Anda di halaman 1dari 9

PERILAKU KONSUMEN HOSPITALITY

Emil Samara1
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

Pendahuluan
Perkembangan bisnis saat ini semakin hari semakin kompleks. Hampir setiap hari
kita terlibat dengan kegiatan bisnis seperti pembelian barang atau jasa. Bermacam-macam
kebutuhan hidup mulai dari kebutuhan fisik maupun psikologis harus kita penuhi setiap
harinya, di zaman globalisasi seperti ini persaingan bisnis harus transparan dan konsisten
dalam memenuhi kebutuhan konsumennya, disamping mereka juga harus berlomba dengan
pesaing untuk mempertahankan citra perusahaan terhadap konsumennya.
Perusahaan yang bergerak di bidang jasa mempunyai peluang cukup besar untuk
berkembang dengan pesat jika perusahaan mempunyai kemampuan memenuhi harapan
konsumennya. Kondisi ini mengharuskan perusahaan untuk selalu mengamati setiap
lingkungan bisnisnya, untuk dapat bertahan dan berkembang, pengelola bisnis di bidang jasa
juga dituntut untuk mampu menciptakan keunggulan perusahaannya (Susi Rahmawati et al.
2018). Salah satu perusahaan bisnis yang saat ini lagi mendapat perhatian cukup besar dari
pemerintah adalah sektor pariwisata. Sarana penunjang usaha bidang kepariwisataan adalah
industri jasa perhotelan (hospitality) [1].
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk berekreasi liburan atau
termasuk segala persiapan yang dilakukan untuk melakukan kegiatan ini. Kepariwisataan
tidak lepas dari dua hal yaitu wisatawan sebagai orang yang melakukan kegiatan wisata dan
produk pariwisata berupa barang/jasa yang akan dinikmati oleh wisatawan [2]. Hotel
merupakan jenis indutri yang menghasilkan dan menyediakan sesuatu dalam bentuk barang
dan jasa [1].
Sue Baker, et.al (1997)[3] menyebutkan industri hospitaliti adalah bagian dari
kegiatan ekonomi yang lebih besar yang disebut dengan pariwisata. The hospitality industry
is a part of a wider group of economic activities called tourism. Pendapat yang senada juga
disampaikan oleh [4] yang juga mengatakan bahwa industry hospitality adalah bagian dari
bisnis yang lebih besar yang dikenal dengan industry perjalanan dan pariwisata. The
hospitality industry is part of larger enterprise known as the travel and tourism industry. [5]
menyebutkan industri hospitaliti terdiri dari bisnis hotels, restaurants, casinos, catering,
resorts, clubs dan bisnis yang yang lain yang dibutuhkan oleh wisatawan.

1
Covina Barbaran, Program Studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang
Karena perkembangan industri bisnis hospitality yang semakin pesat, maka tentunya
persaingan dengan industri yang sama pun semakin ketat. Sebagai perusahaan yang
menawarkan jasa sebagai prioritas utamanya, maka muncul kajian mengenai perilaku
konsumen yang penting untuk diperhatikan bagi perusahaan untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan daripada setiap konsumennya sehingga perusahaan tetap dapat
bertahan di dalam persaingan bisnis yang semakin ketat [6]. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan banyaknya pilihan perusahaan jasa yang dapat dipilih oleh konsumen, dan apabila
perusahaan tidak memenuhi satu atau lain hal, maka terdapat kemungkinan bahwa
konsumen akan berpindah ke pilihan lain.

Pembahasan
Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan suatu proses yang berkaitan erat dengan adanya suatu
proses pembelian, pada saat itu konsumen melakukan aktivitas seperti melakukan pencarian,
penelitian, dan pengevaluasian produk dan jasa (product and services) [7]. Perilaku
konsumen merupakan sesuatu yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan dalam
pembelian. Perilaku konsumen adalah sebuah kegiatan yang berkaitan erat dengan proses
pembelian suatu barang atau jasa. Mungkin sedikit bingung, perilaku seperti apa yang
dimaksud atau dikategorikan ke dalam perilaku konsumen. Pada dasarnya perilaku
konsumen ini sangat luas, mungkin anda telah melakukan perilaku konsumen, namun tidak
menyadarinya. Hal-hal seperti itu seringkali terjadi ketika melakukan suatu proses
pembelian.
A. Model Perilaku Pembeliann Konsumen
Ketika konsumen mengambil keputusan untuk membeli produk dan jasa, merupakan
sebuah proses pengambilan keputusan yang sangat kompleks. Untuk menarik konsumen
agar mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, perusahaan perlu memahami
bagaimana konsumen akan menanggapi berbagai rasangan dari pemasaran seperti cirri
produk, harga, dan daya tarik iklan. Banyak variabel yang mempengaruhi proses
pengambilan keputusan ini, terdapat banyak model consumer behavior [8]. Berikut ini
merupakan salah satu dari model perilaku konsumen:

Tanggapan
Perangsang Pembeli
Pilihan Produk
Produk Perekonomian
Lain Pilihan Merek
Karakteristik Proses
Harga Teknologi Pembeli Keputusan Pilihan Dealer
Tempat Politik Waktu Membeli
Pembelian Jumlah Pembelian
Promosi Budaya Kotak Hitam
Perangsang Pembeli
Pemasaran

Gambar di atas merupakan model perilaku pembelian konsumen yang


memperlihatkan bahwa pemasaran dan perangsang yang lain masuk ke dalam “kotak hitam”
konsumen dan menghasilkan tanggapan tertentu. Pemasar harus menentukan apa yang ada
dalam kotak hitam konsumen tersebut. Di bagian kiri gambar terlihat bahwa perangsang
pemasaran terdiri dari 4p yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), promotion
(promosi). Perangsang lainnya adalah kekuatan dan peristiwa besar dalam lingkungan
pembeli, yaitu perekonomian, teknologi, politik, dan budaya. Semua perangsang itu masuk
ke dalam kotak hitam pembeli, kemudia dirubah menjadi perangkat tanggapan konsumen
yang dapat diamat, seperti yang dapat dilihat di gambar sebelah kanan, yaitu pilihan produk,
pilihan merek, pilihan dealer (perantara), waktu membeli, dan jumlah pembelian.
Pemasar harus memahami bagaimana perangsang berubah menjadi anggapan di
dalam kotak hitam konsumen. Kotak hitam mempunyai dua bagian. Pertama, karakterisatik
pembeli mempengaruhi cara pandang dan reaksinya terhadap perangsang. Kedua, proses
keputusan pembeli itu sendiri mempengaruhi hasilnya.
B. Karakteristik Pribadi Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Industri
Hospitality
1. Faktor – Faktor Budaya
a. Budaya, kebudayaan didefinisikan sebagai pola dari perilaku dan hubungan sosial
yang mencirikan masyarakat dan terpisah dari orang lain. Budaya menyampaikan
nilai, cita-cita, dan sikap yang membantu individu berkomunikasi satu sama lain dan
mengevaluasi situasi. Perbedaan budaya lebih mencolok ketika perusahaan industri
hospitality dan industri pariwisata berusaha untuk meluaskan bisnis ke pasar
internasional. Terdapat perbedaan budaya yang signifikan dalam pasar internasional,
misalnya cara orang eropa membuat keputusan pembelian dan perilaku travel dan
cara yang orang Amerika lakukan juga. Budaya merupakan penentu paling dasar
keinginan dan perilaku seseorang, yang memadukan nilai, persepsi, keinginan, dan
perilaku dasar yang dipelajari terus – menerus oleh individu dalam masyarakat.
b. Subbudaya, masing-masing budaya terdiri dari beberapa subbudaya yang lebih
sempit, atau kelompok orang dengan sistem nilai yang sama, yang didasarkan pada
pengalaman dan situasi yang sama.
c. Kelas Sosial, adalah sebuah hierarkhi masyarakat menurut perbedaan yang relatif
dan kelompok yang sama dengan menghormati sikap, nilai dan gaya hidup. Kelas
sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam keputusan pembelian konsumen.
Kelas sosial seperti di negara – negara muda seperti Amerika Serikat, Kanada,
Australia, dan Selandia Baru tidak ditunjukkan oleh satu faktor tunggal seperti
pendapatan, melainkan diukur dari kombinasi pekerjaan, sumber pendapatan,
pendidikan, kemakmuran, dan variabel lainnya. Manajer hospitality harus
mengidentifikasi tingkat sosial ekonomi relative untuk daya tarik dan target operasi
kelompok social langsung dengan bauran pemasaran yang disesuaikan.
2. Faktor – Faktor Sosial
a. Kelompok Referensi, adalah kelompok yang mengidentifikasi individu ke titik di
mana kelompok menentukan standar perilaku. Setiap individu terpengaruh secara
langsung dan tidak langsung. Manajer hospitality bisa mempengaruhi perilaku
konsumen dengan menggunakan opini pemimpin. Opini pemimpin meliputi formal
atau informal pemimpin dari kelompok referensi, dan opini mereka secara normal
mempengaruhi informasi opini ke anggota kelompok.
b. Keluarga, Keluarga didefinisikan sebagai orang - orang yang menempati sebuah
tempat unit hidup tunggal. Dan di setiap rumah tangga memiliki karakteristik
tertentu, kepemimpinan, dan norma atau peraturan yang berlaku. Anggota keluarga
memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku pembeli. Keluarga tetap merupakan
organisasi pembelian konsumen paling penting dalam masyarakat Amerika.
c. Peran dan Status, peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan diakukan seseorang
menurut orang di sekitarnya. Setiap peran mengandung status yang mencerminkan
penghargaan umum masyarakat terhadap peran itu. Orang kerap memilih produk
yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.
3. Faktor -Faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap dalam Siklus Hidup, jenis barang dan jasa yang dibeli orang berubah
seiring dengan bertambahnya usia. Ketika orang semakin tua dan dewasa, produk
yang diinginkannya juga berubah. Susunan keluarga juga mempengaruhi perilaku
pembelian. Sebagai contoh keluarga yang mempunyai anak kecil bersantap ke luar
rumah di restoran siap saji.
b. Pekerjaan, pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli.
c. Situasi Ekonomi, situasi ekonomi seseorang sangat mempengaruhi pilihan produk
dan keputusan membeli produk. Pemasar perlu mengamati kecendrungan yang
menyangkut pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat bunga. Bila indikator ekonomi
menunjukkan adanya resesi, mereka dapat mendesain dan memposisi ulang, serta
mngubah harga produk mereka.
d. Gaya Hidup, menggambarkan pola keseluruhan seseorang dalam bertindak dan
berinteraksi. Jika dimanfaatkan secara cermat, konsep gaya hidup dapat membantu
pemasar mmahami perubahan nilai konsumen da pngaruhnya terhadap perilaku
membeli.
e. Kepribadian dan Konsep Diri, Setiap individu konsumen mengembangkan
kepribadian yang unik dan citra diri selama periode waktu. Untuk tujuan pemasaran,
jenis kepribadian individu dapat dikelompokkan ke dalam berbagai klasifikasi seperti
konservatif, pemimpin, dan pengikut.
4. Faktor – Faktor Psikologi
a. Motivasi, Kebutuhan didefinisikan sebagai kurangnya sesuatu atau perbedaan antara
keinginan seseorang dan keadaan yang sebenarnya. Motivasi didefinisikan seperti
keadaan batin seseorang yang mengarahkan individu atau seseorang ke arah
kepuasan yang terasa diperlukan. Contohnya: ketika konsumen lapar dan lelah
( keadaan konsumen yang sebenarnya), namun mereka menginginkan memakan
makanan yang baik dan beristirahat (keadaan yang diinginkan). Konsumen merasa
hal itu sangat diperlukan karena mereka memiliki motivasi (motivation) untuk
mencari restaurant dimana kebutuhan ini bisa terpuaskan. Kebutuhan (need) itu
menyebabkan timbulnya motivasi (motivation) yang menyebabkan behavioral
intentions, yang akhirnya menyebabkan perilaku yang dapat diamati. Perilaku untuk
meniru, timbal balik mempengaruhi dan mungkin merubah motivasi konsumen.
b. Persepsi, sebuah proses yang dilalui seseorang dalam memilih, mengorganisasi, dan
menginterprestasi informasi guna membentuk gambaran dunia yang berarti.
c. Pembelajaran, sebagai individu menghadapi situasi baru, seperti makan di restoran
tertentu untuk pertama kalinya, mereka mengintegrasikan persepsi mereka dalam
kerangka pengalaman yang mempengaruhi keputusan masa depan.
d. Keyakinan dan Sikap, keyakinan adalah pemikiran deskriptif seseorang atas sesuatu
hal. Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan kecendrungan seseorang yang
relative konsisten terhadap suatu objek atau gagasan.
C. Keterlibatan Konsumen Dalam Mengambil Keputusan Membeli Dalam Industri
Hospitality.
Menurut Kotler dan Amstrong (2012) [9] dalam melakukan proses pengambilan
keputusan pembelian konsumen terdapat beberapa peran di dalamnya yang mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen. Ada 5 elemen kunci dalam model pengambilan keputusan
konsumen yaitu: problem recognition, information search, evaluation of alternative,
purchase decision. dan post- purchase evaluation.

1. Pengenalan kebutuhan (problem recognition), konsumen akan membeli suatu produk


sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan
masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.
2. Pencarian informasi (information source). setelah memahami masalah yang ada,
konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi
dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain
(eksternal).
3. Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation), setelah konsumen mendapat
berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
4. Keputusan pembelian (purchase decision), setelah konsumen mengevaluasi beberapa
alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan
pembelian.Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian
dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal
lain yang perlu dipertimbangkan.
5. Perilaku pasca pembelian (post-purchase evaluation), merupakan proses evaluasi
yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan
pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi
apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan
dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai
dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek
produk tersebut di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika
produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan
permintaan konsumen di masa depan.
Service Convenience
Kenyamanan pelayanan (Service Convenience) merupakan persepsi konsumen
terhadap kemudahan waktu dan usaha yang berkaitan dengan pembelian atau pemakaian
suatu jasa [10]. Secara konseptual, kenyamanan layanan juga bermaksud untuk
meminimalkan pengorbanan atau tekanan psikologis terkait dengan pembelian atau
pemanfaatan layanan [10]. Service Convenience dapat dilakukan dengan menyediakan
fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat menjadikan pelanggan merasakan kemudahan dari
apa yang mereka dapatkan [11]. Penilaian mengenai kenyamanan pelayanan dapat ditinjau
dari kenyamanan untuk mengakses layanan, kenyamanan dalam melakukan transaksi,
kenyamanan untuk mendapatkan manfaat inti dari jasa, dan kenyamanan pasca penyampaian
layanan. Kenyamanan dalam pelayanan menjadi sangat penting karena merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. [12]. Senada dengan pendapat tersebut, [13]
juga menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kenya.manan layanan yang dirasakan oleh
pelanggan, maka semakin besar pula dampaknya terhadap kepuasan pelanggan (customer
satisfaction).
Berry et al. (2002) menjabarkan 5 dimensi dan indikator dari service convenience
sebagai berikut:
1. Decision convenience, merupakan persepsi konsumen terhadap beban waktu dan
usaha yang dikeluarkan untuk membuat sebuah keputusan dalam pembelian barang
dan jasa, yang terutama ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas informasi.
Dengan indikator:
 Kemudahan konsumen dalam menentukan jenis layanan yang akan digunakan
2. Access convenience, merupakan persepsi konsumen terhadap beban waktu dan usaha
yang dikeluarkan dalam mengakses atau mendapatkan penyedia barang dan jasa
dengan mudah dan cepat.
Dengan indikator:
 Kemudahan konsumen dalam menggunakan parkir
 Kemudahan konsumen dalam mencari lokasi penyedia jasa
3. Transaction convenience, merupakan persepsi konsumen terhadap beban waktu dan
usaha yang dikeluarkan, atas kemudahan dan kenyamanan saat menyelesaikan
transaksi pembelian barang dan jasa.
Dengan indikator:
 Kemudahan konsumen dalam bertransaksi
 Kecepatan dalam bertransaksi
4. Benefit convenience, merupakan persepsi konsumen terhadap beban waktu dan usaha
yang dikeluarkan untuk merasakan dan mengalami manfaat dari penggunaan barang
dan jasa.
Dengan indikator:
 Kemudahan konsumen dalam mengirimkan paket kiriman
5. Post-benefit convenience, merupakan persepsi konsumen terhadap beban waktu dan
usaha yang dikeluarkan untuk menghubungi kembali customer service penyedia jasa,
ketika konsumen mengalami sebuah masalah setelah tahap manfaat jasa (benefit
stage), atau bisa juga disebut sebagai after-sales service yang diberikan perusahaan.
Dengan indikator:
 Kemudahan konsumen untuk menghubungi customer service terkait paket
yang bermasalah
 Kemudahan konsumen dalam melakukan refund
Kesimpulan
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk berekreasi liburan atau
termasuk segala persiapan yang dilakukan untuk melakukan kegiatan ini. Salah satu
perusahaan bisnis yang saat ini lagi mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah adalah
sektor pariwisata. Sarana penunjang usaha bidang kepariwisataan adalah industri jasa
perhotelan (hospitality).
Perilaku konsumen merupakan suatu proses yang berkaitan erat dengan adanya suatu
proses pembelian, pada saat itu konsumen melakukan aktivitas seperti melakukan pencarian,
penelitian, dan pengevaluasian produk dan jasa (product and services). Dalam perilaku
konsumen terdapat beberap aspek yang berhubungan dengan tingkat tingkah laku konsumen
dalam menentukan atau memilih suatu produk/jasa.
Ada beberapa faktor yang membentuk perilaku konsumen dalam industry hospitality
yaitu:
1. Faktor budaya
2. Faktor sosial
3. Faktor pribadi
4. Faktor psikologi
Pada keputusan pembelian konsumen hospitality terdapat beberapa fase yang akan dilewati
konsumen sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian jasa yaitu:
1. Pre purchase phase
2. The service counter
3. Post purchase phase
Kenyamanan pelayanan (Service Convenience) merupakan persepsi konsumen
terhadap kemudahan waktu dan usaha yang berkaitan dengan pembelian atau pemakaian
suatu jasa. Ada lima dimensi dalam kenyamanan pelayanan yaitu:
1. Decision convenience
2. Access convenience
3. Transaction convenience
4. Benefit convenience
5. Post-benefit convenience
Penilaian mengenai kenyamanan pelayanan dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu:
1. Kenyaman untuk mengakses layanan
2. Kenyamanan dalam melakukan transaksi
3. Kenyamanan untuk mendapatkan manfaat inti dari jasa
4. Kenyamanan pasca penyampaian layanan

Daftar Pustaka
[1] S. Caesari, H. S. Nugraha, and B. Prabawani, “Diponegoro Journal Of Social And
Political Of Science Tahun 2015, Hal. 1-11 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/
Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsumen Untuk Menginap di Hotel
Puri Saron,” 2019.
[2] W. Suprihatin, “Analisis Perilaku Konsumen Wisatawan Era Pandemi Covid-19
( Studi Kasus Pariwisata di Nusa Tenggara Barat ),” J. Bestari, vol. 19, no. 1, pp. 56–
66, 2020.
[3] T. M. Nicholas, J. Baker-Sennett, and ..., “Building professional understanding
through community-based learning,” Journal of Human ….
nationalhumanservices.org, 2011, [Online]. Available:
https://www.nationalhumanservices.org/assets/Journal/journal 2011.pdf#page=40.
[4] M. L. Kasavana, Managing Front Office Operations. Michigan: Lansing, Michigan:
American Hotel & Lodging Educational Institute, 2017.
[5] R. A. Nykiel, Marketing In The Hospitality Industry, 4th ed. Educational Inst of the
Amer Hotel, 2003.
[6] A. G. Subakti, “Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Di Sales and
Marketing Department (Studi Kasus Di Hotel Y Jakarta),” J. Indones. Tour. Hosp.
Recreat., vol. 2, no. 1, pp. 58–67, 2019, doi: 10.17509/jithor.v2i1.16432.
[7] M. A. Firmansyah, Perilaku Konsumen (Sikap dan Pemasaran). Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2018.
[8] P. et al Kotler, Pemasaran Perhotelan dan Kepariwisataan, Edisi Kedu. Jakarta: PT
Prenhallindo, 2002.
[9] P. Kotler and Amstrong, Principles of Marketing. london: Pearson Education Limited,
2012.
[10] L. L. Berry, K. Seiders, and D. Grewal, “Understanding service convenience,” J.
Mark., vol. 66, no. 3, pp. 1–17, 2002, doi: 10.1509/jmkg.66.3.1.18505.
[11] S. Purnama, “Pengaruh Service Convenience Terhadap Customer Loyalty Melalui
Customer Satisfaction Sebagai Variabel Mediasi Pada Atlas Sport Club Surabaya,”
Agora, vol. 7, no. 2, p. 287102, 2019.
[12] F. Tjiptono, Pemasaran Jasa. malang: Bayu Media Publishing, 2011.
[13] J. P. Aagja, T. Mammen, and A. Saraswat, “Validating service convenience scale and
profiling customers: A study in the indian retail context,” Vikalpa, vol. 36, no. 4, pp.
25–49, 2011, doi: 10.1177/0256090920110403.

Anda mungkin juga menyukai