HALAMAN JUDUL.......................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN.....................................................................
ABSTRAK.......................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
DAFTAR TABEL...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................
1.2 Tujuan dan Manfaat................................................................
1.3 Permasalahan dan Pembatasan Masalah.................................
1.4 Sistematika Penulisan.............................................................
BAB IV MANAJEMEN
4.1 Rencana Kerja dan Syarat – Syarat (RKS).............................
4.1.1 Syarat-Syarat Umum...................................................
4.1.2 Syarat-Syarat Administrasi.........................................
4.1.3 Syarat-Syarat Teknis...................................................
4.2 Rencana Anggaran Biaya (RAB)............................................
4.2.1 Perhitungan Kuantitas Pekerjaan................................
4.2.2 Perhitungan Produksi Kerja Alat................................
4.2.3 Perhitungan Biaya Sewa Alat.....................................
4.2.4 Perhitungan Analisa Harga Satuan Pekerjaan.............
4.2.5 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)...........
4.2.6 Perhitungan Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya
(RAB)..........................................................................
4.3 Rencana Jadwal Pelaksanaan..................................................
4.3.1 Network Planning (NWP)...........................................
4.3.2 Barchart dan Kurva S.................................................
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.............................................................................
5.2 Saran.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
d. Kapasitas (C)
Kapasitas lalulintas merupakan jumlah lalulintas atau kendaraan yang
dapat melewati suatu penampang dalam waktu kondisi jalan dan lalulintas
tertentu. Faktor utama yang mempengaruhi kapasitas lalulintas, adalah :
1) Faktor lalulintas yang meliputi presentase kendaraan bus dan truk,
pembagian jalur lalulintas serta variasi dalam arus lalulintas
2) Faktor fisik jalan meliputi lebar perkerasan jalan, lebar bahu jalan,
kebebasan samping, tikungan dan kelandaian jalan serta kondisi
permukaan perkerasan jalan.
Kemampuan suatu jalan dalam menampung arus lalulintas dalam suatu
satuan waktu tertentu terutama ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor
lalulintas dan faktor fisik, sehingga kemampuan tersebut dapat diartikan
sebagai kapasitas suatu jalan merupakan bagian yang penting dalam
perancangan suatu jalan. Hal ini yang tidak dapat dipisahkan dari kapasitas
jalan adalah tingkat pelayanan jalan yang menggambarkan tingkat kualitas
kenyamanan perjalanan.
Beberapa jenis kapasitas jalan sesuai dengan penggunaannya, adalah
a) Kapasitas dasar atau kapasitas ideal
Jumlah kendaraan maksimum yang melewati suatu penampang pada
suatu jalur atau jalan selama 1 jam dalam keadaan jalan dan lalu lintas
yang ideal yang dapat dicapai.
b) Kapasitas yang mungkin (possible Capacity)
Jumlah kendaraan maksimum yang melewati suatu penampang pada
suatu jalan selama 1 jam dalam keadaan jalan dan lalu lintas yang
mungkin dapat dicapai.
c) Kapasitas praktis atau kapasitas rencana atau volume pelayanan
Jumlah kendaraan maksimum yang melewati suatu jalur atau jalan
selama 1 jam, pada kondisi lalu lintas yang dipertahankan sesuai
tingkat pelayanan tertentu. Artinya kepadatan lalu lintas yang
bersangkutan, dapat mengakibatkan kelambatan, bahaya dan gangguan
pada kelancaran lalu lintas dengan ketentuan masih dalam batas –
batas toleransi yang ditetapkan. (Hamirhan Saodang, 2004).
e. Tingkat Pelayanan (Level of Service)
Tingkat pelayanan adalah tolak ukur yang digunakan untuk menyatakan
kualitas pelayanan suatu jalan. Tingkat pelayanan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kecepatan perjalanan dan perbandingan antar volume dengan
kapasitas (V/C). Kecepatan perjalanan merupakan indikator dari pelayanan
jalan, makin cepat berarti pelayanan baik atau sebaliknya yang dipengaruhi
oleh keadaan umum fisik jalan.
f. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana (VR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan
bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalulintas
yang lengang dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. Untuk kondisi
medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat
bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 Km/jam.
Tabel 2.7 Kecepatan Rencana (VR) sesuai klasifikasi fungsi dan medan jalan
Fungsi Kecepatan Rencana, VR (Km/jam)
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 - 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 - 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
2.2.4 Median
Median adalah jalur yang terletak di tengah jalan untuk membagi jalan
dalam masing-masing arah. Secara garis besar, median berfungsi sebagai :
a. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih
dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
b. Menyediakan jarak yang cukup untuk membataso/mengurangi kesilauan
terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
c. Menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan kendahan bagi setiap
pengemudi.
d. Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah lalu lintas.
2.3.3 Tikungan
Tikungan terdiri atas 3 (tiga) bentuk, antara lain :
a. Full Circle (FC) atau Busur Lingkaran
Full Circle (FC) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu
lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari - jari tikungan)
yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan
superelevasi yang besar (Shirley L.Hendarsin,2000:96).
Rumus yang digunakan pada tikungan full circle, yaitu :
Tc = Rc . tan ½ Δ............................................................................(2.2)
Ec = Tc . tan ¼ Δ............................................................................(2.3)
Δ 2 π . Rc
Lc = ................................................................................(2.4)
180 °
Keterangan :
Δ = Sudut tikungan
Ο = Titik pusat lingkaran
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = Jari – jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
Ec = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Tabel 2.12 Jari – jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
(Sumber : Shirley L.Hendarsin, 2000)
( )
2
LS
XS = LS 1− 2 ......................................................................(2.8)
40 . RC
L S2
YS = ......................................................................................(2.9)
6 . RC
90 LS
θS = ..................................................................................(2.10)
π RC
L S2
p = −R C ( 1−cos θ )............................................................(2.11)
6 . RC
3
−LS
k = LS 2
−R C sin θ S...........................................................(2.12)
40 . R C
TS = (RC + p) tan ½ Δ + k............................................................(2.13)
ES = (RC + p) sec ½ Δ + RC..........................................................(2.14)
( ∆−2θ S )
LC = × π × RC ................................................................(2.15)
180
Ltot = LC + 2 LS..............................................................................(2.16)
Gambar 2.8 Tikungan Spiral - Circle - Spiral (SCS)
Keterangan :
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak
lurus lengkung peralihan)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak
lurus ke titik SC pada lengkung
Ls = Panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau
CS ke ST)
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS = Titik dari tangen ke spiral
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
Es = Jarak dari PI ke busur lingkaran
θs = Sudut lengkung spiral
Rc = Jari – jari lingkaran
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen spiral
Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan bentuk SCS tetapi
digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari 2 lengkung peralihan
(Shirley L.Hendarsin,2000:99).
c. Spiral - Spiral (SS)
Tikungan ini merupakan tikungan yang terdiri lengkung horizontal berbentuk
spiral – spiral tanpa busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik
CS (Silvia Sukirman, 1999:134). Adapun ketentuan dan rumus yang
digunakan untuk jenis tikungan spiral - spiral adalah sebagai berikut :
1
θs = ∆ ...................................................................................................(2.17)
2
2.π.R
Ls = . 2θs.........................................................................................(2.18)
360°
Lc = 0 ........................................................................................................(2.19)
∆
Ts = (R + p) . tan + k .............................................................................(2.20)
2
∆
Es = (R + p) . sec −R ............................................................................(2.21)
2
L = 2.Ls ...................................................................................................(2.22)
K = k* x Ls ..............................................................................................(2.23)
P = p* x Ls ..............................................................................................(2.24)
Dimana :
Ls = Panjang lengkung peralihan (jarak TS – SC atau CS – ST), (m)
Lc = Panjang busur lingkaran (jarak SC – CS), (m)
∆ = Sudut tikungan (° )
θ s = Sudut lengkung spiral (° )
R = Jari-jari tikungan (m)
p = pergeseran tangen terhadap spiral (m)
k = Absis p pada garis tangen spiral (m)
L = Panjang tikungan S-S (m)
0.020665
0,5 0,0007272 0,4999987 14.0 0.4989901 27.5 0.0422830 0.4959406
5
0.021426
1,0 0,0014546 0,4999949 14.5 0.4989155 28.0 0.0431365 0.4957834
3
0.022189
1,5 0,0021820 0,4999886 15.0 0.4988381 28.5 0.0439946 0.4956227
6
0.022955
2,0 0,0029098 0,4999797 15.5 0.4987580 29.0 0.0448572 0.4954585
3
0.023723
2,5 0,0036378 0,4999683 16.0 0.4986750 29.5 0.0457245 0.4952908
6
0.024494
3,0 0,0043663 0,4999543 16.5 0.4985892 30.0 0.0465966 0.4951196
5
0.025268
3,5 0,0050953 0,4999377 17.0 0.4985005 30.5 0.0474735 0.4949448
1
0.026044
4,0 0,0058249 0,4999187 17.5 0.4984090 31.0 0.0483550 0.4947665
5
0.026823
4,5 0,0065551 0,4998970 18.0 0.4983146 31.5 0.0492422 0.4945845
8
0.027606
5,0 0,0072860 0,4998728 18.5 0.4982172 32.0 0.0501340 0.4943988
0
0.028391
5,5 0,0080178 0,4998461 19.0 0.4981170 32.5 0.0510310 0.4942094
3
0.029179
6,0 0,0094843 0,4998167 19.5 0.4980137 33.0 0.0519333 0.4940163
7
0.029971
6,5 0,0102191 0,4997848 20.0 0.4979075 33.5 0.0528408 0.4938194
3
0.030766
7,0 0,0109550 0,4997503 20.5 0.4977983 34.0 0.0537536 0.4936187
2
0.031564
7,5 0,0116922 0,4997132 21.0 0.4976861 34.5 0.0546719 0.4943141
4
0.032366
8,0 0,0124307 0,4997350 21.5 0.4975708 35.0 0.05559557 0.4932057
1
0.033171
8,5 0,0131706 0,4993120 22.0 0.4974525 35.5 0.0562500 0.4929933
3
0.033980
9,0 0,0139121 0,4995862 22.5 0.4973311 36.0 0.0574601 0.4927769
1
0.034792
9,5 0,0146551 0,4995387 23.0 0.4972065 36.5 0.0584008 0.4925566
6
0.036428
10,5 0,0161461 0,4994356 24.0 0.496979 37.5 0.0602997 0.4921037
8
0.037252
11,0 0,0161461 0,4993800 24.5 0.4968139 38.0 0.0612581 0.4918711
8
0.038080
11,5 0,0168943 0,4993218 25.0 0.4966766 38.5 0.0622224 0.4916343
7
0.038912
12,0 0,0176444 0,4992609 25.5 0.495360 39.0 0.0631929 0.4913933
8
0.039748
12,5 0,0183965 0,4991973 26.0 0.4963922 39.5 0.0641694 0.4911480
9
0.040589
13,0 0,0191507 0,4991310 26.5 0.4962450 40.0 0.0651522 0.4908985
3
0.041434
13,5 0,0199070 0,4990619 27.0 0.4960945
0
Tabel 2.14 Pelebaran di Tikungan untuk lebar jalur 2 × 3,50 m, 2 arah atau 1 arah
R Kecepatan Rencana, VR (km/jam)
(min) 50 60 70 80 90 100 110 120
1500 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1
1000 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2
750 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,3
500 0,2 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5
400 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5
300 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5
250 0,4 0,5 0,5 0,6
200 0,6 0,7 0,8
150 0,7 0,8
140 0,7 0,8
130 0,7 0,8
120 0,7 0,8
110 0,7
100 0,8
90 0,8
80 1,0
70 1,0
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Tabel 2.15 Pelebaran di Tikungan untuk lebar jalur 2 × 3,00 m, 2 arah atau 1 arah
R Kecepatan Rencana, VR (km/jam)
(min) 50 60 70 80 90 100 110
1500 0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,5 0,6
1000 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,6
750 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8
500 0,8 0,9 0,9 1,0 1,0 1,1 0,1
400 0,9 0,9 1,0 1,0 1,1 1,1
300 0,9 1,0 1,0 1,1
250 1,0 1,1 1,1 1,2
200 1,0 1,3 1,3 1,4
150 1,2 1,4
140 1,3 1,4
130 1,3 1,4
120 1,3 1,4
110 1,3
100 1,4
90 1,4
80 1,6
70 1,7
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
Pelebaran pada tikungan dilakukan untuk mempertahankan konsisten
geometric jalan agar kondisi operasional lalulintas di tikungan sama dengan di
bagian lurus. Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan :
1) Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendaraan tetap pada lajurnya.
2) Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan
gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus
memennuhi gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehinggan
proyeksi kendaraan tetap pada jalurnya.
3) Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
B = + 64 – (
– 1,25 )
Z =
Bt = n (B + c) + z
Dimana :
B = lebar perkerasan pada tikungan (m).
Bn = lebar total perkerasaan pada bagian lurus (m).
B = lebar kendaraan rencana (m).
Rc = radius lengkung untuk lintasan luar rada depan (m).
Z = lebar tambahan akibat kesukaran dalam mengemudi (m).
R = radius lengkung (m).
n = jumlah lajur.
C = kebebasan samping (0,8 m).
Pada tikungan penomoran dilakukan pada setiap titik penting, jadi terdapat
STA titik TC, dan STA titik CT pada tikungan jenis lingkaran sederhana. STA
titik TS, STA titik SC, STA titik CS, dan STA titik ST pada tikungan jenis spiral
– busur lingkaran, dan spiral..
c. Kelandaian minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb di tepi perkerasannya, perlu dibuat
kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping
karena kemiringan melintang jalan dengan kerb hanya cukup untuk
mengalirkan air ke samping.
Tabel 2.20 Lajur Pendakian pada Kelandaian Khusus, Jalan Luar Kota
(2/2 TB), usia rencana 23 tahun.
Ambang arus lalulintas (kend/jam) tahun 1, jam puncak
Panjang
Kelandaian
3% 5% 7%
0,5 km 500 400 300
≥ 1 km 325 300 300
(Sumber : Shirley L. Hendarsin,2000)
1) Panjang L, berdasarkan Jh
2
A . Jh
Jh < L, maka : L = ....................................................................(2.26)
399
−399
Jh > L, maka : L = 2 Jh ..............................................................(2.27)
A
2) Panjang L, berdasarkan Jd
A . Jd 2
Jd < L, maka : L = ....................................................................(2.28)
840
−840
Jd > L, maka : L = 2 Jd .............................................................(2.29)
A
Tabel 2.22 Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu lintas Berat
(Sumber : Manual Perkerasan Jalan Tahun 2017)
b. Pondasi Bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
- Bahan berbutir.
- Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan
beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan
penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar
sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku
tanah ekspansif.
Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu
sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-
1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi
bawah harus menggunakan campuran beton kurus(CBK). Tebal lapis pondasi
bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada gambar 2.29 dan CBR tanah
dasar efektif didapat dari gambar 2.30. (Perencanaan Perkerasan Jalan Beton
Semen, 2003).
Gambar 2.24 CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah
c. Beton semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan
pembebanan tiga titik yang besarnya secara tipikal sekitar 3 - 5 MPa (30 - 50
kg/cm2). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat
seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5
- 5,5 Mpa (50 – 55 kg/cm 2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat
tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2)
terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton
dapat didekati dengan rumus berikut :
Fcf = K (f’c)0.50 dalam MPa atau............................................................(2.35)
Fcf = 3,13 K (f’c)0.50 dalam kg/cm2.......................................................(2.36)
Dimana :
fc’ = kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf = kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K = konstanta 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk
agregat pecah
d. Lalulintas
Penentuan beban lalulintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan
dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan
konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalulintas
harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalulintas dan
konfigurasi sumbu menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah
yang mempunyai berat total minimum 5 ton.
1) Lajur rencana dan koefisien distribusi
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalulintas dari suatu ruas jalan
raya yang menampung lalulintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan tidak
memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi
(C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan.
Tabel 2.25 Jumlah Lajur berdasarkan Lebar Perkerasan dan Koefisien
Distribusi (C) Kendaraan Niaga
Koefisien Distribusi
Lebar Perkerasan (LP) Jumlah Lajur (n)
1 Arah 2 Arah
LP < 5,50 m 1 lajur 1 1
5,50 m ≤ LP < 8,25 m 2 lajur 0,70 0,50
8,25 m ≤ LP < 11,25 m 3 lajur 0,50 0,475
11,23 m ≤ LP < 15,00 m 4 lajur - 0,45
15,00 m ≤ LP < 18,75 m 5 lajur - 0,425
18,75 m ≤ LP < 22,00 m 6 lajur - 0,40
(Sumber : Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003)
2) Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalulintas serta nilai ekonomi jalan yang
bersangkutan dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost
Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau cara
lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya
perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20
tahun sampai 40 tahun.
3) Pertumbuhan lalulintas
Volume lalulintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau
sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan
lalulintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
( 1+i )UR−1
R= .................................................................................(2.37)
i
Dimana :
R = faktor pertumbuhan lalu lintas
i = laju pertumbuhan lalu lintas pertahun dalam %
UR = umur rencana (tahun)
Tabel 2.26 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (R)
Umur Rencana Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
(Tahun) 0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6
(Sumber : Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2003)
4) Lalulintas Rencana
Lalulintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga
pada lajur rencana selama umur rencana meliputi proporsi sumbu serta
distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban suatu jenis
sumbu dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari
survei beban. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
dihitung dengan rumus berikut :
JSKN = JSKNH × 365× R x C........................................................(2.38)
Dimana :
JSKN = jumlah sumbu kendaran niaga selama umur rencana
JSKNH = jumlah sumbu kendaran niaga harian, saat jalan dibuka.
R = faktor pertumbuhanlalulintas yang besarnya berdasarkan faktor
pertumbuhan lalulintas tahunan(i) dan umur rencana (n).
C = koefisien distribusi kendaraan.
e. Bahu Jalan
Bahu terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan
penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan kekuatan antara bahu
dengan jalur lalulintas akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan.
Hal ini dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga meningkatkan
kinerja perkerasan dan mengurangi tebal pelat. Yang dimaksud dengan bahu
beton semen adalah bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalulintas
dengan lebar minimum 1,50 m atau bahu yang menyatu dengan lajur lalulintas
selebar 0,60 m yang juga dapat mencakup saluran dan kerb.
2
Fcr
Lcr= 2 ..........................................................(2.66)
N × P fb ×( εs. Ec−Fct )
Dimana:
Lcr = jarak teoritis antara retakan (cm)
P = perbandingan luas tulangan memanjang dengan luas
Penampang beton
u = perbandingan keliling terhadap luas tulangan = 4/d
fb = tegangan lekat antara ulangan dengan beton =
(1,97√f’c)/d. (kg/cm2)
-6
εs = koefisien susut beton = (400.10 )
2.6.4 Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
a. Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalulintas.
b. Memudahkan pelaksanaan.
c. Mengakomodasi gerakan pelat.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan yaitu :
1) Sambungan Memanjang dengan Batang Pengikat (tie bars)
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan
terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3-
4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan
mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
At = 204 x b x h...............................................................................(2.39)
l = (38,3 x φ) + 75............................................................................(2.40)
Dimana :
At = Luas penampang tulangan per (m) panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan
tepi perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.
Tipikal sambungan memanjang diperlihatkan pada gambar 2.25
Ga
mbar 2.29 Sambungan Pelaksanaan yang Direncanakan dan yang tidak
Direncanakan untuk Pengecoran Per Lajur
Gam
bar 2.30 Sambungan Pelaksanaan yang Direncanakan dan yang tidak
Direncanakan untuk Pengecoran Seluruh Lebar Perkerasan
7) Sambungan Isolasi
Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan yang lain,
misalnya manhole, jembatan, tiang listrik, jalan lama, persimpangan dan
lain sebagainya. Sambungan isolasi harus dilengkapi dengan bahan
penutup (joint sealer) setebal 5 - 7 mm dan sisanya diisi dengan bahan
pengisi (joint filler) sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.31.
8) Pola Sambungan
Pola sambungan pada pekerasan beton semen harus mengikuti batasan-
batasan sebagai berikut :
(a) Hindari bentuk panel yang tidak teratur.
(b) Jarak maksimum sambungan memanjang 3 - 4 m.
(c) Jarak maksimum sambungan melintang 25 kali tebal pelat, maksimum
5,0 m.
(d) Semua sambungan susut harus menerus sampai kerb dan mempunyai
kedalaman ¼ dan ⅓ dari tebal perkerasan masing-masing untuk lapis
pondasi berbutir dan lapis stabilisasi semen.
(e) Antar sambungan harus bertemu pada satu titik untuk menghindari
terjadinya retak refleksi pada lajur yang bersebelahan.
(f) Apabila sambungan berada dalam area 1,5 m dengan manhole atau
bangunan yang lain, jarak sambungan harus membentuk sudut tegak
lurus.
(g) Perkerasan yang berdekatan dengan bangunan lain atau manhole harus
ditebalkan 20% dari ketebalan normal.
9) Penutup Sambungan
Penutup sambungan dimaksudkan untuk mencegah masuknya air dan atau
benda lain ke dalam sambungan perkerasan. Benda-benda lain yang masuk
ke dalam sambungan dapat menyebabkan kerusakan berupa gompal atau
pelat beton yang saling menekan ke atas (blow up).
Keterangan :
A = Sambungan Isolasi
B = Sambungan Pelaksanaan Memanjang
C = Sambungan Susut Memanjang
D = Sambungan Susut Melintang
E = Sambungan Susut Melintang yang direncanakan
F = Sambungan Pelaksanaan Melintang yang tidak direncanakan
√
Σ ( x ) - xΣx ..................................................................................... (2.)
2
sx =
n-1
RT = X + Sx ............................................................................................... (2.)
Dimana:
X = Curah Hujan Harian maksimum pertahun (mm)
N = Jumlah data curah hujan
x = Curah Hujan Harian rata-rata (mm)
Sx = Standar Deviasi
RT = Frekuensi Hujan Pada Perioda ulang T
K = Faktor Frekuensi
( )
2
R24 24 3
I= . .................................................................................... (2.59)
24 t
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya curah hujan (menit)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujann baik
secara statistic maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan
dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30
menit, 60 menit dan jam.
c. Luas Daerah Pengaliran (A)
Luas daerah tangkapan hujan (catchment area) pada perencanaan seluran
samping jalan adalah daerah pengaliran yang menerima curah hujan selama
waktu tertentu (intensitas hujan) sehingga menimbulkan debit limpasan
yang harus dialirkan perhitungan luas daerah pengaliran didasarkan pada
panjang segmen jalan yang ditinjau.
Tabel 2.32 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Faktor Limpasan (fk)
No Koefisien Faktor Limpasan
Kondisi Permukaan Tanah
. Pengaliran (C) (fk)
BAHAN
1 Jalan beton & jalan aspal 0,70-0,90 -
2 Jalan kerikil & jalan tanah 0,40-0,70 -
3 Bahu jalan:
Tanah berbutir halus 0,40-0,65 -
Tanah berbutir kasar 0,10-0,20 -
Batuan masif keras 0,70-0,85 -
Batu masif lunak 0,60-0,75 -
TATA GUNA LAHAN
1 Daerah perkotaan 0,70-0,95 2,0
2 Daerah pinggiran kota 0,60-0,70 1,5
3 Daerah industry 0,60-0,90 1,2
4 Pemukiman padat 0,40-0,60 2,0
5 Pemukiman tidak padat 0,40-0,60 1,5
6 Taman dan kebun 0,20-0,40 0,2
7 Persawitan 0,45-0,60 0,5
8 Perbukitan 0,70-0,80 0,4
9 Pegunungan 0,75-0,95 0,3
(Sumber :Departemen Pekerjaan Umum, 2006)
( )
0,167
2 nd
t1 = x 3,28 x I o x ..................................................................... (2.62)
3 √k
L
t2 = ................................................................................................... (2.63)
60 x v
Dimana:
Tc = Waktu konsentrasi (menit)
t1 = Waktu untuk mencapai awal saluran dari titik terjauh (menit)
t2 = Waktu aliran dalam saluran sepanjang L dari ujung seluran (menit)
Io = Jarak dari titik terjauh sampai sarana drainase (m)
L = Panjang saluran (m)
K = Kelandaian permukaan
nd = Koefisien hambatan (lihat Tabel 2.29)
Is = Kemiringan saluran memanjang
V = Keceparan air rata-rata pada saluran drainase
f. Debit Banjir
Untuk menghiung debit aliran (Q) dapat dihitung dengan rumus:
1
Q= x Cw x I x A .......................................................................... (2.64)
3,6
Dimana:
Q = Debit aliran (m3/detik)
Cw = Koefisien pengaliran rata-rata
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah layanan (km2)
Tabel 2.36 Kecepatan Aliran Air yang Diijinkan Berdasarkan Jenis Material
No Jenis Bahan Kecepatan Aliran Air yang Diijinkan (m/detik)
1 Pasir Halus 0,45
2 Lempung Kepasiran 0,50
3 Lanau Aluvial 0,60
4 Kerikil Halus 0,75
5 Lempung Kokoh 0,75
6 Lempung Padat 1,10
7 Kerikil Kasar 1,20
8 Batu-batu Besar 1,50
9 Pasangan Batu 1,50
10 Beton 1,50
11 Beton Bertulang 1,50
(Sumber : Pedoman Sistem Drainase Jalan,2006)
Dimana:
V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/detik)
R = Radius hidrolis (m)
S = Kemiringan saluran
A = Luas penampang basah saluran (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
Q = Debit aliran (m3/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.34)
w = Tinggi jagaan (m)
B = Lebar saluran (m)
m = Perbangindan kemiring talud
h = Tinggi muka air (m)
Dimana:
V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/detik)
Q = Debit aliran (m3/detik)
A = Luas penampang melintang (m2)
w = Tinggi jagaan (m)
b = Tinggi penampang saluran (m)
I = Lebar saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
Tabel 2.38 Koefisien Kekasaran Manning
2.7.6 Marka Jalan, Rambu Lalu Lintas, Pengaman Jalan dan Trotoar
a. Marka Jalan
Marka jalan dibuat dengan cat warna putih dan kuning atau dengan material
lainnya yang ditempatkan atau dibuat pada permukaan perkerasan jalan, kerb
atau objek lainnya dengan maksud untuk mengatur lalulintas atau
mengingatkan pengendara (Shirley L. Hendarsin, 2000:330). Ada 5 kategori
marka jalan yang digunakan, yaitu : marka pada perkerasan jalan, pada kerb
jalan, tanda pada objek, petunjuk dan perkerasan yang diberi warna.
Jenis marka yang paling umum adalah marka pada perkerasan yang terdiri dari
garis memanjang dan melintang dengan tulisan dan lambang. Dengan
pemilihan warna, lebar dan jenis marka memanjang, maka perencana dapat
memberikan pesan kepada para pengendara.
Penjelasan secara umum adalah sebagai berikut :
1) Garis putus-putus bersifat “boleh”,
Garis penuh bersifat “dilarang”,
Garis penuh ganda bersifat “dilarang keras”.
2) Warna untuk garis-garis tersebut menunjukan sebagai berikut : warna
putih memisahkan arus lalulintas (batas lajur) pada arah yang sama dan
warna kuning memisahkan arus lalulintas pada arah yang berlawanan.
3) Tebal garis menunjukan derajat penekanan
b. Rambu Lalulintas
Dilihat dari fungsinya rambu lalulintas terdiri dari 3 kelas, yaitu :
1) Pengatur atau pengarah, digunakan kode R
2) Petunjuk, digunakan kode G
3) Peringatan, digunakan kode W
Bentuk rambu lalulintas terdiri dari : lingkaran, belah ketupat, persegi panjang
atau bujur sangkar, bersilang, berbetnuk anak panah dan segi delapan.
Warna yang digunakan pada umumnya seragam atau standar yang berlaku
internasional.
c. Pengaman Jalan
1) Pagar Pengaman
Pagar pengamman atau rel pengaman dipasang pada tikungan yang cukup
tajam dimana pada sisinya merupakan lereng terjal dengan beda tinggi
yang cukup besar antara muka jalan dengan muka tanah sisi jalan. Pagar
pengaman dipasangkan pada patok beton bertulang dengan jarak 2 meter.
Bahan untuk pagar pengaman adalah baja galvanizer, dimensi dan
spesifikasinya sesuai dengan standar dari Bina Marga.
2) Patok Pengarah
Selain patok kilometer yang dipasang untuk penunjuk arah, patok beton
yang berfungsi sebagai pengarah harus dipasang pada tikungan dan jalan
masuk jembatan, dimensi patok sesuai dengan ketentuan standar dari Bina
Marga.
Jarak atau letak antar patok seperti tabel dibawah ini.
Daftar Harga
Analisis Harga Dasar Peralatan
Satuan Upah
Daftar
` Harga dan Jarak Analisis Biaya Sewa
Rata-rata dari Quarry / Peralatan per jam
Kota
Analisis Produksi
Bahan
Biaya
Mutu Waktu
Gambar 2.36 Tolok Ukur / Indikator Kinerja Proyek
EETi EETj
I LETi J LETj
2.10.2 Barchart
Widiasanti dan Lenggogeni (2013:78), barchart adalah sekumpulan
aktivitas yang ditempatkan dalam kolom vertikal, sementara waktu dalam baris
horizontal. Panjang dari balok menujukkan durasi dari aktivitas dan disusun
berdasarkan kronologi pekerjaannya. Barchart memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mudah dalam pembuatan dan persiapannya.
b. Memiliki bentuk yang mudah dimengerti.
c. Bila digabungkan dengan Kurva S dapat dipakai sebagai pengendalian
biaya.
No Minggu
Uraian Kegiatan
. 1 2 3 4 5 6
1 Pekerjaan Persiapan `
2 Pekerjaan Pelaksanaan
3 Pekerjaan Akhir
Gambar 2.39 Contoh Barchart
2.10.3 Kurva S
Kurva S dapat menunjukkan kemampuan proyek berdasarkan kegiatan,
waktu dan bobot pekerjaan yang direpresentasikan sebagai presentase kumulatif
dari seluruh kegiatan proyek. Visualisasi kurva S memberikan informasi
mengenai kemajuan proyek dengan membandingkan terhadap jadwal rencana
(Husen, 2011).
Jumlah Tikungan 8 5 5
Kelandaian 4,34 % 3,39 % 2,85 %
Berdasarkan tabel 3.1 dan Permen PU No.19 Tahun 2011, maka alternatif
trase 2 dipilih melalui perbandingan kelandaian yang terkecil yaitu 3,39%, dengan
5 jenis tikungan dan jumlah volume galian timbunan yang sedikit.
1 Golongan I 3140
2 Golongan II 1067
3 Golongan 4 515
4 Golongan 5A 117
5 Golongan 6A 2764
6 Golongan 7A 89
(Sumber : Departemen PU Direktorat Jenderal Bina Marga, 2019)
Berdasarkan data diatas, maka dapat dibuat perhitungan Lalu lintas Harian
Rata-Rata (LHR) sebagai berikut :
LHR T = LHR 0 X (1+i)n
Dimana :
LHR T : LHR akhir tahun rencana
LHR 0 : LHR awal umur rencana
i : Angka pertumbuhan lalu lintas
n : Umur rencana (tahun)
Angka pertumbuhan lalu lintas untuk semua jenis kendaraan (i).
Sebelum jalan dibuka 3,50% (SNI Manual Desain Perkerasan Jalan 2017).
a. LHR pada tahun 2021 (awal umur rencana) n=1; i=3,50%
Tabel 3.3 LHR pada awal umur rencana
No. Klasifikasi Kendaraan LHR Tahun 2021
1 Golongan I 3249,9
2 Golongan II 1104,345
3 Golongan 4 533,025
4 Golongan 5A 121,095
5 Golongan 6A 2860,74
6 Golongan 7A 92,115
TOTAL 7961,22
(Sumber : Hasil Perhitungan,2021)
b. LHR pada tahun 2041 (akhir umur rencana) n=20; i=4%
Tabel 3.4 LHR pada akhir umur rencana
No. Klasifikasi Kendaraan LHR Tahun 2039
1 Golongan I 6880,13
2 Golongan II 2337,93
3 Golongan 4 1128,43
4 Golongan 5A 256,36
5 Golongan 6A 6056,26
6 Golongan 7A 195,01
TOTAL 16.854,12
(Sumber : Hasil Perhitungan,2021)
TOTAL 14.941,27
(Sumber : Hasil Perhitungan,2021)
2 II A 6.000 – 20.000
Kolektor II B 1.500 – 8.000
II C < 2.000
3 Lokal III -
(Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, 1970)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3 – 25
3 Pegunungan G > 25
(Sumber : Tata Cara Perencanaa Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 - 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 - 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)
A 369503.139 9682507.603
P1 368772.309 9681616.339
P2 367353.272 9681313.177
P3 366769.801 9680396.851
P4 365434.179 9679438.437
P5 365263.019 9678316.516
B 364427.575 9677237.617
(Sumber : Hasil Penentuan Titik Koordinat, 2021)
√ 2
d = ( XP 1− XA ) + ( YP 1−YA )
2
Keterangan :
d = Jarak antara titik A ke P1
XP1 = Koordinat sumbu X pada titik P1
XA = Koordinat sumbu X pada titik A
YP1 = Koordinat sumbu Y pada titik P1
YA = Koordinat sumbu Y pada titik A
√ 2
dA-P1 = ( XP 1− XA ) + ( YP 1−YA )
2
= √ ( 368772.309−369503.139 )2 + ( 9681616.339−9682507.603 )2
= 1152.590
√ 2
P1-P2 = ( XP 2− XP 1) + ( YP2−YP1 )
2
= √ ( 367353.272−368772.309 )2 + ( 9681313.177−9681616.339 )2
= 1451.059
c. Jarak titik P2 dengan titik P3
√ 2
P2-P3 = ( XP 3− XP 2 ) + ( YP 3−YP2 )
2
√ 2
P3-P4 = ( XP 4 −XP 3 ) + ( YP 4−YP 3 )
2
= √ ( 365434.179−366769.801 )2 + ( 9679438.437−9680396.851 )2
= 1643.911
√ 2
P4-P5 = ( XP 5− XP 4 ) + ( YP5 −YP 4 )
2
= √ ( 365263.019−365434.179 )2 + ( 9678316.516−9679438.437 )2
= 1134.902
√ 2
P5-P6 = ( XB−XP 5 ) + ( YB−YP5 )
2
= √ ( 364427.575−365263.019 )2 + ( 9677237.617−9678316.516 )2
= 1364.547
1 A - P1 1152.590
2 P1 – P2 1451.059
3 P2 – P3 1086.320
4 P3 – P4 1643.911
5 P4 – P5 1134.902
6 P5 - B 1364.547
Total 7833.330
(Sumber :Hasil Perhitungan,2021)
a1
P1
( XP 1− XA)
α1 = arc tg
(YP1−YA )
368772.309−369503.139
= arc tg
9681616.339−9682507.6038
= 39,351˚ (Kuadran III)
α1 = 180˚ + 39,352˚
= 219,352˚
b. Titik P1
A
a1
P1
A1
P2
c. Titik P2
U
a2
P2
P1
A2
( XP 3 −XP 2)
α3 = arc tg
(YP 3 −YP 2)
366769.801−367353.272
= arc tg
9680396.851−9681313.177
= 32,487˚ (Kuadran III)
α3 = 180˚ + 32,487˚
= 212,487˚
∆2 = α2 - α3
= 257,941˚ - 212,487˚
= 45,454˚
d. Titik P3
P2
a3
P3
A3
P4
( XP 4−XP 3 )
α4 = arc tg
(YP 4−YP 3 )
365434.179−366769.801
= arc tg
9679438.437−9680396.851
= 54,338˚ (Kuadran III)
α4 = 180˚ + 54,338˚
= 234,338˚
∆3 = α3 - α4
= 212,487˚ - 234,338˚
= - 21,851˚
e. Titik P4
U
P3
a4
P4
A4
P5
( XP 5 −XP 4 )
α5 = arc tg
(YP 5 −YP 4 )
365263.019−365434.179
= arc tg
9678316.516−9679438.437
= 8,674˚ (Kuadran III)
α5 = 180˚ + 8,674˚
= 188,674˚
∆4 = α4 - α5
= 234,338˚ - 188,674˚
= 45,663˚
f. Titik P5
U
P4
a5
P5
A5
( XB−XP 5 )
α6 = arc tg
(YB−YP5)
364427.575−365263.019
= arc tg
9677237.617−9678316.516
= 37,752˚ (Kuadran III)
α6 = 180˚ + 37,752˚
= 217,752˚
∆5 = α5 - α6
= 188,674˚ - 217,752˚
= - 29,078˚
Tabel 3.12 Perhitungan Sudut Azimuth dan Sudut Antara Dua Tangen (∆)
No. Sudut Azimuth Sudut Tangen Jenis Tikungan
1 A 219.352
∆1 38.589 SCS
2 P1 257.941
3 P2 212.487
4 P3 234.338
∆4 45.663 SS
5 P4 188.674
∆5 29.078 FC
7 P5 217.752
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2021)
e=- ( Dmax
emax
2
×D
) ( 2Dmax
2 .emax
+ × D)
= -( ) ( × 4,775 )
0.10 2× 0,10
2
×4,775
2 +
12,785 12,785
= 0,061 ~ 6,1 %
Kontrol :
L < 2 x Ts
252,048 < 2 x 130,140
252,048 < 260,280 OK
Ts= 130,143 m
Xs = 49,965 m ∆1 = 38,589˚
Es= 18,222 m
K= 24,994 m
Lc = 152,052 m
TS
θs = 4,775 θs = 4,775
˚ ˚
Gambar 3.1 Tikungan Spiral - Circle - Spiral (SCS).
b. Tikungan II
Pada tikungan ini digunakan tikungan jenis Spiral - Spiral (SS) , dimana
dalam perencanaannya :
∆2 = 45,454˚
R = 200
VR = 60 km/jam
emaks = 10 %
en =2%
koefisien gesek (fm)
fmax = -0,00065 × VR + 0,192
= -0,00065 × 60 km/jam + 0,192
= 0,153
=- ( 12,785
0.10
×7,162
2 ) ( 2×12,785
2
+
0.10
× 7,162)
= 0,081 ~ 8,1 %
Interpolasi :
0,0347926−0,0339801
p* = 0,0339801 + × (22,727° - 22,5°)
23−22,5
= 0,03434897
0,4973311−0,4972065
k* = 0,4973311 + × (23° - 22,727°)
23−22,5
= 0,49739913
Ts = 164,973 m
∆2 = 45,454 ˚
Es = 22,744
K = 78,919 m
Ls = 158,663
m
θs = 22,727 ˚ θs = 22,727 ˚
˚
c. Tikungan III
Pada tikungan ini digunakan tikungan jenis Full - Circle (FC), dimana dalam
perencanaannya :
∆3 = 21,851°
R = 710
VR = 60 km/jam
emaks = 10 %
en =2%
= ( ) ( × 2,017 )
0,10 2× 0,10
2
- ×2,017
2 +
12,785 12.785
= 0,029 ~ 2,9 %
5) Jarak P3 ke TC atau CT
∆
TC = R × tan
2
21,851
= 710 × tan
2
= 137,050 m
Tc = 137,050 m ∆3 = 21,851 ˚
Ec = 13,104 m
Lc = 270,769 m
R = 710 m
∆= 21,851 ˚
1 2 3 4
1 2 3 4
2% 2.9%
2% 2% 0% 2% 2%
2.9%
1 2 13 24 3 1 4 2 3 1 24 13 2 4
d. Tikungan IV
Pada tikungan ini digunakan tikungan jenis Spiral - Spiral (SS), dimana dalam
perencanaannya :
∆4 = 45.663°
R = 200
VR = 60 km/jam
emaks = 10 %
en =2%
koefisien gesek (fm)
fmax = -0,00065 . VR + 0,192
= -0,00065 . 60 km/jam + 0,192
= 0,153
e =-( Dmax
emax
×D2) ( 2Dmax
.emax
2
+ × D)
= ( ) ( × 7,162)
0,10 2× 0,10
2
- ×7,162
2 +
12,785 12,785
= 0,081 ~ 8,1 %
Interpolasi :
0,0347926−0,0339801
p* = 0,0339801 + × (22,727° - 22,5°)
23−22,5
= 0,03434897
0,4973311−0,4972065
k* = 0,4973311 + × (23° - 22,727°)
23−22,5
= 0,49739913
Kontrol :
2 Ls < 2 Ts
318,790 < 2 x 165,790
318,790 < 331,581 OK
Ts =165,790 m
∆4 = 45,663 ˚
Es = 22,943 m
K = 79,283 m
Ls =159,395 m
θs = 22,832 ˚ θs = 22,832 ˚
e. Tikungan V
Pada tikungan ini digunakan tikungan jenis Full - Circle (FC), dimana dalam
perencanaannya :
∆5 = 29,078°
R = 710
VR = 60 km/jam
emaks = 10 %
en =2%
e =-( emax
Dmax 2)( Dmax )
× D2 + 2 .emax × D
= ( ) ( × 2,017 )
0,10 22× 0,10
- ×2,017
2 +
12,785 12.785
= 0,029 ~ 2,9 %
4) Panjang busur lingkaran
∆
Lc = πR
180
29,078
= π × 710
180
= 360,333 m
5) Jarak P3 ke TC atau CT
∆
TC = R × tan
2
29.078
= 710 × tan
2
= 184,136 m
Tc =184,136 m
∆5 = 29,078 ˚
Ec = 23,489 m
Lc = 360,333 m
R = 710 m
∆ = 29,078 ˚
1 2 3 Gambar
4 3.9 Tikungan Full - Circle (FC).
1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4
1 2 13 24 3 1 4 2 3 1 24 13 2 4
Perhitungan :
1 1
Rc =R- . Bn + . b
4 2
1 1
= 300 - × 7 + × 2,5
4 2
= 299,5 m
B = √ {√ R c −64+1,25 } +64 – √ ¿ ¿
2
2
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,606 + 1) + 0,364
= 7,576 m
Δb = Bt - Bn
= 7,576 - 7
= 0,576 m (perlu pelebaran)
Perhitungan :
1 1
Rc =R- . Bn + . b
4 2
1 1
= 200 - × 7 + × 2,5
4 2
= 199,5 m
B = √ {√ R c −64+1,25 } +64 – √ ¿ ¿
2
2
= 2,659 m
0,105 X V
Z =
√R
0,105 X 60
=
√200
= 0,445 m
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,659 + 1) + 0,445
= 7,763 m
Δb = Bt - Bn
= 7,763 - 7
= 0,763 m (perlu pelebaran)
Perhitungan :
1 1
Rc =R- . Bn + . b
4 2
1 1
= 710 - × 7 + × 2,5
4 2
= 709,5 m
B = √ {√ R c −64+1,25 } +64 – √ ¿ ¿
2
2
= 2,545 m
0,105 X V
Z =
√R
0,105 X 60
=
√710
= 0,236 m
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,545 + 1) + 0,236
= 7,326 m
Δb = Bt - Bn
= 7,326 - 7
= 0,326 m (perlu pelebaran)
4) Tikungan 4 (Spiral-Spiral)
V = 60 km/jam
R = 200 m
Lt = 318,790 m
Jd = 350 m (Tabel II.11, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota 1997)
Perhitungan :
90 × Jd
θ =
π×R
90 ×350
=
π × 200
= 50,134°
1
E = R (1 – cos θ) + (Jd – Lt) sin θ
2
1
= 200 (1 – cos 50,134) + (350 – 318,790) sin 50,134
2
= 83,785 m
5) Tikungan 5 (Full-Circle)
V = 60 km/jam
R = 710 m
Lt = 360,333 m
Jd = 350 m (Tabel II.11, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota 1997)
Perhitungan :
90 × Jd
θ =
π×R
90 ×350
=
π × 710
= 14,122°
1
E = R (1 – cos θ) + (Jd – Lt) sin θ
2
1
= 710 (1 – cos 14,122) + (350 – 360,333) sin 14,122
2
= 20,039 m
Sedangkan untuk penentuan panjang landai kritis dapat dilihat pada tabel
3.17, dengan kondisi bahwa kecepatan kendaraan pada awal tanjakan sama
dengan kecepatan rencana, yaitu 60 km/jam dengan kelandaian maksimum 8%,
maka didapat panjang kritis 110 m.
Tabel 3.17 Panjang Kritis (m)
Kecepatan pada Awal Kelandaian (%)
Tanjakan (km/jam)
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997)
Perhitungan :
10−8
g1 = ×100 % = 0,50%
400
9−10
g2 = ×100 % = -0,25%
400
A = [g1 - g2] = [0,22% - (-0,07%)] = 0,75%
2 2
1 1
A ×( Lv ) 0,75×( × 38)
y' = 4 = 4 = 0,00891 m
200× Lv 200× 38
A × Lv 0,75× 38
Ev = = = 0,03563 m
800 800
b. Alinyemen Vertikal 2
Elevasi PPV1 = 10,000 m
Elevasi PPV2 = 9,000 m
Elevasi PPV3 = 10,000 m
Jarak PPV1 - PPV2 = 400 m
Jarak PPV2 - PPV3 = 600 m
Perhitungan :
9−10
g2 = ×100 % = -0,25%
400
10−9
g3 = ×100 % = 0,17%
600
A = [g1 - g2] = [(-0,25%) - 0,17%] = -0,42%
Nilai A negatif menunjukkan lengkung vertikal yang dihasilkan adalah
lengkung vertikal cekung. Untuk menentukan nilai Lv pada lengkung vertikal
cekung dapat dilihat pada grafik PPGJR 1970, diambil nilai Lv = 35 m dengan
kecepatan rencana 60 km/jam dan kelandaian (A) = 0,42%.
2 2
1 1
A ×( Lv ) 0,42×( ×35)
y' = 4 = 4 = 0,00456 m
200× Lv 200× 35
A × Lv 0,42× 35
Ev = = = 0,01823 m
800 800
A 0+500 8,000
PLV (a) 0+881 9,905
b 0+890,5 9,991
0,0089
1 PPV1 (c) 0+900 9,964 60 0,50 -0,25 0,75 38 0,03563 Cembung
1
d 0+909,5 9,967
PTV (e) 0+919 10,048
1+300 9,00
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,57
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18
(Sumber:Hendra Suryadharma, 2009)
Jumlah titik pengamatan = 76 Buah titik lebih dari > 10, maka
R = 3,18
CBRRata-rata = 7,886%
[ (13,3−5,1 ) ]
CBRSegmen = 7,886− =5,307 %
3,18
Parameter Perencanaan :
CBR tanah dasar : 5,307%
Kuat Tarik lentur (fcf) : 4,0 Mpa
Bahan pondasi bawah : Batu Pecah
Mutu baja tulangan : BJTU 39 (Fy : 3390 kg/cm2)
Koef. Gesek antar pelat : 1,3 Beton dengan pondasi ( μ ¿
Bahu Jalan : Tidak (Beton)
Ruji dowel : Ya
Pertumbuhan lalu lintas : 3,50%
Umur rencana : 20 Tahun (SNI Perkerasan 2017)
Direncanakan perkerasan beton bersambung dengan tulangan untuk jalan 2
lajur 2 arah 2.
Tabel 2.21 Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu lintas Berat
Dari bagan yang desain R4 didapt tebal pelat = 295 mm, lapis pondasi
LMC= 100 mm, lapis pondasi kelas A = 150 mm
b. Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi
Tabel 3. Jumlah repitisi beban selama umur rencana
Beban
Konfigurasi Jumlah Proposi Proposi Lalu lintas
Sumbu Repitisi yang terjadi
Sumbu Sumbu Beban Sumbu Rencana
(ton)
1 2 3 4 5 6 7=(4)X(5)X(6)
0.0299
6 89 0.5 443956.2525
7 29630338.65
0.0393
STRT 3 117 0.5 583627.8827
9 29630338.66
0.9306
2 2764 0.5 13787585.19
4 29630338.65
TOTAL 2970 1
0.0406
5 117 0.45 541491.6105
1 29630338.65
STRG
0.9593
4 2764 0.45 12792160.78
9 29630338.65
TOTAL 2881 1
STdRG 14 89 1 0.05 29630338.65 1481516.933
TOTAL 89 1
KUMULATIF 29630338.65
(Sumber: Hasil Perhitungan, 2021)
Beban
sumbu Beban Analisa fatik Analisa Erosi
ton Faktor
Jenis rencana Repetisi
Tegangan
sumbu perroda yang terjadi
dan Erosi Repetisi Persen Repetisi Persen
(kN) (kN)
ijin rusak (%) ijin rusak (%)
(7)=(4)*1 (9)=(4)*10
(1) (2) (3) (4) (5) (6) -8
00/(6) 0/(8)
60 30 443,956 TE = 0.551 TT 0 TT 0
30 15 583,628 FRT = 0.138 TT 0 TT 0
STRT
20 10 13,787,585 FE = 1.691 TT 0 TT 0
TT 0 TT 0
50 25 541,492 TE = 0.943 TT 0 TT
40 20 12,792,161 FRT = 0.236 TT 0 TT 0
STRG
FE = 2.3 TT 0 TT 0
2) Tulangan melintang
μ × L× M × g × H
As =
2× fs
1,2×7 × 2400 ×9,81 ×0,295
=
2 ×240
= 121,546 mm2/m’
As min = 295 × 0,14% × 1000 = 413 mm2 /m’
Digunakan tulangan ø16 – 500 mm
As = 521,824 mm2 /m’ > 413 mm2 /m’. (OK)
D14-500 mm
3.5
m
D14-300 mm
15 m
2009 497
2010 526
2011 413
2012 398
2013 351
2014 346
2015 408
2016 417
2017 382
2018 345
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2021)
∑ R 4083
Ṝ= = = 408,3 mm
n 10
Sx=
√ ∑ ( R−R )2 =
Keterangan :
n−1 √ 33.788,1
10−1
=61,272 mm
Interpolasi :
2,2502−1,4999
Yt = 1,4999 + × (7 - 5)
10−5
= 1,8000
( )
0,167
2 nd
taspal = × 3,28× Io ×
3 √i
( )
0,167
2 0,013
= × 3,28× 3,5× = 0,94 menit
3 √0,02
= ( × 3,28× Io × )
0,167
2 nd
tbahu
3 √i
= ( × 3,28× 3,5×
√0,04 )
0,167
2 0,013
= 0,81 menit
3
= ( × 3,28× Io × )
0,167
2 nd
tcatchment area
3 √i
= ( × 3,28× 20 ×
√ 0,075 )
0,167
2 0,800
= 2,25 menit
3
t0 = taspal + tbahu + tcatchment area
= 0,94 + 0,81 + 2,25 = 4 menit
L 400
td = = = 4,44 menit
60× V 60× 1,5
TC = t0 + td
= 4 menit + 4,44 menit = 8,44 menit ~ 0,141 jam
( ) ( ) = 605,473 mm/jam
R 24 24 2
473 , 127 24 2
I= × 3
= × 3
24 tc 24 0.141
y =
√ 0,261
1,828
= 0,378 m
( ) ( )
2 2
V ×n 1,50 ×0,025
Is = 2/ 3 = 2 /3 = 0,01404 ~ 1,404 %
R 0,178
i. Kontrol dimensi saluran
Qd = A × V d
= 0,261 m2 ×1,332 m/detik
= 0,347 m3/detik < Qmaks = 0,392 m3/detik → OK
I 4+600 0,365
II 5+400 0,310
c. Tinggi aliran, h=
√ 0,243
2
= 0,349 m 0,50 m
b. Analisa Beban
1) Berat Sendiri (MS)
Faktor beban ultimate (KMS) = 1,3
Berat sendiri perkerasan (QMS1) = B × ts × wc
= 1,32 m × 0,30 m × 24 kN/m3
= 9,504 kN/m
Berat sendiri saluran (QMS2) = V × wc
= 1,05 m × 24 kN/m3
= 25,2 kN/m
Total berat sendiri (QMS) = QMS1 + QMS2
= 9,504 kN/m + 25,2 kN/m
= 34,704 kN/m
Gaya geser dan momen akibat berat sendiri (MS):
VMS = ½ × QMS × B = ½ × 34,704 kN/m × 1,32 m = 22,905 kN
MMS = ⅛ × QMS × B2 = ⅛ × 34,704 kN/m × (1,32 m)2 = 7,558 kN.m
QMA 1,609
ρmax = 0,75 ×
0,85× β ' × fc '
fy
× ( 600
600+ fy )
= 0,75 ×
0,85× 0,85 ×25
240
× (
600
600+240 )
= 0,04032
Luas tulangan :
As perlu = ρ x b x d
= 0,0127 × 1000 mm × 132 mm
= 1676,40 mm2
b 1000
s (jarak) = ¼ π d2 × = ¼ π 162 × = 119,937 mm2 ~ 110 mm2
As 1676,40
b 1000
As pakai = ¼ π d2 × = ¼ π 162 × = 1827,836 mm2
As 110
As pakai > As perlu = 1827,836 > 1676,40 → (OK)
Digunakan tulangan ∅ 16 - 110 mm
b. Tulangan Arah X
Mutu beton (fc’) = 25 MPa
Mutu baja (fy) = BJ-24 = 240 MPa
Diameter tulangan dipakai = ∅ 16 mm
Lebar pelat yang ditinjau (b) = 1000 mm
Tebal pelat (h) = 160 mm
Tebal selimut beton (d’) = 20 mm
Tebal efektif pelat (d) = h - d’ - ½∅ = 132 mm
Rasio tulangan :
Mu ρ × fy
2 = ρ × fy × (1 - )
∅ × b ×d 1,7 ×fc '
39,413× 106 ρ ×240
= ρ × 240 × (1 - )
0,8 ×1000 ×1322 1,7 ×25
2,827 = 240 ρ - 1355,294 ρ2
ρ = 0,0127
1,4 1,4
ρmin = = = 0,00583
fy 240
ρmax = 0,75 ×
0,85× β ' × fc '
fy (
×
600
600+ fy )
= 0,75 ×
0,85× 0,85 ×25
240
× (
600
600+240
= 0,04032 )
ρmin < ρ < ρmax = 0,00583 < 0,0127 < 0,04032 OK
Luas tulangan :
As perlu = ρ x b x d
= 0,0127 × 1000 mm × 132 mm
= 1676,40 mm2
b 1000
s (jarak) = ¼ π d2 × = ¼ π 162 × = 119,937 mm2 ~ 110 mm2
As 1676,40
b 1000
As pakai = ¼ π d2 × = ¼ π 162 × = 1827,836 mm2
As 110
As pakai > As perlu = 1827,836 > 1676,40 → (OK)
Digunakan tulangan ∅ 16 - 110 mm
PASAL 2
PERENCANA
a. Perencana untuk pekerjaan ini adalah Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi
Sumatera Selatan.
b. Perencana berkewajiban untuk berkonsultasi dengan pihak Pengendali
Kegiatan pada tahap perencanaan dan penyusunan dokumen lelang secara
berkala.
c. Perencana berkewajiban pula untuk mengadakan pengawasan berkala dalam
bidang struktur.
d. Perencana tidak dibenarkan merubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan
pekerjaan sebelum mendapat izin dari Kepala Satuan Kerja Sementara.
e. Bilamana perencana menjumpai kejanggalan-kejanggalan dalam
pelaksanaan atau menyimpang dari bestek, supaya segera diberitahukan
kepada Kepala Satuan Kerja Sementara.
PASAL 3
PENGAWAS LAPANGAN
a. Di dalam pelaksanaan sehari-hari di tempat pekerjaan, sebagai pengawas
lapangan adalah konsultan pengawas.
b. Pengawas tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan
pekerjaan sebelum mendapat izin dari Kepala Satuan Kerja Sementara.
c. Bilamana pengawas lapangan menjumpai kejanggalan-kejanggalan dalam
pelaksanaan atau menyimpang dari bestek, supaya segera diberitahukan
kepada Kepala Satuan Kerja Sementara.
PASAL 4
PENAWARAN DAN KONTRAKTOR
a. Yang dimaksud dengan penawaran adalah badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha jasa konstruksi yang mengajukan surat penawaran kepada
pihak pemilik berdasarkan ketentuan yang berlaku.
b. Yang dimaksud dengan kontraktor dalam peraturan dan syarat-syarat adalah
yang diserahi tugas pelaksanaan pekerjaan, yang disebut sebagai pihak
kedua dalam surat perjanjian pekerjaan (kontrak).
c. Kontraktor harus menempatkan tenaga kerja yang cakap, berpengalaman
dan berpendidikan dalam pekerjaan yang mana nama-nama tenaga tersebut
harus diajukan secara tertulis kepada direksi, disetujui dan disahkan.
PASAL 5
SUB KONTRAKTOR
a. Pemborong tidak boleh mengalihkan seluruh atau hanya sebagian pekerjaan
pada pihak ketiga atau pun sub kontraktor kecuali mendapat persetujuan
tertulis dari pemberi kerja.
b. Bila ketentuan ayat (a) diatas dilanggar kepada pemborong akan dikenakan
sanksi yang diatur lebih lanjut dalam surat perjanjian pemborong.
PASAL 6
PEMBORONG LAINNYA
a. Selama pekerjaan berjalan, pemberi tugas berhak mengerjakan pekerjaan
yang tidak termasuk pekerjaan pemborong.
b. Pemberi tugas berhak untuk melakukan hal yang tercantum pada ayat (a)
diatas yang mencakup hal berikut ini :
1) Mengerjakan sendiri nilai standar pracetak.
2) Laboratorium untuk memeriksa harus laboratorium yang ditunjuk oleh
pemberi tugas.
3) Tanah yang dipadatkan harus diuji juga.
c. Apabila pekerjaan yang dimaksud pada pasal ini berkaitan dengan pekerjaan
pemborong maka pemberi tugas harus bersedia bekerja sama dengan
pemborong.
PASAL 7
KETENTUAN E-TRENDING
a. E-Lelang adalah metode pemilihan penyedia barang/pekerjaan
konstruksi/jasa lainnya secara elektronik untuk semua pekerjaan yang dapat
diikuti oleh semua penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang
memenuhi syarat.
b. E-Seleksi adalah metode pemilihan penyedia jasa konsultansi secara
elektronik untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia
jasa konsultansi yang memenuhi syarat.
c. Aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) adalah aplikasi
perangkat lunak berbasis web yang terpasang di server Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE) yang dapat diakses melalui website LPSE.
d. Pengguna SPSE adalah perorangan/badan usaha yang memiliki hak akses
kepada aplikasi SPSE, direpresentasikan oleh user id dan password yang
diberikan oleh LPSE, antara lain Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP), Penyedia
barang/jasa,Auditor/Pemeriksa.
e. Pengelola Agregasi Data Penyedia adalah personil di Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang memiliki tugas mengelola
Agregasi Data Penyedia.
f. File adalah sekumpulan rekaman (records) yang saling berhubungan.
g. User id adalah nama atau pengenal unik sebagai identitas diri dari pengguna
yang digunakan untuk beroperasi di dalam aplikasi SPSE.
h. Form isian elektronik adalah tampilan/antar muka pemakai berbentuk grafis
berisi komponen isian yang dapat diinput oleh pengguna aplikasi.
i. Spam kodok adalah Sistem Pengamanan Komunikasi Dokumen yang
dikembangkan oleh Lembaga Sandi Negara.
PASAL 8
PROSEDUR E-TENDERING
a. E-Tendering dilaksanakan melalui aplikasi SPSE yang dikembangkan oleh
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP).
b. Pedoman pelaksanaan E-Tendering terdiri dari :
1) Syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi SPSE.
2) Panduan penggunaan aplikasi SPSE (user guide).
3) Tata cara E-Tendering.
PASAL 9
PERSIAPAN PEMILIHAN
a. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
1) PPK yang belum memiliki kode akses (user ID dan password) aplikasi
SPSE harus melakukan pendaftaran sebagai pengguna SPSE.
2) PPK menyerahkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang
berisikan paket, spesifikasi teknis, Harga Perkiraan Sendiri (HPS),
danrancangan umum kontrak kepada Kelompok Kerja Unit Layanan
Pengadaan (Pokja ULP).
3) Surat beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada angka 2) diatas
dapat berbentuk dokumen elektronik.
b. Pokja ULP
1) Pokja ULP yang belum memiliki kode akses (user id dan password)
aplikasi SPSE harus melakukan pendaftaran sebagai pengguna SPSE.
2) Pokja ULP menerima dan menyimpan surat/dokumen rencana
pelaksanaan pengadaan yang disampaikan oleh PPK serta
melaksanakan pemilihan.
3) Pokja ULP menyusun dokumenpengadaan.
c. PenyediaBarang/Jasa
Penyedia barang/jasa yang belum memiliki kode akses aplikasi SPSE wajib
melakukan pendaftaran pada aplikasi SPSE dan melaksanakan verifikasi
pada LPSE untuk mendapatkan kode akses aplikasi SPSE.
d. LPSE
1) LPSE menerbitkan kode akses pengguna SPSE dan menyimpan
dokumen pendukung proses registrasi dan verifikasi pengguna SPSE.
2) LPSE dapat mendelegasikan tugas sebagaimana dimaksud pada angka
1) kepada pengguna SPSE di Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Instansi (K/L/D/I) sesuai dengan syarat dan
ketentuan penggunaan aplikasi SPSE.
PASAL 10
AUDIT
a. Persiapan
1) Auditor menyerahkan surat tugas kepada LSPE untuk mendapatkan
akses untuk masuk kedalam aplikasi LSPE.
2) LSPE menerima, menyimpan, dan menerbitkan kode akses terhadap
personil yang tercantum dalam surat tugas instansi yang memiliki tugas
pokok dan fungsi audit.
b. Pelaksanaan
1) Proses audit pengadaan secara elektronik dilaksanakan melalui fasilitas
yang disediakan dalam aplikasi SPSE.
2) Auditor hanya dapat mengakses informasi atau data, mengunduh
(download) dan membuka file, baik yang disampaikan oleh Pokja ULP
maupun peserta pemilihan paket pekerjaan yang menjadi objek audit
sebagaimana tercantum dalam surat tugas.
3) Auditor dapat menemui Pokja ULP untuk memperoleh informasi dan
dalam rangka proses audit paket pemilihan tertentu.
PASAL 11
PEMASUKAN DAN KUALIFIKASI
a. Data kualifikasi disampaikan melalui form isian elektronik kualifikasi yang
tersedia pada aplikasi SPSE.
b. Jika form isian elektronik kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE
belum mengakomodir data kualifikasi yang disyaratkan Pokja ULP, maka
data kualifikasi tersebut diunggah (upload) pada fasilitas pengunggahan lain
yang tersedia pada aplikasi SPSE.
c. Pada prakualifikasi, Pokja ULP wajib meminta penyedia barang/jasa untuk
melengkapi data kualifikasi dengan memanfaatkan fasilitas komunikasi
yang tersedia pada aplikasi SPSE dan/atau fasilitas komunikasi lainnya.
d. Dengan mengirimkan data kualifikasi secara elektronik penyedia
barang/jasa menyetujui pernyataan sebagai berikut :
1) Yang bersangkutan dan manajemennya tidak dalam pengawasan
pengadilan, tidak pailit dan kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan;
2) Yang bersangkutan berikut pengurus badan usaha tidak masuk dalam
daftar hitam;
3) Perorangan/yang bertindak untuk dan atas nama badan usaha tidak
sedang dalam menjalani sanksi pidana;
4) Data kualifikasi yang diisikan benar, dan jika di kemudian hari
ditemukan bahwa data/dokumen yang disampaikan tidak benar dan ada
pemalsuan, maka direktur utama/pimpinan perusahaan, atau kepala
cabang, atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama berhak
mewakili badan usaha yang bekerja sama dan badan usaha yang
diwakili bersedia dikenakan sanksi administratif, sanksi pencantuman
dalam daftar hitam, gugatan secara perdata, dan/atau pelaporan secara
pidana kepada pihak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5) Pimpinan dan pengurus badan usaha bukan sebagai pegawai K/L/D/I
atau pimpinan dan pengurus badan usaha sebagai pegawai K/L/D/I
yang sedang mengambil cuti di luar tanggungan K/L/D/I.
6) Pernyataan lain yang menjadi syarat kualifikasi yang tercantum dalam
dokumen pengadaan.
e. Untuk penyedia barang/jasa yang berbentuk konsorsium/kemitraan/ bentuk
kerjasama lain, pemasukan kualifikasi dilakukan oleh badanusaha yang
ditunjuk mewakili konsorsium/kemitraan/bentuk kerjasamalain.
PASAL 12
SURAT PENUNJUKKAN PENYEDIA BARANG/JASA
PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) di luar
aplikasi SPSE (offline), menginputkan informasi dan mengunggah (upload) hasil
pemindaian SPPBJ pada aplikasi SPSE.
PASAL 13
PEMBUATAN PAKET DAN PENDAFTARAN
a. Paket pemilihan yang dilakukan dalam aplikasi SPSE merupakan paket
pemilihan baru atau paket pemilihan ulang pengadaan secara elektronik.
b. Pokja ULP membuat paket dalam aplikasi SPSE lengkap dengan informasi
paket dan system pengadaan berdasarkan informasi yang diberikan
Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/PPK maupun
keputusan internal Pokja ULP.
c. Pokja ULP memasukkan nomor surat/dokumen rencana pelaksanaan
pengadaan barang/jasa yang diterbitkan oleh PPK dan menjadi dasar
pembuatan paket sebagaimana dimaksud pada butir (b).
d. Pokja ULP menyusun jadwal pelaksanaan pemilihan berdasarkan hari
kalender dengan alokasi waktu mengacu pada ketetapan waktu yang diatur
pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pangadaan
Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya.
e. Pokja ULP menyusun jadwal sebagaimana dimaksud pada angka (d) dengan
memperhatikan jam kerja dan hari kerja untuk tahapan.
1) Pemberian penjelasan
2) Batas akhir pemasukan penawaran
3) Pembukaan penawaran
4) Pembuktian kualifikasi dan
5) Batas akhir sanggah/sanggah banding.
f. Dalam alokasi waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada butir (d)
Pokja ULP harus menyediakan paling kurang 2 hari kerja untuk tahapan :
1) Pemasukan dokumen penawaran untuk paket yang mensyaratkan
jaminan penawaran;
2) Sanggah banding.
g. Pokja ULP dalam mengalokasikan waktu sebagaimana yang dimaksud pada
huruf (f) angka (1) harus memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk
mempersiapkan Dokumen Penawaran sesuai dengan jenis, kompleksitas,
dan lokasi pekerjaan.
h. Penyusunan dokumen pengadaan secara elektronik dilakukan dengan cara :
1) Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP mengikuti standar
dokumen pengadaan secara elektronik yang melekat pada aplikasi SPSE
dan diunggah (upload) pada aplikasi SPSE atau
2) Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP menggunakan form isian
elektronik dokumen pengadaan yang melekat pada aplikasi SPSE.
i. Penyusunan dokumen pengadaan sebagaimana dimaksud pada butir (h)
disesuaikan dengan syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi SPSE
dan/atau panduan penggunaan aplikasi SPSE (user guide).
PASAL 14
PEMBERIAN PENJELASAN PENAWARAN
a. Proses pemberian penjelasan dilakukan secara online tanpa tatap muka
melalui aplikasi SPSE.
b. Pokja ULP dapat memberikan informasi yang dianggap penting terkait
dengan dokumen pengadaan.
c. Pokja ULP menjawab setiap pertanyaan yang masuk, kecuali untuk
substansi pertanyaan yang telah dijawab.
d. Pokja ULP pada saat berlangsungnya pemberian penjelasan dapat
menambah waktu batas akhir tahapan tersebut sesuai dengan kebutuhan.
e. Pada waktu tahap penjelasan telah berakhir, penyedia barang/jasa tidak
dapat mengajukan pertanyaan namun pokja ULP mempunyai tambahan
waktu 3 jam untuk menjawab pertanyaan yang masuk pada akhir jadwal.
f. Pokja ULP dilarang menjawab pertanyaan dengan cara mengumpulkan
pertanyaan terlebih dahulu dan menjawab pertanyaan tersebut sekaligus
pada waktu tambahan sebagaimana yang dimaksud pada butir (e).
g. Kumpulan tanya jawab pada saat pemberian penjelasan merupakan Berita
Acara Pemberian Penjelasan.
h. Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberikan informasi
lapangan ke dalam dokumen pemilihan dan Berita Acara Pemberian
Penjelasan, Pokja ULP dapat melaksanakan proses pemberian penjelasan
lanjutan dengan peninjauan lapangan/lokasi pekerjaan.
i. Pelaksanaan pemberian penjelasan lanjutan dilakukan oleh seseorang selain
Pokja ULP, antara lain oleh tenaga ahli pemberi penjelasan teknis yang
telah ditetapkan oleh PPK dan ditugaskan oleh Pokja ULP.
j. Hasil pemberian penjelasan lanjutan dituangkan ke dalam Berita Acara
Pemberian Penjelasan Lanjutan dan diunggah (upload) pada aplikasi SPSE
oleh Pokja ULP.
k. Adendum dokumen pengadaan dapat dilakukan secara berulang dengan
mengunggah (upload) adendum dokumen pengadaan melalui aplikasi SPSE
paling kurang 2 hari sebelum batas akhir pemasukan dokumen penawaran.
l. Apabila adendum dokumen pengadaan mengakibatkan kebutuhan
penambahan waktu penyiapan dokumen penawaran maka Pokja ULP
memperpanjang batas akhir pemasukan penawaran.
PASAL 15
SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH
a. Penawaran tidak bertanggal, atau tidak terkena dengan materai pada saat
pembubuhan tanda tangan, dan tidak cukupnya nilai materai.
b. Tidak jelas jumlah angka penawaran, dalam angka tidak sesuai dengan yang
tercantum dengan huruf.
c. Harga yang tercantum dengan angka tidak sesuai dengan harga yang
tercantum dalam huruf.
d. Tidak terdapat pernyataan yang jelas bahwa penawaran tunduk pada
ketentuan yang terdapat pada ketentuan yang terdapat pada peraturan
rencana kerja dan syarat-syarat (RKS).
e. Materai tidak bertanggal dan tidak terkena tanda tangan dalam hal ini
digunakan materai tempel.
PASAL 16
PEMBUKAAN DOKUMEN PENAWARAN DAN EVALUASI
a. Pada tahap pembukaan penawaran, Pokja ULP mengunduh (download) dan
melakukan deskripsi file penawaran dengan menggunakan Spam kodok.
b. Harga penawaran dan hasil koreksi aritmatik dimasukkan pada fasilitas yang
tersedia pada aplikasi SPSE.
c. Pada file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka, Pokja ULP wajib
menyampaikan file penawaran tersebut kepada LPSE dan bila dianggap
perlu LPSE dapat menyampaikan file penawaran tersebut kepada LKPP.
d. Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka yang
disampaikan kepada LPSE atau LKPP, maka LPSE atau LKPP akan
memberikan keterangan kondisi file penawaran kepada Pokja ULP.
e. Berdasarkan keterangan dari LPSE/LKPP apabila file penawaran tidak dapat
dibuka maka Pokja ULP dapat menetapkan bahwa file penawaran tersebut
tidak memenuhi syarat sebagai penawaran dan penyedia barang/jasa yang
mengirimkan file penawaran dianggap tidak memasukan penawaran.
f. File yang dianggap sebagai penawaran adalah dokumen penawaran yang
berhasil dibuka dan dapat dievaluasi yang sekurang-kurangnya memuat :
1) Satu file: harga penawaran, daftar kuantitas dan harga untuk kontrak
harga satuan/gabungan, jangka waktu penawaran, dan deskripsi/
spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan.
2) Dua file atau dua tahap: daftar kuantitas dan harga untuk kontrak harga
satuan/gabungan, jangka waktu penawaran, dan deskripsi/spesifikasi
barang/jasa yangditawarkan.
g. Dengan adanya proses penyampaian file penawaran yang tidak dapat dibuka
(dekripsi) sebagaimana dimaksud dalam butir (c), Pokja ULP dapat
melakukan penyesuaian jadwal evaluasi dan tahapan selanjutnya.
h. Pokja ULP wajib melakukan klarifikasi kepada penerbit surat jaminan
penawaran tentang keabsahan dan substansi jaminan penawaran.
i. Ketidakabsahan atau penolakan klaim jaminan penawaran terhadap surat
jaminan penawaran yang ditunjukkan oleh Pokja ULP dapat berakibat pada
gugurnya syarat administrasi.
j. Pembuktian kualifikasi dilakukan di luar aplikasi SPSE (offline).
k. Dalam tahapan pembuktian kualifikasi, Pokja ULP tidak perlu meminta
seluruh dokumen kualifikasi apabila penyedia barang/jasa sudah pernah
melaksanakan pekerjaan yang sejenis, sama kompleksitasnya pada instansi
yang bersangkutan.
l. Pokja ULP memasukkan hasil evaluasi penawaran dan hasil evaluasi
kualifikasi pada aplikasi SPSE.
PASAL 17
EVLUASI DAN PENGUMUMAN/PEMBERITAHUAN
a. Semua penawaran berikut lampirannya akan diperiksa, diteliti dan dinilai.
b. Penawaran yang rendah tidak mutlak jadipemenang.
c. Pengumuman akan diberitahukan secara tertulis sekaligus akan
mengembalikan jaminan penawaran kepada penawar yang gugur.
d. Sanggahan hanya dapat dilakukan oleh pelaksana pelelangan.
PASAL 18
PENETAPAN PEMENANG LELANG
a. Pemenang Pelelangan
1) Penetapan calon pemenang lelang dilakukan dengan penelitian teknis
yang ditentukan dahulu. Bila syarat-syarat teknis telah dipenuhi sesuai
dengan yang ditentukan dalam dokumen lelang, maka penilaian
dilanjutkan dengan penilaian harga penawaran yang ada. Bila harga
penawaran dianggap memenuhi dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, maka panitia mengusulkan 3 peserta yang mengikuti
penawaran yang paling menguntungkan bagi pemerintah, dalam arti :
(a) Penawaran secara teknis dapat dibenarkan juga dipertanggung
jawabkan.
(b) Perhitungan harga yang ditawarkan dapat dibenarkan dan
dipertanggung jawabkan. Penawaran tersebut adalah yang terendah
dari seluruh penawaran yang memenuhi syarat.
2) Penetapan atau keputusan pemenang lelang dilakukan oleh pejabat
berwenang dan diumumkan oleh panitia kepada para peserta.
3) Kepada peserta yang berkeberatan atas penetapan lelang tersebut,
diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis
kepada atasan-atasan panitia lelang. Selambat-lambatnya empat hari
setelah pemberitahuan melalui pengumuman lelang. Tapi sanggahan itu
dapat diajukan bila ada sesuatu kekeliruan panitia didalam
melaksanakan prosedur pelelangan.
b. Surat Keputusan Pemenang Pelelangan
1) Kepada pemenang lelang yang ditunjuk, akan diberitahu atau
disampaikan tembusan dari surat keputusan pemenang lelang.
2) Pemenang lelang akan diberikan surat keputusan yang menyatakan
rekanan yang memenangkan pelelangan tersebut.
PASAL 19
SANGGAHAN PENAWARAN
a. Peserta pemilihan yang dapat menyanggah adalah peserta yang telah
memasukan penawaran.
b. Peserta pemilihan hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali sanggahan kepada
Pokja ULP melalui aplikasi SPSE.
c. Pokja ULP menjawab sanggahan melalui aplikasi SPSE.
d. Apabila terjadi gangguan teknis yang menyebabkan peserta pemilihan tidak
dapat mengirimkan sanggahan secara online dan/atau Pokja ULP tidak dapat
mengirimkan jawaban sanggah secara online melalui aplikasi SPSE maka
sanggahan dapat dilakukan di luar aplikasi SPSE (offline).
e. Dalam hal terdapat sanggah banding, peserta pemilihan memberitahukan
sanggahan banding tersebut kepada Pokja ULP melalui fasilitas yang telah
tersedia dalam aplikasi SPSE.
f. Kelalaian pemberitahuan sanggahan banding oleh peserta pemilihan yang
dimaksud dalam butir e tidak menggugurkan proses sanggahan banding.
PASAL 3
KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA
a. Bilamana terjadi kecelakaan, pemborong harus segera mengambil tindakan
penyelamatan dan segera memberitahukan kepada Kepala Satuan Kerja
Sementara.
b. Pemborong harus memenuhi/mentaati peraturan-peraturan tentang
perawatan korban dan keluarga.
c. Pemborong harus menyediakan obat-obatan yang memenuhi syarat, dan
setiap habis digunakan harus dilengkapi lagi.
d. Pemborong selain memberikan pertolongan kepada pekerjanya, pihak
kesatu memberikan bantuan pertolongan kepada pihak ketiga dan juga
menyediakan air minum yang memenuhi syarat kesehatan.
e. Pemborong diwajibkan menaati undang-undang keselamatan ketenaga-
kerjaan dari Departemen Tenaga Kerja setempat.
PASAL 4
PENJAGAAN
a. Pemborong harus menjaga dengan sungguh-sungguh atas pekerjaan yang
sedang dilaksanakan, gudang bahan-bahan dan sebagainya.
b. Pada saat penyelesaian pekerjaan, pemborong harus membersihkan dan
menyingkirkan dari lapangan semua peralatan konstruksi, sampah, bahan
dan segala macam pekerjaan penunjangnya, pemborong harus
meninggalkan seluruh lapangan dan pekerjaan dalam keadaan bersih dan
rapi sehingga dapat diterima oleh pemberi tugas.
c. Bangunan kantor pimpinan proyek dan direksi lapangan setelah proyek
selesai harus diselesaikan atau ditetapkan lain dalam dokumen kontrak.
PASAL 5
PENCABUTAN PEKERJAAN
a. Kepala Satuan Kerja Sementara berhak membatalkan atau mencabut
pekerjaan dari tangan pemborong apabila ternyata pemborong cedera janji
atau tidak memenuhi kewajiban dan tangggung jawabnya sebagaimana
diatur dalam kontrak.
b. Pada pencabutan pekerjaan, pemborong dapat dibayarkan hanya pekerjaan
yang telah selesai dan diperiksa serta disetujui oleh Kepala Satuan Kerja
Sementara, sedangkan harga bahan bangunan yang berada di tempat
menjadi resiko pemborong sendiri.
c. Penyerahan bagian pekerjaan kepada pemborong lain tanpa ijin (onder
eanamer) tertulis dari Kepala Satuan Kerja Sementara tidak diijinkan.
PASAL 6
KERJA LEMBUR
a. Bila pemborong menghendaki adanya kerja lembur, maka pemborong harus
melaksanakan permintaan secara lisan atau tertulis kepada pengawas tentang
apa yang dikerjakan dan beberapa tenaga ahli yang akan bekerja supaya
dijelaskan mengenai pekerjaan tersebut diatas.
b. Bilamana perlu diadakan kerja lembur, maka untuk upah gaji dari pengawas
adalah merupakan tanggung jawab dari pemborong.
c. Bila perlu pemborong dapat diperintahkan oleh pengawas untuk bekerja
lembur.
PASAL 7
PERPANJANGAN WAKTU PELAKSANAAN
a. Perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan hanya dapat diberikan oleh
direksi, bilamana alasan-alasan dari pemborong cukup kuat untuk itu harus
diajukan secara tertulis kepada pemberi tugas. Setelah pertimbangan
keterlambatan tersebut ternyata benar-benar diluar kemampuan pemborong
maka diberi perpanjangan waktu oleh pemberi tugas secara tertulis.
b. Yang dimaksud diluar kemampuan pemborong antara lain :
1) Hal-hal terjadi diluar dugaan.
2) Perubahan-perubahan rencana.
3) Persiapan yang belum terselesaikan seperti status tanah dan lain-lain.
c. Setiap perpanjangan yang disetujui oleh direksi hanya dapat dianggap sah
dengan tertulis dan ditetapkan dengan surat keputusan.
PASAL 8
PERMULAAN PEKERJAAN
a. Selambat-lambatnya dalam waktu satu minggu terhitung dari SPK
dikeluarkan oleh Kepala Satuan Kerja Sementara, pekerjaan harus sudah
dimulai.
b. Pemborong wajib memberitahukan kepada Kepala Satuan Kerja Sementara
bila akan memulai pekerjaan.
PASAL 9
PENGUKURAN GARIS DAN KETINGGIAN PERMUKAAN
a. Kontraktor bertanggung jawab atas kebenaran pematokan dilapangan secara
tertulis kepada direksi.
b. Kantor bertanggung jawab untuk menyediakan semua jenis peralatan,
perlengkapan dan tenaga yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pematokan tersebut.
c. Jika pada waktu selama berlangsungnya pematokan timbul kesalahan-
kesalahan pada letak ukuran ketinggian permukaan pada bagian pekerjaan.
Maka kontraktor dengan biaya sendiri harus memperbaiki kesalahan sesuai
dokumen kontrak. Dan kecuali bila kesalahan tersebut disebabkan oleh data
yang diberikan secara tertulis oleh direksi ternyata salah, maka pembiayaan
untuk memperbaiki kesalahan tersebut menjadi tanggung jawab proyek ini.
d. Penyesuaian pemasangan pematokan oleh direksi dan bagaimanapun juga
tidak melepaskan kontraktor dari tanggung jawab atas ketetapan dari
pematokan tersebut dan kontraktor harus melindungi dan menjagadengan
hati-hati semua patok tetap, bowplank, patok sementara dan benda-benda
lain yang digunakan dalam pematokan.
PASAL 10
WAKTU PELAKSANAAN
a. Jangka waktu pelaksanaan selama 312 hari kerja terhitung setelah surat
perjanjian pekerjaan (kontrak) ditanda tangani tidak termasuk hari-hari
besar dan minggu.
b. Jika ternyata setelah jangka waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak telah
sampai dan tidak dapat dipenuhi oleh pemborong yang bersangkutan, maka
akan dikenai denda 1% (satu persen) dari harga kontrak setiap hari
keterlambatan atau setinggi 5% dari harga kontrak.
c. Masa pemeliharaan ditetapkan dari penyerahan pertama sampai penyerahan
kedua sampai satu tahun, segala kerusakan yang terjadi selama masa
pemeliharaan tersebut menjadi tanggung jawab kontraktor. Jika hal ini tidak
dapat dilaksanakan oleh pemborong, maka direksi akan menunjuk pihak lain
untuk melaksanakan pemeliharaan tersebut dengan biaya dari pihak
pemborong setelah jangka waktu pemerliharaan berakhir, maka pekerjaan
diserhkan untuk kedua kalinya (terakhir).
PASAL 11
PENYERAHAN PEKERJAAN
a. Jangka waktu pelaksanaan selama kalender, termasuk hari minggu, hari
besar, dan hari raya.
b. Pekerjaan dapat diserahkan yang pertama kalinya bilamana sudah 100% dan
dapat diterima dengan baik oleh Kepala Satuan Kerja Sementara dengan
Berita Acara dan dilampiri daftar kemajuan pekerjaan serta foto berwarna.
c. Pengguna barang/jasa melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang
telah diselesaikan olah penyedia barang/jasa. Bilamana terdapat kekurangan
kekurangan atau cacat hasil pekerjaan, penyedia barang/jasa wajib
memperbaiki atau menyelesaikannya.
d. Penyedia barang/jasa wajib memelihara hasil pekerjaan selama masa
pemeliharaan sehingga kondisi tetap seperti pada saat penyerahan pertama
pekerjaan.
PASAL 12
SANKSI / DENDA
a. Besarnya denda kepada penyedia barang/jasa atas keterlambatan
penyelesaian pekerjaan adalah 1‰ (satu per seribu) dari harga kontrak atau
bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
b. Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh pengguna barang/jasa atas
keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang
terlambat dibayar.
c. Denda paling banyak 5% dari nilai kontrak kepada orang atau badan hukum
yang melaksanakan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak
sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan telah
mengakibatkan kegagalan konstruksi.
PASAL 13
JAMINAN PENAWARAN
a. Jaminan penawaran berupa surat jaminan bank milik pemerintah atau bank/
lembaga keuangan lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan kepada
Kepala Satuan Kerja Sementara pembangunan Jalan.
b. Bagi pemborong yang tidak ditetapkan sebagai pemenang pelelangan,
jaminan penawaran diberikan kembali 1 (satu) minggu setelah pemenang
lelang ditetapkan.
c. Bagi pemborong yang ditetapkan sebagai pemenang pelelangan, diberikan
kembali saat jaminan pelaksanaan diterima oleh Kepala Satuan Kerja
Sementara.
PASAL 14
JAMINAN PELAKSANAAN
a. Pemborong atau rekanan yang telah ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan
sebelum menandatangani kontrak diwajibkan memberikan jaminan
pelaksana berupa surat jaminan bank pemerintah atau bank yang telah
mendapatkan persetujuan materai sebesar 5 % dari nilai kontrak.
b. Pada waktu jaminan, pelaksanaan diterima oleh direksi maka jaminan
penawaran dari penawar bersangkutan dikembalikan.
c. Jaminan pelaksanaan ditunjuk panitiapelelangan.
d. Jaminan pelaksanaan tersebut berlaku untuk nilai borongan diatas
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta).
e. Masa berlaku jaminan pelaksanaan minimal harus sesuai dengan jangka
waktu pelaksanaan tidak termasuk masa pemeliharaan.
f. Pada surat jaminan pelaksanaan harus tercantum nama proyek.
g. Pemborong yang mengundurkan diri setelah ditunjuk atau menandatangani
kontrak, maka jaminan pelaksanaanya menjadi milik negara.
h. Jaminan pelaksanaan dikembalikan kepada pemborong setelah pelaksanaan
selesai seluruhnya sesuai dengan kontrak dan diterima oleh direksi.
i. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah menerima SPK pemborong harus
mengirimkan rencana kerja terperinci, yang menunjukkan urutan
pelaksanaan, bagian-bagian pekerjaan untuk mendapat persetujuan direksi.
j. Jaminan pelaksanaan pekerjaan menjadi milik panitia lelang jika tidak
memulai pekerjaannya secara fisik dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender
sejak tanggal berlakunya surat perjanjian. Yang dimaksud dengan telah
dimulainya pekerjaan secara fisik adalah pengukuran, pengiriman bahan-
bahan dan lain-lain.
PASAL 15
SURAT PERJANJIAN KONTRAK
a. Kepada rekanan yang telah ditunjuk sebagai pemenang lelang diwajibkan
menanggung biaya-biaya pembuatan dokumen surat perjanjian beserta
lampirannya.
b. Surat perjanjian dibuat rangkap 10 dan dilampirkan dengan :
1) Surat penawaran lengkap dengan lampiran
2) Rencana kerja dan syarat-syarat
3) Gambar-gambar
4) Berita acara penjelasan
5) Berita acara pembahasan perhitungan volume proyek
6) Berita acara pemasukan penawaran
7) Surat keputusan pemenang
8) Rekanan jaminan pelaksana
PASAL 16
PENANDATANGAN KONTRAK
a. Pemenang pemilihan melakukan penandatanganan kontrak dengan PPK
yang dilakukan di luar SPSE.
b. PPK memasukkan informasi dan mengunggah (upload) hasil pemindaian
(scan) dokumen kontrak pada aplikasi SPSE.
PASAL 17
PEKERJAAN TAMBAHAN DAN PENGURANGAN
a. Bilamana pekerjaan tambahan dan pengurangan diluar lingkup pekerjaan
yang telah ditetapkan, maka hal tersebut hanya dapat dibenarkan bila ada
pemberian perintah dari pemberi tugas secara tertulis dan harus dibuat
dalam suatu laporan yang dikenal dengan nama adendum.
b. Segera setelah ada tugas tambahan atau pengurangan yang kurang sesuai
dengan harga satuan dari pekerjaan, pemborong mengajukan anggaran biaya
tambahan atau pengurangan sesuai dengan harga satuan dalam penawaran.
PASAL 18
LAPORAN PEKERJAAN
Pemborong harus membuat laporan-laporan antara lain :
a. Adapun buku harian yang diisi hari demi hari yang berisikan kapasitas dan
banyaknya tenaga kerja.
b. Laporan mingguan adalah laporan yang berisi garis besar laporan yang telah
ada dan dicantumkan pada laporan harian yang harus diberikan pada
pemberi setiap hari sabtu sore, laporan dibuat dalam rangkap 3, bentuk
laporan ditetapkan kemduian oleh pemberi tugas.
PASAL 19
KERJA SAMA DENGAN GOLONGAN EKONOMI LEMAH DAN
PEMAKAIAN BARANG PRODUKSI DALAM NEGERI
a. Untuk kontraktor bukan untuk golongan ekonomi lemah harus bekerja sama
dengan kontraktor atau supplier golongan ekonomi lemah setempat, yaitu
memberikan pada sebagian pekerjaan (dengan cara sub pelaksanaan) berupa
pengadaan barang dan jasa.
b. Membuat laporan periodik mengenai pelaksanaan ketetapan sebagaiamana
dimaksud dalam (a) diatas untuk disampaikan kepada pemimpin proyek.
c. Meskipun harus tetap memperhatikan syarat-syarat mutu bahan.
PASAL 20
FORCE MAJEURE
a. Yang dimaksud dengan force majeure adalah hal-hal dan masalah-masalah
yang menghambat laju jalannya pelaksanaan pekerjaan yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya dari itu pekerjaan itu dimulai. Force majeure
disini adalah kejadian-kejadian bencana alam atau musibah-musibah yang
terjadi pada waktu pelaksanaan pekerjaan terjadi, seperti huru-hara, perang,
blockade, gempa, tanah longsor, kebakaran, sabotase dan keadaan situasi
yang darurat yang mempengaruhi jalannya pekerjaan.
b. Bila terjadi force majeure, pemborong harus memberi informasi yang
tertulis kepada pengawas, yang disertai bukti-bukti nyata dan sah dari pihak
pemerintah setempat atau instansi yang mempunyai suatu wewenang
mengenai terjadinya force majeure tersebut, selambat-lambatnya 10 hari
setelah peristiwa tadi atau mempekerjakan pemborong lainnya.
PASAL 21
PEMBAYARAN
a. Pembayaran prestasi hasil pekerjaan yang disepakati dilakukan oleh
pengguna barang/jasa apabila penyedia barang/jasa telah mengajukan
tagihan disertai laporan kemajuan hasil pekerjaan.
b. Penggguna barang/jasa dalam kurun waktu 7 hari harus sudah mengajukan
surat permintaan pembayaran untuk prestasi kerja.
c. Pembayaran prestasi hasil pekerjaan yang disepakati dapat dilakukan
dengan sistem termijn yang didasarkan pada prestasi pekerjaan sebagaimana
tertuang dalam dokumen kontrak.
d. Pembayaran bulanan/termin harus dipotong jaminan pemeliharaan, angsuran
uang muka, denda (jika ada) dan pajak.
e. Tiap pengajuan pembayaran angsuran harus disertai Berita Acara
Pemeriksaan Pekerjaan dan dilampiri hasil opname pekerjaan dan foto-foto
dokumentasi dalam album.
PASAL 22
MASA PEMELIHARAAN
a. Jangka waktu pemeliharaan adalah selama 365 hari kalender setelah
penyerahan pertama.
b. Bilamana dalam masa pemeliharaan terjadi kerusakan akibat kurang
sempurnanya dalam pelaksanaan atau kurang baiknya mutu bahan-bahan
yang dipergunakan, maka pemborong harus segera memperbaikinya dan
menyempurnakannya.
PASAL 2
PEKERJAAN PEMATANG TANAH
a. Pekerjaan timbunan
Yang dimaksud dengan pekerjaan timbunan disini adalah dimana
permukaan tanah rencana lebih tinggi dari pada permukaan tanah asli
sebagaimana tertera pada gambar rencana. Peralatan yang digunakan :
1) Excavator
2) Dump Truck
3) Water Tank Truck
4) Motor Grader
5) Tandem Roller
b. Pelaksanaan pekerjaan
1) Jika menggunakan bahan timbunan yang didatangkan dari lokasi atau
menggunakan material bekas galian harus memenuhi persyaratan.
2) Pemberi tugas berhak untuk menolak material bila tidak sesuai.
3) Pemberi tugas akan memberi jawaban dalam waktu 10 hari kalender
setelah diterimanya pengajuan dari pemborong, dan bila dalam waktu
tersebut belum ditanggapi berarti permohonan disetujui.
4) Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan dilapangan dengan sistem
Field Destiny Test dengan nilai kepadatan permohonan disetujui.
c. Hasil-hasil test dilapangan harus tertulis dan diketahui oleh pemberi tugas.
d. Pemadatan tanah timbunan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Persiapan bahan dilapangan.
Untuk pekerjaan ini pengangkutan bahan dilakukan oleh Dump Truck,
bahan ditumpuk setempat kemudian ditebarkan oleh Motor Grader.
2) Penyemprotan air jika diperlukan.
Jika kadar air yang dibutuhkan kurang maka dilakukan penyemprotan
air dilokasi pekerjaan.
3) Pencampuran bahan dengan air.
Pencampuran bahan dengan air supaya didapatkan bahan kadar air yang
seragam dan dilakukan pengeringan bila bahan terlalu basah.
4) Penggilasan lapisan
Jenis alat yang digunakan untuk pekerjaan ini adalah Tandem Roller,
untuk menentukan apakah kepadatan telah dicapai atau belum perlu
dibuat percobaan sebelumnya dilapangan, penggilasan dilakukan lapis
demi lapis sampai permukaan rata.
PASAL 3
PEKERJAAN RUMIJA
a. Pembuatan damija dilakukan langsung pada waktu penimbunan dan
pembuatan kemiringan jalan dengan alat Motor Grader.
b. Pekerjaan tanah adalah pekerjaan yang meliputi pekerjaan galian atau
kupasan dan timbunan pada jalan atau bahu jalan serta stabilisasi badan
jalan dengan tanah kualitas baik dan mendapatkan perstujuan direksi.
c. Untuk kupasan badan jalan dengan lebar rerata 7 m sepanjang 8259 m,
pengupasan dilakukan pada permukaan bahu jalan lebih tinggi dari
perkerasan. Kemiringan bahu jalan ke arah saluran 4-6%.
d. Meninggikan dan menimbun badan jalan dengan tanah yang baik digunakan
mesin. Jika kadar air yang ada melebihi 8%, maka tidak dibenarkan
melakukan pemadatan. Penggilasan dilakukan dari pinggir jalan ke tanah
badan jalan dan harus berbentuk cembung, dan kemiringan melintang 2-3%.
Proses pemadatan dihentikan setelah mencapai pemadatan 95%.
PASAL 4
PEKERJAAN LAPIS PONDASI
Material berbutir tanpa pengikat untuk lapisan pondasi harus memenuhi
persyaratan sesuai dengan SNI-03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi
bawah harus sesuai dengan kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai bahan pondasi
harus diuji gradasinya dan memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah.
PASAL 4
PEKERJAAN PERKERASAN JALAN KAKU (RIGID PAVEMENT)
a. Yang dimaksud dengan beton adalah campuran antara semen portland atau
semen hidraulik yang setara, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan
atau tanpa bahan tambahan yang menbentuk massa padat.
b. Mutu beton yang digunakan pada masing-masing pekerjaan dalam kontrak
harus seperti yang ditunjukan dalam gambar rencana atau sebagaimana
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Mutu beton yang digunakan adalah :
Tabel 4.1 Mutu Beton dan Penggunaannya
Jenis
fc’ (MPa) σbk’ (Kg/cm2) Uraian
Beton
Umumnya digunakan untuk
Mutu beton prategang seperti tiang
≥ 45 ≥ K500
tinggi pancang, gelagar, pelat beton
dan sejenisnya.
Umumnya digunakan untuk
beton bertulang seperti pelat
lantai jembatan, gelagar beton
Mutu bertulang, diafragma, kerb beton
20 ≤ x < 45 K250 ≤ x < K500
sedang pracetak, gorong - gorong beton
bertulang, bangunan bawah
jembatan, perkerasan beton
semen.
Digunakan untuk struktur beton
tanpa tulangan seperti beton
15 ≤ x < 20 K175 ≤ x < K250
Mutu siklop, trotoar dan pasangan batu
PASAL 5
PEKERJAAN PENGGILASAN
a. Bagian urugan yang ditimbun tingginya ≥ 10 cm, harus digilas selapis demi
selapis sampai padat mencapai ketebalan dan ketinggian yang diinginkan.
b. Lapisan selalu padat, merata dan mencapai ukuran yang telah ditetapkan.
c. Kecepatan penggilasan maksimum 3 km/jam dengan Tandem Roller.
PASAL 6
PEKERJAAN LAIN-LAIN
a. Direksi keet dengan ukuran 5x4 m dan terbuat dari dinding papan atau seng,
lantai papan dengan perlengkapan yang lain.
b. Selama pelaksanaan pekerjaan keamanan, lalulintas dari pekerjaan dan lain-
lain, baik selama pekerjaan berlangsung maupun pada waktu vakum.
c. Pekerjaan saluran yaitu pasangan batu bata dengan campuran semen 1:2 ,
pengadukan bahan-bahannya harus dilakukan dengan cermat.
d. Pekerjaan gorong-gorong persegi beton betulang (box culvert) spesifikasi
bahan menggunakan standar yang sudah ditentukan.
PASAL 3
AIR
a. Air untuk keperluan adukan bata, beton dan plesteran harus bersih dan tidak
mengandung garam-garam, asam, bahan nabati, lanau lumpuratau bahan-
bahan lain yang dalam jumlah tertentu dapat membahayakan.
b. Jika untuk pelaksanaan pekerjaan ini tidak dapat dipergunakan air PAM,
hendaknya dicarikan air dari sumber air lain yang bebas dari persenyawaan
kimia yang dapat merusak.
PASAL 4
CEMENT POTRLAND
a. Untuk pekerjaan ini hendaklah digunakan 1 macam semen yang berkualitas
baik dan dari satu pabrik semen yang terlebih dahulu disetujui oleh direksi.
b. Semen yang kantongnya rusak (bocor) tidak boleh dipakai lagi.
c. Selanjutnya dipakai ketentuan syarat PBI 1971.
PASAL 5
BATU PECAH (SPLIT)
a. Batu pecah yang dipakai harus bersih dari kotoran, dengan besar butiran
yang bermacam-macam, cukup kasar dan tidak cacat sebagai akibat
pengaruh kimia atau rusak dan harus bersifat massif (tidak boros). Batu
pecah yang rapuh tidak boleh dipakai.
b. Dalam hal ini juga dipenuhi syarat PBI 1971 serta persetujuan yang
berwenang.
PASAL 6
MUTU BETON
Mutu beton yang dipakai yaitu beton k-250 untuk perkerasan dan beton
kurus (lean mix conreate) dengan K-175. Dan kekuatan beton K-350 digunakan
pada mutu beton gorong-gorong persegi (box culvert).
PASAL 7
PENGUJIAN BAHAN - BAHAN
a. Semua bahan-bahan yang digunakan dan didatangkan sebelumnya haruslah
diuji dan setelah diluluskan/diijinkan direksi barulah dapat dipakai.
b. Dalam hal terjadi perselisihan mengenai pengujian bahan-bahan, maka
direksi mengirimkan sampel bahan yang dimasukkan ke laboratorium
pengujian bahan untuk diuji.
c. Bahan yang dinyatakan tidak layak pakai segera disingkirkan dari lapangan
d. Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas bahan organik dan lempung yang
tidak dikehendaki, setelah dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi.
3. Pelaksanaan Pekerjaan
PASAL 1
PEKERJAAN TANAH DASAR DAN LAPIS PONDASI
Sebelum operasi penghamparan dimulai, harus dipenuhi beberapa ketentuan
sebagai berikut :
a. Pastikan bahan yang digunakan bersih dan tidak ada unsur bahan organik
lainnya yang dapat menurunkan mutu tanah dasar dan agregat lapis pondasi.
b. Sebelum dilakukan penghamparan, tanah dasar dan lapis pondasi bawah
harus diperiksa kepadatan dan bentuk penampang melintangnya.
c. Kondisi tanah dasar normal, dengan ciri-ciri nilai CBR lebih rendah dari 3%
harus dipadatkan secara mekanis. Desain ini meliputi perkerasan diatas
timbunan, galian atau tanah asli.
d. Pekerjaan pembentukan permukaan harus dilaksanakan secara teliti di tinjau
dari segi beton yang diperlukan.
PASAL 2
PEKERJAAN PERKERASAN
Sebelum pekerjaan dimulai, beberapa ketentuan yang harus diperhatikan
sebagai berikut :
a. Alinyemen Survei elevasi harus dilakukan pada lapis pondasi bawah dan
setiap lokasi yang lebih tinggi 5 m dari elevasi rancangan, harus diperbaiki
oleh Penyedia Jasa sebelum dilakukannya setiap pekerjaan berikutnya.
b. Beton yang dicor harus sesuai dengan ketebalan dan elevasi sedemikian
rupa sehingga pekerjaan pemindahan sedapat mungkin dihindari.
c. Setelah dibentuk dan dipadatkan, selanjutnya beton harus diperhalus serta
diperbaiki pada bagian yang kurang sempurna.
d. Permukaan Perkerasan Beton Semen yang terekspos harus segera dirawat
dengan penyemprotan bahan perawat yang disetujui.
e. Lokasi yang banyak keroposnya dianggap pekerjaan yang cacat mutu dan
harus dibongkar dan diganti. Setiap lokasi atau ruas yang dibongkar tidak
boleh kurang dari 3,0 m panjangnya atau kurang dari lebar seluruh lajur
yang terkena pembongkaran. Bilamana diperlukan dalam membongkar dan
mengganti suatu bagian perkerasan, setiap bagian yang tersisa dari
pembongkaran perkerasan beton dekat sambungan yang panjangnya kurang
dari 3,0 m, harus ikut dibongkar dan diganti.
PASAL 3
PEKERJAAN LAIN - LAIN
a. Pekerjaan gorong-gorong persegi (box culvert), konstistensi slump yang
disyaratkan sesuai dengan cara pelaksanaan slump test, tinggi slump test
yang diiizinkan adalah antara 500-800 mm.
b. Pengercoran beton harus dilaksanakan terus menerus sampai pekerjaan
selesai kecuali dalam keadaan yang tidak memungkinkan serta
diberhentikan pada sambungan konstruksi yang disetujui oleh Direksi.
c. Pekerjaan saluran drainase harus dibuat secara teliti serta kemiringan
saluran yang tepat agar saluran berfungsi dengan seharusnya.
4.2 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
4.2.1 Perhitungan Kuantitas Pekerjaan
Tabel 4.1 Perhitungan Kuantitas Pekerjaan
No Satua
Uraian Pekerjaan Perhitungan Volume
. n
1 Pekerjaan Persiapan
a. Mobilisasi Alat - 1 Ls
b. Pengukuran = panjang STA × lebar
= 7833,330 m 7833.330 m
2 Pekerjaan Tanah
a. Pekerjaan Galian Tanah = volume galian 301367.6 m³
b. Pekerjaan Timbunan Tanah = volume timbunan 58533.24 m³
4 Pekerjaan Struktur
a. Pekerjaan Perkerasan Beton = panjang × lebar × tebal
16449.99
= 7833,330 m × 7 m × 0,3 m³
3
5 Pekerjaan Drainase
a. Pekerjaan Galian Drainase Luas drainase :
= (d₁ + d₂)/2 × t
= (1,356 + 0,5 )/2 × 0,91 0.844 m²
b. Pembetonan Drainase
Dilakukan dengan insitu :
Samping
= L1 - L2 = 0,835 m² - 0,630
0.205 m²
m²
Volume drainase :
= 7833,330 × 0,205 × 2 3211.665 m³
Pekerjaan Bangunan
6
Pelengkap
a. Galian Box Culvert =p×l×t
Jumlah titik = 3 = 11 × 1,32 × 1,32 19.166
= 19,166 × 3 57.499 m³
7 Pekerjaan Finishing
a. Pembersihan Akhir - 1 Ls
a. Demobilisasi - 1 Ls
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2020)
4) Direksi Keet = 40 m2
1 Pekerja = 0,167 OH/hari
2
1m
= = 5,988 m2/OH/hari
0,167 OH / hari
Direncanakan 6 orang pekerja :
= 5,988 m2/OH/hari × 4 Pekerja = 23,952 m2/hari
Perhitungan lama pembuatan Direksi Keet :
40 m2
= = 1,67 hari ~ 2 hari
23,952m2
b. Pekerjaan Tanah
1) Galian Biasa
Volume pekerjaan : 301367,6 m3
Tabel 4. PKA dan Kebutuhan Jumlah Alat Land Clearing
2) Timbunan Biasa
Volume pekerjaan : 58533,24 m3
Tabel 4. PKA dan Kebutuhan Jumlah Alat Land Clearing
d. Pekerjaan Drainase
1) Galian Drainase
Volume pekerjaan : 13238,327 m3
Tabel 4. PKA dan Kebutuhan Jumlah Alat Land Clearing
e. Pekerjaan Struktur
1) Jalan Beton K-250
Volume pekerjaan : 16449,993 m³
Tabel 4. PKA dan Kebutuhan Jumlah Alat Land Clearing
g. Pekerjaan Finishing
1) Pembersihan Akhir
Pembersihan akhir diperkirakan dikerjakan selama 10 hari.
2) Demobilisasi
Demobilisasi dikerjakan selama 14 hari.