Anda di halaman 1dari 27

ATRESIA ILEUM

PENDAHULUAN

Atresia berarti obstruksi kongenital yang disebabkan oklusi total dari


lumen usus dan mencakup 95% dari seluruh kasus obstruksi neonatus yang
terjadi. Dalam dua dekade terakhir, pemahaman yang lebih baik pada faktor-
faktor etiologi, kemajuan di bidang anestesi pediatrik, dan perawatan
praoperasi dan pascaoperasi yang lebih baik menyebabkan peningkatan
tingkat survival dari penderita kelainan ini. 1
Atresia ileum bersama atresia
jejenum adalah penyebab utama dari obstruksi intestinal pada neonatus, kedua
terbanyak setelah malformasi anorektal. 2
Insidens terjadinya atresia jejunoileal dilaporkan 1 dalam 330 kelahiran
di Amerika Serikat, sedangkan di Denmark adalah 1 dalam 400 sampai 1
dalam 1500 kelahiran hidup.1 Penyebab terjadinya atresia ileum pada awalnya
diperkirakan berkaitan dengan tidak sempurnanya proses revakuolisasi pada
tahap pembentukan usus. Terdapat banyak teori mengenai penyebab
terjadinya atresia ileum. Akan tetapi, teori yang banyak digunakan adalah
terjadinya kondisi iskemik sampai dengan nekrosis pada pembuluh darah usus
yang berakibat terjadinya proses reasorbsi dari bagian usus yang mengalami
kondisi nekrosis tersebut.1 Pendapat lain mengatakan bahwa atresia ileum
terjadi karena ketidaksempurnaan pembentukan pembuluh darah mesenterika
selama intrauterin. Ketidaksempurnaan ini dapat diakibatkan karena
terjadinya volvulus, intususepsi, hernia interna, dan konstriksi dari arteri
mesenterika pada gastroschisis dan omphalokel. 3 Pada sebuah penelitian dari
250 neonatus dengan atresia ileum, 110 diantaranya terbukti terdapat
gangguan vaskuler intrauterin pada ususnya, seperti terjadi malrotasi atau
volvulus pada 84 kasus, eksompalokel pada 5 kasus, gastroschisis pada 3
kasus, ileus mekoneum pada 5 kasus, peritonitis mekoneum pada 7 kasus,
Hirschsprung pada 5 kasus, dan hernia internal pada 1 kasus. Kelainan
ini biasanya tidak berkaitan dengan faktor genetik, meskipun pada satu laporan
kasus terjadi pada kembar monozygot dimana pada kedua kembar memiliki
atresia multipel yang sama. 3
Pada suatu penelitian dilaporkan terjadinya atresia
ileum karena intususepsi intra uterin. 4
Tidak terdapat kaitan antara kejadian
atresia ileum dan usia orang tua saat mengandung atau pun usia ibu saat
melahirkan. Pada sebuah penelitian pada hewan, dimana janin anjing yang
mengalami gangguan suplai pembuluh darah usus akan mengalami berbagai
gangguan obstruksi intralumen usus pada saat lahir, seperti terjadinya stenosis
sampai atresia usus. Kelainan bawaan lain yang terjadi bersama dengan atresia
ileum dilaporkan lebih jarang bila dibandingkan pada atresia jejunum. 3

DIAGNOSIS

Gejala klinis dari atresia ileum adalah polihidramnion pada kehamilan


(15%), muntah hijau (81%), distensi abdomen (98%), kuning (20%), dan tidak
keluarnya mekoneum dalam 24 jam pertama setelah lahir (71%).1 USG pada ibu
hamil dengan polihidramnion dapat menentukan adanya sumbatan pada usus
halus, baik berupa atresia, volvulus, dan peritonitis mekoneum. Untuk
mendiagnosisnya dengan cara melihat adanya gambaran pembesaran multipel
dari usus dengan peristaltik yang aktif. Diagnosis dari atresia ileum biasanya
dipastikan dengan pemeriksaan radiologis. Adanya gambaran pembesaran usus
halus, dan adanya gambaran air- fluid level menunjukkan telah terjadi obstruksi
usus pada bayi. Semakin distal atresia yang terjadi semakin tampak pula
distensinya. Gambaran dari atresia ileum pada colon adalah gambaran microcolon
atau unused colon.1,3
Terjadinya kondisi iskemik tidak hanya menyebabkan abnormalitas
dari morfologi, tetapi juga mempengaruhi struktur dan fungsi dari usus bagian
proksimal dan distal yang tersisa. Bagian proksimal dari atresia mengalami
dilatasi dan hipertrofi dengan gambaran histologi. villi yang normal, tetapi
tanpa adanya peristaltik. Pada kondisi ini juga terdapat defisiensi dari
enzim – enzim mukosa usus dan ATP pada lapisan muskularis.

Terdapat 4 tipe dari atresia ileum, yaitu :1,3,4

a. Atresia ileum tipe I


Pada atresia ileum tipe I ditandai dengan terdapatnya membran atau jaringan
yang dibentuk dari lapisan mukosa dan submukosa. Bagian proksimal dari
usus mengalami dilatasi dan bagian distalnya kolaps. Kondisi usus
tersambung utuh tanpa defek dari bagian mesenterium.
b. Atresia ileum tipe II
Pada atresia ileum tipe II bagian proksimal dari usus berakhir pada bagian
yang buntu, dan berhubungan dengan bagian distalnya dengan jaringan ikat
pendek di atas dari mesenterium yang utuh. Bagian proksimal dari usus akan
dilatasi dan mengalami hipertrofi sepanjang beberapa centimeter dan dapat
menjadi sianosis diakibatkan proses iskemia akibat peningkatan tekanan
intraluminal.
c. Atresia ileum tipe IIIa
Pada atresia ileum tipe IIIa bagian akhir dari ileum yang mengalami atresia
memiliki gambaran seperti pada tipe II baik pada bagian proksimal dan
distalnya, akan tetapi tidak terdapat jaringan ikat pendek dan terdapat defek
dari mesenterium yang berbentuk huruf V. Bagian yang dilatasi yaitu
proksimal sering kali tidak memiliki peristaltik dan sering terjadi torsi atau
distensi dengan nekrosis dan perforasi sebagai kejadian sekunder. Panjang
keseluruhan dari usus biasanya kurang sedikit dari normal.

d. Atresia ileum tipe IV


Pada atresia ileum tipe IV terdapat atresia yang multipel, dengan kombinasi
dari tipe I sampai dengan tipe III, memiliki gambaran seperti sosis. Terdapat
hubungan dengan faktor genetik, dan tingkat mortalitas yang lebih tinggi.
Multipel atresia dapat terjadi karena iskemia dan infark yang terjadi pada
banyak tempat, proses inflamasi intrauterin, dan malformasi dari saluran
cerna yang terjadi pada tahap awal proses embriogenesis.
Gambar 1. Klasifikasi Atresia Ileum
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebagaimana penyebab lain dari obstruksi saluran cerna bawah pada neonatus, radiografi abdominal biasa
menunjukkan dilatasi loop usus. Penggunaan kontras enema menunjukkan terminasi dari kontras yang mengisi batas colon

(10)
dan ileum distal (pada kasus atresia ileum), disertai dengan loop usus halus yang terisi udara.

Gambar 2 Atresia ileum pada anak laki-laki usia 2 tahun dengan gejala muntah- muntah dan distensi abdomen (10)

A, radiografi abdomen menunjukkan distensi multipel dari loop usus (tanda panah). Dengan udara usus distal yang kurang

B, gambar dari pemeriksaan kontras enema menunjukkan kontras yang mengisi ujung batas colon dan ileum distal (tanda
panah lurus). Terdapat distensi loop multipel yang terisi udara pada usus halus

PENATALAKSAAN

Semua pasien sebaiknya diberikan hidrasi cairan sebelum terapi operatif. Sebagai tambahan, pipa nasogastrik atau
orogastrik sebaiknya dipasng untuk mengosongkan lambung dan menurunkan resiko muntah dengan aspirasi. Secara
umum, pasien dengan atresia intestinal mempunyai resiko rendah berhubunga dengan anomali kardiak, sehingga
pemeriksan pre operatif tidak dibutuhkan kecuali pasien mempunyai riwayat klinis defek kardiak.

Pada eksplorasi lokasi atresia proksimal secara hati-hati diidentifikasi sebagai lokasi usus yang mengalami
perubahan kaliber. Dinding luar dari usus pada lokasi obstruksi kemungkinan tampak intak atau mungkin terdapat defek
pada kontinuitas usus dan mesenterium. Secara umum, penanganan operasi membutuhkan eksisi dari ujung usus yang
terlibat dalam atresia. Cukup penting untuk mencari lokasi distal dari obstruksi (dapat muncul pada 20% pasien) dan
kemungkinan tidak mudah terlihat karena perubahan kaliber pada proksimal atresia. Titik distal dari obstruksi dapat
diidentifikasi dengan membilas lumen usus distal dengan cairan saline untk mengkonfirmasi kontinuitas intesinal ke
tingkat rektum.

Setelah reseksi dari segmen atretik, operator dihadapkan dengan prosedur sulit untuk mengembalikan kontinuitas
antara segmen intestinal dengan perbedaan ukuran yang ditandai. Pertimbangan lain adalah potensi dismotilitas dari
segmen proksimal yang dilatasi, sehingga dapat menyebabkan fungsi usus yang lambat kembali dan masalah kelebihan
pertumbuhan bakteri. Pada pasien dengan segmen proksimal dilatasi berat yang relatif pendek, reseksi dari segmen yang
dilatasi dengan pengembalian kontinuitas dengan metode end to end anastomosis adalah opsi yang baik. Namun pada
pasien dengan segmen usus proksimal panjang yang dilatasi secara signifikan, reseksi dari keseluruhan segmen yang
terlibat mungkin mengakibatkan panjang sisa usus yang tidak adekuat untuk menjalankan fungsi absorsi dari nutrisi

(6)
enterik (short bowel syndrome).

Pasien yang memiliki atresia multipel (tipe IV) atau apple peel deformity (tipe IIIb) akan memiliki masalah
penanganan yang kompleks. Pasien mungkin membutuhkan anastomosis multipel dan akan mengalami pemulihan fungsi
usus yang lama. Sebagai catatan, kebanyakan pasien akan mengalmi short bowel syndrome karena panjang residu usus
yang tidak adekuat. Secara umum, pemasangan stoma tidak dibutuhkan dan sebaiknya dihindari karena usus yang dilatasi
tidak mengalami penurunan kaliber, dan cairan serta elektrolit yang keluar akan lebih banyak,

Prosedur operasi dari atresia jejunoileal adalah bayi ditempatkan dalam posisi supinasi pada selimut penghambat
dan daerah operasi dibersihkan dengan plactic adherent drapes. Akses ke kavitas abdominal didapatkan dari insisi regio

(9)
supra umbilikal yang adekuat yang mentranseksi otot rektus abdominis. Ligamentum teres dipisahkan dengan jahitan.

Eksplorasi dan pertimbangan dasar operasi adalah usus halus dapat dengan mudah dikeluarkan dari kavitas
abdomen dengan penekanan ringan pada batas luka dan mengeluarkan usus secara manual. Penemuan anatomi- patologis

(9)
akan menjadi pertimbangan prosedur operasi. Langkah-langkah dari prosedur operasi adalah:

1. Identifikasi dari tipe patologi dan kemungkinan etiologi

2. Konfirmasi dari patensi dari distal usus halus dan usus besar dengan injeksi cairan saline (patensi dari kolon mungkin
dapat dinilai dengan kontras enema)

3. Reseksi dari segmen proksimal bulbosus atretic

4. Usus yang mengalami volvulus harus dikembalikan posisinya secara hati- hati, terutama pada atresia tipe IIIb

5. Batasi reseksi distal usus

6. Ukur secara akurat panjang sisa usus proksimal dan distal dari anastomosis

7. Lakukan single layer end to end atau end to back anastomosis

8. Dekompresi gaster setelah operasi dapat dengan baik dicapai dengan Replogle tube dengan suction. Dekompresi
gastrostomi Stamm atau transanastomotic feeding tube tidak dianjurkan.

9. Pembuatan stoma pada proksimal atau distal hanya diindikasikan jika terdapat peritonitis atau dengan kondisi vaskular
yang kurang baik pada usus yang tersisa

10. Langkah tambahan mencakup derotasi dari atresia jejunum proksimal, back resection pada distal bagian kedua dari
duodenum dan eksisi atau inversi untuk menurunkan ukuran duodenum jika sangat dilatasi. Dimana kondisi panjang total
usus sangat signifikan menurun (tipe III dan tipe IV), segmen bulbous yang dilatasi proksimal terhadap atresia
dipertahankan. Kondisi peristaltik usus menurun sehingga kaliber lumen perlu diturunkan. Konservasi mukosa maksimal
dicapai dengan inversi plikasi sebelum anastomosis distal usus.
PROGNOSIS

Prognosis meningkat pada obstruksi yang terletak lebih distal, dengan tingkat bertahan hidup 75% pada atresia
ileum. Namun mortalitas meningkat pada kasus atresia multipel (57%), atresia apple-peel (71%) dan ketika atresia disertai

(4)
dengan ileus meconium (50%) dan gastrokisis (66%).

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat bertahan hidup dari pasien dengan atresia jejunoileal adalah usia
gestasional, usia munculnya penyakit, berat badan lahir, maturitas dari bayi, tipe serta lokasi dari atresia, kondisi
septikemia, ketersediaan neonatal intensive care unit (NICU), dan tipe dari terapi yang ditawarkan yang variabelnya

(1)
dikorelasikan dengan prognosis jangka pendek dan tingkat bertahan hidup dari pasien dengan atresia jejunoileal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shahjahan MD, Kazi MD, M Kabirul. Management of Jejunoileal Atresia: Our 5 year Experience. Chattagram Maa-O-
Shishu Hospital Medical College Journal. 2013 Sep; 12
2. Nusinovich Y, Mary R, Claviret T. Long-term Outcomes for infants With Intestinal Atresia Studied at Children’s
National Medical Center. JPGN. 2013 Sep ; 57
3. Carrillo MPG, Jose MZC, Carmen LSC. Description of morbidity and mortality of intestinal atresia in the neonatal
period. Cir-Cir. 2013 Nov-Des ; 81
4. Hossain MS, Ashraf UH, Muhammed MH. Intestinal Atresia : A Case Report. Journal of Paediatric Surgeons of
Bangladesh. 2012 ; 3. Hlm 55-57
5. Balanescu R, I Topor, I Stoica, A Moga. Associated Type IIIB and Type IV Multiple Intestinal Atresia in a Pediatric
Patient. Chirurgia. May-June 2013; 108
6. Millar AJW, John RG, Kokila L. Intestinal Atresia And Stenosis. 2014
7. Wisbach GG, W David Vazquez. Ileal Atresia, Malrotation and Hirschprung’s disease: A Case Report. Journal of
Pediatric Surgery Case Reports Elsevier. 2013; e3-e5
8. Subbarayan D, Meeta S, Nita K, Agarwal S. Histomorphological Features of Intestinal Atresia and its Clinical
Correlation. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2015 Nov ; 9(11)
9. Rode H, Alastair JWM. Jejuno-ileal Atresia. In Gabrielle SH, editor. Pediatric Surgery. Germany: Springer ; 2006
10. Vinocur DN, Edward YL, Ronald LE. Neonatal Intestinal Obstruction. American Roentgen Ray Society. 2012 Januari
PERFORASI GASTER

I. PENDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi

gastrointestinal adalah: ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma,

perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi

paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen

(perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).5

Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun baru pada tahun

1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka bedah pada ulkus peptik lambung.

Pada tahun 1894, Henry Percy *ean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum.

Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak

menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejala-

gejala setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak

awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940.5

Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi selektif tinggi

pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi

postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini.

Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada

reseksi gaster.5

Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga menyebabkan

terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau perforasi duodenum.5 Selain itu, 10-

15% pasien yang didiagnosa divertikulitis akut akan berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan

datang ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara relatifnya tinggi yaitu

hampir 20-40%. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi seperti syok septik kegagalan multi organ. 6
Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel injuries)

jarang menyebabkan terjadinya perforasi. Contohnya, perforasi yang berkaitan dengan endoscopic

retrograde cholangiopancreatography (ERCP) terjadi pada 1% pasien.6

II. PERFORASI

Perforasi akut mungkin merupakan gejala pertama daripada ulkus peptik dan kasus mortilitas pada

orang tua dapat mencapai sehingga 20 peratus. Tanda dan gejala klasik seperti nyeri epigastrium yang berat,

rigiditas seperti papan (board-like rigidity) serta adanya udara bebas di bawah diafragma pada foto toraks,

selalu mengarah kepada 80 peratus diagnosis pada pasien. Namun, tidak semua kasus perforasi kelihatan

jelas gejalanya (straightforward).7

Perforasi ke dalam bursa omental dapat memberikan gejala mirip dengan pancreatitis (di mana pada

kasus ini, kadar serum amilase dapat mengalami sedikit peningkatan karena absorpsi cairan pancreas dari

kavum peritoneum). Perforasi terutamanya sukar untuk didiagnosa pada pasien yang menerima pengobatan

steroid dosis tinggi, karena tanda dan gejala biasanya samar (tidak pada gambaran radiologi).

Kadar mortilitas pada pasien dengan kasus perforasi mempunyai kaitan dengan keterlambatan

pengobatan. Diagnosis banding paling sering pada kasus peritonitis dengan udara di bawah diafragma adalah

perforasi divertikulum pada kolon.7

III. ANATOMI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan duodenum.

Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan

bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam

organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak.2


+ambar 1.

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang terdiri dari

fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam

lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat lapisan ototnya.2

Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dan

berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam

dinding lambung, di belakang dan tepi madial duodenum, juga ditemukan arteri besar (a. gastroduodenalis).

Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.2

Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan

hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum. Saluran limfe

dari lambung juga cukup rumit. Semuanya akan berakhir di kelenjar para aorta dan preaorta di pangkal

mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limfe yang letaknya

tersebar di mana-mana akibat putaran embrional.2


Gambar 2.

Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri. Impuls nyeri

dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus

sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung

empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan

cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior. 2

Fisiologi lambung

Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh fundus dan korpus,

dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi

asam lambung dan pepsin.3

Motilitas

Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran makanan

serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai 1500 ml karena mampu

menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi

reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya

kapasitas penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga cepat kenyang.
Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman. Kontraksi yang

kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan enzim lambung, kemudian

mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan

lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.3

Cairan lambung

Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung lendir,

pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam

jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun secara sederhana dibagi atas tiga fase

perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik, dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan

berhubungan.3

Fase sefalik

Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan
meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus.3
Fase Gastrik

Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan peptida

dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik intramural. Semua

itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung.3

Fase intestinal

Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus halus.

Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri

berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi

gastrin oleh sel + sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai

dihambat.3

IV. PERFORASI GASTER

Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas

akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara paralel dengan penurunan

umum dari prevalensi ulkus peptik. ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar

satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.1

Etiologi

Perforasi non-trauma, misalnya:

• Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia

• Spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.

• Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia lanjut.

• Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik. Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau

limfoma
• Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus

dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

Perforasi trauma (tajam atau tumpul) misalnya:

• Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.

• Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)

• Trauma tumpul pada gaster: trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan

termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan

sindrom sabuk pengaman.

Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum. pasien akan

menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan

tampak di peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi udara.4

V. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar

asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi

gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. 4

Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi

peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat

peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga

peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk

beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.4

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Amentum dan organ

dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada

perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi


pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang

mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk

abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika

tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.4

VI. TANDA DAN GEJALA

Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan

tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah

epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan

lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian

menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut.4

Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri

di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum

berupa pengenceran Zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai

kemudian terjadi peritonitis bakteria.4

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang

karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat

kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan

terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan peritoneum

menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. 4

Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan

badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi,

tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator.4


VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah foto polos

abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan

dengan kontras.

Jika temuan foto 6ontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan

CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit

sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya.

Radiologi

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar dari perforasi
dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi
lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar.4

Gambar 3. Gambaran udara bebas pada fototoraks.


Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara, jumlah udara

yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi. 4 Manfaat

penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan ini biasanya memerlukan

intervensi bedah. 6adiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur

diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi.4

Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster

adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang

berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml.

dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral

decubitus kiri.4

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas film

pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit

sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di

abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-804 kasus. Udara

bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. 4

Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah

patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 564 kasus. Sekitar 504 pasien

menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal.

di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. 4 Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat

tampak di antara lekukan usus.

Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah

diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di

bagian tengah abdomen.4


Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini

berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak

homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan

bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat

mendeteksi udara bebas.

CT Scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi,

bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh

karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita

perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak

sebagai area hipodens dengan densitas negatif.

Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan

dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen.

Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT

scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal.

Balaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan

efek radiasinya.

Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni

klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu

caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning.

Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit

sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak

dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi

peritoneum. 8eberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
VIII. PENATALAKSANAAN

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum

operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik

mutlak diberikan.4 Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin

digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah:

● Koreksi masalah anatomi yang mendasari

● Koreksi penyebab peritonitis

● Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan

mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).

Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan

dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum

(evakuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis

keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan

pasiennya.

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak

yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum

kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan,

tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.


Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat dalam kasus

perforasi gastrointestinal adalah:

• Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan gejala

klinis dehidrasi atau septikemia.8

• Jangan berikan apapun secara oral.8

• Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. 8erikan antibiotik

spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi dan mengurangkan

komplikasi post operasi.8

Antibiotik

Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan dapat memperbaiki

hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan septikemia. 8 Contoh antibiotik yang diberikan

adalah seperti:

Metronidazole

Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 Kg/BB). Biasa diberikan

sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori 8 dalam kehamilan (pregnancy category B drug).8

Gentamisin

Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah berbeda yaitu
tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume. Dapat diberikan secara
intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang diberikan sebelum operasi adalah 2 mg/kg
secara intravena. merupakan obat kategori C dalam kehamilan (pregnancy category C drug).8
Cefoprazone

Sefalosporin generasi ketiga yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan

pada satu atau lebih penicillin-binding-protein. Dosis dewasa adalah 2-4 d per hari. Juga merupakan

sejenis obat kategori 8 dalam kehamilan (pregnancy category B drug).8

TERAPI BEDAH

Tujuan utama terapi bedah pada kasus perforasi gaster adalah seperti berikut:

• Koreksi masalah dasar secara anatomis.9

• Koreksi penyebab peritonitis.9

• Mengeluarkan sebarang materi asing pada ronga peritoneum yang dapat menginhibisi fungsi sel

darah putih dan menggalakkan pertumbuhan bakteri. Contohnya feses, sekresi gaster dan darah.9

Preoperatif

• Koreksi sebarang ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. +anti kehilangan cairan


ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann (Hartmann solution) atau sebarang cairan
yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti plasma.9

• Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan metronidazol.9

• Pasang kateter urin untuk menghitung output cairan.9

• Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara infus kontinu
(continuous infusion).9

Intraoperatif

Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi nekrosis dan cairan

yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL).

Usus yang mengalami distensi dikompres dengan nasogastric tube.10


Post operatif

• Menggantikan cairan secara intravena

Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien. Dimonitor dengan

perhitungan menggunakan CVP dan output urin.11

• Drainase nasogastric

Lakukan drainase nasogastric secara kontinu sehinggalah drainase minimal.11

• Antibiotik

Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar antibiotik pada tempat

infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen,

fungsi gastrointestinal sering terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic secara oral tidak efektif dan

dianjurkan pemberian secara intravena.11

• Analgesik

Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil dengan interval yang

sering.11

X. PROGNOSIS

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka

prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat

dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.12

Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. 12 Faktor-faktor berikut akan

meningkatkan resiko kematian:


●Usia lanjut
●Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
●Malnutrisi
●Timbulnya komplikasi

XI. KOMPLIKASI

Kegagalan luka operasi

Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi

segera atau lambat.13 Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi:

• Malnutrisi

• Sepsis

• Uremia

• Diabetes mellitus

• Terapi kortikosteroid

• Obesitas

• Batuk yang berat

• Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

• Abses abdominal terlokalisasi

• Kegagalan multiorgan dan syok septik


Syok septik

Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi sistemik,

seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia),

leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.13

Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:

• Hilangnya tonus vasomotor

• Peningkatan permeabilitas kapiler

• Depresi myokardial

• Pemakaian leukosit dan trombosit

• Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan prostaglandin,

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

• Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler


XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Perforasi. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke — 2. 2003.
Jakarta. 245.

2. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Anatomi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke — 2. 2003. Jakarta. 643 — 644.

3. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum, Fisiologi. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke — 2. 2003. Jakarta. 644 — 645.

4. Wim De Jong, Sjamsuhidajat R. Lambung dan Duodenum. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke — 2. 2003. Jakarta. 642 - 705.

5. Intestinal perforation. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/195537-


overview#a0103 pada 25 April 2013.

6. Epidemiology. Intestinal Perforation. Diunduh


http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview#a0199 pada 25 April 2013.

7. Oxford Textbook Of Surgery, 2nd Edition. The Acute Abdomen.

8. Medical Therapy. Diunduh


http://emedicine.medscape.com/article/195537-treatment#a1127 pada 25
April 2013.

9. Preoperative Details. Diunduh http://emedicine.medscape.com/article/195537-


treatment#a1132 pada 25 April 2013.
10. Intra Aperative *etails. *iunduh
http://emedicine.medscape.com/article/1955 <7-
treatmentEa11<< pada 25 1pril 201<.

11. Post Aperative *etails. *iunduh


http://emedicine.medscape.com/article/1955 <7-
treatmentEa11<4 pada 25 1pril 201<.

12. Autcome and Prognosis. *iunduh


http://emedicine.medscape.com/article/1955 <7-
treatmentEa25 pada 25 1pril 201<.

1<. Complications. *iunduh


http://emedicine.medscape.com/article/1955<7-
treatmentEa17 pada 25 1pril 201<.

Anda mungkin juga menyukai