NIM : A1011211268 Kelas : Hukum Adat Kelas A Reg. A Mata Kuliah : Hukum Adat Dosen Pengampu : Hj. Erni Djun’astuti, S.H., M.H.
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2022/2023 Kasus Pembunuhan Medelin Sumual di Kabupaten Kutai Barat
I. Kronologi Kasus dan Putusan Hakim
Dalam sebuah foto yang beredar di media sosial, Muhammad Munawir terlihat memakai kaos hitam. Keduanya tangannya terborgol dan ia sedang memegang masker medis. Kaos yang dikenakannya terangkat sampai ke bawah dada sehingga bagian perutnya terlihat. Muhamad Munawir adalah pelaku dari kasus pembunuhan Medelin Sumual di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur yang hasil persidangannya, Muhammad Munawir dijerat dengan pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP dan dikenakan sanksi adat dengan total denda yang harus dibayar sebesar Rp 1.898.000.000. Dikutip dari keterangan tertulis, Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat mempertimbangkan sejumlah hal dalam dijatuhinya pula putusan adat. Pertimbangan tersebut diantaranya adalah tuntutan keluarga korban, kerawanan sosial pasca kejadian yang berpotensi instabilitas di Kabupaten Kutai Barat. Serta, ada juga pertimbangan upaya menjaga situasi damai dan kondusif dan menghentikan pengulangan kejadian. Sementara itu, suasana di Kabupaten Kutai Barat pasca terjadi pembunuhan tersebut tetap kondusif dan tidak menampakkan adanya gejolak yang muncul sebagaimana yang dikhawatirkan publik. Seperti yang diketahui, selain diproses menurut hukum positif Indonesia, Munawir dikenai sanksi adat berupa denda. Hal ini diputuskan setelah Lembaga Adat Besar Kutai Barat menyatakan Munawir bersalah atas kasus pembunuhan tersebut. Munawir melanggar Hukum Adat Bolitn Mate Namar Uman (Bolitn Mate Pusit Daya). Muhammad Munawir dikenai sanksi adat berupa denda sebanyak 4.120 antang atau guci. Keputusan itu berdasarkan hasil sidang adat di Lamin atau Rumah Adat Dayak Benuaq, Taman Budaya Sendawar pada Kamis, 4 Februari 2021. Nilai denda tersebut apabila dirupiahkan akan mencapai Rp 1.648.000.000 dengan rincian satu guci bernilai Rp 400.000. Tidak hanya itu, Munawir juga diharuskan membayar biaya prosesi Parap Mapui hingga Kenyau Kwangkai atau adat kematian Suku Dayak Benuaq mulai tingkat 1 sampai tingkat selanjutnya yang harganya mencapai Rp 250.000.000. Sehingga, secara keseluruhan total denda adat yang harus dibayarkan oleh Muhammad Munawir adalah Rp 1.898.000.000. “Kami memberi waktu enam bulan terhitung sejak hari ini untuk menyelesaikannya,” ujar Manar Dimansyah Gamas, Kepala Lembaga Adat Besar Kutai Barat. Presiden Majelis Adat Dayak Nasional yakni Drs. Cornelis, MH melalui akun Facebook-nya, beliau menyampaikan dukacita mendalam atas kematian Medelin Sumual yang merupakan wanita Suku Dayak, warga Kelurahan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat. Drs. Cornelis, MH juga tidak lupa untuk menghimbau masyarakat Suku Dayak agar dapat menahan diri dan mempercayakan kasus tersebut kepada penegak hukum dan pengurus adat suku Dayak Benuaq. “Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan yakni 4 Agustus 2021 , denda adat Rp 1.898.000.000 tidak dapat dipenuhi/dibayar maka segera berkoordinasi dengan lembaga adat besar Kabupaten Kutai Barat untuk membicarakan hal-hal berkaitan pembayaran denda,” sambung putusan Kepala Adat Besar Kabupaten Kutai Barat yakni Manar Dimansyah. Polisi menegaskan kasus pembunuhan perempuan bernama Medelin Sumual ini sudah diproses hukum. Masyarakat diminta tak terprovokasi dengan adanya isu sara yang beredar di tengah masyarakat apalagi berita dari media sosial karena bisa saja itu hoax. “Bahwa kasus pembunuhan merupakan kriminal murni tidak ada kaitannya dengan sara. Proses hukum positif sedang berjalan dan hukum adat juga sudah menjatuhkan sanksi terhadap pelaku. Masyarakat agar tidak terprovokasi isu liar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Kapolres Kutai Barat AKBP yakni Irwan Yuli Prasetyo. Diterangkan oleh Irwan, motif pembunuhan Muhammad Munawir membunuh Medelin Sumual karena kecewa keinginannya untuk menyetubuhi gadis itu tidak dituruti. Mulanya, Medelin Sumual dan Muhammad Munawir bertemu di sebuah tempat angkringan pada 17 Januari 2021. Kemudian, Medelin Sumual meminjam uang Rp 2.000.000 kepada Munawir. Munawir memberikan uang tersebut bukan dengan niat ingin membantu tetapi berniat menyetubuhi Medelin. Pada saat itu korban menolak, sehingga pelaku merasa kecewa dan sakit hati. Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada tanggal 1 Februari 2021, Munawir kemudian menawarkan uang Rp 600.000 kepada Medelin Sumual, dengan syarat Medelin harus mau berhubungan badan dengannya. Saat akan mengambil uang pinjaman Rp 600.000 tersebut, Medelin Sumual dijemput oleh Muhammad Munawir di salah satu sekolah di kawasan Busur, Kelurahan Barong Tongkok. Madelin lantas dibawa ke kontrakan Munawir. Sesampainya di rumah Munawir, ternyata uang Rp 600.000 itu tidak ada. Muhammad Munawir dengan sengaja mengelabui Medelin Sumual, karena niatnya sebenarnya adalah hanya untuk menyetubuhi gadis itu. Namun, Medelin kembali menolak ajakan Munawir dan itu membuat Munawir marah. “Karena ditolak, pelaku mengambil pisau. Pelaku sudah berencana melakukan penganiayaan maupun pembunuhan terhadap korban. Itu yang menjadi pemicu. Pada saat pelaku mengambil pisau, pelaku melakukan pengancaman. Di situlah terjadi pergulatan.” terang Irwan. Medelin Sumual sempat merebut pisau yang dipegang oleh Muhammad Munawir, dan menusuk kaki Munawir untuk membuatnya menjauh. Namun, hal itu membuat Munawir semakin kalap dan semakin marah. “Si pelaku menjadi lebih kalap lagi, lalu merenggut pisau dari korban dan langsung ditusukkan ke leher korban.” terang Irwan. Pembunuhan Medelin Sumual yang berusia 20 tahun terjadi pada Senin, 1 Februari 2021. Tepatnya di Kampung Sumber Sari, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Pelakunya bernama Muhammad Munawir berusia 21 tahun yang saat ini sudah diringkus oleh pihak kepolisian dan sedang menjalani proses hukum. Pembunuhan diketahui saat korban ditemukan tergeletak dengan luka sabetan senjata tajam di leher.
II. Analisis Kasus dan Tanggapan Penulis
Kapolres Kutai Barat AKBP Irwan Yuli Prasetyo mengatakan “dari hasil visum et repertum Dokter Rumah Sakit Umum HIS Sendawar ditemukan luka di bagian leher depan korban.” Munawir dijerat Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP, dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lama dua puluh tahun. Tidak hanya dijerat dengan peraturan perundang-undangan, Munawir juga dikenai sanksi hukum adat yang sebagaimana telah dijelaskan. Kasus pembunuhan Medelin Sumual sempat menjadi perbincangan di tengah masyarakat pasalnya banyak masyarakat yang mengaitkan hal ini dengan isu sara. Mengingat Munawir berdarah Madura sementara Medelin bersuku Dayak Tunjung. Menurut Irwan, tergesernya isu terjadi lantaran terbangunnya opini negatif di media sosial. Media sosial menjadi tempat berbagai berita tersebar dengan cepat. Beberapa tagar di Twitter yang berkaitan dengan kasus pembunuhan Medelin pun mulai bermunculan. Seperti tagar Madura, Dayak, dan Sampit. Banyak netizen yang mengaitkan kasus ini dengan peristiwa berdarah di masa silam. Menurut saya, kasus pembunuhan Medelin Sumual memiliki motif yang cukup sering terjadi. Akibat hubungan asmara yang berujung kematian. Dan dari yang saya lihat, kasus pembunuhan Medelin Sumual benar-benar terjadi karena kebencian dan nafsu pribadi dari pelaku yang ingin memperkosa korban yang kemudian berhubungan seks dengan korban. Akan tetapi, korban menolak ajakan pelaku. Pendapat saya ini kemudian didukung dengan adanya pernyataan dari Staf Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rezaldy menilai penggeseran isu pidana menjadi isu sara bisa disebabkan selain karena dis-informasi yang berkembang di masyarakat, juga kelalaian aparat dalam menangani kasus. Sementara Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara menyarankan agar para tokoh dari kedua suku dipertemukan dan beliau menegaskan agar hasil pertemuan harus dibawa sampai ke akar rumput sehingga masyarakat paham hasilnya. Beka juga menyarankan agar pemerintah dan aparat mengantisipasi ujaran kebencian dan provokasi terkait adanya isu sara di media sosial. Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Ade Yaya Suryana menjamin situasi di wilayah hukumnya akan tetap kondusif. Menurutnya, media harus ikut menjaga stabilitas agar tetap kondusif, terlebih masalah sara. Jangan justru hal ini menjadi pemicu perpecahan dan perkelahian. Polisi sejauh ini sudah berkoordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk memberikan imbauan dengan menekankan inti permasalahan adalah tindak pidana kriminal murni. Oleh karena itu, selain masyarakat dan pemerintah yang harus menegakkan supremasi hukumnya. Tokoh adat juga memiliki peran penting dalam memberikan informasi yang akurat dan meredam masyarakat adat untuk menyelesaikan kasus pada proses hukum. Pemerintah dan aparat harus bergerak cepat dengan melibatkan pemimpin masyarakat, pemimpin agama, dan pemimpin adat untuk duduk bersama membahas dan meluruskan apa yang menjadi titik permasalahan. Hukum adat memang bisa dibilang ada dan tiada. Akan tetapi, keberlakuan hukum adat juga diakui dalam hukum positif Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia adalah negara hukum dimana masyarakatnya diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Masyarakat juga harus pandai dalam memilah berbagai informasi yang datang, apalagi dari media sosial. Karena hal itu bisa saja tidak benar. Dan justru berita hoax akan mendatangkan benih-benih perpecahan bagi bangsa Indonesia. Dari segi keadilan, saya menilai putusan untuk kasus pembunuhan Medelin Sumual oleh Muhammad Munawir sudah adil. Karena tindakan kejinya tidak bisa diwajarkan apabila hanya dikenai sanksi berdasarkan undang-undang hukum positif Indonesia saja. Terlebih di Pulau Kalimantan masih kental akan nilai-nilai budaya dan sukunya. Jadi wajar saja, apabila hukum adat diberlakukan dalam pemberian sanksi bagi Muhammad Munawir. Pulau Kalimantan kini juga tidak seperti dahulu, yang masih mendiskriminasi orang berdasarkan suku mereka. Jadi saya merasa kurang tepat, apabila kasus pembunuhan Medelin Sumual didasarkan karena suku mereka berdua yang berbeda atau dinilai kasar dan keras oleh masyarakat.