Tak heran jika suami dari Anni E. Ratnaningsih ini memiliki tiga putri yang lahir
di tiga negara berbeda. Nadya lahir di Jakarta, Jasmin lahir di Kanada, dan Sasha
lahir di Australia.
Kini, nun jauh di benua Kangguru, seorang profesor asal Indonesia yang punya hobi
jalan-jalan dan berenang ini, mengajar dan meneliti di salah satu universitas
terpandang di New South Wales.
Salahudin aktif bekerja pada studi masalah mobilitas penduduk dan konsekuensinya di
berbagai tempat seperti Asia (Indonesia), Afrika Barat (Burkina Faso dan Ghana) dan
Australia.
Selain itu, anak ke-6 dari 8 bersaudara ini berpartisipasi di banyak forum ilmiah,
termasuk di Australian Population Association (APA), the Population Association of
America (PAA), dan International Population Geography.
Masa kecilnya sangat bersahabat dengan alam. Sempat ingin jadi pilot, tapi berganti
ingin jadi konsultan setelah remaja.
Bagi Salahudin, demografi cakupannya memang agak luas. Mulai dari persoalan
dinamika kependudukan di suatu wilayah atau negara sampai pada persoalan perilaku
penduduknya sendiri.
“Perilaku perpindahan penduduk atau migrasi dan perilaku kesehatan masyarakat, baik
itu anak kecil, remaja atau orang tua. Persoalan penduduk menua juga menjadi
perhatian seorang demografer. Hal-hal seperti itu berkaitan dengan kependudukan dan
tentu berhubungan dengan beberapa keilmuan lain,” papar penyuka pempek, mendoan,
dan sate padang ini.
“Karena sifatnya yang sangat luas, demographer dapat bekerja dalam banyak bidang,”
ujarnya.
“Dari beliaulah saya dan beberapa kawan lainnya yang baru mendapat nasihat– kami
bilangnya “rayuan”– untuk mendalami ilmu ini. Betul, sebagian besar kami tahu ada
ilmu demografi ya baru saat itu. Sebelumnya, asing,” cerita Salahudin.
Berkat dorongan Aris Ananta, ia akhirnya sampai belajar ke luar negeri untuk bidang
yang ada kaitannya dengan kependudukan. Saat itu, belum ada program demografi
tingkat S-3 di Indonesia.
Pada awalnya Salahudin lebih banyak mengerjakan penelitian demografi dan bertemu
dengan jaringan peneliti lain dari beberapa universitas di banyak negara.
Dari hasil berteman dan bekerja itulah akhirnya saya memutuskan untuk juga
bergabung untuk mendidik di Macquarie University.
“Itu tempat saya pertama kali menjadi dosen, sementara di tempat lain saya lebih
banyak menjadi peneliti dalam sebuah riset,” terangnya.
Bagi Salahudin, para diaspora yang berada jauh dari tanah air dapat memberikan
pengalaman positif bagi Indonesia. Salah satunya, Indonesia perlu menciptakan
persepsi, atau bahkan membuktikan kalau negeri kita pun banyak peluang besarnya.
“Para diaspora yang saat ini masih berada di luar Indonesia, masih dapat bermanfaat
dan membangun negeri dengan cara mereka masing-masing,”paparnya.
Namun begitu, Indonesia baginya tetap menjadi sebuah negeri yang memiliki
kelebihan. Dengan latar belakang suku-budaya dan keragaman yang berbeda, tetapi
tetap berusaha satu sejak jaman dulu bahkan sampai sekarang. Hal ini yang jarang
dimiliki oleh negara-negara lain. I am proud to be an Indonesian diaspora. Salut!
(*)
Salahudin Muhidin :
• Bagi Salahudin, para diaspora yang berada jauh dari tanah air dapat memberikan
pengalaman positif bagi Indonesia.