1. Sejarah
sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة, šajaratun) yang artinya pohon.
Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh ()تاريخ. Adapun kata tarikh dalam bahasa
Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada
bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris
menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut
adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.
Sejarah adalah penelitian dan penyelidikan secara bersistem keseluruhan peristiwa dan
perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau.
Moh. Yamin
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa
yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
Patrick Gardiner
Sejarah adalah ilmu yang mempelajari apa yang telah diperbuat oleh manusia.
ERA ABAD PRASEJARAH
1. Zaman batu eropa
2. Zaman muda batu eropa
3. Zaman perunggu eropa
4. Zaman besi eropa
2. Romawi Kuno
Kebudayaan Romawi kuno yang ditandai dengan bentuk pemerintahan republik.
Periode Republik Romawi dimulai dari penggulingan Kerajaan Roma (ca. 509
SM), dan diikuti oleh berbagai perang saudara. Pada masa Republik Romawi
pula terjadi perang terkenal yang bernama Perang Punic antara Republik
Romawi dengan Kekaisaran Kartago. Kapan tepatnya Republik Romawi berakhir
masih belum disetujui oleh para sejarawan, tergantung definisi yang digunakan.
Sebagian sejarawan mengusulkan penunjukan Julius
Caesar sebagai diktator seumur hidup pada 44 SM, dan sebagian lainnya
mengusulkan Pertempuran Actium (2 September 31 SM), dan sebagian lainnya
mengusulkan pemberian kekuasaan penuh bagi Octavianus pada 16 Januari 27
SM sebagai tanggal berakhirnya Republik Romawi dan berdirinya Kekaisaran
Romawi.
3. Kekaisairan Romawi
Kekaisaran Romawi (bahasa Latin: Imperium Romanum) adalah periode pasca-
Republik dari peradaban Romawi kuno, dicirikan dengan pemerintahan yang
dipimpin oleh kaisar, dan kepemilikan wilayah kekuasaan yang luas di
sekitar Laut Tengah di Eropa, Afrika, dan Asia. Republik berusia 500 tahun yang
mendahuluinya telah melemah dan tidak stabil akibat serangkaian perang
saudara dan konflik politik, ketika Julius Caesar dinobatkan
sebagai diktator seumur hidup dan kemudian dibunuh pada tahun 44 SM. Perang
saudara dan pengeksekusian terus berlangsung, yang berpuncak pada
kemenangan Oktavianus, putra angkat Caesar, atas Mark
Antony dan Kleopatra dalam Pertempuran Actium serta ditaklukkannya Mesir.
Setelah peristiwa-peristiwa di atas, kekuasaan Oktavianus menjadi tak
tergoyahkan dan pada tahun 27 SM, Senat Romawi secara resmi
memberinya kekuasaan penuh dan gelar baru Augustus, yang secara efektif
menandai berakhirnya Republik Romawi.
4. Periode Helenistik
Periode Helenistik atau era Helenistik adalah masa yang berlangsung setelah
penaklukan Aleksander Agung. Istilah ini dikemukakan oleh sejarawan J. G.
Droysen. Pada masa ini, pengaruh budaya dan kekuasaan Yunani mencapai
pada puncaknya di Eropa dan Asia. Masa ini kadang disebut masa transisi, atau
bahkan disebut masa kemunduran,[1] antara Zaman Klasik yang brilian dan
kebangkitan Kekaisaran Romawi. Periode ini dimulai setelah kematian
Aleksander pada tahun 323 SM dan berakhir ketika Republik
Romawi menaklukan daratan Yunani pada tahun 146 SM; atau ketika negara
penerus Aleksander yang terakhir mengalami kejatuhan, yaitu Kerajaan
Ptolemaik di Mesir pada tahun 31/30 SM, dalam Pertempuran Actium.[2] Periode
Helenistik dicirikan dengan adanya gelombang baru koloni-koloni yang didirikan
oleh kota-kota dan kerajaan-kerajaan Yunani di Asia dan Afrika.[3]
5. Gereja Pertama
Gereja perdana, jemaat perdana, Kekristenan mula-mula, atau Kekristenan
perdana merujuk pada Kekristenan pada masa antara penyaliban Yesus (sekitar
tahun 30 Masehi) dan Dewan Nicaea Pertama (325 Masehi) pada abad ke-4 M.
Sumber sejarah utama mengenai Kekristenan pada abad pertama (Era
Apostolik) adalah kitab Kisah Para Rasul. Pada mulanya, Gereja Kristen terpusat
di Yerusalem, dan salah satu pemimpinnya adalah Yakobus dari Yerusalem,
yang adalah adik Yesus, dan mati sebagai martir pada sekitar tahun 62 Masehi.
Setelah Amanat Agung diberikan, Para Rasul (termasuk Rasul Paulus) kemudian
melaksanakan aktivitas misionaris menyebarkan Kekristenan ke kota-kota di
seluruh wilayah dunia Helenistik, seperti Aleksandria, Antiokhia, Roma, serta ke
luar Kerajaan Roma.
6. Kekristenan_pada_Abad_Kuno_Akhir
Kekristenan pada zaman Kekaisaran Romawi Kristen, sebuah periode dari
kebangkitan Kekristenan di bawah Kaisar Konstantinus (sekitar 313),
sampai Kejatuhan Kekaisaran Romawi Barat (sekitar 476). Akhir periode tersebut
beragam karena transisi menuju periode sub-Romawi terjadi bertahap dan pada
masa yang berbeda di wilayah yang berbeda. Tangga yang paling umum
diterima sebagai akhir Kekristenan Abad Kuno Akhir adalah akhir abad ke-6 dan
penaklukan kembali di bawah Yustinianus (berkuasa 527-565) dari Kekaisaran
Bizantium, meskipun tanggal yang paling tradisional adalah tahun 476, tahun
dimana Odoacer menggulingkan Romulus Augustus, yang secara tradisional
dianggap sebagai kaisar barat yang terakhir.Kekristenan awalnya mulai
menyebar dari Yudea Romawi tanpa dukungan atau dorongan negara. Agama
tersebut menjadi agama negara Armenia pada 301 atau 314, Ethiopia pada 325,
dan Georgia pada 337. Dengan Edik Tesalonika
7. Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat
Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat (juga disebut Keruntuhan Kekaisaran
Romawi atau Keruntuhan Roma) adalah masa ketika Kekaisaran Romawi
Barat terpecah menjadi beberapa negara. Pada tahun 117, Kekaisaran Romawi
masih berada pada puncak kejayaannya. Namun, semenjak tahun 376, Romawi
Barat mulai melemah akibat meletusnya Perang Goth (376–382) dan serangan
suku-suku barbar lainnya. Pada tahun 395, setelah berhasil memenangkan dua
perang saudara yang memporakporandakan kekaisaran, Kaisar Theodosius
I meninggal dunia. Penerusnya membagi kekaisaran menjadi dua, dan keduanya
merupakan pemimpin yang tidak cakap. Pada tahun 476, ketika Odoacer berhasil
menjatuhkan Kaisar Romawi Barat terakhir Romulus Augustulus, sang kaisar
tidak lagi memiliki kekuatan politik, militer ataupun finansial, dan juga tidak dapat
mengendalikan wilayah-wilayah Romawi Barat karena sudah direbut oleh suku-
suku Barbar. Walaupun pengaruh budaya Kekaisaran Romawi Barat masih dapat
dirasakan hingga saat ini, kekaisaran ini tidak pernah dapat bangkit lagi.
8. Islam
Muhammad[7] (bahasa Arab: ;محمدlahir di Mekkah, 570 – meninggal di Madinah, 8
Juni 632)[8] adalah seorang nabi dan rasul terakhir bagi umat Muslim.
[9]
Muhammad memulai penyebaran ajaran Islam untuk seluruh umat manusia
dan mewariskan pemerintahan tunggal Islam. Muhammad sama-sama
menegakkan ajaran tauhid untuk mengesakan Allah sebagaimana yang
dibawa nabi dan rasul sebelumnya.[10]
Lahir pada tahun 570 M di Mekkah, ayahnya bernama Abdullah dan Ibunya
bernama Aminah. Ayah Muhammad meninggal dunia ketika Muhammad berusia
2 bulan dalam perut ibunya, dan ibunya meninggal dunia ketika Muhammad
berusia 6 tahun. Setelah yatim piatu, Muhammad dibesarkan di bawah asuhan
kakeknya Abdul Muthalib sampai berusia 8 tahun, kemudian Muhammad diasuh
oleh pamannya Abu Thalib selama hampir 40 tahun.
Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan
perlintasan perdagangan dalam Jalur sutra yang menghubungkan antara Indo
Eropa dengan kawasan Asia di timur.[84] Kebanyakan orang Arab merupakan
penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-
agama Kristen dan Yahudi.[85] Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab
ketika itu,[86] karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka,
telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah.[87] Masyarakat ini disebut
pula jahiliyah, artinya bodoh, bukan dalam hal intelegensia namun dalam
pemikiran moral.[88] Warga Quraisy adalah masyarakat yang suka berpuisi, dan
menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan di saat berkumpul di tempat-tempat
ramai.[89]
Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaannya di bawah
pemerintahan Suleiman Al-Qanuni, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu
negara terkuat di dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang
mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara,
dan Tanduk Afrika.[11]
Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara
vasal, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan
sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.[dn 5]
Dengan Konstantinopel sebagai ibu kotanya dan kekuasaannya atas wilayah yang
luas di sekitar cekungan Mediterania, Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat
interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Kesultanan ini
bubar pasca Perang Dunia I, tepatnya pada 1 November 1922. Pembubarannya
berujung pada kemunculan rezim politik baru di Turki, serta
pembentukan Balkan dan Timur Tengah yang baru.[12]
Setelah penaklukkan Mesir oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III
menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan
penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara
Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin dunia Islam secara simbolis. Setelah
Kesultanan Utsmaniyah dibubarkan, Wangsa Utsmaniyah sempat mempertahankan
status mereka sebagai khalifah selama beberapa saat sampai kekhalifahan juga
dibubarkan pada 3 Maret 1924.
6. Imperium Portugal
Imperium Portugal (nama lain : Ultramar Português) adalah
imperium kolonial Eropa modern yang berdiri paling awal dan terlama, hampir enam
abad, dari penguasaan Ceuta tahun 1415 hingga penyerahan Makau tahun 1999.
Penjelajahan Portugis dimulai dengan menjelajahi pantai Afrika tahun 1419, yang
meliputi perkembangan terakhir dalam navigasi, kartografi dan teknologi maritim
seperti karavel, dan mereka menemukan jalur laut untuk mencari keuntungan dari
sumber perdagangan rempah-rempah. Tahun 1488, Bartolomeu
Dias mengelilingi Tanjung Harapan, dan tahun 1498, Vasco da Gama mencapai
India. Tahun 1500, dengan penemuan kebetulan di pantai Amerika Selatan untuk
beberapa, dengan desain mahkota rahasia untuk lainnya, Pedro Álvares
Cabral menemukan dan memimpin untuk penetapan koloni Brasil. Lebih dari satu
dasawarsa berikutnya, pelaut Portugis melanjutkan penjelajahan pantai-pantai dan
pulau Asia Timur, mendirikan benteng dan pos perdagangan ketika mereka pergi.
Tahun 1571, hubungan surat menghubungkan Lisboa hingga Nagasaki: imperium
telah menjadi sangat mendunia, dan membawa proses kekayaan melimpah
terhadap Portugal.
Akhir dari Imperium Portugal ditandai dengan Dekolonisasi Afrika dan Revolusi
Anyelir tahun 1974. Menyebabkan wilayah koloni yang tersisa memerdekakan diri.
7. Imperium Spanyol
imperium Spanyol ialah salah satu imperium terbesar dalam sejarah dan salah satu
imperium global pertama.
Pada abad ke-15 dan 16, Spanyol adalah pusat eksplorasi global, ekspansi kolonial,
dan pembukaan jalur perdagangan seberang lautan di Eropa, dengan perdagangan
melintasi Samudera Atlantik antara Spanyol dan Amerika dan sepanjang Samudera
Pasifik antara Asia-Pasifik dan Meksiko melalui Filipina.
Para conquistador menghancurkan peradaban Aztek, Maya, dan Inka, dan banyak
mengambil tanah di Amerika Utara dan Selatan. Dalam suatu waktu, Imperium
Spanyol mendominasi samudera dengan Angkatan Lautnya yang berpengalaman
dan menguasai Eropa dengan pasukan terlatihnya. Spanyol menikmati abad
keemasan pada abad ke-16 dan 17.
8. Imperium Britania
Imperium Britania (bahasa Inggris: British Empire) adalah
suatu imperium kekuasaan yang terdiri dari wilayah-
wilayah koloni, protektorat, mandat, dominion dan wilayah lain yang pernah
diperintah atau dikuasai oleh Britania Raya. Imperium Britania dimulai pada akhir
abad ke-16 sejalan dengan berkembangnya kekuatan Angkatan Laut Britania
Raya dan merupakan imperium yang paling luas dalam sejarah dunia serta pada
suatu periode tertentu pernah menjadi kekuatan utama di dunia.[1] Pada tahun 1922,
Imperium Britania mencakup populasi sekitar 458 juta orang, kurang lebih seperlima
populasi dunia pada waktu itu,[2] yang membentang seluas lebih dari
33700000 km2 (13012000 sq mi), atau sekitar seperempat luas total bumi.[3][4]
Akibatnya, pengaruh Britania Raya, terutama Inggris, melekat kuat di seantero dunia:
dalam praktik ekonomi, hukum dan sistem
pemerintahan, masyarakat, olahraga (seperti kriket dan sepak bola), serta
penggunaan bahasa Inggris. Imperium Britania pada suatu masa pernah dijuluki
sebagai "kerajaan tempat Matahari tak pernah tenggelam" karena wilayahnya
membentang sepanjang bola dunia dan dengan demikian Matahari selalu bersinar,
paling tidak di salah satu dari begitu banyak koloninya.
Selama Zaman Penjelajahan pada abad ke-15 dan
16, Portugal dan Spanyol memelopori penjelajahan maritim Eropa ke berbagai
belahan dunia sekaligus mendirikan wilayah koloni. Iri melihat keberhasilan dan
kejayaan yang mereka peroleh, Inggris, Prancis dan Belanda mulai membentuk
koloni dan jaringan perdagangan mereka sendiri di Amerika dan Asia.[5] Serangkaian
kemenangan dalam peperangan pada abad ke-17 dan 18 dengan Prancis dan
Belanda membuat Inggris (kemudian bernama Britania Raya setelah bersatu
dengan Skotlandia pada tahun 1707) memperoleh wilayah-wilayah koloni yang
dominan di India dan Amerika Utara. Lepasnya Tiga Belas Koloni Britania di Amerika
Utara pada tahun 1787 setelah perang kemerdekaan membuat Britania kehilangan
wilayah koloninya yang paling tua dan paling padat penduduknya.
Lepasnya Amerika Utara membuat perhatian Britania beralih ke wilayah-wilayah
koloni di Afrika, Asia dan Pasifik. Setelah kekalahan Napoleon Prancis pada tahun
1815, Britania berkesempatan untuk memperluas imperiumnya ke seantero dunia
dan menjadi negara imperialis paling berjaya dan tak tertandingi pada waktu itu.
Beberapa wilayah koloninya dijadikan sebagai koloni imigran kulit putih dan
beberapa di antaranya dijadikan sebagai wilayah dominion.
Kebangkitan Jerman dan Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 turut menyebabkan
pudarnya kejayaan Britania. Ketegangan militer dan ekonomi antara Britania Raya
dan Jerman adalah penyebab utama Perang Dunia I, ketika Britania sangat
bergantung pada imperiumnya.
Perang tersebut telah menyebabkan hancurnya sistem keuangan Britania dan
walaupun Britania masih merupakan negara dengan wilayah jajahan terluas setelah
Perang Dunia I, Britania tidak lagi menjadi pemimpin perekonomian dan militer di
dunia. Perang Dunia II menyebabkan sebagian besar koloni Britania di Asia
Tenggara diduduki oleh Jepang. Meskipun pada akhirnya Britania
dan Sekutu berhasil memenangkan Perang Dunia II, perang ini turut berdampak
pada semakin sempitnya wilayah imperium Britania. Dua tahun setelah perang
berakhir, India—koloni Britania yang paling berharga—memperoleh
kemerdekaannya.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, sebagai akibat dari
gerakan dekolonisasi negara-negara terjajah, Britania memberi kemerdekaan pada
sebagian besar koloninya. Proses dekolonisasi ini berakhir dengan
diserahkannya Hong Kong ke tangan Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1997.
Empat belas koloni Britania yang masih tersisa (disebut dengan Wilayah Seberang
Laut Britania) tetap berada di bawah kedaulatan Britania Raya. Setelah
kemerdekaan, banyak bekas koloni Britania yang bergabung dengan Negara-Negara
Persemakmuran, yaitu suatu persatuan secara sukarela yang melibatkan negara-
negara berdaulat yang didirikan atau pernah dijajah oleh Britania Raya.
9. Abad Pencerahan
Abad Pencerahan atau Zaman Pencerahan atau Masa Pencerahan (bahasa
Inggris: Age of Enlightenment ; bahasa Jerman: Aufklärung) adalah gerakan
intelektual dan filosofis yang mendominasi Eropa pada abad ke-17 dan ke-
18. [1] Abad Pencerahan ditandai dengan kemunculan serangkaian gagasan yang
berfokus pada nilai kebahagiaan manusia, pencarian pengetahuan yang diperoleh
melalui penalaran akal dan observasi dengan panca indra, dan cita-cita ideal
seperti kebebasan, kemajuan, toleransi, persaudaraan, pemerintahan konstitusional,
dan pemisahan gereja dengan negara. [2] [3]
Masa Pencerahan berakar pada gerakan intelektual dan ilmiah Eropa yang dikenal
sebagai humanisme renaisans yang didahului oleh Revolusi Ilmiah dan karya-karya
ilmiah seperti dihasilkan oleh Francis Bacon. Dimulainya Abad Pencerahan juga
dikaitkan dengan waktu penerbitan karya René Descartes yang berjudul Discourse
on the Method pada tahun 1637, yang di dalamnya menampilkan diktumnya yang
terkenal, Cogito, ergo sum ("Saya berpikir, maka saya ada"). Sebagian juga
mengutip publikasi Isaac Newton Principia Mathematica (1687) sebagai puncak dari
Revolusi Ilmiah dan awal Abad Pencerahan. Sejarawan Eropa secara tradisional
mencatat permulaannya dengan kematian Louis XIV dari Perancis pada tahun 1715
dan berakhir dengan pecahnya Revolusi Perancis pada tahun 1789. Banyak juga
sejarawan yang menetapkan akhir Abad Pencerahan pada awal abad ke-19, dengan
tahun terakhir yang diusulkan adalah kematian Immanuel Kant pada tahun 1804.
Para filsuf dan ilmuwan pada masa itu menyebarkan gagasan mereka secara luas
melalui pertemuan di akademi-akademi ilmiah, pondok-pondok Masonik, salon-salon
sastra, kedai kopi dan juga dalam bentuk buku cetak, jurnal, dan pamflet. Ide-ide
Pencerahan mengikis otoritas absolut monarki dan Gereja Katolik dan membuka
jalan bagi revolusi politik yang terjadi di abad ke-18 dan ke-19. Berbagai gerakan
abad ke-19, termasuk liberalisme, komunisme, dan neoklasikisme, mempunyai
warisan intelektual mereka hingga Masa Pencerahan. [4]
Di Prancis, doktrin utama para filsuf Abad Pencerahan adalah kebebasan
individu dan toleransi beragama, konsep-konsep yang bertentangan dengan monarki
absolut dan dogma-dogma Gereja. Abad Pencerahan ditandai dengan pengakuan
pada metode ilmiah dan reduksionisme, seiring dengan meningkatnya skeptisisme
terhadap ortodoksi agama—suatu fenomena yang dibahas dalam esai Immanuel
Kant Menjawab Pertanyaan: Apa Itu Pencerahan, esai yang memuat frasa Sapere
aude (Beranilah untuk tahu atau beranilah untuk menjadi bijaksana).
ABAD MODERN
1. Revolusi Industri
Revolusi Industri terjadi pada periode antara tahun 1760-1850 di mana terjadinya
perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan,
transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia.[1] Revolusi ini menyebabkan terjadinya
perkembangan besar-besaran yang terjadi pada semua aspek kehidupan manusia.
Singkatnya, revolusi industri adalah masa dimana pekerjaan manusia di berbagai
bidang mulai digantikan oleh mesin.[2] Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan
kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar
ke seluruh dunia.[3]
Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, hampir
setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh Revolusi Industri, khususnya
dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-rata yang
berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad setelah
Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat
lebih dari enam kali lipat. Seperti yang dinyatakan oleh pemenang Hadiah
Nobel, Robert Emerson Lucas, bahwa: "Untuk pertama kalinya dalam sejarah,
standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan. Perilaku
ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya".[4]
Inggris memberikan landasan hukum dan budaya yang memungkinkan para
pengusaha untuk merintis terjadinya Revolusi Industri.[5] Faktor kunci yang turut
mendukung terjadinya Revolusi Industri antara lain: (1) Masa perdamaian dan
stabilitas yang diikuti dengan penyatuan Inggris dan Skotlandia, (2) tidak ada
hambatan dalam perdagangan antara Inggris dan Skotlandia, (3) aturan hukum
(menghormati kesucian kontrak), (4) sistem hukum yang sederhana yang
memungkinkan pembentukan saham gabungan perusahaan (korporasi), dan (5)
adanya pasar bebas (kapitalisme).[6]
Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18, di mana terjadinya peralihan dalam
penggunaan tenaga kerja di Inggris yang sebelumnya menggunakan tenaga hewan
dan manusia, yang kemudian digantikan oleh penggunaan mesin yang berbasis
menufaktur.[7] Periode awal dimulai dengan dilakukannya mekanisasi terhadap
industri tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan
batubara. Ekspansi perdagangan turut dikembangkan dengan dibangunnya terusan,
perbaikan jalan raya dan rel kereta api.[8] Adanya peralihan dari perekonomian yang
berbasis pertanian ke perekonomian yang berbasis manufaktur menyebabkan
terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota, dan pada
akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar di Inggris.[9]
Awal mula Revolusi Industri masih diperdebatkan. T.S. Ashton menulisnya kira-kira
1760-1830.[10] Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri II pada sekitar tahun
1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan
perkembangan kapal tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut
perkembangan mesin pembakaran dalam dan perkembangan pembangkit tenaga
listrik.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya Revolusi Industri adalah terjadinya revolusi
ilmu pengetahuan pada abad ke-16 dengan munculnya para ilmuwan seperti Francis
Bacon, René Descartes, Galileo Galilei.[11] Disamping itu, disertai adanya
pengembangan riset dan penelitian dengan pendirian lembaga riset seperti The
Royal Improving Knowledge, The Royal Society of England, dan The French
Academy of Science. Adapula faktor dari dalam seperti ketahanan politik dalam
negeri, perkembangan kegiatan wiraswasta, jajahan Inggris yang luas dan kaya akan
sumber daya alam.
Istilah "Revolusi Industri" sendiri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-
Auguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Beberapa sejarawan abad ke-20
seperti John Clapham dan Nicholas Crafts berpendapat bahwa proses perubahan
ekonomi dan sosial yang terjadi secara bertahap dan revolusi jangka panjang adalah
sebuah ironi.[12][13] Produk domestik bruto (PDB) per kapita negara-negara di dunia
meningkat setelah Revolusi Industri dan memunculkan sistem
ekonomi kapitalis modern.[14] Revolusi Industri menandai dimulainya era pertumbuhan
pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi kapitalis.[15] Revolusi Industri
dianggap sebagai peristiwa paling penting yang pernah terjadi dalam sejarah
kemanusiaan sejak domestikasi hewan dan tumbuhan pada masa Neolitikum.
2. Revolusi Prancis
(bahasa Prancis: Révolution française; 1789–1799), adalah suatu periode
sosial radikal dan pergolakan politik di Prancis yang memiliki dampak abadi
terhadap sejarah Prancis, dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan.
Revolusi ini merupakan salah satu dari revolusi besar dunia yang mampu mengubah
tatanan kehidupan masyarakat.[1] Monarki absolut yang telah memerintah Prancis
selama berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun. Rakyat Prancis mengalami
transformasi sosial politik yang epik; feodalisme, aristokrasi, dan monarki
mutlak diruntuhkan oleh kelompok politik radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan,
dan oleh masyarakat petani di perdesaan.[2] Ide-ide lama yang berhubungan dengan
tradisi dan hierarki monarki, aristokrat, dan Gereja Katolik digulingkan secara tiba-
tiba dan digantikan oleh prinsip-prinsip baru; Liberté, égalité, fraternité (kebebasan,
persamaan, dan persaudaraan). Ketakutan terhadap penggulingan menyebar pada
monarki lainnya di seluruh Eropa, yang berupaya mengembalikan tradisi-tradisi
monarki lama untuk mencegah pemberontakan rakyat. Pertentangan antara
pendukung dan penentang Revolusi terus terjadi selama dua abad berikutnya.
Di tengah-tengah krisis keuangan yang melanda Prancis, Louis XVI naik takhta pada
tahun 1774. Pemerintahan Louis XVI yang tidak kompeten semakin menambah
kebencian rakyat terhadap monarki. Didorong oleh sedang berkembangnya
ide Pencerahan dan sentimen radikal, Revolusi Prancis pun dimulai pada tahun 1789
dengan diadakannya pertemuan Etats-Généraux pada bulan Mei. Tahun-tahun
pertama Revolusi Prancis diawali dengan diproklamirkannya Sumpah Lapangan
Tenis pada bulan Juni oleh Etats Ketiga, diikuti dengan serangan terhadap
Bastille pada bulan Juli, Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara pada bulan
Agustus, dan mars kaum wanita di Versailles yang memaksa istana kerajaan pindah
kembali ke Paris pada bulan Oktober. Beberapa tahun kedepannya, Revolusi Prancis
didominasi oleh perjuangan kaum liberal dan sayap kiri pendukung monarki yang
berupaya menggagalkan reformasi.
Sebuah negara republik didirikan pada bulan Desember 1792 dan Raja Louis XVI
dieksekusi setahun kemudian. Perang Revolusi Prancis dimulai pada tahun 1792 dan
berakhir dengan kemenangan Prancis secara spektakuler. Prancis berhasil
menaklukkan Semenanjung Italia, Negara-Negara Rendah, dan sebagian besar
wilayah di sebelah barat Rhine – prestasi terbesar Prancis selama berabad-abad.
Secara internal, sentimen radikal Revolusi berpuncak pada naiknya
kekuasaan Maximilien Robespierre, Jacobin, dan kediktatoran virtual oleh Komite
Keamanan Publik selama Pemerintahan Teror dari tahun 1793 hingga 1794. Selama
periode ini, antara 16.000 hingga 40.000 rakyat Prancis tewas.[3] Setelah jatuhnya
Jacobin dan pengeksekusian Robespierre, Direktori mengambilalih kendali negara
pada 1795 hingga 1799, lalu ia digantikan oleh Konsulat di bawah
pimpinan Napoleon Bonaparte pada tahun 1799.
Revolusi Prancis telah menimbulkan dampak yang mendalam terhadap
perkembangan sejarah Modern. Pertumbuhan republik dan demokrasi liberal,
menyebarnya sekularisme, perkembangan ideologi modern, dan penemuan
gagasan perang total adalah beberapa warisan Revolusi Prancis.[4] Peristiwa
berikutnya yang juga terkait dengan Revolusi ini adalah Perang Napoleon, dua
peristiwa restorasi monarki terpisah; Restorasi Bourbon dan Monarki Juli, serta dua
revolusi lainnya pada tahun 1834 dan 1848 yang melahirkan Prancis modern.
o Sains
Setelah kekalahan di Perang Salib, perkembangan teknologi dan sains
di Eropa justru berkembang pesat seiring berakhirnya fase Abad Gelap
dan digantikan dengan Renaisans alias Abad Pencerahan sejak abad
ke-15 M. Selain itu, kekalahan Perang Salib membuat bangsa-bangsa
Eropa menyadari kekurangan mereka dalam hal teknologi dan ilmu
pengetahuan. Pada masa-masa itu, muncul teori heliosentrisme yang
diperkenalkan oleh Nicolas Copernicus dan Galileo Galilei.
Pembuktian-pembuktian bahwa bumi berbentuk bulat, dan mempunyai
orbit yang mengelilingi matahari dapat dilakukan setelah ilmu
astronomi ditemukan dan berkembang.
o Semangat 3G
Pada akhirnya, penjelajahan samudera yang dilakukan bangsa-bangsa
Eropa disertai semangat 3G, yakni gold (kekayaan), glory (kejayaan),
dan gospel (menyebarkan agama Nasrani). Gold berarti keinginan
memperoleh kekayaan di wilayah-wilayah baru yang ditemukan.
Kekayaan yang dieksploitasi dari daerah baru itu kemudian digunakan
untuk kepentingan kerajaan/negara imperialis Glory diartikan sebagai
kejayaan atau untuk menguasai wilayah yang didatangi dan dijadikan
sebagai koloni. Indonesia, misalnya, pernah cukup lama menjadi
jajahan Belanda. Gospel merupakan misi menyebarkan ajaran Nasrani
(Kristen Katolik dan Kristen Protestan). Misionaris bangsa-bangsa
Eropa menyebarkan agamanya di wilayah-wilayah baru yang mereka
datangi.
1. Portugis
Portugis menjadi bangsa Eropa pertama yang berlayar hingga ke
Kepulauan Nusantara. Alfonso de Albuqueque memimpin sekitar 18
kapal yang mengangkut 1.200 orang. Rombongan Portugis ini
menaklukkan Malaka pada 1511, lalu menyasar Maluku pada 1512.
Dari sini, sejarah kolonialisasi di Indonesia bermula.
2. Kolonialisasi Spanyol – inggris – prancis
3. Belanda
Mulai tahun 1602 Kongsi dagang VOC yang didirikan di Republik
Persekutuan Tujuh Provinsi bersaing dengan kerajaan Portugal dan
Kerajaan Spanyol dalam dominasi perdagangan rempah di Hindia Timur
(Nusantara), secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini
adalah Indonesia, dengan memanfaatkan Perselisihan dan perpecahan di
antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. VOC
berhasil mengeliminasi Kongsi dagang EIC yang didirikan oleh
kerajaan Inggris yang bertahan di bengkulu hingga 1824, satu-satunya koloni
Portugal yang masih bertahan hingga abad 20 adalah Timor Portugis, yang
tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi
Indonesia bernama Timor Timur.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan
Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische
Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap
perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen
Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini
bernama Jakarta.
Kongsi Dagang VOC dan dilanjutkan oleh pemerintah kolonial Belanda
mendominasi Indonesia selama hampir 350 tahun (antara 1602 dan 1945),
kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia
dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda (perpanjangan
dari perang Napoleonik di Eropa) dan masa penjajahan Jepang pada
masa Perang Dunia II. Pada masa penguaasaan VOC terhadap nusantara
banyak penduduk di nusantara menderita akibat monopoli, peperangan dan
pajak dari VOC, salah satu perusahaan terbuka yang terbesar dalam sejarah,
Setelah VOC bangkrut pada 1799 dan aset-asetnya di nusantara diambil alih
oleh kerajaan Belanda dalam bentuk pemerintahan kolonial, Belanda mulai
mengembangkan Hindia Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial
terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah
berlebihan karena banyak wilayah di Indonesia seperti Aceh dan Papua baru
ditaklukkan secara penuh oleh Belanda mendekati abad ke 20.
Tujuan utama VOC adalah
mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di
Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan
terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan
terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para
penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus
menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh
atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan
pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang
bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan
bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan
pemimpin Mataram dan Banten.
4. Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk
dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya,
Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan
langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari
kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa
di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara
karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama,
Soekarno.
5. Pendudukan Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan
kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat
memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer
Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh
penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari
penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana
seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di
daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka
mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan
hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan
Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme
perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara
baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis
Timur, dan seluruh wilayah Hindia Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman
Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran
tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
6. KEMERDEKAAN
Proklamasi kemerdekaan
Artikel utama: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Perang kemerdekaan
Artikel utama: Sejarah Indonesia (1945–1949) dan Revolusi Nasional
Indonesia
Teks Proklamasi
Demokrasi parlementer
Artikel utama: Sejarah Indonesia (1950–1959)
Demokrasi terpimpin
Artikel utama: Sejarah Indonesia (1959–1965)
PERGERAKAN MAHASISWA
1908
Budi Utomo (dalam ejaan van Ophuijsen: Boedi Oetomo)
adalah organisasi pemuda yang didirikan oleh Soetomo dan para mahasiswa School
tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), yaitu Goenawan
Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini digagas
oleh Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi,
dan budaya yang tidak bersifat Politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal
pergerakan yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, walaupun
pada awalnya organisasi ini hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa.
Saat ini tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional.[1]
Pada tahun 1907, Wahidin Sudirohusodo melakukan kunjungan ke STOVIA dan
bertemu dengan para mahasiswa yang masih bersekolah di sana. Lalu, ia
menyerukan gagasan pada mereka untuk membentuk organisasi yang dapat
mengangkat derajat bangsa.[3] Selain itu, Sudirohusodo juga ingin mendirikan
sebuah organisasi di bidang pendidikan yang bisa membantu biaya orang-orang
pribumi yang berprestasi dan mempunyai keinginan untuk bersekolah, tetapi
terhambat biaya. Gagasan ini menarik bagi para mahasiswa di sana,
terutama Soetomo, Gunawan Mangunkusumo, dan Soeradji Tirtonegoro.
[4]
Selanjutnya, Soetomo bersama dengan M. Soeradji mengadakan pertemuan
dengan mahasiswa STOVIA yang lain untuk membicarakan gagasan organisasi
yang disampaikan oleh Sudirohusodo. Acara itu berlangsung tidak resmi di Ruang
Anatomi milik STOVIA saat tidak ada jam pelajaran. Pertemuan tersebut membentuk
sebuah organisasi yang diberi nama "Perkumpulan Budi Utomo" sehingga Budi
Utomo pun berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta.[5]
Budi utomo pun menjadi awal sebuah era nasionalisme indonesia yang dikenal
dengan nama pergerakan nasional. Tokoh-tokoh yang tercatat sebagai pendiri Budi
Utomo terdiri dari sembilan orang, yaitu Mohammad Soelaiman, Gondo
Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, Raden Angka
Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, Raden Mas Goembrek dan M. Soewarno.
[4]
Saat masih didirikan di STOVIA, organisasi tersebut telah memiliki susunan
pengurus organisasi yang tertulis di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga organisasi tersebut. Pada masa itu, Sutomo menjadi Ketua dengan wakilnya,
yaitu Soelaiman. Pengurus lainnya terdiri dari Gondo Soewarno sebagai sekretaris I
dan Goenawan sebagai sekretaris II serta Bendahara yang dijabat oleh Angka. Sisa
pendiri lainnya menjabat sebagai komisaris. [6]
Seiring perkembangan waktu, Budi Utomo terus menambah anggota dan tokoh-
tokoh penting pergerakan Indonesia mulai bergabung, seperti Ki hadjar
dewantara, Tjipto Mangoenkoesomo, Tirto Adhi Soerjo, Pangeran Ario Noto
Dirodjo dan Raden Adipati Tirtokoesoemo.[4]
Berita berdirinya perkumpulan ini tersebar di surat kabar dan menimbulkan gerakan
untuk mendirikan kota cabang di kota para pendengar. Kantor-kantor cabang pun
didirikan di kota Magelang, Probolinggo dan Yogyakarta. Akan tetapi fenomena ini
mengancam status para pendiri perkumpulan tersebut, terutama Soetomo karena
Soetomo dianggap sebagai pemimpin kelompok pemberontakan terhadap Hindia
Belanda bersama dengan teman-teman pelajarnya. Atas dasar ini, Soetomo
terancam dikeluarkan dari STOVIA. Sebagai bentuk solidaritas, teman-temannya
ikut berjanji untuk keluar dari sekolah tersebut, jika Soetomo dikeluarkan. Akan
tetapi, Soetomo tidak jadi dikeluarkan karena mendapatkan pembelaan
dari Hermanus Frederik Roll yang menyampaikan pembelaan bahwa umur Soetomo
yang muda menjadi alasan sifat berapi-apinya sama seperti orang yang menuduh
Soetomo ketika mereka saat muda.[7] Pada bulan Juli 1908, Budi Utomo telah
mencapai anggota yang berjumlah 650 orang yang terdiri dari priayi berpangkat
1908[sunting | sunting sumber]
Boedi Oetomo, adalah suatu wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur
pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa
dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan
intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada kongres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan
perkumpulan: Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan
pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan Budi Oetomo sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan
bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai
kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah
mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah
satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool
di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi
Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan
diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih
mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama
baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang
melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang
beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische
Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama
ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain
sangat melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh
karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk
daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita dan pemandangan
umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode
sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan
mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia: generasi 1908,
dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan
dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat
melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang
membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
1928[sunting | sunting sumber]
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische
Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa
dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik
yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena
keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi
Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924
oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para
nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada
tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul
kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun
seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St.
Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV)
bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada
tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya
generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta
pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
1945[sunting | sunting sumber]
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan
kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang
menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan
memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa
Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang
jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan
pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan
membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden
kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan
dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih
untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda
lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar
dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama
Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang
menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah
tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa
menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan,
peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
1966[sunting | sunting sumber]
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, di
antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui
Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem
kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan
merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa kristen
Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai
Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Consentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis
Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi
dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi mahasiswa
independen secara organisatoris, dan lain-lain.
Di antara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai
salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi
dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan jauh lebih berusaha memengaruhi PPMI,
kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu
karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan
juga GMNI-khususnya setelah Kongres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966
yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh
Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI,
HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-
organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa
(IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan
perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),
Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI),
dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam
perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66,
yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya
gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu
adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas
Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari
PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten
negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung
mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).
Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak
yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru.
1974[sunting | sunting sumber]
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika
generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang
dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an,
sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktik
kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:
1977-1978[sunting | sunting sumber]
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa
nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah
sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies
Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi
protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul
kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik
diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai
penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di
daerah-daerah, strategi dan hakikat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya
yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan
nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada
tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai
perguruan tinggi. Namun, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya
pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan
pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak
berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak
terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka
diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan
Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil.
Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah,
yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat
bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Gerakan bersifat nasional namun tertutup dalam kampus, Oktober 1977 [sunting | sunting
sumber]
Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja
namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor,
Ujungpandang (sekarang Makassar), dan Palembang. [1] 28 Oktober 1977, delapan ribu anak
muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!".
Besoknya, semua yang berteriak, raib ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat
perang. Namun, sekejap kembali tenteram.[2]
Peringatan Hari Pahlawan 10 November 1977, berkumpulnya mahasiswa
kembali[sunting | sunting sumber]
10 November 1977, di Surabaya dipenuhi tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada
Oktober 1977, giliran Kampus ITS Baliwerti beraksi. Dengan semangat pahlawan, berbagai
pimpinan mahasiswa se-Jawa hadir memperingati hari Pahlawan 1977. Seribu mahasiswa
berkumpul, kemudian berjalan kaki dari Baliwerti menuju Tugu Pahlawan.
Sejak pertemuan 28 Oktober di Bandung, ITS didaulat menjadi pusat konsentrasi gerakan di
front timur. Hari pahlawan dianggap cocok membangkitkan nurani yang hilang. Kemudian
disepakati pusat pertemuan nasional pimpinan mahasiswa di Surabaya.
Sementara di kota-kota lain, peringatan hari Pahlawan juga semarak. Di Jakarta, 6000
mahasiswa berjalan kaki lima kilometer dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju Salemba
(kampus UI), membentangkan spanduk,"Padamu Pahlawan Kami Mengadu". Juga dengan
pengawalan ketat tentara.
Acara hari itu, berwarna sajak puisi serta hentak orasi. Suasana haru-biru, mulai membuat
gerah. Beberapa batalyon tempur sudah ditempatkan mengitari kampus-kampus Surabaya.
Sepanjang jalan ditutup, mahasiswa tak boleh merapat pada rakyat. Aksi mereka dibungkam
dengan cerdik.
Konsolidasi berlangsung terus. Tuntutan agar Soeharto turun masih menggema jelas,
menggegerkan semua pihak. Banyak korban akhirnya jatuh. Termasuk media-media nasional
yang ikut mengabarkan, dibubarkan paksa.
Pimpinan Dewan Mahasiswa (DM) ITS rutin berkontribusi pada tiap pernyataan sikap secara
nasional. Senat mahasiswa fakultas tak henti mendorong dinamisasi ini. Mereka bergerak satu
suara. Termasuk mendukung Ikrar Mahasiswa 1977. Isinya hanya tiga poin namun berarti.
"Kembali pada Pancasila dan UUD 45, meminta pertanggungjawaban presiden, dan bersumpah
setia bersama rakyat menegakan kebenaran dan keadilan".[2]
Peringatan Tritura 10 Januari 1978, dihentikannya gerakan oleh penguasa [sunting | sunting
sumber]
Peringatan 12 tahun Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal sekaligus
akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi. Dimulailah penyebaran benih-
benih teror dan pengekangan.
Sejak awal 1978, 200 aktivis mahasiswa ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung, sebagian
mereka diintimidasi lewat interogasi. Banyak yang dipaksa mengaku pemberontak negara.
Tentara pun tidak sungkan lagi masuk kampus. Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng
bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal.
Di UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah menjadi
medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara semena-mena dicopot dari
jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya yang keras kepala.
Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi Militer. Sepulang aksi
dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof
Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera
membubarkan aksi dan men-drop out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin ia
melindungi anak-anaknya.
Beberapa berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam proses
tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah yang aman dari daftar, mereka
tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan kampus masih panas, walau Para Rektor
berusaha menutupi, intelejen masih bisa membaca jelas.[2]
1990[sunting | sunting sumber]
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut
Setelah ada aksi mahasiswa di Yogyakarta yang bernama FKMY (Forum Komunikasi
Mahasiswa yogyakarya). Aksi tersebut adalah menuntut pencabutan NKK/BKk di depan
mendikbud Fuad Hasan saat membuka pameran purna tugas mengajar seniman Widayat di ISI
Yogyakarta. Adapaun FKMY sendiri adalah perwakilan mahasiswa dari ISI, Janabadra, UMY,
UGM, UII dan IAIN Sunan Kalijaga. Seperti aksi mahasiswa sebelumnya, aksi ini menjadi
pelopor gerakan mahasiswa paska 77/78 yang dimatikan dengan NKK/BKK oleh Mendikbud
Daoed Joesoef dan aksi tersebut dikavulkan NKK/BKK dibubarkan sebagai gantinya keluar
Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa
organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi
(SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK
tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun
dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa
yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk
menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan
kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi
karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari
pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan
bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai
perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan
alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis
serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan
mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali
mahasiswa pada tahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan
kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya
demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi
di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap
terlarang.
Pada tahun 1993 ditangkapnya 21 mahasiswa dari berbagai daerah karena melakukan aksi di
DPR/MPR dengan spanduk ungu "Seret Soeharto ke Sidang Istimewa" dan 21 Mahasiswa yang
mengatasnamaka FAMI (Front Aksi Mahasiswa Indonesia) mendapatkan pidana penjara dari 9
bulan samapai 3 tahun. Disitulah awal gerakan mahasiswa terkonsolidasi dengan baik dan
dalam persidanganpun dilalui dengan berbagai aksi mahasiswa secata berturut-turut, sampai
aksi penuntutan mahasiswa di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah ditangkap
beberapa mahasiswa di pagi hari karena melakukan aksi alegorisnya. Mereka di tangkap oleh
polres Jakarta Pusat, waktu itu Kasat sersenya Tito Karnavian karena dianggap mengganggu
ketertiban. Walaupun akhirnua dilepas setelah mengalami BAP.
1998[sunting | sunting sumber]
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme)
pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, meski pada
kenyataanya gerakan yang di bangun itu ada juga keterlibatan kelompok buruh, sehingga
kekuatan pemberontakan menjadi kuat sehingga pada akhirnya mereka menuntut
Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan
aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa
Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, Tragedi Lampung.
Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999. Dan itu adalah sekema yang coba di bangun
oleh sekelompok orang yang berada di kekuasaan, sehingga memanfaatkan peluang tersebut
(Tan Muda)
Edisi UMI
FPIM menggelar mimbar bebas di kampus UMI, diikuti sekitar 200 mahasiswa.
Dilanjutkan dengan aksi ke DPRD Tingkat I Sulsel, mengajukan MoU mengenai
pencabutan SK Gubernur No.93/1996 dan SK Walikota No.900/1996 tentang
Kenaikan Tarif Angkutan Umum.
FPIM kembali menggelar mimbar bebas di kampus UMI, diikuti sekitar 500
mahasiswa. Kemudian dilanjutkan ke Kantor Gubernur untuk mengadakan dialog
agar dicabutnya dua SK tersebut. Sebelum mahasiswa diterima oleh Wagub, terjadi
insiden kecil antara dan pegawai gubernuran. FPIM diwakili 8 orang, akan tetapi
kembali belum menemui hasil karena tak ada keputusan dan kejelasan dari pihak
Pemda dan unsur terkait.
Tengah hari mahasiswa UMI menggelar aksi di depan kampus dengan menahan
DAMRI yang dipalang melintang di Jl.Urip Sumoharjo sehingga terjadi kemacetan
lalu lintas. Hal ini diakibatkan mahasiswa tidak menerima sewa angkot yang tidak
wajar. Misalnya dari depan kantor DPRD Tk I ke kampus UMI yang berjarak sekitar
500 meter harus membayar Rp 500. Kedua aki DAMRI dikeluarkan dan keempat
bannya dikempeskan. Situasi ini memacetkan total arus lalu lintas di Jl.Urip
Sumoharjo.
Kemacetan lalu lintas, mengundang aparat keamanan dari kepolisian datang untuk
menangani. Dalam situasi memanas, 1 truk mobil anti huru-hara muncul, tapi
suasana dapat diatasi. Dandim, Letkol Art. Sabar Yudo dan Kapoltabes, Kolonel Andi
Hasanuddin coba bangun dialog dengan beberapa tokoh mahasiswa. Sementara
dialog,datang 1 truk aparat keamanan dari Garnisum yang membuat pagar betis di
belakang pagar betis kepolisian. Sehingga mahasiswa mundur, lalu melempari mobil
DAMRI. Ada mahasiswa berusaha meredam dan akhirnya suasana terkendali. Dialog
kembali dilangsungkan, tapi keadaan semakin memanas. Dandim bersedia
mengantar mahasiwa ke DPRD, tetapi mahasiswa merasa bosan dan tidak lagi
mempercayai DPR. Dialog antra mahasiswa dan Dandim tidak menghasilkan
kesepakatan. Sehingga kondisi ini dimanfaatkan pihak luar dengan melempari
DAMRI.
Melihat kejadian yang tak terkendali, Kasdam VII Wirabuana Brigjen, Fachrul Rozi
coba menghentikan bentrokan fisik melalui mikropon dengan menenangkan
mahasiswa dan menginstruksikan aparat keamanan untuk mundur dari lingkungan
kampus, kemudian mengajak mahasiswa dialog.
Kasdam VII Wirabuana dan Dandim lewat pengeras suara mobil pemadam kebakaran
memberi nasihat kepada mahasiswa dan mendengarkan tuntutan mahasiswa, yakni
antara lain menuntut aparat mengganti kerusakan materil dan fisik, membebaskan
mahasiwa tanpa syarat sampai pukul 19.00 Wita.
Kronologis AMARAH 1996
Mahasiswa UMI kembali aksi di depan kampus di Jl. Urip Sumoharjo depan kampus
sejak 10.00 Wita. Sebuah mobil pengangkut sampah menjadi sasaran mahasiswa.
Truk itu dijadikan palang dan membalikkannya. Aksi ini dipicu rasa kekecewaan
mahasiswa atas ulah aparat keamanan yang masuk ke kampus, menganiaya dan
menangkap mahasiswa, merusak gedung perkuliahan, dan sejumlah kendaraan.
Kemacetan lalu lintas masih dapat dilalui oleh beberapa kendaraan roda dua dan
becak. Tiga Anggota ABRI yang kebetulan lewat, dilempari dan dipukuli oleh
mahasiswa. Ketiganya akhirnya dapat meloloskan diri dari amukan massa.
Kemudian menjelang zuhur, aparat keamanan dari Kesatuan Kavaleri tiba di pintu
kampus, lengkap dengan persenjataan dan tiga panser. Kedatangan aparat membuat
suasana memanas. Untuk dapat mengangkat truk yang sudah dibalikkan
mahasiswa,aparat menyerang mahasiswa masuk ke dalam kampus dengan panser.
Mahasiswa mencoba menahan agar aparat keamanan tidak masuk lebih ke dalam
dan terjadi ketegangan. Dalam suasana memanas, seseorang melempar bambu ke
arah aparat. Hal tersebut menyebabkan aparat keamanan menyerang mahasiswa
lebih ke dalam lagi dengan menembakkan gas air mata. Beberapa saat kemudian
mereka mundur karena truk yang terpalang di depan kampus UMI sudah berhasil
diangkat.
Melihat kondisi yang tak terkendali, ba’da zuhur seluruh Lembaga Fakultas se-UMI
mengadakan rapat di Auditorium. Setelah selesai, beberapa wakil dari pengurus
lembaga dan Pembantu Rektor III berdialog dengan aparat keamanan yang diwakili
Komandan pasukan. Hasil dialog itu, aparat kemudian mundur ke depan kampus
UMI dan memperbolehkan mahasiswa untuk pulang.
Ternyata aparat keamanan mundur, tetapi masih berada sekitar radius 3 meter dari
pintu dua (keluar). Beberapa mahasiswa yang hendak pulang melewati pintu gerbang
dihadang dan dipukuli oleh aparat keamanan lalu dipukuli, sehingga mahasiswa
kembali masuk kampus. Aksi aparat tidak hanya sampai situ saja, tetapi kemudian
kembali mengejar mahasiswa dengan dua panser melalui pintu dua, bahkan
menembakan gas air mata hingga halaman masjid. Jama’ah salat ashar lari dan
berhamburan karena tidak tahan efek pedis dari gas air mata tersebut. Mahasiswa
yang berada di pintu satu mencoba menghadang dengan lemparan batu hingga
aparat keamanan mundur. Mereka memang mundur, tapi tidak meninggalkan
lingkungan kampus. Kemudian bantuan anti huru-hara dan satu panser datang,
masuk lewat pintu satu membakup satuan kavaleri. Datangnya bala bantuan itu,
membuat aparat keamanan semakin beringas.
Aparat keamanan maju dengan letusan senjata dan tembakan gas air mata.
Mahasiswa terdesak dan menyelamatkan diri masing-masing. Puluhan mahasiswa
menyelamatkan diri masuk ke gedung Fakultas Teknik, Ekonomi, Pertanian, dan
Perikanan. Ratusan mahasiswa juga menuju ke tepi Sungai Pampang. Aparat terus
mengejari mereka, mahasiswa yang didapati di tepi sungai dipukuli dan ditendang,
lalu didorong ke sungai. Beberapa mahasiswa menyelamatkan diri dengan terpaksa
terjun ke sungai. Ternyata kondisi sungai tidak menguntungkan mahasiswa, karena
pada tepi sungai terdapat lumpur sedalam 1 meter, sedangkan kedalaman air 4
meter, dan arus cukup deras.
Masih pagi, jalan Urip Sumoharjo depan kampus UMI telah diblokir oleh aparat
keamanan. Mahasiswa yang ingin masuk kampus dilarang. Walau demikian,
mahasiswa tetap berusaha masuk dengan segala cara karena diyakini masih ada
beberapa mayat yang tenggelam.
Sekitar 100-an mahasiswa bersama masyarakat yang bermukim di belakang kampus
UMI (Pampang) mengadakan pencarian korban dengan menyelam sejak pagi 08.00
Wita. Tak berselang lama, berhasil ditemukan mayat. Korban itu bernama Andi Sultan
Iskandar (22), mahasiswa Fakultas Ekonomi/Akuntansi UMI angkatan 94. Sekujur
tubuhnya penuh luka.
Mayat tersebut disemayamkan di RS. 45, kemudian diantar dengan ambulans dengan
kecepatan lambat diikuti ratusan mahasiswa yang berjalan kaki. Sebelum tiba di
rumah duka, korban tersebut diantar ke kantor Harian Fajar, dengan maksud
mengkanter berita bahwa korban dianggap tidak ada hubungannya dengan aksi
demonstrasi. Mahasiswa memperlihatkan luka pada sekujur korban. Mahasiswa yang
berjalan kaki tidak mampu lagi membendung emosi, sehingga pada saat melintasi
kantor Gubernur melakukan pembakaran tiga kendaraan bermotor dari aparat
keamanan dan menggulingkan tiga tiang listrik.
Memasuki tengah hari, masyarakat kembali menemukan korban lagi, atas nama
Muh.Tasrief (21) dengan luka pada bagian muka dan badannya, mahasiswa Fak.
Ekonomi/Studi Pembangunan UMI angakatan 94. Korban disemayamkan di RS. 45
dan kemudian diantar ke rumah duka.
Militer tetap menguasai kampus UMI, praktis mahasiswa tidak bisa masuk kampus
dan tidak ada aktivitas perkuliahan.
Identifikasi Korban
Para syuhada yang gugur akibat kebiadaban militer dalam membungkam perjuangan
mahasiswa menentang tarif angkutan yang mencekik rakyat.
Aksi brutal aparat kepolisian kembali terjadi. Kali ini terjadi di Makassar, Sulawesi
Selatan. Sedikitnya 60 orang mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar
menderita luka-luka akibat dipukuli polisi, Sabtu (1/5) ini. Sebanyak 26 mahasiswa yang
tergabung dalam Front Perlawanan Militer (FMP) masih ditahan di Kepolisian Resor
Kota Makassar Timur.
Peristiwa tadi berawal dari unjuk rasa aktivis FMP yang menolak calon presiden dari
kalangan militer pada Pemilihan Umum 2004 di depan Kantor Komisi Pemilu Provinsi
Sulsel. Polisi membubarkan mahasiswa secara paksa dengan alasan waktu berunjuk
rasa sudah habis. Mahasiswa bergeming. Bahkan mereka justru melakukan aksi
pembakaran pakaian seragam militer.
Tindakan ini memicu kemarahan polisi yang segera merangsek ke tengah kerumunan
demonstran. Seorang pengunjuk rasa roboh setelah dikeroyok lima anggota polisi.
Sekitar 26 mahasiswa akhirnya diangkut dengan sebuah truk ke Mapolresta Makassar
Timut. Aksi polisi menahan 26 mahasiswa inilah yang menjadi awal keributan
selanjutnya. Puluhan mahasiswa lantas mendatangi Mapolresta Makassar Timur
meminta pembebasan rekan-rekannya. Karena tak digubris, mahasiswa akhirnya
membubarkan diri menuju Kampus UMI.
Seakan kebetulan, saat itu Brigadir Polisi Satu Sudirman melintas di depan Kampus
UMI. Parahnya lagi, mahasiswa UMI yang sedang kesal justru sedang
melakukan sweeping terhadap anggota polisi yang melintas di depan kampus mereka.
Alhasil, mahasiswa menyandera Sudirman dengan harapan polisi mau membebaskan
rekan mereka.
Mahasiwa boleh berharap. Tapi kenyataan berbicara lain. Polisi yang mendengar
temannya disandera langsung mendatangi Kampus UMI dan meminta mahasiswa
melepaskan Sudirman. Sebaliknya, mahasiswa menolak melepaskan Sudirman
sebelum rekan mereka dibebaskan. Upaya negosiasi mahasiswa ini dianggap sebagai
bentuk perlawanan, apalagi sebagian di antara mahasiswa ada yang mulai melempari
polisi dengan batu. Polisi langsung menyerbu ke dalam kampus dan menyerang
mahasiswa.
Kemarahan polisi memuncak. Awalnya seorang anggota polisi yang emosional terlihat
berlari dengan membawa tongkat menghampiri kampus. Beberapa saat kemudian
datang polisi Perintis dengan bersenjata lengkap merangsek masuk ke dalam gedung
melalui tembok dinding kampus. Rentetan tembakan mulai terdengar di dalam ruang
belajar mahasiswa. Seorang anak yang ketakutan mencoba bersembunyi di dalam
selokan kering.
Polisi kemudian merazia kelas-kelas di dalam gedung. Di salah satu ruangan, polisi
menemukan belasan mahasiswa. Di sinilah terlihat kesewenang-wenangan polisi. Polisi
menyuruh mereka berjongkok dan melepaskan baju. Pukulan demi pukulan diarahkan
ke arah kepala dan tubuh mahasiswa yang disuruh berjalan jongkok. Tak hanya dengan
tangan, polisi juga memukuli mahasiswa dengan popor pistol. Puluhan mahasiswa
berjalan ke luar gedung dengan kucuran darah di sekitar kepala. Para mahasiswa yang
terluka dibawa ke Rumah Sakit Ibnu Sina yang berada di seberang kampus.
Peristiwa kekerasan yang dilakukan polisi itu mengingatkan pada peristiwa pembubaran
massa Majelis Mujahiddin Indonesia saat membela Abu bakar Ba`asyir
kemarin [baca: Bentrokan Mengiringi Pemindahan Ba`asyir]. Dalam bentrokan yang
berlangsung sekitar satu jam ini, lebih dari 50 orang, baik dari personel kepolisian
maupun pendukung Ba`asyir terluka. Bentrokan baru berhenti setelah pengacara
Ba`asyir dan sejumlah ustad menenangkan para santri.(YAN/Muhamad Takbir dan Iwan
Taruna)