Anda di halaman 1dari 123

LEKSIKON PERPADIAN DALAM BAHASA KARO

KAJIAN EKOLINGUISTIK

SKRIPSI

GITA ESIKEL BR TARIGAN

140701034

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan
penulis ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar
sarjana yang penulis peroleh.

Medan, Agustus 2018

Penulis,

Gita Esikel Br. Tarigan

NIM 140701034
LEKSIKON PERPADIAN DALAM BAHASA KARO
KAJIAN EKOLINGUISTIK

ABSTRAK

Penelitian ini membahas leksikon nomina dan verba bahasa Karo dalam
lingkungan perpadian di Desa Rumah Pil-Pil melalui perspektif ekolinguistik.
Penelitian ini bertujuanuntuk mendeskripsikan leksikon nominadan verba bahasa
Karo dalam lingkungan perpadian di Desa Rumah Pil-Pil dan gambaran
pemahaman masyarakat terhadap leksikon nominadan verba dalam lingkungan
perpadian. Penelitian ini merupakan penelitiandeskriptif kualitatif.Untuk
melengkapi hasil penelitian, juga digunakan metode kuantitatif.Data yang
digunakan untuk mendukung penelitian diambil dengan teknik wawancara,
observasi, dan penyebaran kuesioner.Data penelitian ini adalah leksikon
nominadan verba yang terkait dengan leksikon perpadian di Desa Rumah Pil-Pil.
Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa leksikon perpadian dalam bahasa Karo
di Desa Rumah Pil-Pil terdiri atas 5 kelompok leksikon yaitu (1) leksikon tahap
pratanam; (2) leksikon tahap tanam;(3) leksikon tahap pascatanam; (4) leksikon
hewan dan tumbuhan di sekitar padi; (5) leksikon hasil olahan padi di Desa
Rumah Pil-Pil. Dari lima kelompokleksikon tersebut diperoleh 118 leksikon
nomina dan 50 leksikon verba.Total leksikon yang ditemukan dalam
lingkunganperpadian di Desa Rumah Pil-Pil adalah 168 leksikon. Dari hasil
pengujianpemahaman masyarakat DesaRumah Pil-Pil terhadap leksikon perpadian
diperoleh hasil bahwa telah terjadi penyusutan pemahaman pada setiap kelompok
usia responden terutama kelompok usia remaja. Pemahaman responden terhadap
leskikon nominapada usia ≥45 tahun adalah 97,7 %, usia 21-45 tahun 84,6 %, dan
usia 15-20 tahun 60,5 %. Pemahaman responden terhadap leksikon verbapada
usia≥ 45 tahun98,6 %, usia 21-45 tahun 82,6 %, dan usia 15-21 tahun 39,8 %.

Kata kunci : tingkat pemahaman, leksikon ekologi, perpadian, ekolinguistik


PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
setia dan penyertaan-Nya dalam hidup penulis. Sungguh sebuah anugerah yang
luar biasa, Tuhan memberikan hikmat dan kebijaksanaan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.

Skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis tidak lepas dari dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan spritual, seperti doa, nasihat,
dan petunjuk praktis maupun materi. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih dengan setulus hati kepada :

1. Dr.Budi Agustono M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas


Sumatera Utara serta Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III.
2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai ketua Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Drs. Amhar Kudadiri M. Hum., sebagai sekretaris Program Studi Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Pribadi Bangun, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang telah berjerih
payah dalam membimbing penulis dalam menyusun skripsi. Terima kasih atas
waktu, ilmu, dan saran yang telah Bapak berikan kepada penulis.
5. Dr. Dwi Widayati, M.Hum., sebagai dosen penguji skripsi dan pembimbing
akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis
selama mahasiswa.
6. Dra. Rosliana Lubis, M.Si., sebagai dosen penguji skripsi yang telah
memberikan masukan dan kritik yang membantu penulis menyempurnakan
skripsi.
7. Bapak dan Ibu sebagai tenaga pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan
ilmu, bimbingan, dan pengajaran berbagai materi perkuliahan selama penulis
mengikuti perkuliahan.
8. Orangtua penulis yang sangat penulis kasihi, N Tarigan Tua danalm. R Br.
Sembiring Pandia. Terima kasih atas doa, kasih sayang, perhatian, dukungan
materi dan hal lainnya yang telah Ayah dan Ibu berikan kepada penulis.
9. Saudara-saudara terkasih, Abang penulis (Edi Erguna Tarigan) dan Adik
penulis (Gina Elisa Br. Tarigan) yang memberikan motivasi, perhatian, canda
tawa dan kasih sayang kepada penulis setiap harinya terlebih pada saat
pengerjaan skripsi ini.
10. Bolang dan iting sebagai orang yang begitu luar biasa dalam hidup penulis,
orang yang membuat penulis dapat bertahan dan menjadikan mereka orang
yang begitu penulis kasihi.
11. Teman-teman penulis yang super “aneh” namun tetap menjadi orang-orang
yang berpengaruh dalam perjalanan perkuliahan penulis hingga sekripsi yaitu
grup The Baling yang beranggotakan Cristina Natalia Sianturi (bulek),
Jonathan Sitanggang (unggas), Lamganda Hinsa Simbolon (bg gaga), Siska
Devi Raja Gukguk (urat), dan Veronika Santy Sihombing (chachak). Terima
kasih atas dukungan, doa, motivasi, canda tawa, kegilaan, perdebatan, dan
setiap keanehan yang kita lewati selama ini. Terimakasih juga untuk setiap
kesedihan, kesalahpahaman, keegoisan, dan kepahitan yang kita lalui bersama.
Tidak lupa juga kepada Putra Simatupang, orang yang selalu berusaha ada
disaat penulis membutuhkan bantuan. Biarlah kiranya Tuhan yang selalu
menyertai kita dan andalkan Tuhan dalam kehidupan kita.
12. Pemerintah Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
13. Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara yang telah bersedia menyediakan waktu untuk
diwawancarai penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu. Semoga kita selalu merasakan penyertaan Tuhan.

Medan, Agustus 2018

Gita Esikel Br. Tarigan


DAFTAR SINGKATAN, GAMBAR, DAN TABEL

Daftar Singkatan

ASI : air susu ibu

dkk. : dan kawan-kawan


dll. : dan lain-lain
ha : hektar
Km : Kilometer
LK : Laki-laki
PR : Perempuan
JP : Jumlah Pemahaman

Daftar Gambar

Gambar 1 : Peta Desa Rumah Pil-Pil

Gambar 2 : Keong

Gambar 3 : Kalinjuhang

Gambar 4 : Diagram Rangkuman Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil


Terhadap Leksikon Nomina Perpadian Dalam Bahasa Karo

Gambar 5 : Diagram Rangkuman Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil


Terhadap Leksikon Verba Perpadian Dalam Bahasa Karo

Daftar Tabel

Tabel 4.1 :Data Pengelompokan Leksikon Perpadian dalam Bahasa Karo

Tabel 4.2 :Data Leksikon Perpadian Tahap Pratanam

Tabel 4.3 :Data Leksikon Perpadian Tahap Tanam

Tabel 4.4 :Data Leksikon Perpadian Tahap Pascatanam


Tabel 4.5 :Data Leksikon Hewan dan Tumbuhan Disekitar Padi

Tabel 4.6 :Data Leksikon Hasil Olahan Padi

Tabel 4.7 :Deskripsi Pemahaman Leksikon Nomina dalam Bahasa Karo pada
Tiga Kelompok Usia

Tabel 4.8 :Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap


Leksikon Nomina Generasi Usia ≥ 45

Tabel 4.9 :Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap


Leksikon Nomina Generasi Usia 21-45 Tahun

Tabel 4.10 :Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap


Leksikon Nomina Generasi Usia 15-20 Tahun

Tabel 4.11 :Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap


Leksikon Verba Pada Tiga Kelompok Usia

Tabel 4.12 :Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap


Leksikon Verba Pada Generasi Usia ≥ 45 Tahun

Tabel 4.13 :Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap


Leksikon Verba Pada Generasi Usia 21-45 Tahun

Tabel 4.14 :Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap


Leksikon Verba Pada Generasi Usia 15-20 Tahun

Tabel 4.15 :Deskripsi Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo


terhadap Leksikon Nomina dan Verba pada Generasi Usia ≥45
Tahun

Tabel 4.16 :Deskripsi Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo


terhadap Leksikon Nomina dan Verba pada Generasi Usia 21--45
Tahun

Tabel 4.17 :Deskripsi Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo


terhadap Leksikon Nomina dan Verba pada Generasi Usia 15-20
Tahun
DAFTAR ISI

ABSTRAK...............................................................................................................i

PRAKATA..............................................................................................................ii

DAFTAR SINGKATAN, GAMBAR, DAN TABEL.........................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Batasan Masalah...............................................................................................4

1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................5

1.4 Tujuan Penelitian...............................................................................................5

1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................................5

1.5.1 Manfaat Teoretis.............................................................................................5

1.5.2 Manfaat Praktis..............................................................................................6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA......7

2.1 Konsep...............................................................................................................7

2.1.1 Leksikon.........................................................................................................7

2.1.1.1 Kata Benda (Nomina).................................................................................8

2.1.1.2 Kata Kerja (Verba)......................................................................................9

2.1.2 Perpadian.......................................................................................................9

2.1.3 Bahasa Karo..................................................................................................10

2.1.4 Bahasa dan Lingkungan................................................................................10

2.2 Landasan Teori................................................................................................13

2.2.1 Ekolinguistik................................................................................................13

2.3 Tinjauan Pustaka.............................................................................................16

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................21


3.1 Metode Penelitian.............................................................................................21

3.2 Lokasi Penelitian..............................................................................................22

3.3 Sumber Data....................................................................................................23

3.4 Teknik Pengumpulan Data..............................................................................24

3.5 Metode Dan Teknik Analisis Data..................................................................25

3.6 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data.............................................................28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................29

4.1 Leksikon Perpadian dalam Bahasa Karo.........................................................29

4.1.1 Leksikon Perpadian Tahap Pratanam...........................................................30

4.1.2 Leksikon Perpadian Tahap Tanam...............................................................34

4.1.3 Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam......................................................39

4.1.4 Leksikon Hewan dan Tumbuhan di Sekitar Padi.........................................46

4.1.5 Leksikon Hasil Olahan Padi.........................................................................54

4.2 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Perpadiandalam Bahasa Karo.........................................................................56

4.2.1Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil pada Tiga Kelompok

UsiaTerhadap Leksikon Nomina dalam Bahasa Karo..................................57

4.2.2 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil pada Tiga Kelompok

UsiaTerhadap Leksikon Verba dalam Bahasa Karo....................................68

4.2.3 Perbandingan Tingkat Pemahaman Leksikon Nomina dan Verba


Perpadian dalam Bahasa Karo.....................................................................76

BAB V SIMPULAN DAN SARAN....................................................................82

5.1 Simpulan..........................................................................................................82

5.2 Saran................................................................................................................84

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................85

LAMPIRAN.........................................................................................................87
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dan lingkungan memiliki hubungan timbal balik satu sama lain.

Manusia sebagai makhluk hidup dalam melakukan aktivitas sehari-hari senantiasa

tidak lepas dari lingkungannya. Lingkungan manusia tersebut berupa lingkungan

ragawi dan lingkungan buatan. Lingkungan ragawi merupakan lingkungan alam

yang berarti keadaan atau kondisi sekitar yang memengaruhi perkembangan dan

tingkah laku organisme sedangkan lingkungan buatan merupakan lingkungan

hasil pemikiran manusia seperti sosial budaya. Manusia memerlukan lingkungan

ragawi sebagai penunjang kehidupan sehari-hari seperti tempat tinggal, makanan,

minuman, pakaian, dan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk bertahan

hidup. Lingkungan buatan diperlukan manusia untuk berinteraksi dengan manusia

lain seperti bertukar pikiran dan bersosial budaya. Berinteraksi dengan manusia

lain dan bersosial budaya merupakan hal yang tidak lepas dari bahasa, karena

melalui bahasa maka kita dapat menyalurkan apa yang hendak kita ingin

sampaikan disebabkan karena bahasa adalah lambang bunyi yang digunakan

masyarakat untuk saling mengerti satu dengan yang lain dan terjalin suatu

interaksi yang dilakukan secara terus menerus dan akhirnya menjadi suatu budaya

dalam bersosial. Apabila kita mengaitkan antara bahasa dan lingkungan maka

ekolinguistik adalah bidang kajian yang tepat, hal ini disebabkan karena

ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner menyanding ekologi dan

linguistik (Mbete, 2009:1). Ekologi adalah cabang ilmu yang bertalian erat dengan
kehidupan sehari-hari dengan mengkaji hubungan organisme-organisme atau

kelompok-kelompok organisme yang memiliki hubungan timbal balik terhadap

lingkungannya sedangkan linguistik merupakan bahasa yang digunakan

penuturnya sehari-hari. Jadi, ekolingustik adalah ilmu yang mempelajari tentang

bahasa yang digunakan masyarakat yang bertalian dengan kehidupan sehari-hari.

Begitu juga dengan masyarakat Desa Rumah Pil-Pil yang menggunakan bahasa

untuk berintraksi dengan yang lain, menjalin hubungan dan menciptakan suatu

kebudayaan. Berbicara tentang budaya, masyarakat di desa ini merupakan

masyarakat yang berbudaya. Salah satu budaya dari masyarakat ini adalah

bercocok tanam baik itu pada tanaman muda ataupun tanaman tua. Masyarakat

yang tinggal di desa ini didominasi oleh orang-orang dari suku Karo dan yang

menjadi tanaman andalan masyarakat desa ini adalah padi, karena tanaman padi

sangat cocok ditanam di tempat ini karena tanahnya yang subur, sumber air yang

memadai, dan juga lahan-lahan yang mendukung untuk menanam tanaman padi.

Namun, pada saat sekarang ini budaya bercocok tanam padi ini perlahan mulai

berkurang dan mengalami penyusutan sehingga berpengaruh terhadap bahasa

yang digunakan yang mengakibatkan punahnya leksikon dalam lingkungan

perpadian. Leksikon perpadian ini diklasifikasikan menjadi 5 kelompok yaitu : (1)

leksikon perpadian tahap pratanam, (2) leksikon perpadian tahap tanam, (3)

leksikon perpadian tahap pascatanam, (4) leksikon hewan dan tumbuhan di sekitar

padi, dan (5) leksikon hasil olahan padi. Keseluruhan kelompok leksikon ini

hampir punah dari masyarakat tersebut terutama pada generasi muda yang

disebebkan karena mulai menyusutnya budaya bercocok tanam tersebut. Salah

satu contoh leksikon perpadian yang mulai mengalami penyusutan adalah


keben‘lumbung padi’ yang dulunya sangat akrab di lingkungan perpadian. Keben

‘lumbung padi’ adalah salah satu leksikon yang terdapat dalam kelompok

pascatanam yang hampir dilupakan masyarakat yang disebabkan oleh

perkembangan zaman dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan. Tidak hanya

leksikon keben namun akibat sistem pertanian tradisional yang mulai mengalami

pergeseran bahkan sudah ada yang mengalami kepunahan mengakibatan

bergesernya leksikon perpadian karena penggunaan sistem pertanian modern,

seperti: ngerik ‘merontokkan gabah dari malai dengan dipijak secara terus

menerus’, merupakan leksikon verba yang mulai mengalami pergeseran dalam

perpadian yang masuk kedalam kelompok leksikon perpadian pada tahap

pascatanam. Bukan hanya leksikon verba yang mengalami pergeseran dan

kepunahan, tetapi juga bagian leksikon nomina yang merupakan komponen

ekosistem perpadian.

Contoh pengklasifikasian leksikon perpadian tahap pascatanam

NO Nomina Glos Nomina Verba Glos Verba

1 batar- alat dari bambu untuk - -

batar memisahkan lapung

2 keben tempat menyimpan - -

padi atau lubung padi

3 - - ngerik merontokkan

gabahdarimalaidengan

dipijak
Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan sosiokultural

penggunaan dari leksikon-leksikon tersebut di atas akan mulai hilang. Akibatnya,

generasi ke generasi tidak lagi menggunakan atau mengenal leksikon kedaerahan

yang berkaitan langsung dengan lingkungan ragawi masyarakat setempat karena

referennya tidak ada lagi.

Kecilnya perhatian terhadap lingkungan, khususnya bidang perpadian,

hanyalah sebagian kecil penyebab ekosistem bertambah krisis dan

memprihatinkan, hingga pada akhirnya leksikon-leksikon yang ada pada

ekosistem tersebut mengalami pergeseran dan menjadi punah. Dilatarbelakangi

oleh fenomena perubahan lingkungan ragawi yang semakin memprihatinkan,

dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mendeskripsikan leksikon bahasa Karo

dalam lingkungan perpadian dan keberadaan penggunaannya oleh masyarakat di

Kecamatan Sibolangit, khususnya Desa Rumah Pil-Pil melalui perspektif

ekolinguistik.

1.2 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yang akan dibahas

untuk menghindari kesalahpahaman dan kerancuan sehingga permasalahan

terfokus pada penelitian yang berjudul “Leksikon Perpadian dalam Bahasa Karo:

Kajian Ekolinguistik”. Penelitian ini dibatasi pada leksikon perpadian dalam

tataran nomina dan tataran verba dalam bahasa Karo di Desa Rumah Pil-Pil

Kecamatan Sibolangit.
1.3 Rumusan Masalah

1. Apa sajakah leksikon yang ada di Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit,

Kabupaten Deli Serdang khususnya pada perpadian?

2. Bagaimanakah pemahaman leksikon perpadian dalam masyarakat Karo pada

tiga tingkat generasi usia (remaja, dewasa, dan tua) di Desa Rumah Pil-Pil,

Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang?

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menjawaban apa yang ada dalam

rumusan masalah. Tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan leksikon perpadian pada masyarakat Karo yang ada di Desa

Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

2. Mendeskripsikan pemahaman masyarakat Karo pada tiga tingkat generasi usia

(remaja, dewasa, dan tua) terhadap leksikon perpadian di Desa Rumah Pil-Pil,

Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat manfaat yang dapat dibagi menjadi manfaat teoritis

dan manfaat praktis, manfaat tersebut adalah sebagai berikut ini :

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat menjadi sumbangan bagi khazanah

pengetahuan ilmu bahasa khususnya dalam kajian ekolinguistik. Dapat menjadi

salah satu bahan informasi dan bahan rujukan yang relevan dalam penelitian
leksikon. Mengembangkan dan memperkaya ilmu pengetahuan bahasa dalam

kajian leksikon.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi sumbangan bagi masyarakat untuk

lebih memahami leksikon perpadian di Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan

Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mendeskripsikan dan

mengidentifikasi leksikon-leksikon perpadian yang ada di Desa Rumah Pil-Pil,

Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat

pentingnya pelestarian lingkungan kekayaan alam dan leksikon bahasa Karo.

4. Dapat menjadi kamus kecil leksikon perpadian bagi generasi berikutnya.


BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI , DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka

yang berfungsi sebagai penjelas atau penghubung tentang topik yang berkaitan

dengan penelitian “Leksikon Perpadian dalam Bahasa Karo : Kajian

Ekolinguistik”. Adapun konsep dari penelitian ini yaitu:

2.1.1 Leksikon

Leksikon adalah koleksi dari leksem dalam suatu bahasa. Kajian terhadap

leksikon mencakup apa yang dimaksud dengan kata, struktur kosakata,

penggunaan dan penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata

(etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu

bahasa. Dalam penggunaan sehari-hari, leksikon dianggap sebagai sinonim kamus

atau kosakata. Sedangkan Chaer (2007: 5) mengatakan bahwa istilah leksikon

berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “kata”, “ucapan”, atau “cara

berbicara”. Kata leksikon sekerabat dengan leksem, leksikografi, leksikograf,

leksikal, dan sebagainya. Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah terbaru yang

muncul ketika kita sedang giat-giatnya mencari kata atau istilah tidak berbau

Barat.

Sibarani (1997:4) sedikit membedakan leksikon dari perbendaharaan kata,

yaitu “Leksikon mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang

kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologis, dan
fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan

kata yang dimiliki seseorang atau sesuatu bahasa.”

2.1.1.1 Kata Benda (Nomina)

Chaer (2006: 86) mengatakan ”kata-kata yang dapat diikuti dengan frase

yang... atau yang sangat... disebut kata benda”. Misalnya kata-kata: (1) jalan (yang

bagus); (2) murid (yang rajin); (3) pemuda (yang sangat rajin).

Ada tiga macam kata benda yaitu:

(a) Kata benda yang jumlahnya dapat dihitung sehingga di depan kata benda itu

dapat diletakkan kata bantu bilangan. Kedalam kelompok kata benda ini

termasuk kata-kata yang menyatakan:

(1) orang, termasuk kata-kata: (a) nama diri, seperti Hasan, Abas, Siti, (b)

nama perkerabatan, seperti adik, ibu, saudara, dan kakak, (c) nama

pangkat, jabatan, atau pekerjaan, seperti letnan, lurah, penulis, dan raden,

(d) nama gelar, seperti insinyur, profesor, dan petani.

(2) hewan, seperti kucing, gajah, ular, dan semut.

(3) tumbuhan atau pohon seperti kemuning, nyiur, palem, dan jambu.

(4) alat, perkakas, atau perabot, seperti obeng, pisau, gergaji, mobil, meja,

dan lampu.

(5) benda alam, seperti kota, sungai, bintang, desa, dan danau.

(6) hal atau proses, seperti peraturan, perampokkan, kekuatan, dan

pembongkaran.

(7) hasil, seperti bendungan, jawatan, karangan, dan binatang.


(b) Kata benda yang jumlahnya tidak terhitung. Untuk dapat dihitung di depan

kata benda itu harus diletakkan kata keterangan ukuran satuan seperti gram,

ton, cm (sentimeter), km (kilometer), persegi, liter, kubik, termasuk juga kata-

kata yang menyatakan nama wadah yang menjadi tempat benda tersebut,

seperti karung, gelar, kaleng, truk, dan gerobak; serta kata-kata seperti

(se)ikat, (se)potong, (se)kerat, (se)tumpuk, (se)iris. Kelompok kata benda ini

termasuk kata-kata yang menyatakan (1) bahan, seperti semen, pasir, tepung,

gula, beras, dan kayu, dan (2) zat, seperti air, asap, udara, dan bensin .

(c) Kata benda yang menyatakan nama khas. Di muka kata benda ini tidak dapat

diletakkan kata bilangan, seperti Jakarta, Bali, Galunggung, Toba, Eropa,

Amazone, dan Madinah.

2.1.1.2 Kata Kerja (Verba)

Alwi, dkk (1993:93) mengatakan bahwa verba memiliki ciri-ciri antara

lain: (1) verba berfungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam

kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain, (2) verba mengandung

makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau ter- yang berarti paling. (3)Verba

seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi termati atau tersuka,

dan (4) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang

menyatakan makna kesangatan.

2.1.2 Perpadian

Perpadian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan padi, baik itu

menyangkut tentang alat-alat yang digunakan untuk menanam dan memanen padi

ataupun bagian dari padi itu sendiri. Tanaman yang menghasilkan beras ialah
padi. Beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Dari perawakannya

dapat ditebak bahwa tanaman padi termasuk kelompok rerumputan (Sastrapradja,

2012:36). Seperti rumput pada umumnya, perbungaan padi berbentuk malai

dengan jumlah buah yang banyak pada setiap malainya. Buah-buah tersebut

berukuran kecil dan tergolong ke dalam “ buah kering” yang tidak dapat merekah

dengan sendirinya.

Jenis padi pada umumnya ditanam di sawah yang pada mulanya digenangi

air. Jika buah padi sudah menguning, buah-buah yang kering dirontokkan dari

malai kemudian biji-biji padi dipisahkan dari kulitnya. Dari buah padi yang biasa

disebut butiran padi atau gabah diperoleh beras, sekam, dedak, dan bekatul.

2.1.3 Bahasa Karo

Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Karo.

Masyarakat suku Karo banyak tinggal dan menetap di dataran tinggi Karo,

Langkat, Deli Serdang, Dairi, Medan, hingga ke Aceh Tenggara. Bahasa Karo

masuk kedalam rumpun bahasa Austronesia, rumpun bahasa Melayu-Polinesia,

dan rumpun bahasa Sumatera Barat Laut. Sistem aksara bahasa Karo adalah Surat

Batak atau Aksara Batak atau yang lebih di kenal dengan surat Aru yang termasuk

ke dalam dialek singkil. Dengan jumlah penutur 600.000 (sesnsus tahun 1991).

2.1.4 Bahasa dan Lingkungan

Pada tahun 1970, Haugen untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah

ecology of language (1972:325, dalam Tangkas, 2013:29-30). Haugen

memaparkan “ecology of language may be defined as the study of interactions

between any given language and its environment”. Ekologi bahasa dalam petikan
di atas dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi atau hubungan

timbal balik antara bahasa tertentu dan lingkungan. Haugen menegaskan bahwa

bahasa berada dalam pikiran penggunanya dan bahasa berfungsi dalam hubungan

antarpenggunanya satu sama lain dan lingkungan, yaitu lingkungan sosial dan

lingkungan alam.

Dalam tulisannya Language, Ecology and Environment, Mühlhäusler

(2001:3 dalam Rizkyansah 2015:12) menyebut, ada empat yang memungkinkan

hubungan antara bahasa dan lingkungan. Semuanya menjadi subjek yang berbeda

dari kajian linguistik pada satu waktu, atau pada waktu yang lain. Keempat

hubungan tersebut adalah (1) bahasa berdiri dan terbentuk sendiri, (2) bahasa

dikontruksi alam, (3) alam dikontruksi bahasa, (4) bahasa saling berhubungan

dengan alam-keduanya saling mengontruksi, tetapi jarang yang berdiri sendiri

(ekolinguistik). Bahasa lingkungan (ecologycal language) adalah bentuk verbal

yang mengandung makna tentang lingkungan. Lingkungan bahasa (language

ecology) adalah produk dan kondisi alam dan bersifat alamiah (Mbete, 2013:2).

Lingkungan bahasa atau ekologi bahasa adalah ruang hidup, tempat hidup

bahasa-bahasa. Bahasa yang hidup ada pada guyub tutur dan secara nyata hadir

dalam komunikasi dan interaksi kegiatan baik lisan maupun tulisan. Ekologi

adalah ilmu tentang lingkungan hidup sedangkan linguistik adalah ilmu tentang

bahasa. Kerangka pandang ekologi, bandingkan misalnya ekolinguistik, menjadi

parameter yang membedakannya dengan cabang makrolinguistik lainnya (seperti

sosiolingistik, psikolinguistik, neurolinguistik, atau antropolinguistik), adalah (1)

interelasi (interrelationship), (2) lingkungan (environment), dan (3) keberagaman

(diversity) (Haugen dalam Fill and Muhlhausler, 2001:1).


Berdasarkan kerangka pandang itu, bahasa-bahasa dapat dikaji, di dalami

dan dimaknai secara khusus. Lingkungan hidup bahasa meniscayakan adanya

keberagaman dan kesalinghubungan dengan pemahaman bahwa di suatu

lingkungan atau kawasan memang hidup bahasa, namun bahasa hidup dalam

guyub tutur. Adalah kenyataan bahwa di suatu lingkungan hidup, secara khusus

lingkungan hidup manusia dalam suatu jejaring dan kebersaam sosial, hidup

beragam bahasa pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Safir dalam Fill dan

Muhlhausler (2001:14, dalam Handayani, 2015:9), menyebutkan tiga bentuk

lingkungan:

1. Lingkungan fisik yang mencakupi karakter geografis seperti topografi sebuah

negara (baik pantai, lembah dataran tinggi, maupun pegunungan, keadaan

cuaca dan jumlah curah hujan).

2. Lingkungan ekonomis ‘kebutuhan dasar manusia’ yang terdiri atas flora dan

fauna dan sumber mineral yang ada dalam daerah tersebut.

3. Lingkungan sosial yang melingkupi pelbagai kekuatan yang dalam masyarakat

yang membentuk kehidupan dan pikiran masyarakat satu sama lain. Namun

yang paling penting dari kekuatan sosial tersebut adalah agama, standar etika,

bentuk organisasi politik dan seni.


2.2 Landasan Teori

2.2.1 Ekolinguistik

Teori yang digunakan peneliti untuk mengkaji penelitian ini ialah teori

ekolingistik. Ekolinguistik adalah ilmu yang digunakan untuk mengkaji dalam

bidang bahasa dan ekologi. Kajian tentang ekolinguistik pertama kali perkenalkan

oleh Einar Haugen dalam tulisannya yang bertajuk Ecology of Language tahun

1972. Haugen pada awalnya menggunakan istilah ekologi bahasa (ecology of

language) dari istilah lain yang berkaitan dengan kajian ini. Pemilihan tersebut

karena pencakupan yang luas di dalamnya, yang mana para pakar bahasa dapat

berkerjasama dengan pelbagai jenis ilmu sosial lainnya dalam memahami

interaksi antarbahasa (Haugan dalam Fill & Mühlhäusler, 2001:57).

Haugen (1970), lihat Mbete (2009:11-12), menyatakan bahwa ekolinguistik

memiliki kaitan dengan sepuluh ruang kaji, yaitu :

1. Linguistik historis komparatif, menjadikan bahasa-bahasa kerabat di

suatu lingkungan geografis sebagai fokus kaji untuk menemukan relasi

historis genetisnya.

2. Linguistik demografi, mengkaji komunitas bahasa tertentu di suatu

kawasan untuk memerikan kuantitas sumber daya (dan kualitas)

penggunaan bahasa-bahasa beserta ranah-ranah dan ragam serta

registrasinya (sosiolek dan fungsiolek).

3. Sosiolinguistik, yang fokus utama kajiannya atas variasi sistematik antara

struktur bahasa dan stuktur masyarakat penuturnya.


4. Dialinguistik, yang memokuskan kajiannya pada jangkauan dialek-dialek

dan bahasa-bahasa yang digunakan masyarakat bahasa, termasuk di

habitat baru, atau kantong migrasi dengan dinamika ekologinya.

5. Dialektologi, mengkaji dan memetakan variasi-variasi internal sistem

bahasa.

6. Filologi, mengkaji dan menjejaki potensi budaya dan tradisi tulisan,

propeknya, kaitan maknawi dengan kajian dan atau kepudaran budaya,

dan tradisi tulisan lokal.

7. Linguistik preskriptif, mengkaji daya hidup bahasa di kawasan tertentu di

kawawan tertentu, pembakuan bahasa tulisan dan bahasa lisan,

pembakuan tata bahasa (sebagai muatan lokal yang memang memerlukan

kepastian bahasa baku yang normatif dan pedagogis).

8. Glotopolitik, mengkaji dan memberdayakan pula wadah, atau lembaga

penanganan masalah-masalah bahasa (secara khusus pada era otonomi

daerah, otonomi khusus, serta pendampingan kantor dan atau balai

bahasa).

9. Etnolinguistik, linguistik antropologi ataupun linguistik kultural (cultural

linguistics) yang membedah pilih-memilih penggunaan bahasa, cara,

gaya, pola pikir dan imajeri dalam kaitan dengan pola penggunaan

bahasa, bahasa-bahasa ritual, kreasi wacana iklan yang berbasiskan

bahasa lokal.

10. Tipologi, membedah derajat keuniversalan dan keunikan bahasa-bahasa.


Dalam lingkup kajian ekolinguistik, bahasa yang hidup digunakan

menggambarkan, mewakili, melukiskan (merepresentasikan secara simbolik

verbal) realitas di lingkungan, baik lingkungan ragawi maupun lingkungan buatan

manusia (lingkungan sosial-budaya). Hal tersebut mengimplikasikan bahasa

mengalami perubahan seiring dengan perubahan lingkungan ragawi dan sosialnya,

sebagaimana dinyatakan Liebert (2001) dalam Mbete (2009:7) bahwa “perubahan

bahasa merepresentasikan perubahan ekologi.” Proses perubahan pada suatu

bahasa tertentu berjalan secara bertahap dalam kurun waktu yang lama, tanpa

disadari oleh penuturnya, dan tidak dapat dihindari. Perubahan pada bahasa

tersebut tampak jelas jika diamati pada tataran leksikon. Karena kelengkapan

leksikon suatu bahasa mencerminkan sebagian besar gambaran dari lingkungan

ragawi dan karakteristik sosial serta budaya masyarakat penuturnya.

Pada tataran leksikon, dinamika dan perubahan bahasa dipengaruhi oleh

tiga dimensi sebagaimana dinyatakan Lindo dan Bundsgaard (2000) dalam

Surbakti (2013:19-20), antara lain:

1. Dimensi ideologis, yaitu adanya ideologi atau adicita masyarakat misalnya

ideologi kapitalisme yang disangga pula dengan ideologi pasar sehingga

perlu dilakukan aktivitas terhadap sumber daya lingkungan, seperti muncul

istilah dan wacana eksploitasi, pertumbuhan, keuntungan secara ekonomis.

2. Dimensi sosiologis, yakni adanya aktivitas wacana, dialog, dan diskursus

sosial untuk mewujudkan ideologi tersebut. Dalam dimensi ini bahasa

merupakan wujud praktik sosial yang bermakna, dan

3. Dimensi biologis, berkaitan dengan adanya diversivitas (keanekaragaman)

biota danau (atau laut, ataupun darat) secara berimbang dalam ekosistem,
serta dengan tingkat vitalitas spesies dan daya hidup yang berbeda antara

satu dengan yang lain; ada yang besar dan kuat sehingga mendominasi dan

“menyantap” yang lemah dan kecil, ada yang kecil dan lemah sehingga

terpinggirkan dan termakan.

Dimensi biologis itu secara verbal terekam secara leksikon dalam

khazanah kata setiap bahasa sehingga entitas-entitas itu tertandakan dan dipahami.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka memuat hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh

peneliti sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Penelitian-penelitian tersebut menajadi sumber acuan dalam penelitian ini.

Rizkyansyah (2015) dalam skripsinya “Leksikon Nomina dan Verba

Bahasa Jawa dalam Lingkungan Persawahan Di Tanjung Morawa : Kajian

Ekolinguistik” mendeskripsikan leksikon nomina dan verba bahasa Jawa dalam

lingkungan persawahan di Tanjung Morawa dan gambaran pemahaman

masyarakat terhadap leksikon nomina dan verba dalam lingkungan persawahan.

Rizkyansyah melakukan pengujian pemahaman leksikon persawahan terhadap

masyarakat Tanjung Morawa, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan

dua metode, yaitu metode deskriptif kualitatif dan metode kuantitatif. Data di

dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode cakap, observasi nonpartisipan

serta wawancara mendalam. Data dalam penelitian ini adalah leksikon nomina dan

verba yang terkait dengan leksikon persawahan dan perladangan di Tanjung

Morawa. Jumlah leksikon yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 258

leksikon. Data dianalisis dengan menggunakan metode padan referensial dengan


teknik Pilah Unsur Penentu (PUP). Dalam menganalisis data, jawaban dari setiap

infoman disimbolkan dengan bentuk angka pada tabel berdasarkan gender dan

usia. Angka-angka tersebut kemudian dijumlahkan dan diubah ke dalam bentuk

persen, lalu ditabulasikan sehingga menunjukkan suatu kecenderungan tertentu.

Simpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bahwa pemahaman masyarakat

Tanjung Morawa terhadap leksikon nomina dan verba bahasa Jawa dalam

lingkungan persawahan masih bertahan pada setiap kelompok usia. Penelitian

yang dilakukan Rizkyansyah memberikan kontribusi pada penelitian ini dalam hal

metode yang digunakan, teknik pengumpulan data dan analisis data.

Surbakti (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Leksikon Ekologi

Kesungaian Lau Bingei : Kajian Ekolinguistik “, mengkaji leksikon terhadap

pemahaman dan nilai budaya ekoleksikon lau bingei bagi guyub tutur bahasa

karo. Teori yang digunakan adalah teori ekolinguistik dan antropolinguistik.

Untuk menganalisis leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei , nilai budaya, dan

kearifan lingkungan digunakan metode deskriftif kualitatif. Dari hasil analisis

diperoleh 14 kelompok leksikon dengan jumlah 409 leksiokon nomina dan 111

leksikon verba. Total leksikon terdiri atas 520 leksikon. Kemudian leksikon

tersebut diujikan kepada guyub tutur bahasa karo di 16 kelurahan dengan

menyodorkan 4 kategori pilihan kepada tiga generasi usia >46 tahun, 21-45 tahun,

15-20 tahun, maka diperoleh hasil pemahaman guyub tutur bahasa karo terhadap

leksikon nomina kategori A JP 12093 (30,79) , BJP 14898(37,94 ), C JP

5251(13,39) dan D JP 7018 (17,87). Pemahaman guyub tutur terhadap leksikon

verba dengan kategori A JP 5465 (51,28), B JP 2940(27,59, C JP 1455 , (13,65dan

D JP 796 (7,46. Nilai budaya dan kearifan lingkungan guyub tutur bahasa karo
melalui leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei mengandung nilai-nilai budaya

yaitu (1) nilai sejarah, (2) nilai religius dan keharmonisan, (4) nilai sosial dan

budaya, (4) nilai kesejahteraan dan (5) nilai ciri khas. Sedangkan, nilai kearifan

lingkungan yang dapat digali melalui leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei

adalah (1) nilai kedamaian, dan (2) nilai kesejahteraan dan gotong royong.

Penlitian oleh Surbakti tersebut menambah informasi mengenai teori yang

digunakan. Penelitian tersebut juga memberikan kontribusi terhadap penelitian ini

yaitu berkaitan dengan metode penelitian. Pada teknik pengumpulan data, data

yang diperoleh berasal dari dokumen tertulis , wawancara mendalam dan

observasi partsipan. Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik catat dan

rekam. Pada teknik analisis data , untuk menjawab masalah pemahaman guyub

tutur bahasa karo menggunakan metode kuantitatif, serta menggunakan rumus

untuk mendapatkan jumlah persentase pemahaman leksikon ekologi kesungaian

Lau Bingei. Perbedaan penelitian yang dilakukan Surbakti adalah mengenai

leksikon ekologi kesungaian dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya

sedangkan penelitian ini meneliti leksikon perpadian pada 5 kategori pilihan pada

3 tingkat generasi usia dan hanya sampai kepada tingkat pemahaman masyarakat

tersebut terhadap leksikon perpadian.

Tangkas (2013) dalam tesisnya “ Khazanah Verbal Kepadian Komunitas

Tutur Bahasa Kodi, Sumba Barat Daya : Kajian Ekolinguistik menggunakan teori

ekolinguistik dengan menerapkan model hierarki dialektikal, model referensial,

model matriks semantik, dan model dimensi logis untuk mengkaji bentuk

kebahasaan khazanah verbal kepadian serta fungsi dan makna khazanah verbal

kepadian. Khazanah verbal kepadian terdiri atas satuan-satuan lingual berupa


ekoleksikon dan ekowacana kepadian dengan menerapkan aspek semantik,

sintaksis, dan pragmatik. Ekoleksikon kepadian terdiri atas leksikon kepadian

tahap pratanam , dan leksikon kepadian tahap pascatanam. Aspek sintaksis pada

leksikon untuk mengetahui bentuk atau struktur satuan lingual dari sistem

pemarkah pada leksikon, sedangkan aspek semantik untuk menemukan inpor

sosial leksikon yang dipengaruhi oleh semantik teks dan konteks, sedangkan

penelitian ini mengkaji kosakata perpadian yang terdapat di Desa Rumah Pil-Pil .

Widayati, dkk (2012) dalam penelitian mereka “Perubahan Fungsi

Sosioekologis Bahasa Melayu Asahan” mendeskripsikan khazanah lingual tataran

leksikal yang mempresentasikan kekayaan lingkungan sosioekologis komunitas

Melayu Asahan dan mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi pergeseran

dan penyusutan fungsi sosioekologis bahasa Melayu Asahan. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil analisis adalah

banyak leksikal biota sungai yang sudah tidak dapat ditemukan entitasnya. Nama

tumbuhan ada yang masih dikenal dan ada juga sudah tidak dikenal. Kemudian

juga leksikal peralatan tradisional, peralatan rumah, dan bagian rumah sudah

banyak yang tidak dikenal lagi oleh kelompok penutur muda akibat kemunculuan

peralatan yang lebih modern. Kelangkaan leksikon tumbuhan di daerah ini juga

dilatari oleh meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang memberi dampak

terhadap kebertahanan tumbuhan sekitar karena situasi itu tentu mengakibatkan

munculnya bangunan-bangunan baru. Dari penelitian ini dihasilkan kesimpulan

bahwa bergeser dan menyusutnya fungsi sosioekologis bahasa Melayu Asahan

disebabkan dua faktor, faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi

penyusutan konsep, dan faktor eksternal meliputi alam, pemukiman, alat-alat


modern, dan pencemaran lingkungan. Sedangkan Penelitan ini memberikan

kontribusi terhadap teori dan metode yang digunakan di dalam penelitian ini.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah perpaduan

metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, pada

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

ilmiah (Moleong, 2006:6).

Sebagaimana dikatakan (Moleong, 2006: 9) penggunaan metode kualitatif

disebabkan beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif

lebih mudah jika dihadapkan dengan kenyataan yang jamak; kedua karena metode

menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan;

ketiga karena metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan

banyak penajaman pengaruh bersama pola-pola nilai yang dihadapi. Metode ini

sangat tepat dan alami untuk menemukan dan menganalisis data. Salah satu ciri

utama penelitian kualitatif ialah peranan manusia sebagai instrumen (Moleong,

2006:168).

Dengan demikian pendekatan kualitatif yang dilakukan di dalam

penelitian ini sangat tepat untuk mengumpulkan data, menganalisis data, serta

melihat fenomena yang terjadi di lingkungan perpadianan di Desa Rumah Pil-Pil.

Sementara pendekatan kuantitatif diterapkan untuk menguji pemahaman leksikon


persawahan bahasa Karo di Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit,

Kabupaten Deli Serdang yang dibagi ke dalam tiga kelompok usia.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Desa Rumah Pil-Pil Kecamatan Sibolangit

berjarak sekitar 50 Km dari kota Medan. Daerah ini berada pada ketinggian 700-

747 meter di atas permukaan laut, dengan luas wilayah sekitar 310 ha. Desa

Rumah Pil-Pil merupakan lokasi penelitian yang berada pada lokasi di mana

sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pancur Batu, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kecamatan Barus Jahe, sebelah Timur berbatasan dengan

Kecamatan Sibiru-biru, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan

Kutalimbaru (Nadapdap 2008:20). Desa Rumah Pil-Pil ini memiliki lahan-lahan

yang luas, masyarakat yang tinggal dan menetap di sana menggunakan bahasa

Karo dalam berinteraksi antara satu dengan yang lain setiap hari.
3.3 Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dari informan dan responden dengan

jenis data primer. Data primernya adalah kata-kata yang didapat dari informan

guyub tutur bahasa Karo di Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit,

Kabupaten Deli Serdang. Informan adalah para petani di lingkungan Rumah Pil-

Pil. Sampel sumber data pada tahap awal memasuki lapangan dipilih orang yang

sudah lama bertani di daerah persawahan, serta yang memahami sekitar

lingkungan pesawahandi Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit. Berikut

adalah syarat informan :

1. Berjenis kelamin pria atau wanita;

2. Berusia di atas 25 tahun;

3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di Desa

Rumah Pil-Pil atau berdomisili di Desa Rumah Pil-Pil;

4. Menetap di Desa Rumah Pil-Pil minimal selama 10 tahun;

5. Menguasai pertanyaan dalam bahasa Indonesia (bila tidak, peneliti

akan menggunakan tenaga pembantu penelitian yang menguasai

bahasa Indonesia dan bahasa Karo);

6. Dapat mengerti bahasa Indonesia;

7. Bagi informan yang sudah tua, memiliki pendengaran yang baik dan

tidak pikun;

8. Bekerja sebagai petani mengolah persawahan di Desa Rumah Pil-Pil;

9. Sehat jasmani dan rohani (lihat Mahsun, 2005:141-142)

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan minimal kepada tiga informan.

Pertanyaan yang dilakukan pada waktu wawancara terdiri atas :


1. Leksikon lingkungan persawahan yang terdiri dari nomina, verba dan

adjektiva;

2. Istilah-istilah yang digunakan untuk alat-alat persawahan;

Jumlah data merujuk kepada Chaer (2007:39) yang menyatakan bahwa

dalam penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada

jumlah tertentu, melainkan tergantung pada jumlah yang dirasakan telah memadai.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan dengan metode simak dan metode cakap.

Data lisan dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik

lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap.

Dalam teknik simak libat cakap, penulis terlibat langsung dalam wawancara

dengan informan. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan sesuai

dengan persyaratan informan. Kemudian, data dikategorikan berdasarkan

perangkat kelas katanya. Setelah data leksikon ekologi persawahan terkumpul,

peneliti menyusun kuisioner untuk ditanya kepada responden dengan tujuan

untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat Desa Rumah Pil-Pil

terhadap leksikon tersebut. Syarat-syarat responden adalah sebagai berikut :

Responden dikelompokkan menjadi tiga kelompok usia, yaitu:

1) 15-20 tahun; mengacu pada pendapat psikolog (lihat Mubin dan

Cahyadi, 2006: 106),

2) 21-45 tahun (Mubin dan Cahyadi,2006:106),

3) Di atas 45 tahun (Mubin dan Cahyadi, 2006:115).

Adapun alasan pembagian kelompok usia tersebut adalah sebagai berikut.


a) kelompok usia remaja (15-20 tahun).

b) kelompok usia dewasa, yaitu awal masa dewasa (21-45 tahun).

c) kelompok pertengahan masa dewasa dan masa dewasa lanjut atau masa tua (di

atas 45 tahun).

Jumlah responden adalah 10-25 % dari jumlah populasi di Desa Rumah

Pil-Pil. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Arikunto, jika subjeknya

kurang dari 100 orang sebaiknya diambil semuanya, jika subjeknya besar atau

lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih, Arikunto

(2010:112).

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Proses analisis data dimulai sejak pengumpulan data dilakukan dan

sesudah meninggalkan lapangan. Proses analisis data ditelaah dari seluruh data

yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang

sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, dan foto.

Untuk memecahkan rumusan masalah yang pertama, peneliti

menggunakan metode padan. Hal ini karena metode padan adalah metode yang

alat penentunya berasal dari luar bahasa (Sudaryanto, 2015:15). Metode padan

yang digunakan dalam tahap pengkajian data adalah metode padan referensial.

Dalam metode ini digunakan teknik pilah unsur penentu sebagai pembeda referen,

yaitu mendeskripsikan sejumlah leksikon perpadian yang ada di Desa Rumah Pil-

Pil menjadi 5 kelompok yaitu: (1) leksikon tahap pratanam, (2) leksikon tahap

tanam, (3) leksikon pascatanam,(4) leksikon hewan dan tumbuhan di sekitar padi,

dan (5) leksikon hasil olahan padi, dalam tahap ini peneliti mengkategorikan kelas
kata tiap kelompok leksikonmenjadi dua yaitu kelas kata nomina dan kelas kata

verba berdasarkan konsep Chaer dan Alwi. Misalnya, benih page‘benih padi’,

cangkul ‘cangkul’, galungi ‘pematang’, dukut ‘rumput’, rengkat‘bibit padi’,

dikategorikan ke dalam kelas kata nomina karena kata tersebut dapat diikuti

dengan frase yang...atau yang sangat... contoh benih padi (yang berkualitas),

cangkul (yang bagus), pematang (yang besar),rumput (yang sangat hijau), dan

bibit padi (yang subur) sedangkan leksikonngeremai ‘merendam benih padi’,

nangkul ‘meratakan tanah dengan cangkul’, erban galungi ‘membuat pematang’,

ngeruah dukut ‘mencabut rumput’, dan ngeruah rengkat ‘mencabut bibit padi

dengan tangan kosong’ adalah kategori kelas kata verba karena (a) dapat berfungsi

sebagai predikat atau inti predikat, (b) mengandung makna perbuatan dan (c) tidak

dapat bergabung dengan kata yang memiliki makna kesangatan.

Setelah mengkategorikan kelas kata seperti di atas maka leksikon akan

dianalisis dengan menggunakan tiga dimensi praktis sosial yaitu, dimensi

ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis. Rumusan masalah kedua akan

dianalisis dengan metode kuantitatif. Sehubungan dengan pemahaman atas data

leksikon perpadian di Desa Rumah Pil-Pil. Jawaban dari setiap informan akan

diberi simbol dalam bentuk angka dalam tabel berdasarkan tiga kelompok usia

yang berbeda. Untuk mendapatkan jumlah persentase tingkat pemaham leksikon

perpadian di Desa Rumah Pil-Pil digunakan rumus sebagai berikut:

P=S

Keterangan:
P = angka persentase

F = jumlah temuan (pemaham)

n = total informan

No. Leksikon Tua Dewasa Remaja

1. 1 2 3 1 2 3 1 2 3

2. L Pr L Pr L Pr L Pr L Pr L Pr L Pr Lk Pr L Pr

k k k k k k k k

3.

Dst

Keterangan :

1: mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan

2: tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan

3: tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan.

Persentase tingkat pemahaman leksikon dalam satu generasi dihitung

dengan menggunakan rumus. Namun, sebelum tingkat pemahaman dihitung

melalui rumus tersebut, terlebih dahulu data diuji dengan kuisioner yang akan

ditanyakan kepada responden dan bentuknya adalah seperti tabel di atas.


3.6 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis data menggunakan metode formal dan infomal.

Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata

biasa. Metode tersebut digunakan untuk menyajikan hasil analisis leksikon

lingkungan kepadian. Metode formal digunakan untuk menyajikan hasil penelitin

dengan rumusan dan angka seperti singkatan , rumus , dan sebagainya. Metode ini

digunakan untuk menyajikan hasil analisis masalah yang kedua (Sudaryanto

1993:145).
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Leksikon Perpadian dalam Bahasa Karo

Berdasarkan hasil penelitian leksikon perpadian dalam bahasa Karo di

Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, maka telah

diperoleh leksikon perpadian dengan jumlah 168 leksikon. Leksikon tersebut

dibagi menjadi lima kelompok dengan tujuan untuk mempermudah proses

pengujian dan penyajian data kemudian, tiap kelompok leksikon tersebut terbagi

lagi menjadi dua tataran yaitu tataran nomina dan tataran verba. Leksikon pada

tataran nomina terdiri dari 118 leksikon dan leksikon pada tataran verba terdiri

dari 50 leksikon. Lima kelompok leksikon dan dua tataran leksikon yang telah

diperoleh akan diuraikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Data Pengelompokan Leksikon Perpadian dalam Bahasa Karo

No Nama Kelompok Leksikon Nomina Verba Total

1 Leksikon tahap pratanam 12 18 30

2 Leksikon tahap tanam 19 11 30

3 Leksikon tahap pascatanam 34 21 55

4 Leksikon hewan dan tumbuhan disekitar 40 0 40

padi

5 Leksikon hasil olahan padi 13 0 13

Jumlah 118 50 168


4.1.1 Leksikon Perpadian Tahap Pratanam

Leksikon tahap pratanam ini dimulai saat benih padi mulai direndam

sampai bibit padi siap untuk dipindahkan ke lahan penanaman padi. Biasanya

jangka waktu padi direndam hingga padi siap dipindahkan ke lahan penanaman

padi dibutuhkan selama satu bulan. Pada tahap ini masyarakat Desa Rumah Pil-Pil

tidak memiliki jadwal memulai pembibitan dan penanaman secara bersama-sama,

setiap petani memutuskan masing-masing kapan mereka akan memulai

pembibitan sampai penanaman padi sehingga tidak dijumpai para petani tersebut

memanen padi pada waktu yang bersamaan secara keseluruhan.

Tabel 4.2 Data Leksikon Perpadian Tahap Pratanam

No. Nomina Glos Verba Glos

(Nomina) (Verba)

1. batang batang

2. bulung daun muda

nguda

3. benih page benih padi ngeremai/ngerendam merendam padi dalam air

ngangkat benih mengangkat benih

nencires meniriskan benih

ngambur benih menabur benih

namburi menutup benih yang

sudah ditabur

ersuli berkecambah

4. cangkul cangkul nangkul mencangkul


5. galungi pematang erban galungi membuat pematang

6. galungi petakan nambaki mempertinggi pematang

sawah nggawer membersihkan petakan

sawah dari rumput

ngambekken garabuai membuang keong

7. kubang lumpur

8. peren/dukut rumput ngeruah dukut mencabut rumput

9. patuk tajak

10. rengkat bibit padi ngeruah rengkat mencabut bibit padi

dengan tangan kosong

dek-dek cabut

pas-pasi memisahkan tanah dari

akar bibit

ngkeret rengkat memotong ujung daun

bibit padi

11. taneh tanah mpesai membersihkan tempat

pembibitan

12. urat akar erurat berakar

Total temuan leksikon tahap pratanam dalam bahasa Karo di Desa Rumah

Pil-Pil adalah berjumlah 30 leksikon, terdiri atas 12 leksikon nomina dan 18

leksikon verba. Seluruh leksikon tersebut di atas ada dan melekat pada tahap

pratanam, beberapa leksikon nomina diatas memiliki kaitan yang erat dengan

masyarakat setempat baik secara biologis, ideologis dan juga sosiologis


masyarakat. Berikut beberapa leksikon dipaparkan menurut keeratannya terhadap

tingkat interaksi dan interelasi masyarakat di desa tersebut.

a) Benih page ‘benih padi’

Leksikon benih page dalam bahasa Indonesia memiliki makna ‘benih

padi’. Secara konseptual benih page merupakan cikal bakal dalam proses adanya

padi. Benih page merupakan biji atau buah padi itu sendiri yang dipilih dengan

mutu dan kualitas terbaik untuk memperoleh benih yang unggul (biologis).

Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil juga berdoa untuk behih padi mereka agar diberi

berkat dan nantinya menjadi bibit yang menjamin hasil panen (ideologis). Namun,

pada saat mendoakan benih page tidak dilakukan secara bersama dengan

masyarakat setempat melainkan berdoa secara pribadi dengan doa dan harapan

mereka masing-masing, dan sampai pada saat ini kegiatan mendoakan benih page

masih tetap dilakukan oleh setiap petani padi di desa ini (sosiologis).

b) Nggawer ‘membersihkan petakan sawah dari rumput’

Leksikon nggawer atau dalam bahasa Indonesia memiliki makna

‘membersihkan petakan sawah dari rumput’ merupakan salah satu kegiatan yang

dilakukan dalam proses penanaman padi. Proses tersebut dilakukan pada saat

petakan sawah telah diratakan dan dicangkul karena setelah proses itu maka sisa-

sisa dari bekas penanaman padi sebelumnya dan sampah rerumputan yang masih

tertinggal mampu mengganggu proses tumbuhnya bibit padi sehingga harus

dibuang atau dibersihkan dari petakan sawah. Cara membersihkan petakan sawah

yang disebut nggawer dilakukan dengan menggunnakan tangan kosong yaitu,

lebih mengutamakan jari tangan sebagai alat memungut atau mengumpulkan


sampah seperti garpu rumput (biologis). Masyarakat melakukan kegiatan nggawer

sebelum menanam padi dikarenakan apabila tidak dilakukan rerumputan yang

masih tinggal pada saat pembersihan petakan akan tumbuh kembali dengan cepat

dan mengganggu proses menanam padi (ideologis). Sehingga sampai sekarang

masyarakat melakukan kegiatan nggawer petakan sawah untuk menghindari

cepatnya proses pertumbuhan rumput di petakan sawah (sosiologis).

c) Ngeremai/Ngerendam ‘merendam benih padi dalam air’

Leksikon ngeremai/ngerendam merupakan leksikon yang memiliki makna

‘merendam benih padi dalam air’ leksikon ini sudah pasti dilakukan oleh para

petani saat ingin menanam padi. Merendam padi dalam air dilakukan karena

dianggap mampu untuk mempercepat proses keluarnya tunas padi atau kecambah

(ideologis). Karena hal tersebut maka masyarakat selalu merendam padi dalam air

sebelum ditanam dan dijadikan bibit padi (sosiologis). Biasanya saat ingin

merendam benih padi atau ngeremai maka bibit padi tersebut dimasukkan ke

dalam karung atau goni dengan jumlah yang telah ditentukan kemudian diletakkan

di parit ataupun tempat yang memungkinkan untuk merendam benih (biologis).

d) Ngambekken Garabuai ‘membuang keong’

Leksikon verba ngambekken garabuai adalah leksikon yang memiliki

makna ‘membuang keong’ leksikon tersebut merupakan leksikon kegiatan yang

dilakukan masyarakat sebelum padi ditanam ke petakan sawah karena, apabila

padi ditanam sebelum keong dibuang terlebih dahulu maka bibit padi yang sudah

ditanam akan habis dimakan hanya dalam hitugan beberapa jam (ideologis). Maka
dari itu masyarakat selalu melakukan kegiatan membuang keong dari dalam

petakan sawah sebelum bibit padi hendak ditanam (sosiologis).

e) Ngkeret Rengkat ‘memotong ujung daun bibit padi’

Leksikon ngkeret rengkat adalah leksikon dengan makna ‘memotong

ujung daun bibit padi’ bibit padi yang sudah dicabut kemudian dipindahkan ke

petakan sawah. Namun, terlebih dahulu dipotong ujung daunnya sehingga terlihat

seolah sama rata pada bagian ujung daun, pemotongan ujung daun sesuai dengan

ukuran yang dianggap cukup biasanya sekitar 4-7 cm (biologis). Ujung daun dari

bibit ini dipotong agar ketika bibit sudah ditanam di petakan sawah maka akan

memancing daun yang lebih muda untuk tumbuh dan daun yang telah dipotong

akan layu dan membusuk sejalan dengan pertumbuhan tunas yang baru

(ideologis). Hal inilah yang membuat masyarakat Desa Rumah Pil-Pil selalu

memotong ujung daun bibit padi sebelum semua bibit siap untuk ditanam

(sosiologis).

4.1.2 Leksikon Perpadian Tahap Tanam

Pada tahap ini leksikon yang dikumpulkan adalah leksikon ketika petakan

padi dibersihkan sampai padi siap untuk dipanen. Waktu yang dibutuhkan mulai

petakan padi dibersihkan hingga padi siap untuk dipanen membutuhkan jangka

waktu sekitar 3-4 bulan.


Tabel 4.3 Data Leksikon Perpadian Tahap Tanam

No. Nomina Glos Verba Glos

(Nomina) (Verba)

1. bunga page bunga padi nembis membersihkan

pematang dengan

tajak

2. beltek laki padi yang telah ngembak meratakan tanah

memiliki bakal buah dengan cangkul

3. beltek beru padi yang masih ngeraurau membersihkan lahan

tersimpan dalam padi dengan tangan

batang sebelum ditanam

4. gotong kaleng yang diisi nuan page menanam padi

- batu untuk mngusir

gotong burung

5. lapat padi yang tidur ngerampati menyisip tanaman

akibat ditiup angin padi yang tidak

kencang tumbuh

6. lapang lau tali air ke petakan

sawah

7. matana jarak menanampadi

ke samping

8. nali plastik tali plastik

9. ndumen padi yang masih


hiijau

10. papanna jarak menanam padi

kebawah

11. prindih/ersei padi yang saling

n bertautan akibat

tal/sikawiten diterpa angin

12. pupuk pupuk mupuki memberi pupuk pada

tanaman padi

13. pahpahen padi yang mulai

menguning

14. rumpah padi yang sudah

keluar dari batang

15. racun racun hama mompa menyemprotkan

racun pada hama

padi

16. simurau orang yang bertugas murau mengusir burung

menusir burung

muluti menangkap burung

dengan pulut

najuk

mitut galungi menyumbat air di

pematang

17. taneh tanah yang dipakai

penumbat untuk menyumbat


aliran air

18. wayah-wayah plastik yang diikat

ke tongkat untuk

mengusir burung

19. werengen padi yang terserang

wereng

Total temuan leksikon tahap tanam dalam bahasa Karo di Desa Rumah Pil-

Pil adalah berjumlah 30 leksikon yang terdiri atas 19 leksikon nomina dan 11

leksikon verba.

a) Bunga Page ‘bunga padi’

Bunga page merupakan leksikon yang bermakna ‘bunga padi’ dalam

bahasa Indonesia. Bunga page akan muncul pada saat fase reproduksi padi. Bunga

page berwarna putih memiliki kelopak bunga, benang sari, dan putik (biologis).

Pada saat bunga page muncul maka biji padi akan terbelah dan mengeluarkan

helai-helai bunga padi, semakin banyak bunga padi atau helaian bunga padi yang

keluar dari biji padi maka hasil padi akan semakin baik atau bagus (ideologis).

b) Matana dan Papanna ‘jarak menanam padi ke samping dan ke bawah’

Jarak dalam menanam padi sangat dibutuhkan pada proses penanaman

padi hal ini disebabkan karena jarak tersebut dapat mempengaruhi kualitas

pertumbuhan padi. Leksikon matana dan papanna merupakan leksikon yang

bermakna jarak yaitu ‘jarak ke samping dan jarak ke bawah’. Bagi masyarakat
Desa Rumah Pil-Pil jarak dalam menanam padi dapat membantu dalam

pertumbuhan padi, sehingga padi dapat tumbuh dengan baik dan dapat membantu

dalam proses pembersihan tanaman padi dari pengganggu seperti rumput liar

(ideologis). Kemudahan dalam membersihkan tersebut membuat setiap petani

padi di desa ini selalu membuat jarak ketika menanam padi (sosiologis).

c) Pupuk ‘pupuk’

Leksikon pupuk memiliki makna yang sama dengan bahasa Indonesia

yaitu ‘pupuk’, secara konseptual pupuk merupakan bahan untuk membantu

pertumbuhan tanaman ataupun membantu memberi hasil yang lebih baik dari

tanaman. Begitu juga dengan masyarakat Desa Rumah Pil-Pil yang menggunakan

pupuk sebagai bahan untuk membantu pertumbuhan padi agar padi menjadi subur

dan memproleh hasil yang maksimal (ideologis). Sampai pada saat ini masyarakat

masih tetap menggunakan pupuk pada saat padi telah berumur satu bulan setelah

ditanam (sosiologis). Pupuk yang digunakan masyarakat adalah pupuk urea, KCL,

dll. Fungsinya untuk menyuburkan tanaman padi, pupuk ini memiliki warna,

bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan merk pupuk yang

digunakan, misalnya pupuk untuk daun dan pupuk untuk batang memiliki ukuran

dan warna yang berbeda-beda (biologis).

d) Racun ‘racun hama’

Leksikon racun memiliki makna ‘racun hama’. Racun hama merupakan

bahan untuk membunuh hama penyebab penyakit pada tanaman padi. Ketika padi

akan mengeluarkan bunga atau sebelum bunga keluar maka para petani di Desa

Rumah Pil-Pil menyemprotkan racun pada tanaman padi agar tanaman padi
mampu untuk bertahan dan melawan penyakit yang dapat menyerang tanaman

padi (ideologis). Penggunaan racun sangat efektif untuk menjaga tanaman padi

agar tidak terserang oleh penyakit, maka dari itu para petani tetap menggunakan

racun untuk melindungi tanaman padi mereka hingga saat ini (sosiologis). Racun

memiliki banyak macam dan jenis menurut hama yang akan dibasmi (seperti

hama batang, daun, dan akar), berbahan cair, dan untuk menggunakan racun maka

racun dicampur dengan air sebelum disemprotkan (biologis).

e) Prindih/Erseintal/Sikawiten ‘padi yang saling bertautan akibat diterpa

angin’

Leksikon Prindih/Erseintal/Sikawiten merupakan tiga leksikon yang

memiliki makna sama dalam bahasa Indonesia yang berarti ‘padi yang saling

bertautan akibat diterpa angin’. Padi yang bertautan akibat diterpa angin adalah

padi yang telah kusut disebabkan oleh angin yang cukup kencang sehingga padi

tersebut saling terkait satu dengan yang lain (biologis). Padi yang saling mengkait

atau bertautan satu dengan yang lain tetap dapat dipanen, tetapi akibat batang padi

telah bertautan menyebabkan padi sulit untuk dipanen karena pada saat dipanen

padi tersebut berjatuhan saat ditarik (ideologis).

4.1.3 Leksikon Perpadian Tahap Pascatanam

Pada tahap pascatanam leksikon yang dikumpulkan merupakan leksikon

pada saat padi telah siap untuk dipanen. Tahap ini merupakan tahap akhir

menghasilkan padi.
Tabel 4.4 Data Leksikon Perpadian Tahap Pascatanam

No. Nomina Glos Verba Glos

(Nomina) (Verba)

1. abu hasil bakaran

jerami

2. amak tikar makai amak memakai tikar

nggawer meratakan padi saat

dijemur

3. ampam berat padi setengah

kosong

4. ayan takaran hasil

panen

5. bulung metua daun tua

6. buah buah erbuah berbuah

7. beras beras

8. betah padi yang ada muati betah mengambil padi

dalam beras dalam beras

9. bening menir

10. batar-batar alat dari bambu ngangin memajangkan padi

untuk pada anginagar

memisahkan terpisah dari lapung

lapung

11. ember ember


12. erprihpih/plujau padi yang tidak

sama waktu

masak tapi sama

waktu tanam

13. guni goni ngguniken memasukkan padi

kedalam goni

rakut mengikat

ugur-ugur menggoyangkan

goni yang berisi

padi

14. kulit page kulit padi

15. kedep dedak

16. keben lumbung padi

17. kipas alat memisahkan

padi dari padi

kosong

18. lapung padi yang kosong

19. lesung alat menumbuk

padi

20. lau kanci air tajin

21. lau air cucian beras mbasuh beras mencuci beras

pemurihi/basuhen

22. mesin nggiling mesin untuk nggiling page menggiling padi

menggiling padi
23. ndiru tampi beras miari beras menampi beras

24. nggala tangkai padi

25. page padi pegunguni menumpukkan padi

page yang telah disabit

njemur page menjemur padi

26. pasuk-pasuk tiang penyangga lukut/pinuhk menumpukkan padi

untuk en yang telah disabit

menumpukkan menjadi tumpukan

padi besar

telbuhken menumpukkan padi

membentuk bukit

27. peranin padi yang siap neraya memanen padi

dipanen dengan

gotongroyong

rani memanen padi

28. runci batang padi nutung runci membakar

29. regen miang

30. sabi-sabi sabit nabi menyabit padi

31. sorong gerobak sorong

32. segal sekam

33. simaspas orang yang maspas merontokkan padi

merontokkan padi dengan

membanting

ngerik merontokkan padi


dengan kaki

34. turiang padi yang tumbuh

dari tungkul

jerami

Total temuan leksikon tahap pascatanam bahasa Karo di Desa Rumah Pil-

Pil adalah berjumlah 55 leksikon, terdiri atas 34 leksikon nomina dan 21 leksikon

verba.

a) Bening ‘menir’

Leksikon bening memiliki makna ‘menir’ dalam bahasa Indonesia. Bening

merupakan potongan kecil dari beras. Masyarakat di desa ini tidak membuang

bening karena dapat digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat obat.

Obat yang dibuat tersebut seperti sembur dan kuning dalam masyarakat Karo yang

terbuat dari bahan campuran bening dan rempah-rempah tertentu sehingga

berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit, tidak hanya sebagai obat tetapi juga

dapat menjadi makanan untuk ternak khususnya anak ayam (ideologis) karena

bening berukuran kecil yang mudah untuk dimakan oleh anak ayam. Ukuran yang

kecil ini disebabkan karena padi yang digiling menjadi beras hancur, bentuk

bening sendiri tidak beraturanakibat hancur dari bekas menggiling padi (biologis).

b) Lau kanci ‘air tajin’

Leksikon lau kanci yang dalam bahasa Indonesia sering disebut ‘air tajin’

merupakan leksikon yang masih dikenal masyarakat. Masyarakat desa ini dulunya
selalu mengkonsumsi lau kanci sebagai pengganti susu untuk anak mereka dan

sampai pada saat ini lau kanci masih tetap dipergunakan (sosiologis) namun tidak

sebanyak dulu. Hal ini disebabkan karena adanya susu formula yang lebih praktis

yang sudah memasuki lingkungan masyarakat tersebut. Sebelum susu formula

muncul masyarakat menggunakan lau kanci menjadi pengganti ASI karena sangat

ampuh untuk mengatasi rasa lapar padi bayi dan berguna juga untuk kesehatan

tubuh bagi orang dewasa (ideologis). Jika dilihat lau kanci memang menyerupai

susu, hanya saja lau kanci lebih bening dan memiliki rasa yang khas (biologis).

c) Pasuk-pasuk ‘tiang penyangga tempat menumpukkan padi’

Leksikon pasuk-pasuk merupakan leksikon yang memiliki makna ‘tiang

penyangga tempat mengumpulkan padi’. Tiang ini digunakan sebagai tempat

untuk menyangga tumpukan padi yang telah disabit, karena sebelum padi siap

dipisahkan dari batangnya maka terlebih dahulu dikumpulkan menjadi tumpukan

yang cukup tinggi yaitu dengan ukuran lebih kurang setara dengan dada orang

dewasa. Penggunaan pasuk-pasuk ini dilakukan dekat dari tempat maspas

(memisahkan padi dari batangnya) dengan jarak 2 meter yang dapat

mempermudah proses panen padi pada saat padi ingin dipisahkan dari batangnya

(ideologis). Pasuk-pasuk ini berukuran panjang 2 meter, terbuat dari kayu dan ada

juga yang terbuat dari batang asam cikala, jumlah pasuk-pasuk ini ada 4 buah

untuk membentuk satu tumpukan yang masing-masing dipasang dengan

berpasangan, jarak antar pasangan tersebut berukuran setengah meter dan jarak

antara pasangan yang satu dengan pasangan lain berjarak 4-5 meter (biologis).

Pada saat memanen padi, masyarakat selalu menggunakan pasuk-pasuk untuk

membantu memudahkan proses memanen padi (sosiologis).


d) kulit page ‘kulit padi’

Kulit page merupakan bagian yang menutup atau membungkus beras yang

ada pada padi, dalam bahasa Indonesia bermakna ‘kulit padi’. Kulit page

berwarna kuning, memiliki bentuk seperti beras, dan permukaannya kasar

(biologis). Kulit page ini sering digunakan masyarakat sebagai bahan untuk

membersihkan peralatan dapur yang menghitam akibat kena asap pada saat

memasak baik menggunakan kayu bakar ataupun kompor minyak, karena

keampuhannya piring dapat bersih dari asap yang menepel pada hanya dengan

menggosokknya beberapa kali saja. Tidak hanya membersihkan asap hitam di

peralatan dapur tetapi kulit page juga dapat membersihkan minyak yang

disebabkan oleh sisa makanan seperti gulai, gorengan, dan sambal dengan

beberapa kali gosok. Selain sebagai bahan memudahkan dalam menghilangkan

noda pada alat dapur kulit page juga sering digunakan sebagai kompos pada

tanaman baik pada tanaman di sawah, di ladang, dan juga tanaman hias seperti

bunga (ideologis). Masyarakat desa ini sampai sekarang masih menggunakan kulit

page sebagai bahan untuk membantu membersihkan alat dapur dan menjadikan

kulit page sebagai kompos untuk tanaman (sosiologis).

e) Regen ‘miang’

Regen merupakan leksikon yang memiliki makna ‘miang’ dalam bahasa

Indonesia. Regen terdapat pada daun padi, berukuran kecil, berbentuk persegi

panjang, dan terasa gatal apabila kena dengan kulit (biologis). Apabila terkena

regen pada kulit maka kulit akan memerah dan terasa gatal yang berujung

menimbulkan penyakit (ideologis). Namun, regen tidak menjadi penghalang


untuk memanen padi, karena masyarakat desa ini menggunakan pakaian yang

dapat melindungi tangan ataupun kaki agar tidak terkena regen ke kulit langsung

dan sampai saat ini masyarakat selalu mengenakan pakaian serba panjang atau

tertutup saat memanen padi (sosiologis).

4.1.4 Leksikon Hewan dan Tumbuhan disekitar Padi

Pada bagian ini leksikon hewan dan tumbuhan disekitar padi merupakan

leksikon yang dianggap bagian dari hewan dan juga tumbuhan yang ada di dekat

padi atau berkaitan dengan padi.

Tabel 4.5 Data Leksikon Hewan dan Tumbuhan Disekitar Padi

No Nomina Glos (Nomina)

Leksikon Hewan

1 bur-bur kutu beras

2 eicah burung pipit

3 eirah burung emprit

4 garabuai keong

5 gaya cacing tanah

6 kacinanau walang sangit

7 kedi-kedi burung pipit dada putih

8 kirik jangkrik

9 kepah hewan yang memiliki bentuk seperti kijing

dengan ukuran lebih besar


10 kalimantek pacat

11 katak katak

12 lawah-lawah laba-laba

13 leitau blekok sawah

14 menci tikus

15 mbulan takal burung pipit bondol/ pipit haji

16 nipai-nipai ulat padi

17 perkis mbiring semut hitam

18 perkis gara semut merah

19 perkis berngi semut api

20 pua burung pipit peking/petingan

21 ribu-ribu ikan kecil

22 siri-siri capung

23 singkai ajing tanah/orong-orong

24 wereng wereng

Leksikon Tumbuhan

25 banggur-banggur bandotan

26 cikai-cikai jenis dari rumput teki (frimbistylis miliacea)

27 cupak-cupak kiambang/kayambang

28 dukut buluh pakan kelinci

29 dukut bandel jajagoan

30 genjer genjer

31 kurmil banto
33 kalinjuhang andong/ hanjuang

33 padang nteguh rumput belulang

34 page-page jawan

35 sayat-sayat rumput teki

36 sabi kabang sintrong

37 sibancir seperti bandotan dan warna bunganya kuning

38 singkai-singkai rumput yang

39 suntil-suntil rumput yang memiliki bunga berbentuk bulat

(hyptis capitata)

40 tengkua rumputyang memiliki daun menyirip dan

tumbuh menjalar (commelina diffusa)

Total temuan leksikon hewan dan tumbuhan yang ada disekitar padi dalam

bahasa Karo di Desa Rumah Pil-Pil adalah berjumlah 40 leksikon dan hanya pada

tataran nomina.

a) eicah ‘burung pipit’

Leksikon eicah merupakan leksikon yang memiliki makna ‘burung pipit’.

Eicah adalah salah satu jenis burung pemakan padi, burung ini memiliki bulu

yang berwarna hitam dan sangat cerdik dalam mengelabui para petani (biologis).

Hal ini dapat dibuktikan ketika petani mengeluh karena burung ini begitu sulit

untuk diusir, jenis burung lainnya akan pergi bila dibunyikan suara gotong-gotong

(kaleng yang diisi batu untuk mengusir burung) atau mendengar suara wayah-

wayah (plastik yang diikat ke tongkat untuk mengusir burung) ketika


dihempaskan namun, burung ini tidak demikian burung ini akan tetap diam dan

memilih bersembunyi turun ke dalam batang padi agar tidak terlihat (ideologis).

b) nipai-nipai ‘ulat’

Nipai-nipai merupakan leksikon yang memiliki arti atau makna ‘ulat’ yang

melekat pada daun dan batang padi. Pada saat daun padi telah menguncup,

terdapat benang-benang yang melilitnya maka didalammyalah terdapat nipai-

nipai yang membuat ujung daun padi mulai berwarna putih. Nipai-nipai akan

keluar dari tempatnya ketika ingin makan, nipai-nipai ini memiliki warna dan

ukuran yang berbeda-beda ada yang berwarna coklat dan ada yang berwarna hijau

begitu juga dengan ukurannya ada yang berukuran besar dan ada yang berukuran

kecil, cara nipai-nipai berjalan juga berbeda ada yang lurus dan ada juga yang

berjalan dengan mengangkat bagian tubuh depan dan belakang secara bergantian,

semakin baik kualitas daun yang dimakannya maka ukuran niapi-nipai pun

semakin cepat bertambah (biologis). Apabila hewan ini menyerang padi, maka

daun padi akan habis dimakan dan membuat daun padi rontok sehingga

mengurangi hasil panen (ideologis). Sampai saat ini nipai-nipai masih tetap

menyerang padi masyarakat namun, dapat diatasi dengan menyemprotkan racun

hama sehingga nipai-nipai tidak lagi menjadi masalah yang besar tetapi tetap

menjadi perhatian petani (sosiologis).

c) garabuai ‘keong’

Garabuai adalah hewan yang berlendir dan memiliki cangkang, dalam

bahasa Indonesia garabuai memiliki makna ‘keong’. Garabuai hidup dan

berkembang di dalam air, ketika bertelur jumlah telur yang dapat dihasilkan
berjumlah puluhan butir dan berwarna merah muda yang ditinggalkan di tepi

sekitar rerumputan atau di batang padi. Garabuai memiliki cangkang yang cukup

kuat apabila telah berukuran besar, memiliki antena dan berlendir, apabila

disentuh maka garabuai langsung menutup dirinya dalam cangkangnya hingga

akan keluar bila telah merasa aman sama seperti jenis keong lainnya (biologis).

Hewan ini menjadi salah satu musuh para petani padi khususnya pada saat padi

mulai ditanam di petakan sawah hingga padi berusia satu bulan, karena pada saat

itu bibit padi yang ditanam akan habis dimakan (ideologis). Hewan garabuai

menjadi musuh untuk tanaman padi, tetapi dapat juga menjadi makanan yang enak

bagi masyarakat desa ini karena garabuai sering dijadikan santapan dengan

mengolahnya seperti digoreng, disambal, digulai, direndang, dll (sosiologis).

Gambar 2

d) wereng ‘wereng’

Wereng adalah hewan yang terkenal dalam lingkungan perpadian, dalam

bahasa Indonesia wereng juga disebut dengan ‘wereng’. Hal yang menyebabkan
hewan ini menjadi hewan yang sangat dikenal masyarakat Desa Rumah Pil-Pil

karena hasil panen mereka mengalami kegagalan besar yang disebabkan hewan

ini. Banyak petani yang secara total mengalami kerugian pada saat hewan ini

menyerang tepatnya sekitar 30 tahun yang lalu, dan semua petani saat itu sangat

mengingat peristiwa tersebut hingga saat ini (sosiologis). Jika dilihat, hewan

wereng ini merupakan hewan kecil yang terdiri dari beberapa jenis, ada yang

berwarna hijau (nephotettix virescens), coklat (nilavarpata lugens), dan ada juga

yang berwarna loreng (recilia dorsalis). Hewan wereng ini menyerang padi saat

padi disemai sampai padi dipanen dengan cara menghisap cairan padi pada bagian

pelepah daun (biologis). Apabila padi diserang maka daun padi akan kering

melebar membentuk lingkaran yang disebabkan oleh wereng coklat, sedangkan

wereng hijau dan wereng loreng adalah pembawa virus untuk padi dengan

penyakit yang menyebabkan padi menjadi kerdil, oleh sebab itulah jika ketiga

jenis wereng ini menyerang padi maka para petani akan mengalami kerugian besar

atau gagal panen (ideologis).

e) kalinjuhang ‘andong’

Kalinjuhang merupakan tumbuhan yang sering dijumpai di pematang

sawah masyarakat Desa Rumah Pil-Pil, kalinjuhang memiliki makna ‘andong’

dalam bahasa Indonesia. Kalinjuhang sering dijumpai di sawah masyarakat

tersebut karena masyarakat atau petani menggunakan tumbuhan kalinjuhang

sebagai pembatas antara sawah yang satu dengan sawah yang lain. Hal ini

dilakukan karena tumbuhan kalinjuhang memang dianggap cocok karena dapat

tumbuh kuat di pematang sawah (ideologis). Kalinjuhang memiliki dua warna

yang dominan yaitu merah dan hijau, yang paling sering dijumpai di pematang
sawah petani desa ini adalah kalinjuhang yang berwarna hijau dengan daun yang

memiliki helaian berbentuk garis atau lanset, pangkal yang berbentuk baji dan

ujung runcing jika telah memiliki umur yang tua tingginya bisa mencapai 2-4

meter (biologis). Biasanya kalinjuhang ini juga sering digunakan sebagai tempat

untuk melindungi dari terik matahari.

Gambar 3

f) banggur-banggur ‘bandotan’

Leksikon banggur-banggur dalam bahasa Indonesia memiliki makna

‘bandotan’. Banggur-banggur merupakan tumbuhan yang sangat mudah

ditemukan disekitaran padi, warna tumbuhan ini hijau dan batangnya memiliki

warna kemerahan, bunganya kecil-kecil berwarna putih namun berubah menjadi

ungu ketika mekar (biologis). Tumbuhan ini sering digunakan menjadi obat ketika

terkena luka iris atau goresan kecil yang mengeluarkan darah karena tumbuhan ini

mampu untuk menghentikan pendarahan pada luka (ideologis). Maka dari itu

masyarakat khususnya petani yang terkena luka saat bekerja akan mencari
tumbuhan ini, mengambil daunnya lalu dipiuh dan ditempelkan pada luka

(sosiologis).

4.1.5 Leksikon Hasil Olahan Padi

Pada bagian leksikon hasil olahan padi yang diambil hanya leksikon

olahan padi yang menjadikan padi sebagai bahan utama hasil olahannya dan

merupakan hasil olahan padi yang ada dan juga melekat pada masyarakat di Desa

Rumah Pil-Pil karena tidak hanya dikonsumsi semata namun juga digunakan

sebagai bagian dari adat istiadat masyarakat setempat.

Tabel 4.6 Data Leksikon Hasil Olahan Padi

No Nomina Glos (Nomina)

1 cimpa matah beras yang ditumbuk halus di lesung

membentuk kepalan tangan

2 cimpa tuang beras yang ditumbuk halus dan di goreng

3 cimpa unung-unung beras yang ditumbuk halus dan dibungkus di

daun singkut dengan inti gula merah

4 cimpa lepat beras yang ditumbuk halus dan dibungkus

daun pisang

5 cimpa buluh beras yang dicampur santan dan dibakar di

dalam bambu

6 dol-dol/jenang dodol

7 kalu-kalu Padi yang digongseng dan dibasahi sedikit

sebelum ditumbuk menjadi pipih


8 ndumen padi yang digongseng kemudian dibiarkan

dingin sebelum ditumbuk menjadi pipih

9 pah-pah padi yang digongseng dan ditumbuk pipih

10 rires/lemang beras yang dicampur santan dan dibakar di

dalam bambu

11 tapai tapai

12 tepung tepung

13 wajit wajik

Total temuan leksikon hasil olahan padi dalam bahasa Karo di Desa

Rumah Pil-Pil adalah berjumlah 13 leksikon dan hanya pada tataran nomina.

a) cimpa lepat ‘beras yang ditumbuk halus dan dibungkus daun pisang’

Cimpa lepat memiliki makna ‘beras yang ditumbuk halus dan dibungkus

daun pisang’ yang merupakan salah satu jenis olahan dari padi dengan rasa manis

dari gula aren dan memiliki rasa hangat setelah dimakan yang berasal dari sedikit

campuran bubuk lada, memiliki warna coklat dan dibungkus dengan daun pisang

dengan ukuran yang kecil (biologis). Cimpa lepat dalam masyarakat Desa Rumah

Pil-Pil selalu dijadikan sebagai makanan yang diharuskan ada ketika dilakukannya

acara mbengket rumah mbaru ‘memasuki rumah baru’ karena dianggap sebagai

simbol serupa dengan cimpa tersebut, yaitu agar keluarga yang menempati rumah

yang baru itu akan memiliki kehidupan yang manis dan hangat (ideologis). Setiap

masyarakat yang hendak memasuki rumah baru menu cimpa lepat akan menjadi

makanan utama yang akan disajikan (sosiologis).


b) pah-pah ‘padi yang digongseng dan ditumbuk pipih’

Pah-pah merupakan makanan dari hasil olahan padi yang memiliki makna

‘padi yang digongseng dan ditumbuk pipih’. Pah-pah selalu ada disetiap rumah

para petani padi yang padinya telah siap dipanen sebagai tanda bahwa mereka

telah siap memanen padi mereka (ideologis). Hal ini selalu dilakukan para petani

padi namun, belakangan ini telah jarang dijumpai para petani membuat pah-pah

ketika selesai panen yang disebabkan oleh menurunnya semangat untuk

membuatnya (sosiologis). Membuat pah-pah terbilang cukup memakan waktu dan

tenaga karena padi yang telah dipilih dan disesuaikan takarannya akan digongseng

terlebih dahulu kemudian ditumbuk dalam lesung hingga pipih dan terpisah padi

dari beras, setelah padi pipih maka langkah selanjutnya padi tersebut ditampi

untuk memisahkan beras pipih dari kulit padi (biologis). Proses ini menjadi salah

satu pemicu berkurangnya para petani membuat pah-pah kemudian pemicu

lainnya adalah telah jarang pula dijumpai lesung berukuran besar yang biasa

digunakan untuk membuat pah-pah, selanjutnya para orang tua yang dulunya suka

membuat olahan padi ini tidak lagi membuatnya dan sebagian lagi mengatakan

bahwa mereka tidak kuat lagi menggigit pah-pah tersebut yang akhirnya membuat

para petani dari generasi ke generasi berikutnya semakin menurun semangatnya

untuk membuat pah-pah.


4.2 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Perpadian dalam Bahasa Karo.

Mengetahui tingkat pemahaman masyarakat Desa Rumah Pil-Pil terhadap

leksikon perpadian dengan jumlah penduduk 1175 orang, maka dilakukan

pengujian dengan menentukan responden sebanyak 10% dari jumlah penduduk.

Namun, yang memenuhi kriteria menjadi responden hanya 1050 orang saja. Jadi,

jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 105 orang yang dibagi dalam tiga

kelompok usia. Pertama kelompok usia 15-20 tahun, kedua kelompok usia 21-45

tahun, dan ketiga kelompok usia >45 tahun dengan masing-masing jumlah

responden tiap kelompok usia sebanyak 35 orang. Penentuan tingkat pemahaman

responden tentang leksikon perpadian dalam bahasa Karo diajukan tiga pilihan

jawaban pada setiap responden, yaitu :

1. Pilihan 1 bermakna responden mengenal, pernah melihat, pernah

mendengar, dan pernah menggunakan,

2. Pilihan 2 bermakna tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah

mendengar, dan tidak pernah menggunakan,

3. Pilihan 3 bermakna tidak mengenal, tidak pernah melihat, dan tidak pernah

menggunakan.

Data yang diujikan kepada responden berjumlah 5 kelompok yang terdiri

dari 118 leksikon perpadian dalam bahasa Karo.


4.2.1 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil pada Tiga Kelompok

Usia Terhadap Leksikon Nomina dalam Bahasa Karo

Pemahaman masyarakat Desa Rumah Pil-Pil terhadap 118 jumlah leksikon

nomina bahasa Karo dengan tiga kelompok responden yang dibagi berdasarkan

kelompok usia yaitu usia 15-20 tahun, usia 21-45 tahun, dan usia >45 tahun

dengan jumlah 105 orang. Jumlah informan tiap kelompok usia adalah 35 orang.

Dari hasil pengujian dan analisis data yang dilakukan, maka pemahaman

masyarakat Desa Rumah Pil-Pil terhadap leksikon nomina dapat dideskripsikan

pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.7

Deskripsi Pemahaman Leksikon Nomina dalam Bahasa Karo pada Tiga


Kelompok Usia

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 1201 95,3% 34 2,7% 25 2%

2. Leksikon tahap tanam 1438 72,1% 143 7,2% 414 20,7%

3. Leksikon tahap pasca tanam 2971 83,2% 164 4,6% 435 12,2%

4. Leksikon hewan dan

tumbuhan disekitar padi 3241 77,2% 256 6,1% 703 16,7%

5. Leksikon hasil olahan padi 1177 86,2% 57 4,2% 131 9,6%

Jumlah 10028 654 1708

Rata-rata 81% 5,2% 13,8%


Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman masyarakat Desa

Rumah Pil-Pil terhadap lima kelompok leksikon dalam tiga kategoridiperoleh

jumlah pemahaman (JP) sebanyak 10028 dan rata-rata berjumlah 81%. Kategori

II, jumlah pemahaman (JP) sebanyak 654 dan rata-rata berjumlah 5,2%. Kategori

III, jumlah pemahaman (JP) sebanyak 1708 dan rata-rata berjumlah 13,8%.

Dalam Kategori I (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan

pernah menggunakan)kelompok leksikon tahap pratanam menjadi kelompok

leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi dengan JP 1201 (95,3%), kelompok

leksikon yang terendah dalam kategori I adalah kelompok leksion tahap tanam

dengan JP 1438 (72,1%).

Kategori II(tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah

mendengar, dan tidak pernahmenggunakan)kelompok leksikon dengan jumlah

pemahaman tertinggiadalah kelompok leksikon tahap tanam dengan jumlah

pemahaman (JP) 143(7,2%), kelompok leksikon terendah dalam kategori II adalah

kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemahaman (JP) 34(2,7%).

Kategori III (tidak mengenal, tidak pernah lihat, tidak pernah

mendengar, dan tidak pernahmenggunakan) kelompok leksikon dengan

jumlah pemahaman tertinggi 414(20,7%) terdapat dalam kelompok leksikon

tahap tanam dan kelompok leksikon denganjumlah pemahaman terendah 25(2%)

terdapat dalam kelompok leksikon tahap pratanam.

Dari ketiga kategori, hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi penyusutan

pemahaman yang lebih tinggi antara kategori 3 dibandingkan dengan kategori 2.

Jumlah pemahaman (JP) pada kategori 3 adalah 1708 (13,8 %), sementara jumlah

pemahaman(JP) pada kategori 2 adalah 654 (5,2 %), itu artinya terjadi
peningkatan penyusutan pemahaman sebesar 8,6 %. Hal itu disebabkan kelompok

usia remaja (12-20 tahun) mayoritas ada pada kategori 3. Berikut ini gambaran

dalam bentuk diagram

Kategori III 13,8% ; 0


Kategori II 5,2%

Kategori I 81%

Gambar 4

4.2.1.1 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Nomina Tahap Pratanam

Leksikon nomina pratanam merupakan leksikon tahapan utama dalam

sistem pengolahan perpadian. Berdasarkan tabel 4.2, leksikon nomina tahap

pratanam berjumlah 12 leksikon yaitu, batang, bulung nguda, benih page,

cangkul, galungi, galungi, kubang, peren/dukut, patuk, rengkat, taneh, urat, yang

diujikan pada tiga generasi dengan hasil analisis nomina tahap pratanam dapat

dirangkum bahwa pemahaman padaKategori 1 (mengenal, pernah melihat,

pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 1201 (95,3 %).

Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar,

dan tidak pernah menggunakan) JP 34 (2,7 %). Dan pada Kategori 3 (tidak

mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan) dengan JP 25 (2 %). Hasil analisis data menunjukkan bahwa


leksikon tahap pratanam tergolong masih dikenal oleh masyarakat di Desa Rumah

Pil-Pil.

4.2.1.2 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Nomina Tahap Tanam

Leksikon nomina tahap tanam merupakan leksikon tahap padi ditanam di

sawah hingga paditumbuh dan menghasilkan buah hingga siap untuk dipanen.

Leksikon nomina pada tahap ini berjumlah 19 leksikon yaitu, bunga page, beltek

laki, beltek beru, gotong-gotong, lapat, lapang lau, matana, nali plastik, ndumen,

papanna, erseintah/prindih/sikawiten, pupuk, pahpahen, rumpah, racun, simurau,

taneh penambat, wayah-wayah, wereng, yang diujikan pada tiga generasi dengan

hasil analisis nomina tahap tanam dapat dirangkum bahwa pemahaman pada

padaKategori 1 (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah

menggunakan) dengan JP 1438 (72,1 %). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal,

tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan)

JP 143 (7,2 %). Dan Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak

pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 414 (20,7 %).

Hasil analisis data menunjukkan bahwa leksikon tahap pratanam tergolong masih

dikenal oleh masyarakat di Desa Rumah Pil-Pil.

4.2.1.3 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Nomina Tahap Pasca Tanam

Leksikon nomina tahap pasca tanam merupakan leksikon yang diambil

saat padi siap untuk dipanen. Leksikon nomina pada tahap ini berjumlah 34

leksikon yaitu, abu, amak, ampam berat, ayan, bulung metua, buah, beras,

betah,
bening, batar-batar, ember, erprihpih/plujau, guni, kulit page, kedep, keben,

kipas, lapung, lesung, lau kanci, lau pemurihi/basuhen, mesin nggiling, ndiru,

nggala, page, pasuk-pasuk, peranin, runci, regen, sabi-sabi, sorong, segal,

simaspas, turiang, yang diujikan pada tiga generasi dengan hasil analisis nomina

tahap pasca tanam dapat dirangkum bahwa pemahaman pada Kategori 1

(mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan)

dengan JP 2971 (83,2 %). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah

melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) JP 164 (4,6 %).

Dan Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah

mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 435 (12,2 %). Hasil

analisis data menunjukkan bahwa leksikon tahap pasca tanam tergolong masih

dikenal oleh masyarakat di Desa Rumah Pil-Pil.

4.2.1.4 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Nomina Hewan dan Tumbuhan Sekitar Padi

Leksikon hewan dan tumbuhan disekitar padi merupakan hewan dan

tumbuhan yang berada disekitar padi dimana, hewan dan tumbuhan ini ada saat

masyarakat menanam padi. Baik hewan dan tumbuhan tersebut mengganggu atau

hanya hidup berdampingan. Leksikon nomina pada bagian ini berjumlah 40

leksikon yaitu, bur-bur, eicah, eirah, garabuai, gaya, kacinanau, kedi-kedi, kirik,

kepah, kalimantek, katak, lawah-lawah, leitau, menci, mbulan takal, nipai-nipai,

perkis mbiring, perkis gara, perkis berngi, pua, ribu-ribu, siri-siri, singkai,

wereng, banggur-banggur, cikai-cikai, cupak-cupak, dukut buluh, dukut bandel,

kalesi, kurmil, kalinjuhang, page-page, sayat-sayat, sabi kabang, sabi menci,


sibancir, singkai-singkai, suntil-suntil, tengkua, yang diujikan pada tiga generasi

dengan hasil analisis nomina hewan dan tumbuhan sekitar padi dapat dirangkum

bahwa pemahaman pada Kategori 1 (mengenal, pernah melihat, pernah

mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 3241 (77,2 %). Untuk

Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan

tidak pernah menggunakan) JP 256 (6,1 %). Dan Kategori 3 (tidak mengenal,

tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan) dengan JP 703 (16,7 %). Hasil analisis data menunjukkan bahwa

leksikon hewan dan tumbuhan sekitar padi tergolong masih dikenal oleh

masyarakat di Desa Rumah Pil-Pil.

4.2.1.5 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Nomina Hasil Olahan Padi

Leksikon hasil olahan padi adalah leksikon dari hasil mengolah padi yang

dibuat oleh masyarakat setempat. Leksikon nomina pada bagian ini berjumlah 13

leksikon yaitu, cimpa matah, cimpa tuang, cimpa unung-unung, cimpa lepat,

cimpa buluh, dol-dol/jenang, kalu-kalu, ndumen, pah-pah, rires/lemang, tapai,

tepung, wajit, yang diujikan pada tiga generasi dengan hasil analisis nomina hasil

olahan padi dapat dirangkum bahwa pemahaman pada Kategori 1 (mengenal,

pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP

1177 (86,2 %). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat,

pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) JP 57 (4,2 %). Dan

Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar,

dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 131 (9,6 %). Hasil analisis data
menunjukkan bahwa leksikon hasil olahan padi tergolong masih dikenal oleh

masyarakat Desa Rumah Pil-Pil.

Tabel 4.8

Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap Leksikon

Nomina Generasi Usia ≥ 45

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 420 100 0 0 0 0

2. Leksikon tahap tanam 637 95,8 0 0 28 4,2

3. Leksikon tahap pasca tanam 1167 98,1 3 0,2 20 1,7

4. Leksikon hewan dan tumbuhan

disekitar padi 1372 98 4 0,3 24 1,7

5. Leksikon hasil olahan padi 439 96,5 0 0 16 3,5

Jumlah 4035 7 88

Rata-rata 97,7 0,2 2,1

Dari uraian tabel di atas, terdata 118 leksikon nomina yang dikelompokkan

menjadi 5 kelompok. Pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo

khususnya pada generasi us≥ia 45 tahun diperoleh jumlah pemaham pada

kategori 1 jumlah pemaham 4035 (97,7 %). Jumlah pemaham tertinggi pada

kategori 1 diperoleh kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham

420 (100 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap tanam dengan

jumlah pemaham 637 (95,8 %).


Kategori 2 dengan jumlah pemaham 7 (0,2 %). Jumlah pemaham tertinggi

berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok leksikon

hewan dan tumbuhan sekitar padi dengan jumlah pemaham 4 (0,3 %). Kelompok

leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pratanam, leksikon tahap tanam, dan

leksikon hasil olahan padi yang masing-masing memperoleh jumlah pemaham 0

(0 %).

Kategori 3 dengan jumlah pemaham 88 (2,1 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok

leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 28 (4,2 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dengan persentase pemaham 0 (0%).

Dengan demikian secara keseluruhan pemahaman leksikon perpadian dalam

bahasa Karo untuk generasi usia≥ 60 tahun jumlah pemaham yang paling tingg i

adalah pada kategori 1 (pernah melihat, mendengar, dan menggunakan) dengan

jumlah pemaham 4035 (97,7 %) dan kategori 2 (pernah mendengar) memperoleh

persentase pemaham terendah dengan jumlah pemaham 7 (0,2 %).

Tabel 4.9

Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap Leksikon

Nomina Generasi Usia 21-45 Tahun


Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 412 98,1 8 1,9 0 0

2. Leksikon tahap tanam 517 77,8 62 9,3 86 12,9

3. Leksikon tahap pasca tanam 1037 87,1 52 4,4 101 8,5

4. Leksikon hewan dan

tumbuhan disekitar padi 1114 79,6 103 7,3 183 13,1

5. Leksikon hasil olahan padi 415 91,2 19 4,2 21 4,6

Jumlah 3495 244 391

Rata-rata 84,6 5,9 9,5

Pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo khususnya pada

generasi usia 21-45 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah

pemaham 3495 (84,6 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh

kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 412 (98,1 %).

Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap tanam dengan jumlah

pemaham 517 (77,8 %).

Kategori 2 dengan jumlah pemaham 244 (5,9 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok

leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 62 (9,3 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam, dengan jumlah pemaham 8 (1,9 %).

Kategori 3 dengan jumlah pemaham 391 (9,5 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok


leksikon hewan dan tumbuhan sekitar padi dengan jumlah pemaham 183 (13,1

%). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dengan

persentase pemaham 0 (0%). Dengan demikian secara keseluruhan pemahaman

leksikon perpadian dalam bahasa Karo untuk generasi usia 21-45 tahun jumlah

pemaham yang paling tinggi adalah pada kategori 1 (pernah melihat, mendengar,

dan menggunakan) dengan jumlah pemaham 3495 (84,6 %) dan kategori 2

(pernah mendengar) memperoleh persentase pemaham terendah dengan jumlah

pemaham 244 (5,9 %).

Tabel 4.10
Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap
Leksikon Nomina Generasi Usia 15-20 Tahun

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 369 87,8 26 6,3 25 5,9

2. Leksikon tahap tanam 284 42,7 81 12,2 300 45,1

3. Leksikon tahap pasca tanam 767 64,4 109 9,2 314 26,4

4. Leksikon hewan dan

tumbuhan disekitar padi 755 54 149 10,6 496 35,4

5. Leksikon hasil olahan padi 323 71 38 8,3 94 20,7

Jumlah 2498 403 1229

Rata-rata 60,5 9,7 29,8

Pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo khususnya pada

generasi usia 15-20 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah
pemaham 2498 (60,5 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh

kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 369 (87,8 %).

Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap tanam dengan jumlah

pemaham 284 (42,7 %).

Kategori 2 dengan jumlah pemaham 403 (9,7 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok

leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 81 (12,2 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam, dengan jumlah pemaham 26 (6,3 %).

Kategori 3 dengan jumlah pemaham 1229 (29,8 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok

leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 300 (45,1 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dengan persentase pemaham 25 (5,9

%). Dengan demikian secara keseluruhan pemahaman leksikon perpadian dalam

bahasa Karo untuk generasi usia 15-20 tahun jumlah pemaham yang paling tinggi

adalah pada kategori 1 (pernah melihat, mendengar, dan menggunakan) dengan

jumlah pemaham 2498 (60,5 %) dan kategori 2 (pernah mendengar) memperoleh

persentase pemaham terendah dengan jumlah pemaham 403 (9,7 %).

4.2.2 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil pada Tiga Kelompok

Usia Terhadap Leksikon Verba dalam Bahasa Karo


Pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon verba dalam

lingkungan perpadian terdiri atas 50 leksikon verba yang diperoleh dari 5

kelompok leksikon. Leksikon tersebut diujikan kepada 105 informan di Desa

Suka Makmur dengan tiga generasi kelompok usia > 45 tahun , usia 25 - 44 tahun

, dan 12- 24 tahun. Pemahaman leksikon verba dalam bahasa Karo khususnya

dalam lingkungan perpadian dapat dideskripsikan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.11

Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap Leksikon Verba

Pada Tiga Kelompok Usia

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 1387 73,4 385 20,4 118 6,2

2. Leksikon tahap tanam 811 70,2 231 20 113 9,8

3. Leksikon tahap pasca tanam 1533 69,5 282 12,8 390 17,7

4. Leksikon hewan dan

tumbuhan sekitar padi - - - - - -

5. Leksikon hasil olahan padi - - - - - -

Jumlah 3731 898 621

Rata-rata 71,1 17,1 11,8

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman masyarakat Desa

Rumah Pil-Pil terhadap sembilan kelompok leksikon adalah Kategori 1 diperoleh

jumlah pemahaman (JP) sebanyak 3731 dan rata-rata berjumlah 71,1 %. Kategori
2, jumlah pemahaman (JP) sebanyak 898 dengan jumlah rata-rata 17,1 %.

Kategori 3 jumlah pemahaman (JP) 621 dan jumlah rata-rata 11,8 %. Dalam

Kategori 1 kelompok leksikon tahap pratanam menjadi kelompok leksikon

dengan jumlah pemahaman tertinggi dengan JP 1387 (73,4 %), kelompok

leksikon yang terendah dalam Kategori 1 adalah kelompok leksikon tahap pasca

tanam dengan masing-masing JP adalah 1533 (69,5 %). Kategori 2 kelompok

leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah kelompok leksikon tahap

pratanam dengan JP 385 (20,4 %), kelompok leksikon terendah adalah kelompok

leksikon tahap pasca tanam dengan masing-masing jumlah pemahaman adalah

282 (12,8 %). Kategori 3 kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi

adalah leksikon tahap pasca tanam dengan JP 390 (17,7 %), dan kelompok

leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah kelompol leksikon tahap

pratanam dengan jumlah pemahaman JP 118 (6,2%).

Pada kategori 2 terlihat pemahaman lebih besar yaitu 898 (17,1 %)

dibandingkan dengan kategori 3 dengan jumlah pemahaman JP 621 (11,8 %)

dengan jumlah perbandingan 5,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok

usia 15-20 mayoritas pada kategori 2 hanya pernah mendengar namun tidak

pernah melakukan. Berikut ini gambaran dalam bentuk diagram


Kategori III 11,8%; 0
Kategori II 17,1%

Kategori I 71,1%

Gambar 5

4.2.2.1 Pemahaman Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Verba Tahap Pratanam

Pemahaman guyup tutur dalam bahasa karo terhadap leksikon verba tahap

pratanam terdiri atas 18 leksikon verba yaitu ngeremai/ngerendam, ngangkat

benih, encires, ngambur benih, namburi, nangkul, erban galungi, nambaki,

nggawer, ngeruah dukut, ngeruah rengkat, dek-dek, pas-pasi, ngkeret, erurat,

nambekken garabuai, ersuli, mpesai. Kategori 1 (mengenal, pernah melihat,

pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 811 (70,2 %). Untuk

Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan

tidak pernah menggunakan) JP 231 (20 %). Dan Kategori 3 (tidak mengenal,

tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah

menggunakan) dengan JP 113 (9,8 %). Hasil analisis data menunjukkan bahwa

leksikon tahap pratanam tergolong masih dikenal oleh masyarakat di Desa Rumah

Pil-Pil.
4.2.2.2 Pemahaman Masyarakat Desa Rumh Pil-Pil Terhadap Leksikon

Verba Tahap Tanam

Pemahaman guyup tutur dalam bahasa Karo terhadap leksikon verba tahap

tanam terdiri atas 11 leksikon verba yaitu, nembis, ngembak, ngerau-rau, nuan

page, ngerampati, mupuki mompa, murau, muluti, najuk, mitut galungi. Kategori

1 (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan)

dengan JP 1201 (95,3 %). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah

melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) JP 34 (2,7 %).

Dan Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah

mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 25 (2 %). Hasil

analisis data menunjukkan bahwa leksikon tahap pratanam tergolong masih

dikenal oleh masyarakat di Desa Rumah Pil-Pil.

4.2.2.3 Pemahaman Masyarkat Desa Rumah Pil-Pil Terhadap Leksikon

Verba Tahap Pasca Tanam

Pemahaman guyup tutur dalam bahasa Karo terhadap leksikon verba tahap

pasca tanam terdiri atas 21 leksikon verba yaitu, njemur page, make amak, rakut

ugur-ugur, nggawer, erbuah, muati betah, miari, ngangin, ngguniken, rani,

mbasuh beras, nggiling page, ngerik, pegunguni page, lukutken/pinuhken,

telbuhken, neraya, nutung runci, nabi, maspas. Kategori 1 (mengenal, pernah

melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 1533 (69,5

%). Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah

mendengar, dan tidak pernah menggunakan) JP 282 (12,8 %). Dan Kategori 3

(tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak
pernah menggunakan) dengan JP 390 (17,7 %). Hasil analisis data menunjukkan

bahwa leksikon tahap pratanam tergolong masih dikenal oleh masyarakat di Desa

Rumah Pil-Pil.

Tabel 4.12

Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap Leksikon Verba

Pada Generasi Usia ≥ 45 Tahun

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 630 100 0 0 0 0

2. Leksikon tahap tanam 374 97,1 11 2,9 0 0

3. Leksikon tahap pasca tanam 722 98,2 4 0,6 9 1,2

Jumlah 1726 15 9

Rata-rata 98,6 0,9 0,5

Dari uraian tabel di atas, terdata 50 leksikon verba yang dikelompokkan

menjadi 3 kelompok. Pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo

khususnya pada generasi us≥ia 45 tahun diperoleh jumlah pemaham pada

kategori 1 jumlah pemaham 1726 (98,6 %). Jumlah pemaham tertinggi pada

kategori 1 diperoleh kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham

630 (100 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap tanam dengan

jumlah pemaham 374 (97,1 %).


Kategori 2 dengan jumlah pemaham 15 (0,9 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok

leksikon tahap tanam dengan jumlah pemaham 11 (2,9 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 0 (0 %).

Kategori 3 dengan jumlah pemaham 9 (1,2 %). Jumlah pemaham tertinggi

berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok leksikon

tahap pasca tanam dengan jumlah pemaham 9 (1,2 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dan tahap tanam dengan jumlah

persentase masing-masing pemaham (0%). Dengan demikian secara keseluruhan

pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo untuk generasi usia ≥ 45 tahun

jumlah pemaham yang paling tinggi adalah pada kategori 1 (pernah melihat,

mendengar, dan menggunakan) dengan jumlah pemaham 1726 (98,6 %). dan

kategori 3 (tidak tau sama sekali) memperoleh persentase pemaham terendah

dengan jumlah pemaham 9 (0,5 %).

Tabel 4.13

Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap

Leksikon Verba Pada Generasi Usia 21-45 Tahun

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 534 84,8 92 14,6 4 0,6

2. Leksikon tahap tanam 330 85,7 49 12,7 6 1,6


3. Leksikon tahap pasca tanam 582 79,2 45 6,1 108 14,7

Jumlah 1446 186 118

Rata-rata 82,6 10,7 6,7

Pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo khususnya pada

generasi usia 21-45 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah

pemaham 1446 (82,6 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh

kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 534 (84,8 %).

Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pasca tanam dengan jumlah

pemaham 582 (79,2 %).

Kategori 2 dengan jumlah pemaham 186 (10,7 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok

leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 92 (14,6 %). Kelompok

leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pasca tanam, dengan jumlah pemaham

45 (6,1 %).

Kategori 3 dengan jumlah pemaham 118 (6,7 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok

leksikon pasca tanam dengan jumlah pemaham 108 (14,7 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dengan persentase pemaham 4 (0,6

%). Dengan demikian secara keseluruhan pemahaman leksikon perpadian dalam

bahasa Karo untuk generasi usia 21-45 tahun jumlah pemaham yang paling tinggi

adalah pada kategori 1 (pernah melihat, mendengar, dan menggunakan) dengan


jumlah pemaham 1446 (82,6 %) dan kategori 3 (tidak tau sama sekali)

memperoleh persentase pemaham terendah dengan jumlah pemaham 118 (6,7 %).

Tabel 4.14

Deskripsi Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap Leksikon

Verba Pada Generasi Usia 15-20 Tahun

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 223 35,4 293 46,5 114 18,1

2. Leksikon tahap tanam 107 27,8 171 44,4 107 27,8

3. Leksikon tahap pasca tanam 229 31,2 233 31,7 273 37,1

Jumlah 559 697 494

Rata-rata 32 39,8 28,2

Pemahaman leksikon perpadian dalam bahasa Karo khususnya pada

generasi usia 15-20 tahun diperoleh jumlah pemaham pada kategori 1 jumlah

pemaham 559 (32 %). Jumlah pemaham tertinggi pada kategori 1 diperoleh

kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 223 (35,4 %).

Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon tahap tanam dengan jumlah

pemaham 107 (27,8 %).

Kategori 2 dengan jumlah pemaham 697 (39,8 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok

leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemaham 293 (46,5 %). Kelompok
leksikon terendah diperoleh leksikon tahap pasca tanam, dengan jumlah pemaham

233 (31,7 %).

Kategori 3 dengan jumlah pemaham 494 (28,2 %). Jumlah pemaham

tertinggi berdasarkan deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok

leksikon pasca tanam dengan jumlah pemaham 273 (37,1 %). Kelompok leksikon

terendah diperoleh leksikon tahap pratanam dengan persentase pemaham 114

(18,1 %). Dengan demikian secara keseluruhan pemahaman leksikon perpadian

dalam bahasa Karo untuk generasi usia 15-20 tahun jumlah pemaham yang paling

tinggi adalah pada kategori 2 (pernah mendengar) dengan jumlah pemaham 697

(39,8 %) dan kategori 3 (tidak tau sama sekali) memperoleh persentase pemaham

terendah dengan jumlah pemaham 494 (28,2 %).

4.2.3 Perbandingan Tingkat Pemahaman Leksikon Nomina dan Verba

Perpadian dalam Bahasa Karo

Perbandingan tingkat pemahaman dalam bagian ini akan menguraikan

hasil dari setiap pemahaman leksikon nomina dan verba dari ketiga kategori dan

kelima kelompok leksikon dalam tiga tingkatan usia yang telah ditentukan. Dari

penggabungan tabel leksikon nomina dan verba akan terlihat jelas bagaimana

tingkat pemahaman pada tiga kategori usia dalam setiap kelompok leksikon.

4.2.3.1 Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo terhadap

Leksikon Nomina dan Verba Pada Generasi Usia ≥45 Tahun


Tabel 4.15

Deskripsi Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo terhadap

Leksikon Nomina dan Verba pada Generasi Usia ≥45 Tahun

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

Nomina JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 420 100 0 0 0 0

2. Leksikon tahap tanam 637 95,8 0 0 28 4,2

3. Leksikon tahap pasca tanam 1167 98,1 3 0,2 20 1,7

4. Leksikon hewan dan

tumbuhan disekitar padi 1372 98 4 0,3 24 1,7

5. Leksikon hasil olahan padi 439 96,5 0 0 16 3,5

Jumlah 4035 7 88

Rata-rata 97,7 0,2 2,1

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

Verba JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 630 100 0 0 0 0

2. Leksikon tahap tanam 374 97,1 11 2,9 0 0

3. Leksikon tahap pasca tanam 722 98,2 4 0,6 9 1,2

Jumlah 1726 15 9

Rata-rata 98,6 0,9 0,5


Dari uraian tabel di atas dapat disimpulkan jumlah pemaham tertinggi pada

kategori 1 diperoleh kelompok leksikon verba dengan jumlah pemaham 1726

(98,6 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon nomina dengan jumlah

pemaham 4035 (97,7 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan deskripsi

persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok leksikon verba dengan jumlah

pemaham 15 (0,9 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon nomina

dengan jumlah pemaham 7 (0,2 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan

deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok leksikon nomina dengan

jumlah pemaham 88 (2,1 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon

verba dengan jumlah pemaham 9 (0,5%). Dengan demikian secara keseluruhan

perbandingan tingkat pemahaman guyub tutur terhadap leksikon nomina dan

verba bahasa Karo untuk generasi usia ≥ 45 tahun jumlah pemaham yang paling

tinggi adalah pada leksikon verba dengan jumlah pemaham 1726 (98,6 %). Hal ini

membuktikan generasi usia ≥ 45 tahun lebihmengenal dan sering menggunakan

leksikon verba dalam bahasa Karo terkait dengan perpadian.

4.2.3.2 Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo Terhadap

Leksikon Nomina dan Verba Pada Generasi Usia 21-45 Tahun

Tabel 4.16

Deskripsi Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo terhadap

Leksikon Nomina dan Verba pada Generasi Usia 21--45 Tahun

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

Nomina JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 412 98,1 8 1,9 0 0


2. Leksikon tahap tanam 517 77,8 62 9,3 86 12,9

3. Leksikon tahap pasca tanam 1037 87,1 52 4,4 101 8,5

4. Leksikon hewan dan

tumbuhan disekitar padi 1114 79,6 103 7,3 183 13,1

5. Leksikon hasil olahan padi 415 91,2 19 4,2 21 4,6

Jumlah 3495 244 391

Rata-rata 84,6 5,9 9,5

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

Verba JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 534 84,8 92 14,6 4 0,6

2. Leksikon tahap tanam 330 85,7 49 12,7 6 1,6

3. Leksikon tahap pasca tanam 582 79,2 45 6,1 108 14,7

Jumlah 1446 186 118

Rata-rata 82,6 10,7 6,7

Dari uraian tabel di atas dapat disimpulkan jumlah pemaham tertinggi pada

kategori 1 diperoleh kelompok leksikon nomina dengan jumlah pemaham 3495

(84,6 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon verba dengan jumlah

pemaham 1446 (82,6 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan deskripsi

persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok leksikon verba dengan jumlah

pemaham 186 (10,7 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon nomina

dengan jumlah pemaham 244 (5,9 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan

deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok leksikon nomina dengan

jumlah pemaham 391 (9,5 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon
verba dengan jumlah pemaham 118 (6,7%). Dengan demikian secara keseluruhan

perbandingan tingkat pemahaman guyub tutur terhadap leksikon nomina dan

verba bahasa Karo untuk generasi usia ≥ 45 tahun jumlah pemaham yang paling

tinggi adalah pada leksikon nomina dengan jumlah pemaham 3495 (84,6 %).Hal

ini membuktikan generasi usia 21-45 tahun lebihmengenal dan sering

menggunakan leksikon nomina dalam bahasa Karo terkait dengan perpadian.

4.2.3.3 Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo terhadap

Leksikon Nomina dan Verba Pada Generasi Usia 15-20 Tahun

Tabel 4.17

Deskripsi Perbandingan Pemahaman Guyup Tutur Bahasa Karo terhadap

Leksikon Nomina dan Verba pada Generasi Usia 15-20 Tahun

Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

Nomina JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 369 87,8 26 6,3 25 5,9

2. Leksikon tahap tanam 284 42,7 81 12,2 300 45,1

3. Leksikon tahap pasca tanam 767 64,4 109 9,2 314 26,4

4. Leksikon hewan dan

tumbuhan disekitar padi 755 54 149 10,6 496 35,4

5. Leksikon hasil olahan padi 323 71 38 8,3 94 20,7

Jumlah 2498 403 1229

Rata-rata 60,5 9,7 29,8


Kategori

No. Kelompok Leksikon 1 2 3

Verba JP % JP % JP %

1. Leksikon tahap pratanam 223 35,4 293 46,5 114 18,1

2. Leksikon tahap tanam 107 27,8 171 44,4 107 27,8

3. Leksikon tahap pasca tanam 229 31,2 233 31,7 273 37,1

Jumlah 559 697 494

Rata-rata 32 39,8 28,2

Dari uraian tabel di atas dapat disimpulkan jumlah pemaham tertinggi

pada kategori 1 diperoleh kelompok leksikon nomina dengan jumlah pemaham

2498 (60,5 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon verba dengan

jumlah pemaham 559 (32 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan deskripsi

persentase pada kategori 2 diperoleh kelompok leksikon verba dengan jumlah

pemaham 697 (39,8 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon nomina

dengan jumlah pemaham 403 (9,7 %). Jumlah pemaham tertinggi berdasarkan

deskripsi persentase pada kategori 3 diperoleh kelompok leksikon nomina dengan

jumlah pemaham 1229 (29,8 %). Kelompok leksikon terendah diperoleh leksikon

verba dengan jumlah pemaham 494 (28,2 %). Dengan demikian secara

keseluruhan perbandingan tingkat pemahaman guyub tutur terhadap leksikon

nomina dan verba bahasa Karo untuk generasi usia 15-20 tahun jumlah pemaham

yang paling tinggi adalah pada leksikon nomina dengan jumlah pemaham 2498

(60,5 %).Hal ini membuktikan generasi usia 15-20 tahun lebihmengenal dan

sering menggunakan leksikon nomina dalam bahasa Karo terkait dengan

perpadian.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, diperoleh

simpulan sebagai berikut :

1. Leksikon perpadian dalam bahasa Karo di Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan

Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang terdiri atas 5 kelompok leksikon yaitu

(1) leksikon perpadian tahap pratanam (2) leksikon perpadian tahap tanam

(3) leksikon perpadian tahap pasca tanam (4) leksikon hewan dan

tumbuhan di sekitar padi (5) leksikon hasil olahan padi. Dari lima

kelompok leksikon tersebut diperoleh 118 leksikon nomina, leksikon

verba terdiri atas 50 leksikon. Total leksikon yang ditemukan dalam

persawahan di Desa Rumah Pil-Pil adalah 168 leksikon. Leksikon tersebut

diujikan pada tiga generasi manusia dengan usia >60 tahun, usia 25 - 59

tahun, dan 12-24 tahun, pada guyub tutur bahasa Karo.

2. Dari data yang telah ditemukan dan dianalisis menyatakan bahwa

masyarakat Desa Rumah Pil-Pil dikategorikan masih mengenal dan

menggunakan leksikon perpadian walau mengalami penyusutan pada

setiap generasi. Pada us≥ia 45 tahun jumlah pemahaman tertinggi

diperoleh kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemahaman

(100%) pada tataran nomina jumlah pemahaman tertinggi 4035 (97,7%)

dan pada tataran verba pemahaman tertinggi 1726 (98,6%) diperoleh

kelompok leksikon tahap pratanam dengan jumlah pemahaman (100%)


yang masing-masing terdapat pada kategori I (mengenal, pernah melihat,

pernah mendengar, dan pernah menggunakan). Pada generasi usia 21-45

tahun pemahaman yang diperoleh pada tataran nomina dengan jumlah

pemahaman 3495 (84,6%) dengan kelompok leksikon tertinggi pada tahap

pratanam dengan jumlah pemahaman (98,1%) dan pada tataran verba

dengan jumlah pemahaman 1446 (82,6%) dengan kelompok leksikon

tertinggi pada tahap tanam dengan jumlah pemahaman (85,7%) yang

masing-masing terdapat pada kategori I (mengenal, pernah melihat, pernah

mendengar, dan pernah menggunakan). Pada generasi usia 15-20 tahun

pemahaman yang diproleh pada tataran nomina dengan jumlah

pemahaman 2498 (60,5%) dengan kelompok leksikon tertinggi pada tahap

pratanam dengan jumlah pemahaman (87,8%) yang terdapat dalam

kategori I (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah

menggunakan) dan pada tataran veba dengan jumlah pemahaman 697

(39,8%) dengan kelompok leksikon tertinggi pada tahap pratanam dengan

jumlah pemahaman (35,4%) terdapat dalam kategori II (pernah

mendengar). Jadi, jumlah penyusutan tiap generasi dari u≥si4a5 tahun

dengan 21-45 tahun berjumlah 13,1 % dan jumlah penyusutan dari usia

21-45 tahun dengan 15-20 tahun berjumlah 24.1 % pada tataan nomina.

Pada tataran verba jumlah penyusutan pada tiap generasi adalah dari usia

≥45 tahun dengan 21-45 tahun berjumlah 16 % dan jumlah penyusutan

dari usia 21-45 tahun dengan 15-20 tahun berjumlah 42,8 %.


5.2 Saran

Kehidupan ekologi persawahan guyub tutur masyarakat Karo yang

tercermin dalam bahasa sangat penting untuk dipelihara, dikembangkan, dan

didokumentasikan karena adanya aspek bahasa lingkungan dan lingkungan bahasa

yang terkandung di dalamnya. Penelitian “Leksikon Perpadian Dalam Bahasa

Karo : Kajian Ekolinguistik” ini masih memiliki kelemahan-kelemahan dan belum

begitu sempurna. Berkenaan dengan itu, penelitian aspek kebahasaan dalam

konteks ekologi perlu dikembangkan dengan menggunakan kajian ekolinguistik

yang lebih mendalam lagi dengan menerapkan model-model ekolinguistik untuk

menjawab aspek semantik, sintaktik, dan pragmatik serta dimensi ideologis,

sosiologis, dan biologis agar memperkaya aspek penelitian ekolinguistik.

Diharapkan adanya sebuah kerjasama yang baik antara pemerintah daerah

Kabupaten Deliserdang dan masyarakat Desa Rumah Pil-Pil, dalam usaha

melestarikan lingkungan serta budaya sebagai warisan budaya dengan bersama-

sama memperhatikan dan mencegah kerusakan lingkungan perpadian. Terkhusus

kepada Masyarakat Desa Rumah Pil-Pil agar dapat melestarikan budaya Karo dan

lingkungan hidupnya dengan cara menerapkan pemakaian leksikon ekologi dalam

perpadian.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakarta :


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Arikunto, Suharsimi.2010. Managemen Penelitian (edisi revisi). Jakarta: Rineka


Cipta.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. (edisi revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka


Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Handayani, Dila. 2015. Leksikon Kuliner Melayu Tanjung Balai: Kajian


Ekolinguistik (Tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mbete, Aron. 2013. Penulisan Singkat Penulisan Proposal Penelitian


Ekolinguistik.Denpasar: Vidia.

Mbete, Aron Meko. 2009. Ekolinguistik :Perspektif Kelinguistikan


yangProspektif.Denpasar: Program Magister dan Doktor Linguistik
Universitas Udayana.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Mubin dan Ani Cahyadi. 2006. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Quantum


Teaching.

Muhlhausler, Peter and Alwin Fill (Eds.) 2001. The Ecolinguistics Reader :
Language,Ecology and Environment. London and New York: Continuum.

Nadapdap, Marthina. 2008. Evaluasi Kesesuaian Lahan di Desa Rumah Pilpil


Kec. Sibolangit Kab. Deli Serdang untuk Tanaman Mangga
(Mangiferaspp), Sirsak (Annona Muricatal) dan Jambu Mete (Anacardium
Occidentalel): (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Oktaviani, Anggun. 2013. ”Leksikon Lingkungan Kepadian dalam Bahasa Jawa


di Desa Suka Makmur Kecamatan Binjai”: Kajian Ekolinguistik (Skripsi).
Medan: Universitas Sumatera Utara.

Riki Rahmad, Dkk.2018. “Aplikasi SIG Untuk Pemetaan Tingkat Ancaman


Longsor di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serang, Sumatera
Utara”. Fakultas Goegrafi Ugmdan Ikatan Geograf Indonesia.
Majalah Geografi Indonesia. Medan: Volume 32, Nomor 1, Maret 2018.

Riskyansyah, M Rozy. 2015. “Leksikon Nomina dan Verba Bahasa Jawa dalam
Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa: Kajian Ekolinguistik”
(Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sastrapradja, Setijati D. 2012.Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia. Jakarta:


Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan: USU Press.

Simanjuntak, Dairi Sapta Rindu. 2014. “Perubahan Fungsi Sosiologis Leksikon


Flora Bahasa Pakpak Dairi” (Tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar


Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.

Surbakti, Ernawati. 2013. “ Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei: Kajian


Ekolinguistik” (Tesis). Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tangkas, Putu Reland Dafincy. 2013. Khazanah Verbal Kepadian Komunitas


Tutur Bahasa Kodi, Sumba Barat Daya: Kajian Ekolinguistik” (Tesis).
Pascasarjana Universitas Udayana.

Widayati, Dwi, dkk. 2012. “Perubahan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu


Asahan”(Laporan Penelitian). Medan: Universitas Sumatera Utara.
Lampiran I
Tabel 1.1
DAFTAR LEKSIKON PERPADIAN DALAM BAHASA KARO

No Nomina Glos Verba Glos


. (Nomina) (Verba)
I. Leksikon Perpadian Tahap Pratanam
13. batang batang
14. bulung nguda daun muda
15. benih page benih padi ngeremai/ngerend merendam padi dalam air
am
ngangkat benih mengangkat benih
nencires meniriskan benih
ngambur benih menabur benih
namburi menutup benih yang
sudah ditabur
ersuli berkecambah
16. cangkul cangkul nangkul mencangkul
17. galungi pematang erban galungi membuat pematang
18. galungi petakan nambaki mempertinggi pematang
sawah nggawer membersihkan petakan
sawah dari rumput
ngambekke membuang keong
n garabuai
19. kubang lumpur
20. peren/dukut rumput ngeruah dukut mencabut rumput
21. patuk tajak
22. rengkat bibit padi ngeruah rengkat mencabut bibit padi
dengan tangan kosong
dek-dek cabut
pas-pasi memisahkan tanah dari
akar bibit
ngkeret rengkat memotong ujung daun
bibit padi
23. taneh tanah mpesai membersihkan tempat
pembibitan
24. urat akar erurat berakar
II. Leksikon Perpadian Tahap Tanam
13. bunga page bunga padi nembis membersihkan pematang
dengan tajak
14. beltek laki padi yang ngembak meratakan tanah dengan
telah cangkul
memiliki
bakal buah
15. beltek beru padi yang ngeraurau membersihkan lahan padi
masih dengan tangan sebelum
tersimpan ditanam
dalam batang
16. gotong kaleng yang nuan page menanam padi
- diisi batu
gotong untuk
mngusir
burung
17. lapat padi yang ngerampati menyisip tanaman padi
tidur akibat yang tidak tumbuh
ditiup angin
kencang
18. lapang lau tali air ke
petakan
sawah
19. matana jarak
menanampadi
ke samping
20. nali plastik tali plastik
21. ndumen padi yang
masih hiijau
22. papanna jarak
menanam
padi kebawah
23. prindih/erse padi yang
i saling
ntal/sikawit bertautan
en akibat diterpa
angin
24. pupuk pupuk mupuki memberi pupuk pada
tanaman padi
25. pahpahen padi yang
mulai
menguning
26. rumpah padi yang
sudah keluar
dari batang
27. racun racun hama mompa menyemprotkan racun
pada hama padi
28. simurau orang yang murau mengusir burung
bertugas
menusir
burung
muluti menangkap burung
dengan pulut
najuk
mitut galungi menyumbat air di
pematang
29. taneh tanah yang
penumbat dipakai untuk
menyumbat
aliran air
30. wayah-wayah plastik yang
diikat ke
tongkat untuk
mengusir
burung
31. werengen padi yang
terserang
wereng
III Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam
.
32. abu hasil bakaran
jerami
33. amak tikar makai amak memakai tikar
nggawer meratakan padi saat
dijemur
34. ampam berat padi setengah
kosong
35. ayan takaran hasil
panen
36. bulung metua daun tua
37. buah buah erbuah berbuah
38. beras beras
39. betah padi yang ada muati betah mengambil padi dalam
dalam beras beras
40. bening menir
41. batar-batar alat dari ngangin memajangkan padi pada
bambu untuk anginagar terpisah dari
memisahkan lapung
lapung
42. ember ember
43. erprihpih/pl padi yang
u jau tidak sama
waktu masak
tapi sama
waktu tanam
44. guni goni ngguniken memasukkan padi
kedalam goni
rakut mengikat
ugur-ugur menggoyangkan goni
yang berisi padi
45. kulit page kulit padi
46. kedep dedak
47. keben lumbung padi
48. kipas alat
memisahkan
padi dari padi
kosong
49. lapung padi yang
kosong
50. lesung alat
menumbuk
padi
51. lau kanci air tajin
52. lau air cucian mbasuh beras mencuci beras
pemurihi/ba beras
s uhen
53. mesin mesin untuk nggiling page menggiling padi
nggilin menggiling
g padi
54. ndiru tampi beras miari beras menampi beras
55. nggala tangkai padi
56. page padi pegunguni page menumpukkan padi yang
telah disabit
njemur page menjemur padi
57. pasuk-pasuk tiang lukut/pinuhken menumpukkan padi yang
penyangga telah disabit menjadi
untuk tumpukan besar
menumpukka telbuhken menumpukkan padi
n padi membentuk bukit
58. peranin padi yang neraya memanen padi dengan
siap dipanen gotongroyong
rani memanen padi
59. runci batang padi nutung runci membakar
60. regen miang
61. sabi-sabi sabit nabi menyabit padi
62. sorong gerobak
sorong
63. segal sekam
64. simaspas orang yang maspas merontokkan padi
merontokkan dengan membanting
padi ngerik merontokkan padi
dengan kaki
65. turiang padi yang
tumbuh dari
tungkul
jerami
IV Leksikon Hewan dan Tumbuhan di Sekitar Padi
.
Nomina Glos (Nomina)
Leksikon Hewan
66. bur-bur kutu beras
67. eicah burung pipit
68. eirah burung emprit
69. garabuai keong
70. gaya cacing tanah
71. kacinanau walang sangit
72. kedi-kedi burung pipit dada putih
73. kirik jangkrik
74. kepah hewan yang memiliki bentuk seperti kijing
dengan ukuran lebih besar
75. kalimantek pacat
76. katak katak
77. lawah-lawah laba-laba
78. leitau blekok sawah
79. menci tikus
80. mbulan takal burung pipit bondol/ pipit haji
81. nipai-nipai ulat padi
82. perkis mbiring semut hitam
83. perkis gara semut merah
84. perkis berngi semut api
85. pua burung pipit peking/petingan
86. ribu-ribu ikan kecil
87. siri-siri capung
88. singkai ajing tanah/orong-orong
89. wereng wereng
Leksikon Tumbuhan
90 banggur-banggur bandotan
91 cikai-cikai jenis dari rumput teki (frimbistylis miliacea)
92 cupak-cupak
93 dukut buluh pakan kelinci
94 dukut bandel
95 genjer genjer
96 kalesi
97 kurmil banto
98 kalinjuhang andong/ hanjuang
99 page-page jawan
100 sayat-sayat rumput teki
101 sabi kabang sintrong
102 sibancir
103 singkai-singkai
104 suntil-suntil rumput yang memiliki bunga berbentuk bulat
105 tengkua rumputyang memiliki daun menyirip dan
tumbuh menjalar
V. Leksikon Hasil Olahan Padi
107 cimpa matah beras yang ditumbuk halus di lesung
membentuk kepalan tangan
108 cimpa tuang beras yang ditumbuk halus dan di goreng
108 cimpa unung-unung beras yang ditumbuk halus dan dibungkus di
daun singkut dengan inti gula merah
109 cimpa lepat beras yang ditumbuk halus dan dibungkus daun
pisang
110 cimpa buluh beras yang dicampur santan dan dibakar di
dalam bambu
111 dol-dol/jenang dodol
112 kalu-kalu padi yang digongseng dan dibasahi sedikit
sebelum ditumbuk menjadi pipih
113 ndumen padi yang digongseng kemudian dibiarkan
dingin sebelum ditumbuk menjadi pipih
114 pah-pah padi yang digongseng dan ditumbuk pipih
115 rires/lemang beras yang dicampur santan dan dibakar di
dalam bambu
116 tapai tapai
117 tepung tepung
118 wajit wajik

Lampiran II
Tabel 2.1
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON NOMINA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia ≥45 Tahun

No. Leksikon Kategori


1 2 3
JP % JP % JP %
I. Leksikon Perpadian Tahap Pratanam
1 batang 35 100 0 0 0 0
2 bulung nguda 35 100 0 0 0 0
3 benih page 35 100 0 0 0 0
4 cangkul 35 100 0 0 0 0
5 galungi 35 100 0 0 0 0
6 galungi 35 100 0 0 0 0
7 kubang 35 100 0 0 0 0
8 peren/dukut 35 100 0 0 0 0
9 patuk 35 100 0 0 0 0
10 rengkat 35 100 0 0 0 0
11 taneh 35 100 0 0 0 0
12 Urat 35 100 0 0 0 0
II. Leksikon Perpadian Tahap Tanam
13 bunga page 35 100 0 0 0 0
14 beltek laki 31 88,6 0 0 4 11,4
15 beltek beru 31 88,6 0 0 4 11,4
16 gotong-gotong 35 100 0 0 0 0
17 lapat 35 100 0 0 0 0
18 lapang lau 35 100 0 0 0 0
19 matana 30 85,7 0 0 5 14,3
20. nali plastik 35 100 0 0 0 0
21. ndumen 32 91,4 0 0 3 8,6
22. papanna 30 85,7 0 0 5 14,3
23. prindih/erseintal/sikawiten 30 85,7 0 0 5 14,3
24. pupuk 35 100 0 0 0 0
25. pahpahen 35 100 0 0 0 0
26. rumpah 35 100 0 0 0 0
27. racun 35 100 0 0 0 0
28. simurau 35 100 0 0 0 0
29 taneh penumbat 33 94,3 0 0 2 5,7
30 wayah-wayah 35 100 0 0 0 0
31 werengen 35 100 0 0 0 0
Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam
32 abu 35 100 0 0 0 0
33 amak 35 100 0 0 0 0
34 ampam berat 33 94,3 0 0 2 5,7
35. ayan 34 97,1 0 0 1 2,9
36. bulung metua 35 100 0 0 0 0
37. buah 35 100 0 0 0 0
38. beras 35 100 0 0 0 0
39. betah 35 100 0 0 0 0
40. bening 35 100 0 0 0 0
41. batar-batar 31 88,6 1 2,8 3 8,6
42. ember 35 100 0 0 0 0
43. erprihpih/plujau 31 88,6 1 2.8 3 8,6
44. guni 35 100 0 0 0 0
45. kulit page 35 100 0 0 0 0
46. kedep 35 100 0 0 0 0
47. keben 34 97,1 0 0 1 2,9
48. kipas 35 100 0 0 0 0
49. lapung 35 100 0 0 0 0
50. lesung 35 100 0 0 0 0
51. lau kanci 35 100 0 0 0 0
52. lau pemurihi/basuhen 35 100 0 0 0 0
53. mesin nggiling 35 100 0 0 0 0
54. ndiru 35 100 0 0 0 0
55. nggala 31 88,6 0 0 4 11,4
56. page 35 100 0 0 0 0
57. pasuk-pasuk 32 91,4 1 2,9 2 5,7
58. peranin 35 100 0 0 0 0
59. runci 35 100 0 0 0 0
60. regen 35 100 0 0 0 0
61. sabi-sabi 35 100 0 0 0 0
62. sorong 35 100 0 0 0 0
63. segal 33 94,3 0 0 2 5,7
64. simaspas 35 100 0 0 0 0
65. turiang 33 94,3 0 0 2 5,7
IV. Leksikon Hewan dan Tumbuhan di Sekitar Padi
Leksikon Hewan
66 bur-bur 35 100 0 0 0 0
67 eicah 35 100 0 0 0 0
68 eirah 35 100 0 0 0 0
69 garabuai 35 100 0 0 0 0
70 gaya 35 100 0 0 0 0
71 kacinanau 35 100 0 0 0 0
72 kedi-kedi 35 100 0 0 0 0
73 kirik 35 100 0 0 0 0
74 kepah 35 100 0 0 0 0
75 kalimantek 35 100 0 0 0 0
76 katak 35 100 0 0 0 0
77 lawah-lawah 35 100 0 0 0 0
78 leitau 35 100 0 0 0 0
79 menci 35 100 0 0 0 0
80 mbulan takal 35 100 0 0 0 0
81 nipai-nipai 35 100 0 0 0 0
82 perkis mbiring 35 100 0 0 0 0
83 perkis gara 35 100 0 0 0 0
84 perkis berngi 35 100 0 0 0 0
85 pua 35 100 0 0 0 0
86 ribu-ribu 34 97,1 0 0 1 2,9
87 siri-siri 35 100 0 0 0 0
88 singkai 35 100 0 0 0 0
89 wereng 35 100 0 0 0 0
Leksikon Tumbuhan
90 banggur-banggur 35 100 0 0 0 0
91 cikai-cikai 30 85,7 1 2,9 4 11,4
92 cupak-cupak 28 80 2 5,7 5 14,3
93 dukut buluh 35 100 0 0 0 0
94 dukut bandel 35 100 0 0 0 0
95 genjer 35 100 0 0 0 0
96 kalesi 32 91,4 0 0 3 8,6
97 kurmil 35 100 0 0 0 0
98 kalinjuhang 35 100 0 0 0 0
99 page-page 35 100 0 0 0 0
100 sayat-sayat 33 94,3 0 0 2 5,7
101 sabi kabang 35 100 0 0 0 0
102 sibancir 33 94,3 0 0 2 5,7
103 singkai-singkai 31 88,6 1 2,8 3 8,6
104 suntil-suntil 33 94,3 0 0 2 5,7
105 tengkua 33 94,3 0 0 2 5,7
V. Leksikon Hasil Olahan Padi
106 cimpa matah 33 94,3 0 0 2 5,7
107 cimpa tuang 34 97,1 0 0 1 2,9
108 cimpa unung-unung 35 100 0 0 0 0
109 cimpa lepat 34 97,1 0 0 1 2,9
110 cimpa buluh 33 94,3 0 0 2 5,7
111 dol-dol/jenang 33 94,3 0 0 2 5,7
112 kalu-kalu 30 85,7 0 0 5 14,3
113 ndumen 33 94,3 0 0 2 5,7
114 pah-pah 34 97,1 0 0 1 2,9
115 rires/lemang 35 100 0 0 0 0
116 tapai 35 100 0 0 0 0
117 tepung 35 100 0 0 0 0
118 wajit 35 100 0 0 0 0

Tabel 2.2
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON NOMINA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia 21-45 Tahun

No. Leksikon Kategori


1 2 3
JP % JP % JP %
I. Leksikon Perpadian Tahap Pratanam
1 batang 35 100 0 0 0 0
2 bulung nguda 35 100 0 0 0 0
3 benih page 33 94,3 2 5,7 0 0
4 cangkul 35 100 0 0 0 0
5 galungi 35 100 0 0 0 0
6 galungi 32 91,4 3 8,6 0 0
7 kubang 35 100 0 0 0 0
8 peren/dukut 35 100 0 0 0 0
9 patuk 35 100 0 0 0 0
10 rengkat 32 91,4 3 8,6 0 0
11 taneh 35 100 0 0 0 0
12 urat 35 100 0 0 0 0
II. Leksikon Perpadian Tahap Tanam
13 bunga page 33 94,3 2 5,7 0 0
14 beltek laki 16 45,7 9 25,7 10 28,6
15 beltek beru 20 57,1 5 14,3 10 28,6
16 gotong-gotong 34 97,1 0 0 1 2,9
17 lapat 30 85,7 5 14,3 0 0
18 lapang lau 35 100 0 0 0 0
19 matana 14 40 12 34,3 9 25,7
29. nali plastik 35 100 0 0 0 0
30. ndumen 8 22,9 9 25,7 18 51,4
31. papanna 14 40 12 34,3 9 25,7
32. prindih/erseintal/sikawiten 30 85,7 0 0 5 14,3
33. pupuk 35 100 0 0 0 0
34. pahpahen 24 68,6 3 8,6 8 22,8
35. rumpah 21 60 3 8,6 11 31,4
36. racun 35 100 0 0 0 0
37. simurau 34 97,1 1 2,9 0 0
29 taneh penumbat 32 91,4 1 2,9 2 5,7
30 wayah-wayah 34 97,1 0 0 1 2,9
31 werengen 33 94,3 0 0 2 5,7
Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam
32 abu 34 97,1 0 0 1 2,9
33 amak 35 100 0 0 0 0
34 ampam berat 24 68,6 3 8,6 8 22,8
66. ayan 31 88,6 1 2,8 3 8,6
67. bulung metua 35 100 0 0 0 0
68. buah 35 100 0 0 0 0
69. beras 35 100 0 0 0 0
70. betah 32 91,4 3 8,6 0 0
71. bening 30 85,7 4 11,4 1 2,9
72. batar-batar 26 74,3 2 5,7 7 20
73. ember 35 100 0 0 0 0
74. erprihpih/plujau 21 60 5 14,3 9 25,7
75. guni 35 100 0 0 0 0
76. kulit page 35 100 0 0 0 0
77. kedep 35 100 0 0 0 0
78. keben 23 65,7 4 11,4 8 22,8
79. kipas 35 100 0 0 0 0
80. lapung 31 88,6 1 2,8 3 8,6
81. lesung 35 100 0 0 0 0
82. lau kanci 30 85,7 3 8,6 2 5,7
83. lau pemurihi/basuhen 33 94,3 2 5,7 0 0
84. mesin nggiling 35 100 0 0 0 0
85. ndiru 35 100 0 0 0 0
86. nggala 8 22,8 7 20 20 57,2
87. page 35 100 0 0 0 0
88. pasuk-pasuk 18 51,4 6 17,1 11 31,5
89. peranin 34 97,1 1 2,9 0 0
90. runci 35 100 0 0 0 0
91. regen 33 94,3 0 0 2 5,7
92. sabi-sabi 35 100 0 0 0 0
93. sorong 35 100 0 0 0 0
94. segal 26 74,3 3 8,6 6 17,1
95. simaspas 35 100 0 0 0 0
96. turiang 8 22,8 7 20 20 57,2
IV. Leksikon Hewan dan Tumbuhan di Sekitar Padi
Leksikon Hewan
66 bur-bur 29 82,9 2 5,7 4 11,4
67 eicah 29 82,8 3 8,6 3 8,6
68 eirah 27 77,1 3 8,6 5 14,3
69 garabuai 35 100 0 0 0 0
70 gaya 35 100 0 0 0 0
71 kacinanau 32 91,4 0 0 3 8,6
72 kedi-kedi 35 100 0 0 0 0
73 kirik 35 100 0 0 0 0
74 kepah 30 85,7 0 0 5 14,3
75 kalimantek 35 100 0 0 0 0
76 katak 35 100 0 0 0 0
77 lawah-lawah 35 100 0 0 0 0
78 leitau 29 82,9 0 0 6 17,1
79 menci 35 100 0 0 0 0
80 mbulan takal 30 85,7 0 0 5 14,3
81 nipai-nipai 33 94,3 0 0 2 5,7
82 perkis mbiring 34 97,1 0 0 1 2,9
83 perkis gara 30 85,7 0 0 5 14,3
84 perkis berngi 32 91,4 0 0 3 8,6
85 pua 26 74,3 5 14,3 4 11,4
86 ribu-ribu 25 71,5 4 11,4 6 17,1
87 siri-siri 35 100 0 0 0 0
88 singkai 30 85,7 2 5,7 3 8,6
89 wereng 31 88,6 3 8,6 1 2,8
Leksikon Tumbuhan
90 banggur-banggur 32 91,4 2 5,7 1 2,9
91 cikai-cikai 9 25,7 12 34,3 14 40
92 cupak-cupak 8 22,8 10 28,6 17 48,6
93 dukut buluh 23 65,7 3 8,6 9 25,7
94 dukut bandel 22 62,9 4 11,4 9 25,7
95 genjer 31 88,6 1 2,8 3 8,6
96 kalesi 20 57,1 5 14,3 10 28,6
97 kurmil 21 60 6 17,1 8 22,9
98 kalinjuhang 30 85,7 3 8,6 2 5,7
99 page-page 27 77,2 2 5,7 6 17,1
100 sayat-sayat 23 65,7 4 11,4 8 22,9
101 sabi kabang 27 77,1 3 8,6 5 14,3
102 sibancir 21 60 5 14,3 9 25,7
103 singkai-singkai 16 45,7 7 20 12 34,3
104 suntil-suntil 22 62,9 9 25,7 4 11,4
105 tengkua 20 57,1 5 14,3 10 28,6
V. Leksikon Hasil Olahan Padi
106 cimpa matah 30 85,7 2 5,7 3 8,6
107 cimpa tuang 33 94,3 1 2,8 1 2,9
108 cimpa unung-unung 32 91,4 1 2,9 2 5,7
109 cimpa lepat 33 94,3 1 2,8 1 2,9
110 cimpa buluh 31 88,6 2 5,7 2 5,7
111 dol-dol/jenang 29 82,8 3 8,6 3 8,6
112 kalu-kalu 27 77,2 4 11,4 4 11,4
113 ndumen 30 85,7 3 8,6 2 5,7
114 pah-pah 31 88,6 2 5,7 2 5,7
115 rires/lemang 34 97,1 0 0 1 2,9
116 tapai 35 100 0 0 0 0
117 tepung 35 100 0 0 0 0
118 wajit 35 100 0 0 0 0

Tabel 2.3
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON NOMINA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia 15-20 Tahun

No. Leksikon Kategori


1 2 3
JP % JP % JP %
I. Leksikon Perpadian Tahap Pratanam
1 batang 35 100 0 0 0 0
2 bulung nguda 30 85,7 3 8,6 2 5,7
3 benih page 26 74,3 4 11,4 5 14,3
4 cangkul 35 100 0 0 0 0
5 galungi 32 91,4 2 5,7 1 2,9
6 galungi 26 74,3 4 11,4 5 14,3
7 kubang 34 97,1 1 2,9 0 0
8 peren/dukut 31 88,6 3 8,6 1 2,8
9 patuk 33 94,3 1 2,9 1 2,8
10 rengkat 22 62,9 5 14,3 8 22,8
11 taneh 34 97,1 1 2,9 0 0
12 urat 32 91,4 1 2,9 2 5,7
II. Leksikon Perpadian Tahap Tanam
13 bunga page 21 60 4 11,4 10 28,6
14 beltek laki 4 11,4 0 0 31 88,6
15 beltek beru 2 5,7 3 8,6 30 85,7
16 gotong-gotong 23 65,7 5 14,3 7 20
17 lapat 1 2,9 7 20 27 77,1
18 lapang lau 25 71,4 5 14,3 5 14,3
19 matana 8 22,8 2 5,7 25 71,5
38. nali plastik 35 100 0 0 0 0
39. ndumen 11 31,5 6 17,1 18 51,4
40. papanna 8 22,8 2 5,7 25 71,5
41. prindih/erseintal/sikawiten 7 20 5 14,3 23 65,7
42. pupuk 33 94,3 2 5,7 0 0
43. pahpahen 6 17,1 4 11,4 25 71,5
44. rumpah 5 14,3 10 28,6 20 57,1
45. racun 33 94,3 2 5,7 0 0
46. simurau 21 60 9 25,7 5 14,3
29 taneh penumbat 15 42,9 6 17,1 14 40
30 wayah-wayah 20 57,1 5 14,3 10 28,6
31 werengen 5 14,3 5 14,3 25 71,4
Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam
32 abu 28 80 2 5,7 5 14,3
33 amak 32 91,4 1 2,9 2 5,7
34 ampam berat 10 28,6 4 11,4 21 60
97. ayan 6 17,1 7 20 22 62,9
98. bulung metua 32 91,4 2 5,7 1 2,9
99. buah 35 100 0 0 0 0
100. beras 35 100 0 0 0 0
101. betah 24 68,6 4 11,4 7 20
102. bening 21 60 5 14,3 9 25,7
103. batar-batar 10 28,6 2 5,7 23 65,7
104. ember 35 100 0 0 0 0
105. erprihpih/plujau 14 40 6 17,1 20 57,1
106. guni 35 100 0 0 0 0
107. kulit page 26 74,3 6 17,1 3 8,6
108. kedep 27 77,1 6 17,1 2 5,8
109. keben 2 5,8 8 22,8 25 71,4
110. kipas 35 100 0 0 0 0
111. lapung 31 88,6 3 8,6 1 2,8
112. lesung 30 85,7 4 11,4 1 2,9
113. lau kanci 31 88,6 2 5,7 2 5,7
114. lau pemurihi/basuhen 31 88,6 2 5,7 2 5,7
115. mesin nggiling 27 77,1 6 17,1 2 5,8
116. ndiru 32 91,4 2 5,8 1 2,8
117. nggala 17 48,6 6 17,1 12 34,3
118. page 35 100 0 0 0 0
119. pasuk-pasuk 6 17,1 5 14,3 24 68,6
120. peranin 26 74,3 2 5,7 7 20
121. runci 11 31,5 4 11,4 20 57,1
122. regen 7 20 5 14,3 23 65,7
123. sabi-sabi 24 68,6 2 5,7 9 25,7
124. sorong 28 80 2 5,7 5 14,3
125. segal 8 22,8 3 8,6 24 68,6
126. simaspas 15 42,9 4 11,4 16 45,7
127. turiang 6 17,1 4 11,4 25 71,5
IV. Leksikon Hewan dan Tumbuhan di Sekitar Padi
Leksikon Hewan
66 bur-bur 5 14,3 10 28,6 20 57,1
67 eicah 19 54,3 6 17,1 10 28,6
68 eirah 12 34,3 3 8,6 20 57,1
69 garabuai 24 68,6 9 25,7 2 5,7
70 gaya 33 94,3 0 0 2 5,7
71 kacinanau 31 88,6 2 5,7 2 5,7
72 kedi-kedi 17 48,6 6 17,1 12 34,3
73 kirik 35 100 0 0 0 0
74 kepah 24 68,6 6 17,1 5 14,3
75 kalimantek 26 74,3 4 11,4 5 14,3
76 katak 35 100 0 0 0 0
77 lawah-lawah 32 91,4 0 0 3 8,6
78 leitau 21 60 7 20 7 20
79 menci 34 97,1 1 2,9 0 0
80 mbulan takal 22 62,9 2 5,7 11 31,4
81 nipai-nipai 18 51,5 8 22,8 9 25,7
82 perkis mbiring 31 88,6 4 11,4 0 0
83 perkis gara 35 100 0 0 0 0
84 perkis berngi 31 88,6 4 11,4 0 0
85 pua 17 48,6 6 17,1 12 34,3
86 ribu-ribu 8 22,8 3 8,6 24 68,6
87 siri-siri 35 100 0 0 0 0
88 singkai 15 42,9 7 20 13 37,1
89 wereng 15 42,9 5 14,2 15 42,9
Leksikon Tumbuhan
90 banggur-banggur 23 65,7 7 20 5 14,3
91 cikai-cikai 10 28,6 0 0 25 71,4
92 cupak-cupak 5 14,3 1 2,8 29 82,9
93 dukut buluh 6 17,2 8 22,8 21 60
94 dukut bandel 13 37,1 10 28,6 12 34,3
95 genjer 19 54,3 16 45,7 0 0
96 kalesi 8 22,8 0 0 27 77,2
97 kurmil 6 17,1 5 14,3 24 68,6
98 kalinjuhang 19 54,3 9 25,7 7 20
99 page-page 4 11,4 6 17,1 25 71,4
100 sayat-sayat 4 11,4 6 17,1 25 71,4
101 sabi kabang 1 2,9 9 25,7 25 71,4
102 sibancir 2 5,7 5 14,3 28 80
103 singkai-singkai 0 0 0 0 35 100
104 suntil-suntil 2 5,8 8 22,8 25 71,4
105 tengkua 0 0 0 0 35 100
V. Leksikon Hasil Olahan Padi
106 cimpa matah 29 82,9 4 11,4 2 5,7
107 cimpa tuang 29 82,9 6 17,1 0 0
108 cimpa unung-unung 32 91,4 3 8,6 0 0
109 cimpa lepat 32 91,4 3 8,6 0 0
110 cimpa buluh 30 85,7 4 11,4 1 2,9
111 dol-dol/jenang 30 85,7 3 8,6 2 5,7
112 kalu-kalu 0 0 0 0 35 100
113 ndumen 0 0 0 0 35 100
114 pah-pah 16 45,7 3 8,6 16 45,7
115 rires/lemang 28 80 5 14,3 2 5,7
116 tapai 33 94,3 2 5,7 0 0
117 tepung 35 100 0 0 0 0
118 wajit 29 82,9 5 14,3 1 2,8

Lampiran 3
Tabel 3.1
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON VERBA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN
Generasi Usia Usia ≥45 Tahun

No. Leksikon Kategori


1 2 3
JP % JP % JP %
I. Leksikon Perpadian Tahap Pratanam
1 ngeremai/ngerendam 35 100 0 0 0 0
2 ngangkat benih 35 100 0 0 0 0
3 nencires 35 100 0 0 0 0
4 ngambur benih 35 100 0 0 0 0
5 namburi 35 100 0 0 0 0
6 ersuli 35 100 0 0 0 0
7 nangkul 35 100 0 0 0 0
8 erban galungi 35 100 0 0 0 0
9 nambaki 35 100 0 0 0 0
10 nggawer 35 100 0 0 0 0
11 ngambekken garabuai 35 100 0 0 0 0
12 ngeruah dukut 35 100 0 0 0 0
13 ngeruah rengkat 35 100 0 0 0 0
14 dek-dek 35 100 0 0 0 0
15 pas-pasi 35 100 0 0 0 0
16 ngkeret rengkat 35 100 0 0 0 0
17 mpesai 35 100 0 0 0 0
18 erurat 35 100 0 0 0 0
II. Leksikon Perpadian Tahap Tanam
19 nembis 33 94,3 2 5,7 0 0
20 ngembak 35 100 0 0 0 0
21 ngeraurau 33 94,3 2 5,7 0 0
22 nuan page 35 100 0 0 0 0
23 ngerampati 33 94,3 2 5,7 0 0
24 mupuki 35 100 0 0 0 0
25 mompa 34 97,1 1 2,9 0 0
26 murau 35 100 0 0 0 0
27 muluti 35 100 0 0 0 0
28 najuk 32 91,4 3 8,6 0 0
29 mitut galungi 34 97,1 1 2,9 0 0
Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam
30 erbuah 35 100 0 0 0 0
31 muati betah 35 100 0 0 0 0
32 ngangin 35 100 0 0 0 0
33 ngguniken 35 100 0 0 0 0
34 rakut 35 100 0 0 0 0
35 ugur-ugur 35 100 0 0 0 0
36 mbasuh beras 35 100 0 0 0 0
37 nggiling page 35 100 0 0 0 0
38 miari beras 35 100 0 0 0 0
39 pegunguni page 35 100 0 0 0 0
40 njemur page 35 100 0 0 0 0
41 lukut/pinuhken 32 91,4 0 0 3 8,6
42 telbuhken 31 88,6 0 0 4 11,4
43 neraya 33 94,3 2 5,7 0 0
44 rani 35 100 0 0 0 0
45 nutung runci 35 100 0 0 0 0
46 nabi 35 100 0 0 0 0
47 maspas 35 100 0 0 0 0
48 ngerik 33 94,3 0 0 2 5,7
49 makai amak 35 100 0 0 0 0
50 nggawer 33 94,3 2 5,7 0 0

Tabel 3.2

DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA


RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON VERBA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN

Generasi Usia 21-45 Tahun

No. Leksikon Kategori


1 2 3
JP % JP % JP %
I. Leksikon Perpadian Tahap Pratanam
1 ngeremai/ngerendam 31 88,6 4 11,4 0 0
2 ngangkat benih 31 88,6 4 11,4 0 0
3 nencires 29 82,8 4 11,4 2 5,7
4 ngambur benih 31 88,6 4 11,4 0 0
5 namburi 31 88,6 4 11,4 0 0
6 ersuli 33 94,3 2 5,7 0 0
7 nangkul 22 62,9 13 37,1 0 0
8 erban galungi 24 68,6 12 34,4 0 0
9 nambaki 24 68,6 9 25,7 2 5,7
10 nggawer 25 71,4 10 28,6 0 0
11 ngambekken garabuai 26 74,3 9 25,7 0 0
12 ngeruah dukut 35 0 0 0 0 0
13 ngeruah rengkat 28 80 7 20 0 0
14 dek-dek 30 85,7 5 14,3 0 0
15 pas-pasi 33 94,3 2 5,7 0 0
16 ngkeret rengkat 32 91,4 3 8,6 0 0
17 mpesai 35 0 0 0 0 0
18 erurat 35 0 0 0 0 0
II. Leksikon Perpadian Tahap Tanam
19 nembis 35 100 0 0 0 0
20 ngembak 27 77,1 8 22,8 0 0
21 ngeraurau 22 62,9 11 31,4 2 5,7
22 nuan page 28 80 7 20 0 0
23 ngerampati 22 62,9 10 28,6 3 8,6
24 mupuki 31 88,6 4 11,4 0 0
25 mompa 30 85,7 5 14,3 0 0
26 murau 35 100 0 0 0 0
27 muluti 33 94,3 2 5,7 0 0
28 najuk 32 91,4 2 5,7 1 2,9
29 mitut galungi 35 0 0 0 0 0
Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam
30 erbuah 35 100 0 0 0 0
31 muati betah 27 77,1 5 14,3 3 8,6
32 ngangin 26 74,3 2 5,7 7 20
33 ngguniken 29 82,8 3 8,6 3 8,6
34 rakut 26 74,3 0 0 9 25,7
35 ugur-ugur 33 94,3 0 0 2 5,7
36 mbasuh beras 35 100 0 0 0 0
37 nggiling page 23 65,7 4 11,4 8 22,9
38 miari beras 23 65,7 6 17,1 6 17,2
39 pegunguni page 26 74,3 7 20 2 5,7
40 njemur page 29 82,8 5 14,3 1 2,9
41 lukut/pinuhken 13 37,2 2 5,7 20 57,1
42 telbuhken 19 54,3 1 2,9 15 42,8
43 neraya 19 54,3 2 5,7 14 40
44 rani 31 88,6 2 5,7 2 5,7
45 nutung runci 29 82,8 3 8,6 3 8,6
46 nabi 34 97,1 1 2,9 0 0
47 maspas 35 100 0 0 0 0
48 ngerik 25 71,4 2 5,7 8 22,9
49 makai amak 35 100 0 0 0 0
50 nggawer 30 85,7 0 0 5 14,3

Tabel 3.3
DESKRIPSI PERSENTASE PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA
RUMAH PIL-PIL TERHADAP LEKSIKON VERBA DALAM
LINGKUNGAN PERPADIAN

Generasi Usia 15-20 Tahun

No. Leksikon Kategori


1 2 3
JP % JP % JP %
I. Leksikon Perpadian Tahap Pratanam
1 ngeremai/ngerendam 5 14,3 25 71,4 5 14,3
2 ngangkat benih 5 14,3 25 71,4 5 14,3
3 nencires 5 14,3 25 71,4 5 14,3
4 ngambur benih 5 14,3 25 71,4 5 14,3
5 namburi 3 8,6 25 71,4 7 20
6 ersuli 21 60 14 40 0 0
7 nangkul 15 42,9 12 34,7 8 22,9
8 erban galungi 10 28,6 16 45,7 9 25,7
9 nambaki 12 34,3 14 40 9 25,7
10 nggawer 11 31,4 7 20 17 48,6
11 ngambekken garabuai 23 65,7 12 34,3 5 14,3
12 ngeruah dukut 24 68,6 9 25,7 2 5,7
13 ngeruah rengkat 13 37,1 19 54,2 8 22,9
14 dek-dek 20 57,1 11 31,4 4 11,4
15 pas-pasi 19 54,2 14 40 2 5,7
16 ngkeret rengkat 23 65,7 15 42,9 7 20
17 mpesai 1 2,8 20 57,1 14 40
18 erurat 28 80 5 14,3 2 5,7
II. Leksikon Perpadian Tahap Tanam
19 nembis 0 0 0 0 35 100
20 ngembak 20 57,1 15 42,9 0 0
21 ngeraurau 0 0 0 0 35 100
22 nuan page 13 37,1 22 62,9 0 0
23 ngerampati 0 0 0 0 35 100
24 mupuki 23 65,7 12 34,3 0 0
25 mompa 23 65,7 12 34,3 0 0
26 murau 12 34,3 23 65,7 0 0
27 muluti 10 28,6 25 71,4 0 0
28 najuk 3 8,6 30 85,7 2 5,7
29 mitut galungi 3 8,6 32 91,4 0 0
Leksikon Perpadian Tahap Pasca Tanam
30 erbuah 35 100 0 0 0 0
31 muati betah 23 65,7 3 8,6 9 25,7
32 ngangin 7 20 8 22,9 20 57,1
33 ngguniken 21 60 10 28,6 4 11,4
34 rakut 5 14,3 20 57,1 10 28,6
35 ugur-ugur 19 54,2 8 22,9 8 22,9
36 mbasuh beras 27 77,1 0 0 8 22,9
37 nggiling page 8 22,9 20 57,1 7 20
38 miari beras 10 28,6 13 37,1 12 34,3
39 pegunguni page 13 37,1 20 57,1 2 5,8
40 njemur page 12 34,3 11 31,4 12 34,3
41 lukut/pinuhken 0 0 0 0 35 100
42 telbuhken 0 0 0 0 35 100
43 neraya 0 0 0 0 35 100
44 rani 16 45,7 15 42,9 4 11,4
45 nutung runci 9 25,7 23 65,7 3 8,6
46 nabi 8 22,9 23 65,7 4 11,4
47 maspas 10 28,6 20 57,1 5 14,3
48 ngerik 0 0 0 0 35 100
49 makai amak 6 17,1 29 82,9 0 0
50 nggawer 0 0 10 28,6 25 71,4

Lampiran IV
Data Informan
Nama : Supan Br. Ginting
Usia : 74 Tahun
Pekerjaan : Petani

Nama : Mulia Ginting


Usia : 62 Tahun
Pekerjaan : Petani

Nama : Juliana Br. Barus


Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Petani

Data Responden
Data Responden Kelompok Usia >45 Tahun
No. Nama Pekerjaan
1. M Ginting Petani
2. T Bukit Petani
3. N Tarigan Petani
4. S Br. Ginting Petani
5. M Br. Tarigan Petani
6. R Karo-Karo Petani
7. J Karo-Karo Petani
8. P Gurusinga Petani
9. N Karo-Karo Petani
10. D Tarigan Petani
11. S Ginting Petani
12. E Gurusinga Petani
13. J Sitepu Petani
14. Y Ginting Petani
15. S Tarigan Petani
16. I Br Tarigan Petani
17. T Br Kaban Petani
18. B Bukit Petani
19. E Br. Tarigan Petani
20. H Br. Sembiring Petani
21. R Br. Pandia Petani
22. P Bangun Petani
23. H Br. Prangin-Angin Petani
24. A Gurusinga Petani
25. G Karo-Karo Petani
26. T Ginting Petani
27. R Ginting Petani
28. R Ketaren Petani
29. K Sembiring Petani
30. P Br. Sembiring Petani
31. Y Kembaren Petani
32. Y Ginting Petani
33. S Prangin-Angin Petani
34. N Barus Petani
35. N Tarigan Petani

Data Responden Kelompok Usia 21-45 Tahun


No. Nama Pekerjaan
1. J Tarigan Petani
2. E Br. Barus Mahasiswi
3. J Br. Ginting Mahasiswi
4. D Br. Gurusinga Mahasiswi
5. D Gurusinga Mahasiswa
6. S Barus Mahasiswa
7. T Keliat Mahasiswa
8. W Br. Ginting Ibu Rumah Tangga
9. T Karo-Karo Wiraswasta
10. S Br. Tarigan Petani
11. S Keliat Pegawai Negri Sipil
12. S Br. Karo-Karo Pegawai Negri Sipil
13. P Br. Tarigan Petani
14. R Br. Gurusinga Petani
15. L Br. Sembiring Petani
16. E Br. Sembiring Petani
17. J Br. Sembiring Petani
18. P Ginting Pegawai Negri Sipil
19. R Br. Tarigan Ibu Rumah Tangga
20. Y Br. Ginting Petani
21. N Tarigan Petani
22. D Ginting Petani
23. M Br. Tarigan Petani
24. E Ginting Petani
25. S Br. Ginting Petani
26. A Br. Ginting Petani
27. L Br. Barus Petani
28. N Br. Tarigan Petani
29. M Br. Bangun Petani
30. E Tarigan Petani
31. R Br. Sembiring Petani
32. P Br. Tarigan Petani
33. I Br. Tarigan Petani
34. J Tarigan Petani
35. J Ginting Petani

Data Responden Kelompok Usia 15-20 Tahun


No. Nama Pekerjaan
1. G Br. Tarigan Pelajar
2. N Br. Gurusinga Pelajar
3. L Br. Tarigan Pelajar
4. E Br. Gurusinga Pelajar
5. S Br. Ginting Pelajar
6. R Bangun Pelajar
7. E Ginting Pelajar
8. R Sembirng Pelajar
9. S Tarigan Pelajar
10. A Tarigan Pelajar
11. R Purba Pelajar
12. Y Br. Sembiring Pelajar
13. M Br. Tarigan Pelajar
14. K Br. Gurusinga Pelajar
15. H Tarigan Pelajar
16. J Gurusinga Pelajar
17. M Br. Ginting Pelajar
18. I Br. Sembiring Pelajar
19. J Sitepu Pelajar
20. M Br. Bukit Pelajar
21. Y Br. Bukit Pelajar
22. I Br. Sembiring Pelajar
23. R Br. Bangun Pelajar
24. L Br. Barus Pelajar
25. S Br. Sembiring Pelajar
26. S Ginting Pelajar
27. O Sembiring Pelajar
28. D Br. Sembiring Pelajar
29. A Keliat Pelajar
30. H Ginting Pelajar
31. B Br. Sembiring Pelajar
32. D Br. Tarigan Pelajar
33. R Br. Ginting Pelajar
34. A Bangun Pelajar
35. J Sembiring Pelajar
Lampiran V

Gambar 5.1 Pasuk-pasuk

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 5.2 Peranin

Sumber : Dokumentasi Pribadi


Gambar 5.3 Foto Bersama Informan Gambar 5.4 Foto Bersama Informan

Gambar 5.5 Foto Bersama Informan Gambar 5.6 Foto Bersama Responden
Gambar 5.7 Pegunguni Page

Gambar 5.8 Lukut/Pinuh


LAMPIRAN 6

SURAT KETERANGAN PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai