Adanya ajaran atau paham yang diberikan oleh para filsuf Yunani. Pemikiran-
pemikiran yang beraneka ragam tersebut menimbulkan kebimbangan dalam
masyarakat terhadap norma-norma lama.
Masing-masing partai dalam negara terlalu memikirkan paham dan kepentingannya
sendiri, sehingga sering menimbulkan perbedaan paham yang sulit dipertemukan.
Adanya perang antarnegara kota di Yunani, terutama Perang Peloponessos yang telah
menghancurkan Athena sebagai negara utama Yunani.
Jika kita membuat kritik dan analisis tentang ciri-ciri peradaban Yunani dengan
mengesampingkan segala unsur peradaban lain yang turut berperan serta di dalamnya,
maka peradaban itu mempunyai beberapa keistimewaan dibanding dengan peradaban-
peradaban lainnya terutama peradaban-peradaban timur sebagai berikut:
Kepercayaan yang berlebih-lebihan terhadap kemampuan panca indera dengan
meremehkan hal-hal di luar jangkauan panca indra.
Kelangkaan rasa keagamaan dan kerohanian.
Sangat menjunjung tinggi kehidupan duniawi dan menaruh perhatian yang berlebihan
terhadap manfaat dan kenikmatan hidup.
Memiliki rasa patriotisme.
Semua itu dapat diringkas dengan satu kata: materialisme. Materialisme Yunani ini
telah menjadi lambang peradabannya sehingga mewarnai segala yang bertalian
dengan Yunani, mereka tidak mampu menggambarkan sifat-sifat Allah dan
kekuasaanya kecuali dalam bentuk bermacam-macam dewa yang dipahatkan dalam
bentuk patung-patung lalu membangun tempat tempat peribadatan dan kuil-kuil
sebagai tempat dewa-dewa itu. Demikianlah untuk urusan rezeki ada dewanya sendiri
untuk cinta dewa sendiri dan ada pula dewa kemenangan. Segala atribut untuk tubuh
manusia dikenakan juga padanya lalu disusunlah mitos-mitos dan legenda-legenda
sekitar dewa-dewa itu. Mereka melukiskan pengertian pengertian abstrak dalam
bentuk fisik maka terciptalah dewa cinta dewa kecantikan dan seterusnya. Dasar/pola
sepuluh landasan berpikir dan sembilan cakrawala dari filsafat Aristoteles dalam
bukunya catagoris tidak lain adalah percikan pemikiran materialistik yang sangat
berpengaruh dalam peradaban Yunani.
Dr. Hass telah menyampaikan tiga makalah, dan ada beberapa yang dapat dikutip dari
tiga makalah itu:
“Peradaban Yunani adalah inti dari peradaban barat sekarang ini, yang terpenting
dalam peradaban itu menurut para tokohnya ialah tumbuhnya berbagai potensi
manusia dengan pertumbuhan yang berkesinambungan. Ukuran ideal menurut mereka
adalah tubuh yang indah dan serasi. Pikiran demikian tiada lain ialah karena
penelitian besar terhadap hal-hal yang dapat dijangkau oleh panca indera. Perhatian
mereka yang terbesar ditumpahkan pada latihan fisik, permainan olahraga, tari, dll.
Sedangkan pendidikan mental meliputi puisi, nyanyi, teater, filsafat dan ilmu-ilmu
fisika dijaga sedemikian rupa supaya tidak mencapai taraf yang mengutamakan jiwa
melebihi keutamaan badan. Agama mereka kosong dari nilai-nilai spiritual tanpa
teologi, tanpa lapisan elit keagamaan. Adapun warna spiritual dalam tradisi azves dan
lain-lainnya sesungguhnya adaptasi dari peradaban timur dan tidak valid untuk
dikaitkan dengan peradaban Yunani." [1]
Kaum intelektual Barat mengakui langkanya rasa keagamaan dan tipisnya kesadaran
spiritual serta kesungguhan bangsa Yunani dalam menjalankan agama, ditambah
kecenderungan hidup mewah dan santai. W. E. H. Lecky, misalnya menulis dalam
bukunya History of European Morals sebagai berikut:
"Yunani menggerakkan semangat rasionalistik intelektual, sementara Mesir
menggerakkan semangat spiritual mistis." Selanjutnya Lecky mengutip pengarang
Romawi, Apuleuis yang berkata) orang-orang Mesir mengagungkan dewa-dewa
mereka dengan merendahkan diri dan meratap sementara orang Yunani memuliakan
dewa-dewa mereka dengan menari dan menyanyi lalu mengomentari hal itu) tak dapat
disangsikan lagi bahwa sejarah membenarkan dan menguatkan keterangan itu. Tak
ada satu agamapun yang dapat menyamai agama dan tradisi tradisi Yunani dalam
banyak hal seperti kesenangan-kesenangan, hari raya dan permainan-permainan dan
tipisnya rasa takut dan tunduk kepada Tuhan. Orang orang Yunani tidak memuliakan
Tuhan mereka kecuali hanya seperti mengagungkan tokoh-tokoh dan para pemimpin
mereka. Mereka cukup memuliakan Tuhan dengan upacara-upacara biasa dan
perayaan perayaan tradisional yang berlaku."[2]
Di Yunani terdapat filsafat ketuhanan dan berbagai akidah yang jauh dari rasa hormat
kepada Tuhan, beribadah, merendah diri, merasa takut dan meminta perlindungan
kepada-Nya, karena filosof yang meniadakan ikhtiar Tuhan, perbuatan, penciptaan,
dan penguasaan-Nya atas alam semesta serta yang mengaitkan alam ini dengan apa
yang disebutnya dan gerak semesta, tidak menghendaki Allah dalam kehidupan
praktis melainkan hanya sebagai tradisi. Maka kalau kita mendengar bahwa bangsa
Yunani tidak tunduk kepada Tuhan Allah dan bahwa ibadah-ibadah serta amalan
perbuatan keagamaan mereka hanya bersifat fisik tanpa jiwa, dan bahwa mereka
mengagungkan Tuhan hanya seperti mengagungkan tokoh-tokoh dan pemimpin
mereka, kitapun sama sekali tak merasa heran, justru kita akan merasa heran jika
mendengar yang sebaliknya.
Adapun patriotisme memang sudah menjadi tabiat yang melekat pada orang Eropa
lebih kuat dibandingkan Asia. Patriotisme lebih kuat dan nyata karena didorong oleh
kondisi geografisnya. Kawasan Asia amat luas dan meliputi berbagai iklim dan
berbagai ras dan penduduk yang amat banyak tanahnya subur menjamin berbagai
macam macam penghidupan. Sedangkan Eropa dipenuhi oleh pergulatan hidup yang
tak kunjung selesai untuk menentukan kelangsungan hidup karena padatnya penduduk
dan sempitnya wilayah yang sukar diubah alamnya, terutama bagian barat Eropa
tengah dan selatan, karena itu gambaran politis Eropa kuno tidak lebih dari kumpulan
negara negara kecil dengan wilayah beberapa mil saja. Dan contoh yang paling
realistis dari gambaran ini ialah tanah Yunani yang diawali sejarahnya merupakan
tempat berdirinya berpuluh-puluh kota kecil yang berdiri sendiri sendiri.
Sumber referensi:
https://id.wikipedia.org
https://apa-itu.net/yunani-kuno/
https://link24share.blogspot.com/2013/09/karakteristik-peradaban-yunani.html