Anda di halaman 1dari 70

Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin Mahmud) 1

PENGGUNAAN SAPAAN KEKERABATAN DALAM TUTURAN MASYARAKAT


KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

oleh

Miftahul Jannah*, Rajab Bahry**, & Saifuddin Mahmud**


miftahul.jannah220698@gmail.com., rajab_bahry@yahoo.com.,
saifuddinmahmud@fkip.unsyiah.ac.id.

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Penggunaan Sapaan Kekerabatan dalam Tuturan Masyarakat


Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara”. Rumusan masalahnya adalah (1) Bentuk
sapaan hubungan kekerabatan apakah yang digunakan dalam tuturan masyarakat di
Kabupten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara, dan (2) Bagaimanakah penggunaan sapaan
hubungan kekerabatan dalam tuturan masyarakat di Kabupaten Batu Bara, Provinsi
Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak (pengamatan),
wawancara, dan kuesioner. Selanjutnya, sumber data penelitian ini adalah masyarakat
penutur asli bahasa Melayu, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sapaan kekerabatan dalam tuturan masyarakat
Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara berdasarkan pada urutan kelahiran, dan
berdasarkan pada generasi. Dalam tuturan masyarakat Kabupaten Batu Bara dikenal
sepuluh macam sapaan berdasarkan urutan kelahiran, yaitu ulung, iyung, ayung, bulung,
dan uyung (anak pertama), ongah, angah, ingah, inyah, dan anyah (anak kedua),
alang/ayang (anak ketiga), udo (anak keempat), uteh/ateh (anak kelima), andak (anak
keenam), anjang (anak ketujuh), antek/acik (anak kedelapan), ombung (anak kesembilan),
ucu (anak kesepuluh). Sapaan berdasarkan pada generasi ditemukan sampai enam
tingkatan di atas ego (ayah, ayah dari ayah, ayah dari ayah ayah, ayah dari onyang, ayah
dari uyut, dan ayah dari oneng) dan enam tingkatan di bawah ego (anak, cucu, cicit, anak
dari cicit, anak dari piyut, dan anak dari oneng). Enam tingkatan di Selanjutnya, sapaan-
sapaan dalam tuturan masyaraka Kabupaten Batu Bara dipengaruhi oleh hubungan
kekerabatan karena keturunan, perkawinan, dan hubungan peran, baik secara horizontal
maupun secara vertikal.
Kata kunci: Kata sapaan, hubungan kekerabatan, Kabupaten Batu Bara

ABSTRACT

This study is entitled "The Use of Family Greetings in the Community Speech of the
District of Coal in North Sumatra Province". The formulation of the problem is (1) What
are the forms of greetings of kinship that are used in public speech in the District of Batu
Bara, North Sumatra Province, and (2) How is the use of greetings of kinship relations in
community speech in Batu Bara District, North Sumatra Province. This research uses a
qualitative approach with descriptive methods. Data collection techniques used were
listening (observation), interviews, and questionnaires. Furthermore, the source of this
research data is the native Malay speaking community, Batu Bara Regency, North Sumatra
*
Penulis adalah mahasiswa Jurusan PBI FKIP Unsyiah
**
Penulis adalah dosen Jurusan PBI FKIP Unsyiah
2 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-158

Province. The results showed that the use of greeting kinship in community speech in Batu
Bara District, North Sumatra Province was based on birth order, and based on generation.
In the speech of the people of Batu Bara District, there are ten kinds of greetings based on
birth order, namely, ulung, iyung, ayung, bulung, and uyung (first child), ongah, angah,
ingah, inyah, and anyah (second child), alang / ayang (child third), udo (fourth child), uteh
/ ateh (fifth child), andak (sixth child), anjang (seventh child), henchman / acik (eighth
child), ombung (ninth child), grandchild (tenth child). Greetings based on generation are
found up to six levels above the ego (father, father from father, father from father, father
from onyang, father from uyut, and father from oneng) and six levels below ego (children,
grandchildren, grandchildren, children from great-grandchildren, children from piyut, and
children from oneng). Six levels further, the greetings in the speech of the people of Batu
Bara Regency are influenced by kinship relations due to heredity, marriage, and role
relationships, both horizontally and vertically.
Keywords: Greetings, kinship relations, Batu Bara Regency

Pendahuluan tetapi juga mengerti apa yang dibicarakan


Sapaan merupakan salah satu prinsip dan kepada siapa seseorang tersebut
kesantunan dalam berinteraksi sedang berbicara sesuai dengan konteks.
antarmasyarakat yang harus diperhatikan Kata sapaan yang digunakan oleh
guna menghormati lawan tutur. masyarakat suatu daerah biasanya
Ketepatan pemilihan sapaan tentunya dipengaruhi oleh kebudayaan dan bersifat
tidak terlepas dari konteks tuturan konvensional sesuai dengan norma yang
meliputi tempat, waktu, dan situasi. ada. Hal tersebut juga berlaku pada
Pilihan kata sapaan juga didasari oleh penggunaan sapaan kekerabatan dalam
beberapa aspek sosial dan budaya yang tuturan masyarakat Kabupaten Batu Bara,
harus dipertimbangkan, seperti usia, Provinsi Sumatera Utara. Dengan adanya
derajat, status sosial, jabatan, dan norma atau aturan sosial dalam
hubungan kekerabatan antara si penutur penggunaan sapaan, tentunya akan lebih
dan mitra tutur. mudah menentukan tingkat kesopanan
Sebagai suatu sistem untuk dan hubungan peran antara si penutur dan
menyampaikan suatu maksud, kegiatan mitra tutur. Hubungan peran antara
tutur sapa juga memegang peranan yang penutur dan mitra tutur dapat dilihat
sangan penting karena sistem sapaan secara vertikal maupun horizontal.
dalam suatu bahasa tentunya tidak sama Sebagaimana yang dijelaskan oleh Purwa
dengan sistem sapaan dalam bahasa lain. dkk. (2003:3) bahwa sapaan dapat diukur
Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk dari jarak dan hubungan penutur dengan
sapaan yang digunakan, sikap mitra tutur, baik dalam bentuk hubungan
pemakainya dalam melangsungkan vertikal maupun horizontal. Hubungan
kegiatan sapa-menyapa, dan fungsinya secara vertikal dilihat dari tingkatan
dalam kegiatan berinteraksi. generasi di atas ego dan tingkatan
Sebagaimana yang dikemukakan oleh generasi di bawah ego, sedangkan
Kridalaksana (dalam Sari dkk., hubungan secara horizontal dilihat dari
2013:513), sapaan adalah morfem, kata, hubungan ego ke samping kiri dan
atau frasa yang digunakan si penutur hubungan ego ke samping kanan.
untuk menyapa lawan tutur dalam Selanjutnya, Yang (dalam Rusbiantoro,
kegiatan komunikasi yang berbeda-beda 2011:276) juga mengemukakan
bergantung kepada sifat hubungan antara pendapatnya bahwa ada tiga alasan
penutur. Menurut Hymes (dalam Maros seseorang menggunakan sapaan, pertama
2014:222), kemampuan berkomunikasi untuk menarik perhatian mitra tutur atau
tidak hanya melibatkan kode bahasa, mencerminkan hubungan peran antara
Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin Mahmud) 3

penutur dengan mitra tutur, kedua untuk Batu Bara. Hal inilah yang membuat
menunjukkan tingkat kesopanan, dan peneliti tertarik untuk meneliti
yang ketiga untuk merefleksikan penggunaan sapaan kekerabatan dalam
informasi tentang identitas, seperti usia, bahasa Melayu tuturan masyarakat
jenis kelamin, dan hubungan status sosial Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera
lainnya. Utara.
Penelitian ini tidak hanya sekadar Dalam kehidupan sehari-hari
penginventarisasian kata sapaan, tetapi masyarakat Kabupaten Batu Bara
juga menunjukkan penggunaan kata menggunakan sapaan untuk menyapa
sapaan dalam hubungan kekerabatan. mitra tuturnya. Mitra tutur yang
Kekerabatan adalah hubungan yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang
terjalin di antara orang-orang terdekat memiliki hubungan kekerabatan dengan
dalam sebuah keluarga. Menurut si penutur. Adapun fokus dari penelitian
Mahmud dkk. (2003), kekerabatan ini, yaitu penggunaan sapaan hubungan
merupakan bentuk hubungan sosial yang kekerabatan yang ditentukan oleh urutan
terjalin karena pertalian darah atau kelahiran serta hubungan peran antara
keturunan (consanguinity) dan adanya penutur dan mitra tutur. Ruang lingkup
hubungan perkawinan (affinity). penelitian meliputi bentuk dan
Hubungan kekerabatan karena pertalian penggunaan sapaan kekerabatan, baik
darah atau keturunan dibagi menjadi dua, kekerabatan karena hubungan keturunan
yaitu hubungan keluarga inti dan maupun karena hubungan perkawinan
hubungan keluarga luas. Selanjutnya, dan sapaan berdasarkan hubungan peran,
Syafyahya dkk. (2000) juga menyatakan baik secara vertikal maupun horizontal
pendapatnya bahwa seseorang dapat dalam penggunaan sapaan kekerabatan
dikatakan sebagai kerabat apabila tuturan masyarakat di Kabupaten Batu
memiliki pertalian langsung atau sedarah Bara, Provinsi Sumatera Utara.
dan pertalian tidak langsung atau Alasan dilakukannya penelitian ini,
hubungan perkawinan. Dengan adanya pertama peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan kekerabatan, baik hubungan masalah ini karena bentuk sapaan yang
sedarah maupun hubungan perkawinan, digunakan masyarakat Kabupaten Batu
penutur akan lebih mudah menentukan Bara memiliki kevariasian yang menarik
hubungan peran dengan peserta tutur dan untuk diteliti, khususnya sapaan
memilih sapaan yang tepat kepada antarkeluarga atau kekerabatan seperti
peserta tutur. yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Bentuk sapaan yang digunakan Kedua, kevariasian bentuk sapaan yang
masyarakat Kabupaten Batu Bara, digunakan masyarakat Kabupaten Batu
Provinsi Sumatera Utara merupakan Bara dapat menjadi keunikan tersendiri
keunikan berbahasa yang menarik untuk bagi perkembangan bahasa Melayu di
dikaji. Keunikan sapaan dapat dilihat dari wilayah Kabupaten Batu Bara. Selain itu,
pemakaiannya yang berdasarkan pada penelitian ini dapat memperkaya
urutan kelahiran dan penggunaan sapaan khazanah bahasa Melayu sebagai salah
yang berbeda-beda berdasarkan tingkatan satu warisan budaya Indonesia. Ketiga,
generasi. Peneliti berasumsi bahwa banyak kata penyapa asli tuturan
keunikan bentuk sapaan tersebut akan mayarakat Kabupaten Batu Bara mulai
memperlihatkan tingkat variasi yang tergantikan oleh penyapa dalam bahasa
cukup signifikan untuk diteliti. Penelitian Indonesia. Hal ini menunjukkan semakin
ini diharapkan dapat menjadi penemuan menurunnya pemakaian sapaan dalam
dan pengetahuan baru dalam dunia tuturan masyarakat di Kabupaten Batu
sosiolinguistik di Indonesia, khususnya Bara. Oleh karena itu, peneliti perlu
bahasa Melayu di wilayah Kabupaten meneliti penggunaan sapaan kekerabatan
4 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-158

dalam tuturan masyarakat Kabupaten Sesuai dengan rumusan masalah


Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara guna yang telah dipaparkan, tujuan penelitian
menghindari kepunahan dan pergeseran ini adalah mendeskripsikan bentuk
penggunaan sapaan hubungan sapaan hubungan kekerabatan dalam
kekerabatan . tuturan masyarakat di Kabupaten Batu
Penelitian ini berbeda dari Bara dan mengetahui penggunaan sapaan
penelitian yang sudah dilakukan oleh hubungan kekerabatan dalam tuturan
peneliti-peneliti sebelumnya. Selain masyarakat di Kabupaten Batu Bara.
objek dan kajiannya berbeda, ruang Penelitian ini menghasilkan
lingkup penelitiannya juga berbeda. manfaat teoretis dan manfaat praktis.
Kemudian, lokasi yang diteliti juga Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan
berbeda dengan penelitian yang telah dapat berguna sebagai sumbangan
dilakukan sebelumnya. Adapun pemikiran dalam bidang kebahasaan
penelitian tentang kata sapaan yang sosiolinguistik, khususnya bahasa
pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, Melayu di wilayah Kabupaten Batu Bara,
di antaranya, Ayub dkk. (1984) tentang Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya,
“Sistem Sapaan Minangkabau”, Mahmud bagi Balai Bahasa dan pemerhati bahasa,
dkk. (2003) tentang “Penelitian Sistem penelitian ini diharapkan dapat menjadi
Sapaan Bahasa Simeulue”, Sari dkk. penemuan baru yang berkaitan dengan
(2013) tentang “Sistem Sapaan pengembangan, pembinaan, dan
Kekerabatan dalam Bahasa Melayu di pemertahanan kekhasan bahasa daerah.
Kepenghuluan Bangko Kiri Kecamatan Penelitian ini juga memberikan
Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir manfaat praktis bagi sekolah. Penelitian
Provinsi Riau”, Mawardi (2014) tentang ini diharapkan dapat menjadi bahan
“Kata Penyapa Hubungan Kekerabatan rujukan dan perbandingan dengan mata
dalam Bahasa Aceh di Kecamatan Ingin pelajaran bahasa Indonesia baik siswa di
Jaya, Kabupaten Aceh Besar”, dan Audia wilayah Kabupaten Batu Bara, Provinsi
(2016) tentang “Sapaan Hubungan Sumatera Utara, maupun siswa yang
Kekerabatan dalam Bahasa Gayo Dialek berada di wilayah Provinsi Aceh. Bagi
Uken”. guru, penelitian ini diharapkan dapat
Berdasarkan uraian di atas, menjadi pengembangan bahasa daerah
diketahui bahwa penelitian secara khusus dalam mata pelajaran muatan lokal dalam
tentang penggunaan sapaan kekera batan upaya pengembangan pengajaran bahasa
dalam tuturan masyarakat Kabupaten Indonesia baik di wilayah Kabupaten
Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara,
belum diteliti oleh peneliti lain. Oleh maupun di wilayah Provinsi Aceh.
karena itu, peneliti tertarik untuk memilih
masalah penelitian terkait “Penggunaan Metode Penelitian
Sapaan Kekerabatan dalam Tuturan Pendekatan yang digunakan
Masyarakat Kabupaten Batu Bara”. dalam penelitian ini adalah pendekatan
Berdasarkan uraian tersebut, kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah
rumusan masalah penelitian ini adalah pendekatan yang berlandaskan pada
apa sajakah bentuk sapaan hubungan filsafah postpositivism, digunakan untuk
kekerabatan yang digunakan dalam meneliti pada kondisi obyek yang
tuturan masyarakat Kabupaten Batu Bara, alamiah dan peneliti sebagai instrumen
Provinsi Sumatera Utara dan kunci (Sugiyono, 2013:13). Selanjutnya,
bagaimanakah penggunaan sapaan Bogdan dan Taylor (dalam Moleong
hubungan kekerabatan dalam tuturan 2007:4) mendefinisikan pendekatan
masyarakat di Kabupaten Batu Bara, kualitatif sebagai penelitian yang
Provinsi Sumatera Utara? menghasilkan data secara deskriptif, baik
Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin Mahmud) 5

secara tertulis maupun lisan dari orang- dan desa Guntung yang terdapat di
orang dan prilaku yang terlihat. Peneliti kecamatan Lima Puluh.
menggunakan rancangan penelitian Jumlah informan yang digunakan
kualitatif untuk menganalisis data karena dalam penelitian ini berjumlah 10 orang.
penelitian ini berupaya mendeskripsikan Jumlah informan tersebut sudah memadai
informasi gejala atau kondisi kebutuhan data yang diperlukan untuk
sebagaimana adanya. Informasi data penelitian ini. syarat-syarat informan
dalam penelitian ini diperoleh melalui yang digunakan merujuk kepada Mahsun
partisipan. Partisipan yang dimaksud (2014:141) dengan beberapa
adalah anggota keluarga dari pihak ego penyesuaian. Syarat-syarat tersebut ialah:
baik hubungan secara vertikal maupun (1) berjenis kelamin pria atau wanita;
horizontal. (2) tidak pikun;
Berdasarkan penjelasan di atas, (3) orang tua, istri atau suami informan
peneliti menggunakan jenis penelitian lahir dan dibesarkan di desa itu serta
deskriptif. Pemilihan metode deskriptif jarang atau tidak pernah
bertujuan untuk mendeskripsikan sapaan meninggalkan desanya;
yang sekarang dipakai oleh penutur (4) berstatus sosial menengah (tidak
secara sistematis, faktual, dan akurat rendah atau tidak tinggi) dengan
mengenai data, bentuk, serta hubungan harapan tidak terlalu tinggi
penggunaan sapaan yang diteliti. mobilitasnya;
Penggunaan metode deskrptif ini sangat (5) memiliki kebanggaan terhadap
tepat digunakan untuk mendeskripsikan isoleknya;
secara jelas mengenai penggunaan kata (6) dapat berbahasa Indonesia; dan
sapaan yang digunakan masyarakat (7) sehat jasmani dan rohani.
Kabupaten Batu Bara. Teknik pengumpulan data yang
Sumber data penelitian ini adalah digunakan dalam penelitian ini adalah
tuturan masyarakat Kabupaten Batu Bara. teknik simak (pengamatan/observasi),
Dalam hal ini peneliti memilih beberapa wawancara, dan kuesioner. Ketiga teknik
informan yang merupakan turunan asli ini digunakan untuk memperoleh data
dari masyarakan Kabupaten Batu Bara. yang sama, yaitu data bentuk kata sapaan,
Data untuk penelitian ini adalah kata dan penggunaan sapaan dalam
sapaan, khususnya sapaan kekerabatan kekerabatan yang dipakai oleh
yang digunakan oleh masyarakat tutur. masyarakat Kabupaten Batu Bara.
Penelitian ini dilaksanakan di tiga Peneliti memilih ketiga teknik ini karena
kecamatan wilayah Kabupaten Batu Bara. sesuai dengan penelitian yang akan
Ketiga kecamatan tersebut meliputi dilakukan.
Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Dalam kegiatan pengamatan,
Talawi, dan Kecamatan Lima Puluh. peneliti memposisikan diri sebagai
Peneliti memilih ketiga kecamatan pengamat. Teknik penelitian ini akan
tersebut karena masyarakat di wilayahnya digunakan peneliti saat berada di antara
masih mempertahankan penggunaan masyarakat yang sedang melakukan
bahasa daerah, khususnya sapaan bahasa aktivitas. Proses pengamatan peneliti
Melayu. Selanjutnya, dari ketiga lakukan dengan mengamati pembicaraan
kecamatan tersebut diambil masing- yang dituturkan oleh masyarakat
masing dua desa. Desa Lima Laras dan Kabupaten Batu Bara dan pemilihan kata
desa Suka Maju terdapat di kecamatan sapaan yang digunakan dalam
Tanjung Tiram, desa Labuhan Ruku dan berinteraksi.
desa Padang Genting terdapat di Wawancara merupakan teknik
kecamatan Talawi, serta desa Air Hitam pengumpulan data penelitian yang
digunakan guna memperoleh informasi
6 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-158

langsung dari sumbernya. Sugiyono yang dilakukan oleh Mahmud dkk.


(2013: 188) menyatakan bahwa (2003) yang meneliti tentang sapaan
wawancara dalam penelitian dilakukan dalam bahasa Simeuleu. Peneliti memilih
oleh peneliti dengan cara merekam kuesioner tersebut karena kuesioner yang
jawaban atas pertanyaan yang telah dilakukan oleh Mahmud dkk (2003)
diberikan kepada responden. Dalam sesuai digunakan untuk meneliti
teknik wawancara, peneliti akan penggunaan sapaan kekerabatan dalam
menyusun pertanyaan untuk membantu tuturan masyarakat kabupaten Batu Bara.
kuesioner. Selanjutnya, peneliti Analisis data merupakan upaya
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklasifikasi dan menjelaskan
tersebut kepada responden. Responden data yang diperoleh melalui tiga teknik di
dipilih dari berbagai kalangan dan status atas. Penggelompokan data ini dilakukan
di kekeluargaan, mulai dari istri, suami, berdasarkan tujuan penelitian. Dalam hal
anak, keponakan, menantu, mertua, ini, peneliti akan melakukan proses
hingga cucu. Peneliti menggunakan seleksi data, klasifikasi data, analisis
teknik pencatatan dalam kegiatan data, menghubungannya dengan teori
wawancara. Pencatatan dilakukan pada kemudian diakhiri dengan proses analisis
ucapan yang diungkapkan oleh informan untuk mengambil kesimpulan.
mengenai kata sapaan. Hasil Penelitian
Kuesioner adalah daftar Berdasarkan penelitian yang telah
pertanyaan yang terstruktur dan rinci dilakukan, data tentang penggunaan
yang digunakan untuk memperoleh sapaan kekerabatan yang diperoleh
informasi dari sejumlah besar informan dikelompokan berdasarkan garis
yang mewakili populasi penelitian keturunan (consanguinity), hubungan
(Wiseman dan Aron, 1970 dalam Mahsun perkawinan (affinity), dan hubungan
2014:246). Peneliti menyusun daftar tabel peran. Tahap pertama dijelaskan
tentang sapaan dan mengajukannya penggunaan sapaan berdasarkan garis
kepada informan secara lisan. Kuesioner keturunan. Hasil penelitian penggunaan
yang digunakan dalam penelitian ini sapaan berdasarkan keturunan disajikan
merujuk pada bentuk kuesioner penelitian dalam tabel berikut.

Tabel 1 Penggunaan Sapaan Hubungan Kekerabatan karena Keturunan


No Hubungan Kekerabatan Bentuk Sapaan
1 ayah ayah/abah/bapak/papa
2 ayah dari ayah (kakek) atok
3 ayah dari ayah ayah (ayah kakek) onyang
4 ibu dari ayah ayah (ibu kakek) onyang
5 ibu dari ayah nenek, andong
6 ayah dari ibu ayah (ayah nenek) onyang
7 ibu dari ibu ayah (ibu nenek) onyang
8 ibu omak, mak, mamak, mama
9 ayah dari ibu atok
10 ayah dari ayah ibu (ayah kakek) onyang
11 ibu dari ayah ibu (ibu kakek) onyang
12 ibu dari ibu nenek, andong
13 ayah dari ibu ibu (ayah nenek) onyang
14 ibu dari ibu ibu (ibu nenek) onyang
15 kakak lk. ayah 1 uwak/wak ulung/iyung/ayung/ bulung/uyung
Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin Mahmud) 7

No Hubungan Kekerabatan Bentuk Sapaan


16 kakak lk. ayah 2 uwak/wak ongah/angah/ingah/ inyah/anyah
17 kakak lk. ayah 3 uwak/wak alang/ayang
18 kakak lk. ayah 4 uwak/wak udo
19 kakak lk. ayah 5 uwak/wak uteh/ateh
20 kakak lk. ayah 6 uwak/wak andak
21 kakak lk. ayah 7 uwak/wak anjang
22 kakak lk. ayah 8 uwak/wak antek/acik
23 kakak lk. ayah 9 uwak/wak ombung
24 kakak lk.ayah 10 uwak/wak ucu
25 kakak lk. dari ayahnya ayah atok+UK
26 kakak lk. dari ayahnya ibu atok+UK
uwak/wak ulung/iyung/ayung/ bulung/uyung
27 kakak pr. ayah 1
28 kakak pr. ayah 2 uwak/wak ongah/angah/ingah/ inyah/anyah
29 kakak pr. ayah 3 uwak/wak alang/ayang
30 kakak pr. ayah 4 uwak/wak udo
31 kakak pr. ayah 5 uwak/wak uteh/ateh
32 kakak pr. ayah 6 uwak/wak andak
33 kakak pr. ayah 7 uwak/wak anjang
34 kakak pr. ayah 8 uwak/wak antek/acik
35 kakak pr. ayah 9 uwak/wak ombung
36 kakak pr. ayah10 uwak/wak ucu
37 kakak pr. dari ayahnya ayah nenek, andong+UK
38 kakak pr. dari ayahnya ibu nenek, andong+UK
39 kakak lk. ibu 1 uwak/wak ulung/iyung/ayung/ bulung/uyung
40 kakak lk. ibu 2 uwak/wak ongah/angah/ingah/ inyah/anyah
41 kakak lk. ibu 3 uwak/wak alang/ayang
42 kakak lk. ibu 4 uwak/wak udo
43 kakak lk. ibu 5 uwak/wak uteh/ateh
44 kakak lk. ibu 6 uwak/wak andak
45 kakak lk. ibu 7 uwak/wak anjang
46 kakak lk. ibu 8 uwak/wak antek/acik
47 kakak lk. ibu 9 uwak/wak ombung
48 kakak lk. ibu 10 uwak/wak ucu
49 kakak lk. dari ibunya ayah atok+UK
50 kakak lk. dari ibunya ibu atok+UK
51 kakak pr. ibu 1 uwak/wak ulung/iyung/ayung/ bulung/uyung
52 kakak pr. ibu 2 uwak/wak ongah/angah/ingah/ inyah/anyah
53 kakak pr. ibu 3 uwak/wak alang/ayang
54 kakak pr. ibu 4 uwak/wak udo
55 kakak pr. ibu 5 uwak/wak uteh/ateh
56 kakak pr. ibu 6 uwak/wak andak
57 kakak pr. ibu 7 uwak/wak anjang
58 kakak pr. ibu 8 uwak/wak antek/acik
59 kakak pr. ibu 9 uwak/wak ombung
60 kakak pr. ibu 10 uwak/wak ucu
8 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-158

No Hubungan Kekerabatan Bentuk Sapaan


61 kakak pr. dari ibunya ayah nenek+UK
62 kakak pr. dari ibunya ibu nenek+UK
63 adik lk. ayah pakcik, ayah+UK (urutan kelahiran)
64 adik lk. dari ayahnya ayah atok+UK
65 adik lk. dari ayahnya ibu atok+UK
makcik, bucik, ibu, mak+UK (urutan
66 adik pr. ayah
kelahiran)
67 adik pr. dari ayahnya ayah nenek,andong+UK
68 adik pr. dari ayahnya ibu nenek, andong+UK
69 adik lk. ibu pakcik, ayah+UK (urutan kelahiran)
70 adik lk. dari ibunya ayah atok+UK
71 adik lk. dari ibunya ibu atok+UK
makcik, bucik, ibu, mak+UK (urutan
72 adik pr. ibu
kelahiran)
73 adik pr. dari ibunya ayah nenek,andong+UK
74 adik pr. dari ibunya ibu nenek,andong+UK
75 anak lk. tua kakak lk. ayah abang/bang+UK
76 anak lk. muda kakak lk. ayah abang/bang+UK
77 anak pr. tua kakak lk. ayah kakak/kak+UK
78 anak pr. muda kakak lk. ayah kakak/kak+UK
79 anak lk. tua kakak pr. ayah abang/bang+UK
80 anak lk. muda kakak pr. ayah abang/bang+UK
81 anak pr. tua kakak pr. ayah kakak/kak+UK
82 anak pr. muda kakak pr. ayah kakak/kak+UK
anak lk. tua adik lk. Ayah
83 adek/dek+UK
84 anak lk. muda adik lk. ayah adek/dek+UK
85 anak pr. tua adik lk. ayah adek/dek+UK
86 anak pr. muda adik lk. ayah adek/dek+UK
87 anak lk. tua adik pr. ayah adek/dek+UK
88 anak lk. muda adik pr. ayah adek/dek+UK
89 anak pr. tua adik pr. ayah adek/dek+UK
90 anak pr. muda adik pr. ayah adek/dek+UK
91 anak lk. tua kakak lk. ibu abang/bang+UK
92 anak lk. muda kakak lk. ibu abang/bang+UK
93 anak pr. tua kakak lk. ibu kakak/kak+UK
94 anak pr. muda kakak lk. ibu kakak/kak+UK
95 anak lk. tua kakak pr. ibu abang/bang+UK
96 anak lk. muda kakak pr. ibu abang/bang+UK
97 anak pr. tua kakak pr. ibu kakak/kak+UK
98 anak pr. muda kakak pr. ibu kakak/kak+UK
99 anak lk. tua adik lk. ibu adek/dek+UK
100 anak lk. muda adik lk. ibu adek/dek+UK

Sapaan kekerabatan berdasarkan masyarakat Kabupaten Batu Bara,


garis keturunan yang digunakan Provinsi Sumatera Utara ditentukan oleh
Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin Mahmud) 9

urutan kelahiran dalam keluarga. Urutan (1) Ulung/iyung/ayung/bulung/uyung


kelahiran (disingkat dengan UK) dalam (sapaan untuk menyapa urutan
sebuah keluarga, baik keluarga inti kelahiran pertama)
(nuclear) maupun keluarga luas (2) Ongah/angah/ingah/inyah/anyah
(consanguinity) berfungsi sebagai (sapaan untuk menyapa urutan
pembeda sapaan dari anak sulung sampai kelahiran kedua)
dengan anak yang bungsu. Sapaan urutan (3) Alang/ayang (sapaan untuk menyapa
kelahiran biasanya digunakan untuk urutan kelahiran ketiga)
menyapa anak, menyapa saudara (4) Udo (sapaan untuk menyapa urutan
kandung lk./pr. ego, menyapa saudara kelahiran keempat)
kandung kakek/nenek, menyapa saudara (5) Uteh/ateh (sapaan untuk menyapa
kandung ayah/ibu, dan menyapa sepupu. urutan kelahiran kelima)
Urutan kelahiran merupakan hal yang (6) Andak (sapaan untuk menyapa
penting dalam menentukan pilihan urutan kelahiran keenam)
sapaan dalam masyarakat Kabupaten (7) Anjang (sapaan untuk menyapa
Batu Bara. Hal tersebut karena urutan urutan kelahiran ketujuh)
kelahiran dapat menunjukkan kedudukan (8) Antek/acik (sapaan untuk menyapa
serta peran peserta tutur (apakah ego urutan kelahiran kedelapan)
berbicara dengan orang yang lebih tua (9) Ombung (sapaan untuk menyapa
atau yang lebih muda). Selain itu, sapaan urutan kelahiran kesembilan)
yang didasarkan pada urutan kelahiran (10) Ucu (sapaan untuk menyapa unrutan
dapat mencerminkan kesantunan kelahiran kesepuluh)
seseorang dalam bertutur sapa.
Sapaan berdasarkan urutan Jika dalam sebuah keluarga
kelahiran tidak hanya digunakan dalam terdapat urutan kelahiran kesebelas
tuturan masyarakat Kabupaten Batu Bara, sampai dengan dua puluh, sapaan yang
Provinsi Sumatera Utara saja, tetapi digunakan merujuk pada urutan kelahiran
digunakan juga oleh banyak daerah, pertama sampai dengan urutan kelahiran
seperti daerah Simeulue yang dapat kesepuluh dan diikuti oleh kata cik
dilihat dalam penelitian Mahmud dkk. (UK+cik). Misalnya, anak kesebelas,
tahun 2003 tentang SistemSapaan sapaannya ulung cik, anak kedua belas
Bahasa Simeulue. Hasil penelitian ongah cik, anak ketiga belas alang cik,
Mahmud dkk. memaparkan tentang dan seterusnya sampai dengan urutan
sapaan berdasarkan urutan kelahiran yang kelahiran kedua puluh.
digunakan oleh masyarakat Simeulue. Dalam tuturan masyarakat
Terdapat tujuh macam sapaan urutan Kabupaten Batu Bara dikenal pula variasi
kelahiran dalam bahasa Simeulue. sapaan urutan kelahiran yang dapat
Namun, dalam tuturan masyarakat dilihat pada urutan kelahiran yang
Kabupaten Batu Bara dikenal ada sepuluh pertama, kedua, ketiga, kelima, dan
macam sapaan berdasarkan urutan kedelapan. Pada urutan kelahiran yang
kelahiran. Adapun kesepuluh macam pertama terdapat lima variasi sapaan,
sapaan urutan kelahiran tersebut, yakni yaitu ulung, iyung, ayung, bulung, uyung.
ulung/iyung/ayung/bulung/uyung, Kelima variasi tersebut dapat dipilih
ongah/angah/ingah/inyah/anyah, salah satu oleh ego untuk menyapa lawan
alang/ayang, udo, uteh/ateh, andak, tutur yang memiliki urutan kelahiran
anjang, antek/acik, ombung, ucu. pertama dalam kekerabatan. Adapun
Pengunaan kesepuluh bentuk sapaan variasi yang paling umum digunakan,
berdasarkan urutan kelahiran tersebut yaitu ulung, iyung, dan ayung. Pada
ialah sebagai berikut. urutan kelahiran yang kedua juga terdapat
lima variasi sapaan, yaitu ongah, angah,
10 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-158

ingah, inyah, anyah. Variasi ongah, Pagaruyung yang berarti „saya‟. Sapaan
angah, dan inyah adalah yang paling odan juga berasal dari bahasa Minang
umum digunakan. Selanjutnya, Sapaan Pagaruyung „aden‟ dan oleh masyarakat
urutan kelahiran ketiga, kelima, dan Kabupaten Batu Bara diubah menjadi
kedelapan hanya terdapat dua variasi odan. Hal tersebut merupakan sebuah
saja, yaitu alang dan ayang untuk variasi kewajaran karena masyarakat Kabupaten
sapaan urutan kelahiran ketiga, uteh dan Batu Bara merupakan turunan dari
ateh untuk variasi sapaan urutan Minang Pagaruyung.
kelahiran kelima, dan antek, acik untuk Tahap pertama telah dijelaskan
variasi sapaan urutan kelahiran penggunaan sapaan kekerabatan
kedelapan. berdasarkan garis keturunan
Dalam tuturan masyarakat (onsanguinity), Selanjutnya, tahap kedua
Kabupaten Batu Bara urutan kelahiran pembahasan mengenai penggunaan
juga dipakai untuk menyebut ego (diri sapaan kekerabatan berdasarkan
sendiri). Misalnya, ego adalah anak hubungan perkawinan (affinity).
pertama dalam keluarga. Ego akan Perkawinan merupakan hubungan tidak
menyebut dirinya dengan sebutan ulung langsung yang dapat menjadikan
dalam sebuah pertuturan. Jika ego anak seseorang sebagai kerabat dalam suatu
kedua, ego akan menggunakan sebutan bentuk hubungan sosial. Kekerabatan
angah, dan seterusnya sampai urutan melalui hubungan perkawinan juga ikut
kelahiran kesepuluh. Selain urutan berpengaruh dalam penggunaan sapaan.
kelahiran, ego juga dapat menggunakan Hal tersebut disebabkan hubungan
sebutan awak, odan, ambo, dan sayo kerabat melalui perkawinan dapat
dalam sebuah tuturan langsung. menunjukkan kedudukan peran para
Penggunaan sebutan ini merupakan anggotanya. Berikut disajikan tabel
bentuk sikap sopan ego dengan lawan penggunaan sapaan hubungan
tuturnya dalam tuturan masyarakat kekerabatan hubungan perkawinan dalam
Kabupaten Batu Bara. Sapaan awak dan tuturan masyarakat Kabupaten Batu Bara.
ambo diambil dari bahasa Minang

Tabel 2 Penggunaaan Sapaan Hubungan Kekerabatan karena Perkawinan


No Hubungan Kekerabatan Bentuk Sapaan
1 istri kakak lk. ayah uwak/wak+UK
2 istri adik lk. ayah mak+UK, makcik
3 suami kakak pr. ayah uwak/wak+UK
4 suami adik pr. ayah ayah+UK, pakcik
5 istri kakak lk. ibu uwak/wak+UK
6 istri adik lk. ibu mak+UK, makcik
7 suami kakak pr. ibu uwak/wak+UK
8 suami adik pr. ibu ayah+UK, pakcik
9 suami abang, ayah+nama anak pertama
10 ayah suami ayah, ayah mentuo
11 ayah dari ayah suami atok/tok
12 ibu dari ayah suami nenek, nek
13 kakak lk. ayah suami uwak/wak+UK
14 kakak pr. ayah suami uwak/wak+UK
15 adik lk. ayah suami pakcik
16 adik pr. ayah suami makcik, ibu
17 ibu suami ibu, omak/mak mentuo
Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin Mahmud) 11

No Hubungan Kekerabatan Bentuk Sapaan


18 ayah dari ibu suami atok/tok
19 ibu dari ibu suami nenek/nek
20 kakak lk. ibu suami uwak/wak+UK
21 kakak pr. ibu suami uwak/wak+UK
22 adik lk. ibu suami pakcik
23 adik pr. ibu suami makcik, ibu
cek adek, dek, mak+nama anak
24 istri
pertama
25 ayah istri ayah, ayah mentuo
26 ayah dari ayah istri atok/tok
27 ibu dari ayah istri nenek, nek
28 kakak lk. ayah istri uwak/wak+UK
29 kakak pr. ayah istri uwak/wak+UK
30 adik lk. ayah istri pakcik
31 adik pr. ayah istri makcik, ibu
32 ibu istri ibu, omak/mak mentuo
33 ayah dari ibu istri atok/tok
34 ibu dari ibu istri nenek/nek
35 kakak lk. ibu istri uwak/wak+UK
36 kakak pr. ibu istri uwak/wak+UK
37 adik lk. ibu istri pakcik
38 adik pr. ibu istri makcik, ibu
39 kakak lk. suami abang, bang+UK
40 istri kakak lk. suami pemboyan, oyan
41 adik lk. suami adek, dek+UK
42 istri adik lk. suami pemboyan, oyan
43 kakak pr. suami kakak, kak+UK
44 suami kakak pr. suami pemboyan, oyan
45 adik pr. suami adek, dek+UK
46 suami adik pr. suami pemboyan, oyan
47 kakak lk. istri abang, bang+UK
48 istri kakak lk. istri pemboyan, oyan
49 adik lk. istri adek, dek+UK
50 istri adik lk. istri pemboyan, oyan
51 kakak pr. istri kakak, kak+UK
52 suami kakak pr. istri pemboyan, oyan
53 adik pr. istri adek, dek+UK
54 suami adik pr. istri pemboyan, oyan
55 suami kakak pr. kandung abang, bang+UK
56 istri kakak lk. kandung kakak, kak+UK
57 suami adik pr. kandung adek, dek+UK
58 istri adik lk. kandung adek, dek+UK
59 istri anak nak, menantu
60 ayah istri anak bapak, pak, besan
61 ibu istri anak ibu, besan
62 suami anak nak, menantu
63 ayah suami anak bapak, pak, besan
12 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-158

Bentuk sapaan yang digunakan tuturan masyarakat Kabupaten Batu Bara,


masyarakat Kabupaten Batu Bara untuk Provinsi Sumatera Utara. Terdapat dua
menyapa kekerabatan karena hubungan titik fokus pengkajian, yaitu hubungan
perkawinan cenderung mengikuti sapaan peran secara vertikal dan hubungan peran
yang digunakan oleh suami/istri. Selain secara horizontal. Umumnya pengkajian
itu, tidak terdapat perbedaan sapaan yang hubungan peran secara vertikal dilihat
digunakan untuk menyapa pihak suami dari tiga tingkatan di atas ego dan tiga
dan pihak istri. Berdasarkan data hasil tingkatan di bawah ego. Tingkatan di atas
penelitian yang sudah dipaparkan ego meliputi sapaan kepada ayah, ayah
sebelumnya, urutan kelahiran juga dari ayah, dan ayah dari kakek di pihak
berlaku untuk menyapa kekerabatan ayah dan di pihak ibu, sedangkan
karena hubungan perkawinan (affinity). tingkatan di bawah ego meliputi sapaan
Urutan kelahiran digunakan untuk kepada anak, cucu, dan cicit. Namun,
menyapa suami/istri dari saudara dalam tuturan masyarakat Kabupaten
kandung ayah/ibu, suami/istri saudara Batu Bara, hubungan peran secara
kandung ego, saudara ipar, dan saudara vertikal dilihat dari enam generasi di atas
kandung dari mertua. ego dan enam generasi dibawah ego.
Tahap ketiga dijelaskan pula Adapun sapaan yang digunakan untuk
penggunaan sapaan berdasarkan menyapa enam generasi di atas ego dan
hubungan peran. Hubungan peran dalam enam generasi di bawah ego tersebut
pembahasan ini berkaitan dengan disajikan dalam tabel berikut.
penggunaan sapaan kekerabatan dalam

Tabel 3 Penggunaan Sapaan Kekerabatan berdasarkan Generasi


Hubungan Kekerabatan Bentuk Sapaan Generasi dari Ego
ayah dari oneng antah G+6
ayah dari uyut. oneng G+5
ayah dari onyang. uyut G+4
ayah dari ayah ayah onyang G+3
ibu dari ayah ayah onyang G+3
ayah dari ibu ayah onyang G+3
ibu dari ibu ayah onyang G+3
ayah dari ayah ibu onyang G+3
ibu dari ayah ibu onyang G+3
ayah dari ibu ibu onyang G+3
ibu dari ibu ibu onyang G+3
ayah dari ayah/ibu atok, tok G+2
ibu dari ayah/ibu nenek, andong G+2
kakak lk. dari ayah ayah atok, tok+UK G+2
kakak pr. dari ayah ayah nenek, nek+UK G+2
adik lk. dari ayah ayah atok, tok+UK G+2
adik pr. dari ayah ayah nenek, nek+UK G+2
kakak lk. dari ibu ayah atok, tok+UK G+2
kakak pr. dari ibu ayah nenek, nek+UK G+2
Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin Mahmud) 13

Hubungan Kekerabatan Bentuk Sapaan Generasi dari Ego


adik lk. dari ibu ayah atok, tok+UK G+2
adik pr. dari ibu ayah nenek, nek+UK G+2
kakak lk. dari ayah ibu atok, tok+UK G+2
kakak pr. dari ayah ibu nenek, nek+UK G+2
adik lk. dari ayah ibu atok, tok+UK G+2
adik pr. dari ayah ibu nenek, nek+UK G+2
kakak lk. dari ibu ibu atok, tok+UK G+2
kakak pr. dari ibu ibu nenek, nek+UK G+2
adik lk. dari ibu ibu atok, tok+UK G+2
adik pr. dari ibu ibu nenek, nek+UK G+2
ayah ayah/abah/ bapak/papa G+1
ibu omak/mak/ mamak/mama G+1
ego awak, odan, ambo, sayo, UK G=0
anak 1 ulung/iyung/ ayung/bulung/uyung G-1
anak 2 ongah/angah/ ingah/inyah/ anyah G-1
anak 3 alang/ayang G-1
anak 4 udo G-1
anak 5 uteh/ateh G-1
anak 6 andak G-1
anak 7 anjang G-1
anak 8 antek/acik G-1
anak 9 ombung G-1
anak 10 ucu G-1
anak lk. dari anak lk. cucu/cu, nama G-2
anak lk. dari anak pr. cucu/cu, nama G-2
anak pr dari anak lk. cucu/cu, nama G-2
anak pr. dari anak pr cucu/cu, nama G-2
cucu lk. dari anak lk. cicit, nama G-3
cucu lk. dari anak pr. cicit, nama G-3
cucu pr. dari anak lk. cicit, nama G-3
cucu pr. dari anak pr. cicit, nama G-3
anak dari cicit piyut G-4
anak dari piyut oneng G-5
anak dari oneng antah G-6

Penggunaan sapaan hubungan peran sapaan berdasarkan hubungan peran


secara vertikal telah dipaparkan pada secara horizontal disajikan sebagai
bagian di atas. Adapun penggunaan berikut. Hubungan peran secara
156 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-

horizontal dilihat dari tiga lapis ke menyapa anak laki-laki atau perempuan
samping kiri ego dan tiga lapis ke dari adik, yaitu kemanaan.
samping kanan ego. Hubungan tiga lapis Hubungan kekerabatan dengan
ke samping kiri ego meliputi sapaan sepupu juga termasuk ke dalam hubungan
kepada kakak laki-laki/kakak perempuan, peran secara horizontal. Dalam tuturan
suami/istri kakak laki-laki/perempuan, masyarakat Kabupaten Batu Bara sapaan
dan anak kakak laki-laki/perempuan, untuk menyapa sepupu tidak dilihat dari
sedangkan tiga lapis ke samping kanan status usia tua/muda sepupu dengan ego,
ego meliputi sapaan kepada adik laki- tetapi cenderung dilihat dari status usia
laki/perempuan, suami/istri adik orang tua ego dan orang tua sepupu.
perempuan/laki-laki, dan anak dari adik Misalnya, untuk menyapa anak laki-laki
laki-laki/perempuan. tua/muda dari kakak lk./pr. ayah, ego
Penggunaan sapaan berdasarkan harus menggunakan sapaan bang+UK
hubungan peran secara horizontal tiga (diikuti oleh urutan kelahiran sepupu).
lapis ke samping kiri akan dijelaskan Jika hendak menyapa anak perempuan
sebagai berikut. Pada lapis pertama, tua/muda dari kakak lk./pr ayah, ego
sapaan yang digunakan untuk menyapa harus menggunakan sapaan kak+UK
abang ialah abang/bang+UK, seperti (diikuti oleh urutan kelahiran sepupu).
bang yung (abang anak pertama), bang Adapun untuk menyapa anak lk./pr.
ngah (abang anak kedua). Sapaan untuk tua/muda dari adik lk./pr. ayah
menyapa kakak ialah kakak/kak+UK, menggunakan sapaan dek+UK (diikuti
seperti kak yung (kakak anak pertama), oleh urutan kelahiran sepupu). Sapaan-
kak ngah (kakak anak kedua). Pada lapis sapaan yang sudah dijelaskan tersebut
kedua, sapaan bang juga digunakan untuk berlaku juga untuk menyapa sepupu dari
menyapa suami dari kakak dan sapaan pihak ibu. Jadi, dapat dikatakan bahwa
kak juga digunakan untuk menyapa istri tidak terdapat perbedaan antara sapaan
dari abang. Kesamaan penggunaan sepupu dari pihak ayah dengan sapaan
sapaan tersebut memperlihatkan bahwa sepupu dari pihak ibu.
posisi antara ego dengan suami/istri dari
kakak/abang sejajar. Kemudian, pada Penutup
lapis ketiga, kata sapaan yang digunakan Berdasarkan hasil penelitian yang
untuk menyapa anak laki-laki atau telah peneliti paparkan, dapat
perempuan dari abang/kakak, yaitu disimpulkan bahwa penggunaan sapaan
kemanaan. kekerabatan dalam tuturan masyarakat
Penggunaan sapaan berdasarkan Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera
hubungan peran secara horizontal tiga Utara adalah sebagai berikut.
lapis ke samping kiri akan dijelaskan 1) Bentuk sapaan kekerabatan, baik
sebagai berikut. Pada lapis pertama, karena keturunan maupun karena
sapaan yang digunakan untuk menyapa perkawinan yang digunakan
adik laki-laki maupun adik perempuan masyarakat Kabupaten Batu Bara
sama, yaitu adek/dek+UK atau dek+nama adalah sama bentuknya, baik yang
diri. Pada lapis kedua, penggunaan digunakan dalam keluarga pihak
sapaan untuk menyapa suami/istri dari laki-laki (ayah) maupun keluarga
adik laki-laki maupun perempuan juga pihak perempuan (ibu).
sama, yaitu adek/dek+UK atau dek+nama 2) Penggunaan sapaan kekerabatan
diri. Kesamaan sapaan tersebut dalam tuturan masyarakat Kabupaten
memperlihatkan bahwa posisi ego dengan Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara
suami/istri adik berada pada posisi yang ditentukan oleh urutan kelahiran.
sejajar. Selanjutnya, pada lapis ketiga, Dalam tuturan masyarakat
kata sapaan yang digunakan untuk Kabupaten Batu Bara dikenal
Penggunaan Sapaan Kekerabatan… (Miftahul Jannah, Rajab Bahry, & Saifuddin 1

sepuluh macam sapaan berdasarkan 1) Penelitian penggunaan sapaan


urutan kelahiran, yaitu ulung, iyung, kekerabatan dalam tuturan
ayung, bulung, dan uyung (anak masyarakat Kabupaten Batu Bara,
pertama), ongah, angah, ingah, Provinsi Sumatera Utara ini hanya
inyah, dan anyah (anak kedua), berpusat pada tiga kecamatan yang
alang/ayang (anak ketiga), udo (anak mayoritas masyarakatnya merupakan
keempat), uteh/ateh (anak kelima), penutur asli bahasa melayu di
andak (anak keenam), anjang (anak Kabupaten Batu Bara. Hasil
ketujuh), antek/acik (anak penelitian yang didapat juga terbatas
kedelapan), ombung (anak pada tiga kecamatan yang
kesembilan), ucu (anak kesepuluh). bersangkutan, yakni Kecamatan
3) Sapaan berdasarkan urutan kelahiran Tanjung Tiram, Kecamatan Talawi,
yang dipakai oleh masyarakat dan Kecamatan lima Puluh.
Kabupaten Batu Bara, Provinsi Mengingat bahasa melayu dalam
Sumatera Utara memiliki variasi. tuturan masyarakat Kabupaten Batu
Variasi sapaan urutan kelahiran Bara memiliki ragam variasi lainnya
dapat dilihat pada urutan kelahiran yang belum diketahui, perlu kiranya
pertama, kedua, ketiga, kelima, dan penelitian ini dilanjutkan guna
kedelapan. Adapun bentuk variasi sebagai bentuk pelestarian bahasa
tersebut yakni ulung, iyung, ayung, daerah.
bulung, dan uyung (anak pertama), 2) Peneliti mengharapkan para peneliti
ongah, angah, ingah, inyah, dan atau peminat bidang sosiolinguistik
anyah (anak kedua), alang/ayang agar dapat meneliti hal-hal yang
(anak ketiga), uteh/ateh (anak berkaitan dengan sosiolingustik di
kelima), dan antek/acik (anak daerah Kabupaten Batu Bara,
kedelapan). Provinsi Sumatera Utara, seperti
4) Dalam tuturan masyarakat dialek dan kesantunan berbahasa
Kabupaten Batu Bara, Provinsi yang dilatarbelakangi oleh
Sumatera Utara terdapat sapaan sosiokultural masyarakat Kabupaten
berdasarkan enam generasi di atas Batu Bara.
ego dan enam generasi di bawah ego.
Penggunaan sapaan tersebut tidak Daftar Pustaka
ditentukan atau diikuti oleh urutan Mahmud, Saifuddin dkk. 2003. Sistem
kelahiran dari masing-masing Sapaan Bahasa Simeulue. Jakarta:
generasi. Pusat Bahasa Departemen
5) Dalam tuturan masyarakat Pendidikan Nasional.
Kabupaten Batu Bara terdapat
sapaan yang digunakan oleh ego Mahsun. 2014. Metode Penelitian
(saya) untuk menyebut dirinya dalam Bahasa: Tahapan Strategi,
tuturan langsung. Bentuk sapaan Metode, dan Tekniknya. Edisi
yang digunakan juga memiliki Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo
variasi dan dapat digunkan salah Persada.
satunya sesuai dengan kebiasaan dari
masing-masing keluarga. Adapun Maros, Marlyna. 2014. “Jenis dan Fungsi
fungsi dari penggunaan sapaan Sapaan serta Persepsi Kesantunan
tersebut ialah sebagai cerminan sikap dalam Interaksi di Kaunter
sopan ego kepada lawan tuturnya. Pertanyaan”. Jurnal Bahasa dan
Berdasarkan hasil penelitian yang Linguistik.
telah diperoleh, berikut saran yang ingin
peneliti sampaikan.
158 Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 13 No. 2; Juli 2019; 143-

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Melayu di Kepenghuluan Bangko


Penelitian Kualitatif. Bandung: Kiri Kecamatan Bangko Pusako
Remaja Rosdakarya. Kabupaten Rokan Hilir Provinsi
Purwa dkk., I Made. 2003. Sistem Sapaan Riau”. Jurnal Pendidikan Bahasa
Bahasa Sumbawa. Jakarta: Pusat dan Sastra Indonesia. Vol. 1, No.
Bahasa Departemen Pendidikan (2).
Nasional.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Rusbiyantoro, Wenni. 2011. “Kesantunan Kombinasi (Mixed Methods).
Melalui Pemilihan Kata Sapaan Bandung: Alfabeta.
dalam Bahasa Melayu Kutai”.
Jurnal Seminar Nasional Syafyahya dkk. 2000. Kata Sapaan
Prasasti, Vol. 2, No. 1. Minangkabau di Kabupaten
Agam. Jakarta: Departemen
Sari, Nika. 2013. “Sistem Kata Sapaan Pendidikan Nasional.
Kekerabatan dalam Bahasa
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
SAPAAN KEKERABATAN BAHASA KERINCI DI KECAMATAN GUNUNG
RAYA KABUPATEN KERINCI

Viki Diyanti
Universitas Gadjah Mada, Indonesia
Vikidiyanti95@gmail.com

Subiyantoro
Universitas Gadjah Mada, Indonesia
Subiyantoro_1@ugm.ac.id

Accepted: 2021-06-15, Approved: 2021-07-01 , Published: 2021-07-05

ABSTRACT
This article aims to analyze the types of kinship greeting words in Kerinci language and
social factors that influence the types of kinship greeting words in Kerinci language in
Gunung Raya sub-district, Kerinci district. This research uses a qualitative approach
with descriptive methods. The research data is the kinship greeting words in Kerinci
language in Gunung Raya sub-district, Kerinci district. The research data comes from
informants as native speakers of Kerinci language who live in Gunung Raya sub-
district.The result of this study is the community kinship system of Gunung Raya sub-
district based on matrilineal lineage, someone will follow the lineage of mother. The
male becomes a kindred based on the marriage line. The kinship greeting words in
Kerinci language in Gunung Raya sub-district based on the lineage consist of 25
greeting words, while the kinship greeting words in the Kerinci language in Gunung
Raya sub-district based on the marriage line consist of 29 greeting words. Social
factors that influence the form of kinship greeting words in Kerinci language in Gunung
Raya sub-district are social distance, age, gender, social status, physical
characteristics, and language contact.
Keyword: greeting words; Kerinci language; kinship; Gunung Raya sub-district

PENDAHULUAN 2010). Bahasa menjadi sarana yang


Manusia merupakan makhluk menunjang penutur dan mitra tutur
yang tidak lepas dari interaksi satu sama dalam berkomunikasi. Bahasa menjadi
lain. Dalam berinteraksi, adat istiadat, tanda pengenal seorang penutur.
etika, ilmu pengetahuan, dan budaya Bahasa daerah menjadi bagian
saling berkaitan sehingga tidak mudah dari aset penting bangsa Indonesia.
untuk menyesuaikan perbedaan yang Negara Indonesia memiliki beragam
terjadi dalam berinteraksi (Hildayani, bahasa daerah yang tersebar dari
2019). Untuk mewujudkan sebuah Sabang sampai dengan Merauke. Setiap
interaksi sosial, manusia harus mampu bahasa daerah memiliki keunikan dan
berkomunikasi dengan baik. Ada tiga kekhasan masing-masing. Bahasa
komponen yang harus ada dalam setiap Kerinci merupakan salah satu bahasa
proses komunikasi, yakni pihak yang daerah yang digunakan oleh masyarakat
berkomunikasi (penutur dan mitra asli Kabupaten Kerinci. Bahasa Kerinci
tutur), informasi yang dikomunikasikan, memiliki dialek yang berbeda-beda
dan alat yang digunakan dalam meskipun daerah-daerah di Kerinci
berkomunikasi (Chaer dan Agustina, hanya dibatasi oleh sungai. Penutur

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
bahasa Kerinci antar dialek bahkan dan kata sapaan ‘om’ untuk menyapa
tidak memahami bahasa mitra tutur. kakak atau adik dari ibu kandung.
Keberadaan bahasa Kerinci di Saat ini, kata sapaan
tengah masyarakat multilingual dan kekerabatan dalam bahasa Kerinci di
multietnis menjadi tantangan tersendiri kecamatan Gunung Raya kabupaten
bagi penutur bahasa Kerinci. Mereka Kerinci semakin bervariasi. Hal tersebut
sudah mulai menguasai banyak bahasa disebabkan karena bahasa Kerinci terus
sehingga hal tersebut memberikan mengalami perkembangan. Ada banyak
pengaruh pada bahasa Kerinci. faktor yang dapat dikaitkan dengan
Kehadiran bahasa-bahasa lain mulai kondisi terkini bahasa Kerinci di
mengikis bahasa Kerinci secara kecamatan Gunung Raya. Dengan
perlahan. Pentingnya penelitian bahasa adanya penelitian terkait kata sapaan
Kerinci dilakukan agar bahasa Kerinci kekerabatan dalam bahasa Kerinci di
tetap terjaga kelestariannya dari satu kecamatan Gunung Raya maka
generasi ke generasi berikutnya dan penelitian tersebut dapat dijadikan
terhindar dari kepunahan bahasa. sumber inventaris bahasa daerah. Di
Bahasa Kerinci termasuk samping itu, penelitian kata sapaan
rumpun Melayu yang menggambarkan bahasa Kerinci yang dilakukan
kombinasi antara dialek tradisional berupaya untuk mengetahui leksikon-
Melayu dan karakter lainnya yang leksikon asli bahasa Kerinci dan
sangat berbeda dengan variasi bahasa leksikon-leksikon baru dalam bahasa
Melayu lainnya (Rina & Rahman, Kerinci.
2016). Pada hakikatnya bahasa Kerinci Yang dalam Aditama dkk (2020)
mengenal variasi bahasa yang berupa menyatakan ada beberapa alasan
variasi-variasi lokal yang pada seseorang menggunakan kata sapaan, di
prinsipnya dapat disebut dialek. Bahasa antaranya yaitu: pertama, untuk menarik
Kerinci digolongkan ke dalam tiga perhatian orang lain dalam
kelompok dialek besar, yakni dialek berkomunikasi, agar terlihat jelas status
kerinci Hulu, dialek Kerinci Tengah, lawan bicara atau hubungan penutur dan
dan dialek Kerinci Hilir (Anwar dalam petutur. Kedua, menunjukkan
Maiza, 2018). Penelitian ini difokuskan kesopanan. Ketiga, agar diketahuinya
pada bahasa Kerinci dialek Kerinci Hilir jenis kelamin, identitas, usia, status, dan
di Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten hubungan sosial. Martin dalam Dama
Kerinci. (2018) menyatakan ada empat faktor
Sebagai bahasa ibu, bahasa fundamental dalam pemilihan kata yang
Kerinci digunakan sebagai alat untuk tepat untuk menunjukkan kesopanan,
bertegur sapa antar penutur. Saat yakni jenis sapaan yang digunakan
penutur hendak menyapa seseorang untuk menyapa orang lain,
menggunakan bahasa Kerinci, penutur mempertimbangkan keberadaan orang
bisa saja menggunakan kata sapaan yang berasal dari komunitas berbeda,
yang berbeda-beda. Salah satu hal yang posisi sosial, usia, dan jenis kelamin.
mempengaruhinya adalah hubungan Sapaan digunakan untuk
kekerabatan. Ego harus memperhatikan menyapa orang yang berbeda-beda
hubungannya dengan orang yang karena bergantung pada hubungan
hendak disapa dan memilih kata sapaan dengan orang tersebut di dalam
yang tepat. Misalnya, kata sapaan komunikasi (Sari dalam Temaja, 2018).
‘ayah’ untuk menyapa ayah kandung Sejalan dengan pendapat tersebut,
Wardhaugh & Fuller (2015)

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
menyatakan bahwa saat menyapa orang menyapa atau memanggil orang-orang
lain, pilihan kata sapaan disesuaikan sekeluarga tersebut, misalnya ‘bi’
dengan usia, hubungan dengan orang adalah sapaan untuk bibi.
yang disapa, dan konteks komunikasi Tiga sistem kekerabatan yang
yang berlangsung. Dalam realisasinya, mendasar terdiri atas bilateral,
secara lingual bentuk sapaan dapat patrilineal, dan matrilineal. Dalam
berupa morfem, kata, ataupun frasa sistem bilateral, orang-orang yang
(Kridalaksana dalam Temaja, 2018). berkerabat adalah mereka yang
Kridalaksana dalam Misnawati (2017) dilahirkan dari ayah dan ibu yang sama,
mengatakan bahwa ada 9 jenis kata kerabat-kerabat ayah dan ibu, anak-anak
sapaan dalam bahasa Indonesia, yaitu: dari saudara ayah dan saudara-saudara
(1) kata ganti, seperti aku, kamu, ibu, dan semua leluhur dan
engkau ia, kami, mereka, dan keturunannya. Dalam sistem patrilineal,
sebagainya; (2) nama diri, seperti nama orang-orang yang berkerabat ditelusuri
orang yang dipakai untuk semua pelaku menurut garis laki-laki. Dalam sistem
tuturan; (3) istilah kekerabatan, seperti matrilineal, keturunan ditelusuri
bapak, ibu, saudara, teman, paman, berdasarkan atas garis ibu atau menurut
adik, dan sebagainya; (4) gelar dan garis perempuan (Suparlan dalam
pangkat, seperti dokter, guru, jendral, Mawara, 2015).
dosen, dan sebagainya; (5) bentuk pe + Kata sapaan mencakup salah
V (verbal) atau kata pelaku, seperti satu aspek bahasa yang dalam
pendengar, pembaca, penumpang, penggunaannya selalu mementingkan
penonton, dan sebagainya; (6) bentuk N faktor sosial budaya dan situasi
(nominal) + ku, seperti Tuhanku, penggunaanya (Dama, 2018). Faktor-
kekasihku, bangsaku, dan sebagainya; faktor yang mempengaruhi penggunaan
(7) kata-kata deiksis, seperti ini, itu, kata sapaan, yakni yakni (1) kontak, (2)
situ, dan sebagainya; (8) nominal (kata jarak sosial, (3) in-groupness, dan (4)
benda yang dibendakan), seperti tuan, identitas tersapa. Kontak antara pelaku
nyonya, yang mulia, dan sebagainya; pembicaraan dapat berlangsung
dan (9) ciri zero atau nol. sebentar dan bersifat santai atau dapat
Bila dihubungkan dengan kata juga berlangsung lebih lama dan
sapaan istilah kekerabatan, Huki dalam bersifat serius. Jarak sosial antara
Mawara (2015) berpendapat bahwa penyapa dan tersapa dapat bersifat jauh,
istilah kekerabatan digunakan untuk sedang, atau akrab. Jika jarak sosial
menunjukkan identitas para kerabat antara penyapa dan tersapa dirasa dekat,
sehubungan dengan penggolongan penyapa perlu memperhatikan identitas
kedudukan mereka dalam hubungan tersapa. Faktor in-groupness
kekerabatan masing-masing dengan menyangkut masalah apakah penyapa
ego. Menurut Masruddin (2015) ada dua dan tersapa seusia, apakah mereka
istilah penting yang dikenal dalam ilmu teman sekelas atau teman satu sekolah,
antropologi, yakni term of reference apakah mereka satu profesi, apakah
(istilah kekerabatan) dan term of mereka berasal dari daerah yang sama,
address (kata sapaan). Istilah pertama apakah mereka masih ada hubungan
mengacu pada kata-kata yang menunjuk keluarga, apakah mereka dari suku yang
atau mengacu pada hubungan sama, atau apakah mereka dari
kekeluargaan, misalnya kakak, adik, organisasi yang sama. Di samping itu,
bapak, bibi, ipar, dan lainnya. Istilah penyapa masih harus memperhatikan
kedua mengacu kepada bagaimana kita faktor identitas pelaku seperti jenis

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
kelamin, usia, status, dan Kekerabatan. Kata sapaan dalam bahasa
pangkat/kedudukan tersapa (Suhardi, Bali cukup banyak dan bervariasi. Hal
2017). itu disebabkan oleh bentuk hubungan
Penelitian tentang sapaan kekerabatan yang meliputi faktor: usia
kekerabatan sudah banyak dilakukan partisipan, kedudukan dalam keluarga,
oleh para peneliti. Penelitian-penelitian jenis kelamin, dan hubungan keluarga
tersebut berfokus pada bahasa-bahasa langsung. Penggunaan bentuk-bentuk
daerah. Penelitian Miftahul Jannah, sapaan dalam bahasa Bali dapat
Rajab Bahry, dan Saifuddin Mahmud mengalami perubahan bentuk atau
(2019) tentang Penggunaan Sapaan varian tergantung situasi pembicaraan
Kekerabatan dalam Tuturan Masyarakat dan status sosial para partisipan.
Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatra Penelitian tentang kata sapaan
Utara berfokus pada bentuk sapaan kekerabatan bahasa Kerinci di
hubungan kekerabatan dan penggunaan kecamatan Gunung Raya berbeda dari
sapaan hubungan kekerabatan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
tuturan masyarakat di kabupaten Batu Penelitian ini tidak hanya membahas
Bara Provinsi Sumatra Utara. Hasil bentuk-bentuk kata sapaan kekerabatan
penelitian tersebut yakni penggunaan bahasa Kerinci, namun juga membahas
sapaan kekerabatan dalam tuturan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi
masyarakat Kabupaten Batu Bara, bervariasinya kata sapaan kekerabatan
Provinsi Sumatera Utara berdasarkan bahasa Kerinci. Di samping itu, peneliti
pada urutan kelahiran dan generasi. juga mencantumkan diagram pohon
Dalam tuturan masyarakat Kabupaten untuk menjelaskan kedudukan ego
Batu Bara dikenal sepuluh macam dalam silsilah keluarga. Peneliti
sapaan berdasarkan urutan kelahiran. memilih kecamatan Gunung Raya
Sapaan-sapaan dalam tuturan sebagai objek penelitian karena belum
masyarakat Kabupaten Batu Bara ada penelitian sosiolinguistik yang
dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan dilakukan di wilayah tersebut. Adapun
karena keturunan, perkawinan, dan fokus penelitian ini yakni (1) jenis-jenis
hubungan peran. kata sapaan kekerabatan bahasa Kerinci
Penelitian Rini Habsy (2018) di kecamatan Gunung Raya, kabupaten
tentang Penggunaan Sapaan Kerinci dan (2) faktor-faktor sosial yang
Kekerabatan bahasa Makean dialek mempengaruhi bentuk sapaan
Samsuma di desa Samsuma kecamatan kekerabatan bahasa Kerinci di
Malifut, hasil penelitian yang kecamatan Gunung Raya, kabupaten
ditemukan yakni kata sapaan dalam Kerinci. Tujuan penelitian ini yakni (1)
keluarga inti terdiri atas lima jenis mendeskripsikan jenis-jenis kata sapaan
sapaan. Penggunaan kata sapaan pada kekerabatan bahasa Kerinci di
bahasa Makean dialek Samsuma ini kecamatan Gunung Raya, kabupaten
berbeda dengan bahasa Jawa dan Kerinci dan (2) mendeskripsikan faktor-
sebagainya sebab pada penggunaannya faktor sosial yang mempengaruhi
tidak digunakan untuk orang yang bentuk sapaan kekerabatan bahasa
disapa melainkan untuk membuat atau Kerinci di kecamatan Gunung Raya,
menjawab pertanyaan tentang siapa kabupaten Kerinci.
(anak siapa, adik siapa, kakak siapa). I
Nyoman Suwija (2018) melakukan METODE
penelitian tentang Sistem Sapaan Penelitian ini menggunakan
Bahasa Bali menurut Hubungan pendekatan kualitatif dengan metode

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
deskriptif. Objek penelitian yang dipilih berlangsung. Data yang telah
yakni bahasa Kerinci dialek Gunung dikumpulkan kemudian dianalisis
Raya. Data penelitian terdiri atas data dengan langkah-langkah berikut: (1)
primer, yakni kata sapaan kekerabatan peneliti mengklasifikasikan kata sapaan
dalam bahasa Kerinci di Kecamatan kekerabatan bahasa Kerinci berdasarkan
Gunung Raya. Sumber data penelitian kategorinya, (2) masing-masing kata
berasal dari informan selaku masyarakat sapaan kekerabatan bahasa Kerinci
yang tinggal di wilayah kecamatan diterjemahkan ke bahasa Indonesia,
Gunung Raya. Informan yang terpilih kemudian (3) mendeskripsikan masing-
merupakan penutur asli bahasa Kerinci. masing kata sapaan kekerabatan bahasa
Pengumpulan data Kerinci.
menggunakan teknik observasi, teknik
wawancara, teknik rekam, dan teknik HASIL DAN PEMBAHASAN
catat. Peneliti melakukan observasi Berdasarkan adat yang berlaku
lapangan di wilayah kecamatan Gunung di kecamatan Gunung Raya, Kabupaten
Raya. Peneliti ikut terlibat langsung Kerinci, masyarakat menganut garis
dalam tuturan informan yang terpilih. keturunan dari pihak perempuan
Di samping itu, data dikumpulkan (matrilineal). Artinya, pihak perempuan
dengan mewawancarai informan menjadi kerabat berdasarkan garis
terpilih. Jenis wawancara yang keturunan dan pihak laki-laki menjadi
dilakukan yakni wawancara kerabat berdasarkan garis perkawinan.
pembicaraan formal. Wawancara Kata sapaan kekerabatan bahasa Kerinci
tersebut biasanya dilakukan pada latar dibagi menjadi dua bentuk, yakni
alamiah. Hubungan antara pewawancara bentuk sapaan kekerabatan berdasarkan
dengan yang diwawancarai dalam garis keturunan dan berdasarkan garis
suasana biasa dan wajar (Barlian, 2016). perkawinan.
Peneliti merekam dan mencatat data Bentuk Sapaan Kekerabatan
yang didapat selama proses wawancara Berdasarkan Garis Keturunan
Berikut ini adalah sebuah diagram pohon sapaan kekerabatan berdasarkan garis
keturunan:
PY

SLN
SPN NK

SPI SLI
IB

EG SL
SP

AN

CC

CT

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
Diagram 1. Kata Sapaan Kekerabatan Berdasarkan Garis Keturunan

Keterangan
PY : ibu dari nenek EG : penyapa
NK : ibu dari ibu SP : saudara perempuan
SPN : saudara perempuan nenek SL : saudara laki-laki
SLN : saudara laki-laki nenek AN : anak
IB : ibu CC : cucu
SPI : saudara perempuan ibu CT : cicit
SLI : saudara laki-laki ibu

Pada diagram pohon, dapat (PY), kedua (NK, SPN, SLN), ketiga
dijelaskan bahwa seorang anak yang (IB, SPI, SLI), keempat (EG, SP, SL),
lahir baik laki-laki maupun perempuan kelima (AN), keenam (CC), dan ketujuh
selalu mengikuti garis keturunan dari (CT). Berikut bentuk kata sapaan
pihak ibu. Diagram pohon kekerabatan masyarakat kecamatan
menggambarkan silsilah keluarga yang Gunung Raya berdasarkan garis
dimulai dari urutan kelahiran pertama keturunan:

Tabel 1. Kata Sapaan Kekerabatan Berdasarkan Garis Keturunan


No Kata Sapaan Bentuk Sapaan dalam Bahasa Kerinci
1 Ibu dari nenek puyai, puye
2 Ibu dari ibu (nenek) nino, ninek
3 Kakak perempuan nenek nino, ninek
4 Adik perempuan nenek nino, ninek
5 Kakak laki-laki nenek nanggut
6 Adik laki-laki nenek nanggut
7 Ibu kandung indok, mak, ama
8 indok tuo, mak wo, indok ngah, mak
Kakak perempuan ibu ngah, mak cik, mak dong, mak itam
9 Adik perempuan ibu itek
10 Kakak laki-laki ibu mamak, om
11 Adik laki-laki ibu mamak, om
12 Kakak perempuan uni, une, kakak, ayuk
13 Kakak laki-laki wo, uda, abang
14 Adik perempuan sebut nama
15 Adik laki-laki sebut nama
16 Anak sebut nama
17 Cucu, cicit sebut nama, cong

Penggunaan kata sapaan puyai cendurung menggunakan kata sapaan


dan puye dapat dibedakan antara puye. Kata sapaan nino dan ninek
golongan tua dan golongan muda. digunakan untuk menyapa ibu dari ibu
Masyarakat yang berusia empat puluh (nenek), kakak perempuan nenek, dan
tahun ke atas menggunakan kata sapaan adik perempuan nenek. Kata sapaan
puyai, sedangkan mereka yang berusia nino merupakan kata asli bahasa
di bawah umur empat puluh tahun Kerinci dialek Gunung Raya, sedangkan

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
kata sapaan ninek merupakan kata ibu yang memiliki kulit berwarna sawo
serapan yang berasal dari bahasa matang. Untuk menyapa adik
Indonesia. Pada kata ninek terjadi perempuan ibu, ego menyapanya
perubahan fonem /e/ menjadi /i/, bentuk dengan kata sapaan itek.
asalnya yakni kata nenek. Ego menyapa kakak laki-laki
Kata sapaan nanggut digunakan dan adik laki-laki ibu menggunakan
untuk menyapa kakak maupun adik kata sapaan mamak dan om. Kata
laki-laki nenek. Kata sapaan indok, mak, sapaan mamak masih digunakan oleh
ama digunakan untuk menyapa ibu masyarakat yang berumur empat puluh
kandung. Kata sapaan indok sudah tahun ke atas. Generasi muda mulai
sangat jarang digunakan oleh terbiasa menggunakan kata sapaan om.
masyarakat karena kata sapaan tersebut Kata sapaan uni, une, kakak, dan ayuk
hanya digunakan oleh masyarakat yang digunakan untuk menyapa kakak
berusia lanjut. Saat ini, kata sapaan perempuan. Kata uni digunakan oleh
yang umum digunakan adalah kata masyarakat yang berumur empat puluh
sapaan mak dan ama. Kata sapaan mak tahun ke atas. Kata uni berasal dari
merupakan kata serapan dari bahasa bahasa Minang. Kata une berasal dari
Melayu Jambi. Kata sapaan ama kata uni, terjadi perubahan fonem /i/
berasal dari kata mama, terjadi menjadi fonem /e/. Kata ayuk berasal
penghilangan fonem /m/. Kata sapaan dari bahasa Melayu Jambi. Kata kakak
ama sudah menjadi kata sapaan yang berasal dari kata sapaan yang digunakan
umum digunakan oleh generasi muda. dalam bahasa Indonesia. Untuk
Penggunaan kata sapaan ama sudah menyapa kakak laki-laki, ego
tidak memandang status sosial karena menggunakan kata sapaan wo, uda, dan
dipakai oleh semua kalangan abang. Kata uda berasal dari bahasa
masyarakat. Kata sapaan indok tuo dan Minang.
mak wo digunakan untuk menyapa Untuk menyapa adik
kakak perempuan ibu yang pertama. perempuan, adik laki-laki, dan anak,
Kata sapaan induk ngah dan mak ngah ego tidak menggunakan kata sapaan
digunakan untuk menyapa kakak tertentu. Saat berkomunikasi, ego dapat
perempuan ibu yang kedua ataupun menyapa langsung orang yang
anak tengah. bersangkutan dengan menyebutkan
Kata sapaan yang digunakan nama orang tersebut karena usia ego
untuk menyapa kakak perempuan ibu lebih tua dari orang yang disapa. Kata
juga sangat unik karena kata sapaan sapaan untuk cicit maupun cucu yakni
tersebut tergantung pada ciri fisik cong. Masyarakat yang berusia tujuh
seseorang yang disapa. Misal kata mak puluh tahun ke atas menyapa cicit
cik untuk menyapa kakak perempuan maupun cucunya dengan sebutan cong.
ibu yang berbadan kecil, kata mak dong Masyarakat yang berusia di bawah tujuh
untuk menyapa kakak perempuan ibu puluh tahun mulai terbiasa dengan
yang berbadan gemuk, dan kata mak menyebut nama cicit maupun cucunya
itam untuk menyapa kakak perempuan secara langsung.
Bentuk Sapaan Kekerabatan Berdasarkan Garis Perkawinan
Berikut ini adalah sebuah diagram pohon sapaan kekerabatan berdasarkan garis
perkawinan:
NK
KK

SP SPA AY
SLA IL

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968

IK EGO SK

IA SD

SLI SLS
SPI IS SM SPS

M
MP ML

Diagram 2. Kata Sapaan Kekerabatan Berdasarkan Garis Perkawinan


Keterangan
NK : ibu dari ayah SD : suami adik
KK : ayah dari ayah IS : istri
AY : ayah SLI : saudara laki-laki istri
SPA : saudara perempuan ayah SPI : saudara perempuan istri
SP : suami saudara perempuan ayah SM : suami
SLA : saudara laki-laki ayah SPS : saudara perempuan suami
IL : istri saudara laki-laki ayah SLS : saudara laki-laki suami
EGO : penyapa MP : mertua perempuan
IK : istri kakak ML : mertua laki-laki
SK : suami kakak M : menantu perempuan atau laki-laki
IA : istri adik

Berdasarkan diagram pohon tersebut, bentuk kata sapaan kekerabatan


dapat dijelaskan bahwa munculnya masyarakat kecamatan Gunung Raya
hubungan kekerabatan itu karena berdasarkan garis perkawinan:
adanya garis perkawinan. Berikut

Tabel 2. Kata Sapaan Kekerabatan Berdasarkan Garis Perkawinan


No Kata Sapaan Bentuk Sapaan dalam Bahasa Kerinci
1 Ibu dari ayah nunggoh
2 Ayah dari ayah nanggut
3 Ayah upok, apa
4 Saudara perempuan ayah datung, tante
5 Suami saudara perempuan ayah mamak, om
6 pok tuo, pok ngah, pok cik, pok dong,
Saudara laki-laki ayah pok tam, pok tek
7 Indok tuo, mak wo, indok ngah, mak
Istri saudara laki-laki ayah
ngah, mak cik, mak dong, mak itam, itek
8 Istri kakak uni, une
9 Suami kakak uda, wo
10 Istri adik sebut nama, indok......(nama anaknya)
11 Suami adik sebut nama, upok......(nama anaknya)
12 Istri adik, sebut nama

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
13 Saudara laki-laki istri uda, wo
14 Saudara perempuan istri uni, une, sebut nama
15 Suami uda, wo, sebut nama
16 Saudara laki-laki suami uda, wo, sebut nama
17 Saudara perempuan suami uni, une, sebut nama
18 Mertua perempuan datung, tante
19 Mertua laki-laki mamak, om
20 Menantu perempuan
Sebut nama
Menantu laki-laki

Kata sapaan upok dan apa deskripsi sebelumnya, kata pok cik,mak
digunakan untuk menyapa ayah cik, pok dong, makdong, pok itam dan
kandung. Penggunaan kedua bentuk mak itam mengacu pada ciri fisik
sapaan tersebut tergantung pada status tersapa.
sosial ego. Bentuk sapaan apa berasal Bentuk sapaan uni dan une
dari kata papa, terjadi penghilangan digunakan untuk menyapa istri kakak,
fonem /p/. Kata sapaan datung dan tante kakak perempuan suami, dan kakak
digunakan untuk menyapa mertua perempuan istri. Pemilihan sapaan uni
perempuan, kakak perempuan ayah, dan dan une tergantung pada usia ego.
adik perempuan ayah. Masyarakat Untuk menyapa istri adik, suami adik,
sering menyingkat kata datung menjadi menantu, adik perempuan dan adik laki-
tung sehingga mereka juga sering laki suami, adik perempuan dan adik
menggunakan kata sapaan tung. Kata laki-laki istri, ego memanggil namanya
sapaan tante kebanyakan digunakan secara langsung atau memanggilnya
oleh kalangan anak muda yang berumur dengan sapaaan indok... (nama anaknya)
belasan tahun. Kata sapaan mamak dan dan sapaan upok... (nama anaknya).
om digunakan untuk menyapa suami Berikut contohnya dalam tuturan:
saudara perempuan ayah. Jenis sapaan A: mano ngok isok, pok Nuri?
ini sama dengan sapaan yang digunakan mbuh nolong datung mukut kawa
untuk menyapa mertua laki-laki. ‘mau kemana besok bapaknya
Kata sapaan pok tuo, pak wo, Nuri? bisakah membantu tante panen
pok ngah, pak ngah, pok cik, pok dong, kopi?’
pok itam,dan pok tek digunakan untuk B: lom ado rencana nak
menyapa saudara laki-laki ayah. Kata kamano, jadi go tung
sapaan tersebut juga digunakan untuk ‘belum ada rencana kemana-
menyapa istri saudara laki-laki ayah. mana, bisa tante’
Perbedaan bentuk sapaan tersebut yakni Pada konteks percakapan di atas,
pada kata pok, indok, dan mak pada mertua memanggil menantunya dengan
awal bentuk sapaan. Misalnya, kata bentuk sapaan kata + nama anak.
sapaan pok tuo untuk menyapa kakak Kata sapaan uda dan wo
laki-laki ayah, sedangkan kata sapaan digunakan untuk menyapa suami kakak,
indok tuo untuk menyapa istri dari saudara laki-laki istri, dan suami.
kakak laki-laki ayah. Kata sapaan Pemilihan bentuk sapaan yang akan
ditentukan berdasarkan urutan digunakan tergantung pada ego, namun
kelahiran. Kata tuo dan wo ‘tua’ ada juga ego yang menyapa suaminya
mengacu pada anak tertua. Kata ngah dengan menyebutkan nama suaminya
‘tengah’ mengacu pada anak kedua atau secara langsung. Bentuk sapaan adik
anak tengah. Sama halnya dengan digunakan untuk menyapa istri. Di

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
samping itu, ada ego yang menyapa penambahan dan perkembangan. Setiap
istrinya dengan menyebut nama orang ada istilah baru yang muncul,
yang bersangkutan secara langsung. masyarakat desa Lempur Mudik
Faktor Sosial yang Mempengaruhi cenderung menerima dan mengikutinya.
Variasi Kata Sapaan Kekerabatan
Bahasa Kerinci di Kecamatan Jenis Kelamin
Gunung Raya Jika jenis kelamin tersapa
Ada beberapa faktor yang berbeda, bentuk sapaannya juga
mempengaruhi sistem sapaan berbeda. Misalnya, bentuk sapaan yang
kekerabatan dalam bahasa Kerinci di digunakan untuk menyapa ayah dari
desa kecamatan Gunung Raya, yaitu: ayah (kakek) adalah “nanggut” dan
Jarak Sosial sapaan yang digunakan untuk menyapa
Dalam sistem sapaan ibu dari ayah (nenek) adalah
kekerabatan bahasa Kerinci di “nunggoh”.
kecamatan Gunung Raya, ego memiliki Status Sosial
hubungan yang dekat dengan tersapa Status sosial masyarakat
karena garis keturunan dan garis berpengaruh terhadap bentuk kata
perkawinan. Ego harus memperhatikan sapaan yang dipilih. Masyarakat yang
identitas tersapa. Misalnya, ego berprofesi sebagai pegawai swasta
memperhatikan kedudukan tersapa maupun pegawai negeri sipil cenderung
dalam silsilah keluarga, apakah tersapa menggunakan kata sapaan yang muncul
merupakan paman, bibi, kakek, nenek, akibat adanya kontak bahasa dalam
dan lainnya. Jika ego berusia lebih tua masyarakat multilingual, sedangkan
dari orang yang disapa maka tidak ada masyarakat yang berprofesi sebagai
kata sapaan tertentu yang digunakan. petani masih menggunakan kata sapaan
Ego dapat menyapa orang yang lebih asli bahasa Kerinci di kecamatan
muda darinya dengan menyebut nama Gunung Raya.
orang yang bersangkutan. Ciri- ciri Fisik
Usia Adanya variasi kata sapaan
Kata sapaan kekerabatan dalam bahasa Kerinci di kecamatan Gunung
bahasa Kerinci di kecamatan Raya juga disebabkan karena ego
dipengaruhi oleh faktor usia. Jika ego memperhatikan ciri-ciri fisik orang
lebih muda dari tersapa, ego harus yang disapa. Adapun ciri-ciri fisik yang
menggunakan kata sapaan tertentu dimaksud yakni postur tubuh dan warna
seperti mak, pok tuo, itek, dan lainnya. kulit. Misalnya orang yang tersapa
Jika ego lebih tua dari tersapa, ego bisa memiliki postur tubuh kecil, ego
langsung menyebutkan nama tersapa. menyapa orang tersebut dengan sapaan
Faktor usia juga berpengaruh pada jenis makcik. Kata makcik berasal dari kata
kata sapaan yang dipilih, apakah kata mak dan cik. Kata cik mengacu pada
sapaan tersebut merupakan bentuk postur tubuh yang kecil karena kata cik
sapaan asli bahasa Kerinci atau bentuk bermakna kecil.
sapaan dari bahasa daerah lain. Kontak Bahasa
Masyarakat yang berusia lanjut justru Masyarakat kecamatan Gunung
masih menggunakan sapaan asli bahasa Raya dapat disebut sebagai masyarakat
Kerinci di Kecamatan Gunung Raya, yang bilingual karena mereka
sedangkan masyarakat yang berusia menguasai lebih dari satu bahasa.
muda cenderung menggunakan istilah Kecamatan Gunung Raya juga dihuni
sapaan baru yang terus mengalami oleh orang-orang dari beragam etnis

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
seperti etnis Kerinci, Jawa, Minang, dan penutur terus menggunakan kata sapaan
Melayu. Kontak bahasa dapat terjadi kekerabatan dalam berkomunikasi
dalam masyarakat yang multilingual sehari-hari.
dan multietnis. Dalam suatu
masyarakat, kontak bahasa terjadi DAFTAR PUSTAKA
antara bahasa ibu dan bahasa dari etnis Barlian, E. (2016). Metodologi
lainnya (Mutmainnah dkk, 2018). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif.
Dampak kontak bahasa yang terjadi di Padang: Sukabina Press.
Kerinci yakni adanya peminjaman kata Chaer, A dan Agustina, L. (2010).
dari bahasa lain. Ada beberapa bentuk Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
kata sapaan kekerabatan bahasa Kerinci Jakarta: Rineka Cipta.
di kecamatan Gunung Raya yang Dama, D. (2018). "Greeting Variety to
berasal dari bahasa Minang dan bahasa Show Politeness in Gorontalo
Melayu Jambi. Misalnya, kata sapaan Language". BAHTERA : Jurnal
uda dan uni berasal dari bahasa Minang. Pendidikan Bahasa dan Sastra,
17(2), 24-33.
KESIMPULAN DAN SARAN https://doi.org/https://doi.org/10.21
Berdasarkan data yang telah 009/BAHTERA.172.03
dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa Habsi, R. (2018). "Penggunaan Sapaan
menurut adat kecamatan Gunung Raya, Kekerabatan Bahasa Makean
sistem kekerabatan masyarakat Dialek Samsuma di Desa
kecamatan Gunung Raya menarik garis Samsuma Kecamatan Malifut".
keturunan matrilineal, artinya seorang Jurnal Kajian Linguistik, 6(1), 52–
yang dilahirkan mengikuti garis 65.
keturunan pihak perempuan. Pihak laki- https://ejournal.unsrat.ac.id/index.p
laki menjadi kerabat berdasarkan garis hp/kaling/article/view/24782
perkawinan. Kata sapaan kekerabatan Hildayani, D. (2019). "Cross-Cultural
bahasa Kerinci di Kecamatan Gunung Communication: Javanese and
Raya berdasarkan garis keturunan Sundanese Vocabularies the Same
terdiri atas 25 kata sapaan, sedangkan in Form and Different in
kata sapaan kekerabatan bahasa Kerinci Meaning". BAHTERA : Jurnal
di kecamatan Gunung Raya berdasarkan Pendidikan Bahasa dan Sastra,
garis perkawinan terdiri atas 29 kata 18(2), 176-185.
sapaan. Faktor-faktor sosial yang https://doi.org/10.21009/bahtera.18
mempengaruhi bentuk-bentuk kata 2.07
sapaan kekerabatan bahasa Kerinci di Jannah, M., Bahry, R., & Mahmud, S.
kecamatang Gunung Raya yakni jarak (2019). "Penggunaan Sapaan
sosial, usia, jenis kelamin, status sosial, Kekerabatan dalam Tuturan
ciri-ciri fisik, dan kontak bahasa. Masyarakat Kabupaten Batu Bara
Sebagai warna negara Indonesia Provinsi Sumatra Utara". Jurnal
yang baik, masyarakat diharapkan dapat Bahasa dan Sastra, 13(2), 143–
menguasai dan menggunakan bahasa 158.
daerah dalam kehidupan sehari-hari. http://jurnal.unsyiah.ac.id/JLB/arti
Sikap positif yang ditunjukkan terhadap cle/view/14768
bahasa daerah dapat mencegah Maiza, S. (2018). "Sistem Perulangan
punahnya bahasa-bahasa daerah di Bahasa Kerinci Dialek Rawang".
Indonesia. Salah satu contoh sikap Jurnal Menara Ilmu, 12(79), 213-
positif terhadap bahasa daerah, yakni 220.

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume 20 Nomor 2 Juli
2021 http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/bahtera/
P-ISSN : 0853-2710
E-ISSN : 2540-8968
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php 4(1), 135–143.
/menarailmu/article/view/556/495 http://journal2.um.ac.id/index.php/
Masruddin. (2015). Sosioliguistik. basindo/article/view/14745/5985
Sulawesi Selatan: Read Institute Wardhaugh, R., & Fuller, J. M. (2015).
Press. An Introduction to
Mawara, J. E. T. (2015). "Solidaritas Sociolinguistics. UK: Willey
Kekerabatan Suku Bangsa Bantik Blackwell.
Di Kelurahan Malalayang I
Manado". Jurnal Acta Diurna,
4(2), 1-13.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.p
hp/actadiurna/article/view/7254
Misnawati. (2017). "Kata Sapaan
Bahasa Minangkabau: Penggunaan
dan Kategorisasi". Jurnal
Elektronik Wacana Etnik, 8(1),
13–20.
http://wacanaetnik.fib.unand.ac.id/
index.php/wacanaetnik/article/vie
w/65
Rina, N., & Rahman, F. (2016).
"Analisis Absolute dan Oblique
dalam Bahasa Kerinci Isolek Pulau
Tengah". Jurnal Artbitrer, 3(2),
152-165.
http://arbitrer.fib.unand.ac.id/index
.php/arbitrer/article/view/48/38
Suhardi, B. (2017). Pedoman Penelitian
Sosiolinguistik. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Suwija, I. I. (2018). "Sistem Sapaan
Bahasa Bali Menurut Hubungan
Kekerabatan". Jurnal
Sosiohumaniora: Jurnal Ilmu-ilmu
Sosial dan Humaniora, 20(2), 115–
121.
https://doi.org/10.24198/sosiohum
aniora.v20i2.16731
Temaja, I. G. B. W. B. (2018). "Sapaan
Kekerabatan Dalam Bahasa Bali
(Kinship Addresses in Balinese
Language". Jurnal Metalingua
16(2), 211-220.
Yudi Aditama, V dkk (2020).
"Pengunaan Sapaan Bahasa
Kerinci Dialek Jujun". Basindo:
Jurnal Kajian Bahasa, Sastra
Indonesia, dan Pembelajarannya,

2
BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Volume Juli
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN

SAPAAN KEKERABATAN DALAM BAHASA


BALI

(KINSHIP ADDRESSES IN BALINESE LANGUAGE)


I Gede Bagus Wisnu Bayu Temaja
Ilmu Linguistik, Universitas Gadjah Mada
Jalan Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Telepon (0274) 513096, Faksimile (0274) 550451
Pos-el: wisnubt@gmail.com

Tanggal naskah masuk: 17 Juli 2018


Tanggal revisi akhir: 27 Desember 2018

Abstract
This writing aimed at identifying forms, meanings, and social factors that cause the
differences of kinship address in Balinese language. The data in the form of
sentences that contain kinship addresses were collected by applying interview and
observation methods. The data were collected from Balinese speakers, literatures,
and author’s intuition as a Balinese speaker. The data were analyzed via
distributional method with dividing-key-factors and substitution techniques, and
referential identity method. The results showed that kinship addresses are in the
forms of words and the forms are varied. The meaning of the kinship addresses was
based on kinship which can be differed according to lineage and marital linkage.
There are addresses denoted to diverse kin, various addresses attribute to a
specific kin, and an address that only attributes to a certain kin. Each of kinship
addresses have distinction based on various factors, i.e. formality, kinship types,
age, marital status, sex, and social status.
Keywords: address, kinship, form, meaning, factor

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk, makna, dan faktor sosial
penyebab perbedaan sapaan kekerabatan dalam bahasa Bali. Data berupa kalimat
yang mengandung sapaan kekerabatan dikumpulkan dengan menerapkan metode
cakap dan simak. Data diperoleh dari penutur bahasa Bali, pustaka-pustaka bahasa
Bali, dan intuisi penulis sebagai penutur bahasa Bali. Data dianalisis menggunakan
metode agih dengan teknik bagi unsur langsung dan ganti, dan metode padan
referensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan bentuk lingualnya,
sapaan kekerabatan berupa kata dan memiliki variasi bentuk. Makna sapaan
mengacu pada referen berupa kerabat yang dibedakan atas kekerabatan yang
diperoleh dari garis keturunan dan perkawinan. Terdapat sebuah sapaan yang
mengacu pada banyak referen kerabat, ragam sapaan untuk satu referen kerabat,
dan sebuah sapaan untuk satu referen kerabat. Masing-masing sapaan kekerabatan
memiliki perbedaan didasarkan atas faktor keformalan, jenis kekerabatan, umur,
status pernikahan, jenis kelamin, dan status sosial.
Kata kunci: sapaan, kekerabatan, bentuk, makna, faktor

21
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

1. Pendahuluan keunikan bahwa hal ini penting untuk ditelusuri.


Interaksi terjadi ketika adanya komunikasi
baik melalui cara lisan maupun tulis yang dapat
berlangsung secara langsung ataupun tidak
langsung dan melibatkan pelaku tutur. Ketika
terjadi interaksi antara pelaku tutur, salah satu
komponen yang menjadi bagian dari interaksi
adalah adanya proses saling menyapa. Adapun
pelaku tutur tersebut yaitu pembicara, lawan
bicara, dan isi pembicaraan (Wibowo dan
Retnaningsih, 2015:269--282). Berlangsungnya
suatu interaksi melibatkan satu aspek penting
yaitu penyapaan. Penyapaan dalam interaksi
dilaksanakan menggunakan kata sapaan.
Kridalaksana (1982:14) menyatakan bahwa
kata sapaan merujuk pada morfem, kata, atau
frasa yang dipergunakan untuk saling merujuk
dalam situasi pembicaraan yang berbeda-beda
menurut sifat hubungan antarpelaku tutur.
Pelaku tutur yang dimaksud adalah penutur
atau pembicara dan lawan tutur. Saat penutur
menyapa lawan tutur, penutur menggunakan
sapaan bergantung pada hubungannya dengan
lawan tutur.
Sapaan dapat dibedakan menjadi sapaan
pronomina persona, kekerabatan, nama,
pekerjaan, keakraban, dan keagamaan (Wijana,
1991:35). Berkaitan dengan penelitian ini, yaitu
sapaan kekerabatan, dalam menyapa salah satu
anggota kekerabatan, sapaannya cenderung
beragam dan dalam tiap bahasa berbeda-beda.
Misalnya saat seseorang menyapa ayahnya,
bahasa Inggris mengenal sapaan father dan
daddy, sedangkan bahasa Indonesia mengenal
bentuk ayah dan papa. Kedua sapaan termasuk
ke dalam sapaan kekerabatan karena pelaku
tutur memiliki hubungan kekerabatan, yaitu
antara anak sebagai penutur dan ayah sebagai
lawan tutur. Dalam bahasa Bali (BB) (bahasa
Austronesia; sebagian besar dituturkan di Bali,
Indonesia; tiga juta lebih penutur), sapaan untuk
ayah dapat berupa aji, guru, bapa, dan nanang.
Jika dibandingkan dengan sapaan bahasa
Indonesia dan Inggris yang hanya memiliki dua
bentuk sapaan untuk ayah, berbeda halnya BB
yang memiliki empat bentuk. Adanya empat
bentuk sapaan, seperti untuk ayah, menjadi salah
satu bukti adanya sapaan kekerabatan dalam BB.
Selain itu, beragamnya bentuk sapaan untuk
acuan sebuah referen ( seperti ayah) menjadi

21
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
Penelitian ini khusus membicarakan penelitian ini mengkaji bentuk lingual, makna
sapaan kekerabatan yang dipergunakan dalam kerabat yang diacu, dan faktor sosial yang
BB. Kajian sapaan kekerabatan BB penting
dilaksanakan mengingat penyapaan tiap
kerabat memiliki beragam bentuk lingual,
seperti penyapaan ‘ayah’ memiliki empat
variasi bentuk lingual, dan sapaan kekerabatan
lainnya yang diasumsikan memiliki bentuk
sapaan yang juga bervariasi. Variasi tersebut
muncul dipengaruhi oleh beragam faktor
sosial.
Sapaan kekerabatan berhubungan dengan
kekerabatan sebagai realisasi dari sapaan jenis
tersebut. Kekerabatan di Bali dibedakan
menjadi kekerabatan berdasarkan garis
keturunan dan garis pernikahan. Kekerabatan
berdasarkan garis keturunan disebut sistem
patrilineal atau garis keturunan dari ayah, dan
di Bali dikenal dengan istilah purusa
(Asmarajaya, 2017). Di sisi lain, kekerabatan
berdasarkan garis perkawinan ada di pihak ibu.
Sapaan kekerabatan BB memiliki
berbagai bentuk seperti dalam menyapa satu
referen kerabat, misalnya, sapaan untuk ‘ayah’.
Beragamnya bentuk sapaan untuk ayah
bukannya tanpa alasan mengingat
keragamannya muncul karena faktor sosial
(Saleh, 2017:21). Faktor sosial yang dimaksud
adalah faktor-faktor di luar kebahasaan seperti
status sosial, umur, jenis, dan kelamin. Status
sosial menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan beragamnya sapaan kekerabatan
ada di Bali. Status sosial direalisasikan dalam
bentuk sistem kasta, misalnya sapaan aji
dipergunakan oleh golongan kasta Brahmana.
Ketika seorang anak menggunakan aji untuk
menyapa ayahnya dalam kasta Brahmana, hal
tersebut menjadi ciri khas kasta. Ciri khas itu
kemudian melahirkan kelompok tutur
tersendiri di dalam kekerabatan berlandaskan
kasta. Kasta menjadi realisasi dari kelompok
tutur yang menyebabkan mereka menggunakan
bentuk yang sama (seperti sapaan aji)
(Holmes, 2008:184). Oleh karena itu, selain
mengacu pada bentuk dan makna atau referen
kerabat yang diacu, sapaan kekerabatan BB
juga memiliki perbedaan yang didasarkan atas
faktor sosial.
Penelitian ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengidentifikasi realisasi sapaan
kekerabatan BB. Adapun secara spesifik

21
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

memengaruhi perbedaan penggunaan sapaan dan mengidentifikasi jenis satuan lingualnya.


kekerabatan.
Penelitian terkait pernah dilaksanakan
oleh Wijana (1991) yang mengkaji penggunaan
sapaan dalam bahasa Indonesia. Ia menemukan
realisasi sapaan dapat berupa pronomina
persona, kekerabatan, nama, pekerjaan,
keakraban, dan keagamaan. Dalam BB,
Kamajaya (2014) mengkaji sapaan berupa
pronomina persona. Penelitian itu mengupas
struktur semantik dari sapaan pronomina.
Mengingat realisasi sapaan lainnya belum
dikupas dalam BB sehingga penelitian ini
berupaya melengkapi pemetaan sapaan dalam
BB, dimulai pada sapaan kekerabatan. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini, yaitu sapaan
kekerabatan, Sari, Ermanto, dan Nasution
(2013) mengidentifikasi bentuk dan pemakaian
sapaan kekerabatan dalam bahasa Melayu di
Riau. Kajian Sari dkk. (2013) dapat menjadi
ancangan di dalam mengkaji sapaan
kekerabatan BB.
Merujuk pada tiga kajian di atas, penelitian
sapaan kekerabatan dilaksanakan mengingat
objek ini belum mendapat perhatian dalam
kajian sapaan BB sehingga pelaksanaan
penelitian ini dapat melengkapi pemetaan
bentuk sapaan dalam BB. Penelitian ini juga
memberikan signifikansi pada terlaksananya
pendokumentasian dan pelestarian kearifan
lokal yang direalisasikan dalam bentuk sapaan
kekerabatan sebagai sarana untuk
memperkenalkan bahasa dan tatanan hidup
masyarakat Bali, serta sebagai bahan di dalam
pembelajaran bahasa (Wijana, 1991:35).
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga
tahap, yaitu penyediaan data, analisis data, dan
penyajian data. Penyediaan data dilaksanakan
dengan menerapkan metode cakap dan simak
(Sudaryanto, 2015). Data berupa kalimat yang
mengandung sapaan kekerabatan diperoleh dari
penutur BB sebagai sumber data primer, dan
pustaka-pustaka yang memuat sapaan BB serta
penulis sebagai anggota masyarakat dan
penutur BB sebagai sumber data sekunder.
Analisis data dilaksanakan dengan
menerapkan metode agih dengan teknik bagi
unsur langsung dan ganti, dan metode padan
referensial (Sudaryanto, 2015). Teknik bagi
unsur langsung diterapkan guna membagi
kalimat ke dalam beberapa konstituen guna
mengidentifikasi unsur sapaan di dalamnya
21
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
Teknik ganti diterapkan mengingat sapaan
dapat berganti satu sama lain sebagai subjek
dan objek tuturan. Kedua teknik diterapkan
untuk menganalisis bentuk sapaan. Kemudian,
metode padan referensial diterapkan untuk
menganalisis makna dan faktor sosial.
Data disajikan menggunakan tabel dan
uraian berupa kata-kata. Pada bagian akhir,
ditarik simpulan dari pembahasan hasil
penelitian.

2. Kerangka Teori
Pelaksanaan penelitian ini memerlukan
teori yang memadai untuk mengidentifikasi
tujuan penelitian. Seperti yang sudah diketahui
bahwa sapaan digunakan untuk menyapa
seseorang yang berbeda-beda bergantung pada
hubungan dengan seseorang tersebut di dalam
komunikasi, sapaan memiliki fungsi untuk
menyapa yang dibarengi oleh konteks (Sari
dkk., 2013:513). Dalam realisasinya, secara
lingual bentuk sapaan dapat berupa morfem,
kata, ataupun frasa (Kridalaksana, 1982).
Morfem mengacu pada satuan terkecil
kebahasaan dan tidak mampu dibagi kembali
menjadi bagian bermakna; kata dapat berdiri
sendiri dan terbentuk dari morfem dan
gabungan morfem; dan frasa terbentuk dari
gabungan dua kata atau lebih dan bersifat non-
predikatif (lihat Kridalaksana, 2008).
Chaer (2000:107) menyatakan bahwa
sapaan berfungsi untuk menegur dan lebih
jelasnya untuk menyapa referen berupa orang
kedua atau yang diajak bertutur. Dalam sapaan
kekerabatan, untuk kekerabatan sendiri,
Mahmud (2003:15) menyebut bahwa
kekerabatan menyangkut hubungan sosial
berdasarkan garis keturunan dan perkawinan.
Tiap sapaan kekerabatan akan dipergunakan
oleh pembicara untuk menyapa lawan tutur
yang masih memiliki hubungan kerabat.
Satuan kebahasaan (yaitu bentuk sapaan)
memiliki referen yang diacu di luar
kebahasaan (atau dalam hal ini adalah kerabat)
(bdk. Kridalaksana, 2008).
Wijana (1991) menyatakan bahwa sapaan
memiliki perbedaan karena dipengaruhi oleh
faktor keformalan, jumlah, jenis kelamin,
kekerabatan, umur, hubungan perorangan,
status pernikahan, status sosial, dan latar
belakang agama.

21
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

3. Hasil dan Pembahasan odah ‘nenek’ dah


Pemaparan hasil analisis diuraikan ber- kumpi ‘buyut’ pi
dasarkan tujuan penelitian, yaitu identifikasi putu ‘cucu’ Tu
bentuk, makna, dan faktor sosial yang cening ‘anak/cucu’ ning
memengaruhi perbedaan sapaan kekerabatan.
Kolom pertama merupakan bentuk sapaan
3.1 Bentuk Sapaan yang berupa satuan kata. Sapaan tersebut
memiliki variasi bentuknya masing-masing
Sapaan kekerabatan BB berdasarkan
(kolom kedua). Adanya variasi bentuk tersebut
bentuk lingualnya hanya berupa kata. Tidak
terjadi karena proses fonologis dan morfologis.
ditemukan sapaan kekerabatan berupa frasa
Sebagian besar variasi bentuk mengalami
ataupun satuan lingual lainnya. Realisasi
proses morfologis pemenggalan (clipping),
penggunaan sapaan kekerabatan dapat
yaitu dengan menghilangkan silabel awal
memperhatikan kalimat berikut.
sapaan dari bentuk lengkapnya. Adapun proses
(1) Dadong, suba ngajeng busan?
ini terjadi pada sapaan bapa → pa, nanang →
‘Nenek, sudah makan tadi?’
nang, aji
Sapaan dadong (1) merupakan salah satu → ji(k), guru → ru, biang → yang, meme →
realisasi sapaan kekerabatan. Pada data lainnya, me, adi → di, pekak → kak, kakiang → kiang,
sapaan dadong dipergunakan dalam bentuk wayah → (a)yah, nini → ni, dong → dong,
lain, yaitu dong, perhatikan kalimat berikut. odah
(1) Dong, mai mulih! → dah, kumpi → pi, putu → tu, dan cening →
‘Nek, ayo pulang!’ ning. Khusus pada sapaan aji dengan variasi
Kalimat (1) dan (2) menampilkan bentuknya ji(k), terdapat tambahan bunyi glotal
sapaan dadong yang dapat berupa dong. /Ɂ/ yang direalisasikan dengan bentuk ortografis
Penulis menggolongkan dadong sebagai k pada posisi final. Mengingat bentuknya yang
variasi bentuk dong. Adapun realisasi bentuk opsional, variasi bentuknya dapat berupa ji
sapaan kekerabatan BB secara lengkap dapat ataupun jik. Akan tetapi, jika ji(k) diikuti oleh
diperhatikan pada Tabel 1 berikut. bentuk nama, bunyi glotal /Ɂ/ wajib hadir,
seperti Jik Tut dan Jik De. Kasus serupa juga
Tabel 1 Bentuk Sapaan Kekerabatan ditemukan pada sapaan meme dengan variasi
bentuknya me(k) yang jika diikuti bentuk nama
bentuknya wajib diikuti bunyi glotal /Ɂ/, mek,
misalnya Mek Tut dan Mek De. Selanjutnya,
Sapaan Variasi Bentuk dapat diperhatikan pula data biang → yang,
bapa ‘ayah’ pa mengalami penghilangan silabel awal bi-, yang
nanang ‘ayah’ nang seharusnya menjadi *ang, tetapi bentuk tersebut
aji ‘ayah’ ji(k) tidak berterima. Di antara silabel bi + ang
guru ‘ayah’ ru terdapat bunyi pelancar berupa semivokal /y/
biang ‘ibu’ yang yang hanya terlihat jika datanya
meme ‘ibu’ me(k) ditranskripsikan secara fonetis [biyaŋ]. Oleh
beli ‘kakak laki-laki’ bli karena itu, sapaan variasi bentuk biang berupa
mbok ‘kakak perempuan’ - yang [yaŋ] diambil dari bentuk fonetisnya, dan
adi ‘adik’ di bukannya *ang. Lebih lanjut, data wayah
pekak ‘kakek’ kak dengan variasi bentuknya (a) yah, membuatnya
kakiang ‘kakek’ kiang dapat berbentuk yah atau ayah. Jika bentuk
kaki ‘kakek’ kak yang dipilih ayah, hal itu mengalami proses
wayah ‘kakek’ (a)yah fonologis berupa perubahan bunyi, yaitu
mbah ‘nenek’ - aferesis (apheresis) atau penghilangan segmen
nini ‘nenek’ ni awal bunyi dalam kata (Kridalaksana, 2008:3).
niang ‘nenek’ nyang Selain proses morfologis di atas dan
dadong ‘nenek’ dong proses fonologis sebelumnya, sapaan kaki →

21
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
kak mengalami proses apokope (apocope)
atau penghilangan bunyi pada segmen akhir

21
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

(Kridalaksana, 2008:18). Terdapat bentuk 1 Sapaan bentuk/kata (penuh) merujuk pada sapaan
sapaan yang mengalami proses sinkope berbentuk kata lengkap utuh dalam tabel 1 kolom
pertama.
(syncope) atau penghilangan segmen bunyi di
tengah kata (Kridalaksana, 2008:222). Hal itu
terlihat pada sapaan beli → bli yang mengalami
penghilangan nukleus vokal /e/ pada silabel
pertama. Proses sinkope juga terjadi pada
sapaan niang → nyang yang hanya bisa
diidentifikasi melalui transkripsi fonetisnya,
[niyaŋ] → [ɲaŋ]. Lebih lanjut, juga terjadi
proses merger atau penggabungan fonem,
selain sinkope. Pada awalnyaterjadi
penghilangan vokal /i/ pada silabel pertama
sehingga menjadi [niyaŋ] → [nyaŋ], lalu
kedudukan semivokal /y/ menjadi lemah yang
membuatnya bergabung dengan konsonan
alveolar nasal /n/ sehingga menghasilkan
konsonan baru, yaitu palatal nasal
/ɲ/, menciptakan [niyaŋ] → [ɲaŋ].
Terdapat bentuk sapaan yang tidak
memiliki variasi bentuk seperti sapaan mbok
dan mbah. Hal itu disebabkan kedua sapaan
hanya terdiri atas satu silabel. Syarat silabel
untuk muncul ialah sedapatnya melibatkan
sebuah bunyi vokal (Kridalaksana, 2008),
sedangkan kedua sapaan hanya mengandung
satu bunyi vokal. Selain itu, konsonan /m/ dan
/b/ merupakan konsonan homorgan yang
berasimilasi satu sama lain, membuatnya seolah
sebagai “konsonan tunggal”.

3.2 Makna Sapaan


Makna sapaan berhubungan dengan acuan
dari bentuk lingual sapaan yang ditujukan
untuk referen di luar kebahasaan, yaitu orang
yang termasuk kerabat. Bentuk sapaan yang
dipakai dalam analisis ini adalah sapaan yang
secara lingual berupa bentuk/kata (penuh)1.
Dari analisis makna ini ditemukan sapaan
kekerabatan dalam BB yang digolongkan
berdasarkan garis keturunan dan garis
perkawinan. Masyarakat Bali menganut sistem
patrilineal sehingga kekerabatan menurut garis
keturunan diperhitungkan dari pihak ayah,
sedangkan garis perkawinan dari pihak ibu.
Penggunaan sapaan kekerabatan berdasar-
kan garis perkawinan dapat diperhatikan dalam
penyapaan (3) dan (4) berikut.
(3) Meme, tiang jani lakar masuk.
‘Ibu, saya sekarang berangkat sekolah.’

21
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
(4) Saian melajah lan maca buku, cening!
‘Sering-seringlah belajar dan membaca
buku, cucu!’

Tabel 2 Referen Sapaan Kekerabatan

Garis
Sapaan Keturunan Garis Perkawinan

aji, guru, ayah kandung, ayah mertua, kakak


bapa, kakak laki-laki laki-laki ibu
nanang ayah (paman), (paman), adik laki-
adik laki-laki laki ibu (paman),
ayah (paman), suami dari kakak ibu
(paman), suami dari
adik ibu (paman),
suami
biang, kakak ibu kandung, ibu
meme perempuan mertua, kakak
ayah perempuan ibu (bibi),
(bibi), adik adik perempuan ibu
perempuan (bibi), istri dari
ayah (bibi) kakak ibu (bibi), istri
dari adik ibu (bibi),
istri
beli kakak laki-laki suami kakak
(kakak ipar),
suami, kakak laki-
laki dari suami
(kakak ipar), kakak
laki-laki dari istri
(kakak ipar)
mbok kakak istri kakak (kakak
perempuan ipar), kakak
perempuan dari
suami (kakak ipar),
kakak perempuan
dari istri (kakak ipar)
adi - istri
panggil adik laki- istri adik (adik ipar),
nama laki, adik suami adik (adik
perempuan ipar), menantu, istri,
adik perempuan
dari suami (adik
ipar), adik
perempuan dari istri
(adik ipar), adik laki-
laki dari suami (adik
ipar), adik laki- laki
dari istri (adik ipar)
kakiang, ayah dari ayah ayah dari ibu (kakek)
kaki, (kakek), kakak
wayah, laki-laki kakek,
pekak adik laki-laki
kakek,
nini, ibu dari ayah ibu dari ibu (nenek)
niang, (nenek), kakak
mbah, perempuan
odah, kakek, adik
dadong perempuan
kakek,
kumpi ayah dari -
kakek (buyut),
ibu dari kakek
(buyut)

21
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

cening, anak - Selanjutnya, dibahas sapaan untuk


panggil menyapa kerabat berdasarkan garis perkawinan.
nama Realisasi penggunaannya dapat memperhatikan
putu, cucu - penyapaan (5) dan (6) berikut.
cening,
panggil (5) Adi, de engsap nyanan nyampat diwang
nama nah!
‘Istri (sayang), jangan lupa menyapu di
Sapaan kekerabatan berdasarkan garis depan rumah ya!’
keturunan, terutama dalam Tabel 2. Makna (6) Lakar kija to nanang?
sapaan kekerabatan yang diacu dapat ‘Mau ke mana ayah mertua?’
digolongkan kembali menjadi 1) sapaan yang Kekerabatan berdasarkan garis perkawinan
memiliki beragam referen dan 2) sapaan yang (dalam Tabel 2) juga memiliki bentuk
khusus mengacu pada satu referen. sapaannya tersendiri meskipun terdapat
Pertama, sapaan yang memiliki beragam beberapa kesamaan dengan sapaan garis
referen, seperti ragam sapaan aji, guru, bapa, keturunan. Sama seperti analisis makna pada
dan nanang, mengacu pada sapaan untuk ayah garis keturunan, pembahasan makna di sini juga
kandung dan paman (adik dan kakak laki-laki dipisahkan berdasarkan 1) sapaan untuk
ayah). Sapaan biang dan meme dipergunakan beragam referen dan 2) sapaan untuk satu
untuk menyapa kedua bibi, baik untuk adik referen khusus.
perempuan ayah maupun kakak perempuan Pertama, sapaan biang dan meme mengacu
ayah. Kemudian, sapaan kakiang, kaki, wayah, pada ragam penyapaan untuk ibu kandung, ibu
dan pekak dipakai untuk menyapa kakek (ayah mertua, dan bibi (kakak dan adik perempuan
dari ayah) dan saudara laki-laki kakek, baik ibu; bibi istri dari kakak dan adik ibu), serta
adik maupun kakaknya. Untuk penyapaan untuk istri. Sapaan aji, guru, bapa, dan nanang
nenek (ibu dari ayah) dan saudara perempuan merupakan sapaan untuk ayah mertua, paman,
kakek (baik kakak maupun adiknya) dan suami. Selanjutnya, sapaan untuk istri
dipergunakan sapaan nini, niang, mbah, odah, kakak (kakak ipar) dan kakak ipar, baik kakak
dan dadong. Lalu, sapaan kumpi mengacu pada perempuan dari suami maupun istri,
sapaan untuk buyut laki-laki (ayah dari kakek) mempergunakan sapaan mbok. Lalu, sapaan
dan buyut perempuan (ibu dari kakek). Sapaan beli menjadi acuan untuk penyapaan suami
cening merupakan sapaan untuk anak dan cucu. kakak (kakak ipar) dan kakak ipar (kakak laki-
Selain sapaan itu, beberapa bentuk sapaan laki dari suami ataupun istri). Yang terakhir
menggunakan sapaan berupa nama (panggil adalah sapaan menggunakan nama (panggil
nama) untuk menyapa adik, anak, dan cucu. nama) menjadi bentuk sapaan yang dipakai
Dalam BB sapaan berdasarkan garis keturunan untuk menyapa semua adik ipar dan juga untuk
yang memiliki beragam acuan tidak istri. Secara keseluruhan, sapaan berdasarkan
membedakan referen yang diacu. Hal itu garis perkawinan dengan beragam referen tidak
bergantung pada hubungan kekerabatan antara memiliki perbedaan di antara referen yang
penutur dan lawan tutur. diacu tersebut.
Kedua, sapaan yang hanya mengacu pada Kedua, sapaan yang hanya mengacu
satu referen khusus berdasarkan garis keturunan khusus untuk satu referen saja antara lain adi
terdapat pada sapaan beli, mbok, dan putu. yang dipergunakan untuk menyapa istri. Sapaan
Sapaan beli mengacu pada penyapaan untuk untuk kakek diacu menggunakan kakiang, kaki,
kakak laki-laki. Sapaan untuk kakak perempuan wayah, dan pekak. Lalu, yang terakhir sapaan
mempergunakan sapaan mbok. Kemudian, nini, niang, mbah, odah, dan dadong
sapaan putu hanya mengacu pada sapaan untuk dipergunakan untuk menyapa nenek (ibu dari
cucu (selain sapaan berupa cening dan nama). ibu).
Untuk sapaan putu ini berbeda dengan bentuk Mengingat pembahasan makna hanya
nama Putu yang merupakan salah satu bentuk terbatas pada acuan anggota kerabatnya,
penamaan orang Bali untuk anak kelahiran diperlukan uraian lanjutan guna mengetahui
pertama (lihat Temaja, 2017:65). ranah penggunaan dan penyebab beragamnya

22
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
referen untuk acuan tertentu. Hal tersebut
dibahas pada uraian faktor sosial.

22
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

3.3 Faktor Sosial Penggunaan sapaan pa dalam (8)


Adanya perbedaan tiap sapaan kekerabatan menunjukkan bahwa situasinya berubah menjadi
menunjukkan kegunaan yang beragam dari informal yang ditandai dengan penggunaan BB
tiap- tiap bentuk sapaan. Perbedaan dipengaruhi andap (ragam rendah). Hal itu menunjukkan
oleh faktor-faktor luar kebahasaan, yakni faktor bahwa sapaan kekerabatan berupa variasi
sosial (Wijana, 1991:35). Faktor sosial bentuk, yaitu bentuk nonformal atau disebut
pembeda sapaan kekerabatan BB meliputi juga untuk penggunaan bahasa sehari-hari
faktor keformalan, jenis kekerabatan, umur, (colloquial). Di sisi lain, pada beberapa kasus,
status pernikahan, jenis kelamin, dan status perlu diperhatikan bahwa terdapat sapaan yang
sosial. Faktor ini dianalisis melalui penyapaan tidak memiliki variasi bentuk yaitu mbok dan
dan pembicaraan penutur kepada lawan tutur mbah. Pembedaan keformalan kedua sapaan
yang dianggap berkerabat dalam berinteraksi. akan sulit dilacak jika tidak dipergunakan dalam
Faktor pertama, yaitu keformalan dapat penyapaan yang dibarengi konteks, seperti
dibagi menjadi ragam formal dan nonformal. situasi formal (9) dan nonformal (10) saat
Faktor ini menunjukkan bagaimana sapaan seseorang
kekerabatan salah satunya sebagai penunjuk (P) berbicara dengan mbok ‘kakak perempuan’
keformalan. Faktor keformalan dapat ditelusuri (LT) dan mbah ‘nenek’ (LT).
melalui adanya perbedaan sapaan kekerabatan (9) Mbok, mangkin tiang jagi
dilihat dari bentuknya, yaitu antara bentuk Mbah
(penuh) dan variasi bentuknya. Sapaan berupa ngandika indik pemugeran pemerajan
kata (penuh) dipergunakan dalam ragam iragane.
formal. Saat penutur (P) menyapa dan berbicara ‘Mbok/mbah sekarang saya akan berbicara
dengan lawan tutur (LT) pada konteks kerabat masalah pemugaran pura milik kita.’
cenderung menggunakan ragam formal.
Misalnya, dalam paruman ‘rapat’ antara (10) Bedikin jani naar gula mbok, pang sing
keluarga besar (7) berikut, seseorang (P) diabetes nyan! mbah
berbicara dengan ayahnya (LT) perihal ‘Kurangi sekarang makan gula
pemugaran pura. mbok/mbah, supaya tidak diabetes nanti!’
(7) Bapa, mangkin tiang jagi ngandika indik Dari konteks kedua kalimat di atas, secara
pemugeran pemerajan iragane. keformalan sapaan mbok dan mbah dapat
‘Bapak, sekarang saya ingin berbicara menjadi penunjuk bentuk formal dan informal
perihal pemugaran pura kita ini.’ tergantung konteks penggunaannya, yaitu
Penggunaan bapa (5) sebagai sapaan tempat, situasi, dan ragam tingkat tutur yang
menunjukkan bahwa situasi pemakaiannya dipergunakan.
berada pada ranah formal, yaitu dalam suasana Faktor berdasarkan jenis kekerabatan
rapat. Selain itu, keseluruhan isi tuturannya ditelusuri melalui hubungan kekerabatan
menggunakan ragam tingkat tutur BB alus antara P dan LT dalam interaksi sehingga dapat
(ragam tinggi) yang menandakan konteksnya dilihat perannya sebagai penunjuk kekerabatan.
formal. Kendatipun hubungan antara mereka Misalnya, dalam tuturan (7) dan (8) diketahui
berkerabat, antara ayah dan anak, mengingat bahwa hubungan kekerabatan yang terjadi
situasinya formal, bahasanya pun mengikuti yaitu antara seorang anak (P) dan ayahnya (LT)
ragam formal, termasuk juga penggunaan melalui penggunaan bapa dan pa oleh sang
sapaan kekerabatan menggunakan kata (penuh). anak. Kemudian, pada tuturan (9), hubungan
Hal itu akan berbeda jika konteksnya berubah yang terjadi adalah antara seorang adik dan
ke ranah nonformal, seperti saat sang anak (P) kakak perempuannya melalui sapaan mbok,
mengobrol santai dengan ayahnya (LT) di serta antara seorang cucu dan neneknya melalui
jineng ‘lumbung padi’ (8). penggunaan sapaan mbah. Hubungan
(8) Bedikin jani naar gula pa, pang sing kekerabatan ini dapat diperhatikan pada
diabetes nyan! referen tiap sapaan kekerabatan dalam Tabel 2
‘Kurangi sekarang makan gula pak, supaya mengingat kajian ini lebih terfokus pada sapaan
tidak diabetes nanti!’ kekerabatan.

22
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
Faktor menurut perbedaan umur dapat
membedakan bentuk sapaan yang
dipergunakan

22
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

bergantung pada siapa lawan tutur kerabat yang oleh suami dapat
diajak berinteraksi. Sejatinya pengaruh umur
ini dapat diperhatikan pada pembahasan dalam
Tabel 2. Namun, hal ini perlu diterangjelaskan
kembali pada konteks tuturan untuk
memperjelas adanya pengaruh umur. Saat
seseorang (P) menyapa orang lebih dewasa dan
tua dalam lingkup kerabat sebagai lawan tutur
(LT), dia dapat mempergunakan sapaan seperti
bapa, pekak, meme, mbah, dan kumpi (bentuk
tersebut mewakili ragamnya masing-masing),
perhatikan kalimat (11) berikut.
Bapa
Pekak
(11) Meme suba madaar tengaine?
Mbah ‘sudah makan siang
Kumpi harinya?’
Sapaan mbok dan beli ditunjukkan bila
seseorang mengalamatkan sapaan untuk mereka
yang lebih tua dalam kerabat, tetapi tergolong
masih muda, seperti yang ditampilkan pada
tuturan (12).
(12) Lakar luas kija beli
mani? mbok
‘Mau pergi ke mana besok?’
Kemudian, sapaan cening dan putu
diberikan untuk mereka yang lebih muda di
dalam hubungan kekerabatan, misalnya pada
penyapaan (13) berikut.
(13) Cening da engsap mebakti
Putu nyen!
‘Jangan lupa
sembahyang lagi
sebentar!’
Faktor umur menjadi penunjuk perbedaan
penggunaan sapaan kekerabatan. Selain itu,
terdapat sapaan khusus dalam lingkup umur
yaitu sapaan adi oleh seseorang yang lebih
dewasa. Namun, sapaan ini berlaku untuk
mereka yang sudah menikah, yaitu adi
ditunjukkan oleh suami kepada istrinya. Hal ini
akan lebih dibicarakan pada faktor berdasarkan
status pernikahan.
Sapaan kekerabatan berdasarkan status
pernikahan dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu sapaan untuk suami dan istri. Sapaan untuk
suami oleh istrinya dapat berupa aji, guru, bapa,
nanang, dan beli. Sapaan beli umumnya lebih
lazim dipergunakan dibanding empat lainnya,
mengingat ketiganya lebih berasosiasi dengan
sapaan untuk ayah, sedangkan sapaan istri
22
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
menggunakan sapaan berupa adi, biang, dan kalangan orang Sudra. Lalu, sapaan guru
meme. Penggunaan sapaan berdasarkan status sendiri tidak memiliki golongan spesifik pada
pernikahan dapat dilihat pada kalimat (5). kasta,
Faktor berdasarkan jenis kelamin (sex)
dapat menjadi pembeda penggunaan sapaan
kekerabatan. Jenis kelamin di sini merupakan
identitas biologis yang diperoleh dari lahir. Jenis
kelamin dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki
dan perempuan. Sapaan untuk kerabat berjenis
kelamin laki-laki, antara lain aji, guru, bapa,
nanang, kakiang, kaki, wayah, pekak, dan beli.
Kemudian, sapaan untuk perempuan meliputi
biang, meme, nini, niang, mbah, odah, dadong,
mbok, dan adi. Selain sapaan berdasarkan dua
jenis kelamin, terdapat sapaan yang dapat
mengacu pada laki-laki dan perempuan
bergantung pada referen yang diacu dalam
penyapaan kerabat. Adapun sapaan tersebut,
ialah kumpi, cening, putu, dan bentuk nama
(panggil nama). Hal ini sejatinya dapat
diperhatikan kembali pada tiap referen kerabat
yang dibawai oleh setiap sapaan dalam Tabel 2.
Faktor terakhir yaitu status sosial yang
direalisasikan dalam sistem kasta dalam
masyarakat Bali. Struktur masyarakat yang
heterogen, seperti di Bali ini, memengaruhi
struktur dan penggunaan suatu bahasa (Wijana
dan Rohmadi, 2006:5). Hal ini tercermin jelas
dari perbedaan tiap sapaan, misalnya sapaan
biang dan meme dipakai oleh kasta yang
berbeda. Kasta ini terdiri atas empat macam,
yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Kasta ini diwariskan dari zaman feodal di
Bali. Kasta Brahmana merupakan mereka yang
berasal dari keturunan pendeta dan pemuka
agama. Kasta Ksatria adalah mereka yang
berasal dari keturunan para raja, bangsawan,
dan pejabat kerajaan. Kasta Waisya adalah
kalangan yang berasal dari keturunan
pengusaha dan pedagang. Lalu, kasta Sudra
adalah kaum keturunan pekerja dan petani.
Identitas kasta tiap orang secara sederhana
dapat dilihat dari bentuk penamaan yang
diberikan kepada masing-masing individu
(Temaja, 2017).
Sapaan aji, guru, bapa, dan nanang yang
umumnya diperuntukkan untuk sapaan ayah,
masing-masing dipergunakan oleh kasta yang
berbeda. Sapaan aji umumnya dipergunakan
oleh mereka yang berasal dari kasta Brahmana,
Ksatria, dan Waisya. Kemudian, sapaan bapa
dan nanang umumnya menjadi sapaan di

22
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

tetapi secara kawitan2 dipakai oleh orang yang atau lahir di Bali (Input Bali, 2015).
berasal dari kawitan Bhujangga Waisnawa
(tentang kawitan tidak terlalu dibicarakan
dalam penelitian ini). Sapaan biang dan meme
merupakan bentuk sapaan untuk ibu dipakai
oleh kasta yang berbeda-beda. Sapaan biang
dipakai oleh mereka yang berasal dari kasta
Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Lalu, sapaan
meme dipakai oleh kalangan kasta Sudra.
Sapaan kakiang, kaki, wayah, dan pekak,
pertama, sapaan kakiang dipakai oleh kalangan
Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Realisasi
penggunaan sapaan kekerabatan berdasarkan
kasta dapat memperhatikan sapaan seseorang
kepada kakeknya di dalam keluarga Brahmana
(14).
(14) Ingetan nyen ngajeng pile kakiang!
‘Ingat lagi sebentar makan pilnya
kakek!’
Selain itu, sapaan untuk kakek lainnya,
seperti wayah, umumnya dipergunakan oleh
mereka yang berasal dari kalangan Ksatria dan
Waisya. Lalu, kaki dan pekak merupakan
sapaan oleh mereka dalam kasta Sudra. Sapaan
nini, niang, mbah, odah, dan dadong adalah
sapaan umum untuk nenek. Sapaan nini dipakai
oleh mereka yang berasal dari kalangan Ksatria
dan Waisya. Niang adalah sapaan nenek di
dalam kasta Brahmana. Ada yang mengatakan
bahwa sapaan niang ini dipakai untuk mereka
yang berasal dari kasta Ksatria, Waisya, dan
Sudra lalu menikah dengan kalangan
Brahmana. Mbah yang umumnya ditemukan
pada sapaan kekerabatan di antara kalangan
Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kemudian, sapaan
odah dan dadong adalah sapaan nenek di antara
kalangan Sudra. Berbagai sapaan lainnya
seperti beli, mbok, kumpi, cening, putu, dan adi
adalah sapaan yang tidak memiliki batas kasta
di dalam penyapaannya pada ranah
kekerabatan.
Seiring perkembangan zaman, sapaan
kekerabatan berdasarkan faktor kasta sifatnya
sudah mencair, artinya bahwa pemaparan
sapaan yang dipengaruhi kasta ini sudah tidak
seluruhnya seperti pembahasan sebelumnya
mengingat di zaman modern ini, kasta juga
tidaklah dipandang sebagai suatu yang mutlak.
Hal itu lebih pada pembentukan identitas
sebagai hasil dari penggunaan bahasa (Holmes,
2 Berasal dari kata “wit” yang berarti akar atau
berarti asal mula; leluhur pertama yang datang
22
I GEDE BAGUS WISNU BAYU TEMAJA: SAPAAN KEKERABATAN
2008:198). Penggunaan bahasa yang dimaksud dari kasta mana orang tersebut, tentu saja dalam
adalah seperti penggunaan sapaan dengan konteks hubungan kekerabatan.
bentuk berbeda antartiap kasta yang
menunjukkan dari kasta mana seseorang
berasal. Saat di luar lingkungan keluarga dan
kasta, sekat pembeda kasta agak sulit untuk
dibedakan. Ditemui kasus ketika seseorang
memanggil ibunya dengan sapaan biang
padahal yang bersangkutan termasuk kasta
Sudra. Hal itu mungkin terjadi karena yang
bersangkutan tinggal di lingkungan mereka
yang berasal dari kasta Brahmana, Ksatria,
ataupun Waisya sehingga memilih meniru
menggunakan sapaan biang dalam menyapa
ibu. Selain itu, ada pengaruh lain, yaitu
“pengangkatan” derajat keluarga karena
adanya motivasi bahwa dengan menggunakan
sapaan ini berarti yang bersangkutan
dipandang sebagai orang berada atau berasal
dari kasta tinggi. Namun, hal ini sah-sah saja
mengingat sapaan kekerabatan berdasarkan
kasta ini begitu cair dalam tatanan masyarakat
Bali modern.

4. Penutup
4.1 Simpulan
Di dalam menyapa kerabat, masyarakat
Bali memiliki berbagai sapaan untuk
merealisasikannya, yakni tercermin dalam
bentuk sapaan kekerabatan. Secara lingual,
bentuk sapaan kekerabatan secara umum
berbentuk kata dan masing-masing memiliki
variasi bentuk sebagai hasil proses fonologis
dan morfologis. Setiap makna kerabat dari
sapaan dapat diacu oleh banyak bentuk lingual.
Sebuah sapaan dapat menjadi acuan untuk
beragam anggota kekerabatan ataupun satu
sapaan untuk satu hubungan kerabat saja.
Penyapaan kekerabatan digolongkan atas
kekerabatan dari garis keturunan dan garis
pernikahan.
Adanya beberapa keberagaman sapaan
kekerabatan disebabkan oleh beberapa faktor
sosial, yang meliputi keformalan, jenis
kekerabatan, umur, status pernikahan, jenis
kelamin, dan status sosial. Faktor yang paling
kompleks dalam sapaan kekerabatan BB
adalah status sosial berupa kasta. Ketika
seseorang menyapa kerabat menggunakan
bentuk tertentu, orang yang menyapa dan
diacu dapat dilihat identitasnya atau berasal

22
Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018:211–

4.2 Saran sapaan yang mengungkap bahwa faktor sosial


Hasil temuan ini mudah-mudahan memengaruhi perbedaan sapaan juga
dapat memberikan sumbangsih dalam kajian didasarkan atas faktor status sosial berupa
kasta.

Daftar Pustaka
Asmarajaya, I Made. 2017. “Sistem Kekerabatan Kepurusa di Bali.” Jurnal Advokasi FH Unmas Vol.
7 No. 1 September 2017.
Chaer, Abdul. 2000. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Holmes, Janet. 2008. An Introduction to Sociolinguistics (Edisi Ketiga). Essex: Pearson Education
Limited.
Input Bali. 2015. “Mengetahui Makna dan Sejarah Kawitan di Bali”. http://inputbali.com/budaya-
bali/mengetahui-makna-dan-sejarah-kawitan-di-bali diunduh pada tanggal 10 Mei 2018,
Pukul 10.14 WIB.
Kamajaya, I Ketut Agus Adi. 2014. “Struktur Semantik Pronomina Persona dalam Sistem Sapaan
Bahasa Bali.” Linguistika Vol. 21 Maret 2014.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Saleh, Raja. 2017. “Bentuk Sapaan Kekerabatan dalam Bahasa Banjar di Tembilahan, Riau.
Madah
Vol. 8 No. 1 April 2017.
Sari, Nika, Ermanto, dan Nasution, Muhammad Ismail. 2013. “Sistem Kata Sapaan Kekerabatan
dalam Bahasa Melayu di Kepenghuluan Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako
Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Vol. 1 No. 2 Maret 2013.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.
Temaja, I Gede Bagus Wisnu Bayu. 2017. “Sistem Penamaan Orang Bali.” Humanika Vol. 24 No. 2
Desember 2017.
Wibowo, Ridha Mashudi dan Retnaningsih, Agustin. 2015. “Dinamika Bentuk-Bentuk Sapaan
sebagai
Refleksi Sikap Berbahasa Masyarakat Indonesia. Humaniora Vol. 27 No. 3 Oktober 2015.
Wijana, I Dewa Putu. 1991. The Use of Terms of Address in Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Fakultas
Sastra Universitas Gadjah Mada.
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. (2006). Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

22
SISTEM KATA SAPAAN KEKERABATAN DALAM BAHASA MELAYU
DI KEPENGHULUAN BANGKO KIRI KECAMATAN BANGKO
PUSAKO KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

Oleh:
Nika Sari1,
Ermanto2, M. Ismail Nst.3
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FBS Universitas Negeri Padang
email: nikasari89@yahoo.com

ABSTRACT

This article was written to (1) describing the form and used of greeting words in
Melayu language based on lineage in Bangko kiri. (2) describing the form and used of
greeting words in Melayu language based on marriage in Bangko Kiri. The data in this
research consist of the idiom of language in sentence that followed by greeting words
that’s belong there. The data has been collected by cakap method with pancing
technique. The finding of this research is (1) the form and used of the greeting words
based on patrilineal lineage, which are: there are sixteen form of greeting words that
used for different ego. (2) Then there are twenty two the form of greeting words
based on marriage line that has been use for different ego.

Kata kunci: kata sapaan, kekerabatan, bahasa Melayu, Bangko Kiri

A. Pendahuluan
Setiap manusia harus dapat berkomunikasi dengan baik agarmaksud dan tujuan dalam
berkomunikasi tersampaikan dan hal itu tidak terlepas dari konteks tuturan. Konteks tuturan
yang dimaksud melibatkan penutur dan mitra tutur, waktu, tempat, serta situasi.
Hymes(Sumarsonodan Partana, 2002:320) mengungkapkan bahwa peristiwa tutur berwatak
komunikatif dan diatur oleh kaidah untuk mengetahui tutur. Konteks situasi tuturan ada karena
adanya perbedaan pandangan (pengetahuan) antara penutur dan mitra tutur, dan aspek-aspek
kebahasaan. Yule (2006:82) menyatakan bahwa peristiwa tutur merupakan suatu keadaan
dimana penutur berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti pendengar, dan biasanya
penutur dan pendengarterbantu oleh keadaan di sekitar lingkungan tutur itu. Pada saat
bertutur, tidak hanya satu tindak tutur yang digunakan tetapilebih dari satu tindak tutur.Oleh
sebab itu, seseorang dalam bertutur perlu memperhatikan konteks dalam bertutur, kegiatan
bertutur sapa harus me4nggunakaan kata sapaan.
Kata sapaan itu berupa kata-kata yang digunakan untuk menyapa, menegur, menyebut
orang kedua, atau orang yang diajak berbicara. Kridalaksana (1982:14) menyatakan bahwa kata
sapaan adalah morfem, kata, atau frase yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam situasi
pembicaraan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan antara pembicara itu. Selain itu, Chaer
(2000:107) menyatakan bahwa kata sapaan adalah kata-kata yang digunakan untuk menyapa,
menegur atau menyebut orang kedua, atau orang yang diajak bicara. Penggunaan kata sapaan

1 Mahasiswa penulis skripsi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, wisuda periode Maret 2013
2 Pembimbing I, Dosen FBS Universitas Negeri Padang
3 Pembimbing II, Dosen FBS Universitas Negeri Padang

513
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1 No. 2 Maret 2013; Seri G 477 -

dalam suatu komunikasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti siapa yang menyapa,
siapa yang disapa, dan hubungan antara menyapa dan disapa. Selain itu, kata sapaan yang
digunakan untuk bertegur sapa tidak selalu sama untuk setiap lawan bicara. Di satu sisi,
perbedaan hubungan antara penyapa dan disapasangatberpengaruh.Hubungan yang dimaksud
berupa hubungan kekerabatan atau nonkekerabatan.
Kekerabatan dalam suatu bahasa timbul karena keperluan untuk menyatakan kedudukan
diri seseorang secara komunikatif dalam suatu keluarga. Kekerabatan adalah unit-unit sosial
yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek,
nenek dan seterusnya. Mahmud (2003:15) menyatakan bahwa kekerabatan merupakan suatu
bentuk hubungan sosial yang terjadi karena keturunan (consanguinity) dan perkawinan
(affinity). Seseorang disebut berkerabat apabila ada pertalian darah atau pertalian perkawinan.
Syafyahya (2000:7) menyatakan bahwa seseorang dikatakan kerabat apabila ada pertalian
darah atau pertalian langsung dan pertalian perkawinan atau tidak langsung.Oleh sebab itu,
kekerabatan memegang peranan penting dalam membina ikatan kelompok dan rasa
kebersamaan karena kekerabatan tersebut menunjukkan kedudukan para anggotanya. Istilah
tersebut memperlihatkan perbedaan peran setiap anggota, baik dalam hubungannya dengan
keturunan (consanguinity) maupun dalam hubungannya dengan perkawinan (affinity).
Kekerabatan berdasarkan garis keturunan sama seperti kekerabatan yang terjalin karena
adanya hubungan sedarah. Kekerabatan berdasarkangaris keturunan ini dilihat dari keturunan
yang dianut oleh suatu masyarakat. Lain halnya dengan kekerabatan berdasarkan perkawinan
yang merupakan kekerabatan yang terjalin setelah terjadinya perkawinan. Dalam menentukan
kerabat berdasarkan perkawinan dapat dilihat dari garis keturunan terlebih dahulu. Masyarakat
itu memakai garis keturunan ibu atau matrilineal maka pihak ayah yang menjadi kerabat
berdasarkan garis perkawinan. Namun,masyarakat yang memakai garis keturunan ayah maka
pihak ibu yang menjadi kerabat berdasarkan perkawinan.
Setiap daerah, baik kekerabatan berdasarkan keturunan maupun kekerabatan berdasarkan
perkawinan memiliki sistem sapaan yang berbeda. Kata sapaan tersebut digunakan untuk
menjaga sistem kekerabatan dalam berbahasa di daerah tertentu. Oleh karena itu, kata sapaan
kekerabatan tersebut perlu dilestarikan agar tidak punah. Tingginya globalisasi dan mobilitas
sosial, serta perluasan penyebaran media masa ke pelosok-pelosok daerah seperti tv, radio, dan
surat kabar telah mempengaruhi perkembangan kata sapaan pada suatu daerah. Hal inilah yang
mengancam punahnya kata sapaan setiap daerah, seperti daerah Bangko Kiri Kecamatan Bangko
Pusako Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
Berdasarkan adat Melayu, masyarakat di daerah Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako
Kabupaten Rokkan Hilir Provinsi Riau menganut garis keturunan patrilineal atau garis
keturunan ayah. KBBI (2005:613) menyatakan bahwa Patrilineal adalah istilah yang berkenaan
dengan hubungan keturunan melalui garis kerabat lelaki saja. Selain itu, Hutasoit (2011:2)
menjelaskan bahwa Patrilineal berasal dari dua kata, yaitu pater (bahasa Latin) yang berarti
ayah dan linea (bahasa Latin) yang berarti garis dan patrilineal berarti mengikuti garis
keturunan yang ditarik dari pihak ayah. Jadi pihak ayah yang menjadi kerabat berdasarkan
keturunan dan pihak ibu yang menjadi kerabat berdasarkan perkawinan.
Masyarakat di Daerah Bangko Kiri sangat mengenal istilah kata sapaan dalam bertutur sapa,
baik dalam kekerabatan maupun di luar kekerabatan. Namun, banyaknya kata sapaan dari luar
yang masuk ke daerah tersebut menjadikan kata sapaan ini terancam punah.Generasi muda di
Daerah Bangko Kiri tidak lagi mengenal kata sapaan asli daerahnya karena banyak anak-anak
dari masyarakat Bangko Kiri yang melanjutkan pendidikanke luar daerah sehingga mereka
mulai enggan dan gengsi untuk menggunakan kata sapaan tersebut dalam keseharian. Berikut
contoh tuturan yang dimaksud.
Tak jadi poi Om doh?
Tidak jadi pergi Om doh?
Apakah Omtidak jadi pergi?

51
Kata Sapaan Sistem Kekerabatan Bahasa Melayu Bangko Kiri Rakan Hilir Riau - Nika Sari, Ermanto, dan M. Ismail

Peristiwa tuturan di atas, disampaikan oleh seorang anak kepada saudara laki-laki dari
ayahnya dengan menggunakan kata sapaan Om, sementara itu masyarakat Bangko Kiri tidak
menggunakan kata sapaan Om untuk memanggil saudara laki-laki dari ayah melainkan dengan
sapaan Uak atau Pak Cik. Oleh karena itu, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian
tentang kata sapaan kekerabatan dalam bahasa Melayu di Kepenghuluan Bangko Kiri Kecamatan
Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Selain itu, alasan terpenting yang
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini karena peneliti berasal dari daerah Bangko
Kiri dan ingin mengetahui bentuk dan pemakaian kata sapaan yang benar dalam Bahasa Melayu
di Kepenghuluan Bangko Kiriagar kata sapaan tersebut dapat didokumentasikan dan
bermanfaat bagi masyarakat di Kepenghuluan Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako
Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan
bentuk dan pemakaian kata sapaan berdasarkan garis keturunan dan berdasarkan garis
perkawinan di Kepenhuluan Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir
Provinsi Riau.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Bodgan dan
Taylor (Moleong, 2005:4) menyatakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati. Jenis dan metode ini tepat digunakan dalam penelitian ini karena
data penelitian bersumber dari data lisan yakni masyarakat di Bangko Kiri Kecamatan Bangko
Pusako Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
Data dalam penelitian ini adalah tuturan dalam bentuk kalimat yang di dalamnya terdapat
kata sapaan yang digunakan oleh masyarakat Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten
Rokan Hilir Provinsi Riau ditinjau dari kata sapaan kekerabatan berdasarkan keturunan dan
berdasarkan perkawinan. Sumber data dari penelitian ini adalah tuturan masyarakat Bangko
Kiri Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

C. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan
garis keturunan dan berdasarkan garis perkawinan ditinjau dari bentuk dan pemakaian.Analisis
berdasarkan garis keturunan dan berdasarkan garis perkawinan tersebut dapat dilihat pada
uraian berikut ini.

1. Bentuk dan Pemakaian Kata Sapaan Kekerabatan Berdasarkan Garis Keturunan


Berdasarkan data penelitian ini, kata sapaan kekerabatan berdasarkan garis
keturunan ditinjau dari bentuk dan pemakaiannya sebagai berikut ini.

No. Penggunaan Bentuk Kata Contoh Tuturan Keterangan


Kata Sapaan Sapaan

1. Ayah kandung Ayah, Abah, Tahunlahir Ayah berapo Yah? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan kepada
Apak Ayah kapan tanggal lahir beliau.

2. Kakak laki-laki Uwak, Pak cik, Kalo samo Uwak Iye berapo? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan berapa
ayah Om harga dagangan yang dijual Paman Iye.
3. Adik laki-laki Uwak, Pak cik, Uwak samo sapo Wak? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan dengan
ayah Om siapa Paman mengambil barang dagangan.

4. Kakak Ibu Ingga nak balik koh Bu. Tuturan terjadi ketika ego mengatakan bahwa
perempuan ayah ia mau pergi.
5. Adik perempuan Ibu Dimano buang koh Bu? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan dimana
ayah buang sampah.

51
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1 No. 2 Maret 2013; Seri G 477 -

6. Kakak laki-laki Andak, Ulung Oh Ulung masuk jo? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan apakah
sulung ikut masuk juga.

7. Kakak Udo, Utih, Sohai koh ado tampak Utih Tuturan terjadi ketika ego menanyakan apakah
perempuan Kakak Santi tak? ada yang melihat Santi.

8. Adik laki-laki Panggil nama Aku kato ku Ali balik ke Tuturan terjadi ketika ego menanyakan kabar
Padang. adiknya.

9. Adik perempuan Panggil nama Satu ton diambik Ida. Tuturan terjadi ketika ego bahwa satu ton papan
diambil oleh adik perempuannya.
10. Anak Panggil nama A...Lombek kau balik An? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan
mengapa Aan terlambat pulang ke rumah.
11. Cucu Panggil nama Iyo botulah An? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan kepada
Aan apa betul alasan Aan terlmbat pulang
karena tadarus di sekolah.

12. Ayah dari ayah Atuk, ata Atuk apo kobanyo? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan kabar
Kakek.
13. Ayah dari kakek Unyang Bolum, Umah Unyang bolum Tuturan terjadi ketika ego mengatakan bahwa
leh? rumah Buyut belum lagi.

14. Kakak Ino,Andung Sapo nolong Ndung ke Tuturan terjadi ketika ego menanyakan kepada
perempuan ladang? Neneknya siapa yang menolongnya pergi ke
kakek ladang.
15. Adik perempuan Ino, Andung Udah tu Ndung usah masak- Tuturan terjadi ketika ego mengatakan pada
kakek masak leh! nenek jangan terlalu lama memasak wajiknya.

16. Kakak laki-laki Atuk, Ata Atuk Majid apo kobanyo ? Tuturan terjadi ketika ego menanyakan kabar
kakek Kakek Majid.
17. Adik laki-laki Atuk, Ata Atukngapo duduk suang situ Tuturan terjadi ketika ego menanyakan
kakek menung siang ai? mengapa kakek duduk termenung di teras.

Kata sapaan kekerabatan berdasarkan keturunan merupakan kata sapaan yang digunakan
untuk menyapa orang yang mempunyai hubungan darah. Bentuk kata sapaan kekerabatan
berdasarkan keturunan dalam bahasa Melayu di Bangko Kiri penggunaannya ditentukan oleh
keturunan patrilineal atau menurut garis keturunan ayah. Berdasarkan hasil penelitian kata
sapaan menurut ayah di Kepenghuluan Bangko Kiri ditemukan delapan belas kata sapaan.
Adapun kata sapaan tersebut adalah Ayah, Abah, Apak, Atuk, Ata, Unyang, Ino, Andung,
Ibu,Uwak, Pak Cik, panggil nama, Andak, Sulung, Udo,Utih, Kakak, dan Om. Namun, bentuk
kata sapaan tersebut pemakaiannya digunakan terhadap ego yang berbeda dalam kerabat
berdasarkan keturunan seperti penjelasan berikut.
Bentuk kata sapaan Ayah, Abah,dan Apak pemakaiannya digunakan untuk menyapa ayah
kandung. Bentuk kata sapaan Atuk dan Atapemakainnya digunakan untuk menyapa kakak dan
adik laki-laki dari kakek. Bentuk kata sapaan Unyang pemakaiannya digunakan untuk menyapa
ayah dari kakek. Bentuk kata sapaan Ino dan Andung pemakaiannya digunakan untuk menyapa
kakak dan adik perempuan kakek. Bentuk kata sapaan Ibu pemakaiannya digunakan untuk
menyapa kakak dan adik perempuan dari ayah. Bentuk kata sapaan Uwak, Pak cik, dan
Ompemakaiannya digunakan untuk menyapa kakak dan adik laki-laki dari ayah, meskipun kata
sapaan Om bukan sapaan asli dari daerah Bangko Kiri namun banyak dari masyarakat Bamgko
yang menggunakan kata sapaan tersebut. Hal itu merupakan faktor mobilitas yang akan
mengancam punahnya bahasa sapaan daerah Bangko Kiri. Bentuk kata sapaan Andak dan
Sulung pemakaiannya digunakan untuk menyapa kakak laki-laki. Bentuk kata sapaan Udo, Utih,
dan Kakak pemakaiannya digunakan untuk menyapa kakak perempua, mekipun kata sapaan
kakak bukan sapaan asli dari Daerah Bangko Kiri namun banyak juga yang menggunakan sapaan
tersebut itu adalah faktor dari pengaruh Mobilitas. Bentuk kata sapaan panggil nama
pemakaiannya digunakan untuk menyapa adik laki-laki, adik perempuan, anak, dan cucu.
Pemakaian kata sapaan dengan menyebut nama di gunakan untuk menyapa orang yang lebih
kecil umurnya.

51
Kata Sapaan Sistem Kekerabatan Bahasa Melayu Bangko Kiri Rakan Hilir Riau - Nika Sari, Ermanto, dan M. Ismail

Masyarakat di Kepenghuluan Bangko Kiri memiliki cara berbeda dari daerah lain untuk
menyapa saudaranya. Masyarakat Bangko Kiri memiliki delapan bentuk kata sapaan untuk
meyapa saudara baik itu saudara laki-laki maupun saudara perempuan yang dilihat dari urutan
kelahirannya. Kata sapan yang dimaksud adalah Ulung, Ongah, Udo, Alang, Utih, Andak, Ocik, dan
Ucu. Apabila anak lebih dari delapan maka kata sapaan untuk saudara kesembilan dan
kesepuluh diambil dari kata sapaan yang sudah ada. Delapan bentuk kata sapaan tersebut juga
digunakan untuk menyapa saudara ipar baik itu dari kerabat berdasarkan keturunan ataupun
kerabat berdasarkan perkawinan. Kata sapaan untuk menyapa kerabat ayah tidak terbatas
penggunaanya dengan kerabat yang ada hubungan darah saja, melainkan juga digunakan untuk
menyapa orang di luar kerabat tersebut.

2. Bentuk Dan Pemakaian Kata Sapaan Kekerabatan Berdasarkan Garis perkawinan


Berdasarkan data penelitian ini, kata sapaan kekerabatan berdasarkan garis keturunan
ditinjau dari bentuk dan pemakaiannya adalah sebagai berikut ini.

No. Penggunanan Bentuk Kata Contoh Tuturan Keterangan


Kata Sapaan Sapaan
1. Ibu kandung Ibu, Umak, Umak tahun tujuh puluh Tuturan terjadi ketika ego menanya-
Mamak ompek nak? kan kepada ibu kapan beliau lahir.
2. Mertua perempuan Mamak, Umak poi tak? Tuturan terjadi ketika ego mengajak
Umak mertuanya untuk ikut pergi ke pasar.
3. Mertua laki-laki Uwak, Apak Io lah, Bia Umak beduo Apak Tuturan terjadi ketika ego
jago umah? mengatakan bahwa mertua laki-laki
dan mertua peremuannya di rumah
saja.
4. Ibu dari ibu Ino, Andung Tadi Andung nitip itu. Tuturan terjadi ketika ego mengata-
kan bahwa Neneknya memesan
barang.
5. Ayah dari ibu Atuk, Ata Iyo nah, boli peci kek Ata Tuturan terjadi ketika ego mengata-
satu. kan bahwa ia membelikan peci untuk
Kakek.
6. Adik ibu laki-laki Pak cik, Pak cik poi ke umah Susi Tuturan terjadi ketika ego mengajak
Uwak, Om yuk? Paman untuk pergi ke rumah Susi.
7. Adik ibu Ibu, Mak cik, Ku hape Mak Cik. Tuturan terjadi ketika ego
perempuan Incik mengatakan bahwa ia menelpon
Tantenya.
8. Kakak ibu laki-laki Pak cik, Pagi tadi Uwak Adi ke sikoh. Tuturan terjadi ketika ego mengata-
Uwak, Om kan bahwa kakak laki-laki dari Ibunya
itu datang ke rumah.
9. Kakak ibu Ibu, Mak cik, Oh...Mak Cik ikut jugo? Tuturan terjadi ketika ego bertanya
perempuan Incik apakah tantenya ikut juga berkebun
sawit.
10. Suami dari adik Uwak Cakap Uwak Zen nio poi ke Tuturan terjadi ketika ego menyuruh
ibu teluk pulau cai baang tu. Susi adiknya menyampaikan pesan
dari Om Zen.
11. Istri adik ibu Ibu, Mak cik Aku jo jumpo mo Ibu Anis di Tuturan terjadi ketika ego
jalan tadi. mengatakan bahwa ia bertemu dengan
Ibu Anis di jalan.
12. Suami dari kakak Uwak Uwak boli pupuk? Tuturan terjadi ketika ego menanya-
ibu kan bahwa Paman membeli pupuk.
13 Istri kakak ibu Ibu, Mak cik Oh...alah e Banyaklah duit Tuturan terjadi ketika ego mengata-
Mak Cik Ina yoh? kan uang Tantenya itu banyak karena
baru beli tanah untuk dijadikan kebun
sawit.
14. Istri kakak Andak, Ongah Ngapo tu Ndak? Tuturan terjadi ketika ego
menanyakan kepada istri kakaknya itu
tentang apa yang terjadi.

51
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1 No. 2 Maret 2013; Seri G 477 -

15. Istri adik Panggil nama Kelas duo SD bau Rin. Tuturan terjadi ketika ego
menanyakan pada kakak iparnya kelas
berapa Ober di sekolah.
16. Suami kakak Alang, Uncu Alang kita poi pakai kereta Tuturan terjadi ketika ego mengajak
Aan jo! iparnya untuk memakai motor Aan.
17 Suami adik Panggil nama Aku yang tau duit aku samo Tuturan terjadi ketika ego
Rusli duo ton papan. menceritakan bahwauang hasil
penjualannya ada dengan Rusli adik
iparnya.
18. Menantu Panggil nama Sep anta wiwik bonta kek Tuturan terjadi ketika ego meminta
umah kawan dio Sep. tolong kepada menantunya untuk
mengantar Wiwik ke rumah teman
sekolahnya.
19. Istri Adik, Panggil Us aku poi beduo Fauzan jo Tuturan terjadi ketika ego
nama kek umah Ulung. mengatakan pada istrinya bahwa ia
pergi dengan fauzan.
20. Suami Abang Abang Anto hai tu sakik Tuturan terjadi ketika ego
pulo. mengatakan bahwa ia tidak bisa
menjenguk pada hari itu juga karena
suaminya sakit demam.
21. Kakak perempuan Ulung, Utih Utih Ima sodao betino dio. Tuturan terjadi ketika ego
suami mengatakan bahwa Utih Ima saudara
dari suaminya.
22. Adik perempuan Panggil nama Apo goeng Atun hai koh? Tuturan terjadi ketika ego
suami menanyakan masakan apa yang di
buat oleh iparnya tersebut.
23. Kakak perempuan Uncu, Ulung Ado nah dalam, masuklah Tuturan terjadi ketika ego menyuruh
istri Ncu! iparnya untuk masuk ke rumah.
24. Adik perempuan Panggil nama Sus tolong ambik obeng di Tuturan terjadi ketika ego menyuruh
istri laci belakangto. menyuruh adik iparnya untuk
mengambilkan obeng.
25. Kakak laki-laki Ocik, Udo Tak Ocik Izal doh. Tuturan terjadi ketika ego sedang
suami membicarakan izal saudara laki-laki
dari suaminya.
26. Adik laki-laki Panggil nama Dodipun uangnyo suko Ketika Ringga memberitahukan
suami becakap. kepada Susi bahwa semua saudara
suaminya baik termasuk Dodi.
27. Kakak laki-laki Andak, Ongah Motor Andak Ijul. Tuturan terjadi ketika ego
istri mengatakan bahwa motor itu punya
Bang Ijul.
28. Adik laki-laki istri Panggil nama Anta Udo kenaon yo Zan. Tuturan terjadi ketika ego menyuruh
antar adik iparnya untuk mengantarkannya
ke rumah Ulung Masnun

Bentuk kata sapaan dalam kekerabatan berdasarkan perkawinan dalam bahasa Melayu di
Bangko Kiri terdapat dua puluh dua kata sapaan. Adapun kata sapaan tersebut adalah Ibu,
Umak, Mamak, Ino, Andung, Atuk, Ata, Pak Cik, Uwak, Om, Mak Cik, Incik, Apak, panggil
nama, Abang, Andak, Ongah, Alang, Ucu, Ocik, Utih, Udo, dan Ulung.Namun, bentuk kata
sapaan tersebut pemakaiannya digunakan terhadap ego yang berbeda dalam kerabat
berdasarkan perkawinan seperti penjelasan berikut.
Bentuk kata sapaan Ibu pemakaiannya digunakan untuk menyapa ibu kandung, istri dari
adik ibu, dan isti dari kakak ibu. Bentuk kata sapaan Umak pemakaiannya digunakan untuk
menyapa ibu kandung dan untuk menyapa mertua perempuan. Bentuk kata sapaan Mamak
pemakaiannya digunakan untuk menyapa ibu kandung dan untuk menyapa mertua perempuan.
Bentuk kata sapaan Ino dan Andung pemakaiannya digunakan untuk menyapa ibu dari ibu.
Bentuk kata sapaan Atuk dan Ata pemakaiannya digunakan untuk menyapa ayah dari ibu.
Bentuk kata sapaan Pak cik pemakaiannya digunakan untuk menyapa adik dan kakak ibu yang
laki-laki. Bentuk kata sapaan Uwak pemakaiannya digunakan untuk menyapa adik dan kakak

51
Kata Sapaan Sistem Kekerabatan Bahasa Melayu Bangko Kiri Rakan Hilir Riau - Nika Sari, Ermanto, dan M. Ismail

ibu yang laki-laki, menyapa mertua laki-laki, menyapa suami dari adik ibu, dan suami dari kakak
ibu. Bentuk kata sapaan Mak cik dan Incik pemakaiannya digunakan untuk menyapa adik dan
kakak ibu yang perempuan, dan menyapa istri dari adik dan kakak ibu. Bentuk kata sapaan Incik
pemakaiannya digunakan untuk menyapa adik dan kakak ibu yang perempuan.
Bentuk kata sapaan panggil nama pemakaiannya digunakan untuk menyapa istri dari adik,
suami dari adik, adik perempuan dan laki-laki dari istri, adik perempuan dan laki-laki dari
suami, dan untuk menyapa istri. Bentuk kata sapaan Dik pemakaiannya digunakan untuk
menyapa istri. Bentuk kata sapaan Abang pemakaiannya digunakan untuk menyapa suami.
Bentuk kata sapaan Andak dan Ongah pemakaiannya digunakan untuk menyapa istri dari kakak
dan juga menyapa kakak laki-laki dari istri. Bentuk kata sapaan Alang pemakaiannya digunakan
untuk menyapa suami dari kakak. Bentuk kata sapaan Uncu pemakaiannya digunakan untuk
menyapa suami kakak dan menyapa kakak perempuan dari istri. Bentuk kata sapaan Ocik dan
Udo pemakaiannya digunakan untuk menyapa kakak laki-laki dari suami. Bentuk kata sapaan
Utih dan Ulung pemakaiannya digunakan untuk menyapa kakak perempuan dari suami.
Masyarakat di Kepenghuluan Bangko Kiri memiliki cara berbeda dari daerah lain untuk
menyapa saudaranya. Masyarakat Bangko Kiri memiliki delapan bentuk kata sapaan untuk
meyapa saudara baik itu saudara laki-laki maupun saudara perempuan yang dilihat dari urutan
kelahirannya. Kata sapan yang dimaksud adalah Ulung, Ongah, Udo, Alang, Utih, Andak, Ocik, dan
Ucu. Apabila anak lebih dari delapan maka kata sapaan untuk saudaara kesembilan dan
kesepuluh diambil dari kata sapaan yang sudah ada. Delapan bentuk kata sapaan tersebut juga
digunakan untuk menyapa saudara ipar baik itu dari kerabat berdasarkan keturunan ataupun
kerabat berdasarkan perkawinan.Kata sapaan untuk menyapa kerabat ibu tidak terbatas
penggunaanya dengan kerabat yang ada hubungan perkawinan saja, melainkan juga digunakan
untuk menyapa orang di luar kerabat tersebut.

D. Simpulan, Implikasi, dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian bentuk kata sapaan berdasarkan keturunan patrilineal di
Kepenghuluan Bangko Pusako Kecamatan Bangko Kiri Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
adalah Ayah, Abah, Apak, Atuk, Ata, Unyang, Ino, Andung, Atuk, Ata, Ibu,Uwak, Pak Cik, Om,
panggil nama, Andak, Sulung,Udo,Utih, dan Kakak. Selanjutnya, kata sapaan dalam kekerabatan
berdasarkan garis perkawinandi Bangko Kiri adalah Ibu, Umak, Mamak, Ino, Andung, Atuk, Ata,
Pak Cik, Uwak, Om, Mak Cik, Incik, Apak, panggil nama, Abang, Andak, Ongah, Alang, Ucu, Ocik,
Utih, Udo, dan Ulung.Namun, bentuk kata sapaan tersebut pemakaiannya digunakan terhadap
ego yang berbeda dalam kerabat berdasarkan perkawinan atau kerabat berdasarkan keturunan.
Implikasi terhadap pendidikan bahasa dan sastra Indonesia adalah sebagai bahan
pengajaran dalam proses belajar mengajar. Adanya penelitian ini diharapkan guru bidang studi
Bahasa Indonesia lebih baik lagi dalam menggunakan kata sapaan saat preses belajar mengajar
berlangsung. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam materi berpidato, kegiatan wawancara,
dan juga cara bertelepon. Selain itu, guru-guru di sekolah memberi pengetahuan tentang kata
sapaan terhadap murid pada jam muatan lokal khususnya di daerah Bangko Kiri dengan mata
pelajaran Bahasa Melayu. Selanjutnya, pengetahuan tentang kata sapaan ini juga bisa di
terapkan pada lembaga pendidikan di perguruan tinggi yang ada di Riau.
Adapun saran yang disampaikan setelah penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut ini.
1) Bagi masyarakat di Kepenghuluan Bangko Kiri sebagai pendidik agar dapat menjaga dan
melestarikan kata sapaan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari. 2) Diharapkan kepada
peneliti lain untuk terus menggali dan mencari tahu tentang penggunaan kata sapaan bahasa
Melayu agar kata sapaan tetap dilestarikan. 3) Kepada jurusan bahasa Indonesia dan lembaga
terkait lainnya agar mendukung pemakaian kata sapaan bahasa melayu di kehidupan
masyarakat sehingga kata sapaan tersebut tetap bertahan sampai pada kehidupan modern
seperti saat sekarang ini.

51
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1 No. 2 Maret 2013; Seri G 477 -

Catatan: artikel ini disusun berdasarkan hasil penelitian untuk penulisan skripsi penulis dengan
Pembimbing I Prof. Dr. Ermanto, S.Pd., M.Hum. dan pembimbing II M. Ismail Nst., S.S.,
M.A.

Daftar Rujukan

Alwi, Hasan dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 2000. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharata Karya Aksara.

Hutasoit, Bolmer. 2011. “Hukum Kekerabatan dan Waris Adat”. Wordpress,


(http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/03/21/sistem-patrilineal-dan-
implementasinya-dalam-suku-batak-toba-di-sumatera-utara/), diunduh 26 Mei 2012.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.

Moleong, Lexy J. 2005. MetodologiPenelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Mahmud, dkk. 2003. Sistem Sapaan Bahasa Simeulue. Jakarta: Pusat

Bahasa.

Syafyahya, dkk. 2000. Kata Sapaan Bahasa Minangkabau Di Kabupaten Agam. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.

Sumarsono dan Partana. 2002. Sosiolinguistik. Jogjakarta: Andi Offset.

Yule, George. 2006. Pragmatik (Terjemahan Indah Fajar Wahyuni). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

52
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

Sapaan Kekerabatan pada Guyub Tutur Bahasa Lio

Maria Floriana Serlin


Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas FLores, Indonesia
mariaflorianaserlin6@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sapaan kekerabatan pada guyub tutur
bahasa Lio dengan menggunakan teori sosiolinguistik. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode simak, cakap
dan pancing. Artinya peneliti secara langsung berkomunikasi dengan informan untuk menggali
informasi tentang sapaan kekerabatan pada guyub tutur bahasa Lio. Kedua metode ini dilengkapi
dengan teknik wawancara, catat, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
hubungan kekerabatan berdasarkan garis keturunan (pertalian langsung) pada guyub tutur bahasa
Lio kabupaten Ende terdapat 16 kata sapaan yakni Ema, Ine, Babo, Mamo, Eda, No`o, Weta, Nara,
Ka`e, Aji, Ana mamo, Ana embu, Ame du`a, Ine du`a, Ame Lo`o dan Ine Lo`o. sengkan ada 13 kata
sapaan kekerabatan berdasarkan garis perkawinan dalam guyub tutur bahasa Lio adalah Ema
(tu`a), Ine (tu`a), (Ana) tu`a, Ane, Tata/fai eda, No`o, Haki no`o, Weta, Nara, Kae, Aji, Ipa, dan Eja.
Kata Kunci; Sapaan, Kekerabatan, Bahasa Lio

Abstract
This study aims at describing the kinship greeting in Lio's speech using sociolinguistic theory. The
approach used in this study is a qualitative approach. Data collection uses the method of listening,
proficient and fishing rod. This means that researchers directly communicate with informants to
gather information about kinship greetings in Lio's spoken language. Both of these methods are
complemented by interview, note-taking, and documentation techniques.The results showed that in
the kinship relationship based on lineage (direct linkage) in Lio's speech in Ende district, there were 16
greeting words, namely Ema, Ine, Babo, Mamo, Eda, No`o, Weta, Nara, Ka`e, Aji, Ana mamo, Ana embu,
Ame du`a, Ine du`a, Ame Lo`o and Ine Lo`o. It is stressful that there are 13 kinship greeting words
based on the line of marriage in Lio's speech, namely Ema (tu`a), Ine (tu`a), (Ana) tu`a, Ane, Tata / Fai
Eda, No`o, Haki no` o, Weta, Nara, Kae, Aji, Ipa, and Eja.
Keywords; Greetings, Kinship, Lio Language

Pendahuluan
Penggunaan bahasa dalam interaksi sosial sangatlah beragam. Variasi-variasi
penggunaan bahasa sangat menarik untuk dipelajari dan dibahas secara ilmiah. Bentuk
variasi kebahasaan yang sering menyertai penggunaan bahasa lisan adalah sapaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa bentuk-bentuk tutur sapa yang digunakan sebagai sistem sapaan
sarat akan makna sosial budaya. Penggunaan sapaan sangat dipengaruhi oleh norma-
norma kebahasaan dan pola-pola budaya berbahasa sebagai salah satu wujud perilaku
sosial. Hal ini berarti bahwa setiap pilihan variasi bentuk tutur sapa mengandung nilai-nilai
tertentu, antara lain berupa sikap dan perasaan hormat atau pun persaudaraan terhadap
pihak yang disapa (Kridalaksana, 2012:32).
Sapaan adalah cara mengacu seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan
secara langsung (Crystal dalam Aslinda, dkk. 2010:4). Kata sapaan terms of address hanya
dipakai untuk menyapa lawan bicara atau pesona kedua. Penggunaan istilah sapaan yang

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

tepat terhadap seseorang dapat terjadi jika diawali dengan pengenalan tentang istilah
sebutan apa yang diberikan kepada orang yang disapa (pesapa) itu. Hal ini berarti bahwa
istilah menyapa dipakai jika kita meyapa atau memanggil seseorang untuk menjadi mitra
bicara atau orang kedua, sedangkan istilah menyebut dipakai jika kita berbicara dengan
orang lain dan menyebut-nyebut orang yang tidak terlihat dalam situasi pembicaraan atau
sebutan kepada orang ketiga.
Mahmud (2012:15) menyatakan bahwa kekerabatan merupakan suatu bentuk
hubungan sosial yang terjadi karena keturunan consanguinity dan perkawinan affinity.
Dalam menentukan hubungan kekerabatan berdasarkan perkawinan dapat dilihat dari
garis keturunan terlebih dahulu. Masyarakat itu memakai garis keturunan ibu atau
matrilineal maka pihak ayah yang menjadi kerabat berdasarkan garis perkawinan. Namun,
masyarakat yang memakai garis keturunan ayah maka pihak ibu yang menjadi kerabat
berdasarkan perkawinan.
Sapaan kekerabatan ialah sapaan yang berhubungan dengan pertalian darah dan
pertalian perkawinan.Pertalian darah disebut pertalian langsung, sedangkan pertalian
perkawinan disebut pertalian tak langsung (Aslinda, dkk. 2010). Istilah
kekerabatan (kinship terms) berhubungan dengan pertalian darah dan keturunansapaan
dalam bertutur sapa, baik dalam lingkaran kekerabatan maupun di luar kekerabatan.
Setiap daerah memiliki sistem sapaan yang berbeda. Kata sapaan tersebut
digunakan untuk menjaga sistem kekerabatan dalam berbahasa di daerah tertentu.
Tingginya globalisasi dan mobilitas sosial, serta perluasan penyebaran media masa telah
mempengaruhi perkembangan penggunaan kata sapaan dan mengancam punahnya kata
sapaan disetiap daerah termasuk kata sapaan pada guyub tutur bahasa Lio. Oleh karena itu,
kata sapaan kekerabatan sangat penting untuk dilestarikan agar tidak punah.
Suku Lio adalah suku tertua dan suku terbesar yang ada di Pulau Flores. Masyarakat
(guyub tutur) suku Lio pada umumnya menempati Kecamatan Wolowaru, Kecamatan
Ndona, Kecamatan Ndona Timur, Kecamatan Detusoko, Kecamatan Lio Timur, kecamatan
Maurole, Kecamatan Detukeli, Kecamatan Ndori, Kecamatan Kelimutu, beberapa wilayah di
Kecamatan Maukaro, Kecamatan Lepembusu Kelisoke, Kecamatan Kotabaru, Kecamatan
Wolojita dan Kecamatan Wewaria. Populasi masyarakat Lio mendominasi hampir 85 %
wilayah kabupaten Ende. Suku Lio juga menempati bagian barat wilayah Kabupaten Sikka
yakni: Kecamatan Paga, Kecamatan Mego, Kecamatan Tanawawo, dan Kecamatan
Magepanda.
Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat suku Lio menggunakan bahasa Lio.
Bahasa Lio adalah salah satu bahasa lokal atau bahasa daerah, atau juga bahasa etnik Lio
yang ada di Flores Tengah, Nusa Tenggara Timur. Bahasa Lio tergolong bahasa vokalis
setelah mengalamiperubahan atau penanggalan konsonan protobahasa Flores. Sebagai
bahasa lokal yang menyatu dengan dan menjadi ciri jati diri guyub tutur pemilik dan para
pewarisnya yakni para anggota guyub tutur bahasa Lio, bahasa Lio mengemban fungsi-
fungsi yang sangat penting bagi masyarakat Lio. Bahasa Lio adalah perekat persatuan
sebagai orang Lio, sarana komunikasi dan interaksi verbal antarwarga etnik Lio, perekam
dan pengalih (transmisi) kebudayaan Lio antar generasi; kebudayaan Lio dalam pelbagai
seginya (Mbete, 2006:9). Bahasa Lio juga menjadi sarana pengungkap seni sastra dan

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

budaya Lio, dan menjadi ciri pembeda jati diri Orang Lio dengan etnik-etnik lainnya di
Flores dan Indonesia umumnya. Sebagai warisan sejarah dan elemen budaya masa lalu,
bahasa Lio telah hidup dan berfungsi bagi guyub tuturnya sejak ratusan bahkan ribuan
tahun silam. Adat istiadat tradisi, dan kebudayaan Lio diungkapkan dan diwadahi dalam
bahasa Lio.
Pada guyub tutur bahasa Lio terdapat identitas/panggilan/sapaan yang
menunjukan status dalam suatu kekerabatan(sanak)dalam menjalin hubungan
kekerabatan. Identitas ini merupakan suatu pertalian yang melekat pada diri seseorang
yang menunjukan hubungan antara yang satu dengan yang lain yang dikenal dengan
sebutan kunu woe. Hal ini dapat mempertegas hubungan sanak saudara yang hidup dalam
wilayah Ende lio maupun sudah berada di daerah lain.
Hubungan kekerabatan ini tidak dibatasi dengan perbedaan keyakinan beragama
maupun strata sosial dalam masyarakat. Akan tetapi dalam konteks untuk membangun
ikatan keluarga (perkawinan) maka sistem kekerabatan ini yang menjadi acuan sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam memilih pasangan hidup. Misalnya anak laki-laki dari saudari
perempuan boleh menikah dengan anak perempuan dari saudara laki-laki (Ana Eda & Ana
No’o).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, jelaslah betapa pentingnya kata
sapaan dalam budaya guyub tutur bahasa Lio. Maka dari itu peneliti berkeinginan dan
tertarik untuk meneliti, memahami, dan mengkaji sebagai sebuah hasil karya budaya
bahasa (kearifan lokal) yang erat dengan perkembangan berpikir, memahami, dan
bertindak sebagai sebuah sistem yang unik dan khas pada guyub tutur bahasa Lio.Dengan
alasan itu peneliti tertarik dan berniat menguraikan persoalan dimaksud dengan
mengangkat judul “Sapaan Kekerabatan pada Guyub Tutur Bahasa Lio”. Sejalan dengan
uraian tentang latar belakang pelaksanaan penelitian, berikut rumusan masalah yang
disajikan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan sapaan kekerabatan pada
guyub tutur bahasa Lio?.

Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik.
Sosiolinguistik didefinisikan sebagai ilmu yang membahas tentang aspek-aspek
kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat dalam
bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan. Sosiolinguistik merupakan
ilmu antardisiplin antara sosiologi dengan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang
mempunyai kaitan erat. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai
manusia di dalam masyarakat, lembaga-lembaga, danproses sosial yang ada di dalam
masyarakat. Kajian sosiolingustik sebagai cabang lingustik memandang dan menetapkan
kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian bahasa didalam masyarakat,
karena itu didalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan
tetetapi sebagai masyarakat sosial. Sosiolinguistik sebagai ilmu interdisipliner menggarap
masalah-masalah kebahasaan dalam hubunganya dengan faktor-faktor sosial, situasional,
dan kulturalnya (Chaer, 2010 : 31).

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

Dalam ranah sosiolinguistik, bahasa dan masyarakat sosial merupakan satu


kesatuan. Belajar bahasa atau mengamati perubahan gejala bahasa perlu memperhatikan
konteks sosial tempat bahasa itu tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, sesorang tidak
dapat memahami bahasa tanpa mengetahui budaya dan siklus sosialnya dan sebaliknya
seseorang tidak dapat memahami budaya suatu masyarakat tanpa memahami bahasanya.
Setiap tindak ujaran yang dihasilkan dalam peristiwa ujaran, tercipta karena
adanya interaksi sosial (Utami, 2010:5). . Salah satu segi yang penting dalam interaksi
dimaksud adalah terbentuknya sistem penyapaan atau tutur sapa. Sehingga dalam
penyapaan (tutur sapa), interaksi dilakukan dengan mempertautkan seperangkat kata-
kata (frasa) atau ungkapan-ungkapan untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam
suatu peristiwa bahasa.
Menurut Mahmud (2012:15) sapaan merupakan kata atau frasa untuk saling
merujuk dalam pembicaraan dan dapat berbeda beda menurut sifat hubungan diantara
pembicara itu, misalnya anda, ibu dan saudara.Sapaan juga diartikan sebagai ajakan untuk
bercakap, teguran, atau ucapan. Oleh karena itu, sapaan sangat berkaitan erat nama dan
sebutan nama yang dimaksud ialah kata untuk menyebut atau memanggil orang
(panggilan, nama, ataupun gelar).
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan (. Anggota kekerabatan terdiri atas
ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Seseorang dikatakan kerabat apabila ada pertalian darah atau pertalian langsung dan
pertalian perkawinan atau tidak langsung sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang
disebut berkerabat jika ada pertalian darah (consanguity) atau pertalian perkawinan
(affinity). Oleh sebab itu, kekerabatan memegang peranan penting dalam membina ikatan
kelompok dan rasa kebersamaan karena kekerabatan tersebut menunjukkan kedudukan
para anggotanya.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk meneliti kondisi objek yang
alamiah, sehingga proses, hipotesis, turun ke lapangan (objek penelitian), analisis data dan
kesimpulannya mempergunakan aspek-aspek kecenderungan, non perhitungan numerik,
situasional deskriptif, interview mendalam dan analisis data. Penelitian ini merupakan
penelitian sosiolinguistik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, karena penelitian
ini bersifat deskriptif, dan cenderung menggunakan analisis. Suhardi, 2012: 15)
mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif.
Pengumpulan data menggunakan metode simak, cakap dan pancing. Artinya peneliti
secara langsung berkomunikasi dengan informan untuk menggali informasi tentang sapaan
kekerabatan pada guyub tutur bahasa Lio. Kedua metode ini dilengkapi dengan teknik
wawancara, catat, dan dokumentasi. Data dalam penelitian ini adalah data lisan berupa
sapaan kekerabatan pada masyarakat suku Lio. Data yang diperoleh bersumber dari
informan yang merupakan masyarakat suku Lio. Data yang terkumpul dianalisis secara
induktif pada saat dan setelah penelitian berlangsung. Hasil analisis dinyatakan dalam
bentuk naratif/bukan dalam perhitungan angka-angka (Mahsun, 2011:32).

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

Secara singkat dan prosedural, proses analisis data dilakukan sejak awal penelitian
sampai pengumpulan data selesai. Ada tiga tahapan yang dilakukan dengan model ini,
yaitu:
1. Reduksi Data
Tahap reduksi data adalah tahap menajamkan atau mengorganisasikan data, sehingga
kesimpulan dapat diverifikasi untuk dijadikan temuan penelitian terhadap masalah
yang diteliti.Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh data lapangan,
menafsirkan, mengkategorikan dan menyeleksi masing-masing data yang relevan
dengan fokus masalah yang diteliti.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah tahap dimana peneliti menyusun data yang telah
dikelompokkan berdasarkan fokus penelitian, sehingga memberikan gambaran yang
mengarah pada pemerolehan jawaban atas masalah penelitian.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah tahap dimana peneliti menginterpretasi data untuk
menghasilkan suatu temuan.Kegiatan penyimpulan diikuti dengan pengecekan
keabsahan data.

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan jenis dan fungsinya, kata sapaan dikelompokkan atas 2 yakni, 1). Kata
sapaan kekerabatan yang meliputi sapaan kekerabatan berdasarkan garis
keturunan/pertalian langsung dan kata sapaan berdasarkan garis perkawinan (pertalian
tak langsung), 2). Kata sapaan dalam hubungan non kekerabatan (masyarakat luas)
(Wibowo, 2015:7). Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Mahmud (2012:19)
bahwa kekerabatan merupakan suatu bentuk hubungan sosial yang terjadi karena
keturunan (consanguinity) dan perkawinan (affinity).
Pada guyub tutur Lio dalam menjalin hubungan kekerabatan terdapat
identitas/panggilan/sapaan yang menunjukan status dalam suatu kekerabatan (sanak).
Identitas ini merupakan suatu pertalian yang melekat pada diri seseorang yang
menunjukan hubungan antara yang satu dengan yang lain yang dikenal dengan
sebutan kunu woe. Hal ini dapat mempertegas hubungan sanak saudara yang hidup dalam
wilayah suku Lio maupun yang sudah berada di daerah lain. Sapaan dalam hubungan
kekerabatan yang sering digunakanoleh guyub tutur Lio meskipun dalam suatu sub etnis
Ende Lio terdapat beberapa perbedaan penyebutan pangilan namun dalam menunjukan
kapasitasnya tetaplah sama.
Hubungan kekerabatan ini tidak dibatasi dengan perbedaan keyakinan beragama
maupun strata sosial dalam masyarakat. Akan tetapi dalam konteks untuk membangun
ikatan keluarga (perkawinan) maka sistem kekerabatan ini yang menjadi acuan sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam memilih pasangan hidup. Dalam budaya guyub tutur Lio
anak laki-laki dari saudari perempuan boleh menikah dengan anak perempuan dari
saudara laki-laki (perkawinan Ana Eda & Ana No’o).
Dalam penelitian ini peneliti hanya membahas tentang kata sapaan kekerabatan
yang digunakan guyub tutur Lio berdasarkan garis keturunan atau pertalian langsung dan

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

sapaan kekerabatan berdasarkan garis perkawinan (pertalian tak langsung). Berdasarkan


hasil analisis data, sapaan kekerabatan menurut budaya pada guyub tutur bahasa Lio
diuraikan sebagai berikut.
a. Sapaan kekerabatan
1. Sapaan Kekerabatan berdasarkan Garis Keturunan (Pertalian Langsung)
Kata sapaan kekerabatan berdasarkan garis keturunan merupakan kata sapaan
yang digunakan untuk menyapa orang yang mempunyai hubungan darah. Bentuk kata
sapaan kekerabatan berdasarkan garis keturunan dalam bahasa Lio penggunaannya
ditentukan oleh keturunan patrilineal atau menurut garis keturunan ayah. Berdasarkan
hasil analisis data ditemukan bahwa dalam hubungan kekerabatan berdasarkan garis
keturunan (pertalian langsung) pada budaya masyarakat suku Lio kabupaten Ende
terdapat 16 kata sapaan. Keenambelas kata sapaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kata sapaan berdasarkan garis keturunan

No Bentuk Makna Fungsi Sapaan


Sapaan

1 Ema Ayah Kata sapaan ema digunakan untuk menyapa ayah kandung

2 Ine Ibu Kata Ine digunakan untuk menyapa ibu kandung

3 Babo Kakek Kata babo digunakan untuk menyapa kakek (orangtua laki-laki
dari ayah atau ibu)

4 Mamo Nenek Kata mamo digunakan untuk menyapa nenek (orangtua


perempuan dari ayah atau ibu)

5 Eda Paman Kata eda digunakan untu k menyapa saudara laki-laki dari ibu

6 No`o Bibi (saudari dari Kata no`o digunakan untuk menyapa bibi/ saudari perempuan
ayah) dari ayah

7 Weta Saudari Kata weta digunakan untuk menyapa saudari perempuan


kandung atau sepupu.

8 Nara Saudara Kata nara digunakan untuk menyapa saudara laki-laki dan juga
sepupu

9 Ka`e Kakak Kata ka`e digunakan untuk menyapa kakak

10 Aji Adik Kata aji digunakan untuk menyapa adik

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

11 Ana mamo Cucu Kata ana mamo biasa digunakan untuk menyapa cucu, dalam
komunikasi sehari-hari sering disingkat menjadi mamo

12 Ana embu Cicit Kata ana embu dalam komunikasi sehari-hari biasa disingkat
menjadi embu,digunakan untuk menyapa cicit

13 Ame du`a Bapak Kata ame du`a biasa disingkat menjadi du`a, digunakan untuk
besar/kakak ayah menyapa kakak laki-laki ayah. Namun ada juga yang
menggunakan kata ame

14 Ine du`a Ibu/mama besar Kata ine du`a biasa disingkat menjadi du`a, digunakan untuk
(kakak menyapa kakak perempuan dari ibu. Namun ada juga yang
perempuan dari menggunakan kata ine.
ibu)

15 Ame Lo`o Bapak Kecil (adik Kata ame lo`o digunakan untuk menyapa adik laki-laki dari ayah
ayah)

16 Ine Lo`o Mama keci (adik Kata ine lo`o digunakan untuk menyapa adik perempuan ibu.
ibu)

2. Sapaan Kekerabatan berdasarkan garis perkawinan (pertalian tak langsung)


Kekerabatan berdasarkan perkawinan merupakan kekerabatan yang terjalin setelah
terjadinya perkawinan. Dalam menentukan kerabat berdasarkan perkawinan dapat dilihat
dari garis keturunan terlebih dahulu. Masyarakat itu memakai garis keturunan ibu atau
matrilineal maka pihak ayah yang menjadi kerabat berdasarkan garis perkawinan.
Namun,masyarakat yang memakai garis keturunan ayah maka pihak ibu yang menjadi
kerabat berdasarkan perkawinan. Kekerabatan berdasarkan garis perkawinan dalam
masyarakat suku Lio memakai garis keturunan ayah (patrilineal). Berdasarkan garis
perkawinan ada 13 kata sapaan yang digunakan oleh masyarakat suku Lio. Ketiga belas
kata sapaan tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Adapun kata sapaan tersebut adalah
ine/ema tu`a,ana tu`a, ane, tata/fai eda, haki no`o, eja, ipa, nara, weta, ka`e, aji.
Tabel 2. Sapaan Kekerabatan berdasarkan Garis Perkawinan (Pertalian tak Langsung)
No Bentuk Makna Fungsi Sapaan
Sapaan

1Ema (tu`a)Ayah mertuaKata sapaan ema digunakan untuk menyapa ayah mertua

2 Ine (tu`a) Ibu mertua Kata Ine digunakan untuk menyapa ibu mertua

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

3 (Ana) tu`a Menantu Kata Tu`a digunakan untuk menyapa menantu baik
menantu laki-laki maupun perempuan.

4 Ane Menantu Kata ane digunakan oleh seorang paman untuk menyapa
menantu laki-laki (suami dari kemenakan)

5 Tata/fai eda Istri paman Kata tata digunakan untu k menyapa istri dari paman
(saudara laki-laki dari ibu)

6 No`o Bibi/ibu mertua Kata no`odalam hubungan kekerabatan berdasarkan


perkawinan dalam masyrakat suku Lio digunakan oleh
seorang menantu wanita untuk menyapa ibu mertua

7 Haki no`o Om/paman Kata haki no`o digunakan untuk menyapa suami dari bibi

8 Weta Saudari Kata weta digunakan untuk menyapa istri

9 Nara Saudara Kata naradigunakan untuk menyapa suami

10 Kae Kakak Kata kae digunakan untuk menyapa kakak ipar (kakak dari
suami atau istri)

11 Aji Adik Kata aji digunakan untuk menyapa adik ipar (adik dari istri
atau suami)

12 Ipa Ipar Kata ipa digunakan oleh saudari perempuan


untuk menyapa istri dari saudara laki-laki
demikian juga sebaliknya

13 Eja Ipar Kata eja digunakan oleh saudara laki-lakiuntuk menyapa


suami dari saudari perempuannya demikian pula
sebaliknya.

Halaman |
Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan ISSN 2443-3667
Sastra PBSI FKIP Universitas Cokroaminoto (Print)
Palopo Volume 7 Nomor1 Tahun 2021

Simpulan
Salah satu variasi penggunaan bahasa adalah penggunaan sapaan (sistem tutur
sapa/ sistem sapaan. Hal ini mengindikasikan bahwa bentuk-bentuk tutur sapa yang
digunakan sebagai sistem sapaan sarat akan makna sosial budaya. Artinya penggunaan
sapaan sangat dipengaruhi oleh norma-norma kebahasaan dan pola-pola budaya
berbahasa sebagai salah satu wujud perilaku sosial. Hal ini berarti bahwa setiap pilihan
variasi bentuk tutur sapa mengandung nilai tertentu, antara lain berupa sikap dan
perasaan hormat ataupun persaudaraan terhadap pihak yang disapa (Mahmud, 2012: 21).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pada guyub tutur bahasa Lio
terdapat 2 jenis sapaan kekerabatan yakni, 1). Sapaan kekerabatan berdasarkan garis
keturunan/pertalian langsung, dan 2). Sapaan kekerabatan berdasarkan garis perkawinan
(pertalian tak langsung). Penggunaan sapaan kekerabatan dalam guyub tutur bahasa Lio
menggambarkan betapa pentingnya hubungan kekerabatan dalam menentukan
penggunaan sapaan yang tepat terhadap seseorang dalam berkomunikasi.
Asas hubungan kekerabatan masih dapat dipertahankan oleh guyub tutur bahasa
Lio agar keturunan yang diperoleh lewat hubungan perkawinan, keturunan dan darah
dapat terjaga dengan baik. Budaya pada guyub tutur Lio menekankan aspek keseragaman
dalam menjalankan hubungan kekerabatan yang pasti agar tidak membingungkan anak
dan cucu di kemudian hari.
Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa dalam hubungan kekerabatan
berdasarkan garis keturunan (pertalian langsung) pada guyub tutur bahasa Lio kabupaten
Ende terdapat 16 kata sapaan yakni Ema, Ine, Babo, Mamo, Eda, No`o, Weta, Nara, Ka`e, Aji,
Ana mamo, Ana embu, Ame du`a, Ine du`a, Ame Lo`o dan Ine Lo`o. Sapaan kekerabatan
berdasarkan garis perkawinan dalam guyub tutur Lio adalah Ema (tu`a), Ine (tu`a), (Ana)
tu`a, Ane, Tata/fai eda, No`o, Haki no`o, Weta, Nara, Kae, Aji, Ipa, dan Eja.

Daftar pustaka
Aslinda dan Syafyaya, Leni. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung : Refika Aditama
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik : Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta
Kridalaksana, Harimurti.2012. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia
Mahmud dan Suntana, Ija. 2012. Antropologi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia
Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode & Teknik. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Mbete, Aron Meko dkk. 2006. Khazanah Budaya Lio-Ende. Ende: Pustaka Larasan.
Suhardi, Basuki. 2012. Pedoman Penelitian Sosiolinguistik. Jakarta: Pusat bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Utami, Santi Pratiwi Tri. 2010. “Realisasi Kesantunan Berbahasa: Upaya Pengoptimalan
Peran Bahasa Indonesia Sebagai Pemersatu bangsa” dalam Proseding PIBSI XXXII
Wibowo, R. Mashudi dan Agustin Retraningsih. 2015. “Dinamika Bentuk Sapaan Sebagai
Refleksi Sikap Berbahasa Masyarakat Indonesia”. Jurnal Humaniora (Online) Vol. 27,
No. 3 2015 (http://jurnal.ugm.ac.id) Diakses tanggal 7 Januari 2020
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Halaman |
KATA SAPAAN KEKERABATAN DALAM
MASYARAKAT LAMPUNG SUNGKAI

Windo Dicky Irawan *)


Windo.dicky.irawan@stkipmktb.ac.id

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


STKIP Muhammadiyah Kotabumi

Abstract

This article was written to (1) describe the form and use of greeting expression
based on lineages in the Lampung Ketapang community, South Sungkai Village,
Kotabumi, North Lampung, (2) describe the form and use of greeting expression
based on lineages in the Lampung Ketapang community, Sungkai Selatan
Village, Kotabumi, North Lampung. The data in this study consisted of
expression of greeting based on lineage in the Lampung community in
Ketapang, South Sungkai Subdistrict, Kotabumi, North Lampung. Data has been
collected using proficient methods with fishing techniques. The findings of this
study are (1) the form and use of greeting expression based on lineages and
based on marital lines.

Kata kunci: Greeting Expression, Lampung Sungkai

I. PENDAHULUAN bahwa peristiwa tutur merupakan suatu


Setiap manusia dalam menjalankan keadaan dimana penutur berharap maksud
kehidupanya harus dapat berkomunikasi komunikatifnya akan dimengerti pendengar,
dengan baik, agar informasidapat dan biasanya penutur dan
tersampaikan.Tentu komunikasi yang baik pendengarterbantu oleh keadaan di sekitar
adalah tidak terlepas dari konteks tuturan. lingkungan tutur itu.
Konteks tuturan yang dimaksud melibatkan Setiap manusia bertutur, sejatinya
penutur dan mitra tutur, tempat, waktu, tidak hanya satu tindak tutur yang
serta situasi. Hymes(Sumarsonodan digunakan, akan tetapilebih dari satu tindak
Partana, 2002:320) mengungkapkan bahwa tutur.Oleh sebab itu, konteks harus
peristiwa tutur berwatak komunikatif dan diperhatikan oleh seseorang dalam bertutur.
diatur oleh kaidah untuk mengetahui tutur. Seperti halnya kegiatan bertutur sapa, juga
Konteks situasi tuturan ada karena adanya harus menggunakaan kata sapaan.
perbedaan pandangan (pengetahuan) antara Kata sapaan itu merupakan kata-kata
penutur dan mitra tutur, dan aspek-aspek yang digunakan untuk menyapa, menegur
kebahasaan. Yule (2006:82) menyatakan seseorang, bahkan menyebut orang kedua,

*) Dosen STKIP Muhammadiyah Kotabumi


Kata Sapaan Kekerabatan Dalam Masyarakat Lampung Sungkai (Windo Dicky

atau orang yang diajak berbicara. Sejalan dengan pendapat di atas,


Kridalaksana (1982:14) menyatakan bahwa Syafyahya (2000:7) menyatakan bahwa
kata sapaan adalah morfem, kata, atau frase seseorang dikatakan kerabat apabila ada
yang dipergunakan untuk saling merujuk pertalian darah atau pertalian langsung dan
dalam situasi pembicaraan yang berbeda- pertalian perkawinan atau tidak langsung
beda menurut sifat hubungan antara sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembicara itu. Selain itu, kata sapaan seseorang disebut berkerabat jika ada
adalah kata-kata yang digunakan untuk pertalian darah atau pertalian perkawinan.
menyapa, menegur atau menyebut orang Oleh sebab itu, kekerabatan memegang
kedua, atau orang yang diajak bicara peranan penting dalam membina ikatan
(Chaer, 2000:107). kelompok dan rasa kebersamaan karena
Ada beberapa hal yang memengaruhi kekerabatan tersebut menunjukkan
seseorang menggunakan kata sapaan dalam kedudukan para anggotanya (Nika Sari,
berkomunikasi,yaitu siapa yang menyapa, 2013:514).
siapa yang disapa, dan hubungan antara Istilah tersebut memperlihatkan
menyapa dan disapa. Kata sapaan yang perbedaan peran setiap anggota, baik dalam
digunakan untuk bertegur sapa juga, tidak hubungannya dengan keturunan
selalu sama untuk setiap lawan bicara. Hal (consanguinity) maupun dalam
ini dapat dilihat dari hubungan kekerabatan hubungannya dengan perkawinan (affinity).
atau nonkekerabatan. Kekerabatan dalam Kekerabatan berdasarkan garis keturunan
suatu bahasa timbul karena keperluan untuk sama seperti kekerabatan yang terjalin
menyatakan kedudukan diri seseorang karena adanya hubungan sedarah.
secara komunikatif dalam suatu keluarga. Kekerabatan berdasarkangaris keturunan ini
Kekerabatan adalah unit-unit sosial dilihat dari keturunan yang dianut oleh
yang terdiri dari beberapa keluarga yang suatu masyarakat. Lain halnya dengan
memiliki hubungan darah atau hubungan kekerabatan berdasarkan perkawinan yang
perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri merupakan kekerabatan yang terjalin
atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, setelah terjadinya perkawinan.
adik, paman, bibi, kakek, nenek dan Dalam menentukan kerabat
seterusnya (Nika Sari, 2013:514). Mahmud berdasarkan perkawinan dapat dilihat dari
(2003:15) menyatakan bahwa kekerabatan garis keturunan terlebih dahulu. Masyarakat
merupakan suatu bentuk hubungan sosial itu memakai garis keturunan ibu atau
yang terjadi karena keturunan matrilineal maka pihak ayah yang menjadi
(consanguinity) dan perkawinan (affinity). kerabat berdasarkan garis perkawinan.

97
Jurnal Elsa, Volume 17, Nomor 1, April

Namun,masyarakat yang memakai garis berarti garis dan patrilineal berarti


keturunan ayah maka pihak ibu yang mengikuti garis keturunan yang ditarik dari
menjadi kerabat berdasarkan perkawinan. pihak ayah. Jadi pihak ayah yang menjadi
Setiap daerah, baik kekerabatan kerabat berdasarkan keturunan dan pihak
berdasarkan keturunan maupun kekerabatan ibu yang menjadi kerabat berdasarkan
berdasarkan perkawinan memiliki sistem perkawinan.
sapaan yang berbeda. Masyarakat di daerah Ketapang
Kata sapaan tersebut digunakan untuk Kelurahan Sungkai Selatan Kabupaten
menjaga sistem kekerabatan dalam Kotabumi Lampung Utarasangat mengenal
berbahasa di daerah tertentu. Oleh karena istilah kata sapaan dalam bertutur sapa, baik
itu, kata sapaan kekerabatan tersebut perlu dalam kekerabatan maupun di luar
dilestarikan agar tidak punah. Tingginya kekerabatan. Namun, banyaknya kata
globalisasi dan mobilitas sosial, serta sapaan dari luar yang masuk ke daerah
perluasan penyebaran media masa ke tersebut menjadikan kata sapaan ini
pelosok-pelosok daerah seperti tv, radio, terancam punah. Generasi muda di daerah
dan surat kabar telah memengaruhi Ketapang Kelurahan Sungkai Selatan
perkembangan kata sapaan pada suatu Kabupaten Kotabumi Lampung Utaratidak
daerah. lagi mengenal kata sapaan asli daerahnya
Hal inilah yang mengancam karena banyak anak-anak dari masyarakat
punahnya kata sapaan setiap daerah, seperti Ketapang yangmelanjutkan pendidikanke
daerahKetapang Kelurahan Sungkai luar daerah sehingga mereka mulai enggan
SelatanKabupaten Kotabumi Lampung dan gengsi untuk menggunakan kata sapaan
Utara. Berdasarkan adat Lampung, tersebut dalam keseharian.
masyarakat di daerah Ketapang Kelurahan Oleh karena itu, peneliti berkeinginan
Sungkai Selatan Kabupaten Kotabumi untuk melakukan penelitian tentang kata
Lampung Utaramenganut garis keturunan sapaan kekerabatan dalam bahasa Lampung
patrilineal atau garis keturunan ayah. KBBI di Ketapang Kelurahan Sungkai Selatan
(2005:613) menyatakan bahwa Patrilineal Kabupaten Kotabumi Lampung Utara.
adalah istilah yang berkenaan dengan Selain itu, alasan terpenting yang
hubungan keturunan melalui garis kerabat mendorong peneliti untuk melakukan
lelaki saja. Selain itu, Hutasoit (2011:2) penelitian ini karena peneliti sendiri
menjelaskan bahwa Patrilineal berasal dari bersuku Lampung dan ingin mengetahui
dua kata, yaitu pater (bahasa Latin) yang bentuk dan pemakaian kata sapaan yang
berarti ayah dan linea (bahasa Latin) yang benar dalam Bahasa Lampung di Ketapang

98
Kata Sapaan Kekerabatan Dalam Masyarakat Lampung Sungkai (Windo Dicky

Kelurahan Sungkai Selatan Kabupaten sapaan kekerabatan berdasarkan keturunan


Kotabumi Lampung Utaraagar kata sapaan dan berdasarkan perkawinan. Sumber data
tersebut dapat didokumentasikan dan dari penelitian ini adalah tuturan
bermanfaat bagi masyarakat Lampung di masyarakat Ketapang Kelurahan Sungkai
Ketapang Kelurahan Sungkai Selatan Selatan Kabupaten Kotabumi Lampung
Kabupaten Kotabumi Lampung Utara. Utara.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan
penulisan artikel ini adalah untuk III. PEMBAHASAN
mendeskripsikan bentuk dan pemakaian 1. Bentuk dan Pemakaian Kata Sapaan
kata sapaan berdasarkan garis keturunan Kekerabatan Berdasarkan Garis
Keturunan
dan berdasarkan garis perkawinan di
Ketapang Kelurahan Sungkai Selatan Berdasarkan data penelitian, kata
Kabupaten Kotabumi Lampung Utara. sapaan kekerabatan berdasarkan garis
keturunan ditinjau dari bentuk dan
II. METODOLOGI PENELITIAN pemakaiannya sebagai berikut.
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Bodgan dan Taylor (Moleong,
2005:4) menyatakan bahwa metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati.
Jenis dan metode ini tepat digunakan
dalam penelitian ini karena data penelitian
bersumber dari data lisan yakni masyarakat
di Ketapang Kelurahan Sungkai Selatan
Kabupaten Kotabumi Lampung Utara.
Data dalam penelitian ini adalah
tuturan dalam bentuk kalimat yang di
dalamnya terdapat kata sapaan yang
digunakan oleh masyarakat Ketapang
Kelurahan Sungkai Selatan Kabupaten
Kotabumi Lampung Utara ditinjau dari kata

99
Jurnal Elsa, Volume 17, Nomor 1, April

No. Penggunaan Bentuk Kata Ket.


Kata Sapaan Sapaan
1 Ayah Kandung Bati, buya,
abah, ayah,
bak
2 Kakak laki- Abi minak,
laki ayah buya
3 Adik laki-laki Paksu,
ayah Pakcik, Pak
Ngah
4 Kakak Wak ibu
perempuan
ayah
5 Adik Ammah
perempuan
ayah
6 Kakak laki- Wan, Minak,
laki Ajo
7 Kakak gusti
perempuan
8 Adik laki-laki adin
9 Adik yunda
perempuan
10 Anak Panggilan
nama
11 Cucu Mega ratu,
raja marga/
kembali
mengambil
juluk kakek

10
Kata Sapaan Kekerabatan Dalam Masyarakat Lampung Sungkai (Windo Dicky

No. Penggunaan Bentuk Kata Ket. No. Penggunaan Bentuk Ket.


Kata Sapaan Sapaan
Kata Sapaan Kata
12 Ayah dari Jat, sidi, Sapaan
ayah datuk perempuan
13 Ayah dari uyut 10 Pak Ngah,
Suami dari
kakek
adik ibu Pak
14 Kakak Uyut ambai Pangkal
perempuan
11 Istri adik ibu Ilunan,
kakek
Anggunan
15 Adik Uyut ammah
12 Suami dari Ibu Tuan
perempuan
kakak ibu
kakek
13 Istri kakak Ibu Minak
16 Kakak laki- Uyut buya ibu
laki kakek
14 Istri kakak Gusti Raja,
17 Adik laki-laki Uyut pangkal Sanjungan
kakek
15 Istri adik Indahan
16 Suami kakak Gusti
2. Bentuk Dan Pemakaian Kata Sapaan Minak
Kekerabatan Berdasarkan Garis 17 Suami adik Sejati
perkawinan 18 Menantu Seri, Lia
Berdasarkan data penelitian, kata 19 Istri
20 Suami Mengikuiti
sapaan kekerabatan berdasarkan garis panggilan
perkawinan ditinjau dari bentuk dan adik
istrinya/Ab
pemakaiannya sebagai berikut. ang
21 Kakak Wanda,
perempuan Gusti
No. Penggunaan Bentuk Ket. suami Minak
Kata Sapaan Kata 22 Adik Panggilan
Sapaan perempuan nama
1 Ibu kandung Memeh, suami
Umi, 23 Kakak Panggilan
2 Mertua Mengikuti perempuan suami
perempuan sapaan istri terhadap
suami/istri kakak
3 Mertua laki- Mengikuti (menyesuai
laki sapaan kan)
suami/istri 24 Adik Panggilan
4 Ibu dari ibu Niyai, perempuan nama
Sidah, istri
Ambai 25 Kakak laki- Panggilan
5 Ayah dari Sidi, laki suami terhadap
ibu Yayik, kakak
Datuk (menyesuai
6 Adik ibu Paksu, kan)
laki-laki Pakcik 26 Adik laki- Panggilan
7 Adik ibu Biksu, laki suami nama
perempuan Bikcik, 27 Kakak laki- Menyesuai
Uncu laki istri kan
8 Kakak ibu Buya Tuan panggilan
laki-laki istri
9 Kakak ibu Wak Ibu 28 Adik laki- Panggilan
laki istri nama

10
Jurnal Elsa, Volume 17, Nomor 1, April

Berdasarkan hasil penelitian bentuk


kata sapaan berdasarkan garis keturunan
IV. PENUTUP pada Lampung Sungkai adalah Bati, Buya,
Kekerabatan adalah unit-unit sosial Abah, Abi Minak, Wak Ibu, Ammah, Wan
yang terdiri dari beberapa keluarga yang Minak, Ajo, Sejati, Gusti Minak, Indahan,
memiliki hubungan darah atau hubungan dsb. Kemudian bentuk kata sapaan
perkawinan. Kata sapaan kekerabatan yang berdasrkan garis perkawinan adalah
ada pada Lampung Sungkai meliputi dua Memeh, Umi, Niyai, Sidah, Ambai, Sidi,
hal, yakni kata sapaan kekerabatan Yayik, Datuk, Paksu, Pakcik, Biksu, Bikcik,
berdasarkan garis keturunan, dan kata Uncu, Pak Ngah, Pak Pangkal, dsb.
sapaan berdasarkan garis perkwainan. Tentu kata sapaan berdasrkan garis
Bentuk kata sapaan berdasarkan keturunan dan garis pernikahan memiliki
garis keturunan merupakan yang terjalin persamaan dan perbedaan. Pada kata sapaan
karena adanya hubungan sedarah, yang memiliki persamaan pada garis
sementara bentuk kata sapaan berdasarkan pernikahan terletak pada panggilan kakak
garis pernikahan merupakan yang terjalin dari istri. Kata sapaan itu mengikuti
karena adanya ikatan pernikahan. panggilan dari istri.

DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul. 2000. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bharata Karya

Aksara. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta: Nusa

Indah.

Mahmud, dkk. 2003. Sistem Sapaan Bahasa Simeulue. Jakarta: Pusat Bahasa.

Moleong, Lexy J. 2005. MetodologiPenelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Sumarsono dan Partana. 2002. Sosiolinguistik. Jogjakarta: Andi Offset.

Syafyahya, dkk. 2000. Kata Sapaan Bahasa Minangkabau Di Kabupaten Agam. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.

Yule, George. 2006. Pragmatik (Terjemahan Indah Fajar Wahyuni). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

10

Anda mungkin juga menyukai