DI SUSUN OLEH:
HIDAYANTI
INA KANITA
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
I. Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik.
Pada kondisi ini deodenum bisa mengalami penyempitan secara komplit sehingga
menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk mengalami
proses absorbsi. Apabila penyempitan usus terjadi secara parsial, maka kondisi
ini disebut dengan doudenal stenosis.
II. Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenal sampai saat ini belum
diketahui. Atresia duodenal sering ditemukan bersamaan dengan malformasi pada
neonatus lainnya, yang menunjukkan kemungkinan bahwa anomali ini
disebabkan karena gangguan yang dialami pada awal kehamilan.
Gangguan ini bisa disebabkan karena volvulus, malrotasi, gastrokisis maupun
penyebab yang lainnya. Pada atresia duodenum, juga diduga disebabkan karena
kegagalan proses rekanalisasi. Faktor risiko maternal sampai saat ini tidak
ditemukan sebagai penyebab signifikan terjadinya anomali ini.
Pada sepertiga pasien dengan atresia duodenal menderita pula trisomi 21
(sindrom down), akan tetapi ini bukanlah faktor risiko yang signifikan
menyebabkan terjadinya atresia duodenal. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa 12-13% kasus atresis duodenal disebabkan karena polihidramnion.
Disamping itu, beberapa penelitian menyebutkan bahwa annular pankreas
berhubungan dengan terjadinya atresia duodenal.
III. KLASIFIKASI
IV MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan atresia duodenal memiliki gejala obstruksi usus. Gejala akan
nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Pada beberapa pasien dapat timbul
gejala dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah kelahiran. Muntah yang
terus menerus merupakan gejala yang paling sering terjadi pada neonatus dengan
atresia duodenal. Muntah yang terus-menerus ditemukan pada 85% pasien..
Muntah akan berwarna kehijauan karena muntah mengandung cairan empedu
(biliosa).
Muntah neonatus akan semakin sering dan progresif setelah neonatus mendapat
ASI. Karakteristik dari muntah tergantung pada lokasi obstruksi. Jika atresia
diatas papila, maka jarang terjadi. Apabila obstruksi pada bagian usus yang
tinggi, maka muntah akan berwarna kuning atau seperti susu yang mengental.
Apabila pada usus yang lebih distal, maka muntah akan berbau dan nampak
adanya fekal. Apabila anak terus menerus muntah pada hari pertama kelahiran
ketika diberikan susu dalam jumlah yang cukup sebaiknya dikonfirmasi dengan
pemeriksaan penunjang lain seperti roentgen dan harus dicurigai mengalami
obstruksi usus.
Ukuran feses juga dapat digunakan sebagai gejala penting untuk menegakkan
diagnosis. Pada anak dengan atresia, biasanya akan memiliki mekonium yang
jumlahnya lebih sedikit, konsistensinya lebih kering, dan berwarna lebih abu-abu
dibandingkan mekonium yang normal. Pada beberapa kasus, anak memiliki
mekonium yang nampak seperti normal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam
pertama biasanya tidak terganggu. Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat terjadi
gangguan. Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan cepat, maka anak akan
mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, gangguan keseimbangan elektrolit.
Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik hipokalemia atau
hipokloremia. Pemasangan tuba orogastrik akan mengalirkan cairan berwarna
empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.
Anak dengan atresi duodenum juga akan mengalami aspirasi gastrik dengan
ukuran lebih dari 30 ml. Pada neonatus sehat, biasanya aspirasi gastrik berukuran
kurang dari 5 ml. Aspirasi gastrik ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pada jalan nafas anak. Pada beberapa anak, mengalami demam. Kondisi ini
disebabkan karena pasien mengalami dehidrasi. Apabila temperatur diatas 103º F,
maka kemungkinan pasien mengalami ruptur intestinal atau peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen. Akan tetapi distensi ini tidak
selalu ada, tergantung pada level atresia dan lamaya pasien tidak dirawat. Jika
obstruksi pada duodenum, distensi terbatas pada epigastrium. Distensi dapat tidak
terlihat jika pasien terus menerus muntah. Pada kasus lain, distensi tidak nampak
sampai neonatus berusia 24-48 jam, tergantung pada jumlah susu yang
dikonsumsi neonatus dan muntah yang dapat menyebabkan traktus alimentari
menjadi kosong. Pada beberapa neonatus, distensi bisa sangat besar setelah hari
ke tiga sampai hari ke empat, kondisi ini terjadi karena ruptur lambung atau usus
sehingga cairan berpindah ke kavum peritoneal. Neonatus dengan atresia
duodenum memiliki gejala khas perut yang berbentuk skafoid. Saat auskultasi,
terlihat gelombang peristaltik gastrik yang melewati epigastrium dari kiri ke
kanan atau gelombang peristaltik duodenum pada kuadran kanan atas. Apabila
obstruksi pada jejunum, ileum maupun kolon, maka gelombang peristaltik akan
terdapat pada semua bagian dinding perut.
V. TATA LAKSANA
Tata laksana yang dilakukan meliputi tata laksana preoperatif, intraoperatif serta
postoperatif.
a. Tata Laksana Preoperatif
Setelah diagnosis ditegakkan, maka resusitasi yang tepat diperlukan dengan
melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan abnormalitas elektrolit serta
melakukan kompresi pada gastrik. Dilakukan pemasangan orogastrik tube dan
menjaga hidrasi IV. Managemen preoperatif ini dilakukan mulai dari pasien lahir.
Sebagian besar pasien dengan duodenal atresia merupakan pasien premature dan
kecil, sehingga perawatan khusus diperlukan untuk menjaga panas tubuh bayi dan
mencegah terjadinya hipoglikemia, terutama pada kasus berat badan lahir yang sangat
rendah, CHD, dan penyakit pada respirasi. Sebaiknya pesien dirawat dalam inkubator.
b. Tata Laksana Intraoperatif
Sebelum tahun 1970, duodenojejunostomi merupakan teknik yang dipilih untuk
mengoreksi obstruksi yang disebabkan karena stenosis maupun atresia. Kemudian,
berdasarkan perkembangannya, ditemukan berbagai teknik yang bervariasi, meliputi
side-to-side duodenoduodenostomi, diamnond shape duodenoduodenostomi, partial
web resection with heineke mikulick type duodenoplasty, dan tapering duodenoplasty.
Side-to-side duodenoplasty yang panjang, walaupun dianggap efektif, akan tetapi
pada beberapa penelitian teknik ini memyebabkan terjadinya disfungsi anatomi dan
obstruksi yang lama. Pada pasien dengan duodenoduodenostomi sering mengalami
blind-loop syndrome. Saat ini, prosedur yang banyak dipakai yakni laparoskopi
maupun open duodenoduodenostomi. Teknik untuk anastomosisnya dilakukan pada
bagian proksimal secara melintang ke bagian distal secara longitudinal atau diamond
shape. Dilakukan anastomosis diamond-shape pada bagian proksimal secara
tranversal dan distal secara longitudinal. Melalui teknik ini akan didapatkan diamater
anatomosis yang lebih besar, dimana kondisi ini lebih baik untuk mengosongkan
duodenum bagian atas. Pada beberapa kasus, duodenoduodenostomi dapat sebagai
alternatif dan menyebabkan proses perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan
minimal. Untuk open duodenoduodenostomi, dapat dilakukan insisi secara tranversal
pada kuadran kanan atas pada suprambilikal. Untuk membuka abdomen maka
diperlukan insisi pada kulit secara tranversal, dimulai kurang lebih 2 cm diatas
umbilikus dari garis tengah dan meluas kurang lebih 5 cm ke kuadran kanan atas.
Setelah kita menggeser kolon ascending dan tranversum ke kiri, kemudian kita akan
melihat duodenal yang mengalami obstruksi. Disamping mengevaluasi duodenal
stresia, dapat dievaluasi adanya malrotasi karena 30% obstruksi duodenal kongenital
dihubungkan dengan adanya malrotasi. Kemudian dilakukan duodenotomi secara
tranversal pada dinding anterior bagian distal dari duodenum proksimal yang
terdilatasi serta duodenostomi yang sama panjangnya dibuat secara vertikal pada batas
antimesenterik pada duodenum distal. Kemudian akan dilakukan anstomosis dengan
menyatukan akhir dari tiap insisi dengan bagian insisi yang lain.
Disamping melakukan open duodenoduodenostomi, pada negara maju dapat
dilakukan teknik operasi menggunakan laparoscopic. Teknik dimulai dengan
memposisikan pasien dalam posisi supinasi, kemudian akan diinsersikan dua
instrument. Satu pada kuadran kanan bayi, dan satu pada mid-epigastik kanan.
Duodenum dimobilisasi dan diidentifikasi regio yang mengalami obstruksi. Kemudian
dilakukan diamond shape anastomosis. Beberapa ahli bedah
melakukan laparoscopik anatomosis dengan jahitan secara interrupted, akan tetapi
teknik ini memerlukan banyak jahitan. Metode terbaru yang dilaporkan, kondisi ini
dapat diselesaikan dengan menggunakan nitinol U-clips untuk membuat
duodenoduodenostomi tanpa adanya kebocoran dan bayi akan lebih untuk dapat
segera menyusui dibandingkan open duodenoduodenostomi secara konvensional.
Untuk duodenal obstruksi yang disebabkan annular pankreas, maka dilakukan
duodenoduodenostomi antara segmen duodenum diatas dan dibawah area cincin
pankreas. Operator tidak boleh melakukan pembedahan pada pankreas karena akan
menyebabkan pankreatik fistula, kondisi demikian menyebabkan stenosis atau atresia
duodenum akan menetap.
c. Tata Laksana Postoperatif
Pada periode postoperatif, maka infus intravena tetap dilanjutkan. Pasien
menggunakan transanastomotic tube pada jejunum, dan pasien dapat mulai menyusui
setelah 48 jam pasca operasi. Untuk mendukung nutrisi jangka panjang, maka dapat
dipasang kateter intravena baik sentral maupun perifer apabila transanastomotic
enteral tidak adekuat untuk memberi suplai nutrisi serta tidak ditoleransi oleh pasien.
Semua pasien memiliki periode aspirasi asam lambung yang berwarna empedu.
Kondisi ini terjadi karena peristaltik yang tidak efekti atau distensi pada duodenum
bagian atas. Permulaan awal memberi makanan oral tergantung pada penurunan
volume gastrik yang diaspirasi.
Asuhan Keperawatan By MH
I. Pengkajian Individu
Nama Rumah Sakit : RSAB Harapan Kita
Alamat Rumah Sakit : Jl. Letjen S.Parman Kav 87
Tanggal masuk : 7/09/2022
Tanggal pengkajian : 7/09/2022
No. Rekam Medik : 00946211
A. Identitas
1. Nama : By MH
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tanggal lahir : 29/8/2022
4. Agama : Islam
5. Nama Ibu : Ny SER
6. Nama Ayah : Tn. J
7. Pekerjaan orangtua : Karyawan swsta
8. Golongan darah :
a. Golongan darah bayi : O (+)
b. Golongan darah ibu : A (+)
c. Golongan darah ayah : O (+)
C. Riwayat Kesehatan
1. Masalah kesehatan yang pernah dialami:
Bayi lahir spontan pada usia gestasi 39-40 mg Apgar score tidak
diketahui, pada usia 5 hari muntah hijau, frekuensi minum menurun dan
demam
Masalah kesehatan keluarga/ keturunan:
Riwayat kelahiran bayi MH lahir spontan, anak ke 3 dari 3 bersaudara.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital
a. Keadaan umum : Bayi sakit sedang, lemas,
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Suhu : 39.6oC
d. Nadi : 115 x/menit
e. Tekanan darah :70/34 (map 48) mmHg
f. Pernapasan : 44 x/menit
g. SaO2 : 98%
h. Tinggi badan : 42 cm
i. Berat badan lahir : 2670 gr
j. Berat badan saat ini : 2182 gr
2. Sistem Fisiologis
a. Pernapasan
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, tidak ada
retraksi dada dan napas cuping hidung, bentuk dada simetris, irama
napas reguler, suara napas vesikuler tidak terdapat bunyi nafas
tambahan, frekuensi nafas 44x/menit, pergerakan dada normal. Tidak
menggunakan alat bantu napas. SaO2 98%.
b. Sirkulasi
Tidak terdapat sianosis pada bibir serta jari tangan, tidak ada edema,
tidak pucat, akral teraba agak dingin, intensitas nadi lemah, irama
nadi ireguler, bunyi jantung S1 S2 normal, tidak ada murmur, tidak
ada gallop, CRT 3 detik.
c. Neurologi
Kesadaran kompos mentis, tidak ada gangguan neurologis, tidak ada
kejang maupun jittery.
d. Gastrointestinal
Mukosa kering, tidak tampak labio/palatoschizis, tidak ada
perdarahan gusi. Muntah ada. Abdomen distended, berbentuk skafoid,
terdengar gelombang peristaltik usus di kuadaran kanan atas saja.
e. Eliminasi
Anus ada, pengeluaran BAB saat dikaji belum ada, berdasarkan
anamnesa pada OT bayi pernah pup namun sedikit. Pengeluaran urin
spontan, frekuensi 4-5 x dalam sehari.
f. Integumen
Warna kulit normal, tidak ikterik, tidak motled, tidak pucat, Tidak
ada kelainan dan tidak ada luka. Suhu tubuh: 39.6 C.
g. Muskuloskeletal
Bentuk dan ukuran simetris, tidak terdapat deformitas ataupun
kontraktur sendi, gerakan ekstremitas bebas.
h. Genitalia
Normal, tidak tampak kelainan pada skrotum dan tidak tampak
hipospadia
3. Data Psikologis pada Orang Tua
Orang tua klien terlihat sudah mampu menerima kondisi bayinya.
Ayah bayi tampak lebih tenang, ibu bayi tampak tanda kecemasan.
D. Informasi Penunjang
1. Diagnosis medis
a. Diagnosis masuk : NCB-SMK, susp atresia duodenum
2. Radiologi :
a. Foto Thorax -Abdomen AP 7/9/2022
Thorax: Ukuran jantung tampak normal, terdapat infiltrat di
kedua paru, suspek neonatal pneumonia.
Abdomen: Tampak dilatasi gaster dan usus yang tervisualisasi
membentuk double buble sign, mendukung gambaran atresia
duodenum DD/ stenosis duodenum. Feeding tube dengan tip
distal di proyeksi gaster.
4. Laboratorium :
PT 10 10 Detik
APTT 33.1 33.1 Detik
5. Terapi medis :
a. Sanmol 30 mg K/P (jika suhu > 38 C) via Intravena
b. Amoxan 40 mg/ 6 jam via Intravena
c. Gentamicin 12.5 mg/ 24 jam via Intravena
6. Tindakan operatif:
Laparotomi eksplorasi + Duodenojejunostomi
7. Klasifikasi ASA : ASA 3
Pre Operatif
IntraOperatif
PostOperatif
Pre OP
Disfungsi Motilitas Gastrointestinal Motilitas Gastrointestinal Membaik (L.03023) Manajemen Muntah (I.03118)
(D.0021) Dengan kriteria hasil: Insersi Selang Nasogastrik (I.03092)
Muntah skor 2 (Cukup Menurun) Persiapan Pembedahan (I.14573)
Distensi abdomen skor 2 (Cukup Menurun)
Pola nafas tidak efektif (D.0005) Pola Nafas Membaik (L.01004) Manajemen Jalan nafas (I.01012)
Dengan kriteria hasil:
Penggunaan Otot Bantu nafas menurun
Frekuensi nafas membaik
Kedalaman nafas membaik
Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas Meningkat (L.01001) Manajemen bersihan jalan nafas (I.14564)
(D.0001) Dengan kriteria hasil:
Batuk efektif meningkat
Produksi sputum menurun
Frekuensi nafas membaik
Post OP
Pola nafas tidak efektif (D.0005) Pola Nafas Membaik (L.01004) Manajemen Jalan nafas (I.01012)
Dengan kriteria hasil:
Penggunaan Otot Bantu nafas menurun
Frekuensi nafas membaik
Kedalaman nafas membaik
Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas Meningkat (L.01001) Manajemen bersihan jalan nafas (I.14564)
(D.0001) Dengan kriteria hasil:
Batuk efektif meningkat
Produksi sputum menurun
Frekuensi nafas membaik
Gangguan integritas Kulit (D.0129) Penyembuhan Luka Meningkat (L.14130) Perawatan Luka (I.14564)
Dengan kriteria hasil:
Penyatuan kulit skor 5 (Meningkat)
Penyatuan tepi luka skor 5 (Meningkat)
Peradangan luka skor 5 (Menurun)
Infeksi skor 5 (Menurun)
Pre OP
Intra OP
tgl Diagnosis Intervensi Keperawatan Evaluasi
Keperawatan