Anda di halaman 1dari 54

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1 Hasil dan Analisis Tahap Haze Detection
IV.1.1 Metode Haze Optimazed Transform (HOT)
Metode Haze Optimazed Transform (HOT) merupakan metode yang digunakan
dalam penentuan deteksi haze dengan hanya berdasarkan pengamatan scatter plot antara
band merah dan band biru. Hasil regresi linier untuk objek darat bebas area bersih akan
ditentukan sudut yang kemudian dimasukan ke dalam rumus II.1. Penentuan sudut pada
scatter plot mempengaruhi deteksi pada hasil deteksi yang dilakukan. Pada wilayah urban
memiliki perbedaan nilai sudut yang dihasilkan dari scatter plot dengan wilayah rural,
dimana sudut yang dihasilkan pada wilayah rural lebih tinggi dari sudut wilayah urban.
Hal ini dikarenakan pada wilayah urban lebih banyak bangunan-bangunan dengan
memiliki atap berwarna putih, sehingga nilai piksel yang terekam sama seperti nilai piksel
pada GambarIV-1.

a b
Gambar IV-1 Pembentukan Clear Line pada Urban Area
Gambar IV-1 (a) menunjukan hasil scatter plot dari band biru (sumbu x) dan
band merah (sumbu y) serta statistik umum pada gambar (b) dari sampel area bersih bebas
awan dan bebas kabut pada wilayah urban. Hasil statistik dari sampel area bersih pada
wilayah urban yaitu korelasi sebesar 0,951619, standar deviasi y (σy atau sy) sebesar
264,342355, standar deviasi x (σx atau sx) sebesar 205,701889, nilai kovarians x dan y
(σxy2 atau Sxy) sebesar 51828,265857. Hasil statistik pada Gambar IV-1 (b) tersebut
dilakukan perhitungan dengan persamaan rumus III.1.

53
51828.265857
𝛳𝛳 = = 70,17990087˚……………………………….(IV.1)
205.7018892

Perhitungan pada IV.1 menghasilkan nilai slope sebesar 1,22487339 atau


70,17990087˚. Nilai slope ϴ yang sudah dihitung akan dimasukan kedalam perhitungan
transformasi deteksi haze metode HOT. Citra hasil deteksi haze pada wilayah urban dapat
dilihat Gambar IV-2.

Gambar IV-2 Hasil Deteksi HOT Urban


Slope ϴ yang terbentuk pada wilayah rural memiliki perbedaan, hal ini
dikarenakan perbedaan tutupan lahan yang berbeda dengan wilayah urban. Perbedaan
tutupan lahan ini mempengaruhi dari sebaran nilai piksel pada scatter plot serta nilai
statistik yang terbentuk.

(a) (b)
Gambar IV-3 Pembentukan Clear Line Pada wilayah Rural

54
Gambar IV-3 (a) menunjukan hasil scatter plot dari band biru (sumbu x) dan band
merah (sumbu y) serta statistik umum pada gambar (b) dari sampel area bersih bebas
awan dan bebas kabut pada wilayah rural. Hasil statistik dari sampel area bersih pada
wilayah rural yaitu korelasi sebesar 0,958165, standar deviasi y (σy atau sy) sebesar
120,50955, standar deviasi x (σx atau sx) sebesar 174,640323, nilai kovarians x dan y (σxy2
atau Sxy) sebesar 20164,775544. Hasil statistik pada Gambar IV-3 (b) tersebut dilakukan
perhitungan dengan persamaan rumus III.1.
20164.775544
𝛳𝛳 = = 79,55602859˚……………………………….(IV.2)
120.509552

Perhitungan pada IV.2 menghasilkan nilai slope sebesar 1.388514639 atau


79,55602859˚. Nilai slope ϴ yang sudah dihitung akan dimasukan kedalam perhitungan
transformasi deteksi haze metode HOT. Citra hasil deteksi haze pada wilayah urban dapat
dilihat Gambar IV-4.

Gambar IV-4 Hasil deteksi haze wilayah


rural
IV.1.2 Metode Supressed Haze Transform (SHT)
Metode SHT merupakan metode deteksi haze dengan menggunakan training
sample sebagai acuan dasar dalam menentukan nilai slope ϴ. Pengambilan training
sample yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya sebaiknya menggunakan 3 kelas
sebagai acuan, dimana pada penelitian ini menggunakan kelas lahan terbangun, vegetasi,
dan lahan terbuka. Nilai slope ϴ yang didapatkan dari wilayah urban memiliki nilai yang
lebih besar dari pada nilai yang didapatkan dari wilayah urban. Hal ini terjadi dikarenakan
tutupan lahan yang ada di wilayah urban berbeda dari wilayah rural. Tutupan pada
wilayah urban lebih banyak lahan terbangun daripada lahan vegetasi yang menyebabkan
nilai slope yang kecil.
55
a b
Gambar IV-5 Pembentukan sudut ϴ dari training sam
Gambar IV-5 (a) menunjukan training sample pada wilayah urban dengan 3
tutupan lahan yang berbeda serta kondisi yang berbeda pula. Training sample yang sudah
terpilih selanjutnya dimasukan ke dalam scatter plot seperti pada Gambar IV-5 (b)
dengan band 2 (blue band) sebagai sumbu x dan band 4 (red band) sebagai sumbu y untuk
dianalisis guna mendapatkan nilai slope. Nilai slope ϴ dapat menggunakan rumus
persamaan dari trigonometri.
𝑦𝑦2 −𝑦𝑦1 1823−1058.5
𝛳𝛳 = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−1 � � = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−1 � � = 71.68879997˚………………(IV.3)
𝑥𝑥2 −𝑥𝑥1 1727−1474

Perhitungan pada persamaan rumus IV.3 menghasilkan nilai slope ϴ sebesar


71.68869997 ˚. Nilai slope yang sudah didapatkan lalu dimasukkan kedalam perhitungan
transformasi deteksi haze metode SHT untuk dihasilkan deteksi haze untuk wilayah
urban. Citra terdeteksi haze metode SHT dapat dilihat pada GambarIV-6.

Gambar IV-6 Hasil deteksi SHT wilayah


urban

56
Pada wilayah rural slope ϴ yang terbentuk tidak memiliki perbedaan cukup besar
meskipun memiliki perbedaan tutupan lahan yang berbeda dengan wilayah urban. Nilai
yang terbentuk memiliki perbedaan yang cukup kecil dibandingkan dengan perbedaan
pada metode HOT sebelumnya.

b
Gambar IV-7 Pembentukan sudut ϴ dari training sample
Gambar IV-7 (a) menunjukan training sample pada wilayah urban dengan 3
tutupan lahan yang berbeda serta kondisi yang berbeda pula. Training sample yang sudah
terpilih selanjutnya dimasukan ke dalam scatter plot seperti pada Gambar IV-5 (b)
dengan band 2 (blue band) sebagai sumbu x dan band 4 (red band) sebagai sumbu y untuk
dianalisis guna mendapatkan nilai slope. Nilai slope ϴ dapat menggunakan rumus
persamaan dari trigonometri.
𝑦𝑦2 −𝑦𝑦1 1674−1032
𝛳𝛳 = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−1 � � = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−1 � � = 72.64597536˚………………(IV.4)
𝑥𝑥2 −𝑥𝑥1 1237.3−1038

Perhitungan pada persamaan rumus IV.3 menghasilkan nilai slope ϴ sebesar


72.64597536 ˚. Nilai slope yang sudah didapatkan lalu dimasukkan kedalam perhitungan

57
transformasi deteksi haze metode SHT untuk dihasilkan deteksi haze untuk wilayah
urban. Citra yang sudah terdeteksi haze metode SHT dapat dilihat Gambar IV-8.

Gambar IV-9 Hasil deteksi SHT wilayah


rural
IV.1.3 Analisis Tahap Haze Detection
Hasil dari haze detection menghasilkan citra dengan memperlihatkan daerah yang
diliputi kabut dengan jelas. Pada daerah yang memiliki kabut (haze) tampak berwarna
putih sedangkan untuk darah bersih berwarna gelap. Objek bangunan beratap putih dan
awan memiliki warna putih dikarenakan kedua objek tersebut memiliki nilai spektral
yang lebih tinggi daripada kabut. Range histogram hasil dari kedua algoritma HOT dan
SHT bervariasi, sehingga perlu dilakukan normalisasi. Normalisasi dilakukan pada hasil
deteksi agar dapat mudah dibandingkan dengan nilai yang sama. Normalisasi dilakukan
dengan cara menyamakan range dari kedua algoritma menjadi 0-100.

(a) (b)
Gambar IV-10 Basic status pada (a) citra HOT, dan (b) citra SHT
58
Pada Gambar IV-9 menunjukan nilai basic stats tiap hasil deteksi metode yang
sudah diolah pada citra tahun 2020 (citra dengan haze di wilayah urban) setelah dilakukan
normalisasi. Pada deteksi HOT memiliki nilai mean sebesar 4,967728 dan nilai standar
deviasi sebesar 4,689564, sedangkan pada deteksi SHT memiliki nilai mean sebesar
11,893822 dan nilai standar deviasi sebesar 4,571366. Kedua metode memiliki perbedaan
pada nilai mean dan perbedaan yang relatif pada nilai standar deviasinya.

(a) (b)
Gambar IV-12 Histogram dan Batas atas dan bawah pada citra HOT (a) dan SHT (b)
Kedua histogram tampak adanya gap antara batas haze dengan area bersih serta
haze dengan awan. Pemisahan wilayah bebas haze dengan haze dilakukan dengan
mengambil nilai lalu dilakukan trial and error pada citra sebelum diolah. Pada Gambar
IV-10 menunjukan batas atas dan batas bawah pada citra deteksi HOT dan SHT. Nilai
rentang haze pada metode HOT menunjukan dari 11,9969– 18,2995 sedangkan untuk
nilai rentang haze pada metode SHT menunjukan dari 13,50621– 19,0,91579. Berikut
hasil dari deteksi kedua metode HOT dan SHT yang dapat dilihat pada Gambar IV-11.

(b)
(a)
Gambar IV-14 Hasil deteksi haze metode HOT(a) dan SHT(b)

59
Gambar IV-11 menunjukan citra hasil deteksi haze untuk kedua metode dengan
latar belakang citra komposit natural color. Warna biru tua menunjukan nilai berupa
awan, biru muda menunjukan nilai haze yang lebih tinggi dan warna cyan menunjukan
nilai haze yang lebih rendah. Secara umum kedua metode cukup bagus dalam mendeteksi
haze. Berikut analisis perbandingan hasil secara visual dari Gambar IV-11:
Tabel IV-1 Analisis perbandingan hasil secara visual
Metode Kesalahan Omisi Kesalahan Komisi Keterangan
HOT Masih terdapat haze Masih ada objek- Haze yang tidak
yang tidak objek kecil yang terdeteksi mencakup
terdeteksi masuk dalam haze haze dengan nilai
tinggi dan rendah
SHT Haze tipis yang Masih ada objek- Objek yang terdeteksi
tidak terdeteksi objek kecil yang lebih global.
masuk dalam haze

Tabel data luasan hasil deteksi metode HOT dan SHT pada citra Sentinel-2 9
November 2020 (citra urban) dapat dilihat pada Tabel IV-2 dan Tabel IV-3.
Tabel IV-2 Luasan hasil deteksi metode HOT citra urban
Kelas Luasan (ha) Presentase (%) Piksel

Bersih 31227,480843 79,21 17343616

Kabut 6721,391271 17,05 7491216

Awan 1475,123131 3,74 1073000

Total 39423,9952 100 25907832

Tabel IV-3 Luasan hasil deteksi metode SHT citra urban


Kelas Luasan (ha) Presentase (%) Piksel

Bersih 30971,514576 78,56 18260953

Kabut 6850,919643 17,38 6569137

Awan 1601,561 4,06 1077742

Total 39423,9952 100 25907832

60
(a) (b) (c)
Gambar IV-16 Komposit RGB (a), hasil deteksi metode HOT (b), dan SHT (c) pada citra urban

Gambar IV-12 menunjukan citra sebelum pengolahan (a), hasil deteksi metode
HOT (b), dan hasil deteksi metode SHT (c) yang pada objek bangunan. Tutupan kabut
yang berada di atas objek bangunan tersebut terlihat tipis. Pada kedua metode bangunan
beratap putih sama-sama dianggap sebagai awan dimana nilai bangunan beratap putih
memiliki nilai yang hampir sama dengan awan. Kedua metode juga sama-sama
mengidentifikasi kabut dan area bersih pada wilayah yang sama. Perbedaan pada
identifikasi kedua metode tersebut berada pada nilai rentang antara kabut tebal dengan
kabut tipis. Metode HOT lebih banyak mengidentifikasikan kabut tebal (nilai haze tinggi)
lebih banyak daripada metode SHT.

(a) (b) (c)


Gambar IV-18 Komposit RGB (a), hasil deteksi metode HOT (b), dan SHT (c) pada citra urban

Gambar IV-13 menunjukan citra sebelum pengolahan (a), hasil deteksi metode
HOT (b), dan hasil deteksi metode SHT (c) yang pada tutupan lahan terbangun. Pada
metode HOT lebih banyak mengidenfitikasi kabut tebal daripada metode SHT. Tutupan
lahan berupa objek bangunan perumahan yang tidak beratap putih akan dianggap sebagai
kabut dengan nilai haze yang tinggi pada metode HOT. Pada tutupan lahan berupa
vegetasi akan dianggap sebagai kabut dengan nilai haze kecil pada metode HOT maupun
SHT. Pada metode SHT juga lebih banyak terlihat wilayah bersih dibandingkan dengan
metode HOT.

61
(a) (b)
Gambar IV-20 Basic stats (a) citra HOT dan (b) citra SHT
Pada Gambar IV-14 menunjukan nilai basic stats tiap hasil deteksi metode yang
sudah diolah pada citra tahun 2021 (citra dengan haze di wilayah rural) setelah dilakukan
normalisasi. Pada deteksi HOT memiliki nilai mean sebesar 7,839363 dan nilai standar
deviasi sebesar 2,846191, sedangkan pada deteksi SHT memiliki nilai mean sebesar
12,916222 dan nilai standar deviasi sebesar 3,179039. Kedua metode memiliki perbedaan
pada nilai mean dan perbedaan yang relatif pada nilai standar deviasinya.

(a) (b)
Gambar IV-22 Histogram dan Batas atas dan bawah pada citra HOT (a) dan SHT (b)
Kedua histogram tampak adanya gap antara batas haze dengan area bersih serta
haze dengan awan. Pemisahan wilayah bebas haze dengan haze dilakukan dengan
mengambil nilai lalu dilakukan trial and error pada citra sebelum diolah. Pada Gambar
IV-15 menunjukan batas atas dan batas bawah pada citra deteksi HOT dan SHT. Nilai
rentang haze pada metode HOT menunjukan dari 7,814529077 – 15,65660209 sedangkan
nilai rentang haze pada metode SHT menunjukan dari 12,89053922 – 21,71228295.
62
(a) (b)
Gambar IV-24 Hasil deteksi haze metode HOT(a) dan SHT(b)
Gambar IV-16 menunjukan citra hasil deteksi haze untuk kedua metode dengan
latar belakang citra komposit natural color. Warna biru tua menunjukan nilai berupa
awan, biru muda menunjukan nilai haze yang lebih tinggi dan warna cyan menunjukan
nilai haze yang lebih rendah. Secara umum kedua metode cukup bagus dalam mendeteksi
haze. Berikut analisis perbandingan hasil secara visual dari Gambar IV-14:
Tabel IV-4 Analisis perbandingan hasil secara visual
Metode Kesalahan Omisi Kesalahan Komisi Keterangan
HOT Masih terdapat haze Masih ada objek- Haze yang tidak
yang tidak objek kecil yang terdeteksi
terdeteksi masuk dalam haze mencakup haze
dengan nilai tinggi
dan rendah
SHT - Masih ada objek- Objek yang
objek kecil yang terdeteksi lebih
masuk dalam haze global.

63
Tabel data luasan hasil deteksi metode HOT dan SHT pada citra Sentinel-2 9
November 2020 (citra urban) dapat dilihat pada Tabel IV-5 dan Tabel IV-6.
Tabel IV-5 Luasan hasil deteksi metode HOT citra rural
Kelas Luasan (km2) Presentase (%) Piksel

Bersih 41985,134 60,79 17810864

Kabut 26094,315 37,78 7534504

Awan 985,194 1,43 562464

Total 69064,643 100 25907832


Tabel IV-6 Luasan hasil deteksi metode SHT citra rural
Kelas Luasan Presentase (%) Piksel

Bersih 42997,894063 62,26 18489005

Kabut 25100,93359 36,34 6669269

Awan 965,815 1,40 749538

Total 69064,643 100 25907832

(a) (b) (c)


Gambar IV-26 Komposit RGB (a), hasil deteksi metode HOT (b), dan SHT (c) pada citra rural

Gambar IV-17 menunjukan citra sebelum pengolahan (a), hasil deteksi metode
HOT (b), dan hasil deteksi metode SHT (c) yang pada daerah pantai. Kedua metode
mengidentifikasikan riak air serta daerah laut dangkal sebagai kabut tipis. Hal ini
menunjukan bahwa riak air serta laut dangkal berpasir memiliki nilai haze yang cukup
tinggi sehingga dianggap sebagai haze meskipun daerah tersebut merupakan daerah bebas
haze. Namun pada metode SHT lebih banyak mengidentifikasi kedua objek diatas lebih

64
banyak daripada metode HOT. Pada kasus ini riak air dan laut dangkal berpasir masih
kedalam kategori haze dengan nilai yang kecil.

(a) (b) (c)


Gambar IV-28 Komposit RGB (a), hasil deteksi metode HOT (b), dan SHT (c) pada citra
rural
Gambar IV-18 menunjukan citra sebelum pengolahan (a), hasil deteksi metode
HOT (b), dan hasil deteksi metode SHT (c) yang pada jalan tol. Kedua metode
mengidentifikasikan jalan tol sebagai kabut tebal dikarenakan nilai haze pada jalan tol
memiliki nilai yang tinggi sehingga dianggap sebagai kabut. Berbeda dengan objek
bangunan beratap putih yang akan dianggap sebagai awan, jalan tol dengan material beton
hanya dianggap sebagai kabut dengan nilai haze yang tinggi (kabut tebal).

(a) (b) (c)


Gambar IV-29 Komposit RGB (a), hasil deteksi metode HOT (b), dan SHT (c) pada citra
rural
Gambar IV-19 menunjukan citra sebelum pengolahan (a), hasil deteksi metode
HOT (b), dan hasil deteksi metode SHT (c) yang daerah berkabut tipis. Kedua metode
sama-sama tidak dapat mengidentifikasikan secara menyeluruh kabut tipis pada beberapa
tempat khususnya pada tutupan lahan vegetasi. Kabut tipis tersebut memiliki nilai haze
yang sangat kecil daripada nilai haze keseluruhan sehingga dianggap sebagai daerah
bersih. Kesalahan tersebut terjadi dikarenakan akibat luas cakupan daerah identifikasi
sehingga nilai minimum haze juga akan berpengaruh.

65
IV.1.4 Uji Akurasi Haze Detection
Uji akurasi digunakan untuk mengetahui perbandingan hasil haze detection lebih
akurat akan digunakan perbandingan kedua metode. Uji akurasi untuk citra deteksi haze
akan menggunakan matriks konfusi dengan titik sampel yang sudah ditentukan untuk
menguji hasil haze detection. Hasil hitungan matriks konfusi akan dianggap baik jika
akurasinya diatas 80% (Sudarsono, dan Sasmito, 2013). Penelitian ini menghitung user’s
accuracy, producer’s accuracy, overall accuracy dan kappa accuracy. Kriteria user’s
accuracy dan producer’s accuracy mengacu kepada kriteria Short (1982) dalam
Nawangwulan, Sudarsono, dan Sasmito (2013), overall accuracy mengacu pada
Anderson dkk (1976) dalam Congalton dan Green (2008) dan kappa accuracy mengacu
pada Landis dan Koch (1977) dalam Congalton dan Green (2008). Data yang digunakan
dalam matriks konfusi adalah data titik – titik sampel yang dapat dilihat pada lampiran.

IV.1.4.1 Matriks Konfusi Citra Urban (2020)


Matriks konfusi hasil verifikasi dari deteksi kabut pada citra urban (2020) metode
HOT yang dapat dilihat pada Tabel IV-7.
Tabel IV-7 Matriks Konfusi citra urban (2020) metode HOT
Pengolahan
HOT
Awan Haze Bersih Jumlah
Awan 53 0 0 53
Haze 2 66 10 78
Verifikasi
Bersih 1 2 76 79
Jumlah 56 68 86 210

Data Tabel IV-7 dapat dihitung nilai kesalahan komisi dan omisi yang dapat dilihat
pada Tabel IV-8.
Tabel IV-8 Komisi dan omisi citra urban (2020) metode HOT
Komisi Omisi Komisi Omisi
HOT
(Sampel) (Sampel) (%) (%)
Awan 0/53 3/56 0,00% 5,36%
Haze 12/78 2/68 15,38% 2,94%
Bersih 3/79 10/86 3,80% 11,63%

Tabel IV-8 menunjukan kesalahan komisi dan kesalahan omisi. Kelas awan
menunjukan kesalahan komisi 0/153 atau sebesar 0% yang dimana tidak ada sampel kelas
tambahan yang masuk kedalam kelas haze maupun kelas tambahan masuk kedalam kelas
bersih sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 3/56 atau 5,36% yang dimana 2 sampel

66
masuk kedalam kelas haze dan 1 sampel masuk kedalam kelas bersih. Kelas haze
menunjukan kesalahan komisi 12/78 atau sebesar 15,38% yang dimana ada 2 sampel
kelas tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 10 sampel kelas tambahan masuk
kedalam kelas bersih sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 2/56 atau 2,94% yang
dimana 0 sampel masuk kedalam kelas awan dan 2 sampel masuk kedalam kelas bersih.
Kelas bersih menunjukan kesalahan komisi 3/79 atau sebesar 3,80% yang dimana ada 1
sampel kelas tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 2 sampel kelas tambahan
masuk kedalam kelas haze sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 10/86 atau 11,63%
yang dimana 0 sampel masuk kedalam kelas awan dan 10 sampel masuk kedalam kelas
haze. Selain perhitungan commission error dan omission error, dapat dihitung juga user’s
accuracy, producer’s accuracy, overall accuracy dan koefisien kappa. Perhitungan user’s
accuracy dapat dilihat pada Tabel IV-9.
Tabel IV-9 User’s accuracy citra urban metode HOT
Klasifikasi User’s Accuracy
(%)
Awan 100
Haze 84,62
Bersih 96,20

Tabel IV-9 menunjukan masing – masing user’s accuracy dari tiap kelas
klasifikasi. User’s accuracy dapat dihitung dengan mengurangi nilai komisinya dengan
nilai 100 dalam %. Secara berturut – turut user’s accuracy yang didapatkan pada kelas
awan, kelas haze dan kelas bersih adalah 100%, 84,62% dan 96,20%. Pada kelas haze
kesalahan secara keseluruhan dikarenakan nilai haze yang cukup tipis sehingga pada
metode HOT akan dianggap sebagai area bersih. Sampel yang dianggap awan pada kelas
bersih dikarenakan nilai haze yang terdapat pada sampel tersebut cukup tinggi sehingga
akan dikategorikan sebagai awan. Identifikasi kabut metode HOT pada citra urban (2020)
sudah cukup baik karena keseluruhan kelas memiliki user’s accuracy diatas 80%. Setelah
dilakukan perhitungan user’s accuracy, maka selanjutnya dilakukan perhitungan
producer’s accuracy. Perhitungan producer’s accuracy dapat dilihat pada Tabel IV-10

67
Tabel IV-10 Producer’s Accuracycitra urban metode HOT
Klasifikasi Producer’s Accuracy
(%)
Awan 94,64
Haze 97,06
Bersih 88,37

Tabel IV-10 menunjukan niali producer’s accuracy dari tiap-tiap kelas klasifikasi.
Producer’s accuracy dihitung dari pegurangan nilai omisinya dengan nilai 100 dalam %.
Secara berturut – turut producer’s accuracy yang didapatkan pada kelas awan, kelas
bayangan dan kelas bersih adalah 94,64%, 97,06% dan 88,37%. Identifikasi kabut metode
HOT pada citra urban (2020) sudah cukup baik karena keseluruhan kelas memiliki
producer’s accuracy diatas 80%. Selain user’s accuracy dan producer’s accuracy,
didapatkan juga nilai overall accuracy serta koefisien kappa. Overall accuracy
didapatkan dari haze detection metode HOT pada citra urban (2020) sebesar 92,86% yang
bisa dikatakan baik serta koefisien kappa sebesar 0,891507 yang masuk ke dalam kategori
kuat, selanjutnya adalah matriks konfusi berdasarkan metode SHT. Matriks konfusi hasil
verifikasi dari pengolahan citra urban metode SHT dapat dilihat pada Tabel IV-11.
Tabel IV-11 Matriks Konfusi citra urban (2020) metode SHT
Pengolahan
SHT
Awan Haze Bersih Jumlah
Awan 53 0 0 53
Haze 3 65 10 78
Verifikasi
Bersih 1 1 77 79
Jumlah 57 66 87 210

Data Tabel IV-11 dapat dihitung nilai kesalahan komisi dan omisi yang dapat
dilihat pada Tabel IV-12.
Tabel IV-12 Komisi dan omisi citra urban (2020) metode SHT
Komisi Omisi Komisi Omisi
HOT
(Sampel) (Sampel) (%) (%)
Awan 0/53 4/57 0,00% 7,02%
Haze 13/78 1/66 16,67% 1,52%
Bersih 2/79 10/87 2,53% 11,49%

Tabel IV-12 menunjukan kesalahan komisi dan kesalahan omisi. Kelas awan
menunjukan kesalahan komisi 0% yang dimana tidak ada sampel kelas tambahan yang

68
masuk kedalam kelas haze maupun kelas tambahan masuk kedalam kelas bersih
sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 4/57 atau 7,02% yang dimana 3 sampel masuk
kedalam kelas haze dan 1 sampel masuk kedalam kelas bersih. Kelas haze menunjukan
kesalahan komisi 13/78 atau sebesar 16,67% yang dimana terdapat 3 sampel kelas
tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 10 sampel kelas tambahan masuk
kedalam kelas bersih sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 1/66 atau 1,52% yang
dimana 0 sampel masuk kedalam kelas awan dan 1 sampel masuk kedalam kelas bersih.
Kelas bersih menunjukan kesalahan komisi 2/79 atau sebesar 2,53% yang dimana ada 1
sampel kelas tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 1 sampel kelas tambahan
masuk kedalam kelas haze sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 10/87 atau 11,49%
yang dimana 0 sampel masuk kedalam kelas awan dan 10 sampel masuk kedalam kelas
haze. Selain perhitungan commission error dan omission error, dapat dihitung juga user’s
accuracy, producer’s accuracy, overall accuracy dan koefisien kappa. Perhitungan user’s
accuracy dapat dilihat pada Tabel IV-13.
Tabel IV-13 User’s accuracy citra urban metode SHT
Klasifikasi User’s Accuracy
(%)
Awan 100,00
Haze 83,33
Bersih 97,47

Tabel IV-13 menunjukan masing – masing user’s accuracy dari tiap kelas
klasifikasi. User’s accuracy dapat dihitung dengan mengurangi nilai komisinya dengan
nilai 100 dalam %. Secara berturut – turut user’s accuracy yang didapatkan pada kelas
awan, kelas haze dan kelas bersih adalah 100%, 83,33% dan 97,47%. Sama seperti pada
metode HOT, kesalahan pada kelas haze terjadi dikarenakan nilai haze yang kecil
sehingga terdeteksi sebagai kelas bersih pada kabut yang tipis. Identifikasi kabut metode
SHT pada citra urban (2020) sudah cukup baik karena keseluruhan kelas memiliki user’s
accuracy diatas 80%. Setelah dilakukan perhitungan user’s accuracy, maka selanjutnya
dilakukan perhitungan producer’s accuracy. Perhitungan producer’s accuracy dapat
dilihat pada Tabel IV-14

69
Tabel IV-14 Producer’s Accuracycitra urban metode SHT
Klasifikasi Producer’s Accuracy
(%)
Awan 92,98
Haze 98,48
Bersih 88,51

Tabel IV-14 menunjukan niali producer’s accuracy dari tiap-tiap kelas klasifikasi.
Producer’s accuracy dihitung dari pegurangan nilai omisinya dengan nilai 100 dalam %.
Secara berturut – turut producer’s accuracy yang didapatkan pada kelas awan, kelas
bayangan dan kelas bersih adalah 92,98%, 98,48% dan 88,51%. Dapat dikatakan bahwa
identifikasi kabut metode SHT pada citra urban (2020) sudah cukup baik karena
keseluruhan kelas memiliki producer’s accuracy diatas 80%. Selain user’s accuracy dan
producer’s accuracy, didapatkan juga nilai overall accuracy serta koefisien kappa.
Overall accuracy yang didapatkan dari haze detection metode HOT pada citra urban
(2020) sebesar 92,86% yang bisa dikatakan baik serta koefisien kappa sebesar 0,89159
yang masuk ke dalam kategori kuat.

IV.1.4.2 Matriks Konfusi Citra Rural (2021)


Matriks konfusi hasil verifikasi dari deteksi kabut pada citra urban (2020) metode
HOT yang dapat dilihat pada Tabel IV-15.
Tabel IV-15 Matriks Konfusi citra rural (2021) metode HOT
Pengolahan
HOT
Awan Haze Bersih Jumlah
Awan 51 1 0 52
Haze 1 71 12 84
Verifikasi
Bersih 2 2 70 74
Jumlah 54 74 82 210

Data Tabel IV-15 dapat dihitung nilai kesalahan komisi dan omisi yang dapat
dilihat pada Tabel IV-16.
Tabel IV-16 Komisi dan omisi citra rural (202) metode HOT
Komisi Omisi Komisi Omisi
HOT
(Sampel) (Sampel) (%) (%)
Awan 1/52 3/54 1,92 5,56
Haze 13/84 3/74 15,48 4,05
Bersih 4/74 12/82 5,41 14,63

70
Tabel IV-16 menunjukan kesalahan komisi dan kesalahan omisi. Kelas awan
menunjukan kesalahan komisi 1/52 atau sebesar 1,92% yang dimana ada 1 sampel kelas
tambahan yang masuk kedalam kelas haze dan 0 sampel kelas tambahan masuk kedalam
kelas bersih sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 3/54 atau 5,56% yang dimana 1
sampel masuk kedalam kelas haze dan 2 sampel masuk kedalam kelas bersih. Kelas haze
menunjukan kesalahan komisi 13/84 atau sebesar 15,48% yang dimana ada 1 sampel
kelas tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 13 sampel kelas tambahan masuk
kedalam kelas bersih sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 3/74 atau 4,05% yang
dimana 1 sampel masuk kedalam kelas awan dan 2 sampel masuk kedalam kelas bersih.
Kelas bersih menunjukan kesalahan komisi 4/74 atau sebesar 5,41% yang dimana ada 2
sampel kelas tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 2 sampel kelas tambahan
masuk kedalam kelas haze sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 12/82 atau 14,63%
yang dimana 0 sampel masuk kedalam kelas awan dan 12 sampel masuk kedalam kelas
haze. Selain perhitungan commission error dan omission error, dapat dihitung juga user’s
accuracy, producer’s accuracy, overall accuracy dan koefisien kappa. Perhitungan user’s
accuracy dapat dilihat pada Tabel IV-17.
Tabel IV-17 User’s accuracy citra rural metode HOT
Klasifikasi User’s Accuracy
(%)
Awan 98,08
Haze 84,52
Bersih 94,59

Tabel IV-17 menunjukan masing – masing user’s accuracy dari tiap kelas
klasifikasi. User’s accuracy dapat dihitung dengan mengurangi nilai komisinya dengan
nilai 100 dalam %. Secara berturut – turut user’s accuracy yang didapatkan pada kelas
awan, kelas haze dan kelas bersih adalah 98,08%, 84,52% dan 94,59%. Identifikasi kabut
metode HOT pada citra rural (2021) sudah cukup baik karena padasemua kelas karena
memiliki user’s accuracy diatas 80%. Kesalahan pada kelas haze terjadi pada area dengan
kabut yang sangat tipis banyak yang tidak terdeteksi seperti pada area badan air yang
masih terdapat kabut tipis belum terdeteksi sebagai kabut serta pada area vegetasi dengan
kabut tipis tidak terdeteksi sebagai kabut tipis. Perhitungan producer’s accuracy dapat
dilihat pada Tabel IV-18.

71
Tabel IV-18 Producer’s Accuracy citra rural metode HOT
Klasifikasi Producer’s Accuracy
(%)
Awan 94,44
Haze 95,95
Bersih 85,37

Tabel IV-18 menunjukan niali producer’s accuracy dari tiap-tiap kelas klasifikasi.
Producer’s accuracy dihitung dari pegurangan nilai omisinya dengan nilai 100 dalam %.
Secara berturut – turut producer’s accuracy yang didapatkan pada kelas awan, kelas
bayangan dan kelas bersih adalah 94,44%, 95,95% dan 85,37%. Identifikasi kabut metode
HOT pada citra urban (2020) sudah cukup baik untuk semua kelas karena memiliki
producer’s accuracy diatas 80%. Pada kelas bersih masih terdapat banyak terdeteksi
sebagai kabut terutama pada area dengan tutupan lahan terbangun. Overall accuracy yang
didapatkan dari haze detection metode HOT pada citra urban (2020) sebesar 91,43% yang
bisa dikatakan cukup baik serta koefisien kappa sebesar 0,869691 yang masuk ke dalam
kategori kuat, selanjutnya adalah matriks konfusi berdasarkan metode SHT. Matriks
konfusi hasil verifikasi dari pengolahan citra urban metode SHT dapat dilihat pada Tabel
IV-19.
Tabel IV-19 Matriks Konfusi citra rural (2021) metode SHT
Pengolahan
HOT
Awan Haze Bersih Jumlah
Awan 51 1 0 52
Haze 2 72 10 84
Verifikasi
Bersih 2 1 71 74
Jumlah 55 74 81 210

Data Tabel IV-19 dapat dihitung nilai kesalahan komisi dan omisi yang dapat
dilihat pada Tabel IV-20.
Tabel IV-20 Komisi dan omisi citra rural (2021) metode SHT
Komisi Omisi Komisi Omisi
HOT
(Sampel) (Sampel) (%) (%)
Awan 1/52 4/55 1,92 7,27
Haze 12/84 2/74 14,29 2,70
Bersih 3/74 10/81 4,05 12,35

72
Tabel IV-20 menunjukan kesalahan komisi dan kesalahan omisi. Kelas awan
menunjukan kesalahan komisi 1/52 atau sebesar 1,92% yang dimana ada 1 sampel kelas
tambahan yang masuk kedalam kelas haze dan 0 sampel kelas tambahan masuk kedalam
kelas bersih sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 4/55 atau 7,27% yang dimana 2
sampel masuk kedalam kelas haze dan 2 sampel masuk kedalam kelas bersih. Kelas haze
menunjukan kesalahan komisi 12/84 atau sebesar 14,29% yang dimana ada 2 sampel
kelas tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 10 sampel kelas tambahan masuk
kedalam kelas bersih sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 2/74 atau 2,70% yang
dimana 1 sampel masuk kedalam kelas awan dan 1 sampel masuk kedalam kelas bersih.
Kelas bersih menunjukan kesalahan komisi 3/74 atau sebesar 4,05% yang dimana ada 2
sampel kelas tambahan yang masuk kedalam kelas awan dan 1 sampel kelas tambahan
masuk kedalam kelas haze sedangkan untuk kesalahan omisi adalah 10/81 atau 12,35%
yang dimana 0 sampel masuk kedalam kelas awan dan 10 sampel masuk kedalam kelas
haze. Selain perhitungan commission error dan omission error, dapat dihitung juga user’s
accuracy, producer’s accuracy, overall accuracy dan koefisien kappa. Perhitungan user’s
accuracy dapat dilihat pada Tabel IV-21.
Tabel IV-21 User’s accuracy citra rural metode SHT
Klasifikasi User’s Accuracy
(%)
Awan 98,08
Haze 85,71
Bersih 95,95

Tabel IV-21 menunjukan masing – masing user’s accuracy dari tiap kelas
klasifikasi. User’s accuracy dapat dihitung dengan mengurangi nilai komisinya dengan
nilai 100 dalam %. Secara berturut – turut user’s accuracy yang didapatkan pada kelas
awan, kelas haze dan kelas bersih adalah 98,08%, 85,71% dan 95,95%. Identifikasi kabut
metode SHT pada citra rural (2021) sudah cukup baik untuk keseluruhan kelas karena
memiliki nilai user’s accuracy diatas 80% Setelah dilakukan perhitungan user’s
accuracy, maka selanjutnya dilakukan perhitungan producer’s accuracy. Perhitungan
producer’s accuracy dapat dilihat pada Tabel IV-22.

73
Tabel IV-22 Producer’s Accuracycitra rural metode SHT

Klasifikasi Producer’s Accuracy


(%)
Awan 92,73
Haze 97,30
Bersih 87,65

Tabel IV-22 menunjukan nilai producer’s accuracy dari tiap-tiap kelas klasifikasi.
Producer’s accuracy dihitung dari pegurangan nilai omisinya dengan nilai 100 dalam %.
Secara berturut – turut producer’s accuracy yang didapatkan pada kelas awan, kelas
bayangan dan kelas bersih adalah 92,73, 97,30%, dan 87,65% %. Dapat dikatakan bahwa
identifikasi kabut metode SHT pada citra rural (2021) sudah cukup baik karena
keseluruhan kelas memiliki producer’s accuracy diatas 80%. Selain user’s accuracy dan
producer’s accuracy, didapatkan juga nilai overall accuracy serta koefisien kappa.
Overall accuracy yang didapatkan dari haze detection metode SHT pada citra rural
(2021) sebesar 92,38% yang bisa dikatakan baik serta koefisien kappa sebesar 0,884258
yang masuk ke dalam kategori kuat.

IV.1.4.3 Perbandingan Akurasi Haze Detection Pada Semua Citra


Uji akurasi dilakukan pada penelitian ini untuk mendapatkan nilai kehandalan dari
kelas haze dan bersih pada algoritma haze detection terhadap perbedaan perbedaan
tutupan lahan (urban dan rural). Kehandalan kelas haze dan kelas bersih ditunjukan
dengan nilai user’s accuracy yang didapatkan dari hasil perhitungan matriks konfusi
sebelumnya. Nilai kehandalan ini menunjukan seberapa sesuai hasil deteksi terhadap
keadaan citra sebenarnya. Grafik akurasi kelas haze dan kelas bersih pada citra urban
(2020) dan rural (2021) berturut – turut berdasarkan pada algoritma HOT, dan SHT dapat
dilihat pada Gambar IV-21 sampai Gambar IV-22.

74
100,00%
97,47%
96,20%
95,00%

90,00%

84,62%
85,00% 83,33%

80,00%

75,00%
akurasi haze akurasi bersih

HOT SHT

Gambar IV-31 Grafik akurasi kelas Haze dan area bersih pada citra urban 2020

98,00%
95,95%
96,00% 94,59%
94,00%
92,00%
90,00%
88,00%
85,71%
86,00% 84,52%
84,00%
82,00%
80,00%
78,00%
akurasi haze akurasi bersih

HOT SHT

Gambar IV-30 Grafik akurasi kelas Haze dan area bersih pada citra rural 2021
Gambar IV-20 menunjukan akurasi kelas haze dan kelas bersih pada citra urban
tahun 2020 pada metode deteksi haze HOT dan SHT. Pada kelas haze pada kelas haze
metode HOT lebih unggul daripada metode SHT dengan nilai sebesar 84,62% untuk
metode HOT dan 83,33% untuk metode SHT, sedangkan pada kelas bersih metode SHT
lebih unggul daripada metode HOT dengan nilai sebesar 97,47% untuk metode SHT dan
96,02% untuk metode HOT. Gambar IV-21 menunjukan akurasi kelas haze dan kelas
bersih pada citra rural tahun 2021 pada metode deteksi haze HOT dan SHT. Pada kelas
haze dan kelas bersih metode SHT memiliki nilai akurasi lebih tinggi daripada nilai
akurasi metode HOT, yaitu pada kelas haze sebesar 85,71% untuk metode SHT dan

75
84,52% untuk metode HOT, serta pada kelas bersih sebesar 95,95% untuk metode SHT
dan 94,59% untuk metode HOT.
IV.2 Hasil dan Analisis Tahap Haze Removal
Haze removal merupakan tahap selanjutnya dalam penelitian ini setelah dilakukan
pendeteksian kabut (detection haze) serta pengkoreksian pada tahap haze perfection.
Hasil dari tahap sebelumnya akan menjadi dasar dalam proses seleksi menghilangkan
kabut dengan rentangan nilai (threshold) haze yang sudah ada. Rentangan nilai tersebut
akan digunakan untuk memisahkan daerah yang bebas haze atau daerah bersih dengan
citra yang mengandung awan dari proses menghilangkan haze. Metode haze removal
yang sering digunakan adalah metode DOS (Dark Object Substraction) dimana metode
ini menggunakan nilai batas bawah dari deteksi haze. Nilai batas bawah dari deteksi haze
digunakan untuk menghilangkan haze yang ada pada tiap-tiap band yang terdapat pada
Citra Sentinel-2. Band yang akan digunakan sebanyak 4 band yaitu band merah (band 4),
band hijau (band 3), band biru (band 2) dan band inframerah dekat (band 8). Metode DOS
ini mengoreksi visible band yang ada dengan mengurangi masing - masing dengan batas
bawah dari citra hasil deteksi haze (Hu, 2009).
Pada citra Sentinel-2 S2A_MSIL1C_20201109T023931 memiliki kabut sebagian
besar terdapat pada bagian wilayah urban. Pada tahap ini akan dilakukan masking dengan
wilayah Kota Semarang guna mempermudah analisis serta meminimalisir kesalahan
dalam algoritma (Hu,2009), berikut hasil pengolahan haze removal dengan metode DOS.

Gambar IV-33 Hasil Haze removal metode DOS

76
(a)

(b) (c)
Gambar IV-34 Hasil Haze removal sebelum (a), metode HOT-DOS (b), dan SHT-DOS (c)

Gambar IV-23 menunjukkan citra Sentinel-2 tahun 2020 (citra urban) yang sudah
dipotong sesuai wilayah kota semarang sebelum (a) dan setelah dilakukan proses removal
dengan menggunakan metode HOT-DOS (a) dan SHT-DOS (b). Citra urban tersebut
memiliki lapisan haze yang mengganggu interpretasi dari citra tersebut meskipun
lapisannya tipis. Pada metode DOS nilai rentangan yang digunakan merupakan batas
bawah haze sehingga seluruh rentangan nilai diatasnya dikoreksi. Haze terdapat pada citra
hilang setelah dilakukan proses removal. Citra yang dihasilkan dengan metode DOS ini
terlihat lebih gelap dari citra sebelum dikoreksi. Objek-objek pada citra juga mengalami
perubahan warna menjadi lebih gelap. Pada beberapa bagian daerah masih terdapat haze
yang belum terkoreksi. Hal ini disebabkan dikarenakan nilai haze yang terlalu tinggi yang
mendekati nilai atau rentangan awan. Pada citra HOT-DOS pada daerah berkabut (hazy)
tampak lebih gelap dan meninggalkan bekas daripada daerah sekitar, sedangkan pada
citra SHT-DOS tidak adanya bekas atau tampak lebih gelap. Nilai spektral pada citra
urban sebelum dan sesudah dilakukan haze removal juga mengalami perubahan seperti
terlihat pada Gambar IV-17.

77
(a)

(c)
(b)
Gambar IV-35 Spektral sebelum koreksi (a), metode HOT-DOS (b), dan SHT-DOS (c)

Gambar IV-24 menunjukkan nilai spektral citra sebelum dan sesudah proses haze
removal menggunakan metode HOT-DOS dan metode SHT-DOS pada citra urban yang
masing-masing memiliki nilai yang berbeda. Pada nilai min dan nilai max untuk kedua
metode yang digunakan tidak mengalami perubahan sama sekali. Perubahan yang terjadi
terdapat pada nilai mean dan standar deviasi di kedua metode. Pada nilai mean untuk
metode HOT-DOS mengalami penurunan untuk ketiga band yang dikoreksi dari nilai
awal, sedangkan untuk metode SHT-DOS mengalami kenaikan nilai pada kedua band
(band merah dan band hijau) dan penurunan pada band biru. Pada nilai standar deviasi
untuk kedua metode sama-sama mengalami penurunan dari nilai sebelum dikoreksi,
namun penurunan pada metode HOT-DOS lebih besar daripada metode SHT-DOS pada
78
ketiga bandnya. Gambar IV-17 juga menunjukan perubahan pada grafik histogram
dimana perubahan pada kedua metode sama-sama terlihat naik dari awal grafik sebelum
terkoreksi. Histogram pada metode HOT-DOS lebih naik/tinggi daripada histogram pada
metode SHT-DOS.
Pada citra Sentinel-2 S2B_MSIL1C_20210513T023549 memiliki kabut sebagian
besar terdapat pada bagian wilayah rural. Sama seperti pada citra urban, tahap ini akan
dilakukan masking dengan wilayah Kabupaten Semarang guna mempermudah analisis
serta meminimalisir kesalahan dalam algoritma (Hu,2009), berikut hasil pengolahan haze
removal dengan metode DOS.

Gambar IV-36 Hasil Haze removal metode DOS

(a)

79
(b) (c)
Gambar IV-37 Hasil Haze removal sebelum (a), metode HOT-DOS (b), dan SHT-DOS (c)
Gambar IV-24 menunjukkan citra Sentinel-2 tahun 2021 (citra rural) yang sudah
dipotong sesuai wilayah Kabupaten Semarang sebelum (a) dan setelah dilakukan proses
removal dengan menggunakan metode HOT-DOS (a) dan SHT-DOS (b). Citra rural
memiliki lapisan haze yang mengganggu interpretasi dari citra tersebut meskipun
lapisannya tipis. Pada metode DOS nilai rentangan yang digunakan merupakan batas
bawah haze sehingga seluruh rentangan nilai diatasnya dikoreksi. Haze yang terdapat
pada citra hilang setelah dilakukan proses removal.
Citra pada wilayah rural sebagian besar memiliki tutupan lahan berupa vegetasi,
berbeda dengan wilayah urban dimana lahan terbangun lebih banyak daripada vegetasi.
Hal ini juga dapat mempengaruhi hasil haze removal metode DOS pada tutupan lahan
berupa vegetasi. Pada hasil citra HOT-DOS serta citra SHT-DOS memiliki beberapa
perbedaan kecil yang menyebar khususnya pada tutupan lahan vegetasi di beberapa
tempat. Secara keseluruhan hasil citra HOT-DOS lebih baik pada vegetasi kecil
(persawahan, ladang) sedangkan hasil citra SHT-DOS lebih baik pada vegetasi besae
(hutan). Pada beberapa bagian daerah juga masih terdapat haze yang belum terkoreksi.
Hal ini disebabkan dikarenakan nilai haze yang terlalu tinggi yang mendekati nilai atau
rentangan awan. Nilai spektral pada citra urban sebelum dan sesudah dilakukan haze
removal juga mengalami perubahan seperti terlihat pada Gambar IV-27.

80
(a)

(b) (c)
Gambar IV-38 Spektral sebelum koreksi (a), metode HOT-DOS (b), dan SHT-DOS (c)

Gambar IV-27 menunjukkan nilai spektral citra sebelum dan sesudah proses haze
removal menggunakan metode HOT-DOS dan metode SHT-DOS pada citra rural yang
masing-masing memiliki nilai yang berbeda. Untuk nilai min dan nilai max pada kedua
metode yang digunakan tidak mengalami perubahan sama sekali. Perubahan yang terjadi
terdapat pada nilai mean dan standar deviasi di kedua metode. Pada nilai mean untuk
kedua metode sama-sama mengalami penurunan nilai yang cukup banyak untuk ketiga
band RGB nya. Pada nilai standar deviasi untuk kedua metode juga sama-sama
mengalami penurunan dari nilai sebelum dikoreksi. Penurunan nilai mean dan standar
deviasi untuk kedua metode memiliki nilai yang hampir sama. Gambar IV-27 juga

81
menunjukan perubahan pada grafik histogram dimana perubahan pada kedua metode
sama-sama terlihat naik dari awal grafik sebelum terkoreksi.
IV.2.1 Analisis Tahap Haze Removal Berdasarkan Tutupan Lahan
Secara teori metode HOT dan SHT mengkoreksi nilai DN pada citra dengan
menggunakan hubungan korelasi antara band merah dan band biru dengan tutupan lahan
yang bersih. Pada kenyataanya banyak kasus dimana tidak semua tutupan lahan
menghasilkan korelasi yang linier karena pengaruh tutupan lahan yang memiliki nilai
digital number yang sama dengan haze (Zhang, 2010). Hal tersebut akan mengakibatkan
deteksi palsu yang dapat mengganggu proses haze removal, sehingga hasil dari haze
removal perlu dikaji lagi dan dilakukan analisis, berikut adalah penjelasan haze removal
yang ada pada tutupan lahan di wilayah Kota Semarang.

1. Lahan Terbangun
Lahan Terbangun merupakan bagian suatu wilayah urban yang selalu dan
mendominasi daripada tutupan lahan yang lainnya. Lahan terbangun meliputi
bangunan, pemukiman, gedung sosial, perkantoran, perindustrian, pendidikan, jasa
dan perdagangan serta peribadatan. Hasil haze removal yang dilakukan pada
wilayah Kota Semarang (urban) dapat dilihat pada Gambar IV-28.

(a)

(b) (c)

Gambar IV-39 Lahan Terbangun pada citra sebelum (a), sesudah haze removal
metode HOT-DOS (b), dan metode SHT-DOS (c)

82
Pada Gambar IV-28 menunjukan dimana citra sebelum pengolahan (a), serta
hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-DOS (b) dan metode SHT-
DOS (c). Pada metode HOT-DOS menghasilkan citra dengan visual yang lebih
gelap dibandingkan dengan hasil citra metode SHT-DOS. Kabut yang berada pada
lahan terbangun akan dihilangkan dengan metode DOS serta objek dengan atap
berwarna putih akan dianggap sebagai awan. Pada kedua metode bangunan beratap
selain warna putih akan berubah dari warna aslinya dan menjadi serupa. Pada
metode SHT-DOS ruas-ruas jalan pada daerah lahan terbangun lebih terlihat
daripada metode HOT-DOS.

(a)

(b) (c)
Gambar IV-40 Lahan terbangun pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode
HOT-DOS (b), dan metode SHT-DOS (c) pada citra komposit false color (8,4,3)

Gambar IV-29 merupakan citra komposit false color (8,4,3) pada citra sebelum
pengolahan (a), serta hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-DOS (b)
dan metode SHT-DOS (c). Pada kedua metode menunjukan hasil haze removal
pada daerah dengan vegetasi serta lahan terbangun yang terdapat kabut diatasnya
dapat dihilangkan. Nilai haze pada wilayah tersebut cukup tinggi kedua metode
menghasilkan daerah dengan tutupan lahan terbangun menjadi vegetasi. Hal ini
dapat disebabkan karena nilai haze yang cukup tinggi pada daerah tersebut sehingga
algoritma haze removal tidak dapat menghasilkan nilai yang sesungguhnya.

83
2. Vegetasi
Vegetasi merupakan tutupan lahan yang hampir selalu ada pada seluruh wilayah
urban maupun rural. Pada Kota Semarang dimana merupakan wilayah urban
memiliki tutupan berupa vegetasi paling banyak terdapat pada perbatasan wilayah
kota, serta pada daerah perbukitan. Hasil haze removal pada tutupan lahan vegetasi
dapat dilihat pada Gambar IV-30.

(a)

(b) (c)

Gambar IV-41 Vegetasi pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode
HOT-DOS (b), dan metode SHT-DOS (c)
Pada Gambar IV-30 menunjukan tutupan lahan vegetas dimana citra
sebelum pengolahan (a), serta hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-
DOS (b) dan metode SHT-DOS (c) dengan komposit citra RGB (4,3,2). Pada
metode HOT-DOS menghasilkan citra dengan visual yang lebih gelap
dibandingkan dengan hasil citra metode SHT-DOS. Hasil haze removal kedua
metode pada tutupan lahan berupa vegetasi menunjukan visual yang hampir sama.
Vegetasi dengan warna yang lebih gelap (kerapatan tinggi) serta vegetasi dengan
warna yang lebih cerah (kerapatan rendah) dapat dianalisis serta tidak terjadi
perubahan yang signifikan.

84
(a)

(b) (c)
Gambar IV-42 Vegetasi pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode
HOT-DOS (b), dan metode SHT-DOS (c) pada citra komposit agriculture (8,11,2)

Gambar IV-31 merupakan citra komposit agriculture (8,11,2) pada citra


sebelum pengolahan (a), serta hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-
DOS (b) dan metode SHT-DOS (c). Pada kedua metode menunjukan hasil haze
removal pada daerah dengan vegetasi serta lahan terbangun yang terdapat kabut
diatasnya dapat dihilangkan. Kedua metode juga tidak mengubah intrepetasi pada
tutupan lahan vegetasi setelah dilakukan pengolahan haze removal.

3. Badan Air
Badan air merupakan daerah kumpulan air yang besarnya bisa disebabkan oleh
topografi atau relief permukaan bumi, atau batuan yang membendungnya dan juga
aliran air, curah hujan, suhu dan lainnya dimana dapat berupa sungai, danau (buatan
atau alami), laut dan samudera. Badan air pada Kota Semarang dapat ditemui
diwilayah utara yang berupa dan tambak serta beberapa sungai dan waduk yang
dapat terlihat pada citra. Hasil haze removal pada tutupan lahan badan air dapat
dilihat pada Gambar IV-32.

85
(a)

(b) (c)
Gambar IV-43 Badan air pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode HOT-
(b)metode SHT-DOS (c) pada citra komposit water(c)
DOS (b), dan detection (8,114)

Gambar IV-32 merupakan citra komposit water detection (8,11,4) pada citra
sebelum pengolahan (a), serta hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-
DOS (b) dan metode SHT-DOS (c). Pada kedua metode menunjukan hasil haze
removal pada badan air yang terdapat kabut diatasnya dapat dihilangkan. Kedua
metode juga tidak mengubah intrepetasi pada badan air setelah dilakukan
pengolahan haze removal. Perubahan yang terjadi berupa hilangnya riak air yang
terdapat pada laut dangkal yang dikarenakan riak air pada laut dangkal akan
dianggap haze. Riak air tersebut memiliki nilai haze yang cukup untuk dapat
dikategorikan sebagai haze.

86
Penjelasan haze removal yang ada pada tutupan lahan di wilayah Kabupaten
Semarang sebagai berikut:

1. Lahan Terbangun
Lahan terbangun pada wilayah rural secara keseluruhan tidak terlalu
mendominasi secara keseluruhan serta terlihat mengelompok di beberapa area yang
terlihat pada citra. Sama halnya dengan wilayah urban, lahan terbangun pada
Kabupaten Semarang meliputi bangunan, pemukiman, gedung sosial, perkantoran,
perindustrian, Pendidikan, jasa dan perdagangan serta peribadatan. Hasil haze
removal pada wilayah Kabupaten Semarang (urban) dapat dilihat pada Gambar
IV-33.

(a)

(b) (c)
Gambar IV-44 Lahan Terbangun pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode
(b) HOT-DOS (b), dan metode SHT-DOS (c) (c)

Pada Gambar IV-33 menunjukan dimana citra sebelum pengolahan (a), serta
hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-DOS (b) dan metode SHT-
DOS (c) pada lahan terbangun Kabupaten Semarang. Pada metode HOT-DOS
menghasilkan citra dengan visual yang lebih gelap dibandingkan dengan hasil citra
metode SHT-DOS. Kabut yang berada pada lahan terbangun akan dihilangkan
87
dengan metode DOS serta objek dengan atap berwarna putih akan dianggap sebagai
awan. Pada kedua metode bangunan beratap selain warna putih akan berubah dari
warna aslinya dan menjadi serupa

2. Lahan Terbuka
Lahan terbuka merupakan klasifikasi tutupan lahan dimana lahan tersebut tidak
terdapat bangunan atau objek yang berdiri maupun vegetasi lebat yang berupa
pepohonan diatasnya. Lahan terbuka dapat berupa lapangan, tanah kosong,
persawahan maupun ladang yang belum ditanami yang terlihat seperti tanah kosong
pada citra. Berikut analisis haze removal pada lahan terbuka di Kabupaten
Semarang yang dapat dilihat pada Gambar IV-34.

(a)

(b) (c)
Gambar IV-45 Lahan terbuka pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode
HOT-DOS (b), (b)
dan metode SHT-DOS (c) pada citra komposit(c) false color (8,4,3)

Pada Gambar IV-34 menunjukan dimana citra sebelum pengolahan (a), serta
hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-DOS (b) dan metode SHT-
DOS (c) pada lahan terbangun Kabupaten Semarang. kedua metode menunjukan
hasil haze removal pada badan air yang terdapat kabut diatasnya dapat dihilangkan.

88
Kedua metode juga tidak mengubah intrepetasi setelah dilakukan proses haze
removal.
3. Vegetasi
Vegetasi pada wilayah rural merupakan tutupan lahan yang paling mendominasi
dikarenakan sebagian besar mata pencaharian masyarakat pada wilayah rural masih
bergantung pada alam sekitar. Vegetasi pada Kabupaten Semarang meliputi hutan
lindung, persawahan, ladang, serta hutan produksi. Berikut hasil haze removal pada
tutupan lahan vegetasi yang dapat dilihat pada Gambar IV-35.

(a)

(b) (c)
Gambar IV-46 Vegetasi pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode
(b)HOT-DOS (b), dan metode SHT-DOS (c) (c)

Pada Gambar IV-35 menunjukan tutupan lahan vegetas dimana citra sebelum
pengolahan (a), serta hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-DOS (b)
dan metode SHT-DOS (c) dengan komposit citra RGB (4,3,2) pada wilayah rural.
Metode HOT-DOS menghasilkan citra dengan visual yang lebih gelap
dibandingkan dengan hasil citra metode SHT-DOS. Hasil haze removal kedua
metode pada tutupan lahan berupa vegetasi menunjukan visual yang hampir sama.
Vegetasi dengan warna yang lebih gelap (kerapatan tinggi) serta vegetasi dengan

89
warna yang lebih cerah (kerapatan rendah) dapat dianalisis serta tidak terjadi
perubahan yang signifikan.

(a)

(b) (c)
Gambar IV-47 Vegetasi pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode
HOT-DOS (b), dan(b)
metode SHT-DOS (c) pada citra komposit (c)agriculture (8,11,2)

Gambar IV-36 merupakan citra komposit agriculture (8,11,2) pada citra


sebelum pengolahan (a), serta hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-
DOS (b) dan metode SHT-DOS (c). Pada kedua metode menunjukan hasil haze
removal pada daerah dengan vegetasi yang terdapat kabut diatasnya dapat
dihilangkan. Pada citra komposit agriculture terdapat banyak jenis vegetasi yang
terintrepetasi yang terdapat kabut. Pada kedua metode masih terdapat kabut yang
belum ter- removal. Hal ini dikarenakan nilai haze pada wilayah tersebut sangat
tinggi sehingga tidak dapat dihilangkan, serta pada bagian yang belum dihilangkan
kabutnya berupa jalan tol dimana bahan pembuatnya berupa beton. Sehingga nilai
haze pada sekitar jalan tol cukup tinggi hingga dapat dikatakan sebagai awan.

90
4. Badan Air
Badan air di Kabupaten Semarang yang terlihat pada citra Sentinel-2 terdapat
pada Rawa pening serta beberapa sungai yang cukup lebar disekitarnya. Hasil haze
removal pada tutupan lahan badan air dapat dilihat pada Gambar IV-37.

(a)

(b) (c)
Gambar IV-48 Badan air pada citra sebelum (a), sesudah haze removal metode HOT-
(b) (c)
DOS (b), dan metode SHT-DOS (c) pada citra komposit water detection (8,114)

Gambar IV-37 merupakan citra komposit water detection (8,11,4) pada citra
sebelum pengolahan (a), serta hasil pengolahan haze removal metode deteksi HOT-
DOS (b) dan metode SHT-DOS (c). Pada kedua metode menunjukan hasil haze
removal pada badan air yang terdapat kabut diatasnya dapat dihilangkan. Kedua
metode juga tidak mengubah intrepetasi pada badan air setelah dilakukan
pengolahan haze removal.

91
IV.3 Hasil dan Analisis Klasifikasi Supervised
Klasifikasi supervised sering digunakan dalam penelitian dimana membutuhkan
data tutupan lahan dari suatu citra dengan tingkat akurasi berdasarkan sampel yang
dipilih. Pada penelitian ini klasifikasi supervised digunakan guna mengetahui adanya
pengaruh pada tutupan lahan setelah dilakukan pengolahan haze removal. Metode
klasifikasi supervised digunakan pada penelitian ini adalah metode Maximum Likelihood,
dimana metode ini pengelompokan kelas dengan menjadikan peluang kejadian suatu
kelas dengan asumsi statistik untuk setiap kelas di masing-masing band yang terdistribusi
secara normal sebagai acuan yang digunakan. Berikut hasil serta analisis klasifikasi
supervised pada wilayah urban dan rural.

1. Wilayah Urban (Kota Semarang)

Gambar IV-49 Hasil klasifikasi supervised citra urban 2020


sebelum pengolahan
Gambar IV-38 menunjukan hasil klasifikasi supervised pada Kota Semarang
(wilayah urban) sebelum dilakukan pengolahan haze removal. Matriks konfusi hasil
klasifikasi supervised sebelum pengolahan yang dapat dilihat pada Tabel IV-23.

92
Tabel IV-23 Matriks Konfusi hasil klasifikasi supervised citra sebelum pengolahan
Pengolahan
Sebelum Badan Lahan Lahan Vegetasi Vegetasi
Jumlah
Air Terbangun Terbuka Besar Kecil

Badan Air 6 4 0 0 0 10

Lahan
0 24 1 0 0 25
Terbangun
Lahan
0 2 10 0 1 13
Terbuka
Verifikasi
Vegetasi
0 0 0 9 2 11
Besar

Vegetasi Kecil 0 2 1 0 8 11

Jumlah 6 32 12 9 11 70

Tabel IV-24 Perhitungan hasil matriks konfusi


Klasifikasi komisi omisi komisi omisi
badan air 4/10 0/6 40,00% 0,00%
Lahan
1/25 8/32 4,00% 25,00%
terbangun
Lahan
3/13 2/12 23,08% 16,67%
Terbuka
Vegetasi
2/11 0/9 18,18% 0,00%
Besar
Vegetasi
3/11 3/11 27,27% 27,27%
Kecil
Overall
81,43%
Accuracy
Kappa
0,75163755
Coefficient
Tabel IV-23 menunjukan matriks konfusi pada klasifikasi supervised pada citra
yang belum dihilangkan kabutnya. Pada Tabel IV-24 menunjukan hasil perhitungan
matriks konfusi dimana hasil overall accuracy sebesar 81,43% yang dapat dikatakan
cukup baik serta nilai kappa sebesar 0,75163755 yang masuk kedalam kategori kuat.
Dapat dikatakan hasil supervised pada citra sebelum dilakukan penghilangan kabut cukup
baik dimana nilai overall accuracy diatas 80%. Klasifikasi supervised pada citra yang
sudah dilakukan penghilangan kabut menggunakan metode HOT-DOS dapat dilihat pada
GambarIV-39.

93
Gambar IV-51 Hasil klasifikasi supervised citra urban 2020 hasil haze removal
metode HOT-DOS
Gambar IV-39 menunjukan hasil klasifikasi supervised pada Kota Semarang
(wilayah urban) setelah dilakukan pengolahan haze removal metode HOT-DOS. Matriks
konfusi hasil klasifikasi supervised sebelum pengolahan yang dapat dilihat pada Tabel
IV-25.
Tabel IV-25 Matriks Konfusi hasil klasifikasi supervised citra sebelum pengolahan
Pengolahan
Sebelum Badan Lahan Lahan Vegetasi Vegetasi
Jumlah
Air Terbangun Terbuka Besar Kecil

Badan Air 10 0 0 0 0 10

Lahan
0 25 0 0 0 25
Terbangun
Lahan
0 1 11 0 1 13
Terbuka
Verifikasi
Vegetasi
0 0 0 10 1 11
Besar
Vegetasi Kecil 0 1 0 0 10 11

Jumlah 10 27 11 10 12 70

94
Tabel IV-26 Perhitungan hasil matriks konfusi
Klasifikasi komisi omisi komisi omisi
badan air 0/10 0/10 0,00% 0,00%
Lahan
0/25 2/27 0,00% 7,41%
terbangun
Lahan
2/13 0/11 15,38% 0,00%
Terbuka
Vegetasi
1/11 0/10 9,09% 0,00%
Besar
Vegetasi
1/11 2/12 9,09% 16,67%
Kecil
Overall
94,29%
Accuracy
Kappa
0,925134
Coefficient
Tabel IV-25 menunjukan matriks konfusi pada klasifikasi supervised pada citra
yang belum dihilangkan kabutnya. Pada Tabel IV-26 menunjukan hasil perhitungan
matriks konfusi dimana hasil overall accuracy sebesar 94,29% yang dapat dikatakan baik
serta nilai kappa sebesar 0,925134 yang masuk kedalam kategori sangat kuat. Hasil
supervised pada citra sebelum dilakukan penghilangan kabut cukup baik dimana nilai
overall accuracy diatas 80%. Klasifikasi supervised pada citra yang sudah dilakukan
penghilangan kabut menggunakan metode SHT-DOS dapat dilihat pada GambarIV-40.

Gambar IV-52 Hasil klasifikasi supervised citra urban 2020 hasil haze removal
metode HOT-DOS

95
Gambar IV-39 menunjukan hasil klasifikasi supervised pada Kota Semarang
(wilayah urban) setelah dilakukan pengolahan haze removal metode HOT-DOS. Hasil
matriks konfusi hasil klasifikasi supervised sebelum pengolahan yang dapat dilihat pada
Tabel IV-27.
Tabel IV-27 Matriks Konfusi hasil klasifikasi supervised citra sebelum pengolahan
Pengolahan
Sebelum Badan Lahan Lahan Vegetasi Vegetasi
Jumlah
Air Terbangun Terbuka Besar Kecil

Badan Air 10 0 0 0 0 10

Lahan
0 25 0 0 0 25
Terbangun
Lahan
0 1 11 0 1 13
Terbuka
Verifikasi
Vegetasi
0 0 0 10 1 11
Besar
Vegetasi Kecil 0 0 1 0 10 11

Jumlah 10 26 12 10 12 70

Tabel IV-28 Perhitungan hasil matriks konfusi


Klasifikasi komisi omisi komisi omisi
badan air 0/10 0/10 0,00% 0,00%
Lahan
0/29 1/26 0,00% 3,85%
terbangun
Lahan
2/13 1/12 15,38% 8,33%
Terbuka
Vegetasi
1/11 0/10 9,09% 0,00%
Besar
Vegetasi
1/11 2/12 9,09% 16,67%
Kecil
Overall
94,29%
Accuracy
Kappa
0,9253731
Coefficient
Tabel IV-27 menunjukan matriks konfusi pada klasifikasi supervised pada citra
yang belum dihilangkan kabutnya. Pada Tabel IV-28 menunjukan hasil perhitungan
matriks konfusi dimana hasil overall accuracy sebesar 94,29% yang dapat dikatakan baik
serta nilai kappa sebesar 0,9253731 yang masuk kedalam kategori sangat kuat. Hasil
supervised pada citra sebelum dilakukan penghilangan kabut cukup baik dimana nilai
overall accuracy diatas 80%.

96
2. Wilayah Rural (Kabupaten Semarang)

Gambar IV-53 Hasil klasifikasi supervised citra rural 2021


sebelum pengolahan
Gambar IV-41 menunjukan hasil klasifikasi supervised pada Kabupaten Semarang
(wilayah urban) sebelum dilakukan pengolahan haze removal. Hasil matriks konfusi hasil
klasifikasi supervised sebelum pengolahan yang dapat dilihat pada Tabel IV-29.
Tabel IV-29 Matriks Konfusi hasil klasifikasi supervised citra sebelum pengolahan
Pengolahan
Sebelum Badan Lahan Lahan Vegetasi Vegetasi
Jumlah
Air Terbangun Terbuka Besar Kecil

Badan Air 6 0 0 0 0 6

Lahan
0 14 0 0 1 15
Terbangun
Lahan
0 1 7 0 1 9
Terbuka
Verifikasi
Vegetasi
0 1 0 15 3 19
Besar

Vegetasi Kecil 0 3 1 0 17 21

Jumlah 6 19 8 15 22 70

97
Tabel IV-30 Perhitungan hasil matriks konfusi
Klasifikasi komisi omisi komisi omisi
badan air 0/6 0/6 0,00% 0,00%
Lahan
1/15 5/19 6,67% 26,32%
terbangun
Lahan
2/9 1/8 22,22% 12,50%
Terbuka
Vegetasi
4/19 0/15 21,05% 0,00%
Besar
Vegetasi
4/21 5/22 19,05% 22,73%
Kecil
Overall
84,29%
Accuracy
Kappa
0,79521
Coefficient
Tabel IV-30 menunjukan matriks konfusi pada klasifikasi supervised pada citra
yang belum dihilangkan kabutnya. Pada Tabel IV-30 menunjukan hasil perhitungan
matriks konfusi dimana hasil overall accuracy sebesar 84,29% yang dapat dikatakan
cukup baik serta nilai kappa sebesar 0,79521 yang masuk kedalam kategori sangat kuat.
Hasil supervised pada citra sebelum dilakukan penghilangan kabut cukup baik dimana
nilai overall accuracy diatas 80%. Klasifikasi supervised pada citra yang sudah dilakukan
penghilangan kabut menggunakan metode HOT-DOS yang dapat dilihat pada
GambarIV-42.

Gambar IV-55 Hasil klasifikasi supervised citra urban 2020 hasil haze removal
metode HOT-DOS

98
Gambar IV-42 menunjukan hasil klasifikasi supervised pada Kota Semarang (wilayah
urban) setelah dilakukan pengolahan haze removal metode HOT-DOS. Matriks konfusi
hasil klasifikasi supervised sebelum pengolahan yang dapat dilihat pada Tabel IV-31.
Tabel IV-31 Matriks Konfusi hasil klasifikasi supervised citra sebelum pengolahan
Pengolahan
Sebelum Badan Lahan Lahan Vegetasi Vegetasi
Jumlah
Air Terbangun Terbuka Besar Kecil

Badan Air 6 0 0 0 0 6

Lahan
0 15 0 0 0 15
Terbangun
Lahan
0 0 8 0 1 9
Terbuka
Verifikasi
Vegetasi
0 0 0 19 0 19
Besar

Vegetasi Kecil 0 1 0 1 19 21

Jumlah 6 16 8 20 20 70

Tabel IV-32 Perhitungan hasil matriks konfusi


Klasifikasi komisi omisi komisi omisi
badan air 0/6 0/6 0,00% 0,00%
Lahan
0/15 1/15 0,00% 6,25%
terbangun
Lahan
1/9 1/9 11,11% 0,00%
Terbuka
Vegetasi
0/19 0/19 0,00% 5,00%
Besar
Vegetasi
2/21 1/21 9,52% 5,00%
Kecil
Overall
95,71%
Accuracy
Kappa
0,94403
Coefficient

99
Tabel IV-31 menunjukan matriks konfusi pada klasifikasi supervised pada citra
yang belum dihilangkan kabutnya. Pada Tabel IV-32 menunjukan hasil perhitungan
matriks konfusi dimana hasil overall accuracy sebesar 95,71% yang dapat dikatakan baik
serta nilai kappa sebesar 0,94403 yang masuk kedalam kategori sangat kuat. Dapat
dikatakan hasil supervised pada citra sebelum dilakukan penghilangan kabut cukup baik
dimana nilai overall accuracy diatas 80%. Berikut hasil klasifikasi supervised pada citra
yang sudah dilakukan penghilangan kabut menggunakan metode SHT-DOS yang dapat
dilihat pada GambarIV-40.

Gambar IV-56 Hasil klasifikasi supervised citra urban 2020 hasil haze removal
metode SHT-DOS
Gambar IV-40 menunjukan hasil klasifikasi supervised pada Kota Semarang
(wilayah urban) setelah dilakukan pengolahan haze removal metode HOT-DOS. Matriks
konfusi hasil klasifikasi supervised sebelum pengolahan yang dapat dilihat pada Tabel
IV-33.

100
Tabel IV-33 Matriks Konfusi hasil klasifikasi supervised citra sebelum pengolahan
Pengolahan
Sebelum Badan Lahan Lahan Vegetasi Vegetasi
Jumlah
Air Terbangun Terbuka Besar Kecil

Badan Air 6 0 0 0 0 6

Lahan
0 15 0 0 0 15
Terbangun
Lahan
0 0 8 0 1 9
Terbuka
Verifikasi
Vegetasi
0 0 0 19 0 19
Besar

Vegetasi Kecil 0 1 1 0 19 21

Jumlah 6 16 9 19 20 70

Tabel IV-34 Perhitungan hasil matriks konfusi


Klasifikasi komisi omisi komisi omisi
badan air 0/6 0/6 0,00% 0,00%
Lahan
0/15 1/15 0,00% 5,26%
terbangun
Lahan
1/9 1/9 11,11% 11,11%
Terbuka
Vegetasi
0/19 0/19 0,00% 0,00%
Besar
Vegetasi
2/21 1/21 8,70% 4,55%
Kecil
Overall
95,71%
Accuracy
Kappa
0,9441
Coefficient
Tabel IV-33 menunjukan matriks konfusi pada klasifikasi supervised pada citra
yang belum dihilangkan kabutnya. Pada Tabel IV-34 menunjukan hasil perhitungan
matriks konfusi dimana hasil overall accuracy sebesar 95,71% yang dapat dikatakan baik
serta nilai kappa sebesar 0,9441 yang masuk kedalam kategori sangat kuat. Hasil
supervised pada citra sebelum dilakukan penghilangan kabut cukup baik dimana nilai
overall accuracy diatas 80%.

101
IV.3.1 Analisis Pengaruh Haze Removal Terhadap Tutupan Lahan
Citra Sentinel-2 yang memiliki kabut akan mengubah intrepetasi pada klasifikasi
supervised yang mempengaruhi analisis tutupan lahan. Pada beberapa jurnal yang telah
dikemukakan, penggunaan metode DOS dijelaskan bahwa hasil dari pengolahan haze
removal pada citra akan menghasilkan citra dengan visual yang lebih gelap daripada citra
pengolahan pada metode VCP. Pada penelitian ini akan menganalisis pengaruh haze
removal metode DOS pada tutupan lahan dengan menggunakan klasifikasi supervised.
Berikut analisis pengaruh sebelum dan sesudah pengolahan tiap tutupan lahan.

1. Kota Semarang
Tabel IV-35 Tabel Perbandingan Luas Sebelum dan Sesudah Pengolahan
Luas (Ha) Luas (%)
Klasifikasi SHT- HOT- SHT-
Sebelum HOT-DOS Sebelum
DOS DOS DOS
Badan Air 2273,59 3167,43 3167,43 5,77% 8,03% 8,03%
Lahan
19291,07 16348,22 16348,22 48,93% 41,47% 41,47%
Terbangun
Lahan
5358,9 7686,92 7686,92 13,59% 19,50% 19,50%
Terbuka
Vegetasi
4297,8 4359,33 4359,33 10,90% 11,06% 11,06%
Besar
Vegetasi
8203,42 7862,88 7862,88 20,81% 19,94% 19,94%
Kecil

Tabel IV-35 menunjukan perbedaan luas tiap kelas hasil klasifikasi supervised
metode Maximum Likelihood pada citra Sentinel-2. Luas klasifikasi sebelum dengan
sesudah pengolahan haze removal dialami oleh semua kelas. Pada metode HOT-DOS
dengan SHT-DOS tidak mengalami perubahan dikarenakan perbedaan pada kedua
metode terdapat pada identifikasi haze nya saja. Pada kelas terbangun mengalami
penurunan yang cukup besar dari 19291,07 Ha atau 48,93% menjadi 16348,22 atau
19,50%. Hal ini disebabkan adanya haze yang cukup tebal pada area lahan terbangun
yang menyebabkan kesalahan intrepetasi sehingga akan dianggap lahan terbangun.
Perbedaan yang cukup mencolok juga terlihat pada kelas Badan Air dimana sebelum
pengolahan Haze removal memiliki luas sebesar 2273,59 Ha atau 5,77% menjadi 3167,43
Ha atau 8,03%. Perbedaan luas ini kebanyakan disebabkan oleh kesalahan interpretasi
pada area berkabut yang mengakibatkan keambigunitas pada daerah batas air. Berikut
hasil perhitungan user’s accuracy dan producer’s accuracy tiap pengolahan yang dapat
dilihat pada Tabel IV-36 sampai Tabel IV-37.

102
Tabel IV-36 Perbandingan nilai User’s Accuracy
User's Accuracy
Klasifikasi HOT- SHT-
Sebelum
DOS DOS
Badan Air 60,00% 100,00% 100,00%
Lahan
96,55% 100,00% 100,00%
Terbangun
Lahan
78,57% 84,62% 84,62%
Terbuka
Vegetasi
81,82% 90,91% 90,91%
Besar
Vegetasi
72,73% 90,91% 90,91%
Kecil

Tabel IV-37 Perbandingan nilai Producer’s Accuracy


Producer's Accuracy
Klasifikasi HOT- SHT-
Sebelum
DOS DOS
Badan Air 100,00% 100,00% 100,00%
Lahan
77,78% 92,59% 96,15%
Terbangun
Lahan
84,62% 100,00% 92,31%
Terbuka
Vegetasi
100,00% 100,00% 100,00%
Besar
Vegetasi
72,73% 83,33% 83,33%
Kecil

Tabel IV-36 dan Tabel IV-37 masing-masing menunjukan perbedaan nilai hasil
perhitungan matriks konfusi berupa nilai user’s accuracy dan producer’s accuracy. Pada
nilai user’s accuracy mengalami kenaikan setelah dilakukan pengolahan haze removal
baik dengan menggunakan metode HOT-DOS maupun menggunakan metode SHT-DOS.
Nilai user’s accuracy pada metode HOT-DOS mengalami kenaikan yang sama dengan
metode SHT-DOS pada semua kelas klasifikasi. Pada perbandingan nilai producer’s
accuracy juga mengalami kenaikan setelah dilakukan pengolahan haze removal.
Kenaikan nilai producer’s accuracy sebelum dan sesudah pengolahan terdapat pada
semua kelas klasifikasi. Pada metode HOT-DOS dan SHT-DOS terdapat perbedaan
kenaikan presentase pada kelas Lahan Terbangun dan kelas Lahan terbuka. Pada kelas
lahan terbangun nilai sebelum dilakukan pengolahan sebesar 77,78%, lalu setelah
dilakukan pengolahan dengan menggunakan metode HOT-DOS sebesar 92,59%,
sedangkan pada metode SHT-DOS sebesar 96,15%. Pada kelas Lahan terbuka nilai
sebelum dilakukan pengolahan sebesar 84,62%, lalu setelah dilakukan proses pengolahan
menggunakan metode HOT-DOS sebesar 100% sedangkan metode SHT-DOS sebesar
92,31%.
103
2. Kabupaten Semarang
Tabel IV-38 Tabel Perbandingan Luas Sebelum dan Sesudah Pengolahan
Luas (Ha) Luas (%)
Klasifikasi SHT- HOT- SHT-
Sebelum HOT-DOS Sebelum
DOS DOS DOS
Badan Air 1203,31 1923,81 2082,84 1,74% 2,79% 3,02%
Lahan
15312,39 10113,94 9409,09 22,17% 14,64% 13,62%
Terbangun
Lahan
1988,17 4048,17 4484,39 2,88% 5,86% 6,49%
Terbuka
Vegetasi
15320,96 26889,06 26212,86 22,18% 38,93% 37,95%
Besar
Vegetasi
35243,99 26093,84 26879,64 51,03% 37,78% 38,92%
Kecil

Tabel IV-38 menunjukan perbedaan luas tiap kelas hasil klasifikasi supervised
metode Maximum Likelihood pada citra Sentinel-2. Luas klasifikasi sebelum dengan
sesudah pengolahan haze removal dialami oleh semua kelas. Pada metode HOT-DOS
dengan SHT-DOS mengalami perubahan cukup sedikit dikarenakan perbedaan pada
kedua metode terdapat pada identifikasi haze nya saja. Pada kelas vegetasi kecil
mengalami penurunan yang cukup besar di kedua metode dari 35243,99 Ha atau 51,03%
menjadi 26093,84 atau 37,78% untuk metode HOT-DOS serta 2679,64 atau 38,92%
untuk metode SHT-DOS. Hal ini disebabkan adanya haze yang cukup tebal pada area
lahan vegetasi kecil yang menyebabkan kesalahan intrepetasi sehingga akan dianggap
lahan vegetasi kecil. Perbedaan yang cukup mencolok juga terlihat pada kelas vegetasi
besar dimana sebelum pengolahan Haze removal memiliki luas sebesar 15320,96 Ha atau
22,18% menjadi 26889,06 Ha atau 38,93% untuk metode HOT-DOS dan 26212,86 Ha
atau 37,95% untuk metode SHT-DOS. Perbedaan luas ini kebanyakan disebabkan oleh
kesalahan interpretasi pada area berkabut yang tidak dapat mendeteksi vegetasi tebal.
Berikut hasil perhitungan user’s accuracy dan producer’s accuracy tiap pengolahan yang
dapat dilihat pada Tabel IV-39 sampai Tabel IV-40.

104
Tabel IV-39 Perbandingan nilai User’s Accuracy
User's Accuracy
Klasifikasi HOT- SHT-
Sebelum
DOS DOS
Badan Air 100,00% 100,00% 100,00%
Lahan
94,44% 100,00% 100,00%
Terbangun
Lahan
77,78% 88,89% 88,89%
Terbuka
Vegetasi
80,00% 100,00% 100,00%
Besar
Vegetasi
82,61% 91,30% 91,30%
Kecil

Tabel IV-40 Perbandingan nilai Producer’s Accuracy


Producer's Accuracy
Klasifikasi HOT- SHT-
Sebelum
DOS DOS
Badan Air 100,00% 100,00% 100,00%
Lahan
77,27% 93,75% 93,75%
Terbangun
Lahan
87,50% 100,00% 88,89%
Terbuka
Vegetasi
100,00% 95,00% 100,00%
Besar
Vegetasi
79,17% 95,00% 95,00%
Kecil

Tabel IV-39 dan Tabel IV-40 masing-masing menunjukan perbedaan nilai hasil
perhitungan matriks konfusi berupa nilai user’s accuracy dan producer’s accuracy. Pada
nilai user’s accuracy mengalami kenaikan setelah dilakukan pengolahan haze removal
baik dengan menggunakan metode HOT-DOS maupun menggunakan metode SHT-DOS.
Nilai user’s accuracy pada metode HOT-DOS mengalami kenaikan yang sama dengan
metode SHT-DOS pada semua kelas klasifikasi. Pada perbandingan nilai producer’s
accuracy juga mengalami kenaikan setelah dilakukan pengolahan haze removal.
Kenaikan nilai producer’s accuracy sebelum dan sesudah pengolahan terdapat pada
semua kelas klasifikasi. Pada kelas lahan terbuka nilai user’s accuracy sebelum dilakukan
pengolahan sebesar 77,78%, lalu setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan
metode HOT-DOS maupun SHT-DOS sebesar 88,89%. Pada kelas Lahan terbangun nilai
producer’s accuracy sebelum dilakukan pengolahan sebesar 77,27%, lalu setelah
dilakukan proses pengolahan menggunakan metode HOT-DOS maupun SHT-DOS
sebesar 94,74%. Pada kelas vegetasi kecil nilai producer’s accuracy sebelum dilakukan

105
pengolahan sebesar 79,17%, lalu setelah dilakukan proses pengolahan menggunakan
metode HOT-DOS maupun SHT-DOS sebesar 95,45%.

106

Anda mungkin juga menyukai