Anda di halaman 1dari 17

JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 8 N0.

1 Februari 2021

IMPLEMENTASI METODE HOUSE OF RISK PADA PENGELOLAAN


RISIKO RANTAI PASOKAN HIJAU PRODUK BOGIE S2HD9C
(Studi Kasus: PT Barata Indonesia)

Maghfur Rozudin, Nina Aini Mahbubah.


Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammdiyah Gresik
Jl. Sumatera 101 GKB, Gresik, Indonesia, 61121
E-mail: addresses: mozie713@gmail.com, n.mahbubah@umg.ac.id.

ABSTRAK

Persaingan bisnis yang semakin kompleks membuat perusahaan tidak terlepas dari suatu risiko yang dapat
mengganggu berjalannya sistem secara normal. Dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, PT Barata tidak
lepas dari risiko yang bisa mengganggu keseimbangan sistem. PT Barata Indonesia memproduksi berbagai
varian produk. permasalahan rantai pasokan produksi Bogie S2HD9C yang kompleks sehingga
mempengaruhi kinerja rantai pasok. Oleh karena itu perlu dilakukan manajemen risiko rantai pasok dalam
mengelola aktivitas rantai pasok untuk mengurangi dampak terjadinya risiko. Penelitian ini menggunakan
metode House of Risk dengan pendekatan GSCOR untuk dapat meminimalisasi terjadinya risiko dan
potensi kejadian risiko yang dapat terjadi pada proses bisnis perusahaan. Hasil identifikasi dengan tools
why why analysis dan perhitungan dari metode house of risk, teridentifikasi 82 risk event dan 22 risk agent
dan 22 tindakan minimalisasi risiko. Dari 22 risk agent diprioritaskan 10 risk agent berdasarkan nilai ARP
terbesar pada perhitungan HOR1 dan 10 tindakan minimalisasi risiko pada HOR2 berdasarkan nilai
Effectiveness to Difficulty Ratio terbesar. Berdasarkan hasil analisis 10 prioritas tindakan minimalisasi
risiko dari perhitungan HOR2 diperoleh 5 strategi mitigasi risiko yaitu, 1) mengimplementasikan strategi
pengembangan SDM, 2) melakukan keterbukaan informasi dan pendekatan berfokus pada pelanggan, 3)
Penetapan kebijakan pemilihan pemasok yang bersertifikasi hijau, 4) perencanaan pengadaan inverter, 5)
Komunikasi yang baik dengan pihak ketiga dan mitrayek).

Kata kunci: supply chain risk management, GSCOR, HOR 1, HOR 2 why why analysis, house of
risk

ABSTRACT

In carrying out its business processes, PT Barata Indonesia requires raw material supply and services from
related partners to be able to complete work on time. But increasingly complex business competition makes
the company inseparable from a risk that can disrupt the normal operation of the system. Therefore supply
chain risk management is needed in managing supply chain activities to reduce the impact of the risk. This
study uses the House of Risk (HOR) method with the GSCOR approach to minimize the occurrence of risks
and potential risk events that can occur in the company's business processes. The results of the
identification with the tools why why analysis and the calculation of the house of risk method, identified 82
risk events, 22 risk agents and 22 risk minimization actions. Of the 22 risk agents, 10 risk agents are
prioritized based on the largest ARP value in the calculation of HOR1 and 10 risk minimization actions on
HOR2 based on the greatest value of Effectiveness to Difficulty Ratio. Based on the results of the analysis
of 10 priority risk minimization actions from the calculation of HOR2 obtained 5 risk mitigation strategies
namely, 1) implementing the HR development strategy, 2) conducting information disclosure and a
customer-focused approach, 3) Determining supplier selection policies that are green certified, 4)
procurement planning inverter, 5) Good communication with third parties and partnersek).

Keywords: risk, supply chain risk management, green supply chain management, why why analysis, house
of risksk

DOI: https://dx.doi.org/10.24853/jisi.8.1.1-11
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X

1. PENDAHULUAN permasalahan rantai pasok yang kompleks


Pengelolaan rantai pasok pada dunia sehingga mempengaruhi kinerja rantai pasok.
industri saat ini menjadi salah satu fokus utama Risiko terjadi karena kita tidak pernah
perusahaan dalam upaya untuk meningkatkan tahu secara pasti apa yang akan terjadi di masa
daya jual yang kompetitif sehingga mampu mendatang dan risiko berpotensi terjadi setiap
bersaing dalam era globalisasi. Menurut waktu baik pada kejadian yang sama maupun
Trkman dan McCormack, (2009), iklim baru (Waters, 2009). Untuk bertahan dalam
kompetisi dalam dunia bisnis kini mengalami lingkungan bisnis yang berisiko, penerapan
pergeseran, dari kompetisi antar perusahaan manajemen risiko rantai pasok sangatlah
menjadi kompetisi antar rantai pasok penting bagi perusahaan (Pujawan & Geraldin,
(Sherlywati, 2016:4). 2009). Manajemen risiko rantai pasok
Seiring dengan perkembangannya, rantai bertujuan untuk memastikan bahwa rantai
pasok yang mulanya berfokus pada aspek pasokan terus bekerja seperti yang
pengelolaan saja sekarang sudah mulai direncanakan, dengan aliran bahan yang lancar
menambah dengan aspek risiko dan dan tidak terputus dari pemasok awal sampai
lingkungan. Revolusi kualitas pada akhir tahun ke pelanggan akhir (Waters, 2007).
1980 dan revolusi supply chain pada awal PT. Barata Indonesia saat ini masih
tahun 1990 telah memperjelas bahwa belum mempertimbangkan risiko yang bisa
perusahaan yang ingin memenangkan terjadi pada setiap aktivitas bisnis dalam
persaingan perlu mengintegrasi pengelolaan perusahaan dengan memperhatikan faktor
lingkungan dengan aktivitas operasi yang green. Oleh karena itu perusahaan perlu
dilakukan secara kontinyu (Ritajeng, dkk membuat strategi yang handal untuk
2014:02). mempertahankan bisnis dari kompleksnya
PT Barata Indonesia merupakan Badan risiko. Contoh model pengelolaan risiko dalam
Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak perspektif rantai pasok telah dikembangkan
dibidang manufaktur yaitu pembuatan oleh Pujawan & Geraldin (2009) yaitu HOR.
komponen-komponen kereta api. Dalam Penelitian sebelumnya yang dilakukan
menjalankan aktivitas bisnisnya, perusahaan oleh Susanto, (2016) di PT Barata Indonesia
pasti tidak lepas dari risiko yang bisa hanya sebatas pemetaan risiko pada proses
mengganggu keseimbangan sistem. PT Barata produksi saja tanpa memperhatikan risiko yang
Indonesia memproduksi berbagai varian terjadi pada rantai pasokannya. Penelitian ini
produk, seperti: Bogie S2HD9C, Knuckle, mengadopsi dari beberapa penelitian terdahulu
Axle Box, Center Pin, Brake Beam, dll. Bogie dengan metode HOR dan pendekatan GSCOR,
S2HD9C merupakan core bussines dari yaitu antara lain Diantoro, (2017) dan
perusahaan yang memiliki jangkauan pasar Kurniawan, (2018) pada salah satu industri
global hingga luar negeri. manufaktur di Yogyakarta.
Dalam proses produksinya PT Barata Model GSCOR merupakan
Indonesia difasilitasi dengan berbagai jenis pengembangan dari model SCOR dengan
mesin untuk menunjang proses produksi agar menambahkan beberapa pertimbangan yang
berjalan dengan efektif dan efisien. Proses terkait dengan lingkungan didalamnya
produksi secara garis besar terbagai beberapa (Natalia, 2015). Green Supply Chain
tahap yaitu proses Pattern Shop, Core Making, Operations Reference (GSCOR) digunakan
Hand Mold, Melting, Shake Out, Fetling, untuk menentukan kriteria ramah lingkungan
Finishing and Machining. dari proses bisnis perusahaan (Puryono, 2017).
Berdasarkan wawancara dengan pihak Karena berbasis pada model SCOR, model ini
perusahaan, saat ini perusahaan masih juga memiliki 5 komponen utama yang sama
menghadapi permasalahan dalam mengelola seperti pada model SCOR dengan
rantai pasoknya. Permintaan pelanggan yang menambahkan unsur green pada setiap
fluktuatif serta koordinasi antar divisi yang komponennya, yaitu : green plan, green source,
kurang optimal dikarenakan jarak per-divisi green make, green deliver, dan green return.
yang cukup jauh membuat aliran informasi Berdasarkan permasalahan di atas, maka
tidak dapat berjalan efektif sehingga masih dalam penelitian bertujuan untuk menganalisis
dapat terjadi kesalahan komunikasi. Secara risiko lingkungan guna meminimalisasi risiko
umum hasil wawancara menunjukkan perusahaan untuk mengelola risiko rantai

2
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 8 N0.1 Februari 2021

pasokan produk bogie S2HD9C dengan PENILAIAN RISIKO RANTAI PASOK


mempertimbangkan faktor lingkungan dan
menentukan strategi mitigasi risiko di PT. Dalam menilai risiko yang terjadi dalam rantai
Barata Indonesia dengan pendekatan model pasok, penilaian meliputi proses keseluruhan
House of Risk. dari identifikasi risiko, analisis risiko, dan
evaluasi risiko (Rizqiah, 2017:21).
2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Identifikasi Risiko
Tujuan dari langkah ini adalah untuk
MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK menghasilkan daftar lengkap risiko
berdasarkan peristiwa-peristiwa yang mungkin
Slack dkk (2010:573) mendefinisikan
membuat, meningkatkan, mencegah,
manajemen risiko merupakan suatu peristiwa
menurunkan, mempercepat atau menunda
baik atau buruk dan pengelolaan untuk
pencapaian tujuan. Identifikasi risiko dapat
mencegahnya. Risiko bisa muncul dari setiap
dilakukan dengan pertanyaan where, when,
kejadian akan tetapi bisa kelola sesuai dengan
why dan how dari kejadian-kejadian yang
kebutuhan organisasi. Ziegenbein dan
dapat digunakan dalam pengidentifikasian
Nienhaus (2004) dalam Sherlywati, (2016:12)
risiko. Menurut Waters (2007) berbagai teknik
mmengkategorikan lima kemungkinan
dan alat bantu untuk mengidentifikasi risiko
pengelolaan risiko rantai pasok, yaitu : 1).
antara lain: diagram sebab-akibat, analisis
Menerima/mengambil risiko. 2). Menghindari
pareto, checklist, brainstorming, wawancara
kejadian yang menjadi sumber risiko
dengan pihak yang kompeten, observasi
(berorientasi pada frekuensi kejadian -
langsung, dan telaah dokumen berdasar data
occurance oriented). 3). Mengurangi tingkat
historis perusahaan (Rizqiah, 2017: 22).
kejadian yang menjadi sumber risiko
Mengidentifikasi risiko secara terstruktur dapat
(occurance oriented). 4). Mengurangi dampak
memudahkan dalam menemukan risiko-risiko
atau pengaruh yang menjadi sumber risiko
yang mungkin terjadi.
(berorientasi pada dampak atau pengaruh
2. Analisis Risiko
kejadian – impact oriented). 5). Membagi atau
Tujuan dari analisis risiko adalah untuk
memindahkan risiko (impact oriented).
memisahkan risiko, menyiapkan data dan
Waters (2007:51) mengidentifikasi
melakukan evaluasi dan penanganan risiko.
manajemen rantai pasok adalah ,’integrasi dari
Analisis risiko mencakup pertimbangan
beberapa kegiatan yang berbeda, mulai dari
mengenai sumber risiko, mengidentifikasikan
pengadaan hingga distribusi fisik. manajemen
dan mengevaluasi risiko-risiko yang dapat
risiko dan manajemen rantai pasok, sehingga
dikendalikan (event risk), menentukan dampak
keduanya dapat dikolaborasikan menjadi
atau pengaruh risiko (severity) dan peluang
manajemen risiko rantai pasok’. Turnbull
tejadinya (occurrence) serta level-level risiko.
(1999) menyatakan bahwa manajemen risiko
Analisa ini harus mempertimbangkan batasan
adalah tentang mitigasi, bukan menghilangkan
dari dampak (consequence) yang potensial
risiko.
terjadi dan bagaimana bisa terjadi dengan
Dan Merna dan Al-Thani (2005)
melakukan evaluasi dan prioritas risiko.
mengidentifikasi bahwa tugas manajemen
risiko bukan untuk membebaskan bisnis dari 3. Evaluasi Risiko
risiko tapi bagaimana pemangku kepentingan Tahapan evaluasi risiko dengan
sadar akan risiko, baik negatif maupun positif, membandingkan risiko hasil estimasi dengan
membantu untuk mengambil risiko yang kriteria risiko yang telah ditetapkan oleh
diperhitungkan dengan baik dan untuk organisasi. Menurut Siahaan (2009) tujuan
mengelola risiko secara efisien. Manajemen evaluasi risiko adalah dipergunakan untuk
risiko rantai pasok yang efektif tidak mengambil keputusan risiko yang berpengaruh
menghilangkan risiko, tetapi mengelola risiko signifikan terhadap organisasi dan apakah
dan memiringkan keseimbangan terhadap risiko dapat diterima atau harus dihilangkan
peluang dan jauh dari ancaman (Waters, (Rizqiah, 2017: 24).
2007:87).
MITIGASI RISIKO

3
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X

Mitigasi risiko dilakukan guna menyebabkan beberapa kejadian risiko, maka


menanggapi risiko-risiko yang telah perlu dilakukan perhitungan secara Aggregate
teridentifikasi. Aktivitas yang dilakukan dalam Risk Potential (ARP) dari risk agent.
tahapan ini didasarkan pada hasil identifikasi
risiko selanjutnya dilakukan penyesuaian
sumber penyebab risiko tindakan-tindakan GREEN SUPPLY CHAIN OPERATIONS
pencegahan yang dimuculkan. Tahapan ini REFERENCE (GSCOR)
menghasilkan strategi tindakan minimalisasi Model Green SCOR merupakan
risiko yang akan diimplementasikan guna pengembangan dari model SCOR dengan
mengurangi/memitigasi timbulkan risiko menambahkan beberapa pertimbangan yang
kembali. Dalam upaya mitigasi risiko, dapat terkait dengan lingkungan didalamnya
digunakan beberapa tools mitigasi seperti (Natalia, 2015). Green Supply Chain
failure mode effect analysis (FMEA), why why Operations Reference (GSCOR) digunakan
analysis dan house of risk (HOR). untuk menentukan kriteria ramah lingkungan
HOUSE OF RISK dari proses bisnis perusahaan (Puryono, 2017).
Karena berbasis pada model SCOR, model ini
House of Risk (HOR) merupakan juga memiliki 5 komponen utama yang sama
integrasi dua model penelitian yaitu metode seperti pada model SCOR yaitu Plan, Source,
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Make, Deliver, Return dengan menambahkan
House of Quality (HOQ) (Pujawan dan unsur Green pada setiap komponennya
Geraldin, 2009).. FMEA dalam model ini (Natalia, 2015, Puryono, 2017)
digunakan untuk menganalisis tingkat risiko a) Green Plan : Plan yaitu proses yang
yang didapatkan dari perhitungan Risk menyeimbangkan permintaan dan pasokan
Potential Number (RPN) yang mana RPN untuk menentukan tindakan terbaik dalam
ditentukan oleh tiga faktor yakni probabilitas memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi
terjadinya risiko (occurrence), tingkat kerugian dan pengiriman. Plan mencakup aktivitas
(severity) dan probabilitas deteksi risiko meminimalkan konsumsi energi,
(detection). HOQ yang diadopsi dari metode meminimalisir penggunaan material
Quality Function Deployment (QFD) yang berbahaya dan penyimpanan material
digunakan dalam proses perancangan strategi berbahaya.
pada sebuah produk sehingga dapat digunakan b) Green Source : Source yaitu proses
untuk mengeliminasi sumber risiko yang telah pengadaan barang maupun jasa untuk
diidentifikasi (Pujawan dan Geraldin, 2009). memenuhi permintaan. Proses yang
Dalam HOR ada dua fase yang dilakukan, dicakup adalah pemilihan supplier dengan
yaitu (Pujawan dan Geraldin, 2009): ratting yang bagus, pemilihan material
1. HOR1, digunakan untuk menentukan risk yang ramah lingkungan dan penentuan
agent yang akan diberikan prioritas untuk jenis dan jumlah material pengemasan
dilakukan tindakan perbaikan. yang dibutuhkan.
2. HOR2, digunkan untuk memberi prioritas c) Green Make : Make yaitu proses untuk
beberapa tindakan yang dipertimbangkan mentransformasi bahan baku atau
secara efektif dengan kelayakan keuangan dan komponen menjadi produk yang
pemenuhan sumberdaya. diinginkan pelanggan. Kegiatan produksi
Menurut Pujawan dan Geraldin (2009) bisa dilakukan atas dasar ramalan untuk
dalam metode FMEA, penilaian risiko memenuhi target persediaan atau atas
dilakukan dengan menghitung Risk Potential dasar pesanan, atau engineer to order.
Number (RPN) terdiri atas tiga faktor yaitu Proses yang terlibat di sini antara lain
peluang terjadinya risiko (occurrence), adalah penjadwalan produksi untuk
dampak yang ditimbulkan (severity), dan meminimalkan pemborosan energi, dan
detection (Rizqiah, 2017: 38). Metode HOR ini mengelola limbah (baik limbah air dan
sedikit berbeda yaitu probabilitas/peluang udara dari proses produksi) .
terjadinya risiko (occurrence) pada agen risiko d) Green Deliver : Deliver merupakan proses
dan dampak yang terjadi (severity) pada untuk memenuhi permintaan terhadap
kejadian risiko. Karena satu agen risiko dapat barang maupun jasa. Biasanya meliputi

4
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 8 N0.1 Februari 2021

management order, transportasi, dan yaitu tahap HOR1 dan HOR2. Pada tahap
distribusi. Proses yang terlibat diantaranya HOR1, Penilaian severity dilakkukan dengan
adalah meminimalkan penggunaan skala likert yaitu rentang skala 1-5, nilai 5
material pengemasan dan penjadwalan menunjukkan dampak yang ekstrim.
pengiriman untuk mengurangi pemborosan Sedangkan penilaian occurance dilakukan
bahan bakar. dengan skala likert yaitu rentang skala 1-5,
e) Green Return : Return yaitu proses nilai 1 menunjukkan risiko hampir tidak
pengembalian atau menerima pernah terjadi dan nilai 5 menunjukkan risiko
pengembalian produk karena berbagai tersebut sering terjadi.
alasan. Kegiatan yang terlibat antara lain Pada tahap HOR1 akan dilakukan
penjadwalan transportasi dan penarikan perhitungan nilai Agregat Risk Potential
produk untuk meminimalisir pemborosan (ARP) untuk mengetahui nilai terbesar antar
bahan bakar. masing-masing risk agent yang selanjutnya
akan digunakan sebagai acuan untuk
ditentukan risk agent mana yang akan di olah
3. METODE PENELITIAN pada HOR2. Berikut cara untuk menghitung
nilai ARP.
METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan melalui ARPj = Oj ∑i Si Rij (Persamaan 1)
brainstorming dan penyebaran kuesioner
kepada pihak perusahaan. Penelitian ini Dimana : Oj = Kemungkinan terjadinya agen
bersifat exploratori explanatori. Penelitian
risiko j
exploratori dilakukan untuk memperoleh
keterangan, informasi, data mengenai hal-hal Si = Kerugian yang ditimbulkan
yang belum diketahui sedangkan explanatori kejadian risiko
dilakukan melalui kuesioner berdasarkan hasil Rij = Korelasi antara agen risiko
penelitian terdahulu dengan brainstorming.
Penyebaran kuesioner dilakukan melalui tiga Setelah penilaian severity dan occurance
tahapan. Kuesioner tahap pertama digunakan dilakukan, maka selanjutnya akan dilakukan
untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas penilaian korelasi antara risk event dan risk
proses produksi Bogie S2HD9C dan penentuan agent dengan nilai 0, 1, 3, dan 9.
potensi kejadian risiko berdasarkan hipotesis Setelah nilai ARP diketahui dan telah
hasil dari penelitian terdahulu yang sesuai ditetapkan risiko mana yang akan di olah pada
dengan kondisi perusahaan berdasarkan HOR2. Pada tahap HOR2, akan dilakukan
elemen bisnis SCOR. Kuesioner tahap kedua penentuan strategi mitigasi risiko berdasarkan
dilakukan untuk mengidentifikasi potensi hasil prioritas nilai Agregat Risk Potential
kejadian risiko pada setiap elemen bisnis (ARP) yang diperoleh dari perhitungan HOR1.
SCOR beserta tingkat severity dan occurance.
Tahap ketiga digunakan untuk menganalisis Adapun cara yang dapat dilakukan untuk
risiko dengan tujuan untuk memperoleh skor memperoleh dan mengetahui strategi apa yang
penilaian terhadap setiap masing-masing dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kejadian dan potensi kejadian risiko. suatu risiko yaitu dengan melakukan
Responden penelitian ditentukan perhitungan antara nilai ARP dengan nilai
berdasarkan teknik purposive sampling yang korelasi antara risk agent dan tindakan
merupakan cara pengambilan sampel yang minimalisasi risiko serta tingkat kesulitan
sesuai dengan persyaratan sampel yang pengimplementasian suatu tindakan
diperlukan. Berdasarkan teknik purposive minimalisasi risiko.
sampling maka responden penelitian adalah
para manajer divisi yang dianggap ahli pada
bidangnya sesuai dengan elemen bisnis SCOR Tek = ∑j ARPj Ejk (Persamaan 2)
yaitu plan, source, make, delivery, return.
Dimana :
PENILAIAN RISIKO Tek = Total efektifitas tindakan pencegahan
Penilaian risiko dilakukan melalui 2 tahap Si = Nilai aggregate risk potential

5
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X

Ejk = Korelasi antara tindakan pencegahan (k) return menjadi 25 potensi di aktivitas plan, 13
dengan agen risiko (j) potensi di aktivitas source, 23 potensi di
Setelah dilakukan perhitungan, maka aktivitas make, 17 potensi di aktivitas delivery
akan diketahui nilai Effectiveness to Difficulty dan 4 potensi di aktivitas return. Potensi
Ratio (ETD) terbesar hingga terkecil. Dari nilai kejadian risiko peneliti peroleh dari beberapa
tersebut akan ditentukan prioritas tindakan peneliti terdahulu yaitu : (Kusnindah, 2012;
minimalisasi risiko yang akan dilakukan data Sherlywati, 2016; Ulfah dkk, 2016; Rizqiah,
2017; Praja, 2017; Trenggonowati, 2017;
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Ummi dkk, 2017; Azari, 2018). Berikut tabel
3.1 merupakan potensi risiko dan kejadian
PEMETAAN AKTIVITAS PEKERJAAN risiko yang telah diidentifikaada.
output HOR fase 1 dalam tahapan awal,
Pemetaan aktivitas pekerjaan dipetakan dimana untuk mengetahui peringkat agen
berdasarkan model Supply Chain Operations risiko yang ada. Berdasarkan hasil identifikasi
Reference (SCOR) yang berguna untuk risk agent menggunakan metode why why
menggolongkan aktivitas yang terjadi dalam analysis dari 82 potensi kejadian risiko,
pekerjaan pembuatan bogie S2HD9C diperoleh 22 agen risiko yang nantinya dari ke-
berlangsung yaitu plan, source, make, delivery, 22 agen risiko tersebut akan dijadikan
return. Dalam setiap pekerjaan yang dilakukan pedoman untuk menentukan tindakan
pada elemen bisnis SCOR, potensi risiko dan minimalisasi terjadinya agen risiko yang
kejadian risiko dapat muncul dan terjadi kapan ditentukan oleh responden penelitian yang ahli
saja. Berikut ini merupakan pemetaan potensi dibidangnya. Tabel 1. Menunjukkan Risk
risiko dan kejadian risiko yang dapat terjadi di event dan Risk Agent hasil pemetaan
perusahaan berdasarkan elemen bisnis SCOR. berdasarkan perhitungan menggunakan HOR
1.
HOR FASE 1 (FASE IDENTIFIKASI Dalam hal ini perusahaan menetapkan
RISIKO) 10 prioritas agen risiko tertinggi melalui proses
brainstorming antara peneliti dengan pihak
HOR fase 1 merupakan tahapan awal dapat perusahaan untuk dilakukan tindakan
metode House Of Risk, dimana HOR fase 1 ini minimalisasi. Berikut 10 prioritas agen risiko
merupakan fase identifikasi risiko yang yang akan ditindaklanjuti pada HOR2. 1)
digunakan untuk menentukan agen risiko yang Kinerja karyawan buruk, 2) Kebutuhan
harus diberikan prioritas untuk tindakan pelanggan tak pasti, 3) Pemasok baru, 4) Spek
pencegahan. Langkah-langkah dalam HOR yang diperlukan khusus, 5) Perusahaan belum
fase 1 ini yaitu identifiaksi risiko dan penilaian menerapkan kebijakan lingkungan, 6) Belum
risiko yang meliputi penilaian tingkat dampak ditetapkannya kewajiban terkait pemilihan jasa
(severity), penilaian tingkat kemunculan dengan spesifikasi lingkungan, 7)
(occurance), penilaian korelasi dan Penginisiasian alat minimasi polusi udara
perhitungan nilai Aggregate Risk Potential (debu) mahal, 8) Jadwal pengiriman tak pasti,
(ARP), sehingga dapat diketahui agen risiko 9) Proses membutuhkan daya (energi) besar,
yang akan diberi tindakan pencegahan dengan 10) Kurang sadarnya karyawan akan limbah
mengurutkan nilai ARP. yang dihasilkan.
Identifikasi risiko pada supply chain Sepuluh agen risiko yang telah
perusahaan didapatkan dari hasil wawancara ditentukan selanjutnya akan dilakukan
dan penyebaran kuesioner dengan pihak pengolahan pada tahap HOR 2 untuk dapat
perusahaan yaitu pada divisi PPIC (plan), dilakukan tindakan minimalisasi risiko yang
pengadaan (source), produksi (make), tepat untuk perusahaan.
pengiriman (delivery) dan quality control
(return). Terdapat 82 potensi risiko
terkonfirmasi dari 143 potensi risiko dari
penelitian terdahulu yang terdiri dari 34
potensi di aktivitas plan, 25 potensi di aktivitas
source, 42 potensi di aktivitas make, 27 potensi
di aktivitas delivery dan 15 potensi di aktivitas

6
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 8 N0.1 Februari 2021

Tabel 1. Pemetaan Risk Event dan Risk Agent


No Risk Event S K Risk Agent O K
1 Kesalahan besarnya peramalan 3 E1 Kebutuhan pelanggan yang tak 4 A1
pasti.
2 Perubahan mendadak rencana 3 E2 Keterbatasan SDM yang 3 A2
produksi mumpuni
3 Ketidaksesuaian realita dan 4 E3 Kinerja karyawan under 3 A3
perencanaan keuangan perform
4 Satu mesin digunakan beberapa 4 E6 Operator baru ditempatkan pada 2 A4
varian berkali-kali bagian tersebut
5 Keterlambatan jadwal produksi 4 E7 Spek pelanggan khusus 4 A5
6 Tidak ada standar dari pemasok dan 4 E8 Pemasok baru 3 A6
kondisi bahan baku tidak sesuai
7 Spesifikasi Bogie S2HD9C tidak 4 E11 Minimnya pengawasan pada 4 A7
tercapai area produksi
8 Kesalahan perencanaan pengiriman 5 E14 Mesin produksi sudah tua 3 A8
barang ke pelanggan
9 Perencanaan anggaran yang akan 4 E15 Sparepart mesin yang rusak 2 A9
digunakan kurang tepat
10 Terjadi fluktuasi harga 4 E19 Kenaikan kurs mata uang asing 3 A10
11 Ketergantungan terhadap pasokan 3 E56 Proses produksi membutuhhkan 3 A11
energi listrik dari PLN daya yang besar
12 Kertas administrasi source menjadi 3 E38 Kurang sadarnya karyawan 3 A12
limbah akan limbah yang dihasilkan
13 Sulit mendapatkan bahan baku dan 3 E26 Produk yang di produksi ekspor 3 A13
peralatan
14 Waktu produksi bogie S2HD9C 3 E27 Supplier tidak segera 3 A14
yang terlambat mengirimkan barang ke
perusahaan
15 Tenaga kerja tidak menerapkan 4 E36 Perusahaan belum 4 A15
evaluasi pemilihan pemasok sesuai menerapkannya Kebijakan
kriteria lingkungan Lingkungan
16 Timbulnya llimbah slag dari proses 4 E58 Pihak ketiga tidak segera 3 A16
produksi mengambil limbah yang ada
17 Timbulnya polusi udara (debu) 4 E59 Penginisiasian alat meminimasi 3 A17
polusi udara mahal
18 Kesalahan pengiriman produk ke 4 E62 Salah memilih/menentukan jasa 3 A18
pelanggan pengiriman
19 Sulitnya mencari transportasi/kapal 3 E65 Jadwal pengiriman yang tak 3 A19
pasti
20 Kerusakan produk selama 3 E64 Cuaca buruk pada sat 3 A20
perjalanan pengiriman
21 Perusahaan jasa pengiriman tidak 3 E74 Belum ditetapkannya kewajiban 3 A21
sesuai dengan standar lingkungan pemilihan vendor dengan
spesifikasi lingkungan
22 Barcode system tidak berfungsi 3 E77 Sparepart/alat barcode sudah 3 A22
dengan baik rusak
(Keterangan: S= Severity = Occurrence; K = Kode)

7
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X

HOR FASE 2 (FASE PENANGANAN 1) Melakukan training berkala untuk


RISIKO) semua operator (P3), 2) Menetapkan kebijakan
terkait pemilihan pemasok material (P6), 3)
Tahapan kedua dalam metode House Of Melakukan update permintaan pelanggan
Risk yaitu HOR fase 2. Dalam HOR fase 2 ini secara berkala (P1), 4) Menentukan dan
nantinya akan dipilih beberapa strategi memastikan pemasok untuk dapat memenuhi
penanganan yang dianggap efektif untuk kriteria keamanan produk dan lingkungan
mengurangi probablitas dampak yang (P5), 5) Memasukkan kriteria pemilihan jasa
disebabkan oleh agen risiko. Langkah dalam pengiriman dengan kepemilikan sertifikasi
HOR fase 2 ini dimulai dengan perancangan lingkungan (P21), 6) Mencari bahan baku
strategi penanganan, mencari besar hubungan pengganti dari vendor lokal dengan kualitas
antara strategi penanganan dengan agen risiko yang sama (P5), 7) Melakukan monitoring dan
yang ada, menghitung nilai Total konfirmasi sebelum produk siap di kirim jauh
Effectifness(TEk) dan Degree of Difficulty hari sebelumnya (P19), 8) Perencanaan
(Dk), dan terahir menghitung rasio pengadaan alat minimasi debu sejak dini
Effectiveness To Difficulty (ETDk) untuk (P17), 9) Memberikan himbauan kepada
mengetahui ranking prioritas dari strategi yang seluruh karyawan untuk menggunakan kertas
ada. Tabel 2 merupakan hasil HOR 2. seefisien mungkin (P12), 10) Penambahan

inverter baru atau pembuatan energi untuk


Tabel HOR fase 2 merupakan output dikonsumsi sendiri (PLTA/PLTU) (P11).
dari tahapan HOR fase 2, dimana dalam HOR Berdasarkan 10 tindakan minimalisasi
fase 2 ini perusahaan dapat mengetahui strategi risiko yang diperoleh dari tahapan HOR 2,
penanganan yang dianggap efektif untuk maka beberapa pendekatan terkait dapat
mengurangi probabilitas agen risiko. Pada ditambahkan sebagai usulan dalam melakukan
Tabel 3.2 merupakan Tabel HOR fase 2 yang 10 tindakan tersebut menjadi strategi mitigasi
menunjukkan tindakan perusahaan yang akan risiko yang lebih efektif dengan memanfaatkan
memilih strategi yang dianggap efektif untuk disiplin keilmuan.
mengurangi probabilitas dari penyebab risiko. Usulan strategi mitigasi risiko yang
Pemilihan strategi penanganan oleh pertama yang terkait dengan tindakan
perusahaan dapat dilihat berdasarkan ranking minimalisasi risiko yang pertama, ketujuh dan
dengan melihat nilai ETD yang ada. Rangking kesembilan yaitu (P3), (P19) dan (P12). Dalam
ini berfungsi untuk menunjukkan strategi hal ini, aspek yang berkaitan dengan ketigaa
penanganan yang dapat diterapkan terlebih tindakan tersebut adalah pengembangan
dahulu. Berikut urutan prioritas tindakan sumber daya manusia. Mangkunegara (2001)
minimalisasi risiko yang akan dilakukan. mendefinisikan beberapa metode dalam

8
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 8 N0.1 Februari 2021

pengembangan karyawan (Sabyan, 2018) yaitu dalam ketersediaan bahan baku dan keamanan
: 1) Metode pelatihan, seperti : simulasi, produk serta lingkungan.
konfrensi, studi kasus dan bermain peran, Usulan strategi keempat terkait dengan
2) Metode under study adalah tindakan minimalisasi risiko kedelapan dan
mempersiapkan karyawan untuk melaksanakan kesepuluh yaitu (P17) dan (P11). Perencanaan
pekerjaan atau menempati suatu posisi jabatan pengadaan alat minimasi polusi udara (debu)
tertentu. Konsep understudy merupakan suatu sejak dini dan penambahan inverter untuk
teknik perencanaan karyawan yang menjaga stabilitas kinerja menjadi salah satu
berkualifikasi untuk meneempati posisi strategi yang penting untuk mengurangi risiko
manajer, 3) Metode job rotation adalah lingkungan yang muncul di perusahaan dan
melibatkan perpindahan karyawan dari satu berjalannya proses produksi secara lancar
pekerjaan ke pekerjaan lainnya, 4) Metode (Kurniawan, 2018). Dengan adanya strategi
coaching counseling adalah suatu prosedur perencanaan tersebut diharapkan dampak
pengajaran pengetahuan dan keterampilan lingkungan berupa polusi dan beban energi
karyawan. Berdasarkan strategi mitigasi di listrik di perusahaan yang terkait dengan
atas, maka perusahaan direkomendasikan tindakan (P11) dapat di minimalisir.
untuk menerapkan empat metode
pengembangan SDM yaitu pelatihan, 5. KESIMPULAN
understudy, job rotation, dan coaching Berdasarkan hasil prioritas risk agent
counseling. menggunakan model House of Risk 1 diperoleh
Usulan strategi mitigasi kedua yang 10 urutan terbesar sebagai prioritas risk agent
terkait dengan tindakan minimalisasi risiko berdasarkan nilai Agregate Risk Potential
kedua yaitu (P1). Hal tersebut berkaitan (ARP) yaitu kinerja karyawan buruk (A3),
dengan kebutuhan dari pelanggan. Oleh karena kebutuhan pelanggan yang tak pasti (A1),
itu salah satu pendekatan yang sesuai adalah pemasok baru (A6), spek yang diperlukan
konsep customer relationship management pelanggan khusus (A5), perusahaan belum
(CRM). Customer Relationship Management menerapkannya (Kebijakan Lingkungan)
(CRM) merupakan suatu strategi pengelolaan (A15), belum ditetapkannya kewajiban terkait
hubungan dimana perusahaan berfokus pada pemilihan jasa dengan spesifikasi lingkungan
pelanggan (Pradita, 2018). Dalam pengertian (A21), penginisiasian alat meminimasi polusi
lain mengatakan bahwa CRM adalah sebuah udara debu mahal (A17), jadwal pengiriman
sistem informasi terintegrasi yang digunakan yang tak pasti (A19), proses membutuhkan
untuk merencanakan, menjadwalkan dan daya (energi) besar (A11), dan kurang
mengendalikan kegiatan-kegiatan sebelum sadarnya karyawan akan limbah yang
penjualan dan sesudah penjualan dalam sebuah dihasilkan (A12).
organisasi. Berdasarkan hasil perhitungan
Usulan strategi ketiga terkait dengan perencanaan strategi minimalisasi risiko pada
tindakan minimalisasi risiko kedua, keempat, HOR 2 diperoleh 10 prioritas tindakan
dan keenam yaitu (P6), (P15), dan (P5). Maka minimalisasi risiko yaitu melakukan training
salah satu pendekatan yang sesuai adalah berkala untuk semua operator (P3),
konsep Supplier Relationship Managemen menetapkan kebijakan terkait pemilihan
(SRM). Menurut Browne (2004), Supplier pemasok material (P6), melakukan update
Relationship Management (SRM) merupakan permintaan pelanggan secara berkala (P1),
pendekatan yang komprehensif untuk menentukan dan memastikan pemasok untuk
mengelola interaksi antara perusahaan dengan dapat memenuhi kriteria keamanan produk dan
organisasi yang memasok barang dan jasa lingkungan (P15), memasukkan kriteria untuk
yang digunakan perusahaan (Nyamasege dan pemilihan jasa pengiriman dengan kepemilikan
Biraori, 2015). Tujuan dari SRM adalah sertifikasi lingkungan (P21), mencari bahan
menjadikan proses antar perusahaan dan baku pengganti dari vendor lokal dengan
pemasok lebih efektif dan efisien. Sehingga kualitas yang sama (P5), melakukan
dengan diterapkannya metode ini perusahaan monitoring dan konfirmasi sebelum produk
dapat mendapatkan pemasok yang sesuai siap di kirim jauh hari sebelumnya (P19),
dengan kriteria yang telah ditentukan baik perencanaan pengadaan alat minimasi debu
(P17), memberikan himbauan kepada seluruh

9
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI P-ISSN: 2355-2085
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/jisi E-ISSN: 2550-083X

karyawan untuk menggunakan kertas seefisien Globalindo intimates. Skripsi. Teknik


mungkin (P12), dan penambahan inverter baru Industri. Universitas Islam Indonesia
atau pembuatan energi untuk dikonsumsi Yogyakarta.
sendiri (PLTA/PLTU) (P11). Kusnindah, C., Sumantri, Y., & Yuniarti, R.
Berdasarkan hasil analisis 10 tindakan 2012. Pengelolaan Risiko Supply Chain
minimalisasi risiko, diperoleh 5 usulan strategi dengan Menggunakan Metode Hous of
mitigasi risiko yakni (1) mengimplementasikan Risk (HOR). 661-671.
metode pengembangan SDM dengan Natalia, C., & Robertus, A. 2015. Penerapan
melakukan training, understudy, job rotation, Model Green SCOR untuk Pengukuran
dan coaching-counseling, (2) melakukan Kinerja Green Supply Chain. Metris
pendekatan yang benar-benar berfokus pada (Jurnal Metris), 16, 97-106.
pelanggan dan meningkatkan keterbukaan Nyamangse, O.J. dan Biraori, O.E. 2015.
informasi data terkait produk jadi perusahaan Effect of Supplier Relationship
dan kebutuhan pelanggan secara berkala sesuai Management on the Effectiveness of
dengan konsep Customer Relationship Supply Chain Management in the Kenya
Management (CRM) (Pradita, 2018), (3) Public Sector. International Journal of
menetapkan kebijakan pemilihan pemasok Managing Value and Supply Chains
yang sesuai dengan kriteria keamanan produk (IJMVSC) Vol. 6, No. 1.
dan lingkungan baik lokal maupun non lokal Pradita, N & Didien, S. 2018. Perancangan
dengan pendekatan Supplier Relationship Sisten Pengukuran Kinerja Customer
Management (SRM) (Nyamangse & Biraori, Relationship Managemen (CRM)
2015), (4) merencanakan dan menganggarkan menggunakan metode CRM Scorecard
untuk pengadaan alat minimasi polusi udara pada Hotel Grage Sangkan. Jurnal.
(debu) dan penambahan inverter sejak dini Jurnal Teknik Industri Universitas
karena biaya pengadaan yang cukup mahal, Trisakti. 1, 69-76. Retrieved Desember
dan (5) komunikasi yang baik dengan pihak 28, 2018.
ketiga terkait kepemilikan sertifikat tertentu Praja, M., BI. 2017. Identifikasi dan penentuan
dan ketepatan pengiriman. metode mitigasi risiko pada rantai
pasokan perusahaan kemasan plastik
DAFTAR PUSTAKA dengan pendekatan House of Risk di PT
Azari, S., Baihaqi, I., & Bramanti, G. W. 2018. Bumimulia Indah Lestari. Skripsi.
Identifikasi risiko Green Supply Chain Teknik Industri. Universitas
Management di PT Petrokimia Gresik. Muhammadiyah Gresik.
Jurnal Sains dan Seni Pomits. Institut Pujawan, I., & Geraldin, L. 2009. House of
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Risk: A Model for Proactive Supply
7 (1), 2337-3520. Chain Risk Management. Business
Diantoro, F. B. 2017. Analisis dan strategi Process Management Journal, 15, 953-
mitigasi risiko proses bisnis plan dan 967.
source dengan pendekatan green scor Puryono, D., A & Kurniawan, S., Y. 2017.
menggunakan metode house of risk Penerapan Model Green Supply Chain
(hor) pada pt. Globalindo intimates. Management Untuk Meningkatkan Daya
Skripsi. Teknik Industri. Universitas Saing UMKM Batik Bakaran. Jurnal
Islam Indonesia Yogyakarta. Speed (Sentra Penelitian Engineering &
Susanto, F. 2016. Risk Mapping Of Bogie Edukasi), 9 (3), 1-8.
S2HD-9C Production Process that Take Ritajeng, M. M., Bahauddin, A., & Ferdinant,
Effect on Production Fulfillment at Pt. P. F. 2014. Perancangan Model
Barata Indonesia (Persero). Skripsi. Pengukuran Kinerja Green Supply
Teknik Industri. Institut Teknologi Chain Management Berdasarkan Green
Sepuluh Nopember Surabaya. SCOR Dengan Pendekatan PDCA Pada
Kurniawan, D. C. 2018. Analisis dan mitigasi Perusahaan Baja Hilir. Jurnal Teknik
risiko proses make, deliver, return Industri USAT, 1, 1-8.
dengan pendekatan model green supply Rizqiah, E. 2017. Manajemen Risiko Supply
chain operation reference ( green scor) Chain dengan Mempertimbangkan
dan metode house of risk (hor) pada pt. Kepentingan Stakeholder Pada Industri

10
JISI: JURNAL INTEGRASI SISTEM INDUSTRI Volume 8 N0.1 Februari 2021

Gula. Tesis. Teknik Industri. Institut Teknologi Cilegon. 3 (1a), 1-7 Retrieved April 5,
Sepuluh Nopember Surabaya. 2018.
Sabyan, H. 2018. Penerapan Metode House of Ulfah, M., Mohammad, S. M., Sukardi., &
Risk (HOR) pada Pengelolaan Risiko Septa, R. 2016. Analisis dan perbaikan
Rantai Pasok Perusahaan Furniture di manajemen risiko rantai pasok gula
PT. CBO. Skripsi. Teknik Industri. rafinasi dengan pendekatan House of
Universitas Muhammadiyah Gresik. Risk. Jurnal. Universitas sultan ageng
Sherlywati. 2016. Pengelolaan Risiko Rantai tirtayasa Cilegon, Banten. 1 (26), 87-
Pasok Sebagai Keunggulan Bersaing 103. Retrieved April 5, 2018
Perusahaan. Maranata Economics & Ummi, N., Akbar, G., & Muhammad, R. 2017.
Bussiness Conference 2016. Fakultas Identifikasi risiko pembuatan kue gipang
Ekonomi. Universitas Kristen sebagai makanan tradisional khas
Maranatha. Banten dengan metode House of Risk
Slack, N., Chambers, S., & Johnston, R. 2010. (HOR). Jurnal. Universitas sultan ageng
Operations Management (6th ed.). tirtayasa Banten. 1 (3c), 342-350.
London: Prentice Hall. Retrieved April 5, 2018.
Trenggonowati, D. L. 2017. Analisis penyebab Waters, D. 2007. Supply Chain Risk
risiko dan mitigasi risiko dengan Management : Vulnerability and
menggunakan metode House of Risk Resilience in Logistics. London: Kogan
pada divisi pengadaan PT XYZ. Jurnal. Page Limited.
Universitas sultan ageng tirtayasa Waters, D. 2009. Supply Chain Management
(2nd ed.). London: Palg

11

Anda mungkin juga menyukai