Daftar isi.......................................................................................................................i
Halaman Judul..............................................................................................................1
Abstrak .........................................................................................................................1
Pendahuluan..................................................................................................................2
Metode .........................................................................................................................4
Hasil dan Pembahasan..................................................................................................5
Kesimpulan...................................................................................................................9
Ucapan Terima Kasih.................................................................................................10
Kontribusi Penulis......................................................................................................10
Daftar Pustaka............................................................................................................10
Lampiran....................................................................................................................12
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping ................................12
Lampiran 2. Kontribusi Anggota Penulis ..................................................................17
Lampiran 3. Surat Pernyataan Ketua Tim Pelaksana ................................................18
Lampiran 4. Surat Pernyataan Sumber Tulisan PKM -AI ........................................19
i
1
1,2,3,4,5
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Univeristas Khairun,
Indonesia
Abstrak
Abstract
This study aims to describe the form and meaning of the use of kinship
greetings used by people who are speakers of makian dalam dialects in Kyowor
village of South Halmahera Regency. This research is qualititative research with the
research population is a native speaker of makian dalam dialect in Kyowor village. A
2
sample of informants from a total population of 18 informants was taken from the
entire population with several criteria. Eighteen informants are then referred to as
data sources, while the data in this study are primary and secondary data. The data
collection technique used in this study is a refer and capable method. The analysis of
data in this study was conducted using agih method with technique for direct element
(BUL), and refrencial padan method. The presentation of the data in this study was
presented using tables and descriptors. The results showed that there are some
differences in the form of kinship greetings used based on the nature of the kinship
relationship. Similarly, the meaning of the use of kinship greetings in the makian
dalam dialect of slurs in there are several factors that distinguish the meaning of
their use.
Pendahuluan
perempuan ego dan sebutan afinal untuk kekerabatan karena hubungan pernikahan,
misalnya saudara tiri laki-laki atau saudara tiri perempuan.
Penelitian tentang sistem kekerabatan dalam bahasa Makian sudah pernah
dilakukan sebelumnya oleh Haeruddin dengan judul penelitian Sistem Sapaan
Kekerabatan Suku Makian; Kajian Linguistik Kebudayaan pada tahun 2017.
Haeruddin dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sistem sapaan yang dimaksud
ialah kata sapaan yang secara umum digunakan oleh masyarakat Pulau Makian. Kata
sapaan muncul dari beberapa variabel diantaranya istilah kekerabatan baik laki-laki
dan perempuan, penggunaan istilah kepada lawan tutur sebagai kata ganti orang
kedua, dan penyebutan nama dan penyebutan diri dari pihak pesapa. Bentuk sapaan
yang dikaji oleh Haeruddin ialah bentuk sapaan menyangkut bentuk sapaan secara
umum digunakan oleh penuturnya sehari-hari tanpa memerhatikan dialek penuturnya.
Meskipun sama-sama meneliti tentang pemakaian istilah sapaan dalam ruang
lingkup kekerabatan dalam bahasa Makian, namun terdapat beberapa perbedaan
antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Haeruddin tersebut,
diantaranyapenelitian Haeruddin hanya meneliti tentang istilah sapaan dalam ruang
lingkup kekerabatan karena keturunan secara vertikal dan horizontalyang hanya
sampai pada istilah sapaan tiga tingkat di atas ego dan di bawah/ secara vertikaldan
mendeskripsikan keturunan horizontal hanya di atas ego, sementara penelitian ini
meneliti tentang istilah sapaan kekerabatan yang dipakai dalam ruang lingkup
kekerabatan baik keturunan secara vertikal maupun keturunan secara horizontal pada
seluruh tingkatan yang ada, baikdi atas ego, sejajar dengan ego, maupun di bawah
dalam masyarakat suku Makian, khususnya di desa Kyowor.
Perbedaaan lainnya antara penelitian yang dilakukan Haeruddin dengan
penelitian ini, yakni Haeruddin meneliti istilah sapaan hanya dalam ruang lingkup
kekerabatan berdasarkan garis keturunan dan istilah sapaan yang dipakai masyarakat
secara umum, sementara penelitian ini mengkaji tidak hanya istilah kekerabatan tidak
hanya dalam ruang lingkup berdasarkan garis keturunan namun juga berdasarkan
garis perkawinan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini membahas tentang bentuk
sapaan kekerabatan, baik karena keturunan maupun bentuk sapaan kekerabatan
karena perkawinan, yakni bentuk sapaan kekerabatandan makna bentuk sapaan
kekerabatan bentuk sapaan kekerabatan dalam bahasa Makian dialek makian dalam
di desa Makian Kabupaten Halmahera Selatan.
Yang (2010: 738-740) mengemukakan bahwa ada tiga alasan seseorang dalam
menggunakan kata sapaan yakni pertama pembicara menggunakan kata sapaan untuk
menarik perhatian orang lain, untuk mencerminkan status kawan bicara tentang
jabatan (status profesional), atau hubungan antara pembicara dengan kawan bicara.
Kedua, pembicara menggunakan kata sapaan untuk menunjukkan kesopanan dan
4
perbedaan kelas sosial dan derajat penghargaan dalam setiap kesempatan. Ketiga,
kata sapaan digunakan untuk mereflesikan informasi tentang identitas, jenis kelamin,
usia, status, dan hubungan sosial yang rumit antara anggota dalam sebuah komunitas.
Kridalaksana (dalam Haeruddin, 2017: 42) menerangkan bahwa sistem sapaan
adalah sistem yang mengikat semua unsur sistem bahasa yang menandai status dan
peran pastisipan dalam berkomunikasi dengan bahasa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
terdapat sembilan jenis kata sapaan dalam bahasa Indonesia, yakni kata ganti orang,
nama diri, istilah kekerabatan, gelar dan pangkat, bentuk pelaku pronomina, bentuk
nomina ku, kata deiksis, bentuk nomina lain dan bentuk zero. Berdasar pada hal
tersebut penelitian ini mengkaji salah satu sistem sapaan yakni sistem sapaan istilah
kekerabatan dalam bahasa Makian dialek makian dalam di desa Kyowor.
Kekerabatan merupakan bentuk hubungan sosial yang terjalin karena pertalian
darah atau keturunan (consanguinity) dan adanya hubungan perkawinan (affinity)
(Mahmud dalam Jannah, dkk., 2019: 145). Sejalan dengan hal tersebut, Sari, dkk.,
(dalam Saleh, 2017: 22) mengungkapkan bahwa kekerabatan adalah unit sosial yang
terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan. Beberapa anggota kekerabatan yang tergolong dalam hubungan darah
terdiri dari kakek, ayah, ibu, paman, anak, kakak, adik, dan sebagainya, sementara
anggota kekerabatan yang termasuk dalam hubungan pernikahan ialah suami, istri,
menantu, mertua, dan sebagainya.
Pulau Makian pada awalnya hanya memiliki satu pemerintahan kecamatan,
kemudian dengan adanya otonomi daerah dari kabupaten Maluku Utara menjadi
Propinsi Maluku Utara, maka pulau Ternate dimekarkan menjadi enam pemerintahan
kecamatan diantaranya kecamatan Kota Ternate Utara, Kota Ternate Tengah, Kota
Ternate Selatan, Pulau Ternate, Kecamatan Moti, dan Kecamatan Batang Dua,
kemudian masing-masing kecamatan memiliki bahasa yang berbeda.
Metode
ditentukan dengan beberapa syarat yakni berjenis kelamin pria/ wanita, tidak pikun,
berumur 50 tahun ke atas, lahir dan dibesarkan atau tidak pernah meninggalkan
desanya, berstatus sosial menengah, memiliki kebanggan terhadap isoleknya, dapat
berbahasa indonesia, serta sehat jasmani dan rohani. Berdasarkan beberapa kriteria
tersebut, maka informan yang didapat dari masing-masing populasi tersebut ialah
berjumlah 2 informan yang memenuhi semua kriteria yang diajukan, sehingga total
jumlah informan dalam penelitian ini ialah berjumlah 18 informan. Delapan belas
informan tersebut selanjutnya disebut dengansumber data, sementara data dalam
penelitian ini berupa data lisan yakni tuturan sapaan dalam bahasa Makian dialek
makian dalam di desa Kyowor sebagai data primer dalam penelitian ini, sementara
data skunder dalam penelitian ini ialah pustaka-pustaka terkait yang memuat kata
sapaan bahasa makian serta peneliti sebagai masyarakat dan penutur bahasa Makian.
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode
simak libat cakap. Metode simak ialah metode yang digunakan dengan melakukan
penyimakan terhadap informan (Mahsun, 2014: 242). Pada praktiknya metode simak
dalam penelitian ini, peneliti menyimak, mendengar, mencatat, dan merekam data
yang dituturkan penutur. Metode cakap ialah melakukan percakapan dengan
informan. Mahsun (2014: 250) mengungkapkan bahawa pada dasarnya metode ini
memiliki teknik dasar yakni teknik pancing yang diiikuti dengan teknik lanjutan,
yaitu teknik cakap semuka. Peneliti melakukan percakapan tatap muka langsung
dengan informan sebagai pengguna bahasa dengan mengajukan beberapa pertanyan
yang sudah disiapkan sebelumnya atau secara spontanitas, berupa pancingan
pertanyaan yang muncul di tengah-tengah percakapan.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode agih
dengan teknik bagi unsur langsung (BUL), dan metode padan refrensial (Sudaryanto,
2015: 18). Teknik bagi unsur langsung (BUL) digunakan untuk membagi kalimat ke
dalam beberapa bagian penting guna mengidentifkasi bentuk sapaan kekerabatan di
dalamnya. Metode padan refrensial digunakan untuk menganalisis makna bentuk
sapaan kekerabatan dalam bahasa Makian dilaek makian dalam desa Kyowor.
Penyajian data dalam penelitian ini disajikan dengan dua cara, yakni menggunakan
tabel dan menggunakan pendeskripsian dengan kata-kata. Penelitian ini diakhiri
dengan pengambilan simpulan dari hasi pembahasan penelitian sebelumnya.
3 Anak laki-laki/ perempuan yang lebih tua, dari kakak/ Damo Ego = 0
adik ibu/ ayah
5 Saudara ayah/ ibu yang lebih tua dari ayah/ ibu Kanglolo Ego + 1
6 Saudari ayah/ ibu yang lebih tua dari ayah/ ibu Bailolo Ego + 1
7 Saudara ayah/ ibu yang lebih muda dari ayah/ ibu Kangkutu Ego + 1
8 Saudari ayah/ ibu yang lebih muda dari ayah/ ibu Jojo Ego + 1
9 Anak dari saudara/i (adik/ kakak) dari ego (diri), Damo nimtu Ego - 1
perempuan/ laki-laki
10 Suami dari ibu dan bukan ayah kandung ego Nik baba olam Ego + 1
8
11 Istri dari ayah dan bukan ibu kandung ego Nik mama olam Ego + 1
12 Saudara laki-laki/ perempuan yang lebih tua beda Mtu olam mapin Ego = 0
ayah/ ibu
13 Saudara laki-laki/ perempuan yang lebih muda beda Mtu olam mon Ego = 0
ayah/ ibu
ibu kandung, bentuk sapaan bailolo yang mengacu pada perempuan kakak dari
ayah/ ibu kandung.
Bentuk sapaan yang bersifat afinial yang terdapat dalam tabel nomor tiga
juga memiliki bentuk sapaan kekerabatan tersendiri. Pada tabel nomor tiga
tersebut dijabarkan hanya tiga belas bentuk sapaan kekerabatan bersifat afinial,
karena sejumlah bentuk kekerabatan afinial memiliki kesamaan dengan bentuk
sapaan kekerabatan yang bersifat kosanguinal, bentuk sapaan kekerabatan yang
sama ialah bentuk sapaan kekerabatan dua generasi di bawah ego dan dua
generasi di atas ego. Sama halnya dengan bentuk sapaan kekerabatan yang
bersifat kosanguinal, bentuk sapaan kekerabatan yang bersifat afinial juga terbagi
menjadi dua dalam pemaknaan dan penggunaannya, yakni bentuk sapaan untuk
beragam referen dan satu referen. Pertama,bentuk sapaan yang digunakan untuk
menyebut ragam referen ialah bentuk sapaan mtu olam mspin yang digunakan
untuk menyebut kakak dari istri atau suami baik perempuan maupun laki-laki.
Bentuk sapaan dik iho kutu untuk menyebut adik dari suami atau istri baik
perempuan maupun laki-laki. Sama halnya dengan akmo mapin dan dik iho kutu
yang digunakan untuk menyebut saudara ego bukan kandung, baik laki-laki
maupun perempuan. Bentuk sapaan kekerabatan berikutnya ialah bentuk sapaan
menantu digunakan untuk menyebut suami atau istri dari anak. Bentuk sapaan
akmo mon dan akmo mapin digunakan untuk menyebut ayah dari ayah suami
atau istri.
Kedua, bentuk yang digunakan untuk satu referen diantaranya ialah mon
digunakan untuk menyebut/ menyebut lelaki yang sah secara hukum dan agama
menjadi suami. Bentuk sapaan mapin digunakan untuk menyebut perempuan
yang sah secara hukum dan agama menjadi istri. Bentuk sapaan akmo tete
digunakan untuk menyebut laki-laki atau ayah dari suami atau istri. Bentuk
sapaan akmo nene digunakan untuk menyebut perempuan atau ibu dari suami
atau istri. Bentuk sapaan nik babo olam digunakan khusus untuk menyebut suami
dari ibu, namun bukan ayah kandung ego (diri sendiri), begitu juga dengan
bentuk sapaan nik mama olam digunakan untuk menyebut ibu yang dinikahi
ayah, namun bukan ibu kandung.
Kesimpulan
bentuk sapaan kekerabatan yang bersifat kosanguinal horizontal dan bentuk sapaan
kekerabatan yang bersifat afinial. Bentuk sapaan kekerabatan yang bersifat vertikal
terbagi menjadi baba, ama, yak, mon mapin, bbu,bu wos, tete, nene, tete wos dan
nene wos. Bentuk sapaan kekerabatan yang bersifat kosanguinal horizontal terbagi
menjadi bentuk thano, thamnona, damo, kang lolo, kang kutu, bailolo, dan damo
nimtu. Bentuk sapaan kekerabatan yang bersifat afinial yakni bentuk mon, mapin,
akmo mon, akmo mapin, dik iho kutu, dik iho lolo akmo tete, akmo nene,dik akmo, nik
baba olam, nik mama olam mtu olam mapin, mtu dan olam mon. Makna penggunan
bentuk sapaan kekerabatan dalam bahasa Makian dialek makian dalam di desa
Kyowor bergantung pada jenis kelamin, usia, hubungan keluarga/ kekerabatan, dan
generasi di dalam keluarga itu sendiri.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga artikel ilmiah yang berjudul ‘Jatuh’ dalam Bahasa Makian Dialek Makian
Dalam (Analisis Komponen Makna) dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1) Dr. Abdurasyid Tolangara, M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Khairun Ternate;
2) Dr. Muamar Abd. Halil, M.Pd selaku Koordinator Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Khairun;
3) Bpk Hubbi Saufan Hilmi selaku dosen pendamping yang selalu memberikan
arahan dan bimbingan dalam membuat artikel ilmiah;
4) Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan dan
dukungannya.
Kontribusi Penulis
Daftar Pustaka
Abdul, C. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
11
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping
13
14
15