Anda di halaman 1dari 42

Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No.

1,Maret 2020 pp.11-19

Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry


Yogyakarta

Farid Ma’ruf1, Okka Adiyanto2, Hana Fitri Triesnaningrum3


1)
Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri, Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Ringroad Selatan, Kragilan, Tamanan, Kec. Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Email: farid.maruf@ie.uad.ac.id , okka.adiyanto@ie.uad.ac.id , hana.fitri@gmail.com

ABSTRAK

Gangguan Muskuloskeletal (MSDS) adalah salah satu keluhan yang paling umum ditemukan oleh pekerja
skala UKM, baik pekerja bidang manufaktur maupun bidang jasa. Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar
memberikan dampak postif terhadap perkembangan usaha bidang UKM jasa terutama jasa laundry. Salah satu
pekerjaan pada usaha laundry adalah menyetrika. Menyetrika pada usaha laundry merupakan kegiatan pokok
yang harus ada dan tidak memerlukan mobilitas tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi postur
tubuh operator laundry pada saat proses penyetrikaan. Jumlah operator yang diamati yaitu 3 operator dengan
2 kegiatan yaitu posisi duduk mengambil baju di atas kursi (Posisi 1) dan (Posisi 2) duduk menyetrika baju. Penelitain
ini menggunakan pendekatan metode biomekanika, standar batas aman mengacu pada NIOSH dengan gaya
tekan maksimal (FC) 6500 N pada L5/S1 dan batas gaya angkatan normal (Action Limit) sebesar 3500 N pada
L5/S1. Berdasarkan hasil yang sudah dilakukan, maka diperoleh bahwa 3 operator tersebut memiliki nilai FC pada posisi
1 yaitu 269,713 N untuk operator 1, 312,986 N untuk operator 2, dan 198,988 N untuk operator 3. Pada posisi 2 operator 1
memiliki nilai FC yaitu 349, 5 N, posisi 2 memiliki nilai 453,376 N, dan posisi 3 memiliki nilai 276,624 N. Berdasarkan dari
standar NIOSH, maka ketiga operator tersebut memilki nilai FC < AL sehingga ketiga operator tersebut memiliki posisi
yang aman.

Kata kunci: Ergonomi, Force Compressor, laundry, Action Limit, biomekanika

ABSTRACT

Musculoskelatal Disorders (MSDS) are one of the most common complaints found by SME scale workers, both
manufacturing and service workers. Yogyakarta City as a student city has a positive impact on the development of SME
services, especially laundry services. One job in the laundry business is ironing. Ironing in the laundry business is a basic
activity that must be present and does not require high mobility. In this study aims to evaluate the laundry operator's posture
during the ironing process. The number of operators observed was 3 operators with 2 activities namely sitting position
taking clothes on a chair (Position 1) and (Position 2) sitting rubbing clothes. In this study using the biomechanical method
approach, the safe limit standard refers to NIOSH with a maximum force compression (FC) 6500 N on L5 / S1 and normal
Action limit (AL) of 3500 N on L5 / S1. Based on the results that have been done, it is found that the 3 operators have FC
value at position 1 which is 269,713 N for operator 1, 312,986 N for operator 2, and 198,988 N for operator 3. At position
2, operator 1 has FC value that is 349, 5 N, position 2 has a value of 453,376 N, and position 3 has a value of 276,624 N.
Based on the NIOSH standard, the three operators have a value of FC <AL so that all three operators have a safe position.

Keywords: Ergonomic, Force Compressor, laundry, Action Limit, biomechanics

1. Pendahuluan

Perkembangan UKM yang ada di Indonesia memainkan peran penting dalam mengoptimalkan struktur ekonomi dan
stabilitas sosial [10]. UKM menjadi slaah satu pembuka lapangan pekerjaan bagi negara-negara berkembang
seperti indoneisa [11]. Banyak sektor UKM tumbuh di Indonesia mulai dari bisnis makanan, manufaktur hingga
dalam bidang sektor jasa. Sebagian besar UKM di Indonesia masih menggunakan tenaga manusia dalam
melakukan pekerjaan. Pekerjaan ini meliputi sifat fisik pekerjaanya mulai dari proses pengambilan maupun
dalam proses perakitan [17]. Manusia membutuhkan waktu istirahat yang cukup sehingga tingkat produktivitas
tenaga kerja akan meningkat [5]. Selain itu untuk meningkatkan produktivitas maka diperlukan perancnagan
stasiun kerja yang ergonmis. Berdarkan definisinya ergonomic merupakan ilmu, teknologi, dan seni untuk
menyelaraskan alat dan cara kerja manusia pada kondisi kerja dan lingkungan yangs ehat, aman, nyaman, dan
efisien untuk mendapatkan produktivitas yang setinggi-tingginya [14]. Tujuan utama perancangan dengan

11
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

menerapkan ilmu ergonomi adalah untuk menghasilkan sistem kerja yang lebih produktif dengan kualitas kerja
yang lebih baik.

Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar sangat memberikan dampak positif dan bermanfaat bagi para warganya.
Salah satu dampak positif tersebut adalah banyak bermunculan unit-unit usaha di kota Yogyakarta, terutama daerah-daerah
yang dekat dengan perguruan tinggi. Laundry merupakan unit usaha yang saat ini banyak bermunculan di kota Yogyakarta,
tidak hanya di tengah kota Yogyakarta tetapi sudah masuk ke daerah-daerah kecil bahkan gang yang hanya bisa dilalui oleh
kendaraan roda dua. Adanya usaha laundry untuk mempermudah masalah pekerjaan rumah tangga disela-sela
waktu kerja atau kuliah yang cukup padat. Alasan kepraktisan serta biaya yang dipandang cukup murah
membuat keberadaan usaha laundry semakin banyak ditemui di lingkungan sekitar. Harga yang diberikan juga
sangat bervariasi tergantung layanan yang diberikan, mulai harga rata-rata hingga harga yang luar biasa. Harga yang
bervariasi tersebut tentunya memiliki pangsa pasar dan konsumennya masing-masing. Walaupun secara harga bervariasi,
namun untuk proses produksi tidak ada perbedaan antara laundry dengan harga yang rata-rata dengan harga yang mahal.

Salah satu proses produksi yang ada pada industri laundry adalah penyetrikaan. Penyetrikaan merupakan salah satu stasiun
kerja yang dapat dikatakan paling penting pada industri laundry ini. Hal ini dikarenakan rata-rata orang pergi ke laundry
menginginkan pakaiannya menjadi harum dan rapi. Sehingga pekerjaan pada stasiun kerja ini menjadi sangat penting dan
memerlukan konsentrasi yang tinggi. Berdasarkan survei yang telah dilaksanakan, stasiun kerja ini justru merupakan
merupakan stasiun kerja yang paling melelahkan di antara stasiun kerja yang lain yang terdapat pada industri laundry. Hal
ini dikarenakan operator bekerja pada ruangan dengan suhu kamar dan berhadapan langsung dengan alat seterika yang pada
dasarnya menghasilkan panas. Selain dipengaruhi oleh kondisi ruangan, operator mudah mengalami kelelahan karena posisi
kerja yang kurang ergonomis. Sebagian besar pekerja memiliki postur kerja yang tidak ergonomisyanitu terlalu
membungkuk, jangkauan tangan dan perlatan kerja yang tidak sesuai anthropometri [1].

Kegiatan menyetrika ini sangat sederhana dan bisa dikatakan tidak memerlukan keahlian serta sertifikasi khusus untuk
mengoperasikannya. Pada kenyatannya, menyetrika merupakan kegiatan yang cukup banyak menguras energi karena
memerlukan tenaga dengan sedikit penekanan ditambah dengan pengaruh suhu yang cukup panas. Walaupun begitu,
menyetrika juga memiliki kelebihan yakni tidak memerlukan mobilitas yang tinggi serta area jangkauan tangan yang tidak
terlalu luas. Menyetrika tidak memiliki standar atau aturan khusus sehingga setiap operator memiliki cara dan aturan sendiri
dalam menyetrika berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Tetapi, idealnya menyetrika dilakukan dengan posisi duduk,
berdiri, maupun duduk berdiri secara bergantian untuk menghindari kebosanan, mudah lelah, serta otot statis. Pada aktivitas
menyetrika pada Laundry Nafiri, operator menyetrika dengan cara duduk di atas kursi selain itu operator diharuskan bekerja
selama 8 jam perhari.

Banyak penelitian yang sudah mengaplikasikan metode biomekanika untuk memberikan saran perancangan stasiun kerja
selanjutnya. Pada penelitian [13] mengaplikasikan biomekanika pada aktivitas pemindahan pallet. Penelitian selanjutnya [8]
melakukan analisa biomekanika pada pembuatan desain tas sekolah untuk anak usia 6-12 tahun. Pada penelitian [12]
melakukan evaluasi pada pencuci karpet pada industry karpet. Dari beberapa penelitian tersbut belum ada penelitian yang
khusus pada sektor jasa terutama jasa laundry. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dibahas mengenai evaluasi operator
dalam bidang jasa terutama jasa laundry. Pada penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisa posisi kerja operator
menggunakan pendekatan biomekanika dengan memperhitungkan nilai MPL.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di usaha Laundry Nafiri yang berlamatkan di Janturan Warungboto Yogyakarta.
Laundry Nafiri beroperasi selama 8 jam. Penelitian ini diawali dengan melakukan pengamatan langsung ke
Laundry Nafiri untuk mengetahui masalah yang terjadi. Dari identifikasi yang telah dilakukan, maka
ditemukanlah masalah berupa posisi kerja operator setrika yang tidak ergonomis. Hal tersebut dapat terlihat dari
tinggi kursi dan meja seterika yang digunakan tidak sesuai dengan postur tubuh dari operator seterika tersebut.
Selain itu, jarak antara meja setrika dengan kursi yang digunakan memiliki jarak yang cukup besar.

Langkah selanjutnya yakni perumusan masalah terhadap masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya,
kemudian dilanjutkan dengan penentuan tujuan dari penelitian ini. Pengumpulan data diperlukan pada tahap
selanjutnya untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam merancang sikap dan stasiun kerja operator
seterika secara ergonomis agar operator tidak merasa cepat lelah pada saat bekerja. Data-data yang diperlukan
antara lain: data perhitungan Manual Material Handling (MMH) [2,7] .

Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dilanjutkan dengan analisis hasil pengolahan tersebut sehingga
diperoleh hasil seberapa besar pengauh posisi serta stasiun kerja yang ada terhadap produktivitas kerja. Analisis
hasil pengolahan data tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk menentukan solusi permasalahan

12
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

tersebut yang berupa perbaikan posisi serta statiun kerja seterika pada Laundry Nafiri.Akhir dari penelitian ini
ditutup dengan pembuatan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran kepada pemilik Laundry
Nafiri untuk merubah posisi dan stasiun kerja secara ergonomis serta kepada peneliti setelahnya jikalau masih
ada kekurangan dan butuh penyempurnaan dari penelitian ini.

3. Hasil dan Pembahasan

Pengumpulan Data

Data awal yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data nama, tinggi badan, dan berat badan operator. Tabel 1, Tabel 2
merupakan panjang segmen tubuh dari operator, Tabel 3 merupakan berat segmen tubuh, dan juga Tabel 4 merupakan
tabel pusat masa tubuh dari operator.

Tabel 1. Data tinggi dan berat operator


Tinggi badan Berat Berat
No. Nama operator
(m) badan (kg) benda (kg)
1. Cristina 1.55 51 3
2. Sutarwati 1.65 44 3
3. Maryani 1.63 45 3

Tabel 2. Panjang segmen tubuh


Segmentasi tubuh Segmen panjang
(digunakan dalam contoh kerja) (*H)
Telapak tangan 0.108
Lengan bawah 0.146
Lengan atas 0.186
Tinggi mata 0.936
Tinggi bahu 0.818
Tinggi saku 0.63
Tinggi genggaman tangan posisi relaks ke bawah 0.485
Tinggi paha 0.53
Tinggi betis 0.285
Tinggi mata kaki 0.389
Panjang kaki 0.152
Lebar kaki 0.555
Punggung 0.288
Paha 0.245
Betis 0.246
Sumber: [4]

Tabel 3. Berat segmen tubuh


Segmentasi tubuh Segmen berat Segmentasi tubuh Segmen berat
Kepala dan leher 0.084 Punggung 0.5
Telapak tangan 0.006 Paha 0.1
Lengan bawah 0.017 Betis 0.043
Lengan atas 0.028 Kaki 0.014
Sumber: [15]

Tabel 4. Pusat massa tubuh

Segmentasi tubuh
Pusat massa atas Pusat massa bawah
(digunakan dalam contoh kerja)
Telapak tangan 50.6% 49.4%
Lengan bawah 43% 57%
Lengan atas 43.6% 56.4%
Upper limb 60.4% 39.6%
Paha 43.3% 56.7%
Betis 43.3% 56.7%
Kaki 42.9% 57.1%
Sumber: [15]

13
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

Pengolahan Data

Pada pengolahan data ini, terdapat masing-masing dua posisi kerja yang akan dihitung dan dijadikan sebagai sampel yaitu
posisi kerja pada operator 1, yakni posisi 1 berupa posisi duduk mengambil baju di atas kursi dan posisi 2 berupa posisi
menyetrika baju. Sampel yang dimaksud adalah berupa dokumentasi dan perhitungan sudut untuk operator 1. Berikut ini
pengolahan data pada setiap posisi duduk:

1. Gaya dan Momen pada Setiap Segmen Tubuh

a. Posisi 1 (Duduk Mengambil Baju di atas Kursi) dan Free Body Diagram untuk Operator 1

Gambar 1. Posisi duduk mengambil baju di atas kursi (posisi 1 operator 1)

Gambar 2. Free body diagram posisi 1 operator 1

Tabel 5. Tabel segmentasi dan sudut tubuh pada posisi 1 operator 1


Segmen tubuh Berat (N) Panjang (m) Pusat massa () Sudut ()
Telapak tangan 3.06 0.17 49.4% 72.9
Lengan bawah 8.67 0.23 57% 77.1
Lengan atas 14.28 0.29 56.4% 70.4
Punggung 255 0.45 39.6% 87.6
Paha 51 0.38 56.7% 26.4
Betis 21.93 0.38 56.7% 106.3
Kaki 7.14 0.24 57.1% 57.1

14
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

Tabel 6. Tabel segmentasi dan sudut tubuh pada posisi 1 operator 2


Segmen tubuh Berat (N) Panjang (m) Pusat massa () Sudut ()
Telapak tangan 2.64 0.18 49.4% 70.1
Lengan bawah 7.48 0.24 57% 65.8
Lengan atas 12.32 0.31 56.4% 60.5
Punggung 220 0.48 39.6% 90
Paha 44 0.40 56.7% 15.1
Betis 18.92 0.41 56.7% 110.8
Kaki 6.16 0.25 57.1% 50.3

Tabel 7. Tabel segmentasi dan sudut tubuh pada posisi 1 operator 3


Segmen tubuh Berat (N) Panjang (m) Pusat massa () Sudut ()
Telapak tangan 2.7 0.17 49.4% 75.3
Lengan bawah 7.65 0.24 57% 80.1
Lengan atas 12.6 0.30 56.4% 69.2
Punggung 225 0.47 39.6% 90
Paha 45 0.40 56.7% 30.5
Betis 19.35 0.40 56.7% 95.4
Kaki 6.3 0.25 57.1% 60.2

Berat (N) merupakan hasil perkalian antara berat segmen tubuh dengan berat badan. Panjang (m) merupakan hasil perkalian
antara panjang segmen tubuh dengan tinggi tubuh.

b. Posisi 2 (Duduk Menyetrika Baju)

Gambar 3. Posisi 2 (duduk menyetrika baju) operator 1

15
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

Gambar 4. Free body diagram posisi 2 operator 1

Tabel 8. Segmentasi dan sudut tubuh pada posisi 2 operator 1


Segmen tubuh Berat (N) Panjang (m) Pusat massa () Sudut ()
Telapak tangan 3.06 0.17 49.4% 74.2
Lengan bawah 8.67 0.23 57% 6.1
Lengan atas 14.28 0.29 56.4% 58.67
Punggung 255 0.45 39.6% 93
Paha 51 0.38 56.7% 34.3
Betis 21.93 0.38 56.7% 111.4
Kaki 7.14 0.24 57.1% 21

Tabel 9. Segmentasi dan sudut tubuh pada posisi 2 operator 2


Segmen tubuh Berat (N) Panjang (m) Pusat massa () Sudut ()
Telapak tangan 2.64 0.18 49.4% 75.7
Lengan bawah 7.48 0.24 57% 8.2
Lengan atas 12.32 0.31 56.4% 55.8
Punggung 220 0.48 39.6% 90
Paha 44 0.40 56.7% 30.2
Betis 18.92 0.41 56.7% 112.6
Kaki 6.16 0.25 57.1% 18.6

Tabel 10. segmentasi dan sudut tubuh pada posisi 2 operator 3


Segmen tubuh Berat (N) Panjang (m) Pusat massa () Sudut ()
Telapak tangan 2.7 0.18 49.4% 77.3
Lengan bawah 7.65 0.24 57% 10.1
Lengan atas 12.6 0.30 56.4% 61.9
Punggung 225 0.47 39.6% 95.1
Paha 45 0.40 56.7% 35.3
Betis 19.35 0.40 56.7% 110.7
Kaki 6.3 0.25 57.1% 20.4

Berat (N) merupakan hasil perkalian antara berat segmen tubuh dengan berat badan. Panjang (m) merupakan hasil perkalian
antara panjang segmen tubuh dengan tinggi tubuh.

2. Analisis Gaya dan Momen pada Segmen Tubuh

Dari perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan pada setiap segmen tubuh, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

16
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

Tabel 11. Rekapitulasi nilai momen segmen tubuh tiap posisi untuk operator 1
Momen (Nm) Gaya (N)
No Segmen tubuh
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi 2
1 Telapak tangan 0.89 0.82 18.06 18.06
2 Lengan bawah 2.05 6 26.73 26.73
3 Lengan atas 5.42 11.21 41.01 41.01
4 Punggung 14.25 18.15 337.02 337.03
5 Paha 113.62 107.3 388.02 388.02
6 Betis 70.77 51.58 409.95 409.95
7 Kaki 169.99 150.81 417.09 417.09

Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa nilai momen pada segmen kaki sebesar 169.99 Nm tersebut lebih besar
dibandingkan dengan posisi 2 yang memiliki nilai momen kaki sebesar 150.81 Nm.

Tabel 12. Rekapitulasi nilai momen segmen tubuh tiap posisi untuk operator 2
Momen (Nm) Gaya (N)
No Segmen tubuh
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi 2
1 Telapak tangan 1.07 0.78 17.64 17.64
2 Lengan bawah 3.23 6 25.12 25.12
3 Lengan atas 8.08 11.53 37.44 37.44
4 Punggung 16.16 23.06 294.88 294.88
5 Paha 114.31 106.63 338.88 338.88
6 Betis 63.92 52.09 357.8 357.8
7 Kaki 156.08 144.26 363.96 363.96

Pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa nilai momen pada segmen kaki sebesar 156.08 Nm tersebut lebih besar
dibandingkan dengan posisi 2 yang memiliki nilai momen kaki sebesar 144.26 Nm.

Tabel 13. Rekapitulasi nilai momen segmen tubuh tiap posisi untuk operator 3
Momen (Nm) Gaya (N)
No Segmen tubuh
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi 2
1 Telapak tangan 0.79 0.69 17.7 17.7
2 Lengan bawah 1.69 5.85 25.35 25.35
3 Lengan atas 5.19 10.49 37.95 37.95
4 Punggung 10.38 14.09 300.9 300.95
5 Paha 100.85 97.66 345.9 345.9
6 Betis 87.39 47.08 365.25 365.25
7 Kaki 180.33 140.03 371.55 371.55

Pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa nilai momen pada segmen kaki sebesar 198.36 Nm tersebut lebih besar
dibandingkan dengan posisi 2 yang memiliki nilai momen kaki sebesar 150.81 Nm.

3. Perhitungan MPL

Dari perhitungan gaya dan momen di atas kemudian dilanjutkan lagi untuk mengolah data tersebut menggunakan metode
MPL (Maximum Permissible Limit) dari ketiga operator yang menjadi objek dalam penelitian ini dengan masing-masing
operator dilihat dari 2 posisi.

Tabel 14. Perhitungan MPL Operator 1


Gaya perut (FA) dan Gaya otot pada Gaya kompres Gaya kompresi pada
tekanan perut (PA) spinal elector pada L5/S1 kaki
No Posisi
PA FA Wtot FM FC Wtot Fcf
(N/m2) (N) (N) (N) (N) (N) (N)
1 1 3.12 0.0145 337.02 284.99 269.713 160.14 571.061
2 2 0.23 0.0011 337.02 363.02 349.5 160.14 635.309

17
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

Tabel 15. Perhitungan MPL Operator 2


Gaya perut (FA) dan Gaya otot pada Gaya kompres Gaya kompresi pada
tekanan perut (PA) spinal elector pada L5/S1 kaki
No Posisi
PA FA Wtot FM FC Wtot Fcf
(N/m2) (N) (N) (N) (N) (N) (N)
1 1 3.26 0.0152 264.88 323.14 312.986 138.16 548.785
2 2 0.88 0.0041 264.88 461.23 453.376 138.16 681.605

Tabel 16. Perhitungan MPL Operator 3


Gaya perut (FA) dan Gaya otot pada Gaya kompres Gaya kompresi pada
tekanan perut (PA) spinal elector pada L5/S1 kaki
No Posisi
PA FA Wtot FM FC Wtot Fcf
(N/m2) (N) (N) (N) (N) (N) (N)
1 1 1.28 0.0059 270.9 207.49 198.988 141.3 439.714
2 2 0.42 0.002 270.9 281.82 276.624 141.3 508.097

4. Analisis Gaya Kompresi dan Momen

Standar batas aman mengacu pada The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan batasan
gaya angkat maksimum berdasarkan gaya tekan 6500 N pda L5/S1. Batasan gaya angkatan normal (Action Limit) sebesar
3500 N pada L5/S1, sehingga: Fc < AL, maka postur aman; AL < Fc < MPL, maka perlu hati-hati; Fc > MPL, maka postur
berbahaya [3, 6, 9, 16]. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada posisi 1 untuk operator 1 menghasilkan gaya kompresi
L5/S1 sebesar 269.713 N dan pada posisi 2 sebesar 349.5 N. Kedua nilai dari kedua posisi tersebut untuk operator 1 kurang
dari 3500 N sehingga dapat dikatakan pekerjaan pada kedua posisi tersebut tidak membahayakan bagi pekerja. Selain gaya
kompresi L5/S1 pada operator 1 ini juga terdapat gaya kompresi pada kaki yang memiliki nilai sebesar 571.061 N pada
posisi 1 dan 635.309 N pada posisi 2. Kedua nilai gaya kompresi pada kaki operator 1 tersebut kurang dari 3500 N sehingga
bisa dikatakan bahwa pekerjaan tersebut tidak membahayakan bagi pekerja.

Pada operator 2 diperoleh juga nilai gaya kompresi L5/S1 sebesar 312.986 N pada posisi 1 dan 453.376 N pada posisi 2.
Kedua nilai gaya kompresi L5/S1 tersebut kurang dari 3500 N sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan
tersebut tidak membahayakan bagi operator 2. Sedangkan gaya kompresi pada kaki untuk operator 2 memiliki nilai sebesar
548.785 N pada posisi 1 dan 681.605 N pada posisi 2. Gaya kompresi L5/S1 untuk operator 3 masing-masing memiliki nilai
sebesar 198.988 N pada posisi 1 dan 276.624 N pada posisi 2. Kedua nilai gaya kompresi L5/S1 untuk operator 3 kurang
dari 3400 N sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan tidak membahayakan bagi operator 3. Sedangkan
gaya kompresi pada kaki bagi operator 3 memiliki nilai masing-masing sebesar 439.714 N pada posisi 1 dan 508.097 N
pada posisi 2. Kedua nilai kompresi pada kaki bagi operator 2 kurang dari 3400 N sehingga dapat dikatakan pekerjaan yang
dilakukan tidak membahayakan bagi operator 3.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat tiga operator dengan masing-masing dua posisi kerja yang dianalisis yaitu
posisi 1 saat pengambilan baju dan posisi 2 yaitu saat menyetrika baju. Hasil analisis biomekanika tersebut menjelaskan
bahwa kegiatan yang dilakukan oleh ketiga operator dengan masing-masing dua posisi kerja tersebut tidak membahayakan
bagi pekerja. Perlu dilakukan analisis kembali menggunakan metode lainnya seperti metode SSP, LBA, RULA, dan OWAS
untuk penentuan perbaikan pada stasiun kerja penyetrikaan.

Daftar Pustaka

[1] Adiyanto, O., Prasetyo, F., A., & Ramadhani, F., K, “Manual Material Handling In The
‘karung’ Lifting Process Using Biomechanic and Physiologi Approach, SAINTEK. 24(1)
(2019).
[2] Angkoso, G., C., R, Analisis tingkat Resiko ergonomi Berdasarkan aspek pekerjaan pada
pekerja laudry sektor Usaha Informal Dikecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
(2013).
[3] Buckle, P., W., & Devereux, J., J, The nature of work-related neck and upper limb
musculoskeletal disorders, Applied Ergonomics. (2002).
[4] Caffin, D., B., Andersson, G., B., & Martin, B., J, Occupational Biomechanics, Fourth edition.

18
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19

Wiley. (2006).
[5] De Jesus Pacheco, D., A., Ten Caten, C., S., Jung, C., F., Sassanelli, C., & Terzi, S,
Overcoming barriers towards Sustainable Product-Service Systems in Small and Medium-
sized enterprises: State of the art and a novel Decision Matrix, Journal of Cleaner Production.
222 (2019) 903–921.
[6] Dev, M., Bhardwaj, A., & Singh, S, Analysis of work-related musculoskeletal disorders and
ergonomic posture assessment of welders in unorganised sector: A study in Jalandhar, India,
International Journal of Human Factors and Ergonomics. 5(3) (2018) 240–245.
[7] Mas’idah, E., Fatmawati, W., & Ajibta, L, Analisa Manual Material Handling (MMH) dengan
Menggunakan Metode Biomekanika Untuk mengidentifikasi Resiko Cidera Tulang Belakang
(Musculoskeletal Disorder), Majalah Ilmiah Sultan Agung. 45(119) (2009) 37–56.
[8] Mououdi, M., A., Akbari, J., & Mousavinasab, S., N, Ergonomic design of school backpack by
using anthropometric measurements for primary school students (6–12 years), International
Journal of Industrial Ergonomics. 67(March) (2018) 98–103.
[9] Peppoloni, L., Filippeschi, A., Ruffaldi, E., & Avizzano, C., A. (WMSDs issue) A novel
wearable system for the online assessment of risk for biomechanical load in repetitive efforts,
International Journal of Industrial Ergonomics. 52 (2014) 1–11.
[10] Prashar, A, Towards sustainable development in industrial small and Medium-sized
Enterprises: An energy sustainability approach, Journal of Cleaner Production. 235 (2019)
977–996.
[11] Sanjog, J., Patel, T., & Karmakar, S, Occupational ergonomics research and applied contextual
design implementation for an industrial shop-floor workstation, International Journal of
Industrial Ergonomics. 72 (2019) 188–198.
[12] Singh, A., K., Meena, M., L., Chaudhary, H., & Dangayach, G., S, Ergonomic assessment and
prevalence of musculoskeletal disorders among washer-men during carpet washing:
Guidelines to an effective sustainability in workstation design, International Journal of Human
Factors and Ergonomics. 5(1) (2007) 22–43.
[13] Siska, M., & Angrayni, S., A, Analisis Postur Kerja Manual Material Handling pada Aktivitas
Pemindahan Pallet Menggunakan Rappid Upper Limb Activity (RULA) di PT. Alam Permata
Riau, Jurnal Sains, Teknologi, dan Industri. 15(2) (2018) 77–86.
[14] Tarwaka, S., Bakri, H., A., & Sudiajeng, L, Ergonomi Untuk Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja. (2004).
[15] Tayyari, F., F., & Smith, J, Occupational ergonomics. 3(0) (2015).
[16] Trask, C., Teschke, K., Morrison, J., Village, J., Johnson, P., & Koehoorn, M, Using
observation and self-report to predict mean, 90th percentile, and cumulative low back muscle
activity in heavy industry workers, Annals of Occupational Hygiene. 54(5) (2009) 595–606.
[17] Vignais, N., Miezal, M., Bleser, G., Mura, K., Gorecky, D., & Marin, F, Innovative system for
real-time ergonomic feedback in industrial manufacturing, Applied Ergonomics. 44(4) (2013)
566–574.

19
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

Penilaian Postur Pekerja Pengangkatan Galon Dengan


Metode REBA dan Biomekanika
Muhammad Safri Setiawan*1), Intania Widyantari Kirana2), Arum Dwi Cahyani3),
Muhammad Ragil Suryoputro S.T., M.Sc.*4)
1)
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, Jalan
Kaliurang Km. 14,5, Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55584, Indonesia
Email: safrim6@gmail.com, intaniawidyantari@gmail.com, arumdc14@gmail.com,
ragil.suryoputro@uii.ac.id

ABSTRAK
Kegiatan pemindahan material secara manual dengan tenaga manusia merupakan aktivitas yang sesekali
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah kegiatan pengangkatan galon di depo air
XYZ. Apabila kegiatan pengangkatan tersebut dilakukan berulang kali dengan postur kerja yang salah
maka akan mengakibatkan MSDs. Tujuan penelitian ini yaitu meminimalkan penyebab terjadinya MSDs
pada postur kerja operator dalam pengangkatan galon yang dilakukan secara manual di depo air XYZ.
Identifikasi permasalahan postur kerja operator menggunakan metode REBA yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat resiko kesalahan postur pekerja. Kemudian dilakukan identifikasi menggunakan
model biomekanika untuk mengetahui beban yang diterima oleh L5/S1 sehingga dapat meminimalisir
lebih detail dari faktor lain penyebab MSDs. Hasil menunjukkan bahwa penilaian REBA masuk dalam
kategori tinggi dan dibutuhkan perbaikan segera. Sementara hasil gaya tekan pada L5/S1 sebesar 3601 N
masuk dalam klasifikasi hati-hati. Maka diperlukan rekomendasi berupa perbaikan postur dengan
penilaian RWL untuk mengurangi masalah muskuloskeletal menjadi lebih rendah.

Kata kunci: Biomekanika, Musculoskeletal, Pengangkatan, REBA, RWL

1. Pendahuluan
Salah satu kegiatan sehari-hari yang sering dilakukan yaitu aktivitas pengangkatan material
dan sering dilakukan secara manual degan tenaga manusia. Contohnya seperti dalam kegiatan
lantai produksi pembuatan sepeda motor yang berupa aktivitas pengangkatan sparepart dan
kemudian merakitnya. Bahkan pada sistem produksi yang modernpun aktivitas pengangkatan
secara manual masih dipraktikkan pada saat peralatan teknik yang digunakan tidak
memungkinkan (Sukania., 2012).
Salah satu penyebab yang dapat menimbulkan kecelakaan dalam dunia industri yaitu
apabila kegiatan pengangkatan material dilakukan dengan tidak ergonomis secara manual oleh
tenaga manusia. “Over exertionlifting and carrying” merupakan sebutan untuk kecelakaan
industri yang diakibatkan oleh pemindahan material secara manual sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan tubuh akibat beban angkat yang berlebihan. Dalam kurun waktu 1982-1985
berdasarkan data statistik di negara bagian New South Wales nilai rata-rata kecelakaan tersbut
mencapai 18%. Dari data kecelakaan tersebut 5 % diantaranya disebabkan oleh hernia,
sementara sisanya disebabkan oleh rasa nyeri yang berlebihan atau strain. Bagian tubuh yang
paling sering terkena strain menurut data tersebut adalah bagian punggung yaitu sebesar 61%
(Hikmah dkk., 2015).
Menurut Sukania (2014) parameter yang dapat menjadi pengaruh dalam kegiatan
pengangkatan yaitu jarak horizontal antara beban yang diangkat dengan pekerja, berat beban
dalam pengangkatan, perbadingan berat pekerja dengan beban yang diangkat. Musculoskeletal
disorders (MSDs) atau yang sering disebut sebagai gangguan otot rangka merupakan cedera
pada bagian jaringan lunak sistem saraf. MSDs merupakan cedera yang banyak dialami oleh
pekerja pada kegiatan pengangkatan material secara manua (Hikmah dkk., 2015).
Selama tahun 2007-2010 menurut hasil dari Strategi Nasional Kesehatan Kerja,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang menyataka jika 40,5% pekerja memiliki
B18.1
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

pekerjaan yang dapat menimbulkan hubungan dengan keluhan gangguan kesehatan, salah satu
diantaranya merupakan gangguan muskuloskeletal sebesar 16%. Depo air minum menjadi salah
satu indsutri yang semakin berkembang di Indonesia hal ini juga didukung oleh data menurut
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember (2014), yang menyatakan bahwa 232 depo air minum
berdiri di Jember. Berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa hanya 3 depo yang
menerapkan pemberian informasi cara angkut pengangkatan yang benar kepada pekerjanya,
sedangkan 38 depo sisanya diketahui bahwa pekerjanya menerapkan postur kerja yang tidak
aman pada saat melakukan pengangkatan galon (Hikmah dkk., 2015).
Pada depo air mineral, terdapat pekerja yang melayani pengangkatan galon. Pengaktan
galon tersebut memerlukan perhatian khusus dari teknis pengangkatan serta benda yang dibawa.
Oleh karena adanya permasalahan yang ditimbulkan dari pengangkatan beban secara manual
sehingga tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh serta melakukan analisis antara
aktivitas kerja dan beban angkat terhadap risiko terjadinya kelelahan musculoskeletal. Tujuan
tersebut didukung dengan penilaian postur pekerja pengangkatan galon menggunakan metode
REBA untuk mengetahui tingkat risiko kesalahan postur kerja yang dilakukan. Kemudian
dilakukan juga penilaian postur menggunakan biomekanika untuk melaukan justifikasi lebih
lanjut terhadap beban yang diterima oleh L5/S1 operator pada saat melakukan aktivitas
pengangkatan beban secara manual, sehingga dapat meminimalisir dengan lebih detail berbagai
faktor yang dapat menimbulkan MSDs.

2. Metode
Dalam penilaian postur kerja pekerja pengangkatan galon menggunakan 1 responden yang
bekerja sebagai jasa angkut air mineral galon. Penelitian dilakukan di Depo Air Mineral XYZ
Yogyakarta. Pada penelitian ini melakukan penilaian postur kerja menggunakan metode Rapid
Entire Body Assessment (REBA). Metode REBA dikenal sebagai penilaian postur kerja seorang
pekerja untuk menilai beberapa bagian postur tubuh diantaranya leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan, dan kaki pengaruh dari faktor coupling, beban yang dibawa, dan jenis
aktivitas pekerja. Untuk pengambilan data metode REBA, dibutuhkan perekaman video untuk
memperoleh proses pengangkatan pekerja pengangkat galon dan mengambil cuplikan layer
dengan posisi terburuk pekerja. Setelah memperoleh gambar posisi terburuk pekerja, penentuan
sudut-sudut bagian tubuh pekerja dengan software Corel Draw meliputi sudut punggung, leher,
lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Setelah penentuan besar sudut tubuh
pekerja dalam bentuk cuplikan layar, penilaian skor REBA dilakukan dengan software
ErgoFellow. Klasifikasi dalam skor akhir REBA yaitu:
Tabel 1. Action Level Metode REBA (Al-Madani & Dababneh., 2016)
Action Level Skor REBA Level Resiko Tindakan Perbaikan
0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu
1 2-3 Rendah Mungkin perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8-10 Tinggi Pelu segera
4 11-15 Sangat tinggi Perlu saat ini juga

Metode selanjutnya untuk mendukung hasil postur kerja yaitu pengukuran gaya tekan pada
di L5/S1 yang bisa disebut biomekanika. Biomekanika juga dapat didefenisikan sebagai
hubungan antara pekerja secara fisik dengan mesin yang digunakan, material dari benda, dan
peralatan yang bertujuan untuk meminimalkan keluhan-keluhan pada rangka otot pekerja.
Namun prinsip biomekanika yang digunakan dalam penelitian ini dapat memperkirakan

B18.2
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

besarnya gaya tekan yang diterima atau momen resultan pada L5/S1 untuk suatu kegiatan
pengangkatan pekerja (Chaffin & Anderson., 1991). Kegiatan pengangkatan tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai aman, hati-hati, atau berbahaya di titik L5/S1. Model pengangkatan
biomekanika meliputi sistem yang disambungkan antara pinggul dan segmen tulang belakang
lebih tepatnya pada disc L5/S1 atau ruas tulang belakang lumbar ke 5 dan sakrum ke 1. Model
tersebut juga mempengaruhi tekanan perut (abdominal pressure) dimana abdominal pressure
berfungsi untuk menjaga kestabilan badan saat dikenai momen dan gaya yang diberikan dari
pekerja. Dalam menjaga keseimbangan tubuh tersebut, gaya tekan pada L5/S1 dapat diimbangi
dengan gaya otot pada spinal erector atau FM dan gaya perut atau FA sebagai pengaruh dari
tekanan perut (PA) untuk menjaga kestabilan badan karena pengaruh momen dan gaya (Tayyari
& Smith., 1997)
Setiap batasan gaya angkat memiliki batasan tersendiri yaitu Action Limit atau AL. Action
Limit merupakan nilai batas gaya angkat beban normal yang telah direkomendasikan oleh
NIOSH. Adapun istilah MPL atau Maximum Permissible Limit yaitu nilai batas gaya tekan pada
segmen L5/S1. Nilai dari AL atau MPL memiliki satuan Newton yang telah distandarkan oleh
NIOSH. Penggunaan titik L5/S1 sebagai penentuan batasan gaya angkat karena L5/S1
merupakan salah satu titik rawan pada kerangka manusia saat sedang bekerja. Titik L5/S1
memiliki disc atau selaput yang berisi cairan. Disc berfungsi untuk meredam terjadinya
pergerakan antar ruas di L5/S1. Jika hasil gaya tekan dari suatu aktivitas kerja melebihi batas
MPL, maka akan terjadi kelumpuhan dikarnakan pecahnya disc (Nurmianto., 1991).

Gambar 1. Klasifikasi gaya tekan pada L5/S1 (Siregar dkk., 2018)

Kenyamanan yang dirasakan pekerja sangat menunjang dalam meningkatnya produktivitas


pekerja baik itu kinerja maupun dari perusahaannya, sehingga pihak yang bertanggung jawab di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja harus mempertimbangkan faktor bahaya yang
ditimbulkan. Salah satunya adalah aktivitas pengangkatan pekerja. Sebaiknya aktivitas manual
material handling tidak membahayakan pekerja dan tidak menimbulkan rasa sakit pada pekerja
(Mas'idah dkk., 2009). MMH (manual material handling) atau aktivitas pengangkatan secara
manual adalah aktivitas yang tergolong sebagai kerja berat. Teknis dari pengangkatan suatu
pekerjaan menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan pada aktivitas
pengangkatan. Salah satu faktor resiko yang terjadi jika terdapat kesalahan cara pengangkatan
suatu beban adalah otot merasakan beban yang sangat berat saat terangkat sehingga
menyebabkan robeknya intervertebral discs yang terdapat pada punggung pekerja (Grandjean.,
1986). Dalam MMH, dibutuhkan rekomendasi dari analisis nilai batas beban yang dapat
diangkat oleh pekerja tanpa menimbulkan resiko cidera tubuh baik pekerjaan tersebut dilakukan
berulang dan jangka waktu lama yang dapat disebut RWL (Recommended Weight Limit).
Penyelesaian nilai RWL diperoleh dengan persamaan yang direkomendaiskna oleh NIOSH:
RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM
Keterangan:
LC = konstanta pembebanan = 23 kg
HM = Faktor pengali horizontal
VM = Faktor pengali vertikal
DM = Faktor pengali perpindahan
B18.3
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

AM = Faktor pengali asimetrik


FM = Faktor pengali frekuensi
CM = Faktor pengali kopling
Setelah mengetahui besar nilai RWL yang dipengaruhi oleh 7 faktor sesuai dengan rumus
RWL, dilakukan perhitungan Lifting Index untuk mengetahui angka index pengangkatan agar
tidak menimbulkan resiko cidera tulang belakang dengan perhitungan sebagai berikut:
LI =

Jika nilai LI melebihi 1 maka berat beban yang diangkat melebihi batas pengangkatan yang
direkomendasikan. Sehingga aktivitas tersebut dikatakan beresiko cidera tulang belakang. Jika
LI kurang dari 1, berat beban yang diangkat tidak melebihi batas pengangkatan yang
direkomendasikan sehingga aktivitas tersebut tidak mengandung resiko cidera tulang belakang.

3. Hasil dan Pembahasan


Pada perhitungan dengan menggunakan metode REBA tidak memerlukan waktu yang lama
untuk mengisi dan memberikan penilaian dengan cara manual pada jenis aktivitas yang
menunjukkan perlu adanya pengurangan resiko yang menjadi dampak dari postur kerja operator
(McAtamney & Hignett., 2000). Pada posisi pengangkatan galon, dimana posisi paling
berbahaya adalah pada posisi bagian punggung operator yang dapat dilihat bahwa punggung
operator membungkuk sebesar 78,74° yang mengakibatkan tingginya hasil REBA. Sebagaimana
seharusnya bisa dihindari dengan terlebih dahulu melakukan posisi menekuk bagian kaki dan
punggung tetap tegak untuk mengambil galon sehingga tidak melakukan posisi membungkuk
(Waters, T. R. dkk., 1994).
Nilai berat benda yang di angkat juga memperlihatkan nilai skor yang tinggi dimana dapat
meningkatkan resiko cidera pada segmen tubuh bagian atas. Untuk berat beban galon tidak bisa
dihindari atau dikurangi karena berat beban setiap galon telah dirancang seperti itu dan harus
diisi memenuhi volumenya. Nilai faktor beban eksternal aktivitas kerja juga menjadi nilai yang
tinggi dimana gerakan pengangkatan galon mengakibatkan perubahan atas peralihan postur
yang cepat dari posisi awal karena adanya jarak berlebihan antara tempat asal galon dan tujuan
penempatan sehingga memerlukan perpidahan badan untuk memudahkan penempatan galon.
Untuk nilai coupling juga menjadi salah satu nilai skor yang besar dimana pada galon sendiri
tidak memiliki pegangan yang baik dan tidak mudah untuk digenggam dikarenakan bentuk
galon sendiri yang berbentuk tabung dibagian atas atau leher galon maupun bawah galon agak
sulit untuk digenggam..

B18.4
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

Gambar 2. Postur pekerja pengangkatan galon

Tabel 2. Besar sudut postur tubuh pekerja


No Segmen Tubuh Sudut yang Terbentuk
1. Pergelangan Tangan 3,80º
2. Lengan Bawah 72,72º
3. Lengan Atas 46,12º
4. Punggung 78,74º
5. Leher 17,52º
6. Kaki 14,20º

Biomekanika merupakan ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui aspek mekanika
grakan pada tubuh manusia . Tujuan dari penggunaan biomekanika pada penelitian ini yaitu
untuk menentukan kompresi L5/S1 pada bagian tubuh manusia serta meminimalisir dengan
lebih detail berbagai faktor yang dapat menimbulkan MSDs setelah sebelumnya diketahui
tingkat risiko kesalahan postur kerja menggunakan metode REBA saat melakukan kegiatan
pengangkatan galon. Berdasarkan perhitungan biomekanika diperoleh total gaya sebesar 551,2
N, dengan sudut inklinasi sebesar 11,430 dan gaya perut (FA) sebesar 41 N serta gaya otot pada
spinal erector (FM) sebesar 3101 N maka didapatkan hasil kompresi pada L5/S1 (Fc) sebesar
3601 N. Yang jika dilakukan perbadingan berdasarkan reomendasi NIOSH berupa batasan
angkat normal yaitu sebesar 3430 N maka hasil Fc dari pengangkatan galon masuk ke dalam
klasifikasi hati-hati. Penelitian sebelumnya juga menyatakan hal yang serupa bahwa jika beban
kerja itu mengandung resiko yang besar didapatkan rumusan bahwa L5/S1 lebih besar dari 3430
N dan berbahaya bagi tulang belakang (Alfandianto dkk., 2017).
Fc yang masuk ke dalam klasifikasi hati-hati sehingga terlalu membebani invetebratal disk
pada L5/S1 dikarenakan oleh beberapa sebab diantaranya sudut tubuh yang dibentuk terlalu
membungkuk. Seperti yang dinyatakan pada penelitian sebelumnya bahwa sikap kerja yang
masuk ke klasifikasi tidak nyaman yaitu sikap membungkuk dan jika dipaktikkan pada suatu

B18.5
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

pekerjaan secara repetitive dalam kurun waktu yang lama maka bisa menimbulkan kerusakan
lumbar dan penekanan pembuluh syaraf (Damayanti & Iftadi., 2014). Selanjutnya kegiatan
pengangkatan beban yang dilakukan melebihi kapasitas dari kemampuan manusia. Seperti yang
dinyatakan pada penelitian sebelumnya jika kegiatan pengangkatan yang dilakukan secara
manual melebihi kapasitas dari tenaga manusianya sendiri, maka disc herniation akan timbul
dan mengakibatkan pecahnya L5/S1 pada lapisan pembungkus yang terletak di invertebratal
disc (Damayanti & Iftadi., 2014). Berdasarkan hasil relasi antara metode REBA dengan metode
Biomekanika menyatakan bahwa aktivitas pengangkatan galon masuk pada risiko dengan
klasifikasi yang tinggi dan diperlukan perbaikan segera serta juga melebihi batasan dari nilai
normal yang direkomendasikan NIOSH. Maka kegiatan pengangkatan galon air masih
mempunyai risiko terhadap terjadinya kelelahan muskuloskeletal.
Pada penilaian dengan RWL atau Recommended Weight Limit dikhususkan untuk evaluasi
teknis pengangkatan galon baik dari postur tubuh maupun beban yang diangkat. Evaluasi RWL
yang ditetapkan oleh NIOSH dapat memberikan rekomendasi teknis pengangkatan barang
dengan batasan yang sesuai untuk postur pekerja dan beban yang diangkat oleh pekerja. Setelah
menilai pengangkatan galon pekerja berdasarkan REBA dan biomekanika, pengangkatan
tersebut membutuhkan rekomendasi mengenai tata cara mengangkat agar beban yang diangkat
oeh pekerja tidak melebihi batas pengangkatan yang telah direkomendasikan. Perhitungan RWL
dilakukan dengan mengetahui ketinggian benda dari lantai, jarak benda dari lantai, rata-rata
jarak perpindahan, dan sudut perputaran tubuh saat membawa benda. Sehingga untuk nilai
lifting index yang dihasilkan pekerja maksimal 1. Berdasarkan NIOSH, ketinggian benda (V)
untuk diangkat maksimal 75 cm dari lantai. Sedangkan dari aktivitas pengangkatan pekerja
hanya 0 cm dari lantai. Untuk pekerja pada penelitian ini, dibutuhkannya meja atau wadah
dengan batas tinggi maksimal 75 cm untuk mengurangi pekerja yang terlalu membungkuk saat
pengangkatan galon. Untuk jarak perpindahan (D) saat mengangkat galon dapat dikurangi
sebesar 25 cm (Tripujadi dkk., 2009) hingga 75 cm dari perpindahan rata-rata sebesar 150 cm.
dikarenakan pekerja jarang melakukan perputaran sudut (A) saat mengangkat galon, nilai A
dianggap 0°. Dengan nilai H atau jarak dari galon ke tubuh pekerja diperoleh maksimal 66 cm
diperoleh dari panjang dari ujung jari hingga titik bahu paling ujung, dan dari NIOSH diperoleh
nilai maksimal jarak horizontal yaitu 25 cm, sehingga disarankan pekerja hanya memberikan
nilai H maksimal sebesar 24 cm saat mengangkat galon untuk memperoleh nilai LI samadengan
1 dengan kondisi pengangkatan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sejam dan menghasilkan nilai
kopling yaitu poor. Dengan penentuan batas maksimal nilai faktor pengangkatan seperti H, V,
D, dan A, dapat diperoleh nilai LI yaitu 1 atau pengangkatan galon tidak melebihi nilai batas
pengangkatan yang direkomendasikan serta mencegah resiko cidera tulang belakang.

Gambar 3. Proses pengangkatan yang benar dari manual material handling


Sumber: https://www.ask-ehs.com/blog/training/manual-material-handling-tips-for-safe-work-performance/

B18.6
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

4. Simpulan
Pekerja pengangkatan galon di Depo Air Mineral XYZ Yogyakarta yang menghasilkan
perubahan postur tubuh yang besar, rata-rata pengangkatan dilakukan sebanyak 3 kaloi
dalam satu jam, pengangan tangan sulit untuk diterima pekerja, diperoleh hasil penilaian
postur pengangkatan galon dengan metode REBA sebesar 8 dengan level resiko tinggi
sehingga memerlukan perbaikan segera. Hal tersebut dapat didukung dengan perhitungan
gaya tekan pada L5/S1 sebesar 3601 yang masuk klasifikasi hati-hati dikarenakan postur
punggung operator yang membungkuk dengan derajat yang besar, sama halnya dengan
sudut yang terbentuk pada analisa postur kerja. Dengan hasil tindakan berupa perbaikan
segera dari evaluasi postur kerja dan proses pengangkatan termasuk hati-hati, maka
diperlukan perbaikan dari penilaian RWL yaitu maksimal ketinggian benda saat diangkat
75 cm dari lantai. Penentuan ketinggian dapat dilakukan dengan penggunaan meja sebagai
wadah merubah ketinggian galon. Untuk jarak dikurangi sebesar 25 cm hingga 75 cm dan
jarak benda ke operator yaitu 24 cm. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya, dapat
diberikan rekomendasi berupa perancangan produk yang sesuai dengan penilaian yang
telah dilakukan. Perancangan produk dapat memperhatikan segi keamanan, keinginan, dan
kebutuhan pekerja.

Daftar Pustaka
Al-Madani, D. dan Dababneh, A. (2016). Rapid Entire Body Assessment: A Literature Review.
American Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 1, No.9, pp. 107-118.
Alfandianto, Alex., Putri, Margaretta Hernita Erni Dwi. (2017). Analisis Biomekanika Pada
Postur dan Gerak Tubuh Operator Book Lift Guna Mengidentifikasi Risk of
Musculoskeletal Disorders. Saintek, Vol. 1, No. 2, pp. 95-105.
Chaffin, D. B. dan Anderson, G. B. J. (1991). Occupational Biomechanics. 2nd ed. Wiley. New
York, USA.
Damayanti, Rosma Hani., Iftadi, Irwan., dan Astuti, Rahmaniyah Dwi. (2014). ANALISIS
POSTUR KERJA PADA PT. XYZ MENGGUNAKAN METODE ROSA (RAPID
OFFICE STRAIN ASSESSMENT). Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1 pp.1–
7.
Grandjean, E. (1986). Fiitting the Task to the Man An Ergonomic Approach. Taylor & Francis.
London & Philadelphia.
Hikmah, Rizqi N., Sujoso, Anita D. P., Hartanti, Ragil I. (2015). Postur Kerja Sebelum dan
Sesudah Pelatihan Safety Tentang Manual Material Handling pada Pekerja Depo Air
Minum ( Studi Kasus di Kecamatan Sumbersari Jember). Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa. Pp. 1-5.
Mas'idah, E., Fatmawati, W. dan Ajibta, L. (2009). Analisa Manual Material Handling (MMH)
dengan Menggunakan Metode Biomekanika Untuk Mengidentifikasi Resiko Cidera
Tulang Belakang (Musculoskeletal Disorder) (Studi Kasus pada Buruh Pengangkatan
Beras di Pasar Jebok Demak). Sultan Agung, Vol. 65, No. 119, pp. 37-56.
McAtamney, L., & Hignett, S. (2000). Rapid Entire Body Assessment (REBA). Applied
Ergonomics, Vol. 31, pp. 201–205.
Nurmianto, E. (1991). Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan Anatomi, Fisiologi,
Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk Perancangan, Kerja dan Produk. PT.
Guna Widya. Jakarta.
Siregar, I., Tarigan, I. R., Syahputri, K. dan Sari, R. M. (2018). Application of biomechanics in
industry, 2nd Nommensen International Conference on Technology and Engineering,
pp. 1-7 (Medan, 20 Juli 2018).
B18.7
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019

Sukania, I.W., (2012). Analisa Ergonomi Kegiatan Mengangkat Beban Studi Kasus
Mengangkat Galon Air Ke Atas Dispenser. Karya Ilmiah Dosen Universitas
Tarumanegara.
Tayyari, F. & Smith, J. L. (1997). Occupational ergonomics: Principles and applications.
Springer. US.
Tripujadi, Harisno & Sugiarto, E. (2009). Aplikas Sistem Informasi K3 dengan Metode RULA
dan NIOSH, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009, (Yogyakarta, 2009).
Waters, T. R., Anderson, V. P., & Garg, A. (1994). Applications Manual For The Revised
NIOSH Lifting Equation. DHHS (NIOSH) Publication No. 94-110. Cincinnati, Ohio
45226.

B18.8
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/324027047

EVALUASI ERGONOMI BIOMEKANIKA TERHADAP KENYAMANAN KERJA


PADA PERAJIN GERABAH KASONGAN YOGYAKARTA

Thesis · January 2006


DOI: 10.13140/RG.2.2.30160.00006

CITATIONS READS

0 4,527

1 author:

Muhammad Yusuf
Institut Sains and Teknologi Akprind Yogyakarta
15 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

WOMEN AND POVERTY (A STUDY IN FOREIGN TKW IN TULUNG AGUNG REGENCY) View project

Failure Analysis of Fiber Reinforced Composites View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Yusuf on 27 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


EVALUASI ERGONOMI BIOMEKANIKA TERHADAP
KENYAMANAN KERJA PADA PERAJIN GERABAH
KASONGAN YOGYAKARTA

Muhammad Yusuf
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Abstract
Work equipments, which are heedless of the amenity, will have an effect to the work
productivity. In order to design comfortable work equipment, it is must to consider the function
and the component of involved working system i.e. human, machine/work equipment and its
environment.
In the process of making earthenware, which is performed by the craftsmen in
Kasongan Yogyakarta, they do not subject to the ergonomics principles. The initial testing shows
that the expenditure energy is in middle conditions (light/moderate) so that it needs
biomechanical analysis to find out the compressive force at backbone, especially L5/S1, besides
from the Nordic Body Map, it is found that many craftsmen feel their body is pain.
After adjusting the work equipment and performing analysis test, it is found that working
condition after adjustment is much better and more comfortable than before, because the
equipment is in accordance with the craftsmen’s anthropometry data. Besides of that, the energy
released is also relative smaller. The result obtained shows decreasing level toward pain
complaint and increasing level toward work productivity.

Key words: Ergonomics, Expenditure energy, Biomechanics.

Peralatan kerja yang kurang memperhatikan kenyamanan akan sangat berpengaruh


terhadap produktivitas kerja manusia. Untuk merancang peralatan kerja harus memperhatikan
peranan fungsi dan komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan kerja
dan lingkungannya.
Proses pembuatan gerabah yang dilakukan perajin di Kasongan Yogyakarta dalam
melakukan kerjanya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomi. Dalam pengujian awal
diperoleh hasil energi expenditure berada dalam kondisi menengah (ringan/moderat) sehingga
perlu dilakukan analisis biomekanika untuk melihat seberapa besar gaya tekan pada tulang
belakang khususnya L5/S1, selain itu dari Nordic Body Map diketahui ada banyak keluhan rasa
sakit pada beberapa bagian anggota tubuh perajin.
Setelah dilakukan perbaikan peralatan kerja serta hasil uji analisis diketahui bahwa
kondisi kerja setelah perbaikan jauh lebih baik dan nyaman dari pada sebelumya, karena
peralatan kerja telah sesuai data anthropometri perajin selain itu energi yang dikeluarkan juga
relatif lebih kecil. Hasil yang diperoleh ini selain penurunan tingkat keluhan rasa sakit juga dapat
meningkatkan produktivitas kerja.

Kata kunci : Ergonomi, Energi Expenditure, Biomekanika.

1. PENDAHULUAN dan dibakar pada suhu dan waktu tertentu


Dusun Kasongan Yogyakarta kemudian dilakukan finishing dengan cara
merupakan sentra industri gerabah, diberi warna. Dari observasi awal diperoleh
membuat aneka ragam guci serta asesoris informasi bahwa umumnya para perajin
lain terbuat dari tanah liat yang dibentuk gerabah dalam melakukan aktivitas
pembuatan guci dilakukan dengan posisi keterbatasannya (Wignjosoebroto,2000),
yang kurang nyaman, karena posisi kerja nantinya diharapkan akan terjadi proses
mereka adalah duduk dilantai dengan kerja yang efektif, nyaman, aman, sehat
salah satu atau kedua kaki dilipat dengan dan efisien (ENASE) dan dapat disimpulkan
posisi salah satu kaki memutar perboard pokok-pokok dari disiplin ilmu ergonomi
dalam posisi seperti ini sering terjadi yaitu :
keluhan sakit pada bagian leher, punggung a. Fokus perhatian dari ergonomi ialah
dan pinggang. Kondisi seperti ini kalau berkaitan erat dengan aspek-aspek
dibiarkan dapat menurunkan tingkat manusia di dalam perencanaan ‘man
efektivitas dan efisiensi kerja, dalam jangka made objects’ dan lingkungan kerja.
waktu yang lama akan berakibat turunnya Pendekatan ergonomi lebih ditekankan
produktivitas kerjanya, serta dapat pada penelitian kemampuan keterbatasan
berakibat kecacatan pada tubuh. manusia, baik secara fisik maupun mental
Keluhan rasa sakit terjadi karena psikologis dan interaksinya dalam sistem
saat tubuh manusia mengangkat beban manusia mesin yang integral. Secara
maka terjadilah kerja fisik dimana seluruh sistematis pendekatan ergonomi
otot tubuh akan mengalami kontraksi. Otot- kemudian akan memanfaatkan informasi
otot tubuh pada dasarnya berfungsi untuk tersebut untuk tujuan rancang bangun,
menegakkan tubuh manusia. Dan jika otot sehingga akan tercipta produk, sistem
ini diberi beban kerja tambahan maka atau lingkungan kerja yang lebih sesuai
dampaknya akan segera terasa karena dengan manusia. Pada gilirannya
otot-otot tubuh akan meregang dan rancangan yang ergonomis akan dapat
pembuluh darah menjadi mengecil (strain). meningkatkan efisiensi, efektifitas dan
Sehingga mengurangi aliran darah yang produktifitas kerja, serta dapat
membawa oksigen dan gula keseluruh menciptakan sistem serta lingkungan
tubuh, dan menghambat terbuangnya kerja yang cocok, aman, nyaman dan
metabolisme (sisa pembakaran) dalam sehat.
tubuh. Akibatnya akan merasa letih b. Ergonomi didefinisikan sebagai ‘a
sehingga tulang belakang bagian bawah dicipline concerned with designing man
ototnya akan terasa sakit. made objects (equipments) so that people
Pada gerakan mengangkat atau can use them efectively and savely and
menarik beban, bagian tubuh yang paling creating environment suitable for human
terpengaruh mengalami cedera adalah living and work’. Dengan demikian jelas
tulang belakang bagian bawah. Hal ini bahwa pendekatan ergonomi akan
disebabkan karena adanya gaya tekan mampu menimbulkan functional
pada tulang belakang bagian bawah efectiveness dan kenikmatan-kenikmatan
khususnya pada lempeng Lumbar nomor 5 pemakaian dari peralatan, fasilitas
(L5) dan Sacrum nomor 1 (L5/S1). Akibat maupun lingkungan kerja yang dirancang.
dari cedera pada lempeng ini adalah rasa c. Maksud dan tujuan utama dari
sakit pada tulang belakang bersifat pendekatan disiplin ergonomi diarahkan
permanen, bahkan akibat yang lebih buruk pada upaya memperbaiki performans
adalah bisa menyebabkan kelumpuhan. kerja manusia seperti menambah
kecepatan kerja, accuracy, keselamatan
2. PENDEKATAN PEMECAHAN kerja disamping untuk mengurangi
MASALAH datangnya kelelahan yang terlalu cepat.
Disamping itu disiplin ergonomi
2.1. Ergonomi diharapkan pula mampu memperbaiki
Untuk menghindari terjadinya pendayagunaan sumber daya manusia
kecelakaan akibat kerja, manusia harus serta meminimalkan kerusakan peralatan
diberikan peralalatan kerja/mesin dan atau yang disebabkan kesalahan manusia
lingkungan kerja yang berada dalam batas (human error). Pendekatan yang
kemampuan, kebolehan dan seharusnya ada dalam disiplin ergonomi
ialah aplikasi yang sistematis dari segala dalam melakukan aktifitasnya
informasi yang relevan yang berkaitan menggunakan kursi yang bisa disesuaikan
dengan karakteristik dan perilaku (adjustable) dan meja perboard yang telah
manusia didalam perancangan peralatan, dipasang dinamo mesin jahit sehingga
fasilitas dan lingkungan kerja yang untuk memutar meja cukup dengan
dipakai. menekan pedal dan perajin tidak perlu lagi
Untuk ini analisis dan penelitian ergonomi memutar menggunakan tangan atau kaki
akan meliputi hal-hal yang berkaitan lagi (lihat gambar 1). Nantinya dari hasil
dengan : implementasi diharapkan secara mayoritas
a. Anatomi (struktur), fisiologi (bekerjanya), perajin menyatakan kesenangannya atas
dan anthropometri (ukuran) tubuh kemudahan dan kenyamanan dalam
manusia. melakukan kerja, karena tidak perlu
b. Psikologi yang fisiologis mengenai mengeluarkan tenaga untuk memutar meja
berfungsinya otak dan sistem syaraf- perboard namun cukup menekan pedal
syaraf yang berperan dalam tingkah laku saja serta tidak ada gangguan anggota
manusia. tubuh berupa rasa nyeri terutama pada
c. Kondisi-kondisi kerja yang dapat leher, punggung dan pinggang saat
mencederai baik dalam jangka waktu melakukan kerja.
yang pendek maupun panjang ataupun
membuat celaka manusia, dan sebaliknya

20 cm.
ialah kondisi-kondisi kerja yang dapat 29 cm.
membuat nyaman kerja manusia.

30 cm.
Meja perboard
Menurut Manuaba (1992)
34 cm.

42,4 cm. diameter 40 cm.

lingkungan kerja yang nyaman sangat mur

dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat baut


Dinamo mesin jahit
bekerja secara optimal dan produktif,
Adjustable 38 - 44 cm.

48 cm.
Besi ulir
sehingga disiplin Human Engineering atau
ergonomi banyak diaplikasikan dalam
berbagai perancangan produk (man-made Pedal mesin jahit

objects) ataupun operasi kerja sehari-


harinya, merupakan suatu pengetahuan AC 220 Volt

yang utuh tentang permasalahan interaksi


manusia dengan teknologi dan produknya,
Gambar 1 Detail Desain Rancangan
sehingga dimungkinkan adanya suatu
rancangan sistem manusia-mesin
(teknologi) yang optimal. Disiplin ergonomi
2.2 Nordic Body Map
khususnya berkaitan dengan pengukuran
Adanya keluhan otot skeletal yang
dimensi tubuh manusia (anthropometri)
terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih
telah menganalisa, mengevaluasi dan
disebabkan oleh tidak adanya kondisi
membakukan jarak jangkau yang
keseimbangan struktur rangka di dalam
memungkinkan manusia untuk
menerima beban, baik beban berat tubuh
melaksanakan kegiatannya dengan mudah
maupun beban tambahan lainnya. Misalnya
dan dengan gerakan yang sederhana.
tubuh yang tinggi rentan terhadap beban
Melalui pendekatan ergonomi dapat
tekan dan tekukan, oleh sebab itu
dilihat bahwa kondisi perajin saat ini
mempunyai resiko yang lebih tinggi
melakukan aktifitas pembuatan gerabah
terhadap terjadinya keluhan otot skeletal.
dengan menggunakan meja perboard
Melalui pendekatan Nordic Body
terlihat sangat tidak nyaman, sehingga
Map (Gambar 2) dapat diketahui bagian-
perlu dibuat rancangan peralatan kerja yang
bagian otot yang mengalami keluhan
lebih sesuai dan nyaman digunakan. Pada
dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak
rancangan peralatan yang baru perajin
nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit
(Corlett, 1992). Dengan melihat dan 2.3 Konsumsi Energi
menganalisis peta tubuh maka dapat Tubuh manusia dirancang untuk
diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-
skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Untuk hari, dengan bekerja berarti tubuh akan
menekan bias yang mungkin terjadi, maka menerima beban baik fisik maupun mental
sebaiknya pengukuran dilakukan sebelum dari luar tubuhnya. Dari sudut pandang
dan sesudah melakukan aktivitas kerja (pre ergonomi, setiap beban kerja yang diterima
and post test). oleh seseorang harus sesuai atau
seimbang baik terhadap kemampuan fisik,
kemampuan kognitif maupun keterbatasan
manusia yang menerima beban tersebut.
Menurut Suma’mur (1984), kemampuan
kerja seseorang akan berbeda dengan
lainnya dan sangat tergantung pada tingkat
ketrampilan, kesegaran jasmani, keadaan
gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh
pekerja yang bersangkutan.
Kerja fisik seringkali juga
dikonotasikan sebagai kerja berat atau
kasar, sehingga kerja fisik dapat
dirumuskan sebagai kegiatan yang
memerlukan usaha fisik manusia selama
periode kerja berlangsung, sedang energi
pada dasarnya berasal dari makanan yang
disantap. Setelah melewati berbagai tahap
metabolisme pada sistem pencernaan, zat-
Gambar 2 Nordic Body Map (NMB) zat yang mengandung energi disimpan
Sumber : Corlett, (1992). Static Muscle Loading dalam bentuk lemak dan glikogen.
and the Evaluation of Pasture Dalam hal kerja fisik ini maka
konsumsi energi merupakan faktor utama
Pada gambar 3 terlihat bahwa yang menjadi tolok ukur. Dalam kedaan
keluhan utama yaitu nyeri pada leher, istirahat yaitu diam secara fisik pada
punggung, pinggang dan pergelangan kaki keadaan duduk, tubuh membutuhkan
sebelum dan sesudah perbaikan peralatan sekitar 1,5 kilokalori setiap menitnya. Pada
kerja terjadi banyak penurunan. saat tubuh mulai terbebani dengan
pekerjaan, energi yang dikeluarkan naik
mengikuti kebutuhannya. Akibatnya pada
50 saat-saat yang sama kebutuhan O2 naik
45 dengan sendirinya menyebabkan sistem
40
pernafasan dan peredaran darah bekerja
35
lebih keras. Gejalanya terlihat dalam
30
25
sebelum bentuk pernafasan dan denyut jantung yang
20
sesudah lebih cepat.
15 Besarnya energi yang
10 dihasilkan/dikonsumsikan akan dinyatakan
5 dalam unit/satuan kilo kalori atau Kcal atau
0 “Kilojoules (KJ)” bilamana akan dinyatakan
Leher Punggung Pinggang Pergelangan dalam satuan Standard Internasional (SI);
kaki
dimana :

Gambar 3 Keluhan rasa nyeri sebelum dan 1 Kilocalorie (Kcal) = 4,2 kilojoules (KJ)
sesudah perlakuan
Nilai konsumsi tersebut dapat digunakan karena berkaitan dengan proses
apabila nilai konsumsi energi dalam satuan metabolisme yaitu proses pembakaran
watt (1 watt = 1 joule/detik). dalam tubuh manusia yang akan
Selanjutnya dalam fisiologi kerja, energi menghasilkan energi, dimana besar
yang dikonsumsikan seringkali bisa diukur kecilnya oksigen yang dikonsumsi akan
secara langsung melalui konsumsi oksigen langsung berhubungan secara proporsional
yang dihirup. Dalam hal ini konversinya dengan konsumsi energi yang akan
dapat dinyatakan sebagai berikut : digunakan untuk bekerja.
Untuk pengukuran denyut jantung
1 liter oksigen = 4,8 kcal = 20 KJ dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain :
Jadi setiap 1 liter oksigen yang a. Mengetahui secara langsung bunyi
dihirup akan menghasilkan energi rata-rata denyut jantung yang ada pada arteri
sebesar 4,8 kkal atau 20 KJ. Istilah yang radial pada pergelangan tangan.
sering digunakan dalam mengkonversikan b.Mendengarkan denyut jantung dengan
nilai 1 liter oksigen dengan energi yang stethoscope.
dihasilkan oleh tubuh manusia disebut
c. Menggunakan ECG (Electrocardiogram),
sebagai nilai kalorifik dari oksigen. Dari nilai
yaitu mengukur signal elektrik yang diukur
konversi yang telah distandarkan tersebut,
jantung dari otot jantung pada permukaan
maka untuk mengetahui besarnya konsumsi
kulit dada.
energi (kkal) yang diperlukan untuk
Macam-macam kerja denyut jantung dapat
melaksanakan suatu kegiatan manual fisik
definisikan sebagai berikut :
dapat dicari dengan mengukur secara
langsung volume oksigen (liter) yang a. Denyut jantung pada saat istirahat
dihirup manusia dari udara bebas dan (resting pulse) adalah rata-rata denyut
kemudian dikalikan dengan faktor 4,8. jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
Cara lain yang bisa diaplikasikan b.Denyut jantung selama bekerja (working
untuk mengetahui besarnya energi kerja pulse) adalah rata-rata denyut jantung
fisik adalah dengan membandingkan selama (pada saat) seseorang bekerja.
konsumsi oksigen dengan kecepatan c. Denyut jantung selama istirahat total (total
denyut nadi/jantung yang dapat dinyatakan recovery cost or recovery cost) adalah
sebagai berikut : jumlah aljabar denyut jantung dari
a. Pekerja laki-laki yang melakukan aktivitas berhentinya denyut pada saat pekerja
manual fisik dengan pulsa 75 denyut atas selesai pada tugas yang dikerjakan
detak per menit akan ekuivalen dengan sampai dengan denyut jantung berada
konsumsi oksigen 0.5 liter/menit atau pada kondisi istirahatnya.
sepadan dengan pengeluaran energi 2,5 d.Denyut kerja total (total work pulse or
kkal/menit. cardinac cost) adalah denyut jantung dari
b. Jika tidak melakukan kegiatan fisik/dalam mulainya suatu kondisi istirahatnya
kondisi istirahat pulsa sebesar 62 (resting level).
denyut/menit, yang ekuivalen dengan
konsumsi oksigen sebesar 250 ml/menit Pengukuran denyut nadi/jantung
atau sepadan dengan pengeluaran energi sangat sensitif terhadap temperatur dan
sebesar 1,25 kkal/menit. tekanan emosi manusia, dan pengukuran
Pengukuran denyut jantung sering melalui konsumsi oksigen pada dasarnya
digunakan untuk menentukan besarnya tidak banyak dipengaruhi oleh perbedaan
konsumsi energi yang dibutuhkan pada saat karakteristik individu yang diukur. Biasanya
melakukan pekerjaan, meskipun cara ini dalam penelitian tentang pengukuran energi
tidak langsung terkait dengan pengukuran fisik kerja, kedua metode tersebut paling
energi fisik (otot) yang harus dikonsumsikan sering diaplikasikan. Untuk pengukuran
seseorang untuk bekerja. Yang paling tepat denyut nadi/jantung dilakukan pada saat
adalah pengukuran konsumsi oksigen, sebelum siklus kerja dimulai, dilanjutkan
pada setiap menit selama siklus bekerja
berlangsung dan 3 menit selama periode 2.4 Biomekanika
pemulihan (recovery). Sedang untuk Biomekanika adalah suatu ilmu
pengukuran oksigen yang dikonsumsikan pengetahuan yang merupakan kombinasi
(liter/menit) dilakukan terhadap volume dari ilmu fisika (khususnya mekanika) dan
oksigen yang dihirup per menit, yang teknik, dengan berdasar pada biologi dan
diambil 5 menit terakhir dari setiap siklus juga pengetahuan lingkungan kerja. Oleh
yang berlangsung. Winter (1990), mendefinisikan bahwa
Dalam fisiologi kerja konsumsi biomekanika dari gerakan manusia adalah
energi diukur secara tidak langsung melalui ilmu yang menyelidiki, menggambarkan dan
konsumsi oksigen. Hubungan energi menganalisis gerakan manusia.
dengan kecepatan jantung merupakan
Biomekanika umum adalah bagian
regresi kuadratis (Sutalaksana, 1985),
dari biomekanika yang berbicara mengenai
4 2
hukum-hukum dasar yang mempengaruhi
Y = 1,80411 – 0,0229038 X +4,71733.10 .X ….(1) tubuh organik manusia baik dalam posisi
diam maupun bergerak. Biostatik adalah
Dengan : bagian dari biomekanika umum yang hanya
Y = Energi (kkal / menit) menganalisa bagian tubuh dalam keadaan
X = Kecepatan denyut jantung diam maupun bergerak pada garis lurus
(denyut / menit) dengan kecepatan seragam (uniform).
Biodinamik adalah bagian dari biodinamika
Setelah besaran kecepatan denyut umum yang berkaitan dengan gerakan-
jantung dikonversikan ke kkal/menit, maka gerakan tubuh tanpa mempertimbangkan
pengeluaran energi untuk kerja dapat gaya yang terjadi (kinematik) dan gaya
dihitung dengan menggunakan rumus : yang disebabkan gaya yang bekerja dalam
tubuh (kinetik). Occupational Biomechanics
Ke = Et – Ei .............................................(2) didefinisikan sebagai bagian dari mekanik
terapan yang mempelajari interaksi fisik
Dengan : antara pekerja dengan mesin, material, dan
Ke = Konsumsi energi (kkal/menit) peralatan dengan tujuan untuk
Et = Pengeluaran energi setelah kerja meminimumkan keluhan pada sistem
(kkal/menit) kerangka otot agar produktivitas kerja dapat
Ei = Pengeluaran energi saat istirahat meningkat (Chaffin & Anderson, 1984).
(kkal/menit) Pendekatan Biomekanika
memandang tubuh sebagai suatu sistem
Selain mengukur denyut jantung, yang terdiri dari elemen-elemen yang saling
besarnya energi selama melakukan aktifitas berkaitan dan terhubung satu sama lain
dapat diprediksi berdasarkan jumlah melalui sendi-sendi dan jaringan otot yang
oksigen yang dikonsumsi seorang pekerja, ada. Prinsip-prinsip fisika digunakan untuk
dengan menggunakan spirometer atau menyatakan tegangan mekanik pada tubuh
menggunakan respirometer Max-Planck. dan gaya otot yang diperlukan untuk
Secara praktis diasumsikan hubungan mengimbangi tegangan-tegangan tersebut.
antara energi yang dikeluarkan dengan Untuk melakukan analisis
konsumsi oksigen adalah, jumlah energi biomekanik, tubuh manusia dipandang
yang dikeluarkan (kkal/menit) = 5 x sebagai suatu sistem yang terdiri dari link
konsumsi oksigen (liter/menit). (penghubung) dan joint (sambungan). Tiap
Energi yang dikeluarkan meningkat link mewakili segmen tubuh tertentu dan
secara linier sesuai dengan berat badan. tiap joint menggambarkan sendi yang ada.
Karena itu pengeluaran energi umumnya Menurut Chaffin & Anderson (1984), tubuh
berdasarkan pada standar manusia dengan manusia terdiri dari link, yaitu :
berat badan rata-rata 70 kg. (Pheasan, 1. Link lengan bawah yang dibatasi joint
1986). telapak tangan dan siku
2. Link lengan atas yang dibatasi joint siku Dengan mengklasifikasikan jenis
dan bahu pekerjaan dan postur tubuh didalam
3. Link punggung yang dibatasi joint bahu melakukan pekerjaan tersebut, dapat
dan pinggul dihitung besarnya gaya dan momen yang
4. Link paha yang dibatasi joint pinggul terjadi pada setiap link dan sendi melalui
dan lutut analisa mekanik. Baik pada saat tubuh
5. Link betis yang dibatasi joint lutut dan dalam posisi diam (biostatic) maupun pada
mata kaki saat bergerak (biodynamic).
6. Link kaki yang dibatasi joint mata kaki Hukum Kesetimbangan Gaya
dan telapak kaki menyatakan bahwa penjumlahan aljabar
Analisis biomekanika dibedakan dari semua gaya yang bekerja pada suatu
menjadi 2 (dua) yaitu secara statis berupa benda dalam keadaan kesetimbangan statis
analisis besarnya gaya dan momen yang adalah sama dengan nol (F = 0). Untuk
terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu, mendapatkan kesetimbangan gaya secara
saat tubuh dalam kondisi tanpa gerakan. keseluruhan, maka gaya-gaya dibedakan
Sedangkan analisis biomekanika secara sedikitnya dalam dua arah, yaitu vertikal
dinamis adalah analisis besarnya gaya dan dan horizontal. Sehingga diperoleh rumus
momen yang terjadi pada bagian-bagian kesetimbangan gaya sebagai berikut :
tubuh tertentu saat tubuh dalam kondisi Fx = 0 ; untuk arah horizontal
bergerak. Fy= 0 ; untuk arah vertikal
Untuk analisis ini perlu digunakan Hukum Kesetimbangan Momen
bantuan peralatan fotografi atau menyatakan bahwa penjumlahan aljabar
sinematografi untuk merekam gerakan momen-momen dari semua gaya yang
tubuh yang terjadi. Analisis biomekanika bekerja pada satu suatu benda dalam
satu link (single link) adalah analisis keadaan kesetimbangan statis adalah sama
terhadap gaya dan momen yang terjadi dengan nol (M= 0).
pada satu segmen tubuh yang diasumsikan Prinsip-prinsip dasar yang
bersifat bebas dan tidak dihibungkan diaplikasikan pada mekanika di atas, dapat
dengan segmen tubuh yang lain. dilakukan analisis biomekanika pada
Sedangkan analisis biomekanika banyak berbagai segmen tubuh manusia dengan
link (multiple link) adalah analisis terhadap memandang tubuh sebagai sistem multiple
gaya dan momen yang terjadi pada link, maka hasil perhitungan gaya dan
beberapa (lebih dari dua) segmen tubuh momen pada suatu link akan dipengaruhi
yang saling berhubungan. link sebelumnya dan akan mempengaruhi
Menurut Winter (1990), terhadap link selanjutnya. Oleh sebab itu link kaki
tiga jenis gaya bekerja di dalam tubuh akan menahan beban yang berasal dari
manusia, yaitu : berat seluruh link sebelumnya, baik beban
1. Gaya Gravitasi yaitu gaya yang melalui eksternal maupun beban link itu sendiri.
pusat massa dari segmen tubuh manusia Analisis biomekanika khususnya
dengan arah ke bawah. Besar gayanya pada perajin gerabah perlu digambarkan
adalah massa di kali percepatan gravitasi secara diagram dengan segment tubuh
(F = m.g). yang akan dianalisis yaitu pada bagian
2. Gaya Reaksi yaitu gaya yang terjadi lengan yang bertujuan memudahkan dalam
akibat beban pada segmen tubuh atau menentukan gaya-gaya yang berpengaruh
berat segmen tubuh itu sendiri. pada sistem anatomi tubuh manusia dibagi
3. Gaya Otot yaitu gaya yang terjadi pada beberapa organ sesuai dengan fungsinya
bagian sendi, baik akibat gesekan sendi (lihat Tabel 1)
atau akibat gaya pada otot yang melekat
pada sendi, dan gaya ini menggambarkan
besarnya momen otot.
Tabel 1 Data Model Antrophometri

Segment Tubuh Segment Panjang Segment Berat


(digunakan dalam contoh kerja) (Fraksi H*) (Fraksi W*)
Kepala dan leher 0.17 0.08
Lengan bawah 0.20 0.02
Lengan atas 0.20 0.03
Tangan 0.40 0.05
Kepala, leher dan kedua lengan - 0.18
Thorax dan perut 0.30 0.36
Panggul - 0.16
Kaki dan betis 0.29 0.05
Paha 0.24 0.10
Kaki 0.53 0.15
Kepala, leher, kedua lengan, thorax, perut, - 0.60
dan panggul tiga per delapan
Satu kaki dan panggul lima perdelapan - 0.25
Dimana :
*H = total tinggi badan, tegap dan berdiri (meter)
*W= Total berat badan (Newton)
Sumber : Pheasant (1988), Body Space,Anthropometry, Ergonomics and Design

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk melakukan analisis


Biaya yang dipergunakan untuk pengukuran sebelum dan sesudah
membuat satu prototype peralatan meja menggunakan peralatan kerja baru, para
putar perboard yang dilengkapi motor perajin gerabah dalam melakukan kerja
penggerak beserta kursi fleksibel (lihat sebelumnya perlu dilakukan pelatihan dan
Tabel 2) sekitar Rp 342.500,- serta sosialisasi agar nantinya diharapkan dapat
diperlukan bahan dan komponen yang menerima serta memahami untuk bekerja
harus dimodifikasi sedemikian rupa, karena secara nyaman dan lebih ergonomis.
tidak dijual secara bebas dipasaran.

Tabel 2 Biaya Material dan Biaya Tenaga


a. Biaya material
No Nama material Harga/satuan Kebutuhan Biaya
1. Besi kotak 45.000/ 6 meter 2 meter 15.000
2. Besi pipa 2’ 90.000/ 6 meter 1,5 meter 22.500
3. Laker 15.000 2 buah 30.000
4 Papan kayu tebal 2 cm 40.000 1 buah diameter 40 40.000
cm
5. Papan kayu tebal 1 cm 45.000/3 meter 1 meter 15.000
6. Motor mesin jahit 75.000/unit 1 unit 75.000
7. Besi ulir 40.000/meter 1 meter 40.000
8. Mur baut 5.000
9. Cat 10.000 10.000
Total biaya Rp 252.500

b. Biaya tenaga kerja


No. Kegiatan Biaya/unit
1. Jok kursi 40.000,00
2. Bubut dan las 50.000,00
Total biaya Rp 90.000,00
Perbandingan kondisi kerja perajin
gerabah dalam melakukan aktivitas b. Sesudah perbaikan :
pembuatan guci untuk analisis biomekanika Ry tangan dan bahu = 325,998 N
dengan beban yang ditahan, didasarkan Ry punggung = 281,586 N
pada gaya otot yang dikeluarkan oleh Ry kaki yang memutar = 799,615 N
masing-masing segmen searah garis Sehingga beban yang ditahan :
vertikal yaitu sama dengan gaya reaksi arah Fy = 325,998 N+ 281,586 N + 799,615 N
vertikal pada masing-masing tubuh perajin. Fy = 1407,199 N
Sehingga Ry maksimum formulasinya
adalah : Hasil penelitian selengkapnya
Ry = Ry tangan dan bahu + Ry punggung dapat dilihat pada tabel 3, terlihat data hasil
analisis Nodic Body Map adanya perubahan
+ Ry kaki yang memutar.
berupa penurunan tingkat keluhan rasa
Dari hasil perhitungan diperoleh : sakit pada anggota tubuh, juga konsumsi
a. Sebelum perbaikan : energi menjadi lebih efisien. Beban yang
Ry tangan dan bahu = 325,998 N ditahan untuk analisis biomekanik juga
Ry punggung = 457,04 N mengalami penurunan. Hal ini berakibat
Ry kaki yang memutar = 974,806 N pada kenaikan produktifitas kerja para
Sehingga beban yang ditahan : perajin gerabah.
Fy = 325,998 N + 457,04 N + 974,806 N
Fy = 1757,844 N

Tabel 3 Perbandingan Kondisi Kerja Sebelum dan


Sesudah Menggunakan Peralatan Baru

Sebelum Sesudah
No. Atribut
Perbaikan Perbaikan
1 Nordic Body Map Leher 29 orang 3 orang
Punggung 45 orang 2 orang
Pinggang 46 orang 1 orang
Pergelangan kaki 33 orang 2 orang
2 Denyut Jantung Saat bekerja
115,54 100,76
(Beats/minute)
Saat istirahat
68,42 70,58
(Beats/minute)
Konsumsi energi
3,0098 1,7482
(Kkal/menit)
3 Biomekanika Beban yang ditahan
1757,844 N 1407,199 N
(Σy)
4 Produktivitas Waktu standar 38,73 menit 26,80 menit
Output standar 12 buah/hari 18 buah/hari

4. KESIMPULAN diperoleh beban yang ditahan Fy =


Setelah dilakukan perbaikan 1407,199 N.
peralatan kerja dapat dilihat dari data
Nordic Body Map terjadi penurunan Dengan menggunakan peralatan
keluhan rasa sakit dan dari analisis kerja yang diusulkan, terjadi penurunan
biomekanika didapat hasil sebelum energi Expenditure dari 3,0098 Kkal/menit
menjadi 1,74482 Kkal/menit, serta
perbaikan beban yang ditahan Fy =
peningkatan produktivitas sebesar 44,5 %.
1757,844 N dan sesudah perbaikan
Suma’mur, P.K. (1984), Higene Perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
dan Kesehatan Kerja, Cetakan 4,
Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta.
Chaffin, D.B. and Andersson, G., (1984) ,
Sutalaksana, Iftikar, (1985), Pengukuran
Occupational Biomechanics, John
Kerja, TI ITB Bandung.
Willey & Sons
Tarwaka (1991), Produktivitas dan
Corlett, E.N., (1992), Static Muscle Loading
Pemanfaatan Sumber Daya Manusia.
and the Evaluation of Posture. Edited
Majalah Hiperkes dan Keselamatan
by Wilson. J.R. & Corlett, E.N. 1992.
Kerja, Jakarta: XXIV(2)
Evaluation of Human Work a
Waters TR, Putz-Anderson V, Garg A,
Practical Ergonomics Methodology,
(1994), Applications Manual for the
Tailor & Francis. London.
Revised NIOSH Lifting Equation,
Granjean, Etienne, (1993), Fitting the Task
NIOSH.
to the Man, 4th edition, Taylor &
Wignjosoebroto, S., (2000), Ergonomi, Studi
Francis, London.
Gerak, dan Waktu, Guna Widya,
Kroemer, K.H.E. Kroemer & K.E. Kroemer,
Jakarta.
(1994), Ergonomics : How to Design
Winter, D. A., (1990), Biomechanics and
for Easy and Efficiency, Prentice Hall,
Motor Control of Human Movement
Englewood Cliffs, New Jersey.
2ed., John Willey & Sons
Manuaba, A. (1992), Pengaruh Ergonomi
terhadap Produktifitas, Seminar
Produktivitas Tenaga Kerja, Jakarta.
National Institute for Occupational Health
and Safety (NIOSH), (1981), The
Maximum Permissible Limit.
Washington, DC.
Pheasant, Stephen, (1988), Body Space,
Anthropometry, Ergonomics and
Design, Taylor and Francis, London-
New York-Philadelphia.
Pheasan, S. (1991), Ergonomics, Work and
Health, MacMillan Academic and
Professional Ltd. London.
Sanders, Mark S, S.O and Ernest J. Mc
Cormick, (1993), Human Factors in
Engineering and Design, McGraw-Hill
International Edition, New York.
Silalahi, B.N.B., Silalahi, R.B., (1985),
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Pustaka Binaman
Pressindo, Jakarta.
Sodomo, (1991), Berbagai Pendekatan
Peningkatan Kemampuan Sumber
Daya Manusia dalam Penngamanan
Investasi di Indonesia. Majalah
Hiperkes dan Keselamatan Kerja,
Jakarta: XXIV(1)
Sujadnja, O., (1998), Kenyamanan ‘Bale
Meten’ Serta Faktor yang
Mempengaruhinya di Desa Gianyar,
Tesis Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Denpasar.
Lampiran :

Gambar sebelum perbaikan Gambar sesudah perbaikan

Gambar Peralatan Kerja Sebelum dan Sesudah Perbaikan

View publication stats


Anthropometric and Biomechanics Analysis of Lower Limb
Exoskeleton for The Indonesian Population

Rosyada ZF1,a), Sulardjaka1,b), Munadi1,c), Muslim E2,d)


1
Department of Mechanical Engineering, Diponegoro University, Semarang, Indonesia
2
Department of Industrial Engineering, University of Indonesia

a)
rosyada@undip.ac.id, b)sulardjaka@undip.ac.id, c)munadi@undip.ac.id, d)erlinda@eng.ui.ac.id

Abstract. Robotic Lower limb exoskeleton is a powered mechanical device for medical
rehabilitation of people with disabilities or paralyzed from the waist down (paraplegia). The
number of people with paraplegia is quite large in Indonesia, whilst the devices available on
the market are very expensive, not affordable to most Indonesian people. And they are
designed for the size of European or American. So the Mechanical Department of Diponegoro
University had been developed a prototype of an affordable lower limb exoskeleton robot. This
research discusses the anthropometric and biomechanical aspects of the lower limb exoskeleton
to fit the Indonesian posture and analyze the biomechanics for the user. Anthropometry
analysis was performed using the Jack V8.4 software

1. Introduction
Paraplegia is a medical condition in the form of decreased motoric and sensory function, especially on
the lower limb (lower extremity). As a result, the sufferer becomes paralyzed and cannot walk. The
causes of this disease, in general, are trauma due to accidents or diseases such as motor neuron
disease. According to the latest data from the Indonesian Ministry of Health, in 2012, persons with
disabilities to walk were 0.25% of Indonesia's population. According to the Central Statistics Agency,
Indonesia's population in 2012 was 245.4 million people, so the number of people with disabilities to
walk is more than 600,000 people
Methods of healing treatment for paraplegia include the use of medication, physiotherapy, and
surgery. Paraplegia causes decreased productivity and psychologically results in stress due to its
inability to carry out normal activities. In the healing periods, people with paraplegia need help from
other people for various types of activities that require lower limb movements, for example moving
from bed to wheelchair.
One of the walking aids for patients with paraplegia is a device in the form of a skeleton that is
driven by an electric motor, which is generally called robotic lower limb exoskeleton (RLLE). But the
high prices make it difficult for sufferers, especially in Indonesia to get or own this device. In addition,
the devices available on the market do not match the body size of an Indonesian. Therefore, the
Department of Mechanical Engineering of Diponegoro University developed a prototype robotic lower
limb exoskeleton. Zulkarnain in 2016 research on aspects of dynamic models and kinematics [1],
Nasir in 2016 research on mechanical control aspects and Atmaja 2017 research on the strength of the
frame structure [3].
The use of RLLE is fitted to the human body. In order for the alignment of size and in line motion
of the robots and humans, anthropometric factors must be very concerned in the design [4]. The
important factors include the degree of freedom of the robot, measures such as waist height, thigh
length, calves and legs, and the position of joints and legs. The design must avoid the robot's position
and movement that inhibit the user's movement and bad impact on the user's body.
This study researches on the Indonesian anthropometry size that should be used for the design of
RLLE and analyzes the use of RLLE from biomechanical aspects. The results of the analysis of this
study were used to refine the RLEE prototype that had been made in the Department of Mechanical
Engineering, Diponegoro University
This exoskeleton also helps people to maintain the “S” curve of the spine. As stated in [5], it is
important to maintain the natural S-curve to prevent chronic back injuries and to optimize the working
posture. For the lower back, this involves maintaining some degree of lordosis. Bending forward or
otherwise flattening the slight sway back (kyphosis) puts pressure on the sensitive discs of the lower
back, which can ultimately lead to a severe back injury. Twisting of the back is similarly a key issue.

2. Literature Review

2.1. Robotic Lower Limb Exoskeleton


A survey of lower limb exoskeleton conducted by Bing et al in 2015 [6]. They classify by the
function of the exoskeleton into three i.e. for rehabilitation, for assistance in human locomotion, and
for strength augmentation as depicted in Figure 1. Exoskeleton for rehabilitation is used in the
rehabilitation training for the orthopedic. Exoskeleton for human locomotion assistance used to help
patients with lost strength of the lower limbs. Then the soldiers, workers, and personnel that must
carry heavy loads, they can use the exoskeleton for strength augmentation.

A B C
Figure 1 The classification Exoskeletons. (A) rehabilitation, (B) locomotion
assistance, (C) augmentation [6].

Another survey of the design and development of lower limbs exoskeletons was carried out by
Aliman et al (2016) [7]. They define exoskeletons as mechanical devices that are used to fit the body
and move in accordance with the body of the user. Then they are essentially anthropomorphic in
nature. The development of the exoskeleton began in 1956 by Lent and was continued by Mizen in
1966. The exoskeleton that uses power was developed by Hardiman in 1971 which served to assist in
material handling. Aliman et al classifying the lower limb exoskeleton into three functions. The first
function is augmentation, which is to increase human strength at work. The second function is to
restore gait or train muscular weakness. The third function is rehabilitation where the exoskeleton
carries a heavy body and movement of the user.
The mechanical engineering department of Diponegoro University had been developed a prototype
of an affordable lower limb exoskeleton robot for the rehabilitation of the paraplegia. The size of the
exoskeleton is based on the Syaifudin 1996 [8]. The design is depicted in figure 4.

Figure 2. Prototype Design of UNDIP Lower Limb Exoskeleton.

2.2. Anthropometry
The need to pay attention to anthropometry aspects in the design process of facilities in the present
decade is obvious. Its include the measurement of the human body, weight, and center of gravity of a
body segment, body shape, distance for angular motion of the hands and feet, and so on.
Anthropometry is a collection of numerical data that relates to the physical characteristics of the
human body such as the size, shape, and strength and application of the data for the design of product
[9]. The application of anthropometric data can be done if there are available mean and SD (standard
deviation) from a normal distribution. The normal distribution is indicated by the presence of mean
values and standard deviations. While the percentile is a value which states that a certain percentage of
a group of people whose dimensions are equal to or less than the value of 15. For example, 95% of the
population is equal to or lower than 95 percentiles, 5% of the population is equal to or lower than 5
percentiles. The percentile value can be determined from the table of normal distribution probability.
The anthropometric data will determine the exact shape, size, and dimensions associated with the
product designed and the humans who will operate or use the product. Then the designer must be able
to accommodate the body dimensions of the largest population that will use the product.

2.3. Lower Back Analysis


The lower back analysis (LBA) focus on the compression force in the lumbar disc of the lower back,
especially the 4th-5th lumbar joint, called L4/L5. The force comes from the tension produced by
muscles and transmitted through tendons. The force can be calculated from specific movement or
exertion [5]. The maximum load in the lower back is 3400 N as stated as Action Limit by The
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) [10]. This AL was defined as tissue
tolerance where damage begins to occur in the spine.

2.4. OVAKO Working Posture Analysis (OWAS)


OWAS is applied to analyze the musculoskeletal risk when the whole body parts are working
simultaneously [11]. OWAS verifies the safety level of the most common work postures for the back
(four postures), arms (three postures), and legs (seven postures), as well as the weight of the load
handled (three categories). The quantification of each body parts is shown in Table 1 so that the whole
body posture is described by those four body parts using a four-digit code. It was then classified into
four action categories indicating the needs for ergonomic changes, as presented by Figure 5.
Table 1. OWAS action level
Action Digit
Back Straight 1
Bent 2
Twisted 3
Bent and twisted 4
Arms Both arms below shoulder level 1
One arm at or above shoulder level 2
Both arms at or above shoulder level 3
Legs Sitting 1
Standing on two straight legs 2
Standing on one straight leg 3
Standing or squatting on two bent legs 4
Standing or squatting on one bent leg 5
Kneeling 6
Walking 7
Load Less or equal to 10 Kg 1
Greater than 10 Kg and less or equal to 20 Kg 2
Greater than 20 Kg 3

Legs
1 2 3 4 5 6 7
Ba ck Arms
Loa d Loa d Loa d Loa d Loa d Loa d Loa d
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 3 1 1 1 1 1 2
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1
3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
4 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
Interpreta ti on of the res ul t
1 - No a cti on requi red
2 - Correcti ve a cti ons requi red i n the nea r future
3 - Correcti ve a cti ons s houl d be done a s s oon a s pos s i bl e
4 - Correcti ve a cti ons for i mprovement requi red i mmedi a tel y

Figure 5. OWAS evaluation and result interpretation

2.5. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


RULA was developed by [12] to provide a rating of musculoskeletal loads in tasks where people have
a risk of neck and upper-limb loading or activity. The tool provides a single score as a “snapshot” of
the task, which is a rating of the posture, force, and movement required. The risk is calculated into a
score of 1 (low) to 7 (high), as shown in Table 2. These scores are grouped into four action levels that
provide an indication of the time frame in which it is reasonable to expect risk control to be initiated.
RULA can be used to assess the posture and force that are associated with sedentary tasks [13],
including sitting and standing modeled in this current study.
Table 2. RULA action level
Action Level RULA Score Indication
1 1 or 2 Posture is acceptable if it is not maintained
or repeated for long periods
2 3 or 4 Further investigation is needed, and changes
may be required
3 5 or 6 Investigation and changes are required soon
4 7 Investigation and changes are required
immediately

2.6. Static Strength Prediction


Static Strength Prediction analysis run in Jack Human Simulation (known as SSP), provides
biomechanical strength assessment in a static posture. Differ from free body diagram calculation, this
analysis is conducted in the 3D model, build in Jack. This analysis was developed by [14] to answer
the need to assess manual exertion analysis in computer-aided job design software.

3. Methods
In this study, we applied the newest anthropometric data of Indonesian people and four biomechanics
approach in evaluating the exoskeleton application in daily practice. All analyses were carried out in
static posture using Jack Human Simulation software, version 8.4 for 64 bit Windows. The postures
chose in the analysis simulated human daily activity which will be assisted by using the lower limb
exoskeleton.

4. Results and Discussion

4.1. Anthropometric data


From the design of the UNDIP lower limb exoskeleton, it can be determined the body that will fit the
exoskeleton as described in figure 5. Data obtained from Anthropometry Indonesia [15]. The average
weight is 65 kg and the average height is 165 cm.

D19 (hip width) = 43 cm (p 95)

D12 (thick thighs) = 14.7 cm p 50


D15 (knee height) = 37.72 cm (p 5)

D13 (knee length) = 37.72 cm (p 5)

Figure 5. Anthropometry Data for Lower Limb Exoskeleton


4.2. Biomechanical Analysis
Biomechanical analysis conducted in Software Jack V8.4 for three postures of the RLLE and four
measurements such as. The results are collected in table 3.

Table 3. Measurements of the LBA, RULA, OWAS, and SSP


Posture
Measurement
Standing Walking Sitting
Compression 425 641 471
L4/L5 Forces (N) (LBA) AP Shear 10 10 10
Lateral Shear 0 0 0
Wrist 100% 100% 100%
Elbow 100% 100% 100%
Shoulder 100% 100% 100%
Percent Capable Summary
Torso 100% 100% 100%
(SSP)
Hip 99% 99% 100%
Knee 100% 100% 80%
ankle 99% 100% 40%
OWAS Code 1121 1121 1111
RULA Grand Score 3 3 2
Upper Arm 1 1 1
Lower Arm 2 3 1
Wrist 1 1 1
Wrist Twist 1 1 1
Body Group A Posture Rating
Total 3 3 2
Muscle use normal, no extreme normal, no extreme normal, no extreme
Force/Load 2-10 kg intermittent 2-10 kg intermittent 2-10 kg intermittent
Arms not supported not supported not supported
Neck 1 2 1
Trunk 1 1 1
Body Group B Posture Rating Total 1 2 1
Muscle use normal, no extreme normal, no extreme normal, no extreme
Force/Load < 2kg intermittent < 2kg intermittent < 2kg intermittent
Seated, legs and feet well supported well supported well supported
Legs and Feet Rating
Weight even even even

All the measures in Table 3 are normal, except for SSP in the sitting posture, RULA in the standing
posture, and RULA in the walking posture. In the SSP for sitting posture, the capability for the knee is
80% while for the ankle only 40%. It is the weakness of Jack's software. The sitting position on Jack
software is without chairs. Sitting position on a chair that can support human body weight cannot be
modelled in Jack. So the results of measurements in the sitting position produce a low number for the
knee and especially for the ankle.
The measurement results for RULA produce a score of 3 for standing posture and a score of 3 for
walking posture. It means further investigation is needed, and changes may be required. Detailed
measurements indicate the need for attention to the lower arm. The existence of this RLLE causes the
lower arm is no longer free to move near the hips and thighs. For this reason, the RLLE design is
recommended to use thin materials and machines.
5. Conclusions
In designing the lower limb exoskeleton, anthropometric data must be considered so that it can be
used safely. The design of the UNDIP’s robotic lower limb exoskeleton is recommended to use thin
materials and machines.
We have to take note that results based on the use of biomechanics are always estimates, not actual
measurements. The magnitude of compression and exertion in the various segments of the body is
based on geometry and mechanical relationships, as confirmed in [5].

References
[1] Munadi, Zulkarnain MI, Ariyanto M, Iskandar N, and Setiawan JD 2017 Kinematics and
Dynamic Analysis of Lower Limb Exoskeleton Robot, SNTTM Conf Proc, p 147-153
[2] Munadi, Nasir MS, Ariyanto M, Iskandar N and Setiawan JD 2016 Design and Simulation of
PID Controller for Lower Limb Exoskeleton Robot, AIP Conf Proc. 1983, p 060008-1-060008-
12
[3] Atmaja R, Munadi and Tauviqirrahman M 2017 Stress Analysis of Lower Limb Exoskeleton for
Walking Assistance using Finite Element Method, International Journal of Applied Engineering
Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 13 pp. 3864-3866
[4] Zoss AB, Kazerooni H, Chu A. Biomechanical Design of the Berkeley Lower Limb
Exoskeleton (BLEEX). IEEE/ASME Trans Mechatronics. 2006;11(2):128–38.
[5] Macleod D. THE RULES OF WORK A Practical Engineering Guide to Ergonomics. 2nd ed.
Boca Raton: CRC Press; 2013. 197 p.
[6] Chen B, Ma H, Qin LY, Gao F, Chan KM, and Law SW. Recent developments and challenges
of lower extremity exoskeletons. Vol. 5, Journal of Orthopaedic Translation. Elsevier Ltd; 2016.
p. 26–37. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jot.2015.09.007
[7] Aliman N, Ramli R and Haris SMM. Design and development of lower limb exoskeletons: A
survey. Vol. 95, Robotics and Autonomous Systems. Elsevier B.V.; 2017. p. 102–16. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/j.robot.2017.05.013
[8] Syaifudin M and Alatas Z. 1996 Anthropometric Studies of Javanese People in the Context of
Indonesian Human Reference Compilation, Proceeding of Radiation and Environmental Safety
[9] Nurmianto E. Ergonomy: Basic Concept and Applications. 1st ed. Surabaya: Guna Widya;
2004.
[10] Herkowitz HN, Dvorak J, Bell GR, Nordin M and Grob D. 2004 The Lumbar Spine 3rd ed.
Online. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
[11] Karhu O, Kansi P and Kuorinka I. 1977 Correcting working postures in industry: A practical
method for analysis. Appl Ergon 8(4) p199–201.
[12] McAtamney L and Corleet EN 1993 RULA: A survey method for the investigation of work-
related upper limb disorders. Appl Ergon. 24(2) p 91–9.
[13] Stanton N, Hedge A, Brookhuis K, Salas E and Hendrick H. 2005 Handbook of Human
Factors and Ergonomics Methods. CRC Press;
[14] Chaffin DB. Development of computerized human static strength simulation model for job
design 2002 Hum Factors Ergon Manuf. 7(4) p 305–22.
[15] PEI PEI. Antropometri Indonesia [Internet] [cited 2019 Apr 20]. Available from:
http://www.antropometriindonesia.org/index.php
2019
Joint Conference 6*" Annual Conference on Industrial and t -
ISE
Industrial Engineering System Engineering (ACISE) and
§ Department
l" International Conference on Risk Management as an VMCRMIA
Interdisciplinary Approach (ICRMIA)

present this

Number 215/UN7.P/HK/2019

to

Zainal Fanani Rosyada


for the valuable contribution as Paper Presenter entitled
Anthropometric and biomechanic analysis of lower limb exoskeleton for Indonesian population

Semarang, April 24, 2019


2012
CISE
Amat Conlmno»«A inductriai and S'

Dr. Ratna Purwaningsih, S.T.,M.T. Dr. Aries Susanty, S.T.,M.T.


Head of Industrial Engineering Department. Chairperson, Organizing Comnnittee
Faculty of Engineering. ACISE-ICRMIA 2019
Diponegoro University
2020 2nd International Conference on Biomedical Sciences and Information Systems (ICBSIS 2020)

Dynamics and Impact Biomechanics Modeling and Analysis of Aircraft Takeoff


and Landing Process
Shenglong Dai, Kehua Lia and Wei Zhua
Department of Aviation Medicine, the Naval Medical Center of PLA, Second Military University, Shanghai,
200433, China
a
email: zhuwei512@126.com

Keywords: Dynamic impact; Simulation; Biomechanics modeling; Takeoff ; Aircraft

Abstract: The dynamic process of takeoff and landing of an aircraft is modeled and analyzed,
which provides a technical basis for the impact biomechanics research of the crew in the aircraft, so
that the mechanism of damage to human tissues or organs in the process of impact can be studied in
depth. Modeling provides detailed data support for subsequent simulation studies, especially for
head damage during takeoff and landing of aircraft.

1. Introduction
Albert I. King, a damage biomechanics expert at Wayne State University's Bioengineering
Center and academician of the National Academy of Engineering, defines impact biomechanics as
"impact biomechanics, a science related to injury control. It studies how to prevent human tissues or
organs from impacting by controlling the flying environment [1-6].
The aim of impact biomechanics is to protect the passengers of vehicles from serious injury at a
cost that the public can bear. The basis of impact biomechanics is engineering mechanics and
physiology and pathology of human body system. In the 1970s, traffic accident injuries have
developed into the first major hazard threatening personal injury, and aviation and aerospace
accidents occur from time to time [7-12]. Therefore, to take effective measures to avoid accidents
and ensure personal safety has become the focus of attention of developed countries in the world.
Many scholars have devoted themselves to the research in this field. After decades of efforts, a lot
of achievements have been achieved and a new discipline, impact damage biomechanics, has been
gradually formed. Based on the above reasons, this paper studies the biodynamics of the take-off
and landing process of aircraft to provide theoretical support for the safety of pilots and crew.

2. Modeling of Aircraft Ski-jump Takeoff Process


We assume that the takeoff environment is windless; the initial aircraft state is static, the runway
level, and the takeoff end of the runway tilts upward. In order to better understand the performance
of the aircraft, takeoff is divided into two stages: the first stage is the deck flat acceleration process,
and the second stage is the acceleration takeoff and departure process.
Phase 1: flat acceleration process on the runway.
The first stage is the flat acceleration process on the runway. Considering the aircraft as a lumped
mass, the dynamic equation is
 W dv
T cos(θ 0 + ε ) − (D + FR ) =
 g dt (1)
 L + T sin(θ 0 + ε ) + N − W = 0
Where, W is aircraft weight, T is engine thrust, FR is rolling friction, N is deck reaction force,
respectively, {L, D} representing air lift and air resistance. θ 0 is the pitch angle, the angle between
the body longitudinal axis reference line and the deck, ε is the setting angle of the starting force
thrust, and the angle between the direction of thrust and the body longitudinal axis reference line.

Copyright © (2020) Francis Academic Press, UK 238 DOI: 10.25236/icbsis.2020.051


Integrate the two sides of equation (1), we get
W vt
∫ T cos(θ 0 + ε )ds − ∫ (D + FR )ds = g ∫
0
vdv (2)

Assuming that there is no Thrust Vectoring Control (TVC), the angle between the tail jet and the
longitudinal axis of the body is very small, and the thrust remains constant along the horizontal
plane, the effective mean of thrust can be defined as:
1 LDeck
LDeck ∫0
T≡ T ( s ) cos(θ 0 + e )ds (3)

Among them, LDeck is the length of the runway in which the plane accelerates straight at this
stage.
So at the end of the runway, the equation (2) can be written as following equation (4) according
to the dynamic characteristics and the principle of kinetic energy conversion.
1W 2
T LDeck − ∫ ( D + FR )ds = vI (4)
2 g
The second item is very small, it can also be written as
1W 2
T LDeck ≈ 1.02 × vI (5)
2 g
And its biggest velocity can be achieved at the last stage can be solved as
2 T
vI = g LDeck (6)
1.02 W
Phase 2: Accelerating takeoff.
When the aircraft enters the ski deck surface, the final acceleration equation is:
 W dv
T cos(θ 0 + e ) − ( D + FR ) − W sin θ Deck = g dt
 2 (7)
 ( L + N ) + T sin(θ 0 + e ) − W cos θ Deck = W v
 g R
Among them, R(s ) is the radius of deck curvature, θ Deck (s ) is the angle between the tangent of
deck surface and the horizontal plane. During the take-off, the average effective thrust is assumed
as T SJ , and the thrust vector angle of the launch force is the same as that of the horizontal deck.
1 S SJ
TSJ =
S SJ ∫
0
T ( s ) cos(θ 0 + ε ) ds (8)

1 S SJ
R=
1 − cos θ f ∫0
sin θ Deck ds (9)

Phase 3: Deceleration landing process


The mechanical model of deceleration process is as follows:
d 2x
m1 = Fe − 2Te sin θ − F f − D (10)
dt 2

x
sin θ = 1
(11)
(x + h )
2 2 2

1 dx
D = C x ρ ( ) 2 S0 (12)
2 dt

239
Among them, m1 is the mass of the aircraft, x is the taxiing distance, Fe is the thrust, Te is the
resistance, θ is the angle between the resistance and the original equilibrium position, F f is the
runway friction, D is the air resistance, S0 is the forward projection area of the wing, the distance
from the center line to the side pulley.
If the thrust is closed then it can also be simplified as
d 2x
m1 2 = −2Te sin θ − D (13)
dt

d 2x 1 dx
m1 2
= −2Te sin θ − C x ρ ( ) 2 S0 (14)
dt 2 dt
Where Te can be solved as
k ( x − 2 x 2 ) x1 > 2 x 2
Te =  1 1 (15)
 0 x1 < 2 x 2

x1 = x 2 + h 2 − h (16)

x x
sin θ = = (17)
h + x1 x2 + h2

3. Simulation method of mechanical response of head and neck


The dynamic characteristics of the aircraft and the analysis of the force process on the crew's
head and neck are developed in two simulation environments respectively. In the Simulink platform
of the MATLAB environment, the modeling and Simulation of the dynamics of the block lock
padlock are carried out. The simulation results are used as the input of the dynamic response of the
head and neck of the abques platform, and the finite element simulation of the head and neck is
carried out in the abques environment.
Function module composition can be divided into four modules,such as dynamic model of
aircraft, finite element model of head and neck,analysis module and model validation,see figure 1.
As for the verification of the model, including the verification of the dynamic model of the
aircraft padlock and the verification of the fidelity of the head and neck modeling, the simulation
results are compared with the experimental data by using the experimental data of 2066 standard of
the U.S. Army and the human body collision data of NBDL, and the model parameters are
optimized to reflect the real response as much as possible.

4. Finite Element Simulation of Head and Neck Mechanical Response


The finite element modeling of the head and neck of passengers mainly includes three parts:
head, cervical vertebra and upper trunk. According to the geometric shape and size of the object, the
model is constructed and simplified by modularization method as following figure 2 and figure 3.

Conclusion
The dynamic response of the crew's cervical spine and head under backward and forward impact
is analyzed and drawn by means of finite element method. The acceleration and response curve of
the crew's head and neck under horizontal impact can be obtained, and then the response curve of
the crew's head and neck under impact can be estimated. The possible injury to the crew's head and
neck provides basic technical data for flight safety.
240
Model validation

Parasmeter setting
module Analysis module

Dynamic response curve of


head and neck
Finite element model of
Dynamic model of aircraft
head and neck
Stress sketches and
deformation map of head
and neck

Figure 1. Simulation flow chart of mechanical response of crew's head and neck during takeoff and
landing of aircraft

Figure 2. Finite element modeling of head and body

Figure 3. Head and neck biomechanics simulation animation demonstration process

References
[1] L.O. Chua, Memristor-the missing circuit element. IEEE Trans. Circuit Theory 18 (5) (1971) 13.
[2] D.B. Strukov, G.S. Snider, D.R. Stewart, R.S. Williams. The missing memristor found, Nature
453 (7191) (2008) 4.
[3] T. He, J.M. Tour, Electronics: The fourth element, Nature 453 (7191) (2008) 2.
[4] M.Di. Ventra, Y.V. Pershin, Experimental demonstration of associative memory with memristive
neural networks, Neural Netw. 23 (7) (2010) 6.
[5] G.A. Gibson, S. Musunuru, J. Zhang, An accurate locally active memristor model for s-type
241
negative differential resistance in nbox, Appl. Phys. Lett.
108 (2) (2016) 023505.
[6] G.A. Gibson, S. Musunuru, J. Zhang, Nanocsale memristor device as synapse in neuromorphic
systems, Nano Lett. 10 (4) (2010) 5.
[7] K. Norris, B.J. Choi, J. Zhang, Trilayer tunnel selectors for memristor memory cells, Adv. Mater.
28 (2) (2016) 7.
[8] H. Kim, S.P. Adhikari, C. Yang, Memristor bridge synapse-based neural network and its learning,
Neural Netw. 23 (9) (2012) 10.
[9] Y.M. Banadaki, M.J. Sharifi, General spice models for memristor and application to circuit
simulation of memristor-based synapses and memory cells,
J. Circuits Syst. Comput. 19 (2) (2010) 18.
[10] Z. Zeng, A. Wu, Anti-synchronization control of a class of memristive recurrent neural
networks, Commun. Nonlinear Sci. Numer. Simul. 18 (2) (2013)13
[11] Guo, B. Z., & Zhao, Z. L. (2011). On the convergence of an extended state observer for
nonlinear systems with uncertainty. Systems & Control Letters, 60, 420-430.
[12] Han, J. Q. (2009). From PID to active disturbance rejection control. IEEE Transactions on
Industrial Electronics, 56, 900-906.

242

Anda mungkin juga menyukai