Akad Tabaru Dan Tijarah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

AKAD TABARU DAN TIJARAH

Akad Tabaru
Akad tabarru’ (gratuitos contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan
transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil.
Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat
kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan.
Dalam Akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari
Allah Swt bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh
meminta kepada counter part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost) yang
dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh
sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru’ itu.

Contoh akad-akad tabarru adalah qardh, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah,
hibah, waqf, shadaqah, hadiah,dll. (Karim : 2006,70)
Pada hakikatnya, akada tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan
balasan dari Allah swt semata. Itu sebabnya akad ini tidak bertujuan mencari keuntungan
komersil.
Konsekuensi logisnya, bola akad tabarru’ dilakukan dengan mengambil keuntungan
komersil, maka ia bukan lagi akad tabarru’ maka berubah menjadi akad tijarah. Bila ingin
tetap menjadi akada tabarru’, maka ia tidak boleh mengambil manfaat dari akad tabarru’
tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang timbul dari pelaksanaan
akad tabarru’.
“Memerah susu kambing sekadar untuk biaya memelihara kambingnya “ merupakan
ungkapan yang dikutip dari hadist ketika menerangkan akad rahn yang merupakan salah satu
akad tabarru’.
(Karim : 2006,67-70) menjelaskan bahwa pada dasarnya, akad tabarru’ ini adalah
memberikan sesuatu (giving something) atau meminjamkan sesuatu (lending something). Bila
akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa uang
(lending) atau jasa (lending yourself). Dengan demikian kita mempunyai 3 (tiga) bentuk
umum akad tabarru’ yakni :
· Meminjamkan uang (lending $)
Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya, setidaknya ada 3
jenis yakni sebagai berikut :
Ø Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain mengembalikan pinjaman
tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut
dengan qardh.
Ø Selanjutnya, jika meminjamkan uang ini, si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu
jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini
disebut dengan rahn.
Ø Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang dimana tujuannya adalah untuk
mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud
seperti ini adalah hiwalah.
· Meminjamkan jasa kita (lending yourself)
Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga terbagi menjadi 3
jenis yakni sebagai berikut
Ø Bila kita meminjamkan “diri kita sendiri” (yakni jasa keahlian/ keterampilan, dan
sebagainya) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama oerang lain, maka hal ini
disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut,
sebenarnya kita menjadi wakil atas orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah
Ø Selanjutnya bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita menawarkan jasa kita
untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa custody (penitipan,
pemeliharaan), bentuk peminjaman ini disebut akad wadi’ah
Ø Ada variasi lain dari akad wakalah yakni contigent wakalah(wakalah bersyarat). Dalam
hal ini, kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain,
jika terpuenuhi kondisinya atau jika sesuatu terjadi. Misalkan seorang dosen menyatakan
kepada asistennya. “Tugas anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya berhalangan”.
Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat. Asisten hanya bertugas mengajar
(yakni melakukan sesuatu atas nama dosen), bila dosen yang berhalangan (yakni bila
terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi asisten ini tidak otomatis menjadi wakil
dosen. Wakalah bersyarat dalam terminologi fiqh disebut sebagai akad kafalah.
· Memberikan sesuatu (giving something)
Yang termasuk dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut : hibah, waqaf,
shadaqah, hadiah, dan lain-lain. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan
sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama maka
akadnya dinamakan waqaf. Objek waqaf tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan
sebagai aset waqaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela
kepada orang lain.
Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh diubah menjadi
akad tijarah (yakni akad komersil) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk
mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan bank setuju untuk menerima titipan
mobil dari nasabahnya (akad wadi’ah dengan demikian bank melakukan akad tabarru’) maka
bank tersebut dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi
akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah tersebut.

Sebaliknya jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut boleh diubah menjadi
akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga
menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.

Akad tabarru’ ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu
bukan akad bisnis. Jadi akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank
syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba. Bila tujuan kita
adalah mendapatkan laba, gunakanlah akad-akad yang bersifat komersil yakni akad tijarah.
Namun demikian, bukan berarti akad tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam
kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru’ sama sekali tidak
dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad
tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini dapat
digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.

Akad Tijarah
Karim (2006:70) menjelaskan bahwa akad tijarah adalah segala macam perjanjian
yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual
beli, sewa menyewa, dan lain-lain. Kemudian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang
diperolehnya, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yakni :

· Natural Uncertainty Contract


Dalam Natural Uncertainty Contract, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan asetnya (baik real asset maupunfinancial asset) menjadi satu kesatuan dan
kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Disini
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama-sama. Contoh-contoh transaksi ini adalah
Musyarakah, Muzara’ah, Musaqah, Mukhabarah)

· Natural Certainty Contract


Dalam Natural Certainty Contract,kedua belah pihak saling mempertukarkan aset
yang dimilikinya karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus
ditetapkan di awal akad dengan pasti baik jumlah, mutu, kualitas, harga dan waktu
penyerahannya. Jadi kontrak-kontrak ini secara sunnatullah menawarkan return yang tetap
dan pasti. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak jual beli (Al Bai’ naqdan, al Bai’
Muajjal, al Bai’ Taqsith, Salam, Istishna), sewa-menyewa (Ijarah dan Ijarah Muntahia
bittamlik).
AKAD-AKAD tABARRU’

Akad tabarru’ adalah akad atau transaksi yang mengandung perjanjian dengan
tujuan tolong menolong tanpa adanya syarat imbalan apapun dari pihak lain.
Dalam akad tabarru’ pihak yang berbuat kebaikan tidak boleh mengambil laba
atas transaksi yang dilakukannya, imbalan dari akad tabarru’ yang telah
dilakukannya hanyalah dari Allah SWT, bukan dari manusia.

Meskipun pihak yang berbuat kebaikan tidak boleh mengambil keuntungan dari
transaksi tabarru’, dia masih bisa meminta kepada pihak lain yang menerima
kebaikannya untuk sekedar mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
transaksi tabarru’ tersebut, namun ia tetap tidak boleh mengambil keuntungan
meskipun dalam jumlah sedikit dari transaksi tabarru’. Secara umum bentuk
akadtabaruu’ terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu meminjamkan uang,
meminjamkan jasa, dan memberikan sesuatu.

1. Meminjamkan uang
a. Al-Qardh

Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), qardh adalah meminjamkan harta
(uang) kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Secara syariah peminjam
hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya dan pemberi
pinjaman dilarang untuk meminta imbalan dalam bentuk apapun, meskipun
demikian syariah tidak melarang peminjam untuk memberi imbalan kepada
pemberi pinjaman sesuai dengan keikhlasannya serta tidak terpaksa.

Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad qardh ini antara
lain: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tangguh sampai ia berkelapangan…” (QS. Al-Baqarah: 280).

“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,


maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia
akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadiid: 11).

“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan di dunia, Allah


akan melepaskan kesulitan di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong
hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim).

b. Ar-Rahn

Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), Rahn adalah menahan sesuatu dengan
cara yang dibenarkan yang memungkinkan untuk ditarik kembali, yaitu
menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syariah
sebagai jaminan hutang, sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil
hutang semuanya atau sebagian. Dengan kata lain rahn adalah akad
menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan hutang sebagai
gantinya.

Dalam teknis perbankan, akad ini dapat digunakan sebagai tambahan pada
pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga
dapat menjadi produk tersendiri untuk melayanai kebutuhan nasabah untuk
keperluan yang bersifat jasa atau konsumtif, misalnya pendidikan, kesehatan,
dan sebagainya. Bank syariah tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya
pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.

Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad rahn ini antara
lain: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)…” (QS. Al-Baqarah: 283).
Dari Aisyah Ra, ia berkata, “Bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari
seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari dan
Muslim).

c. Hawalah

Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), Hawalah adalah akad pemindahan
hutang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Akad ini bertujuan untuk
mengambil alih piutang dari pihak lain.

Dengan demikian hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang
kepada orang lain yang bersedia menanggungnya dengan nilai yang sama
dengan nilai nominal hutangnya.

Landasan syar’i Al-Hadits untuk akad hawalah ini antara lain: “Menunda-
nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu
kezaliman. Maka, jika seseorang diantara kamu dialihkan hak penagihan
piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah” (HR.
Bukhari).

2. Meminjamkan jasa

Sebagaimana akad tabarru’ dengan meminjamkan uang, akad meminjamkan


jasa juga terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu wakalah, wadi’ah, dan kafalah.

a. Wakalah

Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), wakalah adalah akad perwakilan
antara dua pihak, pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua
untuk bertindak atas nama pihak pertama.

Ada beberapa jenis wakalah, antara lain:

 Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa ada batasan


waktu dan untuk segala urusan.

 Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukkan wakil untuk bertindak atas


namanya dalam urusan-urusan tertentu.
 Wakalah al ammah, perwakilan yang lebih luas dari al muqayyadah tetapi
lebih sederhana daripada al mutlaqah.

Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad wakalah ini antara
lain: “….Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa
uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik,
maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku
lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang
pun.” (QS. Al-Kahfi: 19).

“Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk
mengawinkan (qabul perkawinan Nabi dengan Maimunah r.a.” (HR. Malik
dalam al-Muwaththa’).

b. Wadi’ah

Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), Wadi’ah adalah akad antara pemilik
barang(mudi’) dengan penerima titipan (wadi’) untuk menjaga
harta/modal (ida’) dari kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta.

Wadi’ah terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah.

 Wadi’ah Yad Amanah adalah akad titipan dimana penerima


titipan (custodian)adalah penerima kepercayaan (trustee), artinya dia
tidak diharuskan mengganti segala risiko kehilangan atau kerusakan yang
terjadi pada aset titipan, kecuali bila hal itu terjadi karena akibat kelalaian
atau kecerobohan yang bersangkutan.

 Wadi’ah Yad Dhamanah adalah akad titipan dimana penerima


titipan(custodian) adalah trustee yang sekaligus
penjamin (guarantor) keamanan aset yang dititipkan, penerima simpanan
bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang
terjadi pada aset titipan tersebut. Pada prinsip transaksi ini, pihak yang
menitipkan barang/uang tidak perlu mengeluarkan biaya, bahkan atas
kebijakan pihak yang menerima titipan, pihak yang menitipkan dapat
memperoleh manfaat berupa bonus atau hadiah.

Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad wadi’ah ini antara
lain:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya….” (QS. An-Nisaa’: 58).
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tunaikanlah amanah
(titipan) kepada yang berhak menerimanya, dan janganlah membalas khianat
kepada orang yang telah mengkhianatimu.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan
al-Hakim).

c. Kafalah

Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006), Kafalah adalah memasukkan


tanggung jawab seseorang ke dalam tanggung jawab orang lain dalam suatu
tuntutan umum atau menjadikan seseorang (penjamin) ikut bertanggung jawab
atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran hutang, sehingga
keduanya dianggap berhutang.

Menurut Drs. Zainul Arifin, MBA (2006) ada 3 (tiga) jenis kafalah dalam
muamalah, yaitu:

 Kafalah bin nafs, yaitu jaminan dari diri si penjamin (personal


guarantee),

 Kafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran hutang atau pelunasan


hutang.

 Kafalah muallaqah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu
tertentu dan untuk tujuan tertentu.

Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad kafalah ini antara
lain: “Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang
siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf; 72).

“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk


disalatkan. Rasulullah SAW bertanya, ‘apakah ia mempunyai hutang?’ sahabat
menjawab, ‘Tidak’. Maka beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi
jenazah lain, Rasulullah berkata, ‘salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri
tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin
hutangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun mensalatkan jenazah
tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).

3. Memberikan sesuatu
Selain kedua jenis atau bentuk akad tabaruu’ di atas (meminjamkan uang dan
meminjamkan jasa), kita juga mengenal akad tabarru’ dengan bentuk
memberikan sesuatu. Yang termasuk dalam bentuk ini antara lain: hibah,
waqf, dan shadaqah.Semua akad-akad tersebut dalam prakteknya si pelaku
memberikan sesuatu kepada orang lain.

Apabila penggunaannya untuk kepentingan orang banyak (masyarakat) atau


untuk kepentingan agama, akadnya disebut waqf. Barang atau objek
dari waqf ini tidak boleh diperjualbelikan oleh siapapun ketika telah dinyatakan
sebagai aset waqf.Sedangkan hibah, shadaqah, dan hadiah adalah pemberian
sesuatu kepada orang lain (pihak lain) secara sukarela dengan motif kebajikan
atau untuk menjaga silaturahmi, atau karena ingin mendapatkan pahala jika
bentuk shadaqah.

KAD TABARRU’ DAN TIJARAH

A. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ (gratuitous) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi
ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan
komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong
dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam
bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak
yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan
apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari
Allah Swt, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk
sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk
dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikit
pun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’
itu adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,
waqf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.
Pada dasarnya, akad tabarru’ ini adalah memberi sesuatu (giving
samething) atau meminjamkan sesuatu (lending samething). Bila
akadnya meminjam sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa
uang atau jasa kita. Dengan demikian, kita mempunyai tiga bentuk
umum akad tabarru’ yaitu meminjam uang, meminjam jasa kita,
memberi sesuatu.

1. Meminjam Uang (Lending $)


Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya,
setidaknya ada tiga jenis, yakni sebagai berikut. Bila pinjaman ini
diberikan tanpa mensyaratkan apa pun, selain mengembalikan
pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk
meminjamkan uang seperti ini disebut dengan qard.
Selanjutnya, jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi
pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah
tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut dengan
rahn.
Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang, di mana
tujuannya adalah untuk mengambil alih piutang dari pihak lain.
Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti ini disebut
hiwalah. Jadi, ada tiga bentuk akad meminjamkan uang, yakni qard,
rahn, dan hiwalah.

2. Meminjam Jasa Kita (Lending Yourself)


Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga
terbagi menjadi tiga jenis. Bila kita meminjam “diri kita” (yakni, jasa
keahlian/keterampilan, dan sebagainya) saat ini untuk melakukan
sesuatu atas nama orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena
kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebu,
sebenarnya kita menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi
nama wakalah.
Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila
kita menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan
tugas menyediakan jasa custody (penitipan, pemeliharaan), bentuk
pinjaman jasa seperti ini disebut akad wadi’ah.
Ada variasi lain dari akad wakalah, yakni contingent wakalah
(wakalah bersyarat). Dalam hal ini, maka kita bersedia memberikan
jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, jika
terpenuhi kondisinya, atau jika sesuatu terjadi. Misalkan, seorang
dosen menyatakan kepada asistennya demikian: “Anda adalah asisten
saya. Tugas anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya
berhalangan.” Dalam kasus ini, yang terjadi wakalah bersyarat.
Asisten hanya mengajar (yakni melakukan sesuatu atas nama dosen)
bila dosen berhalangan (yakni bila terpenuhi kondisinya, jika sesuatu
terjadi). Jadi asisten ini tidak otomatis menjadi wakil dosen. Wakalah
bersyarat ini dalam terminologi fiqih disebut sebagai akad kafalah.
Dengan demikian, ada tiga akad meminjamkan jasa, yakni wakalah,
wadi’ah dan kafalah.

3. Memberi Sesuatu (Giving Samething)


Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai
berikut: hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain. Dalam semua
akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kapda orang lain.
Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, akadnya
dinamakan waqf. Objek waqf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu
dinyatakan sebagai aset waqf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah
pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, maka akad tersebut tidak
boleh diubah menjadi akad tijarah (yakni akad komersil, yang akan
kita bahas) kecuali kesepakatan dari kedua belah pihak untuk
mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalnya bank setuju
untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad wadiah, dengan
demikian bank melakukan akad tabarru’), maka bank tersebut dalam
perjalanan kontrak tersebut tidak boleh mengubah akad tersebut
menjadi akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah
tersebut.
Sebaliknnya, jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut
boleh diubah menjadi akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya
dengan rela melepaskan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban
pihak yang belum menunaikan kewajiban.

4. Fungsi Akad Tabarru’


Akad tabarru’ ini adalah akad-akad yang mencari keuntungan
akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan komersial. Bank syariah sebagai
lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba tidak
dapat mengandalkan akad-akad tabarru’ untuk mendapatkan laba. Bila
tujuan kita adalah mendapatkan laba, gunakan akad-akad yang
bersifat komersil, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti
akad tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan
komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru’
sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini
dapat digunakan untuk menjebatani atau memperlancar akad-akad
tijarah.

B. Akad Tijarah
Seperti yang telah disinggung di atas, berbeda dengan akad
tabarru’, maka akad tijarah/mu’awadah (compensational contract)
adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah
akad-akad investasi, jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yakni,
Pertama Natural certainty contract yang terdiri dari bai’ (jual beli)
dan ijarah. Kedua yaitu Natural Uncertainty Contract yang terdiri
dari musyarakah, muzara’ah (benih dari pemilik lahan), mukhabarah
(benih dari penggarap) dan musaqah (tanaman tahunan).

Prinsip jual beli dalam akad tijarah adalah :


1. Cara pengambilan keuntungan ada empat
yaitu: musawwamah dimana penjual tidak memberitahukan harga
pokok dan keuntungan yang didapatkannya, murabahah yang
merupakan kebalikan dari musawwamah, muwadhaah yaitu dengan
prinsip diskon,tauli’ah yaitu dengan pemberian komisi kepada
pembeli.
2. Jenis barang pengganti yaitu: muqayyadah yaitu kewenangan
terbatas atas pembeli untuk menentukan jenis barang
pengganti, mutlaqah yaitu kewenangan penuh atas pembeli untuk
menentukan jenis barang pengganti,yang terakhir adalah sharf.
3. Cara pembayaran/waktu penyerahan yaitu naqdan dan ghoiru
naqdan.Untuk ghairu naqdan ada tiga yaitu muajjal dimana barang
diserahkan secara bertahap, salamdimana uang dibayarkan lebih
dahulu baru kemudian barang diserahkan, istishnadimana uang
dibayar lebih dahulu secara bertahap baru kemudian barang
diserahkan.
Akad tijarah yang berlandaskan fee based (berdasarkan biaya)
adalah seperti pada fee based income dalam dunia perbankan. Salah
satu sumber pendapatan semacam ini dalam dunia perbankan
adalah cash management. Cash management dapat diartikan sebagai
mengelola orang dan dana nasabah dengan seefisien dan seefektif
mungkin. Cash management pada hakikatnya merupakan diferensiasi
produk yang bertujuan untuk mengurang waktu penyerahan atau
waktu kerja yang diperlukan.4JasaCash Management mencakup
penanganan pembayaran dan penerimaan valuta asing,pelaksanaan
pembelian atau penjualan sekuritas atau bertindak sebagai kustodi,
aktivitas dana (account structure),sebagai sarana penagihan
(collection), sarana investasi dan sarana pembiayaan jangka
pendek.Setiap jasa yang diberikan bank dari Cash Management selalu
ada fee atau biaya yang kemudian disebut dengan fee based
income.Begitu juga dengan fee based pada akad tijarah, ketika pihak
penjual menawarkan atau memberikan jasa kepada pembeli akan ada
fee atau biaya yang dipungut penjual sebagai imbal balik atas jasa
tersebut. Jasa-jasa yang ditawarkan itu adalah yang tidak tercantum
dalam akad misalnya, jasa pengantaran barang sampai ke rumah
pembeli,jasa penitipan barang untuk kurun waktu tertentu. Jasa-jasa
tersebut akan menimbulkan akad lagi.Untuk jasa penitipan barang
akad yang digunakan adalah wadi’ah yad al-amanah, dimana pihak
yang dititipi barang tidak berhak menggunakan atau memakai barang
titipan tersebut dan barang titipan harus ada setiap saat pemilik ingin
mengambilnya. Pihak yang dititipi barang tidak berhak atas kerusakan
atau hal-hal buruk yang terjadi pada barang titipan
1. Musyarakah atau syirkah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh
para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha.

Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad musyarakah ini antara lain:“………dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian mereka berbuat
zhalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh……..” (QS. Shad: 24).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati
temannya. Apabila salah satu telah berkhianat terhadap temannya, maka Aku keluar dari
persyarikatan tersebut” (HR. Abu Daud dan Hakim)

Secara umum, musyarakah terbagi menjadi 5 (lima) jenis, yaitu:

a. Syirkah Mufawadhah, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih
dengan porsi dana yang sama.

b. Syirkah al-‘Inan, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih
dengan porsi dana yang tidak harus sama.

c. Syirkah Wujuh, yaitu kerjasama atau percampuran antara pihak pemilik dana dengan
pihak lain yang memiliki reputasi atau nama baik (kepercayaan).
d. Syirkah Abdan, yaitu kerjasama atau percampuran tenaga atau profesionalisme antara dua
pihak atau lebih, dengan kata lain terjadi kerjasama profesi.

e. Syirkah Mudharabah, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara pihak pemilik dana
dengan pihak lain yang memiliki profesionalisme atau tenaga.

2. Mudharabah

Menurut fiqh, mudharabah atau disebut juga muqaradhah berarti bepergian untuk urusan
dagang. Secara muamalah berarti pemilik modal (shahibul maal)menyerahkan modalnya
kepada pekerja/pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan
keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan mudharabah adalah akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana salah satu pihak yaitu pemilik
modal (shahibul maal) memiliki kontribusi dana sebesar 100% dari kebutuhan, sedangkan
pihak lain yaitu pengelola usaha (mudharib) berkontribusi dalam hal keahlian mengelola
dana dari pemodal.

Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad mudharabah ini antara lain: “Hai
orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…” (QS. An-Nisa’: 29)

“Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual-beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

3. Muzara’ah

Muzara’ah adalah akad kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap dimana pemilik lahan menyerahkan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (nisbah) dari hasil panen yang benihnya
berasal dari pemilik lahan; Aplikasi dalam lembaga keuangan
syariah, muzara’ah merupakan produk khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau
agribisnis.

4. Mukhabarah

Kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik
lajan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan diperlihara
dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal dari
penggarap. Bentuk akad kerjasama antara pemilik sawah/ tanah dan penggarap dengan
perjanjan bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut
kesepakatan bersama. Sedangkan biaya dan benihnya dari pemilik tanah, Oleh sebagian
ulama, akad mukhabarah ini diperbolehkan, berdasarkan hadits Nabi saw, artinya:
“Sesungguhnya Nabi telah menyerahkan tanah kepada penduduk Khaibar agar ditanami dan
diperlihara, dengan perjanjian bahwa mereka akan diberi sebagian hasilnya.” (HR Muslim
dari Ibnu Umar ra.)

5. Musaqah

Musaqah ini merupakan bentuk sederhana dari muzara’ah karena penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan lahan saja.Musaqah adalah
akad kerjasama dalam pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana
pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan imbalan tertentu berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil panen yang
benihnya berasal dari pemilik lahan; Aplikasi dalam lembaga keuangan
syariah, musaqah merupakan produk khusus yang dikembangkan di sektor pertanian atau
agribisnis dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.

Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:

1. Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Macam – macam musyarakah :
a. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan
kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi.
Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan
dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara
reputasi.
d. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya.
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang
bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.
e. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan pihak
lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi investasi.
Macam – Macam Mudharabah :
a) Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk digunakan dalam
usaha oleh pihak lainnya.
b) Mudharabah Muqayadah
Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh
pemberi dana.

2. Muzara’ah
Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun
3. Musaqah
Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.
4. Mukharabah
Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah

Anda mungkin juga menyukai