Anda di halaman 1dari 4

Upaya pelestarian dan pemgendalian pencemaran rawa dan

gambut

Selama dekade terakhir ini banyak areal lahan gambut yang telah dibuka untuk

berbagai keperluan, seperti pertanian dan perkebunan. Dalam skala yang lebih

kecil, kegiatan pertanian dilaksanakan melalui program transmigrasi. Sementara

dalam skala yang lebih besar, pembukaan lahan gambut ditujukan untuk mengambil

tegakan kayu di atasnya serta untuk pengembangan perkebunan terutama kelapa

sawit. Tidak sedikit kegiatan pembukaan lahan gambut tersebut dilatar belakangi

oleh kepentingan ekonomi jangka pendek dengan mengalahkan kepentingan

lingkungan jangka panjang (Noor dan Heyde, 2007). Dengan kondisi hutan rawa

gambut, karakteristik ekologis hutan rawa gambut di Provinsi Sumatera Selatan,

maka diperlukan kebijakan strategis pengelolaan hutan rawa gambut dengan:

1. Membertahankan formasi hutan rawa gambut yang masih ada melalui restorasi

ekosistem hutan rawa gambut dengan sistem silvikultur hutan alam, kemudian

melakukan upaya permudaan dan pohon inti, tanaman pengayaan dan rehabilitasi,

serta pengamanan dari kerusakan lebih lanjut (illegal logging dan kebakaran).

Kebijakan ini diterapkan di kawasan hutan produksi yang secara ekologis masih

dapat dipertahankan sebagai hutan alam, seperti di Kawasan Hutan Produksi Sungai

Lalan, kelompok hutan Sungai Merang dan Sungai Kepahiyang dengan

pertimbangan (Zulfikar, 2006):

a. Secara ekologis kondisi hutan rawa gambut masih dapat dipulihkan melalui

suksesi alam. b. Restorasi ekosistem dengan penerapan sistem silvikultur hutan


alam untuk mampu mempertahankan struktur lahan gambut, keanekaragaman

hayati dan menurunkan risiko kebakaran hutan.

c. Mempertahankan enklave perwakilan formasi hutan alam dalam penataan hutan

ke dalam zona konservasi untuk kepentingan sumber daya genetik. d.

Menyelamatkan peran gambut yang sangat besar sebagai penyimpan karbon di

dalam tanah. e. Mengembangkan kawasan hutan Sungai Merang, Sungai

Kepahiyang sebagai zona cadangan sumber daya hutan alam rawa gambut dan

ekosistemnya untuk kepentingan jangka panjang.

2. Merehabilitasi hutan rawa gambut dengan sistem silvikultur hutan tanaman,

dengan percepatan suksesi hutan melalui investasi pembangunan HTI skala besar.

Kebijakan ini diterapkan di kawasan hutan produksi yang telah berubah menjadi

semak belukar rawa gambut, seperti di Kawasan Hutan Produksi Simpang Heran

Beyuku dan Mesuji di Kabupaten Ogan Komering Ilir, dengan pertimbangan

(Zulfikar, 2006):

a. Kondisi ekologis lahan hutan gambut yang masih ada hanya akan dapat

dipulihkan segera dengan penanaman jenis pionir, daya tumbuh yang cepat,

memiliki nilai ekonomis dan tidak mungkin lagi struktur vegetasi hutan

dikembalikan melalui suksesi alami.

b. Pembangunan hutan tanaman akan mampu meningkatkan kelembaban iklim

mikro, yang secara bertahap akan merangsang tumbuhnya berbagai spesies toleran

setempat sehingga akan meningkatkan keanekaragaman hayati dan menurunkan

risiko kebakaran hutan.


c. Mempertahankan enklave-enklave formasi hutan alami yang ada, kedalam zona

konservasi untuk kepentingan sumber daya genetik.

d. Menyelamatkan peran gambut sebagai penyimpan karbon di dalam tanah.

e. Meningkatkan aksesibilitas dan intensitas pengelolaan, pengendalian dan

pengawasan dengan pembuatan kanal terbatas untuk pengelolaan tata air yang baik.

f. Memberikan hak pengelolaan hutan untuk mendapatkan kepastian tanggung

jawab perlindungan hutan dalam mengatasi masalah tidak tersedianya dana

pemerintah/masyarakat untuk rehabilitasi hutan, serta memberikan manfaat

ekonomis, sosial dan ekologis, meskipun juga ada risiko bertambahnya emisi gas

CO2 .

g. Mengembangkan wilayah pantai timur sebagai zona lumbung kayu dan kawasan

industri pulp/kertas.

3. Mempertahankan lahan rawa gambut dan rawa lebak dengan melakukan upaya

pengamanan dari perusakan struktur kubah gambut, perusakan sistem hidrologi

lahan basah, perambahan kawasan hutan dan kebakaran. Kebijakan ini diterapkan

terhadap kawasan yang secara ekologis masih dapat dipertahankan sebagai

ekosistem hutan rawa gambut dan rawa lebak, dengan pertimbangan:

a. Lahan gambut dalam dan rawa lebak merupakan bagian dari sistem hidrologi

alami yang mempunyai fungsi dalam pengaturan pola aliran sungai dan hidrologi

lahan basah dan berfungsi sebagai retensi pengendali banjir kawasan pertanian dan

di wilayah hilirnya.
b. Lahan gambut dan rawa lebak mempunyai peran yang sangat besar sebagai

penyimpan karbon di dalam tanah.

c. Mempertahankan enklave-enklave ekosistem lahan gambut dan lebak sebagai

zona konservasi untuk kepentingan sumber daya genetik.

Literatur:

Noor Y.R., dan Jill Heyde. 2007. Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Masyarakat

di Indonesia. Proyek Climate Change, Forest and Peatland in Indonesia.

Wetland International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat

Canada. Bogor.

Noor Y.R., dan Jill Heyde. 2007. Pengelolaan Lahan Gambut Berbasis Masyarakat

di Indonesia. Proyek Climate Change, Forest and Peatland in Indonesia.

Wetland International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat

Canada. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai