Pelaksanaan hak asasi manusia juga menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, yaitu:
a. Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-
undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hokum internasional tentang
hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.
b. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah meliputi langkah implementasi yang
efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan-
keamanan negara, dan bidang lain.
c. Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi
oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan
dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain,
kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.
d. Tidak satu ketentuan pun dalam undang-undang ini boleh diartikan bahwa
pemerintah, partai politik, golongan, atau pihak mana pun dibenarkan
mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan
dasar yang diatur dalam undang-undang.
2.2 Kasus Pelanggaran HAM
Adapun contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia adalah kasus Munir sang
pejuang Hak Asasi Manusia. Ia lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8
Desember 1965 tepatnya di Kota Batu. Munir merupakan seorang aktivis dan
pejuang HAM Indonesia Munir mendirikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban
Kekerasan (KontraS).
Berikut adalah kronologis pembunuhan Munir hingga proses pengadilan
tersangka pembunuh Munir.
Salah satunya adalah kebencian para penguasa orde baru terhadap gerakan
‘human right’ Munir. Mereka “penguasa” yang telah semena-mena menindas,
membunuh, dan membantai rakyat kecil mendapat perlawanan keras dari Munir.
Munir tanpa lelah terus mencari fakta dan realita untuk mengungkap kasus-kasus
pembantaian orang dan rakyat yang tidak berdosa. Meskipun dirinya dan
keluarganya menerima berbagai ancaman pembunuhan, Munir tetap melangkahkan
perjuangannya dengan darah jadi taruhannya.
Jaksa juga memaparkan sejumlah fakta yang terungkap dari keterangan saksi,
barang bukti, dan keterangan terdakwa selama 17 kali sidang. Di antaranya adalah
surat dari Badan Intelijen Negara yang ditujukan kepada Garuda Indonesia pada Juni
2004 yang merekomendasikan Pollycarpus sebagai petugas aviation security. Hal
tersebut sangat tidak wajar karena Badan Intelijen Negara ikut campur urusan bisnis
Garuda hingga merekomendasikan Pollycarpus untuk ikut terbang bersama Munir.
Jaksa juga menunjuk bukti transaksi panggilan dari nomor telepon yang diduga milik
Pollycarpus ke nomor yang diduga milik Muchdi, atau sebaliknya, yang tercatat
dalam call data record. Selain itu, dalam persidangan Muchdi PR memberikan
keterangan berubah-ubah dan beberapa kali bertindak tidak sopan.
KESIMPULAN
SARAN
Pemerintah harus mengungkap kasus Munir dan menegakkan keadilan,
masalah ini harus dituntaskan agar tidak ada lagi aktivis HAM yang dibunuh
atau disiksa karena perjuangannya.
Juga sikap sadar akan pentingnya HAM harus ditingkatkan agar di masa
depan nanti tidak ada lagi pelanggaran HAM.
DAFTAR PUSTAKA