KAJIAN EKOLINGUISTIK
SKRIPSI
140701034
MEDAN
2018
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan
penulis ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar
sarjana yang penulis peroleh.
Penulis,
NIM 140701034
LEKSIKON PERPADIAN DALAM BAHASA KARO
KAJIAN EKOLINGUISTIK
ABSTRAK
Penelitian ini membahas leksikon nomina dan verba bahasa Karo dalam
lingkungan perpadian di Desa Rumah Pil-Pil melalui perspektif ekolinguistik.
Penelitian ini bertujuanuntuk mendeskripsikan leksikon nominadan verba bahasa
Karo dalam lingkungan perpadian di Desa Rumah Pil-Pil dan gambaran
pemahaman masyarakat terhadap leksikon nominadan verba dalam lingkungan
perpadian. Penelitian ini merupakan penelitiandeskriptif kualitatif.Untuk
melengkapi hasil penelitian, juga digunakan metode kuantitatif.Data yang
digunakan untuk mendukung penelitian diambil dengan teknik wawancara,
observasi, dan penyebaran kuesioner.Data penelitian ini adalah leksikon
nominadan verba yang terkait dengan leksikon perpadian di Desa Rumah Pil-Pil.
Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa leksikon perpadian dalam bahasa Karo
di Desa Rumah Pil-Pil terdiri atas 5 kelompok leksikon yaitu (1) leksikon tahap
pratanam; (2) leksikon tahap tanam;(3) leksikon tahap pascatanam; (4) leksikon
hewan dan tumbuhan di sekitar padi; (5) leksikon hasil olahan padi di Desa
Rumah Pil-Pil. Dari lima kelompokleksikon tersebut diperoleh 118 leksikon
nomina dan 50 leksikon verba.Total leksikon yang ditemukan dalam
lingkunganperpadian di Desa Rumah Pil-Pil adalah 168 leksikon. Dari hasil
pengujianpemahaman masyarakat DesaRumah Pil-Pil terhadap leksikon perpadian
diperoleh hasil bahwa telah terjadi penyusutan pemahaman pada setiap kelompok
usia responden terutama kelompok usia remaja. Pemahaman responden terhadap
leskikon nominapada usia ≥45 tahun adalah 97,7 %, usia 21-45 tahun 84,6 %, dan
usia 15-20 tahun 60,5 %. Pemahaman responden terhadap leksikon verbapada
usia≥ 45 tahun98,6 %, usia 21-45 tahun 82,6 %, dan usia 15-21 tahun 39,8 %.
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
setia dan penyertaan-Nya dalam hidup penulis. Sungguh sebuah anugerah yang
luar biasa, Tuhan memberikan hikmat dan kebijaksanaan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.
Skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis tidak lepas dari dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan spritual, seperti doa, nasihat,
dan petunjuk praktis maupun materi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih dengan setulus hati kepada :
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu. Semoga kita selalu merasakan penyertaan Tuhan.
Daftar Singkatan
Daftar Gambar
Gambar 2 : Keong
Gambar 3 : Kalinjuhang
Daftar Tabel
Tabel 4.7 :Deskripsi Pemahaman Leksikon Nomina dalam Bahasa Karo pada
Tiga Kelompok Usia
ABSTRAK...............................................................................................................i
PRAKATA..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
2.1 Konsep...............................................................................................................7
2.1.1 Leksikon.........................................................................................................7
2.1.2 Perpadian.......................................................................................................9
2.2.1 Ekolinguistik................................................................................................13
5.1 Simpulan..........................................................................................................82
5.2 Saran................................................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................85
LAMPIRAN.........................................................................................................87
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia dan lingkungan memiliki hubungan timbal balik satu sama lain.
yang berarti keadaan atau kondisi sekitar yang memengaruhi perkembangan dan
minuman, pakaian, dan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk bertahan
lain seperti bertukar pikiran dan bersosial budaya. Berinteraksi dengan manusia
lain dan bersosial budaya merupakan hal yang tidak lepas dari bahasa, karena
melalui bahasa maka kita dapat menyalurkan apa yang hendak kita ingin
masyarakat untuk saling mengerti satu dengan yang lain dan terjalin suatu
interaksi yang dilakukan secara terus menerus dan akhirnya menjadi suatu budaya
dalam bersosial. Apabila kita mengaitkan antara bahasa dan lingkungan maka
ekolinguistik adalah bidang kajian yang tepat, hal ini disebabkan karena
linguistik (Mbete, 2009:1). Ekologi adalah cabang ilmu yang bertalian erat dengan
kehidupan sehari-hari dengan mengkaji hubungan organisme-organisme atau
Begitu juga dengan masyarakat Desa Rumah Pil-Pil yang menggunakan bahasa
untuk berintraksi dengan yang lain, menjalin hubungan dan menciptakan suatu
masyarakat yang berbudaya. Salah satu budaya dari masyarakat ini adalah
bercocok tanam baik itu pada tanaman muda ataupun tanaman tua. Masyarakat
yang tinggal di desa ini didominasi oleh orang-orang dari suku Karo dan yang
menjadi tanaman andalan masyarakat desa ini adalah padi, karena tanaman padi
sangat cocok ditanam di tempat ini karena tanahnya yang subur, sumber air yang
memadai, dan juga lahan-lahan yang mendukung untuk menanam tanaman padi.
Namun, pada saat sekarang ini budaya bercocok tanam padi ini perlahan mulai
leksikon perpadian tahap pratanam, (2) leksikon perpadian tahap tanam, (3)
leksikon perpadian tahap pascatanam, (4) leksikon hewan dan tumbuhan di sekitar
padi, dan (5) leksikon hasil olahan padi. Keseluruhan kelompok leksikon ini
hampir punah dari masyarakat tersebut terutama pada generasi muda yang
‘lumbung padi’ adalah salah satu leksikon yang terdapat dalam kelompok
leksikon keben namun akibat sistem pertanian tradisional yang mulai mengalami
seperti: ngerik ‘merontokkan gabah dari malai dengan dipijak secara terus
ekosistem perpadian.
3 - - ngerik merontokkan
gabahdarimalaidengan
dipijak
Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan sosiokultural
ekolinguistik.
terfokus pada penelitian yang berjudul “Leksikon Perpadian dalam Bahasa Karo:
tataran nomina dan tataran verba dalam bahasa Karo di Desa Rumah Pil-Pil
Kecamatan Sibolangit.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa sajakah leksikon yang ada di Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit,
tiga tingkat generasi usia (remaja, dewasa, dan tua) di Desa Rumah Pil-Pil,
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menjawaban apa yang ada dalam
(remaja, dewasa, dan tua) terhadap leksikon perpadian di Desa Rumah Pil-Pil,
Dalam penelitian ini terdapat manfaat yang dapat dibagi menjadi manfaat teoritis
salah satu bahan informasi dan bahan rujukan yang relevan dalam penelitian
leksikon. Mengembangkan dan memperkaya ilmu pengetahuan bahasa dalam
kajian leksikon.
1. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi sumbangan bagi masyarakat untuk
2.1 Konsep
Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka
yang berfungsi sebagai penjelas atau penghubung tentang topik yang berkaitan
2.1.1 Leksikon
Leksikon adalah koleksi dari leksem dalam suatu bahasa. Kajian terhadap
penggunaan dan penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata
berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “kata”, “ucapan”, atau “cara
leksikal, dan sebagainya. Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah terbaru yang
muncul ketika kita sedang giat-giatnya mencari kata atau istilah tidak berbau
Barat.
kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologis, dan
fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan
Chaer (2006: 86) mengatakan ”kata-kata yang dapat diikuti dengan frase
yang... atau yang sangat... disebut kata benda”. Misalnya kata-kata: (1) jalan (yang
bagus); (2) murid (yang rajin); (3) pemuda (yang sangat rajin).
(a) Kata benda yang jumlahnya dapat dihitung sehingga di depan kata benda itu
dapat diletakkan kata bantu bilangan. Kedalam kelompok kata benda ini
(1) orang, termasuk kata-kata: (a) nama diri, seperti Hasan, Abas, Siti, (b)
nama perkerabatan, seperti adik, ibu, saudara, dan kakak, (c) nama
pangkat, jabatan, atau pekerjaan, seperti letnan, lurah, penulis, dan raden,
(3) tumbuhan atau pohon seperti kemuning, nyiur, palem, dan jambu.
(4) alat, perkakas, atau perabot, seperti obeng, pisau, gergaji, mobil, meja,
dan lampu.
(5) benda alam, seperti kota, sungai, bintang, desa, dan danau.
pembongkaran.
kata benda itu harus diletakkan kata keterangan ukuran satuan seperti gram,
kata yang menyatakan nama wadah yang menjadi tempat benda tersebut,
seperti karung, gelar, kaleng, truk, dan gerobak; serta kata-kata seperti
termasuk kata-kata yang menyatakan (1) bahan, seperti semen, pasir, tepung,
gula, beras, dan kayu, dan (2) zat, seperti air, asap, udara, dan bensin .
(c) Kata benda yang menyatakan nama khas. Di muka kata benda ini tidak dapat
lain: (1) verba berfungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam
kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain, (2) verba mengandung
makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau ter- yang berarti paling. (3)Verba
seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi termati atau tersuka,
dan (4) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang
2.1.2 Perpadian
Perpadian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan padi, baik itu
menyangkut tentang alat-alat yang digunakan untuk menanam dan memanen padi
ataupun bagian dari padi itu sendiri. Tanaman yang menghasilkan beras ialah
padi. Beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Dari perawakannya
dengan jumlah buah yang banyak pada setiap malainya. Buah-buah tersebut
berukuran kecil dan tergolong ke dalam “ buah kering” yang tidak dapat merekah
dengan sendirinya.
Jenis padi pada umumnya ditanam di sawah yang pada mulanya digenangi
air. Jika buah padi sudah menguning, buah-buah yang kering dirontokkan dari
malai kemudian biji-biji padi dipisahkan dari kulitnya. Dari buah padi yang biasa
disebut butiran padi atau gabah diperoleh beras, sekam, dedak, dan bekatul.
Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Karo.
Masyarakat suku Karo banyak tinggal dan menetap di dataran tinggi Karo,
Langkat, Deli Serdang, Dairi, Medan, hingga ke Aceh Tenggara. Bahasa Karo
dan rumpun bahasa Sumatera Barat Laut. Sistem aksara bahasa Karo adalah Surat
Batak atau Aksara Batak atau yang lebih di kenal dengan surat Aru yang termasuk
ke dalam dialek singkil. Dengan jumlah penutur 600.000 (sesnsus tahun 1991).
between any given language and its environment”. Ekologi bahasa dalam petikan
di atas dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi atau hubungan
timbal balik antara bahasa tertentu dan lingkungan. Haugen menegaskan bahwa
bahasa berada dalam pikiran penggunanya dan bahasa berfungsi dalam hubungan
antarpenggunanya satu sama lain dan lingkungan, yaitu lingkungan sosial dan
lingkungan alam.
hubungan antara bahasa dan lingkungan. Semuanya menjadi subjek yang berbeda
dari kajian linguistik pada satu waktu, atau pada waktu yang lain. Keempat
hubungan tersebut adalah (1) bahasa berdiri dan terbentuk sendiri, (2) bahasa
dikontruksi alam, (3) alam dikontruksi bahasa, (4) bahasa saling berhubungan
ecology) adalah produk dan kondisi alam dan bersifat alamiah (Mbete, 2013:2).
Lingkungan bahasa atau ekologi bahasa adalah ruang hidup, tempat hidup
bahasa-bahasa. Bahasa yang hidup ada pada guyub tutur dan secara nyata hadir
dalam komunikasi dan interaksi kegiatan baik lisan maupun tulisan. Ekologi
adalah ilmu tentang lingkungan hidup sedangkan linguistik adalah ilmu tentang
lingkungan atau kawasan memang hidup bahasa, namun bahasa hidup dalam
guyub tutur. Adalah kenyataan bahwa di suatu lingkungan hidup, secara khusus
lingkungan hidup manusia dalam suatu jejaring dan kebersaam sosial, hidup
beragam bahasa pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Safir dalam Fill dan
lingkungan:
2. Lingkungan ekonomis ‘kebutuhan dasar manusia’ yang terdiri atas flora dan
yang membentuk kehidupan dan pikiran masyarakat satu sama lain. Namun
yang paling penting dari kekuatan sosial tersebut adalah agama, standar etika,
2.2.1 Ekolinguistik
Teori yang digunakan peneliti untuk mengkaji penelitian ini ialah teori
bidang bahasa dan ekologi. Kajian tentang ekolinguistik pertama kali perkenalkan
oleh Einar Haugen dalam tulisannya yang bertajuk Ecology of Language tahun
language) dari istilah lain yang berkaitan dengan kajian ini. Pemilihan tersebut
karena pencakupan yang luas di dalamnya, yang mana para pakar bahasa dapat
historis genetisnya.
bahasa.
bahasa).
gaya, pola pikir dan imajeri dalam kaitan dengan pola penggunaan
bahasa lokal.
bahasa tertentu berjalan secara bertahap dalam kurun waktu yang lama, tanpa
disadari oleh penuturnya, dan tidak dapat dihindari. Perubahan pada bahasa
tersebut tampak jelas jika diamati pada tataran leksikon. Karena kelengkapan
biota danau (atau laut, ataupun darat) secara berimbang dalam ekosistem,
serta dengan tingkat vitalitas spesies dan daya hidup yang berbeda antara
satu dengan yang lain; ada yang besar dan kuat sehingga mendominasi dan
“menyantap” yang lemah dan kecil, ada yang kecil dan lemah sehingga
khazanah kata setiap bahasa sehingga entitas-entitas itu tertandakan dan dipahami.
dua metode, yaitu metode deskriptif kualitatif dan metode kuantitatif. Data di
serta wawancara mendalam. Data dalam penelitian ini adalah leksikon nomina dan
Morawa. Jumlah leksikon yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 258
infoman disimbolkan dengan bentuk angka pada tabel berdasarkan gender dan
Simpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bahwa pemahaman masyarakat
Tanjung Morawa terhadap leksikon nomina dan verba bahasa Jawa dalam
yang dilakukan Rizkyansyah memberikan kontribusi pada penelitian ini dalam hal
pemahaman dan nilai budaya ekoleksikon lau bingei bagi guyub tutur bahasa
Untuk menganalisis leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei , nilai budaya, dan
diperoleh 14 kelompok leksikon dengan jumlah 409 leksiokon nomina dan 111
leksikon verba. Total leksikon terdiri atas 520 leksikon. Kemudian leksikon
menyodorkan 4 kategori pilihan kepada tiga generasi usia >46 tahun, 21-45 tahun,
15-20 tahun, maka diperoleh hasil pemahaman guyub tutur bahasa karo terhadap
D JP 796 (7,46. Nilai budaya dan kearifan lingkungan guyub tutur bahasa karo
melalui leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei mengandung nilai-nilai budaya
yaitu (1) nilai sejarah, (2) nilai religius dan keharmonisan, (4) nilai sosial dan
budaya, (4) nilai kesejahteraan dan (5) nilai ciri khas. Sedangkan, nilai kearifan
lingkungan yang dapat digali melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei
adalah (1) nilai kedamaian, dan (2) nilai kesejahteraan dan gotong royong.
yaitu berkaitan dengan metode penelitian. Pada teknik pengumpulan data, data
rekam. Pada teknik analisis data , untuk menjawab masalah pemahaman guyub
sedangkan penelitian ini meneliti leksikon perpadian pada 5 kategori pilihan pada
3 tingkat generasi usia dan hanya sampai kepada tingkat pemahaman masyarakat
Tutur Bahasa Kodi, Sumba Barat Daya : Kajian Ekolinguistik menggunakan teori
model matriks semantik, dan model dimensi logis untuk mengkaji bentuk
kebahasaan khazanah verbal kepadian serta fungsi dan makna khazanah verbal
tahap pratanam , dan leksikon kepadian tahap pascatanam. Aspek sintaksis pada
leksikon untuk mengetahui bentuk atau struktur satuan lingual dari sistem
sosial leksikon yang dipengaruhi oleh semantik teks dan konteks, sedangkan
penelitian ini mengkaji kosakata perpadian yang terdapat di Desa Rumah Pil-Pil .
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil analisis adalah
banyak leksikal biota sungai yang sudah tidak dapat ditemukan entitasnya. Nama
tumbuhan ada yang masih dikenal dan ada juga sudah tidak dikenal. Kemudian
juga leksikal peralatan tradisional, peralatan rumah, dan bagian rumah sudah
banyak yang tidak dikenal lagi oleh kelompok penutur muda akibat kemunculuan
peralatan yang lebih modern. Kelangkaan leksikon tumbuhan di daerah ini juga
disebabkan dua faktor, faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
kontribusi terhadap teori dan metode yang digunakan di dalam penelitian ini.
BAB III
METODE PENELITIAN
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
lebih mudah jika dihadapkan dengan kenyataan yang jamak; kedua karena metode
ketiga karena metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama pola-pola nilai yang dihadapi. Metode ini
sangat tepat dan alami untuk menemukan dan menganalisis data. Salah satu ciri
2006:168).
penelitian ini sangat tepat untuk mengumpulkan data, menganalisis data, serta
berjarak sekitar 50 Km dari kota Medan. Daerah ini berada pada ketinggian 700-
747 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah sekitar 310 ha. Desa
Rumah Pil-Pil merupakan lokasi penelitian yang berada pada lokasi di mana
yang luas, masyarakat yang tinggal dan menetap di sana menggunakan bahasa
Karo dalam berinteraksi antara satu dengan yang lain setiap hari.
3.3 Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari informan dan responden dengan
jenis data primer. Data primernya adalah kata-kata yang didapat dari informan
Kabupaten Deli Serdang. Informan adalah para petani di lingkungan Rumah Pil-
Pil. Sampel sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang yang
3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di Desa
7. Bagi informan yang sudah tua, memiliki pendengaran yang baik dan
tidak pikun;
adjektiva;
dalam penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada
jumlah tertentu, melainkan tergantung pada jumlah yang dirasakan telah memadai.
Data penelitian ini dikumpulkan dengan metode simak dan metode cakap.
lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap.
Dalam teknik simak libat cakap, penulis terlibat langsung dalam wawancara
c) kelompok pertengahan masa dewasa dan masa dewasa lanjut atau masa tua (di
atas 45 tahun).
Pil-Pil. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Arikunto, jika subjeknya
kurang dari 100 orang sebaiknya diambil semuanya, jika subjeknya besar atau
lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih, Arikunto
(2010:112).
sesudah meninggalkan lapangan. Proses analisis data ditelaah dari seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang
sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, dan foto.
menggunakan metode padan. Hal ini karena metode padan adalah metode yang
alat penentunya berasal dari luar bahasa (Sudaryanto, 2015:15). Metode padan
yang digunakan dalam tahap pengkajian data adalah metode padan referensial.
Dalam metode ini digunakan teknik pilah unsur penentu sebagai pembeda referen,
yaitu mendeskripsikan sejumlah leksikon perpadian yang ada di Desa Rumah Pil-
Pil menjadi 5 kelompok yaitu: (1) leksikon tahap pratanam, (2) leksikon tahap
tanam, (3) leksikon pascatanam,(4) leksikon hewan dan tumbuhan di sekitar padi,
dan (5) leksikon hasil olahan padi, dalam tahap ini peneliti mengkategorikan kelas
kata tiap kelompok leksikonmenjadi dua yaitu kelas kata nomina dan kelas kata
verba berdasarkan konsep Chaer dan Alwi. Misalnya, benih page‘benih padi’,
dikategorikan ke dalam kelas kata nomina karena kata tersebut dapat diikuti
dengan frase yang...atau yang sangat... contoh benih padi (yang berkualitas),
cangkul (yang bagus), pematang (yang besar),rumput (yang sangat hijau), dan
ngeruah dukut ‘mencabut rumput’, dan ngeruah rengkat ‘mencabut bibit padi
dengan tangan kosong’ adalah kategori kelas kata verba karena (a) dapat berfungsi
sebagai predikat atau inti predikat, (b) mengandung makna perbuatan dan (c) tidak
ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis. Rumusan masalah kedua akan
leksikon perpadian di Desa Rumah Pil-Pil. Jawaban dari setiap informan akan
diberi simbol dalam bentuk angka dalam tabel berdasarkan tiga kelompok usia
P=S
Keterangan:
P = angka persentase
n = total informan
1. 1 2 3 1 2 3 1 2 3
2. L Pr L Pr L Pr L Pr L Pr L Pr L Pr Lk Pr L Pr
k k k k k k k k
3.
Dst
Keterangan :
2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah
menggunakan
3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah
menggunakan.
melalui rumus tersebut, terlebih dahulu data diuji dengan kuisioner yang akan
Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata
dengan rumusan dan angka seperti singkatan , rumus , dan sebagainya. Metode ini
1993:145).
BAB IV
Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, maka telah
pengujian dan penyajian data kemudian, tiap kelompok leksikon tersebut terbagi
lagi menjadi dua tataran yaitu tataran nomina dan tataran verba. Leksikon pada
tataran nomina terdiri dari 118 leksikon dan leksikon pada tataran verba terdiri
dari 50 leksikon. Lima kelompok leksikon dan dua tataran leksikon yang telah
padi
Leksikon tahap pratanam ini dimulai saat benih padi mulai direndam
sampai bibit padi siap untuk dipindahkan ke lahan penanaman padi. Biasanya
jangka waktu padi direndam hingga padi siap dipindahkan ke lahan penanaman
padi dibutuhkan selama satu bulan. Pada tahap ini masyarakat Desa Rumah Pil-Pil
pembibitan sampai penanaman padi sehingga tidak dijumpai para petani tersebut
(Nomina) (Verba)
1. batang batang
nguda
sudah ditabur
ersuli berkecambah
7. kubang lumpur
9. patuk tajak
dek-dek cabut
akar bibit
bibit padi
pembibitan
Total temuan leksikon tahap pratanam dalam bahasa Karo di Desa Rumah
leksikon verba. Seluruh leksikon tersebut di atas ada dan melekat pada tahap
pratanam, beberapa leksikon nomina diatas memiliki kaitan yang erat dengan
padi’. Secara konseptual benih page merupakan cikal bakal dalam proses adanya
padi. Benih page merupakan biji atau buah padi itu sendiri yang dipilih dengan
mutu dan kualitas terbaik untuk memperoleh benih yang unggul (biologis).
Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil juga berdoa untuk behih padi mereka agar diberi
berkat dan nantinya menjadi bibit yang menjamin hasil panen (ideologis). Namun,
pada saat mendoakan benih page tidak dilakukan secara bersama dengan
masyarakat setempat melainkan berdoa secara pribadi dengan doa dan harapan
mereka masing-masing, dan sampai pada saat ini kegiatan mendoakan benih page
masih tetap dilakukan oleh setiap petani padi di desa ini (sosiologis).
‘membersihkan petakan sawah dari rumput’ merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan dalam proses penanaman padi. Proses tersebut dilakukan pada saat
petakan sawah telah diratakan dan dicangkul karena setelah proses itu maka sisa-
sisa dari bekas penanaman padi sebelumnya dan sampah rerumputan yang masih
dibuang atau dibersihkan dari petakan sawah. Cara membersihkan petakan sawah
masih tinggal pada saat pembersihan petakan akan tumbuh kembali dengan cepat
‘merendam benih padi dalam air’ leksikon ini sudah pasti dilakukan oleh para
petani saat ingin menanam padi. Merendam padi dalam air dilakukan karena
dianggap mampu untuk mempercepat proses keluarnya tunas padi atau kecambah
(ideologis). Karena hal tersebut maka masyarakat selalu merendam padi dalam air
sebelum ditanam dan dijadikan bibit padi (sosiologis). Biasanya saat ingin
merendam benih padi atau ngeremai maka bibit padi tersebut dimasukkan ke
dalam karung atau goni dengan jumlah yang telah ditentukan kemudian diletakkan
padi ditanam sebelum keong dibuang terlebih dahulu maka bibit padi yang sudah
ditanam akan habis dimakan hanya dalam hitugan beberapa jam (ideologis). Maka
dari itu masyarakat selalu melakukan kegiatan membuang keong dari dalam
ujung daun bibit padi’ bibit padi yang sudah dicabut kemudian dipindahkan ke
petakan sawah. Namun, terlebih dahulu dipotong ujung daunnya sehingga terlihat
seolah sama rata pada bagian ujung daun, pemotongan ujung daun sesuai dengan
ukuran yang dianggap cukup biasanya sekitar 4-7 cm (biologis). Ujung daun dari
bibit ini dipotong agar ketika bibit sudah ditanam di petakan sawah maka akan
memancing daun yang lebih muda untuk tumbuh dan daun yang telah dipotong
akan layu dan membusuk sejalan dengan pertumbuhan tunas yang baru
(ideologis). Hal inilah yang membuat masyarakat Desa Rumah Pil-Pil selalu
memotong ujung daun bibit padi sebelum semua bibit siap untuk ditanam
(sosiologis).
Pada tahap ini leksikon yang dikumpulkan adalah leksikon ketika petakan
padi dibersihkan sampai padi siap untuk dipanen. Waktu yang dibutuhkan mulai
petakan padi dibersihkan hingga padi siap untuk dipanen membutuhkan jangka
(Nomina) (Verba)
pematang dengan
tajak
gotong burung
kencang tumbuh
sawah
ke samping
kebawah
n bertautan akibat
tanaman padi
menguning
padi
menusir burung
dengan pulut
najuk
pematang
ke tongkat untuk
mengusir burung
wereng
Total temuan leksikon tahap tanam dalam bahasa Karo di Desa Rumah Pil-
Pil adalah berjumlah 30 leksikon yang terdiri atas 19 leksikon nomina dan 11
leksikon verba.
bahasa Indonesia. Bunga page akan muncul pada saat fase reproduksi padi. Bunga
page berwarna putih memiliki kelopak bunga, benang sari, dan putik (biologis).
Pada saat bunga page muncul maka biji padi akan terbelah dan mengeluarkan
helai-helai bunga padi, semakin banyak bunga padi atau helaian bunga padi yang
keluar dari biji padi maka hasil padi akan semakin baik atau bagus (ideologis).
padi hal ini disebabkan karena jarak tersebut dapat mempengaruhi kualitas
bermakna jarak yaitu ‘jarak ke samping dan jarak ke bawah’. Bagi masyarakat
Desa Rumah Pil-Pil jarak dalam menanam padi dapat membantu dalam
pertumbuhan padi, sehingga padi dapat tumbuh dengan baik dan dapat membantu
dalam proses pembersihan tanaman padi dari pengganggu seperti rumput liar
padi di desa ini selalu membuat jarak ketika menanam padi (sosiologis).
c) Pupuk ‘pupuk’
pertumbuhan tanaman ataupun membantu memberi hasil yang lebih baik dari
tanaman. Begitu juga dengan masyarakat Desa Rumah Pil-Pil yang menggunakan
pupuk sebagai bahan untuk membantu pertumbuhan padi agar padi menjadi subur
dan memproleh hasil yang maksimal (ideologis). Sampai pada saat ini masyarakat
masih tetap menggunakan pupuk pada saat padi telah berumur satu bulan setelah
ditanam (sosiologis). Pupuk yang digunakan masyarakat adalah pupuk urea, KCL,
dll. Fungsinya untuk menyuburkan tanaman padi, pupuk ini memiliki warna,
bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan merk pupuk yang
digunakan, misalnya pupuk untuk daun dan pupuk untuk batang memiliki ukuran
bahan untuk membunuh hama penyebab penyakit pada tanaman padi. Ketika padi
akan mengeluarkan bunga atau sebelum bunga keluar maka para petani di Desa
Rumah Pil-Pil menyemprotkan racun pada tanaman padi agar tanaman padi
mampu untuk bertahan dan melawan penyakit yang dapat menyerang tanaman
padi (ideologis). Penggunaan racun sangat efektif untuk menjaga tanaman padi
agar tidak terserang oleh penyakit, maka dari itu para petani tetap menggunakan
racun untuk melindungi tanaman padi mereka hingga saat ini (sosiologis). Racun
memiliki banyak macam dan jenis menurut hama yang akan dibasmi (seperti
hama batang, daun, dan akar), berbahan cair, dan untuk menggunakan racun maka
angin’
memiliki makna sama dalam bahasa Indonesia yang berarti ‘padi yang saling
bertautan akibat diterpa angin’. Padi yang bertautan akibat diterpa angin adalah
padi yang telah kusut disebabkan oleh angin yang cukup kencang sehingga padi
tersebut saling terkait satu dengan yang lain (biologis). Padi yang saling mengkait
atau bertautan satu dengan yang lain tetap dapat dipanen, tetapi akibat batang padi
telah bertautan menyebabkan padi sulit untuk dipanen karena pada saat dipanen
pada saat padi telah siap untuk dipanen. Tahap ini merupakan tahap akhir
menghasilkan padi.
Tabel 4.4 Data Leksikon Perpadian Tahap Pascatanam
(Nomina) (Verba)
jerami
dijemur
kosong
panen
7. beras beras
9. bening menir
lapung
sama waktu
waktu tanam
kedalam goni
rakut mengikat
ugur-ugur menggoyangkan
padi
kosong
padi
pemurihi/basuhen
menggiling padi
23. ndiru tampi beras miari beras menampi beras
padi besar
membentuk bukit
dipanen dengan
gotongroyong
membanting
dari tungkul
jerami
Total temuan leksikon tahap pascatanam bahasa Karo di Desa Rumah Pil-
Pil adalah berjumlah 55 leksikon, terdiri atas 34 leksikon nomina dan 21 leksikon
verba.
a) Bening ‘menir’
merupakan potongan kecil dari beras. Masyarakat di desa ini tidak membuang
bening karena dapat digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat obat.
Obat yang dibuat tersebut seperti sembur dan kuning dalam masyarakat Karo yang
berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit, tidak hanya sebagai obat tetapi juga
dapat menjadi makanan untuk ternak khususnya anak ayam (ideologis) karena
bening berukuran kecil yang mudah untuk dimakan oleh anak ayam. Ukuran yang
kecil ini disebabkan karena padi yang digiling menjadi beras hancur, bentuk
bening sendiri tidak beraturanakibat hancur dari bekas menggiling padi (biologis).
Leksikon lau kanci yang dalam bahasa Indonesia sering disebut ‘air tajin’
merupakan leksikon yang masih dikenal masyarakat. Masyarakat desa ini dulunya
selalu mengkonsumsi lau kanci sebagai pengganti susu untuk anak mereka dan
sampai pada saat ini lau kanci masih tetap dipergunakan (sosiologis) namun tidak
sebanyak dulu. Hal ini disebabkan karena adanya susu formula yang lebih praktis
muncul masyarakat menggunakan lau kanci menjadi pengganti ASI karena sangat
ampuh untuk mengatasi rasa lapar padi bayi dan berguna juga untuk kesehatan
tubuh bagi orang dewasa (ideologis). Jika dilihat lau kanci memang menyerupai
susu, hanya saja lau kanci lebih bening dan memiliki rasa yang khas (biologis).
untuk menyangga tumpukan padi yang telah disabit, karena sebelum padi siap
yang cukup tinggi yaitu dengan ukuran lebih kurang setara dengan dada orang
mempermudah proses panen padi pada saat padi ingin dipisahkan dari batangnya
(ideologis). Pasuk-pasuk ini berukuran panjang 2 meter, terbuat dari kayu dan ada
juga yang terbuat dari batang asam cikala, jumlah pasuk-pasuk ini ada 4 buah
berpasangan, jarak antar pasangan tersebut berukuran setengah meter dan jarak
antara pasangan yang satu dengan pasangan lain berjarak 4-5 meter (biologis).
Kulit page merupakan bagian yang menutup atau membungkus beras yang
ada pada padi, dalam bahasa Indonesia bermakna ‘kulit padi’. Kulit page
(biologis). Kulit page ini sering digunakan masyarakat sebagai bahan untuk
membersihkan peralatan dapur yang menghitam akibat kena asap pada saat
keampuhannya piring dapat bersih dari asap yang menepel pada hanya dengan
peralatan dapur tetapi kulit page juga dapat membersihkan minyak yang
disebabkan oleh sisa makanan seperti gulai, gorengan, dan sambal dengan
noda pada alat dapur kulit page juga sering digunakan sebagai kompos pada
tanaman baik pada tanaman di sawah, di ladang, dan juga tanaman hias seperti
bunga (ideologis). Masyarakat desa ini sampai sekarang masih menggunakan kulit
page sebagai bahan untuk membantu membersihkan alat dapur dan menjadikan
e) Regen ‘miang’
Indonesia. Regen terdapat pada daun padi, berukuran kecil, berbentuk persegi
panjang, dan terasa gatal apabila kena dengan kulit (biologis). Apabila terkena
regen pada kulit maka kulit akan memerah dan terasa gatal yang berujung
dapat melindungi tangan ataupun kaki agar tidak terkena regen ke kulit langsung
dan sampai saat ini masyarakat selalu mengenakan pakaian serba panjang atau
Pada bagian ini leksikon hewan dan tumbuhan disekitar padi merupakan
leksikon yang dianggap bagian dari hewan dan juga tumbuhan yang ada di dekat
Leksikon Hewan
4 garabuai keong
8 kirik jangkrik
11 katak katak
12 lawah-lawah laba-laba
14 menci tikus
22 siri-siri capung
24 wereng wereng
Leksikon Tumbuhan
25 banggur-banggur bandotan
27 cupak-cupak kiambang/kayambang
30 genjer genjer
31 kurmil banto
33 kalinjuhang andong/ hanjuang
34 page-page jawan
(hyptis capitata)
Total temuan leksikon hewan dan tumbuhan yang ada disekitar padi dalam
bahasa Karo di Desa Rumah Pil-Pil adalah berjumlah 40 leksikon dan hanya pada
tataran nomina.
Eicah adalah salah satu jenis burung pemakan padi, burung ini memiliki bulu
yang berwarna hitam dan sangat cerdik dalam mengelabui para petani (biologis).
Hal ini dapat dibuktikan ketika petani mengeluh karena burung ini begitu sulit
untuk diusir, jenis burung lainnya akan pergi bila dibunyikan suara gotong-gotong
(kaleng yang diisi batu untuk mengusir burung) atau mendengar suara wayah-
memilih bersembunyi turun ke dalam batang padi agar tidak terlihat (ideologis).
b) nipai-nipai ‘ulat’
Nipai-nipai merupakan leksikon yang memiliki arti atau makna ‘ulat’ yang
melekat pada daun dan batang padi. Pada saat daun padi telah menguncup,
nipai yang membuat ujung daun padi mulai berwarna putih. Nipai-nipai akan
keluar dari tempatnya ketika ingin makan, nipai-nipai ini memiliki warna dan
ukuran yang berbeda-beda ada yang berwarna coklat dan ada yang berwarna hijau
begitu juga dengan ukurannya ada yang berukuran besar dan ada yang berukuran
kecil, cara nipai-nipai berjalan juga berbeda ada yang lurus dan ada juga yang
berjalan dengan mengangkat bagian tubuh depan dan belakang secara bergantian,
semakin baik kualitas daun yang dimakannya maka ukuran niapi-nipai pun
semakin cepat bertambah (biologis). Apabila hewan ini menyerang padi, maka
daun padi akan habis dimakan dan membuat daun padi rontok sehingga
mengurangi hasil panen (ideologis). Sampai saat ini nipai-nipai masih tetap
hama sehingga nipai-nipai tidak lagi menjadi masalah yang besar tetapi tetap
c) garabuai ‘keong’
berkembang di dalam air, ketika bertelur jumlah telur yang dapat dihasilkan
berjumlah puluhan butir dan berwarna merah muda yang ditinggalkan di tepi
sekitar rerumputan atau di batang padi. Garabuai memiliki cangkang yang cukup
kuat apabila telah berukuran besar, memiliki antena dan berlendir, apabila
akan keluar bila telah merasa aman sama seperti jenis keong lainnya (biologis).
Hewan ini menjadi salah satu musuh para petani padi khususnya pada saat padi
mulai ditanam di petakan sawah hingga padi berusia satu bulan, karena pada saat
itu bibit padi yang ditanam akan habis dimakan (ideologis). Hewan garabuai
menjadi musuh untuk tanaman padi, tetapi dapat juga menjadi makanan yang enak
bagi masyarakat desa ini karena garabuai sering dijadikan santapan dengan
Gambar 2
d) wereng ‘wereng’
bahasa Indonesia wereng juga disebut dengan ‘wereng’. Hal yang menyebabkan
hewan ini menjadi hewan yang sangat dikenal masyarakat Desa Rumah Pil-Pil
karena hasil panen mereka mengalami kegagalan besar yang disebabkan hewan
ini. Banyak petani yang secara total mengalami kerugian pada saat hewan ini
menyerang tepatnya sekitar 30 tahun yang lalu, dan semua petani saat itu sangat
mengingat peristiwa tersebut hingga saat ini (sosiologis). Jika dilihat, hewan
wereng ini merupakan hewan kecil yang terdiri dari beberapa jenis, ada yang
berwarna hijau (nephotettix virescens), coklat (nilavarpata lugens), dan ada juga
yang berwarna loreng (recilia dorsalis). Hewan wereng ini menyerang padi saat
padi disemai sampai padi dipanen dengan cara menghisap cairan padi pada bagian
pelepah daun (biologis). Apabila padi diserang maka daun padi akan kering
wereng hijau dan wereng loreng adalah pembawa virus untuk padi dengan
penyakit yang menyebabkan padi menjadi kerdil, oleh sebab itulah jika ketiga
jenis wereng ini menyerang padi maka para petani akan mengalami kerugian besar
e) kalinjuhang ‘andong’
sebagai pembatas antara sawah yang satu dengan sawah yang lain. Hal ini
yang dominan yaitu merah dan hijau, yang paling sering dijumpai di pematang
sawah petani desa ini adalah kalinjuhang yang berwarna hijau dengan daun yang
memiliki helaian berbentuk garis atau lanset, pangkal yang berbentuk baji dan
ujung runcing jika telah memiliki umur yang tua tingginya bisa mencapai 2-4
meter (biologis). Biasanya kalinjuhang ini juga sering digunakan sebagai tempat
Gambar 3
f) banggur-banggur ‘bandotan’
ditemukan disekitaran padi, warna tumbuhan ini hijau dan batangnya memiliki
ungu ketika mekar (biologis). Tumbuhan ini sering digunakan menjadi obat ketika
terkena luka iris atau goresan kecil yang mengeluarkan darah karena tumbuhan ini
mampu untuk menghentikan pendarahan pada luka (ideologis). Maka dari itu
masyarakat khususnya petani yang terkena luka saat bekerja akan mencari
tumbuhan ini, mengambil daunnya lalu dipiuh dan ditempelkan pada luka
(sosiologis).
Pada bagian leksikon hasil olahan padi yang diambil hanya leksikon
olahan padi yang menjadikan padi sebagai bahan utama hasil olahannya dan
merupakan hasil olahan padi yang ada dan juga melekat pada masyarakat di Desa
Rumah Pil-Pil karena tidak hanya dikonsumsi semata namun juga digunakan
daun pisang
dalam bambu
6 dol-dol/jenang dodol
dalam bambu
11 tapai tapai
12 tepung tepung
13 wajit wajik
Total temuan leksikon hasil olahan padi dalam bahasa Karo di Desa
Rumah Pil-Pil adalah berjumlah 13 leksikon dan hanya pada tataran nomina.
a) cimpa lepat ‘beras yang ditumbuk halus dan dibungkus daun pisang’
Cimpa lepat memiliki makna ‘beras yang ditumbuk halus dan dibungkus
daun pisang’ yang merupakan salah satu jenis olahan dari padi dengan rasa manis
dari gula aren dan memiliki rasa hangat setelah dimakan yang berasal dari sedikit
campuran bubuk lada, memiliki warna coklat dan dibungkus dengan daun pisang
dengan ukuran yang kecil (biologis). Cimpa lepat dalam masyarakat Desa Rumah
Pil-Pil selalu dijadikan sebagai makanan yang diharuskan ada ketika dilakukannya
acara mbengket rumah mbaru ‘memasuki rumah baru’ karena dianggap sebagai
simbol serupa dengan cimpa tersebut, yaitu agar keluarga yang menempati rumah
yang baru itu akan memiliki kehidupan yang manis dan hangat (ideologis). Setiap
masyarakat yang hendak memasuki rumah baru menu cimpa lepat akan menjadi
Pah-pah merupakan makanan dari hasil olahan padi yang memiliki makna
‘padi yang digongseng dan ditumbuk pipih’. Pah-pah selalu ada disetiap rumah
para petani padi yang padinya telah siap dipanen sebagai tanda bahwa mereka
telah siap memanen padi mereka (ideologis). Hal ini selalu dilakukan para petani
padi namun, belakangan ini telah jarang dijumpai para petani membuat pah-pah
tenaga karena padi yang telah dipilih dan disesuaikan takarannya akan digongseng
terlebih dahulu kemudian ditumbuk dalam lesung hingga pipih dan terpisah padi
dari beras, setelah padi pipih maka langkah selanjutnya padi tersebut ditampi
untuk memisahkan beras pipih dari kulit padi (biologis). Proses ini menjadi salah
lainnya adalah telah jarang pula dijumpai lesung berukuran besar yang biasa
digunakan untuk membuat pah-pah, selanjutnya para orang tua yang dulunya suka
membuat olahan padi ini tidak lagi membuatnya dan sebagian lagi mengatakan
bahwa mereka tidak kuat lagi menggigit pah-pah tersebut yang akhirnya membuat
Namun, yang memenuhi kriteria menjadi responden hanya 1050 orang saja. Jadi,
jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 105 orang yang dibagi dalam tiga
kelompok usia. Pertama kelompok usia 15-20 tahun, kedua kelompok usia 21-45
tahun, dan ketiga kelompok usia >45 tahun dengan masing-masing jumlah
responden tentang leksikon perpadian dalam bahasa Karo diajukan tiga pilihan
3. Pilihan 3 bermakna tidak mengenal, tidak pernah melihat, dan tidak pernah
menggunakan.
nomina bahasa Karo dengan tiga kelompok responden yang dibagi berdasarkan
kelompok usia yaitu usia 15-20 tahun, usia 21-45 tahun, dan usia >45 tahun
dengan jumlah 105 orang. Jumlah informan tiap kelompok usia adalah 35 orang.
Dari hasil pengujian dan analisis data yang dilakukan, maka pemahaman
Tabel 4.7
Kategori
JP % JP % JP %
3. Leksikon tahap pasca tanam 2971 83,2% 164 4,6% 435 12,2%
jumlah pemahaman (JP) sebanyak 10028 dan rata-rata berjumlah 81%. Kategori
II, jumlah pemahaman (JP) sebanyak 654 dan rata-rata berjumlah 5,2%. Kategori
III, jumlah pemahaman (JP) sebanyak 1708 dan rata-rata berjumlah 13,8%.
leksikon yang terendah dalam kategori I adalah kelompok leksion tahap tanam
Jumlah pemahaman (JP) pada kategori 3 adalah 1708 (13,8 %), sementara jumlah
pemahaman(JP) pada kategori 2 adalah 654 (5,2 %), itu artinya terjadi
peningkatan penyusutan pemahaman sebesar 8,6 %. Hal itu disebabkan kelompok
usia remaja (12-20 tahun) mayoritas ada pada kategori 3. Berikut ini gambaran
Kategori I 81%
Gambar 4
cangkul, galungi, galungi, kubang, peren/dukut, patuk, rengkat, taneh, urat, yang
diujikan pada tiga generasi dengan hasil analisis nomina tahap pratanam dapat
dan tidak pernah menggunakan) JP 34 (2,7 %). Dan pada Kategori 3 (tidak
mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah
Pil-Pil.
sawah hingga paditumbuh dan menghasilkan buah hingga siap untuk dipanen.
Leksikon nomina pada tahap ini berjumlah 19 leksikon yaitu, bunga page, beltek
laki, beltek beru, gotong-gotong, lapat, lapang lau, matana, nali plastik, ndumen,
taneh penambat, wayah-wayah, wereng, yang diujikan pada tiga generasi dengan
hasil analisis nomina tahap tanam dapat dirangkum bahwa pemahaman pada
JP 143 (7,2 %). Dan Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak
pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 414 (20,7 %).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa leksikon tahap pratanam tergolong masih
saat padi siap untuk dipanen. Leksikon nomina pada tahap ini berjumlah 34
leksikon yaitu, abu, amak, ampam berat, ayan, bulung metua, buah, beras,
betah,
bening, batar-batar, ember, erprihpih/plujau, guni, kulit page, kedep, keben,
kipas, lapung, lesung, lau kanci, lau pemurihi/basuhen, mesin nggiling, ndiru,
simaspas, turiang, yang diujikan pada tiga generasi dengan hasil analisis nomina
dengan JP 2971 (83,2 %). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah
melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) JP 164 (4,6 %).
mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 435 (12,2 %). Hasil
analisis data menunjukkan bahwa leksikon tahap pasca tanam tergolong masih
tumbuhan yang berada disekitar padi dimana, hewan dan tumbuhan ini ada saat
masyarakat menanam padi. Baik hewan dan tumbuhan tersebut mengganggu atau
leksikon yaitu, bur-bur, eicah, eirah, garabuai, gaya, kacinanau, kedi-kedi, kirik,
perkis mbiring, perkis gara, perkis berngi, pua, ribu-ribu, siri-siri, singkai,
dengan hasil analisis nomina hewan dan tumbuhan sekitar padi dapat dirangkum
tidak pernah menggunakan) JP 256 (6,1 %). Dan Kategori 3 (tidak mengenal,
menggunakan) dengan JP 703 (16,7 %). Hasil analisis data menunjukkan bahwa
leksikon hewan dan tumbuhan sekitar padi tergolong masih dikenal oleh
Leksikon hasil olahan padi adalah leksikon dari hasil mengolah padi yang
dibuat oleh masyarakat setempat. Leksikon nomina pada bagian ini berjumlah 13
leksikon yaitu, cimpa matah, cimpa tuang, cimpa unung-unung, cimpa lepat,
tepung, wajit, yang diujikan pada tiga generasi dengan hasil analisis nomina hasil
1177 (86,2 %). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat,
dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 131 (9,6 %). Hasil analisis data
menunjukkan bahwa leksikon hasil olahan padi tergolong masih dikenal oleh
Tabel 4.8
Kategori
JP % JP % JP %
Jumlah 4035 7 88
Dari uraian tabel di atas, terdata 118 leksikon nomina yang dikelompokkan
kategori 1 jumlah pemaham 4035 (97,7 %). Jumlah pemaham tertinggi pada
420 (100 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap tanam dengan
hewan dan tumbuhan sekitar padi dengan jumlah pemaham 4 (0,3 %). Kelompok
leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pratanam, leksikon tahap tanam, dan
(0 %).
leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 28 (4,2 %). Kelompok leksikon
bahasa Karo untuk generasi usia≥ 60 tahun jumlah pemaham yang paling tingg i
Tabel 4.9
JP % JP % JP %
generasi usia 21-45 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah
pemaham 3495 (84,6 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh
kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 412 (98,1 %).
leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 62 (9,3 %). Kelompok leksikon
terendah diperoleh leksikon tahap pratanam, dengan jumlah pemaham 8 (1,9 %).
leksikon perpadian dalam bahasa Karo untuk generasi usia 21-45 tahun jumlah
pemaham yang paling tinggi adalah pada kategori 1 (pernah melihat, mendengar,
Tabel 4.10
Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap
Leksikon Nomina Generasi Usia 15-20 Tahun
Kategori
JP % JP % JP %
3. Leksikon tahap pasca tanam 767 64,4 109 9,2 314 26,4
generasi usia 15-20 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah
pemaham 2498 (60,5 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh
kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 369 (87,8 %).
leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 81 (12,2 %). Kelompok leksikon
terendah diperoleh leksikon tahap pratanam, dengan jumlah pemaham 26 (6,3 %).
leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 300 (45,1 %). Kelompok leksikon
bahasa Karo untuk generasi usia 15-20 tahun jumlah pemaham yang paling tinggi
Suka Makmur dengan tiga generasi kelompok usia > 45 tahun , usia 25 - 44 tahun
, dan 12- 24 tahun. Pemahaman leksikon verba dalam bahasa Karo khususnya
Tabel 4.11
Kategori
JP % JP % JP %
3. Leksikon tahap pasca tanam 1533 69,5 282 12,8 390 17,7
jumlah pemahaman (JP) sebanyak 3731 dan rata-rata berjumlah 71,1 %. Kategori
2, jumlah pemahaman (JP) sebanyak 898 dengan jumlah rata-rata 17,1 %.
Kategori 3 jumlah pemahaman (JP) 621 dan jumlah rata-rata 11,8 %. Dalam
leksikon yang terendah dalam Kategori 1 adalah kelompok leksikon tahap pasca
pratanam dengan JP 385 (20,4 %), kelompok leksikon terendah adalah kelompok
282 (12,8 %). Kategori 3 kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi
adalah leksikon tahap pasca tanam dengan JP 390 (17,7 %), dan kelompok
dengan jumlah perbandingan 5,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok
usia 15-20 mayoritas pada kategori 2 hanya pernah mendengar namun tidak
Kategori I 71,1%
Gambar 5
Pemahaman guyup tutur dalam bahasa karo terhadap leksikon verba tahap
pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 811 (70,2 %). Untuk
tidak pernah menggunakan) JP 231 (20 %). Dan Kategori 3 (tidak mengenal,
menggunakan) dengan JP 113 (9,8 %). Hasil analisis data menunjukkan bahwa
leksikon tahap pratanam tergolong masih dikenal oleh masyarakat di Desa Rumah
Pil-Pil.
4.2.2.2 Pemahaman Masyarakat Desa Rumh Pil-Pil Terhadap Leksikon
Pemahaman guyup tutur dalam bahasa Karo terhadap leksikon verba tahap
tanam terdiri atas 11 leksikon verba yaitu, nembis, ngembak, ngerau-rau, nuan
page, ngerampati, mupuki mompa, murau, muluti, najuk, mitut galungi. Kategori
dengan JP 1201 (95,3 %). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah
Pemahaman guyup tutur dalam bahasa Karo terhadap leksikon verba tahap
pasca tanam terdiri atas 21 leksikon verba yaitu, njemur page, make amak, rakut
mendengar, dan tidak pernah menggunakan) JP 282 (12,8 %). Dan Kategori 3
(tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak
pernah menggunakan) dengan JP 390 (17,7 %). Hasil analisis data menunjukkan
bahwa leksikon tahap pratanam tergolong masih dikenal oleh masyarakat di Desa
Rumah Pil-Pil.
Tabel 4.12
Kategori
JP % JP % JP %
Jumlah 1726 15 9
kategori 1 jumlah pemaham 1726 (98,6 %). Jumlah pemaham tertinggi pada
630 (100 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap tanam dengan
leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 11 (2,9 %). Kelompok leksikon
tahap pasca tanam dengan jumlah pemaham 9 (1,2 %). Kelompok leksikon
terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dan tahap tanam dengan jumlah
pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo untuk generasi usia ≥ 45 tahun
jumlah pemaham yang paling tinggi adalah pada kategori 1 (pernah melihat,
mendengar, dan menggunakan) dengan jumlah pemaham 1726 (98,6 %). dan
Tabel 4.13
Kategori
JP % JP % JP %
generasi usia 21-45 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah
pemaham 1446 (82,6 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh
kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 534 (84,8 %).
Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pasca tanam dengan jumlah
leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pasca tanam, dengan jumlah pemaham
45 (6,1 %).
leksikon pasca tanam dengan jumlah pemaham 108 (14,7 %). Kelompok leksikon
bahasa Karo untuk generasi usia 21-45 tahun jumlah pemaham yang paling tinggi
memperoleh persentase pemaham terendah dengan jumlah pemaham 118 (6,7 %).
Tabel 4.14
Kategori
JP % JP % JP %
3. Leksikon tahap pasca tanam 229 31,2 233 31,7 273 37,1
generasi usia 15-20 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah
pemaham 559 (32 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh
kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 223 (35,4 %).
leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 293 (46,5 %). Kelompok
leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pasca tanam, dengan jumlah pemaham
leksikon pasca tanam dengan jumlah pemaham 273 (37,1 %). Kelompok leksikon
dalam bahasa Karo untuk generasi usia 15-20 tahun jumlah pemaham yang paling
tinggi adalah pada kategori 2 (pernah mendengar) dengan jumlah pemaham 697
(39,8 %) dan kategori 3 (tidak tau sama sekali) memperoleh persentase pemaham
hasil dari setiap pemahaman leksikon nomina dan verba dari ketiga kategori dan
kelima kelompok leksikon dalam tiga tingkatan usia yang telah ditentukan. Dari
penggabungan tabel leksikon nomina dan verba akan terlihat jelas bagaimana
tingkat pemahaman pada tiga kategori usia dalam setiap kelompok leksikon.
Kategori
Nomina JP % JP % JP %
Jumlah 4035 7 88
Kategori
Verba JP % JP % JP %
Jumlah 1726 15 9
(98,6 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon nomina dengan jumlah
verba bahasa Karo untuk generasi usia ≥ 45 tahun jumlah pemaham yang paling
tinggi adalah pada leksikon verba dengan jumlah pemaham 1726 (98,6 %). Hal ini
Tabel 4.16
Kategori
Nomina JP % JP % JP %
Kategori
Verba JP % JP % JP %
Dari uraian tabel di atas dapat disimpulkan jumlah pemaham tertinggi pada
(84,6 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon verba dengan jumlah
pemaham 186 (10,7 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon nomina
dengan jumlah pemaham 244 (5,9 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan
jumlah pemaham 391 (9,5 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon
verba dengan jumlah pemaham 118 (6,7%). Dengan demikian secara keseluruhan
verba bahasa Karo untuk generasi usia ≥ 45 tahun jumlah pemaham yang paling
tinggi adalah pada leksikon nomina dengan jumlah pemaham 3495 (84,6 %).Hal
Tabel 4.17
Kategori
Nomina JP % JP % JP %
3. Leksikon tahap pasca tanam 767 64,4 109 9,2 314 26,4
Verba JP % JP % JP %
3. Leksikon tahap pasca tanam 229 31,2 233 31,7 273 37,1
2498 (60,5 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon verba dengan
jumlah pemaham 559 (32 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan deskripsi
pemaham 697 (39,8 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon nomina
dengan jumlah pemaham 403 (9,7 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan
jumlah pemaham 1229 (29,8 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon
verba dengan jumlah pemaham 494 (28,2 %). Dengan demikian secara
nomina dan verba bahasa Karo untuk generasi usia 15-20 tahun jumlah pemaham
yang paling tinggi adalah pada leksikon nomina dengan jumlah pemaham 2498
(60,5 %).Hal ini membuktikan generasi usia 15-20 tahun lebihmengenal dan
perpadian.
BAB V
5.1 Simpulan
(1) leksikon perpadian tahap pratanam (2) leksikon perpadian tahap tanam
(3) leksikon perpadian tahap pasca tanam (4) leksikon hewan dan
tumbuhan di sekitar padi (5) leksikon hasil olahan padi. Dari lima
diujikan pada tiga generasi manusia dengan usia >60 tahun, usia 25 - 59
dengan 21-45 tahun berjumlah 13,1 % dan jumlah penyusutan dari usia
21-45 tahun dengan 15-20 tahun berjumlah 24.1 % pada tataan nomina.
Pada tataran verba jumlah penyusutan pada tiap generasi adalah dari usia
kepada Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil agar dapat melestarikan budaya Karo dan
perpadian.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. (edisi revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Muhlhausler, Peter and Alwin Fill (Eds.) 2001. The Ecolinguistics Reader :
Language,Ecology and Environment. London and New York: Continuum.
Riskyansyah, M Rozy. 2015. “Leksikon Nomina dan Verba Bahasa Jawa dalam
Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa: Kajian Ekolinguistik”
(Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.
Lampiran II
Tabel 2.1
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON NOMINA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia ≥45 Tahun
Tabel 2.2
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON NOMINA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia 21-45 Tahun
Tabel 2.3
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON NOMINA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia 15-20 Tahun
Lampiran 3
Tabel 3.1
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON VERBA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia Usia ≥45 Tahun
Tabel 3.2
Tabel 3.3
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON VERBA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Lampiran IV
Data Informan
Nama : Supan Br. Ginting
Usia : 74 Tahun
Pekerjaan : Petani
Data Responden
Data Responden Kelompok Usia >45 Tahun
No. Nama Pekerjaan
1. M Ginting Petani
2. T Bukit Petani
3. N Tarigan Petani
4. S Br. Ginting Petani
5. M Br. Tarigan Petani
6. R Karo-Karo Petani
7. J Karo-Karo Petani
8. P Gurusinga Petani
9. N Karo-Karo Petani
10. D Tarigan Petani
11. S Ginting Petani
12. E Gurusinga Petani
13. J Sitepu Petani
14. Y Ginting Petani
15. S Tarigan Petani
16. I Br Tarigan Petani
17. T Br Kaban Petani
18. B Bukit Petani
19. E Br. Tarigan Petani
20. H Br. Sembiring Petani
21. R Br. Pandia Petani
22. P Bangun Petani
23. H Br. Prangin-Angin Petani
24. A Gurusinga Petani
25. G Karo-Karo Petani
26. T Ginting Petani
27. R Ginting Petani
28. R Ketaren Petani
29. K Sembiring Petani
30. P Br. Sembiring Petani
31. Y Kembaren Petani
32. Y Ginting Petani
33. S Prangin-Angin Petani
34. N Barus Petani
35. N Tarigan Petani
Gambar 5.5 Foto Bersama Informan Gambar 5.6 Foto Bersama Responden
Gambar 5.7 Pegunguni Page