terbunuhnya MUNIR
Kasus Pelanggaran HAM terbunuhnya MUNIR terjadi 7 September 2004
Munir. Siapa yang tidak tahu nama Munir ? Seorang Aktivis HAM yang selalu di depan dalam
membela HAM yang tertindas dari (oknom) Militer saat itu. Munir melalui Kontras (Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) banyak membantu keluarga korban
penculikan dan kekerasan yang terjadi saat Tragedi Semanggi I (1998), Kerusuhan Mei 1998,
Tragedi Semanggi II (1999), Peristiwa Tanjung Priok, Mungkin karena itulah tragedi ini terjadi.
Tragedi ini bermula saat Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi program master
(S2) di Universitas Utrecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 menuju
Singapura untuk kemudian transit di Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam.Namun dua
jam sebelum mendarat di bandara Schipol Amsterdam Munir telah meninggal dunia dalam
pesawat dan di indikasi karena Keracunan. Selebihnya baca sendiri…
BAB I
PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang
berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Hak-hak ini berisi tentang
kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunan, jabatan dan lain
sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Adapun contoh dari pelanggaran HAM di Indonesia adalah kasus Munir. Kasus Munir
menjelaskan bahwa Hak warga Negara untuk memperoleh kebenaran belum dipenuhi oleh
pemerintah. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Pelanggaran HAM yang Tak Kunjung
Usai”.
Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia dan UU nomor berapa yang
berkaitan dengan Hak Asasi Manusia?
2. Kasus seperti apa yang termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia?
3. Mengapa pelanggaran Hak Asasi Manusia tak kunjung usai?
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia mendefinisikan hak asasi manusia
sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.
Menurut Suproatnoko (2008;125), hak asasi manusia adalah hak dasar milik manusia, bersifat
universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa sejak hidup dalam kandungan atau rahim, dan
hak kodrati atau asasi yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.
Hak asasi manusia di Indonesia didasarkan pada falsafah dan ideology pancasila, pembukaan
UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dan
UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.
UU No. 39 Tahun 1999 mencantumkan asas-asas dasar hak asasi manusia diantaranya :
Beberapa asas dasar hak asasi manusia yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 adalah:
a. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil
serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
b. Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi.
c. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di
hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun.
d. Setiap orang diakui sebagai pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta
perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.
e. Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dan pengadilan yang
objektif dan tidak berpihak.
Secara operasional hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia Indonesia dalam UU No. 39
Tahun 1999 meliputi:
Pelaksanaan hak asasi manusia juga menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah, yaitu:
b. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah meliputi langkah implementasi yang efektif dalam
bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan-keamanan negara, dan bidang lain.
c. Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan
berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan
kepentingan bangsa.
d. Tidak satu ketentuan pun dalam undang-undang ini boleh diartikan bahwa pemerintah, partai
politik, golongan, atau pihak mana pun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan
hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam undang-undang.
Adapun contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia adalah kasus Munir sang pejuang Hak
Asasi Manusia. Ia lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965 tepatnya di Kota
Batu. Munir merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia Munir mendirikan Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS).
Berikut adalah kronologis pembunuhan Munir hingga proses pengadilan tersangka pembunuh
Munir.
Salah satunya adalah kebencian para penguasa orde baru terhadap gerakan ‘human right’ Munir.
Mereka “penguasa” yang telah semena-mena menindas, membunuh, dan membantai rakyat kecil
mendapat perlawanan keras dari Munir. Munir tanpa lelah terus mencari fakta dan realita untuk
mengungkap kasus-kasus pembantaian orang dan rakyat yang tidak berdosa. Meskipun dirinya
dan keluarganya menerima berbagai ancaman pembunuhan, Munir tetap melangkahkan
perjuangannya dengan darah jadi taruhannya.
Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir (dan akhirnya terpidana)
adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama persidangan, terungkap bahwa pada 7 September
2004, seharusnya Pollycarpus sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti
penerbangan Munir ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala
Pollycarpus ‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan
Munir, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar
oleh agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP dijatuhi vonis
20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus tidak mengakui dirinya
sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal
yang janggal. Namun, timbul pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh Munir. Apakah dia
bermusuhan atau bertengkar dengan Munir. Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan
mereka berdua.
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen
Intelinjen Senior adalah seorang mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi
Purwoprandjono. Mayjen (Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan
Koppassus TNI Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra).
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia.
Muchdi PR ditangkap pada 6 Juni 2008. Lalu ia disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan dan pada awal Desember 2008, jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan Munir
menuntut Muchdi PR dihukum 15 tahun penjara. Muchdi PR terbukti menganjurkan dan
memberikan sarana kepada terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto untuk membunuh Munir.
Jaksa juga memaparkan sejumlah fakta yang terungkap dari keterangan saksi, barang bukti, dan
keterangan terdakwa selama 17 kali sidang. Di antaranya adalah surat dari Badan Intelijen
Negara yang ditujukan kepada Garuda Indonesia pada Juni 2004 yang merekomendasikan
Pollycarpus sebagai petugas aviation security. Hal tersebut sangat tidak wajar karena Badan
Intelijen Negara ikut campur urusan bisnis Garuda hingga merekomendasikan Pollycarpus untuk
ikut terbang bersama Munir. Jaksa juga menunjuk bukti transaksi panggilan dari nomor telepon
yang diduga milik Pollycarpus ke nomor yang diduga milik Muchdi, atau sebaliknya, yang
tercatat dalam call data record. Selain itu, dalam persidangan Muchdi PR memberikan
keterangan berubah-ubah dan beberapa kali bertindak tidak sopan.
Usaha para jaksa membongkar kasus pembunuhan dan menuntut pelaku pembunuh kandas
ditangan majelis hakim PN Jakarta Selatan yang diketuai Suharto. Tanggal tanggal 31 Desember
2008, majelis hakim menvonis bebas Muchdi Pr atas keterlibatannya dalam pembunuhan aktivis
HAM – Munir.
Kasus Munir merupakan contoh lemahnya penegakan HAM di Indonesia. Kasus Munir juga
merupakan hasil dari sisa-sisa pemerintahan orde baru yang saat itu lebih bersifat otoriter.
Seharusnya kasus Munir ini dijadikan suatu pelajaran untuk bangsa ini agar meninggalkan cara-
cara yang bersifat otoriter karena setiap manusia atau warga Negara memiliki hak untuk
memperoleh kebenaran, hak hidup, hak memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman.
Sedangkan bangsa Indonesia saat ini memiliki sistem pemerintahan demokrasi yang seharusnya
menjunjung tinggi HAM seluruh masyarakat Indonesia.
Pemerintah hingga saat ini masih kurang tegas dalam menangani kasus pelanggaran HAM yang
terjadi di Indonesia. Hal itu dikarenakan kurang ketatnya peraturan perundang-undangan dalam
menangani kasus pelanggaran HAM. Dan pemerintah kurang disiplin melaksanakan undang-
undang yang telah ditetapkan, sehingga terdapat kesan kelonggaran bagi pelaku pelanggaran
HAM.
Selain hal tersebut, kasus Munir merupakan suatu kejahatan yang dicurigai dilakukan oleh
penguasa sebelumnya, sehingga terkesan pemerintah sekarang menutup-nutupi “borok”
pemerintah sebelumnya agar nama baik pemerintahan tidak tercemar.
Seharusnya pemerintah menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk memberikan Hak-
hak yang dimiliki seluruh masyarakat yang tertuang dalam UUD 1945, batang tubuh UUD 1945,
UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000.
Dalam UU No. 39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah menjamin Hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun. Hal diatas sangat bertentangan dengan hal
yang diterima Munir sebagai warga Negara yang hanya ingin memperjuangkan kebenaran atas
ketidak adilan yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru, sehingga dengan dibunuhnya
Munir sudah jelas merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM.
BAB III
Kesimpulan
Hak Asasi Manusia(HAM) merupakan anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada
seluruh manusia dan tak ada satupun orang pun yang dapat mengganggu gugat, tidak terkecuali
pemerintah. Jadi sudah sepatutnya pemerintah memberikan apa yang seharusnya rakyat miliki
yang diantaranya adalah hak untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran.
Hak Asasi Manusia(HAM) sendiri juga telah diatur didalam UU No. 39 Tahun 1999 yang isinya
mengenai hak-hak yang dimiliki rakyat di Indonesia yaitu Hak hidup, Hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, Hak mengembangkan diri, Hak memperoleh keadilan, Hak atas
kebebasan pribadi, Hak atas rasa aman, Hak atas kesejahteraan, Hak turut serta dalam
pemerintah, Hak wanita dan Hak anak
Dengan begitu kasus Munir merupakan pelanggaran HAM yang harus di jadikan pelajaran untuk
bangsa ini kedepannya agar lebih menghargai HAM itu sendiri. Untuk itu diperlukan perhatian
pemerintah yang mendalam dan pemahaman yang lebih dari seluruh rakyat agar dapat bersama-
sama menegakkan HAM di bangsa yang kita cintai ini.
Daftar Pustaka
1. Pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945,
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia,
3. UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia.
4. www. scribd.com/doc/54785849/Makalah-Pelanggaran-HAM-KASUS-MUNIR
Cuman ini yang bisa saya Share Terimakasih. jika Anda ingin Copy Makalah ini bisa Klikdisini.
Referensi :
1. Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
2. Studi Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
3. Studi Kasus Kematian Marsinah
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kelanjutan-kasus-terbunuhnya-munir.html