm compress atau kompres hangat pada pasien dengan
masalah yang sama. Penerapan terapi ini sebagai bentuk intervensi terhadap
pasien low back pain untuk membantu pasien mengurangi nyeri yang
dikeluhkannya.
Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berupa nyeri
akut maupun kronik yang dirasakan di daerah punggung bawah dan biasanya
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya di daerah
lumbosacral yang dapat disebabkan oleh inflamasi, degeneratif, kelainan
ginekologi, trauma dan gangguan metabolik (Mahadewa dan Maliawan, 2009
dalam Sulaeman & Kunaefi, 2015).
Kirthika (2017) menyatakan bahwa menurut Len karats nyeri punggung bawah
adalah nyeri di daerah punggung bawah yang terkait dengan masalah dengan
tulang belakang lumbar, cakram antara tulang belakang, ligamen di sekitar tulang
belakang, sumsum tulang belakang, akar saraf, otot-otot punggung bawah, organ
dalam panggul dan perut atau kulit yang menutupi area lumbar. Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau
lumbal-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki
(Nurlis et al., 2012).
6
Universitas Muhammadiyah Magelang
7
penyangga tubuh. Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang belakang tersusun
secara segmental. Terdiri dari: 7 ruas tulang servikal, 12 ruas tulang torakal, 5
ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sakral yang menyatu, dan 4 ruas tulang ekor.
Setiap ruas tulang belakang terdiri dari korpus di depan, dan arkus neuralis di
belakang yang padanya terdapat sepasang pedikel di kanan dan kiri. Sepasang
lamina, dua sendi, satu processus spinosus, serta dua processus transversus.
Setiap ruas tulang belakang dihubungkan dengan jaringan tulang rawan yang
disebut dengan diskus intervertebralis.
diskus akan kembali ke posisi semula. Bila terjadi traksi, cairan masuk ke dalam
diskus dan ruang diskus maka ruang diskus akan melebar.
Susunan tulang belakang tersebut memiliki struktur tulang dan otot yang berbeda
satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut memberikan berbagai macam gerakan
yang dihasilkan oleh tulang belakang ( Susihono, W dan Prasetyo W, 2010).
2.1.4 Etiologi
Sebagian besar nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari banyak
masalah musculoskeletal, termasuk ketegangan lumbosacral akut, ligament
lumbosacral yang tidak stabil dan otot yang lemah, osteoarthritis tulang belakang,
stenosis spinal, masalah diskus intervertebral, dan Panjang tungkai yang tidak
sama.
Menurut Vira (2009) LBP atau nyeri punggung belakang terjadi pada regio
punggung bagian bawah yang merupakan akibat dari berbagai sebab (kelainan
tulang punggung atau spine sejak lahir, trauma, perubahan jaringan, pengaruh
gaya berat). Nyeri tersebut dapat disebabkan oleh postur yang buruk baik ketika
berdiri maupun duduk, membungkuk/memutar, mengangkat beban dengan salah,
beraktivitas dengan posisi tubuh yang salah, dan lain-lain.(Sulaeman & Kunaefi,
2015)
Selain itu, menurut Yulia dan Tresna (2015) dalam jurnalnya berjudul “Low Back
Pain (LBP) Pada Pekerja Di Divisi Minuman Tradisional (Studi Kasus CV.
Cihanjuang Inti Teknik)” juga dipaparkan mengenai faktor resiko lain yang dapat
mempengaruhi timbulnya LBP yakni antara lain :
2.1.4.1 Jenis kelamin
Pria terbiasa dengan beban kerja lebih berat dibandingkan dengan pekerja wanita
sehingga pekerja pria lebih berisiko terkena LBP.
2.1.4.2 Umur
Pekerja yang berumur ≥ 35 tahun memiliki peluang risiko untuk mengalami LBP
sebesar 4,318 kali dibandingkan pekerja yang berumur < 35 tahun.
2.1.4.3 Indeks masa tubuh (IMT)
Orang bertubuh kurus lebih berisiko mengalami LBP dibandingkan pekerja
bertubuh normal dan gemuk.
2.1.4.4 Postur tubuh saat beraktivitas
Hal ini dapat disebabkan karena postur kerja yang salah misalnya posisi duduk
yang salah dalam jangka waktu lama. Posisi duduk yang salah dan lama dapat
meningkatkan terjadinya LBP.
2.1.4.5 Masa kerja/aktivitas
Masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan otot sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya LBP. Hal tersebut disebabkan karena dengan masa
kerja yang lama berpengaruh terhadap pembebanan pada otot dan tulang. Masa
kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam
jangka waktu yang panjang dan terus menerus sehingga dapat mengakibatkan
penurunan kinerja terutama pada otot. Semakin lama kerja seseorang dapat
menyebabkan terjadinya kejenuhan pada otot maupun tulang (Koesyanto, 2013).
Risiko mengalami LBP akan meningkat seiring dengan lamanya bekerja terutama
bekerja dalam posisi duduk statis.
2.1.4.6 Pengalaman kerja
Pengalaman kerja berkaitan dengan lama kerja seseorang dalam melakukan
aktivitas kerja. Semakin lama kerja seseorang dapat menimbulkan kejenuhan pada
otot maupun tulang (Koesyanto, 2013).
2.1.4.7 Kegiatan yang memiliki resiko cidera pada punggung
Postur kerja yang buruk seperti membungkuk, memutar atau menyamping,
mengangkat beban dengan salah, posisi duduk statis yang dilakukan pekerja.
Selain itu lama kerja pun mendukung timbulnya LBP karena apabila postur
janggal seperti yang telah disebutkan di atas berlangsung secara terus-menerus
maka akan terjadi pembebanan pada bagian lumbal.
2.1.4.8 Kebiasaan olahraga
Olahraga dapat memperkecil risiko terjadinya LBP. Kebiasaan olahraga dapat
meningkatkan kekuatan, keseimbangan dan fleksibelitas otot. Kekuatan otot akan
mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur ditandai dengan
penurunan jumlah serabut otot. Kebiasaan olahraga secara rutin dapat menjaga
ukuran (jumlah serabut) otot dan juga merupakan salah satu pencegahan
terjadinya LBP (Minematsu, A., 2012).
2.1.5 Patofisiologi
Tubuh manusia merupakan bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif
(nyeri) yang terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi).
Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang
akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang
bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan
dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya
berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer
pada sistem saraf.
Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu, kimiawi
dan campuran, diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas yang
mempunyai spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi dan impuls ini diteruskan ke
pusat nyeri. Serabut saraf yang berasal dari reseptor ke ganglion masuk ke kornu
posterior dan berganti neuron. Di sini ada dua kelompok neuron, yaitu: (a) yang
berganti neuron di lamina I yang kemudian menyilang linea mediana membentuk
jaras anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini disebut sistem
neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara cepat. Kelompok
(b) bersinapsis di lamina V kemudian menyilang linea mediana membentuk jaras
anterolateral dan bersinapsis di substantia retikularis batang otak dan di talamus.
Sistem ini disebut sistem paleospinotalamik yang mengantarkan perasaan nyeri
yang kronik dan yang kurang terlokalisasi.
Menurut Brunner & Suddarth (2013), LBP ditandai dengan gejala sebagai berikut:
2.1.6.1 Nyeri punggung akut atau kronis (berlangsung lebih dari 3 bulan tanpa
perbaikan) dan keletihan.
2.1.6.2 Nyeri tungkai yang menjalar ke bawah (radikulopati, skiatika) gejala ini
menunjukkan adanya gangguan pada radiks saraf.
2.1.6.3 Gaya berjalan, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang tungkai,
kekuatan motorik tungkai, dan persepsi sensori dapat pula terganggu.
2.1.6.4 Spasme otot paravertebral (peningkatan drastis tonus otot postural
punggung), hilangnya lengkung normal lumbal dan kemungkinan
deformitas.
2.1.6.5 Nyeri terjadi secara intermitten atau terputus-putus.
2.1.6.6 Membaik setelah istirahat dalam waktu yang cukup dan memburuk setelah
digunakan beraktivitas.
2.1.6.7 Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna kemerahan atau
pun pembengkakan.
2.1.6.8 Terkadang nyeri menjalar ke bagian pantat atau paha.
2.1.6.9 Dapat terjadi morning stiffness atau kekakuan sendi pada pagi hari. Hal ini
dikarenakan kekakuan pada sendi setelah imobiliasasi fisik, misalnya
selepas tidur (Sentosa, 2018).
2.1.6.10 Nyeri bertambah hebat bila bergerak ekstensi, fleksi, rotasi, berdiri,
berjalan maupun duduk.
2.1.6.11 Nyeri berkurang bila berbaring (Mckanzie, 2010).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif LBP biasanya diatasi dengan dua cara yaitu
farmakologis dan non farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis dilakukan
dengan pemberian analgetik berupa obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
sampai gejala menghilang. Namun pemakaian terapi farmakologis dalam waktu
yang panjang dan terus- menerus dapat menyebabkan efek samping yang
membahayakan terutama pada lambung dan saluran pencernaan, serta fungsi
ginjal dan hati (Mahadewa & Maliawan, 2009 dalam Kusuma Dewi et al., 2017)
Menurut Huldani (2012) terapi non farmakologis yang dapat dilakukan pada
pasien dengan low back pain antara lain :
2.1.7.1 Aktivitas: lakukan aktivitas normal atau melanjutkan kerja seperti
biasanya.
2.1.7.2 Tirah baring: tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus
dapat dilakukan tirah baring 2-3 hari pertama untuk mengurangi nyeri.
2.1.7.3 Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke
aktivitas sehari-harinya dalam 4-6 minggu.
2.1.7.4 Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang membutuhkan obat
penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2
minggu.
2.1.7.5 Menghindari gerakan memuntir, menekuk, mengangkat, dan meregangkan
punggung serta aktivitas lain yang menekan punggung.
2.1.7.9 Opioid
Sebuah badan literatur ekstensif melaporkan efektivitas jangka pendek opioid
dalam berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A). Namun, tidak ada penelitian acak
berkualitas tinggi untuk menunjukkan manfaat dan keamanan opioid jangka
panjang untuk setiap indikasi pemberiannya. Kegunaan opioid pada nyeri leher
harus seimbang dengan efek samping yang ditimbulkan seperti sembelit, sedasi,
dan ketergantungan. Beberapa pihak mendukung penggunaan opioid dalam
berbagai sindrom nyeri ketika strategi lain tidak mengurangi rasa sakit secara
adekuat, dan ada bukti jelas bahwa obat ini tidak merugikan pasien dan
memberikan peningkatan yang signifikan dan berkelanjutan. Salah satu obat
peresa nyeri golongan opioid yaitu morfin (dr. Tjin, 2019).
2.1.7.10 Antidepresan ajuvan dan Antikonvulsan
Meskipun tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol untuk penggunaan agen
ini secara khusus pada nyeri leher, penggunaannya, terutama dalam nyeri kronis
dan neuropatik, secara didukung secara luas oleh berbagai literatur (rekomendasi
A). Juga harus dicatat bahwa dalam sindrom nyeri kronis, depresi sering terjadi
bersamaan, dan pengobatan depresi secara agresif sering memberikan bermanfaat.
2.1.7.11 Hipnotik sedatif
Tidak ada penelitian acak berkualitas terkontrol yang cukup panjang untuk
menunjukkan manfaat dan keamanan jangka panjang obat ini untuk mengobati
nyeri. Selain menghilangkan rasa sakit yang secara khusus disebabkan oleh
kejang otot, obat ini bukan penghilang rasa sakit yang efektif.
2.1.7.12 Steroid Injeksi
Steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk nyeri leher radikuler
dan nyeri punggung bawah. Hasil uji coba dibagi antara hasil yang positif dan
negatif. Perbedaan hasil yang didapat merupakan akibat, setidaknya sebagian, dari
penyakit yang berbeda antar kelompok pasien dan perbedaan teknik. Uji coba
terakhir dengan pemilihan pasien yang lebih hati-hati dan teknik terstandar telah
menunjukkan hasil yang lebih positif. Oleh karena itu keputusan untuk
mempertimbangkan penggunaan steroid epidural pada setiap pasien merupakan
latihan dalam penilaian klinis. Tidak ada ada alasan yang jelas dalam penggunaan
injeksi steroid epidural pada nyeri nonradicular. Penggunaan steroid untuk nyeri
radikuler harus jelas (rekomendasi B). Beberapa pihak merekomendasikan
penggunaan injeksi steroid epidural, sedangkan yang lain tidak. Percobaan
sederhana yang mempelajari manfaat klinis steroid sistemik masih belum
meyakinkan, dan uji klinis untuk membandingkan steroid oral dan epidural masih
belum ada. Injeksi steroid intraartikular belum terbukti dapat menghilangkan rasa
sakit jangka panjang yang efektif, dan penggunaan steroid tidak dianjurkan untuk
mengobati WAD kronis (Huldani, 2012).
Prinsip kerja kompres hangat yaitu dengan memanfaatkan panas yang terkonduksi
ke area nyeri guna menyingkirkan produk- produk inflamasi, seperti bradikinin,
histamin, dan prostaglandin yang akan menimbulkan nyeri lokal. Selain itu
kompres hangat juga menstimulasi reseptor nyeri (nociceptor) dengan cara
memblok reseptor nyeri tersebut sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla
spinalis dan otak dapat dihambat (Haryanti & Juniarti, 2014). Panas yang terjadi
pada kulit dapat pula merangsang hipotalamus untuk menghasilkan endorphin
dalam menurukan nyeri (Nurlaila, 2017).
Selain itu, dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan
fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa
nyeri, dan memperlancar aliran darah. Sehingga mempengaruhi oksigenisasi
jaringan, dapat mencegah kekakuan otot, memvasodilatasikan dan memperlancar
aliran darah, sehingga dapat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri. Ketika
memberikan kompres hangat pada pasien, harus tetap diperhatikan suhu dari
kompres itu sendiri (Richard, 2017).
50°C-60°C ke kulit luar sendi yang nyeri dan akan melancarkan sirkulasi darah
dan menurunkan ketegangan otot sehingga dapat menurunkan nyeri. Pada suhu
tersebut kulit dapat mentoleransi sehingga tidak terjadi iritasi dan kemerahan pada
kulit yang dikompres. Pemberian kompres hangat ini dilakukan selama ≥15 menit
supaya pasien tetap merasa nyaman dan rileks (Sulistyarini et al., 2013).
Dalam karya tulis ini, penulis juga akan menerapkan tahapan prosedur yang
meliputi prestest dengan meminta pasien menyebutkan karakteristik dan skala
nyeri berdasarkan skala numerik. Lalu, dilanjutkan dengan pemberian kompres
hangat atau warm compress pada pasien dan diakhiri dengan tahap posttest yakni
melakukan pengukuran intensitas nyeri menggunakan skala penilaian numerik
(Haryanti & Juniarti, 2014).
Skala penilaian numerik denga Numerical rating scale (NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo, 2013).
2.5 Pathways
Masalah muskuloskeletal, obesitas, postur tubuh buruk, posisi tubuh yang salah,
tekanan berlebihan pada otot secara terus-menerus, beban pada lumbal
Mediator inflamasi
Metabolisme ↑
Talamus
Asam laktat ↑
Korteks serebri
Spasme otot
nyeri terlokalisasi
Gambar 2.4 Pathway Low Back Pain (Harsono,2009 dalam Huldani, 2012)
25
Universitas Muhammadiyah Magelang
26
back pain kronik yang mana nyeri yang dirasakan pasien bukan merupakan
trauma (low back pain akut) melainkan suatu masalah yang terjadi secara bertahap
akibat sikap tubuh yang salah ketika melakukan aktivitas atau pekerjaan selama
berulang kali.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah penulis lakukan dengan
pengaplikasian terapi nonfarmakologi warm compress untuk menurunkan
intensitas nyeri pada Tn. N dan Tn. S dengan low back pain, maka penulis dapat
menarik kesimpulan :
5.1.1 Pengkajian
Pengkajian yang penulis lakukan pada Tn. N dan Tn. S menggunakan form
pengkajian 13 Domain NANDA dan skala NRS (Numerical Rating Scale) sebagai
instrument pengambilan data pasien dan diperoleh data kedua pasien sama-sama
mengeluhkan nyeri pada bagian pinggang bawah, menyatakan intensitas nyeri
dengan skala lima (sedang) pada Tn. N dan skala delapan (berat) pada Tn. S, ada
tanda nonverbal berupa ekspresi menahan nyeri, sikap memegangi area yang
nyeri, dan posisi tubuh ketika berjalan menjadi bungkuk. Tn. S juga mengalami
gangguan pola tidur akibat nyeri yang dialaminya.
53
Universitas Muhammadiyah Magelang
54
pemberian terapi warm compress menggunakan WWZ berisi air dengan suhu
60°C selama 20 menit pada area nyeri, memberikan informasi melalui pendkes
pada kedua pasien mengenai low back pain dan penyebabnya, tanda dan gejala,
serta cara mengatasi nyeri akibat low back pain. Selain itu penulis juga
menganjurkan istirahat dan menghindari aktivitas berat serta perbaikan postur
pada kedua pasien dengan meminta agar tidak berjalan membungkuk. Pasien juga
diminta untuk melakukan terapi nonfarmakologi sederhana yang dapat dilakukan
secara mandiri yaitu mandi dengan iar hangat dan melakukan relaksasi napas
dalam ketika merasakan nyeri.
5.2 Saran
5.2.1 Pelayanan Kesehatan
Penulis berharap karya tulis ini dapat menjadi bahan ataupun acuan bagi
pelayanan kesehatan dalam memberikan metode terapi yang mudah dan sederhana
bagi masyarakat.
5.2.3 Masyarakat
Penulis berharap karya tulis ini dapat menambah wawasan serta menjadi salah
satu panduan dalam pemberian tindakan terapi sederhana yang dapat dilakukan
masyarakat umum dengan cara yang mudah, murah, dan pastinya aman untuk
diterapkan.
5.2.4 Penulis
Bagi penulis sendiri dapat menjadikan karya tulis ini sebagai tolok ukur
kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien serta menjadi
motivasi bagi diri penulis sendiri untuk mengembangkan inovasi maupun
menerapkan berbagai aplikasi tindakan keperawatan sebagai sarana menunjang
kesembuhan dan kesehatan pasien.
Ardiansyah ,Seno Aulia, M.Si., Apt. 2019. Ethical Clearance Dalam Penelitian
Farmasi diakses melalui https://www.stfi.ac.id/ethical-clearance-dalam-
penelitian-farmasi/ pada 14/02/2020, 08:51.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.12. Jakarta : EGC
Erika. Bayhakki & Nurlis. (2012). Pengaruh terapi dingin ice massage terhadap
perubahan intensitas nyeri pada penderita Low back pain. Jurnal Ners
Indonesia, Vol. 2, No. 2
Halawa, A., Brillian, T., & Ardianto, M. (2017). Perbandingan Kompres Air
56
Universitas Muhammadiyah Magelang
57
Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Haryanti, P., & Juniarti, G. (2014). Efektifitas Kompres Hangat Basah Dan
Kering Terhadap Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Telen Kutai Timur Kalimantan Timur. 5, 8–13.
Kirthika, Veena & Laxmi V, Raja & .s, Sudhakar & Bhuvaneshwaran, T &
Thaslim, K.Fousiya. (2017). Effect Of Combining Slump Stretching With
Conventional Physiotherapy In The Treatment Of Subacute Non-Radicular
Low Back Pain. International Journal of Physiotherapy & Occupational
Therapy. 2. 2455-1996.
Koesyanto, H. (2013) : Masa Kerja dan Sikap Keja Duduk Terhadap Nyeri
Punggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(1): 9-14.
Nugroho, dkk. 2013. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Tingkat Kelelahan
Pada Petani Di Desa Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan
Tahun 2013.Universitas Dian Nuswantoro. November 13, 2015.
http://eprints.dinus.ac.id/6499/1/jurna l_12439.pdf
Nurlis, E., Bayhakki, & Erika. (2012). Pengaruh Terapi Dingin Ice Massage
Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Penderita Low Back Pain. 2(2),
185–191.
Pasha MF. 2015. Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Low Back Pain
Spondilosis Lumbal Dengan Modalitas Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation Dan William Flexi Exersice di RSUD Bendan Pekalongan. Ilmu
Pengetah dan Teknol.
Kualitas Hidup Pada Pasien Low Back Pain Mekanik. Media Med Muda;
Vol 4, No 4 Media Med Muda.
Sulistyarini, T., Wahyuningsih, A., & Suprihatin. (2013). Kompres Hangat Dan
Gosok Punggung (Backrub) Efektif Menurunkan Nyeri Punggung Ibu Hamil
Trimester Iii Warm. Jurnal STIKES, 6, 12.
Yuwanto, M. A., & Kustin. (2014). Perbedaan Tingkat Nyeri Low Back Pain
Sebelum Dan Setelah Di Lakukan Kompres Hangat Pada Pekerja
Perkebunan Di Afdeling Gunung Pasang Perusahaan Daerah Perkebunan
Kabupaten Bondowoso. Jurnal Keperawatan, 4(2), 234–240.
Vira, S. 2009. Pengaruh Ergonomi Terhadap Timbulnya Kejadian Low Back Pain
(LBP) pada Pekerja Komputer di Kelurahan Gedong Meneng Bandar
Lampung Tahun 2009. Skripsi. Bandar Lampung. Desember 2,
2015.juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php /majority/article/download