SETTING PENELITIAN
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Berjarak sekitar 2,5 jam perjalanan dari
pusat kota Kabupaten Malang dan berjarak 6,5 km dari Gunung Bromo. Desa
Ngadas merupakan salah satu dari 38 desa Suku Tengger yang tersebar dalam
dengan ketinggian 2175 mdpl, karena ketinggian lebih 2000 mdpl suhu udara di
Desa Ngadas bisa mencapai 0 – 20 derajat celcius, maka tidak heran jika setiap
pemeluk kepercayaan Budha sebesar 50%, Islam 40% dan Hindu 10%. Ngadas
sendiri mempunyai 2 dusun yaitu dusun Ngadas dan dusun Jarak Ijo.
43
Gambar 3.1 Gerbang masuk desa Ngadas
Desa Ngadas terletak pada kawasan Taman Nasional Bromo Semeru yang
Tosari Pasuruan.
Poncokusumo Malang.
Senduro Lumajang.
Desa Ngadas bisa juga disebut sebagai negri di atas awan karena setiap
hari hampir seluruh desa selalu dipenuhi kabut yang sangat dingin. Sejak tahun
44
2007 Ngadas ditetapkan menjadi desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten Malang
karena memiliki ragam potensi wisata alam. Menurut Ngatono selaku sesepuh
Desa Ngadas secara negara sama dengan desa pada umumnya yaitu
dipimpin oleh Sutomo sebagai dukun sepuh, Ngationo sebagai legen (ketua
pelaksana adat) dan Ngatono sebagai sesepuh adat desa Ngadas, semuanya saling
bersinergi ketika ada pelaksanaan adat atau tradisi yang melibatkan suku Tengger
di desa Ngadas.
salah satu dari 15 Desa yang ada di Kecamatan Poncokusumo yang lokasinya
45
Sebelah Selatan :Desa Ranu Pani Kec.Senduro Lumajang
b) Luas dan Pembagian Wilayah Administrasi
Luas Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang
203.246 km² yang terdiri dari :
- Jumlah RW : 2 RW
- Jumlah RT : 8 RT
- Dasa Wisma : Kelompok
46
Di Desa Ngadas terdapat 2 RW dan 8 RT sebagaimana digambarkan pada
tabel dibawah berikut ini :
NO NAMA RW JUMLAH RT
1 RW. I 8
2 RW. II 4
Sumber : Profil Desa Ngadas 2019
Secara Umum desa Ngadas mempunyai ciri dari segi Geologis yang
berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan
tanah yang sangat subur mencapai 381 Ha. Hal tersebut dapat menjadikan jenis
tanaman sayur sepeti kubis, kentang dan bawang merah dapat dipanen mencapai
sekitar 40 ton/ ha. Selain itu tanaman jenis lain seperti tanaman palawija juga
cocok untuk ditanam di wilayah desa Ngadas. Menurut data administrasi desa
tanaman tebu juga menjadi tanaman unggulan bagi masyarakat desa Ngadas.
Jenis tanah hitam di desa Ngadas, kurang bagus jika dijadikan lahan
pemukiman dan jalan, karena jenis tanah cenderung labil/ berubah. Maka dengan
bertembok. Sejumlah 481 buah rumah yang ada didesa Ngadas, hanya sekitar 158
buah rumah saja yang terbuat dari papan kayu dan bambu. Keberadaan tekstur
tanah hitam yang lembek dan bergerak juga dapat mengakibatkan jalan cepat
47
mengalami kerusakan. Dengan demikian masyarakat memilih teknologi dari
bahan-bahan yang relatif bertahan lama untuk membangun jalan di wilayah desa
Ngadas.
Berdasarkan cerita rakyat pada zaman dahulu Desa Ngadas masih menjadi
hutan belantara dan terdapat banyak sekali tumbuh-tumbuhan Adas Pulo Waras
yang kemudian munculah seseorang beliau bernama Mbah Sidik atau Mbah Sedek
yang menurut cerita beliau berasal dari jawa tengah tepatnya dari daerah Solo atau
desa dan nama Ngadas itu sendiri diambil dari nama Adas Pulo Waras dan desa
ngadas merupakan desa yang masih kuat mempertahankan adat istiadatnya sampai
sekarang dan segala peraturan yang dibuat Pemerintah Desa selalu dipatuhi oleh
Ngadas dipimpin seorang kepala Dusun yang dimana pada waktu itu Ngadas
masih menjadi bagian dari wilayah Desa Gubugklakah, berikut urutan pemimpin
48
Penduduk yang berada di Ngadas terus mengalami pertumbuhan dan
untuk membentuk suatu Desa sendiri, setelah itu Ngadas membuat seorang
penduduk desa Ngadas mencapai 1762 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki
908 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 854 jiwa. Dengan demikian jumlah
Penduduk desa Ngadas tergabung dalam 497 KK dan jumlah penduduk miskin
klasifikasi usia. Dengan demikian, telah dibuatkan tabel agar lebih jelas dalam
49
Tabel 3.2 Jumlah Jiwa Menurut Kelompok Umur di desa Ngadas
No Usia Jumlah Presentase
dengan total jumlah penduduk mencapai 845 orang atau hampir mencapai 48%
dari total keseluruhan. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa
Ngadas merupakan suatu modal yang berharga untuk pengadaan tenaga produktif
50
Tabel 3.3 Data Sarana Pendidikan di desa Ngadas
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 PAUD 1 buah
2 TK 1 buah
3 SD/MI 2 buah
4 SMP/MTs 1 buah
5 SMA/Sederajat 0
Jumlah 5 buah
Sumber : Profil desa Ngadas 2019
pendidikan tertinggi hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), jadi tidak
rendahnya kualitas pendidikan di desa Ngadas yang tidak terlepas dari kurangnya
sarana dan prasarana pendidikan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah terkait
masalah ekonomi dan cara pandang masyarakat desa Ngadas tentang pendidikan
yang masih rendah. Sarana pendidikan di desa Ngadas hanya tersedia untuk tingkat
pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP). Sedangkan kalau ingin melanjutkan
masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian berjumlah 481 orang, sedangkan
51
pada sektor jasa/ perdagangan berjumlah 36 orang dan bekerja pada sektor lain-
mempunyai mata pencaharian berjumlah 1462 orang. Berikut tabel dengan jumlah
Gambar 3.4 Tabel mata pencaharian serta jumlah dari masyarakat desa
Ngadas
No Macam Pekerjaan Jumlah Presentase
1 Pertanian 1294 jiwa 72,5 %
2 Jasa/Perdagangan 26 jiwa 0,27 %
a) Jasa Pemerintahan 12 jiwa 0,6 %
b) Jasa Perdagangan 45 jiwa 2,5 %
c) Jasa Angkutan 17 jiwa 1%
d) Jasa Ketrampilan 40 jiwa 2,2 %
e) Jasa lainnya 22 jiwa 1,3 %
3 Sektor lain 325 jiwa 22 %
4 Belum bekerja 325 jiwa 22,52 %
Jumlah 1.456 100 %
Sumber : Profil Desa Ngadas 2019
presentase mencapai 72,5 % karena dari total luas wilayah desa Ngadas hampir
50% wilayah tanahnya digunakan untuk bertani menanam sayur sepeti kubis,
kentang dan bawang merah serta untuk menanam palawija seperti jagung.
Sementara dari dari sektor Jasa atau perdagangan dan sektor-sektor lain kurang
terlalu diminati oleh masyarakat desa Ngadas karena melihat kondisi tanah di desa
52
Ngadas yang sangat subur wajar kalau masyarakat desa Ngadas lebih memilih
politik dan sistem politik di Indonesia yang lebih demokratis. Dengan adanya hal
diterapkan dalam pemilihan kepala desa dan pemilihan umum lainnya seperti
(Pilleg, Pilpres, Pilkada dan Pilgub) yang dimana kegiatan tersebut melibatkan
Dalam hal keyakinan sistem politik lokal, seperti pemilihan kepala desa
Ngadas, tradisi kepala desa di daerah Jawa biasanya para calon atau kandidatnya
merupakan orang yang secara garis keturunan dengan para elite kepala desa yang
53
pernah atau sudah menjabat sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari anggapan
keluarga kepala desa yang biasa disebut dengan pulung (istilah dalam tradisi
sesuatu yang dapat diwariskan kepada garis keturunannya. Akan tetapi jabatan
kepala desa dipilih karena mereka memiliki kemampuan, kecerdasan, etos kerja
tinggi, berintegritas dan kedekatannya dengan warga desa. Dengan hal tersebut,
setiap orang berhak mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi kandidat
Ketika pemilihan kepala desa Ngadas pada tahun 2018, tercatat 2 kandidat
kepala desa yang siap maju untuk menjadi calon kepala desa Ngadas. Pada saat itu
54
Gambar 3.3 Kondisi masyarakat desa Ngadas dalam kehidupan sehari-hari
Setelah selesainya pesta demokrasi yang ada di desa Ngadas, situasi yang
berada di desa kembali seperti sediakala. Masyarakat desa Ngadas tidak terus
saat pemilihan kepala desa. Terbukti ditandai dengan dalam kehidupan sehari-
hari, warga desa Ngadas tetap saling gotong royong maupun saling tolong
55
3.4 Sejarah masuknya Agama di Desa Ngadas
tiga agama yang hidup secara berdampingan yaitu agama Budha, Islam dan Hindu.
Gambar 3.4 Tempat ibadah tiga agama yang terletak secara berdampingan
Menurut pak Ngatono selaku tokoh agama Budha di desa Ngadas, agama
Budha merupakan agama yang pertama kali masuk sejak desa Ngadas di buka.
Masuknya agama Budha di desa Ngadas pada tahun 1717. Pada waktu itu ajaran
yang dianut oleh masyarakat desa Ngadas adalah Buddha Jawasanata (Buddha
jawa). Namun mereka masih tetap mempertahankan ajaran agama nenek moyang
mereka yang telah ada sejak dahulu. Inti dari ajaran mereka adalah “welas asih”
sama seperti yang ada pada ajaran Buddhisme secara umum. Namun perbedaannya
56
Gambar 3.5 Wihara yang berada di desa Ngadas
dari Pak Takat yang mana beliau seorang merupakan pendatang dari kecamatan
Tumpang. Pada waktu itu beliau menikah dengan seorang perempuan yang berasal
dari desa Ngadas yang beragama Budha. Pada awal menyebarkan agama Islam di
desa Ngadas Pak Takat secara sembunyi-sembunyi. Karena pada waktu itu
masyarakat desa Ngadas masih belum menerima agama Islam karena masih
kuatnya ajaran agama Budha yang dimana merupakan agama yang pertama kali
ada di desa Ngadas. Namun seiring berjalannya waktu Pak Takat bertemu dengan
Pak Suriyanto selaku kepala sekolah dasar desa Ngadas. Pada waktu itu Pak
Suriyanto mengajak Pak Takat untuk mendirikan sebuah musholla yang sederhana
dan mengajak beberapa masyarakat desa Ngadas untuk belajar agama bersama di
musholla tersebut.
57
Gambar 3.6 Salah satu masjid yang berada di desa Ngadas
Sejarah masuknya agama Hindu di desa Ngadas awal mulanya pada masa
kerajaan majapahit yang menganut agama Hindu dan Buddha. Pada 1478 M
kerajaan majapahit melarikan diri dan menyelamatkan diri ke hutan- hutan salah
majapahit melarikan diri ke Timur seperti didaerah Bali. Menurut cerita dari Pak
menyelamatkan diri ke daerah bromo dan yang muda- muda menyelamatkan diri
ketimur yaitu ke daerah Bali. Maka semua kitab-kitabnya pada zaman dahulu
diwariskan kepada para pemuda agama Hindu yang dibawa ke daerah Pulau Bali.
Menurut Pak Timbul selaku tokoh agama Hindu sebelum ada beberapa agama di
suku Tengger sudah ada agama Hindu disini, terbukti ketika salah satu dari mbah
58
dukun membaca suatu mantra-mantra dalam melaksanakan adat Tengger ada
ketiga agama yang berada di desa Ngadas. Salah satu faktornya adalah pada zaman
mereka harus mengaku (agama Buddha). Karena ketakutan sesepuh pada zaman
Hindu dari Kabupaten setempat sekaligus menjadikan faktor agama hindu menjadi
agama minoritas.
59
3.5 Sejarah Suku Tengger
cerita yakni Roro Anteng dan Joko Seger yang merupakan seorang pasangan
suami istri yang mempunyai latar belakang dan status sosial yang berbeda. Roro
Anteng adalah anak putri raja Majapahit yakni Prabu Brawijaya sedangkan Joko
Seger adalah anak putra Brahmana dari Gunung Pananjakan. Masyarakat suku
Tengering Budi Luhur (tanda keluhuran budi pekerti). Kata Tengger diambil dari
nama kedua pasangan suami istri tersebut yaitu Teng dari nama akhir Roro
Anteng dan Ger dari nama akhir Joko Seger. Masyarakat Suku Tengger meyakini
bahwa mereka merupakan masyarakat keturunan dari Roro Anteng dan Joko
yakni kiblat papat limo pancer, yang mempunyai makna bahwa masyarakat
Tengger sebagai papat atau menyebar keempat arah mata angin dan Gunung
Bromo sebagai pancer yang berarti semua kegiatan masyarakat suku Tengger
Cerita rakyat lain yang menceritakan asal mula masyarakat suku Tengger
besar yang berasal dari daerah Jawa Timur yang mulai berkembang sejak abad 13
hingga abad 15 masehi, kerajaan Majapahit terakhir dipimpin oleh Raja Brawijaya
V. Pada suatu hari terjadilah sebuah peperangan yakni antara Raja Brawijaya V
dengan Raden Patah atau anak raja Brawijaya yang menjadi seorang sultan di
daerah Demak. Peperangan tersebut terjadi karena keinginan Raden Patah untuk
60
menyebarkan agama Islam dikalangan keluarga kerajaan Majapahit dan juga
kawasan pedalaman Gunung Bromo serta beberapa orang pergi ke daerah Bali.
Dari cerita rakyat inilah, terdapat sebuah keyakinan tentang cikal bakal
wawancara) :
61
3.6 Keanekaragaman Budaya Suku Tengger Desa Ngadas
istiadat yang sudah mereka lestarikan sejak turun temurun dari leluhur mereka.
Meskipun sudah memasuki era modern namun adat istiadat atau tradisi dari
masyarakat suku Tengger tetap dijaga secara utuh. Salah satu daerah suku
macam keunikan budaya dan adat istiadat yaitu berupa berbagai upacara ritual
Upacara adat atau ritual yang masih dilaksanakan dan dilestarikan di desa
dalam rangkaian siklus hidup mereka seperti acara kelahiran yaitu selamatan
sayut, sekul brokohan, cuplak puser, among-among, tugel gombak atau kuncung,
langsung oleh Dukun Adat suku Tengger. Menurut Mispu selaku sekretaris desa
62
Gambar 3.8 Tradisi Walagara saat melaksanakan pernikahan
63
Gambar 3.10 Acara puncak Karo atau Sadranan
menghadiri acara lainnya. Sarung yang dipakai masyarakat suku Tengger tidak
hanya berfungsi sebagai penghangat tubuh saja, karena menurut masyarakat Desa
Ngadas, sarung memiliki sebuah makna yaitu ojo nyasar ojo ndlurung yang
artinya tidak tersesat dan tidak bingung arah, orang yang memakai sarung
berharap tidak nyasar dan tidak bingung arah. Selain itu identitas lain dari suku
Tengger adalah penggunaan bahasa Tengger yang cukup berbeda dengan bahasa
Jawa pada umumnya. Hal ini disebabkan karena beberapa kosakata yang biasanya
digunakan oleh masyarakat suku Tengger merupakan kosakata kuno dalam bahasa
Jawa. Contoh bahasa suku Tengger untuk menyebut saya adalah dengan kata
Reang (laki-laki) atau Isun (perempuan), menyebut kamu dengan kata Rika atau
64
Sira, menyebut uang dengan kata picis dan masih banyak lagi. Menurut Sutomo
65