Anda di halaman 1dari 8

Nama : Fikrul Akmal

Prodi : Sejarah 2021

Nim. : 218720100101

Matkul : Sejarah Eropa

1.
2. Latar belakang terjadinya Perang Peloponnesia adalah adanya pengaruh Athena yang
tumbuh dan berkembang menguasai sebagian besar wilayah Mediterania bersama dengan
Hellas / Yunani, 50 tahun sebelum perang. Thucydides berpendapat, setelah Athena menjadi
pemimpin sekutu Delian, mereka memiliki kekuasaan tertinggi yang dikenal dengan
Kekaisaran Athena. Athena hampir mengusir Persia dari wilayah mereka di Aegea dan
menguasai sebagian besar wilayah mereka. Armada laut Athena juga berkembang pesat
hingga membahayakan perbatasan negara Sparta dan Liga Peloponnesia.
Pada tahun 459 SM, Athena mengambil keuntungan dengan keberpihakan Megara dan
Corinth bersatu berpihak ke Megara. Hal ini membantu mereka mendapatkan wilayah
Isthmus Corinth yang mengakibatkan perang yang dikenal “Perang Peloponnesia I” yaitu
perang antara Athena melawan Sparta, Corinth, Aegea dan negara – negara lain. Pada perang
tersebut, Athena mundur dari daratan Yunani karena kekalahan akibat serangan besar artileri
negara Sparta. Kemudian diadakan Perjanjian Damai 30 tahun ditandatangi oleh Athena dan
Sparta pada tahun 446 SM. Perang Peloponnesia terjadi antara kekaisaran Athena melawan
Liga Peloponnesia dipimpin oleh Sparta. Sekutu Peloponnesia dipimpin oleh Sparta dengan
koalisi Thebes dan Corinth. Perang ini terbagi menjadi 3 fase yaitu Perang Archidamian,
Perang Sissilia dan Perang Lonia (Decelean). Perang ini diawali pada tanggal 4 April 431 SM
ketika orang – orang Thebes melakukan serangan mendadak pada Plataea yang merupakan
mitra Athena. Perang Peloponnesus berakhir pada tanggal 25 April 404 SM ketika Athena
menyerah dan Peloponnesia melakukan renovasi kota – kota Yunani secara keseluruhan.
Kekaisaran Athena yang sebelumnya kuat dalam berperang harus rela menjadi budak Sparta.
Setelah perang Peloponnesia, Sparta akhirnya menjadi penguasa Yunani. Perang
Peloponnesia membawa kemiskinan dan penderitaan bagi pihak Athena dan bangsa Yunani.
Athena tidak pernah lagi mendapat kemakmuran seperti sebelum perang Peloponnesia
terjadi.
Thucydides tidak hanya menggambarkan mengenai peperangan antara Athena dan
Sparta selama 27 tahun, namun juga menjelaskan mengapa manusia berperang. Bagi
Thucydides, harapan kemenangan adalah bayangan ujung pedang. Karena itu, perang terjadi
ketika pedang dirasa semakin panjang dan tajam. Thucydides juga berpendapat bahwa
perang merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat dielakkan dan tidak memandang pada
sudut moralitas. Seperti yang ia gambarkan dalam dialog antara pemimpin Melos dan
Athena, seringkali manusia hanya dihadapkan pada pilihan, “siap menabuh genderang
perang dan menjemput maut, atau membiarkan tenggelam dalam pesona damai hanya
untuk pada akhirnya menyerah di tiang gantungan”.Dalam sejarah juga menyebutkan bahwa
Sparta menjadi pemenang dari Perang Peloponesus. 33 tahun kemudian,Sparta harus
bertekuk lutut di kaki Theba, pewaris Athena. Hal yang menarik dari Perang Peloponesus
adalah penggunaan senjata biologi atau kimia. Tentara Sparta menggunakan bom berbahan
sulfur untuk melumpuhkan musuh. Taktik ini sangat baru pada kurun waktu sekitar 500
tahun sebelum kelahiran Kristus. Taktik perang memang menjadi salah satu hal penting
dalam satu peperangan seperti memberi racun pada air minum musuh. Namun, sejarah
mencatat penggunaan bahan kimia atau biologi baru dipakai pertama kali pada saat
pemberian selimut yang telah diberi penyakit kepada suku Indian Amerika pada tahun 1689
– 1763. Kita ketahui bahwa perang, senjata dan tentara memiliki keterkaitan erat satu sama
lain. Perang adalah suasana yang dipenuhi dengan entah itu denting pedang dan bayonet,
desing peluru atau suara ledakan bubuk mesiu yang konon menjadi bagian tak terpisahkan
dari kehidupan manusia. Bahkan menurut Thommas Hobber penulis Leviathan, hal itu paling
kental mewarnai kehidupan manusia hingga mereka belum sejengkal dari liang lahat. Istilah
perang jika didefinisika bisa diartikan sama dengan “war”, secara etimologis berasal dari
bahasa Perancis – Jerman yaitu “werra” yang berarti ketidaksepakatan (discord), dan erat
kaitannya dengan bahasa Latin “bellum” yang berarti duel atau bahasa Yunani “polemos”
yang berarti kontroversi agresif.

Sumber: Damar. Apriliandi. Priyambodo. (2011). Perang peloponesos.

3. Karena Alexander dikenal sebagai salah satu pemimpin militer terbaik sepanjang masa karena
kehebatannya dalam peperangan. Bahkan, dia tidak pernah terkalahkan dalam berbagai
pertempuran. Selama 13 tahun kepemimpinannya, Alexander telah mendirikan lebih dari 70
kota meliputi Persia, Asia Kecil, dan Makedonia. Dalam kepemimpinannya, dia
menginspirasikan keberanian dan kesetiaannya dalam pasukan. Namun, meski sangat hebat
pada masa lalu, Alexander justru tidak menaklukkan wilayah Romawi. Alih-alih ke barat
seperti wilayah Italia dan sekitarnya, Alexander justru menginvasi ke arah timur.
Sumber: Sutarjo. Adisusilo. (2019). Model Kepemimpinan Yasuit

4. Tanda-tanda kemunduran Kekaisaran Romawi dapat dirasakan semenjak wafatnya Marcus


Aurelius pada 180 Masehi. Pengganti Marcus Aurelius adalah kaisar-kaisar yang lemah,
seperti contohnya Commodus (180-193 M). Pada masa pemerintahannya, sering terjadi
kekacauan, korupsi, dan pertumpahan darah. Commodus pun akhirnya terbunuh dalam huru-
hara yang dilakukan oleh pihak militer. Seiring dengan merosotnya kewibawaan Roma,
persaingan, konflik, intrik, dan kemelut internal juga semakin subur. Diocletianus, kaisar
Romawi yang berkuasa antara 284-305 M, berusaha untuk mengatasi sejumlah kemunduran
supaya kekaisarannya tidak runtuh. Akan tetapi, upayanya untuk membangkitkan Kekaisaran
Romawi juga tidak berhasil.
Selain konflik internal, salah satu penyebab keruntuhan Kekaisaran Romawi adalah pecahnya
kekaisaran menjadi dua. Pada masa pemerintahan Theodosius, Kekaisaran Roma dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Roma Barat dengan ibu kota di Roma dan Roma Timur dengan ibu
kota di Konstantinopel. Pembagian ini didasari oleh serangkaian ancaman Suku Barbar yang
selama puluhan tahun telah mengganggu stabilitas negara. Akan tetapi, pada
kenyataannya pembagian wilayah ini justru mendorong keruntuhan Kekaisaran Romawi.
Segera setelah kematian Theodosius, kekacauan terjadi dan berbagai provinsi Roma penuh
dengan kekuasaan bangsa asing. Pemerintahan Roma di barat mengalami keruntuhan pada
476 M usai dikalahkan oleh orang-orang Barbar. Runtuhnya kekaisaran Romawi Barat
berakibat pada krisis sosial ekonomi dan sang kaisar tidak lagi memiliki kekuatan politik.
Singkatnya, Kekaisaran Romawi benar-benar runtuh pada 476 M akibat serangan Suku
Barbar yang dipimpin oleh Odoacer. Sementara Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantium
yang berpusat di Konstantinopel justru semakin makmur dan tidak tersentuh oleh serangan
dari manapun hingga sekitar seribu tahun kemudian.
Sumber: Ledyana. Monica. Monalisa. (2016). Tinjauan Historis Runtuhnya Kekaisaran
Romawi

5. Zaman kegelapan merupakan sebuah zaman antara runtuhnya Kekaisaran Romawi dan
Renaisans atau munculnya kembali peradaban lama. Di saat Zaman Kegelapan, segala
keputusan pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen
seperti ketika zaman Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan
Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak
mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama. Abad pertengahan merupakan
abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa ini agama berkembang dan mempengaruhi
hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains
yang telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu sihir yang
mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan. Eropa dilanda Zaman Kegelapan
sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Yang dimaksud Zaman Kelam atau Zaman Kegelapan
ialah zaman masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelektual dan kemunduran ilmu
pengetahuan Menurut Ensikopedia Amerikana, zaman ini berlangsung selama 600 tahun, dan
bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan
intelektual pada abad ke-15 Masehi.
Di masa ini, lahir pula agama Kristen, dan ide-idenya mendominasi relung kehidupan
masyarakat Eropa dan pengikutnya, termasuk para Pemikirnya. Dan wajah peradaban Barat
pada Abad Pertengahan ini, karenanya, didominasi oleh Filsafat Kristen.Akibat pengaruh
hebat dan dominan Agama Kristen yang didominasi oknum kaum Gerejawan dan Monarki
Baratnya dengan segala ragam tafsir dogmatisnya. Keyakinan Kristiani yang mendominasi di
masa Abad Pertengahan ini, menjadikannya tidak boleh atau tidak mudah untuk dapat
dikritiki, sekaligus membuat kedudukan mereka yang berada dalam struktur otoritas
agamanya menjadi tinggi dan tak dapat disalahkan. Dan karenanya ini juga membuat mereka
makmur secara ekonomi juga sebagai pemegang mandat negara dengan mandat Otokrasi dan
Teokrasi Kristiani.Dan kenyataan ini bagi sebagian orang lain, misalnya rakyatnya yang
mereka pimpin, artinya juga adalah kesemena-menaan yang diorganisasikan. Kekuasaan
absolut negara dan pusat-pusat kesejahteraan masyarakat saat itu dipegang mutlak oleh Gereja
dan Kerajaan.Golongan Ksatria, dan Raja adalah pelindung rakyat dan rakyat harus
membayar pajak kepada mereka yang penafsirannya seringkali dianggap semena-mena oleh
rakyat. Di saat Zaman Kegelapan, segala keputusan pemerintah dan hukum negara tidak
diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman Kekaisaran Romawi.
Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak
berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat keputusan adalah
para ahli agama.

Sumber: Ahmad.Robbi.Fattoni. (2014). Zaman Kegelapan.

6. Dalam arti tertentu, kaum humanis menciptakan Abad Pertengahan untuk membedakan
diri mereka dari Abad Pertengahan. Mereka menunjukkan rasa kebebasan mereka, namun,
pada saat yang sama, mereka secara implisit menerima konsepsi sejarah abad
pertengahan sebagai rangkaian zaman yang terdefinisi dengan baik dalam kerangka waktu
yang terbatas. Mereka tidak berbicara tentang Enam Zaman Dunia karya Agustinus atau
percaya pada kronologi nubuatan Joachim , namun mereka mewarisi filosofi sejarah yang
dimulai dengan Taman Eden dan akan berakhir dengan Kedatangan
Kristus yang Kedua . Dalam skema seperti itu, seribu tahun dari abad ke-5 hingga ke-15
mungkin dianggap sebagai periode sejarah yang terhormat, yang akan terlihat jelas dalam
pola takdir. Namun, sepanjang sejarah Eropa, tidak pernah terjadi pelanggaran total terhadap
institusi atau cara berpikir abad pertengahan.
Abad ke-13 merupakan puncak peradaban abad pertengahan. Formulasi klasik arsitektur
dan patung Gotik tercapai. Berbagai jenis unit sosial berkembang biak, termasuk serikat
pekerja, asosiasi, dewan sipil, dan cabang biara, yang masing-masing ingin
memperoleh otonomi tertentu . Konsep hukum yang penting darirepresentasi berkembang,
sehingga majelis politik yang anggotanya mempunyai plena potestas —kekuasaan penuh—
untuk membuat keputusan yang mengikat komunitas yang telah memilih mereka. Kehidupan
intelektual , yang didominasi oleh Gereja Katolik Roma, mencapai puncaknya pada metode
filosofis Skolastisisme , yang eksponen utamanya, St. Thomas Aquinas , dalam tulisannya
tentang Aristoteles dan Bapa Gereja mencapai salah satu sintesis terbesar dalam sejarah
intelektual Barat . Pecahnya struktur feodal, menguatnya negara-kota di Italia , dan
munculnya monarki nasional di Spanyol , Perancis , dan Inggris , serta perkembangan budaya
seperti bangkitnya pendidikan sekuler, berpuncak pada lahirnya sistem self- secara sadar
zaman baru dengan semangat baru, yang melihat kembali ke pembelajaran Klasik untuk
mendapatkan inspirasinya dan kemudian dikenal sebagai Renaisans.

Sumber: Nerisa Efriana (2014) Abad Pertengahan

7. Perang salib adalah sebuah rangkaian perang antara bangsa barat dengan bangsa arab
yang berawal dari perebutan kota yang dianggap suci oleh kedua bangsa tersebut yaitu kota
Yerusalem (Armstrong, 1996, hlm. 293) Perang Salib sendiri berlangsung hampir dua abad
dimana perang ini dimulai sebagai perang untuk mengambil kendali atas tempat-tempat suci
yang dianggap suci oleh kedua kelompok. Secara keseluruhan, terdapat delapan episode
Perang Salib yang terjadi antara tahun 1096 dan 1291. Dari sekian banyak Perang Salib yang
terjadi, salah satu ‘episode’ yang menarik penulis adalah Perang Salib III, dimana Perang
Salib III juga disebut sebagai perang atau perseteruan dua Ksatria yang keduanya sama sama
menjadi pemimpin dari kedua bangsa yang berperang memberebutkan kota suci, Yerusalem.
Perang Salib III merupakan perang paling luar biasa diantara semuanya. Reston mengatakan
bahwa “Perang Salib ketiga, yang terjadi antara tahun 1187-1192, merupakan perang paling
dahsyat di antara semuanya. Perang itu menjadi menjadi arena laga militer terbesar sepanjang
abad pertengahan dan menjadi puncak pergolakan Perang salib.” (Reston, 2009, hlm. 16).
Kota Suci Yerusalem merupakan kota yang menjadi tujuan dari kedua bangsa yang dipimpin
oleh kedua ksatria ini, dan juga khususnya menjadi alasan dari berlangsungnya saga Perang
Salib selama berabad-abad ini. Yerusalem merupakan sebuah kota yang terletak diantara Laut
Putih Tengah, Sungai Yordan, dan Laut Mati (Kuncahyono. 2008. hlm. XVIII) kira-kira 50
km sebelah tenggara ibu kota israel, Tel Aviv. Kota Suci Yerusalem menjadi sebuah
perebutan dikarenakan kota ini merupakan kota yang memiliki banyak ikatan historis dalam
segi keagamaan bagi bangsa Barat dan juga bangsa Arab, dimana mayoritas masyarakat
kedua bangsa tersebut menganut agama Kristen dan juga Islam yang mana membuat
Yerusalem menjadi sebuah kota suci bagi kedua bangsa tersebut dan berujung menjadi kota
yang selalu diselimuti konflik karena banyak kepentingan untuk menguasai sebuah kota yang
memiliki banyak ikatan historis dengan suatu bangsa.
Dalam Perang Salib III ini, ada dua tokoh sentral yang paling berpengaruh dalam
peristiwa sejarah ini, kedua tokoh inilah yang namanya paling sering disebut dalam setiap
bahasan sejarah mengenai Perang Salib, kedua tokoh ini menjadi pemimpin bagi kedua
bangsa yang berperang untuk saling memperebutkan Kota Yerusalem, mereka adalah Richard
Lionheart dan Shalahuddin Al-ayyubi. Satu hal yang menarik, Perang Salib III merupakan
Perang Salib paling dahsyat diantara seluruh saga Perang Salib (Reston. 2009 hlm. XVI)
dimana dalam Perang Salib III terjadi banyak pertempuran yang berlangsung selama kurun
waktu 1189-1192, yang menarik adalah apa yang menyebabkan Richard Lionheart dan
Shalahuddin Al-ayyubi menjadi tokoh paling berpengaruh selama Perang Salib jilid III.
Menurut penulis, munculnya Richard Lionheart dan Shalahuddin Al-ayyubi menjadi dua
tokoh paling berpengaruh daam Perang Salib III tidaklah lepas dari bagaimana Richard
Lionheart dan Shalahuddin Al-ayyubi memimpin bangsanya dalam perhelatan Perang Salib
III, bagaimana Richard Lionheart dan Shalahuddin Al Ayyubi ini beradu strategi dalam setiap
pertempuran yang ada didalam Perang Salib III.

Sumber: Rangga Syalendra (2020) Perang Salib III: Strategi Richard Lionheart dan
Shalahuddin Al Ayyubi dalam perebutan Kota Suci
Yerusalem (1189-1192)

8. Kekuatan peradaban islam pada abad pertengahan:


1. Bidang politik
Terjadi balance of power karena di bagian barat terjadi permusuhan antara bani
Umayyah II di Andalusia dengan kekaisaran karoling di Perancis, sedangkan di
bagian timur terjadi perseteruan antara bani Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium
timur di semenanjung Balkan. Bani Abbasyah juga bermusuhan dengan Bani
Umayyah II dalam perebutan kekuasaan pada tahun 750 M. Kekaisaran Karoling
bermusuhan dengan kekaisaran Byzanium timur dalam memperebutkan Italia. Oleh
karena itu terjadilah persekutuan antara Bani Abbasyah dengan kekaisaran Karoling,
sddangkan bani Umayyah II bersekutu dengan Byzantium Timur. Persekutuan baru
berakhir setelah terjadi perang salib (1096-1291)
2. Bidang Sosial Ekonomi
Islam telah menguasai Andalusia pada tahun 711 M dan Konstantinopel pada tahun
1453 M. Keadaan ini mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan Eropa. Islam
berarti telah menguasai daerah timur tengah yang ketika itu menjadi jalur dagan dari
Asia ke Eropa. Saat itu perdagangan ditentukan oleh negara-negara Islam. Hal ini
menyebabkan mereka menemukan Asia dan Amerika
3. Bidang kebudayaan
Melalui bangsa Arab (Islam), Eropa dapat memahami ilmu pengetahuan kuno seperti
dari Yunani dan Babilonia.
4. Bidang Pendidikan
Banyak pemuda Eropa yang belajar di universitas-unniversitas Islam di Spanyol
seprti Cordoba, Sevilla, Malaca, Granada dan Salamanca. Selama belajar di
universitas-universitas tersebut, mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya
ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke
negerinya, mereka mendirikan seklah dan universitas yang sama. Universitas yang
pertama kali berada di Eropa ialah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1213
M dan pada akhir zaman pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada
universitas tersebut diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam
seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat
Banyak gambaran berkembangnya Eropa pada saat berada dalam kekuasaan Islam,
baik dalm bidang ilmu pengetahuan, tekhnologi, kebudayaan, ekonomi maupun
politik

Sumber: Fuad Bagus (2017) PERADABAN ISLAM PADA MASA ABAD


PERTENGAHAN (EROPA : RENAISSANCE dan AUFKLARUNG)

9. Secara etimologi Renaissance berasal dari bahasa Latin yaitu kata Re berarti kembali
dan naitre berarti lahir. Secara bebas kata Renaissance dapat diartikan sebagai masa peralihan
antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru
yang diilhami oleh kebudayaan Eropa Klasik (Yunani dan Romawi) yang lebih bersifat
duniawi.1 Renaissance awalnya dimulai di Italia. Setelah runtuhnya Romawi Barat tahun 476
M, Italia mengalami kemunduran, kota-kota pelabuhan menjadi sepi. Selama abad 8-11 M
perdagangan di laut Tengah dikuasai oleh pedagang muslim.
Sejak berlangsung perang salib (abad 11-13) pelabuhan-pelabuhan di Italia menjadi
ramai kembali untuk pemberangkatan pasukan perang salib ke Palestina. Setelah perang salib
berakhir pelabuhan-pelabuhan tersebut berubah menjadi kota dagang yang berhubungan
kembali dengan dunia timur. Muncullah Republik dagang di Italia seperti Genoa, Florence,
Venesia, Pisa di Milano. Kota-kota ini dikuasai oleh para pengusaha serta pemilik modal yang
kaya raya disebut golongan borjuis antara lain keluarga Medicci dari Florence. Mereka
mendorong terjadinya pendobrakan terhadap pola-pola tradisional dari abad pertengahan.2
Secara terminologi renaissance adalah timbulnya revolusi pandangan hidup orang-
orang Eropa dari zaman pertengahan ke zaman barunya, melalui proses peralihan yang sangat
cepat. Middle Age merupakan zaman dimana Eropa sedang mengalami masa suram. Berbagai
kreativitas sangat diatur oleh gereja. Dominasi gereja sangat kuat dalam berbagai aspek
kehidupan. Agama Kristen sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat oleh raja-
raja. Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan gereja, tetapi hal-hal yang merugikan
gereja akan mendapat balasan yang sangat kejam. Contohnya, inquisi terhadap Nicolaus
Copernicus (1473-1543) karena teori tata suryanya yang menyebutkan bahwa matahari pusat
dari galaxi. Lewat penelitian astronomisnya, menghasilkan otoritas astronomi tradisional yang
didominasi oleh teori Aristoteles dan Ptolemaeus yang menolak bahwa bumi adalah pusat
semesta. Konsep-konsep kuno itu menjadi masuk akal setelah dalam bukunya De
Revolutionibus Orbium Coelestium (tentang peredaran bendabenda angkasa, baru terbit tahun
1687), menunjukan secara matematis bahwa bumi mengitari matahari sebagai pusat semesta.
Bahwa penemuan Copernicus ini mengguncangkan kemapanan penafsiran religious, saat
paling jelas ditampilkan dalam peristiwa Galileo-Galilei (1564-1642).
Astronom Genius ini berhasil membuktikan kebenaran teori Copernicus lewat
teleskop temuannya pada tahun 1610. Karena dianggap menyebarkan teori Heliosentrisme itu
dalam bukunya Dialogo (Dialog mengenai dua sistem utama tentang dunia, 1632 M), dia
dipanggil ke Roma, sampai akhirnya dihukum oleh inquisitor (Intelejen Gereja) dengan
dicukil matanya. Yang berkembang dalam kasus ini tak lain dari pada observasi empiris,
sebuah metode yang sangat sentral bagi perkembangan sains modern, tetapi hal ini bertolak
belakang dari keimanan gereja. Pemikiran manusia pada Abad Pertengahan mendapat
doktrinasi dari gereja. Hidup seseorang selalu dikaitkan dengan tujuan akhir (ekstologi).
Kehidupan manusia pada hakekatnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka tujuan
hidup manusia adalah mencari keselamatan. Pemikiran tentang ilmu pengetahuan banyak
diarahkan kepada theology. Pemikiran filsafat berkembang sehingga lahir filsafat scholastik
yaitu suatu gerakan filsafat yang dilandasi pada theologi dan untuk alat pembenaran agama.
Renaissance muncul dari timbulnya kota-kota dagang yang makmur akibat perdagangan,
mengubah perasaan pesimistis (zaman Abad Pertengahan) menjadi optimistis. Hal ini juga
menyebabkan dihapuskannya sistem stratifikasi sosial masyarakat agraris yang feodalistik.
Timbul kemauan untuk melepaskan diri dari ikatan feodal menjadi masyarakat yang bebas.
Termasuk kebebasan untuk melepaskan diri dari ikatan agama, sehingga menemukan
kemandirian demi kemajuan. Antroposentrisme menjadi pandangan hidup dengan humanisme
sebagai arus utama pemikiran filosofi. Selain itu adanya dukungan dari keluarga saudagar
kaya semakin menggelorakan semangat Renaissance menjadi menyebar ke seluruh Italia dan
Eropa.
Renaissance lahir sekitar abad ke 15-16 M, tatkala kaum intelektual, politik, dan
seniman di daratan Eropa serentak bertekad untuk mengadakan suatu gerakan pembaharuan
yang menginginkan kebebasan berpikir untuk merubah doktrin agama yang dirasakan sangat
mengekang kemerdekaan batin. Perkembangan pertama renaissans terjadi di kota Firenze.
Keluarga Medici yang memiliki masalah dengan sistem pemerintahan kepausan menjadi
penyokong keuangan dengan usaha perdagangan di wilayah Mediterania. Hal ini membuat
para intelektual dan seniman memiliki kebebasan dan mendapatkan perlindungan dari
serangan gereja. Keleluasaan ini didukung oleh tidak adanya kekuasaan dominan di Firenze.
Kota ini dipengaruhi oleh bangsawan dan pedagang. Dari sini, kemudian renaissance
menjalar ke daratan Eropa lainnya. Adapun sebab utama lahirnya renaissance adalah karena
keterkejutan orang-orang Eropa menyaksikan ambruknya imperium Romawi Timur oleh
kaum Muslimin, terutama dengan peristiwa jatuhnya Konstantinopel yang menghasilkan
penaklukan Kerajaan Turki atas Romawi Timur (Byzantium) pada tahun 1453 M. Romawi
Timur (Byzantium) adalah Kerajaan Eropa yang besar, perkasa dan termaju. Lambang
supremasi Kaum Nasrani Eropa. Kemegahan gereja Eropa untuk sebagian besar diandalkan
kepada Byzantium. Jatuhnya kekaisaran Byzantium atau Romawi Timur di Konstantinopel
membangkitkan semangat Eropa. Sebelumnya mereka hampir putus asa setelah mengalami
serangan bangsa Mongol atas Konstantinopel, menelan pahitnya kekalahan mereka dengan
dikuasainya Spanyol dan Portugal oleh umat Islam, lalu menyusul penaklukan kaum
Muslimin atas negeri-negeri Bulgaria, Yugoslavia, Rumania dan seluruh Balkan oleh
kekhalifahan Islam.

Sumber: Saifullah. 2014. Renaissance dan Humanisme Sebagai Jembatan Lahirnya Filsafat
Modern. Jurnal Ushuluddin Vol. 22 No. 2

10. Lahirnya zaman Renaissance ini menimbulkan adanya pendapat bahwa rasio manusia
tidak lagi dapat dilihat sebagai suatu penjelmaan dari rasio Tuhan. Rasio manusia terlepas dari
ketertiban ke-Tuhanan dan rasio manusia yang berdiri sendiri ini merupakan sumber satu-
satunya dari hukum. Pemikiran ini nampak jelas dikumandangkan oleh para penganut hukum
alam yang rasionalistis maupun juga penganut paham positivisme hukum, yang menganggap
unsur logika manusia merupakan unsur penting dalam pembentukan hukum. Zaman modern
menempatkan posisi manusia secara lebih mandiri. Dengan rasionya, manusia dapat
menentukan apa yang terbaik untuk dirinya. Para filsuf pelopor zaman ini merasa jenuh
dengan pembicaraan tentang hukum abadi yang berasal dari Tuhan, seperti yang dikemukakan
William Occam bahwa pengetahuan tentang hukum abadi dari Tuhan itu ada di luar
jangkauan rasio manusia.
Sumber :( Hudi, E. d. (n.d.). Filsafat Hukum. (H. d. Adinda, Ed.) Semarang: Badan Penerbit
STIEPARI Press).

Anda mungkin juga menyukai