Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF ANASTESI

PADA BY MH DENGAN ATRESIA DUODENUM

DI SUSUN OLEH:
HIDAYANTI
INA KANITA
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik.
Pada kondisi ini deodenum bisa mengalami penyempitan secara komplit sehingga
menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk mengalami
proses absorbsi. Apabila penyempitan usus terjadi secara parsial, maka kondisi
ini disebut dengan doudenal stenosis.

II. Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenal sampai saat ini belum
diketahui. Atresia duodenal sering ditemukan bersamaan dengan malformasi pada
neonatus lainnya, yang menunjukkan kemungkinan bahwa anomali ini
disebabkan karena gangguan yang dialami pada awal kehamilan.
Gangguan ini bisa disebabkan karena volvulus, malrotasi, gastrokisis maupun
penyebab yang lainnya. Pada atresia duodenum, juga diduga disebabkan karena
kegagalan proses rekanalisasi. Faktor risiko maternal sampai saat ini tidak
ditemukan sebagai penyebab signifikan terjadinya anomali ini.
Pada sepertiga pasien dengan atresia duodenal menderita pula trisomi 21
(sindrom down), akan tetapi ini bukanlah faktor risiko yang signifikan
menyebabkan terjadinya atresia duodenal. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa 12-13% kasus atresis duodenal disebabkan karena polihidramnion.
Disamping itu, beberapa penelitian menyebutkan bahwa annular pankreas
berhubungan dengan terjadinya atresia duodenal.

III. KLASIFIKASI

Atresia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe morfologi :


Atresia tipe I terjadi pada lebih dari 90 % kasus dari semua obstruksi duodenum.
Kandungan lumen diafragma meliputi mukosa dan submukosa. Terdapat
windsock deformity, dimana bagian duodenum yang terdilatasi terdapat pada
bagian distal dari duodenum yang obstruksi. Pada tipe I ini, tidak ada fibrous cord
dan duodenum masih kontinu.
Atresia tipe II, dikarakteristikan dengan dilatasi proksimal dan kolaps pada
segmen area distal yand terhubung oleh fibrous cord.
Atresia tipe III memiliki gap pemisah yang nyata antara duodenal segmen distal
dan segmen proksimal

IV MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan atresia duodenal memiliki gejala obstruksi usus. Gejala akan
nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Pada beberapa pasien dapat timbul
gejala dalam beberapa jam hingga beberapa hari setelah kelahiran. Muntah yang
terus menerus merupakan gejala yang paling sering terjadi pada neonatus dengan
atresia duodenal. Muntah yang terus-menerus ditemukan pada 85% pasien..
Muntah akan berwarna kehijauan karena muntah mengandung cairan empedu
(biliosa).
Muntah neonatus akan semakin sering dan progresif setelah neonatus mendapat
ASI. Karakteristik dari muntah tergantung pada lokasi obstruksi. Jika atresia
diatas papila, maka jarang terjadi. Apabila obstruksi pada bagian usus yang
tinggi, maka muntah akan berwarna kuning atau seperti susu yang mengental.
Apabila pada usus yang lebih distal, maka muntah akan berbau dan nampak
adanya fekal. Apabila anak terus menerus muntah pada hari pertama kelahiran
ketika diberikan susu dalam jumlah yang cukup sebaiknya dikonfirmasi dengan
pemeriksaan penunjang lain seperti roentgen dan harus dicurigai mengalami
obstruksi usus.
Ukuran feses juga dapat digunakan sebagai gejala penting untuk menegakkan
diagnosis. Pada anak dengan atresia, biasanya akan memiliki mekonium yang
jumlahnya lebih sedikit, konsistensinya lebih kering, dan berwarna lebih abu-abu
dibandingkan mekonium yang normal. Pada beberapa kasus, anak memiliki
mekonium yang nampak seperti normal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam
pertama biasanya tidak terganggu. Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat terjadi
gangguan. Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan cepat, maka anak akan
mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, gangguan keseimbangan elektrolit.
Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik hipokalemia atau
hipokloremia. Pemasangan tuba orogastrik akan mengalirkan cairan berwarna
empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.
Anak dengan atresi duodenum juga akan mengalami aspirasi gastrik dengan
ukuran lebih dari 30 ml. Pada neonatus sehat, biasanya aspirasi gastrik berukuran
kurang dari 5 ml. Aspirasi gastrik ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pada jalan nafas anak. Pada beberapa anak, mengalami demam. Kondisi ini
disebabkan karena pasien mengalami dehidrasi. Apabila temperatur diatas 103º F,
maka kemungkinan pasien mengalami ruptur intestinal atau peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen. Akan tetapi distensi ini tidak
selalu ada, tergantung pada level atresia dan lamaya pasien tidak dirawat. Jika
obstruksi pada duodenum, distensi terbatas pada epigastrium. Distensi dapat tidak
terlihat jika pasien terus menerus muntah. Pada kasus lain, distensi tidak nampak
sampai neonatus berusia 24-48 jam, tergantung pada jumlah susu yang
dikonsumsi neonatus dan muntah yang dapat menyebabkan traktus alimentari
menjadi kosong. Pada beberapa neonatus, distensi bisa sangat besar setelah hari
ke tiga sampai hari ke empat, kondisi ini terjadi karena ruptur lambung atau usus
sehingga cairan berpindah ke kavum peritoneal. Neonatus dengan atresia
duodenum memiliki gejala khas perut yang berbentuk skafoid. Saat auskultasi,
terlihat gelombang peristaltik gastrik yang melewati epigastrium dari kiri ke
kanan atau gelombang peristaltik duodenum pada kuadran kanan atas. Apabila
obstruksi pada jejunum, ileum maupun kolon, maka gelombang peristaltik akan
terdapat pada semua bagian dinding perut.

V. TATA LAKSANA
Tata laksana yang dilakukan meliputi tata laksana preoperatif, intraoperatif serta
postoperatif.
a. Tata Laksana Preoperatif
Setelah diagnosis ditegakkan, maka resusitasi yang tepat diperlukan dengan
melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan abnormalitas elektrolit serta
melakukan kompresi pada gastrik. Dilakukan pemasangan orogastrik tube dan
menjaga hidrasi IV. Managemen preoperatif ini dilakukan mulai dari pasien lahir.
Sebagian besar pasien dengan duodenal atresia merupakan pasien premature dan
kecil, sehingga perawatan khusus diperlukan untuk menjaga panas tubuh bayi dan
mencegah terjadinya hipoglikemia, terutama pada kasus berat badan lahir yang sangat
rendah, CHD, dan penyakit pada respirasi. Sebaiknya pesien dirawat dalam inkubator.
b. Tata Laksana Intraoperatif
Sebelum tahun 1970, duodenojejunostomi merupakan teknik yang dipilih untuk
mengoreksi obstruksi yang disebabkan karena stenosis maupun atresia. Kemudian,
berdasarkan perkembangannya, ditemukan berbagai teknik yang bervariasi, meliputi
side-to-side duodenoduodenostomi, diamnond shape duodenoduodenostomi, partial
web resection with heineke mikulick type duodenoplasty, dan tapering duodenoplasty.
Side-to-side duodenoplasty yang panjang, walaupun dianggap efektif, akan tetapi
pada beberapa penelitian teknik ini memyebabkan terjadinya disfungsi anatomi dan
obstruksi yang lama. Pada pasien dengan duodenoduodenostomi sering mengalami
blind-loop syndrome. Saat ini, prosedur yang banyak dipakai yakni laparoskopi
maupun open duodenoduodenostomi. Teknik untuk anastomosisnya dilakukan pada
bagian proksimal secara melintang ke bagian distal secara longitudinal atau diamond
shape. Dilakukan anastomosis diamond-shape pada bagian proksimal secara
tranversal dan distal secara longitudinal. Melalui teknik ini akan didapatkan diamater
anatomosis yang lebih besar, dimana kondisi ini lebih baik untuk mengosongkan
duodenum bagian atas. Pada beberapa kasus, duodenoduodenostomi dapat sebagai
alternatif dan menyebabkan proses perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan
minimal. Untuk open duodenoduodenostomi, dapat dilakukan insisi secara tranversal
pada kuadran kanan atas pada suprambilikal. Untuk membuka abdomen maka
diperlukan insisi pada kulit secara tranversal, dimulai kurang lebih 2 cm diatas
umbilikus dari garis tengah dan meluas kurang lebih 5 cm ke kuadran kanan atas.
Setelah kita menggeser kolon ascending dan tranversum ke kiri, kemudian kita akan
melihat duodenal yang mengalami obstruksi. Disamping mengevaluasi duodenal
stresia, dapat dievaluasi adanya malrotasi karena 30% obstruksi duodenal kongenital
dihubungkan dengan adanya malrotasi. Kemudian dilakukan duodenotomi secara
tranversal pada dinding anterior bagian distal dari duodenum proksimal yang
terdilatasi serta duodenostomi yang sama panjangnya dibuat secara vertikal pada batas
antimesenterik pada duodenum distal. Kemudian akan dilakukan anstomosis dengan
menyatukan akhir dari tiap insisi dengan bagian insisi yang lain.
Disamping melakukan open duodenoduodenostomi, pada negara maju dapat
dilakukan teknik operasi menggunakan laparoscopic. Teknik dimulai dengan
memposisikan pasien dalam posisi supinasi, kemudian akan diinsersikan dua
instrument. Satu pada kuadran kanan bayi, dan satu pada mid-epigastik kanan.
Duodenum dimobilisasi dan diidentifikasi regio yang mengalami obstruksi. Kemudian
dilakukan diamond shape anastomosis. Beberapa ahli bedah
melakukan laparoscopik anatomosis dengan jahitan secara interrupted, akan tetapi
teknik ini memerlukan banyak jahitan. Metode terbaru yang dilaporkan, kondisi ini
dapat diselesaikan dengan menggunakan nitinol U-clips untuk membuat
duodenoduodenostomi tanpa adanya kebocoran dan bayi akan lebih untuk dapat
segera menyusui dibandingkan open duodenoduodenostomi secara konvensional.
Untuk duodenal obstruksi yang disebabkan annular pankreas, maka dilakukan
duodenoduodenostomi antara segmen duodenum diatas dan dibawah area cincin
pankreas. Operator tidak boleh melakukan pembedahan pada pankreas karena akan
menyebabkan pankreatik fistula, kondisi demikian menyebabkan stenosis atau atresia
duodenum akan menetap.
c. Tata Laksana Postoperatif
Pada periode postoperatif, maka infus intravena tetap dilanjutkan. Pasien
menggunakan transanastomotic tube pada jejunum, dan pasien dapat mulai menyusui
setelah 48 jam pasca operasi. Untuk mendukung nutrisi jangka panjang, maka dapat
dipasang kateter intravena baik sentral maupun perifer apabila transanastomotic
enteral tidak adekuat untuk memberi suplai nutrisi serta tidak ditoleransi oleh pasien.
Semua pasien memiliki periode aspirasi asam lambung yang berwarna empedu.
Kondisi ini terjadi karena peristaltik yang tidak efekti atau distensi pada duodenum
bagian atas. Permulaan awal memberi makanan oral tergantung pada penurunan
volume gastrik yang diaspirasi.
Asuhan Keperawatan By MH

I. Pengkajian Individu
Nama Rumah Sakit : RSAB Harapan Kita
Alamat Rumah Sakit : Jl. Letjen S.Parman Kav 87
Tanggal masuk : 7/09/2022
Tanggal pengkajian : 7/09/2022
No. Rekam Medik : 00946211
A. Identitas
1. Nama : By MH
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tanggal lahir : 29/8/2022
4. Agama : Islam
5. Nama Ibu : Ny SER
6. Nama Ayah : Tn. J
7. Pekerjaan orangtua : Karyawan swsta
8. Golongan darah :
a. Golongan darah bayi : O (+)
b. Golongan darah ibu : A (+)
c. Golongan darah ayah : O (+)

B. Alasan Masuk ke Rumah Sakit


Bayi demam, Frekuensi minum menurun, dan Muntah kehijauan

C. Riwayat Kesehatan
1. Masalah kesehatan yang pernah dialami:
Bayi lahir spontan pada usia gestasi 39-40 mg Apgar score tidak
diketahui, pada usia 5 hari muntah hijau, frekuensi minum menurun dan
demam
Masalah kesehatan keluarga/ keturunan:
Riwayat kelahiran bayi MH lahir spontan, anak ke 3 dari 3 bersaudara.
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital
a. Keadaan umum : Bayi sakit sedang, lemas,
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Suhu : 39.6oC
d. Nadi : 115 x/menit
e. Tekanan darah :70/34 (map 48) mmHg
f. Pernapasan : 44 x/menit
g. SaO2 : 98%
h. Tinggi badan : 42 cm
i. Berat badan lahir : 2670 gr
j. Berat badan saat ini : 2182 gr

2. Sistem Fisiologis
a. Pernapasan
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, tidak ada
retraksi dada dan napas cuping hidung, bentuk dada simetris, irama
napas reguler, suara napas vesikuler tidak terdapat bunyi nafas
tambahan, frekuensi nafas 44x/menit, pergerakan dada normal. Tidak
menggunakan alat bantu napas. SaO2 98%.

b. Sirkulasi
Tidak terdapat sianosis pada bibir serta jari tangan, tidak ada edema,
tidak pucat, akral teraba agak dingin, intensitas nadi lemah, irama
nadi ireguler, bunyi jantung S1 S2 normal, tidak ada murmur, tidak
ada gallop, CRT 3 detik.

c. Neurologi
Kesadaran kompos mentis, tidak ada gangguan neurologis, tidak ada
kejang maupun jittery.

d. Gastrointestinal
Mukosa kering, tidak tampak labio/palatoschizis, tidak ada
perdarahan gusi. Muntah ada. Abdomen distended, berbentuk skafoid,
terdengar gelombang peristaltik usus di kuadaran kanan atas saja.

e. Eliminasi
Anus ada, pengeluaran BAB saat dikaji belum ada, berdasarkan
anamnesa pada OT bayi pernah pup namun sedikit. Pengeluaran urin
spontan, frekuensi 4-5 x dalam sehari.

f. Integumen
Warna kulit normal, tidak ikterik, tidak motled, tidak pucat, Tidak
ada kelainan dan tidak ada luka. Suhu tubuh: 39.6 C.

g. Muskuloskeletal
Bentuk dan ukuran simetris, tidak terdapat deformitas ataupun
kontraktur sendi, gerakan ekstremitas bebas.

h. Genitalia
Normal, tidak tampak kelainan pada skrotum dan tidak tampak
hipospadia
3. Data Psikologis pada Orang Tua
Orang tua klien terlihat sudah mampu menerima kondisi bayinya.
Ayah bayi tampak lebih tenang, ibu bayi tampak tanda kecemasan.

4. Skor Pengkajian Tambahan


a. Skor Risiko Jatuh Neonatus : Risiko Tinggi
b. Skor Neonatal Infant Pain Scale : 1/7 (nyeri ringan)
c. Skor Kurva Gizi WHO : dibawah -2 (berat badan kurang)

D. Informasi Penunjang
1. Diagnosis medis
a. Diagnosis masuk : NCB-SMK, susp atresia duodenum
2. Radiologi :
a. Foto Thorax -Abdomen AP 7/9/2022
Thorax: Ukuran jantung tampak normal, terdapat infiltrat di
kedua paru, suspek neonatal pneumonia.
Abdomen: Tampak dilatasi gaster dan usus yang tervisualisasi
membentuk double buble sign, mendukung gambaran atresia
duodenum DD/ stenosis duodenum. Feeding tube dengan tip
distal di proyeksi gaster.

b. USG Abdomen 7/9/2022


Tidak tampak adanya dilatasi gaster dan bulbus duodeni yang
signifikan kemungkinan adanya obstruksi ec atresia duodeni,
pancreas anulare, dan duodenal web belum dapat disingkirkan
3. Echocardiographi:
a. Tgl 9/9/2022
PFO L to R

4. Laboratorium :

Hasil Lab tanggal 9/9/2022 (Pre OP)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Hemoglobin 14.2 12.7-18.7 g/dL

Hematokrit 45.9 42-62 %

Leukosit 13.64 5-19.50 10^3/ul

Trombosit 168 150-450 ribu/ul

PT 10 10 Detik
APTT 33.1 33.1 Detik

CRP Kuantitatif 6.6 0-5 mg/L

Glukosa darah 52 > 45 mg/dL


sewaktu
Natrium (Na) 142 135-145 mmol/L

Kalium (K) 4.5 3.5-5.3 mmol/L

Klorida (Cl) 104 98-107 mmol/L

Kalsium 11.1 8.1-10.4 mg/dL

5. Terapi medis :
a. Sanmol 30 mg K/P (jika suhu > 38 C) via Intravena
b. Amoxan 40 mg/ 6 jam via Intravena
c. Gentamicin 12.5 mg/ 24 jam via Intravena
6. Tindakan operatif:
Laparotomi eksplorasi + Duodenojejunostomi
7. Klasifikasi ASA : ASA 3

E. Pengkajian Lanjutan Paska Operasi

By MH menjalani operasi Laparotomi eksplorasi + Duodenojejunostomi


mulai pukul 15.30 sampai dengan 19.00 dengan dengan anatesi umum.
Setelah operasi selesai By MH dipindahkan ke ruang NICU dengan
menggunakan alat bantu napas ventilator. Jam 19.30 bayi sampai di NICU
dengan kondisi masih dalam pengaruh anastesi, napas on ventilator PCAC
RR 60 x/mnt, 20/5 dengan Fio2 21%. Desat dan bradi tidak ada, bayi
terintubasi di OK dengan ETT no 3,5 batas 9 cm
Analisis Data dan Masalah Keperawatan

Pre Operatif

DS: Saat anamnesa pengkajian awal Disfungsi Motilitas Gastrointestinal


masuk OT mengatakan bayi ada muntah (D.0021)
DO:
 Hanya terdengar gelombang
peristaltik usus di kuadran kanan
atas saja.
 Foto Abdomen: Tampak dilatasi
gaster dan usus yang tervisualisasi
membentuk double bubble sign,
mendukung gambaran atresia
duodenum

DS: Saat anamnesa pengkajian awal Hipovolemi (D.0023)


masuk OT mengatakan frekuensi minum
menurun dan ada muntah
DO:
 Turgor kulit jelek
 Pulsasi nadi lemah
 Volume urin menurun
 Suhu tubuh diatas rentang normal
 Berat badan turun

DS: Saat anamnesa pengkajian awal Hipertermia (D.0130)


masuk OT mengatakan bayi demam
DO: Suhu tubuh: 39.6 C

IntraOperatif

DS: N/A Pola nafas tidak efektif (D.0005)


DO:
 Terpasang ETT No 3.5 batas 9 cm
 Pola nafas abnormal (apnue),
diberikan obat obatan anastesi
 TD 85/54 N 125 RR 38 Spo2 97%

DS: N/A Bersihan jalan nafas tidak efektif


DO: (D.0001)
Pasien tidak mampu batuk
Tingkat kesadaran menurun
Bunyi napas menurun
- Pernapasan dibantu dengan
ventilator dengan bagging FIO2:
100%, Flow : 4 lt,
TTV; TD: 80/55 mmHg, N: 142 x/mt,
SPO2: 99%

DS: N/A Risiko Hipotermia Operatif (D.0141)


Faktor Risiko:
 Tangan dan kaki pasien teraba
dingin
 Suhu anak : 36.4ºC
 Suhu ruangan : 16 ºC

PostOperatif

DS: N/A Pola nafas tidak efektif (D.0005)


DO:
 Terpasang ETT No 3.5 batas 9 cm
 Pernapasan dibantu dengan
ventilator dengan bagging FIO2:
100%, Flow : 4 lt,

DS: N/A Bersihan Jalan nafas tidak efektif


DO: (D.0001)
Tingkat kesadaran menurun
Tampak slym di sekitar mulut

DS: N/A Gangguan integritas Kulit (D.0129)


 DO: Terdapat luka jahitan post
operasi laparatomi eksplorasi yang
belum kering di abdomen bayi
II. Rencana Keperawatan

Pre OP

Diganosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

Disfungsi Motilitas Gastrointestinal Motilitas Gastrointestinal Membaik (L.03023) Manajemen Muntah (I.03118)
(D.0021) Dengan kriteria hasil: Insersi Selang Nasogastrik (I.03092)
 Muntah skor 2 (Cukup Menurun) Persiapan Pembedahan (I.14573)
 Distensi abdomen skor 2 (Cukup Menurun)

Hipovolemi (D.0023) Status Cairan Membaik (L.03028) Manajemen Hipovolemi (I.03116)


Dengan kriteria hasil: Manajemen Cairan (I.03098)
 Kekuatan nadi skor 5 (Meningkat)
 Urin output skor 5 (Meningkat)
 Berat badan skor 5 (Membaik)
 Turgor kulit skor 5 (Membaik)
 Suhu tubuh skor 5 (Membaik)

Hipertermia (D.0130) Termoregulasi Neonatus Membaik (L.14135) Manajemen Hipertermia (I.15506)


Dengan kriteria hasil
 Suhu tubuh skor 5 (Membaik)
 Suhu kulit skor 5 (Membaik)
Intra OP

Diganosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

Pola nafas tidak efektif (D.0005) Pola Nafas Membaik (L.01004) Manajemen Jalan nafas (I.01012)
Dengan kriteria hasil:
 Penggunaan Otot Bantu nafas menurun
 Frekuensi nafas membaik
 Kedalaman nafas membaik

Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas Meningkat (L.01001) Manajemen bersihan jalan nafas (I.14564)
(D.0001) Dengan kriteria hasil:
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Frekuensi nafas membaik

Risiko Hipotermia perioperatif Tidak terjadi Hipotermia (L.14507) Manajemen Hipotermia


(D.0131) Dengan kriteria hasil:
Observasi
 Monitor suhu tubuh
 Identifikasi penyebab hipotermia (pembedahan)
 Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia
(hipotermia ringan: takipneu, menggigil,
hipotermia sedang : aritmia, hipotensi, apatis,
koagulopati, refleks menurun, hipotermia berat :
oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam
basa abnormal.
Terapeutik
 Atur suhu ruangan
 Ganti pakaian/linen yang basah
 Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut,
penutup kepala, pakaian tebal)
 Berikan warmer blanket

Post OP

Diganosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

Pola nafas tidak efektif (D.0005) Pola Nafas Membaik (L.01004) Manajemen Jalan nafas (I.01012)
Dengan kriteria hasil:
 Penggunaan Otot Bantu nafas menurun
 Frekuensi nafas membaik
 Kedalaman nafas membaik

Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas Meningkat (L.01001) Manajemen bersihan jalan nafas (I.14564)
(D.0001) Dengan kriteria hasil:
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Frekuensi nafas membaik

Gangguan integritas Kulit (D.0129) Penyembuhan Luka Meningkat (L.14130) Perawatan Luka (I.14564)
Dengan kriteria hasil:
 Penyatuan kulit skor 5 (Meningkat)
 Penyatuan tepi luka skor 5 (Meningkat)
 Peradangan luka skor 5 (Menurun)
 Infeksi skor 5 (Menurun)

III. Implementasi dan Evaluasi

Pre OP

tgl Diganosis Intervensi Keperawatan Evaluasi


Keperawatan
Disfungsi Motilitas Manajemen Muntah (I.03118): S: N/A
Gastrointestinal  Mengidentifikasi karakteristik muntah (warna, O: KU bayi sakit sedang, compos mentis, Suhu 39,6 C,
(D.0021) konsistensi) HR: 115x/mnt, TD: 70/34 (map 48), RR: 44x/mnt,
 Menghitung volume muntah SaO2: 98%. tampak hipersaliva, cairan muntah cair
 Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit bening sebanyak kurang lebih 10 cc. Hasil foto abdomen
 Mengatur posisi untuk mencegah aspirasi menunjukkan feeding tube dengan tip distal di proyeksi
 Membersihkan mulut dan hidung gaster. Hasil lab Nat 132 Hasil echo: PFO
Insersi Selang Nasogastrik (I.03092) A: Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
 Mengidentifikasi indikasi pemasangan OGT P: Lanjutkan intervensi
 Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan - Manajemen muntah:
dan menandai batasnya  Lapor hasil lab (Hipernatremia) ke dr perina-->
 Memeriksa posisi tip OGT sudah tepat di lambung Rencana ganti cairan
 Memfiksasi selang OGT dengan hipavix  Observasi muntah dan kembung
 Mengalirkan selang OGT dengan  Bersihkan mulut dan hidiung secara berkala
menyambungkannya ke mucus extractor -
Persiapan Pembedahan (I.14573)
 Mengidentifikasi keadaan umum bayi
 Memonitor tanda-tanda vital, BB, dan EKG
 Mengkonsultasikan pasien ke dokter bedah anak
 Mengambil sample darah untuk pemeriksaan
hematologi, hemostatis, dan kimia darah
 Memastikan kelengkapan dokumen-dokumen pre-
operasi

Hipovolemi Manajemen Hipovolemi (I.03116) S:N/A


(D.0023) O: Bayi dipuasakan, turgor kulit jelek, kulit bayi tampak
9  Observasi tanda-gejala hipovolemia pucat. BB bayi sekarang 2182 turun dari berat lahir.
/  Monitor intake output cairan Urin output: 40 cc dalam 24 jam. Diuresis:0,7 cc/kb/jam
9  Kolaborasi pemberian cairan Akses intravena ada namun terbatas karena banyak
/ Manajemen Cairan (I.03098) bekas area penusukkan (riwayat rawat di RS
2  Monitor status hidrasi sebelumnya). Infus lancar, tidak bengkak dan
2  Monitor berat badan harian kemerahan. Hipernatremi (150). Suhu tubuh berangsur
 Monitor kepatenan akses intravena menurun.
 Memberikan cairanl sesuai indikasi yaitu: A: Hipovolemi
- N4D10CagluKClFos: 16,6 cc/jam P: Lanjutkan Manajemen Cairan:
- AA 10%: 4,7 cc/jam  observasi kepatenan vena ganti cairan menjadi
- Smoflipid 20% + Vit: 0,5 cc/jam D10CagluKClFos: 14 cc/jam, AA10 % dan
 Atur kecepatan infus dengan menggunakan infus Smoflipid 20% + Vit tetap.
pump dan syringe pump
 Monitor hasil pemeriksaan elektrolit
 Catat intake output dan hitung ballans cairan

Hipertermia Manajemen Hipertermia (I.15506) S: N/A


(D.0130)  Mengidentifikasi penyebab hipertemia O: Nilai CRP 1,3 (bukan indikasi infeksi tetapi intake
 Memonitor suhu tubuh kurang), Diuresis 0,7 cc/kgBB/jam. Kadar elektrolit
 Memonitor kadar elektrolit dan urin output natrium 150 mmol/L. Suhu tubuh bayi berangsur turun
 Lepaskan pakaian dan atur suhu inkubator dari 39,6 menjadi 38,8→38,1→ 37,6 → 37 C. Akral
 Kolaborasi pemberian cairan intravena dan obat hangat.
antipiretik A: Hipertermia teratasi
P: Monitor suhu tubuh
Disfungsi Motilitas Manajemen Muntah (I.03118): S:N/A
Gastrointestinal  Menghitung volume muntah O: Muntah menurun, CMS bayi bening 8 cc. Distensi
(D.0021)  Mengatur posisi untuk mencegah aspirasi abdomen berkurang.
 Membersihkan mulut dan hidung A: Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
Persiapan Pembedahan (I.14573) P:
 Follow up pengajuan jadwal pembedahan  Obsevasi CMS dan kembung
 Memfasilitasi OT bertemu dokter bedah terkait  Bersihkan mulut dan hidung secara berkala
penjelasan rencana tindakan pembedahan  Follow up evaluasi echo besok pagi sebelum operasi
 Follow up hasil PCR SWAB  Follow up konsul anastesi
 Memastikan kelengkapan dokumen-dokumen pre-  Follow up ketersediaan tempat di NICU
operasi
10/9/22

Hipovolemi Manajemen Cairan (I.03098) S:N/A


(D.0023)  Monitor status hidrasi O: BB bayi naik 133 gr dari 2182 gr menjadi 2315.
 Monitor berat badan harian Turgor kulit membaik. Urin output: 249 cc dalam 24
 Monitor kepatenan akses intravena jam. Diuresis 4,4 cc/kgBB/jam. Akses intravena rawan
 Memberikan cairan sesuai indikasi yaitu: pecah.
- D10CagluKClFos: 14 cc/jam A: Hipovolemi teratasi sebagian
- AA 10%: 4,7 cc/jam P: Lanjutkan Manajemen Cairan:
- Smoflipid 20% + Vit: 0,5 cc/jam  Observasi kepatenan vena
 Atur kecepatan infus dengan menggunakan infus  Rencana pemasangan longline saat operasi
pump dan syringe pump  Ganti tetesan cairan menjadi
 Catat intake output dan hitung balans cairan - D10CagluKClFos: 12 cc/jam
- AA10 % : 4,2 cc/jam
- Smoflipid 20% + Vit t: 1 cc/jam
Disfungsi Motilitas Manajemen Muntah (I.03118): S:N/A
Gastrointestinal  Menghitung volume muntah O: Bayi tidak ada muntah dan tidak ada CMS. Abdomen
(D.0021)  Mengatur posisi untuk mencegah aspirasi kembung supel.
 Membersihkan mulut dan hidung A: Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
Persiapan Pembedahan (I.14573) P: Follow up kondisi bayi post operasi dan hand over ke
 Follow up ketersediaan tempat di NICU NICU
 Memastikan kelengkapan dokumen-dokumen pre-
operasi
 Kolaborasi pemberian pre-medikasi
 Mengantar bayi ke kamar operasi
10/9/22

Hipovolemi Manajemen Cairan (I.03098) S:N/A


(D.0023)  Monitor status hidrasi O: BB bayi naik 127 gr menjadi 2442 gr. Turgor kulit
 Monitor berat badan harian membaik. Urin output: 153 cc dalam 14 jam. Diuresis
 Monitor kepatenan akses intravena 4,2 cc/kgBB/jam. Akses intravena lancar, tidak ada
 Memberikan cairan sesuai indikasi yaitu: bengkak dan kemerahan.
- D10CagluKClFos: 12 cc/jam A: Hipovolemi teratasi
- AA10 % : 4,2 cc/jam P: Hand over cairan parenteral ke NICU
- Smoflipid 20% + Vit t: 1 cc/jam
 Atur kecepatan infus dengan menggunakan infus
pump dan syringe pump
 Catat intake output dan hitung ballans cairan

Intra OP
tgl Diagnosis Intervensi Keperawatan Evaluasi
Keperawatan

Pola nafas tidak Manajemen Jalan nafas (I.01012) S: N/A


efektif (D.0005)  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
napas. O: TD 89/53 mmHg nadi 125 x/mnt RR 38 x/mnt SpO2
 Monitor pola napas 98 %, Pola napas regular, suara napas vesikuler,
 Monitor saturasi oksigen Penggunaan Otot bantu nafas minimal, Plester Fiksasi
 Monitor posisi selang ETT, Terutama setelah terpasang baik, ETT terpasang sesuai batas
mengubah posisi A: Pola Nafas Tidak efektif
 Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit P: Manajemen Jalan Nafas
 Lakukan penghisapan lendir jika perlu I : Memonitor pola napas , saturasi Oksigen, posisi
selang ETT, Memasang OPA
E : Frekuensi nafas membaik
Kedalaman nafas membaik

Bersihan jalan  Manajemen bersihan jalan nafas (I.14564) S: N/A


nafas tidak efektif Observasi
(D.0001)  Monitor keadekuatan pola napas, sesuaikan dengan O: TD 89/53 mmHg nadi 125 x/mnt RR 38 x/mnt SpO2
ventilator 98 %, Produksi slem berkurang, Pola napas regular,
 Monitor bunyi napas tambahan (missal nya : suara napas vesikuler
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) A: Bersihan jalan nafas tidak efektif
 Monitor sputum P: Majemen bersihan jalan nafas
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt I : Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan
usaha napas)
1 dan chin-lift Memonitor bunyi napas tambahan (missal nya :
1  Posisikan semi-fowler atau fowler, dengan atau gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
/ tidaknya menggunakan ganjalan di punggung
9  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. Memonitor sputum
/  Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan E : frekuensi napas membaik 38 x/mnt, kedalaman dan
2 endotrakeal pola napas membaik
2
 

Risiko Hipotermia Manajemen Hipotermia (I.14507) S: N/A


Perioperative Observasi O: Suhu bayi normal, tidak terdapat kutis
(D.0141)  Monitor suhu tubuh A: Risiko Hipotermia Perioperative
 Identifikasi penyebab hipotermia (pembedahan) P: Mnajemen Hipotermia
 Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia I : Memonitor suhu tubuh
(hipotermia ringan: takipneu, disartria, menggigil, Mengatur suhu ruangan
hipotermia sedang : aritmia, hipotensi, apatis, Memberikan warmer blanket
koagulopati, refleks menurun, hipotermia berat : E : Suhu bayi normal, akral hangat
oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam
basa abnormal.
Terapeutik
 Atur suhu ruangan
 Ganti pakaian/linen yang basah
 Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut,
penutup kepala, pakaian tebal)
 Berikan warmer blanket
Post OP

tgl Diagnosis Intervensi Keperawatan Evaluasi


Keperawatan

Pola nafas tidak Manajemen Jalan nafas (I.01012) S: N/A


efektif (D.0005)  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
napas. O: TD 89/53 mmHg nadi 125 x/mnt RR 38 x/mnt SpO2
 Monitor pola napas 98 %, Pola napas regular, suara napas vesikuler,
 Monitor saturasi oksigen Penggunaan Otot bantu nafas minimal, Plester Fiksasi
 Monitor posisi selang ETT, Terutama setelah terpasang baik, ETT terpasang sesuai batas
mengubah posisi A: Pola Nafas Tidak efektif
 Lakukan penghisapan lendir jika perlu P: Manajemen Jalan Nafas
I : Memonitor pola napas , saturasi Oksigen, posisi
selang ETT, Memasang OPA
E : Frekuensi nafas membaik
Kedalaman nafas membaik

Bersihan jalan  Manajemen bersihan jalan nafas (I.14564) S: N/A


nafas tidak efektif
1 (D.0001) Observasi O: TD 89/53 mmHg nadi 125 x/mnt RR 38 x/mnt SpO2
1  Monitor keadekuatan pola napas, sesuaikan dengan 98 %, Produksi slem berkurang, Pola napas regular,
/ ventilator suara napas vesikuler
9  Monitor bunyi napas tambahan (missal nya :
/ gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) A: Bersihan jalan nafas tidak efektif
2  Monitor sputum P: Majemen bersihan jalan nafas
2 Terapeutik I : Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt usaha napas)
dan chin-lift
 Posisikan semi-fowler atau fowler, dengan atau Memonitor bunyi napas tambahan (missal nya :
tidaknya menggunakan ganjalan di punggung gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
Memonitor sputum
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal E : frekuensi napas membaik 38 x/mnt, kedalaman dan
pola napas membaik

Hipotermia Perawatan Luka (I.14564) S: N/A


(D.0140)  Monitor kondisi balutan, O: Balutan bersih, tidak terlihat ada drainase yang
 Pertahankan kebersihan balutan tembus ke kassa.
Lakukan GV per 2 hari setelah post operasi A: Gangguan integritas Kulit
P: Rencana ganti balutan dengan menggunakan sufratul,
observasi kondisi luka jahitan saat di GV.

Anda mungkin juga menyukai