Anda di halaman 1dari 232

PROTECTING BIODIVERSITY FOR ENERGY SUSTAINABILITY

Protecting Biodiversity for Energy Sustainability


P R O T E C T I N G

BIODIVERSITY
FO R E N E R G Y S U STA I N A B I L I TY

Haegel Alif
Iqbal Nizar Arafat
Kania Gita Lestari
Richsy Muhammad Fauzi
Zahra Firdausi

Penerbit IPB Press


Jalan Taman Kencana No. 3,
Kota Bogor - Indonesia

C.01/10.2022
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Judul Buku:
PROTECTING BIODIVERSITY FOR ENERGY SUSTAINABILITY
Penulis:
Haegel Alif
Iqbal Nizar Arafat
Kania Gita Lestari
Richsy Muhammad Fauzi
Zahra Firdausi
Editor:
Brigita Laura Fatria
Fotografer:
Bayu Catur Pamungkas
Haegel Alif
Iqbal Nizar Arafat
Richsy Muhammad Fauzi
Zahra Firdausi
Desain Sampul & Penata Isi:
Budi Putra Kharisma
Jumlah Halaman:
219 + 9 hal romawi
Edisi/Cetakan:
Cetakan 1, Oktober 2022

PT Penerbit IPB Press


Anggota IKAPI
Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128
Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: ipbpress@apps.ipb.ac.id
www.ipbpress.com

ISBN: 978-623-467-345-6

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - Indonesia


Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2022, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
tanpa izin tertulis dari penerbit

Tahun Terbit Elektronik: 2022

eISBN: 978-623-467-344-9

iv
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

v
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Kata Pengantar

P
uji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Teluk Jakarta yang sangat penting bagi ketahanan daratan, dinamika
atas segala karunia-Nya sehingga buku Protecting pesisir dan mitigasi bencana. Desa Cibunian merupakan wilayah yang
Biodiversity For Energy Sustainability berhasil berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Halimun
diselesaikan. Buku ini selain mengenalkan berbagai Salak; area ini memegang peranan strategis dalam mendukung
keanekaragaman hayati di Area Perlindungan Privat keberlangsungan kawasan konservasi penting di Jawa Barat yaitu
PT PJB UP Muara Karang juga mencoba menjelaskan TNGHS, sekaligus sebagai kawasan rawan bencana gempa, longsor
beberapa konsep ekologi penting dan kaitannya dengan dinamika dan banjir. Selanjutnya Hutan Organik Megamendung yang berada
yang terjadi khususnya di Area Perlindungan Privat PT PJB UP Muara di kawasan Puncak – Bogor, merupakan bagian penting dari hulu
Karang dan Pulau Jawa sebagai suatu unit lanskap secara umum. DAS Ciliwung yang aliran sungainya banyak sekali mempengaruhi
Penulis berpandangan bahwa pembahasan dengan tema ekologi siklus hidrologi di daerah hilir termasuk wilayah Jakarta. Di keempat
tidak elok bila hanya dibatasi oleh batasan wilayah kecil saja. Dengan lokasi area perlindungan privat tersebut PT PJB UP Muara Karang
kata lain ketika membahas suatu wilayah yang spesifik, maka telah melakukan berbagai upaya perlindungan ekosistem dan
dalam konteks ekologi maka wilayah tersebut akan dipengaruhi konservasi dengan menanam berbagai jenis vegetasi penting
oleh wilayah sekitarnya atau sebaliknya, terdapat hubungan saling sesuai karakteristik wilayah masing-masing, melakukan monitoring
mempengaruhi antar wilayah. Berfikir secara ekologis berarti keanekaragaman hayati secara berkala sebagai dasar pertimbangan
berfikir secara sistemik. perencanaan dan pengelolaan ekosistem kedepannya.
PT PJB UP Muara Karang memiliki setidaknya 4 lokasi area Isu-isu ekologi seperti pertumbuhan penduduk, daya dukung
perlindungan privat yaitu Kawasan Unit Pembangkit Muara Karang, lahan, ketersediaan pangan dan air, pengendalian penggunaan
Kawasan Mangrove Kali Adem, Kawasan Desa Cibunian (TNGHS, bahan-bahan kimia berbahaya, pengembangan industri pariwisata
Bogor), dan Kawasan Hutan Organik Megamendung, Bogor. berkelanjutan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan upaya untuk
Keempat lokasi area perlindungan privat tersebut merupakan lokasi mengatasi ketidakpedulian terhadap ekologi dibahas secara singkat
yang sangat strategis dan vital secara ekologi. Area unit pembangkit dalam buku ini, guna melengkapi gambaran kondisi ekologi saat ini
Muara Karang sebagai objek vital negara (OVN) terletak di kawasan dan tantangan di masa depan. Penulis mengharapkan agar buku
perkotaan pesisir yang rawan akan bencana ekologis dari darat ini tidak sekedar menjadi bahan bacaan tetapi juga mendorong kita
maupun laut. Kawasan Mangrove Kali Adem merupakan bagian untuk melaksanakan apa yang diperlukan dalam upaya konservasi
dari ekosistem mangrove terakhir di pantai utara Jawa, khususnya di alam.

Jakarta, September 2022

Penulis

vi
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

SEKAPUR
SIRIH

2
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Sekapur Sirih

E
nergi dan lingkungan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Setiap
makhluk hidup membutuhkan energi untuk menjaga keberlangsungan
hidupnya. Kegiatan penyediaan energi sangat bergantung pada alam
yang memberikan semua sumber daya yang dibutuhkan. Di dalam
perkembangannya, terjadi banyak perubahan yang diakibatkan aktivitas
manusia. Untuk memastikan bahwa lingkungan hidup tetap bisa mendukung
kepentingan manusia, maka diperlukan pembangunan yang berwawasan
lingkungan. Hal ini tidaklah mudah. Semua orang harus ikut terlibat dan memahami
kendala yang dihadapi maupun turut bekerjasama dalam menerapkan budaya
hidup yang mementingkan keberlangsungan lingkungan.
Atas dasar inilah, kami menyadari bahwa penyelamatan ekosistem dan
keanekaragaman hayati harus segera dilakukan. Penyelamatan lahan kritis kawasan
bogor yang merupakan hulu Jakarta sampai rehabilitasi ekosistem mangrove di
kawasan Kali Adem yang merupakan hilir Jakarta secara bertahap dilakukan. Melalui
buku ini, kami ingin menunjukkan salah satu bentuk nyata dari implementasi dan
komitmen praktik pengelolaan keanekaragaman hayati dalam proses bisnis dan tata
kelola lingkungan PT Pembangkitan Jawa Bali UP Muara Karang di area konservasi
privat.
Buku ini menampilkan kegiatan penyelamatan keaneakaragaman hayati yang
ada di area konservasi privat PT PJB UP Muara Karang dan mengenal berbagai flora
dan fauna yang ada di dalamnya. Mulai dari upaya peningkatan ruang terbuka hijau
di area pembangkit guna mendukung nilai ekologis perkotaan dan meningkatkan
daya dukung habitat bagi keanekaragaman mamalia, burung, herpetofauna, dan
serangga. Transformasi tumpukan sampah pada Kawasan Mangrove Kali Adem
menjadi sebuah ekosistem mangrove yang asri dengan luas 1,93 ha sebagai bentuk
upaya meningkatkan ketahanan banjir di area hilir. Penanaman lahan kritis di
Desa Cibunian dan Hutan Organik Megamendung Bogor sebagai bentuk upaya
pelestarian hutan alam.
Selamat membaca buku ini. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi pembaca.

Jakarta, 20 September 2022


General Manager PT PJB UP Muara Karang

Maryono

3
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Daftar Isi
06 A. Prinsip dan Permasalahan Lingkungan 40 BAB 3. Flora dan Vegetasi
08 BAB 1. Berbagai Isu Ekologi 40 3.1 Jenis Flora Asli (terdahulu)
10 1.1 Ketidakpedulian Terhadap Ekologi dan Jenis-Jenis Asli yang Ada
Sekarang
16 1.2 Pertumbuhan dan Tekanan
Penduduk 42 3.2 Flora Area Perlindungan Privat
PT PJB UP Muara Karang
18 1.3 Kuantitas dan Kualitas Air
20 1.4 Hilangnya Keanekaragaman
Hayati
24 1.5 Implikasi Perubahan Iklim di Masa
Depan
28 1.6 Pembangunan Berkelanjutan

30 B. Komponen Ekologis
30 BAB 2. Kondisi Fisik
30 2.1 Wilayah Fisiografis
38 2.2 Kerentanan Terhadap
Bencana

4
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

76 BAB 4. Fauna
76 4.1 Jenis Fauna Asli (terdahulu) dan Jenis-Jenis Asli yang Ada Sekarang
78 4.2 Fauna Area Perlindungan Privat PT PJB UP Muara Karang

204 C. Konservasi
204 BAB 5. Sikap Manusia dan Konservasi
208 BAB 6. Biogeografi dan Kepunahan
214 BAB 7. Berbagai Tantangan di Masa
Depan
220 Daftar Pustaka

5
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

A. Prinsip dan Permasalahan


Lingkungan

B
erbagai bentuk pembangunan ekonomi yang telah meningkatkan
kesejahteraan umat manusia sudah banyak diketahui dan didiskusikan.
Meskipun demikian, banyak dampak lingkungan, sosial dan fisik
yang merupakan akibat pembangunan ekonomi di masa lalu dan
yang masih berlangsung sampai sekarang menimbulkan berbagai
keprihatinan, bahkan menimbulkan pertanyaan apakah sumber daya
alam yang tersedia sekarang mampu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di
masa mendatang. Dalam konteks Pulau Jawa, hingga saat ini Pulau Jawa mampu
mengimpor barang-barang dari sumber daya alam dasar, energi, dan bahan-bahan
lainnya (dengan dampak yang tidak dapat dihindarkan di tempat asalnya), tetapi
penurunan kualitas lingkungan yang terus menerus terjadi di Pulau Jawa tetap
akan menjadi persoalan lingkungan yang serius dan persoalan pembangunan
yang berkelanjutan sehingga perlu diatasi secara sungguh-sungguh.

6
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Pembangunan berkelanjutan memerlukan pedoman yang berwawasan lingkungan, tetapi


pembangunan semacam ini mengharuskan seluruh lapisan masyarakat untuk memahami kendala-
kendala yang dimiliki oleh berbagai sistem lingkungan tempat hidupnya dan menerapkannya.
Meskipun masalah ekologi dan lingkungan sekarang sudah banyak dibicarakan di Indonesia,
sedikit sekali yang sudah dilakukan karena para ekonom masih cenderung untuk mengabaikan
lingkungan, atau hanya terkadang saja memasukannya sebagai subjek pilihan. Jika terus melakukan
hal yang sama, pembangunan ekonomi bangsa pasti akan menderita guncangan serius, karena
kesinambungan pembangunan akan terancam oleh kemerosotan lingkungan dan penipisan
sumber daya alam, serta tekanan dan boikot dari kalangan internasional (Soemarwoto 1991b, 1992).
Pembangunan ekonomi konvensional masih belum mampu untuk mengukur konsekuensi
ekologis dari berbagai kegiatan pembangunan, dan hampir semua ekonom bekerja tanpa teori
khusus tentang nilai lingkungan, sehingga dampak lingkungan sering dimasukan dalam kategori
eksternalitas. Akibatnya, pengurasan sumber daya tidak terbarukan, kerusakan sumber daya
terbarukan yang tidak terpulihkan, pencemaran, dan kemerosotan lingkungan secara umum, yang
semuanya merupakan permasalahan lingkungan, hanya dievaluasi dari sudut pandang ekonomi
sehingga tindakan yang cukup untuk mencegah atau mengendalikan kerusakan lingkungan lebih
lanjut tidak diperhitungkan. Banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan
ini, tetapi masalah utama yang dihadapi adalah kesulitan memperoleh informasi ekologis untuk
mendukung berbagai kegiatan ini.

7
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Bab 1. Berbagai Isu Ekologi

E
kologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang sangat
luas sehingga tidak ada definisi yang diterima secara luas.
Beberapa definisi ekologi antara lain adalah “ilmu tentang
sistem-sistem pendukung bumi” (Odum 1989), “ilmu
yang mempelajari berbagai interaksi yang menentukan
distribusi dan kelimpahan organisme” (Krebs 1985), “ilmu
yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya” (Lincoln dkk. 1982). Secara umum disetujui bahwa
ekologi mencakup individu, populasi, dan komunitas (Begon dkk. 1990).
Beberapa sosiologiwan menggunakan istilah ekologi untuk menjelaskan
cara-cara kehidupan masyarakat (misalnya, Suzuki dan Ohtsuka 1987),
tetapi mereka tidak selalu menggunakan istilah ekologi dalam karya
tulisnya ketika membahas jenis kehidupan yang tingkat penyesuaian
dirinya terhadap hukum dan peraturan-peraturan pemerintah sangat
tinggi, mampu berpikir rasional, dan mampu mengembangkan tata
cara berperilaku. Namun secara prinsip, yang dibahas dalam buku
ini merujuk kepada lingkungan alami atau semi-alami, dan terdapat
peranan manusia juga dampaknya terhadap ekologi atau lingkungan.

8
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

9
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.1 Ketidakpedulian Terhadap Ekologi

Inti yang tercakup dalam ekologi sebenarnya jelas bagi tentang ekologi sering memerlukan banyak waktu dan
setiap orang, dan hampir semua orang pernah memikirkan kesabaran untuk melakukan pengkajian, dan mungkin
atau sedikitnya mengamati alam. Namun demikian tidak terlalu membutuhkan peralatan berteknologi
kegagalan untuk memahami prinsip-prinsip ekologi dan tinggi. Oleh karena itu, ekologi sering dianggap sebagai
konsekuensinya merupakan faktor utama penyebab ilmu pengetahuan yang ringan dan tidak terlalu penting.
masalah-masalah lingkungan, atau bahkan penyebab Namun sekarang karena adanya berbagai persoalan
krisis lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kita. mengenai kelanjutan penggunaan sumber daya alam
Meskipun situasi ini sekarang sudah berubah, masih belum merupakan salah satu agenda terpenting di seluruh
ada waktu atau dana yang memadai untuk melakukan dunia, jelas bahwa kita harus lebih memahami interaksi
koleksi, identifikasi dan analisis serta interpretasi data antara organisme (termasuk manusia) dan lingkungan.
ekologi dari lapangan yang relevan, atau bahkan untuk Sesungguhnya memang sangat aneh kalau kita tahu lebih
melatih pekerja-pekerja yang terampil untuk menjawab banyak tentang planet-planet tetangga Bumi, lubang
berbagai pertanyaan yang muncul dari keputusan- hitam pada galaksi yang sangat jauh, dibandingkan
keputusan yang perlu diambil untuk melaksanakan dengan pengenalan tentang komunitas lingkungan yang
pembangunan. Pemahaman yang lebih mendalam ada di dalam planet kita sendiri (Lawton 1989).

10
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Salah satu contoh yang menarik adalah penanaman semai padi. Kubangan-kubangan
penggunaan traktor untuk menggantikan kerbau yang digunakan oleh kerbau juga bermanfaat
di beberapa daerah di Jawa bagian utara. Cara sebagai tempat pengungsian binatang air lainnya
ini masuk akal karena menghemat biaya untuk selama sawah dalam keadaan kering. Beberapa
tenaga manusia. Namun juga berarti bahwa dari binatang ini berperan sebagai predator
pupuk kandang dan urin gratis dari kerbau hama, dan semakin jauh jaraknya dari sawah,
menjadi tidak ada, dan perlu biaya tambahan semakin kecil kemungkinan binatang-binatang
untuk membeli pupuk buatan. Penggembalaan ini mengkoloni kembali sawah ketika menjadi
kerbau ketika sedang tidak bekerja di sawah berair lagi. Kubangan juga digunakan oleh ular
biasanya dikerjakan oleh anak-anak, sehingga tikus, linsang dan biawak. Ular tikus, seperti
mereka mendapatkan uang saku. Jadi kalau namanya, memangsa tikus, sementara biawak
kerbau tidak digunakan lagi, maka pendapatan dan linsang memakan ketam yang melemahkan
anak-anak ini juga hilang. Beberapa masalah lain, dan merusak pematang-pematang sawah.
misalnya, traktor mengganggu struktur tanah dan Contoh ini masih dapat disaksikan di area
pengaruhnya merugikan bagi kemampuan tanah perlindungan privat PT PJB UP Muara Karang;
untuk menyerap air dan meningkatkan hasil, Desa Cibunian, TNGHS - Bogor. Satu-satunya
sementara injakan kaki kerbau justru mematikan alat pembajak sawah yang digunakan di Desa
gulma, meningkatkan tingkat penyerapan air Cibunian sampai saat ini adalah kerbau. Maka
dan menghasilkan kondisi yang ideal untuk tidak aneh apabila di Desa Cibunian masih

banyak terdapat kandang-kandang kerbau dan kawanan


kerbau yang lalu lalang bahkan berlarian di sawah-sawah yang
belum ditanami padi. Dampaknya masyarakat Desa Cibunian,
memiliki penghargaan yang lebih terhadap ekosistem yang
beranekaragam, mereka sadar bahwa mereka butuh sayur,
padi, pohon buah, pohon kayu, bahkan rumput untuk pakan
kerbau dan ternak lainnya.

11
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.1.1 Ekosistem
Ekosistem mungkin merupakan konsep ekologi
yang terpenting (Cherrett 1989). Istilah ini mengandung
pemahaman tentang interaksi antara lingkungan fisik,
biologis, dan manusia, tetapi tidak memiliki ukuran yang
tepat dan pasti – sebuah kolam dan seluruh biosfer bumi
keduanya merupakan ekosistem – dan juga tidak ada
batas waktu, karena masalah ekologis terburuk adalah
masalah-masalah yang terjadi lebih dari satu generasi.
Semua ekosistem, baik alami maupun buatan memiliki
berbagai fungsi: transfer energi, memelihara daur
biokimia, perlindungan keragaman hayati, pemurnian,
pengaturan, dan informasi, tetapi di antara berbagai
ekosistem tersebut, skala dan kepentingan relatifnya
bervariasi.
Studi tentang ekosistem mencakup sirkulasi,
transformasi dan akumulasi energi dan materi melalui
suatu medium makhluk hidup dan aktivitasnya (Evans
1956). Ketiga aliran energi tersebut dapat diukur, karena itu
tidak hanya status lingkungan saja yang dapat dijelaskan,
tetapi tanggapan ekologisnya terhadap gangguan atau
perubahan juga dapat diperkirakan (Waring 1989), dan
inilah yang diupayakan oleh para pakar ekologi dalam
menilai dampak lingkungan. Namun karena pengetahuan
kita terbatas, pekerjaan ini sulit dan penuh ketidakpastian.
Perkembangan dan perubahan dalam suatu komunitas
tumbuhan setelah daerahnya mengalami gangguan
dikenal sebagai suksesi. Komposisi komunitas binatang
umumnya juga berubah dan perubahan ini sebagian
besar ditentukan oleh kondisi vegetasi. Kecepatan, arah,
dan komposisi suksesi ditentukan oleh jenis-jenis yang ada
atau yang terbawa segera setelah terjadinya gangguan,
peristiwa-peristiwa iklim, dan sebagainya. Tentu saja ada
beberapa jenis yang lebih dapat bertahan dan bersaing
dengan jenis-jenis lain dalam kondisi lingkungan tertentu,
sehingga suatu pola umum jenis dan struktur antara lokasi
yang berbeda dapat dikenali. Namun demikian komposisi
campuran jenis dan kelimpahan relatif suatu jenis yang
secara bertahap akan tumbuh dan menjadi mantap sulit
sekali diperkirakan dengan tepat.

12
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Strategi hidup setiap organisme sampai ekosistem menjadi mantap sehingga penggunaan waktu, ruang, lebih banyak digunakan untuk
dalam tahap-tahap suksesi sangat (Odum 1969). Misalnya, dalam suatu dan sumber daya terbagi-bagi untuk mempertahankan ekosistem daripada
berbeda. Suksesi tahap awal kurun waktu, danau akan berkembang mengurangi persaingan. Ekosistem untuk menghasilkan materi baru.
didominasi oleh jenis tumbuhan menjadi suatu rawa dan kemudian yang belum mantap cenderung Oleh karena itu, jelas bahwa dalam
dan binatang yang umur menjadi lahan kering, dan padang memiliki biomassa rendah tetapi pertanian dan hutan tanaman,
hidupnya pendek, pilihan habitat rumput berkembang menjadi hutan. produktivitasnya tinggi. Hubungan ekosistem yang kurang mantap
dan makanannya cukup luas dan Ekosistem yang mantap cenderung ini menjadi terbalik ketika ekosistem sengaja diciptakan dan dipertahankan
berpotensi tinggi untuk meningkatkan memiliki jenis tumbuhan yang lebih menjadi semakin mantap, dan untuk mengeksploitasi hasil bersih
populasi. Banyak jenis hama dan banyak daripada ekosistem yang dalam suatu hutan yang mantap yang tinggi dalam bentuk biomassa
gulma pertanian memiliki sifat-sifat belum mantap, dan relung atau produktivitasnya hampir sama atau panenan (Dover dan Talbot 1987).
ini. Suksesi ini akan terus berlangsung peranan setiap jenis lebih sempit dengan respirasi karena energi

13
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.1.2 Interaksi
Interaksi antar organisme secara umum sering
disebut jaring-jaring kehidupan (terdiri dari berbagai
rantai makanan). Jaring-jaring kehidupan memang
banyak berguna tetapi juga memiliki berbagai
keterbatasan. Pertama, jaring-jaring kehidupan hanya
mencerminkan hubungan antar trofik (apa memakan
apa) dan umumnya tidak mencakup bentuk interaksi
lainnya seperti kompetisi, perbedaan antar kelompok
dalam jenis yang sama, mutualisme, kelimpahan
relatif, intensitas, frekuensi, dan lain sebagainya
(Lawton 1989). Meskipun banyak kekurangannya,
seperti struktur organisasi dalam suatu departemen
pemerintah atau perusahaan, jaring-jaring kehidupan
dapat memperlihatkan bahwa kehilangan satu jenis
(atau kantor) memaksa terjadinya perubahan di
dalam jaring-jaring kehidupan secara keseluruhan.
Kehilangan ini dapat bersifat kritis, atau mungkin
dapat diabaikan. Saat ini lebih banyak perhatian dan
pemikiran diarahkan untuk mencari kemungkinan
pengaruh hilangnya satu kantor akibat pemotongan Lingkungan yang relatif tidak banyak
anggaran, daripada memperhatikan kehilangan jenis mengalami perubahan iklim, seperti
kehidupan. hutan dataran rendah yang tidak bersifat
Perlu diperhatikan bahwa secara konvensional musiman di sebagian besar Jawa Barat,
ekosistem yang rumit lebih stabil (MacArthur 1955; tampaknya menunjang ekosistem yang
Elton 1958) dalam menghadapi tantangan, meskipun rumit dengan tingkat resiliensi rendah,
hubungan antara kerumitan dan stabilitas ini tidak sementara lingkungan yang lebih
sederhana. Pertama, karena stabilitas paling sedikit bervariasi hanya memberikan kesempatan
mencakup tiga ciri ekologis yang berbeda. Stabilitas bertahan kepada ekosistem yang relatif
dilihat sebagai: memiliki resiliensi. Ekosistem yang
pertama lebih rentan terhadap gangguan
- ketahanan atau resiliensi, yaitu kemampuan dari luar, dan lebih membutuhkan
suatu ekosistem untuk pulih ke dalam kondisi perlindungan. Lingkungan yang belum
semula setelah terjadi gangguan (Dover dan banyak berubah akan cenderung memiliki
Talbot 1987); jenis-jenis dengan kemampuan bersaing
- persistensi yaitu kemampuan untuk menjaga dan ketahanan hidup yang tinggi,
kestabilan tanpa ada gangguan (Margalef 1969); kemampuan menghasilkan keturunan
dan yang rendah, berpopulasi agak stabil, dan
- resistensi yaitu kemampuan untuk bertahan beresiliensi rendah. Lingkungan yang
dari gangguan (Holling 1973). relatif lebih mudah berubah cenderung
memiliki jenis-jenis dengan stabilitas
rendah tetapi resiliensinya tinggi.

14
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.1.3 Lingkup dan Nilai Ekologi


Ekosistem alami dan ekosistem buatan sangat beragam dan kompleks, dan
ketika seseorang melakukan penyelidikan secara mendalam dan terinci, banyak
istilah dan konsep yang digunakan dalam penelitiannya, misalnya ‘ekosistem’, ‘jaring-
jaring kehidupan’, ‘komunitas’ dan ‘relung’ tampaknya tidak terlalu berarti dan sulit
diukur maknanya. Sayangnya, hanya sedikit prinsip-prinsip umum dan lebih sedikit
lagi teori-teori yang tidak terbantah. Meskipun demikian, ekologi memiliki nilai
yang penting karena dapat menerangkan dan bahkan memperkirakan, meskipun
tidak mencantumkan rumusan-rumusan dalam gagasannya (Clark dkk. 1979).
Membuat rumusan lebih cenderung sebagai tugas para politisi. Namun dengan
mengabaikan ekologi, suka atau tidak suka, akan menyebabkan tanggapan ekologis
yang juga akan berdampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi, baik yang bersifat
positif maupun negatif. Pengambilan keputusan yang berwawasan ekologis tidak
akan menghilangkan pengaruh-pengaruh yang tidak diharapkan, tetapi akan
mengurangi tingkat kemerosotan lingkungan.

15
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.2 Pertumbuhan dan


Tekanan Penduduk
Menurut data dari Woeld Meter, jumlah penduduk
dunia saat ini diperkirakan mencapai hampir 8 miliar
orang dengan pertumbuhan jumlah penduduk
rata-rata 1,05 persen per tahun, itu artinya ada
penambahan 81 juta per tahunnya. Interaksi antara
dinamika populasi manusia dan lingkungan seringkali
dipandang secara mekanistik. Hal ini berkaitan
antara berbagai dinamika populasi, misalnya ukuran
populasi, pertumbuhan, kepadatan, komposisi usia
dan jenis kelamin, migrasi, urbanisasi, tingkat vital
dan perubahan lingkungan. Hubungan antara faktor
demografi – ukuran populasi, distribusi, komposisi
– dan perubahan lingkungan. Faktor mediasi yang
mempengaruhi hubungan ini: kekuatan teknologi,
kelembagaan, kebijakan, dan budaya. Dua aspek
spesifik dari perubahan lingkungan yang dipengaruhi
oleh dinamika populasi adalah perubahan iklim dan
perubahan penggunaan lahan. Dinamika demografis
lainnya, termasuk perubahan arus dan kepadatan
penduduk, juga dapat menimbulkan masalah
lingkungan yang menantang. Fenomena yang
paling terlihat sebagai dampak pertumbuhan jumlah
penduduk yang pesat adalah urbanisasi. Urbanisasi
telah membawa perubahan-perubahan cepat dan
mengubah banyak aspek dalam proses-proses yang
terjadi di perkotaan di banyak negara berkembang,
termasuk dalam aspek spasial, khususnya dalam
pembentukan formasi perkotaan yang melebar
yang berkelanjutan di masa depan. tekanan terhadap sumber daya alam dan sosial juga
hingga ke kawasan-kawasan sekitarnya, baik
Jumlah penduduk Indonesia sekarang sudah bertambah. Beberapa akibat tekanan penduduk
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi
mencapai 275,77 juta jiwa, menempati peringkat terhadap sumber daya alam antara lain adalah:
dalam proses produksi maupun untuk kebutuhan-
ke empat dari negara-negara berpenduduk padat - Penurunan luas hutan dalam jangka panjang,
kebutuhan sosial dan konsumsi kotanya. Proses
seperti Cina, India dan Amerika Serikat. Semua terutama di daerah-daerah yang tinggi dan
urbanisasi juga merupakan kontributor utama yang
tingkat pemerintahan ataupun masyarakat setuju lebih kering (McTaggart 1983);
menentukan pola konsumsi dan pengalokasian
bahwa pencapaian jumlah penduduk yang stabil, - Kerusakan terumbu karang dan erosi daerah
sumber daya di suatu wilayah. Khusus untuk Indonesia,
atau bahkan penurunan jumlah penduduk yang pesisir sebagai akibat penambangan terumbu
pemahaman terhadap proses-proses ini juga akan
terdiri dari orang-orang bisa makan kenyang, sehat, karang;
sangat bermanfaat bagi perumusan strategi-strategi
dan memiliki pekerjaan merupakan prioritas utama. - Beban limbah rumah tangga yang melebihi
kolaborasi wilayah dalam pengembangan urbanisasi
Dengan pertambahan jumlah penduduk, kapasitas oksidasi sistem-sistem sungai di

16
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

daerah pedalaman, yang akan menyebabkan - Para petani pemilik lahan yang modern dan penduduk, dan selalu ada kelompok masyarakat
peningkatan penyakit kulit dan pencernaan; inovatif dengan aset yang memadai tetapi yang tersisih, tanpa lahan, tanpa pekerjaan, dengan
dan tidak terlalu peduli dengan tata cara kehidupan perumahan yang sangat buruk dan berada dalam
- Hilangnya jenis-jenis binatang bahkan jenis tradisional di desa; kemiskinan. Bahkan sekalipun banyak anggota
yang ‘umum’, terutama akibat konversi habitat - Para petani tradisional dengan aset memadai keluarga yang bekerja tidak menjamin akan
yang kompleks menjadi lahan-lahan pertanian tetapi segan untuk merusak tata cara mengentaskan mereka dari kemiskinan.
yang sederhana, penggunaan senapan angin kehidupan tradisional di desa; Ada sebuah kasus yang menarik di Gunung
dan penggunaan zat kimia secara berlebihan - Para petani yang memiliki lahan kecil, Kidul, suatu daerah yang berbeda dengan topografi
untuk pertanian (Foley 1987). yang bergantung pada lembaga-lembaga daerah Jawa lainnya, yaitu adanya karst dan batu
Pengaruh tekanan penduduk terhadap struktur- tradisional di desa, tetap asetnya terlalu sedikit, kapur yang sangat luas, sumber air tanah, tanah yang
struktur sosial diamati dalam suatu survei yang bahkan seandainya mereka memiliki keinginan khusus, vegetasi dan standar kehidupan manusia
cukup luas di desa-desa pedalaman dan pesisir untuk melakukan inovasi; yang berbeda. Satu-satunya sumber daya alam yang
Jawa Timur (Collier 1978b). Hasil penelitian ini - Para petani tanpa lahan yang berburuh dan tersedia untuk dieksploitasi pada akhir abad yang lalu
menunjukkan bahwa ahli waris lahan yang sempit memperoleh upah dari petani inovatif dan adalah tegakan jati. Dengan pertambahan penduduk,
menyadari bahwa lahan yang ada sekarang sudah berhutang pada petani inovatif, akibatnya lebih banyak pohon yang ditebang, kemudian kopi
terlalu kecil untuk dibagi-bagi di antara ahli waris lembaga kesejahteraan petani semakin lemah; ditanam sebagai penghasil pendapatan yang lebih
lainnya, karena itu mereka menjualnya dan membagi - Buruh-buruh tani yang semakin banyak, cepat. Tanaman kopi ini kemudian terkena hama
uang hasil penjualan, atau salah seorang membeli yang pendapatan dan kesempatan kerjanya serangga dan pada tahun 1940-an dan 1950-an
lahan bagian anggota keluarga lain yang pindah ke semakin berkurang. Bagi mereka ini lembaga gunung Kidul menjadi sangat miskin dan sedikit
kota untuk mencari pekerjaan. Akibatnya pemilikan kesejahteraan desa tidak mampu memberikan sekali pilihan yang ada (Khan 1963). Pada waktu
lahan semakin kecil dan semakin banyak orang yang kesejahteraan yang diperlukan. itu, bupati yang adalah mantan Kepala Kantor
tidak berlahan. Hal ini menambah tekanan terhadap Dengan adanya kelompok-kelompok tersebut, Wilayah Kehutanan di Yogyakarta mulai melakukan
lembaga-lembaga sosial di desa yang dirancang maka sikap terhadap struktur sosial dan politis juga penanaman pohon termasuk jati melalui program
untuk memperhatikan kesejahteraan penduduknya. berubah. Mereka yang memiliki aset yang memadai wanatani (sekarang dikenal sebagai Wanagama).
Lembaga-lembaga sosial ini didirikan ketika pemilikan melihat peran tradisional mereka untuk mendukung Program ini dilakukan bersamaan dengan program
agak rata pembagiannya dan penduduk yang kurang petani yang miskin hampir tidak mungkin dilakukan, perbaikan jalan dan penanaman rumput gajah
mampu pindah ke tempat lain untuk mencari lahan karena jumlah petani miskin semakin bertambah Pennisetum purpureum untuk makanan ternak, dan
baru. Ketika kepemilikan lahan lebih terpusat pada banyak. Mereka juga melihat dan mengukur berbagai imigrasi besar-besaran melalui program transmigrasi,
beberapa pemilik dan bersamaan dengan itu muncul kesempatan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan sehingga membuat suasana petani yang masih
kesempatan ekonomi baru lainnya (peningkatan ekonomi keluarganya. Jumlah tiga kelompok petani tinggal tidak terlalu sulit, memberikan kesempatan
varietas padi, intensifikasi tambak, dan penanaman terakhir yang diuraikan di atas mulai mengakui bahwa kepada mereka untuk memikirkan pembangunan
sayur mayur yang berharga mahal di daerah dataran nasib mereka sangat berkaitan dengan kemajuan dalam jangka panjang. Sekarang Gunung Kidul
tinggi), maka beberapa pemilik lahan yang cukup pada kelompok-kelompok yang lebih kecil. Dalam sangat hijau, terutama selama musim penghujan dan
luas menggunakan kekayaan mereka dan kekuasaan kondisi seperti ini, petani yang miskin pindah ke kota tumbuhan jati muda merupakan pemandangan yang
setempat untuk memperkenalkan inovasi ini dan dengan harapan dapat memperoleh kehidupan yang umum. Memang pembangunan pertanian di Jawa
mendapatkan keuntungan yang menarik. Pemilik lebih baik, atau tekanan-tekanan sosial hidup di desa pada abad yang lalu menunjukkan bahwa petani-
lahan yang lebih konservatif dan kurang mampu akan semakin meningkat (Surjohudoyo 1973; Collier 1978b; petani kecil juga bersedia dan mampu melakukan
mengamati keberhasilan inovasi ini dan mengambil Collier dan Soentoro 1978). inovasi jika kegiatan-kegiatan yang dilakukan sesuai
risiko untuk mengikuti cara tersebut. Dengan terus Oleh karena itu, bagi banyak orang, kemajuan dengan minat ekonomi mereka, dan petani tetap
berlangsungnya perubahan ini, terbentuk beberapa di bidang teknologi pertanian, program keluarga melakukan inovasi bahkan jika petugas penyuluhan
kelompok yang berbeda di desa: berencana dan industrialisasi pedesaan tidak atau pimpinan lain tidak ada (Booth 1998; Nibbering
mampu mengatasi dampak negatif tekanan jumlah 1991).

17
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.3 Kuantitas dan Kualitas Air


Air merupakan sumber daya yang vital, bahkan
oleh umat Islam dianggap sebagai asal-usul dan
keturunan dari semua kehidupan, dan bagi orang
Hindu dianggap sebagai berkat rohani. Jumlah air
tawar kira-kira hanya 2,6% air di bumi dan hampir
semuanya tertahan sebagai salju, glasier dan air tanah.
Hanya 0,007% berada di danau, 0,005% di dalam
tanah yang lembab dan 0,0001% di dalam sungai
dan 110.000 km3 air mengalami pendauran dalam
evaporasi dan presipitasi setiap tahun (Whitten dkk.
1999). Air bergabung dengan udara melalui evaporasi
badan-badan air atau melalui evapotranspirasi dari
tumbuhan. Dalam kondisi yang tepat air ini jatuh
kembali sebagai hujan, masuk ke sungai atau ke laut, kurang dari 50 Km. Oleh karena itu meskipun
mengisi kembali cadangan air tanah atau diambil curah hujan untuk sebagian daerah di Jawa cukup
oleh akar tumbuhan. memadai, kombinasi antara daerah resapan
Semua aspek air, jumlah, kualitas, alokasi dan yang sempit dan vegetasi penutup yang kurang
penyimpanan menjadi pusat perhatian dalam memadai menyebabkan kekurangan air, terutama
beberapa dasawarsa terakhir. Seperti persoalan pada bulan-bulan kering (Trihadiningrum 1991).
utama lainnya, persoalan air berkaitan erat Selain itu kebanyakan sungai di kota-kota besar
dengan sebab akibat pengambilan keputusan sudah tercemar, apa pun standar atau ukuran yang
dan tindakan yang dilakukan. Air adalah penyebab digunakan. Hal ini semakin mempersulit pekerjaan
utama masalah-masalah lingkungan yang dialami perusahaan air minum, membahayakan kesehatan,
oleh penduduk daerah perkotaan. Pasokan air memperkecil kemungkinan penggunaan air
dari daerah hulu umumnya bukan merupakan untuk kebutuhan lainnya (misalnya, rekreasi,
masalah tetapi penyimpanan dan distribusinya pemancingan), merusak kehidupan di daerah
ke daerah-daerah kota atau pinggiran kota yang pesisir, dan menyebabkan kerugian ekonomi secara
merupakan masalah. Pembangunan waduk- langsung di daerah-daerah budidaya perairan.
waduk baru (menyebabkan kehilangan lahan-lahan Dalam kondisi alami, hanya sebagian kecil
produktif) atau pipa-pipa saluran air yang berjarak air hujan mengalir langsung ke dalam sungai, selama musim kemarau. Fakta bahwa jumlah air
jauh mungkin dilakukan, tetapi keputusan yang sebagian besar meresap ke dalam tanah. Dengan yang mengalir melalui bawah tanah berkurang
diambil tanpa mempertimbangkan faktor-faktor semakin banyak tanah yang di atasnya didirikan berarti laju penambahan air tanah jauh berkurang,
pembatas dan konsumsi air, hanya bersifat jangka bangunan, terutama di daerah-daerah resapan hal ini diperburuk oleh pengambilan air melalui
pendek. Kepentingan pengelolaan sumber daya air di bukit-bukit, maka lebih banyak curah hujan sumur-sumur yang lebih dalam karena pengguna air
ini dipertegas dalam mempertimbangkan adanya yang jatuh di atas permukaan kedap air buatan ini saling bersaing untuk mendapatkan sumber air
kompetisi untuk mendapatkan air antara sawah- manusia, dan mengalir di sepanjang selokan- yang semakin langka. Beberapa laporan menyatakan
sawah irigasi, rumah tangga di kota-kota dan industri selokan untuk mengalir langsung ke sungai-sungai bahwa permukaan air tanah di Jakarta berkurang 0,5
(Hadiwinoto dan Clarke 1990). (Hadiwinoto dan Clarke 1990). Selama musim hujan, m/bulan. Banjir juga diperburuk oleh limbah-limbah
Pulau Jawa berbentuk panjang dan sempit, air ini menyebabkan banjir, terutama di daerah yang sangat banyak yang menyumbat aliran air di
kebanyakan sungai-sungainya pendek, panjangnya perkotaan, dan sebaliknya aliran air sangat rendah sungai-sungai.

18
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Air tanah juga dapat meningkat ke permukaan atau parit di daerah hilir tidak
terkena pencemaran, melalui bukit-bukit, yaitu kira-kira memadai, maka akan terjadi
resapan dari pembuangan sedalam 50 m di sekitar depok banjir dan dapat menimbulkan
limbah dan intrusi air dan Cisalak. Penggunaan kerugian ekonomi yang
laut, sehingga kualitasnya air tanah sudah melebihi tidak sedikit jumlahnya.
menurun. Rejim air tanah di kemampuan alamnya Karena itu sebenarnya ada
dataran aluvial utara sangat untuk mengembalikan dua hal penting mengenai
kompleks, mencerminkan keseimbangannya secara hubungan hulu dan hilir.
geologi dan pertumbuhan mandiri (homoeostasis). Saat manajemen sumber
lahan pesisir ke arah laut, Akibat dari pemakaian yang daya air tidak dilaksanakan
eksploitasi sumber daya secara tidak dikendalikan, terjadi dengan baik di daerah
berlebihan oleh penduduk dan penurunan yang luar biasa hulu, maka pada musim
industri di Jakarta dan kota- pada muka air tanah akuifer penghujan dapat terjadi
kota besar lainnya. Karena air dangkal maupun tekanan banjir di daerah hilir karena
merupakan sumber daya yang a k u i f e r   a r te s i s .   I n s i d e n air selalu mengalir dari daerah
kritis, kuantitas dan kualitasnya penurunan muka air tanah hulu ke hilir; dan sebaliknya
sangat berpengaruh dan tinggi tekan ini terutama pada musim kemarau dapat
terhadap kegiatan-kegiatan sangat terasa di kawasan utara terjadi kekeringan di daerah
pembangunan. Situasi di Jakarta. Selain penurunan hilir karena cadangan air di
Jakarta lebih parah lagi dan muka air tanah, insiden hulu habis sebab tidak ada
menjadi gambaran situasi penurunan muka tanah juga pasokan air dari curah hujan
yang dapat terjadi di tempat terjadi di kawasan yang sama dan air tidak dapat disimpan
lain. Laju pengisian akuifer (Samsuhadi 2009). karena kurangnya hutan
di Jakarta jauh di bawah laju Pada umumnya air atau vegetasi di daerah hulu
pengambilan air, sehingga tersedia di daerah hulu dan (Suparmoko 2020).
terjadi intrusi air laut secara mengalir ke daerah tengah Meningkatnya permintaan
cepat di daerah pesisir. Selain dan hilir, sehingga ada dua akan air, standar hidup yang
itu, banyak penghuni Jakarta kemungkinan bahwa daerah lebih tinggi, berkurangnya
yang tidak memiliki akses hulu menyediakan air bersih kualitas sumber daya yang
terhadap air PAM sehingga dan daerah tengah dan hilir dapat diterima, pencemaran
harus membeli air minum menjadi daerah pemakai air di perkotaan, pertanian, dan
dalam kaleng-kaleng dengan atau konsumen air yang industri telah menyebabkan
harga yang mahal. Situasi berasal dari daerah hulu. Ada kualitas lingkungan menurun
ini sering disebut sebagai air kemungkinan lain bahwa (Karamous 2011). Kebutuhan air
tanah ‘tidak terbatas’ yang saat air hujan berlimpah di bersih merupakan kebutuhan
berada pada kedalaman 20- daerah hulu (saat hujan lebat) pokok yang tidak dapat
60 m di bawah sebagian dan ketersediaan vegetasi diganti dan ditinggalkan oleh
besar wilayah Jakarta. Bahkan di daerah hulu tidak cukup, sebab itu pengolahan dan
100-150 m di bawah jalan- air hujan langsung mengalir pelestarian air merupakan
jalan, terdapat akuifer air ke sungai dan terus ke laut. hal yang mutlak diperlukan
tawar yang perlahan-lahan Apabila daya tampung sungai (Prasetya dkk. 2021).

19
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Samudra Pasifik dan Hindia dengan


posisi 6o LU–11 o LS dan 95 o BT–141 o BT.
Saat ini, baru 13.466 pulau yang sudah
dikenali dan diberi nama dari total sekitar
17.000 pulau yang dimiliki Indonesia.
Luas daratan Indonesia adalah 1.919.440
km2 dan luas perairan 3.257.483 km2
dengan garis pantai sepanjang 99.093
km. Secara geologis, Indonesia dilalui
oleh dua jalur pegunungan muda
dunia, yaitu Pegunungan Mediterania di
sebelah barat dan Pegunungan Sirkum
Pasifik di sebelah timur. Dua jalur
pegunungan tersebut menyebabkan
Indonesia banyak memiliki gunung
Keempat definisi tersebut saling api yang aktif sehingga sering disebut
terkait, karena jika keanekaragaman sebagai the pacific ring of fire. Hal
ekosistem berkurang, maka jumlah ini juga menyebabkan Indonesia
jenis kemungkinan besar juga akan menjadi kawasan yang rawan terhadap
berkurang. Populasi jenis juga akan gempa bumi. Secara biogeografis,
berkurang sehingga menyebabkan bentang alam Indonesia membentuk
erosi genetis. Kelompok manusia yang bioregion yang dapat dipisahkan antara
berbeda secara selektif meningkat biogeografi flora dan fauna Asia dengan
1.4 Hilangnya atau berkurang dengan tingkat yang Australasia sehingga terbentuklah
Keanekaragaman berbeda. Perlu diperhatikan bahwa garis Wallace dan garis biogeografi,
keanekaragaman tidak selalu sama seperti garis Weber dan Lydekker.
Hayati dengan kelimpahan atau kekayaan. Posisi tersebut menyebabkan Indonesia
Jadi, suatu komunitas yang terdiri mempunyai keanekaragaman hayati
Dengan berbagai cara berbeda, dari sepuluh jenis dari suku yang yang sangat tinggi, mungkin lebih tinggi
i s t i l a h   ke a n e k a r a g a m a n   h a y a t i sama kurang beragam dibandingkan dibandingkan dengan Brazil apabila
digunakan untuk menjelaskan salah dengan suatu komunitas yang terdiri semua sumber daya hayati yang ada di
satu atau seluruh istilah berikut ini: dari sepuluh jenis yang masing-masing laut dan darat sudah dijelajahi semua.
- Keanekaragaman ekosistem berasal dari suku yang berbeda. Suatu Keanekaragaman ekosistem yang
- Keanekaragaman jenis bentang lahan juga dianggap lebih terbentang dari Indonesia bagian timur
- Keanekaragaman genetis di beragam bila terdiri dari rawa, danau, hingga barat, di laut dan di darat serta
antara anggota dalam suatu jenis pegunungan, dan padang rumput pada setiap pulau telah menyakinkan
atau populasi; dan daripada yang hanya terdiri atas kita bahwa Indonesia sangat kaya akan
- K e a n e k a r a g a m a n   b u d a y a beberapa tipe hutan dataran rendah. keanekaragaman jenis dan genetik.
manusia yang tercermin dalam Indonesia merupakan negara Hingga saat ini, keanekaragaman
bahasa, kepercayaan, tata guna kepulauan beriklim tropis yang terletak jenis telah tercatat ada 1.500 jenis
lahan, kesenian, pilihan makanan di antara dua benua, yaitu Asia dan alga, 80.000 jenis tumbuhan berspora
dan seterusnya. Australia serta dua samudra, yaitu (seperti Kriptogam) berupa jamur, 595

20
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Meskipun kepunahan sepenuhnya


merupakan suatu proses alami, laju
kepunahan yang ada sekarang mungkin
jauh lebih tinggi daripada laju yang
sudah pernah terjadi. Di tingkat dunia,
83 jenis mamalia, 113 jenis burung, dan
384 jenis tumbuhan yang dikenal sudah
punah sejak tahun 1600 (Reid dan Miller
1989). Meskipun laju ini sangat tinggi,
data yang tersedia di seluruh dunia
tidak menunjukkan bahwa pada saat
ini ada kepunahan besar-besaran yang
terjadi secara mendadak setiap hari
atau yang terjadi dalam waktu dekat
ini (Whitmore dan Sayer 1992). Namun
demikian perlu sekali ditekankan bahwa
data dasar yang ada sering kurang
memadai, dan ada beberapa orang
yang mempunyai informasi cukup, yang
akan berani untuk mengatakan bahwa
kehilangan hutan tropis dan ekosistem
alami lainnya tidak akan bisa mencegah
hilangnya jenis-jenis kehidupan dalam
jenis lumut kerak, 2.197 jenis paku- endemisitas flora Indonesia tercatat jangka panjang. Memang banyak
pakuan serta 30.000–40.000 jenis antara 40–50% dari total jenis flora pada orang yang menyadari adanya jenis-
flora tumbuhan berbiji (15,5% dari total setiap pulau kecuali pulau Sumatra yang - Sistem-sistem ekonomi dan jenis hilang akibat perburuan, tetapi
jumlah flora di dunia). Sementara itu, endemisitasnya diperkirakan hanya 23% kebijakan yang gagal menilai hal ini hanya merupakan permukaan
terdapat 8.157 jenis fauna vertebrata (LIPI 2014). lingkungan dan sumber daya dari masalah yang sebenarnya. Banyak
(mamalia, burung, herpetofauna, dan Ke h i l a n g a n   ke a n e k a r a g a m a n yang ada di dalamnya; di antara jenis binatang yang sudah
ikan) dan 1.900 jenis kupu-kupu (10% dari hayati adalah fenomena global, dan - K e s e n j a n g a n   d a l a m dipastikan akan punah ini berangsur-
jenis dunia). Selain itu, keunikan geologi strategi keanekaragaman hayati dunia pemilikan, pengelolaan dan angsur hilang karena habitatnya
Indonesia menyebabkan tingginya mencantumkan enam penyebab utama arus keuntungan baik dari semakin berkurang dan populasinya
endemisitas flora, fauna, dan mikrob. berikut: penggunaan maupun konservasi semakin kecil. Beberapa di antara jenis-
Indonesia memiliki endemisitas jenis - Laju pertumbuhan jumlah sumber daya hayati; jenis ini sekarang mungkin memiliki
fauna yang sangat tinggi bahkan untuk penduduk dan tingkat konsumsi - Kurangnya pengetahuan dan populasi yang berkembang biak, tetapi
beberapa kelompok seperti burung, sumber daya alam bersifat tidak penerapannya; dan banyak lagi yang sudah “mati” meskipun
mamalia, dan reptil, yang memiliki berkelanjutan; - Sistem hukum dan kelembagaan hidup tanpa prospek untuk bertahan
endemisitas tertinggi di dunia. Jenis - Spektrum perdagangan hasil yang mendorong berlakunya dalam jangka panjang.
fauna endemik Indonesia berjumlah pertanian, kehutanan dan eksploitasi yang tidak Ada berbagai cara untuk mengukur
masing-masing 270 jenis mamalia, 386 perikanan yang terus menerus berkelanjutan (WRI/IUCN/UNEP keanekaragaman hayati, dan telah
jenis burung, 328 jenis reptil, 204 jenis menyempit; 1992). ditemukan pendekatan baru yang
amphibia, dan 280 jenis ikan. Tingkat menggabungkan pengukuran-

21
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

pengukuran ekologis yang mungkin dapat berguna Bahan-bahan pustaka tentang konservasi serangga tertentu bahkan sangat bergantung kepada
dalam penilaian lingkungan (Cousin 1991). Namun memberikan banyak peringatan yang membuat jenis tumbuhan tertentu; buah yang keluar sebagai
sampai sedemikian jauh, penggunaannya hanya seseorang percaya bahwa jika suatu jenis kehidupan hasil penyerbukan merupakan sumber makanan bagi
secara teoritis, dan mendiskusikan hal tersebut sama punah, maka manusia juga akan ikut punah, meskipun banyak binatang lain yang berukuran lebih besar;
saja dengan peribahasa menggesek biola ketika Roma kaitan ekologisnya belum diketahui. Hal ini tentu saja mereka juga memakan sebagian besar biomassa
terbakar. Pengetahuan tentang keanekaragaman tidak benar karena kepunahan selalu merupakan berupa daun-daun atau bahan-bahan lain yang
hayati sudah cukup untuk mengetahui hal-hal yang fakta kehidupan. Analogi yang lebih akurat adalah membusuk dan tanpa serangga proses penguraian ini
perlu segera dikonservasi (Ehrlich 1993), bahkan andai seseorang yang melepaskan sekrup sayap pesawat akan berlangsung sangat berbeda (Janzen 1987b).
kata pemahaman tersebut belum sampai pada tingkat terbang sebelum waktu terbang. Seorang penumpang Jenis-jenis kehidupan lain memiliki nilai kegunaan
seluruh anggota masyarakat dan pegawai pemerintah. yang waspada menyatakan keprihatinannya, tetapi bagi manusia, dan ekosistem alami di Indonesia
Keanekeragaman hayati sudah semakin menurun; diberi jawaban untuk tidak perlu gelisah karena hal merupakan cadangan kekayaan tumbuhan yang
fakta ini tidak bisa dielakkan, tetapi mengapa para ini sudah sering terjadi tetapi belum ada bahaya belum tergali untuk hasil kayu, selulosa, serat, buah-
pengambil keputusan harus memberi perhatian? yang serius (Ehrlich dan Ehrlich 1982). Analogi ini buahan, umbi-umbian, pupuk hijau, obat-obatan, dan
Mereka mungkin mengakui bahwa Pulau Jawa sudah menggambarkan bahwa tidak semua jenis kehidupan bahan-bahan kimia lainnya (Heyne 1913, 1987; Burkill
banyak kehilangan jenis kehidupan, terutama karena memiliki posisi dan fungsi yang setara, dan kehilangan 1966; Sastrapradja dan Kartawinata 1975; Whitmore 1976,
kehilangan habitat. Namun menurut pengamatan beberapa jenis yang satu lebih berpengaruh daripada Sastrapradja 1977, 1989; Kartawinata 1990). Banyak jenis
mereka, kehidupan masih terus berlangsung. Misalnya kehilangan jenis lainnya (Lawton dan Brown 1993). yang sekarang ini mungkin belum memiliki kegunaan
Jawa Tengah, daerah ini adalah provinsi yang hutannya Banyak proses di dalam ekosistem yang memiliki berarti, namun salah satu nilai keanekaragaman hayati
paling sedikit, mendukung penduduk yang sangat sifat-sifat tidak berguna, tetapi jenis yang tampaknya yang terbesar adalah tersedianya berbagai kemungkinan
padat yaitu 833/km2, daerah yang produksi beras ‘tidak berguna’ pada suatu tingkat analisis mungkin dan kesempatan bagi manusia untuk menyesuaikan
per kapitanya tertinggi dan memiliki 60 universitas. berperanan penting dalam suksesi, atau berpengaruh diri terhadap perubahan lokal dan perubahan yang
Fakta-fakta ini kemungkinan tidak akan berubah terhadap lingkungan yang selalu berubah. Masalah lebih luas, misalnya, adanya kemungkinan untuk
secara mencolok jika petak-petak hutan alami di yang sebenarnya adalah karena kita tidak tahu persis menyesuaikan tanaman pangan dengan kondisi
daerah pedalaman provinsi ini, seperti hutan-hutan di apa dampak kepunahan jenis tertentu, tetapi kita tahu iklim yang baru. Kissinger (2013) menyatakan bahwa
G. Slamet ditebang untuk pengembangan pertanian pasti bahwa kita tidak dapat menciptakan kembali salah satu informasi penting yang diperlukan untuk
atau kehutanan. Seseorang yang sinis mungkin akan jenis kehidupan yang sudah hilang. Kita tahu bahwa mendukung pengelolaan yang baik terhadap sumber
mempertanyakan manfaat keanekaragaman hayati kepunahan ‘jenis kunci’ (Bond 1993; Paine 1995) akan daya hayati yaitu teridentifikasinya karakteristik
kalau kehilangan jenis ini pengaruhnya sangat kecil menyebabkan kepunahan jenis lainnya, karena posisi habitat dan fenotif, sehingga akan menjadi dasar
bagi Jawa Tengah. Fakta yang perlu diperhatikan dan kepentingannya dalam jaring-jaring kehidupan. bagi tindakan konservasi. Kelengkapan informasi
adalah bahwa Jawa Tengah menggantungkan banyak Contoh-contoh jenis ‘kunci’ ini meliputi penyerbuk merupakan faktor yang penting dalam menyusun
kebutuhannya pada keanekaragaman hayati daerah- tanaman yang bernilai ekonomi, jenis-jenis yang rencana konservasi dan strategi pengelolaan sumber
daerah lainnya, mendatangkan sumber daya dari luar menjadi sumber makanan ketika persediaan makanan daya alam hayati (Sartika 2017). Sejalan dengan hal di
provinsi, yang sebagian besar dikonsumsi dengan laju menjadi langka, predator hama, dan organisme atas PT PJB UP Muara Karang terus berupaya untuk
yang tidak berkelanjutan. Selain itu, penelitian yang yang berperan dalam proses penguraian. Serangga mengeksplorasi, mengidentifikasi, dan melakukan
berkaitan dengan teknik-teknik pengendalian hama merupakan kelompok yang penting dalam konteks pemantauan secara berkala terhadap sumber daya
terpadu mengemukakan bahwa semakin tinggi variasi ini, meskipun dalam kenyataannya sering diremehkan. hayati yang terdapat di lokasi area perlindungan
ekosistem di sekitar daerah penanaman padi, maka Serangga merupakan makanan bagi berbagai privatnya. Hal ini menjadi sangat krusial agar
variasi populasi predator dan parasit yang membantu macam karnivora yang umumnya sangat pemilih PT PJB UP Muara Karang selaku pengelola area
mengendalikan hama padi akan semakin besar. Jika terhadap serangga yang dimakannya; serangga tersebut dapat menentukan arah pengelolaan
Jawa Tengah ingin mempertahankan pertanian yang membunuh semai sehingga sangat berpengaruh yang berkelanjutan, juga turut serta dalam gerakan
berkelanjutan, maka keanekaragaman ekosistem terhadap komposisi vegetasi; mereka juga merupakan melestarikan dan mengembangkan sumber daya
harus mendapat perhatian. penyerbuk yang sangat penting dan jenis-jenis hayati di Indonesia.

22
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

23
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.5 Implikasi Perubahan Iklim


di Masa Depan
Iklim dunia sudah mengalami perubahan dramatis
di masa lampau dan kita sekarang menikmati kondisi
iklim yang relatif hangat. Berbagai mekanisme yang
menyebabkan siklus perubahan iklim masih sedikit
sekali dipahami, meskipun jelas bahwa banyak variabel,
seperti perubahan radiasi matahari, berinteraksi
dengan cara yang sangat rumit. Faktor terpenting
dan yang dipahami dengan sangat baik adalah ‘efek
rumah kaca’, dimana radiasi gelombang pendek
dalam bentuk cahaya menembus lapisan atmosfer
kita, tetapi sebagian panasnya atau radiasi gelombang
panjangnya terhalang untuk diradiasikan kembali ke
ruang angkasa, karena terdapat beberapa gas alam
yang tembus cahaya tetapi tidak tertembus panas.
Gas-gas ini berperan dalam membuat bumi menjadi
nyaman untuk dihuni, karena tanpa gas-gas ini suhu
permukaan bumi akan menjadi 30º C lebih dingin
(IPCC 1990). Gas-gas yang jumlahnya paling banyak
adalah karbon dioksida (CO2), gas lainnya mencakup
uap air (H2O), metan (CH4), ozon (O3), dan dinitrogen
oksida (N2O). Tidak semua gas tersebut memberikan
pengaruh yang sama (pengaruh satu molekul gas
metan yang relatif jarang bisa 21 kali lipat pengaruh sato
molekul CO2), namun karena pengaruh CO2 dominan,
dan emisi serta konsentrasinya diketahui dari waktu
ke waktu, gas ini dijadikan dasar dalam membuat
prakiraan. Sebagian besar emisi CO2 dihasilkan oleh angsur akan mengurangi karbon dalam jumlah yang
negara-negara industri; Amerika Serikat merupakan cukup besar.
penghasil terbesar gas ini dan juga penghasil tertinggi Perubahan iklim tidak bisa kita hindari, karena telah
per kapita. Karena negara yang menerapkan kebijakan dan sedang terjadi. International Panel on Climate
industrialisasi semakin banyak, kontribusi emisi gas Change (IPCC 2007) telah membuktikan gejala
juga akan bertambah, walaupun negara-negara yang perubahan iklim tersebut dengan hasil observasi yang
mampu menerapkan teknologi yang relatif bersih menunjukkan terjadinya peningkatan suhu udara
dengan menggunakan gas alam, seperti Indonesia, dan lautan secara global, melelehnya es secara cepat
kontribusinya akan lebih sedikit. Sebagai upaya untuk dan luas, dan meningkatnya ketinggian permukaan
mencegah efek terburuk dari berbagai skenario efek air laut secara global. Dalam laporannya IPCC (2007)
rumah kaca yang telah diproyeksikan, kampanye menyebutkan bahwa dampak dari pemanasan global
penanaman pohon secara besar-besaran berangsur- adalah sebagai berikut:

24
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

- Terjadi kenaikan permukaan air laut antara 10 cm - 20 cm selama abad terakhir 1.5.1 Dampak terhadap permukaan laut
ini 90-99% disebabkan oleh pemanasan global. IPCC memprediksi kenaikan
permukaan air laut akan menjadi 9 cm - 88 cm pada abad mendatang; Peningkatan permukaan laut selama abad yang lalu kira-kira sampai 15 cm,
- Ekosistem laut, pesisir dan pantai memburuk. Perubahan ekosistem pesisir dan angka konsensus untuk perkiraan peningkatan permukaan laut pada abad
seperti terumbu karang, hutan bakau, sungai, ekosistem lahan basah yang yang akan datang adalah 65 cm, meskipun banyak spesialis yang mengakui bahwa
dapat mempengaruhi pariwisata, ketersediaan sumber daya air tawar, karena banyak faktor ketidakpastian yang terlibat, mereka sekarang menggunakan
perikanan dan keanekaragaman hayati; angka 1 m (IPCC 1990; Parry dkk. 1992). Daerah yang luas di pesisir utara Jawa dan
- Intensitas cuaca, seperti memanasnya cuaca yang menyebabkan terjadinya di daerah sekitar Segara Anakan ketinggiannya di bawah 1 m dan dengan demikian
kekeringan yang berkepanjangan, banjir dan gelombang panas di beberapa akan tenggelam, tetapi lebih banyak lagi daerah dataran rendah yang sangat luas
tempat; yang akan terkena dampak karena kondisi yang semakin asin. Sebagian besar
- Pemanasan global mempengaruhi keanekaragaman hayati, seperti distribusi, kawasan pantai di bagian utara Jawa yang akan terkena dampak merupakan
jumlah populasi, kepadatan populasi dan perilaku flora dan fauna. Stern tempat pusat-pusat ekonomi dan perdagangan di Indonesia. Pulau Jawa masih
(2007) memprediksikan bahwa kenaikan suhu 1º C menyebabkan kerusakan sangat beruntung karena memiliki bukit-bukit dan pegunungan; sementara
terumbu karang yang luas, dan kenaikan suhu 2-5º C menyebabkan kenaikan banyak negara lain di Asia Selatan, seperti Maldives, Tuvalu, dan Kiribati merupakan
punahnya spesies atau keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. dataran-dataran rendah yang penduduknya sangat padat dan pasti akan lenyap
- Pemanasan global selama abad terakhir telah mengakibatkan perubahan tergenang air.
iklim yang telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan.
Banyak sekali anomali dan bencana yang dikaitkan erat dengan perubahan
iklim. Sebagian besar dari kejadian bencana tersebut merupakan bencana
lingkungan hidup seperti angin puting beliung, banjir, dan tanah longsor,
yang sangat dipengaruhi oleh gejala perubahan iklim (Suharko 2014).

25
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.5.2 Dampak Terhadap Kepadatan Penduduk


Hampir dapat dipastikan bahwa kenaikan permukaan laut akan berdampak
langsung terhadap kehidupan berjuta-juta orang dan berdampak tidak
langsung hampir terhadap setiap orang. Sebagian dari jumlah penduduk
dapat dilindungi dengan cara membangun tembok-tembok di kawasan
pesisir, tetapi tembok-tembok ini harus dipelihara selama beberapa generasi.
Pilihan lainnya adalah memindahkan penduduk, yang akan menyebabkan
ketegangan di daerah-daerah yang jumlah penduduknya, diukur dengan
kriteria apa pun, sudah sangat padat.

1.5.3 Dampak Terhadap Pertanian


Perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian karena
sektor ini memiliki ketergantungan tinggi pada kondisi iklim. Negara-negara
berkembang lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim dibanding
negara-negara maju karena predominansi sektor pertanian tadah hujan,
kelangkaan modal untuk melakukan langkah-langkah adaptasi, baseline
iklim yang lebih hangat, serta ekspose yang lebih tinggi terhadap kejadian-
kejadian ekstrim (Chapagian dkk. 2009; Mertz dkk. 2009). Penelitian
mutakhir tentang perubahan iklim telah mencatat bahwa perubahan iklim
menunjukkan gejala yang mengindikasikan adanya ancaman terhadap
keberlanjutan produksi pangan di Indonesia (Naylor dkk. 2007; Natawidjaja
2008). Pergeseran musim hujan menyebabkan pergeseran musim tanam dan
panen komoditi pangan (padi, palawija dan sayuran). Banjir dan kekeringan
menyebabkan gagal tanam, gagal panen, dan bahkan menyebabkan puso.
Hal ini berimplikasi pada penurunan produksi dan pendapatan petani.
Akibatnya, sebagai negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia
dan salah satu produsen terbesar dan konsumen beras, Indonesia ditandai
dengan populasi miskin pedesaan yang bergantung pada produksi padi
untuk mata pencaharian mereka (Natawidjaja dkk. 2009).
Berbagai pola tata guna lahan, musim tanam, laju pertumbuhan tanaman,
dan laju persediaan air jelas akan terkena dampak kenaikan laut, kenaikan
suhu, dan perubahan pola curah hujan. Meskipun demikian apakah dampak
keseluruhan bersifat positif atau negatif sangat sulit untuk ditentukan
(Rosenweig dan Hillel 1993). Misalnya, diperkirakan bahwa di Amerika Serikat
perubahan iklim global tidak akan memiliki dampak ekonomi daerah
pertaniannya. Kerugian yang diperkirakan sebesar $10 miliar yang disebabkan
oleh faktor-faktor tersebut di atas akan diimbangi oleh keuntungan yang
sama besar karena faktor-faktor yang sama, hampir setara dengan kira-kira
plus atau minus 0,2% dari ekonomi secara keseluruhan (Beckerman 1992).
Keseimbangan ini mungkin terjadi di Amerika Serikat, karena daerahnya
yang sangat luas dan berbagai habitat yang ada: dari padang pasir yang

26
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.5.4 Dampak Terhadap


Konservasi
Keanekaragaman Hayati
Pada tingkat yang paling mendasar,
pemanasan global akan mempengaruhi
fisiologi, kebiasaan makan, reproduksi,
dan umur hidup berbagai organisme.
Sebagian atau seluruh dampak tersebut
akan mengancam ketahanan hidup
jenis dan populasinya. Ketika pengaruh
perubahan iklim benar-benar dirasakan,
daerah-daerah konservasi yang
berukuran kecil dan saling berjauhan
tidak akan ada manfaatnya. Jenis-jenis
yang ada di dalamnya mungkin harus
berpindah untuk melampaui dan
melintasi ketinggian dan zona-zona
habitat untuk menemukan kondisi
yang sesuai, dan jika perpindahan dan
emigrasi ini tidak bisa dilakukan, maka
cuaca akan semakin meningkat, dan jenis-jenis kehidupan tersebut akan
merupakan salah satu aspek yang mati. Karena alasan tersebut, tujuan
paling sulit untuk diatasi oleh para utama konservasi keanekaragaman
petani miskin. hayati sekarang ini adalah untuk
Pe r u ba h a n - p e r u ba h a n   d a l a m menetapkan sistem-sistem kawasan
panas sampai daerah-daerah yang tanaman pangan akan sangat konservasi yang sedapat mungkin
beku permanen. Barangkali dampak diperlukan, beberapa di antaranya ukurannya luas, mewakili setiap jenis
bagi Pulau Jawa juga positif, tetapi akan dicapai melalui pertukaran jenis kehidupan, dan saling terkait satu
dampak apa yang akan muncul masih dan varietas antara daerah-daerah dengan yang lainnya. Inilah paling
sangat sulit diprakirakan, karena yang berbeda untuk mengimbangi sedikit yang dapat dilakukan sebelum
angka hasil padi akan menurun, yang terjadinya perubahan iklim. Perbaikan zaman kekacauan ekologis mulai
disebabkan oleh peningkatan suhu. genetis juga sangat diperlukan tetapi (Schneider 1993). Meskipun demikian
Selain itu daerah-daerah yang subur hal ini akan sangat bergantung ada kemungkinan bahwa jenis-jenis
dan produktif di dataran rendah pesisir kepada keberhasilan konservasi kehidupan dengan relung yang sempit
seperti Karawang dan Subang akan keanekaragaman hayati. Cadangan akan musnah. Masalah-masalah ini
tergenang oleh air asin (Parry dkk. 1992). plasma nutfah yang terbesar terdapat tidak hanya akan terjadi di daratan,
Dampak yang terburuk barangkali di negara-negara non-industri, tetapi dan bahkan dampak terhadap sumber
akan akan dirasakan oleh penduduk negara-negara inilah yang paling cepat daya laut sudah tersebar luas, misalnya
yang hidup dari pertanian subsisten kehilangan keanekaragaman hayatinya “pemucatan” terumbu-terumbu karang
pada habitat-habitat marginal dan dan paling tidak mampu memberikan yang disebabkan oleh pemanasan air
karena curah hujan yang rendah dan prestasi untuk konservasi plasma laut sebagai bagian dari pengaruh
tidak tentu. Tampaknya ketidakpastian nutfah. topan El Nino pada tahun 1982/1983.

27
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1.6 Pembangunan
Berkelanjutan
Istilah pembangunan berkelanjutan
menjadi semakin populer setelah
laporan Brundtland yang berjudul
Towards a Common Future
dipublikasikan oleh World Commission
on Environment and Development
(WCED 1987). Komisi ini mendefinisikan
pembangunan berkelanjutan sebagai
berikut “memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri”. Tugas komisi ini
adalah menyadarkan para pemimpin
dunia untuk mengakui keabsahan
konsep pembangunan berkelanjutan
ini, tanpa harus terperosok ke dalam
pekerjaan-pekerjaan yang sangat rinci,
dan mereka sangat berhasil dalam
melaksanakan tugasnya. Namun
demikian harus diingat bahwa laporan
Brundtland ini mendefinisikan suatu
konsep dan bukan suatu tindakan
pelaksanaannya. Oleh karena itu di
dalamnya terdapat banyak masalah, yang berusaha memahami konsep alam untuk melakukan regenerasi, pertumbuhan secara keseluruhan
misalnya apa yang dimaksud dengan umum tersebut masih berbeda-beda. dengan syarat nilai penurunan sumber dan bahwa kemajuan teknologi
‘kebutuhan’? apakah setiap orang di Pandangan dominan yang berasal dari daya ini bisa diperlihatkan dalam akan memberikan kesempatan bagi
Pulau Jawa membutuhkan mobil? para ahli ekonomi, yang barangkali neraca sumber daya alam nasional dan peningkatan produksi yang terus
Siapa yang menentukan bahwa suatu karena mereka menginginkan proporsi dari konsumsi ini menghasilkan menerus, meskipun dasar sumber
pembangunan bersifat berkelanjutan perubahan yang sesedikit mungkin, keuntungan (yang mencerminkan daya alamnya mengalami penurunan
dan dengan kriteria apa? Berapa memandang pembangunan penyusutan atau penipisan sumber (Pearce dan Watford 1993).
banyak yang harus kita tinggalkan berkelanjutan sebagai “pertumbuhan daya alam) diinvestasikan dalam Pe m b a n g u n a n   b e rke l a n j u t a n
untuk generasi yang akan datang?. yang berkelanjutan” yang sangat bentuk lain berupa modal buatan barangkali lebih menyerupai suatu
Banyak sekali upaya untuk berbeda dari pembangunan untuk mempertahankan keuntungan proses yang di dalamnya berlangsung
menguraikan bagaimana berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang tetap mengalir di masa depan. suatu pembangunan yang tetap
pembangunan yang berkelanjutan yang berkelanjutan memberikan Pendapat ini mengasumsikan mempertahankan kualitas, sementara
ini akan dilaksanakan, dan jelas kesempatan untuk mengonsumsi bahwa modal dapat menggantikan pertumbuhan kuantitatif dalam
bahwa pemahaman dari mereka sumber daya alam melebihi kapasitas sumber daya alam untuk memelihara skala ekonomi terus dibatasi oleh

28
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

kapasitas ekosistem untuk melangsungkan dua fungsi


pentingnya dalam jangka panjang: menghasilkan
bahan mentah dan menyerap limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan ekonomi (Daly 1989). Setiap sistem
yang menetapkan pertumbuhan di dalam sistem
yang terbatas (seperti sistem planet bumi) pada
suatu hari akan berhenti bertumbuh dan menjadi
tidak berkelanjutan, segera setelah sistem ini mulai
beroperasi. Oleh sebab itu, menurut pendapat ini
pertumbuhan berkelanjutan merupakan sesuatu yang
saling kontradiktif. Untuk mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan, dunia harus belajar untuk
mempertahankan budaya dimana kecukupan adalah
yang terbaik dan kelebihan bukan sesuatu yang baik
(Adams 1990; Jacobs 1992; Costanza dan Daly 1992; Daly
1992b; Goodland 1995).
Masalah-masalah teknis dan ekonomis yang
terlibat dalam mewujudkan pembangunan yang meskipun banyak kebijakan dan peraturan yang tidak mencapai tujuan ini adalah pencegahan pencemaran,
berkelanjutan sebenarnya tidak terlalu sulit. Tantangan atau belum dilaksanakan. Akibatnya, pertumbuhan reklamasi dan rehabilitasi ekosistem alami yang sudah
yang sebenarnya adalah untuk mengatasi kecanduan atau perkembangan ekonomi berkelanjutan masih rusak, peningkatan kapasitas produksi ekosistem
kita terhadap pertumbuhan (Brown dkk. 1992). Kita sulit sekali untuk dijangkau. Untuk menjangkau pertanian dan kehutanan, peningkatan pendidikan
tidak berani mengakui bahwa untuk mengentaskan pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya masyarakat (Djajadiningrat dan Amir 1992) dan
kemiskinan maka distribusi keuntungan material dari diperlukan kondisi yang memberikan fokus terhadap menstabilkan jumlah penduduk secara keseluruhan,
pertumbuhan ekonomi ke seluruh penduduk harus pembangunan, tetapi lebih kepada fokus kehidupan serta mengendalikan konsumsi berlebihan oleh
dikendalikan, sehingga keuntungan dan manfaat itu sendiri. golongan masyarakat yang kaya.
pembangunan tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Pada periode antara penerimaan dan penerapan Bertambahnya jumlah masyarakat kelas menengah
yang lebih kaya saja. Pengentasan kemiskinan tidak pembangunan yang berkelanjutan, integritas ke atas di daerah perkotaan merupakan berkah
dapat dicapai melalui pertumbuhan yang lebih ekosistem perlu dijaga dengan sebanyak mungkin tetapi juga masalah dalam konteks pembangunan
cepat. Penggunaan sumber daya per kapita harus mencegah konversi dan modifikasi ekosistem- berkelanjutan. Kelompok masyarakat ini merupakan
dibatasi dan kesenjangan harus diatasi. Jika hal ini ekosistem alami yang masih ada dan ekosistem lain berkah karena lebih berminat terhadap masalah-
tidak diterima oleh para pembuat kebijakan, maka yang lebih kompleks, mengurangi konversi lahan masalah lingkungan daripada golongan lain, relatif
akan lebih sedikit lagi orang yang dapat hidup dalam subur, dan menjamin agar kualitas dan kuantitas memiliki informasi, lebih memiliki pendapat yang
kondisi kecukupan materi dan orang-orang yang limbah yang dibuang ke dalam ekosistem tidak vokal dan merupakan daya utama untuk terjadinya
berada di bawah standar kecukupan materi akan melebihi kemampuan ekosistem tersebut untuk perubahan. Kelompok ini juga menjadi masalah
mengalami kematian prematur (Daly 1992b; Goodland mengasimilasinya. Keanekaragaman hayati harus karena mereka terperangkap dalam pola hidup
1992; Goodland dan Daly 1994). juga diperhatikan untuk menjamin agar kaitan yang memperburuk pencemaran dan kerusakan
Sekarang ini jarang sekali politisi yang tidak antara proses-proses ekologis tidak terputus. Untuk lingkungan. Sementara kemampuan mereka dan
mendukung pembangunan berkelanjutan, dan melakukan hal ini daerah-daerah atau kawasan kemauan mereka untuk membayar, misalnya
komitmen pemerintah secara lisan maupun tertulis ekosistem yang mewakili jenis-jenis kehidupan harus membangun villa-villa peristirahatan di daerah Puncak
untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dilindungi seluas mungkin, dengan atau tanpa bentuk- atau biaya-biaya untuk pembangunan padang golf
juga banyak sekali. Dengan demikian banyak kebijakan bentuk penggunaan yang berkelanjutan. Aspek-aspek merupakan akar berbagai masalah pertentangan
yang baik dan komitmen yang sungguh-sungguh, pengelolaan lingkungan yang diperlukan untuk sosial dan ekologis.

29
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

B. Komponen
Ekologis

Bab 2. Kondisi Fisik


2.1 Wilayah Fisiografis

K
ajian keanekaragaman hayati Area
Perlindungan Privat PT PJB UP Muara
Karang dilakukan di kawasan Unit
Pembangkit, Jakarta Utara; kawasan
penanaman mangrove di kawasan
Mangrove Kali Adem, Jakarta Utara;
kawasan penanaman Pala di kawasan Desa Cibunian,
Pamijahan Bogor; dan kawasan penanaman pohon
di kawasan Hutan Organik, Megamendung Bogor.
Kondisi fisik lingkungan dan arus sosial dan ekonomi
di masing-masing area tersebut mempunyai tipe yang
berbeda-beda dan membentuk karakteristik kondisi
area yang khas. Kondisi umum masing-masing area
tersebut antara lain:

2.1.1 Kawasan Unit Pembangkit, Jakarta


Utara
PT Pembangkitan Jawa-Bali Unit Pembangkitan
Muara Karang (PT PJB UP MKR) merupakan salah satu
anak perusahaan PLN yang berfokus pada penyediaan
energi listrik melalui pengoperasian pembangkit
listrik. PT PJB UP Muara Karang menjadi perusahaan Kawasan Unit Pembangkit di PT PJB UP Muara kurang dari 8 % dan ketinggian 1–5 m di atas
yang progresif dalam menerapkan prinsip-prinsip Karang mempunyai luasan total 33,17 ha dengan permukaan laut. Berdasarkan hasil pengukuran tahun
berkelanjutan (Sustainability) dalam menjalankan klasifikasi penggunaan ruang antara lain badan air 1,13 2020 suhu dil okasi atau lingkungan kerja PT PJB UP
bisnis dan melaksanakan tanggung jawab sosialnya, ha; lahan terbangun 26,58 ha; lahan terbuka 1,83 ha; Muara Karang berkisar antara 26-34,3°C (Islami, 2020).
serta sebagai perusahaan berbasis pada penggunaan semak belukar 0,08 ha; dan area bervegetasi 3,55 ha. Iklim yang berada di dalam maupun sekitar kawasan
Sumber Daya Alam (SDA) berupa Bahan Bakar Minyak Kawasan Unit Pembangkit berada di pinggir pantai dipengaruhi oleh area pesisir dan aktivitas urban yang
(BBM) dan Gas Bumi. dengan topografi lahan datar, dengan kemiringan padat.

30
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Tipe ekosistem di kawasan PT PJB UP Muara


Karang termasuk kedalam tipe ekosistem dataran
rendah. Ekosistem dataran rendah berada pada
wilayah dengan ketinggian 0-600 Mdpl (Irwan,
2009). Ekosistem terestrial yang terdapat di kawasan
Unit Pembangkit berdasarkan sifatnya merupakan
ekosistem buatan atau biasa disebut dengan
kawasan artifisial atau ekosistem kota industri
(urban-industrial ecosystems). Ciri ekosistem artifisial
menurut Hardjasoemantri (1988) adalah ekosistem
yang memiliki sifat heterogenitas yang rendah,
hal ini menjadikan ekosistem buatan bersifat labil
sehingga untuk membuat ekosistem tersebut tetap
stabil, perlu diberikan bantuan energi dari luar yang
diusahakan oleh manusianya, yaitu berbentuk suatu
usaha perawatan terhadap ekosistem yang dibuat.
Oleh sebab itu hilangnya suatu komponen dalam
ekosistem artifisial menyebabkan rusaknya proses
interaksi di dalam ekosistem tersebut.
Ruang terbuka hijau yang terdapat di PT PJB
UP Muara Karang terdiri dari taman, jalur hijau
jalan, jalur trotoar dan area parkir terbuka. Vegetasi
pepohonan di RTH PT PJB UP Muara Karang hampir
keseluruhan tergolong sebagai vegetasi buatan
(artificial vegetations) yang bersama dengan vegetasi
taman merupakan hasil kelola yang keberadaan dan
perkembangannya dikontrol oleh pihak lingkungan.
Selain vegetasi binaan, terdapat juga vegetasi alami
yang bisa disebut urban spontaneous vegetations
(USV) yang keberadaannya muncul secara alami atau
semi-alami yang sebagian besar terpusat pada area
semak belukar. bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) yang berperan perkotaan dapat meningkatkan keragamannya
Upaya peningkatan kualitas dan kuantitas meningkatkan nilai ekologis kota dalam skala meso. (Barth et al. 2014). Adanya asosiasi antara kehidupan
ruang terbuka hijau diharapkan dapat mendukung Manajemen area perkotaan untuk mendukung liar dengan aktivitas manusia di lingkungan ini, selain
pelestarian vegetasi dan satwa liar yang ada di kehidupan satwa liar membutuhkan perluasan menciptakan kenyamanan melalui berbagai bentuk
dalamnya. Upaya peningkatan kualitas dan kuantitas kawasan alami atau semi alami (Chong et al. 2014). atraksi dan sarana pendidikan lingkungan, juga
ruang terbuka hijau ini merupakan isu penting Sebuah lanskap perkotaan memiliki kemampuan sangat bermanfaat sebagai sarana penyeimbang
dan telah menjadi perhatian utama dalam usaha yang signifikan sebagai strategi konservasi perkotaan lingkungan. Melimpahnya berbagai macam tanaman
melindungi lingkungan alami, khususnya di lanskap yang efektif, terutama dalam melestarikan habitat di RTH yang terdapat di Unit Pembangkit memiliki
perkotaan (Chiesura, 2004). Keberadaan lanskap satwa liar (Sulaiman et al. 2013). Meningkatkan daya dukung habitat bagi keanekaragaman mamalia,
pada kawasan Unit Pembangkit dapat menjadi kesesuaian matriks untuk satwa liar pada lanskap burung, herpetofauna dan serangga.

31
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2.1.2 Kawasan Mangrove Kali Adem,


Jakarta Utara
Kawasan Muara Angke merupakan area delta
yang diapit oleh 2 anak sungai yaitu Kali Angke dan
Kali Adem. Kondisi air tergolong tidak baik karena
banyaknya polutan yang mencemari sungai tersebut
sebagaimana sungai-sungai yang berada di wilayah
DKI Jakarta. Namun demikian Kali Adem dan Kali
Angke masih banyak digunakan oleh sebagian
masyarakat Muara Angke untuk aktivitas sehari-hari.
Sebagai wilayah sumber penghidupan masyarakat
di wilayah Muara Angke, sungai Kali Adem menjadi
salah satu penyumbang kerusakan lingkungan bagi
wilayah tersebut akibat adanya penumpukan sampah
di sepanjang aliran sungai.
Permasalahan sampah yang berada di kawasan
Mangrove Kali Adem, Pluit, Jakarta Utara menjadi
perhatian khusus bagi Pemprov DKI Jakarta. Kegiatan
pengangkutan sampah pada tahun 2018, dilakukan
pengangkutan sampah di kawasan Mangrove
Kali Adem sebanyak 19,34 Ton (Putri, 2018). Tidak
hanya itu, kegiatan kerjasama antara Balai KSDA
Jakarta, PJLP Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta,
Yayasan Konservasi Alam Nusantara dan Yayasan
IAR melakukan aksi yang serupa pada tahun 2020
berupa pengangkutan sampah sebanyak 6,25 Ton
sampah yang difokuskan pada pembersihan sampah
plastik yang menutupi perakaran mangrove. Upaya
ini dilakukan untuk menyelamatkan mangrove dari
kematian (BKSDA Jakarta, 2020). Dengan adanya
kegiatan tersebut diharapkan dapat membantu
mengurangi penumpukan sampah, yang berdampak
positif bagi kegiatan tambak ikan maupun terbentuk sebuah ekosistem mangrove yang terdiri nelayan dan dapat dijadikan objek pariwisata. Oleh
penanaman tanaman bakau di area tersebut. dari tanaman bakau, siapi-api, nipah dan pidada karena itu, sangat penting adanya bagi daerah pesisir
PT PJB UP Muara Karang bekerjasama dengan (Devpjb, 2018). Hutan mangrove sendiri memiliki pantai untuk menjaga dan mengkonservasi kawasan
Komunitas Mangrove Muara Angke (KOMMA) peran yang sangat penting bagi area yang berada hutan mangrove.
mengubah tumpukan sampah seluas 1,93 Ha menjadi di garis pantai, yaitu sebagai penahan air laut yang Luas kawasan Mangrove Kali Adem sebesar 1,93 ha
sebuah ekosistem mangrove yang asri. Sejak tahun dapat mengakibatkan abrasi, sebagai tempat hidup dengan rincian penggunaan area antara lain badan
2010 sampai dengan tahun 2018, KOMMA dan PT PJB berbagai macam biota laut dan binatang lainnya serta air 0,65 ha (33,75% dari total area) ha; lahan terbangun
UP Muara Karang sudah menanam lebih dari 27.000 menjaga kualitas air dan udara. Selain fungsi ekologi, 0,04 ha (2,21 % dari total area); lahan terbuka 0,18 ha
bibit tanaman mangrove di kawasan Mangrove Kali mangrove juga memiliki fungsi ekonomi yaitu dapat (9,07% dari total area); semak belukar 0,08 ha (4,37%
Adem. Dengan melibatkan masyarakat sekitar, telah menambah penghasilan dan mata pencaharian dari total area), dan lahan bervegetasi 0,98 ha (50,60%

32
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

dari total area). Substrat area kawasan Mangrove Kali


Adem sangat dipengaruhi oleh aktivitas gelombang
pasang surut laut dan sedimen yang berasal dari
Sungai Ciliwung serta aktivitas masyarakat yang ada
di sekitarnya.
Hasil survei lapangan ditemukan sebagian besar
vegetasi mangrove di kawasan Mangrove Kali Adem
adalah kelompok Pedada (Sonneratia caseolaris)
dengan rentang diameter 15–30 cm dan tinggi rerata 7
meter. Areal garis pantai merupakan area penanaman
aktif Bakau Kurap (Rhizophora mucronata) dengan
kepadatan jarak tanam yang tinggi (0,5 × 0,5 m). Area
penanaman semakin diperluas dengan membentuk
barisan pagar bambu di garis pantai hal ini bertujuan
untuk memerangkap sedimen dan menghalangi
pukulan gelombang laut sehingga diharapkan terjadi
akresi sedimen sebagai tempat media penanaman
baru.
Hutan mangrove atau yang biasa disebut hutan
bakau tersebar di beberapa daerah di Indonesia, baik
di daerah beriklim basah maupun beriklim kering
musiman. Vegetasi mangrove merupakan vegetasi
tumbuhan yang berada di lingkungan air laut dan
air payau yang terbatas pada zona pasang surut di
daerah tropis dan sub-tropis yang memiliki ciri khas
di mana dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
penggenangan oleh air laut, salinitas/ kadar garam
pada air, tanah, dan udara (Giesen et al., 2003).
Sebagai kesatuan ekosistem, mangrove dihuni oleh
banyak organisme. Adapun organisme yang dapat
hidup dalam hutan mangrove adalah organisme yang
adaptif terhadap kadar mineral garam yang tinggi
dari air laut. Mereka saling berinteraksi satu sama lain
untuk mencapai keseimbangan ekosistem yang terus
berlanjut. Kondisi lingkungan seperti itu, beberapa
jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang
memungkinkan secara aktif mengeluarkan garam dari Hal ini sesuai dengan pernyataan Soerianegara jangkar yang melengkung, terdapat biji atau propagul
jaringan, sementara yang lainnya mengembangkan (1987) bahwa ciri ekosistem mangrove adalah Jenis dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses
sistem akar napas untuk membantu memperoleh tumbuhan yang hidup relatif sangat terbatas, akar perkecambahan pada kulit pohon, tanah hutan
oksigen bagi sistem perakarannya. pepohonan terbilang unik karena berbentuk layaknya mangrove tergenang secara berkala.

33
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2.1.3 Kawasan Desa Cibunian, Kecamatan


Pamijahan, Kabupaten Bogor
Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) merupakan kawasan hutan yang memiliki
potensi keanekaragaman hayati yang tinggi dan
menghasilkan berbagai jasa lingkungan yang
berperan penting sebagai sistem penyangga
kehidupan. Saat ini TNGHS merupakan salah
satu taman nasional yang memiliki ekosistem
hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa
(Taman Nasional Gunung Halimun Salak & Japan
International Cooperation Agency, 2007). Kawasan
ini mempunyai peran yang sangat penting sebagai
areal penangkapan air, yaitu hulu dari sungai-
sungai besar mengalir dari kawasan ini ke Laut Jawa
maupun Samudra Hindia. Kawasan ini menjadi
sumber air bagi masyarakat di sekitarnya termasuk
kota-kota besar seperti Bogor, Sukabumi, Tangerang,
Rangkasbitung dan Jakarta, serta menjadi tempat
hidup masyarakat lokal kesepuhan Banten Kidul,
Wewengkon Cibedug dan masyarakat Baduy,
dimana telah terjadi interaksi masyarakat dengan
hutan alam yang masih utuh secara turun temurun
(Rinaldi et al., 2008). Hutan merupakan salah satu
tempat atau habitat yang sangat penting khususnya
satwa liar. Sehingga kelestarian hutan berpengaruh
besar terhadap kelangsungan hidup flora dan
fauna yang ada. Peranan hutan tidak hanya sebagai
tempat tinggal untuk flora dan fauna, tapi juga besar
peranannya terhadap berbagai pihak khususnya
manusia.
Kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar TNGHS
bergantung pada sistem pertanian tradisional.
Masyarakat umumnya memanfaatkan hutan dan
lahan dalam berbagai cara, yaitu seperti huma atau
ladang, sawah, kebun, kebun talun dan talun. Adapun
hasil utama pertanian masyarakat kasepuhan
adalah padi lokal dan biasanya sebagai rasa syukur
setiap selesai panen dilakukan pesta panen seren
taun (Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 2008).
Menurut Supriyanto (2007) menyatakan, sedikitnya
terdapat 341 desa yang berada di sekitar TNGHS.

34
memelihara keawetan dan kesuburan
tanah baik dalam kawasan hutan
bersangkutan maupun kawasan yang
dipengaruhi di sekitarnya. Kawasan
TNGHS merupakan salah satu hulu
bagi Provinsi DKI Jakarta yang harus
dijaga kelestariannya. Lanskap area
yang berbukit dengan kelerengan
yang cukup curam, memiliki tingkat
kerawanan longsor yang tinggi. Oleh
karena itu PT PJB UP Muara Karang
bekerja sama dengan masyarakat
Desa Cibunian melaksanakan program
penanaman dengan jumlah 3.000 bibit
tanaman pada tahun 2015. Jenis bibit
yang digunakan untuk penanaman
yaitu Pala (Myristica fragrans). Bibit
pohon Pala ditanam di beberapa lahan
milik masyarakat, yang berada pada
zona penyangga di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak.
Adanya keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan hutan diharapkan
muncul rasa tanggung jawab dan
rasa memiliki terhadap hutan.
Desa Cibunian merupakan salah proses pengelolaan dengan baik. Hal Perilaku masyarakat menjadi salah
satu desa yang berada di sekitar ini sesuai dengan kondisi pada saat satu komponen yang paling berperan
TNGHS dan salah satu dari lima belas survei di lapangan, yang menunjukkan dalam mengelola dan melestarikan
desa di wilayah Kecamatan Pamijahan terlaksananya program pertanian hutan. Hal ini sesuai dengan
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa tersebut dengan baik. pernyataan Riyanto (2008) perilaku
Barat. Pemanfaatan atau pola lahan Perlu adanya pembinaan atau masyarakat yang positif dalam
umum di Desa Cibunian adalah lahan bimbingan kepada masyarakat sekitar berinteraksi dengan hutan akan
pertanian sawah, ladang perbukitan, dan dalam hutan untuk senantiasa mengarah pada terciptanya kondisi
pinggiran hutan, dan kebun teh dan menjaga dan melestarikan kawasan hutan yang lestari. Salah satu upaya
hampir sebagian besar masyarakatnya hutan. Kawasan hutan khususnya yang harus dilakukan untuk menjaga
adalah petani. Hal ini didukung oleh kawasan konservasi perlu dibina dan kelestarian hutan yaitu dengan
luas sawah mencapai 53,77% dari total dipertahankan sebagai hutan dengan adanya pengakuan masyarakat sekitar
luas wilayah (Fahrurozi, 2007). Dalam penutupan vegetasi secara tetap untuk hutan dan dalam kawasan hutan
pengelolaan lahan di sektor pertanian, kepentingan hidrologi, yaitu mengatur sebagai pihak yang secara langsung
Desa Cibunian sudah melakukan tata air, mencegah banjir dan erosi, berhubungan dengan hutan.

35
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2.1.4 Kawasan Hutan Organik,


Megamendung, Kabupaten Bogor
Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor memegang
peranan yang sangat vital bagi banyak daerah yang
berada dibawahnya. Seluruh daerah Puncak di
Kabupaten Bogor merupakan hulu dari 4 Daerah Aliran
Sungai (DAS) besar, yaitu Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi
dan Citarum (Forest Watch Indonesia, 2012). DAS adalah
kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang
menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan
yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan larut
lainnya kedalam sungai yang akhirnya bermuara ke
danau atau ke laut (Sinukaban et al., 2000). DAS Ciliwung
adalah salah satu DAS terbesar yang mengalir melewati
DKI Jakarta.
Menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke
dalam tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Kawasan
DAS Ciliwung Hulu berfungsi sebagai daerah penyangga
wilayah DAS, jika terjadi perubahan komponen-
komponen DAS maka akan berpengaruh ke seluruh
bagian DAS (Fitri, 2020). Perubahan penggunaan lahan
dengan pembangunan kota tentunya tidak terhindarkan,
dampaknya secara nyata telah meningkatkan frekuensi
dan intensitas banjir (Pawitan, 2004).
Kerjasama PT PJB UP Muara Karang dengan Yayasan
Hutan Organik, Megamendung, Bogor, yang sudah
berjalan sejak tahun 2019 menjadi salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk menjaga dan merawat DAS
Ciliwung Hulu. Kerjasama ini sebagai bentuk program
rehabilitasi ekosistem lahan kritis yang termasuk
kegiatan monitoring di dalamnya. Menurut Kurniawan PT PJB UP Muara Karang dengan Yayasan Hutan area Hutan Organik ini termasuk dalam lahan
(2018) terbentuknya kawasan Hutan Organik bermula Organik, Megamendung sudah sesuai dengan yang kritis. Kondisi lahan yang gersang, pH tanah 2,5 – 4,
dari usaha Bambang Istiawan dan Istrinya, Rosita diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No.47 minimnya makroorganisme dalam tanah, minimnya
Istiawan, mengubah lahan kritis menjadi Hutan Organik tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan pepohonan (70% lahan tidak ada pepohonan) dan
sejak tahun 2001. Lingkungan Perusahaan. kemiringan lereng 15o – 80o membuat lahan yang
Konsep Hutan Organik yang menarik dan lokasinya Kegiatan kerjasama yang telah berjalan sejak ada rentan terhadap erosi dan kerusakan lahan.
yang strategis, dilalui oleh Sub DAS Kali Bekasi dan tahun 2019 ini harus mempertimbangkan dan Seiring berjalannya waktu, usaha yang dilakukan
Sub DAS Ciliwung Hulu (Nurhidayat, 2019) membuat memantau berbagai aspek, diantaranya fisiologi Istiawan melalui integrasi antara penanaman
kerjasama ini sangat baik untuk dilakukan. Selain dapat tumbuhan, tanah, satwa dan habitat, sosial ekonomi pohon dikombinasikan dengan peternakan hewan
meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar kawasan kelembagaan dan lainnya agar program rehabilitasi membuahkan hasil, yaitu sebagian besar blok
Hutan Organik, kondisi lingkungan pun terpelihara ekosistem lahan kritis tersebut dapat terpantau areanya telah sukses menjadi hutan yang lebat
dan terkelola dengan baik. Kegiatan kerjasama antara dengan baik. Menurut Kurniawan (2018), awalnya dan menghasilkan mata air yang produktif. Konsep

36
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

yang dikembangkan oleh pihak


Hutan Organik memiliki tujuan untuk
meningkatkan keanekaragaman jenis
tumbuhan terutama habitus pohon
yang menjadi salah satu ciri hutan
tropika. Keberhasilan hutan organik
dalam mengembalikan areal menjadi
hutan memberikan manfaat bagi
satwa liar seperti mamalia, burung,
reptil, amfibi, dan serangga yang
menjadikan tempat tersebut sebagai
habitatnya.
PT PJB UP Muara Karang
bekerjasama dengan Yayasan Hutan
Organik pada tahun 2019 melakukan
penanaman sebanyak 3.000 batang
pohon pada lahan seluas 2 ha di
area kelola Hutan Organik, Bogor,
Jawa Barat. Konsep pengelolaan
lahan dengan sistem agroforestri ini
mengangkat tema “Model Rehabilitasi
Ekosistem Lahan Kritis”. Agroforestry
merupakan suatu sistem pengelolaan
tanaman hutan (perennial) yang
dikombinasikan dengan pertanian
atau disebut juga sistem wanatani.
Praktek agroforestry sudah lama
dilaksanakan di berbagai wilayah
Indonesia dengan berbagai tipe
kombinasi antara agro dan forest-
nya, antara lain di Jawa dikenal istilah
mratani, di provinsi Maluku dusung,
di Krui (Lampung) repong damar,
dan di Kalimantan Barat tembawang
(Widiyanto 2016).

37
2.2 Kerentanan Terhadap
Bencana
Pulau Jawa secara umum, khususnya bersifat subjektif, nilainya didasarkan
empat lokasi area perlindungan privat pada kerusakan yang terlihat,
PT PJB UP Muara Karang rentan sedangkan kekuatan goncangannya
terhadap berbagai bentuk bencana diukur dengan skala Richter, nilainya
alam. Bencana jangka pendek meliputi berkaitan dengan energi yang
gempa bumi, tanah longsor, letusan dilepaskan ke dalam batuan dasar.
gunung berapi, dan banjir. Erosi adalah Sekalipun berukuran kecil,
bentuk bencana jangka panjang yang tanah longsor merupakan akibat
mungkin dampak keseluruhannya lebih gempa bumi yang paling berbahaya,
besar daripada bentuk-bentuk bencana khususnya di daerah beresiko dalam kondisi normal, kecuali jika
di atas, walaupun korban jiwa yang erosi tinggi, dimana hujan lebat genangan ini dapat dipompa kembali
ditimbulkannya hanya sedikit. Gempa meruntuhkan tanah yang sudah ke dalam sungai. Perencanaan dan
bumi umumnya tidak meninggalkan mantap, dan di tempat-tempat pengelolaan dataran banjir perlu lebih
bekas dalam jangka panjang, yang tata guna lahannya tidak tepat. memadukan keterampilan teknik sipil
sedangkan letusan gunung berapi Kawasan Desa Cibunian dan Kawasan dan pemahaman terhadap proses-
dan banjir sebenarnya bermanfaat Hutan Organik Megamendung proses alami daripada yang dilakukan
bagi perekonomian setempat karena merupakan bagian dari area sekarang. Area unit pembangkit
meningkatkan kesuburan tanah. Waktu perlindungan privat PT PJB UP Muara Muara Karang sebagai salah satu
terjadinya bencana alam tidak dapat Karang adalah contoh lokasi dengan lokasi area perlindungan privat PT
diperkirakan secara akurat, tetapi ada resiko erosi tinggi. PJB UP Muara Karang terletak di
beberapa tempat yang jelas beresiko Banjir adalah gejala alam yang pesisir utara merupakan area rawan
tinggi dibandingkan dengan tempat lumrah dan banyak orang yang sudah banjir. Untuk itu PT PJB UP Muara
lainnya, terutama bila pengelolaan akrab dengannya, terutama mereka Karang berupaya mengoptimalkan
lahannya tidak tepat. yang tinggal di sepanjang pantai ketahanan wilayahnya dari banjir
Gunung-gunung berapi di Jawa utara Jawa. Kebanyakan banjir yang dengan melakukan penanaman dan
telah didokumentasikan dengan baik, terjadi cukup dangkal, berjangka pemeliharaan berbagai vegetasi
dan daerah-daerah sekitarnya dibagi waktu cukup pendek, dan umumnya mulai dari habitus semak, perdu
menjadi tiga kelompok yaitu daerah bermanfaat bagi pertanian, walaupun hingga pohon di wilayahnya.
larangan, daerah bahaya primer, dan tidak menyenangkan dan merusak Selain itu PT PJB UP Muara Karang
daerah bahaya sekunder. Penggolongan harta benda lainnya. Peningkatan mengelola kawasan Kali Adem
ini didasarkan pada beberapa asumsi, tinggi pinggiran sungai untuk sebagai kawasan konservasi
bahwa letusan gunung di masa mengimbangi pengendapan yang mangrove. Tegakan mangrove di
mendatang akan terjadi secara vertikal terjadi di dasar sungai kadang-kadang kawasan rawan banjir seperti Teluk
melalui kawah-kawah yang ada dan dilakukan dalam pengelolaan sungai Jakarta memiliki fungsi strategis
tidak berukuran besar. Pusat gempa untuk menghindari banjir. Sayangnya karena dapat meminimalisir
terkumpul di daerah lepas pantai ketika banjir di sungai, tepian sungai dampak negatif dari banjir dan erosi
antara pantai selatan Jawa dan Palung ini mencegah air yang meluap untuk dari daratan maupun hantaman
Jawa. Ukuran gempa didasarkan pada masuk kembali ke dalam sungai gelombang dari arah laut yang
dua cara: intensitasnya diukur dengan dan luapan ini tetap menggenangi potensial menimbulkan abrasi pada
Modified Mercalli Index (MMI) yang lahan lebih lama daripada bila daratan.

38
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Erosi adalah proses alami yang


membentuk dataran dan lembah
yang subur, dan hasil pengendapan
ini memperluas pantai utara Jawa.
Namun laju erosi terus meningkat
secara dramatis dalam 100-150 tahun
terakhir, karena para petani yang
tidak berlahan menebang hutan dan
bertani pada tanah-tanah marginal
yang tidak diteras. Banyak upaya yang
telah dilakukan untuk memperbaiki
keadaan ini, tetapi penanaman
sayuran secara intensif di lereng-
lereng gunung yang sangat curam,
misalnya di kawasan Puncak – Bogor,
serupa dengan ‘tambang pertanian’,
menyebabkan tanah terbuka
terhadap ancaman erosi dan tanah
longsor. Dalam rangka turut serta
dalam upaya memperbaiki kondisi
seperti di atas, PT PJB UP Muara
Karang bekerja sama dengan Hutan
Organik Megamendung melakukan
penanaman pohon intensif di
lahan rawan erosi dan longsor di
kawasan Megamendung – Puncak
dengan pola agroforestri. Tema yang
diusung dalam program ini adalah
“Re-building West Java Tropical
Rainforest”, atau “membangun
kembali hutan hujan tropis Jawa
Barat”. Selain itu PT PJB UP Muara
Karang juga melakukan penanaman
pohon pala di kawasan Desa
Cibunian yang berbatasan langsung
dengan Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS), Bogor, yang
pertumbuhannya diukur secara
periodik.

39
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

BAB 3 Flora dan Vegetasi


3.1 Jenis Flora Asli (terdahulu) dan Jenis-Jenis Asli yang Ada Sekarang

F
lora merupakan semua jenis tumbuhan terwakili, misalnya Sapotaceae, Palmae, Myristicaceae, di Jawa diperkirakan karena aktivitas gunung berapi
yang hidup di suatu daerah tertentu. Ebenaceae, Annonaceae, dan Dipterocarpaceae. pada masa lampau, ditambah lagi oleh adanya
Sesuai dengan kondisi lingkungannya, Karena posisinya di Selat Sunda yang dangkal dan perusakan hutan yang dilakukan manusia (Endert
flora yang hidup di suatu daerah memiliki hubungannya dengan Kalimantan dan Sumatera, 1935). Secara ringkas disimpulkan bahwa kelangkaan
beragam jenis yang memiliki beragam Pulau Jawa memiliki banyak jenis yang serupa flora di Jawa disebabkan oleh faktor iklim, tanah
variasi gen untuk menyesuaikan habitatnya dengan daerah-daerah tersebut. Meskipun demikian, (beberapa jenis tanah tertentu tidak ada), dan
atau tempat hidupnya. Maka dari itu muncul terdapat beberapa perbedaan mendasar. Misalnya, kerusakan hutan.
istilah keanekaragaman flora yang mencakup ada 111 marga (sebagian besar adalah pohon) dan Dalam konteks distribusi flora, pesisir utara dan
keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik dari tiga suku yang dianggap sebagai ciri khas Kawasan selatan Pulau Jawa memiliki perbedaan mencolok.
jenis, dan keanekaragaman habitat tempat tumbuh Sunda tetapi tidak terdapat di Pulau Jawa. Beberapa Sebagian pesisir selatan terdiri dari pesisir yang
jenis-jenis flora (Kusmana dan Hikmat 2015). Pulau di antaranya tidak terdapat di Pulau Jawa karena sambung-menyambung, diselingi oleh tanjung-
Jawa memiliki kurang lebih setengah dari 580 marga kurangnya habitat-habitat khusus, seperti hutan tanjung berbatu karang dan deretan tebing-tebing
tanaman yang distribusinya jelas terdapat di Kawasan kerangas dan gambut (terdapat di Sumatera dan serta petak-petak mangrove. Di pantai selatan juga
Malesia dan beberapa suku yang merupakan ciri khas Kalimantan) (van Steenis dan Schippers-Lammerste terdapat beberapa daerah berbukit pasir. Arus yang
hutan basah Kawasan Sunda ternyata sedikit sekali 1965). Tidak adanya beberapa marga Kawasan Sunda dominan adalah dari timur ke barat dan sering

40
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

terbentuk tanggul-tanggul pasir yang melintang di deretan pantai tersebut dibatasi oleh hutan bakau yang terdapat di pantai utara, dan hanya terdapat
muara-muara sungai selama musim kemarau. Ketika yang dalam. Pesisir yang luas, bukit-bukit pasir dan satu tumbuhan mangrove pantai berlumpur yang
hujan datang, sungai-sungai menyemburkan airnya tanjung-tanjung sangat jarang. Dahulu terdapat terdapat di pantai selatan, sedangkan di pantai utara
dan mengembalikan tanggul-tanggul ini ke laut. banyak rawa-rawa yang berada di belakang pinggiran terdapat 23 tanaman mangrove pesisir berlumpur
Beberapa daerah pesisir selatan mengalami kemarau, hutan-hutan mangrove tetapi sekarang kebanyakan (van Steenis dan Schippers-Lammerste 1965). Selain
meskipun secara keseluruhan pesisir selatan lebih sudah diubah menjadi sawah dan tambak. Karena perbedaan distribusi flora yang disebabkan oleh
basah dari pesisir utara. Pusat-pusat pemukiman terletak di kawasan bayang-bayang hujan dan perbedaan wilayah pesisir utara dan selatan, juga
penduduk hanya sedikit, sebagian besar disebabkan pegunungan, pesisir utara mengalami musim terdapat perbedaan distribusi flora berdasarkan
oleh laut selatan yang bergelombang besar, kasar kemarau yang mencolok. Empat kota terbesar di Jawa ketinggian yang dapat tergambar dari keempat lokasi
dan pantainya hanya memberikan sedikit tempat terletak di pantai utara (Jakarta, Cirebon, Semarang area perlindungan privat PT PJB UP Muara Karang
berlabuh yang aman. Akibatnya ada beberapa dan Surabaya) dan sekarang tidak ada lagi tumbuhan yaitu Desa Cibunian – Hutan Organik Megamendung
bentangan sisa-sisa hutan yang penting dan cukup primer atau sekunder yang berada dalam jarak 35 km (± 700 m dpl) dan Unit Pembangkit – Kali Adem (±
besar di sepanjang pantai selatan. dari pesisir. Sebagian akibat perbedaan-perbedaan di 0-0,5 m dpl).
Pesisir utara pada umumnya memiliki pantai atas, maka formasi tumbuhan yang hanya terdapat
berlumpur yang landai dan dangkal, sebagian dari di pantai selatan empat kali lebih banyak daripada

41
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

3.2 Flora Area Perlindungan Privat PT


PJB UP Muara Karang
Indonesia diperkirakan memiliki 25% dari spesies tumbuhan
berbunga yang ada di dunia, hingga menempati urutan negara
terbesar ke tujuh dengan jumlah spesies mencapai 20.000
spesies yang 40% nya merupakan tumbuhan endemik atau
tumbuhan asli Indonesia. Famili tumbuhan dengan anggota
spesies terbanyak adalah Orchidaceae (kelompok anggrek)
yaitu mencapai 4.000 spesies. Anggota famili Dipterocarpaceae
(keluarga tumbuhan berkayu) sebanyak 386 spesies, anggota
famili Myrtaceae (keluarga tumbuhan euginia) dan anggota
famili Moraceae (keluarga tumbuhan beringin) sebanyak 500
spesies, serta anggota famili Ericaceae sebanyak 737 (287 spesies
Rhodendrom dan 239 spesies Naccinium) (Whitemore 1986
dalam Santoso 1996).
Flora di wilayah Indonesia merupakan bagian dari flora
Malesiana. Ditinjau dari wilayah biogeografi, terdapat tujuh
wilayah biogeografi utama Indonesia yang menjadi wilayah
penyebaran berbagai jenis tumbuhan, yaitu Sumatera, Jawa
dan Bali, Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan Irian
Jawa (BAPPENAS 1993). Berdasarkan hasil proses pembentukan
wilayah daratan Indonesia serta hasil penelitian Wallace dan
Weber, secara geologis persebaran flora dan fauna di Indonesia
terbagi ke dalam 3 wilayah, yaitu:
1. Flora Dataran Sunda, meliputi pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan dan Bali yang di bawah pengaruh benua Asia
sehingga disebut juga flora Asiatis. Flora di pulau-pulau
tersebut didominasi oleh jenis tumbuhan berhabitus
pohon dari suku Dipterocarpaceae.
2. Flora Dataran Sahul, meliputi pulau Papua dan pulau-
pulau kecil di sekitarnya yang di bawah pengaruh benua
Australia sehingga disebut juga flora Australis. Flora di
pulau-pulau tersebut didominasi oleh jenis tumbuhan
berhabitus pohon dari suku Araucariaceae dan Myrtaceae.
3. Flora Daerah Peralihan (Daerah Wallace), meliputi pulau
Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara yang di bawah
pengaruh benua Asia dan Australia. Flora di pulau-pulau
tersebut didominasi oleh jenis tumbuhan berhabitus pohon
dari suku Araucariaceae, Myrtaceae, dan Verbenaceae.

42
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan pada tahun 2022, diperoleh
spesies tertinggi di dunia. Tercatat sekitar 240 spesies tumbuhan yang dinyatakan sebanyak 260 jenis tumbuhan di kawasan Unit Pembangkit, 32 jenis tumbuhan di
langka, diantaranya banyak yang merupakan tanaman budidaya. Paling sedikit 52 kawasan Mangrove Kali Adem, 259 jenis tumbuhan di Desa Cibunian, dan 129 jenis
spesies keluarga anggrek, 11 spesies rotan, 9 spesies bambu, 9 spesies pinang, 6 tumbuhan di blok penanaman Hutan Organik. Jenis tumbuhan yang ditemukan di
spesies durian, 4 spesies pala, dan 3 spesies mangga (Moga et al. 2001). Eksploitasi kawasan Unit Pembangkit lebih banyak dibandingkan dengan lokasi lainnya, hal ini
terhadap keanekaragaman hayati, penebangan liar, konversi kawasan hutan, dikarenakan di kawasan Unit Pembangkit merupakan kawasan artifisial yang berarti
perburuan dan perdagangan liar merupakan beberapa faktor yang menyebabkan preferensi pengelola merupakan faktor dominan yang membentuk komponen
terancamnya keanekaragaman hayati. Usaha pemerintah untuk menyelamatkan vegetasi di lokasi tersebut. Kawasan Mangrove Kali Adem memiliki jumlah jenis
sumber daya hayati yang mengalami peningkatan keterancaman dan kepunahan, tumbuhan paling sedikit terinventarisasi, hal ini dikarenakan adanya faktor pembatas
adalah menetapkan adanya status kelangkaan suatu spesies. Kissinger (2013) untuk tumbuh yaitu kondisi lahan berair, tidak stabil dan salinitas yang tinggi.
menyatakan bahwa salah satu informasi penting yang diperlukan untuk mendukung
pengelolaan yang baik terhadap sumber daya tumbuhan yaitu teridentifikasinya
karakteristik habitat dan fenotip (ciri fisik yang ditunjukkan tumbuhan), sehingga
dapat dijadikan bahan dasar untuk kegiatan konservasi. Kelengkapan informasi
merupakan faktor penting dalam menyusun rencana konservasi. Salah satu
perusahaan yang bergerak dalam unit usaha pembangkit listrik yaitu PT PJB UP
Muara Karang telah ikut serta dalam program konservasi dan perlindungan
ekosistem melalui beberapa kegiatan lingkungan sejak tahun 2014.

43
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1. Api-Api Putih (Avicennia marina)


Nama Umum : Api-api putih, api-api jambu
Deskripsi Umum :
Pohon khas mangrove yang tumbuh tegak atau menyebar,
ketinggian pohon mencapai 30 meter. Pohon ini memiliki
sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil
(atau berbentuk asparagus), akar nafas tegak dengan sejumlah
lentisel. Kulit kayu halus dengan garis hijau-abu dan terkelupas
dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan tangkai daun
berwarna kuning, tidak berbulu. Secara ekologinya termasuk
tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki
kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat
pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini paling
umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering
membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses
pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol
membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah
sepanjang tahun, kadang-kadang bersifat vivipar. Buah
membuka pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah
dapat juga terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi
penyerapan air. Manfaat dari pohon ini bagian daun digunakan
untuk mengatasi kulit yang terbakar dan sebagai makanan
ternak. Buah dapat dimakan dan diolah menjadi tepung sebagai
bahan dasar pembuatan onde atau roti lainnya. Kayunya dapat
dijadikan bahan kertas berkualitas tinggi.

Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis di Afrika, Asia, Amerika


Selatan, Australia, Polynesia dan
Selandia Baru serta dapat ditemukan di
Seluruh Indonesia.

IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah


CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

44
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2. Rasamala (Altingia excelsa)

Nama Umum : Rasamala, Tulason, Bodi Rimbo, Lumajau


Deskripsi Umum :
Tumbuhan berupa pohon yang dapat tumbuh hingga 60 meter.
Pohon rasamala muda memiliki tajuk yang rapat dan berbentuk
seperti segitiga atau pyramid kemudian semakin membulat
sesuai dengan pertambahan usia pohon. Dapat tumbuh di daerah
dengan ketinggian 500 m hingga 1500 m dpl dengan kondisi
berbukit dan lembap. Curah hujan yang diperlukan adalah 100 mm
per bulan pada kondisi tanah vulkanik yang subur. Kayu rasamala
memiliki sifat awet dan kuat meskipun disimpan dan kontak
langsung dengan tanah. Kayunya digunakan untuk berbagai
keperluan bangunan seperti jembatan, tiang, dan bantalan kereta
api. Getahnya yang memiliki aroma wangi sering digunakan untuk
campuran pewangi ruangan. Daun rasamala seringkali dikonsumsi
sebagai lalapan, terutama daun muda yang masih berwarna
merah. Selain itu, daun rasamala juga dapat digunakan untuk obat
batuk. Akarnya digunakan sebagai hiasan dekorasi, contohnya
pada aquascape. Pohon ini banyak digunakan untuk reboisasi
karena memiliki cabang lebar dan teduh.

Lokasi Penyebaran : Pohon rasamala adalah salah satu jenis


pohon hutan yang banyak tumbuh
di daerah Jawa Barat. Berdasarkan
penelitian, spesies ini berasal dari
Pegunungan Himalaya kemudian
menyebar ke Burma, Semenanjung
Malaya, Sumatera hingga Jawa. Sebaran
rasamala di Indonesia, antara lain di
Jawa Barat, Bengkulu dan Bukit Barisan.
Kawasan Asia merupakan sebaran utama
dari pohon rasamala. Pohon ini tersebar
mulai dari Tibet Selatan, Assam (India),
hingga Asia Tenggara termasuk Cina
Selatan hingga Malesia (Indomalaya).
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

45
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

3. Burahol
(Stelechocarpus burahol)
Nama Umum : Kepel, Kecindul, Simpol,
Cindul, Burahol, Turalak
(Indonesia); Kepel (Keppel)
Apple (English).
Deskripsi Umum :
Pohon Burahol berbatang besar dan tingginya
dapat mencapai 20 meter, permukaan batangnya
terdapat benjolan-benjolan akibat bekas tumbuhnya
tangkai bunga dan buah, karena buahnya langsung
tumbuh pada batang atau biasa disebut dengan
kauliflori. Pohon ini tumbuh optimal pada kondisi
tanah yang subur, berhumus dan lembab pada
ketinggian 150-300 m dpl. Pohon ini berbentuk
pyramid dengan banyak cabang dan berbunga setelah
berumur 8 tahun. Bunga biasanya muncul pada
bulan September-Oktober. Buah burahol merupakan
buah khas Yogyakarta yang dapat dipanen selama 6
bulan setelah berbunga yaitu pada bulan Maret-April.
Buah dan daunnya bermanfaat untuk pembuatan
kosmetik anti-aging, obat kolesterol, dan parfum.

Lokasi Penyebaran : Pohon Burahol merupakan


tanaman asli daerah tropis
yang diduga berasal dari
Asia Tenggara, terutama
Indonesia dan Malaysia,
namun tersebar hingga
Kepulauan Solomon bahkan
Australia.
IUCN Red List : Not Evaluated/Belum
Evaluasi
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

46
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

4. Pulai (Alstonia scholaris)


Nama Umum : Pule, Pulai, Lame
(Indonesian);
Dita (Tagalog)
Deskripsi Umum :
Tumbuh pada ketinggian 1 m – 1230 m dpl, yaitu
pada tanah berpasir dan tanah liat yang tidak pernah
digenangi air. Memiliki tinggi mencapai 36 meter
dengan diameter hingga 80 cm dan tumbuh pada
hutan dataran rendah, hutan primer maupun hutan
sekunder. Pohon pulai dapat hidup di tanah liat dan
berpasir yang kering maupun digenangi air, pada
lereng bukit berbatu dengan ketinggian 0-1000 m
dpl. Pulai mampu hidup pada tanah dengan pH
lebih dari 5 dan bertekstur kasar. Pulai memiliki
manfaat kesehatan. Kulit kayu pulai digunakan untuk
mengobati malaria, asma, penyakit kulit, epilepsi dan
hipertensi. Getah dari batang pulai dapat digunakan
untuk mengobati sariawan dan keseleo. Kayu pulai
dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
batang pensil, topeng dan kerajinan kayu lainnya.
Prospek pasar terbesar pulai terletak pada industri
kerajinan, permen karet, dan obat-obatan.

Lokasi Penyebaran : Persebaran pulai dapat


ditemukan di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur,
Bali, Sumatera, Kalimantan
Selatan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, dan Irian
Jaya.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

47
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

5. Bintaro
(Cerbera odollam)
Nama Umum : Bintaro, Kayu Susu, Kenyen
Putih, Koyandan, Mangga
Prabu, Mangga Laut
(Indonesian); Indian Suicide
Tree, Grey Milkwood, Pong
Pong Tree, Sea Mango
(English).
Deskripsi Umum :
Pohon atau belukar dengan ketinggian mencapai
20 m. Kulit kayu bercelah, berwarna abu-abu hingga
cokelat. Akar menjalar di permukaan tanah, tetapi
kurang memiliki akar udara dan akar nafas. Jenis ini
tumbuh di hutan rawa pesisir atau di pantai hingga
jauh ke darat (400 m dpl), menyukai tanah pasir,
terbuka terhadap udara dari laut serta tempat yang
tidak teratur tergenang oleh pasang surut. Biasanya
tumbuh di bagian tepi daratan mangrove. Minyak yang
diperas dari biji dan buah mudanya dapat digunakan
untuk mengatasi gatal-gatal, reumatik, serta pilek.
Minyak biji dapat digunakan untuk meracuni ikan
(di Burma juga digunakan sebagai insektisida). Kulit
kayu dan daun digunakan sebagai obat pencahar.
Sedangkan, kayunya digunakan sebagai kayu bakar
dan bahan arang. Banyak dipakai sebagai tanaman
hias/peneduh di dalam kompleks perumahan.

Lokasi Penyebaran : Penyebaran di seluruh


Indonesia. Tercatat di Bali,
Jawa, Sumatera Barat,
Sulawesi Utara, Maluku,
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Timor dan Irian Jaya. Tersebar
Rendah
di Papua New Guinea,
Kepulauan Bismarck, dan CITES : -
seluruh Kepulauan Solomon. P.106 Tahun 2018 : -

48
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

6. Nipah (Nypa fruticans) Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis di Asia IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
Tenggara, Malaysia, Seluruh CITES : -
Indonesia, Papua New Guinea,
Nama Umum : Nipah (Indonesia); Nipa P.106 Tahun 2018 : -
Filipina, Australia dan Pasifik
Palm (English) Barat.
Deskripsi Umum :
Jenis ini merupakan Palma
tanpa batang di permukaan,
membentuk rumpun. Batang
terdapat di bawah tanah, kuat
dan menggarpu. Tingginya dapat
mencapai 4-9 m. Tumbuh pada
substrat yang halus. Memerlukan
masukan air tawar tahunan yang
tinggi. Jarang terdapat di luar zona
pantai. Memiliki sistem perakaran
rapat dan kuat yang lebih baik
dan sesuai terhadap perubahan
masukan air, dibandingkan dengan
sebagian besar jenis tumbuhan
mangrove lainnya. Serbuk
sari lengket dan penyerbukan
nampaknya dibantu oleh lalat
Drosophila. Buah yang berserat
serta adanya rongga udara pada
biji membantu penyebaran mereka
melalui air. Kadang-kadang bersifat
vivipar. Batang dari jenis ini dapat
menjadi bahan sirup manis
dalam jumlah yang cukup banyak.
Digunakan untuk memproduksi
alkohol dan gula. Daun digunakan
untuk bahan pembuatan payung,
topi, tikar, keranjang dan kertas
rokok. Biji dapat dimakan. Setelah
diolah, serat gagang daun juga
dapat dibuat tali dan bulu sikat.

49
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

7. Kecrutan (Spathodea campanulata)


Nama Umum : Kembang kecrutan,
kiengsrot, ki acret
(Indonesia); African Tulip
Tree (English)
Deskripsi Umum :
Pohon cepat tumbuh, memiliki batang kayu yang tidak keras, dan
batang pohonnya berwarna putih dapat tumbuh hingga mencapai
20 meter. Pohon ini rajin berbunga sehingga banyak dipakai untuk
penghijauan dan pertamanan. Pohon ini tumbuh pada wilayah
beriklim tropis, mudah beradaptasi. Dapat tumbuh di dataran rendah
hingga ketinggian 1000 m dpl. Di Indonesia pohon ini dibudidayakan
dengan menggunakan stek akar atau tumbuhan liar. Pohon ini biasa
ditanam sebagai pelindung di taman atau tepi jalan. Karena kuncup
bunganya yang mampu memuncratkan air, dalam bahasa Sunda ia
dikenal sebagai ki acret ("pohon muncrat") dan dalam bahasa Jawa
disebut crut-crutan. Dalam bahasa Inggris, ia dikenal dengan nama
African tulip, karena warna bunganya yang mirip bunga tulip. Di
Afrika, benih tanaman banyak dimanfaatkan sebagai makanan. Kayu
digunakan untuk ukiran dan bahan dasar pembuatan drum. Bagian
tengah buah yang keras digunakan untuk membunuh binatang. Kulit
buah memiliki sifat pencahar dan antiseptic. Sedangkan, biji, bunga,
dan akar digunakan sebagai obat. Kulit kayu juga dapat direbus
dalam air yang digunakan untuk mandi bayi yang baru lahir untuk
menyembuhkan ruam tubuh.

Lokasi Penyebaran : Jenis ini berasal dari Afrika tropis, kemudian


tersebar ke seluruh daerah tropis lain
termasuk Kawasan Malesia.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

50
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

8. Ketapang
(Terminalia catappa)
Nama Umum : Ketapang (Indonesian);Talisay
(Tagalog); Lan Ren (Chinese);
Tropical Almond, India-Almond
(English).
Deskripsi Umum :
Pohon dengan ketinggian 10-35 m. Cabang muda
tebal dan ditutupi rapat oleh rambut yang kemudian akan
rontok. Tajuk berbentuk seperti pagoda dan berlapis secara
horizontal. Sebaran tumbuhnya sangat luas. Tumbuh di
pantai berpasir atau berkarang dan bagian tepi daratan dari
mangrove hingga jauh ke darat. Penyebaran buah dilakukan
melalui air atau oleh kelelawar pemakan buah. Pohon
menggugurkan daunnya (ketika warnanya berubah merah)
sekali waktu, biasanya dua kali setahun (di Jawa pada bulan
Januari atau Februari dan Juli atau Agustus). Jenis ini sering
ditanam sebagai pohon peneduh jalanan. Kayu berwarna
merah dan memiliki kualitas yang baik, digunakan sebagai
bahan bangunan dan pembuatan perahu. Biji buahnya
dapat dimakan dan mengandung minyak yang berlemak
dan bening. Tanin digunakan untuk mengatasi disentri serta
untuk penyamakan kulit. Sedangkan, untuk bagian daun
sering digunakan untuk mengobati rematik.

Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis di Seluruh


Indonesia, tetapi agak jarang di
Sumatera dan Kalimantan. Tumbuh
di bagian tropis Asia, Australia Utara,
dan Polinesia.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

51
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

9. Ketapang Kencana
(Terminalia mantaly)
Nama Umum : Ketapang Kencana (Indonesian);
Madagascar Almond Tree
(English).
Deskripsi Umum :
Pohon peneduh yang memiliki tajuk mendatar dan
berlapis-lapis, sebagaimana kerabat satu marganya,
Ketapang T. catappa, membuatnya juga menjadi penghias
taman rumah dan kebun. Ketapang Kencana mampu
tumbuh dengan ketinggian mencapai 20 meter dengan
batang berdiri tegak dan rapi. Pohon ini juga memiliki
ranting ramping yang tumbuh lurus. Daun-daun kecilnya
juga subur bergerombol seperti membentuk payung
sehingga bisa melindungi tanaman yang ada dibawahnya.
Daun pohon ini berwarna hijau terang ketika berumur
muda, dan akan tetap terlihat hijau meskipun tengah
terjadi pergantian musim. Tanaman ini memerlukan
penyinaran matahari setiap hari, jenisnya termasuk dalam
tanaman outdoor. Penanaman pohon Ketapang kencana
pada sisi jalan sering dilakukan secara massal dalam
bentuk barisan. Penanaman ini berfungsi untuk menyerap
polusi dan telah banyak diterapkan di area-area publik di
Indonesia. Ketapang kencana juga sering ditanam sebagai
penghias dan peneduh pada taman rumah dan juga area
parkir di kawasan perkantoran. Pohon ini juga memiliki
khasiat untuk pengobatan. Kulit kayu dan kayunya dapat
digunakan untuk mengobati disentri. Pada kayunya
ditemukan tanin yang berguna sebagai pewarna.

Lokasi Penyebaran : Ketapang kencana adalah


tumbuhan endemik Madagaskar,
namun sekarang diintroduksi ke
berbagai daerah tropika.

IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah


CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

52
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

10. Eboni
(Diospyros celebica)
Nama Umum : Eboni Sulawesi, maitong, lotong,
kayu hitam, sora, toetandu
(Indonesian); Macassar Ebony,
Coromandel Ebony, Streaked
Ebony, Black Ebony (English)
Deskripsi Umum :
Pohon tumbuh dengan batang yang tinggi, tegak,
dan lurus dengan ketinggian 20 – 40 meter serta memiliki
diameter hingga 1 meter. Pohon ini mempunyai batang atau
kayu berwarna hitam sehingga seringkali disebut sebagai
kayu hitam. Pohon ini mempunyai bunga berwarna putih
dan tumbuh secara berkelompok yang biasanya muncul
pada Bulan Maret sampai Mei. Pohon eboni juga bisa
menghasilkan buah berbentuk bulat oval yang warnanya
merah kekuningan dan berubah menjadi cokelat ketika
sudah matang serta dapat dimakan. Sama seperti daun,
buahnya juga mempunyai bulu-bulu halus di bagian luarnya.
Buah ini tumbuh pada Bulan September sampai November
dan biasanya dimakan oleh monyet, kelelawar, bajing, dan
lain sebagainya. Pohon yang menghasilkan kayu hitam
berkualitas tinggi dan nilai jual tinggi. Kayunya sangat cocok
digunakan sebagai kayu konstruksi bangunan atau furniture
rumah tangga.

Lokasi Penyebaran : Eboni merupakan komoditi


primadona dari hutan Sulawesi.
Dunia mengenal bahwa jenis
pohon eboni hanya dapat dijumpai
tumbuh di hutan-hutan Sulawesi
yang masuk ke dalam wilayah
Wallacea.
IUCN Red List : Vulnerable/Rentan
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : -

53
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

11. Buta-Buta
(Excoecaria agallocha)
Nama Umum : Buta-buta
Deskripsi Umum :
Pohon meranggas kecil dapat mencapai
ketinggian 15 m. Kulit kayu berwarna abu-abu, halus,
tetapi memiliki bintil. Akar menjalar di sepanjang
permukaan tanah, seringkali berbentuk kusut dan
ditutupi oleh lentisel. Memiliki getah (warna putih
dan lengket) yang dapat mengganggu kulit dan
mata. Jenis ini memerlukan masukan air tawar
dalam jumlah besar sepanjang tahun. Umumnya
ditemukan pada bagian pinggir mangrove di bagian
daratan, atau kadang-kadang di atas batas air pasang.
Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Penyerbukan
dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Akar dari
jenis ini dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi
dan pembengkakan. Kayu digunakan untuk bahan
ukiran. Kayu tidak bisa digunakan sebagai kayu bakar
karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan. Kayu
dapat digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang
bermutu baik. Getah digunakan untuk membunuh
ikan. Kayunya kadang-kadang dijual karena memiliki
wangi yang khas.

Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis sebagian


besar di wilayah Asia Tropis,
termasuk di Indonesia, dan
di Australia. Tumbuh di
sepanjang pinggiran danau
asin (90% air laut) di pulau
vulkanis Satonda, sebelah
Utara Sumbawa.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

54
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

12. Buni
(Antidesma bunius)
Sinonim : Antidesma bunias (L.) Spreng.,
orth.
Nama Umum : Buni, Wuni, Huni (Indonesian);
Bignay, Chinese Laurel (English)
Deskripsi Umum :
Habitus pohon, kecil hingga sedang tinggi dapat
mencapai 30 m dan diameter 50 cm. Bercabang banyak
dan rindang. Jenis ini dapat tumbuh secara alami pada
ketinggian 500-800 mpdl di berbagai jenis tanah dan masih
dapat tumbuh hingga ketinggian 1200 mdpl di daerah
beriklim kering. Habitat yang disukainya adalah Hutan
cemara basah, hutan Dipterocarp dan hutan jati, di tepi
sungai, di tepi hutan, di sepanjang tepi jalan, di rumpun
bambu, di habitat yang teduh atau terbuka, biasanya di
vegetasi sekunder tetapi juga di vegetasi primer. Manfaat
dari jenis ini yaitu untuk buahnya sering dikonsumsi untuk
rujak. Terkadang buahnya dapat pula dipakai sebagai
campuran dalam minuman buah-buahan. Buahnya yang
berukuran kecil dan berwarna merah menambah cantik
penampilannya dan disukai oleh burung. Alkaloid dari kulit
batang buni dapat digunakan untuk campuran pembuatan
obat. Daun mudanya dapat dimakan sebagai lalap. Daunnya
berbudaya dan digunakan untuk mengobati gigitan ular di
Asia. Pohon ini dapat dijadikan pohon hias. Kulit kayunya
menghasilkan serat yang kuat untuk tali pengikat dan untuk
membuat karton.

Lokasi Penyebaran : Daerah penyebaran meliputi India,


Sri Lanka, Philipina, sampai ke
Australia Utara. Di Indonesia banyak
terdapat di Bali, Sumatera dan
Jawa.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

55
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

13. Trembesi
(Samanea saman) Lokasi Penyebaran : Jenis ini tersebar di daerah tropis dan IUCN Red List : Least Concern/
sub tropis yang berasal dari kawasan Beresiko Rendah
Peru, Meksiko dan Brazil. Meski CITES : -
Nama Umum : Saman, Trembesi (Indonesian);
berasal dari benua Amerika, jenis ini
Rain Tree, Monkey Pod, Saman P.106 Tahun 2018 : -
mampu beradaptasi dan tumbuh
(English)
dengan baik di wilayah lainnya.
Deskripsi Umum :
Pohon ini dapat mencapai tinggi
30 m. Batang berwarna cokelat tua.
Pohon ini juga memiliki nama yang
berbeda di setiap daerah di Indonesia,
seperti Kayu Ambon (Melayu), Ki
Hujan (Sunda), Punggur, Munggur,
Trembesi, dan Meh (Jawa). Jenis ini
tumbuh subur di daerah yang memiliki
rata-rata curah hujan 600 - 3000 mm/
tahun dengan ketinggian 0 hingga
300 m dpl. Jenis tanah yang dapat
ditumbuhi trembesi ialah tanah ber-pH
4,7 - 8,5 dengan sistem drainase yang
baik. Keistimewaan lain dari jenis ini
adalah kemampuannya menghadapi
cuaca ekstrem, yakni 2 - 4 bulan pada
bulan kering dengan suhu 20ºC - 38ºC.
Secara ekologis, jenis ini berperan
sebagai pohon peneduh. Memiliki
kemampuan menyerap 28.488 kg
CO2 setiap tahunnya oleh karena itu
banyak ditanami di kanan-kiri jalan
raya. Kegunaan lainnya akar Trembesi
dapat digunakan sebagai obat
tambahan pencegah kanker. Ekstrak
daun Trembesi dapat menghambat
pertumbuhan  Mycobacterium
tuberculosis.

56
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

14. Bunga Kupu-Kupu


(Bauhinia purpurea)
Nama Umum : Bunga Kupu-Kupu
(Indonesia); Butterfly
Tree, Orchid Tree,
Purple Bauhinia,
Purple Camel’s Foot
(English)
Deskripsi Umum :
Pohon berukuran sedang dengan
tinggi mencapai 5 meter. Kulit batang
berwarna coklat keabu-abuan. Daun
berukuran 10-20 cm, berwarna hijau
dengan bentuk menyerupai sayap kupu-
kupu; bagian pangkal membulat ganda
(seperti pangkal hati) dan bagian ujungnya
pun ganda melonjong. Bunga berwarna
merah muda, terdiri atas lima kelopak
dan harum. Tanaman ini dapat tumbuh
liar sebagai semak belukar. Tumbuh baik
di daerah beriklim tropis dan subtropis
dengan ketinggian antara 500-2000
mdpl. Beberapa manfaat tanaman bunga
kupu-kupu yaitu mengobati diabetes,
menghilangkan nyeri, mengobati
gondok, anti bakteri, mengobati rematik,
mengobati kanker, mengobati diare,
mencegah diet, mengobati bisul, dan
menyembuhkan luka.

Lokasi Penyebaran : Tumbuhan ini tersebar secara alami di Asia (China dan Asia Tenggara), dan bukan IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
tanaman asli Indonesia. Tanaman yang ditumbuh di Indonesia merupakan hasil CITES : -
introduksi, meskipun beberapa study memasukkan Indonesia sebagai habitat
P.106 Tahun 2018 : -
alami tanaman ini. Selain diintroduksi ke Indonesia, bunga ini juga diintroduksi
ke banyak negara lain mulai dari Amerika, Australia, hingga Afrika.

57
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

15. Merbau
(Intsia bijuga)
Nama Umum : Merbau, Merbau Ipil,
Merbau Ayer, Ipil, Kwila,
Kayu Besi (Indonesia); Ifil
(English)
Deskripsi Umum :
Pohon yang dapat tumbuh hingga 50 m, dengan
diameter hingga 250 cm setinggi dada untuk
batangnya, dan dapat memiliki akar penopang
hingga 4 m dan lebar 2 m. Tumbuh di daerah pesisir,
tetapi juga ditemui di hutan pedalaman, hingga
ketinggian 600 m dpl. Merbau banyak digunakan
untuk bahan konstruksi umum, papan flooring dan
furniture dan secara tradisional merupakan salah
satu jenis kayu yang paling sering digunakan untuk
bahan ukiran, tombak, anak panah, peralatan rumah
tangga dan bahan bangunan rumah tradisional.

Lokasi Penyebaran : Pohon ini berasal dari


Afrika Timur melalui India
Selatan dan Singapura, Asia
Tenggara hingga Australia
Utara, dan Polinesia. Daerah
ekologi utama di Indonesia
meliputi Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Jawa,
Maluku, NTT dan Papua.
Secara lokal ditemui di Lim
Chu Kang, Pulau Pawai,
Pulau Tekong, Pulau Ubin,
dan Daerah Tangkapan Air
Barat.
IUCN Red List : Near Threatened/Hampir
Terancam
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

58
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

16. Angsana
(Pterocarpus indicus)
Nama Umum : Angsana, Sonokembang, Paduak
Melayu, Halus Narra, Amboyna,
Cendana Merah, Asan, Sena,
Sona, Hasona, Asana, Sana,
Langsano, Lansano, Babaksana,
Linggua, Angsono (Indonesian);
Pterocarpus, Andaman
Redwood, Santal Rouge (English)
Deskripsi Umum :
Tanaman ini tumbuh sampai dengan ketinggian 30–
40 m dengan diameter batang hingga lebih dari 2 meter.
Tumbuh tersebar di sekitar pantai dan di hutan alam
campuran, namun sudah banyak juga dibudidayakan.
Dapat tumbuh pada semua kondisi lahan, namun jenis ini
akan tumbuh baik sampai ketinggian 500 mdpl, pada tanah
liat berpasir, dalam, dan gembur atau tanah berbatu-batu.
Manfaat pohon ini yang bertajuk lebat dan berbunga indah,
maka banyak digunakan sebagai tanaman penghias di
perkotaan, terutama sebagai tanaman peneduh, penyerap
kebisingan, dan juga penyerap polusi. Kayunya berwarna
coklat keemasan atau kuning sampai merah, berbau mawar
dengan pola yang indah pada permukaannya selain itu
cukup kuat dan awet. Sehingga kayu ini termasuk dalam kayu
mewah, dengan harga yang cukup tinggi. Saat ini ekstrak
kayu digunakan sebagai obat-obatan tradisional yang dapat
menyembuhkan beberapa penyakit. Di beberapa daerah
kulit kayu diparut kemudian direbus dan diambil cairan dan
digunakan untuk mengobati disentri dan diare.

Lokasi Penyebaran : Spesies alami yang berasal


dari Asia tenggara, Kamboja,
Cina bagian utara, Timor Timur,
Indonesia, Malaysia, Papua Nugini,
Filipina, Thailand hingga Vietnam.
IUCN Red List : Endangered/Terancam
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

59
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

17. Kaliandra Merah


(Calliandra calothyrsus)
Nama Umum : Kaliandra
Deskripsi Umum :
Tumbuh sampai dengan ketinggian 12 m dengan
diameter batang rerata berkisar 20 cm, dengan warna
kulit merah atau abu-abu. Di Meksiko dan Amerika
Tengah, tanaman ini tumbuh di daerah rendah
sampai ketinggian 1.860 mdpl, dengan curah hujan
berkisar 1.000-4.000 mm. Kaliandra merah mampu
tumbuh di berbagai jenis tanah tetapi lebih menyukai
tanah yang bertekstur ringan dan sedikit asam
(lempung berpasir, lempung berpasir atau lempung
berpasir). Tanaman ini dapat mentolerir tanah yang
tidak subur dan padat atau dengan aerasi yang buruk
tetapi tidak mentolerir tanah yang tergenang air dan
basa. Kadang-kadang ditanam sebagai tanaman
hias, pakan ternak, serta dipercaya dapat bermanfaat
sebagai obat seperti untuk obat rematik, penenang,
sesak napas, kanker rahim, arthritis, dan pembersih
darah serta kontrasepsi, dapat pula digunakan sebagai
anthelmintik (obat cacing), antidiare, antispasmodik,
antipiretik, antikoligenik, antikonvulsan, analgesik,
antiulserogenik, bersifat antimikroba terhadap
bakteri Staphyloccocus aureus, Escherichia coli dan
Staphyloccocus gallinallum.

Lokasi Penyebaran : Pohon pengikat nitrogen


yang tumbuh cepat ini
telah diperkenalkan di India,
Indonesia, Afrika, Amerika
Selatan, Hindia Barat, dan di
beberapa pulau di Samudra
Pasifik.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

60
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

18. Saninten
(Castanopsis javanica)
Nama Umum : Kingkilaban, Saninten,
Kalimorot, Ki Hiur
Deskripsi Umum :
Pohon besar dari anggota suku Fagaceae.
Tumbuhan ini memiliki buah yang menyerupai
buah rambutan, hanya saja memiliki perbedaan
di duri yang sangat tajam dan terdapat satu
buah dalam setiap lokusnya. Pohon sedang
hingga besar, memiliki ketinggian 10-40 m, serta
memiliki diameter batang 20-100 cm. Batang
dari jenis ini kadang berlekuk dan warna abu
kecoklatan. Habitat dari jenis ini berada di hutan
primer perbukitan dataran rendah dipterokarpa
hingga ketinggian 1000 mdpl. Dan kadang
tumbuh di hutan sekunder pada ketinggian
hingga 2000 mdpl. Cara perbanyakan secara
generatif melalui biji. Masa berbunga pada
bulan September-Maret, dan berbuah bulan
Maret-Desember. Kayu digunakan untuk
konstruksi, bahan bangunan rumah, perabot
rumah tangga, dan kulit kayu dibuat peti
sebagai penyimpan beras. Biji dimakan setelah
direbus atau dibakar, dapat dikonsumsi mentah,
dan sebagai obat. Biji merupakan pakan satwa.
Kulit kayu menghasilkan tanin untuk penyamak.

Lokasi Penyebaran : Daerah penyebaran


yaitu Semenanjung
Malaya, Sabah,
Sarawak, Sumatera,
Kalimantan, dan Jawa
Barat.
IUCN Red List : Least Concern/
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

61
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

19. Pidada
(Sonneratia caseolaris)
Nama Umum : Pidada, Perepat, Alatat,
Pedada, Perepat Merah,
Bogem, Betah, Bidada,
Bogem, Kapidada, Bhughem,
Poghem, dll.
Deskripsi Umum :
Pohon jenis ini memiliki ketinggian mencapai 15
m, jarang mencapai 20 m. Memiliki akar napas vertikal
seperti kerucut (tinggi hingga 1 m) yang banyak dan
sangat kuat. Ujung cabang/ranting terkulai, dan
berbentuk segi empat pada saat muda. Tumbuh di
bagian yang kurang asin di hutan mangrove, pada
substrat tanah lumpur yang dalam serta seringkali
ditemui di sepanjang sungai kecil dengan air yang
mengalir pelan dan terpengaruh oleh pasang surut.
Belum pernah ditemui tumbuh pada pematang/
daerah berkarang. Tidak toleran terhadap naungan.
Waktu bunga berkembang/mekar penuh (setelah jam
20.00 malam), bunga berisi banyak nektar. Perbungaan
terjadi sepanjang tahun. Selama hujan lebat,
kecenderungan pertumbuhan daun akan berubah dari
horizontal menjadi vertikal. Buah asam dapat dimakan
(dirujak). Kayu dapat digunakan sebagai kayu bakar.
Setelah direndam dalam air mendidih, akar napas dapat
digunakan untuk mengganti gabus.

Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis dari Sri


Lanka, seluruh Asia Tenggara,
termasuk Indonesia, Malaysia,
Filipina, hingga Australia tropis,
dan Kepulauan Solomon.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

62
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

20. Waru
(Hibiscus tiliaceus)
Nama Umum : Waru, Waru Lengis. Baru, Dadap Laut, Lokasi Penyebaran : Daerah penyebaran di daerah IUCN Red List : Least Concern/
Waru Laut, Waru Gombong, Waru Kopek, tropis, di Indonesia tersebar di Beresiko Rendah
Waru Rangkang (Indonesian); Sea Hibiscus, seluruh kepulauan Nusantara CITES : -
Mahoe (English).
P.106 Tahun 2018 : -
Deskripsi Umum :
Pohon kecil, tinggi hingga 10-15
m, diameter 40-50 cm. Tajuk rimbun,
percabangan menyebar. Batang lurus
atau bengkok, dengan kulit kayu abu-
abu kecokelatan, berlenti sel. Cabang
atau ranting yang mencapai tanah sering
tumbuh akar. Waru banyak terdapat di
pantai yang tidak berawa, ditanah datar,
dan di pegunungan hingga ketinggian
1700 m dpl. Banyak ditanam di pinggir
jalan dan di sudut pekarangan sebagai
tanda batas pagar. Pada tanah yang
baik, tumbuhan ini berbatang lurus dan
daunnya kecil. Pada tanah yang kurang
subur, batangnya bengkok dan daunnya
lebih lebar. Perbanyakan jenis dapat
secara generatif melalui biji dan vegetatif
melalui okulasi dan stek. Kayunya
dimanfaatkan sebagai gagang kapak,
perkakas serta ukiran. Kulit kayu untuk
tali. Pohon ini banyak ditanam sebagai
pohon peneduh. Dalam pengobatan
tradisional, akar waru digunakan sebagai
pendingin bagi sakit demam, daun
waru membantu pertumbuhan rambut,
sebagai obat batuk, obat diare berdarah/
berlendir, amandel. Bunga digunakan
untuk obat trakhoma dan masuk angin.

63
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

21. Harendong Raja


(Bellucia pentamera)
Nama Umum : Jamolok,
Harendong Gede,
Harendong Raja,
Harendong
Deskripsi Umum :
Pohon keluarga Melastomataceae
dapat tumbuh mencapai tinggi 3-8 m.
Berbatang kurus tinggi, kulit batang
coklat keabu-abuan sampai kehitaman.
Buahnya disukai hewan pemakan buah
(frugivora) seperti musang, bajing, monyet
dan beberapa jenis burung. Hewan ini
sekaligus bertindak sebagai pemencar
bijinya. Daun jambu tangkalak yang lebar-
lebar dimanfaatkan sebagai pembungkus
makanan, sementara kayunya digunakan
sebagai kayu api.

Lokasi Penyebaran : Tumbuhan ini


dibawa pada awal
abad 20 ke Kebun
Raya Bogor untuk
ditanam namun
kemudian tersebar
luas di Jawa Barat,
Kalimantan Barat
dan Sumatera
bagian selatan. Di
dunia tumbuhan
ini tersebar luas
di daerah asalnya
mulai dari Brazil,
Mexico dan Bolivia.
IUCN Red List : Least Concern/
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

64
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

22. Mahoni Daun Besar


(Swietenia macrophylla)
Nama Umum : Mahoni Honduras, Mahoni, Mahoni Daun Besar
(Indonesian); Honduras Mahogany (English)
Deskripsi Umum :
Tanaman mahoni adalah tanaman tahunan dengan tinggi mecapai 10 – 20
m dan diameter lebih dari 100 cm. Sistem perakaran tanaman akar tunggang.
Jenis ini berasal dari benua Amerika yang beriklim tropis. Pertama kali masuk ke
Indonesia (ditanam di Kebun Raya Bogor) Tahun 1872. Mulai dikembangkan secara
luas di pulau Jawa antara tahun 1897 – 1902. Mahoni adalah tumbuhan tropis yang
tumbuh liar di hutan jati, pinggir pantai dan banyak ditanam di pinggir jalan atau di
lingkungan rumah dan halaman perkantoran sebagai tanaman peneduh. Mahoni
adalah tanaman yang tahan naungan (tolerance species) serta mampu bertahan
hidup pada berbagai jenis tanah, bebas genangan dan reaksi tanah sedikit asam-
basah, tanah gersang atau marginal walaupun tidak hujan selama berbulan-bulan
mahoni masih mampu untuk bertahan hidup. Mahoni umumnya tumbuh di daerah
tropis, di dataran rendah hingga ketinggian 1000 – 1500 mdpl. Manfaat mahoni yakni
dijadikan sebagai tanaman pelindung, kayunya mempunyai nilai ekonomis yang
cukup tinggi. kulitnya yang dapat dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Getah
mahoni/blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem dan daunnya dapat
digunakan untuk pakan ternak. Manfaat lainnya dari pohon ini bisa mengurangi
polusi udara sekitar 47%- 69% sehingga layak disebut pohon pelindung sekaligus
filter udara dan daerah tangkapan air, sedangkan daun-daunnya, memiliki fungsi
sebagai penyerap polutan-polutan di sekitarnya. Mahoni juga memiliki fungsi
sebagai obat yang terkandung pada biji dan kulit dari buahnya, yang dijadikan
serbuk. Biji digunakan sebagai obat untuk tekanan darah tinggi, kencing manis,
kurang nafsu makan, rematik, demam, masuk angin, serta ekzema. Biji Mahoni juga
dipakai untuk pengobatan malaria.

Lokasi Penyebaran : Tersebar terutama di daerah Amerika Tengah dan Amerika


selatan dan masuk ke Indonesia pada tahun 1872 melalui
India, yang selanjutnya dikembangkan secara luas di Pulau
Jawa sekitar tahun 1892 -1902, yaitu di daerah Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur.
IUCN Red List : Vulnerable/Rentan
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : -

65
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

23. Ki Ara
(Ficus fistulosa)
Nama Umum : Beunying, Ki Ara,
Ara, Beunying,
Wilodo, Ara Kujajing,
Ara Batang Kuning
Deskripsi Umum :
Pohon dengan tinggi mencapai 20 m,
diameter 30 cm. Batang silindris, pepagan
licin atau beretak kecil, warna abu-abu,
keputihan hingga kecoklatan. Tumbuh di
hutan primer dan sekunder, hutan rawa air
tawar dan sepanjang daerah aliran sungai
hingga ketinggian 2000 m dpl. Kayu dapat
dijadikan sebagai peti buah, konstruksi
ringan, peralatan dapur, pelampung dan kayu
bakar. Daun muda dapat dikonsumsi sebagai
lalapan atau salad. Getah dapat digunakan
untuk mengobati luka teriris benda tajam
dan air rebusan akar untuk perawatan setelah
melahirkan.

Lokasi Penyebaran : Daerah Penyebaran


meliputi Sumatera,
Jawa, Kalimantan,
Papua, Kepulauan
Nicobar, Thailand,
Semenanjung Malaya
dan Filipina.
IUCN Red List : Least Concern/
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

66
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

24. Kersen
(Muntingia calabura)
Nama Umum : Kersen, Talok,
Keres, Ceri
(Indonesian);
Jamaica Cherry,
Japanese Kers
(English)
Deskripsi Umum :
Tumbuhan tinggi mencapai 12 meter.
Namun umumnya yang tumbuh di
Indonesia hanya setinggi 3-6 meter saja.
Buah ini tergolong buah non-musiman,
yaitu buah yang terus berproduksi dan
berbunga sepanjang tahun. Tumbuhan
pionir yang paling banyak dijumpai di
wilayah hunian manusia, terutama di
kawasan tropis. Kayu kersen yang lunak
dan mudah kering sering digunakan
sebagai kayu bakar. Kulit kayunya pun
mudah dikupas sehingga sering dijadikan
sebagai bahan tali dan kain pembalut.
Pohon kersen juga kerap digunakan
sebagai pohon peneduh di pinggir jalan.
Dengan kandungan gizinya yang begitu
tinggi, kersen memiliki banyak khasiat
bagi tubuh manusia, yaitu mencegah pilek
dan flu, mengontrol gula darah, mengatasi
masalah pencernaan, dan mengatasi
infeksi bakteri.

Lokasi Penyebaran : Asal mula buah dengan kandungan air tinggi ini IUCN Red List : Not Evaluated / Belum Evaluasi
dari daratan Meksiko Selatan, Amerika Tengah, Peru, CITES : -
hingga Bolivia. Persebarannya di Asia Tenggara dibawa
P.106 Tahun 2018 : -
masuk dari Filipina pada akhir abad ke-19. Setelah itu,
jenis buah ini begitu cepat tersebar hingga ke seluruh
wilayah tropis di Asia Tenggara termasuk Indonesia.

67
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

25. Pala
(Myristica fragrans)
Nama Umum : Indonesian: Pala; Rou Dou Kou
(Chinese); Nutmeg (English)
Deskripsi Umum :
Tanaman ini dapat tumbuh hingga ketinggian 5-15 meter atau
bahkan dapat mencapai 30 meter. Tanaman pala tumbuh pada
daerah dengan ketinggian sekitar 0-700 mdpl dengan curah
hujan 2000–3500 mm/tahunnya dan kelembapan udara sekitar
50-80%. Mulai berbuah lebat di tahun keenam dan mampu
tetap menghasilkan hingga 50-70 tahun. Pala memiliki beberapa
manfaat seperti biji dan fulinya memproduksi minyak etheris dan
lemak khusus yang bermanfaat dalam industri makanan kaleng
serta pengawetan ikan. Daging buahnya dijadikan manisan
atau asinan. kulit serta daunnya menghasilkan minyak atsiri
yang lazim digunakan sebagai bahan baku sabun, obat-obatan,
dan kosmetik. Oleh karena itu pala menjadi komoditi pertanian
bernilai ekonomis tinggi. Buah Pala terkenal memiliki mutu tinggi
sehingga jenis inilah yang paling banyak diminta pasar dunia.

Lokasi Penyebaran : Sebaran pala di Indonesia cukup merata,


khususnya di Papua dan Maluku. Pala
merupakan tanaman rempah asli
Maluku dan telah diperdagangkan serta
dibudidayakan secara turun-temurun
dalam bentuk perkebunan rakyat di
sebagian besar Kepulauan Maluku.
Khususnya di Kabupaten Kepulauan
Sangihe, tanaman pala merupakan salah
satu tanaman perkebunan utama yang
menjadi andalan daerah. Luas areal
tanam pala di daerah ini pada Tahun
2014 tercatat seluas 4156,90 ha, yang
tersebar di semua kecamatan.
IUCN Red List : Data Deficient/Informasi Kurang
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

68
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

26. Kayu Putih


(Melaleuca cajuputi)
Nama Umum : Kayu Putih, Galam (Indonesian); Cajeput,
Paperbark-Tree, Weeping Paperbark,
Weeping Teatree, Swamp Teatree (English)
Deskripsi Umum :
Tanaman ini memiliki perawakan tinggi mencapai 40 m, perakaran
panjang dan melebar, dan kadang-kadang muncul akar adventif. Kulit
berlapis-lapis, berserat, dan mirip seperti kertas, berwarna abu-abu
sampai putih. Kayu putih merupakan tanaman yang dapat tumbuh
dengan mudah pada berbagai kondisi tapak dan lingkungan. Di
Indonesia, khususnya di Pulau Buru dan Pulau Seram pohon kayu
putih tumbuh alami secara melimpah, mencapai ratusan ribu hektar.
Tanaman ini mampu beradaptasi pada tanah dengan drainase jelek,
tahan terhadap kebakaran, dan toleran terhadap tanah dengan kadar
garam rendah hingga tinggi, dikarenakan kemudahannya tumbuh
tersebut pohon ini dapat dikatakan sebagai pohon pioneer. Pada
umumnya spesies ini tumbuh pada ketinggian 5-400 mdpl dengan
curah hujan rata-rata 1300-1750 mm per tahun. Pohon ini memiliki
prospek yang sangat baik dalam peningkatan ekonomi dan perbaikan
lahan. Minyak kayu putih dihasilkan dari daun dan ranting-rantingnya
yang disuling. Di dunia, sebagai pusat penghasil utama minyak kayu
putih adalah Indonesia dan Vietnam. Di Indonesia penggunaan minyak
kayu putih untuk obat-obatan seperti obat antiseptik untuk saluran
pernapasan dan saluran kemih; melawan infeksi untuk pilek, bronkitis,
radang tenggorokan; untuk meringankan sakit kepala, telinga, gigi, dan
rematik, selain itu juga digunakan untuk mengobati asma dan sinusitis.

Lokasi Penyebaran : Secara alami, kayu putih tersebar di Kepulauan


Maluku, Pulau Timor, Australia bagian utara
dan barat daya.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

69
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

27. Kayu Afrika


(Maesopsis eminii)
Nama Umum : Kayu Afrika (Indonesian); tanaman eksotik dan cepat tumbuh (fast growing sudah digunakan untuk bahan plywood. Kayu ini
Umbrella-Tree (English) species). Di Indonesia termasuk jenis yang dapat mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan
tumbuh baik pada ketinggian 100-1500 mdpl dengan dalam pembangunan hutan tanaman. Daun
Deskripsi Umum :
curah hujan 1400-3600 mm/tahun. Tumbuh baik pada digunakan untuk pakan ternak karena kandungan
Jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan solum tanah yang dalam, subur dan bebas genangan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna
daun serta tingginya dapat mencapai 45 m, kulit air, toleran terhadap tanah tidak subur, tanah berpasir dengan baik oleh ternak. Pada pola agroforestri jenis
batang berwarna abu-abu pucat, beralur dalam, dan keasaman. Kegunaan utama kayu adalah untuk ini ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga
kulit dalam merah tua. Pohon yang termasuk jenis bahan konstruksi ringan, peti kemas, kotak, dan dan teh, juga ditanam untuk pengendali erosi.

Lokasi Penyebaran : Jenis ini tumbuh


tersebar secara
alami di daerah
tropika Afrika
Timur, dan
diintroduksi
pertama kali di
daerah Jawa
Barat tahun enam
puluhan.

IUCN Red List : Least Concern/


Beresiko Rendah

CITES : -

P.106 Tahun 2018 : -

70
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

28. Bakau Merah


(Rhizophora apiculata)
Nama Umum : Bakau merah, Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis terdapat IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Bakau minyak, di Sri Lanka, seluruh Rendah
Bakau Malaysia dan Indonesia CITES : -
Deskripsi Umum : hingga Australia Tropis dan
P.106 Tahun 2018 : -
Kepulauan Pasifik.
Pohon dengan ketinggian mencapai 30
m dengan diameter batang mencapai 50
cm. Memiliki perakaran yang khas hingga
mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-
kadang memiliki akar udara yang keluar dari
cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan
berubah-ubah. Jenis ini tumbuh pada tanah
berlumpur, halus, dalam, dan tergenang pada
saat pasang normal. Tidak menyukai substrat
yang lebih keras yang bercampur dengan
pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90%
dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi.
Jenis ini menyukai perairan pasang surut
yang memiliki pengaruh masukan air tawar
yang kuat secara permanen. Percabangan
akarnya dapat tumbuh secara abnormal
karena gangguan kumbang yang menyerang
ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat
pertumbuhan mereka karena mengganggu
kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi
perbungaan terdapat sepanjang tahun.
Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan,
kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi tanin
hingga 30% (per sen berat kering). Cabang
akar dapat digunakan sebagai jangkar
dengan diberati batu. Di Jawa sering ditanam
di pinggiran tambak untuk melindungi
pematang serta sering digunakan sebagai
tanaman penghijauan.

71
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

29. Bakau Kurap


(Rhizophora mucronata)
Nama Umum : Bakau kurap, Bakau hitam,
Bakau
Deskripsi Umum :
Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang
melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70
cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam
dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar
udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah.
Umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada
pematang sungai pasang surut dan di muara sungai.
Jenis ini sangat jarang tumbuh di daerah yang jauh
dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi
pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah
yang kaya akan humus. Salah satu jenis tumbuhan
mangrove yang paling penting dan penyebarannya
paling luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.
Kayu digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Tanin dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan
kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus
hematuria (perdarahan pada air seni).

Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis diantaranya


di Afrika Timur, Madagaskar,
Mauritania, Asia tenggara,
seluruh Malaysia dan
Indonesia, Melanesia dan
Mikronesia, serta dibawa dan
ditanam juga di Hawaii.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

72
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

30. Matoa
(Pometia pinnata)
Nama Umum : Matoa, Kasai
(Indonesian);
Fijian Longan
(English)
Deskripsi Umum :
Pohon besar dengan ketinggian
mencapai 50 m, serta memiliki diameter
mencapai 140 cm. Batang silindris, tegak,
warna putih keabuan, permukaan kasar,
percabangan simpodial, arah cabang
miring hingga datar, bercabang banyak
sehingga membentuk pohon yang
rindang. Pohon matoa berbuah sekali
dalam kurun satu tahun. Tumbuh baik
pada hutan hujan tropis, jenis tanah
Latosol, Podzolik Merah Kuning, Podzolik
Kuning pada dataran rendah hingga
ketinggian 1200 m dpl. Tumbuhan ini baik
tumbuh di daerah yang memiliki kondisi
tanah kering atau tidak tergenang air
dengan lapisan bawah tebal. Tanaman
buah matoa cocok dengan iklim yang
memiliki curah hujan tinggi, sekitar lebih
dari 1200 mm per tahun. Kayunya dapat
digunakan untuk bangunan perumahan
dan jembatan, mebel, lantai, moulding,
perkapalan, tangkai peralatan dan alat olah
raga. Kulit kayu digunakan sebagai bahan
obat. Pohonnya yang rindang sebagai
peneduh dan buahnya bisa dikonsumsi.
Buah matoa dapat dikonsumsi dan
bermanfaat bagi kesehatan di antaranya Lokasi Penyebaran : Daerah penyebarannya meliputi IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
yaitu mengandung vitamin dan mineral Srilanka, Andaman dan Nikobar, CITES : -
yang tinggi, dapat menangkal penyakit Indo China, Taiwan, seluruh
P.106 Tahun 2018 : -
kronis seperti serangan jantung, stroke dan kawasan Malesia, Kepulauan Pasifik,
diabetes, dapat melawan kuman penyakit Fiji dan Samoa.
dan dapat menurunkan hipertensi.

73
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

31. Tanjung
(Mimusops elengi)
Nama Umum : Tanjung, Tanjong, Tanjo,
Keupula Cange, Kahekis/
Karikis/Rekes, Angkatan,
Wilaja (Indonesia); Spanish
Cherry, Indian Medlar (English)
Deskripsi Umum :
Habitus pohon dengan ukuran sedang, tinggi
mencapai 15 m. Daun-daunnya tunggal, tersebar dan
bertangkai panjang. Daun yang termuda berambut
coklat dan segera gugur. Mempunyai bunga yang
berbau harum yang khas. Pohon ini berguna sebagai
pohon peneduh. Kayunya bersifat padat, kuat, keras
dan berat serta memiliki kualitas yang cukup bagus.
Kayu tanjung juga sangat mudah diolah menjadi
berbagai produk, karena mudah diserut, dilubangi
persegi, dibor, dan di ampelas. Kayu digunakan menjadi
pasak pada pembuatan perahu, tangkai tombak atau
perkakas lainnya, berbagai macam mebel (kursi, lemari,
dan lainnya), tiang rumah, bahan ukiran dan patung,
kayu penutup lantai, struktur pembuatan jembatan
kayu, dan bantalan kereta api. Bunga tanjung untuk
pengharum ruangan, pengharum pakaian, pewangi
rambut, dan air rebusan bunga tanjung juga bisa
digunakan untuk mandi dan akan membuat badan
menjadi wangi dan terasa hangat. Buah tanjung juga
disukai oleh berbagai spesies burung.

Lokasi Penyebaran : Spesies ini berasal dari


negara India, Sri Lanka
dan Burma.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

74
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

32. Puspa
(Schima wallichii)
Nama Umum : Puspa, Huru Manuk, Huru Batu,
Seru, Ceheru, Cihu, Parakpak
Deskripsi Umum :
Habitus pohon dengan tinggi bisa mencapai 47 m,
memiliki ciri khas pada daun yang berwarna merah ketika
muda dan berwarna hijau ketika tua. Puspa mampu dan
tahan hidup pada berbagai kondisi tanah, iklim, dan
habitat. Tumbuh melimpah di hutan primer dataran
rendah hingga pegunungan sampai pada ketinggian
2400 mdpl – 3900 mdpl. Puspa dapat tumbuh dengan
subur pada tanah yang berdrainase baik, namun ada
beberapa yang ditemukan tumbuh di daerah berawa
dan sepanjang tepian aliran sungai. Pohon ini sering
dimanfaatkan sebagai pelindung serta untuk reklamasi
lahan dan reboisasi daerah tangkapan air, ditanam di
taman atau hutan kota. Kayunya dapat dipakai sebagai
bahan bangunan, bahan pulp dan kertas. Pepagan
menghasilkan zat pewarna yang digunakan untuk
menyamak kulit. Di Jawa Barat dipakai untuk menuba
ikan.

Lokasi Penyebaran : Menyebar secara luas dari timur


laut India ke China sebelah
selatan, Kepulauan Ryukyu dan
Kepulauan Bonin ke Thailand,
Semenanjung Malaysia,
Sumatra, Jawa, Borneo, dan
Filipina. Tumbuh secara subur
di Asia Tenggara yang secara
lokal sudah ternaturalisasi dan
mudah diperbanyak melalui biji.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) tersebar di lereng Gunung
Merapi. Kabupaten Sleman.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : -

75
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Bab 4. Fauna
4.1 Jenis Fauna Asli (terdahulu) dan Jenis-Jenis Asli yang Ada Sekarang

S
eperti kondisi floranya, fauna Pulau Jawa katalog-katalog lama mengenai jenis-jenis yang hanya satu nama ternyata terdiri dari beberapa jenis
lebih sedikit daripada pulau-pulau Sunda hanya terdapat di Pulau Jawa dan kemudian yang berbeda.
Besar lainnya yang lebih besar, tetapi menelusuri pustaka-pustaka yang lebih baru untuk Bagi beberapa kelompok yang relatif besar dan
tingkat endemismenya relatif tinggi. menemukan penambahan daerah jelajahnya, sinonim menarik perhatian, misalnya kupu-kupu, tingkat
Penyajian seluruh jenis dan persentase dan jenis-jenis baru. Masalah lainnya adalah, banyak keandalan datanya mungkin cukup tinggi dan
jenis endemiknya sangat sulit dilakukan kelompok binatang yang sangat membutuhkan revisi dapat dibandingkan dengan dengan data kelompok
untuk setiap kelompok, terutama kelompok mendalam mengenai suatu jenis tertentu, melalui vertebrata. Namun untuk sebagian kelompok,
invertebrata, karena informasi yang ada sangat penjelasan dari referensi dan penafsiran baru. Revisi kualitas dan kuantitas koleksinya yang tidak cukup
sedikit. Penelusuran terhadap keberadaan jenis dapat menjelaskan apakah dua nama jenis tertentu baik di Jawa maupun di tempat lain menyebabkan
endemik berbagai kelompok satwa sebenarnya dapat itu benar-benar hanya merupakan variasi dari suatu timbulnya dua masalah. Pertama, jenis yang hanya
dilakukan, tapi melalui kerja keras seperti memeriksa jenis tunggal, atau sebaliknya, yaitu jenis yang diberi terdapat di Jawa mungkin selama ini tersembunyi

76
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

tanpa dapat dideteksi keberadaannya di Sumatera, karena lebih banyak koleksi yang dilakukan di Jawa hidup di suatu kawasan. Hal ini dapat dibuktikan
Kalimantan atau di tempat lain. Kedua, jenis endemik bagian barat dibandingkan di tempat lain. Faktor- bukan hanya dari data-data penelitian saja, bahkan
asli mungkin belum ditemukan. Banyak di antara faktor penyebabnya mungkin karena lokasinya yang masyarakat awam secara intuitif dapat merasakan
jenis-jenis binatang hidupnya terbatas di bagian lebih dekat dengan pusat biologi Bogor dan Ibukota bahwa satwa-satwa generalis yang mudah ditemui
barat Jawa yang lebih basah, tetapi pegunungan- negara, dekat dengan Kebun Raya Cibodas, serta pada masa lampau seperti burung-burung emprit/
pegunungan di bagian timur memiliki jumlah jenis udara yang sejuk dan akomodasi yang nyaman. bondol, kutilang, jalak dll semakin sulit untuk ditemui.
endemik yang cukup banyak. Menurut informasi Seiring dengan luasan konversi ekosistem alami Hal ini patut menjadi perhatian bersama bahwa
yang tersedia, beberapa jenis binatang hanya di Pulau Jawa menjadi lahan terbangun, maka luas saat ini, telah dan sedang terjadi perubahan dalam
terdapat di Gunung Gede-Pangrango. Apakah hal habitat tersedia bagi satwa alami semakin berkurang. lingkungan hidup kita bersama ditandai dengan
ini mencerminkan dengan tepat mengenai keadaan Prinsipnya adalah ketika habitat alami bagi satwa kehadiran satwa yang dahulu mudah ditemui menjadi
zoogeografi di Pulau Jawa? Pertanyaan ini muncul berkurang maka semakin sedikit satwa yang dapat jarang dan lebih sulit ditemui.

77
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

4.2 Fauna Area Perlindungan Privat PT PJB UP


Muara Karang
Indonesia merupakan arkipelago terbesar di dunia dengan segala permasalahan datanya hanya kupukupu sekitar 656 jenis. Keanekaragaman hayati penting bagi
dan potensinya (Adisoemarto 2004). Dalam keadaan mendasar, fauna Indonesia kehidupan manusia. Namun, informasi tentang peran dan potensinya baru sedikit
menunjukkan keanekaragaman spesies, yang tersebar tidak merata di seluruh diketahui sehingga yang dimanfaatkan pun masih sangat terbatas. Beberapa
kepulauan (Darlington 1957). Selain itu, fauna Indonesia juga menunjukkan manfaat keanekaragaman hayati bagi kehidupan manusia sebagai sumber bahan
keanekaragamannya dari segi ekologi. Keanekaragaman fauna menjadi aset utama pangan, kesehatan, energi, sandang, industri, dan jasa ekosistem.
dalam pendayagunaan fauna. Bila kekhasan dan kekhususan masing-masing Dalam sepuluh tahun terakhir, kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
komponennya dapat diungkapkan, pendayagunaan ini akan mencapai keefektifan pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman hayati sungguh luar biasa.
yang tinggi. Keanekaragaman spesies fauna terjadi karena beberapa faktor, sehingga Penemuan demi penemuan terus bermunculan. Penemuan spektakuler terutama
terbentuk keanekaragaman yang terpolakan dalam distribusinya, yang tergolong di bidang penemuan obat untuk mengobati penyakit-penyakit baru semakin sering
dalam dua aspek, yaitu spasial (berdasarkan ruangan/tempat), yang disebabkan diberitakan. Tidak dapat dimungkiri, kita harus menyadari bahwa keanekaragaman
oleh faktor geografi dan/atau oleh faktor ekologi, serta temporal, dengan dimensi hayati, baik fora, fauna, dan sumber daya jasad renik (mikrob) Indonesia menjadi
waktu. Faktor-faktor ini terserap ke dalam setiap spesies dan terkembang untuk sangat penting artinya sebagai sumber bahan baku obat-obatan untuk dapat
membentuk ciri dan sifat masing- masing spesies. mengobati berbagai jenis penyakit baru.
Maryanto & Higashi (2011), berdasarkan penelitian pada tikus dan kelelawar, Perubahan iklim global dapat mengakibatkan perubahan fenologi yang
membagi Indonesia menjadi tujuh bioregion, yaitu Sumatra, Jawa dan Bali, menimbulkan dampak buruk bagi keanekaragaman, populasi dan habitat satwa
Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Island), Maluku, penyerbuk. Belum ada pemantauan populasi satwa penyerbuk dengan cakupan
dan Papua. Bioregion adalah kawasan yang memiliki bentang alam luas serta daerah yang luas serta waktu yang cukup panjang untuk menentukan apakah telah
kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) yang tinggi yang memengaruhi fungsi terjadi penurunan populasi serta konsekuensi dari penurunan keanekaragaman
ekosistemnya. Menurut Berg dan Dasmann (1977), bioregion ditentukan berdasarkan dan populasi terhadap produksi pertanian. Hubungan antara bunga dan satwa
informasi klimatologi, fisiografi, geografi flora dan fauna, sejarah alami, dan aspek penyerbuknya merupakan simbiosis mutualisme, bunga membutuhkan satwa
alami lainnya. Keadaan tersebut menyebabkan Indonesia mempunyai kehati sebagai agen penyerbuk dan satwa memerlukan bunga sebagai sumber pakannya
tertinggi kedua setelah Brazil untuk flora dan fauna darat dan bahkan tertinggi jika (nektar dan serbuk sari). Sekitar tiga perempat jenis tumbuhan berbunga
digabungkan dengan kehati laut Indonesia. Kekayaan ini harus dapat dimanfaatkan menggantungkan proses penyerbukan pada satwa penyerbuk.
dan dikelola dengan optimal sehingga memberikan manfaat, khususnya bagi Setiap jenis atau tipe bunga bersimbiosis dengan jenis atau kelompok satwa
negara dan dunia secara umum, mengingat dampak yang terjadi di satu negara penyerbuk yang spesifik sehingga dikenal beberapa sebutan bunga yang menandai
akan berlaku seperti efek domino ke seluruh wilayah dunia. satwa penyerbuknya, misalnya bunga burung, bunga kelelawar, bunga kumbang,
Indonesia merupakan kawasan yang memiliki jumlah jenis endemik yang sangat bunga kupu-kupu, bunga lalat, dan bunga lebah. Sebagai penyerbuk, serangga,
tinggi, terutama vertebrata. Sampai saat ini diketahui mamalia endemik berjumlah burung, kelelawar, dan binatang lainnya secara tidak sengaja memindahkan tepung
sekitar 383 jenis, burung 323 jenis, amfibi 160 jenis, reptilia 231 jenis, dan ikan air tawar sari ke kepala putik saat mencari nektar bunga.
243 jenis. Sementara itu, kelompok invertebrata jumlah jenis endemik terlengkap

78
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Kemampuan binatang penyerbuk dibatasi oleh daya jelajah mereka dalam


mencari makan secara efisien (van der Pijl 1972). Pada kawasan hutan terdegradasi
(akibat penebangan, dan kebakaran), peran binatang penyerbuk ini sangat
penting sehingga harus dijaga kelestariannya. Tidak semua jenis binatang
pengunjung bunga berfungsi sebagai penyerbuk. Sebagai contoh
serangga penyerbuk yang terbatas pada kelompok kumbang cetonid
dan curulionid, Trip, lalat syrphid, kupu, ngengat, semut, lebah, dan tawon
(Erniwati & Kahono 2008, Free 1993, Kahono 2001).
Burung dari kelompok burung nektar pada umumnya dan hampir semua
kelompok kelelawar pemakan buah (anak-bangsa Megachiroptera) juga dapat
membantu penyerbukan. Proses pemencaran biji diawali dengan buah yang
dimakan oleh binatang, masuk ke dalam saluran pencernaan, tetapi biji tidak
ikut tercerna. Biji hanya terkupas dari kulit buahnya dan akan dibuang bersama
dengan feses. Dengan demikian, biji akan tersebar sesuai dengan daya jangkau
sebaran binatang yang membawanya. Biji yang keluar bersama feses akan
tumbuh menjadi semai dan selanjutnya berkembang bilamana keadaan
lingkungan cocok untuk pertumbuhannya. Tidak jarang biji yang sudah
dicerna akan lebih mudah tumbuh atau berkecambah dibanding
biji yang tidak melalui pencernaan binatang. Proses pemencaran
tersebut dilakukan oleh kelompok burung, antara lain merpati,
pergam, dan rangkong.
Setiap jenis satwa dapat hidup di beberapa tipe
ekosistem, namun tingkat kesesuaian pada masing-masing
ekosistem umumnya berbeda. Pada ekosistem yang
paling sesuai, populasi jenis bersangkutan relatif lebih tinggi.
Kerapatan masing-masing jenis satwa pada ekosistem yang
sama juga berbeda, umumnya terkait dengan besar daerah jelajah
(home range). Guna menjaga stabilitas populasi, terdapat berbagai
keterkaitan antarjenis hayati seperti keterkaitan dengan ketersediaan
pakan, simbiosis, dan pemarasitan.

79
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Daur pakan diawali dari air, udara serta berbagai mineral dan
senyawa di dalam tanah yang diolah oleh tumbuhan berhijau daun
kemudian menjadi pakan satwa pemakan tumbuhan (herbivora). Sebagian
satwa herbivora merupakan pakan bagi satwa pemakan daging (karnivora)
dan sebagian karnivora menjadi makanan karnivora lain yang disebut sebagai
karnivora puncak. Bagian-bagian dari tubuh hayati yang tersisa dari rangkaian
makan-memakan ini akan diubah menjadi senyawa sederhana oleh rangkaian
perombak, mulai dari burung, reptilia, serangga perombak, dan berbagai jenis
kapang.
Pada suatu ekosistem yang sehat siklus ini akan terus berputar tanpa
henti. Eksploitasi kehidupan liar yang berlebihan menyebabkan beberapa
jenis kehati terancam punah. Oleh sebab itu, pemanenan tumbuhan
dan satwa liar yang diperdagangkan perlu diformulasikan dengan baik
dan tidak hanya berdasarkan permintaan pembeli atau pengusaha atau
daerah yang ingin mengeksploitasi. Konvensi perdagangan satwa dan
tumbuhan liar (CITES) mengatur volume perdagangan internasional pada
tingkatan jenis yang dikelompokkan ke dalam Appendix I , II, dan III. IUCN
juga mengeluarkan data tentang satwa dan tumbuhan liar yang terancam
punah secara berkala dalam kategori red list.
Monitoring dan evaluasi merupakan bagian dari suatu proses
manajemen. Monitoring perlu dilakukan secara periodik dan
terus menerus untuk mengetahui kemajuan dalam jangka
waktu tertentu. Monitoring keanekaragaman hayati sangat
penting bagi pihak manajemen (bagian lingkungan)
untuk mengambil keputusan dan menentukan
langkah-langkah perbaikan proses atau metode
untuk pencapaian hasil yang baik. Tempat hidup
satwa liar yang selalu bersinggungan dengan
manusia tentunya akan mengalami dampak
dari segala kegiatan yang dilakukan.

80
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Monitoring keanekaragaman hayati perlu dilakukan


untuk melihat sejauh mana kegiatan yang telah
dilakukan berdampak pada keanekaragaman
hayati di sekitarnya. Hasil dari monitoring tersebut
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
dari bagian lingkungan terhadap program-
program yang telah dijalankan. Program
atau kegiatan yang dilakukan pada akhirnya
dapat diarahkan agar berdampak minimal
terhadap keanekaragaman hayati di sekitarnya.
Bagaimanapun, keberadaan keanekaragaman hayati
di suatu kawasan sangatlah penting yaitu sebagai
penyeimbang ekosistem. Oleh karena itu PT PJB UP Muara
Karang melakukan monitoring keanekaragaman fauna
di masing-masing lokasi penelitian untuk mengetahui
kualitas dan kuantitas habitat. Berdasarkan data yang
telah terangkum sejak monitoring keanekaragaman
hayati tahun 2014 hingga tahun 2022 di Area Perlindungan
Privat PT PJB UP Muara Karang, telah tercatat sebanyak
20 jenis mamalia, 140 jenis burung, 44 jenis herpetofauna
yang terdiri dari 16 jenis amfibi dan 28 jenis reptil, serta 118
jenis serangga yang terdiri dari 96 jenis lepidoptera dan
22 jenis odonata.

81
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

MAMALIA

1. Surili
(Presbytis comata)
Javan Surili
Deskripsi :
Surili dewasa memiliki ukuran tubuh yang berkisar
antara 42-61 cm. Berat surili jantan dewasa sekitar 6,5 kg
dan surili betina dewasa sekitar 6,7 kg. Susunan gigi surili
yaitu 2:1:2:3 pada rahang bagian atas dan bawah. Rambut
bagian kepala hingga bagian punggung surili dewasa
berwarna hitam atau coklat keabuan, warna rambut
jambul dan bagian kepala berwarna hitam. Sedangkan
rambut berwarna putih tumbuh pada bagian dagu,
dada, perut, bagian dalam lengan dan kaki, serta ekor.
Bayi surili umumnya memiliki warna rambut putih
terang seperti kapas.

Kebiasaan:
Surili merupakan satwa arboreal dan diurnal.
Makanan utama surili adalah dedaunan sehingga
dimasukan dalam golongan monyet pemakan daun.
Hidup secara berkelompok beranggotakan 3 hingga 12
individu. Surili melakukan perkawinan secara multimate.
Masa kehamilan surili diperkirakan sekitar 196-210 hari.
Kematangan seksual surili jantan ketika mencapai umur
3 tahun sedangkan surili betina pada umur 3-4 tahun.

Sebaran : Satwa endemik Pulau Jawa


bagian barat.
IUCN Red List : VU (Vulnarable) / Rentan
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

82
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2. Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus)
West Javan Ebony Langur
Deskripsi :
Lutung Jawa berukuran sedang, dengan panjang kepala
dan tubuh antara 46-75 cm. Lutung Jawa memiliki rambut
tubuh berwarna hitam. Seperti jenis lutung lainnya, lutung
ini memiliki ekor yang panjang, antara 61-82 cm. Jantan dan
betina dewasa umumnya berwarna hitam, dengan betina
memiliki warna putih kekuningan di sekitar kelaminnya.
Anak lutung memiliki rambut tubuh berwarna jingga
keemasan.

Kebiasaan:
Lutung Jawa adalah hewan diurnal, yakni aktif pada
siang hari di atas pepohonan. Makanan pokoknya adalah
dedaunan, buah-buahan dan bunga. Jenis ini juga memakan
larva serangga. Lutung Jawa hidup berkelompok, yang
dalam satu kelompoknya terdiri sekitar tujuh ekor lutung,
termasuk satu atau dua ekor Lutung jantan dewasa. Lutung
Jawa diketahui menghuni berbagai tipe hutan mulai dari
mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, hutan
gugur daun tropika, serta hutan pegunungan.

Sebaran : Pulau jawa, Bali dan Lombok.


Di Jawa dijumpai warna yang
bersifat klinal. Lutung Jawa Timur
mempunyai warna pirang perus,
merah sampai hitam kelam, warna
merah diperkirakan merupakan
kelainan pigmentasi. Semakin ke
arah barat lutung ini berwarna
lebih gelap atau hitam di bagian
punggung dengan bagian paha
legam.
IUCN Red List : VU (Vulnarable) / Rentan
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

83
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

3. Monyet Ekor Panjang


(Macaca fascicularis)
Long-tailed Macaque
Deskripsi :
Monyet bertubuh kecil sedang; dengan panjang
kepala dan tubuh 400-700 mm, ekor 500-600 mm, dan
kaki belakang (tumit hingga ujung jari) 140 mm. Berat
monyet betina 3-4 kg, jantan dewasa mencapai 5-7 kg.
Warna rambut di tubuhnya cokelat abu-abu; sisi bawah
selalu lebih pucat. Jambang pipi sering mencolok. Bulu
bayi berwarna kehitaman.

Kebiasaan:
Monyet ini umum ditemukan di hutan-hutan pesisir
(mangrove, hutan pantai), dan hutan-hutan sepanjang
sungai besar, di dekat perkampungan, kebun campuran,
atau perkebunan; dapat ditemui hingga ketinggian 1.300
m dpl. Jenis ini sering membentuk kelompok hingga
20-30 ekor; dengan 2-4 jantan dewasa dan selebihnya
betina dan anak-anak. Jenis ini memakan aneka buah-
buahan dan memangsa berbagai jenis hewan kecil
seperti ketam, serangga, telur dll. Kadang-kadang
kelompok monyet ini memakan tanaman di kebun.

Sebaran : Monyet ekor panjang


merupakan monyet asli
daerah Asia Tenggara seperti
Myanmar hingga Filipina,
Indonesia, Indochina, dan
Malaysia. Di Indonesia sendiri
jenis ini tersebar luas mulai
dari kawasan Indonesia bagian
barat hingga ke Nusa Tenggara.
IUCN Red List : EN (Endangered) / Terancam
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

84
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

4. Owa Jawa
(Hylobates moloch)
Javan Gibbon
Deskripsi :
Owa Jawa tidak memiliki ekor, dan tangannya relatif
lebih panjang dari panjang tubunya. Tangan yang
panjang ini diperlukan untuk berayun dan berpindah
di antara dahan-dahan dan ranting di tajuk pohon
yang tinggi. Warna tubuhnya keabu-abuan, dengan
sisi atas kepala lebih gelap dan wajah kehitaman,
dijumpai wajah putih di daerah alis. Berat tubuh owa
dewasa rata-rata mencapai 8 kg.

Kebiasaan:
Owa Jawa hidup dalam kelompok-kelompok
kecil semacam keluarga inti, terdiri dari pasangan
hewan jantan dan betina, dengan satu atau dua anak.
Owa Jawa merupakan pasangan yang setia, atau
monogami. Rata-rata Owa jawa betina melahirkan
sekali setiap tiga tahun, dengan masa mengandung
selama 7 bulan. Anak-anaknya disusui hingga 18 bulan,
dan terus bersama keluarganya sampai dewasa (sekitar
8 tahun). Owa muda kemudian akan memisahkan diri
dan mencari pasangannya sendiri. Primata ini adalah
satwa diurnal dan arboreal. Makanan utamanya adalah
buah-buahan, daun dan bunga-bungaan.

Sebaran : Spesies ini hanya didapati


di bagian barat Pulau Jawa
(endemik), yakni di hutan-
hutan dataran rendah dan
hutan pegunungan bawah.
Penyebaran paling timur
adalah di wilayah Gunung
Slamet serta di jajaran
pegunugan Dieng.
IUCN Red List : EN (Endangered) / Terancam
CITES : Appendix I
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

85
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

5. Codot Krawar
(Cynopterus brachyotis)
Lesser Dog-faced Fruit Bat
Deskripsi :
Kelelawar berukuran sedang; dengan panjang lengan
bawah antara 55–65 mm, ekor 8–10 mm, dan telinga 14–
16 mm. Berat tubuhnya antara 21–32  gram. Umumnya
berukuran coklat sampai coklat kekuningan dengan
kerah berwarna jingga tua lebih terang pada jantan
dewasa, dan kekuningan pada hewan betina. Anakan
berwarna lebih abu-abu dengan kerah tidak jelas.
Tulang-tulang pada telinga dan sayap biasanya bertepi
putih. Gigi seri bawah dua pasang.

Kebiasaan:
Codot krawar merupakan kelelawar pemakan buah
(frugivora); menyukai buah-buahan aromatis seperti
mangga. Makanan utamanya adalah buah-buahan
kecil, menghisap sari buah dan daging buah yang
lunak, namun juga memakan nektar dan serbuk. Sering
didapati terbang berkeliaran di kebun dan pekarangan
di waktu gelap. Di siang hari codot ini bertengger dalam
kelompok kecil di pepohonan, di bawah dedaunan, atau
di gua-gua di bagian yang tidak terlalu gelap.

Sebaran : Tersebar luas mulai dari


Nepal, India, Sri Lanka, Asia
Tenggara, Filipina, dan Indonesia
(Sumatera, Kalimantan, Jawa,
dan Bali).
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

86
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

6. Bajing Kelapa Kebiasaan: Sebaran : Didapati mulai dari


(Callosciurus notatus) Bajing kelapa aktif di siang hari (diurnal). Seperti
namanya, bajing ini sering ditemukan berkeliaran di
Semenanjung Malaya
(termasuk Thailand),
Plantain Squirell cabang dan ranting pohon, atau melompat di antara Sumatera, Kalimantan, Jawa,
pelepah daun kebun-kebun kelapa  dan juga kebun- Bali dan Lombok, serta pulau-
Deskripsi : kebun pautannya. Dia melubangi dan memakan pulau di sekitarnya.
Mamalia kecil  arboreal dengan ekor seperti sikat. buah kelapa, yang muda maupun yang tua, dan
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Panjang kepala dan tubuh (KT) 150-225  mm, dan menjadi hama kebun yang cukup serius. Di samping
rendah
ekornya 160-210 mm. Beratnya antara 150-280 gram. itu, bajing kelapa juga memakan berbagai  buah-
Sisi atas tubuh kecoklatan, dengan bintik-bintik halus buahan, pucuk,  pepagan, dan aneka  serangga  yang CITES : -
kehitaman dan kekuningan. Di bagian perut terdapat ditemuinya. Dilaporkan pula bahwa bajing ini P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
pola bergaris berwarna kuning pucat, kemerahan kadang-kadang merusak kulit ranting  karet  untuk
hingga hitam. menjilati getahnya.

87
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

7. Tupai Kekes
(Tupaia javanica)
Javan treeshrew
Deskripsi :
Tupai yang bertubuh kecil ramping. Panjang
kepala dan tubuh sekitar 15 cm atau kurang, ekor
sekitar 18 cm (120% kepala dan tubuh). Warna tubuh
bidang atas mirip  bajing kelapa  (Callosciurus
notatus) di  Jawa Barat. Kuning-coklat abu-
abu, dengan bintik-bintik bulu kehitaman. Di
sekeliling mata dan di bahu terdapat warna
kuning keputihan. Sisi perut dan di bawah kaki
kekuningan hingga keputihan. Ekor panjang dan
melebar, namun tidak menebal, coklat kuning
dengan bintik-bintik kehitaman.

Kebiasaan:
Hidup di  hutan-hutan  sekunder dan
perkebunan, terutama di tempat dengan banyak
pohon kecil. Tupai kekes aktif pada siang hari
(diurnal), terutama di waktu pagi. Sepintas,
perilakunya serupa dan sukar dibedakan dari
bajing kelapa. Apalagi kedua jenis hewan ini
memiliki ukuran tubuh yang hampir sama
dan relung ekologis (ecological niche) yang
bertumpang tindih.

Sebaran : Menyebar terbatas di


Jawa, Bali, Sumatera barat
(Kerinci), dan Pulau Nias.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

88
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

8. Musang Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus)
Common Palm Civet
Deskripsi :
Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90  cm
(termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan
ekor hitam-coklat mulus. Sisi atas tubuh abu-abu kecokelatan, dengan
variasi dari warna tengguli (cokelat merah tua) sampai kehijauan. Jalur
di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap
yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan
bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat
beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya.

Kebiasaan:
Musang luak adalah salah satu jenis  mamalia  liar yang kerap
ditemui di sekitar permukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini
amat pandai memanjat dan bersifat  arboreal, kerap berkeliaran di
atas pepohonan, meskipun tidak jarang turun ke tanah. Musang juga
bersifat nokturnal. Musang ini kerap dituduh sebagai pencuri  ayam,
walaupun tampaknya lebih sering memakan aneka buah-buahan
di  kebun  dan  pekarangan. Termasuk di antaranya  pepaya,  pisang, dan
buah pohon afrika (Maesopsis eminii). Mangsa yang lain adalah aneka
serangga, cacing tanah, moluska, kadal, serta bermacam-macam hewan
kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus.
Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah yang
keras, sering kali didapati tumpukan kotoran musang dengan aneka biji-
bijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan musang ini
begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar lagi dengan
utuh. Karena itu pulalah, konon musang luak memilih buah yang betul-
betul masak untuk menjadi santapannya. Maka terkenal istilah  kopi Sebaran : Menyebar luas mulai dari India dan bagian utara Pakistan di barat,
luwak dari  Jawa, yang menurut cerita dari mulut ke mulut diperoleh Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Asia Tenggara, China selatan,
dari biji  kopi  hasil pilihan musang luak, dan telah mengalami ‘proses’ Semenanjung Malaya hingga Filipina. Di Indonesia didapati di
melalui pencernaannya. Sebagaimana aneka kerabatnya dari Viverridae, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian
musang luak (jantan) mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat selatan, serta Taliabu dan dan Seram di Maluku.
anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko rendah
dapat pula menjadi pekat dan memualkan. Kemungkinan bau ini
digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya, dan pada pihak lain CITES : -
untuk mengetahui kehadiran hewan sejenisnya di wilayah jelajahnya. P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

89
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

9. Babi Hutan
(Sus scrofa)
Wild Boar
Deskripsi :
Babi ini memiliki ukuran yang besar
dengan berat dapat mencapai 200  kg  (400
pound) untuk jantan dewasa, serta panjang
hingga 1,8 m (6 kaki). Babi hutan di Indonesia
panjang tubuhnya hingga 1.500 mm, panjang
telinga 200–300 mm, dan tinggi bahunya 600–
750 mm.

Kebiasaan:
Jika terkejut atau tersudut hewan ini dapat
menjadi agresif, terutama betina dewasa
yang sedang melindungi anak-anaknya, dan
jika diserang akan mempertahankan dirinya
dengan taringnya. Babi liar jenis ini menempati
berbagai habitat beriklim sedang dan tropis,
dari semi-gurun hingga hutan hujan tropis,
hutan beriklim sedang, padang rumput, dan
hutan alang-alang; sering menjelajah ke lahan
pertanian untuk mencari makan.

Sebaran : Daerah persebarannya


luas berada di wilayah
hutan-hutan Eropa
Tengah, Mediterani
a (termasuk Pegunu
ngan Atlas di Afrika
Tengah) dan sebagian
besar Asia hingga
wilayah paling selatan
di Indonesia.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

90
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

10. Garangan Jawa Kebiasaan:


Garangan merupakan hewan pemangsa yang
Sebaran : Jenis ini menyebar luas mulai
dari Kamboja, Laos, Malaysia,
(Herpestes javanicus) umumnya hidup di semak-semak dan padang Myanmar, Thailand, Vietnam
Javan Mongoose rumput, daripada di hutan yang rapat. Aktif di atas
tanah (terestrial). Garangan tidur dalam lubang-
hingga Indonesia tepatnya di
Jawa (pernah juga ditemukan
lubang di tanah, lubang pohon dan tempat serupa. di Sumatera bagian utara).
Deskripsi :
Garangan aktif berburu mangsa di siang maupun Hewan ini juga diintroduksi
Garangan bertubuh kecil hingga sedang, panjang
malam hari. Mangsa utamanya adalah tikus, sering ke Hindia Barat, Kep. Hawaii,
kepala dan tubuh 250-410 mm, sedangkan ekornya
juga memangsa hewan kecil seperti burung, reptil, Mauritius, Kep. Fiji, Okinawa,
sekitar 60-80% panjang kepala dan tubuh tadi. Tungkai
kodok, kepiting, serangga, bahkan kalajengking. dan Amami Oshima di Jepang,
belakangnya 50-70 mm dari ‘tumit’ hingga ujung jari.
Garangan Jawa tidak memiliki musim kawin khusus. untuk mengendalikan populasi
Ukuran tubuhnya bervariasi, dengan kecenderungan
Garangan betina melahirkan 2-4 anak, setelah tikus dan ular.
kecil di barat daerah sebarannya (India utara) dan
mengandung selama sekitar 6 minggu.
bertambah besar ke arah tenggara, dengan ukuran IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
terbesar terdapat di Jawa. Bobot tubuhnya berkisar rendah
antara 0,5-1 kg. Warna kami sama dengan tubuhnya;
CITES : -
cokelat kelabu hingga cokelat kemerahan.
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

91
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

BURUNG

1. Elang Brontok
(Nisaetus cirrhatus)
Changeable Hawk-eagle
Deskripsi :
Berukuran besar (70 cm), bertubuh ramping. Sayap sangat lebar, ekor
panjang berbentuk bulat, jambul sangat pendek. Terdapat fase gelap, pucat,
dan peralihan. Fase gelap: seluruh tubuh coklat gelap dengan garis hitam
pada ujung ekor, terlihat kontras dengan bagian ekor lain yang coklat dan
lebih terang. Burung muda juga berwarna gelap. Fase terang: tubuh bagian
atas coklat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah putih bercoret-coret coklat
kehitaman memanjang, setrip mata dan kumis kehitaman.

Suara:
Pekikan panjang “kwip-kwip-kwip-kwip-kwiiah” meninggi atau “klii-liiuw”
tajam.

Kebiasaan:
Mengunjungi hutan dan daerah berhutan yang terbuka, menyergap
ayam kampung. Berburu dari udara atau dari tempat bertengger di pohon
kering. Umumnya berburu di hutan yang baru ditebang. MacKinnon (1998)
mengatakan bahwa Elang pada umumnya menyukai untuk bertengger pada
dahan pohon yang tinggi atau mempertahankan teritori dari burung-burung
pemangsa lainnya di udara. Untuk mempertahankan kehidupannya, burung
Elang melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan
(kompetisi) dan kerjasama (simbiosis) untuk mendapatkan pakan, pelindung,
pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya (Alikodra 2002)

Penyebaran global : India, Asia tenggara, Filipina, Sunda Besar dan Nusa
Tenggara.
Penyebaran lokal : Terdapat di seluruh dataran Sunda Besar, tidak umum
dan status ditemukan di bawah ketinggian 2.000 m.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

92
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2. Elang Hitam
(Ictinaetus malayensis)
Black Eagle
Deskripsi :
Berukuran besar (70 cm), berwarna hitam. Sayap dan
ekor panjang, tampak sangat besar pada waktu terbang.
Terdapat bercak berwarna pucat pada bagian pangkal
bulu primer dan garis-garis samar pada ekor. Tetapi pada
waktu terbang atau beristirahat, penampakan umum
tubuh seluruhnya hitam.

Suara:
Ratapan berulang-ulang “klii-ki” atau “hi-liliuw”,
biasanya dikeluarkan dalam seri nada yang melemah.

Kebiasaan:
Mendiami kawasan hutan, biasanya terlihat berputar-
putar rendah di atas tajuk pohon. Meluncur dengan indah
dan mudah di sisi-sisi bukit berhutan, sering berpasangan.
Suka merampok sarang burung lain. Burung yang
ahli dalam melakukan penyergapan mangsa secara
mendadak. Mangsa utamanya berupa burung, kadal,
mamalia kecil, katak kelelawar dan serangga berukuran
besar.

Penyebaran global : India, Cina tenggara, Asia


tenggara, Sulawesi, Maluku, dan
Sunda Besar.
Penyebaran lokal : Terpencar, tetapi tersebar luas di
dan status seluruh Sunda Besar, di dataran
rendah dan hutan perbukitan
sampai ketinggian 1.400 m (di
Jawa sampai ketinggian 3.000 m).
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

93
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

3. Elang Jawa
(Nisaetus bartelsi)
Javan Hawk-eagle
Deskripsi :
Berukuran besar (60 cm), dengan jambul menonjol.
Dewasa: jambul, mahkota dan garis kumis hitam; bagian
sisi kepala dan tengkuk coklat berangan. Punggung dan
sayapnya coklat gelap, ekor coklat bergaris-garis hitam,
tenggorokan putih dengan setrip hitam di tengahnya.
Bagian bawah yang lain keputih-putihan, bercoretan
coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap
pada perut.

Suara:
Nyaring, pekikan khas: “hi-hiíiw”, lebih tinggi dan parau
daripada Elang brontok, atau “hihi-hiíiw” sering dalam seri
yang pendek.

Kebiasaan:
Menghuni hutan dan daerah berhutan terbuka, di
perbukitan dan pegunungan. Burung pemangsa ini
berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi
dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka
mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di
atas tanah baik secara individu maupun berpasangan atau
berkelompok dalam jumlah kecil.

Penyebaran global : Endemik di Jawa.


Penyebaran lokal : Genting (Collar dkk. 1994).
dan status Penghuni yang tidak umum di
sebagian besar pegunungan di
Jawa sampai ketinggian 3.000 m,
tetapi di Jawa timur (Meru Betiri)
dijumpai di dekat laut.
EN (Endangered) / Terancam
IUCN Red List :
Punah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

94
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

4. Elangular Bido
(Spilornis cheela)
Crested Serpent-eagle
Deskripsi :
Berukuran sedang (50 cm), berwarna gelap. Sayap sangat lebar
membulat, ekor pendek. Dewasa: tubuh bagian atas coklat abu-abu
gelap, tubuh bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh, dan lambungnya
berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-
garis hitam pada ekor. Jambulnya pendek dan lebar, berwarna hitam
dan putih. Ciri khasnya adalah kulit kuning tanpa bulu di antara mata
dan paruh. Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada ekor
dan garis putih pada pinggir belakang sayap. Ras Kalimantan berwarna
lebih pucat dan coklat.

Suara:
Sangat ribut, melayang-layang di atas hutan, mengeluarkan suara
nyaring dan lengking “kiu-liu”, “kwiiikkwi”, atau “ke-liik-liik” yang khas,
dengan tekanan pada dua nada terakhir, dan “kokokoko” yang lembut.

Kebiasaan:
Sering terlihat terbang melingkar di atas hutan dan perkebunan,
antar pasangan sering saling memanggil. Pada saat bercumbu,
pasangan memperlihatkan gerakan aerobatik yang menakjubkan
walaupun biasanya tidak terlalu gesit. Sering bertengger pada dahan
yang besar di hutan yang teduh sambil mengamati permukaan tanah
di bawahnya.

Penyebaran global : India, Cina selatan, Asia tenggara, Palawan,


dan Sunda Besar.
Penyebaran lokal : Terdapat di seluruh Sunda Besar dan
dan status mungkin merupakan elang yang paling
umum di daerah berhutan sampai pada
ketinggian 1.900 m.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

95
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

5. Sikepmadu Asia
(Pernis ptylorhynchus)
Oriental Honey-buzzard
Deskripsi :
Berukuran sedang (50 cm), berwarna hitam dengan jambul kecil. Warna
sangat bervariasi dalam bentuk terang, normal, dan gelap dari dua ras yang
sangat berbeda. Masing-masing meniru jenis elang lainnya dalam pola
warna bulu. Terdapat garis-garis yang tidak teratur pada ekor. Semua bentuk
mempunyai tenggorokan berbercak pucat kontras, dibatasi oleh garis tebal
hitam, sering dengan garis hitam mesial. Ciri khas ketika terbang: kepala
relatif kecil, leher agak panjang, sayap panjang menyempit, ekor berpola. Iris
jingga, paruh abu-abu, kaki kuning, bulu berbentuk sisik (terlihat jelas pada
jarak dekat).

Suara:
Keras, tingkatan nada meninggi seperti bunyi lonceng dengan empat
tingkatan nada “wii-wiy-uho” atau “wiihiy-wiihiy”.

Kebiasaan:
Sering mengunjungi hutan pegunungan. Ciri sewaktu terbang adalah
beberapa kepakan dalam yang diikuti luncuran panjang. Melayang tinggi
di udara dengan sayap datar. Mempunyai kebiasaan aneh yaitu merampas
sarang tawon dan lebah.

Penyebaran global : Palearktika timur, India, dan Asia tenggara sampai


Sunda Besar.
Penyebaran lokal : Menetap (ras yang berjambul panjang torquatus
dan status dan ptilorhynchus), tersebar jarang di Sumatera,
Kalimantan, dan Jawa barat. Ras Palearktika timur
yang berjambul pendek orientalis muncul sebagai
pengunjung musim dingin di seluruh Sunda Besar
sampai ketinggian 1.200 m.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

96
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

6. Cekakak Jawa
(Halcyon cyanoventris)
Javan Kingfisher
Deskripsi :
Berukuran sedang (25 cm), berwarna sangat gelap.
Dewasa: kepala coklat tua, tenggorokan dan kerah
coklat. Perut dan punggungnya biru ungu, penutup
sayap hitam, bulu terbang biru terang. Bercak putih
pada sayap terlihat sewaktu terbang.

Suara:
Jernih berdering: “cii-rii-rii-rii” atau “crii- crii-crii”, dan
suara lain yang mirip Cekakak belukar.

Kebiasaan:
Bertengger pada cabang rendah pohon yang
terisolasi atau pada tiang di lahan rumput terbuka.
Memburu serangga dan mangsa lain. Jarang sekali
berburu di atas air. Lebih pendiam dibandingkan
Cekakak sungai, tetapi suaranya sering terdengar.

Penyebaran global : Endemik di Jawa dan Bali.


Penyebaran lokal : Tersebar luas dan tidak jarang
dan status di lahan terbuka di dekat air
bersih, sampai ketinggian
1.000 m di Jawa dan Bali. Telah
hilang dari beberapa tempat
yang dulu sering dikunjungi.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

97
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

7. Rajaudang Biru
(Alcedo coerulescens)
Small Blue Kingfisher
Deskripsi :
Berukuran sangat kecil (18 cm), berwarna biru
dan putih. Tubuh bagian atas dan garis dada biru
kehijauan mengilap; mahkota dan penutup sayap
bergaris hitam kebiruan; kekang, tenggorokan, dan
perut putih. Iris coklat, paruh hitam, kaki merah.

Suara:
Nada cukup tinggi, cicitan dua nada “tiiw-tiiw”
yang dikeluarkan sewaktu terbang.

Kebiasaan:
Bertengger pada pohon di pinggir aliran air
kecil, tambak, dan hutan mangrove. Burung
Rajaudang Biru ini memang dinilai sangat cerdik
dalam memburu mangsanya yang ada di dalam
air. Burung ini biasa hinggap pada dahan atau
ranting pohon dengan ketinggian 1-2 meter dari
atas permukaan air. Rajaudang Biru bertengger
tidak hanya bersantai saja, akan tetapi bertengger
tujuannya untuk mengawasi mangsanya.

Penyebaran global : Sumatera, Jawa, Bali,


Lombok, dan Sumbawa.
Penyebaran lokal : Penetap yang umum
dan status di Sumatera selatan
(mungkin pendatang baru
dari Jawa), Jawa, dan Bali.
Umum terdapat di rawa
pesisir, hutan mangrove,
dan muara sungai.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

98
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

8. Rajaudang Meninting
(Alcedo meninting)
Blue-eared Kingfisher
Deskripsi :
Berukuran kecil (15 cm), punggung biru terang/
metalik. Punggung lebih gelap daripada Raja-udang
Erasia. Tubuh bagian bawah merah-jingga terang,
penutup telinga biru mencolok. Iris coklat, paruh
kehitaman, kaki merah.

Suara:
Nada tinggi: “criit-tit” biasa dikeluarkan sewaktu
terbang dan cicitan cepat sewaktu bertengger.

Kebiasaan:
Terbang sangat cepat dari satu tenggeran ke
tenggeran lain, membuat gerakan kepala turun-naik
yang aneh ketika mencari makan. Menyelam secepat
kilat untuk menangkap mangsa. Mangsa kemudian
dibawa ke tenggeran, dibunuh, baru dimakan.

Penyebaran global : India sampai Cina dan Asia


tenggara, Filipina, Sulawesi,
Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Bali, dan Lombok.
Penyebaran lokal : Sering terlihat di dekat aliran
dan status air tawar, seperti sungai dan
danau, kadang-kadang juga
terlihat di atas air payau
sampai ketinggian 1.000 m.
Dibandingkan dengan Raja-
udang Erasia, lebih menyukai
daerah dengan pepohonan.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

99
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

9. Itik Benjut Kebiasaan:


Ditemukan berpasangan atau dalam kelompok kecil di daerah rawa mangrove,
(Anas gibberifrons) rawa payau, kolam, dan sungai. Sering sampai jauh ke pedalaman. Makanan Itik
Sunda Teal Benjut yaitu berupa tanaman dan invertebrata seperti cacing, cumi-cumi, siput,
keong dan lain-lain yang hidup di perairan. Meskipun gaya terbangnya terlihat berat,
yaitu berat tubuhnya seperti menggantung, sementara sayapnya terus berayun
Deskripsi :
selama terbang, namun burung ini memiliki kecepatan terbang yang cukup tinggi.
Berukuran agak kecil (42 cm), berwarna coklat abu-abu. Mahkota coklat gelap
Agak sulit mengabadikannya dalam bentuk foto pada saat posisi terbang.
kemerahan. Muka dan leher kekuningan, kadang-kadang hampir putih. Bagian sisi
dan punggung coklat kemerahan, sayap berspekulum kehitaman berbaur hijau-biru
Penyebaran global : Andaman, Sulawesi, Sunda Besar dan Nusa Tenggara.
mengilap. Sewaktu terbang, bulu ketiak putih dan terlihat bercak putih di depan
spekulum. Penyebaran lokal : Biasa terdapat di Sumatera selatan, tetapi tidak ada catatan
dan status perkembangbiakan. Baru-baru ini tercatat di Kalimantan
Suara: selatan dan Kalimantan timur. Tampaknya, merupakan itik
Jantan: “pip” jelas; betina: seperti tawa terkekeh-kekeh (sering pada waktu yang paling umum terdapat di Jawa dan Bali.
malam). IUCN Red List : NT (Near Threatened) / Mendekati Terancam
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

100
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

10. Pecukular Asia


(Anhinga melanogaster)
Oriental Darter
Deskripsi :
Mudah dikenali, berukuran besar (84 cm). Burung air seperti pecuk
dengan leher ramping dan sangat panjang, serta kepala sempit-kecil.
Kepala dan leher coklat, ada setrip dagu putih sepanjang leher. Bulu
pada bagian lainnya kehitaman, bulu penutup putih halus dengan
pinggir hitam. Iris coklat, paruh coklat kekuningan, garis punggung
hitam, kaki keabuan.

Suara:
Suara bergemerincing dan berdeklik, suara seperti menjerit ketika
bercumbu.

Kebiasaan:
Hidup pada genangan air yang luas dan bersih, seperti danau dan
sungai besar. Menyelam secara menakjubkan dan tinggal di bawah
air untuk waktu yang lama. Mampu mereduksi daya apung sehingga
hanya kepalanya saja yang terlihat pada waktu berenang, tetapi
bulunya yang dapat menyerap air menyulitkan untuk mengepakkan
sayap dan berlari di atas air ketika akan terbang. Menghabiskan waktu
lama untuk mengeringkan bulu di tempat bertengger. Berkumpul
dalam kelompok di atas pohon yang gundul.

Penyebaran global : India, Asia tenggara, Filipina, Sulawesi, Sunda


Besar, dan Nusa Tenggara.
Penyebaran lokal : Di Sumatera bagian selatan tercatat sebagai
dan status pengunjung (atau mungkin penetap) dari
Jawa. Di Kalimantan, ditemukan sebagai
penetap di sungai-sungai, tetapi kelihatannya
sudah hilang dari kebanyakan daerah pantai.
Pernah umum terlihat di Jawa (tercatat
sampai ketinggian 1.400 m), tetapi sekarang
penyebarannya terbatas. Ada beberapa
catatan terbaru dari Bali.
IUCN Red List : NT (Near Threatened) / Mendekati Terancam
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

101
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

11. Blekok Sawah


(Ardeola speciosa)
Javan Pond-heron
Deskripsi :
Berukuran kecil (45 cm), bersayap putih, coklat bercoret-coret.
Pada masa berbiak: kepala dan dada kuning tua, punggung nyaris
hitam, tubuh bagian atas lainnya coklat bercoret-coret, tubuh
bagian bawah putih. Ketika terbang, sayap terlihat sangat kontras
dengan punggung yang gelap. Dewasa tidak berbiak dan burung
muda sangat mirip Blekok cina tidak berbiak. Iris kuning, paruh
kuning berujung hitam, kaki hijau buram.

Suara:
“Krak” yang menguak jika terganggu.

Kebiasaan:
Hidup di sawah atau daerah lain yang berair, sendirian atau
dalam kelompok tersebar. Berdiri diam-diam dengan tubuh
pada posisi rendah dan kepala ditarik kembali, sambil menunggu
mangsa. Setiap sore terbang dengan kepakan sayap perlahan-
lahan, berpasangan atau bertigaan, beramai-ramai menuju tempat
istirahat. Bersarang dalam koloni bersama dengan burung air lain.

Penyebaran global : Semenanjung Malaysia, Indocina, Sulawesi,


dan Sunda Besar.
Penyebaran lokal : Tercatat di Sumatera selatan sebagai
dan status pengunjung tidak berbiak dari Jawa.
Berbiak di Kalimantan tenggara, tetapi
jarang mengunjungi Kalimantan bagian
utara. Di Jawa dan Bali masih agak umum
dijumpai di daerah rawa tawar.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

102
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

12. Cangak Abu


(Ardea cinerea)
Grey Heron
Deskripsi :
Berukuran besar (92 cm), berwarna putih, abu-abu,
dan hitam. Dewasa: garis mata, jambul, bulu terbang,
bahu, dan dua buah garis pada dada hitam; kepala, leher,
dada, dan punggung putih, dengan beberapa coretan ke
bawah, bagian yang lain abu-abu. Kepala burung muda
lebih abu-abu dan tidak ada warna hitam. Iris kuning,
paruh kuning kehijauan, kaki kehitaman.

Suara:
“Krook” yang parau dan suara seperti angsa.

Kebiasaan:
Pemburu yang hidup menyendiri di air dangkal,
mencari ikan dengan cara menyusurkan kepala dan
paruh. Berdiri dengan satu kaki menunggu ikan lewat.
Kepakan sayap berat. Beristirahat di atas pohon.

Penyebaran global : Afrika, Erasia, sampai Filipina dan


Sunda.
Penyebaran lokal : Pada habitat lahan basah di
dan status seluruh Sunda Besar. Umumnya
tersebar di dekat laut, tetapi
kadang-kadang ditemukan juga
di danau-danau di pedalaman
sampai ketinggian 900 m. Di
Kalimantan diduga hanya sebagai
pengunjung.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

103
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

13. Kowakmalam Abu


(Nycticorax nycticorax)
Black-crowned Night-heron
Deskripsi :
Berukuran sedang (61 cm), berkepala besar, bertubuh
kekar, berwarna hitam dan putih. Dewasa: mahkota hitam,
leher dan dada putih, dua bulu panjang tipis terjuntai dari
tengkuk yang putih, punggung hitam, sayap dan ekor abu-
abu. Betina lebih kecil daripada jantan. Selama masa berbiak:
kaki dan kekang menjadi merah. Remaja: tubuh coklat
bercoretan dan berbintik-bintik, harus ditangkap dulu jika
hendak membedakannya dengan remaja Kowak-malam
merah. Iris kuning (remaja) atau merah terang (dewasa),
paruh hitam (dewasa: merah), kaki kuning- kotor.

Suara:
“Wok” atau “kowak” yang parau sewaktu terbang, dan
uakan serak jika terganggu.

Kebiasaan:
Beristirahat di atas pohon pada siang hari. Sebelum keluar
mencari makan pada waktu senja, berputar-putar di atas
tempat istirahat sambil mengeluarkan suara kuakan parau.
Pada malam hari, mencari makan di sawah, padang rumput,
dan pinggir sungai. Bersarang di dalam koloni yang ribut di
pohon, biasanya di atas air. Cara terbang agak mirip kalong.

Penyebaran global : Terdapat hampir di seluruh dunia.


Penyebaran lokal : Pengunjung di luar masa berbiak ke
dan status Sumatera dan Kalimantan bagian
utara. Penetap di Kalimantan dan
Jawa. Di Jawa, Kowak-malam merah
kadang-kadang ikut bersarang
dalam koloni.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

104
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

14. Kuntul Kecil (Egretta garzetta)


Little Egret
Deskripsi :
Berukuran sedang (60 cm), berbulu putih. Perbedaannya
dengan Kuntul kerbau adalah ukuran lebih besar, badan lebih
ramping, paruh hitam, dan kaki hitam (dengan atau tanpa jarik
kuning). Perbedaan lainnya adalah pada masa berbiak: bulu putih
bersih, tengkuk berbulu tipis panjang, bulu pada punggung
dan dada berjuntai. Iris kuning, kulit muka kuning kehijauan
(kemerahjambuan pada masa berbiak), paruh selalu hitam, tungkai
dan kaki hitam (dengan jari kuning pada ras pendatang migrasi).

Suara:
“Pendiam, kecuali kuakan parau pada tempat bersarang.

Kebiasaan:
Mengunjungi sawah, tepi sungai, gosong pasir dan lumpur,
dan sungai kecil di pesisir. Mencari makan dalam kelompok
yang tersebar, sering berbaur dengan jenis lain. Kadang-kadang
menyambar mangsanya di pinggir air dangkal di pantai. Terbang
membentuk huruf V ketika kembali ke tempat beristirahat pada
malam hari. Bersarang dalam koloni bersama dengan burung air
lain.

Penyebaran global : Afrika, Eropa, Asia, dan Australasia.


Penyebaran lokal : Pengunjung tidak berbiak ke Sumatera
dan status dan Kalimantan (terutama ras berjari
kuning dari Asia), tetapi ras penetap
berjari hitam nigripes dari Jawa sampai
di kedua pulau tersebut. Tidak jarang
ditemukan di daerah pesisir (sampai
ketinggian 900 m di sekitar D. Toba di
Sumatera).
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

105
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

15. Cerek Jawa


(Charadrius javanicus)
Javan Plover
Deskripsi :
Berukuran kecil (15 cm), berparuh pendek, berwarna coklat dan putih.
Warna jantan dan betina sama. Mirip Cerek tilil (dulu dianggap sejenis),
tetapi kepala lebih coklat kemerahan, kaki pucat, dan garis pada dada
tanpa warna hitam. Warna putih pada kerah belakang biasanya tidak
menyambung. Iris coklat, paruh hitam, tungkai abu-abu hijau zaitun
atau coklat pucat.

Suara:
Lembut, berulang, nada tunggal menaik “kwiik”. “Tidip”, “tik”, atau
“cik” sewaktu terbang atau berjalan cepat.

Kebiasaan:
Burung Cerek jawa memiliki kebiasaan dalam berburu mangsa,
yaitu saat berburu mangsa akan mengamati kondisi sekitar untuk
melihat mangsanya dan akan berlari menuju mangsa yang ditemukan
dengan cara mengangkat ekor ke atas dan mengoyak dengan paruh
runcing. Cerek jawa hidup dalam kelompok kecil atau soliter, sarang
Cerek jawa terdapat 2- 3 butir telur dengan motif bercak-bercak hitam
dan berwarna hijau lumut.

Catatan:
Oleh beberapa pakar, dulu dimasukkan ke dalam ras Cerek tilil atau
Cerek Melayu, tetapi sekarang sudah dianggap sebagai jenis sendiri.

Penyebaran global : Endemik di Jawa.


Penyebaran lokal : Penghuni tetap di pesisir Jawa (termasuk
dan status Kangean dan Madura), mungkin juga terdapat
di Bali.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

106
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

16. Bangau Bluwok ketinggian 900 m. Bergabung dengan cangak dan bangau lain, kadang-kadang
melayang tinggi di angkasa. Ketika makan, katupan paruhnya bisa terdengar dari
(Mycteria cinerea) kejauhan. Bersarang dalam koloni campuran dengan burung air lain.
Milky Stork Penyebaran global : Indocina, Malaysia, Sulawesi, Sumatera, Jawa, dan
Sumbawa.
Deskripsi :
Berukuran sangat besar (92 cm). Berbulu putih, kecuali bulu terbang dan sayap Penyebaran lokal : Rentan (Collar dkk. 1994). Koloni-koloni tempat berbiak
hitam. Kulit muka tanpa bulu berwarna merah jambu sampai merah. Remaja: dan status diketahui di Propinsi Riau, pesisir timur Sumatera selatan,
coklat keabuan dengan tungging putih dan bulu terbang hitam. Iris coklat, paruh dan P. Rambut di Jawa barat. Tercatat sejumlah burung
kekuningan dan panjang melengkung, kaki abu-abu. di beberapa tempat yang sesuai di Jawa tengah bagian
selatan dan Jawa timur, tetapi tidak dipastikan berbiak.
Suara: Mencari makan di tempat yang luas. Akhir-akhir ini
Umumnya diam, kecuali suara serak pada burung muda dan tepukan paruh. ditambahkan dalam daftar burung di Bali.
IUCN Red List : EN (Endangered) / Terancam Punah
Kebiasaan:
CITES : Appendix I
Sering mengunjungi daerah berlumpur dan daerah tergenang termasuk
rawa, gosong lumpur di pantai, dan sawah. Biasanya hidup sendirian atau dalam P.106 Tahun 2018 : Dilindungi
kelompok kecil dan agak besar, di dekat pantai. Tetapi di Sumatera menyebar sampai

107
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

17. Bubut Jawa


(Centropus nigrorufus)
Sunda Coucal
Deskripsi :
Berukuran besar (46 cm), berwarna hitam dan coklat kemerahan, berekor
panjang. Bulu hitam mengilap ungu, kecuali sayap yang merah karat. Perbedaannya
dengan bubut lain: punggung, penutup sayap, dan bulu sekunder dalam hitam. Iris
merah, paruh dan kaki hitam.

Suara:
Seri panjang terdiri dari nada “bup” mirip Bubut besar dan suara mirip ayam
berkotek.

Kebiasaan:
Burung ini suka makan serangga berupa kupu – kupu besar, belalang, ulat bulu,
capung, jangkrik sampai dengan serangga yang berupa kumbang. Ketika berada
di alam liar, perilaku burung Bubut Jawa ini ternyata tidak hidup berdampingan
dengan spesies dari jenis burung bubut yang lainnya dan keadaan seperti itu
disebabkan oleh perbedaan dari habitat aslinya. Bubut Jawa akan mencari makan
dengan cara mengais – ngais tanah ataupun dengan mencari makan pada tempat
ranting – ranting pohon yang rindang di alam liarnya. Burung bubut ini juga bisa
kita jumpai di antara semak-semak yang terdapat hutan, baik itu pada saat mereka
berburu mangsa maupun ketika burung bubut tersebut sedang membuat sarang
untuk mereka bertelur.

Penyebaran global : Endemik di Jawa.


Penyebaran lokal : Rentan (Collar dkk. 1994). Terbatas di hutan mangrove dan
dan status vegetasi rawa di pesisir Jawa. Dulu banyak ditemukan di
rawa-rawa air tawar, tetapi sekarang sangat terbatas, dan
hanya tercatat di Ujung Kulon, Karawang, Indramayu,
Segara Anakan, dan Muara Brantas. Satu catatan dari
Sumatera (tahun 1902) dianggap sebagai kesalahan.
Mungkin terancam disaingi Bubut alang-alang karena
habitatnya diganti tambak ikan dan udang.
IUCN Red List : VU (Vulnereable) / Rentan
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

108
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

18. Srigunting Kelabu


(Dicrurus leucophaeus)
Ashy Drongo
Deskripsi :
Berukuran sedang (29 cm), berwarna abu-abu dengan
ekor panjang menggarpu dalam. Ras bervariasi dalam
kepucatan warna. Ras Kalimantan stigmatops mempunyai
bercak keputih-putihan di sekitar mata. Iris jingga, paruh
hitam abu-abu, kaki hitam.

Suara:
Nyanyian keras jernih “hiur-iur-celiu” atau “wii-piit, wii-
piit”. Mengeong dan meniru suara burung lain, diberitakan
kadang-kadang bersuara pada malam hari.

Kebiasaan:
Hidup berpasangan, dan hinggap pada cabang terbuka
atau tumbuhan merambat di tempat terbuka di hutan,
menyambar serangga lewat, terbang naik mengejar ngengat
atau menukik untuk menangkap mangsa yang terbang.
Mangsa mereka adalah serangga kecil, seperti semut,
lebah, lalat, belalang. Warnanya yang keperakan bertengger
menghiasi pohon-pohon tinggi di hutan pegunungan
Halimun.

Penyebaran global : Afganistan sampai Cina, Asia


tenggara, Palawan, Sunda Besar.
Penyebaran lokal : Di Sumatera (termasuk Mentawai
dan status dan Simeulue), Kalimantan, Jawa,
dan Bali merupakan burung yang
umum terdapat di daerah berhutan
terbuka, dan di pinggir hutan, di
perbukitan, dan gunung dari 600-
2.500 m.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

109
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

19. Bondol Jawa


(Lonchura leucogastroides)
Javan Munia
Deskripsi :
Bondol agak kecil (11 cm), berwarna hitam, coklat, dan putih,
bertubuh bulat. Tubuh bagian atas coklat tanpa coretan, muka dan
dada atas hitam; sisi perut dan sisi tubuh putih, ekor bawah coklat
tua. Perbedaannya dengan Bondol perut-putih: tanpa coretan pucat
pada punggung dan sapuan kekuningan pada ekor, pinggiran bersih
antara dada hitam dan perut putih, sisi tubuh putih (bukan coklat). Iris
coklat, paruh atas gelap, paruh bawah biru, kaki keabuan.

Suara:
Cicitan lembut: “cii-i-i”, “prrit” yang khas, serta suara dalam
kelompok: “pi-i” yang melengking.

Catatan:
Kadang-kadang diperlakukan sebagai ras dari bondol Lonchura
striata.

Kebiasaan:
Mengunjungi semua jenis lahan pertanian dan lahan berumput
alami. Membentuk kelompok selama musim panen padi, tetapi
biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Mencari
makan di atas tanah atau memetik biji dari bulir rumput. Menghabiskan
banyak waktunya dengan bersuara kerikan gaduh dan menyelisik di
pohon-pohon besar.

Penyebaran global : Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok.


Dintroduksi ke Singapura.
Penyebaran lokal : Umum di beberapa tempat di ujung paling
dan status selatan Sumatera, mungkin diintroduksi atau
datang dari Jawa. Di Jawa dan Bali, sangat
umum dan tersebar luas, sampai ketinggian
1.500 m.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

110
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

20. Alapalap Sapi


(Falco moluccensis)
Spotted Kestrel
Deskripsi :
Berukuran kecil (30 cm), duduk tegak, berwarna coklat gelap.
Jantan: mahkota dan tubuh bagian atas coklat kekuningan, bergaris
dan berbintik hitam tebal, tubuh bagian bawah kuning suram,
bercoret hitam tebal. Ekornya abu kebiruan dengan ujung putih
dan garis lebar hitam pada bagian subterminal. Betina: ukuran lebih
besar, dengan garis tebal pada ekor. Remaja: mirip dewasa, tetapi
berwarna lebih pucat dan ekor coklat dengan garis-garis gelap.
Iris coklat, paruh abu-abu kebiruan dengan ujung hitam dan sera
kuning, tungkai dan kaki kuning.

Suara:
Burung muda berteriak berulang-ulang:”kiri kiri kiri” ketika
bertemu induknya, atau “kekekeke”’ yang kencang ketika panas hati.
Suara tersebut juga dikeluarkan burung dewasa untuk menunjukkan
wilayah teritorialnya.

Kebiasaan:
Terbang melingkar perlahan, melayang-layang diam sambil
mengepak sayap. Menukik saat memangsa. Bertengger pada tiang,
pohon, batu cadas. Sarang besar dari ranting, berlapis daun, epifit,
atau lumut, pada pohon terisolir, atau pada lubang pohon. Telur
berwarna kemerahan, berbintik coklat, jumlah 4 butir. Berbiak bulan
April-Agustus.

Penyebaran global : Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara.


Penyebaran lokal : Satu kali tercatat di Kalimantan selatan.
dan status Penghuni tetap di habitat terbuka pada
semua ketinggian di Jawa dan Bali.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

111
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

21. Cikalang Chrismas


(Fregata andrewsi)
Chrismas Frigatebird
Deskripsi :
Berukuran besar (95 cm), berwarna gelap. Jantan: hitam-hijau
berkilat dengan kantung paruh merah dan perut putih. Betina: dada
dan perut putih, ‘taji’ putih meluas sampai sayap bawah, kerah putih,
lingkar mata merah jambu. Remaja: lebih coklat, kepala coklat karat
pucat, ada garis lebar gelap melintang pada dada. Iris coklat gelap,
paruh hitam (jantan) atau kemerahjambuan (betina dan remaja),
kaki abu-abu keunguan dengan telapak kaki merah muda.

Suara:
Diam ketika di laut. Bernyanyi dengan nada naik turun dan
berbunyi seperti tepukan hanya pada waktu berada di sarang.

Kebiasaan:
Hidup di laut, membubung tinggi di atas permukaannya,
mengikuti udara panas atau berputar-putar di atas ikan. Menangkap
makanan dari permukaan laut tanpa mendarat atau memburu
burung laut lain untuk merampas makanan. Bertengger atau
beristirahat pada bagan ikan dan di atas pepohonan di pulau-pulau
kecil.

Penyebaran global : Berbiak di P. Christmas, Samudera


Indonesia. Tercatat di utara sampai ke
Malaysia.
Penyebaran lokal : Rentan (Collar dkk. 1994). Secara teratur
dan status tercatat di pesisir Sumatera dan Kalimantan.
Tidak jarang ditemukan di L. Jawa dan
lebih umum terlihat di pesisir selatan Jawa,
khususnya Jawa bagian barat daya.
IUCN Red List : Vulnerable / Rentan
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

112
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

22. Daralaut Biasa


(Sterna hirundo)
Common Tern
Deskripsi :
Berukuran agak kecil (35 cm).
Tengkuk hitam (pada musim
dingin), ekor menggarpu dalam.
Dewasa tidak berbiak: sayap atas
dan punggung abu-abu; penutup
ekor atas, tungging, dan ekor putih.
Ciri lainnya: dahi putih, mahkota
berbintik hitam putih, tengkuk
hitam, tubuh bagian bawah putih.
Pada masa berbiak: topi hitam, dada
abu-abu. Sewaktu terbang, dewasa
tidak berbiak dan remaja: ada garis
kehitaman pada sayap depan dan
warna kehitaman pada pinggir
bulu ekor terluar. Remaja: tubuh
bagian atas lebih coklat dan mantel
bersisik. Iris coklat, pangkal paruh
hitam (musim dingin) dan merah
(musim panas), kaki kemerahan
(lebih gelap pada musim dingin).

Suara:
Keras: “kiir-ar” menurun, dengan
penekanan pada nada pertama.

Kebiasaan:
Mengunjungi perairan
pantai dan kadang-kadang Penyebaran global : Berbiak di Amerika utara, Eropa, dan Asia. Pada IUCN Red List : LC (Least Concern) /
perairan daratan. Beristirahat musim dingin mengembara ke selatan, yaitu ke Beresiko Rendah
pada tenggeran tinggi seperti Amerika selatan, Afrika, Indonesia, dan Australia.
CITES : -
panggungan pemancingan dan Penyebaran lokal : Pada musim dingin bermigrasi tidak teratur di
batu-batu. Penerbang tangguh, P.106 Tahun 2018 : Dilindungi
dan status Sunda Besar. Kadang-kadang terlihat dalam
mencari makan dengan cara kelompok yang sangat besar dengan beberapa
menjatuhkan diri untuk menyelam burung yang masih dalam bulu tidak berbiak
ke dalam laut. musim panas.

113
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

23. Daralaut Kumis


(Chlidonias hybridus)
Whiskered Tern
Deskripsi :
Berukuran agak kecil (25 cm), berwarna pucat dengan dahi putih (pada
musim dingin) dan ekor sedikit menggarpu. Dewasa tidak berbiak: dahi
putih, mahkota bergores hitam, mahkota belakang dan tengkuk hitam.
Tubuh bagian bawah putih. Sayap, punggung, dan penutup ekor atas abu-
abu. Burung muda: mirip dewasa, tetapi berbintik coklat. Perbedaannya
dengan Dara-laut sayap-putih tidak berbiak: mahkota lebih hitam, tunggir
abu-abu, dan tidak ada bercak hitam yang terpisah pada pipi. Pada masa
berbiak: dahi hitam, dada dan perut abu-abu. Iris coklat gelap, paruh dan
kaki merah.

Suara:
Serak, menyentak-nyentak: “kitt” atau “ki-kitt”.

Kebiasaan:
Hidup dalam kelompok kecil atau kadang-kadang dalam kelompok
besar. Sering terbang sampai sejauh 20 km ke daratan, untuk mencari
makan di tanah yang tergenang dan di sawah. Mengambil makanan
dengan cara menyambar atau terbang rendah di atas perairan.

Penyebaran global : Berbiak di Afrika selatan, Eropa selatan, Asia, dan


Australia.
Penyebaran lokal : Pergerakannya tidak teratur melalui Indonesia,
dan status tercatat dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali,
Maluku, dan P. Irian. Pengunjung tetap musim
dingin di Sumatera, Jawa, dan Bali, tetapi
beberapa di antaranya juga sering terlihat pada
musim panas.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

114
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

24. Daralaut Sayap-putih


(Chlidonias leucopterus)
White-winged Tern
Deskripsi :
Berukuran kecil (23 cm), ekor sedikit menggarpu. Dewasa tidak berbiak:
tubuh bagian atas keabuan pucat, belakang kepala hitam berbintik keabu-
abuan, tubuh bagian bawah putih. Perbedaannya dengan Dara-laut
kumis tidak berbiak: kerah tengkuk putih lebih lengkap, mahkota tidak
terlalu hitam dan lebih banyak bintik, penutup telinga hitam (terpisah dari
mahkota), tunggir lebih pucat. Dewasa berbiak: mudah dibedakan karena
kepala, punggung, dan dada hitam, sangat kontras dengan ekor yang
putih dan sayap abu-abu pucat. Sayap atas keputih-putihan, penutup
sayap bawah hitam. Iris coklat gelap, paruh merah (masa berbiak) dan
hitam (masa tidak berbiak), kaki jingga-merah.

Suara:
Berulang: “kwiik” atau tajam: “kwek-kwek”.

Kebiasaan:
Sering mengunjungi pesisir dan muara sungai dalam kelompok kecil.
Terbang jauh masuk ke pedalaman untuk mencari makan di sawah dan
rawa-rawa. Mencari makan dengan cara terbang rendah di atas air dan
melawan angin, menyambar serangga. Umumnya hinggap pada tiang-
tiang.

Penyebaran global : Berbiak di Eropa selatan melalui Asia, ke Rusia


tengah dan Cina. Pada musim dingin bermigrasi
ke Afrika selatan, melalui Indonesia ke Australia,
kadang-kadang sampai Selandia Baru.
Penyebaran lokal : Migran dan pengunjung musim dingin yang
dan status umum di seluruh Sunda Besar. Umumnya hidup
di pantai, tetapi juga jauh ke pedalaman di sawah
sampai ketinggian 400 m. Beberapa ekor tinggal
selama musim panas.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

115
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

25. Kirikkirik Laut (Merops philippinus) Suara:


Blue-tailed Bee-eater Getaran mengharukan: “kwink-kwink, kwink-kwink,
kwink-kwink-kwink” yang dikeluarkan sewaktu terbang.
Deskripsi :
Berukuran agak besar (30 cm, termasuk perpanjangan pita pada ekor), anggun. Setrip Penyebaran global : Berbiak di Asia selatan, Filipina, Sulawesi, dan P. Irian.
hitam melalui mata dibatasi oleh garis biru di bawah dan di atasnya. Kepala dan mantel Mengunjungi Sunda Besar dan Nusa Tenggara pada
hijau; tunggir dan ekor biru. Dagu kuning, tenggorokan coklat berangan, dada dan perut musim dingin.
hijau pucat. Sayap bawah jingga, terlihat sewaktu terbang. Penyebaran lokal : Umum terdapat di habitat terbuka sampai ketinggian
dan status 1.200 m di Sumatera, Jawa, dan Bali. Umum di
Kebiasaan: Kalimantan selatan, tetapi lebih jarang di Kalimantan
Berkelompok di daerah terbuka untuk berburu. Berdiam pada cabang pohon terbuka bagian utara.
dan kabel telepon. Terbang santai, melingkar, melayang seperti burung layang-layang, IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
mengejar serangga. Paruh mengatup sampai berbunyi ketika menangkap mangsa.
Dibandingkan dengan kirik-kirik lain, lebih sering mencari makan sambil terbang. CITES : -
Kelompok yang saling memanggil kadang-kadang lewat tinggi di atas kepala. P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

116
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

26. Burungmadu Sriganti (Cinnyris jugularis)


Olive-backed Sunbird Suara:
Kerikan musikal: “ciip, ciip, chii wiit” dan suatu melodi pendek yang diakhiri
dengan getaran nyaring.
Deskripsi :
Berukuran kecil (10 cm), berperut kuning terang. Jantan dagu dan dada hitam-
Penyebaran global : Cina, Asia tenggara, Filipina, Semenanjung Malaysia, dan
ungu metalik, punggung hijau-zaitun. Betina: tanpa warna hitam, tubuh bagian atas
Indonesia, sampai P. Irian dan Australia.
hijau-zaitun, tubuh bagian bawah kuning, alis biasanya kuning muda. Iris coklat tua,
paruh dan kaki hitam. Penyebaran lokal : Burung-madu yang paling umum di daerah dataran
dan status rendah terbuka, kadang-kadang sampai ketinggian 1.700
Kebiasaan: m di seluruh Sunda Besar (termasuk pulau-pulau kecil di
Ribut. Dalam kelompok kecil, berpindah-pindah dari satu pohon atau semak sekitarnya).
berbunga ke yang lainnya. Jantan kadang-kadang berkejar-kejaran mondar-mandir IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
dengan galak. Mengunjungi pekarangan, semak pantai, dan hutan mangrove.
CITES : -
Mendatangi bunga Loranthus, Morinda, pohon pepaya, dan lain-lain.
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

117
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

27. Pecukpadi Hitam


(Phalacrocorax sulcirostris)
Little Black Cormorant
Deskripsi :
Berukuran sedang (61 cm), berwarna hitam dengan kilau hijau atau ungu.
Pada masa berbiak, terdapat bercak putih pada sisi kepala dan di belakang
mata. Penutup sayap abu-abu, sisi sayap hitam dan terlihat bersisik. Remaja:
berwarna lebih suram dan berbintik kecoklatan. Kulit muka dan kantung
paruh abu-abu-biru. Iris hijau, paruh keabuan, kaki hitam.

Suara:
Ketika di sarang bersuara parau, pecah dari tenggorokan.

Kebiasaan:
Sering mengunjungi danau, kolam, dan muara. Kadang-kadang hidup
di tepi laut dan tambak. Umumnya hidup dalam kelompok kecil, tetapi
sering juga terlihat sendirian. Mencari makan berupa ikan, udang, dan
serangga perairan. Ketika musim berbiak, burung akan berkelompok dalam
membangun sarang bersama kawanan burung lainnya, seperti Kuntul,
Cangak, dan Ibis. Sarang dibangun oleh kedua pasangan dari tumpukan
ranting berukuran besar yang diletakan di percabangan pohon atau
dipermukaan tanah. Masa mengerami dan merawat anakannya dilakukan
secar bersama-sama.

Penyebaran global : Australia, P. Irian, dan Indonesia ke barat sampai


Sunda Besar.
Penyebaran lokal : Pernah tercatat di Sumatera selatan, mungkin
dan status merupakan pengunjung dari Jawa. Di Kalimantan
selatan dikenal dari empat burung yang
dikumpulkan pada akhir abad lalu. Berbiak di Jawa
(catatan pertama dipublikasikan pada tahun 1947,
publikasi pertama tentang perbiakan pada tahun
1954), sekarang merupakan pecuk yang paling
umum di P. Rambut, Jawa barat.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

118
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

28. Ayamhutan Merah


(Gallus gallus)
Red Junglefowl
Deskripsi :
Berukuran agak besar (jantan 70 cm, betina 42 cm). Nenek moyang
ayam peliharaan. Jantan: jengger, gelambir, dan muka merah; bulu
tengkuk, penutup ekor dan bulu primer biru perunggu. Mantel coklat
berangan, bulu ekor panjang, penutup sayap hitam kehijauan berkilau.
Tubuh bagian bawah hijau gelap. Betina: coklat suram, dengan coretan
hitam pada leher dan tengkuk. Ras dari Sumatera utara: bulu tengkuk
lebih panjang. Iris merah, paruh warna tanduk, kaki abu-abu kebiruan.

Suara:
Jantan bersuara pada dini hari: “buu-ki-kooh”, sama seperti ayam
peliharaan, tetapi lebih tajam dan lebih singkat. Suara ras di Sumatera
selatan dan Jawa lebih serak. Cicitan burung muda seperti anak ayam
peliharaan. Berketuk bila terganggu.

Kebiasaan:
Lebih menyukai habitat semak-semak yang setengah terbuka.
Jantan mungkin bersifat soliter, berkumpul dengan selir-selir betina
atau kadang-kadang dengan jantan lainnya. Mencari makan di tanah
tetapi dapat terbang dengan baik. Bertengger di pohon.

Penyebaran global : Himalaya, Cina selatan, Asia tenggara,


Sumatera, dan Jawa. Diintroduksi ke Filipina,
Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Australia.
Penyebaran lokal : Umum dijumpai di Sumatera sampai
dan status ketinggian 900 m. Di Jawa pada mulanya
tersebar luas, tetapi sekarang jarang
di beberapa daerah dataran rendah.
Kebanyakan catatan terbaru dari
pegunungan di Jawa barat.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

119
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

29. Caladi Tilik


(Dendrocopos moluccensis)
Sunda Woodpecker
Deskripsi :
Berukuran kecil (13 cm), berwarna hitam dan putih. Topi
coklat gelap. Tubuh bagian atas coklat gelap berbintik putih.
Tubuh bagian bawah putih kotor bercoretkan hitam. Sisi muka
putih dengan bercak pipi abu-abu, setrip malar hitam lebar.
Jantan: ada garis merah tipis di belakang mata. Iris merah,
paruh atas hitam, paruh bawah abu-abu, kaki hijau.

Suara:
“Kikikikikiki” yang bergetar pendek, tajam terengah-
engah, atau dengungan “trrrrrr-i-i”.

Kebiasaan:
Khas pelatuk kecil, bergerak perlahan-lahan pada batang
pohon atau pohon mati untuk mencari makan, biasanya
menyendiri. Tinggal di hutan sekunder, lahan terbuka, dan
hutan mangrove. Memakan segala jenis serangga seperti
semut dan kumbang. Ketika musim berbiak kedua pasangan
akan membangun sarangnya pada lubang dari pohon yang
patah dengan menghasilkan 2-3 butir telur.

Penyebaran global : India, Asia tenggara, Kalimantan,


Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara.
Penyebaran lokal : Dulu agak jarang di Sumatera, tetapi
dan status sekarang lebih umum terdapat dan
tersebar luas di hutan yang cukup
terbuka. Di Kalimantan, kebanyakan
hidup di daerah pantai. Di Jawa dan
Bali, umum terdapat di ketinggian
rendah.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

120
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

30. Gagang-bayam Belang


(Himantopus Himantopus)
Black Winged-stilt
Deskripsi :
Perancah bertubuh tinggi memanjang (37 cm).
Paruh dan sayap hitam, kaki merah panjang, bulu-
bulu putih. Perbedaannya dengan Gagang-bayem
timur adalah leher belakang tidak hitam. Iris merah
muda, paruh hitam, kaki merah muda.

Suara:
Ciap yang tinggi nadanya dan seperti suara
camar: “kik-kik-kik”.

Kebiasaan:
Mendatangi rawa-rawa di pantai dan air tawar.
Telur dalam satu sarang burung Gagang-bayam
Belang hanya 2–5 butir. Jumlah itu memenuhi
standar dalam ukuran reproduksi sebuah kelas yang
maju. Cangkangnya juga relatif kaku yang berarti
juga sudah maju secara evolusioner. Telur dijaga
induknya semasa inkubasi sehingga menjamin
keamanannya. Gagang bayam belang dikategorikan
sebagai burung pantai migran (migratory shorebird).

Penyebaran global : India, Cina, dan Asia


tenggara.
Penyebaran lokal : Mengembara sampai ke
dan status Filipina dan Kalimantan
bagian utara.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

121
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

31. Kareo Padi


(Amaurornis phoenicurus)
White-breasted Waterhen
Deskripsi :
Berukuran besar (30 cm), berwarna abu dan putih mencolok.
Mahkota dan tubuh bagian atas abu-abu; muka, dahi, dada, dan
bagian atas perut putih; bagian bawah perut dan ekor bagian
bawah merah karat. Iris merah, paruh kehijauan dengan pangkal
merah, kaki kuning.

Suara:
Monoton “uwok-uwok”. Ribut, beberapa ekor berdendang
bersama, berupa dengkuran, kuikan, dan ketukan “turr-kruwak,
per-per-a-wak-wak-wak”, dengan suara lain sampai lima belas
menit pada siang dan malam hari.

Kebiasaan:
Umumnya hidup sendirian, kadang-kadang berdua atau
bertiga. Mengendap-endap dalam semak yang lembab. Tinggal
di pinggir danau, tepi sungai, hutan mangrove, dan sawah bila
tempat itu cukup rapat untuk bersembunyi. Keluar ke tempat
terbuka untuk makan sehingga lebih terlihat daripada ayam-
ayaman lainnya. Juga suka memanjat-manjat semak dan pohon
kecil.

Penyebaran global : India, Cina selatan, Asia tenggara,


Filipina, Sulawesi, dan Sunda Besar dan
Nusa Tenggara.
Penyebaran lokal : Penetap yang umum setempat dan
dan status pengunjung musim dingin pada habitat
yang sesuai dari dataran rendah sampai
ketinggian 1.600 m di seluruh Sunda
Besar.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

122
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

32. Mandar Besar


(Porphyrio porphyrio)
Purple Swamphen
Deskripsi :
Berukuran besar (42 cm). Tubuh pendek
gemuk berwarna biru keunguan. Paruh besar
padat berwarna merah. Seluruh bulu biru hitam
dengan kilatan ungu dan hijau, kecuali bulu
penutup ekor bawah yang putih. Perisai dahi
merah. Iris, paruh, dan kaki merah.

Suara:
Dengkuran berketuk dan berteriak-teriak,
suara sengau terompet “wak”.

Kebiasaan:
Penghuni rawa-rawa dan danau dengan
rumpun buluh di pinggirnya. Berjalan di atas
tumbuhan terapung melalui rumpun buluh.
Dalam kelompok kecil, kadang-kadang keluar
ke padang rumput terbuka yang tergenang,
sawah, atau bahkan ke padang rumput yang
pernah terbakar. Selalu menjentikkan ekor.

Penyebaran global : Australia, P. Irian, dan


Indonesia bagian timur.
Penyebaran lokal : Tidak jarang di habitat
dan status lahan basah yang
sesuai di Sumatera,
Kalimantan bagian
selatan, Jawa, dan Bali.
IUCN Red List : Least Concern /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

123
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

33. Kipasan Belang


(Rhipidura javanica)
Pied Fantail
Deskripsi :
Berukuran sedang (19 cm), berwarna hitam dan
putih. Dewasa: tubuh bagian atas kelabu jelaga dengan
alis, dagu, dan tenggorokan putih, ada garis hitam
khas pada dada, sisa tubuh bagian bawah putih, ujung
bulu ekor putih lebar. Remaja: tunggir dan penutup
ekor atas kemerahan, pita pada dada kurang terlihat.
Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Suara:
Cicitan “cii-cii-wii-wiit” yang bernada tinggi.

Kebiasaan:
Khas kipasan yang aktif di daerah hutan terbuka,
termasuk hutan sekunder, pekarangan, dan hutan
mangrove. Kadang-kadang terlihat sendirian,
berpasangan, atau dalam kelompok keluarga. Kadang-
kadang mengikuti binatang piaraan atau monyet,
menangkapi serangga yang terganggu. Kadang-
kadang pula bergabung dalam kelompok campuran.

Penyebaran global : Filipina, Semenanjung


Malaysia, Sunda Besar, dan
Lombok.
Penyebaran lokal : Penghuni yang umum
dan status terdapat di seluruh Sunda
Besar (termasuk pulau-
pulau disekitarnya), sampai
ketinggian 1.500 m.
IUCN Red List : Least Concern / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

124
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

34. Gajahan Pengala


(Numenius phaeopus)
Whimbrel
Deskripsi :
Berukuran besar (43 cm), berwarna coklat bercoret
dengan alis pucat. Garis mahkota hitam, kaki panjang,
dan paruh melengkung ke bawah. Mirip Gajahan
besar, tetapi jauh lebih kecil dan secara proporsional
paruh lebih pendek. Tunggir kecoklatan pada ras
yang lebih umum variegatus, tetapi beberapa
individu mempunyai tunggir putih dan sayap bawah
mendekati ras phaeopus. Iris coklat, paruh hitam, kaki
coklat kehitaman.

Suara:
Siulan meringkik keras “ti-ti-ti-ti-ti-ti”.

Kebiasaan:
Menyukai gosong lumpur, muara pasang surut,
daerah berumput dekat pantai, paya, dan pantai
berbatu. Biasanya hidup dalam kelompok kecil sampai
besar, dan sering berbaur dengan burung perancah
lain.

Penyebaran global : Di Sunda Besar tersebar luas


sebagai pengunjung biasa.
Beberapa burung yang tidak
berbiak dapat ditemukan
pada musim panas.
Penyebaran lokal : Tidak jarang di habitat
dan status lahan basah yang sesuai di
Sumatera, Kalimantan bagian
selatan, Jawa, dan Bali.
IUCN Red List : LC Least Concern / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

125
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

35. Beluk Ketupa


(Ketupa ketupu)
Buffy Fish-owl
Deskripsi :
Berukuran besar (45 cm), berwarna coklat kekuningan
dengan berkas telinga mencolok. Tubuh bagian atas coklat,
bercoretan hitam, pinggiran kuning tua. Tubuh bagian bawah
kuning-merah bata dengan coretan hitam tebal. Iris kuning
terang, paruh abu-abu, kaki kuning.

Suara:
Aneka suara nyaring “kutukukutuk”, berdering “pof-pof-
pof” (mirip mesin kapal), dan juga suara “hi-i-i-ik-kik” yang
lengking.

Kebiasaan:
Umumnya aktif pada malam hari, tetapi sebagian aktif
pada siang hari di tempat berteduh. Pada malam hari lebih
menyukai daerah terbuka di luar hutan, lahan berhutan,
pekarangan, sawah, atau pinggiran sungai. Gemar mandi dan
berdiri diam lama di air, menangkap kebanyakan makanan
dalam air.

Penyebaran global : Asia tenggara, Kalimantan, Sumatera


dan pulau-pulau di sebelah timurnya,
Nias, Jawa, dan Bali.
Penyebaran lokal : Tidak jarang terdapat di hutan
dan status dataran rendah sampai ketinggian
1.100 m.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

126
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

36. Celepuk Reban


(Otus lempiji)
Collared Scopsowl
Deskripsi :
Berukuran kecil (20 cm), berwarna keabuan atau
kecoklatan. Berkas telinga mencolok, kerah khas pucat
pirang. Tubuh bagian atas keabuan atau coklat pirang,
berbintik serta berbintil hitam dan kuning tua. Tubuh
bagian bawah kuning tua, bercoretan hitam. Iris coklat
gelap, paruh kuning, kaki kuning-kotor.

Suara:
Jantan: lembut “wuup” sedikit meninggi, juga
seri mantap terdiri dari nada kasar dengan interval
satu detik. Betina: bernada lebih tinggi, bergetar
berubah menurun: “whiio” atau “pwok” sekitar lima
kali per menit, juga cicitan lembut. Pasangan sering
melakukan duet.

Kebiasaan:
Pada kebanyakan malam, duduk pada tenggeran
rendah, mengeluarkan suara memilukan. Sewaktu-
waktu berburu dari tenggeran dan menyambar
mangsa yang ada di tanah.

Penyebaran global : Asia tenggara, Filipina,


Kalimantan, Sumatera,
Bangka, Belitung, Jawa, dan
Bali.
Penyebaran lokal : Celepuk yang cukup umum
dan status sampai ketinggian 1.600 m,
termasuk pada jalan-jalan
berpohon di kota besar.
IUCN Red List : LC Least Concern/Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

127
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

37. Anis Hutan


(Zoothera andromedae)
Sunda Thrush
Deskripsi :
Berukuran besar (25 cm), berekor pendek, berwarna
gelap. Tubuh atas abu-abu gelap berendakan sisik hitam;
muka dan tenggorokan berbintik hitam; dada abu-abu
kebiruan terang; perut putih, berenda sisik hitam di sisinya.
Iris coklat, paruh abu-abu; kaki coklat kehitaman.

Suara:
Tidak tercatat, dan rupanya pendiam.

Kebiasaan:
Burung pemalu, aktif di senja hari, dan berdiam
di semak penutupan di lantai hutan. Ketika merasa
terganggu dengan adanya pergerakan dari hewan atau
pun pergerakan manusia, mereka akan bergerak cukup
cepat sehingga seringkali luput dari pengamatan. Burung
ini pada umumnya bersifat soliter tetapi dapat berkumpul
ketika di sumber makanan tersedia. Mereka mencari makan
di darat, tetapi juga di pohon, dan paling sering diamati di
tanah. Makanan burung anis hutan berupa serangga, laba-
laba, udang, lipan, dan hewan sejenis lainnya

Penyebaran global : Filipina, Sumatera, Jawa, Bali, dan


Nusa Tenggara.
Penyebaran lokal : Di Sumatera (termasuk P. Enggano)
dan status secara lokal umum terdapat
dihutan, antara 1.200-2.200 meter
lebih rendah di P. Enggano. Di
Jawa terbatas di beberapa gunung
(Gede-Pangrango, Halimun) saja,
tetapi sepertinya lebih merata
tersebar di pegunungan Bali.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

128
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

38. Kacamata Biasa


(Zosterops palpebrosus)
Oriental White-eye
Deskripsi :
Berukuran kecil (11 cm), berwarna hijau kekuningan. Ras
buxtoni dan auriventer yang terdapat di ujung paling barat Jawa,
Kalimantan, dan Sumatera sangat mirip Kacamata gunung.
Perbedaannya: ada garis kuning sempit di bawah perut tengah,
paha kelabu muda. Ras melanurus di tempat lain di Jawa: tubuh
bagian bawah kuning, ada bercak kuning di atas paruh, tubuh
bagian atas hijau-zaitun, tenggorokan dan tungging kuning,
hanya sedikit atau sama sekali tidak ada warna kuning di atas
kekang. Iris coklat-kuning, paruh coklat tua, kaki kelabu-zaitun.

Suara:
Cicitan “ciw” yang tinggi, “tiri-tiri-tiri” “dzi-da-da”, suara metalik
berulang “dza-dza”, atau “tsi-tsi-tsi” yang lembut. Cicitan terus
menerus jika dalam kelompok.

Kebiasaan:
Sering mengunjungi tumbuhan primer dan tumbuhan
sekunder. Membentuk kelompok besar yang bebas dengan jenis
lain seperti sepah. Beterbangan di antara puncak-puncak pohon
tertinggi.

Penyebaran global : India utara sampai Cina selatan, Asia


tenggara, Semenanjung Malaysia, dan
Sunda Besar.
Penyebaran lokal : Umum di dataran rendah dan perbukitan
dan status di Sumatera (termasuk pulau-pulau
di sekitarnya), Jawa, dan Bali sampai
ketinggian 1400 m. Di Kalimantan, jarang
ditemukan di hutan mangrove dan
daerah pesisir, tercatat di Natuna selatan,
Pontianak, dan Serawak barat daya.
IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

129
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

HERPETOFAUNA

1. Ular Siput
(Pareas carinatus)
Keeled Slug-eating Snake
Deskripsi :
Ular ini menghuni dataran rendah hingga perbukitan
dari ketinggian 550m - 1300m dpl. Mereka juga dapat
ditemukan di dekat tempat tinggal manusia atau
perkebunan, Makanan utama ular ini yaitu siput
bercangkang dan tidak bercangkang dengan cara di
hisap, dan siput yang bercangkang biasanya dihisap lalu di
lepaskan cangkangnya. Dorsal ular ini zaitun-coklat, kuning
atau coklat-kemerahan dengan garis melintang hitam
pada bagian anterior tubuhnya. Terdapat garis hitam yang
melintasi setiap matanya. Daerah ventral ular ini coklat
hingga kuning. Badan ular ini ramping, kepalanya pendek,
berbentuk bundar berbeda dari tubuhnya, matanya besar
dan ekornya pendek.

Kebiasaan:
Ular ini aktif pada malam hingga senja, dan ular ini
biasanya hidup di pepohonan namun akan turun ke tanah
atau vegetasi rendah pada malam hari untuk mencari
mangsa. Ular ini bergerak dengan lamban.

Penyebaran global : Brunei Darussalam, Kamboja, China


(Yunnan), Indonesia, Laos, Malaysia,
Myanmar, Thailand dan Vietnam.
Penyebaran lokal : Terdapat di seluruh Pulau Jawa,
dan status Bali, Lombok, Sumatra, Kalimantan.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

130
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2. Ular Alang-alang
(Calamaria Lumbricoidea)
Variable Reed Snake
Deskripsi :
Ular Alang-alang biasanya ditemukan pada
hutan primer atau sekunder dewasa di dataran
rendah dan daerah sub-gunung sampai 1500 meter
ketinggian. Seperti kebanyakan ular calamaria, ular
ini menghabiskan banyak waktu menggali di bawah
tumpukan daun mati di lantai hutan. Permukaan
dorsal dewasa adalah coklat tua sampai hitam, tubuh
ular ini kelihatan kemilau kebiruan atau keunguan
jika berada di bawah sinar matahari atau cahaya
kuat. Permukaan ventral berwarna kuning atau
putih, umumnya dengan garis-garis hitam. Spesimen
muda berwarna gelap di atas dan pucat di bagian
bawahnya, dengan kepala merah muda, dan memiliki
garis pucat tipis di belakang, di bagian perut mereka
juga ada garis-garis hitam.

Kebiasaan:
Ular ini kadang-kadang dapat ditemui di
permukaan, baik setelah hujan lebat atau ketika
mencari mangsa. Ular ini memakan invertebrata
bertubuh lunak, terutama cacing tanah, tetapi juga
akan memangsa katak kecil atau kadal. Spesies ini
tampaknya aktif pada siang maupun malam hari.

Penyebaran global : Indonesia, Thailand, W


Malaysia (Pulau Tioman),
Sarawak, Sabah.
Penyebaran lokal : Terdapat di Nias, Sumatra,
dan status Kalimantan, Jawa, Great
Natuna, Kalimantan,
Mentawai.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

131
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

3. Ular Pucuk Malaya


(Ahaetulla mycterizans)
Malayan Whipe Snake
Deskripsi :
Ular Pucuk Malaya merupakan spesies ular yang kurang
dikenal. Berbeda dengan Ahaetulla prasina, ular ini jarang
ditemui di habitat dekat dengan tempat tinggal manusia,
atau taman dan kebun. Ular ini memiliki bisa lemah dan
memangsa kadal, katak pohon, dan cicak. Warna tubuh yang
umumnya hijau cerah, tetapi bentuk coklat atau abu-abu pun
juga ada, dengan bagian bawah putih dan kadang-kadang
dengan garis median dibawahnya. Warna daerah ventral ular
ini biasanya sama dengan warna dorsalnya. Sebuah garis
putih melintasi pada sepanjang tepi luar sisik ventral spesies
ini dapat dibedakan dari Ular Pucuk dengan memiliki mata
yang lebih besar, tubuh lebih ramping dan tidak adanya garis
kuning tipis sepanjang masing-masing sisi bagian bawah ular
ini. Ular ini juga memiliki ukuran tubuh maksimum yang jauh
lebih pendek, hanya hingga 1 m, dimana A. prasina memiliki
ukuran maksimum 2 m. Seperti banyak spesies lain, ketika ular
ini merasa terancam ia akan memperluas tubuhnya sedikit,
memperlihatkan corak-corak hitamnya sekaligus mengusir
pengganggu.

Kebiasaan:
Spesies ini aktif pada siang hari dan hidup di pohon. Ular ini
hidup di hutan sekunder primer dan umumnya ditemui pada
hutan dekat sungai.

Penyebaran global : Indonesia, Laos, Malaysia, Thailand,


Singapura, Myanmar.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Jawa, Sumatra,
dan status Lombok, Nusa Tenggara Barat.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

132
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

4. Ular Pucuk (Ahaetulla prasina)


Asian Vine Snake
Deskripsi :
Ular Pucuk merupakan salah satu ular paling sering ditemukan dan terpanjang dari
genus Ahaetulla. Ular ini memiliki penyebaran yang luas dan bahkan dapat ditemukan
dekat daerah yang terganggu manusia seperti sawah, vegetasi pinggir jalan dan taman
kota-kota besar. Ia menghuni hutan primer dataran rendah, hutan pegunungan lembab,
hutan sekunder, hutan kering dan hutan terbuka hingga ketinggian 2100 mdpl. Panjang
tubuh ular Pucuk mencapai 2 meter, namun yang sering ditemui panjangnya antara 1
hingga 1.5 meter saja. Kepala berbentuk runcing seperti anak panah. Mata berukuran
agak besar dengan pupil mendatar (horizontal), seolah-olah sedang memejamkan
mata. Ekornya panjang dan berfungsi sebagai "pencengkram" ranting, seperti halnya
ular pohon lainnya. Tubuh bagian atas berwarna hijau daun atau hijau kelabu, dengan
tepian sisik pada sisi badannya berwarna hitam, putih, atau biru pucat. Bagian bawah
tubuh berwarna lebih pucat atau hijau kekuningan, dengan garis tipis berwarna kuning
di kedua sisinya.

Kebiasaan:
Habitat ular Pucuk adalah hutan terbuka dan perkebunan. Ular ini tinggal di
pepohonan, tanaman, dan semak-semak liar yang subur. Ular ini juga sering dijumpai
di pekarangan rumah. Makanan utama ular ini adalah cecak pohon, kadal pohon, dan
katak pohon. Ular ini kadang-kadang juga memangsa anak burung yang ditinggal
induknya. Jika merasa terganggu, ular ini akan melengkungkan lehernya hingga
membentuk seperti huruf "S" lalu memipihkan lehernya, sehingga akan terlihat tepian
sisik yang berwarna hitam, putih, dan/atau biru pucat supaya pengganggunya menjauh
dan pergi. Ular gadung berkembangbiak dengan melahirkan, dengan jumlah anak
antara 4 hingga 10 ekor yang masing-masing berukuran panjang antara 24 hingga 49
cm.

Penyebaran global : Indonesia, India Bagian Timur, Bangladesh Myanmar, Laos,


Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Filipina (Palawan,
Calamian, Panay, Cebu).
Penyebaran lokal : Terdapat di Sumatra, Nias, Simeuleue, Kep. Mentawai, Kep.
dan status Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, dan sebagian Maluku.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

133
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

5. Ular Tambang
(Dendrelaphis pictus)
Painted Bronzeback
Deskripsi :
Ular Tambang dapat ditemukan di berbagai habitat
termasuk hutan sekunder, habitat sekitar pantai serta taman
dan kebun sampai ketinggian 1300 mdpl. Dapat diidentifikasi
dengan warna bagian atas tubuh dan kepalanya yang
berwarna coklat muda, kepala ular ini memiliki “topeng”
berwarna hitam yang melintasi melalui mata dan lehernya,
dan garis berwarna krim atau kuning pada dua baris pertama
sisik tubuhnya. Ular ini akan mengaburkan diri apabila
didekati atau diganggu. Bintik-bintik biru muda diperlihatkan
saat tubuhnya diperluaskan, ini biasanya dilakukan saat ular
ini merasa terancam, serta mengeluarkan lidahnya yang
berwarna merah. Diketahui ular ini memproduksi sekitar
2 sampai 10 butir telur, spesimen baru netas sekitar 25 cm
panjangnya.

Kebiasaan:
Ular ini aktif di siang hari, terutama hidup di pohon, namun
juga dapat ditemukan berkeliaran di lahan pertanian dan
daerah berumput mencari mangsanya terutama kadal dan
katak.

Penyebaran global : India bagian timur, Nepal,


Bangladesh, Myanmar, Laos,
Tiongkok, (Yunan, Hongkong, dan
Hainan), Vietnam Kamboja, Thailand,
Malaysia, Indonesia, Filipina dan
Brunei Darussalam.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Pulau
dan status We, Nias, Kep. Mentawai, Kep. Riau,
Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Pulau
Lombok, Kalimantan, Kep. Sangihe,
Pulau Seram, Ambon, Ternate.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

134
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

6. Ular Cicak
(Lycodon capucinus)
Common Wolf Snake
Deskripsi :
Panjang tubuh ular cicak mencapai 76 cm dan
kepalanya berbentuk agak gepeng. Tubuh bagian atas
berwarna cokelat kemerahan atau kehitaman, dengan
bercak-bercak berwarna putih. Bagian atas kepala
berwarna kecokelatan dengan motif berwarna keputihan
pada leher belakang (tengkuk). Bagian bawah tubuhnya
berwarna keputihan.

Kebiasaan:
Ular cicak dapat dijumpai di daerah hutan hingga
pemukiman penduduk. Ular ini juga sering ditemukan
berkeliaran di atas genteng atau atap rumah, di mana
ular ini memburu cecak sebagai makanan utamanya.
Selain cecak, ular ini juga memangsa kadal lain dan juga
katak/kodok.

Penyebaran global : Myanmar, Laos, Tiongkok


tenggara (Yunan, Fujian,
Guangdong,HongKong),
Vietnam, Kamboja, Thailand,
Malaysia (Semenanjung,
Serawak dan Sabah), Indonesia,
Timor Leste dan Filipina.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatera,
dan status Bangka-Belitung, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi, dan Buton.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

135
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

7. Ular Koros (Ptyas korros)


Indo-chinese Rat Snake
Deskripsi :
Panjang tubuh ular koros mencapai 2.5 meter. Tubuh
bagian atas berwarna abu-abu, perak, atau kecokelatan,
sedangkan sisi badan bagian bawah berwarna kekuningan.
Bagian ekornya berwarna zaitun dengan tepian sisik
berwarna kehitaman. Bagian bawah tubuhnya berwarna
kuning pucat. Pada ular yang masih muda, terdapat
belang-belang atau bintik-bintik berwarna keputihan di
tubuhnya. Belang atau bintik putih tersebut memudar
seiring dengan bertambahnya usianya.

Kebiasaan:
Habitat ular koros adalah hutan dan daerah pertanian
dataran rendah hingga ketinggian 3000 meter DPL.
Aktif pada siang hari dan biasanya berkelana di tanah,
tetapi juga mampu memanjat pohon. Selain tikus, ular ini
diketahui juga memangsa kadal, katak, dan burung. Ular
jali juga merupakan mangsa kesukaan ular lain, biawak,
dan burung pemangsa. Ular ini dapat bersikap agresif
apabila diprovokasi. Walaupun begitu, ular ini biasanya
lebih memilih menghindari kontak dengan manusia.

Penyebaran global : India (Assam, Arunachal Pradesh),


Bangladesh, Myanmar, Laos,
Taiwan, Tiongkok (Chekiang,
Jiangxi, Fujian, Guangdong,
Hainan, Guangxi, Hunan, Yunnan,
Hong Kong), Vietnam, Kamboja,
Thailand, Malaysia, Singapura, dan
Indonesia.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Jawa,
dan status Bali, Kalimantan.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

136
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

8. Ular Sowo Bajing


(Boiga drapiezii)
White-spotted Cat Snake
Deskripsi :
Panjang tubuh ular ini mencapai 2.1 meter.
Kepalanya berukuran lebih besar dari leher. Badannya
ramping dan silindris, dan merupakan jenis dengan
tubuh paling ramping dari marga Boiga. Tubuh bagian
atas berwarna cokelat kelabu atau cokelat kemerahan
dengan bercak-bercak berwarna cokelat pada sisi
badannya. Bagian bawah tubuh berwarna lebih pucat.
Sering pula ditemui spesimen dengan warna kehijauan.

Kebiasaan:
Ular ini biasanya berkelana di pohon dan sangat
jarang turun ke tanah, biasanya hanya untuk mencari
makanan. Makanan utamanya adalah kadal, katak
pohon, burung kecil, dan juga telur burung. Habitat
utamanya adalah hutan hujan dataran rendah hingga
ketinggian 1100 mdpl.

Penyebaran global : Brunei Darussalam, Malaysia,


Filipina, Singapura, Thailand,
Myanmar, dan Indonesia.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Jawa,
dan status Kalimantan, Borneo,
Kepulauan Mentawai,
Kepulauan Natuna, Sumatera
dan Ambon.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

137
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

9. Ular Segitiga Merah


(Xenochrophis
trianguligerus)
Triangle Keelback
Deskripsi :
Panjang tubuh ular segitiga-merah
mencapai 1.2 meter. Tubuh bagian atas
berwarna cokelat-kelabu atau zaitun,
dan dihiasi dengan deretan motif
“segitiga” berwarna kemerahan dan
“segitiga terbalik” berwarna kehitaman
yang berselang-seling di sepanjang
sisi badannya. Semakin ke ekor, warna
kemerahan pada sisi badannya semakin
memudar. Bagian bawah tubuh
berwarna keputihan dengan sedikit
garis-garis berwarna kehitaman.

Kebiasaan:
Ular segitiga-merah menghuni
hutan hujan lembap di dataran
rendah hingga ketinggian 1400 meter
DPL. Ular ini berkelana pada siang
hari dan sering ditemukan di dekat
perairan seperti sungai, rawa-rawa,
kolam, atau persawahan. Seperti
jenis  Natricinae  lainnya, ular ini
merupakan perenang yang handal.
Makanan utamanya adalah katak, ikan,
dan kadal.

Penyebaran global : India (Kep. Nikobar, Arunachal IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Pradesh), Myanmar, Laos,  Beresiko Rendah
Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura,  CITES : -
Indonesia, dan Brunei Darussalam.
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Nias, Kep. Mentawai,
dan status Kep. Riau, Bangka-Belitung, Java, Kalimantan,
Sulawesi, dan beberapa pulau di sekitarnya.

138
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

10. Ular Bangkai Laut/


Majapahit
(Trimeresurus
albolabris)
White-lipped Pit
Viper
Deskripsi :
Ular ini merupakan ular yang sering
ditemukan dan telah beradaptasi dengan
baik sehingga dapat hidup di habitat
yang dekat dengan perumahan warga.
Ular ini dapat dijumpai pada dataran
rendah hingga ketinggian 500 mdpl,
pada pepohonan bambu, daerah yang
telah dibudidayakan seperti sawah,
perkebunan, tempat banyak tumpukan
kayu dan kadang-kadang juga dapat
ditemukan di taman. Ular ini memiliki bisa
Hemotoksin, (berbisa tinggi).

Kebiasaan:
Ular ini memiliki kecenderungan untuk
ditemukan di dekat sumber air, biasanya
ditemukan di atas tanah beristirahat
pada vegetasi rendah, semak atau pohon
bambu. Ular ini bersifat nokturnal, sering
ditemukan di tanah saat malam hari
dimana ia berburu mangsanya yang
merupakan kodok, kadal, tikus kecil dan
burung. Ular ini bergerak dengan lamban
khususnya pada siang hari, biasanya tidak
Penyebaran global : India, Myanmar, Thailand, Kamboja, IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
agresif namun akan segera menggigit jika
Laos, Vietnam, Tiongkok, Hongkong, Rendah
diganggu atau disentuh.
Malaysia, dan Indonesia. CITES : -
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatera, Jawa, P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
dan status Lombok, Sumbawa, Komodo,
Sumba, Flores, Roti, Wetar, dan Kisar.

139
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

11. Ular Weling


(Bungarus candidus)
Blue Krait
Deskripsi :
Panjang tubuh weling mencapai
155  cm (1.55 meter). Ekornya meruncing,
tidak tumpul seperti pada welang.
Kepala bagian atas hingga leher atas
(tengkuk) berwarna hitam, sedangkan
bagian bawahnya berwarna putih. Tubuh
bagian atas berwarna belang-belang
hitam dan putih hingga ekor. Semakin
ke ekor, belang-belang hitamnya
semakin sempit. Bagian bawah tubuhnya
berwarna putih.  Selain varian belang
hitam-putih polos, terdapat varian
weling yang berwarna belang hitam-
putih, yang memiliki noda-noda hitam
pada belang putihnya. Ada juga varian
yang cenderung berwarna kehitaman,
terutama spesimen-spesimen yang
ditemukan di daerah Cirebon, Jabar serta
di sekitar perbatasan Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Ular Weling ini ular memiliki
bisa Neurotoksin (Berbisa tinggi) dan
mematikan.

Kebiasaan:
Weling hidup di dataran rendah
hingga ketinggian 1.200 mdpl. Habitat
utamanya adalah hutan, hutan mangrove,
semak belukar, perkebunan, dan lahan
pertanian. Ular ini juga kerap ditemukan
di sekitar permukiman. Ular ini sering kali
berkelana di dekat sumber air.
Penyebaran global : Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia,  IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Singapura, dan Indonesia. Rendah
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, CITES : -
dan status dan Sulawesi. P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

140
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Kebiasaan:
12. Ular Cabe Kecil (Calliophis intestinalis) Ular cabai tinggal di hutan yang lembap, tetapi juga sering terlihat di sawah,
Banded Malayan Coral Snake perkebunan desa dan pekarangan. Ular pemalu ini aktif pada malam hari dan
mampu berkelana di atas tanah maupun di dalam tanah (semi-fossorial). Ular ini
Deskripsi : sering ditemukan di bawah kayu, tumpukan bebatuan, dan juga serasah. Makanan
Panjang tubuh ular cabai mencapai 60  cm. Kepalanya berukuran kecil dan utamanya adalah ular-ular kecil penggali liang.
hampir sama lebar dengan lehernya. Tubuh bagian atas berwarna kehitaman
dengan satu garis berwarna keputihan, kekuningan, atau jingga, yang membentang Penyebaran global : Thailand, Malaysia (Sem. Malaya dan Serawak Sabah), 
di sepanjang jalur vertebranya. Garis ini bercabang dua membentuk seperti huruf Singapura, dan Indonesia.
“Y” di bagian atas kepalanya. Pada kedua sisi badan bagian bawah terdapat garis Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Kepulauan
berwarna keputihan yang membentang hingga ekor. Bagian bawah tubuhnya dan status Mentawai, dan Riau.
berwarna belang hitam-putih, dengan bagian bawah ekor berwarna merah cerah.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

141
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

13. Ular Sendok Jawa (Naja sputatrix)


Indonesian Cobra
Deskripsi :
Panjang tubuh ular-sendok jawa mencapai 1.85 meter, tetapi panjang rata-rata yang
sering ditemukan hanya sekitar 1.3 meter. Kepalanya berbentuk agak jorong dan sedikit
lebih besar dari lehernya, dengan mata berukuran sedang dan pupil bundar. Sisik-sisik
pada dorsal (tubuh atas) tersusun sebanyak 25-19-15 deret. Ular Sendok Jawa merupakan
ular elapid berbisa tinggi. Biasanya ular ini akan menghindari konfrontasi dengan
manusia, namun ular ini akan melawan jika terpaksa dengan menegakkan tubuhnya,
memperlihatkan “kerudungnya” dan membuat suara mendesis jika merasa terancam.
Sifat defensif ini lebih sering dilakukan oleh individu dewasa. Jika sang penganggu
tidak segera memundurkan diri, maka ular kobra ini akan menyemburkan bisa kepada
matanya, semburan bisa oleh ular ini diketahui tepat sasaran. Ular ini dapat hidup di
daerah dekat dengan tempat tinggal manusia, habitat ideal bagi ular ini sangat beragam
mulai dari taman dekat kota, daerah pedesaan dan sekitar selokan. Persebaran luas dan
padat spesies ini menunjukkan kesuksesan spesies ini dalam beradaptasi dengan habitat
yang telah terganggu oleh aktivitas manusia.

Kebiasaan:
Ular-sendok jawa terdapat di daerah dataran rendah hingga ketinggian 600 meter
dpl. Habitat utamanya adalah hutan hujan, tetapi juga dapat ditemukan di daerah-daerah
kering. Makanan utamanya adalah tikus, ular lain, kadal, dan beberapa jenis kodok. Ular
ini sering ditemukan pada semak-semak, kadang-kadang juga akan masuk rumah warga
karena sedang mencari mangsa tikus. Saat tidak aktif, ular ini akan mengumpat di daerah
tertutup, seperti taman tak terurus, di sekitar selokan dan tempat teduh lainnya. Ular ini
harus ditangani dengan sangat berhati-hati.

Penyebaran global : Indonesia.


Penyebaran lokal : Ular-sendok jawa endemik dan hanya terdapat di
dan status pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Bali, Lombok, Sumba
wa, Komodo, Flores, Lomblen, dan Alor). Kopstein (1936)
menyatakan bahwa ular-sendok jawa juga terdapat di
Sulawesi. Akan tetapi, anggapan ini kemudian disangsikan
oleh De Lang & Vogel (2005).
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

142
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

14. Bunglon Jambul Hijau


(Bronchocela cristatella)
Green Crested Lizard
Deskripsi :
Bunglon jambul hijau dapat tumbuh mencapai panjang
sekitar 57 cm. Pada leher atasnya terdapat sederet jambul
berwarna hijau terang berbentuk gerigi, yang juga menjadi
alasannya disebut “bunglon jambul”, meskipun jumlahnya
tidak banyak seperti pada bunglon surai. Lubang telinganya
sebesar mata dan dapat dilihat jelas. Kepala dan leher
berwarna hijau muda dengan daerah mulut hingga
bagian bawah mata berwarna hijau pucat atau keputihan.
Punggung juga berwarna hijau muda, namun lebih gelap
daripada kepala dan leher. Bagian tubuh bawah berwarna
hijau muda kekuningan atau hijau pucat. Ekor berwarna
hijau kekuningan atau hijau kecokelatan. Warna kaki sama
dengan warna punggung dengan telapak berwarna lebih
terang.

Kebiasaan:
Kadal ini hidup di hutan dan pinggiran pemukiman. Kadal
ini memiliki kemampuan mengubah-ubah warna tubuhnya
sesuai dengan warna tempat ia berada atau sesuai keadaan
emosinya. Biasanya, bunglon ini berubah warna menjadi
hijau kecokelatan atau cokelat. Makanan utamanya adalah
serangga kecil.

Penyebaran global : Malaysia, Myanmar, Thailand,


Indian, Filipina Singapura,
dan Indonesia.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Nias, 
dan status Mentawai, Kepulauan Riau, Bangka-
Belitung, Jawa, Karimunjawa, Nusa
Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, 
dan Maluku.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

143
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

15. Bunglon Surai


(Bronchocela jubata)
Maned Forest Lizard
Deskripsi :
Bunglon surai berukuran sedang dengan ekor
yang panjang. Panjang total tubuhnya sekitar 55 cm,
dengan lebih dari setengah panjangnya adalah panjang
ekor. Kadal ini dapat dikenali dari deretan gerigi (surai)
di leher belakangnya (nama spesifiknya:  jubata  =
«bersurai»). Gerigi ini terdiri dari banyak sisik yang pipih
panjang meruncing namun agak lunak. Kepalanya
dilapisi dengan sisik-sisik bersudut dan menonjol. Mata
dikelilingi kelopak yang dihiasi bintik-bintik berwarna
agak hijau gelap.

Kebiasaan:
Bunglon surai biasanya ditemukan di semak-
semak dan pepohonan di pinggiran hutan, kebun,
atau pekarangan. Kadal ini sering ditemui terjatuh
dari pohon ketika mengejar mangsanya, yang dengan
segera berlari menuju pohon terdekat. Kadal ini
menyukai beragam serangga sebagai makanannya, di
antaranya  kupu-kupu,  ngengat,  capung,  nyamuk,  lalat,
dan laron. Bunglon ini menangkap mangsanya dengan
cara berdiam diri di antara dedaunan ranting.

Penyebaran global : Indonesia, Filipina, Kamboja,


Thailand, dan India.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatera
dan status (termasuk Pulau Nias di lepas
pantai barat), Kalimantan
(Kalimantan Selatan), sebagian
Sulawesi, seluruh Jawa dan Bali,
dan pulau-pulau kecil yang
berdekatan.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

144
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

16. Bunglon Hutan


(Gonocephalus chamaeleontinus)
Chameleon Anglehead Lizard
Deskripsi :
Bunglon hutan hidup di dalam hutan hujan yang lembap.
Panjang tubuhnya sekitar 22–25 cm. Bunglon hutan betina
berwarna hijau kecokelatan sementara jantan berwarna cokelat
kebiruan dengan bercak-bercak warna kuning. Warnanya dapat
bervariasi dari hijau keseluruhan hingga cokelat keseluruhan.
Pengamatan lebih dekat pada sisik tubuh individu kehijauan
mengungkapkan susunan kompleks sisik berwarna berbeda,
yang mungkin putih, kuning, pirus atau hijau: sisik kuning
membentuk bercak kuning bulat. Individu kecoklatan memiliki
sisik putih, abu-abu, kuning-coklat atau coklat.

Kebiasaan:
Biasanya kadal ini ditemukan tidak banyak bergerak,
menempel erat pada batang pohon vertikal dengan kepala
mengarah ke atas. Ketika terganggu mereka mungkin hanya
bergerak ke sisi batang pohon terjauh dari pengamat, berharap
untuk tidak tetap tidak terdeteksi.

Penyebaran global : Indonesia, Malaysia, dan Pahang


(Pulau Tioman)
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatera (termasuk
dan status Pulau Nias di lepas pantai barat),
Kalimantan (Kalimantan Selatan),
sebagian Sulawesi, seluruh Jawa
dan Bali, dan pulau-pulau kecil yang
berdekatan.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

145
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

17. Kadal Rumput (Takydromus sexlineatus) Kebiasaan:


Kadal rumput seringnya ditemukan di sekitar lapangan berumput atau sawah
Asian Grass Lizard yang mengering, serta semak-semak terbuka dan di hutan dengan tempat terbuka.
Kadal ini lebih menyukai tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari
Deskripsi : langsung dan sering ditemukan berlari cepat menyusup di antara rerumputan atau
Kadal ini memiliki tubuh yang langsing dan panjang dengan kepala berbentuk tengah berjemur di atas semak-semak kecil. Sering dijumpai pula beberapa ekor
lancip, lengan kaki yang panjang, dan ekor yang sangat panjang. Panjang tubuhnya kadal rumput berjemur dengan posisi saling berdekatan di ujung dedaunan atau
mencapai 29 cm dengan lebih dari separuhnya adalah panjang ekor. Punggungnya rerumputan di pagi hari.
berwarna cokelat kekuningan atau cokelat zaitun. Bagian bawah tubuhnya berwarna
kuning terang atau kuning agak kehijauan. Warna tubuh bagian atas dengan warna Penyebaran global : Indonesia, India, China, Hongkong, Burma, Thailand, Laos,
tubuh bagian bawah dipisahkan oleh garis berwarna kehitaman yang membentang Kamboja dan Vietnam.
dari leher hingga pinggul. Bagian bawah ekornya berwarna merah jambu. Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatera, Riau Islands, Natuna Islands,
dan status Kalimantan, Jawa dan Bali.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

146
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

18. Cicak Batu


(Cyrtodactylus marmoratus)
Marbled Bow-fingered Gecko
Deskripsi :
Cicak ini memiliki kepala relatif besar, memipih datar.
Moncong meruncing, lebih panjang daripada garis
tengah  orbit  (lingkar mata), yang sebanding dengan
jaraknya ke lubang telinga. Dahinya mencekung. Lubang
telinga jorong, miring, sekitar sepertiga garis tengah
mata. Kulit kepala berbutir-butir, dengan sejumlah bintil
kecil di pelipis dan belakang kepala; pola butir-butirnya
lebih besar di atas moncong.

Kebiasaan:
Cicak yang hidup di pohon dan sela bebatuan. Pada
waktu gelap sering didapati di pangkal pepohonan atau
di antara akar papan (banir). Cecak batu aktif di malam
hari (nokturnal), habitatnya terutama di hutan dataran
rendah.  Cicak ini juga dijumpai di habitat-habitat yang
terganggu, hingga ketinggian 1.500 mdpl.

Penyebaran global : Indonesia, Malaysia dan Papua


New Guinea.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Jawa, Maluku,
dan status dan Sumatra.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

147
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

19. Kadal Kebun


(Eutropis multifasciata) Kebiasaan:
Common Sun Skink Kadal ini biasanya ditemukan di pinggiran hutan, kebun, ladang/tegalan,
persawahan, serta di pemukiman penduduk. Kadal kebun menghabiskan sebagian
Deskripsi : besar waktunya di tanah. Biasanya kadal ini menyukai celah-celah dan tebing
Kadal ini berukuran agak kecil, spesimen yang sering ditemui sehari-hari yang berbatu sebagai tempat tinggal dan untuk mencari mangsanya. Mangsanya
berukuran sebesar jempol kaki dengan panjang antara 18 hingga 22 cm dengan adalah serangga kecil, cacing, laba-laba, larva, dan terkadang juga reptilia lain yang
sekitar 60% dari panjangnya adalah panjang ekor. Kepalanya berbentuk lancip berukuran lebih kecil.
dengan leher yang sangat pendek. Tubuh bagian atas berwarna coklat tua atau
cokelat keabu-abuan mengkilap dengan sisi tubuh berwarna keemasan, terutama Penyebaran global : India, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam,
dekat leher. Terkadang juga dihiasi bintik-bintik kecil berwarna hitam dan/atau Kamboja, Malaysia, Indonesia dan Filipina.
pucat di punggung dan sisi badannya. Bagian leher bawah berwarna cokelat muda Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Jawa, Kepulauan
dan bagian perut hingga anus berwarna cokelat pucat. Ekor berwarna sama dengan dan status Riau, Bangka-Belitung, Jawa, Bali, Nusa
tubuhnya, dengan dihiasi garis samar berwarna gelap di sisi ekor. Lengan kaki juga Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi.
berwarna sama dengan tubuh atasnya.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

148
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

20. Biawak Air (Varanus salvator)


Common Water Monitor
Deskripsi :
Biawak ini berukuran panjang sekitar 1.5 meter hingga 2 meter
dengan berat mencapai 19 kg. Spesimen-spesimen yang sering
ditemui rata-rata memiliki panjang tidak lebih dari 1.5 meter dan berat
hanya sekitar 4 sampai 6 kg. Akan tetapi, pernah ditemukan spesies
yang panjangnya bahkan mencapai hampir 3 meter dan berat lebih
dari 20 kg. Bentuk kepalanya meruncing. Kulitnya kasar dan berbintik-
bintik kecil agak menonjol. Warna tubuhnya hitam atau indigo
dengan bercak bercak tutul dan bulatan berwarna kuning pucat dari
bagian atas kepala, punggung, hingga pangkal ekor. Bagian perut dan
leher berwarna lebih pucat dengan bercak-bercak agak gelap. Ekor
berwarna dasar sama dengan tubuh dan dihiasi belang-belang samar
berwarna kuning pucat yang berbaur (blending) dengan warna dasar.
Untuk biawak muda, biasanya berwarna dasar cokelat gelap dengan
bercak-bercak pucat seperti induknya.

Kebiasaan:
Biawak air, sesuai dengan namanya, tinggal tidak jauh dari sumber
air atau perairan. Habitat kesukaannya adalah pinggiran sungai atau
rawa-rawa hutan. Kadang-kadang, biawak ini juga tinggal di daerah
pertanian, perkebunan, hingga pemukiman - menjadi salah satu
hewan liar yang memangsa unggas peliharaan penduduk.

Penyebaran global : India timur-laut, Bangladesh, Kepulauan


Andaman, Nikobar, Tiongkok (Guangxi, Hainan,
Yunnan), HongKong, Myanmar, Laos, Vietnam, 
Kamboja, Thailand, Malaysia (termasuk Serawak
dan Sabah), dan Indonesia.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan,
dan status Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

149
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

21. Kura Ambon


(Cuora amboinensis) Kebiasaan:
Kura Batok selalu beraktivitas di lahan basah di lingkungan sungai besar atau
Amboina Box Turtle kecil, rawa-rawa, dan bahkan sawah. Kura ini bersifat omnivora, kura-kura ini
menyukai bahan nabati (tumbuh-tumbuhan) sebagai makanannya, namun juga
Deskripsi : mau memangsa ikan dan udang.
Kura-kura dengan tempurung punggung (karapas) yang cenderung membulat
tinggi dan perisai perut (plastron)  yang dapat ditekuk menurut garis melintang, Penyebaran global : India, Bhutan, Bangladesh, Hongkong, Myanmar, Vietnam,
sedemikian sehingga dapat menyembunyikan kepala dan tungkainya rapat-rapat. Kamboja, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Terdapat tiga buah lunas (tonjolan memanjang) di atas perisai punggung, yakni di
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sulawesi, Celebes, Ambon, Sumatera,
tengah keping-keping perisai  vertebral  dan di kanan kirinya pada keping-keping
dan status Kalimantan, Nias, Enggano, Simeulue, Jawa, Bali, Nusa
kostal dekat perbatasan dengan keping vertebral. Keping-keping vertebral hampir
Tenggara, Sumbawa, dan Maluku.
sama panjang, kecuali no 5 yang lebih pendek; dengan urutan no 2 > 3 > 1 > 4 > 5.
Perisai perut tidak berlekuk pada ujung depan dan ujung belakang. Pada hewan IUCN Red List : EN (Endangered) / Genting
jantan, perisai perut bagian belakang agak melekuk (cekung). CITES : Appendix ll
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi

150
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

22. Kura Bulus (Amyda cartilaginea)


Asiatic Softshell Turtle Kebiasaan:
Bulus ini hidup di perairan yang tenang, berarus lambat. Di sungai atau anak-anak
Deskripsi : sungai, danau, dan kolam, termasuk kolam pemeliharaan ikan. Memangsa ikan dan
Kura-kura yang hidup di air, dengan diameter punggung mencapai 100  cm, hewan-hewan kecil lainnya, bulus biasa bersembunyi dalam lumpur atau pasir di
meskipun umumnya hanya hingga 60  cm saja. Kepala membulat, dengan mata dasar perairan.
kecil dan lubang hidung yang terletak di ujung belalai yang kecil dan pendek.
Perisai relatif membundar, tertutupi oleh kulit tebal yang lunak dan licin, dengan Penyebaran global : Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia,
bintil-bintil dan lipatan (gigir) rendah memanjang yang halus dan terputus-putus. Singapura, Brunei Darussalam dan Indonesia.
Lehernya panjang, sehingga kepalanya dapat menjangkau sekurangnya setengah Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
dari perisainya. Tungkai depan dan belakang dengan selaput penuh, cakar-cakarnya dan status
kuat dan berkuku runcing terutama pada tungkai depan. Warnanya bervariasi mulai
dari hitam, abu-abu hingga kecoklatan. Hewan-hewan yang muda memiliki bintik- IUCN Red List : EN (Vurnerable) / Rentan
bintik kekuningan, terang ataupun buram. Sisi bawah tubuh halus licin, berwarna CITES : Appendix ll
keputihan. P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

151
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

23. Labi-labi Hutan


(Dogania subplana)
Malayan softshell Turtle
Deskripsi :
Labi-labi yang berukuran sedang, jarang
besar, mungkin hanya sekitar 250-400  mm.
Perisai berbentuk jorong atau memanjang, pipih
datar. Warna punggungnya abu-abu kehitaman,
kecoklatan atau kemerahan; dengan pola atau
bintik-bintik halus. Sebuah garis lebar coklat tua
terdapat di wilayah  vertebral, memanjang dari
depan ke belakang. Kadang-kadang terdapat
empat bercak yang tersusun berpasangan di tengah
punggung. Labi-labi Hutan merupakan spesies yang
sukar dipahami dari sungai yang jernih dan berarus
cepat serta perairan berlumpur yang tenang.
Berbaring sebagian terendam di substrat, pola khas
membantu dalam kamuflase. Namun, pasangan
bintik mata atau ocelli pada karapas cenderung
menonjol.

Kebiasaan:
Labi-labi Hutan umumnya ditemukan di sungai-
sungai kecil dengan naungan, terutama di dalam
hutan. Hewan ini biasanya bersifat nokturnal, di
siang hari lebih banyak bersembunyi dalam lumpur.

Penyebaran global : Myanmar, Thailand,


Malaysia, Singapura, Filipina
dan Indonesia.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Jawa,
dan status Sumatra, dan Kalimantan.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

152
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

24. Kodok-buduk Sungai


(Phrynoidis aspera)
River Toad
Deskripsi :
Kodok berukuran besar, dewasa panjang
sampai 200 mm. Bertubuh besar, kepala
lebar, ujung moncong tumpul dan tidak
mempunyai alur parietal. Tekstur kulit
sangat kasar atau berbenjol serta diliputi
oleh bintil-bintil berduri atau benjolan. Ujung
jari membesar tapi besarnya tidak melebihi
bagian jari yang lain. Jari pertama agak
lebih panjang daripada jari kedua. Kelenjar
parotoidnya terlihat sangat jelas yang
berbentuk lonjong berurutan (berbentuk
subtriangular). Pada jari kaki terdapat selaput
renang sampai ke ujung.

Kebiasaan:
Kodok ini salah satu jenis yang paling
umum terdapat di hutan. Sering terlihat di
sekitar aliran air yang lambat, dekat dengan
air terjun dan biasanya terdapat di sepanjang
alur tepi sungai. Jenis ini kadang ditemukan
pada habitat kegiatan manusia namun
masih memiliki aliran air dengan vegetasi
disekitarnya.

Penyebaran global : Myanmar, Thailand,


Peninsular Malaysia,
dan Indonesia.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau
dan status Sumatra, Kalimantan,
Jawa, dan Sulawesi.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

153
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

25. Kongkang Kolam


(Chalcorana chalconota)
Schlegel’s Frog
Deskripsi :
Katak ini berukuran kecil sampai sedang
dengan timpanum coklat tua. Kulit punggung
berbintil kasar, mempunyai lipatan kelenjar
dorsolateral dan relatif tertutup seluruhnya oleh
bintil-bintil sangat halus yang menyerupai pasir.
Jari tangan pertama lebih pendek dari yang kedua.
Kulit bagian bawah berbintil kasar. Penelitian
terkini menunjukkan bahwa C. chalconota
merupakan jenis kriptik dan analisis genetuik
membagi jenis ini menjadi Hylarana rufipes,
Hylarana raniceps dan H. parviccola dengan
penyebaran yang berbeda. Jenis H. rufipes dan H.
raniceps memiliki ciri khusus warna kemerahan
pada bagian paha bawah.

Kebiasaan:
Lebih menyukai hidup dekat dengan perairan
dan menyukai tumbuhan yang terdapat di sekitar
perairan untuk bertengger atau berdiam diri,
kadang-kadang mereka juga dapat dijumpai
disekitar hunian manusia. Jenis ini dapat hidup
sampai ketinggian 1200 mdpl.

Penyebaran global : Thailand, Pulau Nicobar,


Peninsular Malaysia, dan
Indonesia.
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau
dan status Sumatra, Kalimantan,
Jawa, Bali dan Sulawesi.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

154
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

26. Kongkang Jeram


(Wijayarana masonii)
Javan Torrent Frog
Deskripsi :
Katak berukuran sedang, timpanum kecil, kaki
sangat ramping dan sangat panjang dibandingkan
dengan kaki katak-katak lain, jari tangan dan jari kaki
dengan piringan yang sangat lebar, terdapat lekuk
sirkum marginal. Tekstur kulit halus dengan beberapa
bintil, lipatan dorsolateral sempit dan tidak jelas. Jantan
dewasa berukuran sekitar 30 mm dan betinanya sekitar
50 mm. Berudu : Berudu berukuran kecil sampai sedang,
panjang totalnya mencapai 23 mm dengan panjang
ekor sekitar 1.5 kali panjang tubuh. Tubuhnya berwarna
gelap berbentuk bulat telur dengan bagian anterior
yang melebar. Posisi mata mengarah ke bagian atas
kepala. Di bagian ventral terdapat semacam mangkuk
yang berfungsi untuk menghisap makanan. Dibagian
sirip dan ekor terdapat bercak-bercak kecil berwarna
hitam, sirip sempit dan memanjang.

Kebiasaan:
Selalu terkait dengan sungai yang berarus deras,
meskipun berudu pernah ditemukan di dalam sungai
yang arusnya sedang. Airnya harus jernih dan sungainya
selalu berbatu-batu atau paling tidak berbatu besar.
Jantannya biasanya sering ditemukan bersuara di
semak-semak di sepanjang aliran sungai sedangkan
betina jarang ditemukan. Umumnya betina ditemukan
di sungai saat mau kawin.

Penyebaran global : Indonesia.


Penyebaran lokal : Endemik Pulau Jawa.
dan status
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

155
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

27. Bangkong Tuli


(Limnonectes kuhlii)
Kuhl’s Wart Frog
Deskripsi :
Katak pendek dan gemuk, jantan
dewasa memiliki kepala yang lebar.
Timpanum tidak terlihat jelas, jari kaki
berselaput penuh hingga ujungnya
sedikit membengkak. Kulit belakang dan
sisinya memiliki banyak rentetan tonjolan
yang kecil. Kebanyakan jantan dewasa
tak bersuara (bila ada biasanya sangat
lirih) dan bisa dibedakan dengan betina
dari keberadaan semacam taring yang
terdapat pada bagian bawah rahang.
Permukaan bagian atas abu-abu gelap
hingga hitam dengan bintil hitam yang
tidak jelas. Dagu dan kerongkongannya
berbintik banyak sekali sementara bagian
samping bawahnya selalu putih. Bagian
bawah kakinya kemungkinan berbintik
kegelapan.

Kebiasaan:
Hidup di hutan primer dan hutan
sekunder tua yang berbukit dari daerah
dekat laut hingga ketinggian 1.600 mdpl.
Hampir tidak pernah ditemukan lebih
dari beberapa meter dari tepi sungai yang
berarus kecil hingga sedang (lebar 5-10
m).

Penyebaran global : Indonesia.


Penyebaran lokal : Endemik Pulau
dan status Jawa.
IUCN Red List : LC (Least Concern)
/ Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

156
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

28. Percil Jawa


(Microhyla achatina)
Javan Chorus Frog
Deskripsi :
Katak dengan ukuran sangat kecil,
kepala dan mulut sempit serta mata kecil.
Sepasang garis gelap terdapat di punggung
dengan tekstur kulit halus tanpa bintil-
bintil. Warna coklat kekuningan dengan
dengan garis kehitaman, sisi lebih gelap,
kadang-kadang terdapat garis vertebral
tipis dan kecil. Jarijari kaki berselaput
renang pada dasarnya.

Kebiasaan:
Biasanya Percil Jawa dijumpai disekitar
kolam atau danau yang pinggirannya
terdapat rumput dan agak lembab (agak
becek), dapat pula ditemui di hutan
primer dan sekunder, kadang-kadang juga
terdapat didekat hunian manusia.

Penyebaran global : Indonesia.


Penyebaran lokal : Endemik Pulau Jawa.
dan status
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

157
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

29. Katak-pohon Bergaris


(Polypedates leucomystax)
Common Tree Frog
Deskripsi :
Katak pohon berukuran sedang (3cm - 8cm), berwarna coklat kekuningan,
satu warna atau dengan bintik, hitam atau dengan enam garis yang jelas
memanjang dari kepala sampai ujung tubuh. Jari tangan dan jari kaki
melebar dengan ujung rata. Kulit kepala menyatu dengan tengkorak. Jari
tangan setengahnya berselaput, jari kaki hampir sepenuhnya berselaput.
Berudu : Berudu berukuran sedang dengan panjang total sekitar 21
mm, panjang ekor sekitar 1,5 kali panjang tubuh. Bentuk tubuh oval
dengan mata yang sedikit menonjol (dilihat dari sisi atas), posisi mata
menghadap ke arah lateral, bukaan mulut mengarah ke bawah. Dibagian
atas moncong terdapat bintik berwarna putih. Sirip lebar meruncing di
bagian ekor.

Kebiasaan:
Pada saat berkembang biak, telur Katak Pohon Bergaris akan
disimpan di sarang busa yang berada di permukaan kolam air, vegetasi
atau ranting. Katak pohon bergaris dapat ditemukan hingga ketinggian
1500 mdpl. Ketinggian tempat dapat berpengaruh pada variasi
mofometri katak ini.

Penyebaran global : Filipina, dan Indonesia.


Penyebaran lokal : Terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali,
dan status Lombok, Sumbawa Sumba, Flores, Timor Timur,
Sulawesi, Nusa Tenggara dan Irian Jaya.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

158
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

30. Katak-parasut Hijau


(Rhacophorus reinwardtii)
Reindwardti’s Frog
Deskripsi :
Katak berukuran kecil sampai sedang, berwarna
hijau dan bagian samping, tangan dan kaki
berwarna kuning atau oranye. Jari tangan dan jari
kaki berselaput sepenuhnya sampai sampai ke
piringan, berwarna hitam. Sebuah lipatan kulit
terdapat di atas tumit dan anus, dan lipatan serupa
sepanjang lengan. Tekstur kulit halus di bagian
atas, perut dan samping tubuh, bagian bawah kaki
berbintil-bintil kecil kasar. Jantan berukuran 45- 52
mm dan betinanya berukuran 55-75 mm.

Kebiasaan:
Sering ditemukan diantara tetumbuhan atau
disekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder.
Jenis ini sering mendekati hunian manusia, karena
tertarik oleh serangga di sekeliling lampu.

Penyebaran global : Cina Selatan, Vietnam,


Laos, Kamboja, Thailand,
Peninsular Malaysia, dan
Indonesia
Penyebaran lokal : Terdapat di Sumatra, Jawa
dan status dan Kalimantan.
IUCN Red List : NT (Near Threatened) /
hampir terancam
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

159
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

LEPIDOPTERA

1. Ngengat Tawon
(Amata huebneri)
The Wasp Moth
(Boisduval, 1828)
Deskripsi :
Amata huebneri adalah jenis ngengat
kecil yang memiliki ukuran tubuh kecil.
Spesies ini berwarna hitam dengan pita
kuning atau oranye di perut dan corak
transparan di sayap. Terbang rendah
di atas rerumputan dan tumbuhan
bawah. Ngengat ini dikenal dengan
nama ngengat tawon. Amata huebneri
berkamuflase seperti kabanyakan
spesies tawon penyengat dengan
tujuan berlindung dari predator seperti
burung. Selain itu ngengat ini disebut
juga ngengat harimau karena bagian
abdomen memiliki corak seperti harimau.
Aktivitas ngengat Amata huebneri pada
siang hari atau diurnal. Pada fase larva
sering terlihat memakan tanaman padi.

Penyebaran : Tropis Indo-


Australia,
Australia Utara,
Indonesia (Jawa
Kalimantan, Bali).
IUCN Red List : NA (Not Assessed)
/ Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

160
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2. Kupu-kupu Anak Panah


(Potanthus serina)
The Large Dart
(Plotz, 1883)
Deskripsi :
Kupu-kupu kecil berwarna oranye dengan corak
hitam. Rentang sayap 30-35 mm. Aktivitas terbang
cukup cepat. Potanthus serina menyukai habitat
terbuka seperti semak belukar dan tumbuhan
bawah. Spesies ini juga banyak di temukan di
mangrove. Sering terlihat pada sore hari. Pada saat
pagi hari terlihat sedang berjemur dengan pose
sayap menutup abdomen atas sehingga terlihat
seperti anak panah. Tanaman inang kupu-kupu ini
salah satunya adalah jenis Flagellaria indica.

Penyebaran : Asia Tenggara dan Indonesia


(Sumatera, Kalimantan,
Jawa, Bali, Sulawesi)
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

161
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

3. Kupu-kupu Pantonim Biasa


(Castalius rosimon)
The Common Pierrot
(Fabricius, 1775)
Deskripsi :
C. rosimon memiliki dua pasang sayap berwarna
putih berbintik hitam. Pola bintik hitam 2 baris pada tepi
sayap depan dan 3 baris pada sayap belakang. Ukuran
sayap sekitar 28-33 mm. Menyukai habitat rerumputan,
semak belukar, tepi hutan jati atau hutan homogen
lainnya. Aktivitas terbang sedang. Sering terlihat hinggap
di semak belukar pada pagi dan sore hari. Fase ulat kupu-
kupu ini menyukai tanaman jenis Paliurus romosissimus,
Ziziphus jujuba, Z. mauritiana, Z. oenoplia dan Z. rugosa
sebagai sumber pakannya.

Penyebaran : India, Sri Lanka,


Cina, Asia Tenggara
dan Indonesia
(Sumatera,
Kalimantan, Jawa,
Sulawesi dan Nusa
Tenggara).
IUCN Red List : NA (Not Assessed) /
Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

162
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

4. Kupu-kupu Azura Perak


(The Metallic Careulean)
(Felder, 1860)
Deskripsi :
Kupu-kupu kecil ini memiliki bagian abdomen
biru metalik yang cerah, bagian dasar berwarna
abu-abu dan bagian bawah terdapat garis
putih. Pada sayap belakang terdapat bintik
mata hitam di bagian tengah mahkota oranye
di ujung sayap. Kupu-kupu Jamides Alecto
memiliki ekor berserabut berujung putih di urat
sayap belakang. Tumbuhan inang jenis kupu-
kupu ini adalah Alpinia speciosa A. zerumbet,
Boesenbergia rotunda, Curcuma aeruginosa,
Elettaria cardamomum, Hedychium coronarium,
Hevea brasilensis, Kaempferia pandurata,
Pueraria phaseoloides, Zingiber odoriferum dan Z.
zerumbet.

Penyebaran : India, Srilanka, China, Asia


Tenggara, Indonesia, dan
Papua Nugini.
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

163
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

5. Kupu-kupu Busung Halus


(Zeltus amasa)
The Fluffy Tit
(Hewitson, 1865)
Deskripsi :
Zeltus amasa merupakan kupu-kupu yang
termasuk kedalam famili lycaenidae. Kupu-kupu
dari famili lycaenidae umumnya berwarna biru,
ungu, atau oranye dengan bercak metalik, hitam
dan putih. Zeltus amasa memiliki 2 sayap yang
menjutai seperti ekor. Zeltus amasa menyukai
habitat hutan terbuka yang memiliki banyak
tumbuhan nectar seperti bunga lantana. Nektar
sangat dibutuhkan kupu-kupu sebagai sumber
pakan karena nektar memiliki cairan mengandung
gula yang menyediakan energi dan nutrisi
untuk aktivitas kupu-kupu. Jenis tumbuhan
Clerodendum laevifolium merupakan tanaman
yang dimanfaatkan Zeltus amasa sebagai
hostplant.

Penyebaran : India, Asia tenggara, dan


Indonesia (Sumatera, Jawa,
Sumbawa)
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

164
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

6. Kupu-kupu Harimau Polos


(Danaus chrysippus)
The Plain Tiger
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Kupu-kupu ini dikenal sebagai kupu-kupu
harimau polos karena memiliki warna oranye dan
bercak hitam seperti warna harimau. Jenis ini dapat
hidup pada ketinggian 1.500 mdpl. D. chrysippus
menyukai habitat sedikit kering, area terbuka
dan sedikit gersang seperti gurun, hutan gugur,
pegunungan, dan kebun. Ciri khas kupu-kupu ini
adalah memiliki kemampuan migrasi yang cukup
jauh dan dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan
dengan perubahan fisik seperti kelembapan, suhu,
dan intensitas cahaya. Pada fase larva atau ulat D.
chrysippus mengonsumsi tanaman genus Asclepias
yang mengandung senyawa beracun untuk
selanjutnya disimpan di dalam tubuh sehingga larva
ini tidak disukai oleh berbagai predator.

Penyebaran : Asia, Australia, Afrika, dan


Papua Nugini.
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

165
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

7. Kupu-kupu Luwes Biasa


(Hypolimnas bolina)
The Common Eggfly
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Hypolimnas bolina jantan memiliki warna
dasar hitam dengan bintik putih besar yang
dikelilingi gradasi biru-ungu di bagian pinggir
sayap. Sementara pada betina permukaan bawah
sayap berwarna cokelat dengan garis putih
diagonal dan garis lengkung putih pada setiap
sayap serta tidak memiliki bintik seperti jantan
serta terdapat bercak oranye di antara dua bercak
besar. H. bolina menyukai area hutan terbuka dan
biasanya di jumpai di sekitar aliran sungai. Kupu-
kupu ini biasanya akan mengunjungi bunga
tembelekan, putri malu dan bunga sepatu untuk
menghisap nektar sehingga dapat juga berperan
sebagai agen penyerbukan.

Penyebaran : Asia Barat, Asia Tenggara,


Indonesia, Papua Nugini
dan Australia.
IUCN Red List : NA (Not Assessed) /
Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

166
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

8. Kupu-kupu Merak Abu


(Junonia atlites)
The Grey Pansy
(Linnaeus, 1763)
Deskripsi :
Kupu-kupu ini memiliki warna dominan
abu-abu dan terdapat corak putih dan kuning
pada ujung sisi sayap. Ukuran rentang sayap
sekitar 40-60 mm. Kebiasaan hinggap dengan
merentangkan sayap. J. atlites menyukai
habitat semak, pinggir sungai, persawahan
dan taman yang cukup cahaya matahari untuk
berjemur. Aktivitas terbang cepat dan rendah.
Beberapa contoh jenis tumbuhan inang J.
atlites adalah Achryranthes sp., Alternanthera
philoxeroides, A. sessilid, Barleria sp., Oryza
sativa, dan lain-lain.

Penyebaran : Nepal, India, Sri Lanka,


Cina, Asia Tenggara,
dan Indonesia (Jawa,
Kalimantan, Bali, Nusa
Tenggara).
IUCN Red List : NA (Not Assessed) /
Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

167
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

9. Kupu-kupu Lingkar Tiga Biasa


(Ypthima pandocus)
The Common Three-Ring
Moore, 1858)
Deskripsi :
Y. pandocus memiliki warna sayap atas keabu-abuan-
cokelat dengan guratan cokelat gelap. Pada sayap bawah
terdapat 3 bulatan hitam dengan tepi kuning. Rentang
sayap 40-45 mm. Aktivitas terbang cukup rendah. Menyukai
habitat rerumputan di area terbuka. Memiliki kebiasaan
berjemur dengan sayap terbuka penuh. Tumbuhan inang
Bambusa sp., Imperata cylindrica, Miscanthus sinensis,
dan Paspalum conjugatum.

Penyebaran : Asia Tenggara


dan Indonesia
(Sumatera,
Kalimantan, Jawa
dan Bali).
IUCN Red List : NA (Not Assessed) /
Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

168
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

10. Kupu-kupu Tangkar Hijau


(Graphium agamemnon)
The Oriental Tailed Jay
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Kupu-kupu ini memiliki sayap depan dan
belakang berwarna dasar hitam dengan corak
hijau. Siklus hidup kupu-kupu G. Agamemnon
berkisar antara 38-44 hari. Kemampuan terbang
G. agamemnon sangat cepat dan lincah,
seakan tak pernah berhenti berpindah dari satu
tumbuhan ke tumbuhan lainnya sehingga sulit
untuk didekati. Kupu-kupu ini dapat hidup pada
ketinggian 500 mdpl dan menyukai habitat
terbuka seperti tepian sungai, semak belukar,
dan hutan tanaman. G. agamemnon jantan
akan berjemur di antara semak-semak pada saat
sore hari dengan merentangkan sayap mereka
dan memanfaatkan pohon sekitarnya untuk
bertengger. Kupu-kupu ini meminum banyak
air yang memiliki kandungan mineral tinggi,
menyerap mineral kemudian mengeluarkan
kembali airnya ke tanah sehingga membantu
dalam melarutkan mineral tanah. Kupu-kupu
G. agamemnon menjadikan tanaman dari
famili Annonaceae sebagai tanaman inang
(tempat telur) dan sumber pakan seperti
daun sirsak (Anonna muricata) dan cempaka
(Magnolia champaca) yang dapat memberikan
pertumbuhan dan perkembangan larva yang
baik dan sehat.

Penyebaran : India, Sri Lanka, Asia


Tenggara dan Australia.
IUCN Red List : NA (Not Assessed) /
Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

169
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

11. Kupu-kupu Tangkar Biasa


(Graphium doson)
The Common Jay
(C&R Felder, 1864)
Deskripsi :
G. Doson memiliki toraks dan abdomen berwarna
cokelat muda dan hitam dengan corak sayap petak-
petak biru-kehijauan. Sisi bagian bawah sayap
terdapat bercak merah. Aktivitas terbang sedang
sehingga mudah di jumpai. Menurut beberapa
peneliti G. doson merupakan salah satu spesies
dari famili Papilionidae yang memilih empat jenis
tumbuhan sebagai tanaman pakan larvanya yaitu
tumbuhan cempaka (Michelia campaca), glodokan
(Polyalthia longifolia), alpukat (Persea americana)
dan sirsak (Annona muricata). Tanaman pakan
cempaka memiliki kandungan nutrisi yang baik
sehingga membantu mempercepat perkembangan
larva yang memakan tanaman cempaka.

Penyebaran : India, Sri Lanka, Cina,


Jepang, Asia Tenggara, dan
Indonesia.
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

170
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

12. Kupu-kupu Segitiga Biru


(Graphium sarpedon)
The Common Bluebottle
(C&R Felder, 1864)
Deskripsi :
Kupu-kupu G. sarpedon memiliki ciri khas sayap
bagian depan panjang dan meruncing berbentuk
bias segitiga memanjang dengan warna dasar
hitam dan bercorak biru langit. Kupu-kupu ini dapat
hidup pada dataran rendah hingga ketinggian
1.400 mdpl. Umumnya dapat ditemukan hampir
semua tipe habitat hutan. Kupu-kupu ini senang
menghisap tumbuhan berbunga yang cerah seperti
bougenvil, asoka, lantana, kembang sepatu, melati
jepang, dll. Tanaman yang sering dimanfaatkan
sebagai tanaman pakan Graphium sarpedon yakni
tanaman sirih hutan (Aristolochia tagala).

Penyebaran : Sri Lanka, Inida, Asia


tenggara, Bangladesh, dan
Jepang.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

171
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

13. Kupu-kupu Mawar Biasa


(Pachliopta aristolochiae)
The Common Rose
(Fabricius, 1775)
Deskripsi :
Ciri khas dari Pachliopta aristolochiae adalah
sayap belakang memiliki seri pola bercak merah di
tepi-tepi sayapnya. Sisi perut dan dada berwarna
merah. Aktivitas terbang lambat dan sering
mengunjungi berbagai jenis bunga. Kupu-kupu ini
dapat dijumpai di dataran rendah hingga dataran
yang agak tinggi seperti pedesaan, kebun, dan
pemukiman. Tumbuhan inang jenis kupu-kupu ini
terutama dari famili Aristolochiaceae.

Penyebaran : Afganistan, Pakistan,


India, Nepal, Cina, Jepang,
Hongkong, Asia Tenggara,
dan Indonesia.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

172
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

14. Kupu-kupu Limau


Kuning
(Papilio demoleus)
The Lime Butterfly
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Kupu-kupu ini memiliki pola sayap
di sisi bagian bawah berwarna kuning
dikelilingi motif hitam serta lingkaran
hitam seperti mata. P. demoleus menyukai
habitat dataran rendah seperti taman
kota, kebun hingga tepi hutan. Sering
dijumpai di tanah sedang menghisap air
atau mineral. Jenis ini banyak dijumpai
ketika di sekitarnya terdapat banyak
tanaman jeruk (Citrus sp.) dimana jenis ini
meletakkan telurnya. Pada fase ulat muda
memiliki warna hitam dan larva dewasa
berubah menjadi hijau. Umumnya P.
demoleus menjadikan tumbuhan dari
famili Loganinceae, Magnoliaceae,
Rhamnaceae, dan Rutaceae sebagai
tumbuhan inangnya.

Penyebaran : India, Cina ,


Asia Tenggara,
Indonesia,
PapuaNugini, dan
Australia.
IUCN Red List : NA (Not Assessed)
/ Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

173
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

15. Kupu-kupu Barong


(Papilio memnon)
The Great Mormon
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Papilio memnon jantan memiliki sayap
dominan hitam dan bersisik kebiruan pada
sayap bawah. Sedangkan betina memiliki
sayap dasar hitam dan bercorak garis
putih,dan pada bagian belakang sayap bawah
terdapat sisik berwarna merah dan hitam.
Papilio emnon menjadikan tanaman Citrus
spp sebagai tanaman inangnya. Kupu-kupu
Papilio memnon menyukai habitat terbuka
seperti tepian sungai dan pinggiran hutan.
Kupu-kupu ini memanfaatkan pohon-pohon
di sekitarnya untuk bertengger.

Penyebaran : India timur laut, Nepal,


Bangladesh, Bhutan,
Burma, Kepulauan
Nikobar, Kepulauan
Andaman, Cina barat,
selatan dan timur
(termasuk Hainan),
Jepang, Thailand,
Laos, Vietnam,
Kamboja, Malaysia,
Indonesia (Sumatera,
Kep. Mentawai, Nias,
Kep. Batu, Simeulue,
Bangka, Jawa,
Kalimantan, dan Nusa
Tenggara).
IUCN Red List : NA (Not Assessed) /
Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

174
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

16. Kupu-kupu Ekor Layang Biasa


(Papilio polytes)
The Common Mormon
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
P. polytes memiliki warna hitam dengan bintik-bintik
putih. Sayap berwarna hitam dan terdapat pola seperti
ekor pada sayap. Pada jantan pola sayap depan memiliki
bercak-bercak putih kecil di bagian akhir sisi belakang dan
betina terdapat pola merah di bagian akhir sayap belakang.
Individu jantan terbang lebih cepat dibanding betina. Jenis
kupu-kupu ini biasa dijumpai di kebun, perkampungan
hingga hutan terdegradasi di kawasan dataran rendah.
Tumbuhan inang cukup bervariasi di antaranya Atalantia
monophyla, Citrus sp (hampir seluruh marga jeruk),
Clausena harmandiana, dan lain-lain.

Penyebaran : India, Cina, Jepang, Asia Tenggara,


dan Indonesia (Sumatera, Jawa,
Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Nusa Tenggara).
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

175
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

17. Kupu-kupu Raja


(Troides helena)
The Common Birdwing
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Kupu-kupu T. Helena termasuk kedalam
famili Papilionidae dengan karakteristik
tubuh besar dan sayap berwarna gelap
dengan sayap bagian bawah berwarna kuning
keemasan dengan bintik hitam dan terdapat
sayap belakang yang memanjang seperti ekor.
Perbedaan mencolok antara jantan dan betina
adalah kupu-kupu betina memiliki tubuh
yang lebih besar daripada kupu-kupu jantan.
T. Helena kerap kali menjadi obyek perburuan
para kolektor dan sering kali diperjual-belikan
dengan harga yang cukup mahal dikarenakan
popularitas dan keindahan bentuk yang
indah. Kupu-kupu T. Helena menyukai habitat
hutan tropis dengan ketinggian kurang dari
1.000 mdpl yang banyak terdapat tanaman
sirih hutan (Aristholocia tagala). Peran ekologi
utama kupu-kupu T. Helena adalah sebagai
penyerbuk tanaman, bioindikator lingkungan
yang bersih dan tidak tercemar. T. Helena
termasuk kupu-kupu yang dilindungi oleh
pemerintah berdasarkan P. 106 tahun 2018.

Penyebaran : Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sualwesi, CITES : Appendix II


Semenanjung Malaya sampai daratan India. P.106 Tahun 2018 : Dilindungi
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah

176
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

18. Kupu-kupu Albatros


Cokelat
(Appias lyncida)
The Chocolate
Albatross
(Cramer, 1779)
Deskripsi :
Appias lyncida memiliki warna dasar
sayap putih dengan hitam pada bagian
tepi dan kuning pada bagian bawah
sayap. Rentang sayap sekitar 50-60 mm
termasuk ukuran yang sedang. Thoraks
berwarna putih dan kepala berwarna
hitam. Kupu-kupu ini dapat dijumpai pada
hutan sekunder, tepi sungai, perkebunan.
Tumbuhan inang berasal dari famili
Capparaceae (tumbuhan berbunga)
seperti Brassica oleracea, Capparis
heyneana, Roripa indica, Diospyros
ohernii, dan lain-lain.

Penyebaran : India, Sri Lanka, Cina, Asia Tenggara, dan Indonesia. CITES : -
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum Terdaftar P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

177
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

19. Kupu-kupu Izabel Sunda


(Delias belisama)
The Sunda Jezebel
(Cramer, 1780)
Deskripsi :
Kupu-kupu ini memiliki ciri terdapat warna kuning cerah
dan motif oranye pada sayap bagian atas. Rentang sayap
sekitar 67-84 mm. Kupu-kupu ini terlihat jarang hinggap.
Aktivitas terbang lambat dan cukup tinggi. Menyukai
habitat yang banyak pepohonan dan tepian sungai.
Tumbuhan inang jenis ini adalah Camellia ssinensis, Coffea
sp., Dioscorea sp., Loranthus sp., dan Santalum album.

Penyebaran : Endemik Indonesia (Sumatera,


Jawa, dan Bali).
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

178
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

20. Kupu-kupu Alang


Kuning Biasa
(Eurema hecabe)
The Common Grass Yellow
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Eurema hecabe dikenal juga dengan sebutan
kupu-kupu belerang. Kupu-kupu ini memiliki warna
sayap kuning lemon terang dengan tanda hitam
disisi atas dan tanda cokelat gelap pada bagian
bawah. Aktivitas terbang rendah dan cukup lambat.
Kebiasaan kupu-kupu jenis ini adalah berkumpul
dalam kelompok kecil pada pasir atau tanah yang
lembap. E. hecabe dapat ditemukan di habitat
seperti tepi jalan, taman, tepi sungai, kebun dan
dataran tinggi. Tumbuhan inang cukup bervariasi
di antaranya Acacia concinna, Alstonia scholaris,
Caesalpinia bonduc, dan lain-lain.

Penyebaran : Asia, Afrika, dan Australia.


IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

179
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

21. Kupu-kupu Kerai Payung


(Leptosia nina)
The Oriental Psyche
(Fabricius, 1793)
Deskripsi :
Leptosia nina memiliki ukuran tubuh kecil
dengan rentang sayap 35-65 mm. Individu jantan
dan betina memiliki warna yang sama, tetapi
betina biasanya terlihat berukuran lebih besar. Sisi
atas sayap berwarna putih dengan ujung berujung
hitam dan bintik lonjong hitam. Bagian bawah
membawa garis dan guratan kehijauan. Aktivitas
terbang cukup lambat dan rendah dengan kibasan
sayap lemah dan berhenti ketika menghisap
nektar bunga. Menyukai habitat terbuka seperti
rerumputan, tepi sungai, taman, kebun, dah tepi
hutan. Tumbuhan inang kupu-kupu ini adalah
Gyandropsis gyandra, Capparis acutifolia, C.
floribunda, C. micracantha, Rhamus parvifolia,
Polanisia viscosa, dan lain-lain.

Penyebaran : India, Sri Lanka, Asia


Tenggara, Indonesia, dan
Australia.
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum
Terdaftar
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

180
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

22. Ngengat Sutera Liar


‘Si Rama-rama’
(Attacus atlas)
The Wild Silkworm
(Linnaeus, 1758)
Deskripsi :
Attacus atlas termasuk jenis serangga
ngengat dari klasifikasi famili Saturniidae
dan merupakan hewan asli Indonesia
penghasil sutera yang sangat potensial.
Ngengat jenis ini merupakan serangga
endemik Asia Tenggara. Pada daerah Jawa
Barat dikenal sebagai ulat gajah karena
memiliki larva yang besar dan pada fase
kupu-kupu disebut kupu-kupu sirama-
rama atau kupu-kupu gajah. Warna dari
benang sutera jenis A. atlas sangat eksotis
dari kuning krem sampai cokelat tua.
Kelebihan serat sutera ngengat jenis ini
adalah ukuran serat yang cukup panjang
(mencapai 2.500 m / kepompong), kuat
lembut, tidak mudah kusut, dan tahan
panas. Larva A. atlas bersifat polifagus yang
dapat hidup pada 90 jenis tumbuhan dari
48 famili sebagai sumber tanaman host
(pakan) seperti daun dadap, gempol, keben,
jambu biji, sirsak dan alpukat serta tanaman
senggugu yang memiliki keunggulan
dalam kecepatan memproduksi daun
dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Penyebaran : Asia Tenggara, Cina dan Indonesia CITES : -


(Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
Sulawesi, Maluku, dan Papua.
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum Terdaftar

181
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

1. Capung Barong Bercak


Biru (Anax guttatus)
The Lesser Green Emperor
(Burmeister, 1839)
Deskripsi :
Capung ini memiliki warna hijau pada mata dan
toraks, abdomen warna hitam dan sayap transparan.
Capung berukuran besar dengan aktivitas terbang
cepat dan kuat di atas permukaan air. Umum
ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan.
Habitat capung ini berada pada perairan terbuka
seperti sungai, danau atau telaga dengan vegetasi
berupa semak dan tegakan. Capung A. guttatus
termasuk capung migran. Betina A. guttatus akan
bertelur dengan memasukkan telur ke dalam
tumbuhan air.

Penyebaran : Australia, China, Indonesia,


Myanmar, Thailand, dan
Brunei Darussalam.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

182
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

2. Capung Edar Umbai


Pencar
(Gynacantha dohrni)
The Spear Tail
Duskhawker
(Kruger, 1899)
Deskripsi :
Capung jenis ini termasuk berukuran
besar yang memiliki mata dan toraks
berwarna hijau dan terdapat tanda berbentuk
T pada muka. Pada jantan berwarna hijau
dan hitam sedangkan betina berwarna hijau.
Capung Gynacantha dohrni memiliki sayap
transparan dengan venasi berwarna cokelat.
Genus Gynacantha memiliki kebiasaan
hinggap di tempat teduh dan gelap sehingga
sangat menyukai habitat hutan dengan
kanopi yang cukup rapat.

Penyebaran : Brunei Darussalam,


Indonesia, Malaysia,
Philippines, dan
Singapura.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

183
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

3. Capung Edar Umbai Temu


(Gynacantha subinterrupta)
The Dingy Duskhawker
(Rambur, 1842)
Deskripsi :
G. subinterrupta memiliki abdomen yang ramping
dengan ciri warna tubuh didominasi cokelat dan hijau
dengan embelan yang panjang dan biasanya variasi
embelan ini digunakan sebagai ciri pembeda spesies
didalam genusnya. Ciri khas capung ini adalah bagian
moncong berwarna gelap dengan tanda berbentuk
huruf T. Aktivitas terbang mampu meraih ranting-
ranting atau daun-daun pohon besar untuk hinggap
dan istirahat. Kebiasaan terbang dengan jarak dekat.
Capung bermata biru ini umum di dataran rendah
dan area pertanian. Aktivitas terbang hanya saat senja
dan tidak lama sebelum matahari terbit.

Penyebaran : Cambodia, India,


Indonesia, Malaysia,
Myanmar, Nepal,
Singapura, Thailand,
dan Vietnam.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

184
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

4. Capung Zamrud Gunung


(Idionyx montana)
(Karsch, 1891)
Deskripsi :
Capung ini berukuran sedang dengan mata
majemuk berwarna hijau. Toraks pada jantan
berwarna hijau tua metalik dengan garis-garis
kuning. Abdomen berbentuk langsing dan
berwarna hitam. Pangkal sayap terdapat corak
kuning. Betina jenis capung ini memiliki warna
yang lebih pucat. Aktivitas terbang cukup cepat
dan bergerak zig zag. dan hinggap satu meter dari
permukaan tanah. Spesies ini menyukai habitat
dataran rendah dan hutan pegunungan.

Penyebaran : Endemik Indonesia


(Sumatera, Jawa) dan
Malaysia (Peninsular
Malaysia)
IUCN Red List : DD (Data Deficient) /
Kurang Data
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

185
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

5. Capung Jemur Oranye


(Brachythemis contaminata)
The Ditch Jewel
(Fabricius, 1793)
Deskripsi :
Capung jantan jenis ini memiliki warna mata cokelat
dan abdomen oranye serta sayap berwarna oranye
transparan. Pada betina warna mata kuning keabu-
abuan dan abdomen berwarna kuning serta sayap tidak
berwarna. Aktivitas terbang cepat dan rendah. Sering
dijumpai sedang hinggap di ranting dekat habitat
kolam. Spesies ini dapat ditemukan di pinggir sungai,
sawah, kolam, dan habitat perairan yang tenang.

Penyebaran : Bangladesh, China, Hongkong,


India, Indonesia, Malaysia,
Myanmar, Nepal, Philippines,
Singapura, Sri Lanka, Taiwan,
Thailand, dan Vietnam.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

186
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

6. Capung Jala Lekuk


(Neurothemis ramburii)
The Red Percher
(Brauer, 1866)
Deskripsi :
Capung berukuran sedang ini memiliki
warna tubuh dominan merah-merah tua pada
jantan dan kuning-kecokelatan pada betina.
Sayap berwarna merah dengan ujung sayap
transparan. Capung Neurothemis ramburii
menyukai habitat perairan yang banyak
tanaman air, tepi sungai, dan area persawahan
di dataran tinggi maupun dataran rendah.

Penyebaran : Brunei Darussalam,


Indonesia, Malaysia,
Philippines, dan
Timor-Leste.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

187
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

7. Capung Sambar Perut Kait Deskripsi :


Capung ini merupakan capung yang memiliki
Penyebaran : Brunei Darussalam, China,
Hongkong, India, Indonesia,
(Orthetrum chrysis) ukuran besar dimana jantan memiliki frons Malaysia, Myanmar, Singapura,
The Spine Tufted Skimmer berwarna merah dan mata berwarna abu-abu
tua. Toraks cokelat tua dan abdomen merah.
Sri Lanka, dan Thailand.

(Selys, 1891) Betina berwarna cokelat kemerahan dan kadang


IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
sulit dibedakan dengan O. testaceum. Aktivitas
terbang sedang dan sering hinggap di ranting CITES : -
kering dengan sayap horizontal. Habitat capung P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
ini meliputi hutan dataran rendah seperti sungai,
tepi hutan, persawahan, rawa, danau air tawar,
semak belukar, dan lain-lain.

188
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

8. Capung Sambar Hijau Deskripsi :


Capung O. sabina umumnya sering
Penyebaran : Afganistan, Australia, Brunei
Darussalam, China, India, Nepal,
(Orthetrum sabina) disebut capung tentara karena memiliki Indonesia, Myanmar, Malaysia,
The Green Marsh Hawk warna loreng yang mirip dengan baju
tentara. Capung jantan dan betina
Thailand, Vietnam, dan Sri Lanka.

(Drury, 1770) mempunyai warna dan bentuk tubuh yang


IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
sama. Capung ini termasuk kanibal karena
umum memakan spesies yang sama atau CITES : -
spesies lain yang berukuran kecil. Capung P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
O. sabina dapat bertahan hidup di berbagai
tipe habitat. Berkembang biak di perairan
tidak mengalir hingga mengalir pelan.

189
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

9. Capung Sambar Kirmizi


(Orthetrum testaceum)
The Orange Skimmer
(Burmeister, 1839)
Deskripsi :
Capung berukuran sedang yang pada
jantan memiliki warna merah terang bagian
abdomen dan jingga kecokelatan bagian
toraks, serta mata majemuk berwarna abu-
abu kecokelatan. Sedangkan betina berwarna
cokelat kekuningan dan sayap tidak berwarna.
Aktivitas terbang cepat pada pagi dan sore
hari, sering ditemukan bertengger di ranting
atau dedauan kering dengan sayap terbuka
dan menutupi ke arah toraks. Spesies ini dapat
ditemukan di kolam, aliran air, dan kebun.

Penyebaran : Brunei Darussalam,


India, Indonesia,
Malaysia, Myanmar,
Philippines, Singapura,
Thailand, dan Timor-
Leste.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

190
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

10. Capung Kembara


(Pantala flavescens)
The Globe Skimmer
(Fabricius, 1798)
Deskripsi :
Capung jantan memiliki warna mata dan
tubuh cenderung merah dan betina berwarna
kuning pucat. Capung ini termasuk spesies
migran dan kadang terlihat terbang dalam
jumlah ratusan individu (berkelompok). Saat
terbang akan jarang hinggap dan mudah
ditemukan di area persawahan. Pantala
flavescens meletakkan telurnya pada air yang
tidak mengalir atau mengalir tenang.

Penyebaran : Amerika, Australia,


Indonesia, Asia
Tenggara, Eropa,
dan Afrika.
IUCN Red List : LC (Least Concern)
/ Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

191
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

11. Capung Sambar Perut Pipih Deskripsi :


Capung jantan jenis ini memiliki warna abu-
Penyebaran : Australia, Bangladesh,
China, Indonesia,
(Potamarcha congener) abu kuning keemasan dan betina berwarna Malaysia, Sri Lanka,
The Yellow Tailed Ashy Skimmer belang kuning-hitam-jingga. Pada jantan
mata majemuk berwarna cokelat kemerahan.
Myanmar, Thailand,
India, Singapura, dan
(Rambur, 1842) Capung ini aktif pada siang hari dengan berburu Nepal.
dari tempat mulai hinggap dan menyambar
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
mangsa kemudian kembali ke tempat asal mulai
Beresiko Rendah
hinggap. Potamarcha congener sering ditemui
di berbagai tipe habitat. CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

192
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

12. Capung Metalik Hijau Deskripsi :


Capung dengan ciri khas sayap depan transparan
Penyebaran : Endemik
Indonesia (Jawa)
(Neurobasis chinensis florida) kuning kecokelatan, sayap belakang hijau metalik
IUCN Red List : NA (Not Assessed)
The Javan Metalwing dan ujung sayap hijau gelap. Rentang sayap sekitar
31-34 mm. Capung jarum ini cukup sensitif karena
/ Belum Terdaftar
(Hagen, 1853) hanya menyukai habitat perairan terbuka yang CITES : -
jernih dan air mengalir berbatu di area pegunungan. P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

193
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

13. Capung Metalik Biru


(Vestalis luctuosa)
The Ebony Jewelwing
(Burmeister, 1839)
Deskripsi :
Capung jarum dengan ukuran cukup
besar dan kaki yang panjang. Pada jantan
mata hingga abdomen berwarna biru
metalik dan betina berwarna hijau metalik.
Tubuhnya berukuran panjang sekitar 40-
45 mm, dengan rentang sayap 75-80 mm.
Tubuh capung jantan berwarna biru-ungu
metalik dan keempat sayapnya berwarna
hitam metalik dengan kilauan biru-ungu
Capung ini terbang dengan kepakkan sayap
yang cepat di bawah kanopi yang teduh dan
tidak jauh dari sungai yang mengalir deras.
Capung ini cukup sensitif karena hanya
di temukan pada area pegunungan yang
airnya cukup jernih.

Penyebaran : Endemik Indonesia


(Jawa, Sumatera,
dan Bali)
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

194
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

14. Capung Batu Merah Jambu


(Heliocypha fenestrata)
The Pink Jewel Dragonfly
(Burmeister, 1839)
Deskripsi :
Capung jarum ini memiliki sayap berwarna hitam
dengan refleksi warna merah jambu jika terkena
sinar matahari. Pada jantan berwarna dominan hitam
dan betina dominan cokelat keemasan. Habitat
capung ini adalah sungai bersih dan mengalir di area
pegunungan. Capung ini sering hinggap di dedauan
yang tinggi dan teduh atau ranting yang dekat dengan
perairan (sungai).

Penyebaran : Endemik Indonesia


(Jawa dan Bali)
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

195
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

15. Capung Jarum Centil Deskripsi :


Agriocnemis femina jantan memiliki warna
Penyebaran : Australia, Brunei Darussalam,
China, Indonesia, Singapura,
(Agriocnemis femina) hitam dan hijau yang dominan, mata majemuk atas dan Sri Lanka.
The Variable Wisp berwarna hitam dan hijau bagian bawah. Agriocnemis
femina betina memiliki warna yang bervariasi
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
(Brauer, 1868) (polimorfisme). Saat muda berwarna merah cerah-
Rendah
hitam, dewasa berwarna hitam-hijau-kekuningan. CITES : -
Spesies ini menyukai habitat rerumputan pada kolam, P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
rawa, dan sawah.

196
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

16. Capung Jarum Deskripsi :


Capung dewasa berukuran kecil hingga sedang
Penyebaran : Australia, Brunei Darussalam,
Bangladesh, Indonesia,
(Argiocnemis rubescens) dengan ukuran tubuh 35-40 mm. Capung jantan Myanmar, Papua Nugini,
The Red Tipped Shadefly memiliki warna toraks gelap dengan garis-garis
hijau-kuning pucat di dada. Abdomen berwarna
Thailand, dan Malaysia.

(Selys, 1877) merah dan ujung abdomen berwarna gelap. Aktivitas


IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
terbang rendah dan cukup lambat, sering hinggap di
atas daun atau ranting kering. Spesies ini menyukai CITES : -
habitat air yang tenang seperti kolam, danau dan P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
rawa.

197
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

17. Capung Jarum Sawah


(Ischnura senegalensis)
The Tropical Bluetail
(Rambur, 1842)
Deskripsi :
Capung jenis ini memiliki ukuran sedang.
Pada jantan mata dan toraks berwarna hijau.
Bagian abdomen didominasi warna hijau dan
hitam. Ciri khas spesies ini adalah terdapat
warna biru pada ruas ke-9. Sedangkan betina
memiliki dua warna berbeda yaitu oranye dan
kuning kehijauan. Sering dijumpai hinggap di
tumbuhan air. Ischnura senegalensis dapat
ditemukan di kolam-kolam lahan basah dengan
air mengalir.

Penyebaran : Afganistan, China, India,


Indonesia, Papua Nugini,
Sri Lanka, dan Vietnam.
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

198
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

18. Capung Jarum Metalik


(Pseudagrion pruinosum)
The Yellow Featherlegs
(Burmiester, 1839)
Deskripsi :
Jantan memiliki mata berwarna cokelat. Toraks
berwarna biru yang ditutupi serbuk putih. Sedangkan
betina terdapat sintoraks yang berwarna hijau
kekuningan. Pada bagian abdomen berwarna hitam.
Aktivitas terbang rendah dan lambat. Capung ini
biasa hinggap pada ujung daun untuk beristirahat.
Spesies ini sering ditemukan di area rerumputan di
tepi aliran air.

Penyebaran : China, Hongkong, India,


Indonesia, Myanmar,
Singapura, Thailand, dan
Vietnam.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

199
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

19. Capung Intan Sunda


(Euphaea variegata)
The Sundanese Gossamerwing
(Rambur, 1842)
Deskripsi :
Capung E. variegata merupakan capung jarum
berukuran besar. Sayap depan berwarna hitam dan sayap
belakang berwarna hitam dengan corak hijau metalik
pada satu sisi dan ungu metalik pada sisi sebaliknya. Kaki
berwarna hitam metalik. Capung jarum ini menyukai
habitat sungai yang deras di dalam hutan sehingga capung
ini cukup sulit untuk didekati.

Penyebaran : Endemik Indonesia


(Sumatera, Jawa,
dan Bali)
IUCN Red List : LC (Least Concern)
/ Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

200
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

20. Capung Rembes Sunda


(Coeliccia membranipes)
The Globe Skimmer
(Rambur, 1842)
Deskripsi :
Capung jarum ini berukuran sedang yang
memiliki toraks berwarna biru dan bergaris hitam
pada bagian samping dan atas. Memiliki kaki
berwarna hitam pada sisi luar dan hijau-putih
pada sisi dalam. Betina sama dengan jantan
tetapi pada bagian toraks dan pangkal memiliki
kaki kuning. Aktivitas capung biasa hinggap pada
ujung daun atau ranting dengan sayap setengah
terbuka. Spesies ini menyukai habitat dengan
kelembaban tinggi dan berkanopi lebat seperti
perairan hutan.

Penyebaran : Endemik Indonesia


(Sumatera dan Jawa)
IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

201
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

21. Capung Hantu Kaki Kuning


(Copera marginipes)
The Yellow Bush Dart
(Rambur, 1842)
Deskripsi :
Capung ini merupakan capung jarum dengan
ukuran sedang. Pada jantan memiliki warna hitam dan
kuning yang dominan. Ciri utama C. marginipes adalah
kakinya yang berwarna kuning terang. Betina dewasa
sama seperti jantan. Betina pada fase muda seluruh
tubuhnya berwarna putih sehingga sering disebut fase
hantu. Aktivitas capung ini senang berpindah dari satu
tumbuhan ke tumbuhan lain yang berada di atas aliran
air. Habitat capung ini adalah sungai beraliran tenang,
rawa, dan kolam teduh.

Penyebaran : Bangladesh, China, Hongkong,


Indonesia, Myanmar, Nepal, Sri
Lanka, dan Thailand.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

202
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

22. Capung Hutan Pita Ganda


(Drepanosticta sundana)
(Kruger, 1898)
Deskripsi :
Capung ini termasuk paling besar dibanding
dengan spesies lain dalam suku Platystictidae
yang tercatat di Jawa. Pada bagian mata berwarna
hitam-hijau. Sayap transparan dengan pterostigma
berwarna cokelat. Pada bagian kaki berwarna putih
pada pangkal dan berangsur lebih gelap menuju
ujung. Betina mirip dengan jantan namun warna
lebih kusam. Capung ini termasuk endemik jawa
yang dapat dijumpai pada habitat dengan intensitas
cahaya rendah dan lembap, dapat ditemukan di
hutan yang cukup lebat dan dengan aliran sungai
jernih dan area berlumpur.

Penyebaran : Endemik Indonesia (Jawa)


IUCN Red List : DD (Data Deficient) /
Kurang Data
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi

203
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

C. Konservasi
Bab 5. Sikap Manusia dan Konservasi

Masih ada sebagian masyarakat Jawa secara


umum dan menurut tradisi memandang laut
sebagai tempat yang ‘tidak sehat’, jahat dan ‘gudang
pembuangan semua limbah manusia’ (Hobart
1990). Terlebih di laut bagian selatan, berada di
bawah kekuasaan seorang ratu roh-roh yang sangat
berkuasa, Ratu Kidul, isteri-gaib dan pelindung
penguasa-penguasa Mataram yang sekarang diwakili
oleh para bangsawan keturunan sultan-sultan Solo
dan Yogyakarta. Sekali setahun, satu hari setelah
hari ulang tahun sultan, sebagian kuku, guntingan
rambut dan bunga-bunga tertentu dikubur di
tempat khusus di pantai Parangkusuma, dekat

K
bukit-bukit pasir Parangtritis yang terletak di sebelah
selatan Yogyakarta, dan makanan serta seperangkat
ehidupan dan tindakan kita pakaian lengkap seorang wanita dihanyutkan ke
mencerminkan sikap bangsa, budaya, laut sebagai persembahan bagi Ratu Kidul. Selain
dan diri kita sebagai suatu pribadi. dianggap sebagai salah satu ‘perwujudan’ dewi laut
Sikap tradisional terhadap lingkungan dalam kepercayaan Hindu, sebagian masyarakat juga
terbentuk oleh pengalaman, pengamatan percaya bahwa Ratu Kidul adalah kerabat seorang
dan usaha-usaha uji coba dalam pangeran yatim-piatu dari Kerajaan Pajajaran (di
mengatasi permasalahan selama bertahun-tahun. bagian barat) yang kemudian diperintahkan oleh
Hasil penafsiran kejadian maupun proses-proses yang Ratu Kidul untuk menemukan Kerajaan Majapahit
berlangsung tidak selalu sesuai dengan penalaran, di Jawa Timur. Pangeran itu diberitahu bahwa ketika
tetapi masih tetap mengandung kebenaran keturunannya nanti membangun sebuah kerajaan
dan karenanya berharga untuk dimasukkan dan di dekat G. Merapi, Ratu Kidul akan menikah dengan
dipertimbangkan dalam proses pembangunan masing-masing penguasa tersebut.
(Wickham 1993). Berbagai sikap tradisional mengenai Berbagai kegiatan yang dilakukan di pesisir
lingkungan mungkin tidak mengijinkan (baik sengaja selatan Jawa masih banyak yang dipengaruhi oleh
maupun tidak sengaja) kegiatan-kegiatan yang kehadiran Ratu Kidul. Misalnya, sarang-sarang burung
merusak lingkungan, dan memudarnya sikap seperti di gua-gua pesisir dekat Karang Bolong dikumpulkan
ini akan menyebabkan kesulitan atau kehancuran hanya pada waktu-waktu tertentu, dalam jumlah
lingkungan kecuali kalau sikap itu diubah. secukupnya, dan hanya setelah sebuah kepala

204
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

kerbau dipersembahkan kepadanya. Sebagian masyarakat masih


percaya bahwa orang-orang yang tenggelam tersapu hempasan
ombak, arus balik dan ombak besar di sepanjang pesisir selatan
akan dijadikan hamba dalam kerajaannya, yang terletak di dalam
air pada sebuah palung laut sedalam 7.000 m, yang jaraknya 250
km ke arah lepas pantai.
Masyarakat Madura yang hidup di Jawa merupakan
pengecualian, karena mereka memperlakukan laut sebagai
tempat bekerja dan sumber pedapatan, dan mereka berlayar
menjelajahinya sampai ke seluruh penjuru kepulauan di
Indonesia. Di sisi lain, masyarakat Bali di bagian selatan yang
memiliki pemandangan alam sangat indah dan struktur tanah
berteras yang produktif menganggap laut sebagai tempat
kediaman setan dan roh-roh jahat. Keengganan masyarakat
Bali terhadap laut tercermin dari sedikitnya dermaga alam atau
tempat berlabuh lainnya, adanya karang-karang tepi pantai yang
menghalangi pengangkutan dengan perahu, karang terjal yang
mengalangi jalan masuk ke laut, serta badai hebat Samudera
Indonesia yang menyerang daerah persawahan dan pemukiman
di bagian selatan Bali.
Masyarakat Sunda tidak pernah benar-benar memiliki
pengalaman dan minat terhadap jalur laut, tetapi pada abad ke-16
armada angkatan laut dari Jawa pernah dikirim untuk melawan
Portugis di Maluku (de Graaf dan Pigeaud 1974) dan perdagangan dengan pulau-pulau lainnya pernah berlangsung secara teratur. Meskipun demikian, para nelayan dekat
pesisir Jawa Barat tetap mempunyai penghargaan tinggi terhadap laut dan pernah dilaporkan bahwa
mereka “dipenuhi penyesalan yang dalam” ketika 400 ekor lumba-lumba tanpa sengaja terperangkap
jala yang dipasang di air dangkal pada bulat Maret 1992. Masyarakat ini percaya bahwa lumba-lumba
mendorong perahu-perahu yang sedang mengalami kesulitan ke arah pantai, sehingga binatang-binatang
yang mati tersebut kemudian dikuburkan dan tidak dimakan.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, laut masih dianggap sebagi suatu tempat misterius dan ada sebuah
cerita rakyat yang mengisahkan tentang seorang pangeran yang berenang ke tengah laut dan mendapat
kebijaksanaan dari suatu makhluk kecil yang ditemuinya di laut (Sya’rani dan Willoughby 1985). Namun
sejak kedatangan Belanda perhatian masyarakat Jawa semakin diarahkan ke pertanian yang didasarkan
pada lahan yang subur, dan pemanfaatan sumber daya kelautan lepas pantai dialihkan kepada masyarakat
yang datang dari pulau-pulau lainnya. Masyarakat Osing Jawa dari daerah Blambangan merupakan
pengecualian, karena mereka merupakan nelayan-nelayan istimewa, dan menganggap dirinya lebih
berani dan cakap dalam melakukan mata pencaharian dibandingkan kerabatnya di bagian barat.
Sikap masyarakat terhadap hutan juga serupa dengan sikap terhadap laut. Sikap tradisional memandang
hutan sebagai tempat gelap yang hanya dimasuki oleh para penebang kayu dan dihuni oleh makhluk-
makhluk lain – jembalang, jin, hantu, peri dan tukang sihir. Di antara makhluk-makhluk ini terdapat
gendruwo dan wewe yang jahat serta suka mengganggu, roh-roh pria dan wanita yang berkeliaran di
hutan dan ada anggapan bahwa rencana jahat mereka dapat menyebabkan kesakitan bagi seseorang

205
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

besar adalah hasil yang tidak disengaja dari upaya


manusia untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya
yang sangat beragam, karena ekonomi pasar tidak
ada. Kedua pendapat yang menyamakan pekarangan
dengan hutan tersebut berdampak merugikan, dan
mungkin menunjukkan kurangnya pemahaman
yang benar-benar oleh beberapa penulis. Hutan alam
tidak segelap dan selebat pekarangan.
Sementara beberapa komunitas tumbuhan
penyusun hutan ditakuti, banyak jenis tumbuhan
bernilai penting karena manfaat ekonominya, karena
sifatnya yang merusak, karena peranannya di bidang
seni, maupun karena kandungan bahan obat-obatan
di dalamnya. Masyarakat Jawa juga mempunyai tradisi
yang kuat dalam menggunakan berbagai tumbuhan
untuk meramu obat-obatan. Jumlah tumbuhan yang
yang terlalu banyak menjelajahi hutan (Boomgaard digunakan relatif sedikit dibandingkan seluruh flora
1991). Sesungguhnya masih banyak kepercayaan yang ada, dan sebagian besar jenis yang digunakan
bahwa gangguan terhadap beberapa elemen adalah tumbuhan yang ada di sekitar rumah.
makrokosmos dapat mempengaruhi kesehatan dan Pada beberapa kondisi, pandangan terhadap
kesejahteraan manusia. Naskah-naskah Jawa kuno laut dan hutan seperti yang disampaikan di atas
biasanya menceritakan hutan sebagai kebalikan dapat memberikan manfaat bagi upaya dan
pemandangan “taman”, lingkungan buatan atau program konservasi. Contohnya saja dengan
diatur oleh manusia yang aman dan menyenangkan menyebarkan luaskan informasi bahwa suatu area
untuk berada di dalamnya. hutan adalah hutan larangan yang tidak boleh
Struktur pekarangan yang menyerupai hutan diganggu, maka area tersebut cenderung akan
umumnya dipandang sebagai hasil usaha yang terjaga keberlanjutannya. Namun seiring dengan
sengaja menirukan kondisi hutan alam. Sebenarnya berkembangnya zaman, keilmuan, kebutuhan
hutan di Jawa tidak mempunyai nilai budaya yang dan arus informasi, pandangan masyarakat harus
tinggi dan sangat diragukan bahwa peniruan diarahkan lebih kepada mengenali ekosistem di
struktur hutan di sekitar rumah penduduk sekitar tempat tinggalnya, menyadari pentingnya
mendapatkan dukungan (Soemarwoto 1987). ekosistem tersebut, memiliki rasa ingin tahu yang
Hal ini karena hutan dianggap sebagai tempat lebih dan mempelajarinya lebih jauh, yang pada
berbahaya dimana binatang-binatang liar dan roh- akhirnya menimbulkan kesadaran bahwa manusia
roh jahat mengembara, dan membuka hutan untuk membutuhkan ekosistem tersebut, mencintai
pemukiman atau babat alas dianggap sebagai dan berupaya melindunginya. Dalam konteks
perbuatan yang mulia. Konsep babat alas masih ‘berkelanjutan’, tentu saja generasi yang akan
tetap digunakan untuk menandai kegiatan-kegiatan datang akan memegang peranan kunci. Untuk
perintis yang patut dipuji, misal mendirikan sebuah itu sedini mungkin generasi tersebut harus dibina
universitas. Seseorang pasti akan merasa tersinggung dan diarahkan agar mengenal sebaik mungkin
jika pekarangannya dikatakan mirip hutan. Jadi ekosistem-ekosistem yang ada dan dinamika yang
keserupaan pekarangan dengan hutan kemungkinan terjadi di dalamnya.

206
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

207
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Bab 6. Biogeografi dan Kepunahan

penghalang bagi jenis lainnya, dan suatu penghalang


bagi salah satu tahap kehidupan suatu organisme
tidak selalu harus merupakan penghalang bagi
tahap kehidupan lainnya bagi jenis yang sama.
Misalnya, larva berbagai invertebrata dan benih-benih
tumbuhan lebih mudah bergerak daripada bentuk
dewasanya. Penyebaran bagi jenis yang bermigrasi
juga dapat bervariasi menurut waktu dalam suatu
hari, musim dan hujan. Distribusi dapat digambarkan
dalam berbagai tingkat definisi: misalnya, seekor
burung dapat hidup di dalam hutan, tetapi mungkin
hanya dalam tipe hutan tertentu, pada ketinggian
tertentu, menghindari hutan yang tumbuh dekat
sungai, dan hanya memanfaatkan puncak pohon-
pohon yang lebih tinggi, dan lain sebagainya.
Secara intuitif orang awam dan para ilmuwan
mempunyai keserupaan pengertian bahwa
‘pulau-pulau’ kecil mendukung lebih sedikit jenis
kehidupan dibandingkan pulau yang lebih besar.
Misalnya, Pulau Bawean adalah pulau relatif kecil
yang memiliki beberapa tipe habitat dan akan

K
mengejutkan jika keanekaragaman hayatinya
tidak lebih sedikit dibandingkan daratan utama
urang dari 100 tahun yang lalu, badak Setiap organisme mempunyai distribusi yang Jawa. Jumlah keseluruhan jenis dalam suatu pulau
masih mengembara di kawasan G. Slamet, berkaitan dengan ekologi, perilaku, fisiologi, menggambarkan suatu keseimbangan antara
harimau ditemukan hampir di semua kemampuan menempuh perjalanan jauh, organisme kolonisasi pulau oleh jenis pendatang dan keberadaan
hutan di Pulau Jawa, sawah dikerumuni lainnya yang hidup di kawasan yang sama, dan jenis-jenis yang mulai punah. Tingkat kolonisasi jelas
oleh kawanan burung pipit dalam jumlah sejarah geologi serta iklim daerah yang dihuninya. lebih tinggi jika letak suatu pulau dengan dengan
besar serta hiruk pikuk burung trulek Faktor penting lainnya yang perlu dipertimbangkan daratan utama, karena lebih banyak kemungkinan
terdengar di sepanjang pesisir. Betapa semuanya lebih jauh dalam menentukan distribusi adalah jenis yang menyeberangi selat pemisah yang sempit.
telah berubah. Abad ini Jawa telah kehilangan banyak peluang. Distribusi suatu organisme biasanya dibatasi Tingkat kepunahan di ‘pulau-pulau’ yang lebih
keanekaragaman hayatinya. Dan cenderung akan oleh habitat yang tidak sesuai, iklim yang tidak tepat kecil juga lebih tinggi, karena populasi jenis-jenis
kehilangan lebih banyak lagi. Karena peningkatan atau keberadaan jenis-jenis lainnya yang tidak dapat akan lebih sedikit dan kemungkinan munculnya
laju kehilangan ini, jenis-jenis yang hilang semakin dikalahkan dalam persaingan. Sebaliknya suatu penyakit dan kejadian-kejadian merugikan lain yang
tidak ketahuan: jenis-jenis yang lebih besar, binatang- jenis dapat aktif menyebar dan pinggiran daerah menyebabkan kepunahan lebih besar. Keterkaitan ini
binatang predator semacam harimau hilang pengembaraannya adalah titik terjauh yang dapat dapat digambarkan melalui grafik yang menjelaskan
sebelum binatang herbivora yang berukuran kecil dicapainya pada suatu waktu. Jelas bahwa suatu dasar Teori Biogeografi Pulau (MacArthur dan Wilson
punah. penghalang bagi suatu jenis tidak selalu merupakan 1967).

208
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Dengan terus berlangsungnya gangguan terhadap ekosistem alam maka menghindari efek penurunan genetis yang terjadi karena kawin silang. Oleh karena
habitat yang relatif asli terbagi dalam kantong-kantong yang makin mengecil, atau itu konsep ‘populasi minimum yang dapat terus hidup’ telah berkembang, terutama
‘pulau-pulau’, yang dihuni oleh lebih sedikit populasi binatang dan tumbuhan yang bagi binatang-binatang pengembara dan berukuran besar serta bagi tumbuhan
bergantung kepadanya. Ada bentuk-bentuk habitat tertentu yang secara teoritis ‘jenis penentu’ yang menyediakan sumber daya penting dan kritis bagi banyak
mampu memelihara keanekaragaman hayati dengan lebih baik dibandingkan jenis lainnya. Ukuran efektif yang sudah disetujui bagi populasi minimum untuk
bentuk habitat lainnya (Diamond dan May 1975; Frankel dan Soule 1981), tetapi dapat terus hidup secara sempurna adalah sekitar 50 binatang dewasa yang kawin
bagi Pulau Jawa, desain kawasan konservasi terutama merupakan bahan diskusi secara acak dan hidup dalam suatu populasi dengan perbandingan jenis kelamin
akademik. Pertanyaan mengenai berapa persen jenis yang akan punah dalam satu lawan satu. Meskipun demikian dengan populasi efektif sebanyak 50 ekor,
berbagai bentuk suaka dalam waktu 50, 500, atau 5.000 tahun tidak mempunyai keanekaragaman genetis setelah 100 generasi diperkirakan rata-rata hanya tinggal
relevansi penting jika sama sekali tidak ada kepastian tentang berapa banyak sekitar sepertiga aslinya, dan peredaan lain yang timbul oleh terjadinya mutasi dapat
kawasan konservasi yang akan tetap utuh, sekalipun dalam jangka waktu 25 tahun diabaikan. Karena itu diusulkan populasi efektif 500 individu dewasa merupakan
saja. Bentuk kawasan konservasi pada umumnya tidak selaras dengan idealnya ukuran minimum populasi yang akan memampukan suatu jenis menyesuaikan diri
dalam teori, karena rancangannya terutama didasarkan atas perkembangan dan dengan lingkungan (Soule 1987). Perlu diingat juga bahwa jumlah minimal 50/500
pola-pola pemukiman manusia. Prioritas utama yang dapat diberikan adalah berasal dari pertimbangan teoritis dan banyak populasi terkurung yang tampak
memelihara keutuhan suaka-suaka alam yang ada. sehat berasal dari beberapa binatang saja. Misalnya, di halaman istana presiden
Selama beberapa tahun terakhir, masalah kepunahan yang lebih pragmatis di Bogor ada kawanan rusa bertotol Axis axis, yang sebelumnya hanya berasal
lebih banyak mendapat perhatian. Sekarang kepunahan tidak lagi dipandang dari 3 pasang rusa yang didatangkan pada abad yang lalu, dan sekarang telah
sebagai suatu kejadian, tetapi lebih merupakan suatu proses yang dapat diamati berkembang pesat menjadi lebih dari 400 ekor (Hasanuddin 1998). Demikian juga
dan dipahami. Untuk menghindari kepunahan, populasi suatu jenis harus cukup serangga Orxines macklottii dari Jawa yang telah dipelihara di Inggris selama 50
besar untuk memelihara proporsi keanekaragaman genetis yang memadai untuk tahun dari keturunannya yang diimpor pada tahun 1940-an (Brock 1992). Meskipun

209
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

demikian, untuk binatang-binatang terbesar di Pulau Jawa jelas ada banyak alasan
biologis untuk melindungi populasinya sekarang, bahkan sebagian besar populasi
berada di bawah jumlah yang secara teoritis diangga sebagai tingkat minimum
untuk bertahan hidup dalam jangka panjang.
Jelas bahwa jika aturan 50/500 ini diterapkan, maka tidak ada satu pun tempat
yang dilindungi di Jawa yang dapat mendukung kehidupan populasi binatang yang
lebih besar dan tetap sehat secara genetis. Berdasarkan hal ini, para perancang
tampaknya bisa dibenarkan jika mempertahankan pendapat bahwa kawasan
tersebut dialihfungsikan untuk pemanfaatan alternatif lainnya seperti yang telah
dilakukan di negara-negara lain (Simberloff 1988). Ketika semua kawasan yang
tersisa relatif kecil, maka beban terletak di pundak mereka yang bertanggung jawab
mengelola suaka-suaka tersebut sehingga jenis-jenis kritis mendapat kesempatan
terbaik untuk dapat bertahan hidup dalam jangka panjang. Hal ini belum diterapkan
di Pulau Jawa, namun pengelolaan di masa yang akan datang dapat menyertakan
pengawasan genetis dan demografi secara rutin yang diikuti translokasi dan
penukaran berbagai jenis binatang dari kawasan yang berdekatan dan mungkin
dapat dilakukan pengembangbiakan dalam kandang atau semi-kandang. Biaya
untuk pilihan-pilihan ini mungkin sangat mahal, namun seperti yang ditulis oleh
Soule (1980), “tidak ada kasus yang tidak dapat dipecahkan, yang ada hanyalah kasus
yang memerlukan pengorbanan besar”. Biaya besar ini dapat mencegah penerapan
cara-cara tersebut sampai terbukti memang benar-benar diperlukan.
Kepunahan bukanlah sesuatu yang baru, karena sepanjang sejarang bumi ini
telah banyak jenis yang punah. Faktor-faktor ekologi yang terlibat dalam kepunahan
alami di masa lalu meliputi:
- Naiknya permukaan air laut yang mengucilkan populasi-populasi berukuran Tidak semua jenis dipengaruhi oleh penyebab tekanan kepunahan yang sama,
relatif kecil yang lebih mudah mengalami kepunahan; dan jenis-jenis yang paling mudah punah adalah (McNeely 1978):
- Menghangatnya iklim yang menyebabkan populasi-populasi yang menyukai - Jenis yang kemampuan menyebar dan mengkoloninya rendah (seperti
hawa dingin terdesak ke pegunungan; berbagai jenis di hutan basah);
- Perubahan habitat yang tidak menguntungkan jenis-jenis bertanduk besar - Jenis yang hanya ada di suatu kawasan kecil;
seperti kerbau Bos palaeokerabau ketika padang rumput berubah menjadi - Jenis-jenis pengembara atau jenis yang memerlukan kawasan luas untuk
hutan basah; dan dapat terus bertahan hidup;
- Fluktuasi populasi (McNeely 1978). - Jenis-jenis berukuran besar dengan kepadatan populasi yang rendah yang
hidup terbatas pada pulau kecil dengan habitat yang tepat;
Dari beberapa tahun lalu sampai sekarang, hampir semua jenis berkurang - Predator besar yang diburu manusia;
semata-mata karena ulah manusia. Tingkat kepunahan jenis mamalia telah - Jenis-jenis sangat khusus yang tidak toleran terhadap jenis lain tetapi memiliki
meningkat dari 0,01/abad pada Kala Pleistosen menjadi sekitar 0,08 selama masa persyaratan ekologis yang sempit;
akhir Pleistosen, dan menjadi 17 pada tahun 1600-1980. Tingkat kepunahan yang - Jenis yang secara langsung maupun tidak langsung bersaing dengan
lebih besar disebabkan oleh para pemburu zaman neolitik atau perubahan iklim dan manusia;
perburuan serta perdagangan yang dikembangkan oleh ekspansi Eropa. Ironisnya, - Jenis yang mempunyai nilai komersial; dan
manusia merupakan penyebab utama terjadinya kepunahan namun juga satu- - Jenis yang pernah hidup di kawasan yang luas dan berdampingan tetapi
satunya organisme yang memiliki kemampuan untuk menghambat atau mungkin sekarang terbatas di suatu ‘kantong’ habitat yang sempit.
menghentikan kehilangan itu (Myers 1990).

210
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Dalam memperkirakan suatu kepunahan, konsep kesenjangan yang sangat besar dalam pengetahuan
penting yang harus dipegang adalah konsep populasi dan pemahaman kita mengenai proses kepunahan,
atau jenis yang “telah ditentukan menuju kepunahan” hampir tidak mungkin untuk memperkirakan
(Simberloff 1986, Reid dan Miller 1989) atau sedang tingkat penurunan populasi (Heywood dan Stuart
bergabung dengan “jenis-jenis hidup yang mati” 1992). Kepunahan pada umumnya dianggap sebagai
(Janzen 1986, 1991), atau berada dalam proses suatu proses yang sangat panjang, namun menarik
“kepunahan laten” (Sutton dan Collins 1991) bahkan bahwa makalah-makalah awal mengenai Trulek
pada saat mereka masih hidup dan berkembang Jawa yang sekarang telah punah, tidak menekankan
biak. Jadi, sebelum keseimbangan dalam suatu kelangkaannya ataupun memperkirakan
habitat yang berkurang luasnya telah tercapai, jenis- kemungkinan kepunahan yang akan segera terjadi.
jenis tertentu ditakdirkan punah. Namun karena ada

Tabel 1. Jenis-jenis mamalia terancam punah yang ditemukan


di Jawa dan kecenderungan kepunahannya

  1 2 3 4 5 6 7 8 9

Owa √ - - - - √ - - √

Surili √ - - - - √ - - √

Ajak - - - √ √ - √ - √

Rusa Bawean - √ - - - - √ - -

Badak Jawa √ - - √ - √ √ √ -

Banteng - - - √ - - √ √ √

Kunci:

7 - Bersaing dengan
1 - Sulit menyebar 4 - Jenis besar, kepadatan rendah
manusia

2 - Ditemukan di kawasan semit 5 - Predator besar 8 - Bernilai komersial

3 - Pengembara, membutuhkan
6 - Sangat khusus 9 - Distribusi terpenggal
kawasan luas

Sumber: disesuaikan dari McNeely 1978

211
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Masalah-masalah yang ditemui dalam pencatatan kepunahan suatu jenis mungkin sebenarnya hubungan antara intensitas pengambilan contoh,
kepunahan adalah kesulitan memastikan secara merupakan kenyataan bahwa jenis tersebut benar- kelangkaan jenis, dan kemungkinan jenis tersebut
mutlak bahwa jenis-jenis langka telah punah, karena benar tidak ada lagi, atau mungkin hanya karena tiba-tiba ditemukan. Pemahaman tentang hal
untuk menguatkan kenyataan punahnya suatu terlewati oleh pengamatan/penelitian – karena ini sangat penting jika seorang peneliti berusaha
jenis tertentu harus diadakan survei yang benar- itu banyak anggota ekspedisi bertujuan untuk memperkirakan kemungkinan mendeteksi suatu
benar menyeluruh, terinci, dan melelahkan dengan menemukan kembali jenis yang dianggap punah jenis langka, jumlah sampel yang harus diambil, atau
membalikkan setiap daun dan mengangkat setiap seperti harimau Jawa. Jadi, pernyataan-pernyataan kelangkaan yang dapat dideteksi berdasarkan sampel
batu-batuan. Jika suatu penelitian tidak dilakukan mengenai kepunahan bersifat “kemungkinan” yang diambil.
dengan sempurna, apa yang tampaknya merupakan (mungkin benar, mungkin tidak benar) dan terdapat

Tabel 2. Berbagai sebab dan akibat kepunahan jenis-jenis tertentu

Kategori ekologi Sebab kepunahan Akibat kepunahan terhadap keanekaragaman hayati Akibat tidak langsung

Pengurangan habitat, Meningkatnya kepadatan populasi mangsa (herbivora), Kemerosotan habitat sebagai akibat penyenggutan
Predator besar
perburuan meningkatnya persaingan di antara mangsa berlebihan dan pemampatan tanah

Pengurangan habitat, Punahnya predator besar, kehilangan habitat hasil Kepunahan jenis-jenis tumbuhan, kepunahan herbivora
Herbivora besar
perburuan regenerasi sebelumnya khusus, kepunahan parasitoid dan pretador khusus

Jenis-jenis binatang
Pengurangan habitat, Menurunnya tingkat reproduksi di antara berbagai
penentu (lebah, Kepunahan jenis-jenis tumbuhan, kepunahan herbivora
kehilangan habitat hasil tumbuhan dengan kepadatan populasi rendah seiring
kupu-kupu, kelelawar, khusus, kepunahan parasitoid dan pretador khusus
regenerasi dengan hilangnya binatang-binatang tertentu
burung)

Pengumpulan untuk
Jenis-jenis tumbuhan kepentingan komersial, Kelaparan atau emigrasi diderita oleh jenis-jenis Kepunahan jenis-jenis tumbuhan, kepunahan herbivora
penentu kehilangan habitat hasil penyerbuk khusus, kepunahan parasitoid dan pretador khusus
regenerasi sebelumnya

Sumber: Frankel dan Soule 1981

212
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

213
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Bab 7. Berbagai Tantangan


di Masa Depan

P
ulau Jawa telah menyaksikan kepunahan - Mengembangkan strategi nasional mengenai
sejumlah binatang dan tumbuhan; konservasi dan penggunaan keanekaragaman
dan lebih banyak lagi jenis yang akan hayati yang berkelanjutan;
mengikutinya. Salah satu masalah penting - Memadukan strategi di atas dalam
yang dihadapi dalam usaha konservasi perencanaan, program, dan kebijakan sektoral
keanekaragaman hayati di Pulau Jawa, dan lintas sektoral yang terkait;
terlebih di daerah Indonesia lainnya adalah langkanya - Mengidentifikasi komponen-komponen
pakar, dari Indonesia maupun negara lain, untuk penting dari keanekaragaman hayati:
mengidentifikasi, menilai dan mengawasi jenis-jenis. ekosistem, habitat, jenis, komunitas, ‘genomes’
Kelompok vertebrata dan invertebrata yang menonjol dan gen;
dapat diliput cukup baik (meskipun dalam beberapa - Memantau komponen-komponen tersebut
kasus oleh beberapa orang saja). Meskipun demikian dan memberikan perhatian khusus pada
untuk sebagian invertebrata dan bagi banyak komponen yang membutuhkan langkah-
tumbuhan, tampaknya tidak ada seorang pun yang langkah konservasi mendesak; dan komponen
memiliki spesialisasi mendalam, bahkan membuat yang memberikan potensi terbesar untuk
daftar sederhana mengenai jenis-jenis yang digunakan secara berkelanjutan;
ditemukan di Pulau Jawa sangat sulit untuk dilakukan. - Mengidentifikasi proses dan kegiatan-kegiatan
Masalah ini sangat serius karena beberapa binatang yang merugikan komponen-komponen
yang hanya sedikit diketahui ternyata berasal dari tersebut;
kelompok yang memiliki peranan ekonomi penting. - Menetapkan suatu sistem perlindungan
Pada masa yang akan datang diharapkan agar kawasan untuk melindungi keanekaragaman
diberikan perhatian yang lebih nyata untuk melindungi hayati;
varietas genetis dalam pertanian. Hal ini tidak perlu - Mengembangkan pedoman untuk melakukan
bergantung pada fasilitas teknologi canggih maupun seleksi, pelembagaan, dan pengelolaan
anggaran tahunan yang besar, karena para petani itu kawasan konservasi yang memerlukan
sendiri dapat memainkan peranan utama. Indonesia langkah-langkah konservasi khusus;
telah memulai proses dan menghasilkan pengesahan - Mengembangkan pembangunan berwawasan
Konvensi Keanekaragaman Hayati yang dikeluarkan lingkungan dan berkelanjutan di kawasan yang
berupa undang-undang. Pengesahan konvensi berdampingan dengan kawasan konservasi
berarti Indonesia berjanji pada dirinya sendiri untuk untuk meningkatkan perlindungan terhadap
mengambil kebijakan dan tindakan yang mendukung kawasan tersebut;
usaha menghambat hilangnya jenis-jenis di masa - Merehabilitasi dan memulihkan ekosistem
yang akan datang. Indoneisa menyetujui di antara rusak;
banyak pasal untuk:

214
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

- Mencegah kedatangan, mengendalikan - Mengadakan dan memelihara program


atau memusnahkan jenis-jenis asing yang pendidikan teknis dan keilmuan;
mengancam ekosistem, habitat maupun jenis; - Mengembangkan dan mendukung
- Mengusahakan terciptanya keadaan pemahaman mengenai kepentingan, dan
yang diperlukan untuk menyeimbangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk
pemanfaatan keanekaragaman hayati konservasi keanekaragaman hayati (UNEP
sekarang dan konservasinya; 1992).
- Menghargai, melindungi dan memelihara
pengetahuan, inovasi serta tindakan-tindakan Sebagian dari tindakan-tindakan ini telah dimulai,
masyarakat asli dan lokal untuk mewujudkan tetapi hanya jika dilakukan sepenuhnya dengan
gaya hidup tradisional yang relevan dengan segenap hati maka masa depan keanekaragaman
usaha konservasi, dan mengijinkan (dengan hayati di Pulau Jawa akan terjamin. Pembangunan
konsultasi) pembagian seimbang dari berkelanjutan harus benar-benar dipahami oleh
perolehan keuntungan yang dicapai melalui semua orang dan bukan hanya wewenang pemerintah
tindakan tersebut; nasional ataupun kelompok-kelompok pecinta
- Mengembangkan atau memelihara peraturan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan dapat
yang diperlukan; diterapkan di tingkat provinsi, kelompok masyarakat,
- Mendukung populasi lokal yang unit daerah aliran sungai atau unit produksi. Dengan
mengembangkan dan menerapkan tindakan mempertimbangkan hal ini, beberapa unsur penting
pemulihan terhadap kawasan-kawasan yang di dalam praktek-praktek pembangunan berkelanjutan
dalamnya terjadi penurunan keanekaragaman perlu dijelaskan, untuk menantang semua pihak
hayati; sekalipun minat atau pengaruhnya terhadap proses
- Mendorong keterkaitan antara pemerintah pembangunan sangat kecil.
dan sektor swasta dalam mengembangkan
metode pemanfaatan sumber daya hayati
yang berkelanjutan;

215
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

- Bertujuan untuk memecahkan baik masalah-


masalah mendatang maupun masalah-
masalah yang sekarang dihadapi;
- Dapat diterima bukan hanya dari segi kelayakan
ekonomi tetapi juga dari segi kesinambungan
dan keterlibatan masyarakat yang terkena
pengaruh;
- Dapat dievaluasi dan dipantau, memberi
kesempatan untuk adanya tanggapan,
pengendalian dan umpan balik.

Tantangan terakhir dan mungkin yang terbesar


berkaitan dengan kita masing-masing dan tindakan
pribadi kita. Meskipun konservasi dan perlindungan
lingkungan merupakan tanggung jawab pemerintah
sepenuhnya, Undang-Undang No.4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup memberikan tanggung jawab
kepada semua penduduk untuk ikut terlibat. Sekarang
seharusnya sudah jelas bahwa keberhasilan kebijakan
Ciri-ciri utama pembangunan berkelanjutan yang pemerintah yang tepat untuk kehidupan di dalam
berwawasan lingkungan memerlukan kebijakan dan suatu masyarakat yang memiliki komitmen terhadap
peraturan yang tidak saling bertentangan untuk: pembangunan berkelanjutan banyak bergantung
- Meningkatkan dan memelihara integritas kepada keterlibatan individu-individu dan masyarakat.
ekosistem dengan jaminan bahwa perubahan- Setiap orang harus mulai menerapkan wawasan
perubahan terhadap ekosistem kemungkinan ekologi dalam bentuk yang paling sederhana dengan
hanya akan dilakukan setelah konsekuensinya menjamin bahwa kita tidak melakukan kegiatan
dievaluasi dengan cermat; melebihi kemampuan ekosistem dimana kita hidup,
- Meminimalkan kemerosotan lingkungan dan dan menunjukkan bahwa hal tersebut berlaku
penipisan sumber daya, serta mencari cara untuk setiap orang. Mengejar pertumbuhan tanpa
untuk mengendalikan dampak dalam waktu pengendalian di dunia yang terbatas ini akan menjurus
dan tempat dimana diperlukan; kepada degradasi lingkungan yang tidak terpulihkan,
- Meminimalkan limbah dan memaksimalkan dan kita lebih baik berusaha sedapat mungkin untuk
daur ulang dan penggunaan kembali sumber Dengan demikian pembangunan berkelanjutan menerapkan gaya hidup yang berwawasan ekologis
daya; harus: sebelum kita dipaksa melakukannya. Akan lebih baik
- Menetapkan akses yang adil serta alokasi dan - Melibatkan semua pihak yang memiliki lagi jika diterapkan kebijakan yang akan mendorong
pengaturan yang pantas; tanggung jawab birokrasi dalam pengambilan atau mendukung perubahan yang diperlukan, namun
- Memecahkan kesulitan dalam perbaikan keputusan, serta mereka yang akan terkena penundaan pelaksanaan kebijakan tersebut sampai
ekosistem terpadu dan pembangunan sosial dampak dan mereka yang mempengaruhi semua faktor mendesak untuk diatasi merupakan
ekonomi; pembangunan; alasan yang lemah.
- Menghargai keanekaragaman hayati dan - Harmonis dengan lingkungan, ruang, waktu, Sebagian besar pertanyaan yang diajukan dalam
manusia. kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi; pertimbangan gaya hidup ialah apakah perubahan

216
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

individu atau perubahan skala kecil berguna, dan apakah setiap dampak kumulatif
pengurangan konsumsi akan mempunyai pengaruh yang penting, mengingat
kepelikan dan skala masalah, serta fakta bahwa banyak masalah yang terjadi jauh
dari rumah, tempat kerja atau sekolah-sekolah. Jawaban terhadap kedua pertanyaan
tersebut harus ‘ya’, walaupun harus diakui bahwa perubahan tersebut tidak dapat
terjadi seketika. Menerapkan gaya hidup yang lebih berwawasan lingkungan
mungkin dapat mengarah pada kesehatan yang lebih baik, kebahagiaan,
mengurangi pemborosan uang, kemampuan lebih baik untuk menolong orang
lain, keamanan lingkungan yang lebih baik, dan oleh karena itu dapat memperkaya
kualitas kehidupan. Terdapat daftar petunjuk atau pokok-pokok pemikiran sederhana
untuk dipertimbangkan secara jujur (Elgin 1981):
- Apakah barang yang saya miliki atau beli mendorong aktivitas, kemandirian
dan keterlibatan, atau justru mendorong kepasifan dan ketergantungan?
- Apakah pola konsumsi saya memuaskan kebutuhan pokok, atau saya
membeli karena keinginan dan bukan kebutuhan nyata?
- Sejauh mana pekerjaan dan gaya hidup saya terikat dengan pembayaran
kredit, biaya pemeliharaan dan perbaikan atau harapan orang lain?
- Apakah saya mempertimbangkan dampak pola konsumsi saya terhadap
orang lain dan terhadap bumi?

217
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Contoh:
- Apakah saya memboroskan minyak, listrik,
kertas, dan sumber daya umum lainnya?
- Apakah pola konsumsi saya di kantor dan di
rumah sama?
- Apakah saya mendiskriminasikan barang-
barang yang dibungkus berlebihan?
- Apakah saya lebih menyukai produk lokal?
- Apakah saya menolak kantong plastik yang
tidak diperlukan?
- Apakah saya lebih menyukai produksi Tujuan dari daftar di atas bukan untuk menyiksa adalah mempertanyakan apa yang sangat penting
makanan yang menggunakan metode organik diri sendiri yang mengarah pada penderitaan, atau berarti dalam kehidupan kita, dan bertanya
– yang tidak atau sangat sedikit menggunakan kesakitan, kerugian dan bentuk ketergantungan apakah kita harus mengikuti para ekonom dan tokoh
pestisida atau pupuk anorganik (Fukuoka 1978, baru, tetapi lebih kepada mencari keseimbangan perdagangan yang mengajak kita semua untuk
1991)? Seseorang dapat yakin bahwa barang itu dan kesederhanaan, ‘jalan tengah’, menghasilkan mengkonsumsi lebih banyak lagi agar pertumbuhan
tidak akan tersedia jika tidak ada permintaan. kekayaan tanpa mengorbankan orang lain atau daya ekonomi tetap terjaga dan secara tidak terlihat
- Apakah saya mempertimbangkan pilihan daur dukung mekanisme planet bumi. Pengaruh dari luar membawa kita ke arah ketidakberlanjutan yang
ulang dan penggunaan ulang produksi yang terus meningkat yang menjauhkan keseimbangan tidak dapat dipulihkan. Kita yang menulis, yang
saya beli? antara hal-hal rohani dan kebendaan, sehingga membaca, yang memperhatikan tidak boleh hanya
- Apakah saya meminimalkan konsumsi daging? lebih banyak menekankan pada kebendaan, berdiam diri dan mengijinkan dunia melanjutkan
Ingat bahwa 80% tanah pertanian di bumi ini selanjutnya menciptakan lebih banyak hasrat untuk ketergantungannya ke dalam pusaran. Kita adalah
digunakan untuk makanan ternak, dan hanya mengkonsumsi barang, yang sering tidak mendorong generasi terakhir yang dapat berbuat sesuatu untuk
20% yang secara langsung menjadi makanan hubungan dengan alam dan persekutuan manusia membalikan arah kemerosotan lingkungan.
manusia. secara global. Tantangan yang paling sulit mungkin

218
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

219
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

DAFTAR PUSTAKA
[IUCN] International Union of Conservation and Nature. 2011. 2011 IUCN red list Atmaja, V.Y., 2015. Variasi Morfologis Ular Tampar Jawa Dendrelaphis pictus
of threatened species. IUCN Publications Service Units. Gland, Switzerland. (Gmelin, 1728) Sensu Stricto Populasi Pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi Dan Nusa
http://www.iucnredlist.org/. [10 October 2011]. Tenggara Barat. UGM, Yogyakarta.

Abdillah, MM. 2018. Diversitas odonata dan peranannya sebagai indikator kualitas Awan, A 2007. Domestikasi ulat sutera liar Attcus atlas (Lepidoptera;Satuniidae)
air di sumber Clangap dan sumber Mangle desa Puncu kecamatan Puncu dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional. Disertasi. Sekolah
kabupaten Kediri. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Abdulhadi R, Widjaja EA, Rahayuningsih Y, Ubaidillah R, Maryanto I, Rahajoe Ayo ketaman. 2022. Kecrutan [internet]. [Diakses pada 9 Agustus 2022]. Tersedia
JS. 2014. Kekinian keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: Lembaga pada: https://ayoketaman.com/web/pohon.
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian
Lingkungan Hidup. Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY [BLH DIY]. 2022. Pulai (Alstonia scholaris)
[internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: http://kehati.
Adria dan H Idris. 1997. Aspek biologis hama daun Attacus atlas pada tanaman jogjaprov.go.id/detailpost/pulai-alstonia-scholaris.
ylang-ylang. Jurnal Penelitian Tanaman Industri III(2), 37-42.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Republik Indonesia. (2008). Harvest
Akhirul, Witra Y, Umar U, Erianjoni. 2020. Dampak negative pertumbuhan Sustainability Of Asiatic Softshell Turtle (Amyda Cartilaginea) In Indonesia.
penduduk terhadap lingkungan dan upaya mengatasinya. Jurnal Indonesia.
Kependudukan dan Pembangunan Lingkungan (JKPL). Vol 1: no. 3.
Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Barito [BPDASHL Barito]. 2022. Pulai
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID) : Yayasan Penerbit Fakultas (Alstonia spp) [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. bpdasbarito.or.id/pulai-alstonia-spp/

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. IPB. Bogor. Baskoro K, dkk. 2018. Odonata Semarang Raya: Atlas Biodiversitas Capung di
Kawasan Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang.
Alkhairi Y. 2022. Pakis Haji, Tanaman Hias Unik yang Makin Langka [internet].
[Diakses pada 9 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.greeners.co/flora- Bastaman S. 2008. Prospek pengembangan minyak pala banda sebagai
fauna/pakis-haji-tanaman-hias-unik-yang-makin langka. komoditas ekspor Maluku. Jurnal Litbang Pertanian 27(3), 93-98.

Andrianto M dan Ginoga LN. 2020. Jenis-jenis kupu-kupu di desa Bulu Mario Begon, M., J. L. Harper, dan C. R. Townsend. 1990. Ecology: Individuals, populations
Tapanuli Selatan. Sekretariat Kelompok Kerja Pengelolaan Lansekap. Batang and communities. Oxford: Blackwell.
Toru.
Bibby, C.J. Burgess & D.A. Hill. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei
Angio MH, Firdiana ER. 2021. Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Burung. Birdlife Internasional. Bogor.
Thompson), Buah Langka Khas Keraton Yogyakarta: Sebuah Koleksi Kebun
Raya Purwodadi. Warta Kebun Raya 19 (2): 7 – 13. Bibby, C.J. Jones., dan S. Marsden. 2000. Survei Burung. SMKG Mardi Yuana. Bogor.

Aswari, P. 2004. Ekologi capung jarum Calopterygidae: Neurobasis chinensis dan Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) UGM. 2009. Waru (Hibiscus
Vestalis luctuosa di Sungai Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun. Berita tiliaceus) [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://ccrc.
Biologi 7 (1): 57 – 63. farmasi.ugm.ac.id/?page_id=227.

220
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Cherrett, J. M. 1989. Key concept: the results of a survey of our members opinios. Doran, J.C, Rimbawanto A, Gunn, B.V dan Nirsatmanto, A. 1998. Breeding plan for
Dalam Ecological concepts: The contribution of ecology to an understanding Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi in Indonesia. CSIRO Forestry and Forest
of the natural world, ed. J. M. Cherrett, 1-16. Oxford: Blackwell. Products, Australian Tree Seed Centre and Forest Tree Improvement Research
and Development Institute, Indonesia.
Clark, L. R, R. L. Kitching, dan P. W. Geier. 1979. On the scope and value of ecology.
Protect. Ecol. 1: 223-243. Dover, M., dan L. M. Talbot. 1987. To feed the earth: agro-ecology for sustainable
development. Washington D.C.: World Resources Institute.
Das, I., 2015. A field guide to the reptiles of South-East Asia. Bloomsbury
Publishing. Ecologyasia.com, Snake of Southeast, https://www.ecologyasia.com/verts/snakes.
htm (Diakses tanggal 29 Agustus 2022.
David, P., Vogel, G. and Vidal, N., 2003. On Trimeresurus fasciatus (Boulenger,
1896) (Serpentes: Crotalidae), with a discussion on its relationships based on Elizabeth A. Widjaja, Yayuk Rahayuningsih, Joeni Setijo Rahajoe, Rosichon
morphological and molecular data. Raffles Bulletin of Zoology, 51(1), pp.149-158. Ubaidillah, Ibnu Maryanto, Eko Baroto Walujo dan Gono Semiadi. 2014.
Kekinian keanekaragaman hayati Indonesia 2014. Jakarta: LIPI Press.
David, P., Vogel, G., Vijayakumar, S.P. and Vidal, N., 2006. A revision of the
Trimeresurus puniceus-complex (Serpentes: Viperidae: Crotalinae) based on Elviana. 2000. Habitat, Morfologi Dan Kariotip Labi-labi Batu Dan Labi-labi
morphological and molecular data. Zootaxa, 1293(1), pp.1-78. Super (Trionychidae: Reptilia) Di Perairan Umum Jambi. [Tesis]. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
De Lang, R., 2017. The Snakes of Java, Bali and Surrounding Islands. Edition
Chimaira. Ernawati. 2012. Penentuan skala prioritas pembangunan waduk di Jawa Barat.
Jurnal Sosioteknologi. Edisi 25.
Departemen Kehutanan. 2003. Teknik Pembibitan dan Konservasi Tanah.
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Buku I. Evans, F. C. 1956. Ecosystems as the basic unit ini ecology. Science 123: 1127-1128.

Departemen Kehutanan. 2006. Data Base Jenis-Jenis Prioritas untuk Konservasi Faatih, M. 2005. Aktivitas antimikroba Attacus atlas L. (Antimicrobial activity
Genetik dan Pemuliaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan of Attacus atlas cocoon). Sains dan Teknologi 6(1), 5-48 Http://eprints.ums.
Tanaman. Yogyakarta. ac.id/508 [05 Agustus 2022].

Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Probolinggo. 2022. Mahoni [internet]. [Diakses Foth, H. D. 1991. Dasar-dasar Ilmu Tanah (Original edition: Fundamental of Soil
pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://dlh.probolinggokab.go.id/1- Science) Diterjemahkan oleh E.D. Purbayanti, D.R. Lukiwati, dan R. Trimularsih.
mahoni/. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Palangka Gultom S. 2020. Keanekaragaman jenis capung (ordo odonata) di taman wisata
Raya. 2022. Pohon Ketapang Kencana (Terminalia mantaly) [internet].. [Diakses alam danau Sicikeh-cikeh desa Lae Hole kecamatan Parbuluan kabupaten
pada 9 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://disperkimtan.palangkaraya.go.id/ Dairi Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Medan.
pohon-ketapang-kencana-terminalia-mantaly/.
Gunawan H, Sugiarti, Wardani M, Mindawati N. 2019. 100 Spesies Pohon Nusantara:
Dirgantara S. 2020. Pohon Buni : Pengenalan & Manfaatnya [internet]. [Diakses Target Konservasi Ex Situ Taman Keanekaragaman Hayati. IPB Press. Bogor.
pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.floradirgantara.site/2020/11/
pohon-buni-pengenalan-manfaatnya.html. Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Edisi Baru. Penerbit Akademika Pressindo.
Jakarta.
Dodo dan Mujahidin. 2014. Merbau {Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze} Di Taman
Nasional Ujung Kulon Banten. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Himpunan Mahasiswa Budidaya Hutan [HIMABA FKT UGM]. 2020. Pohon Kayu
Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil. Tersedia pada: http://lipi.go.id/publikasi/ Putih (Melaleuca cajuputi) [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia
merbau. pada: https://himaba.fkt.ugm.ac.id/ 2020/06/06/pohon-kayu-putih-melaleuca-
cajuputi.

221
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Holling, C. S. 1973. Resilience and stability of ecological systems. Ann. Rev. Ecol. KEHATI Foundation. 2020. Puspa (Schima wallichii (DC.) Korth.) [internet]. [Diakses
Syst. 4: 1-23. pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/
artikel/puspa-schima-wallichii-dc-korth/?lang=en.
Inaturalist. Pink Jewel Dragonfly (Heliocypha fenestrata). https://inaturalist.lu/
taxa/430010-Heliocypha-fenestrata. (diakses tanggal 20 Agustus 2022). Krebs, C. J. 1985. Ecology: The experimental analysis of distribution and
abundance, 4th Ed. London: Harper and Row.
Indrawan, M. 2007. Karakter sutera dari ulat jedung (Attacus atlas L. yang
dipelihara pada tanaman pakan senggugu (Clerodendron serratum Spreng). Kunte, K. 2006. Butterflies of Peninsular India Indian Academy of Science.
Biodiversitas 8(3), 215-217. University Press. Indonesia

Iqbal M, dkk. 2021. Kupu-kupu (lepidoptera : Rhopalocera ) di Sumatera. Kelompok Kurniati, H, Tjkrawidjaja, A, H & Maryanto, I, 2000, Analisis ekologi kebiasaan
Pengamat Burung Spirit of South Sumatra. Palembang. makan kadal (Mabouya multifasciata) di Kebun Raya Indonesia Cabang Bali
(Lacertilia : Scinidae), Penelitian Hayati, Vol. 3 : 73-79
Irawan A dan Rahardi WS. 2016. Capung Sumba. Balai Taman Nasional Menupeu
Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti. Sumba Timur. Kusmiyati E, P Hastoeti dan Gusmailina. 2005. Potensi burahol sebagai komoditi
hasil hutan bukan kayu yang terancam punah. Info Hasil Hutan 11(1): 916.
Iskandar DT, Colijn E. 2000. Preliminary Checklist Of
Southeast Asian and New Guinean Herpetofauna Lawton, J. H. 1989. Food webs. Dalam Ecological concepts: The contribution of
Iskandar, D. T. 1998. The Amphibians of Java and Bali. Puslitbang Biologi-LIPI. ecology to an uderstanding of the natural world, ed. J. M. Cherrett, 43-78.
Bogor Oxford: Blackwell.

Juniarmi, R, Nurdin, J, & Zakaria, IJ, 2014, Kepadatan Populasi dan Distribusi Kadal Lincoln, R. J., G. A. Boxshall, dan P. F. Clark. 1982. A dictionary of ecology, evolution
(Mabouya multifasciata. Kulh) Di Pulau-Pulau Kecil Kta Padang, Jurnal Biologi and systematics. Cambridge: Cambridge Univ. Press.
Universitas Andalas,Vol. 3(1) : 51-56 (ISSN : 20303-2162).
MacArthur, R. H. 1955. Fluctuations of animal populations, and measure of
Jurnal Asia. 2017. Klasifikasi dan Morfologi Pakis Haji [internet]. [Diakses pada 9 community stability. Ecology 36: 533-536.
Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.jurnalasia.com/bisnis/klasifikasi-
dan-morfologi-pakis-haji/. MacKinnon J, Phillips K, Van Balen B. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali
dan Kalimantan. Penerjemah : Raharjaningtrah W, Adikerana A, Martodiharjo
Kartasapoetra, A. G. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan P, Supardiyono EK, Van Balen B : Puslitbang Biologi LIPI/BirdLife Internacional
Tanaman. Edisi Revisi. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta. Indonesia Programme, Bogor.

Kartikasari, NK, Marshall, AJ, Beehler, BM. 2013. Ekologi Papua: seri ekologi Margalef, R. 1969. Diversity and stability: a practical proposal and a model of
Indonesia jilid VI. Indonesia : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. interdependence. Dalam Diversity and stability in ecological systems. Eds G.
M. Woodwell, dan H. H. Smith, Upton, New York: Brookhaven.
Kebun Raya Cibodas (BRIN). 2022. Castanopsis javanica Blume Kuntze [internet].
[Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://kebunraya.id/cibodas/ Marisa, H., Salni, S., Salfamas, F., & Oktariansyah, Y. (2018). Studi Terhadap Bellucia
conservation/gREZeI5JFM28NaqvUpLN. Pentamera Naudin; Perubahan Status Invasif Menjadi Bermanfaat Larvasida.
Renner, S.S. 1986. Reproductive Biology of Bellucia (Melastomataceae). Acta
Kebun Raya Cibodas (BRIN). 2022. Pohon Melaleuca cajuputi Penghasil Minyak Amazonica, 16: 197 – 208.
Kayu Putih [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://
krcibodas.brin.go.id/pohon-melaleuca-cajuputi-penghasil-minyak-kayu- Marjenah dan N.P. Putri. 2017. Pengaruh Elevasi Terhadap Produksi Buah Ketapang
putih/. (Terminalia catappa Linn.) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel. Jurnal
Hutan Tropis 5(3), Edisi November 2017. p. 244-251.

222
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Marjenah, 2010. Budidaya Jati di Kalimantan Timur. Prospek Pembangunan Prasetya DA, Suntlkayasa IP, Azizi IH. 2021. Analisis indeks pencemaran air tanah
Hutan Tanaman. Penerbit Bimotry. Yogyakarta. di DKI Jakarta dengan interpolasi spasial. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan
(JSIL). 6.3 : 177-186.
Mashudi, Adinugraha HA, Yuskianti V. 2014. Budidaya pulai (Alstonia spp.) untuk
bahan barang kerajinan. IPB Press. Bogor. Pryanka, A. Si sayap biru yang molek (Graphium sarpedon). http://himakovaipb.
blogspot.com/2013/11/si-sayap-biru-yang-molek-graphium.html. (diakses
Millah N. 2020. Diversitas dan peranan ekologi kupu-kupu (Rhopalocera) di area tanggal 07 Agustus 2022).
blok ireng-ireng kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. Purseglove JW, Brown EG, Green SL, & Robbins SRJ. 1995. Spices. Longmans, New
York.175-228.
Mubarak Z. 2021. Keanekaragaman jenis capung (ordo: odonatan) pada berbagai
tipe habitat di kawasan desa Karangrejo kecamatan Garum kabupaten Blitar. Puspita, MI. 2019. Mengenal ngengat terbesar di dunia. https://biodiversitywarriors.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. kehati.or.id /artikel/mengenal-ngengat-terbesar-di-dunia/. (diakses tanggal 06
Agustus 2022).
Nazar, A. 1990. Beberapa aspek biologi ulat perusak daun (Attacus atlas Linn)
pada tanaman cengkeh. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri XVI(1), 35- Rahayuningsih M., Oqtafiana R., dan Priyono B. 2012. Keanekaragaman Jenis Kupu-
37. Kupu Superfamili Papilionoidae Di Dukuh Banyuwindu Desa Limbangan
Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal. Jurnal MIPA. Vol 35(1) : 12-20.
NParks Flora & Fauna. 2022. Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze [internet]. [Diakses pada
10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.nparks.gov.sg/florafaunaweb/ Raju, A. J. S., P. V. Lakshmi, and K. V. Ramana. 2012. Reproductive ecology of
flora/2/9/2971. Terminalia pallida Brandis (Combretaceae), an endemic and medicinal tree
species of India. Research Communication. Current Science. 102(6): 909 – 917.
Nurwadjedi. 2000. Klasifikasi Bentuklahan Semi Detil (Skala 1:50.000 / 1:25.000)
Hasil Pengembangan Peta RePPProT Skala 1:250.000. Globe. 2(2): 72 – 83. Rimba Kita. 2022. Penjelasan berbagai jenis dalam kategori alam mengenai
Pohon dan Buah [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada:
Odum, E. P. 1969. The strategy of ecosystem development. Science 164: 262-270. https://rimbakita.com/alam/pohon/.

Odum, E. P. 1989. Ecology and our endangered life support systems. Sunderland: Risnandar C, Fahmi A. 2018. Kopi Robusta [internet]. [Diakses pada 10 Agustus
Sinauer. 2022]. Tersedia pada: https://jurnalbumi.com/knol/kopi-robusta/.

Orr AG & Hamalainen M. 2007. The Metalwing Demoiselles of The Eastern Tropics. Rodianawati I, Hastuti P, & Cahyanto MN.2015. Nutmeg’s (Myristica fragrans
Natural History Publications (Borneo). Kinabalu. Houtt) oleoresin:effect of heating to chemical compositions and antifungal
properties. The First International Symposium on Food and Agro-biodiversity
Pamungkas, Bayu dkk. 2016. Untring : Dargonfly of Banyuwangi. Yogyakarta: (ISFA2014).
Indonesia Dragonfly Society
Rohman F, dkk. 2019. Bioekologi kupu-kupu. Universitas Negeri Malang : Malang.
Peigler RS. 1989. A Revision of the Indo Australlian Genus Attcus. The Lepidoptera
Research Foundation, Inc. Beverly Hills, California. Ruhiyat, D. 2004. Sistem Lahan Kalimantan Timur. Laboratorium Ilmu Tanah.
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Plant Resources of South-East Asia [PROSEA]. 1994. Plant Resources of SouthEast
Asia 5. Di dalam: Leummans RHMJ, Soerianegara, Editor. (1) Timber Trees: Saleh. 2000. Sutera alam menunggu investor. Mitra Bisnis: 8-9, Minggu III April
Major Commercial Timbers. PROSEA. Bogor. 2000. Jakarta.

Planter and Forester. 2020. Amata huebneri boidusval alias tiger moth. https:// Samsuhadi. 2009. Pemanfaatan air tanah Jakarta. JAI.. Vol 5 : No. 1.
www.planterandforester.com /2020/03/clearwing-moths-sesiidae.html.
(diakses tanggal 18 Agustus 2022).

223
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability

Setiyono J, Diniarsih S, Husaini, Setyaningrum EN, Rahadi WS, Kamaludin N. 2015. Tokede MJ, Mambai BV, Pangkali LB, Mardiyadi Z. 2006. Persediaan Tegakan Alam
Sisi Lain Kendeng Utara, Keanekaragaman Capung, Kupu-kupu, dan Burung dan Analisis Perdagangan Merbau. WWF Region Sahul Papua bekerjasama
Pegunungan Karst Kendeng Pati Jawa Tengah. Sheep Indonesian Foundation, dengan Universitas Papua. Jayapura
Pati.
Tresnawati, E. 2010. Siklus hidup dan pertumbuhan kupu-kupu Graphium
Setiyono J, dkk. 2017. Dargonflies of Yogyakarta, Jenis capung daerah istimewa Agamemnon L.dan Graphium doson C&R. (papilionidae: lepidoptera) dengan
Yogyakarta. IDS (Indonesian Dragonflies Society). Yogyakarta. pakan daun cempaka dan daun sirsak. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Sinaga, H. N. A. 2008. Perdagangan Jenis Kura-kura Darat dan Kura-kura Air Tawar
di Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tsukada E, Y. Nishiyaa. 1982. Butterflies of South East Asian Islands. Vol 1.
Papilionidae. Japan : Plapac.
Soemarwoto O. 1991b. Human ecology in Indonesia: the search for sustainability
in development. Dalam Indonesia: resources, ecology and environment, ed. J. Uetz, P. (editor). 2022. The Reptile Database. http://www.reptile-database.org.
Hardkono, 212-235. Singapore: Oxford Univ. Press. Diakses pada Agustus 2022.

Soemarwoto O. 1992. Indonesia dalam kancah isu lingkungan global. Jakarta: UKF IPB. 2021. Keanekaragaman capung kampus IPB Dramaga. https://
Gramedia. unikonservasifauna.org /keanekaragaman-capung-kampus-ipb-dramaga/.
(diakses tanggal 19 Agustus 2022).
Solihin, DD dan AM Fuah. 2010. Budi Daya Ulat Sutera Alam Attcus atlas. Penebar
Swadaya Jakarta. Ularindonesian.blogspot, Ular Asli Indonesia, 04 Februari 2020, http://
ularindonesian.blogspot.com/, (Diakses 30 Agustus 2022)
Subagyo, TS. 2016. Keanekaragaman capung (odonatan) di kawasan rawa Jombor,
Klaten, Jawa Tengah. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Utomo, B. 2006. Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya
dengan Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Sucfindo Conservation. 2022. Calliandra houstoniana var. calothyrsus Kuntze Wanaswara-LindungiHutan. 2022. Pohon Pule (Alstonia scholaris) [internet].
[internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://wanaswara.com/pohon-
socfindoconservation.co.id/plant/809. pule-alstonia-scholaris/.

Suharta, N. 2007. Sistem Lahan Barong Tongkok di Kalimantan: Potensi, Kendala, Waring, R. H. 1989. Ecosystems: fluxes of matter and energy. Dalam Ecological
dan Pengembangannya. Untuk Pertanian Lahan Kering. Jurnal Litbang concepts: The contribution of ecology to an understanding of the natural
Pertanian, 26(1): 1-8. world, ed. J. M. Cherrett, 17-41. Oxford: Blackwell.

Sukmantoro W., Mohammad I., Wilson N., Ferry H., Neville K., Muchamad M. 2007. Whitten, T, Soeriaatmadja RE. 1999. Ekologi Jawa dan Bali : seri ekologi Indonesia
Daftar Burung Indonesia No. 2. Indonesian Ornithologist’ Union. Bogor. buku jilid II. Jakarta : Prenhallindo.

Sunarto, A. T. 1992. Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f. & Thomson dalam


Verheij, E.W.M. and R.E. Cornel, (eds.). Plant Resources of South East Asia NO.2.
Edible fruits and nuts. Leiden: Backhuys Publishers. Hal 290-291.

Suryana, N. 2015. 47 jenis Tumbuhan Berpotensi di Kebun Raya Kuningan. https://


krcibodas.brin.go.id /puspa-schima-wallichii-2/ [ diakses tanggal 06 Agustus
2022].

Taman Kupu-kupu Sukardi. 2021. Eurema hecabe, si kupu-kupu kuning. http://


www.tamankupukupu sukardi.my.id/2021/06/ eurema-hecabe-si-kupu-kupu-
kuning.html. (diakses tanggal 19 Agustus 2022).

224

Anda mungkin juga menyukai