Anda di halaman 1dari 2

Gunggung Senoaji

Kehutanan Manajemen Hutan IPB University – Angkatan 27


Pengawal Hutan dari Banten Hingga Bengkulu

Sekitar 700 tahun lalu, seorang filsuf muslim kelahiran Granada, Ibnu Thufail,
menulis sebuah novel filosofis yang kemudian dikenal sebagai Risalah Hayy ibn
Yaqzan. Nyatanya, kisah Hayy ibn Yaqzan yang hidup di hutan, belajar dari alam dan
menemukan hakikat penciptaan Tuhan jauh lebih dahsyat dari sekadar dongeng Tarzan.

Demikian juga kiprah Gunggung Senoaji yang tak pernah lelah mengembalikan fungsi
hutan sebagai pengendali ekosistem bumi. Perjalanan Gunggung tak ubahnya
petualangan di dunia nyata yang mengingatkan kita pada para pejuang hutan: berani
dan konsisten.

Aksi putra kelahiran Bayah, Lebak, Banten, 12 November 1971 dalam mengawal
kelestarian hutan dilakukannya penuh loyalitas dan totalitas. Lulusan Kehutanan
Manajemen Hutan IPB ini berkali-kali datang dan menimba ilmu ke kawasan hutan suku
Baduy, Banten untuk melakukan penelitian pada 2003 dan 2009. Gunggung harus
menempuh perjalanan ke Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten. Untuk mencapai ke lokasi pemukiman, ia harus berjalan kaki
berkilometer melalui jalan setapak tanpa pengerasan di balik Gunung Kendeng.

Tujuannya untuk mengetahui kondisi masyarakat Baduy dan lingkungan serta bagaimana
mereka memanfaatkannya dengan arif dan bijaksana. “Dalam pengelolaan lingkungannya,
masyarakat Baduy berpegang pada aturan adat yang intinya adalah pengaturan tata
ruang yang tegas untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya,” jelas Gunggung.

Gunggung melihat warga Baduy melarang melakukan penebangan pohon maupun perusakan
hutan. “Kalau hutan itu rusak tentu akan menimbulkan malapetaka bagi manusia dan
ekosistem lainnya,” tegas Gunggung yang dalam desertasinya memperoleh predikat
cumlaude dari UGM tahun 2011.

Tak hanya itu, pembalakan liar yang terjadi di kawasan Hutan Produksi Air Rami di
wilayah Kabupaten Mukomuko juga menjadi perhatian khusus Gunggung Senoaji. Walau ia
tahu, kasus ini penuh tantangan.

Sebagian kawasan HP Air Rami dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) milik PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) dan berdampingan dengan area
perkebunan sawit milik PT Alno Agro Utama dan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang
merupakan habitat kunci gajah Sumatera di wilayah Bengkulu.

Mirisnya, gajah Sumatera lanskap Seblat Provinsi Bengkulu di kawasan bentang Seblat
ini hanya tersisa 50 ekor. Gunggung pun lantang bersuara. Ia mengatakan penetapan
bentang Seblat sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) merupakan harapan terakhir
dalam upaya pelestarian gajah Sumatera di tengah terus menyempitnya habitat gajah.
“Pembentukan KEE ini ditargetkan menjadi solusi pengelolaan ruang bagi manusia dan
gajah secara harmonis sehingga gajah selamat, manusia juga selamat,” kata tenaga
ahli kehutanan pada proyek Implementasi Rencana Tindak Mendesak Gajah Sumatera di
Bentang Alam Seblat Provinsi Bengkulu, Tropical Forest Conservation Action for
Sumatera (TFCA Sumatera) 2021-2024 ini.

Dunia hutan dan lingkungan memang dunia yang konsisten digelutinya. Setelah lulus
dari SMA Negeri 1 Rangkasbiung, suami dari Elvi Susanti dan ayah dari Gredia Sekar
Saraswati dan Yudistira Ramadhan Senoaji ini melanjutkan pendidikannya di IPB pada
tahun 1990. Lalu meneruskan pendidikan S2 dan S3 di Kehutanan Universitas Gadjah
Mada.

Ia pernah bekerja sebagai Tenaga Ahli Kehutanan di HPH PT. Prasarana Marga di
Timika, Irian Jaya (1994-1996); Staf Ahli Divisi Kehutanan di PT. Ekokon
Nusantara, Jakarta (1996-1997); lalu sejak 1997 menjadi staf pengajar di Jurusan
Kehutanan Universitas Bengkulu hingga sekarang.

Gunggung pun dipercaya sebagai tim pelaksana pelatihan pembangunan hutan


kemasyarakatan Provinsi Bengkulu (1999-2000); Ketua Tim Penilaian Bibit Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi Bengkulu (2004); Ketua Tim Kajian
Ekosistem Hutan Pulau Enggano, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Bengkulu
(2005) dan menjadi Tim Ahli Penyusunan Naskah Akademik Perlindungan Kerusakan
Lingkungan Hidup di Provinsi Bengkulu (2012) di Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Bengkulu.

Hingga sekarang, ia dipercaya sebagai Tim Penilai Adipura Provinsi Bengkulu sejak
2006 dan Tim Penilai Lisensi AMDAL Provinsi Bengkulu (2013); ia juga merupakan
Ketua Tim Percepatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Bengkulu (2014).

Upaya rehabilitasi produksi hutan juga tak ketinggalan menjadi perhatian Gunggung.
Bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bekerjasama dengan
organisasi internasional The International Tropical Timber Organization (ITTO),
Gunggung turut mengembangkan durian unggul Bentara dalam program rehabilitasi hutan
di wilayah Kabupaten Seluma, Bengkulu.

Gunggung menambahkan, Durian Bentara merupakan singkatan Durian Bengkulu Utara dan
merupakan durian lokal yang sudah dirilis sebagai varietas unggul oleh pemerintah
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 493 tahun 2005. "Ini merupakan
program rehabilitasi kawasan hutan tropis sekaligus meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar hutan," kata Gunggung.(*)

• Gunggung Senoaji peneliti kawasan hutan Suku Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
• Tenaga ahli kehutanan proyek Implementasi Rencana Tindak Mendesak Gajah
Sumatera di Bentang Alam Seblat Provinsi Bengkulu, Tropical Forest Conservation
Action for Sumatera (TFCA Sumatera), 2021-2024.
• Tim Teknis Pengembengan Durian Bentara, durian lokal varietas unggul bersama
The International Tropical Timber Organization (ITTO).
• Dosen Program Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam Universitas Bengkulu.
• Ketua UPT Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklat dan Laboratorium
Universitas Bengkulu tahun 2019 hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai