(Gabungkan) Biomekanika 1 - 20220629 - 035836
(Gabungkan) Biomekanika 1 - 20220629 - 035836
ABSTRAK
Gangguan Muskuloskeletal (MSDS) adalah salah satu keluhan yang paling umum ditemukan oleh pekerja
skala UKM, baik pekerja bidang manufaktur maupun bidang jasa. Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar
memberikan dampak postif terhadap perkembangan usaha bidang UKM jasa terutama jasa laundry. Salah satu
pekerjaan pada usaha laundry adalah menyetrika. Menyetrika pada usaha laundry merupakan kegiatan pokok
yang harus ada dan tidak memerlukan mobilitas tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi postur
tubuh operator laundry pada saat proses penyetrikaan. Jumlah operator yang diamati yaitu 3 operator dengan
2 kegiatan yaitu posisi duduk mengambil baju di atas kursi (Posisi 1) dan (Posisi 2) duduk menyetrika baju. Penelitain
ini menggunakan pendekatan metode biomekanika, standar batas aman mengacu pada NIOSH dengan gaya
tekan maksimal (FC) 6500 N pada L5/S1 dan batas gaya angkatan normal (Action Limit) sebesar 3500 N pada
L5/S1. Berdasarkan hasil yang sudah dilakukan, maka diperoleh bahwa 3 operator tersebut memiliki nilai FC pada posisi
1 yaitu 269,713 N untuk operator 1, 312,986 N untuk operator 2, dan 198,988 N untuk operator 3. Pada posisi 2 operator 1
memiliki nilai FC yaitu 349, 5 N, posisi 2 memiliki nilai 453,376 N, dan posisi 3 memiliki nilai 276,624 N. Berdasarkan dari
standar NIOSH, maka ketiga operator tersebut memilki nilai FC < AL sehingga ketiga operator tersebut memiliki posisi
yang aman.
ABSTRACT
Musculoskelatal Disorders (MSDS) are one of the most common complaints found by SME scale workers, both
manufacturing and service workers. Yogyakarta City as a student city has a positive impact on the development of SME
services, especially laundry services. One job in the laundry business is ironing. Ironing in the laundry business is a basic
activity that must be present and does not require high mobility. In this study aims to evaluate the laundry operator's posture
during the ironing process. The number of operators observed was 3 operators with 2 activities namely sitting position
taking clothes on a chair (Position 1) and (Position 2) sitting rubbing clothes. In this study using the biomechanical method
approach, the safe limit standard refers to NIOSH with a maximum force compression (FC) 6500 N on L5 / S1 and normal
Action limit (AL) of 3500 N on L5 / S1. Based on the results that have been done, it is found that the 3 operators have FC
value at position 1 which is 269,713 N for operator 1, 312,986 N for operator 2, and 198,988 N for operator 3. At position
2, operator 1 has FC value that is 349, 5 N, position 2 has a value of 453,376 N, and position 3 has a value of 276,624 N.
Based on the NIOSH standard, the three operators have a value of FC <AL so that all three operators have a safe position.
1. Pendahuluan
Perkembangan UKM yang ada di Indonesia memainkan peran penting dalam mengoptimalkan struktur ekonomi dan
stabilitas sosial [10]. UKM menjadi slaah satu pembuka lapangan pekerjaan bagi negara-negara berkembang
seperti indoneisa [11]. Banyak sektor UKM tumbuh di Indonesia mulai dari bisnis makanan, manufaktur hingga
dalam bidang sektor jasa. Sebagian besar UKM di Indonesia masih menggunakan tenaga manusia dalam
melakukan pekerjaan. Pekerjaan ini meliputi sifat fisik pekerjaanya mulai dari proses pengambilan maupun
dalam proses perakitan [17]. Manusia membutuhkan waktu istirahat yang cukup sehingga tingkat produktivitas
tenaga kerja akan meningkat [5]. Selain itu untuk meningkatkan produktivitas maka diperlukan perancnagan
stasiun kerja yang ergonmis. Berdarkan definisinya ergonomic merupakan ilmu, teknologi, dan seni untuk
menyelaraskan alat dan cara kerja manusia pada kondisi kerja dan lingkungan yangs ehat, aman, nyaman, dan
efisien untuk mendapatkan produktivitas yang setinggi-tingginya [14]. Tujuan utama perancangan dengan
11
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
menerapkan ilmu ergonomi adalah untuk menghasilkan sistem kerja yang lebih produktif dengan kualitas kerja
yang lebih baik.
Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar sangat memberikan dampak positif dan bermanfaat bagi para warganya.
Salah satu dampak positif tersebut adalah banyak bermunculan unit-unit usaha di kota Yogyakarta, terutama daerah-daerah
yang dekat dengan perguruan tinggi. Laundry merupakan unit usaha yang saat ini banyak bermunculan di kota Yogyakarta,
tidak hanya di tengah kota Yogyakarta tetapi sudah masuk ke daerah-daerah kecil bahkan gang yang hanya bisa dilalui oleh
kendaraan roda dua. Adanya usaha laundry untuk mempermudah masalah pekerjaan rumah tangga disela-sela
waktu kerja atau kuliah yang cukup padat. Alasan kepraktisan serta biaya yang dipandang cukup murah
membuat keberadaan usaha laundry semakin banyak ditemui di lingkungan sekitar. Harga yang diberikan juga
sangat bervariasi tergantung layanan yang diberikan, mulai harga rata-rata hingga harga yang luar biasa. Harga yang
bervariasi tersebut tentunya memiliki pangsa pasar dan konsumennya masing-masing. Walaupun secara harga bervariasi,
namun untuk proses produksi tidak ada perbedaan antara laundry dengan harga yang rata-rata dengan harga yang mahal.
Salah satu proses produksi yang ada pada industri laundry adalah penyetrikaan. Penyetrikaan merupakan salah satu stasiun
kerja yang dapat dikatakan paling penting pada industri laundry ini. Hal ini dikarenakan rata-rata orang pergi ke laundry
menginginkan pakaiannya menjadi harum dan rapi. Sehingga pekerjaan pada stasiun kerja ini menjadi sangat penting dan
memerlukan konsentrasi yang tinggi. Berdasarkan survei yang telah dilaksanakan, stasiun kerja ini justru merupakan
merupakan stasiun kerja yang paling melelahkan di antara stasiun kerja yang lain yang terdapat pada industri laundry. Hal
ini dikarenakan operator bekerja pada ruangan dengan suhu kamar dan berhadapan langsung dengan alat seterika yang pada
dasarnya menghasilkan panas. Selain dipengaruhi oleh kondisi ruangan, operator mudah mengalami kelelahan karena posisi
kerja yang kurang ergonomis. Sebagian besar pekerja memiliki postur kerja yang tidak ergonomisyanitu terlalu
membungkuk, jangkauan tangan dan perlatan kerja yang tidak sesuai anthropometri [1].
Kegiatan menyetrika ini sangat sederhana dan bisa dikatakan tidak memerlukan keahlian serta sertifikasi khusus untuk
mengoperasikannya. Pada kenyatannya, menyetrika merupakan kegiatan yang cukup banyak menguras energi karena
memerlukan tenaga dengan sedikit penekanan ditambah dengan pengaruh suhu yang cukup panas. Walaupun begitu,
menyetrika juga memiliki kelebihan yakni tidak memerlukan mobilitas yang tinggi serta area jangkauan tangan yang tidak
terlalu luas. Menyetrika tidak memiliki standar atau aturan khusus sehingga setiap operator memiliki cara dan aturan sendiri
dalam menyetrika berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Tetapi, idealnya menyetrika dilakukan dengan posisi duduk,
berdiri, maupun duduk berdiri secara bergantian untuk menghindari kebosanan, mudah lelah, serta otot statis. Pada aktivitas
menyetrika pada Laundry Nafiri, operator menyetrika dengan cara duduk di atas kursi selain itu operator diharuskan bekerja
selama 8 jam perhari.
Banyak penelitian yang sudah mengaplikasikan metode biomekanika untuk memberikan saran perancangan stasiun kerja
selanjutnya. Pada penelitian [13] mengaplikasikan biomekanika pada aktivitas pemindahan pallet. Penelitian selanjutnya [8]
melakukan analisa biomekanika pada pembuatan desain tas sekolah untuk anak usia 6-12 tahun. Pada penelitian [12]
melakukan evaluasi pada pencuci karpet pada industry karpet. Dari beberapa penelitian tersbut belum ada penelitian yang
khusus pada sektor jasa terutama jasa laundry. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dibahas mengenai evaluasi operator
dalam bidang jasa terutama jasa laundry. Pada penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisa posisi kerja operator
menggunakan pendekatan biomekanika dengan memperhitungkan nilai MPL.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di usaha Laundry Nafiri yang berlamatkan di Janturan Warungboto Yogyakarta.
Laundry Nafiri beroperasi selama 8 jam. Penelitian ini diawali dengan melakukan pengamatan langsung ke
Laundry Nafiri untuk mengetahui masalah yang terjadi. Dari identifikasi yang telah dilakukan, maka
ditemukanlah masalah berupa posisi kerja operator setrika yang tidak ergonomis. Hal tersebut dapat terlihat dari
tinggi kursi dan meja seterika yang digunakan tidak sesuai dengan postur tubuh dari operator seterika tersebut.
Selain itu, jarak antara meja setrika dengan kursi yang digunakan memiliki jarak yang cukup besar.
Langkah selanjutnya yakni perumusan masalah terhadap masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya,
kemudian dilanjutkan dengan penentuan tujuan dari penelitian ini. Pengumpulan data diperlukan pada tahap
selanjutnya untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam merancang sikap dan stasiun kerja operator
seterika secara ergonomis agar operator tidak merasa cepat lelah pada saat bekerja. Data-data yang diperlukan
antara lain: data perhitungan Manual Material Handling (MMH) [2,7] .
Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dilanjutkan dengan analisis hasil pengolahan tersebut sehingga
diperoleh hasil seberapa besar pengauh posisi serta stasiun kerja yang ada terhadap produktivitas kerja. Analisis
hasil pengolahan data tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk menentukan solusi permasalahan
12
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
tersebut yang berupa perbaikan posisi serta statiun kerja seterika pada Laundry Nafiri.Akhir dari penelitian ini
ditutup dengan pembuatan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran kepada pemilik Laundry
Nafiri untuk merubah posisi dan stasiun kerja secara ergonomis serta kepada peneliti setelahnya jikalau masih
ada kekurangan dan butuh penyempurnaan dari penelitian ini.
Pengumpulan Data
Data awal yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data nama, tinggi badan, dan berat badan operator. Tabel 1, Tabel 2
merupakan panjang segmen tubuh dari operator, Tabel 3 merupakan berat segmen tubuh, dan juga Tabel 4 merupakan
tabel pusat masa tubuh dari operator.
Segmentasi tubuh
Pusat massa atas Pusat massa bawah
(digunakan dalam contoh kerja)
Telapak tangan 50.6% 49.4%
Lengan bawah 43% 57%
Lengan atas 43.6% 56.4%
Upper limb 60.4% 39.6%
Paha 43.3% 56.7%
Betis 43.3% 56.7%
Kaki 42.9% 57.1%
Sumber: [15]
13
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
Pengolahan Data
Pada pengolahan data ini, terdapat masing-masing dua posisi kerja yang akan dihitung dan dijadikan sebagai sampel yaitu
posisi kerja pada operator 1, yakni posisi 1 berupa posisi duduk mengambil baju di atas kursi dan posisi 2 berupa posisi
menyetrika baju. Sampel yang dimaksud adalah berupa dokumentasi dan perhitungan sudut untuk operator 1. Berikut ini
pengolahan data pada setiap posisi duduk:
a. Posisi 1 (Duduk Mengambil Baju di atas Kursi) dan Free Body Diagram untuk Operator 1
14
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
Berat (N) merupakan hasil perkalian antara berat segmen tubuh dengan berat badan. Panjang (m) merupakan hasil perkalian
antara panjang segmen tubuh dengan tinggi tubuh.
15
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
Berat (N) merupakan hasil perkalian antara berat segmen tubuh dengan berat badan. Panjang (m) merupakan hasil perkalian
antara panjang segmen tubuh dengan tinggi tubuh.
Dari perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan pada setiap segmen tubuh, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
16
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
Tabel 11. Rekapitulasi nilai momen segmen tubuh tiap posisi untuk operator 1
Momen (Nm) Gaya (N)
No Segmen tubuh
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi 2
1 Telapak tangan 0.89 0.82 18.06 18.06
2 Lengan bawah 2.05 6 26.73 26.73
3 Lengan atas 5.42 11.21 41.01 41.01
4 Punggung 14.25 18.15 337.02 337.03
5 Paha 113.62 107.3 388.02 388.02
6 Betis 70.77 51.58 409.95 409.95
7 Kaki 169.99 150.81 417.09 417.09
Pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa nilai momen pada segmen kaki sebesar 169.99 Nm tersebut lebih besar
dibandingkan dengan posisi 2 yang memiliki nilai momen kaki sebesar 150.81 Nm.
Tabel 12. Rekapitulasi nilai momen segmen tubuh tiap posisi untuk operator 2
Momen (Nm) Gaya (N)
No Segmen tubuh
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi 2
1 Telapak tangan 1.07 0.78 17.64 17.64
2 Lengan bawah 3.23 6 25.12 25.12
3 Lengan atas 8.08 11.53 37.44 37.44
4 Punggung 16.16 23.06 294.88 294.88
5 Paha 114.31 106.63 338.88 338.88
6 Betis 63.92 52.09 357.8 357.8
7 Kaki 156.08 144.26 363.96 363.96
Pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa nilai momen pada segmen kaki sebesar 156.08 Nm tersebut lebih besar
dibandingkan dengan posisi 2 yang memiliki nilai momen kaki sebesar 144.26 Nm.
Tabel 13. Rekapitulasi nilai momen segmen tubuh tiap posisi untuk operator 3
Momen (Nm) Gaya (N)
No Segmen tubuh
Posisi 1 Posisi 2 Posisi 1 Posisi 2
1 Telapak tangan 0.79 0.69 17.7 17.7
2 Lengan bawah 1.69 5.85 25.35 25.35
3 Lengan atas 5.19 10.49 37.95 37.95
4 Punggung 10.38 14.09 300.9 300.95
5 Paha 100.85 97.66 345.9 345.9
6 Betis 87.39 47.08 365.25 365.25
7 Kaki 180.33 140.03 371.55 371.55
Pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa nilai momen pada segmen kaki sebesar 198.36 Nm tersebut lebih besar
dibandingkan dengan posisi 2 yang memiliki nilai momen kaki sebesar 150.81 Nm.
3. Perhitungan MPL
Dari perhitungan gaya dan momen di atas kemudian dilanjutkan lagi untuk mengolah data tersebut menggunakan metode
MPL (Maximum Permissible Limit) dari ketiga operator yang menjadi objek dalam penelitian ini dengan masing-masing
operator dilihat dari 2 posisi.
17
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
Standar batas aman mengacu pada The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan batasan
gaya angkat maksimum berdasarkan gaya tekan 6500 N pda L5/S1. Batasan gaya angkatan normal (Action Limit) sebesar
3500 N pada L5/S1, sehingga: Fc < AL, maka postur aman; AL < Fc < MPL, maka perlu hati-hati; Fc > MPL, maka postur
berbahaya [3, 6, 9, 16]. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada posisi 1 untuk operator 1 menghasilkan gaya kompresi
L5/S1 sebesar 269.713 N dan pada posisi 2 sebesar 349.5 N. Kedua nilai dari kedua posisi tersebut untuk operator 1 kurang
dari 3500 N sehingga dapat dikatakan pekerjaan pada kedua posisi tersebut tidak membahayakan bagi pekerja. Selain gaya
kompresi L5/S1 pada operator 1 ini juga terdapat gaya kompresi pada kaki yang memiliki nilai sebesar 571.061 N pada
posisi 1 dan 635.309 N pada posisi 2. Kedua nilai gaya kompresi pada kaki operator 1 tersebut kurang dari 3500 N sehingga
bisa dikatakan bahwa pekerjaan tersebut tidak membahayakan bagi pekerja.
Pada operator 2 diperoleh juga nilai gaya kompresi L5/S1 sebesar 312.986 N pada posisi 1 dan 453.376 N pada posisi 2.
Kedua nilai gaya kompresi L5/S1 tersebut kurang dari 3500 N sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan
tersebut tidak membahayakan bagi operator 2. Sedangkan gaya kompresi pada kaki untuk operator 2 memiliki nilai sebesar
548.785 N pada posisi 1 dan 681.605 N pada posisi 2. Gaya kompresi L5/S1 untuk operator 3 masing-masing memiliki nilai
sebesar 198.988 N pada posisi 1 dan 276.624 N pada posisi 2. Kedua nilai gaya kompresi L5/S1 untuk operator 3 kurang
dari 3400 N sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan tidak membahayakan bagi operator 3. Sedangkan
gaya kompresi pada kaki bagi operator 3 memiliki nilai masing-masing sebesar 439.714 N pada posisi 1 dan 508.097 N
pada posisi 2. Kedua nilai kompresi pada kaki bagi operator 2 kurang dari 3400 N sehingga dapat dikatakan pekerjaan yang
dilakukan tidak membahayakan bagi operator 3.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat tiga operator dengan masing-masing dua posisi kerja yang dianalisis yaitu
posisi 1 saat pengambilan baju dan posisi 2 yaitu saat menyetrika baju. Hasil analisis biomekanika tersebut menjelaskan
bahwa kegiatan yang dilakukan oleh ketiga operator dengan masing-masing dua posisi kerja tersebut tidak membahayakan
bagi pekerja. Perlu dilakukan analisis kembali menggunakan metode lainnya seperti metode SSP, LBA, RULA, dan OWAS
untuk penentuan perbaikan pada stasiun kerja penyetrikaan.
Daftar Pustaka
[1] Adiyanto, O., Prasetyo, F., A., & Ramadhani, F., K, “Manual Material Handling In The
‘karung’ Lifting Process Using Biomechanic and Physiologi Approach, SAINTEK. 24(1)
(2019).
[2] Angkoso, G., C., R, Analisis tingkat Resiko ergonomi Berdasarkan aspek pekerjaan pada
pekerja laudry sektor Usaha Informal Dikecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
(2013).
[3] Buckle, P., W., & Devereux, J., J, The nature of work-related neck and upper limb
musculoskeletal disorders, Applied Ergonomics. (2002).
[4] Caffin, D., B., Andersson, G., B., & Martin, B., J, Occupational Biomechanics, Fourth edition.
18
Ma’ruf, dkk. / Analisa Biomekanika Pada Aktivitas Penyetrikaan Studi Kasus Nafiri Laundry Yogyakarta / Vol. 5, No. 1,Maret 2020 pp.11-19
Wiley. (2006).
[5] De Jesus Pacheco, D., A., Ten Caten, C., S., Jung, C., F., Sassanelli, C., & Terzi, S,
Overcoming barriers towards Sustainable Product-Service Systems in Small and Medium-
sized enterprises: State of the art and a novel Decision Matrix, Journal of Cleaner Production.
222 (2019) 903–921.
[6] Dev, M., Bhardwaj, A., & Singh, S, Analysis of work-related musculoskeletal disorders and
ergonomic posture assessment of welders in unorganised sector: A study in Jalandhar, India,
International Journal of Human Factors and Ergonomics. 5(3) (2018) 240–245.
[7] Mas’idah, E., Fatmawati, W., & Ajibta, L, Analisa Manual Material Handling (MMH) dengan
Menggunakan Metode Biomekanika Untuk mengidentifikasi Resiko Cidera Tulang Belakang
(Musculoskeletal Disorder), Majalah Ilmiah Sultan Agung. 45(119) (2009) 37–56.
[8] Mououdi, M., A., Akbari, J., & Mousavinasab, S., N, Ergonomic design of school backpack by
using anthropometric measurements for primary school students (6–12 years), International
Journal of Industrial Ergonomics. 67(March) (2018) 98–103.
[9] Peppoloni, L., Filippeschi, A., Ruffaldi, E., & Avizzano, C., A. (WMSDs issue) A novel
wearable system for the online assessment of risk for biomechanical load in repetitive efforts,
International Journal of Industrial Ergonomics. 52 (2014) 1–11.
[10] Prashar, A, Towards sustainable development in industrial small and Medium-sized
Enterprises: An energy sustainability approach, Journal of Cleaner Production. 235 (2019)
977–996.
[11] Sanjog, J., Patel, T., & Karmakar, S, Occupational ergonomics research and applied contextual
design implementation for an industrial shop-floor workstation, International Journal of
Industrial Ergonomics. 72 (2019) 188–198.
[12] Singh, A., K., Meena, M., L., Chaudhary, H., & Dangayach, G., S, Ergonomic assessment and
prevalence of musculoskeletal disorders among washer-men during carpet washing:
Guidelines to an effective sustainability in workstation design, International Journal of Human
Factors and Ergonomics. 5(1) (2007) 22–43.
[13] Siska, M., & Angrayni, S., A, Analisis Postur Kerja Manual Material Handling pada Aktivitas
Pemindahan Pallet Menggunakan Rappid Upper Limb Activity (RULA) di PT. Alam Permata
Riau, Jurnal Sains, Teknologi, dan Industri. 15(2) (2018) 77–86.
[14] Tarwaka, S., Bakri, H., A., & Sudiajeng, L, Ergonomi Untuk Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja. (2004).
[15] Tayyari, F., F., & Smith, J, Occupational ergonomics. 3(0) (2015).
[16] Trask, C., Teschke, K., Morrison, J., Village, J., Johnson, P., & Koehoorn, M, Using
observation and self-report to predict mean, 90th percentile, and cumulative low back muscle
activity in heavy industry workers, Annals of Occupational Hygiene. 54(5) (2009) 595–606.
[17] Vignais, N., Miezal, M., Bleser, G., Mura, K., Gorecky, D., & Marin, F, Innovative system for
real-time ergonomic feedback in industrial manufacturing, Applied Ergonomics. 44(4) (2013)
566–574.
19
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019
ABSTRAK
Kegiatan pemindahan material secara manual dengan tenaga manusia merupakan aktivitas yang sesekali
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah kegiatan pengangkatan galon di depo air
XYZ. Apabila kegiatan pengangkatan tersebut dilakukan berulang kali dengan postur kerja yang salah
maka akan mengakibatkan MSDs. Tujuan penelitian ini yaitu meminimalkan penyebab terjadinya MSDs
pada postur kerja operator dalam pengangkatan galon yang dilakukan secara manual di depo air XYZ.
Identifikasi permasalahan postur kerja operator menggunakan metode REBA yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat resiko kesalahan postur pekerja. Kemudian dilakukan identifikasi menggunakan
model biomekanika untuk mengetahui beban yang diterima oleh L5/S1 sehingga dapat meminimalisir
lebih detail dari faktor lain penyebab MSDs. Hasil menunjukkan bahwa penilaian REBA masuk dalam
kategori tinggi dan dibutuhkan perbaikan segera. Sementara hasil gaya tekan pada L5/S1 sebesar 3601 N
masuk dalam klasifikasi hati-hati. Maka diperlukan rekomendasi berupa perbaikan postur dengan
penilaian RWL untuk mengurangi masalah muskuloskeletal menjadi lebih rendah.
1. Pendahuluan
Salah satu kegiatan sehari-hari yang sering dilakukan yaitu aktivitas pengangkatan material
dan sering dilakukan secara manual degan tenaga manusia. Contohnya seperti dalam kegiatan
lantai produksi pembuatan sepeda motor yang berupa aktivitas pengangkatan sparepart dan
kemudian merakitnya. Bahkan pada sistem produksi yang modernpun aktivitas pengangkatan
secara manual masih dipraktikkan pada saat peralatan teknik yang digunakan tidak
memungkinkan (Sukania., 2012).
Salah satu penyebab yang dapat menimbulkan kecelakaan dalam dunia industri yaitu
apabila kegiatan pengangkatan material dilakukan dengan tidak ergonomis secara manual oleh
tenaga manusia. “Over exertionlifting and carrying” merupakan sebutan untuk kecelakaan
industri yang diakibatkan oleh pemindahan material secara manual sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan tubuh akibat beban angkat yang berlebihan. Dalam kurun waktu 1982-1985
berdasarkan data statistik di negara bagian New South Wales nilai rata-rata kecelakaan tersbut
mencapai 18%. Dari data kecelakaan tersebut 5 % diantaranya disebabkan oleh hernia,
sementara sisanya disebabkan oleh rasa nyeri yang berlebihan atau strain. Bagian tubuh yang
paling sering terkena strain menurut data tersebut adalah bagian punggung yaitu sebesar 61%
(Hikmah dkk., 2015).
Menurut Sukania (2014) parameter yang dapat menjadi pengaruh dalam kegiatan
pengangkatan yaitu jarak horizontal antara beban yang diangkat dengan pekerja, berat beban
dalam pengangkatan, perbadingan berat pekerja dengan beban yang diangkat. Musculoskeletal
disorders (MSDs) atau yang sering disebut sebagai gangguan otot rangka merupakan cedera
pada bagian jaringan lunak sistem saraf. MSDs merupakan cedera yang banyak dialami oleh
pekerja pada kegiatan pengangkatan material secara manua (Hikmah dkk., 2015).
Selama tahun 2007-2010 menurut hasil dari Strategi Nasional Kesehatan Kerja,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang menyataka jika 40,5% pekerja memiliki
B18.1
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019
pekerjaan yang dapat menimbulkan hubungan dengan keluhan gangguan kesehatan, salah satu
diantaranya merupakan gangguan muskuloskeletal sebesar 16%. Depo air minum menjadi salah
satu indsutri yang semakin berkembang di Indonesia hal ini juga didukung oleh data menurut
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember (2014), yang menyatakan bahwa 232 depo air minum
berdiri di Jember. Berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa hanya 3 depo yang
menerapkan pemberian informasi cara angkut pengangkatan yang benar kepada pekerjanya,
sedangkan 38 depo sisanya diketahui bahwa pekerjanya menerapkan postur kerja yang tidak
aman pada saat melakukan pengangkatan galon (Hikmah dkk., 2015).
Pada depo air mineral, terdapat pekerja yang melayani pengangkatan galon. Pengaktan
galon tersebut memerlukan perhatian khusus dari teknis pengangkatan serta benda yang dibawa.
Oleh karena adanya permasalahan yang ditimbulkan dari pengangkatan beban secara manual
sehingga tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh serta melakukan analisis antara
aktivitas kerja dan beban angkat terhadap risiko terjadinya kelelahan musculoskeletal. Tujuan
tersebut didukung dengan penilaian postur pekerja pengangkatan galon menggunakan metode
REBA untuk mengetahui tingkat risiko kesalahan postur kerja yang dilakukan. Kemudian
dilakukan juga penilaian postur menggunakan biomekanika untuk melaukan justifikasi lebih
lanjut terhadap beban yang diterima oleh L5/S1 operator pada saat melakukan aktivitas
pengangkatan beban secara manual, sehingga dapat meminimalisir dengan lebih detail berbagai
faktor yang dapat menimbulkan MSDs.
2. Metode
Dalam penilaian postur kerja pekerja pengangkatan galon menggunakan 1 responden yang
bekerja sebagai jasa angkut air mineral galon. Penelitian dilakukan di Depo Air Mineral XYZ
Yogyakarta. Pada penelitian ini melakukan penilaian postur kerja menggunakan metode Rapid
Entire Body Assessment (REBA). Metode REBA dikenal sebagai penilaian postur kerja seorang
pekerja untuk menilai beberapa bagian postur tubuh diantaranya leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan, dan kaki pengaruh dari faktor coupling, beban yang dibawa, dan jenis
aktivitas pekerja. Untuk pengambilan data metode REBA, dibutuhkan perekaman video untuk
memperoleh proses pengangkatan pekerja pengangkat galon dan mengambil cuplikan layer
dengan posisi terburuk pekerja. Setelah memperoleh gambar posisi terburuk pekerja, penentuan
sudut-sudut bagian tubuh pekerja dengan software Corel Draw meliputi sudut punggung, leher,
lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Setelah penentuan besar sudut tubuh
pekerja dalam bentuk cuplikan layar, penilaian skor REBA dilakukan dengan software
ErgoFellow. Klasifikasi dalam skor akhir REBA yaitu:
Tabel 1. Action Level Metode REBA (Al-Madani & Dababneh., 2016)
Action Level Skor REBA Level Resiko Tindakan Perbaikan
0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu
1 2-3 Rendah Mungkin perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8-10 Tinggi Pelu segera
4 11-15 Sangat tinggi Perlu saat ini juga
Metode selanjutnya untuk mendukung hasil postur kerja yaitu pengukuran gaya tekan pada
di L5/S1 yang bisa disebut biomekanika. Biomekanika juga dapat didefenisikan sebagai
hubungan antara pekerja secara fisik dengan mesin yang digunakan, material dari benda, dan
peralatan yang bertujuan untuk meminimalkan keluhan-keluhan pada rangka otot pekerja.
Namun prinsip biomekanika yang digunakan dalam penelitian ini dapat memperkirakan
B18.2
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019
besarnya gaya tekan yang diterima atau momen resultan pada L5/S1 untuk suatu kegiatan
pengangkatan pekerja (Chaffin & Anderson., 1991). Kegiatan pengangkatan tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai aman, hati-hati, atau berbahaya di titik L5/S1. Model pengangkatan
biomekanika meliputi sistem yang disambungkan antara pinggul dan segmen tulang belakang
lebih tepatnya pada disc L5/S1 atau ruas tulang belakang lumbar ke 5 dan sakrum ke 1. Model
tersebut juga mempengaruhi tekanan perut (abdominal pressure) dimana abdominal pressure
berfungsi untuk menjaga kestabilan badan saat dikenai momen dan gaya yang diberikan dari
pekerja. Dalam menjaga keseimbangan tubuh tersebut, gaya tekan pada L5/S1 dapat diimbangi
dengan gaya otot pada spinal erector atau FM dan gaya perut atau FA sebagai pengaruh dari
tekanan perut (PA) untuk menjaga kestabilan badan karena pengaruh momen dan gaya (Tayyari
& Smith., 1997)
Setiap batasan gaya angkat memiliki batasan tersendiri yaitu Action Limit atau AL. Action
Limit merupakan nilai batas gaya angkat beban normal yang telah direkomendasikan oleh
NIOSH. Adapun istilah MPL atau Maximum Permissible Limit yaitu nilai batas gaya tekan pada
segmen L5/S1. Nilai dari AL atau MPL memiliki satuan Newton yang telah distandarkan oleh
NIOSH. Penggunaan titik L5/S1 sebagai penentuan batasan gaya angkat karena L5/S1
merupakan salah satu titik rawan pada kerangka manusia saat sedang bekerja. Titik L5/S1
memiliki disc atau selaput yang berisi cairan. Disc berfungsi untuk meredam terjadinya
pergerakan antar ruas di L5/S1. Jika hasil gaya tekan dari suatu aktivitas kerja melebihi batas
MPL, maka akan terjadi kelumpuhan dikarnakan pecahnya disc (Nurmianto., 1991).
Jika nilai LI melebihi 1 maka berat beban yang diangkat melebihi batas pengangkatan yang
direkomendasikan. Sehingga aktivitas tersebut dikatakan beresiko cidera tulang belakang. Jika
LI kurang dari 1, berat beban yang diangkat tidak melebihi batas pengangkatan yang
direkomendasikan sehingga aktivitas tersebut tidak mengandung resiko cidera tulang belakang.
B18.4
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019
Biomekanika merupakan ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui aspek mekanika
grakan pada tubuh manusia . Tujuan dari penggunaan biomekanika pada penelitian ini yaitu
untuk menentukan kompresi L5/S1 pada bagian tubuh manusia serta meminimalisir dengan
lebih detail berbagai faktor yang dapat menimbulkan MSDs setelah sebelumnya diketahui
tingkat risiko kesalahan postur kerja menggunakan metode REBA saat melakukan kegiatan
pengangkatan galon. Berdasarkan perhitungan biomekanika diperoleh total gaya sebesar 551,2
N, dengan sudut inklinasi sebesar 11,430 dan gaya perut (FA) sebesar 41 N serta gaya otot pada
spinal erector (FM) sebesar 3101 N maka didapatkan hasil kompresi pada L5/S1 (Fc) sebesar
3601 N. Yang jika dilakukan perbadingan berdasarkan reomendasi NIOSH berupa batasan
angkat normal yaitu sebesar 3430 N maka hasil Fc dari pengangkatan galon masuk ke dalam
klasifikasi hati-hati. Penelitian sebelumnya juga menyatakan hal yang serupa bahwa jika beban
kerja itu mengandung resiko yang besar didapatkan rumusan bahwa L5/S1 lebih besar dari 3430
N dan berbahaya bagi tulang belakang (Alfandianto dkk., 2017).
Fc yang masuk ke dalam klasifikasi hati-hati sehingga terlalu membebani invetebratal disk
pada L5/S1 dikarenakan oleh beberapa sebab diantaranya sudut tubuh yang dibentuk terlalu
membungkuk. Seperti yang dinyatakan pada penelitian sebelumnya bahwa sikap kerja yang
masuk ke klasifikasi tidak nyaman yaitu sikap membungkuk dan jika dipaktikkan pada suatu
B18.5
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019
pekerjaan secara repetitive dalam kurun waktu yang lama maka bisa menimbulkan kerusakan
lumbar dan penekanan pembuluh syaraf (Damayanti & Iftadi., 2014). Selanjutnya kegiatan
pengangkatan beban yang dilakukan melebihi kapasitas dari kemampuan manusia. Seperti yang
dinyatakan pada penelitian sebelumnya jika kegiatan pengangkatan yang dilakukan secara
manual melebihi kapasitas dari tenaga manusianya sendiri, maka disc herniation akan timbul
dan mengakibatkan pecahnya L5/S1 pada lapisan pembungkus yang terletak di invertebratal
disc (Damayanti & Iftadi., 2014). Berdasarkan hasil relasi antara metode REBA dengan metode
Biomekanika menyatakan bahwa aktivitas pengangkatan galon masuk pada risiko dengan
klasifikasi yang tinggi dan diperlukan perbaikan segera serta juga melebihi batasan dari nilai
normal yang direkomendasikan NIOSH. Maka kegiatan pengangkatan galon air masih
mempunyai risiko terhadap terjadinya kelelahan muskuloskeletal.
Pada penilaian dengan RWL atau Recommended Weight Limit dikhususkan untuk evaluasi
teknis pengangkatan galon baik dari postur tubuh maupun beban yang diangkat. Evaluasi RWL
yang ditetapkan oleh NIOSH dapat memberikan rekomendasi teknis pengangkatan barang
dengan batasan yang sesuai untuk postur pekerja dan beban yang diangkat oleh pekerja. Setelah
menilai pengangkatan galon pekerja berdasarkan REBA dan biomekanika, pengangkatan
tersebut membutuhkan rekomendasi mengenai tata cara mengangkat agar beban yang diangkat
oeh pekerja tidak melebihi batas pengangkatan yang telah direkomendasikan. Perhitungan RWL
dilakukan dengan mengetahui ketinggian benda dari lantai, jarak benda dari lantai, rata-rata
jarak perpindahan, dan sudut perputaran tubuh saat membawa benda. Sehingga untuk nilai
lifting index yang dihasilkan pekerja maksimal 1. Berdasarkan NIOSH, ketinggian benda (V)
untuk diangkat maksimal 75 cm dari lantai. Sedangkan dari aktivitas pengangkatan pekerja
hanya 0 cm dari lantai. Untuk pekerja pada penelitian ini, dibutuhkannya meja atau wadah
dengan batas tinggi maksimal 75 cm untuk mengurangi pekerja yang terlalu membungkuk saat
pengangkatan galon. Untuk jarak perpindahan (D) saat mengangkat galon dapat dikurangi
sebesar 25 cm (Tripujadi dkk., 2009) hingga 75 cm dari perpindahan rata-rata sebesar 150 cm.
dikarenakan pekerja jarang melakukan perputaran sudut (A) saat mengangkat galon, nilai A
dianggap 0°. Dengan nilai H atau jarak dari galon ke tubuh pekerja diperoleh maksimal 66 cm
diperoleh dari panjang dari ujung jari hingga titik bahu paling ujung, dan dari NIOSH diperoleh
nilai maksimal jarak horizontal yaitu 25 cm, sehingga disarankan pekerja hanya memberikan
nilai H maksimal sebesar 24 cm saat mengangkat galon untuk memperoleh nilai LI samadengan
1 dengan kondisi pengangkatan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sejam dan menghasilkan nilai
kopling yaitu poor. Dengan penentuan batas maksimal nilai faktor pengangkatan seperti H, V,
D, dan A, dapat diperoleh nilai LI yaitu 1 atau pengangkatan galon tidak melebihi nilai batas
pengangkatan yang direkomendasikan serta mencegah resiko cidera tulang belakang.
B18.6
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019
4. Simpulan
Pekerja pengangkatan galon di Depo Air Mineral XYZ Yogyakarta yang menghasilkan
perubahan postur tubuh yang besar, rata-rata pengangkatan dilakukan sebanyak 3 kaloi
dalam satu jam, pengangan tangan sulit untuk diterima pekerja, diperoleh hasil penilaian
postur pengangkatan galon dengan metode REBA sebesar 8 dengan level resiko tinggi
sehingga memerlukan perbaikan segera. Hal tersebut dapat didukung dengan perhitungan
gaya tekan pada L5/S1 sebesar 3601 yang masuk klasifikasi hati-hati dikarenakan postur
punggung operator yang membungkuk dengan derajat yang besar, sama halnya dengan
sudut yang terbentuk pada analisa postur kerja. Dengan hasil tindakan berupa perbaikan
segera dari evaluasi postur kerja dan proses pengangkatan termasuk hati-hati, maka
diperlukan perbaikan dari penilaian RWL yaitu maksimal ketinggian benda saat diangkat
75 cm dari lantai. Penentuan ketinggian dapat dilakukan dengan penggunaan meja sebagai
wadah merubah ketinggian galon. Untuk jarak dikurangi sebesar 25 cm hingga 75 cm dan
jarak benda ke operator yaitu 24 cm. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya, dapat
diberikan rekomendasi berupa perancangan produk yang sesuai dengan penilaian yang
telah dilakukan. Perancangan produk dapat memperhatikan segi keamanan, keinginan, dan
kebutuhan pekerja.
Daftar Pustaka
Al-Madani, D. dan Dababneh, A. (2016). Rapid Entire Body Assessment: A Literature Review.
American Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 1, No.9, pp. 107-118.
Alfandianto, Alex., Putri, Margaretta Hernita Erni Dwi. (2017). Analisis Biomekanika Pada
Postur dan Gerak Tubuh Operator Book Lift Guna Mengidentifikasi Risk of
Musculoskeletal Disorders. Saintek, Vol. 1, No. 2, pp. 95-105.
Chaffin, D. B. dan Anderson, G. B. J. (1991). Occupational Biomechanics. 2nd ed. Wiley. New
York, USA.
Damayanti, Rosma Hani., Iftadi, Irwan., dan Astuti, Rahmaniyah Dwi. (2014). ANALISIS
POSTUR KERJA PADA PT. XYZ MENGGUNAKAN METODE ROSA (RAPID
OFFICE STRAIN ASSESSMENT). Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1 pp.1–
7.
Grandjean, E. (1986). Fiitting the Task to the Man An Ergonomic Approach. Taylor & Francis.
London & Philadelphia.
Hikmah, Rizqi N., Sujoso, Anita D. P., Hartanti, Ragil I. (2015). Postur Kerja Sebelum dan
Sesudah Pelatihan Safety Tentang Manual Material Handling pada Pekerja Depo Air
Minum ( Studi Kasus di Kecamatan Sumbersari Jember). Artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa. Pp. 1-5.
Mas'idah, E., Fatmawati, W. dan Ajibta, L. (2009). Analisa Manual Material Handling (MMH)
dengan Menggunakan Metode Biomekanika Untuk Mengidentifikasi Resiko Cidera
Tulang Belakang (Musculoskeletal Disorder) (Studi Kasus pada Buruh Pengangkatan
Beras di Pasar Jebok Demak). Sultan Agung, Vol. 65, No. 119, pp. 37-56.
McAtamney, L., & Hignett, S. (2000). Rapid Entire Body Assessment (REBA). Applied
Ergonomics, Vol. 31, pp. 201–205.
Nurmianto, E. (1991). Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan Anatomi, Fisiologi,
Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk Perancangan, Kerja dan Produk. PT.
Guna Widya. Jakarta.
Siregar, I., Tarigan, I. R., Syahputri, K. dan Sari, R. M. (2018). Application of biomechanics in
industry, 2nd Nommensen International Conference on Technology and Engineering,
pp. 1-7 (Medan, 20 Juli 2018).
B18.7
Seminar dan Konferensi Nasional IDEC ISSN: 2579-6429
2019 Surakarta, 2-3 Mei 2019
Sukania, I.W., (2012). Analisa Ergonomi Kegiatan Mengangkat Beban Studi Kasus
Mengangkat Galon Air Ke Atas Dispenser. Karya Ilmiah Dosen Universitas
Tarumanegara.
Tayyari, F. & Smith, J. L. (1997). Occupational ergonomics: Principles and applications.
Springer. US.
Tripujadi, Harisno & Sugiarto, E. (2009). Aplikas Sistem Informasi K3 dengan Metode RULA
dan NIOSH, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009, (Yogyakarta, 2009).
Waters, T. R., Anderson, V. P., & Garg, A. (1994). Applications Manual For The Revised
NIOSH Lifting Equation. DHHS (NIOSH) Publication No. 94-110. Cincinnati, Ohio
45226.
B18.8
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/324027047
CITATIONS READS
0 4,527
1 author:
Muhammad Yusuf
Institut Sains and Teknologi Akprind Yogyakarta
15 PUBLICATIONS 4 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
WOMEN AND POVERTY (A STUDY IN FOREIGN TKW IN TULUNG AGUNG REGENCY) View project
All content following this page was uploaded by Muhammad Yusuf on 27 March 2018.
Muhammad Yusuf
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Abstract
Work equipments, which are heedless of the amenity, will have an effect to the work
productivity. In order to design comfortable work equipment, it is must to consider the function
and the component of involved working system i.e. human, machine/work equipment and its
environment.
In the process of making earthenware, which is performed by the craftsmen in
Kasongan Yogyakarta, they do not subject to the ergonomics principles. The initial testing shows
that the expenditure energy is in middle conditions (light/moderate) so that it needs
biomechanical analysis to find out the compressive force at backbone, especially L5/S1, besides
from the Nordic Body Map, it is found that many craftsmen feel their body is pain.
After adjusting the work equipment and performing analysis test, it is found that working
condition after adjustment is much better and more comfortable than before, because the
equipment is in accordance with the craftsmen’s anthropometry data. Besides of that, the energy
released is also relative smaller. The result obtained shows decreasing level toward pain
complaint and increasing level toward work productivity.
20 cm.
ialah kondisi-kondisi kerja yang dapat 29 cm.
membuat nyaman kerja manusia.
30 cm.
Meja perboard
Menurut Manuaba (1992)
34 cm.
48 cm.
Besi ulir
sehingga disiplin Human Engineering atau
ergonomi banyak diaplikasikan dalam
berbagai perancangan produk (man-made Pedal mesin jahit
Gambar 3 Keluhan rasa nyeri sebelum dan 1 Kilocalorie (Kcal) = 4,2 kilojoules (KJ)
sesudah perlakuan
Nilai konsumsi tersebut dapat digunakan karena berkaitan dengan proses
apabila nilai konsumsi energi dalam satuan metabolisme yaitu proses pembakaran
watt (1 watt = 1 joule/detik). dalam tubuh manusia yang akan
Selanjutnya dalam fisiologi kerja, energi menghasilkan energi, dimana besar
yang dikonsumsikan seringkali bisa diukur kecilnya oksigen yang dikonsumsi akan
secara langsung melalui konsumsi oksigen langsung berhubungan secara proporsional
yang dihirup. Dalam hal ini konversinya dengan konsumsi energi yang akan
dapat dinyatakan sebagai berikut : digunakan untuk bekerja.
Untuk pengukuran denyut jantung
1 liter oksigen = 4,8 kcal = 20 KJ dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain :
Jadi setiap 1 liter oksigen yang a. Mengetahui secara langsung bunyi
dihirup akan menghasilkan energi rata-rata denyut jantung yang ada pada arteri
sebesar 4,8 kkal atau 20 KJ. Istilah yang radial pada pergelangan tangan.
sering digunakan dalam mengkonversikan b.Mendengarkan denyut jantung dengan
nilai 1 liter oksigen dengan energi yang stethoscope.
dihasilkan oleh tubuh manusia disebut
c. Menggunakan ECG (Electrocardiogram),
sebagai nilai kalorifik dari oksigen. Dari nilai
yaitu mengukur signal elektrik yang diukur
konversi yang telah distandarkan tersebut,
jantung dari otot jantung pada permukaan
maka untuk mengetahui besarnya konsumsi
kulit dada.
energi (kkal) yang diperlukan untuk
Macam-macam kerja denyut jantung dapat
melaksanakan suatu kegiatan manual fisik
definisikan sebagai berikut :
dapat dicari dengan mengukur secara
langsung volume oksigen (liter) yang a. Denyut jantung pada saat istirahat
dihirup manusia dari udara bebas dan (resting pulse) adalah rata-rata denyut
kemudian dikalikan dengan faktor 4,8. jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
Cara lain yang bisa diaplikasikan b.Denyut jantung selama bekerja (working
untuk mengetahui besarnya energi kerja pulse) adalah rata-rata denyut jantung
fisik adalah dengan membandingkan selama (pada saat) seseorang bekerja.
konsumsi oksigen dengan kecepatan c. Denyut jantung selama istirahat total (total
denyut nadi/jantung yang dapat dinyatakan recovery cost or recovery cost) adalah
sebagai berikut : jumlah aljabar denyut jantung dari
a. Pekerja laki-laki yang melakukan aktivitas berhentinya denyut pada saat pekerja
manual fisik dengan pulsa 75 denyut atas selesai pada tugas yang dikerjakan
detak per menit akan ekuivalen dengan sampai dengan denyut jantung berada
konsumsi oksigen 0.5 liter/menit atau pada kondisi istirahatnya.
sepadan dengan pengeluaran energi 2,5 d.Denyut kerja total (total work pulse or
kkal/menit. cardinac cost) adalah denyut jantung dari
b. Jika tidak melakukan kegiatan fisik/dalam mulainya suatu kondisi istirahatnya
kondisi istirahat pulsa sebesar 62 (resting level).
denyut/menit, yang ekuivalen dengan
konsumsi oksigen sebesar 250 ml/menit Pengukuran denyut nadi/jantung
atau sepadan dengan pengeluaran energi sangat sensitif terhadap temperatur dan
sebesar 1,25 kkal/menit. tekanan emosi manusia, dan pengukuran
Pengukuran denyut jantung sering melalui konsumsi oksigen pada dasarnya
digunakan untuk menentukan besarnya tidak banyak dipengaruhi oleh perbedaan
konsumsi energi yang dibutuhkan pada saat karakteristik individu yang diukur. Biasanya
melakukan pekerjaan, meskipun cara ini dalam penelitian tentang pengukuran energi
tidak langsung terkait dengan pengukuran fisik kerja, kedua metode tersebut paling
energi fisik (otot) yang harus dikonsumsikan sering diaplikasikan. Untuk pengukuran
seseorang untuk bekerja. Yang paling tepat denyut nadi/jantung dilakukan pada saat
adalah pengukuran konsumsi oksigen, sebelum siklus kerja dimulai, dilanjutkan
pada setiap menit selama siklus bekerja
berlangsung dan 3 menit selama periode 2.4 Biomekanika
pemulihan (recovery). Sedang untuk Biomekanika adalah suatu ilmu
pengukuran oksigen yang dikonsumsikan pengetahuan yang merupakan kombinasi
(liter/menit) dilakukan terhadap volume dari ilmu fisika (khususnya mekanika) dan
oksigen yang dihirup per menit, yang teknik, dengan berdasar pada biologi dan
diambil 5 menit terakhir dari setiap siklus juga pengetahuan lingkungan kerja. Oleh
yang berlangsung. Winter (1990), mendefinisikan bahwa
Dalam fisiologi kerja konsumsi biomekanika dari gerakan manusia adalah
energi diukur secara tidak langsung melalui ilmu yang menyelidiki, menggambarkan dan
konsumsi oksigen. Hubungan energi menganalisis gerakan manusia.
dengan kecepatan jantung merupakan
Biomekanika umum adalah bagian
regresi kuadratis (Sutalaksana, 1985),
dari biomekanika yang berbicara mengenai
4 2
hukum-hukum dasar yang mempengaruhi
Y = 1,80411 – 0,0229038 X +4,71733.10 .X ….(1) tubuh organik manusia baik dalam posisi
diam maupun bergerak. Biostatik adalah
Dengan : bagian dari biomekanika umum yang hanya
Y = Energi (kkal / menit) menganalisa bagian tubuh dalam keadaan
X = Kecepatan denyut jantung diam maupun bergerak pada garis lurus
(denyut / menit) dengan kecepatan seragam (uniform).
Biodinamik adalah bagian dari biodinamika
Setelah besaran kecepatan denyut umum yang berkaitan dengan gerakan-
jantung dikonversikan ke kkal/menit, maka gerakan tubuh tanpa mempertimbangkan
pengeluaran energi untuk kerja dapat gaya yang terjadi (kinematik) dan gaya
dihitung dengan menggunakan rumus : yang disebabkan gaya yang bekerja dalam
tubuh (kinetik). Occupational Biomechanics
Ke = Et – Ei .............................................(2) didefinisikan sebagai bagian dari mekanik
terapan yang mempelajari interaksi fisik
Dengan : antara pekerja dengan mesin, material, dan
Ke = Konsumsi energi (kkal/menit) peralatan dengan tujuan untuk
Et = Pengeluaran energi setelah kerja meminimumkan keluhan pada sistem
(kkal/menit) kerangka otot agar produktivitas kerja dapat
Ei = Pengeluaran energi saat istirahat meningkat (Chaffin & Anderson, 1984).
(kkal/menit) Pendekatan Biomekanika
memandang tubuh sebagai suatu sistem
Selain mengukur denyut jantung, yang terdiri dari elemen-elemen yang saling
besarnya energi selama melakukan aktifitas berkaitan dan terhubung satu sama lain
dapat diprediksi berdasarkan jumlah melalui sendi-sendi dan jaringan otot yang
oksigen yang dikonsumsi seorang pekerja, ada. Prinsip-prinsip fisika digunakan untuk
dengan menggunakan spirometer atau menyatakan tegangan mekanik pada tubuh
menggunakan respirometer Max-Planck. dan gaya otot yang diperlukan untuk
Secara praktis diasumsikan hubungan mengimbangi tegangan-tegangan tersebut.
antara energi yang dikeluarkan dengan Untuk melakukan analisis
konsumsi oksigen adalah, jumlah energi biomekanik, tubuh manusia dipandang
yang dikeluarkan (kkal/menit) = 5 x sebagai suatu sistem yang terdiri dari link
konsumsi oksigen (liter/menit). (penghubung) dan joint (sambungan). Tiap
Energi yang dikeluarkan meningkat link mewakili segmen tubuh tertentu dan
secara linier sesuai dengan berat badan. tiap joint menggambarkan sendi yang ada.
Karena itu pengeluaran energi umumnya Menurut Chaffin & Anderson (1984), tubuh
berdasarkan pada standar manusia dengan manusia terdiri dari link, yaitu :
berat badan rata-rata 70 kg. (Pheasan, 1. Link lengan bawah yang dibatasi joint
1986). telapak tangan dan siku
2. Link lengan atas yang dibatasi joint siku Dengan mengklasifikasikan jenis
dan bahu pekerjaan dan postur tubuh didalam
3. Link punggung yang dibatasi joint bahu melakukan pekerjaan tersebut, dapat
dan pinggul dihitung besarnya gaya dan momen yang
4. Link paha yang dibatasi joint pinggul terjadi pada setiap link dan sendi melalui
dan lutut analisa mekanik. Baik pada saat tubuh
5. Link betis yang dibatasi joint lutut dan dalam posisi diam (biostatic) maupun pada
mata kaki saat bergerak (biodynamic).
6. Link kaki yang dibatasi joint mata kaki Hukum Kesetimbangan Gaya
dan telapak kaki menyatakan bahwa penjumlahan aljabar
Analisis biomekanika dibedakan dari semua gaya yang bekerja pada suatu
menjadi 2 (dua) yaitu secara statis berupa benda dalam keadaan kesetimbangan statis
analisis besarnya gaya dan momen yang adalah sama dengan nol (F = 0). Untuk
terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu, mendapatkan kesetimbangan gaya secara
saat tubuh dalam kondisi tanpa gerakan. keseluruhan, maka gaya-gaya dibedakan
Sedangkan analisis biomekanika secara sedikitnya dalam dua arah, yaitu vertikal
dinamis adalah analisis besarnya gaya dan dan horizontal. Sehingga diperoleh rumus
momen yang terjadi pada bagian-bagian kesetimbangan gaya sebagai berikut :
tubuh tertentu saat tubuh dalam kondisi Fx = 0 ; untuk arah horizontal
bergerak. Fy= 0 ; untuk arah vertikal
Untuk analisis ini perlu digunakan Hukum Kesetimbangan Momen
bantuan peralatan fotografi atau menyatakan bahwa penjumlahan aljabar
sinematografi untuk merekam gerakan momen-momen dari semua gaya yang
tubuh yang terjadi. Analisis biomekanika bekerja pada satu suatu benda dalam
satu link (single link) adalah analisis keadaan kesetimbangan statis adalah sama
terhadap gaya dan momen yang terjadi dengan nol (M= 0).
pada satu segmen tubuh yang diasumsikan Prinsip-prinsip dasar yang
bersifat bebas dan tidak dihibungkan diaplikasikan pada mekanika di atas, dapat
dengan segmen tubuh yang lain. dilakukan analisis biomekanika pada
Sedangkan analisis biomekanika banyak berbagai segmen tubuh manusia dengan
link (multiple link) adalah analisis terhadap memandang tubuh sebagai sistem multiple
gaya dan momen yang terjadi pada link, maka hasil perhitungan gaya dan
beberapa (lebih dari dua) segmen tubuh momen pada suatu link akan dipengaruhi
yang saling berhubungan. link sebelumnya dan akan mempengaruhi
Menurut Winter (1990), terhadap link selanjutnya. Oleh sebab itu link kaki
tiga jenis gaya bekerja di dalam tubuh akan menahan beban yang berasal dari
manusia, yaitu : berat seluruh link sebelumnya, baik beban
1. Gaya Gravitasi yaitu gaya yang melalui eksternal maupun beban link itu sendiri.
pusat massa dari segmen tubuh manusia Analisis biomekanika khususnya
dengan arah ke bawah. Besar gayanya pada perajin gerabah perlu digambarkan
adalah massa di kali percepatan gravitasi secara diagram dengan segment tubuh
(F = m.g). yang akan dianalisis yaitu pada bagian
2. Gaya Reaksi yaitu gaya yang terjadi lengan yang bertujuan memudahkan dalam
akibat beban pada segmen tubuh atau menentukan gaya-gaya yang berpengaruh
berat segmen tubuh itu sendiri. pada sistem anatomi tubuh manusia dibagi
3. Gaya Otot yaitu gaya yang terjadi pada beberapa organ sesuai dengan fungsinya
bagian sendi, baik akibat gesekan sendi (lihat Tabel 1)
atau akibat gaya pada otot yang melekat
pada sendi, dan gaya ini menggambarkan
besarnya momen otot.
Tabel 1 Data Model Antrophometri
Sebelum Sesudah
No. Atribut
Perbaikan Perbaikan
1 Nordic Body Map Leher 29 orang 3 orang
Punggung 45 orang 2 orang
Pinggang 46 orang 1 orang
Pergelangan kaki 33 orang 2 orang
2 Denyut Jantung Saat bekerja
115,54 100,76
(Beats/minute)
Saat istirahat
68,42 70,58
(Beats/minute)
Konsumsi energi
3,0098 1,7482
(Kkal/menit)
3 Biomekanika Beban yang ditahan
1757,844 N 1407,199 N
(Σy)
4 Produktivitas Waktu standar 38,73 menit 26,80 menit
Output standar 12 buah/hari 18 buah/hari
a)
rosyada@undip.ac.id, b)sulardjaka@undip.ac.id, c)munadi@undip.ac.id, d)erlinda@eng.ui.ac.id
Abstract. Robotic Lower limb exoskeleton is a powered mechanical device for medical
rehabilitation of people with disabilities or paralyzed from the waist down (paraplegia). The
number of people with paraplegia is quite large in Indonesia, whilst the devices available on
the market are very expensive, not affordable to most Indonesian people. And they are
designed for the size of European or American. So the Mechanical Department of Diponegoro
University had been developed a prototype of an affordable lower limb exoskeleton robot. This
research discusses the anthropometric and biomechanical aspects of the lower limb exoskeleton
to fit the Indonesian posture and analyze the biomechanics for the user. Anthropometry
analysis was performed using the Jack V8.4 software
1. Introduction
Paraplegia is a medical condition in the form of decreased motoric and sensory function, especially on
the lower limb (lower extremity). As a result, the sufferer becomes paralyzed and cannot walk. The
causes of this disease, in general, are trauma due to accidents or diseases such as motor neuron
disease. According to the latest data from the Indonesian Ministry of Health, in 2012, persons with
disabilities to walk were 0.25% of Indonesia's population. According to the Central Statistics Agency,
Indonesia's population in 2012 was 245.4 million people, so the number of people with disabilities to
walk is more than 600,000 people
Methods of healing treatment for paraplegia include the use of medication, physiotherapy, and
surgery. Paraplegia causes decreased productivity and psychologically results in stress due to its
inability to carry out normal activities. In the healing periods, people with paraplegia need help from
other people for various types of activities that require lower limb movements, for example moving
from bed to wheelchair.
One of the walking aids for patients with paraplegia is a device in the form of a skeleton that is
driven by an electric motor, which is generally called robotic lower limb exoskeleton (RLLE). But the
high prices make it difficult for sufferers, especially in Indonesia to get or own this device. In addition,
the devices available on the market do not match the body size of an Indonesian. Therefore, the
Department of Mechanical Engineering of Diponegoro University developed a prototype robotic lower
limb exoskeleton. Zulkarnain in 2016 research on aspects of dynamic models and kinematics [1],
Nasir in 2016 research on mechanical control aspects and Atmaja 2017 research on the strength of the
frame structure [3].
The use of RLLE is fitted to the human body. In order for the alignment of size and in line motion
of the robots and humans, anthropometric factors must be very concerned in the design [4]. The
important factors include the degree of freedom of the robot, measures such as waist height, thigh
length, calves and legs, and the position of joints and legs. The design must avoid the robot's position
and movement that inhibit the user's movement and bad impact on the user's body.
This study researches on the Indonesian anthropometry size that should be used for the design of
RLLE and analyzes the use of RLLE from biomechanical aspects. The results of the analysis of this
study were used to refine the RLEE prototype that had been made in the Department of Mechanical
Engineering, Diponegoro University
This exoskeleton also helps people to maintain the “S” curve of the spine. As stated in [5], it is
important to maintain the natural S-curve to prevent chronic back injuries and to optimize the working
posture. For the lower back, this involves maintaining some degree of lordosis. Bending forward or
otherwise flattening the slight sway back (kyphosis) puts pressure on the sensitive discs of the lower
back, which can ultimately lead to a severe back injury. Twisting of the back is similarly a key issue.
2. Literature Review
A B C
Figure 1 The classification Exoskeletons. (A) rehabilitation, (B) locomotion
assistance, (C) augmentation [6].
Another survey of the design and development of lower limbs exoskeletons was carried out by
Aliman et al (2016) [7]. They define exoskeletons as mechanical devices that are used to fit the body
and move in accordance with the body of the user. Then they are essentially anthropomorphic in
nature. The development of the exoskeleton began in 1956 by Lent and was continued by Mizen in
1966. The exoskeleton that uses power was developed by Hardiman in 1971 which served to assist in
material handling. Aliman et al classifying the lower limb exoskeleton into three functions. The first
function is augmentation, which is to increase human strength at work. The second function is to
restore gait or train muscular weakness. The third function is rehabilitation where the exoskeleton
carries a heavy body and movement of the user.
The mechanical engineering department of Diponegoro University had been developed a prototype
of an affordable lower limb exoskeleton robot for the rehabilitation of the paraplegia. The size of the
exoskeleton is based on the Syaifudin 1996 [8]. The design is depicted in figure 4.
2.2. Anthropometry
The need to pay attention to anthropometry aspects in the design process of facilities in the present
decade is obvious. Its include the measurement of the human body, weight, and center of gravity of a
body segment, body shape, distance for angular motion of the hands and feet, and so on.
Anthropometry is a collection of numerical data that relates to the physical characteristics of the
human body such as the size, shape, and strength and application of the data for the design of product
[9]. The application of anthropometric data can be done if there are available mean and SD (standard
deviation) from a normal distribution. The normal distribution is indicated by the presence of mean
values and standard deviations. While the percentile is a value which states that a certain percentage of
a group of people whose dimensions are equal to or less than the value of 15. For example, 95% of the
population is equal to or lower than 95 percentiles, 5% of the population is equal to or lower than 5
percentiles. The percentile value can be determined from the table of normal distribution probability.
The anthropometric data will determine the exact shape, size, and dimensions associated with the
product designed and the humans who will operate or use the product. Then the designer must be able
to accommodate the body dimensions of the largest population that will use the product.
Legs
1 2 3 4 5 6 7
Ba ck Arms
Loa d Loa d Loa d Loa d Loa d Loa d Loa d
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 3 1 1 1 1 1 2
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1
3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
4 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
Interpreta ti on of the res ul t
1 - No a cti on requi red
2 - Correcti ve a cti ons requi red i n the nea r future
3 - Correcti ve a cti ons s houl d be done a s s oon a s pos s i bl e
4 - Correcti ve a cti ons for i mprovement requi red i mmedi a tel y
3. Methods
In this study, we applied the newest anthropometric data of Indonesian people and four biomechanics
approach in evaluating the exoskeleton application in daily practice. All analyses were carried out in
static posture using Jack Human Simulation software, version 8.4 for 64 bit Windows. The postures
chose in the analysis simulated human daily activity which will be assisted by using the lower limb
exoskeleton.
All the measures in Table 3 are normal, except for SSP in the sitting posture, RULA in the standing
posture, and RULA in the walking posture. In the SSP for sitting posture, the capability for the knee is
80% while for the ankle only 40%. It is the weakness of Jack's software. The sitting position on Jack
software is without chairs. Sitting position on a chair that can support human body weight cannot be
modelled in Jack. So the results of measurements in the sitting position produce a low number for the
knee and especially for the ankle.
The measurement results for RULA produce a score of 3 for standing posture and a score of 3 for
walking posture. It means further investigation is needed, and changes may be required. Detailed
measurements indicate the need for attention to the lower arm. The existence of this RLLE causes the
lower arm is no longer free to move near the hips and thighs. For this reason, the RLLE design is
recommended to use thin materials and machines.
5. Conclusions
In designing the lower limb exoskeleton, anthropometric data must be considered so that it can be
used safely. The design of the UNDIP’s robotic lower limb exoskeleton is recommended to use thin
materials and machines.
We have to take note that results based on the use of biomechanics are always estimates, not actual
measurements. The magnitude of compression and exertion in the various segments of the body is
based on geometry and mechanical relationships, as confirmed in [5].
References
[1] Munadi, Zulkarnain MI, Ariyanto M, Iskandar N, and Setiawan JD 2017 Kinematics and
Dynamic Analysis of Lower Limb Exoskeleton Robot, SNTTM Conf Proc, p 147-153
[2] Munadi, Nasir MS, Ariyanto M, Iskandar N and Setiawan JD 2016 Design and Simulation of
PID Controller for Lower Limb Exoskeleton Robot, AIP Conf Proc. 1983, p 060008-1-060008-
12
[3] Atmaja R, Munadi and Tauviqirrahman M 2017 Stress Analysis of Lower Limb Exoskeleton for
Walking Assistance using Finite Element Method, International Journal of Applied Engineering
Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 13 pp. 3864-3866
[4] Zoss AB, Kazerooni H, Chu A. Biomechanical Design of the Berkeley Lower Limb
Exoskeleton (BLEEX). IEEE/ASME Trans Mechatronics. 2006;11(2):128–38.
[5] Macleod D. THE RULES OF WORK A Practical Engineering Guide to Ergonomics. 2nd ed.
Boca Raton: CRC Press; 2013. 197 p.
[6] Chen B, Ma H, Qin LY, Gao F, Chan KM, and Law SW. Recent developments and challenges
of lower extremity exoskeletons. Vol. 5, Journal of Orthopaedic Translation. Elsevier Ltd; 2016.
p. 26–37. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jot.2015.09.007
[7] Aliman N, Ramli R and Haris SMM. Design and development of lower limb exoskeletons: A
survey. Vol. 95, Robotics and Autonomous Systems. Elsevier B.V.; 2017. p. 102–16. Available
from: http://dx.doi.org/10.1016/j.robot.2017.05.013
[8] Syaifudin M and Alatas Z. 1996 Anthropometric Studies of Javanese People in the Context of
Indonesian Human Reference Compilation, Proceeding of Radiation and Environmental Safety
[9] Nurmianto E. Ergonomy: Basic Concept and Applications. 1st ed. Surabaya: Guna Widya;
2004.
[10] Herkowitz HN, Dvorak J, Bell GR, Nordin M and Grob D. 2004 The Lumbar Spine 3rd ed.
Online. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
[11] Karhu O, Kansi P and Kuorinka I. 1977 Correcting working postures in industry: A practical
method for analysis. Appl Ergon 8(4) p199–201.
[12] McAtamney L and Corleet EN 1993 RULA: A survey method for the investigation of work-
related upper limb disorders. Appl Ergon. 24(2) p 91–9.
[13] Stanton N, Hedge A, Brookhuis K, Salas E and Hendrick H. 2005 Handbook of Human
Factors and Ergonomics Methods. CRC Press;
[14] Chaffin DB. Development of computerized human static strength simulation model for job
design 2002 Hum Factors Ergon Manuf. 7(4) p 305–22.
[15] PEI PEI. Antropometri Indonesia [Internet] [cited 2019 Apr 20]. Available from:
http://www.antropometriindonesia.org/index.php
2019
Joint Conference 6*" Annual Conference on Industrial and t -
ISE
Industrial Engineering System Engineering (ACISE) and
§ Department
l" International Conference on Risk Management as an VMCRMIA
Interdisciplinary Approach (ICRMIA)
present this
Number 215/UN7.P/HK/2019
to
Abstract: The dynamic process of takeoff and landing of an aircraft is modeled and analyzed,
which provides a technical basis for the impact biomechanics research of the crew in the aircraft, so
that the mechanism of damage to human tissues or organs in the process of impact can be studied in
depth. Modeling provides detailed data support for subsequent simulation studies, especially for
head damage during takeoff and landing of aircraft.
1. Introduction
Albert I. King, a damage biomechanics expert at Wayne State University's Bioengineering
Center and academician of the National Academy of Engineering, defines impact biomechanics as
"impact biomechanics, a science related to injury control. It studies how to prevent human tissues or
organs from impacting by controlling the flying environment [1-6].
The aim of impact biomechanics is to protect the passengers of vehicles from serious injury at a
cost that the public can bear. The basis of impact biomechanics is engineering mechanics and
physiology and pathology of human body system. In the 1970s, traffic accident injuries have
developed into the first major hazard threatening personal injury, and aviation and aerospace
accidents occur from time to time [7-12]. Therefore, to take effective measures to avoid accidents
and ensure personal safety has become the focus of attention of developed countries in the world.
Many scholars have devoted themselves to the research in this field. After decades of efforts, a lot
of achievements have been achieved and a new discipline, impact damage biomechanics, has been
gradually formed. Based on the above reasons, this paper studies the biodynamics of the take-off
and landing process of aircraft to provide theoretical support for the safety of pilots and crew.
Assuming that there is no Thrust Vectoring Control (TVC), the angle between the tail jet and the
longitudinal axis of the body is very small, and the thrust remains constant along the horizontal
plane, the effective mean of thrust can be defined as:
1 LDeck
LDeck ∫0
T≡ T ( s ) cos(θ 0 + e )ds (3)
Among them, LDeck is the length of the runway in which the plane accelerates straight at this
stage.
So at the end of the runway, the equation (2) can be written as following equation (4) according
to the dynamic characteristics and the principle of kinetic energy conversion.
1W 2
T LDeck − ∫ ( D + FR )ds = vI (4)
2 g
The second item is very small, it can also be written as
1W 2
T LDeck ≈ 1.02 × vI (5)
2 g
And its biggest velocity can be achieved at the last stage can be solved as
2 T
vI = g LDeck (6)
1.02 W
Phase 2: Accelerating takeoff.
When the aircraft enters the ski deck surface, the final acceleration equation is:
W dv
T cos(θ 0 + e ) − ( D + FR ) − W sin θ Deck = g dt
2 (7)
( L + N ) + T sin(θ 0 + e ) − W cos θ Deck = W v
g R
Among them, R(s ) is the radius of deck curvature, θ Deck (s ) is the angle between the tangent of
deck surface and the horizontal plane. During the take-off, the average effective thrust is assumed
as T SJ , and the thrust vector angle of the launch force is the same as that of the horizontal deck.
1 S SJ
TSJ =
S SJ ∫
0
T ( s ) cos(θ 0 + ε ) ds (8)
1 S SJ
R=
1 − cos θ f ∫0
sin θ Deck ds (9)
x
sin θ = 1
(11)
(x + h )
2 2 2
1 dx
D = C x ρ ( ) 2 S0 (12)
2 dt
239
Among them, m1 is the mass of the aircraft, x is the taxiing distance, Fe is the thrust, Te is the
resistance, θ is the angle between the resistance and the original equilibrium position, F f is the
runway friction, D is the air resistance, S0 is the forward projection area of the wing, the distance
from the center line to the side pulley.
If the thrust is closed then it can also be simplified as
d 2x
m1 2 = −2Te sin θ − D (13)
dt
d 2x 1 dx
m1 2
= −2Te sin θ − C x ρ ( ) 2 S0 (14)
dt 2 dt
Where Te can be solved as
k ( x − 2 x 2 ) x1 > 2 x 2
Te = 1 1 (15)
0 x1 < 2 x 2
x1 = x 2 + h 2 − h (16)
x x
sin θ = = (17)
h + x1 x2 + h2
Conclusion
The dynamic response of the crew's cervical spine and head under backward and forward impact
is analyzed and drawn by means of finite element method. The acceleration and response curve of
the crew's head and neck under horizontal impact can be obtained, and then the response curve of
the crew's head and neck under impact can be estimated. The possible injury to the crew's head and
neck provides basic technical data for flight safety.
240
Model validation
Parasmeter setting
module Analysis module
Figure 1. Simulation flow chart of mechanical response of crew's head and neck during takeoff and
landing of aircraft
References
[1] L.O. Chua, Memristor-the missing circuit element. IEEE Trans. Circuit Theory 18 (5) (1971) 13.
[2] D.B. Strukov, G.S. Snider, D.R. Stewart, R.S. Williams. The missing memristor found, Nature
453 (7191) (2008) 4.
[3] T. He, J.M. Tour, Electronics: The fourth element, Nature 453 (7191) (2008) 2.
[4] M.Di. Ventra, Y.V. Pershin, Experimental demonstration of associative memory with memristive
neural networks, Neural Netw. 23 (7) (2010) 6.
[5] G.A. Gibson, S. Musunuru, J. Zhang, An accurate locally active memristor model for s-type
241
negative differential resistance in nbox, Appl. Phys. Lett.
108 (2) (2016) 023505.
[6] G.A. Gibson, S. Musunuru, J. Zhang, Nanocsale memristor device as synapse in neuromorphic
systems, Nano Lett. 10 (4) (2010) 5.
[7] K. Norris, B.J. Choi, J. Zhang, Trilayer tunnel selectors for memristor memory cells, Adv. Mater.
28 (2) (2016) 7.
[8] H. Kim, S.P. Adhikari, C. Yang, Memristor bridge synapse-based neural network and its learning,
Neural Netw. 23 (9) (2012) 10.
[9] Y.M. Banadaki, M.J. Sharifi, General spice models for memristor and application to circuit
simulation of memristor-based synapses and memory cells,
J. Circuits Syst. Comput. 19 (2) (2010) 18.
[10] Z. Zeng, A. Wu, Anti-synchronization control of a class of memristive recurrent neural
networks, Commun. Nonlinear Sci. Numer. Simul. 18 (2) (2013)13
[11] Guo, B. Z., & Zhao, Z. L. (2011). On the convergence of an extended state observer for
nonlinear systems with uncertainty. Systems & Control Letters, 60, 420-430.
[12] Han, J. Q. (2009). From PID to active disturbance rejection control. IEEE Transactions on
Industrial Electronics, 56, 900-906.
242