Anda di halaman 1dari 23

BAB III

SETTING PENELITIAN

3.1 Deskripsi Wilayah

3.1.1 Deskripsi Desa Ngadas

Desa Ngadas adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Poncokusumo,

Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Berjarak sekitar 2,5 jam perjalanan dari

pusat kota Kabupaten Malang dan berjarak 6,5 km dari Gunung Bromo. Desa

Ngadas merupakan salah satu dari 38 desa Suku Tengger yang tersebar dalam

empat kabupaten/kota yaitu Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Desa

Ngadas berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)

dengan ketinggian 2175 mdpl, karena ketinggian lebih 2000 mdpl suhu udara di

Desa Ngadas bisa mencapai 0 – 20 derajat celcius, maka tidak heran jika setiap

kali ke Ngadas rata-rata masyarakatnya pasti menggunakan sarung dan pakaian

tebal. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dengan

pemeluk kepercayaan Budha sebesar 50%, Islam 40% dan Hindu 10%. Ngadas

sendiri mempunyai 2 dusun yaitu dusun Ngadas dan dusun Jarak Ijo.

43
Gambar 3.1 Gerbang masuk desa Ngadas

Desa Ngadas terletak pada kawasan Taman Nasional Bromo Semeru yang

berada di kecamatan Poncokusumo kabupaten Malang dengan dibatasi oleh

desa- desa disekitarnya, diantaranya yaitu:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan desa Moro Rejo Kecamatan

Tosari Pasuruan.

b) Sebelah Barat berbatasan dengan desa Gubugklakah Kecamatan

Poncokusumo Malang.

c) Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Ranu Pani Kecamatan

Senduro Lumajang.

d) Sebelah Timur berbatasan dengan desa Ngadisari Kecamatan

Suka Pura Probolinggo.

Desa Ngadas bisa juga disebut sebagai negri di atas awan karena setiap

hari hampir seluruh desa selalu dipenuhi kabut yang sangat dingin. Sejak tahun

44
2007 Ngadas ditetapkan menjadi desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten Malang

karena memiliki ragam potensi wisata alam. Menurut Ngatono selaku sesepuh

desa Ngadas (hasil wawancara) :

“Dulu Desa Ngadas statusnya sebagai administrasi namun pada tahun


2017 desa Ngadas baru saja ditetapkan sebagai desa adat oleh pemerintah
Kabupaten Malang. Banyak bantuan baik itu dari pemerintah
Kota/Kabupaten Malang ataupun Instansi/lembaga kepada desa Ngadas.
Sejak Desa Ngadas ditetapkan sebagai desa adat banyak sekali bantuan dari
pemerintah seperti pembangunan jalan, plengsengan dan homestay
(penginapan) lalu dapat bantuan juga dari kampus Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM) yaitu berupa gapura pintu gerbang masuk
desa Ngadas dan masih banyak lagi”

Desa Ngadas secara negara sama dengan desa pada umumnya yaitu

dipimpin Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya, sementara untuk secara adat

dipimpin oleh Sutomo sebagai dukun sepuh, Ngationo sebagai legen (ketua

pelaksana adat) dan Ngatono sebagai sesepuh adat desa Ngadas, semuanya saling

bersinergi ketika ada pelaksanaan adat atau tradisi yang melibatkan suku Tengger

di desa Ngadas.

3.1.2 Kondisi Geografis Wilayah

Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang merupakan

salah satu dari 15 Desa yang ada di Kecamatan Poncokusumo yang lokasinya

berada di bagian Barat dari pusat Kecamatan Poncokusumo. Gambaran umum

Desa Ngadas seperti data di bawah ini :

a) Batas Wilayah Desa


Sebelah Utara :Desa Moro Rejo Kec.Tosari Pasuruan
Sebelah Timur :Desa Ngadisari Kec.Suka Pura Probolinggo
Sebelah Barat :Desa Gubukklakah

45
Sebelah Selatan :Desa Ranu Pani Kec.Senduro Lumajang
b) Luas dan Pembagian Wilayah Administrasi
Luas Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang
203.246 km² yang terdiri dari :
- Jumlah RW : 2 RW
- Jumlah RT : 8 RT
- Dasa Wisma : Kelompok

Gambar 3.1 Peta Wilayah Administrasi Desa Ngadas

46
Di Desa Ngadas terdapat 2 RW dan 8 RT sebagaimana digambarkan pada
tabel dibawah berikut ini :

Tabel 3.1 Jumlah RT RW di Desa Ngadas

NO NAMA RW JUMLAH RT

1 RW. I 8

2 RW. II 4
Sumber : Profil Desa Ngadas 2019

Secara Umum desa Ngadas mempunyai ciri dari segi Geologis yang

berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan

perkebunan. Presentase kesuburan tanah desa Ngadas telah terpetakan sebagai

tanah yang sangat subur mencapai 381 Ha. Hal tersebut dapat menjadikan jenis

tanaman sayur sepeti kubis, kentang dan bawang merah dapat dipanen mencapai

sekitar 40 ton/ ha. Selain itu tanaman jenis lain seperti tanaman palawija juga

cocok untuk ditanam di wilayah desa Ngadas. Menurut data administrasi desa

Ngadas, tanaman palawija seperti jagung mampu menjadi sumber pemasukan

yang cukup menguntungkan. Sedangkan untuk tanaman perkebunan seperti

tanaman tebu juga menjadi tanaman unggulan bagi masyarakat desa Ngadas.

Jenis tanah hitam di desa Ngadas, kurang bagus jika dijadikan lahan

pemukiman dan jalan, karena jenis tanah cenderung labil/ berubah. Maka dengan

hal tersebut, masyarakat desa Ngadas banyak membangun rumah yang

bertembok. Sejumlah 481 buah rumah yang ada didesa Ngadas, hanya sekitar 158

buah rumah saja yang terbuat dari papan kayu dan bambu. Keberadaan tekstur

tanah hitam yang lembek dan bergerak juga dapat mengakibatkan jalan cepat

47
mengalami kerusakan. Dengan demikian masyarakat memilih teknologi dari

bahan-bahan yang relatif bertahan lama untuk membangun jalan di wilayah desa

Ngadas.

3.2 Sejarah Desa

3.2.1 Asal Usul Desa Ngadas

Berdasarkan cerita rakyat pada zaman dahulu Desa Ngadas masih menjadi

hutan belantara dan terdapat banyak sekali tumbuh-tumbuhan Adas Pulo Waras

yang kemudian munculah seseorang beliau bernama Mbah Sidik atau Mbah Sedek

yang menurut cerita beliau berasal dari jawa tengah tepatnya dari daerah Solo atau

Surakarta, kemudian beliau melakukan babat alas, bersama keluarga dan

kerabatnya hingga seiring berjalannya waktu menjadi sebuah perkampungan atau

desa dan nama Ngadas itu sendiri diambil dari nama Adas Pulo Waras dan desa

ngadas merupakan desa yang masih kuat mempertahankan adat istiadatnya sampai

sekarang dan segala peraturan yang dibuat Pemerintah Desa selalu dipatuhi oleh

semua warga masyarakat.

3.2.2 Sejarah Pemimpin Desa Ngadas

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan berkembangannya zaman

Ngadas dipimpin seorang kepala Dusun yang dimana pada waktu itu Ngadas

masih menjadi bagian dari wilayah Desa Gubugklakah, berikut urutan pemimpin

Dusun Ngadas sebagai berikut :

1) Tuminah : lama menjabat 50 tahun

2) Ladimin : lama menjabat 10 tahun

48
Penduduk yang berada di Ngadas terus mengalami pertumbuhan dan

berkembang hal itulah yang kemudian dianggap sudah memenuhi syarat-syarat

untuk membentuk suatu Desa sendiri, setelah itu Ngadas membuat seorang

pejabat kepala Desa dengan cara pilihan sebagai berikut :

1) Ngateno : lama menjabat 6, tahun

2) Legisah : lama menjabat 9,5 tahun

3) Bromo Rejo : lama menjabat 20 tahun

4) Asmokerto : lama menjabat 25 tahun

5) Ratmojo : lama menjabat 4 tahun (PJS)

6) Purnomo Mujiraharjo : lama menjabat 21 tahun

7) Mulyadi Bromo Putro : lama menjabat 8 tahun

8) Samsuri : lama menjabat 1 tahun (PJS)

9) Kartono Noto Raharjo : lama menjabat 14 tahun

10) Mujianto Mugi Raharjo : 2013 Sampai Sekarang

3.3 Kependudukan Desa Ngadas

Berdasarkan data administrasi desa Ngadas pada tahun 2019, jumlah

penduduk desa Ngadas mencapai 1762 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki

908 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 854 jiwa. Dengan demikian jumlah

Penduduk desa Ngadas tergabung dalam 497 KK dan jumlah penduduk miskin

mencapai 181 KK. Untuk memperoleh informasi kependudukan lebih lengkap,

telah di Indentifikasi kependudukan di desa Ngadas dengan menitikberatkan pada

klasifikasi usia. Dengan demikian, telah dibuatkan tabel agar lebih jelas dalam

Indenfikasi kependudukan sebagai berikut :

49
Tabel 3.2 Jumlah Jiwa Menurut Kelompok Umur di desa Ngadas
No Usia Jumlah Presentase

1 0–5 143 orang 8,1 %

2 6 – 10 111 orang 6,2 %

3 11 – 15 172 orang 9,7 %

4 16 – 20 170 orang 9,5 %

5 21 – 25 162 orang 9,2 %

6 26 – 30 170 orang 9,5 %

7 31 – 35 139 orang 7,8 %

8 36 – 40 109 orang 6,1 %

9 41 – 45 133 orang 7,5 %

10 46 – 50 132 orang 7,4 %

11 51– 55 115 orang 6,5 %

12 56 – 60 103 orang 5,8 %

13 > 60 123 orang 6,9 %

Jumlah 1781 orang 100 %

Sumber : Profil desa Ngadas 2019

Dari penjelasan data diatas bisa dideskripsikan bahwa terlihat usia

produktif penduduk masyarakat desa Ngadas berada pada usia 20 - 50 tahun

dengan total jumlah penduduk mencapai 845 orang atau hampir mencapai 48%

dari total keseluruhan. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa

Ngadas merupakan suatu modal yang berharga untuk pengadaan tenaga produktif

dan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM).

50
Tabel 3.3 Data Sarana Pendidikan di desa Ngadas
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 PAUD 1 buah
2 TK 1 buah
3 SD/MI 2 buah
4 SMP/MTs 1 buah
5 SMA/Sederajat 0
Jumlah 5 buah
Sumber : Profil desa Ngadas 2019

Dari penjelasan data diatas bisa dideskripsikan bahwa sarana fasilitas

pendidikan di desa Ngadas terbilang cukup kurang. Terbukti sarana pada

pendidikan tertinggi hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), jadi tidak

heran kalau mayoritas masyarakat desa Ngadas hanya mampu menyelesaikan

pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini disebabkan

rendahnya kualitas pendidikan di desa Ngadas yang tidak terlepas dari kurangnya

sarana dan prasarana pendidikan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah terkait

masalah ekonomi dan cara pandang masyarakat desa Ngadas tentang pendidikan

yang masih rendah. Sarana pendidikan di desa Ngadas hanya tersedia untuk tingkat

pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP). Sedangkan kalau ingin melanjutkan

tingkat pendidikan menengah atas (SMA/Sederajat) harus pergi ke daerah lain

dengan jarak tempuh mencapai hampir 1 jam dari desa Ngadas.

3.3.1 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat desa Ngadas terdiri dari beberapa sektor

seperti sektor pertanian, jasa/perdagangan, industri dan lain-lain. Tercatat

masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian berjumlah 481 orang, sedangkan

51
pada sektor jasa/ perdagangan berjumlah 36 orang dan bekerja pada sektor lain-

lain 22 orang. Dengan demikian jumlah masyarakat desa Ngadas yang

mempunyai mata pencaharian berjumlah 1462 orang. Berikut tabel dengan jumlah

penduduk berdasarkan mata pencaharian.

Gambar 3.4 Tabel mata pencaharian serta jumlah dari masyarakat desa
Ngadas
No Macam Pekerjaan Jumlah Presentase
1 Pertanian 1294 jiwa 72,5 %
2 Jasa/Perdagangan 26 jiwa 0,27 %
a) Jasa Pemerintahan 12 jiwa 0,6 %
b) Jasa Perdagangan 45 jiwa 2,5 %
c) Jasa Angkutan 17 jiwa 1%
d) Jasa Ketrampilan 40 jiwa 2,2 %
e) Jasa lainnya 22 jiwa 1,3 %
3 Sektor lain 325 jiwa 22 %
4 Belum bekerja 325 jiwa 22,52 %
Jumlah 1.456 100 %
Sumber : Profil Desa Ngadas 2019

Dari penjelasan data diatas bisa dideskripsikan bahwa di desa Ngadas

mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian pada sektor pertanian dengan

presentase mencapai 72,5 % karena dari total luas wilayah desa Ngadas hampir

50% wilayah tanahnya digunakan untuk bertani menanam sayur sepeti kubis,

kentang dan bawang merah serta untuk menanam palawija seperti jagung.

Sementara dari dari sektor Jasa atau perdagangan dan sektor-sektor lain kurang

terlalu diminati oleh masyarakat desa Ngadas karena melihat kondisi tanah di desa

52
Ngadas yang sangat subur wajar kalau masyarakat desa Ngadas lebih memilih

sektor pertanian sebagai mata pencaharian mereka.

Gambar 3.2 Masyarakat desa Ngadas yang pulang dari sawah

3.3.2 Keadaan Sosial desa Ngadas

Kondisi sosial desa Ngadas terlihat dari adanya perubahan dinamika

politik dan sistem politik di Indonesia yang lebih demokratis. Dengan adanya hal

ini banyak sekali memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk menerapkan

mekanisme sistem politik yang demokratis di desa Ngadas. Hal ini

diterapkan dalam pemilihan kepala desa dan pemilihan umum lainnya seperti

(Pilleg, Pilpres, Pilkada dan Pilgub) yang dimana kegiatan tersebut melibatkan

masyarakat desa secara keseluruhan.

Dalam hal keyakinan sistem politik lokal, seperti pemilihan kepala desa

Ngadas, tradisi kepala desa di daerah Jawa biasanya para calon atau kandidatnya

merupakan orang yang secara garis keturunan dengan para elite kepala desa yang

53
pernah atau sudah menjabat sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari anggapan

masyarakat bahwa jabatan kepala desa merupakan jabatan garis keturunan

keluarga kepala desa yang biasa disebut dengan pulung (istilah dalam tradisi

jawa) bagi keluarga-keluarga tersebut.

Menjadi seorang yang menjabat sebagai kepala desa bukan merupakan

sesuatu yang dapat diwariskan kepada garis keturunannya. Akan tetapi jabatan

kepala desa dipilih karena mereka memiliki kemampuan, kecerdasan, etos kerja

tinggi, berintegritas dan kedekatannya dengan warga desa. Dengan hal tersebut,

setiap orang berhak mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi kandidat

menjadi kepala desa, apabila sudah memenuhi syarat-syarat yang sudah

ditentukan dan peraturan yang berlaku.

Ketika pemilihan kepala desa Ngadas pada tahun 2018, tercatat 2 kandidat

kepala desa yang siap maju untuk menjadi calon kepala desa Ngadas. Pada saat itu

partisipasi masyarakat sangat tinggi mencapai hampir 85 % masyarakat yang ikut

berpartisipasi untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilihan kepala desa.

54
Gambar 3.3 Kondisi masyarakat desa Ngadas dalam kehidupan sehari-hari

Setelah selesainya pesta demokrasi yang ada di desa Ngadas, situasi yang

berada di desa kembali seperti sediakala. Masyarakat desa Ngadas tidak terus

menerus terjerumus ke dalam kelompok-kelompok atas apa yang mereka dukung

saat pemilihan kepala desa. Terbukti ditandai dengan dalam kehidupan sehari-

hari, warga desa Ngadas tetap saling gotong royong maupun saling tolong

menolong serta tetap saling membaur satu sama lain.

Kepemimpinan kepala desa dalam mengambil suatu keputusan ialah

dengan cara melibatkan elemen masyarakat desa Ngadas. Seperti melibatkan

Badan Perwakilan Desa maupun dengan beberapa masyarakat secara langsung.

Dengan melakukan hal seperti ini dapat disimpulkan bahwa mekanisme

kepemimpinan masyarakat desa Ngadas sudah menerapkan pola kepemimpinan

dengan sistem yang sangat demokratis dan terbuka.

55
3.4 Sejarah masuknya Agama di Desa Ngadas

Desa Ngadas merupakan desa multiagama dimana desa Ngadas memiliki

tiga agama yang hidup secara berdampingan yaitu agama Budha, Islam dan Hindu.

Masing-masing agama memiliki sejarah bagaimana awal mula dahulu agama-

agama tersebut masuk di desa Ngadas.

Gambar 3.4 Tempat ibadah tiga agama yang terletak secara berdampingan

3.4.1 Agama Budha

Menurut pak Ngatono selaku tokoh agama Budha di desa Ngadas, agama

Budha merupakan agama yang pertama kali masuk sejak desa Ngadas di buka.

Masuknya agama Budha di desa Ngadas pada tahun 1717. Pada waktu itu ajaran

yang dianut oleh masyarakat desa Ngadas adalah Buddha Jawasanata (Buddha

jawa). Namun mereka masih tetap mempertahankan ajaran agama nenek moyang

mereka yang telah ada sejak dahulu. Inti dari ajaran mereka adalah “welas asih”

sama seperti yang ada pada ajaran Buddhisme secara umum. Namun perbedaannya

terletak pada metodenya dimana sudah tercampur dengan budaya Jawa.

56
Gambar 3.5 Wihara yang berada di desa Ngadas

3.4.2 Agama Islam

Menurut cerita sejarah masuknya agama Islam di desa Ngadas berawal

dari Pak Takat yang mana beliau seorang merupakan pendatang dari kecamatan

Tumpang. Pada waktu itu beliau menikah dengan seorang perempuan yang berasal

dari desa Ngadas yang beragama Budha. Pada awal menyebarkan agama Islam di

desa Ngadas Pak Takat secara sembunyi-sembunyi. Karena pada waktu itu

masyarakat desa Ngadas masih belum menerima agama Islam karena masih

kuatnya ajaran agama Budha yang dimana merupakan agama yang pertama kali

ada di desa Ngadas. Namun seiring berjalannya waktu Pak Takat bertemu dengan

Pak Suriyanto selaku kepala sekolah dasar desa Ngadas. Pada waktu itu Pak

Suriyanto mengajak Pak Takat untuk mendirikan sebuah musholla yang sederhana

dan mengajak beberapa masyarakat desa Ngadas untuk belajar agama bersama di

musholla tersebut.

57
Gambar 3.6 Salah satu masjid yang berada di desa Ngadas

3.4.3 Agama Hindu

Sejarah masuknya agama Hindu di desa Ngadas awal mulanya pada masa

kerajaan majapahit yang menganut agama Hindu dan Buddha. Pada 1478 M

Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan. Pada akhirnya masyarakat dari

kerajaan majapahit melarikan diri dan menyelamatkan diri ke hutan- hutan salah

satunya di daerah hutan Gunung Bromo. Sebagian dari masyarakat kerajaan

majapahit melarikan diri ke Timur seperti didaerah Bali. Menurut cerita dari Pak

Timbul khususnya yang masyarakat majapahit yang sepuh-sepuh memilih

menyelamatkan diri ke daerah bromo dan yang muda- muda menyelamatkan diri

ketimur yaitu ke daerah Bali. Maka semua kitab-kitabnya pada zaman dahulu

diwariskan kepada para pemuda agama Hindu yang dibawa ke daerah Pulau Bali.

Menurut Pak Timbul selaku tokoh agama Hindu sebelum ada beberapa agama di

suku Tengger sudah ada agama Hindu disini, terbukti ketika salah satu dari mbah

58
dukun membaca suatu mantra-mantra dalam melaksanakan adat Tengger ada

ajaran Hindu dalam ucapannya.

Memang di desa Ngadas agama Hindu merupakan agama minoritas dari

ketiga agama yang berada di desa Ngadas. Salah satu faktornya adalah pada zaman

ketika masa pelarian masyarakat kerajaan majapahit yang menyelematkan diri ke

kawasan gunung Bromo. Mereka membuat suatu penyamaran bahwasannya

mereka harus mengaku (agama Buddha). Karena ketakutan sesepuh pada zaman

keruntuhan majapahit waktu pada waktu itu. Terlambatnya pembinaan agama

Hindu dari Kabupaten setempat sekaligus menjadikan faktor agama hindu menjadi

agama minoritas.

Gambar 3.7 Pura yang berada di desa Ngadas

59
3.5 Sejarah Suku Tengger

Menurut sejarah, asal mulanya suku Tengger dikaitannya dengan sebuah

cerita yakni Roro Anteng dan Joko Seger yang merupakan seorang pasangan

suami istri yang mempunyai latar belakang dan status sosial yang berbeda. Roro

Anteng adalah anak putri raja Majapahit yakni Prabu Brawijaya sedangkan Joko

Seger adalah anak putra Brahmana dari Gunung Pananjakan. Masyarakat suku

Tengger mempunyai kepercayaan bahwa kata Tengger berasal dari pengertian

Tengering Budi Luhur (tanda keluhuran budi pekerti). Kata Tengger diambil dari

nama kedua pasangan suami istri tersebut yaitu Teng dari nama akhir Roro

Anteng dan Ger dari nama akhir Joko Seger. Masyarakat Suku Tengger meyakini

bahwa mereka merupakan masyarakat keturunan dari Roro Anteng dan Joko

Seger. Masyarakat Tengger menyebar keempat arah mata angin yang

mengelilingi Gunung Bromo sehingga menciptakan konsep kearifan kejawen

yakni kiblat papat limo pancer, yang mempunyai makna bahwa masyarakat

Tengger sebagai papat atau menyebar keempat arah mata angin dan Gunung

Bromo sebagai pancer yang berarti semua kegiatan masyarakat suku Tengger

terpusat di Gunung Bromo.

Cerita rakyat lain yang menceritakan asal mula masyarakat suku Tengger

berasal dari kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan sebuah kerajaan

besar yang berasal dari daerah Jawa Timur yang mulai berkembang sejak abad 13

hingga abad 15 masehi, kerajaan Majapahit terakhir dipimpin oleh Raja Brawijaya

V. Pada suatu hari terjadilah sebuah peperangan yakni antara Raja Brawijaya V

dengan Raden Patah atau anak raja Brawijaya yang menjadi seorang sultan di

daerah Demak. Peperangan tersebut terjadi karena keinginan Raden Patah untuk

60
menyebarkan agama Islam dikalangan keluarga kerajaan Majapahit dan juga

rakyatnya. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Raden Patah sehingga

membuat Raja Brawijaya V meninggalkan Kerajaan Majapahit dan pergi ke

kawasan pedalaman Gunung Bromo serta beberapa orang pergi ke daerah Bali.

Pada daerah kawasan pedalaman gunung Bromo tersebut, Raja Brawijaya V

beserta para pengikutnya yakni kerabat-kerabat raja dan prajurit berusaha

melestarikan dan menyebarkan tradisi Agama Hindu-Budha di kawasan tersebut.

Dari cerita rakyat inilah, terdapat sebuah keyakinan tentang cikal bakal

masyarakat suku Tengger.

Menurut Ngatono selaku sesepuh suku Tengger desa Ngadas (hasil

wawancara) :

“Masyarakat Tengger berada di 38 desa yang tersebar di 4 wilayah


yaitu Malang, Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo, namun dari 4 wilayah
ini ada yang disebut sebagai desa penyangga atau desa yang bisa memberi
dan menyampaikan informasi terkait acara-acara adat ritual suku Tengger, 4
desa itu adalah desa Ngadas di Malang, desa Wonokitri di Pasuruan, desa
Ngadisari di Probolinggo dan desa Ranupani di Lumajang. Masyarakat suku
Tengger sangat menjaga nilai-nilai budaya yang sudah di turun temurunkan
oleh leluhur mereka, terbukti di era modern saat ini meskipun banyak
budaya, perbedaan dan keyakinan, mereka mampu menjaga dan
melestarikan budaya yang ada sejak dahulu, yang menurut mereka akan
membawa kehidupan yang makmur dan sejahtera. Dulu suku Tengger
didaerah Malang tersebar sampai Gubuklakah namun seiring berjalannya
zaman hanya desa Ngadas saja yang masyarakatnya masih merupakan suku
Tengger, meskipun daerah Gubuklakah bukan daerah suku Tengger lagi
namun beberapa orang masih menganut ajaran-ajaran suku Tengger terbukti
dari pakaian yang dipakai sehari-hari, ritual-ritualnya masih ikut dari adat
suku Tengger”

61
3.6 Keanekaragaman Budaya Suku Tengger Desa Ngadas

Suku Tengger memiliki banyak sekali keanekaragaman budaya atau adat

istiadat yang sudah mereka lestarikan sejak turun temurun dari leluhur mereka.

Meskipun sudah memasuki era modern namun adat istiadat atau tradisi dari

masyarakat suku Tengger tetap dijaga secara utuh. Salah satu daerah suku

Tengger yang masih menjaga keanekaragaman budaya adalah desa Ngadas

kecamatan Poncokusumo kabupaten Malang. Desa Ngadas mempunyai berbagai

macam keunikan budaya dan adat istiadat yaitu berupa berbagai upacara ritual

yang masih utuh yang terus dilestarikan.

Upacara adat atau ritual yang masih dilaksanakan dan dilestarikan di desa

Ngadas adalah Tradisi Karo, Upacara Pujan, Upacara Yadnya Kasada,

Galungan, Unan-unan, Mayu Desa, Petekan dan Bari’an. Selain ritual-ritual

umum tersebut, masyarakat juga masih melestarikan atau melaksanakan tradisi

dalam rangkaian siklus hidup mereka seperti acara kelahiran yaitu selamatan

sayut, sekul brokohan, cuplak puser, among-among, tugel gombak atau kuncung,

acara khitanan dan pernikahan yaitu saptawala, pancagara, walagara, acara

kematian yaitu nyelawat dan entas-entas. Macam-macam tradisi tersebut biasanya

harus sesuai dengan perhitungan penanggalan adat Tengger yang dipimpin

langsung oleh Dukun Adat suku Tengger. Menurut Mispu selaku sekretaris desa

Ngadas (hasil wawancara) :

“Tradisi yang berada di Ngadas masih terus dilestarikan dan dijaga


sampai sekarang meskipun sudah memasuki era modern, karena bagi
masyarakat suku Tengger tradisi atau adat istiadat lebih dahulu datang
daripada agama, di suku Tengger desa Ngadas ini ada tradisi petekan atau
tes keperawanan, dimana suku Tengger di desa lainnya sudah tidak ada”

62
Gambar 3.8 Tradisi Walagara saat melaksanakan pernikahan

Gambar 3.9 Acara tradisi Entas-entas

63
Gambar 3.10 Acara puncak Karo atau Sadranan

Selain beberapa upacara adat tersebut yang menguatkan identitas

masyarakat suku Tengger adalah penampilan mereka yang menggunakan sarung

dalam penampilan sehari-hari, termasuk ketika saat pergi ke sawah maupun

menghadiri acara lainnya. Sarung yang dipakai masyarakat suku Tengger tidak

hanya berfungsi sebagai penghangat tubuh saja, karena menurut masyarakat Desa

Ngadas, sarung memiliki sebuah makna yaitu ojo nyasar ojo ndlurung yang

artinya tidak tersesat dan tidak bingung arah, orang yang memakai sarung

berharap tidak nyasar dan tidak bingung arah. Selain itu identitas lain dari suku

Tengger adalah penggunaan bahasa Tengger yang cukup berbeda dengan bahasa

Jawa pada umumnya. Hal ini disebabkan karena beberapa kosakata yang biasanya

digunakan oleh masyarakat suku Tengger merupakan kosakata kuno dalam bahasa

Jawa. Contoh bahasa suku Tengger untuk menyebut saya adalah dengan kata

Reang (laki-laki) atau Isun (perempuan), menyebut kamu dengan kata Rika atau

64
Sira, menyebut uang dengan kata picis dan masih banyak lagi. Menurut Sutomo

selaku Dukun adat suku Tengger desa Ngadas (hasil wawancara) :

“Masyarakat suku Tengger khususnya desa Ngadas memiliki bahasa


yang berbeda nama bahasanya itu bahasa karo, memang sedikit beda dengan
bahasa Jawa, tapi saya paham bahasa Jawa karena sering kumpul sama
orang-orang dari Malang, gak sedikit orang-orang Ngadas yang masih pakai
bahasa Jawa, tapi saya lebih sering ngomong pakai bahasa karo, saya juga
bisa bahasa Jawa krama alus. Selain bahasa, suku Tengger juga punya
kalender sendiri gunanya untuk menentukan kapan dilaksanakan upacara
atau tradisi yang dilakukan masyarakat suku Tengger”

Gambar 3.11 Beberapa orang memakai pakaian khas suku Tengger

65

Anda mungkin juga menyukai