Makalah HK Kesehatan
Makalah HK Kesehatan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan memiliki arti yang sangat penting bagi setiap orang. Dengan
kesehatan orang dapat berpikir dengan baik dan dapat melakukan aktivitas secara
optimal, sehingga dapat pula menghasilkan karya-karya yang diinginkan. Oleh karena
itu setiap orang akan selalu berusaha dalam kondisi yang sehat. Ketika kesehatan
seseorang terganggu, mereka akan melakukan berbagai cara untuk sesegera mungkin
dapat sehat kembali. Salah satunya adalah dengan cara berobat pada sarana-sarana
pelayanan kesehatan yang tersedia. Tetapi, upaya penyembuhan tersebut tidak akan
terwujud jika tidak didukung dengan pelayanan yang baik pula dari suatu sarana
pelayanan kesehatan, dan kriteria pelayanan kesehatan yang baik, tidak cukup
ditandai denganterlibatnya banyak tenaga ahli atau yang hanya memungut biaya
murah, melainkan harus didasari dengan suatu sistem pelayanan medis yang baik pula
dari sarana pelayanan kesehatan tersebut. Salah satunya adalah dengan mencatat
segala hal tentang riwayat penyakit pasien, dimulai ketika pasien datang, hingga akhir
tahap pengobatan di suatu sarana pelayanan kesehatan. Dalam dunia kesehatan,
catatan-catatan tersebut dikenal dengan istilah rekam medis.
Rekam medis berisi antara lain tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan serta tindakan dan pelayanan lain yang diberikan oleh dokter kepada
seorang pasien selama menjalani perawatan di suatu sarana pelayanan kesehatan.
Di setiap sarana pelayanan kesehatan, rekam medis harus ada untuk mempertahankan
kualitas pelayanan profesional yang tinggi, untuk melengkapi kebutuhan informasi
sebagai pendahuluan mengenai “informed concent locum tenens”, untuk kepentingan
dokter pengganti yang meneruskan perawatan pasien, untuk referensi masa datang,
serta diperlukan karena adanya hak untuk melihat dari pasien.
Dalam pelaksanaan pelayanan medis kepada pasien, informasi memegang
peranan yang sangat penting. Informasi tidak hanya penting bagi pasien, tetapi juga
bagi dokter agar dapat menyusun dan menyampaikan informasi kedokteran yang
benar kepada pasien demi kepentingan pasien itu sendiri. Peranan informasi dalam
hubungan pelayanan kesehatan mengandung arti bahwa pentingnya peranan
informasi harus dilihat dalam hubungannya dengan kewajiban pasien selaku individu
yang membutuhkan pertolongan untuk mengatasi keluhan mengenai kesehatannya, di
samping dalam hubungannya dengan kewajiban dokter selaku profesional di bidang
kesehatan. Agar pelayanan medis dapat diberikan secara optimal, maka diperlukan
informasi yang benar dari pasien tersebut agar dapat memudahkan bagi dokter dalam
diagnosis, terapi, dan tahapan lain yang diperlukan oleh pasien. Dengan kata lain,
penyampaian informasi dari pasien tentang penyakitnya dapat mempengaruhi
perawatan pasien.
Malpraktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter
pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai,
tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau
dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama
(Berkhouwer & Vorsman, 1950). Keperawatan (perawat dan bidan) untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance
Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan
malpraktik tersebut dan semuanya berangkat dari kerugian psikis dan fisik korban.
Mulai dari kesalahan diagnosis dan pada gilirannya mengimbas pada kesalahan terapi
hingga pada kelalaian dokter pasca operasi pembedahan pada pasien (alat bedah
tertinggal didalam bagian tubuh), dan faktor-faktor lainnya.
Kasus malpraktik merupakan tindak pidana yang sangat sering terjadi di
Indonesia. Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional yang
bertentangan dengan SOP, kode etik, dan undang-undang yang berlaku, baik
disengaja maupun akibat kelalaian yang mengakibatkan kerugian dan kematian pada
orang lain. Biasanya malpraktik dilakukan oleh kebanyakan dokter di karenakan salah
diagnosa terhadap pasien yang akhirnya dokter salah memberikan obat.
Sudah banyak contoh kasus yang malpraktik yang terjadi di beberapa rumah
sakit, kasus yang paling buming di bicarakan di media-media adalah kasus prita
mulyasari. Ia mengaku adalah korban malpraktik di rumah sakit Omni internasional.
Tidak hanya kasus Prita saja, masih banyak lagi kasus-kasus lain. Pihak rumah sakit
berlindung pada nama besarnya.
Malpraktek tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan saja,
melainkan kaum profesional dalam bidang lainnya yang menjalankan prakteknya
secara buruk, misalnya profesi pengacara, profesi notaris. Hanya saja istilah
malpraktek pada umumnya lebih sering digunakan di kalangan profesi di bidang
kesehatan/ kedokteran.
Berkenaan dengan kerugian yang sering diderita pasien akibat kesalahan
(kesengajaan/ kealpaan) para tenaga kesehatan karena tidak menjalankan praktek
sesuai dengan standar profesinya, saat ini masyarakat telah memenuhi pengetahuan
serta kesadaran yang cukup terhadap hukum yang berlaku, sehingga ketika pelayanan
kesehatan yang mereka terima dirasa kurang optimal bahkan menimbulkan kondisi
yang tidak diinginkan atau dianggap telah terjadi malpraktek kedokteran, masyarakat
akan melakukan gugatan baik kepada sarana pelayanan kesehatan maupun kepada
tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya atas kerugian yang mereka derita.
Demi mewujudkan keadilan, memberikan perlindungan, serta kepastian
hukum bagi semua pihak, dugaan kasus malpraktek kedokteran ini harus diproses
secara hukum. Tentunya proses ini tidak mutlak menjamin akan
mengabulkantuntutan dari pihak pasien atau keluarganya secara penuh, atau
sebaliknya membebaskan pihak tenaga kesehatan maupun sarana pelayanan
kesehatan yang dalam hal ini sebagai pihak tergugat, dari segala tuntutan hukum.
Pemeriksaan terhadap dugaan kasus malpraktek kedokteran ini harus dilakukan
melalui tahapan-tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, serta pemeriksaan di
sidang pengadilan untuk membuktikan ada/ tidaknya kesalahan (kesengajaan/
kealpaan) tenaga kesehatan maupun sarana pelayanan kesehatan tempat mereka
bekerja.
Untuk membuktikan kesalahan (kesengajaan/ kealpaan) tenaga kesehatan
ataupun sarana pelayanan kesehatan tempat mereka bekerja dalam dugaan kasus
malpraktek kedokteran ini, hakim di pengadilan dapat menjadikan rekam medis
pasien sebagai salah satu sumber atau bukti yang dapat diteliti.
B. Perumusan Masalah
Hukum terlihat begitu memihak pada pihak yang lebih memiliki kuasa dan
uang. Hukum lemah dalam memperjuangkan hak rakyatnya yang telah menjadi
korban malpraktik.
Sebenarnya siapa yang paling bersalah dalam kasus seperti ini? Tentu saja
pihak rumah sakit. Mengapa rumah sakit tidak bertanggung jawab atas kesalahan
yang telah dilakukan? Haruskah mempersulit masalah seperti ini demi melindungi
nama baik rumah sakit?. Dengan tersebarnya kasus seperti ini walaupun belum
terungkap yang sebenarnya, nama rumah sakit tersebut sudah mendapat keraguan dari
masyarakat. Tidak ada asap jika tidak ada api. Kasus ini timbul karena kesalahan dari
pihak rumah sakit. Mengapa kasus ini harus dibesar-besarkan yang justru membuat
nama rumah sakit tersebut tercemar? Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah
pertanggung jawaban bukan fakta yang dibalikkan. Pasien yang justru dirugikan dan
tidak mendapat pertanggung jawaban.
C. Tujuan
1. Untuk mendapatkan kejelasan, mengkaji dan menganalisa hubungan hukum dalam
transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien.
2. Untuk mendapatkan kejelasan, mengkaji dan menganalisa Penyelesaian perkara –
perkara perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh dokter dalam transaksi
terapeutik
3. Untuk mendapatkan kejelasan, mengkaji dan menganalisa peranan IDI dalam
rangka membantu penyelesaian masalah pada kasus-kasus malpraktek.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas,
penulis berkesimpulan sebagai berikut :\
1. Hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeutik dapat
terjadi karena adanya perjanjian dan Undang-undang. Untuk syarat sahnya perjanjian
tetap mengacu pada ketentuan pasal 1320 KUHPerdata yaitu : Adanya kata sepakat
diantara para pihak, Kecakapan para pihak dalam hukum, Suatu hal tertentu, dan
Kausa yang halal.
Dalam hal ini, Informed consent memegang peranan penting dalam perjanjian
yang akan menjadi dasar terjadinya transaksi terapeutik. Walaupun secara teori
kedudukan pasien dengan dokter sama secara hukum, namun karena kurangnya
pemahaman hukum mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, pelanggaran-
pelanggaran masih sering terjadi dan pasienlah yang dirugikan. Formulir yang harus
ditandatangani oleh pasien selalu sudah diformat oleh Rumah Sakit, karena pasien
posisinya dalam keadaan lemah dan pasrah untuk mengiba pertolongan medis, maka
dengan terpaksa pasien mau menandatangani persetujuan itu demi memperoleh
pelayanan medis.
2. Peranan IDI dalam rangka membantu penyelesaian masalah pada kasus-kasus
malpraktek sangatlah besar, terutama dalam melindungi anggotanya. Karena untuk
dapat mengatakan apakah perbuatan dokter itu termasuk malpraktek atau bukan
adalah organisasi IDI sendiri yaitu lewat badan otomom MKEK ( Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran ). Untuk kasus-kasus yang sampai dipengadilan, IDI
juga membentuk BP2A yaitu Badan Pembinaan dan Pembelaan Anggota IDI. Dengan
tugas pokoknya ialah membela kepentingan anggota IDI yang berkaitan dengan
profesinya. Badan ini dibentuk dalam rangka membela anggota IDI yang menghadapi
gugatan perdata. Tetapi dalam pembelaannya IDI tidak lantas membabi buta, karena
tindakan sejawatnya harus tetap berpegang pada kode etik kedokteran dan standar
profesi medis. Oleh karena itu sekarang IDI menerapkan aturan yang ketat tentang
pemberian ijin praktek yaitu melalui uji kompetensi dokter Indonesia yang
diselenggarakan oleh Konsil kedokteran Indonesia dan persyaratan-persyaratan yang
lain. Ini dilakukan tidak lain juga adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat /
pasien.
B. SARAN
1. Dokter atau Rumah Sakit, harus mengetahui hukum kesehatan agar dapat
mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak sehingga tidak ada yang merasa
dirugikan.
2. Hubungan dokter dan pasien harus dibuat seharmonis mungkin, agar bila terjadi
sengketa dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
3. Dokter atau tenaga kesehatan lainnya seharusnya dalam melakukan pelayanan
medis disesuaikan dengan wewenang yang dimilikinya dengan terus meningkatkan
profesionalisme dan kecakapan serta mengikuti perkembangan tehnologi dan
informasi.
4.Rumah Sakit sebaiknya mempunyai biro hukum dan advokasi, karena untuk
mengantisipasi bila terjadi sengketa.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun oleh :
Agus Zuono (2019010079)
Dosen Pengampu :
Rudatyo, S.H M.H