Akad Tabaru Dan Tijarah
Akad Tabaru Dan Tijarah
Akad Tabaru Dan Tijarah
Akad Tabaru
Akad tabarru’ (gratuitos contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan
transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil.
Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat
kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan.
Dalam Akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari
Allah Swt bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh
meminta kepada counter part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost) yang
dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh
sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru’ itu.
Contoh akad-akad tabarru adalah qardh, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah,
hibah, waqf, shadaqah, hadiah,dll. (Karim : 2006,70)
Pada hakikatnya, akada tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan
balasan dari Allah swt semata. Itu sebabnya akad ini tidak bertujuan mencari keuntungan
komersil.
Konsekuensi logisnya, bola akad tabarru’ dilakukan dengan mengambil keuntungan
komersil, maka ia bukan lagi akad tabarru’ maka berubah menjadi akad tijarah. Bila ingin
tetap menjadi akada tabarru’, maka ia tidak boleh mengambil manfaat dari akad tabarru’
tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang timbul dari pelaksanaan
akad tabarru’.
“Memerah susu kambing sekadar untuk biaya memelihara kambingnya “ merupakan
ungkapan yang dikutip dari hadist ketika menerangkan akad rahn yang merupakan salah satu
akad tabarru’.
(Karim : 2006,67-70) menjelaskan bahwa pada dasarnya, akad tabarru’ ini adalah
memberikan sesuatu (giving something) atau meminjamkan sesuatu (lending something). Bila
akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa uang
(lending) atau jasa (lending yourself). Dengan demikian kita mempunyai 3 (tiga) bentuk
umum akad tabarru’ yakni :
· Meminjamkan uang (lending $)
Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya, setidaknya ada 3
jenis yakni sebagai berikut :
Ø Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain mengembalikan pinjaman
tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut
dengan qardh.
Ø Selanjutnya, jika meminjamkan uang ini, si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu
jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini
disebut dengan rahn.
Ø Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang dimana tujuannya adalah untuk
mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud
seperti ini adalah hiwalah.
· Meminjamkan jasa kita (lending yourself)
Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga terbagi menjadi 3
jenis yakni sebagai berikut
Ø Bila kita meminjamkan “diri kita sendiri” (yakni jasa keahlian/ keterampilan, dan
sebagainya) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama oerang lain, maka hal ini
disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut,
sebenarnya kita menjadi wakil atas orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah
Ø Selanjutnya bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita menawarkan jasa kita
untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa custody (penitipan,
pemeliharaan), bentuk peminjaman ini disebut akad wadi’ah
Ø Ada variasi lain dari akad wakalah yakni contigent wakalah(wakalah bersyarat). Dalam
hal ini, kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain,
jika terpuenuhi kondisinya atau jika sesuatu terjadi. Misalkan seorang dosen menyatakan
kepada asistennya. “Tugas anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya berhalangan”.
Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat. Asisten hanya bertugas mengajar
(yakni melakukan sesuatu atas nama dosen), bila dosen yang berhalangan (yakni bila
terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi asisten ini tidak otomatis menjadi wakil
dosen. Wakalah bersyarat dalam terminologi fiqh disebut sebagai akad kafalah.
· Memberikan sesuatu (giving something)
Yang termasuk dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut : hibah, waqaf,
shadaqah, hadiah, dan lain-lain. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan
sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama maka
akadnya dinamakan waqaf. Objek waqaf tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan
sebagai aset waqaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela
kepada orang lain.
Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh diubah menjadi
akad tijarah (yakni akad komersil) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk
mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan bank setuju untuk menerima titipan
mobil dari nasabahnya (akad wadi’ah dengan demikian bank melakukan akad tabarru’) maka
bank tersebut dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi
akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah tersebut.
Sebaliknya jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut boleh diubah menjadi
akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga
menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tabarru’ ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu
bukan akad bisnis. Jadi akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank
syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba. Bila tujuan kita
adalah mendapatkan laba, gunakanlah akad-akad yang bersifat komersil yakni akad tijarah.
Namun demikian, bukan berarti akad tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam
kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru’ sama sekali tidak
dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad
tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini dapat
digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.
Akad Tijarah
Karim (2006:70) menjelaskan bahwa akad tijarah adalah segala macam perjanjian
yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual
beli, sewa menyewa, dan lain-lain. Kemudian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang
diperolehnya, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yakni :
Akad tabarru’ adalah akad atau transaksi yang mengandung perjanjian dengan
tujuan tolong menolong tanpa adanya syarat imbalan apapun dari pihak lain.
Dalam akad tabarru’ pihak yang berbuat kebaikan tidak boleh mengambil laba
atas transaksi yang dilakukannya, imbalan dari akad tabarru’ yang telah
dilakukannya hanyalah dari Allah SWT, bukan dari manusia.
Meskipun pihak yang berbuat kebaikan tidak boleh mengambil keuntungan dari
transaksi tabarru’, dia masih bisa meminta kepada pihak lain yang menerima
kebaikannya untuk sekedar mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
transaksi tabarru’ tersebut, namun ia tetap tidak boleh mengambil keuntungan
meskipun dalam jumlah sedikit dari transaksi tabarru’. Secara umum bentuk
akadtabaruu’ terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu meminjamkan uang,
meminjamkan jasa, dan memberikan sesuatu.
1. Meminjamkan uang
a. Al-Qardh
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), qardh adalah meminjamkan harta
(uang) kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Secara syariah peminjam
hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya dan pemberi
pinjaman dilarang untuk meminta imbalan dalam bentuk apapun, meskipun
demikian syariah tidak melarang peminjam untuk memberi imbalan kepada
pemberi pinjaman sesuai dengan keikhlasannya serta tidak terpaksa.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad qardh ini antara
lain: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tangguh sampai ia berkelapangan…” (QS. Al-Baqarah: 280).
b. Ar-Rahn
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), Rahn adalah menahan sesuatu dengan
cara yang dibenarkan yang memungkinkan untuk ditarik kembali, yaitu
menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syariah
sebagai jaminan hutang, sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil
hutang semuanya atau sebagian. Dengan kata lain rahn adalah akad
menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan hutang sebagai
gantinya.
Dalam teknis perbankan, akad ini dapat digunakan sebagai tambahan pada
pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga
dapat menjadi produk tersendiri untuk melayanai kebutuhan nasabah untuk
keperluan yang bersifat jasa atau konsumtif, misalnya pendidikan, kesehatan,
dan sebagainya. Bank syariah tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya
pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad rahn ini antara
lain: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)…” (QS. Al-Baqarah: 283).
Dari Aisyah Ra, ia berkata, “Bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari
seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari dan
Muslim).
c. Hawalah
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), Hawalah adalah akad pemindahan
hutang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Akad ini bertujuan untuk
mengambil alih piutang dari pihak lain.
Dengan demikian hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang
kepada orang lain yang bersedia menanggungnya dengan nilai yang sama
dengan nilai nominal hutangnya.
Landasan syar’i Al-Hadits untuk akad hawalah ini antara lain: “Menunda-
nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu
kezaliman. Maka, jika seseorang diantara kamu dialihkan hak penagihan
piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah” (HR.
Bukhari).
2. Meminjamkan jasa
a. Wakalah
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), wakalah adalah akad perwakilan
antara dua pihak, pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua
untuk bertindak atas nama pihak pertama.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad wakalah ini antara
lain: “….Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik,
maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku
lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang
pun.” (QS. Al-Kahfi: 19).
“Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk
mengawinkan (qabul perkawinan Nabi dengan Maimunah r.a.” (HR. Malik
dalam al-Muwaththa’).
b. Wadi’ah
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), Wadi’ah adalah akad antara pemilik
barang(mudi’) dengan penerima titipan (wadi’) untuk menjaga
harta/modal (ida’) dari kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta.
Wadi’ah terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad wadi’ah ini antara
lain:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya….” (QS. An-Nisaa’: 58).
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tunaikanlah amanah
(titipan) kepada yang berhak menerimanya, dan janganlah membalas khianat
kepada orang yang telah mengkhianatimu.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan
al-Hakim).
c. Kafalah
Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006) ada 3 (tiga) jenis kafalah dalam
muamalah, yaitu:
Kafalah muallaqah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu
tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad kafalah ini antara
lain: “Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang
siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf; 72).
3. Memberikan sesuatu
Selain kedua jenis atau bentuk akad tabaruu’ di atas (meminjamkan uang dan
meminjamkan jasa), kita juga mengenal akad tabarru’ dengan bentuk
memberikan sesuatu. Yang termasuk dalam bentuk ini antara lain: hibah,
waqf, dan shadaqah.Semua akad-akad tersebut dalam prakteknya si pelaku
memberikan sesuatu kepada orang lain.
A. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ (gratuitous) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi
ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan
komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong
dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam
bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak
yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan
apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari
Allah Swt, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk
sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk
dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit
pun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’
itu adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,
waqf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.
Pada dasarnya, akad tabarru’ ini adalah memberi sesuatu (giving
samething) atau meminjamkan sesuatu (lending samething). Bila
akadnya meminjam sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa
uang atau jasa kita. Dengan demikian, kita mempunyai tiga bentuk
umum akad tabarru’ yaitu meminjam uang, meminjam jasa kita,
memberi sesuatu.
B. Akad Tijarah
Seperti yang telah disinggung di atas, berbeda dengan akad
tabarru’, maka akad tijarah/mu’awadah (compensational contract)
adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah
akad-akad investasi, jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yakni,
Pertama Natural certainty contract yang terdiri dari bai’ (jual beli)
dan ijarah. Kedua yaitu Natural Uncertainty Contract yang terdiri
dari musyarakah, muzara’ah (benih dari pemilik lahan), mukhabarah
(benih dari penggarap) dan musaqah (tanaman tahunan).
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh
para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad musyarakah ini antara lain:“………dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian mereka berbuat
zhalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh……..” (QS. Shad: 24).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati
temannya. Apabila salah satu telah berkhianat terhadap temannya, maka Aku keluar dari
persyarikatan tersebut” (HR. Abu Daud dan Hakim)
a. Syirkah Mufawadhah, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih
dengan porsi dana yang sama.
b. Syirkah al-‘Inan, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih
dengan porsi dana yang tidak harus sama.
c. Syirkah Wujuh, yaitu kerjasama atau percampuran antara pihak pemilik dana dengan
pihak lain yang memiliki reputasi atau nama baik (kepercayaan).
d. Syirkah Abdan, yaitu kerjasama atau percampuran tenaga atau profesionalisme antara dua
pihak atau lebih, dengan kata lain terjadi kerjasama profesi.
e. Syirkah Mudharabah, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara pihak pemilik dana
dengan pihak lain yang memiliki profesionalisme atau tenaga.
2. Mudharabah
Menurut fiqh, mudharabah atau disebut juga muqaradhah berarti bepergian untuk urusan
dagang. Secara muamalah berarti pemilik modal (shahibul maal)menyerahkan modalnya
kepada pekerja/pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan
keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan mudharabah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana salah satu pihak yaitu pemilik
modal (shahibul maal) memiliki kontribusi dana sebesar 100% dari kebutuhan, sedangkan
pihak lain yaitu pengelola usaha (mudharib) berkontribusi dalam hal keahlian mengelola
dana dari pemodal.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad mudharabah ini antara lain: “Hai
orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…” (QS. An-Nisa’: 29)
“Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual-beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
3. Muzara’ah
Muzara’ah adalah akad kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap dimana pemilik lahan menyerahkan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (nisbah) dari hasil panen yang benihnya
berasal dari pemilik lahan; Aplikasi dalam lembaga keuangan
syariah, muzara’ah merupakan produk khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau
agribisnis.
4. Mukhabarah
Kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik
lajan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan diperlihara
dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal dari
penggarap. Bentuk akad kerjasama antara pemilik sawah/ tanah dan penggarap dengan
perjanjan bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut
kesepakatan bersama. Sedangkan biaya dan benihnya dari pemilik tanah, Oleh sebagian
ulama, akad mukhabarah ini diperbolehkan, berdasarkan hadits Nabi saw, artinya:
“Sesungguhnya Nabi telah menyerahkan tanah kepada penduduk Khaibar agar ditanami dan
diperlihara, dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi sebagian hasilnya.” (HR Muslim
dari Ibnu Umar ra.)
5. Musaqah
Musaqah ini merupakan bentuk sederhana dari muzara’ah karena penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan lahan saja.Musaqah adalah
akad kerjasama dalam pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana
pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan imbalan tertentu berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil panen yang
benihnya berasal dari pemilik lahan; Aplikasi dalam lembaga keuangan
syariah, musaqah merupakan produk khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau
agribisnis dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
1. Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Macam – macam musyarakah :
a. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi.
Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan
dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara
reputasi.
d. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya.
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang
bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak
lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.
Macam – Macam Mudharabah :
a) Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam
usaha oleh pihak lainnya.
b) Mudharabah Muqayadah
Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh
pemberi dana.
2. Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun
3. Musaqah
Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
4. Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah