Anda di halaman 1dari 3

2.

Analisis Isu Strategis Pelayanan Kebidanan Nifas di klinik mutiara


dadap
Berdasarkan hasil perhitungan pada matriks IFAS dan EFAS, diperoleh
titik koordinat diagram SWOT (3,33 ; 0,44) sehingga posisi Pelayanan
Kebidanan Nifas di klinik mutiara dadap berada pada kuadran I
sebagaimana terlihat pada gambar 1. Hal tersebut berarti strategi yang perlu
dilakukan adalah strategi bertumbuh.

Peluang (Opportunity)

(2,5 ; 0,67)

Pertumbuhan

kelemahan kekuatan

Ancaman

Posisi Pelayanan Kebidanan Nifas di klinik berdasarkan Analisis


SWOT Penerapan stratergi bertumbuh adalah dengan memanfaatkan
kekuatan dan peluang yang dimiliki secara optimal. Beberapa alternatif
yang dapat ditempuh di antaranya sebagai berikut.

a. Sarana dan Prasarana


Klinik Mutiara Dadap memiliki Alat alat pemeiksaan nifas
lengkap, Ruang nifas bersebelahan dengan ruang bersalin, Memiliki toilet
pribadi untuk pasien, Pelayanan nifas dilakukan sesuai dengan standar,
Memiliki ruang tunggu dan 3 tempat tidur untuk nifas, Memiliki Tabung
oksigen, APD legkap sesuai dengan kebutuhan masa pandemi, Tersedia
tempat sampah yang dibedakan berdasarkan jenis sampahnya, yakni
sampah infeksius dan non infeksius, Menyediakann pembalut untuk ibu
nifas, Memiliki lemari untuk khusus pasien, Menyediakan pelayanan
untuk pasien BPJS
Strategi pertumbuhan yang dapat diimplementasikan beraitan
dengan sarana dan prasarana di klinik mutiara dadap dapat memanfaatkan
ruang tunggu dan 3 tempat tidur untuk nifas ruang dilengkapi dengan
fasilitas lainna seperti tv, lemari cabinet dan mini kulkas membuat daya
tarik pasien untuk bersalin dan nifas di klinik mutiara dadap tersebut.
Banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan
BPJS sehingga pilihan masyarakat lebih beragam, sehingga ini menjadi
kelemahan dan ancaman di klinik Untuk menyiasati agar pasien BPJS
dapat tetap dilayani perlu adanya inovasi sehingga pasien BPJS tetap
bekerja sama dengan faskes BPJS klinik muitara dadap.

b. Sumber Daya Manusia


Petugas kesehatan di Klinik telah menempuh pendidikan minimal
sesuai dengan standar yaitu tenaga pelaksana pelayanan kebidanan sudah
lulus pendidikan akademik dan bidan mutiah ningsih telah menempuh
pendidikan DIV kebidanan dan saat ini sedang menjalani kuliah profesi
bidan, sesuai dengan kebutuhan SDM yang akan datang, hal ini sesuai
dengan adanya UU No. 4 Tahun 2019 tentang kebidanan, Praktik Mandiri
Bidan dan klinik hanya diperuntukan bagi bidan berpendidikan profesi,
sedangkan bidan dengan kualifikasi diploma hanya dapat menjalankan
praktik di fasilitas kesehatan, bidan memiliki STR yang aktif, memiliki
SIPB, bidan dan usia asisten bidan masih termasuk kategori usia produktif
yaitu 30 tahun dan 35 tahun. Hal ini sangat berkaitan dengan kekuatan dan
kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas kepada pasien, masa kerja bidan sudah 15 tahun dalam
membuka klinik sehingga pengalaman bidan sudah cukup dalam
melakukan pelayanan kebidanan dan sudah memiliki kepercayaan dari
masyarakat setempat.
c. Pelayanan Kebidanan
Pada umumnya, pelayanan kebidanan Nifas yang diberikan di ruang
bersalin di klinik sudah baik karena dilakukan oleh tenaga yang terampil.
Pelayanan kebidanan Nifas dilakukan secara tim yaitu berdua oleh bidan,
dan jika ditemukan kegawatdaruratan bidan melakukan kolaborasi dengan
dokter Obgyn. Klinik juga bekerjasama dengan RS rujukan, puskesmas dan
klinik.
Akan tetapi, petugas kesehatan di ruang bersalin tidak melakukan
pemeriksaan fisik secara head to toe pada pasien untuk mengkaji kondisi
pasien secara langsung. Sehingga rencana asuhan lebih sering didasarkan
hanya pada pencatatan dan pelaporan yang ada.
d. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan di ruang bersalin telah dilakukan dengan
baik. Melakukan pencatatan dan pelaporan dalam setiap harian, bulanan
dan tahunan dan masih menggunakan pencatatan dan pelaporan secara
manual untuk mempermudah bidan untuk melakukan evaluasi kegiatan
demi perbaikan asuhan kebidanan yang diberikan dan klinik ini memiliki
kelengkapan administrasi seperti Rekam Medis, lembar informed consent,
rujukan, registrasi, partograf dan memiliki kantong Nifas sehingga bidan
dapat memfollow up ibu hamil yang akan bersalin dengan mudah. Namun
pencatatan dan pelaporan secara manual memiliki resiko kehilangan, robek,
basah pada buku pendokumentasian yang dilakukan secara manual.
Sekalipun telah terlaksana dengan baik, terdapat beberapa poin dalam
hal pencatatan dan pelaporan di ruang bersalin yang perlu di perhatikan,
yakni pada pelaksanaan pendokumentasian bidan diharapkan teliti agar
tidak terjadi kesalahan kesalahan pencatatan yang tidak sesuai dengan
diagnosa pasien.
Strategi pertumbuhan yang dapat diimplementasikan berkaitan dengan
pencatatan dan pelaporan yaitu memanfaatkan teknologi dalam melakukan
pencatatan dan pelaporan.

Anda mungkin juga menyukai