Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Manusia merupakan satu-satunya makhluk Allah yang diberikan karunia


dengan akal, maka dengan memiliki kekhususan tersebut manusiapun diberikan
kemampuan dalam menganalisis suatu hal dalam kehidupannya. Maka dari itu pada
kaitannya manusia tidak mungkin terlepas dari yang namanya sejarah, karena dengan
sejarah tersebut manusia dapat belajar dan menganalisis kejadian-kejadian yang
terjadi pada masa lalu. Sejarah merupakan cerminan dari kehidupan masa lalu kita
dan dapat dijadikan sebagai bahan instropeksi diri. Begitu pula dengan sejarah
peradaban Islam yang merupakan alat untuk mempelajari kejadian yang terjadi di
masa lalu ataupun sebagai acuan untuk lebih dapat memajukan Islam daripada
sebelumnya.

Peradaban Islam merupakan kajian yang sangat luas. Seperti yang dijelaskan dalam
makalah ini, bahwa peradaban Islam sangat erat kaitannya dengan kebudayaan tetapi
tetap merupakan dua hal yang berbeda. Dalam kebudayaan mencakup juga
peradaban, tetapi tidak sebaliknya.

A. Pengertian Sejarah Peradaban Islam


1. Pengertian Sejarah

Secara etimologis berasal dari kata arab “syajarah” yang mempunyai arti “pohon
kehidupan” dan yang kita kenal didalam bahasa ilmiyah yakni History.

a. Karakteristik sejarah

Karakteristik sejarah dengan disiplinnya dapat dilihat berdasarkan 3 orientasi

Pertama : sejarah merupakan pengetahuan mengenai kejadian kejadian, peristiwa


peristiwa dan keadaan manusia dalam masa lampau dalam kaitannya dengan
keadaan masa kini.

Kedua : sejarah merupakan pengetahuan tentang hokum hokum yang tampak


menguasai kehidupan masa lampau, yang di peroleh melalui penyelidikan dan
analisis atau peristiwa peristiwa masa lampau.

Ketiga : sejarah sebagai falsafah yang di dasarkan kepada pengetahuan tentang


perubahan perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah seperti ini merupakan
ilmu tentang proses suatu masyarakat.

a. Kegunaan sejarah

Sejarah mempunyai arti penting dalam kehidupan begitu juga sejarah mempunyai
beberapa kegunaan, diantara kegunaan sejarah antara lain :

Pertama : Untuk keleatarian identitas kelompok dan memperkuat daya tahan


kelompok itu bagi kelangsungan hidup.

Kedua : sejarah berguna sebagi pengambilan pelajaran dan tauladan dari contoh
contoh di masa lampau, sehingga sejarah memberikan azas manfaat secara lebih
khusus demi kelangsungan hidup.

Ketiga : sejarah berfungsi sebagai sarana pemahaman mengenai hidup dan mati.
Dengan begitu pentingnya sejarah dalam kehidupan ini di dalam ALQur’an sendiri
terdapat beberapa kisah para nabi dan tokoh masa lampau diantaranya:

2. Makna Peradaban/ kebudayaan Islam

Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti peradaban
(civilization) yang berarti juga kota berlandaskan kebudayaan (city base culture) atau
kebudayaan kota (culture of the city). Di kalangan penulis Arab, perkataan tamaddun
digunakan – kalau tidak salah – untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah
judul buku Tarikh al-Tamaddun al-Islami (Sejarah Peradaban Islam), terbit 1902-1906.
Sejak itu perkataan Tamaddun digunakan secara luas dikalangan umat Islam. Di dunia
Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan sedikit
berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Namun di Turkey orang dengan
menggunakan akar madinah atau madana atau madaniyyah menggunakan istilah
medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sendiri pada masa sekarang ini
menggunakan kata hadharah untuk peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima
ummat Islam non-Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak
benua Indo-Pakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan
peradaban menggunakan istilah tahdhib

Kata peradaban seringkali dikaitkan dengan kebudayaan bahkan, banyak penulis


barat yang mengidentikan “kebudayaan” dan “peradaban” islam. Seringkali peradaban
islam dihubungkan dengan peradaban Arab meskipun sebenarnya antara Arab dan Islam
tetap bisa dibedakan. Adapun yang membedakan antara kebudayaan tersebut adalah
dengan adanya peningkatan peradaban pada masa jahiliyah yang berasal dari kebodohan.
Hal ini pada akhirnya berubah ketika islam datang yang dibawa oleh nabi Muhammad
SAW di Arab. Sehingga pada masanya kemudian islam berkembang menjadi suatu
peradaban yang menyatu dengan bangsa Arab bahkan berkembang pesat kebagian
belahan dunia yang lainnya, islam tidak hanya sekedar agama yang sempurna melainkan
sumber peradaban islam itu sendiri.

LANDASANNYA:

Landasan peradaban islam adalah kebudayaan islam terutama wujud idealnya,


sementara landasan kebudaan islam adalah agama. Dalam islam tidak seperti masyarakat
penganut agama yang lainnya, agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan
kebudayaan. Jika kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka
agama islam adalah wahyu dari peradaban.

Peradaban merupakan kebudayaan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan


dan teknologi yang dimana kebudayaan tersebut tidak hanya berpengaruh di daerah
asalnya tapi juga mempengaruhi daerah-daeerah lain yang menjadikan kebudayaan
tersebut berkembang.

3. Sejarah peradaban Islam

Sejarah peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan


islam dalam perspektif sejarahnya, dan peradaban islam mempunyai berbgai macam
pengetian lain diantaranya

Pertama : sejarah peradaban islam merupakan kemajuan dan tingkat kecerdasan


akal yang di hasilkan dalam satu periode kekuasaan islam mulai dari periode nabi
Muhammad Saw sampai perkembangan kekuasaan islam sekarang.

Kedua : sejarah peradaban islam merupakan hasil hasil yang dicapai oleh ummat
islam dalam lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan dan kesenian.

Ketiga : sejarah perdaban islam merupakan kemajuan politik atau kekuasaan


islam yang berperan melindungi pandangan hidup islam terutama dalam
hubungannya dengan ibadah ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup
bermasyarakat.

4. Islam sebagai Peradaban

Konon, ketika Nabi menerima laporan bahwa ajakannya kepada Kaisar Romawi,
Heraclitus untuk berpegang pada keyakinan yang sama (kalimatun sawa’) ditolak dengan
halus, nabi hanya berkomentar pendek “sa uhajim al-ruum min uqri baiti” (Akan saya
perangi Romawi dari dalam rumahku). Ucapan Nabi ini bukan genderang perang, ia
hanya berdiplomasi. Tidak ada ancaman fisik dan juga tidak menyakitkan pihak lawan.
Ucapan itu justru menunjukkan keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu
komunitas kecil di jazirah Arab yang tandus, Nabi yakin Islam akan berkembang menjadi
peradaban yang kelak akan mengalahkan Romawi.

Dan Nabi benar, pada tahun 700 an, tidak lebih dari setengah abad sesudah
wafatnya Nabi Muhammad (632 M), ummat Islam telah tersebar ke kawasan Asia Barat
dan Afrika Utara, dua kawasan yang dulunya jatuh ketangan Alexander the Great.
Selanjutnya, Muslim memasuki kawasan yang telah lama dikuasai oleh Kristen dengan
tanpa perlawanan yang berarti. Menurut William R Cook pada tahun 711 M – 713 M
kerajaan Kristen di kawasan Laut Tengah jatuh ketangan Muslim dengan tanpa
pertempuran, meskipun pada abad ke 7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama
kurang lebih 300 tahun hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim. Baru
pada abad ke sebelas kerajaan Kristen di kawasan itu mulai melawan Muslim. Demitri
Gutas dengan jelas mengakui:

“…..pada tahun 732 M kekuasaan dan peradaban baru didirikan dan disusun
sesuai dengan agama yang diwahyukan kepada Muhammad, Islam, yang berkembang
seluas Asia Tengah dan anak benua India hingga Spanyol dan Pyrennes.”

Gutas bahkan menyatakan bahwa dengan munculnya peradaban Islam, Mesir


untuk pertama kalinya, sejak penaklukan Alexander the Great, dapat dipersatukan secara
politis, administratif dan ekonomis dengan Persia dan India dalam jangka waktu yang
cukup lama. Perbedaan ekonomi dan kultural yang memisahkan dua dunia yang
berperadaban, Timur dan Barat, sebelum Islam datang yang dibatasi oleh dua sungai
besar dengan mudahnya lenyap begitu saja.

Sudah tentu proses kejatuhan Romawi tidak disebabkan oleh faktor tunggal.
Edward Gibbon dalam The Decline And Fall Of The Roman Empire menyatakan bahwa
periode kedua dari merosot dan jatuhnya Kekaisaran Romawi disebabkan oleh lima
faktor: pertama di era kekuasaan Justinian banyak wewenang memberi kepada Imperium
Romawi di Timur; kedua adanya invasi Italia oleh Lombards; ketiga penaklukan
beberapa provinsi Asia dan Afrika oleh orang Arab yang beragama Islam; keempat
pemberontakan rakyat Romawi sendiri terhadap raja-raja Konstantinopel yang lemah;
dan terakhir munculnya Charlemagne yang pada tahun 800 M mendirikan Kekaisaran
Jerman di Barat.

Jadi penyebab kejatuhan Romawi merupakan kombinasi dari berbagai faktor,


seperti problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan, keuangan dan
militer. Dan di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya
Islam. Pernyataan Nabi yang diplomatis itu nampaknya terbukti. Nabi tidak pernah pergi
menyerang Romawi Barat maupun Timur, tapi datangnya gelombang peradaban Islam
telah benar-benar menjadi faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga merupakan bukti
bahwa Islam sebagai din yang menghasilkan tamaddun yang dapat diterima oleh bangsa-
bangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa sistem kehidupan yang teratur dan
bermartabat, sehingga mampu membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Jadi Islam diterima oleh bangsa-bangsa non Arab karena universalitas ajarannya alias
kekuatan pancaran pandangan hidupnya.

Ketika Kaisar Persia Ebrewez, cucu Kaisar Khosru I, merobek-robek surat Nabi
sambil berkata :”Pantaskah orang itu menulis surat kepadaku sedangkan ia adalah
budakku”, Nabi pun berkomentar pendek “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya”.
Dan Sabda Nabi kembali terbukti bahwa sesudah itu putera Kaisar yang bernama Qabaz
merebut kekuasaan dengan membunuh Kaisar Ebrewez, ayahnya sendiri. Qabaz pun
kemudian hanya berkuasa empat bulan saja lamanya. Selanjutnya kekaisaran Persia itu
berganti-ganti hingga sepuluh kali dalam masa empat tahun. Ia benar-benar porak
poranda. Akhirnya, rakyat mengangkat kaisar Yazdajir dan pada masa inilah Persia tidak
berdaya ketika tentara Islam datang. Sejak itu kekaisaran Persia benar-benar runtuh.

Sebagaimana sikapnya terhadap kekaisaran Romawi, Nabi tidak keluar rumah


untuk menjatuhkan (merobek-robek) kekaisaran Persia. Nabi hanya menyerbarkan Islam
yang memang merupakan peradaban yang memiliki konsep ketuhanan, kemanusiaan dan
kehidupan yang jelas dan teratur. Di Indonesia, Islam masuk tanpa peperangan. Islam
masuk dan diterima oleh masyarakat yang telah memiliki kepercayaan Hindu yang kuat.
Namun karena kekuatan konsepnya Islam mudah merasuk kedalam pandangan hidup
masyarakat nusantara waktu itu, maka dalam kehidupan secara menyeluruh. Ini bukti
bahwa Islam tersebar bukan melulu karena pedang. Islam tersebar, menguasai dan
menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasan-kawasan yang didudukinya.
Tidak ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke daerah darimana Islam berasal.
Tidak ada pertambahan kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak ada kemiskinan akibat
masuknya Muslim ke kawasan yang didudukinya. Daerah-daerah yang dikuasai atau
diselamatkan ummat Islam justru menjadi kaya dan makmur. Itulah watak peradaban
Islam yang sangat berbeda dari peradaban Barat yang eksploitatif.

5. Peran dan Fungsi Manusia Sebagai Pembuat Peradaban

Dalam perspektif islam manusia sebagai pelaku sekaligus pembuat peradaban


memiliki kedudukan dan peran inti, kedudukan dan posisi manusia di kisahkan dalam Al
Qur’an diantaranya:

Pertama : manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna dan paling utama
Allah. Sebagai konsekwensi logis manusia memilki kebebasan yang bertanggung jawab,
dalam arti yang seluas luasnya dan pada dimensi yang beragam yang pasa gilirannya
merupakan amanat yang harus di pikul.

Kedua : guna mengemban tugasnya sebagai mahluk yang di mulyakan Allah,


tidak sepeti ciptaan Allah yang lain. Semuanya mempunyai tekanan yang sama yaitu agar
manusia menggunakan akalnya hanya untuk hal hal yang positif sesuai dengan fitrah dan
panggilan hati nuraninya, dan amatlah tercella bagi orang yang teperdaya oleh hawa
nafsu terlepas dari kemanusiaannya dan fitrahnya.dan dalam hal ini

B. Ruang Lingkup Sejarah Peradaban Islam

Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu


pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic, kedokteran dsb.
Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju
mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori Ibn
Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa
adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban atau suatu
umran harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu membesar
maka akan lahir umran besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan atau bahkan
membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk masyarakat yang memiliki
berbagai kegiatan kehidupan yang daripadanya timbul suatu sistem kemasyarakat dan
akhirnya lahirlah suatu Negara. Kota Madinah, kota Cordova, kota Baghdad, kota
Samara, kota Cairo dan lain-lain adalah sedikit contoh dari kota yang berasal dari
komunitas yang kemudian melahirkan Negara. Tanda-tanda lahir dan hidupnya suatu
umran bagi Ibn Khaldun di antaranya adalah berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan,
dan papan / arsitektur), kegiatan eknomi, tumbuhnya praktek kedokteran, kesenian
(kaligrafi, musik, sastra dsb). Di balik tanda-tanda lahirnya suatu peradaban itu terdapat
komunitas yang aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan.

Namun di balik faktor aktivitas dan kreativitas masyarakat masih terdapat faktor
lain yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para sarjana Muslim kontemporer
umumnya menerima pendapat bahwa agama adalah asas peradaban, menolak agama
adalah kebiadaban. Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber peradaban.
Meskipun dalam paradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material
berbeda-beda, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent.
Prinsip-prinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada keesaan
Tuhan (tauhid), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang bersifat material,
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani,
penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya sebagai khalifah Allah di Bumi
berdasarkan petunjuk dan perintahNya (syariat).

Karena islam lahir di Arab, maka isi dari ruang lingkup dari sejarah peradaban
islam membahas tentang riwayan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu tuhan
sejak beliau belum dilahirkan sampai beliau wafat, perjuang-perjuangan nabi Muhammad
SAW dalam menyebarkan agama islam, kemajuan islam yang diteruskan oleh para
sahabatnya masa disintregrasi, masa kemunduran, penyebaran islam dibelahan dunia
barat hubungan perkembangan islam di negara kita ini serta pusat-pusat peradaban islam.
Penutup

Dari yang telah dikemukakan di dalam makalah, dapat disimpulkan bahwa pengertian
sejarah peradaban Islam sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam
perspektif sejarahnya. Sedangkan ruang lingkupnya adalah menjelaskan tentang
perkembangan Islam sejak masa nabi Muhammad, masa perkembangan, masa
disintegerasi, masa kemunduran, perkembangan Islam di belahan dunia Barat dan
belahan bumi lainnya, serta pusat-pusat perkembangan Islam.

Daftar Pustaka

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam : Jakarta, Rajawali Pers, 2005

http://banihamzah.wordpress.com/,2007, “makna-peradaban-islam

Islam Kalimantan

Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah
yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan
Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.

Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang
dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan
penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh
dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.

Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang
dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat
Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan
dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya
yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat
Sekawan Ulama Besar)

Islam Sulawesi

Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke
pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan.
Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau
Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat
datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa
daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga
menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.

Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana
Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah
Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari
Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia
memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.

Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman
dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk
Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas,
yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang
menyebarkan Islam ke Makassar.

Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan
perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette,
Luwu dan Paloppo.

Islam Maluku

Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat
wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia.
Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar
dan kepulauan-kepulauan lainnya.

Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini
sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja
ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi
representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya
cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan
sebagian kepulauan Seram.

Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula
Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

Islam Papua

Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau


Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala
suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi
pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan
kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun,
dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu
besar.
Islam Nusa Tenggara

Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan
Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke
Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang
mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan
Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah
para Muslim sejak mula.

Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok
dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku
Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.

Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula, bahwa
Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan peran Islam
di berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal atau embrio
untuk membangun dan menjadi sebuah negara Islam. (Oleh: HerryNurdi/Sabili)
Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di seluruh dunia. Muslim di Indonesia juga
dikenal dengan sifatnya yang moderat dan toleran. Sejarah awal penyebaran Islam di
sejumlah daerah yang sekarang dikenal sebagai Indonesia sangatlah beragam. Penyebaran
Islam di tanah Jawa sebagian besar dilakukan oleh walisongo (sembilan wali). Berikut ini
adalah informasi singkat mengenai walisongo.

"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan
Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan.
Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga
dalam hubungan guru-murid.

Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik
Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu
Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan
Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan
Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para
Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di
tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-
Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang
menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk
peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian,
kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa
itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan
Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan.
Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya
masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum
jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di
Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun
peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga
pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung,
membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam.
Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan
Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur"
hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang
dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha

ISLAM KLASIK DAN KAJIAN ISLAM DI MASA DEPAN

Fu'ad Jabali

Keseluruhan sejarah Islam adalah pergumulan masyarakat Islam mewujudkan nilai-


nilai Islam dalam ruang dan waktu tertentu. Catatan pergumulan tersebut lalu
disistematisasi dan dilembagakan di balik nama-nama yang sekarang dikenal:
tentang Tuhan dalam kaitannya dengan manusia dan alam disebut aqidah/filsafat,
tentang hukum dan segala bentuk aplikasinya disebut fikih (atau, syari'ah), tentang
makna al-Qur'an disebut tafsir, sementara cara-cara transmisi Islam dari satu
generasi ke generasi lain atau dari satu kelompok masyarakat ke kelompok
masyarakat lain disebut tarbiyah. Sebutan lain seperti adab (sejarah dan
kebudayaan Islam), sufisme dan dakwah juga menunjuk pada hal yang sama: hasil
pencapaian masyarakat Islam dalam menafsirkan dan mentransmisikan Islam.

Di berbagai tempat dimana proses pendidikan Islam berlangsung-termasuk


pesantren, masjid, madrasah, majlis taklim, kelompok pengajian dan IAIN-hasil-hasil
capaian tersebut dipelajari. Aqidah, fikih/syari'ah, tafsir, sufisme dll. menjadi materi-
materi kajian; bahkan di IAIN menjadi nama fakultas seperti Aqidah/Filsafat,
Syari'ah, Tarbiyah, Dakwah dan Adab.

Proses pelembagaan Islam tersebut-yaitu proses mengkristalnya Islam dalam


berbagai ilmu dan aliran pemikiran atau mazhab-sudah mulai nampak dengan kuat
terutama pada abad ke 2-3 H / 8-9 M dengan tokoh-tokoh seperti Malik ibn Anas
(wafat th. 179 H / 795 M), Abu Hanifah (wafat 150/767), al-Syafi'i (wafat 204/820)
dan Ahmad ibn Hanbal (wafat th. 241/855). Sejak abad ini secara intensif Islam
diformulasikan, digeneralisasikan, dan dibuat hubungan antara satu sisi dengan yang
lainnya. Yang muncul kemudian adalah Islam yang abstrak dan transenden, Islam
yang sudah ditarik dari dunia nyata.
Dengan generalisasi/abstraksi/transendensi, ciri khas Islam, atau kemampuan Islam
untuk menyapa problem bawah yang yang sangat beragam, tertekan. Dengan kata
lain, pendirian mazhab-dimana generalisasi dilembagakan-telah melahirkan alienasi.
Pertama, mengalienasi Islam dari masyarakatnya. Untuk memahami generalisasi dan
menurunkannya kembali ke tingkat detil memerlukan pengetahuan yang tidak sedikit
sehingga hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukannya (dan mereka inilah
yang kemudian disebut ahli agama, kyai, guru, ustaz dll). Mereka ini lalu menjadi
semacam medium, lembaga perantara, antara Muslim awam dengan persoalan-
persoalan mereka. Kedua, alienasi Muslim dari akar Islam, al-Qur'an dan Hadits.
Dengan adanya mazhab kedua sumber itu secara tidak sadar terjauhkan dari umat
yang semestinya menjadi pembacanya. Persoalan-persoalan yang timbul tidak lagi
diadukan langsung kepada al-Qur'an dan Hadith tetapi kepada mazhab. Ketiga,
mengalienasi masyarakat Islam dari Tuhannya. Tuhan kini didekati melalui mazhab,
melalui institusi. Keempat, mengalienasi Islam dari persoalan aktual, karena mazhab
tersebut dilahirkan pada masa tertentu untuk kebutuhan masyarakat tertentu, untuk
merespon problem yang lahir pada masa tertentu, maka persoalan kekinian sendiri
terpinggirkan dalam mazhab itu.

Untuk keluar dari kemelut ini, seseorang harus bisa melampaui mazhab. 'Melampaui'
berarti memecahkan kembali gumpalan-gumpalan mazhab, menguraikannya,
mengembalikannya menjadi pecahan-pecahan kecil, dan menerapkannya pada kasus
per kasus keseharian dalam bentuk bahan baku. Dengan cara ini, Islam akan
kembali menjadi sederhana seperti masa awalnya, lebih fleksibel untuk dibentuk
sesuai dengan ruang dan waktu. Tujuan Islam sebagai wahana mendekati Tuhan dan
alat untuk menjawab persoalan-persoalan keseharian akan lebih efektif dicapai
karena tidak ada lagi lembaga perantara yang memisahkan umat dengan kedua
fungsi tersebut.

Memecahkan gumpalan-gumpalan pemikiran yang sudah berabad-abad tersebut


memang tidak mudah. Tetapi itulah agenda besar yang harus dilaksanakan jika ingin
mengembalikan dinamika Islam ke tengah masyarakat. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam, terutama IAIN, memainkan peranan penting dalam hal ini.

Untuk tujuan tersebut, ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, menguasai masa
awal Islam yang simple sebagai bahan dasar-bahan yang dipakai para pendiri
mazhab untuk membangun mazhabnya. Kedua, memahami masa dimana pertama
kali institusionalisasi terjadi (atau masa dimana pertama kali mazhab-mazhab
muncul). Kedua masa ini-masa awal Islam dan masa lahirnya mazhab-masuk ke
dalam periode klasik Islam, yaitu masa yang membentang dari masa Nabi sampai
Baghdad jatuh pada 1258. Masa ini merupakan masa yang sangat penting baik
untuk memahami bangunan Islam sekarang maupun untuk membangun kembali
pemahaman Islam yang akan datang.

Masa modern:

Pembaruan dalam Islam yang timbul pada periode sejarah Islam mempunyai tujuan,
yakni membawa umat Islam pada kemajuan, baik dalam ilmu pengetahuan maupun
kebudayaan. Perkembangan Islam dalam sejarahnya mengalami kemajuan dan juga
kemunduran. Bab ini akan menguraikan perkembangan Islam pada masa pembaruan.
Pada masa itu, Islam mampu menjadi pemimpin peradaban. Mungkinkah Islam mampu
kembali menjadi pemimpin peradaban?
Salah satu pelopor pembaruan dalam dunia Islam Arab adalah suatu aliran yang bernama
Wahabiyah yang sangat berpengaruh di abad ke-19. Pelopornya adalah Muhammad
Abdul Wahab (1703-1787 M) yang berasal dari nejed, Saudi Arabia. Pemikiran yang
dikemukakan oelh Muhammada Abdul Wahab adalah upaya memperbaiki kedudukan
umat Islam dan merupakan reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat
Islam saat itu. Paham tauhid mereka telah bercampur aduk oleh ajaran-ajaran tarikat yang
sejak abad ke-13 tersebar luas di dunia Islam
Disetiap negara Islam yang dikunjunginya, Muhammad Abdul Wahab melihat makam-
makam syekh tarikat yang bertebaran. Setiap kota bahkan desa-desa mempunyai makam
sekh atau walinya masing-masing. Ke makam-makam itulah uamt Islam pergi dan
meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dimakamkan disana untuk menyelesaikan
masalah kehidupan mereka sehari-hari. Ada yang meminta diberi anak, jodoh
disembuhkan dari penyakit, dan ada pula yang minta diberi kekayaan. Syekh atau wali
yang telah meninggal. Syekh atau wali yang telah meninggal dunia itu dipandang sebagai
orang yang berkuasa untuk meyelesaikan segala macam persoalan yang dihadapi manusia
di dunia ini. Perbuatan ini menurut pajam Wahabiah termasuk syirik karena permohonan
dan doa tidak lagi dipanjatkan kepada Allah SWT

Untuk dimasukkan dalam pendahuluan:


Orang-orang Indonesia memiliki kemampuan tinggi dalam melakukan akulturisasi budaya. Ini dibuktikan
dengan keberhasilan masyarakat Indonesia dalam mengakulturisasi budaya Hindu-Buddha dan yang
kemudian, Islam. Penting diketahui, aspek-aspek budaya Hindu-Buddha yang diterapkan di Indonesia
tidaklah “serupa benar” dengan apa yang berlaku di India. Budaya Hindu-Buddha yang asli telah
mengalami sinkretisisasi dengan budaya lokal yang berkembang di Indonesia.

Sinkretisisasi ini terjadi, sebagai missal, dalam penokohan wayang. Dalam wayang Indonesia, terdapat
tokoh-tokoh India “asli” seperti Yudhistira, Arjuna, Bima, ataupun tokoh-tokoh Kurawa semacam
Duryudana, Dursasana, Sangkuni, ataupun Drona. Namun, setelah diterapkan di Indonesia, muncul tokoh-
tokoh semisal Semar, Gareng, Petruk, ataupun Bagong yang kesemuanya dikenal sebagai Punakawan.
Tokoh-tokoh Punakawan ini diperankan punya dimensi spiritual dan kemampuan yang melebihi skill para
tokoh wayang India.

Sinkretisisasi budaya ini pun terjadi tatkala persebaran budaya Islam di sekujur pulau nusantara. Islam
yang kemudian menggejala di nusantara memiliki sejumlah corak baru tatkala diimplementasikan di bumi
Indonesia. Tulisan ini akan melakukan perjalanan singkat dalam melihat pengaruh-pengaruh Islam
terhadap budaya lokal yang berkembang di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai