Anda di halaman 1dari 126

KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA DI BAWAH PEMERINTAHAN KEVIN RUDD

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata Satu Pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Oleh: Cecep Saiman 052030120

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2009

LEMBAR PENGESAHAN

KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA DI BAWAH PEMERINTAHAN KEVIN RUDD

Oleh: Cecep Saiman 052030120 Telah diujikan tanggal ..

Menyetujui: Pembimbing.

Dra. Dewi Astuti M.Si.

Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Drs. Aswan Haryadi, M.Si. NIP 131 687 153

Drs. Iwan Gunawan, M.Si. NIP 151 101 37

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar- benar hasil pekerjaan penelitian saya sendiri. Adapun semua referensi/kutipan (baik kutipan langsung maupun tidak langsung) dari hasil karya ilmiah orang lain tiap- tiap satunya telah saya sebutkan sumbernya sesuai etika ilmiah. Apabila dikemudian hari skripsi terbukti hasil meniru/plagiat dan terbukti mencantumkan kutipan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sangsi penangguhan gelar kesarjanaan dan menerima sangsi dari lembaga yang berwenang.

Bandung,__________________

(Cecep Saiman) Nrp 052030120

Pertama kali saya menemukan masalah untuk menyelesaikan ini, saya hanya bilang Astagfirullah.. kedua kalinya, saya bilang astagfirullah. Ketiga kalinya, Hah.. Keempat kalinya, Anj Dan ketika semuanya beres, Pada saat itu juga saya mengucap syukur dengan tangan menengadah ke atas dengan mengucap Alhamdulillah..

Kreativitas Dan Kendali Bisa Berjalan Berdampingan. --Donald J. Trump

ABSTRAK Kebijakan Travel Advisory yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia di bawah kepemimpinan Kevin rudd merupakan kebijakan dari upaya pemerintah Australia untuk melindungi warga negaranya dari ancaman kekerasan. Pemerintah Australia terus memantau negara-negara tersebut khususnya dalam bidang keamanan. Sebab, travel advisory ini merupakan upaya pemerintah untuk melindungi warga negaranya dari ancaman keamanan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengeksplorasi dan mendeskripsikan Kebijakan Indonesia dalam menyikapi kebijakan travel advisory Australia di bawah Pemerintahan Kevin Rudd yang berdasarkan pada kesepakatan yang telah dicapai oleh kedua negara pada Traktat Lombok. Sedangkan kegunaan penelitian ini, secara akademis diharapkan dapat menambah khasanah pengembangan ilmu Hubungan Internasional, Khususnya yang menyangkut Hubungan Internasional dan kerjasama internasional. Selanjutnya, secara praktis diharapkan dapat menambah perbendaharaan wawasan mengenai kebijakan suatu negara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan kebijakan Pemerintah Indonesia, serta menganalisa implikasi dari kebijakan travel advisory yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia. Hasil dari penelitian ini adalah : Pemerintah Indonesia dalam upayanya meyakinkan Australia agar mencabut kebijakan travel advisory. Selain itu, komitmen pemerintah untuk menjamin keamanan di Indonesia juga dapat menjadi modal untuk meyakinkan Pemerintah Australia agar mencabut kebijakan tersebut.

Kata kunci : Kebijakan Indonesia, Travel Advisory

ABSTRACT Policies Travel Advisory Issued by the Australian government under the leadership of Kevin Rudd is the policy of the Australian governments efforts to protect its citizens from the threat of violence. Australian Government continue to monitor these countries, especially in the field of securitity. Because of this travel advisory is a government effort to protect its citizens from security threats. The purpose of this study was to find out, explore and describe the policy of Indonesia in addressing Australias travel advisory policy under Kevin Rudd Government is based on that agreement had been reached by both countries in Lombok Treaty. While this research uses, is expected to increase the academic sphere of the science of International Relations, in particular regarding international relations and international cooperation. Furthemore, practically expected to add insight into the treasury of a state policy. The method use in this research is descriptive analysis that aims to describe the policy of the Government of Indonesia, and analyze the policy implications of the travel advisory issued by the Australian Government. The results of this research are: the Government of Indonesia in its efforts to convince Australia to revoke travel advisory policy. In addition, the governments commitment to ensure security in Indonesia can also be a capital to convince the Australian Government to revoke the policy.

Keywords: Policy Indonesia, Travel Advisory

ABSTRAK Kabijakan Travel Advisory anu dikaluarkeun ku Pamarentah Australia dina kapamimpinan Kevin Rudd mangrupakeun kabijaksanaan tina upaya Pamarentah Australia kanggo ngalindungan warga nagarana tina ancaman kakerasan. Pamarentah Australia terus nalingakeun nagara-nagara anu diutamakeunana dina bidang kaamanan. Sabab Travel Advisory ieu mangrupakeun usaha pamarentah kanggo ngalindungan warga nagarana tina ancaman kaamanan. Aya oge tujuan panalitian ieu nyaeta kanggo milarian terang, ngabedahkeun, sareng ngajelaskeun kabijakan Indonesia dina mayunan kabijakan Travel Advisory Australia dina kapamimpinan Pamarentah Kevin Rudd anu ngadasarkeun tina kasangeman anu di jieun ku kadua nagara dina perjanjian lombok. Kagunaan panalitian ieu, tina akademis diharepkeun tiasa nambah wawasan elmu hubungan internasional utamina nu ngajurus kana hubungan internasional jeung kerjasama internasional. Salajengna, dina praktekna diharepkeun tiasa nambah wawasan tina kabijakan ti hiji nagara. Metode anu dianggo dina panalitian ieu nyaeta deskriptif analisis anu ditujukeun kanggo ngagambarkeun kabijaksanaan pamarentah Indonesia sareng naliti akibat tina kabijakan Travel Advisory anu dikaluarkeun ku Pamarentah Australia. Hasil ti panalitian ieu nyaeta : Pamarentah Indonesia ngupayakeun Australia tiasa nyabut kabijakan Travel Advisory. Sajabana, janji pamarentah kanggo ngajamin kaamanan di Indonesia sareng ngajadikeun modal keur ngayakinkeun Pamarentah Australia Kanggo nyabut kabijakan Travel Advisoryna.

Kata Kunci : Kabijakan Indonesia, Travel Advisory

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kemurahan dan kebesaran-Nya lah akhirnya penulisan skripsi yang berjudul :

KEBIJAKAN

LUAR

NEGERI

INDONESIA

DALAM

MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA DI BAWAH PEMERINTAHAN KEVIN RUDD dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang di tetapkan. Penulis menyadari masih banyak kekutangan yang terdapat dalam penulisan ini, maka dari itu tetap mengharapkan saran dan kritikan dari pihak- pihak yang membacanya, bahkan bila perlu melakukan penelitian lanjutan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang turut berjasa dalam penyelesaian skripsi ini, yang terhormat : 1. Bapak Prof. DR. HM Didi Turmudzi, M.Si, selaku Rektor Universitas Pasundan Bandung. 2. Bapak Drs. Aswan Haryadi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 3. Bapak Dr. Thomas Bustomi Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 4. Bapak Drs. Budiana M.Si, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 5. Bapak Drs. Deden Ramdan, M.Si, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 6. Bapak Drs. Iwan Gunawan, M.Si, selaku ketua jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 7. Bapak Drs. Ade Priangani, M.Si, selaku sekretaris jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung. 8. Ibu Dra. Dewi Astuti, M.Si, selaku pembimbing dalam menyusun skripsi.

9. Abah sareng Ema kaucap syukur anu saageung- ageungna dina sagala kaayaan ngalirkeun do'a kanggo putra- putrina. 10. Terima kasih Neng.. yang selalu bawel klo aku lagi males buat ngerjain semuanya. 11. mulai dari dencis.kotek.pajarair.teh hera..a iwanteh yantipasagia kecil.nuhuuun 12. Sahabatku Johan Mashuri & Wanti yang selalu ada dalam duka maupun susahhe... Isma*ijot*cahya*iki*ndah*noir dan smua- muanya nuhun nya. ojosn si cantik.trus si abang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama Tempat, Tanggal Lahir Alamat Nama Orang Tua Alamat Orang Tua Jumlah Bersaudara Riwayat Pendidikan : Cecep Saiman : Lembang, 06 Juni 1985 : Jl. Mama Adiwarta No. 07 Lembang : -Ayah -Ibu : Saepudin : Sunarti

: Jl. Mama Adiwarta No. 07 Lembang : Anak Ke-4 dari 6 bersaudara : - SDN 1 Lembang - SLTPN 2 Lembang - SMU 8 Pasundan Bandung - Universitas Pasundan Bandung

DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i DAFTAR ISI........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Penelitian .......................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................. 11 1. Pembatasan Masalah .............................................................. 12 2. Perumusan Masalah ............................................................... 12 C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian............................................. 12 1. Tujuan Penelitian ................................................................... 12 2. Kegunaan Penelitian............................................................... 13 D. Kerangka Teoritis Dan Hipotesis ............................................. 14 1. Kerangka Teoritis................................................................ 14 2. Kerangka Hipotesis ............................................................. 25 3. Operasionalisasi Variable dan Indikator ............................. 26 4. Skema Kerangka Teoritis.................................................... 28 E. Metode Dan Teknik Pengumpulan Data................................... 29 1. Tingkat Analisis .................................................................. 29 2. Metode Penelitian................................................................ 29 3. Teknik Pengumpulan Data.................................................. 30 F. Lokasi Dan Lama Penelitian..................................................... 30 1. Lokasi Penelitian................................................................. 30 2. Lama Penelitian................................................................... 31 G. Sistematika Penulisan............................................................... 33 BAB II KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP AUSTRALIA ................................... 36 A. Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Indonesia...................... 36 1. Dasar Hukum Politik Luar Negeri ...................................... 37 2. Arahan Kebijakan Politik Luar Negeri ............................... 39 3. Tujuan Politik Luar Negeri ................................................. 40 4. Sasaran Politik Luar Negeri ................................................ 41 5. Kebijakan Departemen Luar Negeri ................................... 44

6. Program Departemen Luar Negeri ...................................... 46 B. Landasan Kerjasama Lombik Treaty Indonesia - Australia ..... 50 C. Optimalisasi Diplomasi Kebijakan Indonesia .......................... 53 D. Peningkatan Kerja Sama Internasional Pemerintah Indonesia. 55 E. Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Australia....................... 62 1. Kebijakan Luar Negeri Australia ........................................ 62 2. Australia di Asia Pasifik ..................................................... 63 3. Australia di Luar Kawasan.................................................. 63 4. Kebijakan dalam Bidang Keamanan................................... 65 BAB III PEMERINTAHAN AUSTRALIA di BAWAH KEPEMIMPINAN KEVIN RUDD ............................................. 67 A. Pemerintahan Australia di Bawah Kepemimpinan Kevin Rudd ............................................................................. 67 B. Kebijakan Travel Advisory di Bawah Kepemimpinan Kevin Rudd ............................................................................. 70 C. Hubungan Indonesia-Australia Pada Pemerintahan Kevin Rudd ............................................................................. 72 1. Kepentingan Nasional ......................................................... 72 2. Middle Power atau Mezano dan Asia ................................. 73 BAB IV SIKAP PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY OLEH PEMERINTAHAN AUSTRALIA ............................................... 80 A. Implementasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Menyikapi Kebijakan Travel Advisory Australia ................... 80 B. Perkembangan Hubungan Indonesia-Australia Dalam Bidang Keamanan................................................................................ 85 1. Pertemuan Antar Kepala Pemerintah .................................. 85 2. Australia-Indonesia Ministerial Forum ............................... 87 3. Indonesia-Australia Defence Strategic Dialog.................... 87 C. Sikap Antara Kedua Negara Dalam Menyikapi Kemungkinan Munculnya Berbagai Konflik.................................................. 91 1. Ancaman Terorisme ............................................................ 92

2. Imigran Gelap...................................................................... 96 D. Analisis Strategis dan Kebijakan Pemerintah Indonesia........ 103 BAB V PENUTUP................................................................................... 107 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 110

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Operasional Variabel dan Indikator ........................................................... i Tabel 2 Jadwal Penelitian ........................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Studi Hubungan Internasional merupakan studi yang sangat kompleks, karena studi ini mencakup banyak aspek yang terlibat di dalamnya. Studi Hubungan Internasional dapat diartikan sebagai studi yang mempelajari segala bentuk transaksi lintas batas baik secara politik, ekonomi, dan sosial. Hubungan Internasional juga mempelajari hubungan diplomatis-strategis antar-negara dan memiliki fokus pada isu-isu perang dan perdamaian, konflik dan kerjasama. Hubungan Internasional juga disebut merupakan suatu studi yang mempelajari interaksi berbagai aktor berbeda yang berpartisipasi dalam politik internasional, termasuk negara, organisasi intenasional, organisasi non pemerintah, kesatuan subnasional seperti birokrasi dan pemerintah lokal, serta individu. Itu adalah suatu studi tentang kebiasaan aktor-aktor yang berpartisipasi baik secara individual maupun bersama-sama dalam proses politik internasional. Interaksi tidak hanya dilakukan antar-negara (state actor) saja melainkan ada juga aktor-aktor lain yang juga memiliki peranan dalam hubungan internasional. Aktor lain selain negara inilah yang dinamakan sebagai aktor nonnegara (non-state actors), misalnya multinational corporations (MNCs), organisasi internasional, kelompok-kelompok teroris, serta liberation movement (gerakan pembebasan) yang semuanya merupakan bagian dari politik dunia. Dan perilaku aktor-aktor tersebut mengarah pada adanya konflik, kompetisi, kerjasama dan integrasi.

Kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia merupakan salah satu bentuk interaksi yang menjadi kajian dalam Studi Hubungan Internasional. Hubungan Indonesia-Australia berlangsung dengan baik, penuh pengertian dan kerjasama sewaktu Australia dikuasai dan dipimpin oleh Partai Buruh pada tahun 1945-1949 dan tahun 1983-1996 dengan tokoh-tokohnya seperti Chifley dan Keating. Semasa Chifley, dukungan Australia kepada perjuangan kemerdekaan Indonersia begitu besar, sehingga Australia ditunjuk Indonesia duduk dalam Komite Jasa-Jasa Baik (Good Offices Committee) PBB. Komite itu dibentuk untuk mengakhiri penjajahan Belanda di Indonesia dan mengusahakan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
1

Indonesia dan Australia merupakan negara yang bertetangga dekat dan berada pada kawasan Asia-Pasifik. Kondisi ini membuat hubungan kedua negara semakin intens baik dalam kerjasama maupun konflik. Isu yang paling berkembang di antara kedua negara ialah isu keamanan. Berdasarkan keadaan goegrafis, maka kedua negara sering kali bersitegang tentang masalah keamanan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan kesepahaman kedua negara untuk membahasnya yang dituangkan dalam bentuk kerjasama keamanan Indonesia dan Australia pada awal 2006 sepakat untuk membangun kerangka kerjasama keamanan bersama di wilayah kedua negara. Gagasan itu muncul pasca peristiwa 1999, dimana hubungan IndonesiaAustralia mengalami peristiwa pasang surut. Hubungan Jakarta-Canberra beberapa kali sempat terganggu karena kasus campur tangna Australia di Timor Timur tahun 1999. Terakhir, Indonesia untuk sementara menarik duta besarnya di
http://hadiclipping.blogspot.com/2006/06/indonesia -australia-baasyir.htm diakses pada 26 Juli 2009

canberra setelah pemerintah John Howard menerima 43 pencari suaka asal Papua pada tahun 2006. Sebelumnya, Indonesia juga telah mencabut secara sepihak perjanjian keamanan bersama setelah Australia ikut campur tangan dalam masalah di Timor Timur (Putranto, 2006). Dalam kerangka kerjasama yang lebih bersifat forum konsultasi pengamanan itu, Australia memfokuskan pola pengamanan pada kedua belah pihak antara lain untuk mengatasi pencuria ikan di wilayah perairan Indonesia-Australia. Pasca sejumlah ketegangan yang mewarnai hubungan kedua negara, penandatanganan kerangka kerjasama keamanan yang lebih dikenal dengan Perjanjian Lombok (Lombok Treaty) pada 13 November 2006 antara Pemerintah Indonesia dan Australia mencerminkan kematangan hubungan IndonesiaAustralia sebagai tetangga dekat. Hal ini juga akan menandai era baru dalam hubungan kedua negara dimana berbagai permasalahan sensitif dan kompleks di antara keduanya dapat dihadapi dengan suatu dasar yang lebih kuat dan tolak ukur yang jelas dan kerjasama keamanan ini akan menjadi payung bagi berbagai bidang kerjasama bilateral. Pemilihan umum di australia pada 24 November 2007 lalu telah mengakhiri masa kepemimpinan john Howard dari koalisi Partai Liberal dan Nasional. Hasil pemilu telah menunjikan kemenangan mutlak Partai Buruh di bawah pimpinan Kevin Rudd dengan perolehan 83 kursi dari 150 kursi parlemen yang diperebutkan. Ironisnya, bagi Howard yang sering disebut oleh media masa dan pengamat politik Australia sebagai deputi sheriff Amerika Serikat di Pasifik,
2

Perjanjian Lombok merupakan perjanjian Kerjasama Keamanan antara IndonesiaAustralia yang dilakukan di Lombok, Nusa Tenggara Barat oleh Menlu RI Hassan Wirajuda dan Menlu Australia (saat itu) Alexander Downer.

kursinya di parlemen yang telah didudukinya selama 33 tahun lepas dengan kekalahannya di daerah pemilihan Sydney. Kini Australia memasuki babak baru dengan pemerintahan yang dipimpin oleh partai buruh, khususnya dalam hal kebijakan-kebijakan terutama politik. Selain itu, sebagai tradisi dan kebijakn umum Partai Buruh yang menganut pendekatan geografis yaitu mengutamakan hubungan baik dengan negara-negara tetangga khususnya dan Asia pada umumnya, kemenangan Rudd akan mempengaruhi hubungan Indonesia-Australia. Dalam era Kevin Rudd, kebijakan pertahanan Australia berdiri di atas tiga pilat sebagaimana disampaikannya ketika mengunjungi barak AD Lavarack di Townsville beberapa hari sebelum pemilu bersama menteri pertahanan bayangan Joel Fitzgibbon, yaitu aliansi dengan Amerika Serikat, kenggotaan negeri itu di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dan pelibatan komprehensif di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik yang lebih luas. Ketiga pilar tersebut akan mendukung pendekatan terhadap kebijakan keamanan Australia. Dari pernyataan Rudd di depan parlemen pada 8 Agustus 2007, mungkin akan terjadi perbedaan dengan pemerintahan sebelumnya saat melaksanakan kebijakan politiknya. Rudd lebih memilih aliansi dengan AS berada dalam visi strategis Australia bukan alliansi yang bersifat kepatuhan bentuknya bisa berupa pembagian informasi intelijen, akses terhadap teknologi maju dan perlengkapan, dipadukan dengan latihan militer yang meningkakan kemampuan keamanan Nasional Australia. Setelah setahun lebih pemerintah Partai Baru berjalan, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd menganggap Indonesia merupakan negara yang penting bagi Australia dalam menghadapi tantangan bersama di tingkat regional dan

global serta signifikasi kerjasama bilateral bagi masa depan kedua bangsa. Rudd menginginkan Indonesia semakin penting perannya sebagai mitra bagi Australia. Kerjasama kedua negara juga akan ditingkatkan, termasuk ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Peningkatan kerjasama kedua negara dimulai pada 2005, lewat pernyataan bersama tentang kemitraan komprehensif Indonesia dan Australia. Selain mengatur soal kerjasama ekonomi dan keamanan, kedua negara sepakat memperkuat hubungan people-to-people, atau yang sering dikenal sebagai diplomasi total.
3

pemerintah Australia saat ini masih memberlakukan travel advisory kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia. Pencabutan travel advisory sangat tergantung pada bagaimana negara itu melihat kondisi keamanan di daerah tersebut. Sebab, travel advisory merupakan upaya pemerintah Australia untuk melindungi warga negaranya dari ancaman kekerasan. Bahkan, pemerintah Australia terus memantau negara-negara tersebut khususnya dalam bidang keamanan. Sebab, travel advisory ini merupakan upaya pemerintah untuk melindungi warga negaranya dari ancaman keamanan. Dalam menerapkan kebijakan travel advisory, Pemerintah Australia selalu memperbaharui isu-isu dan perkembangan yang terjadi di Indonesia seperti masalah keamanan terutama terorisme. Pemerintah Australia memberikan peringatan kepada warganya dalam melakukan perjalanan ke Indonesia terutama Bali yang dianggap masih menjadi sasaran utama terorisme. Selain masalah terorisme, Australia juga mengawasi tentang perkembangan Pemilihan Umum 2009 di Indonesia yang diwarnai dengan ancaman serangan teroris, demonstrasi
http://nasional.vivanews.com/news/read/31917-australia_politik_ri_berjalan_dinamis diakses pada 26 Juli 2009

dan kampenye partai politik sehingga berpotensi menimbulkan konflik dan pertikaian. Berkaitan dengan pernyataan World Health Organization (WHO) mengenai berkembangnya virus flu burung di Indonesia dan juga rabies di Bali, Pemerintah Australia juga mengingatkan kembali warganya apabila ingin berkunjung ke Indonesia. Terorisme
4

merupakan

ancaman

keamanan

bagi

dunia.

Australia

menganggap Indonesia masih merupakan negara yang menjadi salah satu sasaran utama terorisme terutama Bali. Dalam peringatan kepada warganya, Australia menyatakan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori resiko sangat tinggi akan serangan teroris. Terutama setelah Pemerintah Indonesia memperingatkan bahwa target teroris kemungkinan besar orang asing. Serangan teroris di Bali dan Jakarta mengindikasikan bahwa daerah tersebut merupakan prioritas utama serangan teroris. Peristiwa bom Bali tahun 2002 dan 2005 serta bom kuningan di depan Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004 telah menelan banyak korban jiwa. Pasca eksekusi mati ketiga terpidana bom Bali 2002 pada tanggal 9 November 2008 telah menimbulkan resiko akan adanya serangan balasan terorisme.
5

Perkembangan politik, proses dan demonstrasi merupakan hal yang sering terjadi di Indonesia. Putusan pengadilan yang tidak memuaskan, seperti adanya perbedaan antara keputusan dengan pelaksanaannya terutama mengenai kasus korupsi dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ataupun pemilihan umum (pemilu)

4
2009 2009

http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 29 September http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 29 September

dapat menjadi pemicu dan pendorong terjadinya aksi demonstrasi bahkan anarki. Selain itu, gejolak keamanan di berbagai daerah juga menjadu pertimbangan utama pemerintah Australia dalam kasus ini. a. Aceh Situasi keamanan diaceh mulai stabil setelah disepakati perjanjian perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka pada Agustus 2005. Namun, pemerintah Australia menganggap bahwa situasi keamanan di Aceh belum stabil sepenuhnya. Masih banyaknya terjadi kekerasan di beberapa daerah di Aceh terutama tingkat kriminalitas semakin memperkuat sikap Pemerintah Australia ini. b. Sulawesi Tengah Situasi keamanan di Sulawesi Tengah tidak menentu terutama di Palu, Poso dan Tentena. Seringnya terjadi kasus pengeboman dan penembakan di daerah tersebut telah membuat situasi keamanan semakin tidak kondusif. Bahkan serangan yang sering terjadi terhadap bus antar kota dan antar provinsi di Poso telah mengancam keselamatan warga sipil termasuk warga asing. Di daerah tersebut yang menjadi sasaran bukan hanya fasilitas umum tetapi fasilitas ibadah seperti gereja, mesjid dan lainnya sehingga berpotensi menimbulkan konflik antar agama. c. Kalimantan Timur Di Kalimantan Timur, terutama di bagian utara terdapat ancaman akan adanya bahaya penculikan untuk memperoleh tebusan yang dilakukan oleh kelompok anti-pemerintah, penjahat dan teroris yang beroperasi di Filipina Selatan.

d.

Maluku Provinsi Maluku (khususnya Ambon) merupakan daerah yang masih sering

terjadi tindak kekerasan dan serangan bom sehingga belum adanya jaminan keamanan yang pasti. e. Papua dan Papua Barat Ketegangan politik yang terjadi di daerah ini terkait dengan kelompok antipemerintah dan ketegangan antar-etnis dapat mengakibatkan kekerasan. f. Nusa Tenggara Timur Situasi keamanan di daerah dekat perbatasan dengan Timor Timur masih belum stabil, dimana insiden keamanan terus terjadi dan memiliki potensi untuk menimbulkan konflik lokal. Kriminalitas merupakan hal yang sering terjadi ditandai dengan tindak kejahatan dan pencurian yang semakin meningkat bahkan kekerasan juga mungkin terjadi. Pencurian dengan menggunakan sepeda motor seperti perampasan tas dari pejalan kaki, pencurian pada saat mobil berhenti di lampu lalu lintas dan perampokan dengan cara menusuk ban kendaraan merupakan kejahatan-kejahatan yang sering terjadi. Selain itu, berbagai tindak kriminalitas lainnya yang diperingatkan oleh Pemerintah Australia kepada warganya seperti penipuan terhadap kartu kredit dan ATM, transportasi umum yang ramai rawan akan pencurian, kasus pencurian dan perampokan yang dilakukan oleh sopir taksi juga menjadi perhatian dari Pemerintah Australia. Transportasi umum, termasuk bis, kereta api dan kapal feri merupakan sarana transportasi yang menurut Pemerintah Australia kurang terpelihara dan

memiliki peralatan keselamatan yang terbatas. Kecelakaan kapal feri yang terjadi beberapa tahun terakhir telah menimbulkan korban jiwa yang cukup banyak terutama pada musim hujan yang meningkatkan resiko perjalanan laut. Pemeruntah Australia juga mengingatkan warganya jika mau melakukan perjalanan udara terkait seringnya kasus kecelakaan pesawat udara terjadi di Indonesia terutama adanya larangan terbang maskapai Indonesia terbang di wilayah Eropa sehungga menjadi perhatian Pemerintah Australia juga. Indonesia merupakan negara yang berada pada kawasan tropis dan memiliki posisi strategis yaitu berada pada posisi silang antara Benua Asia-Australia dan Samudra Hindia-Pasifik. Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung merapi. Wilayah Indonesia dikepung oleh lempeng Eurasia, Lempeng IndoAustralia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antar lempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatra Utara, catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Diantaranya Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah dan Yogyakarta bagian selatan, Jawa Timur bagian selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-fak di Papua serta Balik Papan di Kalimantan Timur. Selain dikepung tiga lempeng pasifik dengan lempeng IndoAustralia, lempeng Eurasia, Lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Ia membentang dari mulai pantai

barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, Semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia Baru dan kepulauan di Pasifik Selatan. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zona kegempaan dan gununga api aktif Sirkum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan menelan korban jiwa manusia yang sangat banyak.
6

Dalam situs resminya, Pemerintah Australia memberikan peringatan akan perkembangan isu kesehatan kepada waganya yang akan berpergian ke Indonesia. Pemerintah Australia menyarankan warganya agar memiliki asuransi kesehatan yang lengkap dan memeriksakan kesehatannya sebelum berangkat ke Indonesia. Rendahnya standar fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk fasilitas darurat serta kualitas pelayanan medis yang lebih mementingkan konfirmasi pembayaran terlebih dahulu dibandingkan pelayanan kesehatan telah membuat buruk cittra dunia medis Indonesia.
7

Berkembangnya berbagai macam wabah penyakit di Indonesia juga menjadi perhatian Pemerintah Australia. Penyakit-penyakit yang berkembang di Indonesia diantaranya penyakit malaria, demam berdarah, kolera, hepatitis, campak, penyakit tipus dan TBC di mana penyakit-penyakit ini bersifat menular baik melalui air, parasit dan udara. Selain itu wabah penyakit chikungunya juga berkembang terutama di daerah pedesaan pertanian. Penyakit lain (termasuk

http://pdat.co.id/hg/political_pdat/2006/06/19/pol,20060619-01,id.html, diakses 30 September 2009 http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses pada 30 September 2009

6 7

HIV/AIDS, polio dan penyakit anjing gila) adalah penyakit yang berbahaya terutama penyakit rabies yang baru-baru ini menyerang anjing-anjing yang ada di Bali. Flu burung adalah penyakit yang perlu di perhatikan secara serius. Kasus flu burung atau Avian Influenza (AI) telah menyebabkan banyak kasus kematian di Indonesia. World Health Organization (WHO) telah menyatakan bahwa terjadi kematian manusia akibat flu burung di Indonesia termasuk Bali. Pada bulan September 2005, Pemerintah Australia memutuskan sebagai tindakan pencegahan untuk mengirim pasokan obat anti virus oseltamivir (tamiflu) dan masker pelindung wajah pada stafnya di Indonesia. Tamiflu yang akan digunakan terutama untuk melindungi staf konsuler dan memberikan bantuan penting lainnya dari wabah flu burung di antara manusia.
8

Dengan alasan-alasan di atas, maka peneliti tertarik untuk lebih jauh mengkaji permasalahan ini, dan selanjutnya membahasnya dalam sebuah penelitian dengan judul : KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA DI BAWAH

PEMERINTAHAN KEVIN RUUD.

B.

Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas dan untuk memudahkan dalam menganalisa

masalah, maka penulis mencoba mengidentifikasikan masalahnya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
8
2009 http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses pada 3 Oktober

a. Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menyikapi kebijakan trevel advisory Australia? b. Bagaimana perkembangan hubungan Indonesia-Australia terhadap tingkat sensitifitas keamanan? c. Bagaimana sikap antara kedua negara dalam menyikapi kemungkinan munculnya berbagai konflik? d. Bagaimana upaya Indonesia dalam menyikapi kebijakan Australia terhadap masalah pemerintahan Kevin Rudd? 1. Pembatasan Masalah Mengingat cukup luasnya permasalahan yang akan diteliti, maka penulis membatasi masalah dengan menitikberatkan pada kebijakan luar negeri yang sudah disepakati kedua belah pihak dalam kebijakan trevel advisory yang diterapkan Australia di bawah pemerintahan Kevin Ridd tahun 2007-2009 terhadap Indonesia belum dicabut. 2. Perumusan Masalah Mengacu kepada penjelasan dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana strategi dan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi kebijakan travel advisory dari Australia di bawah pemerintahan Kevin Rudd

C. 1.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui bentuk kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia pasca kemenangan Partai Buruh terkait dengan kebijakan travel advisory dari Australia. b. Menganalisis strategi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dalam upaya meyakinkan Pemerintah Australia agar mencabut kebijakan travel advisory ke Indonesia sehingga kerjasama keamanan kedua negara yang sudah disepakati dapat berjalan dengan baik. c. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh aelama proses studi di Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNPAS 2. Kegunaan Penelitian Penulisan penelitian ini sebagai hasil dari suatu penelitian yang diharapkan dapat memberikan kegunaan dan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik secara teoritis maupun praktis. Kegunaan penelitian ini adalah: a. Ditujukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Program Strata Satu Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. b. Untuk menambah pengetahuan serta wawasan penulis menyangkut permasalahan yang sedang diteliti. c. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi bagi perbendaharaan ilmu pengetahuan dan kepustakaan, terutama yang berhubungan dengan konteks Hubungan Internasional. d. Dengan hasil penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para penstudi lain yang sekiranya ingin melakukan penelitian yang berkenaan dengan permasalahan ekonomi internasional.

D. 1.

Kerangka Teoritis dan Hipotesis Kerangka Teoritis Untuk mempermudah proses penelitian ini diperlukan adanya landasan

berpijak untuk memperkuat analisa. Dan sebelum mengemukakan konsep-konsep yang akan membahas pokok-pokok pikiran yang sesuai dengan tema penelitian ilmiah ini, adalah suatu keharusan didalam suatu penelitian untuk menggunakan pendekatan ilmiah kerangka pikiran konseptual dalam mengarahkan penelitian yang dimaksud. Kerangka berfikir ini bertujuan untuk membantu memahami dan menganalisa permasalahan. Dan dengan ditopang oleh pendapat para pakar yang berkompeten dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti akan menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti sebagai sarana dalam membentuk pengertian dan menjadikannya pedoman dalam objek penelitian. Perkembangan studi Hubungan Internasional mengalami kemajuan yang pesat, terutama setelah masa perang dunia kedua, karena merupakan salah satu disiplin ilmu yang cukup penting dalam kajian strategis ilmu pengetahuan. Studi Hubungan Internasional secara luas adalah studi tentang segala macam aktifitas politik (perjuangan banyaknya nilai-nilai untuk mencapai titik maksimal; pengaruh dan kekuasaan) yang independen antar anggota masyarakat

internasional, yang dilakukan oleh pemerintah Negara maupun individu, sebagai warga negaranya. Hubungan yang terjadi dalam masyarakat merupakan bentuk perwujudan dari berlangsungnya interaksi itu sendiri merupakan kunci dari semua kehidupan

sosial antar individu, dimana interaksi itu sendiri merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak mungkin ada kehidupan bersama. Setiap Negara pada hakekatnya memiliki tujuan dan sasaran tertentu, hal ini terlihat pada hubungan yang mencakup seluruh bentuk interaksi antar Negara, satu dengan lainnya. Secara konseptual K.J Holsti mengemukakan bahwa

Hubungan Internasional adalah semua bentuk interaksi antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang berbeda, baik dengan atau tanpa pemerintah masing-masing Hubungan Internasional mencakup suatu analisa terhadap politik internasional atau proses politik antar bangsa, menyangkut segala hubungan itu. Dipertegas oleh Charles A. Mc Clelland, dalam bukunya berjudul ilmu hubungan internasional: Teori dan Sistem, yakni:
Hubungan Internasional sebagai studi tentang interaksi antara jenis-jenis kesatuan sosial, ekonomi, budaya, dan interaksi lainnya di antara aktoraktor negara dan aktor non-negara. Hubungan Internasional didefinisikan sebagai studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam Politik Internasional dan penggunaan Politik Luar Negeri dalam pencapaian kepentingan suatu Negara.

Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara, kepentingan nasional juga dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional bagi kedua negara dalam penelitian ini adalah pelaksanaan kerjasama keamanan. Namun, dalam upaya pencapaian kepentingan ini seringkali terjadi bentrok dengan kepentingan

nasional

yang lain dari negara-negara tersebut sebagai contoh kepentingan

nasional Australia dalam menjamin keselamatan warga Australia dari ancaman terorisme dalam berkunjung ke Indonesia. Dari sinilah maka Australia mengeluarkan kebijakan luar negeri tervel advisory bagi warganya untuk berkunjung ke Indonesia. Kebijakan luar negeri terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai arti kata yang berbeda yaitu kebijakan dan luar negeri, kebijakan atau plan of action menurut Howard H. Lentner dalam Foreign Policy Analysis: A comparative and conceptual approach adalah: A form of action wich involves (1) selection of objectives, (2) mobilization of means for achieving those objectives, and (3) implementation or the actual expenditure of efforts and resources in pursuit of the selected objectives
9

Dalam proses pembuatan kebijakan melibatkan banyak pihak dan organisasi yang berbeda, mesalnya organisasi masyarakat (ormas), organisasi politik, LSM, kelompok pengusaha, serikat pekerja, elit politik dll, atau yang oleh David Easton disebut penguasa yakni:
Orang-orang yang terlibatdalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem poltik, mempunyai tanggung jawab untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakantindakan yang siterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian besar anggita sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang diharapkan10

Howard H. Lentner, Foreign Policy Analysis: A comparative and conceptual approach (ohio: Charles E. Merril publishing Company, 1974), hlm 3.

10

Budi winarto: teori dan poses kebijakan publik ( Yogyakarta: Mediapresindo, 2002)

hlm 18

Sementara luar negeri atau foreign masih menurut Lentner adalah The spesific definition of foregn depend on the viewpoint of any particular country and refers to all that is outside of that country
11

Sehingga kebijakan luar negeri atau foreign policy menurut Joshua S. Goldstein yaitu the strategis used by government to guide their action in the international arena.
12

International arena si sini adalah pusaran politik

internasional, dalam pusaran tersebut terdapat dua aktor besar yakni aktor negara dan non-negara. Dalam proses pembuatan sebuah kebijakan luar negeri suatu negara, tanggung jawabnya dipegang oleh organisasi pemerintahan yang si dalamnya terdapat eksekutif, legislatif, dan agen khusus terkait juga organisasi nonpemerintah seperti partai politik, kelompok kepentingan,media dan opini publik. Sebuah negara dalam melaksanakan kebijakan luar negeri harus ditunjang oleh beberapa faktor yang keberadaanya dapat menjadi nilai tawar negara bersangkutan si arena internasional, Macridis menulisbeberapa faktor tersebut sbb:
a. The relatively permanent material element: 1). Geography 2). Natural Resources: (a). Mineral (b). Food production (c). Energy and power Less permanent material element: 1). Industrial establishment 2). Military establishment 3). Changes in industrial and military capacity The Human Element: Quantitative and qualitative: 1). Quantitative population 2). Qualitative:

b.

c.

11 12
147

Lentner. Op. Cit. hal 4-5 Joshua S. Goldstein,-3rd ed, international relation, (Newyork: Longman, 1952), hlm

(a). Policy makers and leaders (b). The role of ideology (c). The role of information.

13

Setelah menyadari secara objektif akan faktor-faktor tersebut kemudian para pembuat kebijakan membuat kebijakan dengan model yang sesuai, salah satu model kebijakan yang sering digunakan adalah Model Rasional artinya para pembuat kebijakan membuat kalkulasi atau biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang akan didapat dari sebuah kebijakan, tentunya pilihan rasional dan ekonomis adalah keuntungan yang tinggi dan biaya yang rendah. Dalam hal kepada siapa kebijakan luar negeri itu ditujukan terdapat perbedaan pendapat antara para akademisi HI, Sir Ernest Satow's misalnya dalam guide to diplomatic practice sebuah buku yang untuk beberapa tahun telah menjadi ketab suci bagi para diplomat inggris menulis Is the application of intelligence and tact to the conduct of official relation beetwen the government of independent state.
14

Sementara Brian White mempunyai pandangan yang lebih luas, bahwa kebijakan luar negeri tidak hanya ditujukan kepada aktor negara tapi juga aktor bukan negara seperti yang dituliskan berikut Area of government activity which is concerned with relationship between the state and other actors, particularly other state in the international system
15

Ibid, hlm 1-2, lih juga Sufri Yusuf, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri Sebuah analisis teoritis dan uraian tentang pelaksanaannya (Jakarta: Pusaka Sinar Harapan, 1989), hlm. 113. Sir Ernest Satow, Guide to Diplomatic Practice, dalam Palmer & Perkins, International Relation, (Calcuta: Scientific Book Agency, 1976), hlm. 84 Brian White, Analyzing Foreign Policy: Problem and Approaches, dalam Understanding Foreign policy: The Foreign Policy System Approach, (London: Edward Elgar Published Limited, 1989), hlm. 1

13

14 15

Kebijakan luar negeri diaktualisasikan dengan proses diplomasi oleh para diplomat sebagai eksekutor kebijakan luar negeri, tugas utama diplomat adalah: 1). Representation, 2). Negotiation, 3). Reporting, 4). The protection of the interests of its citizens in foreign lan
16

Implementasi kebijakan luar negeri berlangsung melalui diplomasi yang dilakukan oleh para diplomat, kebijakan yang ditetapkan begara dalam waktu tertentu terhadap isu tertentu, pada akhirnya harus dievaluasi sesuai dengan mekanisme yang diatur konstitusi sebagai tolak ukur berhasil tidaknya sebuah kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri lazimnya dilakukan oleh sebuah negara merdeka, artinya sebuah wilayah yang diakui secara hukum internasional, dan juga oleh begara lain sehingga mampu melakukan hubungan diplomasi dengan begara lain. Dalam melaksanakan kebijakan luar negeri diperlukan perangkat hukum yang dapat menjadi patung, agar sebuah kebijakan lebih terarah dan terpadu, bagi pelaku hubungan luar negeri diantaranya pemerintah pusat, pemerintah daerah, NGO, MNCs, dan individu. Di Indonesia pada era pasca orde baru pemerintah telah mengeluarkan UU. No. 37 Yahun 2000 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU. No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Pemerintah sesuai undang-undang menetapkan satu pintu kebijakan luar negeri sebagai saluran resmi yaitu Departemen Luar Negeri. Kebijakan bukan berarti sebagai upaya sentralisasi hubungan luar negeri tetapi posisi DEPLU hanya menjadi jembatan yang menghubungkan domestik dan internasional, juga mempertimbangkan semua hubungan luar negeri yang dilakukan oleh warga
16

Palmer & Perkins, op. cit. hlm. 85

negara, untuk memastikan semua kerjasama hubungan luar negeri yang dibangun oleh aktor domestik dapat berjalan sesuai undang-undang. Konsep ini diperlukan dalam penelitian karena merupakan komitmen dalam menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu internasional atau lingkungan sekitarnya seperti Indonesia dan Australia. Adapun pengertian dari politik luar negeri adalah seperangkat pedoman dalam mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional sehingga dapat dipilih tindakan tepat yang ditunjukan ke luar wilayah suatu negara. Kebijakan luar negeri travel advisory ini ditujukan oleh Australia ke negara-negara yang dianggap Australia memiliki potensi ancaman serangan terorisme termasuk Indonesia. Bagi Indonesia, kebijakan Australia ini akan diterima oleh para pembuat keputusan untuk dianalisis dan memberikan respon terhadap kebijakan Australia tersebut. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif selama ini tidak mengalami perubahan yang mendasar sejak dicetuskannya di Yogyakarta pada 2 dan 16 September 1948 oleh Mohammad Hatta sebagai perdana menteri dihadapan komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Bebas aktif ini mengacu pada UUD 45 alinea I dan alinea IV yakni Alinea I menyatakan bahwa . kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa . dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ..Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur

di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain. Pasal 11 (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang. Pasal 13 (1) Presiden mengangkat duta dan konsul. (2) Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Walaupun demikian Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut :
Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatankekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasifreaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .

17

17

http://id.wordpress.com/tag/arsip-blog/ diakses pada tanggal 8 September 2009

Dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. IV/MPR/1999 tentang Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mengatur tantang arah politik yang bebas aktif dan orientasi kepentingan nasional, solidaritas negara berkembang mendukung kemerdekaan bangsa, menolak segala bentuk penjajahan, kemandirian bangsa dan kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat. Dalam Hubungan Internasional kontenporer dengan berakhirnya perang dingan, pandangan realis yang state centris srmakin tidak popular lagi, hal ini ditandai dengan munculnya fenomena abu abu (Gray Phenomena) yang menempatkan non state actors dan state actor secara seimbang dalam politik internasional. Dengan alasan ini penelitian akan lebih menggunakan perspektif pluralism, dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan luar negeri sebagai objek kajian dari penelitian ini. Paradigma pluralis menempatkan negara bukan lagi sebagai aktor pertama dan utama lagi dalam hubungan antar bangsa dan pengambilam keputusan luar negeri tertunya, karena keterlibatan individu dan kelompok juga harus diperhitungkan dalam era demokrasi ini. Aktor-aktor hubungan internasional dalam sebuah sistem internasional akan melakukan interaksi internasional. Lentner memfokuskan interaksi para aktor hubungan internasional sebagai berikut:
Konflik; merupakan keadaan yang ditandai dengan kondisi zero sum game di mana jika satu pihak memperoleh kemenangan maka pihak yang lain akan mengalami kegagalan. Kompetisi; keadaan di mana tidak terdapt zero sum game melainkan keuntungan yang diperoleh tidak seimbang. Kerjasama; keadaan di mana negara-negara yang berinteraksi mengikuti kebijakan yang sama untuk mencapai kepentinagan bersama.

18

18
97

Lentner, Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach, hlm 86-

Interaksi dalam hal ini tindakan yang seragam dan perbedaan yang ada terjalin seemikian rupa sehingga keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang harus dijalankan bersama. Bentuk-bentuk interaksi berdasarkan banyaknya pihak yang melakukan hubungan, antara lain dibedakan menjadi hubungan bilateral, trilateral, regional, dan multilateral/internasional. Adapun yang dimaksud dengan hubungan bilateral adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan saling mempengaruhi atau terjadinya hubungan timbal balik antara dua pihak. Pola-pola yang terbentuk dari poroses interaksi, dilihat dari kecenderungan sikap dan tujuan pihak-pihak yang melakukan hubungan timbal balik tersebut. Rangkaian pola hubungan aksi reaksi ini meliputi proses sebagai berikut: 1. Rangsangan atau kebijakan aktual dari negara yang memprakarsai. 2. Persepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di negara penerima. 3. Respon atau aksi balik dari nrgara penerima. 4. Persepsi atau respon oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa. Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi dalam hubungan internasional yang paling sering dilakukan. Kerjasama dilakukan ketika ada dua pihak atau lebih yang menghadapi suatu isu yang menjadi masalah bersama dan pihak-pihak tersebut memiliki kepentingan tersendiri atau bersama berkaitan dengan isu tersebut. Hal ini sejalan dengan definisi kerjasama yang dikemukakan oleh Heywood yaitu kegiatan yang dilakukan besama untuk mencapai tujuan bersama melalui tindakan bersama .
19

19

A. Heywood Politics.2nd ed. hlm 4.

Kerjasama internasional adalah bentuk interaksi yang dilakukan antara negara-negara ataupun melibatkan aktor non-negara yang menyadari kesaling tergantungan yang mengelilingi mereka. Kerjasama internasional adalah alat bagi aktor-aktor hubungan internasional yang fungsinya memfasilitasi dan melayani berbagai macam kegiatan yang tak ada batasnya. Kerjasama ini meliputi bebagai macam bidang seperti politik, keamanan, ekonomi, budaya dan sebagainya. Holsti memberikan beberapa alasan mengapa negara-negara melakukan kerjasama internasional yakni(Holsti, 1995:362):
Untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, melalui kerjasama negara-negara dapat memotong ongkos produksi untuk memenuhhi kebutuhan mereka dan rakyatnya meskipun +negara-negara tersebut mengalami keterbatasan baik dalam segi sumber daya alam maupun manusia. Untuk meningkatkan efisiensi, seperti pengurangan biaya dan ongkos. Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama. Untuk mengurangi atau menghilangkan image negatif yang selama ini menjadi alasan bagi negara lain memandang negara tersebut.

20

Dikarenakan faktor interdependensi maka negara akan selalu terkena pengaruh oleh semua tindakan yang dilakukan oleh aktor-aktor hubungan internasional lainnya dan kerjasama adalah salah satu bentuk respon terhadap dinamika yang ditimbulkan oleh aktor-aktor hubungan internasional tersebut. Interaksi melalui kionflik dan kerjasama dapat terjadi terntu disebabkan dengan adanya sifat saling membutuhkan yang dialami oleh setiap aktor internasional. Kondisi ini muncul akibat dari adanya kepentingan nasional suatu negara sehingga dalam penerapan kebijakan luar negerinya terhadap negara lain dapat terjadi interaksi internasinal.

20

K. j. Holsti. International Politics: A Framework For Analysis. Hlm 362.

Formulasi dari pola aksi-reaksi ini memberi kesan bahwa rangkaian aksi dan reaksi selalu tertutup atau berbentuk simetris. Di dalam proses ini terdapat suatu hubungan timbal balik (resiprokal). Berdasarkan kerangka teoritis diatas, maka penulis memaparkan beberapa asumsi, sebagai berikut: 1. Kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia ditengarai sebagai tolak ukur awal kerjasama yang komprehensif di antara kedua belak pihak. 2. Indonesia-Australia merupakan dua negara besar yang secara geografis berdekatan sehingga munculnya potensi akan terjadinya konflik cukup besar. 3. Indonesia-Australia merupakan dua negara yang terlatak di kawasan Asia Pasifik dimana keduanya sedang berusaha meningkatkan kekuatan dan pengaruhnya di kawasan tersebut. 4. Peneliti juga tertarik bagaimana kerjasama keamanan Indonesia-Australia dapat berjalan dengan sukses di tengah banyaknya permasalahanpermasalahan yang ada di antara kedua negara seperti masalah perikanan, travel advisory, para pencari suaka dan Sumber Daya Alam. 2. Kerangka Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan
21

atau

jawaban

sementara

terhadap

permasalahan yang telah dirumuskan.

Berdasarkan kepada konsep yang telah

diuraikan diatas penulis menarik suatu hipotesis sebagai berikut: kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi kebijakan travel advisory dengan strategi optimalisasi diplomasi dan peningkatan kerjasama
Oman Heryaman (Ed.), Panduan Penyusunan Skripsi, (Bandung: Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNPAS, 2008), hlm. 35.

21

internasional maka Pemerintahan Kevin Rudd melaksanakan kebijakan pendekatan diplomatis 3. Operasional Variabel dan Indikator Dalam mempermudah pengoperasian Variabel maka dibentuk tabel operasional Variabel dan indikator sebagai berikut: Tabel 1.1 Operasional Variabel dan Indikator Variabel dalam Hipotesis (Teoritik) Variabel Bebas: Strategi dan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi kebijakan travel advisory dengan strategi dan kebijakan pendekatan diplomatis 1. Adanya akses diplomasi antara kedua negara a. Adanya peningkatan kualitas diplomasi indonesia. b. Memanfaatkan sumberdaya dalam mengkampanyekan Indonesia damai dan aman. 2. Adanya perbaikan hubungan antara kedua negara dengan Membuka akses berbagai kerjasama antara kedua negara. 1. Data fakta dan angka tentang adanya akses diplomasi antara kedua negara berdasarkan akses internet dari http://www.deplu.go. id/?category_id=12& news_id=934&main _id=1 2. Data fakta dan angka adanya perbaikan hubungan antara kedua negara dengan Membuka akses berbagai kerjasama antara kedua negara berdasarkan akses internet dari http://www.ialdf.org/ Indikator (Empirik) Verifikasi (Analisis)

bi/kegiatanproyek.ht ml Variabel Terikat: Pemerintahan Kevin Rudd mencabut kbijakan travel advisorynya terhadap Pemerintah Indonesia 3. Adanya pertimbangan kebijakan travel advisory. a. Upaya melakukan diplomasi. b. Menunjukan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam Lombok Treaty 3. Data fakta dan angka mengenai adanya upaya pencabutan kebijakan travel advisory berdasarkan akses internet dari http://hasan.sayangin anda.com/luarnegeri/prospekhubungan-riaustralia-20 4. Adanya perbaikan berbagai sistem dalam negeri. a. Peningkatan keamanan sipil dan politik. b. Adanya perbaikan sumber daya yang dapat mengundang masyarakat Australia.
Sumber: olahan peneliti

4. Data fakta dan angka adanya perbaikan berbagai sistem dalam negeri berdasarkan akses internet dari http://www.smartrav eller.gov.au/zwcgi/view/advice/indo nesia

4.

Skema Kerangka Teoritis Untuk mempermudah pemahaman kerangka teoritis yang telah dipaparkan

diatas, dirumuskan kedalam skema kerangka teoritis sebagai berikut: Skema 1.1 Skema Kerangka Teoritis Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Menyikapi Kebijakan Travel Advisory Australia Di Bawah Pemerintahan Kevin Rudd

Kepentingan Nasional

Politik Luar Negeri

Indonesia Lombok Treaty

Australia

Travel Advisory

Strategi dan Kebijakan Pemerintah Indonesia


Sumber: olahan peneliti

E. 1.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data Tingkat Analisis Dalam menentukan tingkat analisis dalam studi Hubungan Internasional

terlebih dahulu ditetapkan unit analisa yaitu yang perilaku hendak kita deskripsikan, jelaskan dan ramalkan (karena itu juga biasa disebut variabel dependen) dan unit eksplanasi yaitu yang dampaknya terhadap unit analisa hendak kita amati (bisa disebut variabel dependen).
22

Berdasarkan penjelasan tersebut

unit analisa dari penelitian ini adalah ebijakan Australia di bawah pemerintahan Kevin Rudd. Sedangkan unit eksplanasi penelitian ini adalah kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menyikapi travel advisory Australia. Dari paparan diatas maka analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa induksionis, yaitu: unit eksplanasinya pada tingkat yang lebih tinggi. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode penelitian deskriptif, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Dengan cara mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang kemudian diajuakan dengan menganalisa data tersebut serta suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu metode dalam meneliti atau suatu kelas peristiwa masa sekarang. Metoda ini memudahkan penulis untuk menganalisa kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menyikapi kebijakan travel advisory Australia di baeah pemerintahan Kevin Rudd.

Mochtar Mas`oed, Ilmu hubungan Internasional Disiplin dan Metode, (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 39.

22

3.

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi kepustakaan/studi literatur (library research), yaitu teknik

pengumpulan data yang dilakukan melalui penelaahan data terhadap buku teks, jurnal ilmiah, dokumen, majalah berita, surat kabar, laporan lembaga pemerintah dan non pemerintah, maupun data-data yang terdapat dalam website/internet, yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. b. Teknik wawancara (interview) yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada pelaku industri kreatif, dan hasil jawaban-jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam.

F. 1.

Lokasi dan Lama Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan sebagai tempat pencarian data dalam penelitian ini

adalah: Perpustakaan Ekonomi Universitas Pasundan, jalan Taman Sari No. 8 Bandung. Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan, jalan Lengkong Besar No. 68 Bandung. Perpustakaan Universitas Parahyangan, Bandung.

2.

Lama Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam rentang waktu enam bulan terhitung

dari bulan Maret hingga September 2009. dengan rincian sebagai berikut:

TABEL 1.2 JADWAL KEGIATAN PENELITIAN TAHUN2009 Bulan Minggu Maret 1 2 3 4 April 2 3 Mei 2 3 Juni 2 3 Juli 2 3 Agustus 1 2 3 4 September 1 2 3 4

No. 1

Kegiatan

2 3 4 5

Tahap Persiapan a. Konsultasi Judul b. Pengajuan Judul c. Pengajuan dan Revisi Proposal d. Seminar Proposal e. Perbaikan Seminar Proposal Penelitian Lapangan Pengolahan Data Analisa Data Kegiatan Akhir a. Pelaporan b. Persiapan dan Draft c. Perbaikan Hasil Draft d. Persiapan dan Sidang Skripsi

G. 1.

SISTEMATIKA PENULLISAN Bab I Pendahuluan Dalam Bab I ini membahas:

A.

Latar Belakang Masalah, yaitu penuturan aspek-aspek dan tema sentral masalah yang diteliti, serta pertimbangan-pertimbangan pemilihan tema, kali ini tema yang akan dibahas adalah Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Menyikapi Kebijakan Travel Advisory Australia Di Bawah Pemerintahan Kevin Rudd dan perlunya masalah itu diteliti serta gambaran yang diharapkan dari penulisan.

B.

Identifikasi masalah yang terdiri dari: 1. Pembatasan masalah, pembatasan ruang lingkup dari tema, yaitu menetapkan batasan permasalahan dengan jelas. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah menitikberatkan pada bentuk kerjasama yang sudah disepakati kedua belah pihak dalam kebijakan trevel advisory yang diterapkan Australia di bawah pemerintahan Kevin Ridd terhadap Indonesia. 2. Perumusan masalah, upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaanpertanyaan apa saja yang ingin peneliti cari jawabannya, yaitu mengembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bersumber dari masalah yang telah dipilih dalam pembatasan masalah.

C.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian Yaitu upaya mengungkapkan arah dan tujuan umum dari apa yang akan

dicapai atau diharapkan dari sebuah penelitian sehingga lanjutan dari identifikasi masalah.

D.

Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian merupakan sumber dan landasan untuk menganalisis

masalah yang hendak diteliti. Secara umum kerangka teoritis berisi teori-teori yang mempunyai relevansi dengan masalah yang dibahas. Yang terdiri dari atas: 1. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap

permasalahan yang telah sirumuskan. 2. Skema Kerangka Teoritis Untuk memudahkan pemahaman kerangka teoritis yang telah dijelaskan sebelumnya, dirumuskam kedalam skema meramgka teoritis. E. Metode Penelitian dan Teknik Pemgumpulan Data Yaitu menerangkan metode dan teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian. F. Lokasi Penelitian serta Jadwal dan Kegiatan Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat-tempat dimana penulis mendapatkan data melalui studi kepustakaan maupun wawancara, sedangkan lama penelitian adalah waktu yang disediakan olen peneliti untuk melewati proses tahapah-tahapan penelitian yang dilakukan. G. Sistematika Penulisan Yaitu memaparkan sistematika yang digunakan dalam melakukan penelitian. 2. Bab II Objek Penelitian Variabel Bebas Bab II ini akan membahas uraian atau informasi umum mengenai tema yang dijadikan variabel bebas yaitu konsep yang menjelaskan dan meramalkan masalah

tersebut. Pada penyusunan penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menyikapi travel advisory. 3. Bab III Objek Penelitian Variabel Terikat Bab III ini akan membahas uraian atau informasi umum mengenai masalah yang menjadi variabel terikat yaitu konsep yang hendak dijelaskan kejadiannya dan terjadi akibat dari variabel lain. Pada penyusunan skripsi ini yang menjadi variabel terikatnya adalah implikasinya dalam meyikapi kebijakan travel advisory Australia dibawah pemerintahan Kevin Rudd. 4. Bab IV Verifikasi Data Dalam bab ini akan membahas, menguraikan serta menjawab hiptesis dan indikator-indikator penelitian yang dideskripsikan dalam data. 5. Bab V Kesimpulan Dalam bab ini akan memaparkan beberapa kesimpulan atas hasil penelitian yang dilakukan.

BAB II KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP AUSTRALIA


A. Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Indonesia Kebijakan umum Indonesia menegaskan bahwa penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri merupakan salah satu komponen utama dalam memperjuangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penegasan itu mencerminkan kebutuhan pengembangan wawasan ke Indonesiaan, baik dalam konteks kewilayahan maupun kebangsaan. Pada tingkat pelaksanaan, efektifitas penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri memerlukan sinergi dan keterlibatan diantara seluruh stake holders yang berwujud pada total diplomasi. Interaksi yang diciptakan Indonesia dengan negara-negara tetangga dan negara-negara sahabat harus bersifat kondusif agar tetap dapat memajukan sikap saling pengertian dan menghormati diantara mesyarakat bangsa-bangsa. Dalam kaitan ini, masyarakat dunia harus dapat menerima realitas kemajemukan dan kompleksitas Indonesia sebagai daya tarik tersendiri. Mencuatnya kembali kekuatan Eropa dalam peta politik internasional yang mempengaruhi pola hubungan trans-atlantik serta menguatnya pengaruh China dalam konstelasi global akan memberikan perspektif baru dalam hubungan internasional menuju konsep multipolar. Kecenderungan kedepan itu tentu saja membawa dorongan penting dalam upaya penanganan masalah keamanan internasional disamping membuka alternatif pilihan lebih luas dalam kerjasama antar-negara. Sementara itu, persoalan krusial di kawasan Timur Tengah dan

Semenanjung Korea, isu terorisme internasional dan perlombaan sejata masih tetap terlihat sebagai tantangan berat dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Hak asasi manusia, liberalisasi perdagangan, tenaga kerja, ketimpangan pembangunan berkelanjutan, serta masalah-masalah sosial dan pembangunan merupakan isu negatif yang dinilai masih menonjol disebagian besar negara berkembang. Formulasi kebijakan dalam isu ini menegaskan kembali bahwa terorisme tidak dapat dipisahkan dari isu radikalisme dan kemiskinan. Karena itu, penanganan isu terorisme mesti menyentuh isu-isu kesejahteraan, penciptaan kehidupan yang lebih baik dan penyelenggaraan dialog antar agama yang konstruktif. Oleh karena itu, Indonesia berusaha memanfaatkan seluruh potensi dan energi yang dimiliki untuk memajukan langkah-langkah penyelesaian terhadap akar masalah tersebut seperti, ketimpangan pembangunan yang berakibat pada eskalasi kemiskinan yang akut di banyak negara berkembang, masa depan Palestina dan Irak, phobia masyarakat barat terhadap Islam, serta keseimbangan kebijakan luar negeri Amerika Serikat di timur tengah. 1. Dasar Hukum Politik Luar Negeri Dasar hukum rencana strategik politik Luar Negeri Republik Indonesia tahun 2004-2009 adalah sebagai berikut: Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik dan Hubungan Konsuler Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan;

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri; Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan RI Luar Negeri;

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009;

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Kementerian Negara Repubilk Indonesia;

Peraturan Presiden nomor 20 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi Dan Tugas Eselon 1 Kementerian Negara Republik Indonesia; Intruksi Presiden Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP);

Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.05/A/OT/IV/2004/02 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.03/A/OT/XII/2002/02 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum

Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Enstansi Pemerintah (SAKIP) Departemen Luar Negeri Dan Perwakilan RI Di Luar Negeri; Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.06/A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. 2.
23

Arahan Kebijakan Politik Luar Negeri Berdasarkan hasil Rapat Keppri tahun 2004, paling tidak terdapat tiga arah

kebijakan luar negeri yang penting dijalankan saat ini yakni: (i) Meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; (ii) Melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi regional, serta; (iii) Melanjutkan komitmen Indonesia terhadap upaya-upaya pemantapan perdamaian dunia. Karena itu, dalam konteks yang lebih luas, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 meletakannya ke dalam tiga program utama nasional kebijakan luar negeri yang harus segera dilakukan yaitu: Pemantapan Politik Luar Negeri dan Optimalasasi Diplomasi Indonesia dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. Tujuan pokok dari upaya tersebut adalah meningkatkan kapasitas dan kinerja politik luar negeri dan diplomasi dalam memberikan kontribusi bagi proses demokratisasi, stabilitas politik dan persatuan nasional. Peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan memanfaatkan secara optimal berbagai peluang dalam diplomasi dan kerjasama internasional terutama kerjasama ASEAN di samping negara-negara yang memilliki
23

http://www.deplu.go.id/?category_id=638&main_id=1, diakses 6 September 2009

kepentingan yang sejalan dengan Indonesia. Langkah mementingkan kerjasama ASEAN dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri merupakan aktualisasi dari pendekatan ASEAN sebagai concentric circle utama politik luar negeri Indonesia. Penegasan komitmen Perdamaian Dunia yang dilakukan dalam rangka membangun dan mengembangkan semanngat multilateralisme dalam memecahkan berbagai persoalan keamanan internasional. Langkah diplomatik dan multilateralisme yang dilandasi dengan penghormatan terhadap hukum internasional dipandang sebagai cara yang lebih dapat diterima oleh subjek hukum internasional dalam mengatasi masalah keamanan internasional. Komitmen terhadap perdamaian internasional relevan dengan tujuan hidup bernegara dan berbangsa sebagaimana dituangkan dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 3. Tujuan Politik Luar Negeri Dalam rangka mewujudkan pencapaian pengelolaan kebijakn politik luar negeri secara efisien dan efektif, maka misi tujuan Politik Luar Negeri RI dijabarkan dalam beberapa tujuan strategik sebagai berikut: Mewujudkan dukungan masyarakat internasional terhadap keutuhan dan kedaulatan wilayah NKRI; Meningkatkan penyelesaian masalah perbatasan wilayah Indonesia dengan negara tetangga secara diplomatis;
24

http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=675&main_id=1, diakses 6 September 2009

24

Mengembangkan kerjasama ekonomi, perdagangan, investasi, alih teknologi dan bantuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia;

Meningkatkan fasilitas bagi perluasan kesempatan kerja di luar negeri; Mewujudkan kepemimpinan Indonesia dalam proses integrasi ASEAN Community dan penanganan kejahatan lintas negara di kawasan;

Memperkuat hubungan dan kerjasama Indonesia dengan negara-negara kawasan Asia Pasifik;

Mewujudkan kemitraan strategis baru Asia Afrika; Memantapkan dan memperluas hubungan dan kerjasama bilateral; Memperkuat kerjasama di forum regional dan multilateral; Meningkatkan dukungan dan kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia yang demokratis, aman, damai, adil dan sejahtera;

Meningkatkan komitmen terhadap perdamaian dunia; Meningkatkan pelayanan dan perlindungan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia di luar negeri;

Meningkatkan upaya diplomasi kemanusiaan dalam menangani bencana alam, khususnya rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara;

Meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam penyelenggaraan hubungna luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri.
25

4.

Sasaran Politik Luar Negeri Sasaran strategik adalah penjabaran dari misi dan tujuan yang telah

ditetapkan dalam Rencana Strategik. Sasaran strategik ini secara khusus


25
Ibid, diakses pada 6 September 2009

merupakan gambaran keberhasilan yang dapat dicapai dalam periode 5 (lima) tahun, namun dialokasikan dalam 5 (lima) tahun tersebut. Secara umum Sasaran Strategik Politik Luar Negeri RI yang hendak dicapai dapat diuraikan sebagai berikut: Terciptanya dukungan solid dan konsisten masyarakat internasional terhadap keutuhan dan kesatuan wilayah negara Republik Indonesia; Meningkatnya penyelesaian masalah perbatasan dengan negara-negara tetangga secara diplomatis; Meningkatnya kerjasama eknomi Indonesia di tingkat bilateral, regional dan internasional; Meningkatnya kerjasama teknik dan alih teknologi di tingkat bilateral, regional dan internasional; Meningkatnya kerjasama ketenagakerjaan dengan negara pengguna Tenaga Kerja Indonesia (TKI); Menguatnya dukungan terhadap kepemimpinan Indonesia di ASEAN Community; Meningkatnya peran Indonesia dalam penanganan masalah kejahatan lintas batas di kawasan; Meningkatnya peran Indonesia di kawasan Asia Pasifik; Terbentuknya kerjasama strategis antara negara-negara Asia dan Afrika; Meningkatnya kerjasama politik dengan negara-negara sahabat; Meningkatnya kerjasama sosial budaya; Meningkatnya peran Indonesia dalam penguatan multilateralisme; Meningkatnya peran Indonesia dalam forum regional dan multilateral;

Meningkatnya telaahan hukum dan perjanjian internasional yang akomodatif terhadap kepentingan nasional;

Meningkatnya peran Indonesia dalam penanganan masalah kejahatan internasional dalam forum multilateral;

Menurunnya pandangan negatif tentang Indonesia; Meningkatnya peran informasi dan diplomasi publik dalam memajukan citra Indonesia;

Meningkatnya prakrsa dan kontribusi Indonesia terhadap keamanan dan perdamaian dunia;

Menurunnya masalah yang dihadapi WNI/BHI di luar negeri; Menjamin keberhasilan koordinasi bantuan masyarakat internasional dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara;

Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia; Meningkatnya kualitas diplomasi dan kebijakan politik luar negeri; Meningkatnya kualitas keamanan diplomatik di Deplu dan Perwakilan RI; Meningkatnya dukungan sarana dan prasarana bagi pelaksanaan politik luar negeri;

Terwujudnya peran Departemen Luar Negeri sebagai koordinator dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negri;

Terwujudnya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas terhadap Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri;

Meningkatnya kualitas pelayan keprotokolan, fasilitas diplomatik dan kekonsuleran


26

5.

Kebijakan Departemen Luar Negeri Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah

ditetapkan untuk dijadikan pedoman maupun pegangan guna menjaga kelancaran dan keterpaduan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi yang telah ditetapkan. Adapun kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan dan sasaran itu adalah sebagai berikut: Memperkuat dukungan terhadap integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); Meningkatkan kerjasama untuk menyelesaikan masalah perbatasan; Menggalakkan promosi dan kerjasama perdagangan ekonomi dan investasi Indonesia di forum bilateral, regional dan internasional; Memperluas kerjasama teknik dan alih teknologi dengan negara-negara maju dan lembaga internasional serta menjalin kerjasama teknik dengan sesama negara berkembang; Meningkatkan fasilitasi kerjasama ketenagakerjaan dengan negara pengguna Tenaga Kerja Indonesia (TKI); Mengukuhkan posisi Indonesia di ASEAN; Mencegah ASEAN sebagai kawasan kejahatan lintas batas antar-negara dan menjadi wilayah transit; Melakukan pendekatan dan menjalin kerjasama ekstradisi dengan negaranegara ASEAN;
26
Ibid, diakses pada 6 September 2009

Meningkatkan dan memperluas kerjasama Indonesia dengan negaranegara kawasan Asia Pasifik;

Memperkokoh semangat kerjasama Asia-Afrika melalui KTT Asia Afrika 2005;

Mengoptimalkan kerjasama politik bagi kepentingan nasional; Mengoptimalkan diplomasi sosial budaya dan diplomasi kemanusiaan; Menggalang dukungan masyarakat internasional terhadap pentingnya multilateralisme;

Meningkatkan fasilitasi dalam upaya harmonisasi hukum internasional dengan hukum nasional;

Mengoptimalkan peran Indonesia dalam penanggulangan kejahatan internasional;

Mendiseminasikan perkembangan dan dinamika positif Indonesia kepada masyarakat internasional;

Melibatkan seluruh komponen bangsa dalam rangka pelaksanaan diplomasi total;

Mengoptimalkan

seluruh

instrumen

diplomasi

Indonesia

dalam

memelihara keamanan dan perdamaian dunia; Mengoptimalkan pendekatan diplomasi dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap WNI dan BHI di luar negeri; Menjalin kemitraan dengan masyarakat internasional dalam penanganan bencana alam; Memanfatkan kelembagaan dan organisasi melalui restrukturisasi

Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI;

Mengoptimalkan upaya pengembangan sumber daya manusia; Mengoptimalkan upaya diplomasi dalam pelaksanaan politik luar negeri guna mencapai kepentingan nasional;

Mengoptimalkan upaya pengkajian dan pengembangan kebijakan politik luar negeri;

Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana serta prasarana pengamanan diplomatik di Deplu dan Perwakilan RI;

Meningkatkan kerjasama dan mengoptimalkan koordinasi dengan instansi terkait dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri;

Melaksanakan diplomasi publik dalam mendiseminasikan kebijakan politik luar negeri;

Melakukan pendekatan dan kerjasama dengan berbagai kalangan masyarakat;

Mengoptimalkan pemberian pelayanan keprotokolan, fasilitas diplomatik dan kekonsuleran sesuai dengan kaidah umum pelayanan publik
27

6.

Program Departemen Luar Negeri Berdasarkan visi dan misi dalam RENSTRA Deplu 2004-2009 dan sebagai

penjabaran dari RKP 2006, Deplu melaksanakan program operasional sebagai berikut: a. Pemantapan Kapasitas Politik Luar Negeri dan Optimalisasi Diplimasi Indonesia

27

Ibid, diakses 6 September 2009

Dalam upaya menjamin pencapaian hasil dari pelaksanaan program pokok penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia, maka dijabarkan program-program operasiaonal Departemen Luar Negeri dalam kategori sebagai berikut: Penguatan dukungan terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI; Penyelesaian masalah perbatasan melalui diplomasi; Penggalangan dukungan bagi pencalonan Indonesia di berbagai

organisasi/badan internasional; Peningkatan citra Indonesia; Penguatan diplomasi dan politik luar negeri; Peningkatan pelayanan dan perlindungan WNI/BHI di luar negeri; Penguatan diplomasi kemanusiaan; Pemantapan organisasi Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri; Pemanfaatan perjanjian-perjanjian internasional dan hukum internasional bagi kepentingan Indonesia; Peningkatan kualitas sarana dan prasarana; Peningkatan koordinasi antara Departemen Luar Negeri dan instansi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri; Penguatan sistem informasi dan diplomasi publik; Peningkatan dukungan publik dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri;

Peningkatan peran serta masyarakat dalam proses perumusan kebijakan penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksaan politik luar negeri;

Peningkatan kualitas diplomasi publik Indonesia Peningkatan kualitas perumusan kebijakan penyelenggaraan hubunga luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri;

Pementapan keamanan diplomatik; Peningkatan kualitas sumber daya manusia; Peningkatan kekonsuleran. pelayanan keprotokolan, fasilitas diplomatik dan

b.

Peningkatan Kerjasama Internasional Dalam upaya menjamin pencapaian hasil dari pelaksanaan program pokok

penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia, maka dijabarkan program-program operasional Departemen Luar Negeri dalam kategori ini sebagai berikut: Peningkatan kerjasama perdagangan, ekonomi dan investasi; Peningkatan kerjasama teknik dan alih teknologi; Peningkatan fasilitasi kerjasama ketenagakerjaan; Pengembangan kerjasama ASEAN; Peningkatan kerjasama penanganan kejahatan lintas batas negera; Peningkatan kerjasama ekstradisi negara-negara ASEAN; Peningkatan hubungan dan kerjasama dengan negara-negara Asia Pasifik; Peningkatan kerjasama strategis Indonesia dengan negera-negara Asia dan Afrika; Peningkatan kerjasama sosial budaya;

Pengamanan kepentingan Indonesia dan peningkatan kerjasama dalam penanggulangan kejahatan internasional.

c.

Penegasan terhadap Komitmen Perdamaian Internasional Dalam upaya menjamin pencapaian hasil dari pelaksanaan program pokok

penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia, maka dijabarkan progran-program operasional Departemen Luar Negeri dalam kategori ini sebagai berikut: Penguatan multilateralisme dan demokrasi PBB; Pengembangan kerjasama regional dan multilateral dalam berbagai bidang; Peningkatan peran dan kontribusi Indonesia dalam memelihara keamanan dan perdamaian dunia; Pemantapan dan perluasan kerjasama politik; Peningkatan peran dan kontribusi Indonesia dalam perumusan kebijakan organisasi-organisasi internasional.
28

28

Ibid, diakses 6 September 2009

B.

Landasan Kerjasama Lombik Treaty Indonesia - Australia Kerjasama Indonesia-Australia yang tertuang dalam Lombok Treaty secara

resmi memasuki tahap implementasi. Penandatanganan proses verbal pertukaran nota diplomatik sudah dilakukan Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith, 7 Februari 2008 silam di Perth, Australia. Lombok Treaty mengatur 21 kerjasama dalam 10 bidang, yaitu: kerjasama bidang pertanian, penegakan hukum, anti-terorisme; kerjasama intelijen, keamanan maritim, keselamatan dan keamanan penerbangan,

pencagahan perluasan (non-proliferensi) senjata pemusnah masal, kerjasama tanggap darurat, organisasi multilateral, dan peningkatan saling pengertian dan saling kontak antar-masyarakat dan antar-perseorangan. Kerjasama pertahanan sebagaimana terungkap dari pembicaraan di tingkat kepala negara, tingkat menteri maupun Panglima TNI dan Panglima ADF menghasilkan antara lain kesepakatan untuk melakukan pendidikan latihan, saling kunjung antar-perwira, saling tukar informasi intelijen untuk pemberantasan terorisme, membangun industri pertahanan, sampai kerjasama penanggulangan bencana dan misi kemanusiaan.
29

Meski disambut gembira oleh kedua pihak, Lombok Treaty patut dicermati hati-hati oleh publik. Publik Australia melihat keberadaan perjanjian ini sebagai sinyal komitmen Pemerintah Australia yang makin melemah untuk mendukung penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia menilai Lombok Treaty juga berpotensi menguarkan praktek impunitas dan semakin memperlambat aktor keamanan untuk melakukan reformasi.

29

Newsletter, Lombok Treaty, Edisi III bulan 6, 2008

Lepas dari berbagai kritik atas perjanjian ini, Lombok Treaty memiliki arti penting bagi kedua negara untuk mempertahankan keamanan nasionalnya. Bagi Australia kerjasama keamanan ini dibutuhkan untuk mengatasi berbagai isu keamanan kontenporer, khususnya terorisme, penyelundupan obat-obatan terlarang, penyelundupan manusia, dan penangkapan ikan secara gelap, money laundering, proliferensi senjata pemusnah masal yang mengancam kepentingan nasionalnya. Bagi Indonesia, kerangka kerjasama keamanan ini akan digunakan menangkal bahaya terorisme, selain diperlukan untuk mengatasi ancaman separatisme dari dalam. Untuk hal ini, Indonesia mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi dan tercantum eksplisit dalam perjanjian, yakni politik Australia tidak mendukung gerakan separatisme di wilayah mana pun di Indonesia, dan Australia tidak menjadi pangkalan bagi kelompok pro-kemerdekaan Papua. Dibandingkan dengan perjanjian kerjasama pertahanan RI dengan negara lain, Lombok Treaty nyaris tidak mendapat hambatan politik berarti. Tampaknya pemerintah dan parlemen RI menyepakati Lombok Treaty sebagai jalan keluar atas ketegangan-ketegangan yang selama ini mewarnai hubungan IndonesiaAustralia. Sebagai dua negara yang berbatasan secara langsung, IndonesiaAustralia memiliki sejarah hubungan luar negeri yang pasang surut. Beberapa isuisu sensitif bagi kedua pemerintah sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia-Australia ini. Intervensi dalam persoalan politik Timor Timur Pra dan pasca kemerdekaan, dukungan terhadap gerakan politik di Papua, penangkapan terhadap nelayan Indonesia, hingga kecaman terhadap ketitakmampuan mengatasi kasus bom bali

yang menelan korban warga Australia, adalah sejumlah contoh kasus yang mewarnai ketegangan dan ketidakharmonisan hubungan Indonesia-Australia selama ini. Terkait dengan upaya pemajuan hubungan di tingkat masyarakat, Indonesia dan Australia memiliki komitmen yang sama dan menyambut baik berbagai kerjasama dan inisiatif penting yang dirancang untuk menumbuhkembangkan saling pengertian dan mendorong pemajuan aspek people to peole links di bidang pendidikan, kerjasama antar-parlemen, penyelenggaraan Interfaith Dialogue dan Intercultural Dialogue, termasuk peran Australia-Indonesia Institute (AII) dan prakarsa Australia untuk menyelenggarakan konferensi mengenai hubungan bilateral pada tahun 2009. selain itu, kedua negara telah menandatangani Work and Holiday Visa Memorandum of Understandimg pada akhir tahun 2008 yang diharapkan dapat membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk menimba pengalaman bekerja di kedua negara.
30

30
2009

http://www.kbri-canberra.org.au/press/2008/PR_101008.htm, diakses 28 September

C.

Optimalisasi Diplomasi kebijakan Indonesia Kebijakan politik dan hubungan luar negeri akan terus diarahkan untuk

melanjutkan dan menindaklanjuti kegiatan dalam rangka perluasan dan peningkatan diplomasi Indonesia di tingkat bilateral, regional, dan multilateral dalam bentuk kerja sama di segala bidang. Hal tersebut dilaksanakan guna mencapai sasaran pembangunan di bidang hubungan luar negeri yakni menguatnya dan meluasnya identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional. Terkait dengan pencapaian sasaran tersebut, tantangan terbesar adalah bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan potensi strategisnya secara maksimal dalam konstelasi politik regional dan global. Indonesia juga akan terus meningkatkan dan mengembangkan diplomasi ekonomi dalam upaya meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi sebagai sumber pendanaan bagi pembangunan. Sebagai langkah ke depan, Indonesia akan terus memanfaatkan peluang yang ada dalam keikutsertaan Indonesia di berbagai fora internasional. Pemerintah berusaha untuk

meningkatkan peranan Indonesia dalam mendorong terciptanya tatanan dan kerja sama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung pembangunan nasional. Pemerintah juga akan menyusun rencana tindak untuk mendukung upaya peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan melalui pelaksanaan three-track diplomacy, yaitu bilateral, regional, dan multilateral. Fondasi penyelenggaraan dan pelaksanaan politik luar negeri yang bertumpu pada kepentingan nasional telah dijabarkan dalam program Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2004-2009. Jabaran tersebut merekapitulasi kepentingan nasional ke dalam tiga program prioritas yang

difokuskan pada optimalisasi diplomasi Indonesia, peningkatan kerja sama internasional, dan komitmen perdamaian dunia. Departemen Luar Negeri merumuskan ketiga orientasi itu dalam formulasi visi kementerian yang diharapkan dapat menjadi pedoman dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. Harapan tersebut tercermin dalam 08 7 visi Melalui diplomasi total, ikut mewujudkan Indonesia yang bersatu lebih aman, adil, demokratis, dan sejahtera. Berbagai langkah kebijakan dan hasil yang telah dicapai dalam penyelenggaraan politik dan hubungan luar negeri Indonesia mencerminkan peran Indonesia yang semakin meningkat. Profil Indonesia yang terus membaik telah mencerminkan tekad bersama untuk mengembangkan politik dan hubungan luar negeri yang sepenuhnya berlandaskan pada kepentingan nasional. Sejumlah langkah kebijakan utama yang telah dilaksanakan untuk mewujudkan pemantapan politik luar negeri dan kerja sama internasional antara lain adalah (1) pelaksanaan tindak lanjut agenda pembentukan ASEAN Community, (2) peningkatan peran diplomasi dalam menyelesaikan masalah perbatasan, (3) upaya penyelesaian berbagai permasalahan HAM, (4) pelaksanaan inter-faith dialogue, (5) partisipasi aktif dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia, (6) upaya perlindungan dan pelayanan WNI/BHI, dan (7) peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral untuk mendukung kepentingan nasional, termasuk menjalin kemitraan strategis dengan berbagai negara.

D.

Peningkatan Kerja Sama Internasional Pemerintah Indonesia Dinamika globalisasi telah membuka ruang bagi banyak aktor, baik negara

maupun nonnegara, untuk mengambil peran. Spektrum hubungan internasional menjadi semakin terbuka, flat dan accessible. Kecenderungan itu diakui telah membawa implikasi dalam berbagai bentuk pergeseran, perubahan,

persinggungan, dan adaptasi negara ataupun nonnegara terhadap resonansi kepentingan masing-masing. Indonesia menyadari sepenuhnya interdependensi dalam konteks

kecenderungan tersebut sebagai peluang dan tantangan. Sebagai peluang (opportunity), Indonesia berupaya mengartikulasikan peran, posisi, dan

kepentingannya dengan mengedepankan pendekatan diplomasi total dalam berbagai lini. Sebaliknya, sebagai tantangan (challenge), Indonesia bertekad mempertahankan aktivitas hubungan luar negeri yang berlandaskan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang menjadi refleksi amanat UUD 1945. Diplomasi total merepresentasikan sinergi seluruh komponen bangsa dan pemangku kepentingan (stakeholder) di dalam negeri. Orientasi praksis kebijakan itu adalah menempatkan substansi permasalahan secara integratif, terutama dalam perspektif internasional-domestik. Cara pandang tersebut menciptakan korelasi 08 2 erat dan timbal balik antara dinamika hubungan internasional dan realitas domestik Indonesia dalam skala yang lebih luas. Penyelenggaraan hubungan dan politik luar negeri dari 2005 hingga pertengahan 2008 ini telah dihadapkan pada berbagai perkembangan, tantangan, dan permasalahan. Perkembangan yang menarik untuk dicermati dalam tiga tahun terakhir adalah reposisi krusial sejumlah attitude dan orientasi negara-negara

besar yang telah mendominasi hubungan internasional dalam paruh awal dekade 2000-an. Salah satu kecenderungan positif pergeseran itu yang patut dicatat adalah adaptasi sikap unilateralisme Amerika Serikat dan sekutu terdekatnya terhadap kultur baru komunitas global yang menyodorkan alternatif penguatan soft power dalam setiap conflict resolution. Pada saat ini, para pelaku hubungan internasional menyadari bahwa penggunaan hard power sebagai wujud unilateralisme ternyata tidak serta merta menyelesaikan masalah. Sebaliknya, penggunaan soft power justru semakin menguat dalam upaya menyelesaikan permasalahan dunia. Hal itu terbukti dengan dilaksanakannya berbagai dialog antarumat beragama serta kerja sama di bidang sosial dan budaya, sebagai salah satu perwujudan soft power yang dinilai dapat meredakan ketegangan yang terjadi di berbagai belahan dunia dewasa ini. Faktor lain yang turut mempengaruhi konstelasi dan equilibrium politik global saat ini adalah munculnya kekuatan baru yang menjadi penyeimbang pengaruh Amerika Serikat seperti Uni Eropa, India, China, dan Jepang. Kekuatan politik dan ekonomi baru tersebut telah menciptakan antusiasme tinggi dalam hubungan 08 3 antarnegara dengan segala rekapitulasi efek positifnya pada dinamika regional dan internasional. Gambaran yang menjanjikan itu ternyata tidak simetris dengan kondisi perekonomian dunia yang secara beruntun dihantam oleh krisis energi, krisis pangan, subprime mortgage di AS yang mengarah kepada kemunduran ekonomi global. Reperkusi ekonomi dunia itu memaksa banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah penyesuaian kebijakan

pembangunan dan artikulasi kepentingan nasional masing-masing.

Terlepas dari kesulitan ekonomi dunia tersebut, publik Indonesia berharap dapat membayangkan peran penting instrumen diplomasi dalam memberi kontribusi terhadap perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Persepsi diplomasi konvensional kini telah diperbarui dengan orientasi pada akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui fasilitasi investasi asing, perdagangan, pariwisata, dan kerja sama teknik dan jasa-jasa ekonomi lainnya. Fondasi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri yang berorientasi kepada kepentingan nasional dibangun sebagai bagian dari mobilisasi pemerintah untuk menggerakkan roda pembangunan dalam rangka menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, implementasi kebijakan luar negeri menjadi bagian vital dari rekonstruksi ekonomi yang hendak dibangun Indonesia dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mampu memberikan

kemakmuran dan kesejahteran pada masyarakat Indonesia. Kendati demikian, Indonesia masih memiliki beberapa kendala dalam mengembangkan hubungan dan kerja sama bilateral di bidang ekonomi, perdagangan, investasi, dan pariwisata. Kesulitan untuk mengoptimalkan sektor itu di negara-negara kawasan Amerika Tengah dan Selatan, misalnya, tercermin dari rendahnya daya saing produk perdagangan Indonesia. Kurangnya promosi dan pertukaran informasi menyebabkan potensi Indonesia dan tiap-tiap negara mitra kurang teridentifikasi dengan baik. Peningkatan kerja sama dalam penanggulangan bencana alam merupakan salah satu prioritas penting Indonesia mengingat rentannya posisi Indonesia terhadap bencana alam. Untuk itu, Indonesia terus mendorong upaya-upaya dalam rangka memperkuat komitmen dan kerja sama di bidang tersebut melalui antara

lain pengajuan proposal ARF Statement on Disaster Management and Emergency Response yang selanjutnya disahkan dalam Pertemuan Tingkat Menteri ARF ke13 di Kuala Lumpur pada tanggal 28 Juli 2006. Indonesia akan terus memainkan peranan aktif dalam ARF seperti terlihat intersesi 20062007 tatkala Indonesia menjadi Ketua Bersama Intersessional Group on Confidence Building Measures and Preventive Diplomacy. Pada saat itu, Indonesia menggagas dihidupkannya kembali forum ISM (Inter-Sessional Meeting) on Disaster Relief yang sebelumnya inactive. Forum kembali dilaksanakan pada The 7th ISM on Disaster Relief di Helsinki, Finlandia, 1011 Oktober 2007 dan diketuai bersama oleh Indonesia dan Uni Eropa. Indonesia juga berperan dalam kerja sama penanggulangan bencana lainnya seperti pada ARF Desktop Exercise on Disaster Relief yang diketuai bersama oleh Indonesia dan Australia yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 2008. Ini merupakan hal yang sangat penting mengingat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam. Pedoman ini dilihat sebagai cara nyata untuk menangani bencana alam. Perkembangan ARF dari tahap Confidence Building Measures menuju Confidence Building Measures dan Preventive Diplomacy sejak Pertemuan Tingkat Menteri di Vientiane, Laos, bulan Juli 2005, merupakan suatu perkembangan penting ARF. Perkembangan tersebut semakin memantapkan peran ARF dalam pembangunan rasa saling percaya dan sekaligus pencegahan konflik dan eskalasi konflik di kawasan. Upaya-upaya demikian hendaknya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip antara lain moving at a pace comfortable to all, tailor-made, pemahaman sensitifitas suatu isu bagi negara negara peserta

tertentu, dan tetap menjaga peran ASEAN sebagai the primary driving force dalam proses ARF. Dalam forum ARF di Manila pada bulan Maret 2007 tersebut, Indonesia juga berhasil memblokir proposal Amerika Serikat mengenai penghentian penyebaran senjata nuklir karena proposal tersebut tidak meliputi upaya perlucutan senjata. Proposal AS terkait dengan upaya untuk mencegah pembangunan kapabilitas nuklir di negara-negara di luar lima negara yang telah memiliki kemampuan nuklir yakni AS, Rusia, Prancis, Inggris dan China, sedangkan perlucutan atau disarmament yang diusulkan oleh Indonesia mempunyai arti bahwa kelima negara yang telah memiliki kemampuan nuklir tersebut juga harus mengurangi persenjataan nuklir mereka. Kontinuitas prakarsa aktif Indonesia telah membawa Indonesia untuk mengetuai kegiatan ARF selama tahun intersesi 20072008, 08 12 seperti ARF Roundtable Discussion on Stocktaking Maritime Security Issues (Bali, 2425 Agustus 2007), ARF Desk Top Exercise Initial Planning Conference (Darwin, Australia, 47 September 2007), The 6th ARF Intersessional Meeting on CounterTerrorism and Transnational Crimes (Semarang, 2223 Februari 2008), dan Workshop on Confidence Building Measures and Preventive Diplomacy in Asia and Europe (Berlin, Maret 2008). Pada tahun intersesi 20082009 Indonesia mengusulkan agar didirikan mekanisme baru di ARF, yaitu pembentukan ARF Inter- Sessional Meeting on Maritime Security. Dalam penanganan masalah perbatasan maritim dan darat antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, saat ini Indonesia dan Timor Leste sedang mengupayakan penyelesaian garis perbatasan melalui mekanisme Joint Border

Committee, Technical Sub-Committee on Border Demarcation and Regulation. Kedua pemimpin negara sepakat untuk membangun soft border regime dan good border management dalam rangka memelihara suasana perlintasan perbatasan damai, terutama pelintas batas tradisional dan keamanan sepanjang wilayah perbatasan. Sementara itu, penanganan masalah perbatasan RI-PNG dilakukan melalui mekanisme Joint Border Committee (JBC). Selain dengan kedua negara tersebut, sepanjang tahun 2007 Pemerintah Indonesia secara intensif telah melakukan border diplomacy dengan Filipina dan Malaysia. Untuk melihat dan menilai keberhasilan yang dicapai di tingkat bilateral, beberapa pencapaian dapat diteropong melalui hubungan dengan sejumlah negara. Secara umum hubungan dan kerja sama bilateral Indonesia dengan negara-negara di berbagai kawasan berlangsung dinamis dalam bidang dan tingkatan yang beragam. Adapun sejumlah isu penting dalam interaksi Indonesia dan negaranegara lain di kawasan Asia Timur dan Pasifik meliputi: delimitasi batas maritim; perjanjian kerja sama pertahanan dan perjanjian ekstradisi RI-Singapura; penanganan dan perlindungan TKI/WNI di luar negeri; keamanan di Filipina selatan (Moro National Liberation Front/MNLF) dan Thailand selatan; Olimpiade Beijing 2008, demokrasi di Myanmar; Dalai Lama/Tibet; Selat Taiwan; Semenanjung Korea; perbatasan dengan Papua Nugini; hubungan dengan TimorLeste; dan kerja sama pertahanan/keamanan dengan Australia (Lombok Treaty); ketersediaan energi; kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan; illegal logging, illegal fishing, dan pengakuan kepemilikan hak kekayaan seni dan budaya oleh Malaysia.

Kerja sama Indonesia - Australia menunjukkan peningkatan sejak penandatanganan Joint Declaration on Comprehensive Partnership oleh kedua kepala pemerintahan pada tanggal 4 April 2005, yang menyatakan komitmen kerja sama bilateral kedua negara dalam berbagai bidang. Prioritas dalam hubungan RIAustralia adalah pencapaian stabilitas dalam hubungan bilateral berdasarkan kesetaraan, penghormatan atas kedaulatan dan integritas wilayah. Penguatan hubungan bilateral antara kedua negara tersebut semakin nyata sejak dilantiknya Perdana Menteri Kevin Rudd dari Partai Buruh pada bulan Desember 2007. PM Rudd telah dua kali berkunjung ke Indonesia, yakni pada Desember 2007 dan PM Rudd menandatangani Protokol Kyoto di forum UNFCCC di Bali dan pada tanggal 1214 Juni 2008. Dalam kunjungan terakhir, kedua negara berkomitmen untuk mengelola penanganan perubahan iklim secara 08 27 lebih baik melalui penandatanganan Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership, dan

mengembangkan suatu Roadmap for Access to International Carbon Markets. Kedua kepala negara juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama bidang perdagangan dan pertahanan. Sektor kerja sama pertahanan secara khusus diarahkan untuk mempererat kemitraan dalam menangani masalah terorisme yang terkait militansi Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) dan kerja sama di bidang penanggulangan bencana. Kedua negara juga mengintensifkan

pembicaraan masalah penangangan pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah perbatasan Australia dan Indonesia. Secara umum, dasar-dasar hubungan Indonesia Australia semakin kokoh, terlebih dengan adanya instrumen legal Deklarasi Kemitraan Komprehensif dan

Lombok Treaty. Pertukaran Nota Ratifikasi Lombok Treaty telah dilakukan pada 7 Februari 2008 di Perth. Kemitraan tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan bagi penanganan ancaman nontradisional di kawasan, termasuk ancaman separatisme.

E. 1.

Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Australia Kebijakan Luar Negeri Australia Secara umum Kebijakan Luar Negeri Australia ialah mempromosikan

keamanan dan kemakmuran jangka panjang Australia dalam konteks global. Australia memiliki tiga pilar utama dalam penerapan politik luar negerinya yaitu berpartisipasi dalam institusi-institusi global termasuk Perserikatan BangsaBangsa (PBB) dan World Trade Organization (WTO), mempertegas hubungan aliansi Australia dengan Amerika Serikat (AS), dan peningkatan hubungan diplomatik dan ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Sasaran utama dari Politik Luar Negeri Australia yaitu: Menurunkan tungkat ancaman terorisme terhadap Australia, proliferensi senjata pemusnah masal dan transnational Crime, termasuk perdagangan narkoba, penyelundupan manusia, daan money laundering; Berkontribusi secara komprehensif dan efektif dalam isu perubahan iklim dan kemiskinan global; Membangun akses pasar untuk membuka kesempatan ekspor bagi barangbarang Australia dan mempromosikan alur investasi 2 jalur; Menyediakan bagi masyarakat Australia pelayanan paspor dan konsuler termasuk tindakan dalam keadaan darurat;

Memproyeksikan nilai positif Australia sebagai masyarakat yang toleran, membuka, adil, dan egaliter serta mempromosikan Australia sebagai partner internasional dalam bidang pendidikan, penelitian dan inovasi.
31

2.

Australia di Asia Pasifik Australia memiliki hubungan yang kuat dengan negara-negara besar di Asia

Utara seperti China, Jepang dan Korea Selatan di mana negara-negara ini memiliki potensi pasar yang besar. Hubungan dengan india juga semakin menguat. Australia juga aktif dalam menjaga hubungan bilateralnya dengan Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya di Asia tenggara. Australia mendukung dengan penuh upaya integrasi kawasan dan memiliki peran kunci dalam arsitek kawasan. Australia aktif sebagai anggota Asia Pasific Economic Coorperation (APEC), East Asia Summit (EAS), ASEAN Regional Forum (ARF), dan Pacific Islands Forum (PIF). Australia bekerjasama dengan Selandia Baru dan negara-negara kepulauan pasifik untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, good governance dan stabilitas kawasan di Pasifik Selatan, termasuk rencana jangka panjang Australia yaitu Pacific Development Partnership. Australia juga tetap menjaga

komitmennya untuk mengkoordinir Regional Assistance Mission to The Solomon Islands (RAMSI). 3.
32

Australia di Luar Kawasan Mengenai kebijakannya di luar kawasan, Australia tetap menjaga hubungan

baiknya dengan AS dan Kanada dalam bidang ekonomi, keamanan, politik, sosial
31 32

http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.html, diakses 24 September 2009 Ibid , diakses pada 25 September 2009

dan budaya. Sistem aliansi keamanan AS, termasuk ANZUS, penting sekali untuk menjaga kedamaian dan stabilitas di kawasan Asia Pasifik. Australia berkontribusi dalam perdamaian internasional, keamanan, dan pembangunan melalui pasukan perdamaian Internasional di Afganistan dan Timor Timur. Australia dan Eropa membangun kekuatan dan peningkatan hubungan dalam bidang politik, budaya, perdagangan dan investasi, dan hubungan people to people untuk kepentingan bersama. Australia berusaha membangun jembatan kemitraan dengan Uni eropa (UE), terutama dalam menyelesaikan permasalahan perubahan iklim, pembangunan, perdagangan internasional, keamanan, dan pembangunan sistem internasional yang lebih baik. Australia merupakan salah satu dari 50 anggota pertama PBB tahun 1945 dan telah ikut mengambil peranan penting di dalam organisasi. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan peranannya Australia bermaksud mengajukan diri sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2013-2014 sehingga dapat berkontribusi secara aktif dalam melaksanakan tugas PBB, menciptakan perdamaian dan kemakmuran global. Australia juga berkomitmen membantu PBB dan organisasi-organisasi lainnya dalam usaha menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, rusaknya ekosistem, konflik dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), penggunaan senjata pemusnah masal, terorisme dan kejahatan transnasional. Dengan menandatangani Protokol Kyoto tahun 2007 dan berkomitmen memotong emisi gas rumah kaca hingga 60 persen tahun 2050, Australia telah menegaskan tujuannya untuk berkontribusi dalam upaya membangun solusi yang

efektif dalam menghadapi tantangan yang paling besar bagi masyarakat internasional. 4.
33

Kebijakan dalam Bidang Keamanan Kerjasama regional dan internasional sangat efektif dalam melawan

terorisme. Australia menekankan kerjasama pada bidang penegakan hukum, kerjasama intelijen, penanganan perbatasan, keamanan transportasi, kerangka kerja berlandaskan hukum, mencegah akses keuangan teroris untuk

mengembangkan kemampuan dalam bidang kimia, biologi, radiologi dan material nuklir. Australia juga aktif dalam melawan propaganda teroris. Salah satu ancaman utama keamanan Australia adalah ancaman penggunaan senjata pemusnah masal. Australia merespon ancaman ini dengan cara kerja sama dengan institusi multilateral seperti International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk memastikan penggunaan energi nuklir secara damai bukan untuk program senjata nuklir. Australia juga berpartisipasi aktif dalam kawasan Asia Pasifik dalam mengawasi perdagangan internasional menyangkut ternologi dan material sensistif yang menjadi bahan pembuatan senjata pemusnah masal (WMD) dan misil balistik. Australia memiliki komitmen yang kuat dalam upaya pengurangan senjata nuklir dan memperkuat rezim pengurangan senjata secara multilateral. Australia memiliki peranan yang aktif dan konstruktif dalam upaya pelucutan senjata

33

http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.htm, diakses pada 25 September 2009

multilateral terutama senjata nuklir secara hubungan bulateral termasuk dengan negara-negara yang memiliki gudang senjata nuklir.
34

34
2009

http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.htm, diakses pada 25 September

BAB III PEMERINTAHAN AUSTRALIA di BAWAH KEPEMIMPINAN KEVIN RUDD


A. Pemerintahan Australia di Bawah Kepemimpinan Kevin Rudd Australia memiliki hubungan yang kuat dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dam di Asia Utara seperti China, Jepang dan Korea Selatan di mana negara-negara ini memiliki potensi pasar yang besar. Hubungan dengan india juga semakin menguat. Australia juga aktif dalam menjaga hubungan bilateralnya dengan Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya di Asia tenggara. Kunjungan kerja Perdana Menteri Australia Kevin Rudd ke Amerika Serikat, Eropa, dan China dari 27 Maret hingga 13 April merupakan kunjungan resmi sejak dilantik menjadi PM Australia pada 3 Desember 2007, setelah mengalahkan John Howard dalam pemilu November tahun lalu. Kunjungan ini juga menunjukkan secara cukup jelas arah politik luar negeri Australia di bawah Rudd. Kunjungan Rudd di atas mewakili tiga garis besar kebijakan luar negeri Australia, yaitu tetap pentingnya kerja sama strategis Australia dengan AS, pentingnya kerangka hubungan multilateral, dan pentingnya kerja sama Australia dengan negara-negara Asia. Seperti dinyatakan Rudd dalam kampanyenya tahun lalu, politik luar negeri Australia di bawah pemerintannya akan tetap menjaga tradisi hubungan strategis dan historis Australia dengan AS (selain dengan Eropa). Namun, berbeda dengan kebijakan Howard, Rudd akan menarik pasukan Australia dari Irak, setelah melakukan konsultasi mendalam dengan pihak AS. Presiden AS George W Bush

pada waktu itu menyatakan pengertiannya mengenai keputusan Rudd menarik pasukan Australia dari Irak. Penerimaan Bush cukup menarik dicermati mengingat Bush selama ini tidak menyembunyikan kedekatannya secara politik maupun personal dengan John Howard. Bush tampaknya menyadari bahwa era Howard di Australia telah lewat dan di akhir masa jabatannya sebagai Presiden AS, suka atau tidak, harus menerima Rudd sebagai PM Australia, salah satu sekutu paling dekat AS di Asia Pasifik. Rudd secara hati-hati dan elegan menunjukkan kepada Bush bahwa ia meneruskan tradisi pemimpin Australia yang senantiasa menempatkan AS selaku sekutu utama. Namun, ia juga mengirim isyarat jelas kepada Bush maupun kepada masyarakat Australia bahwa berbeda dengan Howard, ia bukan pendukung membabi buta terhadap apa pun kebijakan luar negeri AS. Sebagaimana di negara-negara Barat lainnya, Perang Irak semakin tidak populer di mata sebagian besar warga Australia. Dalam kunjungan Rudd ke AS, ia juga sekaligus menemui Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki- moon dan menyatakan niat Australia mencalonkan diri untuk menduduki salah satu kursi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (UN Security Council) tahun 2013-2014. Pernyataan Rudd tersebut menunjukkan komitmennya terhadap kebijakan multilateral dan penghargaannya terhadap PBB. Rudd ingin membuat kontras dengan Howard yang kerap kali tampak menyepelekan PBB (khususnya dalam kasus Perang Irak). Pernyataan Rudd juga mengisyaratkan tekadnya menunjukkan Australia sebagai kekuatan menengah (middle power) di dalam percaturan politik internasional.

Rudd secara lihai menggabungkan niatnya menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan dengan pembicaraan mengenai pemanasan global dan Protokol Kyoto, yang telah Australia ratifikasi. Kesediaan Australia di bawah Rudd meratifikasi Protokol Kyoto adalah salah satu langkah paling awal Rudd untuk membedakan dirinya dari Howard. Selain kedua masalah tersebut, Rudd mendiskusikan masalah krisis keuangan global dengan Ban Ki-moon. Pertemuan Rudd dengan Ban Ki-moon membahas ketiga topik strategis itu mendukung tekad Rudd untuk menempatkan kembali kerja sama multilateral sebagai kerangka penting politik luar negeri Australia, yang agak tergerus di era Howard. Pertemuan Rudd dengan Sekjen PBB setelah ia menemui Presiden AS menunjukkan bahwa Australia tidak memosisikan secara kontradiktif tradisi aliansi AS-Australia dengan kebijakan multilateral dan penghargaan Australia terhadap PBB. Setelah menemui Presiden AS dan Sekjen PBB, Rudd melakukan lawatan ke Eropa mengunjungi Belgia, Romania, dan Inggris. Di Belgia, Rudd bertemu dengan presiden dan para anggota senior Komisi Eropa. Sementara di Bucharest, Romania, Rudd menghadiri KTT kepala pemerintahan negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). KTT NATO itu, antara lain, akan memutuskan cara-cara meningkatkan efektivitas strategi dan misi Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) di Afganistan, di mana Australia juga menyumbangkan pasukan. Di Inggris, Rudd akan menemui PM Gordon Brown dan sejumlah anggota senior kabinet Brown. Kunjungan ke Eropa secara tradisional menjadi ritual bagi setiap PM Australia yang baru terpilih mengingat kedekatan historis, politik, dan strategis Australia dengan Eropa.

Kunjungan ke China juga menjadi momentum keterkaitan Australia dengan negara-negara besar di Asia. Sesaat setelah diumumkan memenangi pemilu tahun lalu, Rudd mengisyaratkan tekadnya untuk meningkatkan fokus Australia terhadap kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik, khususnya lewat tiga negara kunci, yakni Indonesia, China, dan India.
35

B.

Kebijakan Travel Advisory di Bawah Kepemimpinan Kevin Rudd Pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd sudah berjalan, namun Rudd

tidak berbeda dengan rezim John Howard yang digantikannya dalam memandang masalah teroris di Indonesia. Bagi Pemerintahan Kevin Rudd, Indonesia tetaplah sebuah negara "abnormal" dan tidak aman bagi para warga negaranya untuk secara bebas dikunjungi, walaupun rekam jejak kesuksesan Indonesia dalam menumpas jaringan terorisme mendapat pengakuan dunia. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) tetap mengelompokkan Indonesia ke dalam 15 negara di dunia yang patut diwaspadai setiap warga negaranya sebelum memutuskan untuk berkunjung. Dimata DFAT, kondisi Indonesia tak berbeda dengan Aljazair, Angola, Republik Demokrasi Kongo, Timor Leste, Eritrea, Etiopia, Haiti, Liberia, Nigeria, Pakistan, Saudi Arabia, Sri Lanka, Yaman, dan Zimbabwe. Peringkat status "travel advisory" (saran perjalanan) yang diberlakukan DFAT kepada Indonesia ini tidak pernah berubah sejak era Howard hingga kubu Partai Buruh berkuasa di Canberra, yakni level empat atau hanya terpaut satu tingkat di bawah level lima (dilarang untuk dikunjungi). Makna di balik peringatan perjalanan level empat itu adalah setiap
35 2009 http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/04/02/00363941 diakses pada 3 Oktober

warga Australia yang berniat berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia diminta untuk "mempertimbangkan kembali" rencana mereka itu karena alasan keamanan (ancaman terorisme). Kementerian yang kini dipimpin Stephen Smith ini tetap berdalih bahwa pihaknya terus menerima laporan-laporan yang mengindikasikan adanya rencana serangan teroris terhadap sejumlah target, termasuk kepentingan-kepentingan Barat dan tempat-tempat yang biasa dikunjungi orang asing. Tampaknya kondisi psikologis pemerintah federal Australia di bawah PM Rudd tetap tak berubah, yakni masih saja tunduk pada "ketakutan" yang ingin diciptakan para radikalis dari serangkaian aksi terorisme mereka. Media Australia pun umumnya selalu memelihara rasa takut publik negara itu dengan memberikan ruang bagi isu-isu radikalisme dalam Islam. Dalam masalah terorisme, tak ada yang bisa menyangkal fakta bahwa rakyat Indonesia dan Australia sama-sama merupakan korban kekerasan para militan. Berbagai komitmen kerja sama yang telah disepakati pemerintah kedua negara dalam bentuk nota kesepahaman maupun perjanjian bilateral tidak bisa dengan mulus dilaksanakan secara timbal balik karena kendala "travel advisory". Bidang kerja sama di tingkat masyarakat, seperti program pertukaran siswa dan guru, riset dan pendidikan, bisnis dan pariwisata adalah sektor paling dirugikan oleh pemberlakuan "travel advisory". Pemberlakuan "travel advisory" terhadap Indonesia ini dinilai banyak pihak di Australia sendiri sebagai penghambat bagi program kerja sama antarlembaga pendidikan maupun hubungan antar-masyarakat kedua negara. C. Hubungan Indonesia-Australia Pada Pemerintahan Kevin Rudd

Mantan PM John Howard dan Menteri Luar Negeri Alexander Downer mewariskan sebuah pasang surut hubungan Australia-Indonesia yang amat bersejarah. Kemerdekaan Timor Timur berikut setumpuk antiklimaks residu masalah yang terus saja hidup dan membuat hubungan kadang terasa kurang nyaman. Kemajuan kerja sama di banyak bidang politik-pertahanan, ekonomi, dan pendidikan seolah tenggelam di tengah pasang surut, episode-episode kasus pemberian visa bagi warga Papua, soal Abu Bakar Baasyir, Schapelle Corby, nelayan yang ditangkap, travel warning, dan sederet berita panas lainnya termasuk kasus Balibo Five yang bagi kita sudah selesai. Sebuah harapan terbukanya lembaran baru sekalipun disadari bahwa di sana-sini kita banyak perbedaan. Perbedaan yang tidak harus memisahkan dan menjauhkan kesamaan pandangan, kepentingan bersama, dan kenyataan geografis bahwa keduanya harus bertetangga baik. 1. Kepentingan Nasional Pasang surut persoalan yang timbul mengganggu hubungan CanberraJakarta sesungguhnya terjadi ketika Pemerintah Australia tidak mampu mengelola kepentingannya sendiri. Ketika para petinggi Pemerintah Australia tidak mampu mengolah dan merumuskan kepentingan mayoritas masyarakat Australia menjadi kepentingan nasional Australia. Australia telah kehilangan kompas moral di bawah Pemerintah Howard. Ketika kepentingan segelintir minoritas masyarakat Australia yang vokal, yang tidak mewakili suara mayoritas publik Australia ini dikemas seolah menjadi kepentingan nasional Australia, maka ia akan menjadi episode buruk bagi pemerintah baru. Suara vokal ini mudah bergeser dan bergerak menjadi tekanan politik sekaligus komoditas untuk merebut dukungan di dalam

negeri berupa legitimasi dan justifikasi pemihakan sesaat. Oleh sebab itu, bisa ditebak, Pemerintah Australia akan kehilangan obyektivitas merumuskan kepentingan nasional yang sesungguhnya disuarakan oleh mayoritas

penduduknya. Akibatnya, kepentingan semu ini menjadi bom waktu, rusaknya hubungan Pemerintah Australia dengan dunia luar. 2. Middle Power atau Mezano dan Asia Indonesia tidak hanya vital secara geografis, tetapi juga penting sejauh segala potensi yang dimilikinya mampu diserap dan dimanfaatkan secara komplementer dan sinergis. Artinya, Australia harus bisa menempatkan RI menjadi sentra kebijakan luar negerinya. Pilihan politik yang pernah dilakukan PM Keating ini mungkin tetap relevan bagi Australia jika ingin menjadi regional middle power. Orientasi kebijakan luar negeri Australia mendatang adalah menjadi kekuatan menengah. Artinya, Australia ingin terlibat menjadi pemangku kepentingan kekuatan menengah di kawasan terutama Asia. Segi tiga hubungan dengan Indonesia, China, dan Jepang menjadi pendulum yang menggerakkan pembuatan kebijakan luar negeri di kawasan, sementara ia menarik pasukan dari Irak dan menandatangani Protokol Kyoto serta membangun hubungan yang lebih independen dengan Amerika Serikat. Middle power atau mezano yang dilontarkan Kevin Rudd, mengutip konsep Giovani Botero, ini adalah meletakkan Australia menjadi mandiri, berdiri di kaki sendiri, tanpa bergantung pada satu kekuatan besar (AS). Making Australia a force for good sebagai kekuatan menengah yang efektif. Memperbarui diplomasi Australia sebagai kekuatan menengah adalah prioritas yang akan dilakukan karena the act of diplomacy is not to fight warsit is to prevent wars. Demikian janji yang

diucapkan menteri luar negeri bayangan Australia Kevin Rudd, 28 September 2006. Optimisme terbentuknya hubungan Australia-Indonesia yang membaik di bawah Kevin Rudd mendatang initidak seharusnya dipertaruhkan dan dibelokkan hanya oleh episode buruk yang akan tetap bergulirmenjadi ilustrasi politik yang tidak terkelola secara baik. Australia adalah negara tetangga yang terletak di sebelah selatan Indonesia. Dengan dipisahkan oleh Laut Hindia, Laut Timor dan Laut Arafuru, Australia merupakan negara barat yang saling dekat dengan Indonesia karena mayoritas penduduk Australia berasal dari Benua Eropa sejak Benua Australia mulai menjadi koloni Inggris tahun 1770. Australia memiliki salah satu perekonomian terkuat di dunia dengan manajemen makro ekonomi yang solid dan upaya reformasi struktur yang berkelanjutan sehingga dapat terus mempertahankan kinerja baik tersebut. Sejak tahun 1990 dan selama 15 tahun berturut-turut, ekonomi riil Australia terus tumbuh rata-rata sebesar 3,3% dengan tingkat inflasi yang rendah rata-rata sebesar 2,5% selama periode tersebut. Pada tahun 2006 GDP Australia adalah sekitar satu trilyun dolar Australia.
36

Dengan berpenduduk lebih dari 20 juta orang, salah satu kekuatan ekonomi Australia terletak pada sektor usaha kecil yang terdiri dari 1,2 juta usaha kecil dengan mempekerjakan sebanyak 3,3 juta penduduknya. Para usaha kecil tersebut juga adalah kontributor utama dari ekspor barang dan jasa Australia, yakni sebanyak 42% dari keseluruhan pelaku ekspor barang Australia.
36

http://www.deplu.go.id/?hotnews_id=2967, diakses pada 3 Oktober 2009

Bank dunia telah menilai bahwa diantara negara-negara Organization for Economic Cooperation and Develop0ment (OECD), Australia adalah negara kedua termudah bagi penduduknya untuk mendirikan usaha baru, yakni dua hari untuk memulai usaha baru dibandingkan dengan rata-rata negara OECD selama 20 hari. Dibidang pariwisata dan pelajar asing, Australia setiap tahun dikunjungi oleh hampir enam juta wisatawan dan pelajar asing dengan masing-masing menyumbangkan A$ 75 milyar dan A$ 10,1 milyar bagi perekonomian Australia. Australia adalah negara berbahasa inggris ketiga yang paling populer bagi pelajar asing untuk meneruskan studi. Pada tahun 2006, sekitar 383.818 pelajar asing dari 190 negara sedang menempuh studinya di Australia. Nilai perdagangan dua arah Australia di bidang barang dan jasa adalah sebesar A$ 443,6 milyar untuk periode 2007-2007, yakni sebesar satu persen dari perdagangan dunia. Mitra dagang utama Australia berturut-turut adalah Jepang, RRC, Amerika Serikat, Inggris dan Singapura, dengan Indonesia menempati urutan ke-13.
37

Saat ini dimaklumi bahwa Indonesia dan Australia masih memiliki perbedaan yang signifikan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya serta perjalanan sejarah yang relatif terpisah satu sama lain hingga awal Perang Dunia II. Meskipun kedua negara adalah negara tetangga dan telah secara resmi berinteraksi dan menjalin relasi selama lebih dari 58 tahun, kiranya perbedaan tersebut masih saja menghantui dalam benak kedua masyarakat kita. Salah satu upaya yang dapat semakin memperkuat hubungan bilateral Indonesia dangan Australia adalah bagaimana masyarakat kedua bangsa dapat
37

http://www.dfat.gov.au/aib/overview.html, diakses pada 3 Oktober 2009

saling memahami dan mengerti akan pikiran dan kehidupan bangsa masingmasing. Upaya untuk semakin mengikis perbedaan tersebut kiranya dapat memanfaatkan tingkat hubungan antar-pemerintah yang semakin erat dengan didasari oleh rasa saling berkepentingan, saling menghormati dan saling menguntungkan dalam kesetaraan. Akan tetapi keinginan untuk saling mengetahui dan saling memahami harus timbul dari setiap individu dari masing-masing bangsa itu sendiri. Berbagai upaya telah dijalankan oleh pemerintah kedua negara agar masyarakat dapat saling mengenal, saling menghormati dan saling menghargai budaya masing-masing seperti antara lain kegiatan pertukaran misi kebudayaan, pertukaran pelajar, dan kunjungan jurnalis dan senior editors serta dialog antartokoh masyarakat yang dilakukan secara reguler dan berkesinambungan. Akan tetapi upaya tersebut masih saja belum mencapai tingkat sebagaimana diharapkan yaitu mencapai tingkat kedewasaan dalam berhubungan antar-masyarakat. Perlu diakui bahwa arah pandang sebagian masyarakat Indonesia belum sepenuhnya melihat ke selatan dan memanfaatkan potensi penuh yang terkandung di Australia. Kedepan kiranya potensi Australia yang dapat dimanfaatkan guna meningkatkan hubungan bilateral kedua negara dalam konteks people to people dapat ditempuh melalui bidang perdagangan, ketenagakerjaan, pariwisata, dan pendidikan.
38

Dibidang perdagangan, Indonesia berada pada urutan ke-13 sebagai negara mitra dagang Australia dengan nilai keseluruhan A$8,8 milyar untuk tahun 2006-2007. Dengan berasaskan saling menguntungkan bagi kedua belah
38

http://www.deplu.go.id/?hotnews_id=2967, diakses pada 5 Oktober 2009

pihak, kiranya pelaku usaha Indonesia dan Australia masih memiliki banyak ruang untuk dapat semakin tumbuh dan berkembang. Impor barang utama Australia antara lain adalah kendaraan bermotor, minyak mentah, elektronika, dan komputer. Bagi Indonesia, mengingat ongkos tenaga kerja di Australia adalah sangat mahal, maka peluang bagi pengusaha Indonesia untuk mengekspor berbagai produk seperti mebel, perabot rumah tangga, produk kulit, kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan wanita tetap terbuka. Saat ini barang-barang tersebut pada umumnya dipasok oleh RRC dengan harga yang sangat murah sehingga pengusaha Indonesia haruslah lebih komprehensif. Di bidang pariwisata, jumlah kedatangan wisatawan dari Indonesia berjumlah sekitar 83 ribu orang dari keseluruhan 5,5 juta turis asing ke Australia pada 2006. Di antara para wisatawan Indonesia tersebut, sekitar 76% adalah wisatawan yang tergolong repeat visitors. Pada tahun yang sama pula jumlah wisatawan Australia ke Indonesia berjumlah sekitar 215 ribu orang. Angka saling kunjung tersebut tampak sangat kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan potensi penduduk Indonesia maupun dengan kemampuan masyarakat Australia untuk berkunjung ke Indonesia. Seperti diketahui bahwa salah satu kendala yang turut mempengaruhi arus wisatawan kedua negara adalah adanya travel advisory dari Australia untuk melakukan kunjungan ke Indonesia serta sulitnya persyaratan untuk memperoleh visa kunjungan ke Australia. Bidang ketenagakerjaan, ini merupakan bidang yang paling menjanjikan bagi upaya peningkatan hubungan people to people. Perekonomian

Australia yang tergolong booming ini memerlukan berbagai semi-sklilled workers untuk dapat menunjuang pertumbuhan tersebut, dan kelangkaan ini dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia. Bidang-bidang seperti perawat, masinis, tukang las, buruh bangunan, tukang pipa, tukang listrik, montir, serta tenaga semi skilled lainnya kini termasuk langka dan

banyak dicari di Australia. Adapun hambatan utamanya bagi tenaga kerja Indonesia adalah dari faktor bahasa dan tuntutan penyesuaian kualifikasi keahlian yang tinggi untuk dapat bekerja di Australia. Hukum imigrasi Australia dan faktor labor union Australia juga turut mempengaruhi proses pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Australia. Di bidang pendidikan, Australia memiliki salah satu infrastruktur pendidikan terbaik dunia. Dengan berbasis bahasa inggris, pelajar dari Indonesia sejak dahulu telah menempatkan Australia sebagai salah satu alternatif pendidikan tinggi mereka di luar negeri. Meskipun demikian dibandingkan dengan negara Asia lainnya, jumlah pelajar Indonesia masih termasuk rendah dengan jumlah sekitar 16 ribu pada tahun 2006 dari jumlah keseluruhan 383 ribu pada tahun itu. Sebagian besar dari jumlah pelajar Indonesia tersebut bukan penerima beasiswa melainkan atas biaya sendiri. Dalam kaitan ini, salah satu kendala bagi peningkatan jumlah pelajar Indonesia adalah semakin tingginya biaya hidup di Australia dan persaingan pendidikan untuk belajar di negara selain Australia, seperti Singapura dan Malaysia. Menghadapi berbagai kendala yang ada dalam upaya meningkatkan people to peole relation tersebut, Pemerintah Indonesia haruslah berupaya bekerjasama

dengan Pemerintah Australia untuk mencari jalan keluar dan sekaligus membuka peluang-peluang baru.

BAB IV SIKAP PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY OLEH PEMERINTAHAN AUSTRALIA
A. Implementasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Menyikapi Kebijakan Travel Advisory Australia Pemerintah Australia telah mengeluarkan kebijakan travel advisory ke Indonesia sejak tahun 2001 atau lebih tepatnya sejak terjadinya serangan teroris di Amerika Serikat (9/11/2001). Hal ini disebabkan persepsi Pemerintah Australia saat itu yang melihat Indonesia sebagai salah satu sarang teroris karena sebagian besar penduduk Indonesia sebagai salah satu sarang teroris karena sebagian besar penduduk Indonesia merupakan muslim. Tentu saja ini berhubungan dengan sentimen masyarakat internasional pada saat itu yang dikampanyekan oleh Amerika Serikat bahwa masyarakat muslim identik dengan terorisme apalagi ditambah dengan adanya serangkaian peledakan bom di Indonesia dalam kurun waktu 2002-2005. di bawah pemerintahan Kevin Rudd saat ini pemberlakuan Travel Advisorry Australia ke Indonesia belum ada perubahan bahkan masih berada pada level empat atau hanya terpaut satu tingkat di bawah level lima (dilarang untuk dikunjungi). Makna dibalik peringatan perjalanan level empat itu adalah setiap warga Australia yang berbuat berkunjuang ke berbagai daerah di

Indonesia diminta untuk mempertimbangkan kembali rencana mereka itu karena alasan keamanan seperti ancaman terorisme.
39

Dalam menerapkan kebijakan travel advisory, Pemerintah Australia selalu memperbaharui isu-isu dan perkembangan yang terjadi di Indonesia seperti masalah keamanan terutama terorisme. Pemerintah Australia memberikan peringatan kepada warganya dalam melakukan perjalanan ke Indonesia terutama Bali yang dianggap masih menjadi sasaran utama terorisme. Selain masalah terorisme, Australia juga mengawasi tentang perkembangan Pemilihan Umum 2009 di Indonesia yang diwarnai dengan ancaman serangan teroris, demonstrasi dan kampenye partai politik sehingga berpotensi menimbulkan konflik dan pertikaian. Berkaitan dengan pernyataan World Health Organization (WHO) mengenai berkembangnya virus flu burung di Indonesia dan juga rabies di Bali, Pemerintah Australia juga mengingatkan kembali warganya apabila ingin berkunjung ke Indonesia.
40

Bagi Indonesia tentu saja pemberlakuan kebijakan ini merugikan karena akan mambuat jelek citra Indonesia di dunia internasional. Munculnya imej bahwa Indonesia bukanlah negara yang aman untuk dikunjungi akan mempengaruhi posisi Indonesia dan juga akan menyebabkan kerugian di berbagai aspek hubungan kedua negara. Pemerintah Indonesia menilai travel advisory ke Indonesia yang masih diberlakukan oleh Australia, menghambat upaya kedua bangsa membangun dan memperkuat hubungan antar-masyarakat. Padahal

http://hariansib.com/2009/02/22/indonesia-ingin-australia-tinjau-%E2%80%9Ctraveladvisory%E2%80%9D/, diakses pada 9 Oktober 2009

39 40

http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 9 Oktober

2009

Indonesia telah mampu memerangi terorisme sebagai sesuatu yang menghambat hubungan di tingkat masyarakat (people to people) dibuktikan sejauh ini sudah sekitar 400 orang yang terlibat dalam berbagai aksi terorisme ditangkap dan dihukum.
41

Dalam menerapkan strategi dan kebijakannya agar kebijakan travel advisory ini dicabut, Pemerintah Indonesia haruslah memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhi baik itu yang berasal dari domestik ataupun dari luar negeri. Berdasarkan pendekatan sistem, penerapan kebijakan travel advisory pastinya berhubungan dengan pelaksanaan berbagai kerjasama yang dilakukan antara Indonesia dan Australia dalam bingkai Lombok Treaty sehingga Indonesia merasa perlu untuk mensukseskan Lombok Treaty. Pada analisis kali ini akan digunakan tingkat analisis pada level negara karena dinilai akan lebih efektif di mana yang berwenang mengeluarkan kebijakan travel advisory merupakan Pemerintah Federal Australia. Menurut kasubdit IV Direktorat Asia Timur dan Pasifik, Departemen Luar Negeri RI, Masriati Lita Saadina Pratama, ada beberapa aspek yang mempengaruhi Pemerintah Indonesia dalam merumuskan kebijakannya, namun ada 5 aspek yang cukup dominan, yaitu kebijakan travel advisory dari Australia, Partai Buruh, keamanan, Lombok Treaty, dan pariwisata. Dari aspek pariwisata, Indonesia memiliki kepentingan yang besar karena masyarakat Australia merupakan salah satu turis mancanegara dengan jumlah terbesar dan Australia juga telah menjadi tujuan pariwisata favorit masyarakat Indonesia. Terdapat 5,6 juta wisatawan internasional yang berkunjung ke
http://www.eramuslim.com/berita/nasional/menlu-ri-travel-advisory-australia-hambathubungan-baik-dengan-indonesia.html, diakses pada 9 Oktober 2009

41

Australia selama tahun 2008. selama Desember 2008, jumlah wisatawan internasional yang berkunjung ke Australia mencapai 611.500. Terhitung sejak Desember 2007, jumlah pengunjung terbesar ke-14 yang berdatangan ke Australia berasal dari Indonesia. Terdapat 12.000 pengunjung Indonesia di Australia selama Desember 2008. Total jumlah warga Indonesia yang bepergian ke Australia selama 2008 mencapai 94.300 atau terdapat kenaikan sebesar 6 persen apabila dibandingkan pada tahun sebelumnya. Sementara jumlah wisatawan Australia yang berkunjung ke Indonesia, terutama Bali, juga meningkat hingga mencapai 52,68 persen pada 2008. kunjungan wisatawan Australia ke Bali selama 2008 mencapai 313.313 orang atau terdapat kenaikan sebanyak 108.108 orang dibandingkan pada 2007.
42

Dalam usaha mencapai kepentingan nasionalnya berupa perbaikan citra Indonesia dimata dunia internasional dan terlaksananya dengan baik Lombok Treaty, maka Pemerintah Indonesia menerapkan strategi yaitu berupa pelaksanaan total diplomacy sesuai dengan instrumen pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih memilih jalur diplomasi. Prinsip total diplomacy yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia berupa pemanfaatan segala sektor kerjasama dan hubungan kedua negara. Kebijakan ini merupakan bagian dari pengimplementasikan tujuan jangka pendek (day to day) Pemerintah Indonesia yaitu pencabutan kebijakan travel advisory tersebut sehingga tercapainya tujuan jangka panjang berupa kesepahaman bersama antara penduduk Indonesia dan Australia. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia memanfaatkan segala forum

42
http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/02/18/08502681/travel.advisory.dan.pariwisata.ind onesia-australia, diakses pada 9 Oktober 2009

kerjasama yang sudah terjalin baik pada tataran kepala pemerintahan, menteri, pengusaha, swasta bahkan masyarakat Indonesia yang melakukan hubungan dengan masyarakat Australia. Berbagai forum yang sudah dipaparkan diatas ditambah dengan adanya interfaith diologue, dialog kepemudaan dan lainnya merupakan beberapa forum yang sudah berjalan dimana inti dari forum tersebut ialah menghasilkan kesepahaman antara Indonesia dan Australia yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan kedua negara terutama dalam upaya menyukseskan Lombok Treaty. Meskipun berbagai forum tersebut ada yang dilaksanakan oleh pihak nonpemerintah seperti para pengusaha, namun strategi total dipolomacy masih berada dibawah koordinator Departemen Luar Negeri RI sebagai perwakilan dari pemerintah. Pada prinsipnya agar kebijakan travel advisory dari Australia bisa dicabut pemerintah akan menggunakan berbagai sumber daya yang ada dan segala bentuk perjanjian dan kerjasama yang sudah ada juga akan ditingkatkan tanpa memperhatikan travel advisory sehingga kebijakan tersebut akan tercabut secara sendirinya.

B.

Perkembangan Keamanan

Hubungan

Indonesia-Australia

Dalam

Bidang

Dalam menjalin hubungan kedua negara, baik Indonesia maupun Australia berkomitmen untuk terus meningkatkan hubungan kedua negara terutama dalam tingkat people to people. Adapun cara-cara yang digunakan yaitu dengan memanfaatkan forum-forum yang sudah ada baik pada tataran antar-pemerintah, antar-parlemen, ataupun antar-swasta. 1. Pertemuan Antar Kepala Pemerintah Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan PM Kevin Rudd merupakan pertemuan-pertemuan tingkat tinggi kedua negara yang berguna untuk membahas dan mempererat hubungan kedua negara. Sebelumnya kedua pemimpin pemerintah ini telah beberapa kali bertemu sejak pengangkatan Rudd sebagai PM Australia menggantikan Jonh Howard pada penghujung 2007. Tidak berapa lama setelah pengankatannya, Rudd bertemu Yudhoyono di Bali di sela-sela konfrensi PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC) pada Desember 2007. Pada pertengahan 2008, Rudd juga telah melajujan lawatan ke Jakarta guna mendorong kerjasama kedua negara terutama setelah disepakatinya Perjanjian Lombok, yang salah satunya menegaskan pengakuan Australia pada kedaulatan Indonesia termasuk Papua dan yang terakhir pertemuan keduannya di bali pada Desember 2008 di kegiatan Bali Democracy Forum.
43

Diantara isu bilateral yang sering dibahas oleh kedua kepala pemerintahan yaitu menyangkut kerjasama dibidang ekonomi, khususnya perdagangan dan investasi. Hubungan perdagangan dan investasi dari tahun ke tahun berkembang
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2009/04/01/4151.html, diakses pada 6 Oktober 2009

43

dengan pertumbuhan untuk perdagangan 14% rata-rata pertahunnya. Kedua kepala pemerintahan juga membahas kerjasama di bidang mengatasi climate change, dan secara kongkret kedua negara telah menandatangani AustraliaIndonesia forest Carbon Partnership yang merupakan contoh nyata kerja sama kedua negara untuk mengatasi climate change, utamanya du bidang kehutanan.
44

Dibidang pendidikan kerjasama terus ditingkatkan untuk memberi kesempatan kepada pelajar dan mahasiswa kedua negara untuk saling belajar di negara lain, sekaligus memperkuat people to people contact yang menjadi tujuan dari kerjasama bilateral. Selain itu, pertemuan yang dilakukan juga membahas masalah kerjasama dibidang kepariwisataan dimana wisatawan Australia yang datang ke Indonesia tetap banyak jumlahnya, tahun lalu bahkan meningkat 35%. Dibidang pertahanan dan keamanan, di bahas kerjasama menyangkut kerjasama kepolisian kedua negara, kerjasama melawan terorisme, maupun kerjasama di bidang militer, seperti pendidikan, latihan, saling kunjung antar perwira dan sebagainya. Dalam berbagai kesempatan pertemuan keduanya, Presiden Yodhoyono juga selalu membahas mengenai kebijakan travel advisory Australia ke Indonesia. Dalam pertemuan kedua kepala pemerintahan pada pertengahan 2008 yang lalu, Presiden Yudhoyono menyampaikan bahwa keadaan Indonesia sudah baik, normal dan pulih kembali dan wisatawan Australia yang datang ke Bali jumlahnya sangat besar sehingga hubungan dan kesepahaman people to people contact akan

http://beritasore.com/2008/12/10/sby-ridd-lakukan-pertemuan-dwipihak/, diakses pada 11 Oktober 2009

44

lebih mudah dilaksanakan jika travel advisory dari Pemerintah Australia di cabut. 2.
45

Australia-Indonesia Ministerial Forum Australia-Indonesia Ministerial Forum (AIMF) merupakan forum tingkat

menteri yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia. AIMF sudah beberapa kali dilaksanakan dan yang terakhir merupakan pertemuan ke-9 yang dilaksanakan di Canberra, Australia pada tahun 2008. Dalam pertemuan terakhir ini dibahas mengenai teknis dari pelaksanaan kerjasama Lombok Treaty, perumusan strategi baru dalam kerjasama pembangunan Australia-Indonesia Partnership tahun 2008-2013, dan peluncuran Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership serta pembukaan akses untuk dunia pendidikan. Forum ini juga membahas berbagai mecam tantangan baik regional maupun global dimana kedua negara perlu bekerja sama. Adapun tantangan-tantangan tang dimaksud seperti krisis keuangan global, transnational crime, perubahan iklim, lingkungan, keamanan pangan, isu keamanan manusia dan keamanan energi termasuk antisipasi dari bencana alam dan ekonomi. Dalam upaya meningkatkan people to people contact, forum ini berusaha meningkatkan kerjasama kedua negara ditandai dengan ditandatanganinya memoranda of Understanding (MoU) kerjasama pendidikan dan pemberian visa liburan dan kerja (AIMF Joint Ministerial Statement, 12 November 2008). 3. Indonesia-Australia Defence Strategic Dialog Indonesia-Australia Defence Strategic Dialog (IADSD) merupakan forum dialog antar-pemerintah yang membahas mengenai kerjasama pertahanan kedua
http://www.setneg.go.id/index.php?option=content&task=view&id=2240&Itemid=26, diakses pada 11 Oktober 2009

45

negara. Adapun IADSD sudah berjalan beberapa kali dan terakhir merupakan IADSD IV di laksanakan di Jakarta pada tanggal 28-29 Juli 2008. Adapun topik yang dibahas dalam dialog tersebut yaitu: 1. Strategic review Delegasi Indonesia dan Australia saling bertukar pandangan tentang perkembangan keamanan kawasan dan global. Dalam beberapa hal terdapat kesamaan pandangan mengenai isu nuklir Korea, klaim tumpang tindih di Laut Cina Selatan, isu Taiwan, Kebangkitan Cina, keamanan di Selat Malaka dan juga tentang ancaman terorisme. Dalam dialog tersebut dijelaskan juga tentang perkembangan kerjasama Indonesia-Australia, termasuk Lombok Treaty tahun 2006 yang merupakan payung untuk terjalinnya lebih lanjut kerjasama pertahanan kedua negara. a. Current Operations Brief Delegasi Indonesia memaparkan tentang bagaimana PMPP (Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian) sebagai pusat peace keeping Operation melaksanakan tugasnya, antara lain tentang cara merekrut personil TNI untuk dikirim melaksanakan misi pasukan perdamaian melalui mandat PBB. Delegasi Indonesia juga menjelaskan tentang berbagai kegiatan penugasan TNI dalam menjaga perdamaian di berbagai wilayah konflik di bawah bendera PBB. Sedangkan di pihak Australia memaparkan tentang bidang operasi, baik di lingkup regional, domestik maupun internasional. Pada bidang operasi yang dilaksanakan di dalam negeri, Australia melaksanakan operasi Solonia di Pasifik Barat, dan operasi Gatewawy di Asia Tenggara. Sementara operasi di bawah bendera PBB dilaksanakan di Sudan, Timor Leste, Sinai, dan Israel, serta operasi-operasi yang

berkaitan dengan penanggulangan terorisme, restorasi, dan masalah-masalah keamanan maritim. b. Indonesia Defence University Dalam dialog ini delegasi Indonesia menjelaskan tentang alasan-alasan akan didirikannya IDU, waktu dan lokasi kampus, calon-calon siswa dan lembagalembaga pendidikan di bawah IDU. Sedangkan untuk pembuatan kurikulum, Dephan mengharapkan bantuan Australia dengan menempatkan perwira penasehat kebijakan di Dephan pada saat berdirinya IDU. Delegasi Australia memaparkan tentang sistem pendidikan militer dimulai dari kadet hingga CDSS (Centre for Defence Security Studies) c. Defence Industry Dalam kesempatan ini pihak Australia menyampaikan tentang rencana pertukaran kunjungan kerja antara pejabat Australia dan Indonesia untuk meningkatkan produk industri pertahanan Indonesia. Selama beberapa tahun Australia telah menghasilkan suatu dasar industri pertahanan yang kuat. Di pihak Indonesia menyampaikan bahwa untuk pengadaan alutsista, Indonesia

mengutamakan produk dalam negeri belum memadai, maka Indonesia membeli dari negara lain dengan catatan negara tersebut mau melaksanakan transfer teknologi. Di bidang riset dan pengembangan, Indonesia bekerja sama dengan institusi Research & Development dan beberapa universitas lainnya. d. Kerjasama Keamanan Maritim Delegasi Australia menyampaikan tentang seluk beluk Border Patrol Command (BPC). Badan ini dikepalai oleh perwira AL bintang dua yang bertanggung jawab mengenai kesiapan, pencegahan dan respon terhadap kegiatan-

kegiatan ilegal, penyelundupan termasuk penangkapan ikan oleh nelayan asing. Dijelaskan pula tentang perangkat pendukung badan tersebut seperti kapal laut dan pesawat. Pada tahun 2007, tim BPC mengunjungi counterpart-nya di Indonesia, yaitu Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA). e. Kerjasama Pertahanan Delegasi Indonesia menyatakan bahwa perkembangan kerjasama pertahanan kedua negara berjalan lancar, merkipun terdapat beberapa kegiatan yang masih belum dilaksanakan. Disampaikan juga tentang prioritas kerjasama dimasa datang, yang meliputi bidang intelijen, penanggulangan terorisme, keamanan maritim, Humanitarian Assistance Disaster Relief dan PKO. Pihak Australia menekankan pentingnya kerjasama yang lebih jauh dan mendalam di masa datang. f. Perjanjian Kerjasama Pertahanan Sebagai tindak lanjut dari Lombok Treaty, pihak Indonesia menyampaikan draft Perjanjian Kerjasama Pertahanan kepada Australia. Dan saat ini pihak Indonesia masih menunggu counter draft dari pihak Australia. Diharapkan perjanjian dapat ditandatangani pada tahun 2009. g. Perwira Australia sebagai Penasehat Kebijakan di Dephan Pihak Australia menyampaikan bahwa Menteri Pertahanan RI telah menyetujui mengenai penempatan seorang pejabat penasehat kebijakan di Dephan yang diharapkan dapat membantu dalam pengembangan kurikulum IDU. Pihak Indonesia dan Australia sepakat melakukan pembahasan lebih lanjut menyangkut penempatannya.

C.

Sikap Antara Kedua Negara Dalam Menyikapi Kemungkinan Munculnya Berbagai Konflik Saat ini, paling tidak terdapat dua isu yang memerlukan perhatian khusus

pemerintahan kedua negara, yaitu ancaman terorisme dan imigran gelap. Ancaman terorisme sejauh ini telah berhasil dimanfaatkan untuk meningkatkan kerjasama, antara lain dengan penandatanganan 'Memorandum of Understanding on Counter Terrorism' yang antara lain meliputi kegiatan tukar-menukar informasi intelijen, menghidupkan kembali kerjasama dan pengembangan kemampuan antara agen penegak hukum. Bahkan pada bulan Februari 2004, Indonesia dan Australia bersama-sama menyelenggarakan 'Ministerial Conference on Counter Terrorism' yang dihadiri para menteri negara-negara kawasan. Salah satu hasil konkret yang disepakati adalah pendirian 'Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation' (JCLEC) yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemampuan operasional para petugas penegak hukum di kawasan guna memerangi transnational crime, khususnya terorisme. Keengganan Indonesia menjadi bagian 'Pacific Solution' dalam

menyelesaikan masalah migran gelap mendorong penyelenggaraan 'Bali Regional Ministerial Conference on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Trans-national Crime' tahun 2002 dan 2003 yang disponsori oleh Indonesia dan Australia disusul dengan penyelenggaraan 'Regional Ministerial Conference on Combating Money Laundering and Terrorist Financing' tahun 2002. Seperti diketahui, Australia menggunakan Papua New Guinea dan Nauru untuk menampung para pengungsi gelap yang akan menuju Australia dengan cara memberlakukan 'exclusive immigration zones' terhadap beberapa pulau terluarnya

yaitu pulau Christmas, kepulauan Cocos, dan pulau Ashmore Reef (September 2001), sehingga para pencari suaka yang mendarat di pulau-pulau tersebut belum dapat meng-klaim bahwa mereka telah berada di wilayah keimigrasian Australia. Dengan cara demikian, pemerintah Australia merasa 'berhak' mengirimkan para pencari suaka tersebut ke negara lain, dalam hal ini Papua New Guinea dan Nauru. Perkembangan positif juga terlihat dengan kesepakatan kedua negara untuk mencari berbagai upaya guna meningkatkan kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan. Tukar-menukar kunjungan para perwira tinggi kedua negara berlangsung secara berkelanjutan, sementara sejumlah personil TNI mengikuti berbagai program pendidikan di Australia untuk memperdalam pengetahuan mereka. 1. Ancaman Terorisme Terorisme merupakan ancaman keamanan bagi dunia. Australia

menganggap Indonesia masih merupakan negara yang menjadi salah satu sasaran utama terorisme terutama Bali. Dalam peringatan kepada warganya, Australia menyatakan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori resiko sangat tinggi akan serangan teroris. Terutama setelah Pemerintah Indonesia memperingatkan bahwa target teroris kemungkinan besar orang asing. Serangan teroris di Bali dan Jakarta mengindikasikan bahwa daerah tersebut merupakan prioritas utama serangan teroris. Peristiwa bom Bali tahun 2002 dan 2005 serta bom kuningan di depan Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004 telah menelan banyak korban jiwa. Pasca eksekusi mati ketiga terpidana bom Bali 2002 pada tanggal 9

November 2008 telah menimbulkan resiko akan adanya serangan balasan terorisme.
46

Secara geografis, Indonesia dan Australia adalah bertetangga, meski kedua negara memiliki latar belakang budaya berbeda. Perbedaan itu jika hendak ditonjolkan, bisa membuat renggang keduanya. Untungnya, Indonesia-Australia sering harus menghadapi persoalan yang sama, bahkan menjadi korban dari suatu persoalan sama. Adanya isu tentang kelompok Islam garis keras, Jamaah Islamiyah (JI), yang berencana melakukan pengeboman berkaitan dengan peringatan tahun pertama awal serangan ke Afghanistan. Australia menerima peringatan yang secara eksplisit menyebutkan, kelompok terorisme akan menjadikan Indonesia sebagai target untuk menyerang Amerika Serikat dan sekutunya. Australia sebagai deputy sheriff dalam perang global melawan terorisme menghadapi dilema ironis yang harus membuktikan kemampuannya memerangi terorisme di dalam negaranya sendiri, menyusul serangan dan teror terhadap entitas-entitas Indonesia. Ekstremis dalam negeri yang menyatakan kebencian mereka kepada Indonesia, menegaskan kembali sikap tidak tulus sebagian warga Australia dalam menjalin hubungan bertetangga yang baik dengan kawasan. Ini menjadi masalah prinsip bagi pemerintahan Australia yang terlibat aktif dalam perang global melawan terorisme. Pada Bom Bali I pada 2002 yang menewaskan 202 orang tewas, mayoritas korban juga warga Australia dan Indonesia. Demikian juga, pada bom Bali II pada 2005 dan ledakan bom di depan Hotel JW Marriott, dekat Kedubes Australia di
46
2009 http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 13 Oktober

kawasan Mega Kuningan, pada 5 Agustus 2003. Sedang pada ledakan di dua hotel, JW Maariotts dan Ritz Carlton 17 Juli 2009, ada korban dari kedua negara. Pascaledakan bom di dua hotel itu, aparat kepolisian dari kedua negara sibuk mencari para teroris. Kepolisian Australia menangkap tiga pria sebagai terdakwa rencana serangan bunuh diri dengan sasaran markas militer di kota Sidney. Korban bom bunuh diri sebenarnya bukan ternodanya citra Islam sebagai agama damai, tapi juga relasi Indonesia-Australia. Pascapengemboman Amrozi cs, relasi kedua negara tidak semesra dulu. Relasi itu memburuk pasca-bom di depan Hotel JW Marriott, dekat Kedubes Australia di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, 5 Agustus 2003. Beberapa survei menunjukkan negeri kita Indonesia dianggap menakutkan dan kurang penting lagi bagi sebagian warga Australia. Survei Ivan Cook dari Lowy Institute for International Policy, lembaga kajian internasional di Sydney, menyebut Indonesia menempati posisi 12 dibandingkan Singapura, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, Inggris dan Jepang. Dengan skala 0 (dingin)-100 (hangat), Indonesia berada di bawah Israel atau satu kelompok dengan Irak, Iran, dan Korea Utara. Sejak Forum Tingkat Menteri Australia-Indonesia (AIMF) ke-9 (11 dan 12 November 2008) di Canberra, sudah ada saling pengertian. Forum itu juga melahirkan pembaharuan Nota Kesepahaman Indonesia-Australia dalam

kontraterorisme. MoU meliputi kerja sama pengawasan perbatasan, maritim dan keamanan transportasi, penegakan hukum, pendampingan hukum, serta

penanganan ancaman teroris di bidang kimia, biologi, radiologi, hingga nuklir. Tapi, delegasi Indonesia dengan terbuka menyatakan keberatan atas penerapan travel advisory oleh Australia setiap ada bom teroris meledak.

Muncul pula harapan bahwa setelah beberapakali ledakan bom di Tanah Air yang mengorbankan warga Australia, publik Australia menaruh pengertian bahkan empati pada Indonesia. Presiden SBY mengungkapkan perang melawan terorisme sebagai pertempuran untuk mengambil hati dan pikiran. Gagasan itu amat patut dan penting dielaborasi, karena perang melawan teroris tidak cukup dihadapi dengan senjata. Pemprov Jatim misalnya, harus menjamin bahwa ke depan kesejahteraan warganya kian terjamin. Angka kemiskinan dikurangi dan ketimpangan sosial di kota-kota besar jangan dibiarkan menganga. Kerukunan antarumat beragama atau antarwarga bangsa yang berbeda etnis harus terus dipupuk dan ditingkatkan. Kecemburuan sosial diganti dengan keadilan sosial.Tentu ini proses panjang yang tidak mudah.Tapi kalau banyak yang berkehendak baik, gagagasan besar ini akan bisa jadi kenyataan. Pemerintah dan rakyat Australia juga mengamini bahwa terorisme tak cukup dilawan dengan pendekatan keamanan. Maka, pemerintah PM Kevin Ruudpun berjanji hendak lebih menggunakan kekuatan lunak pada bidang ekonomi, intelektual, dan agama guna memerangi terorisme. Paling tidak ada dua opsi dalam hubungan diplomatik Indonesia-Australia. Jika dalam tempo yang wajar Pemerintah Australia tidak sanggup membawa pelaku teror untuk diadili, pertama, sudah saatnya pemerintahan Presiden Yudhoyono meninjau kembali berbagai kesepakatan kerja sama kedua negara yang dicapai dalam kunjungan ke negara itu beberapa waktu silam. Recovery ekonomi dan sosial lewat berbagai kerja sama itu penting, tetapi harkat dan keamanan negara juga bukan untuk dipertaruhkan. Momentum ini memberi jalur yang baik untuk menegakkan kembali kepala kita yang telah sekian lama

tertunduk malu karena ditimpa berbagai krisis yang akut, khususnya kepada negara tetangga seperti Australia. 3. Imigran Gelap Adanya berita tentang lolosnya 10 dari 11 imigran gelap (people smuggling) asal Afghanistan dari rumah tahanan di Malang pada bulan Mei 2009 merupakan salah satu peristiwa yang menandai rentetan persoalan migrasi yang dihadapi Indonesia. Klimaks atas persoalan keamanan Indonesia terkait dengan masuknya para imigran gelap yang memanfaatkan Indonesia sebagai tempat batu loncatan (stepping stone) ke Australia. Untuk mencapai tujuannya, mereka memanfaatkan berbagai jalur yang menghubungkan antara satu negara dengan negara lain hingga sampai ke Australia. Indonesia sebagai negara tetangga terdekat bagi Australia tidak dapat melepaskan diri dari persoalan tersebut. Bahkan sebaliknya, keberadaan imigran gelap dari sudut pandang pengambil kebijakan negara mengenai migrasi telah menjadi salah satu persoalan keamanan bagi Indonesia, yang berpotensi menjadi kerikil-kerikil tajam terhadap hubungan IndonesiaAustralia. Fenomena semacam itu bukanlah suatu hal yang baru. Indonesia menjadi tempat batu loncatan bagi para imigran gelap tidak hanya dari Afghanistan, tetapi juga dari negara-negara Timur Tengah dan Asia Selatan. Namun demikian, tampaknya tidak pernah ada penyelesaian secara jelas. Persoalannya mencuat sebentar lalu menghilang. Bahkan sampai sekarang masih terdapat beberapa tempat yang melindungi keberadaan dan usaha imigran gelap di Indonesia. a. Keamanan Wilayah Indonesia

Indonesia tidak hanya merupakan salah satu negara pengirim tenaga kerja keluar negeri terbesar di Asia Tenggara, namun telah menjadi negara tujuan bagi siapapun yang ingin masuk dan bekerja di negeri ini. Data IOM (International Organization for Migration) menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terdapat sekitar 20.000 tenaga kerja asing setiap tahunnya bekerja di Indonesia, namun disinyalir oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Depnakertrans) masih ada sekitar 50.000 warga asing yang menyalahgunakan visa kunjungan atau visa sementara untuk mencari pekerjaan. Mengemukanya kesan bahwa orang dapat dengan mudah masuk dan berusaha di Indonesia telah menjadi salah satu alasan kuat bagi para imigran gelap untuk memanfaatkan Indonesia sebagai tempat batu loncatan dari tujuannya ke Australia. Alasan utama lainnya adalah posisi strategis Indonesia sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Australia. Untuk dapat memasuki Australia, rute yang paling memungkinkan (dari banyak kasus yang terjadi) adalah melalui darat dan laut, dibandingkan lewat udara. Di samping itu, bentuk negara kepulauan Indonesia menjadikan para imigran dapat masuk dari berbagai pintu wilayah Indonesia. Dari kasus-kasus yang ada, para imigran yang tertangkap lebih banyak masuk ke Indonesia melalui jalur darat yaitu dari Malaysia, lalu masuk ke pulau Sumatera, ke Jawa dengan Jawa Barat bagian selatan (Serang) dan Jawa Timur bagian selatan sebagai pintu keluarnya untuk menuju Pulau Christmas. Jalur darat dan laut tersebut seringkali pula dikombinasikan dengan jalur udara, mengingat banyak para imigran yang tertangkap di Bandara Pulau Batam, di Provinsi Riau maupun di Surabaya. Namun, bukan berarti imigran yang masuk melalui Indonesia bagian tengah tidak banyak. Hal itu dibuktikan dengan

banyaknya imigran gelap yang memanfaatkan rute melalui Makasar, Kupang dan Mataram sebagai transit terakhir sebelum dibantu oleh nelayan Indonesia menyeberang ke Australia bagian utara atau ke Pulau Pasir (Ashmore Reef). Kasus-kasus imigran gelap hanyalah salah satu dari kekusutan Indonesia menjaga keamanan teritorialnya. Namun, tekanan atas keamanan wilayah dapat menjadi lebih buruk, disebabkan oleh kombinasi antara beberapa faktor yaitu (1) lemahnya koordinasi, dan (2) minimnya kapasitas baik dari segi kemampuan maupun kelengkapan kepolisian dan Angkatan Laut RI (tidak lagi memadai secara jumlah dan teknologi). Sayangnya, meskipun hal itu telah diketahui oleh pemerintah pusat dan DPR RI, tetapi anggaran untuk pertahanan dan keamanan dari tahun ke tahun tidak juga membaik. b. Agen Imigran Gelap di Indonesia Masuknya imigran gelap ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dua faktor yang saling terkait. Pertama, peran pihak-pihak tertentu atau organisasi yang berfungsi sebagai agen lintas negara (transnational organization crime TOC). Meskipun disinyalir organisasi mereka tidak sekompleks organisasi narkoba maupun teroris, tetapi pihak aparat keamanan cenderung kecolongan. Data Mabes Polisi Indonesia, sebagai contoh, menunjukkan bahwa kedatangan 20 orang imigran gelap asal Pakistan dan Afghanistan yang tertangkap dini hari di perairan Teluk Banten pada awal bulan November 2008 dicurigai telah difasilitasi oleh seorang warga Pakistan yang telah lama menetap di Indonesia dan bekerja untuk penyelundupan dan perdagangan manusia. Kedua, bila dilihat bagaimana nelayan membantu para imigran gelap tersebut melintasi perbatasan Australia, tampaklah bahwa faktor kemiskinan dan

keyakinan para nelayan menjadi suatu titik lemah negeri ini. Iming-iming bayaran yang berkisar minimal berkisar 30-40an juta per perahu (tergantung jarak tempuhnya) menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka. Demikian pula, ketika nelayan menolong dan mengantar imigran gelap meskipun beresiko juga disebabkan oleh rasa solidaritas sesama muslim. Keyakinan dan kemiskinan tersebut dijadikan alat bagi para agen untuk memaksa para nelayan melintasi wilayah perbatasan meskipun dengan resiko terhadap keselamatan mereka, bahkan perahu mereka sering dibakar di tempat ketika tertangkap oleh polisi Australia. Beberapa kejadian di akhir tahun 2008 dan sepanjang tahun 2009 menunjukkan kecenderungan bahwa Indonesia kewalahan mengendalikan para imigran gelap yang singgah ke Indonesia untuk menuju ke Australia, sedangkan pada saat yang sama memperlihatkan lemahnya aparat keamanan, penegakan hukum dan posisi Indonesia dalam kasus ini. Dalam hal ini pihak kepolisian di Batam, Lampung, Malang, Surabaya dan NTT, sebagai contoh telah berusaha keras untuk menangkap dan menggagalkan keberangkatan imigran gelap ke Australia. Namun demikian, upaya untuk mengembalikan imigran gelap ke negara asal mereka bukan suatu hal yang mudah, mengingat Indonesia masih belum memiliki kesepakatan kerjasama dan mekanisme dengan beberapa negara asal mereka. Sebetulnya dari aspek instrumen peraturan internasional telah ada dukungan dari IOM dan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) sehingga Indonesia menerapkan standar prosedur internasional ketika menahan imigran gelap, yang umumnya mengaku sebagai pengungsi. Namun hal itu sering

tidak berarti ketika jaringan sindikat tetap mampu membuat mereka meloloskan diri dari rumah tahanan, meskipun banyak yang akhirnya bernasib naas seperti mengalami kecelakaan dan tenggelam, sebagaimana yang terjadi di Selat Pukuafu ketika imigran gelap menuju pulau Rote untuk menyeberang ke Australia dengan bantuan nelayan Indonesia di akhir tahun 2008. Kondisi-kondisi di atas memperlihatkan kekurangadilan jika tekanan hanya ditujukan kepada para nelayan Indonesia yang menjadi sasaran perantara oleh TOC. Salah satu sebabnya terkait dengan persoalan politik perbatasan yang berkembang di antara Indonesia-Australia yang tidak kunjung ada titik temunya. Perbedaan tentang batas wilayah, pengertian tentang nelayan tradisional, maupun berbedanya kepentingan pulau-pulau di lokasi perbatasan menjadikan titik-titik kelemahan lainnya bagi kedua negara tersebut dalam menjaga wilayah perbatasannya, yang akhirnya dimanfaatkan oleh para agen penyelundup imigran gelap dari Indonesia ke Australia. c. Pengaruhnya pada Hubungan Indonesia-Australia Migrasi pada dasarnya adalah sejarah penduduk Australia. Penduduk asli mereka hanyalah suku Aborigin (meskipun konon sejarah awalnya juga merupakan bagian dari migrasi). Kekuatan kebijakan keimigrasian juga merupakan kelemahan Australia dari waktu ke waktu. Salah satu kekuatan yang dimanfaatkan oleh para imigran gelap, yang mengaku sebagai pengungsi, adalah ketika Australia memberikan ruang kepada para pengungsi dengan tidak hanya memberi fasilitas penampungan namun juga kesempatan berusaha. Namun dalam perkembangannya, intensitas arus imigran yang tinggi, khususnya akhir-akhir ini

imigran asal Afganistan, Iran, Irak dan Myanmar, akhirnya menjadi hal yang sangat sensitif bagi Australia secara internal maupun eksternal. Sebenarnya sejak tahun 2000 Australia telah mengembangkan sistem pertahanan dan keamanan yang sangat memperhitungkan kehadiran para human smuggler, karena persoalan lintas batas antara negara dapat saja merupakan salah satu potensi ancaman bagi suatu negara. Kebijakan pertahanan-keamanan teritori Australia yang difokuskan pada non-traditional security sebenarnya merupakan upaya yang sejalan dengan kebijakan pertahanan-keamanan Indonesia. Namun dengan pendekatan dan pemahaman yang berbeda akhirnya mengganggu hubungan Indonesia-Australia, khususnya dalam hal imigran gelap. Dalam hal ini persoalan utama adalah MoU antara Polri dengan Kepolisian Federal Australia (Australian Federal Police/ AFP) yang cenderung merugikan Indonesia. Indonesia menjadi terpaksa menampung para pengungsi yang hanya singgah sebelum menuju Australia. Hal itu ternyata bukan sekedar masalah penampungan, sebab jumlah mereka yang mencapai ribuan orang dapat menimbulkan persoalan pengawasan. Demikian pula, terkait dengan lamanya proses untuk mendapatkan negara yang bersedia menampung para imigran. Disinyalir oleh pihak kepolisian bahwa mereka pada akhirnya akan menetap di Indonesia. Sejauh ini hasil identifikasi Polri menyebutkan para pengungsi itu kini tersebar di sejumlah wilayah: Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek), Kupang, Bali, Tanjung Balai Asahan, Mataram, Larantuka, dan Batam. Beberapa upaya telah dilakukan, ketika Indonesia dengan Australia berusaha mengangkat persoalan tersebut dengan persoalan-persoalan non-traditional security lainnya dalam skala ASEAN di Bali, sehingga tercapai beberapa

kesepakatan antara negara-negara ASEAN dan Australia. Namun mengingat besarnya kepentingan masing-masing negara dibandingkan kepentingan bersama, sepertinya kesepakatan tidak berjalan. Perkembangan terakhir menunjukkan, Indonesia dan Australia telah menyepakati bahwa masalah imigran gelap itu dipandang sebagai permasalahan kawasan dan internasional, bukan hanya masalah bilateral antara Australia dan Indonesia. Namun mekanisme pengembalian ke negara asal ataupun ke negara tujuan belumlah jelas. Ketidakjelasan tersebut akan membuat beban tersediri bagi Indonesia. Pada akhirnya, tampaknya benar perkiraan IOM bahwa Indonesia masih menyimpan sedikitnya 400 imigran gelap yang sebagian besar dari Irak, disusul Iran, Afghanistan dan Pakistan, dan tidak akan mampu menyelesaikan sendiri/sepihak. Namun demikian penanganannya akan terpulang pada niat baik kedua negara (Indonesia dan Australia) serta negara-negara di kawasan ASEAN selain negara asal imigran untuk menyelesaian masalah imigran gelap. Khusus untuk Indonesia, harus ada upaya membersihkan jajaran aparat yang terkait dengan lalu lintas manusia, di samping itu mesti ada peningkatan kemandirian dan pendapatan nelayan Indonesia. Sedangkan dalam hal nota kesepahaman perlu ada upaya meninjau kembali kerjasama yang seharusnya didasari saling menghormati dan menjaga wilayah. Jika tidak, persoalan imigran gelap akan terus menjadi duri dalam upaya menjaga keamanan wilayah Indonesia, maupun dalam konteks hubungan antara Indonesia dan Australia.

D.

Efektifitas Kebijakan RI Dalam Menanggapi Kebijakan Travel Advisory Australia Setiap entitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur

hubungannya dengan dunia internasional., baik berupa negara maupun komunitas intenasional lainnya. kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya. indonesia sebagai sebuah negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri yang senantiasa berkembang disesuaikan dengan kebutuhan. dalam negeri dan perubahan situasi internasional. Politik Luar Negeri Indonesia telah memasuki masa enam dekade sejalan dengan usia negara Republik Indonesia. selama enam puluh tahun itu pula perjalanan bangsa dan negara indonesia mengalami dinamika dalam menjalankan politik domestik demi kesejahteraan rakyat, sekaligus mengukuhkan eksistensinya di dunia internasional. pergantian kepemimpinan mulai dari presiden soekarno hingga presiden susilo bambang yudhoyono menandakan telah berlangsungnya proses demokrasi di Indonesia. Dalam setiap periode pemerintahan juga terjadi pemaknaan yang bervariasi terhadap prinsip-prinsip yang menjadi landasan dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri indonesia. perbedaan interpretasi tersebut diantaranya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. sementara itu, terdapat prinsip atau landasan yang tetap dipertahankan, namun mengalami persoalan dalam relevansi dan dilema karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan perubahan situasi yang demikian cepat.

Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri indonesia adalah undang-undang dasar (UUD) 1945. Hal ini berarti, pasal-pasal uud 1945 yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara memberikan garis-garis besar dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia. dengan demikan, semakin jelas bahwa politik luar negeri Indonesia merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia, yang termuat dalam UUD 1945. Sementara itu, pancasila sebagai dasar negara republik indonesia diposisikan sebagai landasan idiil dalam politik luar negeri indonesia. Mohammad Hatta menyebutnya sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri indonesia. Kelima sila yang termuat dalam pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut mengatakan, bahwa pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas politik liar negeri indonesia. hal ini karena pancasila sebagai filsafah negara mengikat seluruh bangsa indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa di indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari pancasila. Kemudian agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri indonesia, maka setiap periode pemerintahan menetapkan landasan operasional politik luar negeri indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional. Efektifitas kebijakan indonesia berdampak baik dengan adanya peningkatan kerjasama diantara kedua negara yang dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak. Keseriusan upaya Ruud membina hubungan di tingkat tinggi antara kedua

negara ditandai, antara lain, dengan tujuh kali pertemuannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2007, disusul enam kali pertemuan antara Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan rekannya, Menlu Stephen Smith. Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan rekannya, Simon Crean, bahkan sudah 12 kali bertemu dalam 13 bulan terakhir. Kedua pemerintah telah membentuk mekanisme dialog dan konsultasi guna membicarakan baik hal-hal yang jadi perhatian bersama maupun yang tidak disepakati. keefektifitasan kebijakan ini ditandai dengan adanya perhatian bersama kedua negara dalam berbagai bidang, antara lain terkait persoalan lintas batas, khususnya pendatang gelap, melakukan pertukaran dan pengembangan profesi bagi pejabat pemerintah, tenaga ahli, akademisi, cendekiawan, auditor pendidikan, staf pengajar dan administrasi, serta pelajar sebagai bagian dari upaya memperkuat kerja sama pendidikan kedua negara. Membanjirnya pendatang gelap di kawasan ini, termasuk kasus 391 manusia perahu dari Rohingya, Myanmar, yang terdampar di pesisir Aceh akan menjadi pembahasan serius dalam pertemuan Proses Bali, April. Proses Bali, merupakan prakarsa Australia dan Indonesia tahun 2002, adalah badan di Asia-Pasifik untuk melawan penyelundupan dan perdagangan orang. Kedua Menlu mengatakan, sejauh ini mekanisme Proses Bali cukup efektif menyelesaikan persoalan itu. Pertanda baik sudah terlihat untuk hal-hal yang tidak disepakati. Perbedaan pandangan tentang kasus 43 warga Papua yang mencari suaka ke Australia tahun 2006 tidak mengganggu penyelesaian Perjanjian Lombok, yang kemudian empat di antaranya memutuskan kembali, kedua pemerintah bekerja sama memfasilitasi repatriasi itu.

Selain soal pendidikan, ekonomi, dan lingkungan, kedua negara juga bekerja sama di bidang lain, termasuk pembentukan Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR), Dialog Antar-Iman Regional, upaya melawan terorisme, partisipasi Indonesia dalam International Commission on Nuclear and Disarmament, pembentukan pusat-pusat kajian perdamaian, dan upaya

membangun tata pemerintahan yang baik di kawasan sebagai dukungan pada Forum Demokrasi Bali.

BAB V PENUTUP

Kebijakan travel advisory Australia ke Indonesia merupakan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Federal Australia sejak tahun 2001 dengan tujuan untuk melindungi warga negaranya dari berbagai ancaman terutama serangan tetoris. Travel advisory ini juga tidak dapat dilepaskan dari pandangan Pemerintah Australia yang menganggap Indonesia sebagai salah satu sarang teroris di Asia Tenggara karena sebagian besar rakyat Indonesia muslim serta sering terjadinya rangkaian ledakan bom di Indonesia. Dalam peringatan kepada warganya, Australia menyatakan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori resiko sangat tinggi akan serangan teroris. Dalam perkembangan politik, proses dan demonstrasi merupakan hal yang sering terjadi di Indonesia. Putusan pengadilan yang tidak memuaskan, seperti adanya perbedaan antara keputusan dengan pelaksanaannya terutama mengenai kasus korupsi dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ataupun pemilihan umum (pemilu) dapat menjadi pemicu dan pendorong terjadinya aksi demonstrasi bahkan anarki. Selain itu, situasi keamanan di berbagai daerah dalam faktor kemiskinan yang sangat tinggi memicu adanya kejahatan dan masih banyaknya terjadi kekerasan di beberapa daerah dengan tingkat kriminalitas sehingga tingginya angka terorisme, kriminalitas dan rendahnya keamanan sipil dan politik, kesehatan, transportasi maupun keadaan alam semakin memperkuat sikap Pemerintah Australia untuk memberlakukan travel advisory terhadap Indonesia.

Pada masa Pemerintahan Kevin Rudd hubungan antara Indonesia dan Australia semakin meningkat ditandai dengan meningkatnya komunikasi kedua negara yang tertuang ke dalam berbagai forum baik forum antar-pemerintah ataupun forum swasta seperti para pengusaha, akademisi, dan masyarakat awam. Lombok Treaty sebagai payung bagi berbagai kerjasama Indonesia-Australia sangat penting untuk terus dilaksanakan. Upaya kedua negara untuk

menyukseskan perjanjian ini tertuang dalam bentuk plans of action yang dirancang oleh kedua negara. Namun, kerjasama kedua negara dalam konteks Lombok Treaty dalam tingkat hubungan masyarakat terganggu disebabkan adanya kebijakan travel advisory dari Australia. Mahalnya biaya asuransi yang menyebabkan mahalnya biaya kunjungan ke Indonesia telah membuat beberapa program kedua negara tingkat masyarakat tidak berjalan dengan baik. Sebagai contoh program pertukaran mahasiswa antar-kedua negara mengalami kendala tersebut. Banyaknya para akademisi dan masyarakat Australia yang ingin mempelajari Bahasa Indonesia dan juga kehidupan masyarakat Indonesia menjadi korban kebijakan ini. Dan secara tidak langsung upaya kedua negara untuk meningkatkan hubungan dan kesepahaman tingkat masyarakat (people-to-people) menjadi tidak efektif. Pada analisis negara (pembuat keputusan), upaya Pemerintah Indonesia dalam meminta Pemerintah Australia mencabut kebijakan travel advisory melibatkan seluruh aspek diplomasi Indonesia atau yang lebih dikenal dengan total diplomacy. Pemerintah Indonesia memanfaatkan seluruh hubungan dan kerjasama yang ada untuk membujuk pemerintah Australia.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga meningkatkan intensitas kerjasama dan hubungan dengan Australia dalam upaya menunjukkan keseriusan Indonesia terhadap komitmennya dalam Lombok Treaty. Jadi berdasarkan analisis peneliti, Pemerintah Indonesia menggunakan strategi berupa meningkatkan kepercayaan Australia terhadap Indonesia selain juga terus melaksanakan kampanye bahwa Indonesia negara yang aman untuk dikunjungi.

DAFTAR PUSTAKA Buku Heryaman, Oman. 2008. Panduan Penyusunan Skripsi. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNPAS : Bandung. Mas`oed, Mochtar. 1994. Ilmu hubungan Internasional Disiplin dan Metode. LP3ES : Jakarta. Lentner, H. H. 1974. Foreign Policy Analysis: A comparative and conceptual approach. Colombus-Ohio: Bell and Howell Company. Winarto, Budi. 2002. Teori Dan Poses Kebijakan Publik. Mediapresindo : Yogyakarta. Goldstein, Joshua, S. 1952. International Relation. Longman : Newyork. Yusuf, Sufri. 1989. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri Sebuah analisis teoritis dan uraian tentang pelaksanaannya. Pusaka Sinar Harapan : Jakarta. Satow, Ernest. 1976. Guide to Diplomatic Practice, dalam Palmer & Perkins, International Relation. Scientific Book Agency : Calcuta. White, Brian. 1989. Analyzing Foreign Policy: Problem and Approaches, dalam Understanding Foreign policy: The Foreign Policy System Approach. Edward Elgar Published Limited : London.

Internet Kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia dari

http://hadiclipping.blogspot.com/2006/06/indonesia diakses pada 26 Juli 2009

-australia-baasyir.htm

Hubungan

Indonesia-Australia

dalam

pemerintahan

Kevin

Rudd

dari

http://nasional.vivanews.com/news/read/31917australia_politik_ri_berjalan_dinamis diakses pada 26 Juli 2009 Dasar hukum rencana strategik politik Luar Negeri Republik Indonesia tahun 2004-2009 dari http://www.deplu.go.id/?category_id=638&main_id=1,

diakses 6 September 2009 Tiga program utama nasional kebijakan luar negeri dari

http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=675&main_id=1, diakses 6 September 2009 Misi tujuan Politik Luar Negeri RI dari

http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=672&main_id=1, diakses pada 6 September 2009 Sasaran Strategik Politik Luar Negeri RI

http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=672&main_id=1, diakses pada 6 September 2009 Kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan Departemen Luar Negeri dari http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=934&main_id=1, diakses 6 September 2009 Progran-program operasional Departemen Luar Negeri dari

http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=500&main_=1, diakses 6 September 2009 Sasaran utama dari Politik Luar Negeri Australia dari

http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.html, diakses 24 September 2009

Penandatanganan

Protokol

Kyoto

tahun

2007

oleah

Australia pada

dari 25

http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.htm, September 2009

diakses

Anda mungkin juga menyukai