1. Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib adalah seorang aktivis HAM yang banyak bersuara pada zaman Orde Baru.
Ia telah banyak melakukan pembelaan hukum pada orang-orang tertindas. Pada saat itu,
mengkritik pemerintahan merupakan suatu tindakan yang sangat berbahaya. Kebebasan
berpendapat belum sebaik sekarang, ditambah lagi tendensi negara untuk menyerang balik
pengkritiknya.
Benar saja, pada tahun 2004, Munir ditemukan tewas dalam pesawat yang sedang terbang
menuju Amsterdam. Hasil autopsi yang dilakukan oleh tim forensik Belanda menemukan adanya
senyawa arsenik dalam jasad Munir. Kuat dugaan bahwa aktivis HAM ini sengaja diracun oleh
pihak-pihak tertentu karena tidak mau berhenti mengkritik mereka.
Pembunuhan terhadap Munir, setidaknya melanggar dua instrumen hukum yang diatur di
Indonesia tentang hak hidup. Pertama, Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28A[11] yang berbunyi,
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Instrumen hukum kedua yang dilanggar adalah Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, tepatnya Pasal 9 Ayat (1)[12] yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk
hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.”
Solusi : Kasus Munir merupakan contoh lemahnya penegakan HAM di Indonesia.
Terkait kasus Munir, Dewan HAM bisa melakukan penyelidikan terhadap dugaan
pelanggaran hak asasi, menugaskan ahli tertentu untuk melakukan investigasi, serta
penanganan yang berhubungan dengan pelanggaran. Penanganan dapat dilakukan
dengan membentuk pelapor khusus, perwakilan khusus, maupun kelompok kerja. Selain
itu, lembaga penegak hukum juga seharusnya melakukan penyelidikan secara transparan
tanpa ada yang ditutup-tutupi.