PENDAHULUAN
DIAGNOSIS
Sebagaimana penyebab lain dari obstruksi saluran cerna bawah pada neonatus, radiografi abdominal biasa
menunjukkan dilatasi loop usus. Penggunaan kontras enema menunjukkan terminasi dari kontras yang mengisi batas colon
(10)
dan ileum distal (pada kasus atresia ileum), disertai dengan loop usus halus yang terisi udara.
Gambar 2 Atresia ileum pada anak laki-laki usia 2 tahun dengan gejala muntah- muntah dan distensi abdomen (10)
A, radiografi abdomen menunjukkan distensi multipel dari loop usus (tanda panah). Dengan udara usus distal yang kurang
B, gambar dari pemeriksaan kontras enema menunjukkan kontras yang mengisi ujung batas colon dan ileum distal (tanda
panah lurus). Terdapat distensi loop multipel yang terisi udara pada usus halus
PENATALAKSAAN
Semua pasien sebaiknya diberikan hidrasi cairan sebelum terapi operatif. Sebagai tambahan, pipa nasogastrik atau
orogastrik sebaiknya dipasng untuk mengosongkan lambung dan menurunkan resiko muntah dengan aspirasi. Secara
umum, pasien dengan atresia intestinal mempunyai resiko rendah berhubunga dengan anomali kardiak, sehingga
pemeriksan pre operatif tidak dibutuhkan kecuali pasien mempunyai riwayat klinis defek kardiak.
Pada eksplorasi lokasi atresia proksimal secara hati-hati diidentifikasi sebagai lokasi usus yang mengalami
perubahan kaliber. Dinding luar dari usus pada lokasi obstruksi kemungkinan tampak intak atau mungkin terdapat defek
pada kontinuitas usus dan mesenterium. Secara umum, penanganan operasi membutuhkan eksisi dari ujung usus yang
terlibat dalam atresia. Cukup penting untuk mencari lokasi distal dari obstruksi (dapat muncul pada 20% pasien) dan
kemungkinan tidak mudah terlihat karena perubahan kaliber pada proksimal atresia. Titik distal dari obstruksi dapat
diidentifikasi dengan membilas lumen usus distal dengan cairan saline untk mengkonfirmasi kontinuitas intesinal ke
tingkat rektum.
Setelah reseksi dari segmen atretik, operator dihadapkan dengan prosedur sulit untuk mengembalikan kontinuitas
antara segmen intestinal dengan perbedaan ukuran yang ditandai. Pertimbangan lain adalah potensi dismotilitas dari
segmen proksimal yang dilatasi, sehingga dapat menyebabkan fungsi usus yang lambat kembali dan masalah kelebihan
pertumbuhan bakteri. Pada pasien dengan segmen proksimal dilatasi berat yang relatif pendek, reseksi dari segmen yang
dilatasi dengan pengembalian kontinuitas dengan metode end to end anastomosis adalah opsi yang baik. Namun pada
pasien dengan segmen usus proksimal panjang yang dilatasi secara signifikan, reseksi dari keseluruhan segmen yang
terlibat mungkin mengakibatkan panjang sisa usus yang tidak adekuat untuk menjalankan fungsi absorsi dari nutrisi
(6)
enterik (short bowel syndrome).
Pasien yang memiliki atresia multipel (tipe IV) atau apple peel deformity (tipe IIIb) akan memiliki masalah
penanganan yang kompleks. Pasien mungkin membutuhkan anastomosis multipel dan akan mengalami pemulihan fungsi
usus yang lama. Sebagai catatan, kebanyakan pasien akan mengalmi short bowel syndrome karena panjang residu usus
yang tidak adekuat. Secara umum, pemasangan stoma tidak dibutuhkan dan sebaiknya dihindari karena usus yang dilatasi
tidak mengalami penurunan kaliber, dan cairan serta elektrolit yang keluar akan lebih banyak,
Prosedur operasi dari atresia jejunoileal adalah bayi ditempatkan dalam posisi supinasi pada selimut penghambat
dan daerah operasi dibersihkan dengan plactic adherent drapes. Akses ke kavitas abdominal didapatkan dari insisi regio
(9)
supra umbilikal yang adekuat yang mentranseksi otot rektus abdominis. Ligamentum teres dipisahkan dengan jahitan.
Eksplorasi dan pertimbangan dasar operasi adalah usus halus dapat dengan mudah dikeluarkan dari kavitas
abdomen dengan penekanan ringan pada batas luka dan mengeluarkan usus secara manual. Penemuan anatomi- patologis
(9)
akan menjadi pertimbangan prosedur operasi. Langkah-langkah dari prosedur operasi adalah:
2. Konfirmasi dari patensi dari distal usus halus dan usus besar dengan injeksi cairan saline (patensi dari kolon mungkin
dapat dinilai dengan kontras enema)
4. Usus yang mengalami volvulus harus dikembalikan posisinya secara hati- hati, terutama pada atresia tipe IIIb
6. Ukur secara akurat panjang sisa usus proksimal dan distal dari anastomosis
8. Dekompresi gaster setelah operasi dapat dengan baik dicapai dengan Replogle tube dengan suction. Dekompresi
gastrostomi Stamm atau transanastomotic feeding tube tidak dianjurkan.
9. Pembuatan stoma pada proksimal atau distal hanya diindikasikan jika terdapat peritonitis atau dengan kondisi vaskular
yang kurang baik pada usus yang tersisa
10. Langkah tambahan mencakup derotasi dari atresia jejunum proksimal, back resection pada distal bagian kedua dari
duodenum dan eksisi atau inversi untuk menurunkan ukuran duodenum jika sangat dilatasi. Dimana kondisi panjang total
usus sangat signifikan menurun (tipe III dan tipe IV), segmen bulbous yang dilatasi proksimal terhadap atresia
dipertahankan. Kondisi peristaltik usus menurun sehingga kaliber lumen perlu diturunkan. Konservasi mukosa maksimal
dicapai dengan inversi plikasi sebelum anastomosis distal usus.
PROGNOSIS
Prognosis meningkat pada obstruksi yang terletak lebih distal, dengan tingkat bertahan hidup 75% pada atresia
ileum. Namun mortalitas meningkat pada kasus atresia multipel (57%), atresia apple-peel (71%) dan ketika atresia disertai
(4)
dengan ileus meconium (50%) dan gastrokisis (66%).
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat bertahan hidup dari pasien dengan atresia jejunoileal adalah usia
gestasional, usia munculnya penyakit, berat badan lahir, maturitas dari bayi, tipe serta lokasi dari atresia, kondisi
septikemia, ketersediaan neonatal intensive care unit (NICU), dan tipe dari terapi yang ditawarkan yang variabelnya
(1)
dikorelasikan dengan prognosis jangka pendek dan tingkat bertahan hidup dari pasien dengan atresia jejunoileal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shahjahan MD, Kazi MD, M Kabirul. Management of Jejunoileal Atresia: Our 5 year Experience. Chattagram Maa-O-
Shishu Hospital Medical College Journal. 2013 Sep; 12
2. Nusinovich Y, Mary R, Claviret T. Long-term Outcomes for infants With Intestinal Atresia Studied at Children’s
National Medical Center. JPGN. 2013 Sep ; 57
3. Carrillo MPG, Jose MZC, Carmen LSC. Description of morbidity and mortality of intestinal atresia in the neonatal
period. Cir-Cir. 2013 Nov-Des ; 81
4. Hossain MS, Ashraf UH, Muhammed MH. Intestinal Atresia : A Case Report. Journal of Paediatric Surgeons of
Bangladesh. 2012 ; 3. Hlm 55-57
5. Balanescu R, I Topor, I Stoica, A Moga. Associated Type IIIB and Type IV Multiple Intestinal Atresia in a Pediatric
Patient. Chirurgia. May-June 2013; 108
6. Millar AJW, John RG, Kokila L. Intestinal Atresia And Stenosis. 2014
7. Wisbach GG, W David Vazquez. Ileal Atresia, Malrotation and Hirschprung’s disease: A Case Report. Journal of
Pediatric Surgery Case Reports Elsevier. 2013; e3-e5
8. Subbarayan D, Meeta S, Nita K, Agarwal S. Histomorphological Features of Intestinal Atresia and its Clinical
Correlation. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2015 Nov ; 9(11)
9. Rode H, Alastair JWM. Jejuno-ileal Atresia. In Gabrielle SH, editor. Pediatric Surgery. Germany: Springer ; 2006
10. Vinocur DN, Edward YL, Ronald LE. Neonatal Intestinal Obstruction. American Roentgen Ray Society. 2012 Januari
PERFORASI GASTER
I. PENDAHULUAN
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi
gastrointestinal adalah: ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma,
perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi
paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen
Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun baru pada tahun
1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka bedah pada ulkus peptik lambung.
Pada tahun 1894, Henry Percy *ean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum.
Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak
menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-
gejala setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak
awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940.5
Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi selektif tinggi
pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi
postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini.
Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada
reseksi gaster.5
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga menyebabkan
terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau perforasi duodenum.5 Selain itu, 10-
15% pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan
datang ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu
hampir 20-40%. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ. 6
Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel injuries)
jarang menyebabkan terjadinya perforasi. Contohnya, perforasi yang berkaitan dengan endoscopic
II. PERFORASI
Perforasi akut mungkin merupakan gejala pertama daripada ulkus peptik dan kasus mortilitas pada
orang tua dapat mencapai sehingga 20 peratus. Tanda dan gejala klasik seperti nyeri epigastrium yang berat,
rigiditas seperti papan (board-like rigidity) serta adanya udara bebas di bawah diafragma pada foto toraks,
selalu mengarah kepada 80 peratus diagnosis pada pasien. Namun, tidak semua kasus perforasi kelihatan
Perforasi ke dalam bursa omental dapat memberikan gejala mirip dengan pancreatitis (di mana pada
kasus ini, kadar serum amilase dapat mengalami sedikit peningkatan karena absorpsi cairan pancreas dari
kavum peritoneum). Perforasi terutamanya sukar untuk didiagnosa pada pasien yang menerima pengobatan
steroid dosis tinggi, karena tanda dan gejala biasanya samar (tidak pada gambaran radiologi).
Kadar mortilitas pada pasien dengan kasus perforasi mempunyai kaitan dengan keterlambatan
pengobatan. Diagnosis banding paling sering pada kasus peritonitis dengan udara di bawah diafragma adalah
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan duodenum.
Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan
bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang terdiri dari
fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam
lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat lapisan ototnya.2
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dan
berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam
dinding lambung, di belakang dan tepi madial duodenum, juga ditemukan arteri besar (a. gastroduodenalis).
Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.2
Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan
hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum. Saluran limfe
dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar para aorta dan preaorta di pangkal
mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya
Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri. Impuls nyeri
dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus
sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung
empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan
cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior. 2
Fisiologi lambung
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh fundus dan korpus,
dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi
Motilitas
Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran makanan
serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai 1500 ml karena mampu
menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi
reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya
kapasitas penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga cepat kenyang.
Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman. Kontraksi yang
kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan enzim lambung, kemudian
mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan
lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.3
Cairan lambung
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung lendir,
pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam
jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun secara sederhana dibagi atas tiga fase
perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik, dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan
berhubungan.3
Fase sefalik
Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan
meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.3
Fase Gastrik
Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan peptida
dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik intramural. Semua
Fase intestinal
Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus halus.
Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri
berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi
gastrin oleh sel + sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai
dihambat.3
Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas
akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara paralel dengan penurunan
umum dari prevalensi ulkus peptik. ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar
Etiologi
• Spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.
• Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia lanjut.
• Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik. Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau
limfoma
• Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus
• Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
• Trauma tumpul pada gaster: trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan
termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan
Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum. pasien akan
menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan
V. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar
asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi
gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. 4
Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi
peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat
peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga
peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk
beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.4
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Amentum dan organ
dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada
mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk
abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika
tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.4
Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan
tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah
epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan
lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian
Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri
di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum
berupa pengenceran Zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang
karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat
kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. 4
Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan
badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi,
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah foto polos
abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan
dengan kontras.
Jika temuan foto 6ontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan
CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit
sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya.
Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar dari perforasi
dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi
lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar.4
yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi. 4 Manfaat
penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan ini biasanya memerlukan
intervensi bedah. 6adiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster
adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang
berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml.
dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral
decubitus kiri.4
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas film
pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit
sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di
abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-804 kasus. Udara
bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. 4
Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah
patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 564 kasus. Sekitar 504 pasien
menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal.
di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. 4 Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat
Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah
diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di
berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak
homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan
bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi,
bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh
karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita
perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak
Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan
dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen.
Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT
scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal.
Balaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan
efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni
klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu
caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning.
Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit
sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak
dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi
peritoneum. 8eberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
VIII. PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum
operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik
mutlak diberikan.4 Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin
digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
● Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan
dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum
(evakuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis
keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan
pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak
yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum
kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan,
• Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan gejala
• Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. 8erikan antibiotik
spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi dan mengurangkan
Antibiotik
Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat memperbaiki
hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia. 8 Contoh antibiotik yang diberikan
adalah seperti:
Metronidazole
Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 Kg/BB). Biasa diberikan
sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori 8 dalam kehamilan (pregnancy category B drug).8
Gentamisin
Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda yaitu
tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan secara
intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi adalah 2 mg/kg
secara intravena. merupakan obat kategori C dalam kehamilan (pregnancy category C drug).8
Cefoprazone
Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan
pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2-4 d per hari. Juga merupakan
TERAPI BEDAH
Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:
• Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi fungsi sel
darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses, sekresi gaster dan darah.9
Preoperatif
• Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus kontinu
(continuous infusion).9
Intraoperatif
Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi nekrosis dan cairan
yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL).
Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor dengan
• Drainase nasogastric
• Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar antibiotik pada tempat
infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen,
fungsi gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic secara oral tidak efektif dan
• Analgesik
Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil dengan interval yang
sering.11
X. PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka
prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. 12 Faktor-faktor berikut akan
XI. KOMPLIKASI
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi
segera atau lambat.13 Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi:
• Malnutrisi
• Sepsis
• Uremia
• Diabetes mellitus
• Terapi kortikosteroid
• Obesitas
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,
seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),
leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.13
• Depresi myokardial
1. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Perforasi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke — 2. 2003.
Jakarta. 245.
2. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Anatomi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke — 2. 2003. Jakarta. 643 — 644.
3. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Fisiologi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke — 2. 2003. Jakarta. 644 — 645.
4. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke — 2. 2003. Jakarta. 642 - 705.