OLEH:
Tujuan dari sebuah perusahaan adalah untuk mencapai laba sebanyak banyaknya
atau memakmurkan pemilik perusahaan atau pemilik saham (stockholders). Pada saat
ini perkembangan dunia usaha kiat meningkat dengan pesat. Sehingga menyebabkan
persaingan global yang juga kian meningkat pesat sehingga menyebabkan perusahaan
meningkatkan daya saing agar dapat menarik perhatian investor untuk berinvestasi di
perusahaan tersebut. Dengan ketatnya persaingan antar perusahaan, alhasil menuntut
para manajer untuk menerapkan strategi bisnis yang tepat yang dapat meningkatkan
kinerja keuangan suatu perusahaan sehingga perusahaan dapat bersaing di dunia bisnis
yang sangat kompetitif. Nilai perusahaan menjadi salah satu nilai penting untuk
mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi nilai presepsi investor
terhadap perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan, maka dapat memberikan sinyal
positif kepada para investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut.
Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila
perusahaan dijual. Semakin tinggi nilai perusahaan, semakin besar kemakmuran yang
akan diterima oleh pemilik usaha. (Wiagustini,2010). Nilai perusahaan akan menjadi
sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan
tingginya kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan yang tinggi akan menjadi
daya tarik tersendiri bagi investor untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut.
Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara
manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut agency
problem. Tidak jarang pihak manajemen yaitu manajer perusahaan mempunyai tujuan
dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering
mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan
pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency
conflict, hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi,
sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena
apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga
menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga
saham sehingga menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Wien
Ika Permanasari, 2010: 1).
Nilai perusahaan yang tinggi membuat investor percaya pada kinerja perusahaan
saat ini dan juga pada prospek perusahaan di masa depan. Pada umumnya, faktor
keuangan menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi nilai
perusahaan(Mulianti, 2010). Namun, faktor non keuangan juga merupakan faktor yang
penting yang perlu ditimbangkan oleh perusahaan dalam meningkatkan nilai
perusahaan. Salah satu nya dengan melakukan Good Corporate Governance juga
merupakan faktor non keuangan lainnya yang dipertimbangkan oleh para investor dalam
menilai suatu perusahaan (Sari dan Riduan, 2011). Jika Good corporate Governance
dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku akan membuat
peningkatan penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dan nilai perusahaan (Retno
dan Pratinah, 2012). Good Corporate Governance di perusahaan dapat dijadikan sebagai
infrastruktur pendukung terhadap praktik dan pengungkapan Corporate Social
Responsibility di Indonesia. Perusahaan menggunakan Good Corporate Governance
sebagai suatu proses dan struktur untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan semi mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dan tetap memperhatikan stakeholder lainnya. Diharapkan konsep ini bisa
melindungi pemegang saham sehingga memproleh kembali investasinya(Sutedi,2012).
Namun, faktor non keuangan juga merupakan faktor yang penting yang perlu
ditimbangkan oleh perusahaan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu lainnya
dengan melakukan Corporate Social Responsibility secara konsisten dalam jangka
panjang sehingga akan meningkatkan legitimasi masyarakat terhadap kehadiran
perusahaan. Penerapan Corporate Social Responsibility tidak lagi dianggap sebagai
biaya, melainkan investasi perusahaan. Perusahaan yang menerapkan Corporate Social
Responsibility akan memberikan manfaat bagi banyak pihak. Bagi pihak perusahaan,
manfaatnya ialah memberikan kelangsungan usaha dan kenyamanan lingkungan
masyarakat sekitarnya(Anggraini,2006). Pengaruh Corporate Social Responsibility
mengaruh pada hubungan perusahaan dengan seluruh stakeholder, yang didalamnya
termasuk pelanggan, kreditur, investor, pegawai, komunitas pemasok, pemerintah dan
juga lingkungan. Perusahaan tidak hanya mementingkan perolehan laba , tetapi
perusahaan juga mensejahterakan dan memperdulikan lingkungan sekitarnya sehingga
keberlangsungan hidup sekitarnya juga dapat terjaga.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini
adalah :
E. Tinjauan Pustaka
1. Teori Stakeholders
2. Teori Agensi
Dalam teori keagenan atau teori agensi menjelaskan tentang dua pelaku ekonomi
yang saling bertentangan yaitu prinsipal dan agen. Hubungan keagenan merupakan
suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen)
untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen
membuat keputusuan yang terbaik bagi prinsipal (Ichsan,2013). Jika prinsipal dan agen
memiliki tujuan yang sama maka agen akan mendukung dan melaksanakan semua yang
diperintahkan oleh prinsipal. Pertentangan terjadi apabila agen tidak menjalankan
perintah prnsipal untuk kepentingan sendri. Dala penelitian ini, pemerintah adalah
prinsipal sedangkan perusahaan adalah agen. Pemerintah yang bertindak sebagai
prinsipal memerintahkan kepada perusahaan untuk membayar pajak sesuai dengan
perundang-undangan pajak. Hal yang terjadi adalah perusahaan sebagai agen lebih
mementingkan kepentingannya dalam mengoptimalkan laba perusahaan sehingga
meminimalisir beban, termasuk beban pajak dengan melakukan penghindaran pajak.
Manajer perusahaan yang berkuasa dalam perusahaan untuk pengambilan keputusan
sebagai agen meiliki kepentingan untuk mekasimalkan labanya dengan kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan. Karakter manajer perusahaan tentunya mempengaruhi
keputusan manajer untuk memutuskan kebijakannya untuk meminimalkan beban
termasuk beban pajak dengan membertimbangkan berbagai macam hal seperti sales
growth atau leverage.
Hendriksen dan VanBreda (2002) dalam Setyawati (2010), hal yang mendasari
konsep teori keagenan muncul dari perluasan dari satu individu pelaku ekonomi
informasi menjadi dua individu. Salah satu individu ini menjadi agent untuk yang lain
yang disebut principal. Agent membuat kontrak untuk melakukan tugas – tugas terntu
bagi principal, principal membuat kontrak untuk memberi imbalan pada agent. Principal
mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk
pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal ke agent. Analoginya
mungkin seperti antara pemilik perusahaan dan manjemen perusahaan itu. Para pemilik
disebut evaluator informasi dan agen-agen mereka disebut pengambil keputusan.
Hubungan agensi dikatakan terjadi ketika terdapat sebuah kontrak antara seseorang
(atau beberapa orang), seorang prinsipal dan seseorang (atau beberapa orang) lain,
seorang agen untuk melakukan pelayanan bagi kepentingan principal mencakup sebua
pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Jensen dan Meckling
(1976), menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai
prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu
manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan
terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan
semua upayanya kepada pemegang saham.
Menurut Agoes (2006) dalam Agoes dan Ardana (2009: 101) mendefinisikan
tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran
Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas
penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
Unsur –Unsur Good Corporate Governance menurut Agus Widjaja Tunggal (2013:184)
terdiri dari:
1. Pemegang saham
Pemegang saham adalah individu atau institusi yang memiliki vital stake dalam
perusahaan. Dengan tata kelola, perusahaan yang baik harus dapat melindungi hak
pemegang saham dengan cara mengamankan kepemilikan, menyerahkan atau
memindahkan saham, melaporkan informasi yang relevan dan mendapatkan keuntungan
dari perusahaan.
2. Komisaris dan Direksi
Komisaris dan Direksi bertanggung jawab atas penetapan sasaran atau tujuan
dari korporat, mengembangkan kebijakan serta memilih tim manajemen puncak untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.
3. Komite Audit
4. Sekertaris Perusahaan
5. Manajer
7. Auditor Internal
a. Mekanisme eksternal
b. Mekanisme internal
1) Kepemilikan Institusional
2) Kepemilikan Manajerial
4) Komite audit
Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 dalam Nasution dan Setiawan (2007), komite
audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris komite untuk melakukan tugas
pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi
pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem
pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara
pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani
masalah pengendalian.
Menurut Deegan (2002) dalam Lanis dan Richardson (2013) menyatakan bahwa
pengungkapan CSR dipandang sebagai sarana yang digunakan oleh menajemen
perusahaan dalam berinteraksi dengan masyarakat yang lebih luas untuk mempengaruhi
persepsi. Pengungkapan CSR terdapat dalam laporan tanggung jawab sosial perusahaan,
laporan sumber daya manusia, dan laporan kesehatan dan keselamatan kerja. Menurut
Wibisono (2007) ada 10 keuntungan yang dapat diperoleh dalam melakukan CSR,
yaitu: mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahan, layak
mendapatkan social license to operate, mereduksi resiko bisnis perusahaan, melebarkan
akses sumber daya, membentangkan menuju market, mereduksi biaya, memperbaiki
hubungan dengan stakeholder, memperbaiki hubungan dengan regulator (pemerintah),
meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, peluang mendapatkan
penghargaan.
Fungsi CSR secara umum yaitu sebagai suatu bentuk tanggung jawab suatu perusahaan
terhadap pihak yang terlibat atau terdampak baik secara langsung atau tidak langsung
atas apa yang menjadi aktivitas perusahaan. Adapun 5 pilar yang mencakup kegiatan
CSR diantaranya adalah:
5. Upaya pelestarian lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial dan budaya
5. Nilai Perusahaan
6. Profitabilitas
Return On Assest mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik
analisis keuangan yang bersifat menyeluruh. Analisis Return On Assest ini merupakan
teknik yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan dan juga investor untuk
mengukur efektivitas dan keseluruhan operasi perusahaan. Return on Assets adalah rasio
yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diproleh dari pengguna aktiva,
dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam
memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik
perusahaan kepada investor ( Lestari &Sugiharto dalam Armi,2016)
a. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diproleh perusahaan dalam satu periode.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Muh.Hosen dan Adi Prasetyo (2015)
menemukan bahwa profitabilitas dapat memperkuat pengaruh Corporate Social
Responsibility terhadap nilai perusahaan. Selain itu, Sulistia dan Wahidahwati (2017)
juga mengungkapkan bahwa Corporate Social Responsibility mampu memoderasi
pengaruh Profitabilitas dengan menggunakan rasio Return on Asset (ROA) pada nilai
perusahaan. Jika perusahaan memiliki profitabilitas yang tinggi maka akan memperkuat
pengaruh hubungan antara Corporate Social Responsibility dengan nilai perusahaan.
Semakin tinggi pengungkapan Corporate Social Responsibility maka akan membuat
semakin tinggi pula kepercayaan investor terhadap Nilai Perusahaan. Berdasarkan
uraian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
I. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui
website www.idx.co.id.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Kuantitatif
Deskriptif. Penelitian ini menggambarkan atau menjelaskan pengaruh Good Corporate
Governance dan Corporate Social Responsibility sebagai variabel independen nya
terhadap Nilai Perusahaan sebagai variabel dependen dengan Profitabilitas sebagai
variabel Moderasinya. Objek penelitian ini adalah Perusahaan Bahan dasar dan kimia
dan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2020. Penelitian
ini menggunakan metode pengumpulan data dokumentasi dan studi pustaka. Metode
dokumentasi menggunakan metode melihat yang menggunakan dan mempelajari data
data sekunder yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia. Data sekunder
merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung dengan
melalui media perantara (diproleh dan dicatat oleh pihak lain). Sedangkan Studi
pustaka, berupa metode pengumpulan data yang menggunakan telaah pustaka, dimana
mengkaji berbagai sumber seperti jurnal, buku, dan sumber lainnya yang berkaitan
dengan penelitian tersebut
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Bahan dasar dan kimia dan
Pertambangan sektor konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-
2020. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Purposave Samping, yaitu
memilih sampel berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian.
1. Perusahaan Bahan dasar dan kimia dan Pertambangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2017-2020
4. Perusahaan tidak mengalami kerugian atau memproleh laba pada tahun 2018-
2019.
5. Perusahaan yang menyajikan data dan informasi yang lengkap terkait variabel
– variabel yang digunakan dalam penelitian.
4. Defenisi Operasional
1. Statistik Deskriptif
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan dalam menguji apakah dalam suatu model regresi
dengan ketiga variabel yang ada memiliki distribusi data yang normal atau tidak
(Fahriani dan Priyadi, 2016). Uji normalitas dapat dilihat berdasarkan penyebaran data
(titik) pada sumbu diagonal dari grafik ataupun menggunakan histogram dengan melihat
residualnya.Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2018:164).
b. Uji Multikolinieritas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terdapat
adanya korelasi antar variabel bebas (Fadhilah, 2014). Untuk mendeteksi ada ataupun
tidak gejala multikolinearitas dapat dilihat berdasarkan nilai tolerance atau variance
inflation factor (VIF). Apabila nilai tolerance < 0,1 atau VIF > 10 maka terjadi
multikolinearitas. Untuk melakukan uji multikolinearitas dengan kriteria dalam
pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Apabila nilai tolerance < 0,1 atau VIF > 10,
maka terjadi gejala multikolinearitas. 2. Apabila nilai tolerance > 0,1 atau VIF < 10,
maka tidka terjadi gejala multikolinearitas. Menurut Ghozali (2011), uji
multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas. Untuk membuat model regresi, antar variabel independen
tidak boleh terdapat multikolinieritas, karena multikolinieritas dapat menimbulkan bias
dalam hasil penelitian terutama dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
c. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara
data pengamatan atau tidak. Autokorelasi muncul dikarenakan adanya observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena
residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya
(Ghozali,2018:111). Untuk dapat mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada suatu
model regresi, maka dilakukan dengan pengujian terhadap Uji Durbin Watson (DW
Test). Uji Durbin Watson digunakan untuk ato korelasi tingkat satu dan mensyaratkan
adanya konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel
Independen (Ghozali,2018:112).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji Hipotesis
Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan dua variabel
bebas yakni Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility. Analisis
ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel – variabel bebas atau
independen terhadap variabel terikat atau dependen, dengan rumus persamaan berikut
(Endrayanto dan Sujarweni,2012):
Y= α + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 𝑋3 +e
Keterangan:
Y: Nilai Perusahaan
α : Konstanta
𝑋3 : Profitabilitas (moderasi)
e : Standar Error
Berdasarkan persamaan regresi linear diatas maka dapat dijelaskan jika nilai
Corporate Social Responsibility, Good Corporate Governance dan Profitabilitas sama
dengan 0 maka kinerja sektor publik senilai α. Jika Corporate Social Responsibility naik
satu satuan maka nilai perusahaan akan naik sebesar 𝑏1 , apabila Good Corporate
Governance naik satu satuan maka kinerja sektor publik akan naik sebesar 𝑏2 dan
apabila profitabilitas naik satu satuan maka nilai perusahaan akan naik sebesar 𝑏3.
d. Koefesien Determinasi (𝑹 𝟐 )
e. Uji MRA
Y= a + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2 + 𝑏3 𝑋1𝑋3 + 𝑏3 𝑋2𝑋3+ ε
Keterangan:
a: Konstanta
Ε : Nilai Residu
Apabila 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan sig < 0,05 maka profitabilitas akan memoderasi atau
memperkuat hubungan pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social
Responsibility terhadap Nilai Perusahaan.