BIODIVERSITY
FO R E N E R G Y S U STA I N A B I L I TY
Haegel Alif
Iqbal Nizar Arafat
Kania Gita Lestari
Richsy Muhammad Fauzi
Zahra Firdausi
C.01/10.2022
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Judul Buku:
PROTECTING BIODIVERSITY FOR ENERGY SUSTAINABILITY
Penulis:
Haegel Alif
Iqbal Nizar Arafat
Kania Gita Lestari
Richsy Muhammad Fauzi
Zahra Firdausi
Editor:
Brigita Laura Fatria
Fotografer:
Bayu Catur Pamungkas
Haegel Alif
Iqbal Nizar Arafat
Richsy Muhammad Fauzi
Zahra Firdausi
Desain Sampul & Penata Isi:
Budi Putra Kharisma
Jumlah Halaman:
219 + 9 hal romawi
Edisi/Cetakan:
Cetakan 1, Oktober 2022
ISBN: 978-623-467-345-6
eISBN: 978-623-467-344-9
iv
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
v
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kata Pengantar
P
uji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Teluk Jakarta yang sangat penting bagi ketahanan daratan, dinamika
atas segala karunia-Nya sehingga buku Protecting pesisir dan mitigasi bencana. Desa Cibunian merupakan wilayah yang
Biodiversity For Energy Sustainability berhasil berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Halimun
diselesaikan. Buku ini selain mengenalkan berbagai Salak; area ini memegang peranan strategis dalam mendukung
keanekaragaman hayati di Area Perlindungan Privat keberlangsungan kawasan konservasi penting di Jawa Barat yaitu
PT PJB UP Muara Karang juga mencoba menjelaskan TNGHS, sekaligus sebagai kawasan rawan bencana gempa, longsor
beberapa konsep ekologi penting dan kaitannya dengan dinamika dan banjir. Selanjutnya Hutan Organik Megamendung yang berada
yang terjadi khususnya di Area Perlindungan Privat PT PJB UP Muara di kawasan Puncak – Bogor, merupakan bagian penting dari hulu
Karang dan Pulau Jawa sebagai suatu unit lanskap secara umum. DAS Ciliwung yang aliran sungainya banyak sekali mempengaruhi
Penulis berpandangan bahwa pembahasan dengan tema ekologi siklus hidrologi di daerah hilir termasuk wilayah Jakarta. Di keempat
tidak elok bila hanya dibatasi oleh batasan wilayah kecil saja. Dengan lokasi area perlindungan privat tersebut PT PJB UP Muara Karang
kata lain ketika membahas suatu wilayah yang spesifik, maka telah melakukan berbagai upaya perlindungan ekosistem dan
dalam konteks ekologi maka wilayah tersebut akan dipengaruhi konservasi dengan menanam berbagai jenis vegetasi penting
oleh wilayah sekitarnya atau sebaliknya, terdapat hubungan saling sesuai karakteristik wilayah masing-masing, melakukan monitoring
mempengaruhi antar wilayah. Berfikir secara ekologis berarti keanekaragaman hayati secara berkala sebagai dasar pertimbangan
berfikir secara sistemik. perencanaan dan pengelolaan ekosistem kedepannya.
PT PJB UP Muara Karang memiliki setidaknya 4 lokasi area Isu-isu ekologi seperti pertumbuhan penduduk, daya dukung
perlindungan privat yaitu Kawasan Unit Pembangkit Muara Karang, lahan, ketersediaan pangan dan air, pengendalian penggunaan
Kawasan Mangrove Kali Adem, Kawasan Desa Cibunian (TNGHS, bahan-bahan kimia berbahaya, pengembangan industri pariwisata
Bogor), dan Kawasan Hutan Organik Megamendung, Bogor. berkelanjutan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan upaya untuk
Keempat lokasi area perlindungan privat tersebut merupakan lokasi mengatasi ketidakpedulian terhadap ekologi dibahas secara singkat
yang sangat strategis dan vital secara ekologi. Area unit pembangkit dalam buku ini, guna melengkapi gambaran kondisi ekologi saat ini
Muara Karang sebagai objek vital negara (OVN) terletak di kawasan dan tantangan di masa depan. Penulis mengharapkan agar buku
perkotaan pesisir yang rawan akan bencana ekologis dari darat ini tidak sekedar menjadi bahan bacaan tetapi juga mendorong kita
maupun laut. Kawasan Mangrove Kali Adem merupakan bagian untuk melaksanakan apa yang diperlukan dalam upaya konservasi
dari ekosistem mangrove terakhir di pantai utara Jawa, khususnya di alam.
Penulis
vi
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
1
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
SEKAPUR
SIRIH
2
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Sekapur Sirih
E
nergi dan lingkungan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Setiap
makhluk hidup membutuhkan energi untuk menjaga keberlangsungan
hidupnya. Kegiatan penyediaan energi sangat bergantung pada alam
yang memberikan semua sumber daya yang dibutuhkan. Di dalam
perkembangannya, terjadi banyak perubahan yang diakibatkan aktivitas
manusia. Untuk memastikan bahwa lingkungan hidup tetap bisa mendukung
kepentingan manusia, maka diperlukan pembangunan yang berwawasan
lingkungan. Hal ini tidaklah mudah. Semua orang harus ikut terlibat dan memahami
kendala yang dihadapi maupun turut bekerjasama dalam menerapkan budaya
hidup yang mementingkan keberlangsungan lingkungan.
Atas dasar inilah, kami menyadari bahwa penyelamatan ekosistem dan
keanekaragaman hayati harus segera dilakukan. Penyelamatan lahan kritis kawasan
bogor yang merupakan hulu Jakarta sampai rehabilitasi ekosistem mangrove di
kawasan Kali Adem yang merupakan hilir Jakarta secara bertahap dilakukan. Melalui
buku ini, kami ingin menunjukkan salah satu bentuk nyata dari implementasi dan
komitmen praktik pengelolaan keanekaragaman hayati dalam proses bisnis dan tata
kelola lingkungan PT Pembangkitan Jawa Bali UP Muara Karang di area konservasi
privat.
Buku ini menampilkan kegiatan penyelamatan keaneakaragaman hayati yang
ada di area konservasi privat PT PJB UP Muara Karang dan mengenal berbagai flora
dan fauna yang ada di dalamnya. Mulai dari upaya peningkatan ruang terbuka hijau
di area pembangkit guna mendukung nilai ekologis perkotaan dan meningkatkan
daya dukung habitat bagi keanekaragaman mamalia, burung, herpetofauna, dan
serangga. Transformasi tumpukan sampah pada Kawasan Mangrove Kali Adem
menjadi sebuah ekosistem mangrove yang asri dengan luas 1,93 ha sebagai bentuk
upaya meningkatkan ketahanan banjir di area hilir. Penanaman lahan kritis di
Desa Cibunian dan Hutan Organik Megamendung Bogor sebagai bentuk upaya
pelestarian hutan alam.
Selamat membaca buku ini. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi pembaca.
Maryono
3
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Daftar Isi
06 A. Prinsip dan Permasalahan Lingkungan 40 BAB 3. Flora dan Vegetasi
08 BAB 1. Berbagai Isu Ekologi 40 3.1 Jenis Flora Asli (terdahulu)
10 1.1 Ketidakpedulian Terhadap Ekologi dan Jenis-Jenis Asli yang Ada
Sekarang
16 1.2 Pertumbuhan dan Tekanan
Penduduk 42 3.2 Flora Area Perlindungan Privat
PT PJB UP Muara Karang
18 1.3 Kuantitas dan Kualitas Air
20 1.4 Hilangnya Keanekaragaman
Hayati
24 1.5 Implikasi Perubahan Iklim di Masa
Depan
28 1.6 Pembangunan Berkelanjutan
30 B. Komponen Ekologis
30 BAB 2. Kondisi Fisik
30 2.1 Wilayah Fisiografis
38 2.2 Kerentanan Terhadap
Bencana
4
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
76 BAB 4. Fauna
76 4.1 Jenis Fauna Asli (terdahulu) dan Jenis-Jenis Asli yang Ada Sekarang
78 4.2 Fauna Area Perlindungan Privat PT PJB UP Muara Karang
204 C. Konservasi
204 BAB 5. Sikap Manusia dan Konservasi
208 BAB 6. Biogeografi dan Kepunahan
214 BAB 7. Berbagai Tantangan di Masa
Depan
220 Daftar Pustaka
5
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
B
erbagai bentuk pembangunan ekonomi yang telah meningkatkan
kesejahteraan umat manusia sudah banyak diketahui dan didiskusikan.
Meskipun demikian, banyak dampak lingkungan, sosial dan fisik
yang merupakan akibat pembangunan ekonomi di masa lalu dan
yang masih berlangsung sampai sekarang menimbulkan berbagai
keprihatinan, bahkan menimbulkan pertanyaan apakah sumber daya
alam yang tersedia sekarang mampu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di
masa mendatang. Dalam konteks Pulau Jawa, hingga saat ini Pulau Jawa mampu
mengimpor barang-barang dari sumber daya alam dasar, energi, dan bahan-bahan
lainnya (dengan dampak yang tidak dapat dihindarkan di tempat asalnya), tetapi
penurunan kualitas lingkungan yang terus menerus terjadi di Pulau Jawa tetap
akan menjadi persoalan lingkungan yang serius dan persoalan pembangunan
yang berkelanjutan sehingga perlu diatasi secara sungguh-sungguh.
6
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
7
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
E
kologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang sangat
luas sehingga tidak ada definisi yang diterima secara luas.
Beberapa definisi ekologi antara lain adalah “ilmu tentang
sistem-sistem pendukung bumi” (Odum 1989), “ilmu
yang mempelajari berbagai interaksi yang menentukan
distribusi dan kelimpahan organisme” (Krebs 1985), “ilmu
yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya” (Lincoln dkk. 1982). Secara umum disetujui bahwa
ekologi mencakup individu, populasi, dan komunitas (Begon dkk. 1990).
Beberapa sosiologiwan menggunakan istilah ekologi untuk menjelaskan
cara-cara kehidupan masyarakat (misalnya, Suzuki dan Ohtsuka 1987),
tetapi mereka tidak selalu menggunakan istilah ekologi dalam karya
tulisnya ketika membahas jenis kehidupan yang tingkat penyesuaian
dirinya terhadap hukum dan peraturan-peraturan pemerintah sangat
tinggi, mampu berpikir rasional, dan mampu mengembangkan tata
cara berperilaku. Namun secara prinsip, yang dibahas dalam buku
ini merujuk kepada lingkungan alami atau semi-alami, dan terdapat
peranan manusia juga dampaknya terhadap ekologi atau lingkungan.
8
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
9
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Inti yang tercakup dalam ekologi sebenarnya jelas bagi tentang ekologi sering memerlukan banyak waktu dan
setiap orang, dan hampir semua orang pernah memikirkan kesabaran untuk melakukan pengkajian, dan mungkin
atau sedikitnya mengamati alam. Namun demikian tidak terlalu membutuhkan peralatan berteknologi
kegagalan untuk memahami prinsip-prinsip ekologi dan tinggi. Oleh karena itu, ekologi sering dianggap sebagai
konsekuensinya merupakan faktor utama penyebab ilmu pengetahuan yang ringan dan tidak terlalu penting.
masalah-masalah lingkungan, atau bahkan penyebab Namun sekarang karena adanya berbagai persoalan
krisis lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kita. mengenai kelanjutan penggunaan sumber daya alam
Meskipun situasi ini sekarang sudah berubah, masih belum merupakan salah satu agenda terpenting di seluruh
ada waktu atau dana yang memadai untuk melakukan dunia, jelas bahwa kita harus lebih memahami interaksi
koleksi, identifikasi dan analisis serta interpretasi data antara organisme (termasuk manusia) dan lingkungan.
ekologi dari lapangan yang relevan, atau bahkan untuk Sesungguhnya memang sangat aneh kalau kita tahu lebih
melatih pekerja-pekerja yang terampil untuk menjawab banyak tentang planet-planet tetangga Bumi, lubang
berbagai pertanyaan yang muncul dari keputusan- hitam pada galaksi yang sangat jauh, dibandingkan
keputusan yang perlu diambil untuk melaksanakan dengan pengenalan tentang komunitas lingkungan yang
pembangunan. Pemahaman yang lebih mendalam ada di dalam planet kita sendiri (Lawton 1989).
10
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Salah satu contoh yang menarik adalah penanaman semai padi. Kubangan-kubangan
penggunaan traktor untuk menggantikan kerbau yang digunakan oleh kerbau juga bermanfaat
di beberapa daerah di Jawa bagian utara. Cara sebagai tempat pengungsian binatang air lainnya
ini masuk akal karena menghemat biaya untuk selama sawah dalam keadaan kering. Beberapa
tenaga manusia. Namun juga berarti bahwa dari binatang ini berperan sebagai predator
pupuk kandang dan urin gratis dari kerbau hama, dan semakin jauh jaraknya dari sawah,
menjadi tidak ada, dan perlu biaya tambahan semakin kecil kemungkinan binatang-binatang
untuk membeli pupuk buatan. Penggembalaan ini mengkoloni kembali sawah ketika menjadi
kerbau ketika sedang tidak bekerja di sawah berair lagi. Kubangan juga digunakan oleh ular
biasanya dikerjakan oleh anak-anak, sehingga tikus, linsang dan biawak. Ular tikus, seperti
mereka mendapatkan uang saku. Jadi kalau namanya, memangsa tikus, sementara biawak
kerbau tidak digunakan lagi, maka pendapatan dan linsang memakan ketam yang melemahkan
anak-anak ini juga hilang. Beberapa masalah lain, dan merusak pematang-pematang sawah.
misalnya, traktor mengganggu struktur tanah dan Contoh ini masih dapat disaksikan di area
pengaruhnya merugikan bagi kemampuan tanah perlindungan privat PT PJB UP Muara Karang;
untuk menyerap air dan meningkatkan hasil, Desa Cibunian, TNGHS - Bogor. Satu-satunya
sementara injakan kaki kerbau justru mematikan alat pembajak sawah yang digunakan di Desa
gulma, meningkatkan tingkat penyerapan air Cibunian sampai saat ini adalah kerbau. Maka
dan menghasilkan kondisi yang ideal untuk tidak aneh apabila di Desa Cibunian masih
11
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
1.1.1 Ekosistem
Ekosistem mungkin merupakan konsep ekologi
yang terpenting (Cherrett 1989). Istilah ini mengandung
pemahaman tentang interaksi antara lingkungan fisik,
biologis, dan manusia, tetapi tidak memiliki ukuran yang
tepat dan pasti – sebuah kolam dan seluruh biosfer bumi
keduanya merupakan ekosistem – dan juga tidak ada
batas waktu, karena masalah ekologis terburuk adalah
masalah-masalah yang terjadi lebih dari satu generasi.
Semua ekosistem, baik alami maupun buatan memiliki
berbagai fungsi: transfer energi, memelihara daur
biokimia, perlindungan keragaman hayati, pemurnian,
pengaturan, dan informasi, tetapi di antara berbagai
ekosistem tersebut, skala dan kepentingan relatifnya
bervariasi.
Studi tentang ekosistem mencakup sirkulasi,
transformasi dan akumulasi energi dan materi melalui
suatu medium makhluk hidup dan aktivitasnya (Evans
1956). Ketiga aliran energi tersebut dapat diukur, karena itu
tidak hanya status lingkungan saja yang dapat dijelaskan,
tetapi tanggapan ekologisnya terhadap gangguan atau
perubahan juga dapat diperkirakan (Waring 1989), dan
inilah yang diupayakan oleh para pakar ekologi dalam
menilai dampak lingkungan. Namun karena pengetahuan
kita terbatas, pekerjaan ini sulit dan penuh ketidakpastian.
Perkembangan dan perubahan dalam suatu komunitas
tumbuhan setelah daerahnya mengalami gangguan
dikenal sebagai suksesi. Komposisi komunitas binatang
umumnya juga berubah dan perubahan ini sebagian
besar ditentukan oleh kondisi vegetasi. Kecepatan, arah,
dan komposisi suksesi ditentukan oleh jenis-jenis yang ada
atau yang terbawa segera setelah terjadinya gangguan,
peristiwa-peristiwa iklim, dan sebagainya. Tentu saja ada
beberapa jenis yang lebih dapat bertahan dan bersaing
dengan jenis-jenis lain dalam kondisi lingkungan tertentu,
sehingga suatu pola umum jenis dan struktur antara lokasi
yang berbeda dapat dikenali. Namun demikian komposisi
campuran jenis dan kelimpahan relatif suatu jenis yang
secara bertahap akan tumbuh dan menjadi mantap sulit
sekali diperkirakan dengan tepat.
12
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Strategi hidup setiap organisme sampai ekosistem menjadi mantap sehingga penggunaan waktu, ruang, lebih banyak digunakan untuk
dalam tahap-tahap suksesi sangat (Odum 1969). Misalnya, dalam suatu dan sumber daya terbagi-bagi untuk mempertahankan ekosistem daripada
berbeda. Suksesi tahap awal kurun waktu, danau akan berkembang mengurangi persaingan. Ekosistem untuk menghasilkan materi baru.
didominasi oleh jenis tumbuhan menjadi suatu rawa dan kemudian yang belum mantap cenderung Oleh karena itu, jelas bahwa dalam
dan binatang yang umur menjadi lahan kering, dan padang memiliki biomassa rendah tetapi pertanian dan hutan tanaman,
hidupnya pendek, pilihan habitat rumput berkembang menjadi hutan. produktivitasnya tinggi. Hubungan ekosistem yang kurang mantap
dan makanannya cukup luas dan Ekosistem yang mantap cenderung ini menjadi terbalik ketika ekosistem sengaja diciptakan dan dipertahankan
berpotensi tinggi untuk meningkatkan memiliki jenis tumbuhan yang lebih menjadi semakin mantap, dan untuk mengeksploitasi hasil bersih
populasi. Banyak jenis hama dan banyak daripada ekosistem yang dalam suatu hutan yang mantap yang tinggi dalam bentuk biomassa
gulma pertanian memiliki sifat-sifat belum mantap, dan relung atau produktivitasnya hampir sama atau panenan (Dover dan Talbot 1987).
ini. Suksesi ini akan terus berlangsung peranan setiap jenis lebih sempit dengan respirasi karena energi
13
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
1.1.2 Interaksi
Interaksi antar organisme secara umum sering
disebut jaring-jaring kehidupan (terdiri dari berbagai
rantai makanan). Jaring-jaring kehidupan memang
banyak berguna tetapi juga memiliki berbagai
keterbatasan. Pertama, jaring-jaring kehidupan hanya
mencerminkan hubungan antar trofik (apa memakan
apa) dan umumnya tidak mencakup bentuk interaksi
lainnya seperti kompetisi, perbedaan antar kelompok
dalam jenis yang sama, mutualisme, kelimpahan
relatif, intensitas, frekuensi, dan lain sebagainya
(Lawton 1989). Meskipun banyak kekurangannya,
seperti struktur organisasi dalam suatu departemen
pemerintah atau perusahaan, jaring-jaring kehidupan
dapat memperlihatkan bahwa kehilangan satu jenis
(atau kantor) memaksa terjadinya perubahan di
dalam jaring-jaring kehidupan secara keseluruhan.
Kehilangan ini dapat bersifat kritis, atau mungkin
dapat diabaikan. Saat ini lebih banyak perhatian dan
pemikiran diarahkan untuk mencari kemungkinan
pengaruh hilangnya satu kantor akibat pemotongan Lingkungan yang relatif tidak banyak
anggaran, daripada memperhatikan kehilangan jenis mengalami perubahan iklim, seperti
kehidupan. hutan dataran rendah yang tidak bersifat
Perlu diperhatikan bahwa secara konvensional musiman di sebagian besar Jawa Barat,
ekosistem yang rumit lebih stabil (MacArthur 1955; tampaknya menunjang ekosistem yang
Elton 1958) dalam menghadapi tantangan, meskipun rumit dengan tingkat resiliensi rendah,
hubungan antara kerumitan dan stabilitas ini tidak sementara lingkungan yang lebih
sederhana. Pertama, karena stabilitas paling sedikit bervariasi hanya memberikan kesempatan
mencakup tiga ciri ekologis yang berbeda. Stabilitas bertahan kepada ekosistem yang relatif
dilihat sebagai: memiliki resiliensi. Ekosistem yang
pertama lebih rentan terhadap gangguan
- ketahanan atau resiliensi, yaitu kemampuan dari luar, dan lebih membutuhkan
suatu ekosistem untuk pulih ke dalam kondisi perlindungan. Lingkungan yang belum
semula setelah terjadi gangguan (Dover dan banyak berubah akan cenderung memiliki
Talbot 1987); jenis-jenis dengan kemampuan bersaing
- persistensi yaitu kemampuan untuk menjaga dan ketahanan hidup yang tinggi,
kestabilan tanpa ada gangguan (Margalef 1969); kemampuan menghasilkan keturunan
dan yang rendah, berpopulasi agak stabil, dan
- resistensi yaitu kemampuan untuk bertahan beresiliensi rendah. Lingkungan yang
dari gangguan (Holling 1973). relatif lebih mudah berubah cenderung
memiliki jenis-jenis dengan stabilitas
rendah tetapi resiliensinya tinggi.
14
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
15
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
16
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
daerah pedalaman, yang akan menyebabkan - Para petani pemilik lahan yang modern dan penduduk, dan selalu ada kelompok masyarakat
peningkatan penyakit kulit dan pencernaan; inovatif dengan aset yang memadai tetapi yang tersisih, tanpa lahan, tanpa pekerjaan, dengan
dan tidak terlalu peduli dengan tata cara kehidupan perumahan yang sangat buruk dan berada dalam
- Hilangnya jenis-jenis binatang bahkan jenis tradisional di desa; kemiskinan. Bahkan sekalipun banyak anggota
yang ‘umum’, terutama akibat konversi habitat - Para petani tradisional dengan aset memadai keluarga yang bekerja tidak menjamin akan
yang kompleks menjadi lahan-lahan pertanian tetapi segan untuk merusak tata cara mengentaskan mereka dari kemiskinan.
yang sederhana, penggunaan senapan angin kehidupan tradisional di desa; Ada sebuah kasus yang menarik di Gunung
dan penggunaan zat kimia secara berlebihan - Para petani yang memiliki lahan kecil, Kidul, suatu daerah yang berbeda dengan topografi
untuk pertanian (Foley 1987). yang bergantung pada lembaga-lembaga daerah Jawa lainnya, yaitu adanya karst dan batu
Pengaruh tekanan penduduk terhadap struktur- tradisional di desa, tetap asetnya terlalu sedikit, kapur yang sangat luas, sumber air tanah, tanah yang
struktur sosial diamati dalam suatu survei yang bahkan seandainya mereka memiliki keinginan khusus, vegetasi dan standar kehidupan manusia
cukup luas di desa-desa pedalaman dan pesisir untuk melakukan inovasi; yang berbeda. Satu-satunya sumber daya alam yang
Jawa Timur (Collier 1978b). Hasil penelitian ini - Para petani tanpa lahan yang berburuh dan tersedia untuk dieksploitasi pada akhir abad yang lalu
menunjukkan bahwa ahli waris lahan yang sempit memperoleh upah dari petani inovatif dan adalah tegakan jati. Dengan pertambahan penduduk,
menyadari bahwa lahan yang ada sekarang sudah berhutang pada petani inovatif, akibatnya lebih banyak pohon yang ditebang, kemudian kopi
terlalu kecil untuk dibagi-bagi di antara ahli waris lembaga kesejahteraan petani semakin lemah; ditanam sebagai penghasil pendapatan yang lebih
lainnya, karena itu mereka menjualnya dan membagi - Buruh-buruh tani yang semakin banyak, cepat. Tanaman kopi ini kemudian terkena hama
uang hasil penjualan, atau salah seorang membeli yang pendapatan dan kesempatan kerjanya serangga dan pada tahun 1940-an dan 1950-an
lahan bagian anggota keluarga lain yang pindah ke semakin berkurang. Bagi mereka ini lembaga gunung Kidul menjadi sangat miskin dan sedikit
kota untuk mencari pekerjaan. Akibatnya pemilikan kesejahteraan desa tidak mampu memberikan sekali pilihan yang ada (Khan 1963). Pada waktu
lahan semakin kecil dan semakin banyak orang yang kesejahteraan yang diperlukan. itu, bupati yang adalah mantan Kepala Kantor
tidak berlahan. Hal ini menambah tekanan terhadap Dengan adanya kelompok-kelompok tersebut, Wilayah Kehutanan di Yogyakarta mulai melakukan
lembaga-lembaga sosial di desa yang dirancang maka sikap terhadap struktur sosial dan politis juga penanaman pohon termasuk jati melalui program
untuk memperhatikan kesejahteraan penduduknya. berubah. Mereka yang memiliki aset yang memadai wanatani (sekarang dikenal sebagai Wanagama).
Lembaga-lembaga sosial ini didirikan ketika pemilikan melihat peran tradisional mereka untuk mendukung Program ini dilakukan bersamaan dengan program
agak rata pembagiannya dan penduduk yang kurang petani yang miskin hampir tidak mungkin dilakukan, perbaikan jalan dan penanaman rumput gajah
mampu pindah ke tempat lain untuk mencari lahan karena jumlah petani miskin semakin bertambah Pennisetum purpureum untuk makanan ternak, dan
baru. Ketika kepemilikan lahan lebih terpusat pada banyak. Mereka juga melihat dan mengukur berbagai imigrasi besar-besaran melalui program transmigrasi,
beberapa pemilik dan bersamaan dengan itu muncul kesempatan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan sehingga membuat suasana petani yang masih
kesempatan ekonomi baru lainnya (peningkatan ekonomi keluarganya. Jumlah tiga kelompok petani tinggal tidak terlalu sulit, memberikan kesempatan
varietas padi, intensifikasi tambak, dan penanaman terakhir yang diuraikan di atas mulai mengakui bahwa kepada mereka untuk memikirkan pembangunan
sayur mayur yang berharga mahal di daerah dataran nasib mereka sangat berkaitan dengan kemajuan dalam jangka panjang. Sekarang Gunung Kidul
tinggi), maka beberapa pemilik lahan yang cukup pada kelompok-kelompok yang lebih kecil. Dalam sangat hijau, terutama selama musim penghujan dan
luas menggunakan kekayaan mereka dan kekuasaan kondisi seperti ini, petani yang miskin pindah ke kota tumbuhan jati muda merupakan pemandangan yang
setempat untuk memperkenalkan inovasi ini dan dengan harapan dapat memperoleh kehidupan yang umum. Memang pembangunan pertanian di Jawa
mendapatkan keuntungan yang menarik. Pemilik lebih baik, atau tekanan-tekanan sosial hidup di desa pada abad yang lalu menunjukkan bahwa petani-
lahan yang lebih konservatif dan kurang mampu akan semakin meningkat (Surjohudoyo 1973; Collier 1978b; petani kecil juga bersedia dan mampu melakukan
mengamati keberhasilan inovasi ini dan mengambil Collier dan Soentoro 1978). inovasi jika kegiatan-kegiatan yang dilakukan sesuai
risiko untuk mengikuti cara tersebut. Dengan terus Oleh karena itu, bagi banyak orang, kemajuan dengan minat ekonomi mereka, dan petani tetap
berlangsungnya perubahan ini, terbentuk beberapa di bidang teknologi pertanian, program keluarga melakukan inovasi bahkan jika petugas penyuluhan
kelompok yang berbeda di desa: berencana dan industrialisasi pedesaan tidak atau pimpinan lain tidak ada (Booth 1998; Nibbering
mampu mengatasi dampak negatif tekanan jumlah 1991).
17
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
18
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Air tanah juga dapat meningkat ke permukaan atau parit di daerah hilir tidak
terkena pencemaran, melalui bukit-bukit, yaitu kira-kira memadai, maka akan terjadi
resapan dari pembuangan sedalam 50 m di sekitar depok banjir dan dapat menimbulkan
limbah dan intrusi air dan Cisalak. Penggunaan kerugian ekonomi yang
laut, sehingga kualitasnya air tanah sudah melebihi tidak sedikit jumlahnya.
menurun. Rejim air tanah di kemampuan alamnya Karena itu sebenarnya ada
dataran aluvial utara sangat untuk mengembalikan dua hal penting mengenai
kompleks, mencerminkan keseimbangannya secara hubungan hulu dan hilir.
geologi dan pertumbuhan mandiri (homoeostasis). Saat manajemen sumber
lahan pesisir ke arah laut, Akibat dari pemakaian yang daya air tidak dilaksanakan
eksploitasi sumber daya secara tidak dikendalikan, terjadi dengan baik di daerah
berlebihan oleh penduduk dan penurunan yang luar biasa hulu, maka pada musim
industri di Jakarta dan kota- pada muka air tanah akuifer penghujan dapat terjadi
kota besar lainnya. Karena air dangkal maupun tekanan banjir di daerah hilir karena
merupakan sumber daya yang a k u i f e r a r te s i s . I n s i d e n air selalu mengalir dari daerah
kritis, kuantitas dan kualitasnya penurunan muka air tanah hulu ke hilir; dan sebaliknya
sangat berpengaruh dan tinggi tekan ini terutama pada musim kemarau dapat
terhadap kegiatan-kegiatan sangat terasa di kawasan utara terjadi kekeringan di daerah
pembangunan. Situasi di Jakarta. Selain penurunan hilir karena cadangan air di
Jakarta lebih parah lagi dan muka air tanah, insiden hulu habis sebab tidak ada
menjadi gambaran situasi penurunan muka tanah juga pasokan air dari curah hujan
yang dapat terjadi di tempat terjadi di kawasan yang sama dan air tidak dapat disimpan
lain. Laju pengisian akuifer (Samsuhadi 2009). karena kurangnya hutan
di Jakarta jauh di bawah laju Pada umumnya air atau vegetasi di daerah hulu
pengambilan air, sehingga tersedia di daerah hulu dan (Suparmoko 2020).
terjadi intrusi air laut secara mengalir ke daerah tengah Meningkatnya permintaan
cepat di daerah pesisir. Selain dan hilir, sehingga ada dua akan air, standar hidup yang
itu, banyak penghuni Jakarta kemungkinan bahwa daerah lebih tinggi, berkurangnya
yang tidak memiliki akses hulu menyediakan air bersih kualitas sumber daya yang
terhadap air PAM sehingga dan daerah tengah dan hilir dapat diterima, pencemaran
harus membeli air minum menjadi daerah pemakai air di perkotaan, pertanian, dan
dalam kaleng-kaleng dengan atau konsumen air yang industri telah menyebabkan
harga yang mahal. Situasi berasal dari daerah hulu. Ada kualitas lingkungan menurun
ini sering disebut sebagai air kemungkinan lain bahwa (Karamous 2011). Kebutuhan air
tanah ‘tidak terbatas’ yang saat air hujan berlimpah di bersih merupakan kebutuhan
berada pada kedalaman 20- daerah hulu (saat hujan lebat) pokok yang tidak dapat
60 m di bawah sebagian dan ketersediaan vegetasi diganti dan ditinggalkan oleh
besar wilayah Jakarta. Bahkan di daerah hulu tidak cukup, sebab itu pengolahan dan
100-150 m di bawah jalan- air hujan langsung mengalir pelestarian air merupakan
jalan, terdapat akuifer air ke sungai dan terus ke laut. hal yang mutlak diperlukan
tawar yang perlahan-lahan Apabila daya tampung sungai (Prasetya dkk. 2021).
19
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
20
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
21
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
pengukuran ekologis yang mungkin dapat berguna Bahan-bahan pustaka tentang konservasi serangga tertentu bahkan sangat bergantung kepada
dalam penilaian lingkungan (Cousin 1991). Namun memberikan banyak peringatan yang membuat jenis tumbuhan tertentu; buah yang keluar sebagai
sampai sedemikian jauh, penggunaannya hanya seseorang percaya bahwa jika suatu jenis kehidupan hasil penyerbukan merupakan sumber makanan bagi
secara teoritis, dan mendiskusikan hal tersebut sama punah, maka manusia juga akan ikut punah, meskipun banyak binatang lain yang berukuran lebih besar;
saja dengan peribahasa menggesek biola ketika Roma kaitan ekologisnya belum diketahui. Hal ini tentu saja mereka juga memakan sebagian besar biomassa
terbakar. Pengetahuan tentang keanekaragaman tidak benar karena kepunahan selalu merupakan berupa daun-daun atau bahan-bahan lain yang
hayati sudah cukup untuk mengetahui hal-hal yang fakta kehidupan. Analogi yang lebih akurat adalah membusuk dan tanpa serangga proses penguraian ini
perlu segera dikonservasi (Ehrlich 1993), bahkan andai seseorang yang melepaskan sekrup sayap pesawat akan berlangsung sangat berbeda (Janzen 1987b).
kata pemahaman tersebut belum sampai pada tingkat terbang sebelum waktu terbang. Seorang penumpang Jenis-jenis kehidupan lain memiliki nilai kegunaan
seluruh anggota masyarakat dan pegawai pemerintah. yang waspada menyatakan keprihatinannya, tetapi bagi manusia, dan ekosistem alami di Indonesia
Keanekeragaman hayati sudah semakin menurun; diberi jawaban untuk tidak perlu gelisah karena hal merupakan cadangan kekayaan tumbuhan yang
fakta ini tidak bisa dielakkan, tetapi mengapa para ini sudah sering terjadi tetapi belum ada bahaya belum tergali untuk hasil kayu, selulosa, serat, buah-
pengambil keputusan harus memberi perhatian? yang serius (Ehrlich dan Ehrlich 1982). Analogi ini buahan, umbi-umbian, pupuk hijau, obat-obatan, dan
Mereka mungkin mengakui bahwa Pulau Jawa sudah menggambarkan bahwa tidak semua jenis kehidupan bahan-bahan kimia lainnya (Heyne 1913, 1987; Burkill
banyak kehilangan jenis kehidupan, terutama karena memiliki posisi dan fungsi yang setara, dan kehilangan 1966; Sastrapradja dan Kartawinata 1975; Whitmore 1976,
kehilangan habitat. Namun menurut pengamatan beberapa jenis yang satu lebih berpengaruh daripada Sastrapradja 1977, 1989; Kartawinata 1990). Banyak jenis
mereka, kehidupan masih terus berlangsung. Misalnya kehilangan jenis lainnya (Lawton dan Brown 1993). yang sekarang ini mungkin belum memiliki kegunaan
Jawa Tengah, daerah ini adalah provinsi yang hutannya Banyak proses di dalam ekosistem yang memiliki berarti, namun salah satu nilai keanekaragaman hayati
paling sedikit, mendukung penduduk yang sangat sifat-sifat tidak berguna, tetapi jenis yang tampaknya yang terbesar adalah tersedianya berbagai kemungkinan
padat yaitu 833/km2, daerah yang produksi beras ‘tidak berguna’ pada suatu tingkat analisis mungkin dan kesempatan bagi manusia untuk menyesuaikan
per kapitanya tertinggi dan memiliki 60 universitas. berperanan penting dalam suksesi, atau berpengaruh diri terhadap perubahan lokal dan perubahan yang
Fakta-fakta ini kemungkinan tidak akan berubah terhadap lingkungan yang selalu berubah. Masalah lebih luas, misalnya, adanya kemungkinan untuk
secara mencolok jika petak-petak hutan alami di yang sebenarnya adalah karena kita tidak tahu persis menyesuaikan tanaman pangan dengan kondisi
daerah pedalaman provinsi ini, seperti hutan-hutan di apa dampak kepunahan jenis tertentu, tetapi kita tahu iklim yang baru. Kissinger (2013) menyatakan bahwa
G. Slamet ditebang untuk pengembangan pertanian pasti bahwa kita tidak dapat menciptakan kembali salah satu informasi penting yang diperlukan untuk
atau kehutanan. Seseorang yang sinis mungkin akan jenis kehidupan yang sudah hilang. Kita tahu bahwa mendukung pengelolaan yang baik terhadap sumber
mempertanyakan manfaat keanekaragaman hayati kepunahan ‘jenis kunci’ (Bond 1993; Paine 1995) akan daya hayati yaitu teridentifikasinya karakteristik
kalau kehilangan jenis ini pengaruhnya sangat kecil menyebabkan kepunahan jenis lainnya, karena posisi habitat dan fenotif, sehingga akan menjadi dasar
bagi Jawa Tengah. Fakta yang perlu diperhatikan dan kepentingannya dalam jaring-jaring kehidupan. bagi tindakan konservasi. Kelengkapan informasi
adalah bahwa Jawa Tengah menggantungkan banyak Contoh-contoh jenis ‘kunci’ ini meliputi penyerbuk merupakan faktor yang penting dalam menyusun
kebutuhannya pada keanekaragaman hayati daerah- tanaman yang bernilai ekonomi, jenis-jenis yang rencana konservasi dan strategi pengelolaan sumber
daerah lainnya, mendatangkan sumber daya dari luar menjadi sumber makanan ketika persediaan makanan daya alam hayati (Sartika 2017). Sejalan dengan hal di
provinsi, yang sebagian besar dikonsumsi dengan laju menjadi langka, predator hama, dan organisme atas PT PJB UP Muara Karang terus berupaya untuk
yang tidak berkelanjutan. Selain itu, penelitian yang yang berperan dalam proses penguraian. Serangga mengeksplorasi, mengidentifikasi, dan melakukan
berkaitan dengan teknik-teknik pengendalian hama merupakan kelompok yang penting dalam konteks pemantauan secara berkala terhadap sumber daya
terpadu mengemukakan bahwa semakin tinggi variasi ini, meskipun dalam kenyataannya sering diremehkan. hayati yang terdapat di lokasi area perlindungan
ekosistem di sekitar daerah penanaman padi, maka Serangga merupakan makanan bagi berbagai privatnya. Hal ini menjadi sangat krusial agar
variasi populasi predator dan parasit yang membantu macam karnivora yang umumnya sangat pemilih PT PJB UP Muara Karang selaku pengelola area
mengendalikan hama padi akan semakin besar. Jika terhadap serangga yang dimakannya; serangga tersebut dapat menentukan arah pengelolaan
Jawa Tengah ingin mempertahankan pertanian yang membunuh semai sehingga sangat berpengaruh yang berkelanjutan, juga turut serta dalam gerakan
berkelanjutan, maka keanekaragaman ekosistem terhadap komposisi vegetasi; mereka juga merupakan melestarikan dan mengembangkan sumber daya
harus mendapat perhatian. penyerbuk yang sangat penting dan jenis-jenis hayati di Indonesia.
22
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
23
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
24
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
- Terjadi kenaikan permukaan air laut antara 10 cm - 20 cm selama abad terakhir 1.5.1 Dampak terhadap permukaan laut
ini 90-99% disebabkan oleh pemanasan global. IPCC memprediksi kenaikan
permukaan air laut akan menjadi 9 cm - 88 cm pada abad mendatang; Peningkatan permukaan laut selama abad yang lalu kira-kira sampai 15 cm,
- Ekosistem laut, pesisir dan pantai memburuk. Perubahan ekosistem pesisir dan angka konsensus untuk perkiraan peningkatan permukaan laut pada abad
seperti terumbu karang, hutan bakau, sungai, ekosistem lahan basah yang yang akan datang adalah 65 cm, meskipun banyak spesialis yang mengakui bahwa
dapat mempengaruhi pariwisata, ketersediaan sumber daya air tawar, karena banyak faktor ketidakpastian yang terlibat, mereka sekarang menggunakan
perikanan dan keanekaragaman hayati; angka 1 m (IPCC 1990; Parry dkk. 1992). Daerah yang luas di pesisir utara Jawa dan
- Intensitas cuaca, seperti memanasnya cuaca yang menyebabkan terjadinya di daerah sekitar Segara Anakan ketinggiannya di bawah 1 m dan dengan demikian
kekeringan yang berkepanjangan, banjir dan gelombang panas di beberapa akan tenggelam, tetapi lebih banyak lagi daerah dataran rendah yang sangat luas
tempat; yang akan terkena dampak karena kondisi yang semakin asin. Sebagian besar
- Pemanasan global mempengaruhi keanekaragaman hayati, seperti distribusi, kawasan pantai di bagian utara Jawa yang akan terkena dampak merupakan
jumlah populasi, kepadatan populasi dan perilaku flora dan fauna. Stern tempat pusat-pusat ekonomi dan perdagangan di Indonesia. Pulau Jawa masih
(2007) memprediksikan bahwa kenaikan suhu 1º C menyebabkan kerusakan sangat beruntung karena memiliki bukit-bukit dan pegunungan; sementara
terumbu karang yang luas, dan kenaikan suhu 2-5º C menyebabkan kenaikan banyak negara lain di Asia Selatan, seperti Maldives, Tuvalu, dan Kiribati merupakan
punahnya spesies atau keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. dataran-dataran rendah yang penduduknya sangat padat dan pasti akan lenyap
- Pemanasan global selama abad terakhir telah mengakibatkan perubahan tergenang air.
iklim yang telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan.
Banyak sekali anomali dan bencana yang dikaitkan erat dengan perubahan
iklim. Sebagian besar dari kejadian bencana tersebut merupakan bencana
lingkungan hidup seperti angin puting beliung, banjir, dan tanah longsor,
yang sangat dipengaruhi oleh gejala perubahan iklim (Suharko 2014).
25
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
26
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
27
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
1.6 Pembangunan
Berkelanjutan
Istilah pembangunan berkelanjutan
menjadi semakin populer setelah
laporan Brundtland yang berjudul
Towards a Common Future
dipublikasikan oleh World Commission
on Environment and Development
(WCED 1987). Komisi ini mendefinisikan
pembangunan berkelanjutan sebagai
berikut “memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri”. Tugas komisi ini
adalah menyadarkan para pemimpin
dunia untuk mengakui keabsahan
konsep pembangunan berkelanjutan
ini, tanpa harus terperosok ke dalam
pekerjaan-pekerjaan yang sangat rinci,
dan mereka sangat berhasil dalam
melaksanakan tugasnya. Namun
demikian harus diingat bahwa laporan
Brundtland ini mendefinisikan suatu
konsep dan bukan suatu tindakan
pelaksanaannya. Oleh karena itu di
dalamnya terdapat banyak masalah, yang berusaha memahami konsep alam untuk melakukan regenerasi, pertumbuhan secara keseluruhan
misalnya apa yang dimaksud dengan umum tersebut masih berbeda-beda. dengan syarat nilai penurunan sumber dan bahwa kemajuan teknologi
‘kebutuhan’? apakah setiap orang di Pandangan dominan yang berasal dari daya ini bisa diperlihatkan dalam akan memberikan kesempatan bagi
Pulau Jawa membutuhkan mobil? para ahli ekonomi, yang barangkali neraca sumber daya alam nasional dan peningkatan produksi yang terus
Siapa yang menentukan bahwa suatu karena mereka menginginkan proporsi dari konsumsi ini menghasilkan menerus, meskipun dasar sumber
pembangunan bersifat berkelanjutan perubahan yang sesedikit mungkin, keuntungan (yang mencerminkan daya alamnya mengalami penurunan
dan dengan kriteria apa? Berapa memandang pembangunan penyusutan atau penipisan sumber (Pearce dan Watford 1993).
banyak yang harus kita tinggalkan berkelanjutan sebagai “pertumbuhan daya alam) diinvestasikan dalam Pe m b a n g u n a n b e rke l a n j u t a n
untuk generasi yang akan datang?. yang berkelanjutan” yang sangat bentuk lain berupa modal buatan barangkali lebih menyerupai suatu
Banyak sekali upaya untuk berbeda dari pembangunan untuk mempertahankan keuntungan proses yang di dalamnya berlangsung
menguraikan bagaimana berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang tetap mengalir di masa depan. suatu pembangunan yang tetap
pembangunan yang berkelanjutan yang berkelanjutan memberikan Pendapat ini mengasumsikan mempertahankan kualitas, sementara
ini akan dilaksanakan, dan jelas kesempatan untuk mengonsumsi bahwa modal dapat menggantikan pertumbuhan kuantitatif dalam
bahwa pemahaman dari mereka sumber daya alam melebihi kapasitas sumber daya alam untuk memelihara skala ekonomi terus dibatasi oleh
28
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
29
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
B. Komponen
Ekologis
K
ajian keanekaragaman hayati Area
Perlindungan Privat PT PJB UP Muara
Karang dilakukan di kawasan Unit
Pembangkit, Jakarta Utara; kawasan
penanaman mangrove di kawasan
Mangrove Kali Adem, Jakarta Utara;
kawasan penanaman Pala di kawasan Desa Cibunian,
Pamijahan Bogor; dan kawasan penanaman pohon
di kawasan Hutan Organik, Megamendung Bogor.
Kondisi fisik lingkungan dan arus sosial dan ekonomi
di masing-masing area tersebut mempunyai tipe yang
berbeda-beda dan membentuk karakteristik kondisi
area yang khas. Kondisi umum masing-masing area
tersebut antara lain:
30
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
31
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
32
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
33
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
34
memelihara keawetan dan kesuburan
tanah baik dalam kawasan hutan
bersangkutan maupun kawasan yang
dipengaruhi di sekitarnya. Kawasan
TNGHS merupakan salah satu hulu
bagi Provinsi DKI Jakarta yang harus
dijaga kelestariannya. Lanskap area
yang berbukit dengan kelerengan
yang cukup curam, memiliki tingkat
kerawanan longsor yang tinggi. Oleh
karena itu PT PJB UP Muara Karang
bekerja sama dengan masyarakat
Desa Cibunian melaksanakan program
penanaman dengan jumlah 3.000 bibit
tanaman pada tahun 2015. Jenis bibit
yang digunakan untuk penanaman
yaitu Pala (Myristica fragrans). Bibit
pohon Pala ditanam di beberapa lahan
milik masyarakat, yang berada pada
zona penyangga di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak.
Adanya keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan hutan diharapkan
muncul rasa tanggung jawab dan
rasa memiliki terhadap hutan.
Desa Cibunian merupakan salah proses pengelolaan dengan baik. Hal Perilaku masyarakat menjadi salah
satu desa yang berada di sekitar ini sesuai dengan kondisi pada saat satu komponen yang paling berperan
TNGHS dan salah satu dari lima belas survei di lapangan, yang menunjukkan dalam mengelola dan melestarikan
desa di wilayah Kecamatan Pamijahan terlaksananya program pertanian hutan. Hal ini sesuai dengan
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa tersebut dengan baik. pernyataan Riyanto (2008) perilaku
Barat. Pemanfaatan atau pola lahan Perlu adanya pembinaan atau masyarakat yang positif dalam
umum di Desa Cibunian adalah lahan bimbingan kepada masyarakat sekitar berinteraksi dengan hutan akan
pertanian sawah, ladang perbukitan, dan dalam hutan untuk senantiasa mengarah pada terciptanya kondisi
pinggiran hutan, dan kebun teh dan menjaga dan melestarikan kawasan hutan yang lestari. Salah satu upaya
hampir sebagian besar masyarakatnya hutan. Kawasan hutan khususnya yang harus dilakukan untuk menjaga
adalah petani. Hal ini didukung oleh kawasan konservasi perlu dibina dan kelestarian hutan yaitu dengan
luas sawah mencapai 53,77% dari total dipertahankan sebagai hutan dengan adanya pengakuan masyarakat sekitar
luas wilayah (Fahrurozi, 2007). Dalam penutupan vegetasi secara tetap untuk hutan dan dalam kawasan hutan
pengelolaan lahan di sektor pertanian, kepentingan hidrologi, yaitu mengatur sebagai pihak yang secara langsung
Desa Cibunian sudah melakukan tata air, mencegah banjir dan erosi, berhubungan dengan hutan.
35
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
36
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
37
2.2 Kerentanan Terhadap
Bencana
Pulau Jawa secara umum, khususnya bersifat subjektif, nilainya didasarkan
empat lokasi area perlindungan privat pada kerusakan yang terlihat,
PT PJB UP Muara Karang rentan sedangkan kekuatan goncangannya
terhadap berbagai bentuk bencana diukur dengan skala Richter, nilainya
alam. Bencana jangka pendek meliputi berkaitan dengan energi yang
gempa bumi, tanah longsor, letusan dilepaskan ke dalam batuan dasar.
gunung berapi, dan banjir. Erosi adalah Sekalipun berukuran kecil,
bentuk bencana jangka panjang yang tanah longsor merupakan akibat
mungkin dampak keseluruhannya lebih gempa bumi yang paling berbahaya,
besar daripada bentuk-bentuk bencana khususnya di daerah beresiko dalam kondisi normal, kecuali jika
di atas, walaupun korban jiwa yang erosi tinggi, dimana hujan lebat genangan ini dapat dipompa kembali
ditimbulkannya hanya sedikit. Gempa meruntuhkan tanah yang sudah ke dalam sungai. Perencanaan dan
bumi umumnya tidak meninggalkan mantap, dan di tempat-tempat pengelolaan dataran banjir perlu lebih
bekas dalam jangka panjang, yang tata guna lahannya tidak tepat. memadukan keterampilan teknik sipil
sedangkan letusan gunung berapi Kawasan Desa Cibunian dan Kawasan dan pemahaman terhadap proses-
dan banjir sebenarnya bermanfaat Hutan Organik Megamendung proses alami daripada yang dilakukan
bagi perekonomian setempat karena merupakan bagian dari area sekarang. Area unit pembangkit
meningkatkan kesuburan tanah. Waktu perlindungan privat PT PJB UP Muara Muara Karang sebagai salah satu
terjadinya bencana alam tidak dapat Karang adalah contoh lokasi dengan lokasi area perlindungan privat PT
diperkirakan secara akurat, tetapi ada resiko erosi tinggi. PJB UP Muara Karang terletak di
beberapa tempat yang jelas beresiko Banjir adalah gejala alam yang pesisir utara merupakan area rawan
tinggi dibandingkan dengan tempat lumrah dan banyak orang yang sudah banjir. Untuk itu PT PJB UP Muara
lainnya, terutama bila pengelolaan akrab dengannya, terutama mereka Karang berupaya mengoptimalkan
lahannya tidak tepat. yang tinggal di sepanjang pantai ketahanan wilayahnya dari banjir
Gunung-gunung berapi di Jawa utara Jawa. Kebanyakan banjir yang dengan melakukan penanaman dan
telah didokumentasikan dengan baik, terjadi cukup dangkal, berjangka pemeliharaan berbagai vegetasi
dan daerah-daerah sekitarnya dibagi waktu cukup pendek, dan umumnya mulai dari habitus semak, perdu
menjadi tiga kelompok yaitu daerah bermanfaat bagi pertanian, walaupun hingga pohon di wilayahnya.
larangan, daerah bahaya primer, dan tidak menyenangkan dan merusak Selain itu PT PJB UP Muara Karang
daerah bahaya sekunder. Penggolongan harta benda lainnya. Peningkatan mengelola kawasan Kali Adem
ini didasarkan pada beberapa asumsi, tinggi pinggiran sungai untuk sebagai kawasan konservasi
bahwa letusan gunung di masa mengimbangi pengendapan yang mangrove. Tegakan mangrove di
mendatang akan terjadi secara vertikal terjadi di dasar sungai kadang-kadang kawasan rawan banjir seperti Teluk
melalui kawah-kawah yang ada dan dilakukan dalam pengelolaan sungai Jakarta memiliki fungsi strategis
tidak berukuran besar. Pusat gempa untuk menghindari banjir. Sayangnya karena dapat meminimalisir
terkumpul di daerah lepas pantai ketika banjir di sungai, tepian sungai dampak negatif dari banjir dan erosi
antara pantai selatan Jawa dan Palung ini mencegah air yang meluap untuk dari daratan maupun hantaman
Jawa. Ukuran gempa didasarkan pada masuk kembali ke dalam sungai gelombang dari arah laut yang
dua cara: intensitasnya diukur dengan dan luapan ini tetap menggenangi potensial menimbulkan abrasi pada
Modified Mercalli Index (MMI) yang lahan lebih lama daripada bila daratan.
38
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
39
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
F
lora merupakan semua jenis tumbuhan terwakili, misalnya Sapotaceae, Palmae, Myristicaceae, di Jawa diperkirakan karena aktivitas gunung berapi
yang hidup di suatu daerah tertentu. Ebenaceae, Annonaceae, dan Dipterocarpaceae. pada masa lampau, ditambah lagi oleh adanya
Sesuai dengan kondisi lingkungannya, Karena posisinya di Selat Sunda yang dangkal dan perusakan hutan yang dilakukan manusia (Endert
flora yang hidup di suatu daerah memiliki hubungannya dengan Kalimantan dan Sumatera, 1935). Secara ringkas disimpulkan bahwa kelangkaan
beragam jenis yang memiliki beragam Pulau Jawa memiliki banyak jenis yang serupa flora di Jawa disebabkan oleh faktor iklim, tanah
variasi gen untuk menyesuaikan habitatnya dengan daerah-daerah tersebut. Meskipun demikian, (beberapa jenis tanah tertentu tidak ada), dan
atau tempat hidupnya. Maka dari itu muncul terdapat beberapa perbedaan mendasar. Misalnya, kerusakan hutan.
istilah keanekaragaman flora yang mencakup ada 111 marga (sebagian besar adalah pohon) dan Dalam konteks distribusi flora, pesisir utara dan
keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik dari tiga suku yang dianggap sebagai ciri khas Kawasan selatan Pulau Jawa memiliki perbedaan mencolok.
jenis, dan keanekaragaman habitat tempat tumbuh Sunda tetapi tidak terdapat di Pulau Jawa. Beberapa Sebagian pesisir selatan terdiri dari pesisir yang
jenis-jenis flora (Kusmana dan Hikmat 2015). Pulau di antaranya tidak terdapat di Pulau Jawa karena sambung-menyambung, diselingi oleh tanjung-
Jawa memiliki kurang lebih setengah dari 580 marga kurangnya habitat-habitat khusus, seperti hutan tanjung berbatu karang dan deretan tebing-tebing
tanaman yang distribusinya jelas terdapat di Kawasan kerangas dan gambut (terdapat di Sumatera dan serta petak-petak mangrove. Di pantai selatan juga
Malesia dan beberapa suku yang merupakan ciri khas Kalimantan) (van Steenis dan Schippers-Lammerste terdapat beberapa daerah berbukit pasir. Arus yang
hutan basah Kawasan Sunda ternyata sedikit sekali 1965). Tidak adanya beberapa marga Kawasan Sunda dominan adalah dari timur ke barat dan sering
40
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
terbentuk tanggul-tanggul pasir yang melintang di deretan pantai tersebut dibatasi oleh hutan bakau yang terdapat di pantai utara, dan hanya terdapat
muara-muara sungai selama musim kemarau. Ketika yang dalam. Pesisir yang luas, bukit-bukit pasir dan satu tumbuhan mangrove pantai berlumpur yang
hujan datang, sungai-sungai menyemburkan airnya tanjung-tanjung sangat jarang. Dahulu terdapat terdapat di pantai selatan, sedangkan di pantai utara
dan mengembalikan tanggul-tanggul ini ke laut. banyak rawa-rawa yang berada di belakang pinggiran terdapat 23 tanaman mangrove pesisir berlumpur
Beberapa daerah pesisir selatan mengalami kemarau, hutan-hutan mangrove tetapi sekarang kebanyakan (van Steenis dan Schippers-Lammerste 1965). Selain
meskipun secara keseluruhan pesisir selatan lebih sudah diubah menjadi sawah dan tambak. Karena perbedaan distribusi flora yang disebabkan oleh
basah dari pesisir utara. Pusat-pusat pemukiman terletak di kawasan bayang-bayang hujan dan perbedaan wilayah pesisir utara dan selatan, juga
penduduk hanya sedikit, sebagian besar disebabkan pegunungan, pesisir utara mengalami musim terdapat perbedaan distribusi flora berdasarkan
oleh laut selatan yang bergelombang besar, kasar kemarau yang mencolok. Empat kota terbesar di Jawa ketinggian yang dapat tergambar dari keempat lokasi
dan pantainya hanya memberikan sedikit tempat terletak di pantai utara (Jakarta, Cirebon, Semarang area perlindungan privat PT PJB UP Muara Karang
berlabuh yang aman. Akibatnya ada beberapa dan Surabaya) dan sekarang tidak ada lagi tumbuhan yaitu Desa Cibunian – Hutan Organik Megamendung
bentangan sisa-sisa hutan yang penting dan cukup primer atau sekunder yang berada dalam jarak 35 km (± 700 m dpl) dan Unit Pembangkit – Kali Adem (±
besar di sepanjang pantai selatan. dari pesisir. Sebagian akibat perbedaan-perbedaan di 0-0,5 m dpl).
Pesisir utara pada umumnya memiliki pantai atas, maka formasi tumbuhan yang hanya terdapat
berlumpur yang landai dan dangkal, sebagian dari di pantai selatan empat kali lebih banyak daripada
41
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
42
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Indonesia merupakan negara dengan tingkat keterancaman dan kepunahan Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan pada tahun 2022, diperoleh
spesies tertinggi di dunia. Tercatat sekitar 240 spesies tumbuhan yang dinyatakan sebanyak 260 jenis tumbuhan di kawasan Unit Pembangkit, 32 jenis tumbuhan di
langka, diantaranya banyak yang merupakan tanaman budidaya. Paling sedikit 52 kawasan Mangrove Kali Adem, 259 jenis tumbuhan di Desa Cibunian, dan 129 jenis
spesies keluarga anggrek, 11 spesies rotan, 9 spesies bambu, 9 spesies pinang, 6 tumbuhan di blok penanaman Hutan Organik. Jenis tumbuhan yang ditemukan di
spesies durian, 4 spesies pala, dan 3 spesies mangga (Moga et al. 2001). Eksploitasi kawasan Unit Pembangkit lebih banyak dibandingkan dengan lokasi lainnya, hal ini
terhadap keanekaragaman hayati, penebangan liar, konversi kawasan hutan, dikarenakan di kawasan Unit Pembangkit merupakan kawasan artifisial yang berarti
perburuan dan perdagangan liar merupakan beberapa faktor yang menyebabkan preferensi pengelola merupakan faktor dominan yang membentuk komponen
terancamnya keanekaragaman hayati. Usaha pemerintah untuk menyelamatkan vegetasi di lokasi tersebut. Kawasan Mangrove Kali Adem memiliki jumlah jenis
sumber daya hayati yang mengalami peningkatan keterancaman dan kepunahan, tumbuhan paling sedikit terinventarisasi, hal ini dikarenakan adanya faktor pembatas
adalah menetapkan adanya status kelangkaan suatu spesies. Kissinger (2013) untuk tumbuh yaitu kondisi lahan berair, tidak stabil dan salinitas yang tinggi.
menyatakan bahwa salah satu informasi penting yang diperlukan untuk mendukung
pengelolaan yang baik terhadap sumber daya tumbuhan yaitu teridentifikasinya
karakteristik habitat dan fenotip (ciri fisik yang ditunjukkan tumbuhan), sehingga
dapat dijadikan bahan dasar untuk kegiatan konservasi. Kelengkapan informasi
merupakan faktor penting dalam menyusun rencana konservasi. Salah satu
perusahaan yang bergerak dalam unit usaha pembangkit listrik yaitu PT PJB UP
Muara Karang telah ikut serta dalam program konservasi dan perlindungan
ekosistem melalui beberapa kegiatan lingkungan sejak tahun 2014.
43
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
44
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
45
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
3. Burahol
(Stelechocarpus burahol)
Nama Umum : Kepel, Kecindul, Simpol,
Cindul, Burahol, Turalak
(Indonesia); Kepel (Keppel)
Apple (English).
Deskripsi Umum :
Pohon Burahol berbatang besar dan tingginya
dapat mencapai 20 meter, permukaan batangnya
terdapat benjolan-benjolan akibat bekas tumbuhnya
tangkai bunga dan buah, karena buahnya langsung
tumbuh pada batang atau biasa disebut dengan
kauliflori. Pohon ini tumbuh optimal pada kondisi
tanah yang subur, berhumus dan lembab pada
ketinggian 150-300 m dpl. Pohon ini berbentuk
pyramid dengan banyak cabang dan berbunga setelah
berumur 8 tahun. Bunga biasanya muncul pada
bulan September-Oktober. Buah burahol merupakan
buah khas Yogyakarta yang dapat dipanen selama 6
bulan setelah berbunga yaitu pada bulan Maret-April.
Buah dan daunnya bermanfaat untuk pembuatan
kosmetik anti-aging, obat kolesterol, dan parfum.
46
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
47
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
5. Bintaro
(Cerbera odollam)
Nama Umum : Bintaro, Kayu Susu, Kenyen
Putih, Koyandan, Mangga
Prabu, Mangga Laut
(Indonesian); Indian Suicide
Tree, Grey Milkwood, Pong
Pong Tree, Sea Mango
(English).
Deskripsi Umum :
Pohon atau belukar dengan ketinggian mencapai
20 m. Kulit kayu bercelah, berwarna abu-abu hingga
cokelat. Akar menjalar di permukaan tanah, tetapi
kurang memiliki akar udara dan akar nafas. Jenis ini
tumbuh di hutan rawa pesisir atau di pantai hingga
jauh ke darat (400 m dpl), menyukai tanah pasir,
terbuka terhadap udara dari laut serta tempat yang
tidak teratur tergenang oleh pasang surut. Biasanya
tumbuh di bagian tepi daratan mangrove. Minyak yang
diperas dari biji dan buah mudanya dapat digunakan
untuk mengatasi gatal-gatal, reumatik, serta pilek.
Minyak biji dapat digunakan untuk meracuni ikan
(di Burma juga digunakan sebagai insektisida). Kulit
kayu dan daun digunakan sebagai obat pencahar.
Sedangkan, kayunya digunakan sebagai kayu bakar
dan bahan arang. Banyak dipakai sebagai tanaman
hias/peneduh di dalam kompleks perumahan.
48
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
6. Nipah (Nypa fruticans) Lokasi Penyebaran : Penyebaran jenis di Asia IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
Tenggara, Malaysia, Seluruh CITES : -
Indonesia, Papua New Guinea,
Nama Umum : Nipah (Indonesia); Nipa P.106 Tahun 2018 : -
Filipina, Australia dan Pasifik
Palm (English) Barat.
Deskripsi Umum :
Jenis ini merupakan Palma
tanpa batang di permukaan,
membentuk rumpun. Batang
terdapat di bawah tanah, kuat
dan menggarpu. Tingginya dapat
mencapai 4-9 m. Tumbuh pada
substrat yang halus. Memerlukan
masukan air tawar tahunan yang
tinggi. Jarang terdapat di luar zona
pantai. Memiliki sistem perakaran
rapat dan kuat yang lebih baik
dan sesuai terhadap perubahan
masukan air, dibandingkan dengan
sebagian besar jenis tumbuhan
mangrove lainnya. Serbuk
sari lengket dan penyerbukan
nampaknya dibantu oleh lalat
Drosophila. Buah yang berserat
serta adanya rongga udara pada
biji membantu penyebaran mereka
melalui air. Kadang-kadang bersifat
vivipar. Batang dari jenis ini dapat
menjadi bahan sirup manis
dalam jumlah yang cukup banyak.
Digunakan untuk memproduksi
alkohol dan gula. Daun digunakan
untuk bahan pembuatan payung,
topi, tikar, keranjang dan kertas
rokok. Biji dapat dimakan. Setelah
diolah, serat gagang daun juga
dapat dibuat tali dan bulu sikat.
49
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
50
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
8. Ketapang
(Terminalia catappa)
Nama Umum : Ketapang (Indonesian);Talisay
(Tagalog); Lan Ren (Chinese);
Tropical Almond, India-Almond
(English).
Deskripsi Umum :
Pohon dengan ketinggian 10-35 m. Cabang muda
tebal dan ditutupi rapat oleh rambut yang kemudian akan
rontok. Tajuk berbentuk seperti pagoda dan berlapis secara
horizontal. Sebaran tumbuhnya sangat luas. Tumbuh di
pantai berpasir atau berkarang dan bagian tepi daratan dari
mangrove hingga jauh ke darat. Penyebaran buah dilakukan
melalui air atau oleh kelelawar pemakan buah. Pohon
menggugurkan daunnya (ketika warnanya berubah merah)
sekali waktu, biasanya dua kali setahun (di Jawa pada bulan
Januari atau Februari dan Juli atau Agustus). Jenis ini sering
ditanam sebagai pohon peneduh jalanan. Kayu berwarna
merah dan memiliki kualitas yang baik, digunakan sebagai
bahan bangunan dan pembuatan perahu. Biji buahnya
dapat dimakan dan mengandung minyak yang berlemak
dan bening. Tanin digunakan untuk mengatasi disentri serta
untuk penyamakan kulit. Sedangkan, untuk bagian daun
sering digunakan untuk mengobati rematik.
51
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
9. Ketapang Kencana
(Terminalia mantaly)
Nama Umum : Ketapang Kencana (Indonesian);
Madagascar Almond Tree
(English).
Deskripsi Umum :
Pohon peneduh yang memiliki tajuk mendatar dan
berlapis-lapis, sebagaimana kerabat satu marganya,
Ketapang T. catappa, membuatnya juga menjadi penghias
taman rumah dan kebun. Ketapang Kencana mampu
tumbuh dengan ketinggian mencapai 20 meter dengan
batang berdiri tegak dan rapi. Pohon ini juga memiliki
ranting ramping yang tumbuh lurus. Daun-daun kecilnya
juga subur bergerombol seperti membentuk payung
sehingga bisa melindungi tanaman yang ada dibawahnya.
Daun pohon ini berwarna hijau terang ketika berumur
muda, dan akan tetap terlihat hijau meskipun tengah
terjadi pergantian musim. Tanaman ini memerlukan
penyinaran matahari setiap hari, jenisnya termasuk dalam
tanaman outdoor. Penanaman pohon Ketapang kencana
pada sisi jalan sering dilakukan secara massal dalam
bentuk barisan. Penanaman ini berfungsi untuk menyerap
polusi dan telah banyak diterapkan di area-area publik di
Indonesia. Ketapang kencana juga sering ditanam sebagai
penghias dan peneduh pada taman rumah dan juga area
parkir di kawasan perkantoran. Pohon ini juga memiliki
khasiat untuk pengobatan. Kulit kayu dan kayunya dapat
digunakan untuk mengobati disentri. Pada kayunya
ditemukan tanin yang berguna sebagai pewarna.
52
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
10. Eboni
(Diospyros celebica)
Nama Umum : Eboni Sulawesi, maitong, lotong,
kayu hitam, sora, toetandu
(Indonesian); Macassar Ebony,
Coromandel Ebony, Streaked
Ebony, Black Ebony (English)
Deskripsi Umum :
Pohon tumbuh dengan batang yang tinggi, tegak,
dan lurus dengan ketinggian 20 – 40 meter serta memiliki
diameter hingga 1 meter. Pohon ini mempunyai batang atau
kayu berwarna hitam sehingga seringkali disebut sebagai
kayu hitam. Pohon ini mempunyai bunga berwarna putih
dan tumbuh secara berkelompok yang biasanya muncul
pada Bulan Maret sampai Mei. Pohon eboni juga bisa
menghasilkan buah berbentuk bulat oval yang warnanya
merah kekuningan dan berubah menjadi cokelat ketika
sudah matang serta dapat dimakan. Sama seperti daun,
buahnya juga mempunyai bulu-bulu halus di bagian luarnya.
Buah ini tumbuh pada Bulan September sampai November
dan biasanya dimakan oleh monyet, kelelawar, bajing, dan
lain sebagainya. Pohon yang menghasilkan kayu hitam
berkualitas tinggi dan nilai jual tinggi. Kayunya sangat cocok
digunakan sebagai kayu konstruksi bangunan atau furniture
rumah tangga.
53
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
11. Buta-Buta
(Excoecaria agallocha)
Nama Umum : Buta-buta
Deskripsi Umum :
Pohon meranggas kecil dapat mencapai
ketinggian 15 m. Kulit kayu berwarna abu-abu, halus,
tetapi memiliki bintil. Akar menjalar di sepanjang
permukaan tanah, seringkali berbentuk kusut dan
ditutupi oleh lentisel. Memiliki getah (warna putih
dan lengket) yang dapat mengganggu kulit dan
mata. Jenis ini memerlukan masukan air tawar
dalam jumlah besar sepanjang tahun. Umumnya
ditemukan pada bagian pinggir mangrove di bagian
daratan, atau kadang-kadang di atas batas air pasang.
Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Penyerbukan
dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Akar dari
jenis ini dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi
dan pembengkakan. Kayu digunakan untuk bahan
ukiran. Kayu tidak bisa digunakan sebagai kayu bakar
karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan. Kayu
dapat digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang
bermutu baik. Getah digunakan untuk membunuh
ikan. Kayunya kadang-kadang dijual karena memiliki
wangi yang khas.
54
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
12. Buni
(Antidesma bunius)
Sinonim : Antidesma bunias (L.) Spreng.,
orth.
Nama Umum : Buni, Wuni, Huni (Indonesian);
Bignay, Chinese Laurel (English)
Deskripsi Umum :
Habitus pohon, kecil hingga sedang tinggi dapat
mencapai 30 m dan diameter 50 cm. Bercabang banyak
dan rindang. Jenis ini dapat tumbuh secara alami pada
ketinggian 500-800 mpdl di berbagai jenis tanah dan masih
dapat tumbuh hingga ketinggian 1200 mdpl di daerah
beriklim kering. Habitat yang disukainya adalah Hutan
cemara basah, hutan Dipterocarp dan hutan jati, di tepi
sungai, di tepi hutan, di sepanjang tepi jalan, di rumpun
bambu, di habitat yang teduh atau terbuka, biasanya di
vegetasi sekunder tetapi juga di vegetasi primer. Manfaat
dari jenis ini yaitu untuk buahnya sering dikonsumsi untuk
rujak. Terkadang buahnya dapat pula dipakai sebagai
campuran dalam minuman buah-buahan. Buahnya yang
berukuran kecil dan berwarna merah menambah cantik
penampilannya dan disukai oleh burung. Alkaloid dari kulit
batang buni dapat digunakan untuk campuran pembuatan
obat. Daun mudanya dapat dimakan sebagai lalap. Daunnya
berbudaya dan digunakan untuk mengobati gigitan ular di
Asia. Pohon ini dapat dijadikan pohon hias. Kulit kayunya
menghasilkan serat yang kuat untuk tali pengikat dan untuk
membuat karton.
55
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
13. Trembesi
(Samanea saman) Lokasi Penyebaran : Jenis ini tersebar di daerah tropis dan IUCN Red List : Least Concern/
sub tropis yang berasal dari kawasan Beresiko Rendah
Peru, Meksiko dan Brazil. Meski CITES : -
Nama Umum : Saman, Trembesi (Indonesian);
berasal dari benua Amerika, jenis ini
Rain Tree, Monkey Pod, Saman P.106 Tahun 2018 : -
mampu beradaptasi dan tumbuh
(English)
dengan baik di wilayah lainnya.
Deskripsi Umum :
Pohon ini dapat mencapai tinggi
30 m. Batang berwarna cokelat tua.
Pohon ini juga memiliki nama yang
berbeda di setiap daerah di Indonesia,
seperti Kayu Ambon (Melayu), Ki
Hujan (Sunda), Punggur, Munggur,
Trembesi, dan Meh (Jawa). Jenis ini
tumbuh subur di daerah yang memiliki
rata-rata curah hujan 600 - 3000 mm/
tahun dengan ketinggian 0 hingga
300 m dpl. Jenis tanah yang dapat
ditumbuhi trembesi ialah tanah ber-pH
4,7 - 8,5 dengan sistem drainase yang
baik. Keistimewaan lain dari jenis ini
adalah kemampuannya menghadapi
cuaca ekstrem, yakni 2 - 4 bulan pada
bulan kering dengan suhu 20ºC - 38ºC.
Secara ekologis, jenis ini berperan
sebagai pohon peneduh. Memiliki
kemampuan menyerap 28.488 kg
CO2 setiap tahunnya oleh karena itu
banyak ditanami di kanan-kiri jalan
raya. Kegunaan lainnya akar Trembesi
dapat digunakan sebagai obat
tambahan pencegah kanker. Ekstrak
daun Trembesi dapat menghambat
pertumbuhan Mycobacterium
tuberculosis.
56
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Lokasi Penyebaran : Tumbuhan ini tersebar secara alami di Asia (China dan Asia Tenggara), dan bukan IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
tanaman asli Indonesia. Tanaman yang ditumbuh di Indonesia merupakan hasil CITES : -
introduksi, meskipun beberapa study memasukkan Indonesia sebagai habitat
P.106 Tahun 2018 : -
alami tanaman ini. Selain diintroduksi ke Indonesia, bunga ini juga diintroduksi
ke banyak negara lain mulai dari Amerika, Australia, hingga Afrika.
57
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
15. Merbau
(Intsia bijuga)
Nama Umum : Merbau, Merbau Ipil,
Merbau Ayer, Ipil, Kwila,
Kayu Besi (Indonesia); Ifil
(English)
Deskripsi Umum :
Pohon yang dapat tumbuh hingga 50 m, dengan
diameter hingga 250 cm setinggi dada untuk
batangnya, dan dapat memiliki akar penopang
hingga 4 m dan lebar 2 m. Tumbuh di daerah pesisir,
tetapi juga ditemui di hutan pedalaman, hingga
ketinggian 600 m dpl. Merbau banyak digunakan
untuk bahan konstruksi umum, papan flooring dan
furniture dan secara tradisional merupakan salah
satu jenis kayu yang paling sering digunakan untuk
bahan ukiran, tombak, anak panah, peralatan rumah
tangga dan bahan bangunan rumah tradisional.
58
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
16. Angsana
(Pterocarpus indicus)
Nama Umum : Angsana, Sonokembang, Paduak
Melayu, Halus Narra, Amboyna,
Cendana Merah, Asan, Sena,
Sona, Hasona, Asana, Sana,
Langsano, Lansano, Babaksana,
Linggua, Angsono (Indonesian);
Pterocarpus, Andaman
Redwood, Santal Rouge (English)
Deskripsi Umum :
Tanaman ini tumbuh sampai dengan ketinggian 30–
40 m dengan diameter batang hingga lebih dari 2 meter.
Tumbuh tersebar di sekitar pantai dan di hutan alam
campuran, namun sudah banyak juga dibudidayakan.
Dapat tumbuh pada semua kondisi lahan, namun jenis ini
akan tumbuh baik sampai ketinggian 500 mdpl, pada tanah
liat berpasir, dalam, dan gembur atau tanah berbatu-batu.
Manfaat pohon ini yang bertajuk lebat dan berbunga indah,
maka banyak digunakan sebagai tanaman penghias di
perkotaan, terutama sebagai tanaman peneduh, penyerap
kebisingan, dan juga penyerap polusi. Kayunya berwarna
coklat keemasan atau kuning sampai merah, berbau mawar
dengan pola yang indah pada permukaannya selain itu
cukup kuat dan awet. Sehingga kayu ini termasuk dalam kayu
mewah, dengan harga yang cukup tinggi. Saat ini ekstrak
kayu digunakan sebagai obat-obatan tradisional yang dapat
menyembuhkan beberapa penyakit. Di beberapa daerah
kulit kayu diparut kemudian direbus dan diambil cairan dan
digunakan untuk mengobati disentri dan diare.
59
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
60
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
18. Saninten
(Castanopsis javanica)
Nama Umum : Kingkilaban, Saninten,
Kalimorot, Ki Hiur
Deskripsi Umum :
Pohon besar dari anggota suku Fagaceae.
Tumbuhan ini memiliki buah yang menyerupai
buah rambutan, hanya saja memiliki perbedaan
di duri yang sangat tajam dan terdapat satu
buah dalam setiap lokusnya. Pohon sedang
hingga besar, memiliki ketinggian 10-40 m, serta
memiliki diameter batang 20-100 cm. Batang
dari jenis ini kadang berlekuk dan warna abu
kecoklatan. Habitat dari jenis ini berada di hutan
primer perbukitan dataran rendah dipterokarpa
hingga ketinggian 1000 mdpl. Dan kadang
tumbuh di hutan sekunder pada ketinggian
hingga 2000 mdpl. Cara perbanyakan secara
generatif melalui biji. Masa berbunga pada
bulan September-Maret, dan berbuah bulan
Maret-Desember. Kayu digunakan untuk
konstruksi, bahan bangunan rumah, perabot
rumah tangga, dan kulit kayu dibuat peti
sebagai penyimpan beras. Biji dimakan setelah
direbus atau dibakar, dapat dikonsumsi mentah,
dan sebagai obat. Biji merupakan pakan satwa.
Kulit kayu menghasilkan tanin untuk penyamak.
61
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
19. Pidada
(Sonneratia caseolaris)
Nama Umum : Pidada, Perepat, Alatat,
Pedada, Perepat Merah,
Bogem, Betah, Bidada,
Bogem, Kapidada, Bhughem,
Poghem, dll.
Deskripsi Umum :
Pohon jenis ini memiliki ketinggian mencapai 15
m, jarang mencapai 20 m. Memiliki akar napas vertikal
seperti kerucut (tinggi hingga 1 m) yang banyak dan
sangat kuat. Ujung cabang/ranting terkulai, dan
berbentuk segi empat pada saat muda. Tumbuh di
bagian yang kurang asin di hutan mangrove, pada
substrat tanah lumpur yang dalam serta seringkali
ditemui di sepanjang sungai kecil dengan air yang
mengalir pelan dan terpengaruh oleh pasang surut.
Belum pernah ditemui tumbuh pada pematang/
daerah berkarang. Tidak toleran terhadap naungan.
Waktu bunga berkembang/mekar penuh (setelah jam
20.00 malam), bunga berisi banyak nektar. Perbungaan
terjadi sepanjang tahun. Selama hujan lebat,
kecenderungan pertumbuhan daun akan berubah dari
horizontal menjadi vertikal. Buah asam dapat dimakan
(dirujak). Kayu dapat digunakan sebagai kayu bakar.
Setelah direndam dalam air mendidih, akar napas dapat
digunakan untuk mengganti gabus.
62
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
20. Waru
(Hibiscus tiliaceus)
Nama Umum : Waru, Waru Lengis. Baru, Dadap Laut, Lokasi Penyebaran : Daerah penyebaran di daerah IUCN Red List : Least Concern/
Waru Laut, Waru Gombong, Waru Kopek, tropis, di Indonesia tersebar di Beresiko Rendah
Waru Rangkang (Indonesian); Sea Hibiscus, seluruh kepulauan Nusantara CITES : -
Mahoe (English).
P.106 Tahun 2018 : -
Deskripsi Umum :
Pohon kecil, tinggi hingga 10-15
m, diameter 40-50 cm. Tajuk rimbun,
percabangan menyebar. Batang lurus
atau bengkok, dengan kulit kayu abu-
abu kecokelatan, berlenti sel. Cabang
atau ranting yang mencapai tanah sering
tumbuh akar. Waru banyak terdapat di
pantai yang tidak berawa, ditanah datar,
dan di pegunungan hingga ketinggian
1700 m dpl. Banyak ditanam di pinggir
jalan dan di sudut pekarangan sebagai
tanda batas pagar. Pada tanah yang
baik, tumbuhan ini berbatang lurus dan
daunnya kecil. Pada tanah yang kurang
subur, batangnya bengkok dan daunnya
lebih lebar. Perbanyakan jenis dapat
secara generatif melalui biji dan vegetatif
melalui okulasi dan stek. Kayunya
dimanfaatkan sebagai gagang kapak,
perkakas serta ukiran. Kulit kayu untuk
tali. Pohon ini banyak ditanam sebagai
pohon peneduh. Dalam pengobatan
tradisional, akar waru digunakan sebagai
pendingin bagi sakit demam, daun
waru membantu pertumbuhan rambut,
sebagai obat batuk, obat diare berdarah/
berlendir, amandel. Bunga digunakan
untuk obat trakhoma dan masuk angin.
63
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
64
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
65
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
23. Ki Ara
(Ficus fistulosa)
Nama Umum : Beunying, Ki Ara,
Ara, Beunying,
Wilodo, Ara Kujajing,
Ara Batang Kuning
Deskripsi Umum :
Pohon dengan tinggi mencapai 20 m,
diameter 30 cm. Batang silindris, pepagan
licin atau beretak kecil, warna abu-abu,
keputihan hingga kecoklatan. Tumbuh di
hutan primer dan sekunder, hutan rawa air
tawar dan sepanjang daerah aliran sungai
hingga ketinggian 2000 m dpl. Kayu dapat
dijadikan sebagai peti buah, konstruksi
ringan, peralatan dapur, pelampung dan kayu
bakar. Daun muda dapat dikonsumsi sebagai
lalapan atau salad. Getah dapat digunakan
untuk mengobati luka teriris benda tajam
dan air rebusan akar untuk perawatan setelah
melahirkan.
66
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
24. Kersen
(Muntingia calabura)
Nama Umum : Kersen, Talok,
Keres, Ceri
(Indonesian);
Jamaica Cherry,
Japanese Kers
(English)
Deskripsi Umum :
Tumbuhan tinggi mencapai 12 meter.
Namun umumnya yang tumbuh di
Indonesia hanya setinggi 3-6 meter saja.
Buah ini tergolong buah non-musiman,
yaitu buah yang terus berproduksi dan
berbunga sepanjang tahun. Tumbuhan
pionir yang paling banyak dijumpai di
wilayah hunian manusia, terutama di
kawasan tropis. Kayu kersen yang lunak
dan mudah kering sering digunakan
sebagai kayu bakar. Kulit kayunya pun
mudah dikupas sehingga sering dijadikan
sebagai bahan tali dan kain pembalut.
Pohon kersen juga kerap digunakan
sebagai pohon peneduh di pinggir jalan.
Dengan kandungan gizinya yang begitu
tinggi, kersen memiliki banyak khasiat
bagi tubuh manusia, yaitu mencegah pilek
dan flu, mengontrol gula darah, mengatasi
masalah pencernaan, dan mengatasi
infeksi bakteri.
Lokasi Penyebaran : Asal mula buah dengan kandungan air tinggi ini IUCN Red List : Not Evaluated / Belum Evaluasi
dari daratan Meksiko Selatan, Amerika Tengah, Peru, CITES : -
hingga Bolivia. Persebarannya di Asia Tenggara dibawa
P.106 Tahun 2018 : -
masuk dari Filipina pada akhir abad ke-19. Setelah itu,
jenis buah ini begitu cepat tersebar hingga ke seluruh
wilayah tropis di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
67
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
25. Pala
(Myristica fragrans)
Nama Umum : Indonesian: Pala; Rou Dou Kou
(Chinese); Nutmeg (English)
Deskripsi Umum :
Tanaman ini dapat tumbuh hingga ketinggian 5-15 meter atau
bahkan dapat mencapai 30 meter. Tanaman pala tumbuh pada
daerah dengan ketinggian sekitar 0-700 mdpl dengan curah
hujan 2000–3500 mm/tahunnya dan kelembapan udara sekitar
50-80%. Mulai berbuah lebat di tahun keenam dan mampu
tetap menghasilkan hingga 50-70 tahun. Pala memiliki beberapa
manfaat seperti biji dan fulinya memproduksi minyak etheris dan
lemak khusus yang bermanfaat dalam industri makanan kaleng
serta pengawetan ikan. Daging buahnya dijadikan manisan
atau asinan. kulit serta daunnya menghasilkan minyak atsiri
yang lazim digunakan sebagai bahan baku sabun, obat-obatan,
dan kosmetik. Oleh karena itu pala menjadi komoditi pertanian
bernilai ekonomis tinggi. Buah Pala terkenal memiliki mutu tinggi
sehingga jenis inilah yang paling banyak diminta pasar dunia.
68
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
69
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
CITES : -
70
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
71
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
72
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
30. Matoa
(Pometia pinnata)
Nama Umum : Matoa, Kasai
(Indonesian);
Fijian Longan
(English)
Deskripsi Umum :
Pohon besar dengan ketinggian
mencapai 50 m, serta memiliki diameter
mencapai 140 cm. Batang silindris, tegak,
warna putih keabuan, permukaan kasar,
percabangan simpodial, arah cabang
miring hingga datar, bercabang banyak
sehingga membentuk pohon yang
rindang. Pohon matoa berbuah sekali
dalam kurun satu tahun. Tumbuh baik
pada hutan hujan tropis, jenis tanah
Latosol, Podzolik Merah Kuning, Podzolik
Kuning pada dataran rendah hingga
ketinggian 1200 m dpl. Tumbuhan ini baik
tumbuh di daerah yang memiliki kondisi
tanah kering atau tidak tergenang air
dengan lapisan bawah tebal. Tanaman
buah matoa cocok dengan iklim yang
memiliki curah hujan tinggi, sekitar lebih
dari 1200 mm per tahun. Kayunya dapat
digunakan untuk bangunan perumahan
dan jembatan, mebel, lantai, moulding,
perkapalan, tangkai peralatan dan alat olah
raga. Kulit kayu digunakan sebagai bahan
obat. Pohonnya yang rindang sebagai
peneduh dan buahnya bisa dikonsumsi.
Buah matoa dapat dikonsumsi dan
bermanfaat bagi kesehatan di antaranya Lokasi Penyebaran : Daerah penyebarannya meliputi IUCN Red List : Least Concern/Beresiko Rendah
yaitu mengandung vitamin dan mineral Srilanka, Andaman dan Nikobar, CITES : -
yang tinggi, dapat menangkal penyakit Indo China, Taiwan, seluruh
P.106 Tahun 2018 : -
kronis seperti serangan jantung, stroke dan kawasan Malesia, Kepulauan Pasifik,
diabetes, dapat melawan kuman penyakit Fiji dan Samoa.
dan dapat menurunkan hipertensi.
73
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
31. Tanjung
(Mimusops elengi)
Nama Umum : Tanjung, Tanjong, Tanjo,
Keupula Cange, Kahekis/
Karikis/Rekes, Angkatan,
Wilaja (Indonesia); Spanish
Cherry, Indian Medlar (English)
Deskripsi Umum :
Habitus pohon dengan ukuran sedang, tinggi
mencapai 15 m. Daun-daunnya tunggal, tersebar dan
bertangkai panjang. Daun yang termuda berambut
coklat dan segera gugur. Mempunyai bunga yang
berbau harum yang khas. Pohon ini berguna sebagai
pohon peneduh. Kayunya bersifat padat, kuat, keras
dan berat serta memiliki kualitas yang cukup bagus.
Kayu tanjung juga sangat mudah diolah menjadi
berbagai produk, karena mudah diserut, dilubangi
persegi, dibor, dan di ampelas. Kayu digunakan menjadi
pasak pada pembuatan perahu, tangkai tombak atau
perkakas lainnya, berbagai macam mebel (kursi, lemari,
dan lainnya), tiang rumah, bahan ukiran dan patung,
kayu penutup lantai, struktur pembuatan jembatan
kayu, dan bantalan kereta api. Bunga tanjung untuk
pengharum ruangan, pengharum pakaian, pewangi
rambut, dan air rebusan bunga tanjung juga bisa
digunakan untuk mandi dan akan membuat badan
menjadi wangi dan terasa hangat. Buah tanjung juga
disukai oleh berbagai spesies burung.
74
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
32. Puspa
(Schima wallichii)
Nama Umum : Puspa, Huru Manuk, Huru Batu,
Seru, Ceheru, Cihu, Parakpak
Deskripsi Umum :
Habitus pohon dengan tinggi bisa mencapai 47 m,
memiliki ciri khas pada daun yang berwarna merah ketika
muda dan berwarna hijau ketika tua. Puspa mampu dan
tahan hidup pada berbagai kondisi tanah, iklim, dan
habitat. Tumbuh melimpah di hutan primer dataran
rendah hingga pegunungan sampai pada ketinggian
2400 mdpl – 3900 mdpl. Puspa dapat tumbuh dengan
subur pada tanah yang berdrainase baik, namun ada
beberapa yang ditemukan tumbuh di daerah berawa
dan sepanjang tepian aliran sungai. Pohon ini sering
dimanfaatkan sebagai pelindung serta untuk reklamasi
lahan dan reboisasi daerah tangkapan air, ditanam di
taman atau hutan kota. Kayunya dapat dipakai sebagai
bahan bangunan, bahan pulp dan kertas. Pepagan
menghasilkan zat pewarna yang digunakan untuk
menyamak kulit. Di Jawa Barat dipakai untuk menuba
ikan.
75
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Bab 4. Fauna
4.1 Jenis Fauna Asli (terdahulu) dan Jenis-Jenis Asli yang Ada Sekarang
S
eperti kondisi floranya, fauna Pulau Jawa katalog-katalog lama mengenai jenis-jenis yang hanya satu nama ternyata terdiri dari beberapa jenis
lebih sedikit daripada pulau-pulau Sunda hanya terdapat di Pulau Jawa dan kemudian yang berbeda.
Besar lainnya yang lebih besar, tetapi menelusuri pustaka-pustaka yang lebih baru untuk Bagi beberapa kelompok yang relatif besar dan
tingkat endemismenya relatif tinggi. menemukan penambahan daerah jelajahnya, sinonim menarik perhatian, misalnya kupu-kupu, tingkat
Penyajian seluruh jenis dan persentase dan jenis-jenis baru. Masalah lainnya adalah, banyak keandalan datanya mungkin cukup tinggi dan
jenis endemiknya sangat sulit dilakukan kelompok binatang yang sangat membutuhkan revisi dapat dibandingkan dengan dengan data kelompok
untuk setiap kelompok, terutama kelompok mendalam mengenai suatu jenis tertentu, melalui vertebrata. Namun untuk sebagian kelompok,
invertebrata, karena informasi yang ada sangat penjelasan dari referensi dan penafsiran baru. Revisi kualitas dan kuantitas koleksinya yang tidak cukup
sedikit. Penelusuran terhadap keberadaan jenis dapat menjelaskan apakah dua nama jenis tertentu baik di Jawa maupun di tempat lain menyebabkan
endemik berbagai kelompok satwa sebenarnya dapat itu benar-benar hanya merupakan variasi dari suatu timbulnya dua masalah. Pertama, jenis yang hanya
dilakukan, tapi melalui kerja keras seperti memeriksa jenis tunggal, atau sebaliknya, yaitu jenis yang diberi terdapat di Jawa mungkin selama ini tersembunyi
76
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
tanpa dapat dideteksi keberadaannya di Sumatera, karena lebih banyak koleksi yang dilakukan di Jawa hidup di suatu kawasan. Hal ini dapat dibuktikan
Kalimantan atau di tempat lain. Kedua, jenis endemik bagian barat dibandingkan di tempat lain. Faktor- bukan hanya dari data-data penelitian saja, bahkan
asli mungkin belum ditemukan. Banyak di antara faktor penyebabnya mungkin karena lokasinya yang masyarakat awam secara intuitif dapat merasakan
jenis-jenis binatang hidupnya terbatas di bagian lebih dekat dengan pusat biologi Bogor dan Ibukota bahwa satwa-satwa generalis yang mudah ditemui
barat Jawa yang lebih basah, tetapi pegunungan- negara, dekat dengan Kebun Raya Cibodas, serta pada masa lampau seperti burung-burung emprit/
pegunungan di bagian timur memiliki jumlah jenis udara yang sejuk dan akomodasi yang nyaman. bondol, kutilang, jalak dll semakin sulit untuk ditemui.
endemik yang cukup banyak. Menurut informasi Seiring dengan luasan konversi ekosistem alami Hal ini patut menjadi perhatian bersama bahwa
yang tersedia, beberapa jenis binatang hanya di Pulau Jawa menjadi lahan terbangun, maka luas saat ini, telah dan sedang terjadi perubahan dalam
terdapat di Gunung Gede-Pangrango. Apakah hal habitat tersedia bagi satwa alami semakin berkurang. lingkungan hidup kita bersama ditandai dengan
ini mencerminkan dengan tepat mengenai keadaan Prinsipnya adalah ketika habitat alami bagi satwa kehadiran satwa yang dahulu mudah ditemui menjadi
zoogeografi di Pulau Jawa? Pertanyaan ini muncul berkurang maka semakin sedikit satwa yang dapat jarang dan lebih sulit ditemui.
77
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
78
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
79
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Daur pakan diawali dari air, udara serta berbagai mineral dan
senyawa di dalam tanah yang diolah oleh tumbuhan berhijau daun
kemudian menjadi pakan satwa pemakan tumbuhan (herbivora). Sebagian
satwa herbivora merupakan pakan bagi satwa pemakan daging (karnivora)
dan sebagian karnivora menjadi makanan karnivora lain yang disebut sebagai
karnivora puncak. Bagian-bagian dari tubuh hayati yang tersisa dari rangkaian
makan-memakan ini akan diubah menjadi senyawa sederhana oleh rangkaian
perombak, mulai dari burung, reptilia, serangga perombak, dan berbagai jenis
kapang.
Pada suatu ekosistem yang sehat siklus ini akan terus berputar tanpa
henti. Eksploitasi kehidupan liar yang berlebihan menyebabkan beberapa
jenis kehati terancam punah. Oleh sebab itu, pemanenan tumbuhan
dan satwa liar yang diperdagangkan perlu diformulasikan dengan baik
dan tidak hanya berdasarkan permintaan pembeli atau pengusaha atau
daerah yang ingin mengeksploitasi. Konvensi perdagangan satwa dan
tumbuhan liar (CITES) mengatur volume perdagangan internasional pada
tingkatan jenis yang dikelompokkan ke dalam Appendix I , II, dan III. IUCN
juga mengeluarkan data tentang satwa dan tumbuhan liar yang terancam
punah secara berkala dalam kategori red list.
Monitoring dan evaluasi merupakan bagian dari suatu proses
manajemen. Monitoring perlu dilakukan secara periodik dan
terus menerus untuk mengetahui kemajuan dalam jangka
waktu tertentu. Monitoring keanekaragaman hayati sangat
penting bagi pihak manajemen (bagian lingkungan)
untuk mengambil keputusan dan menentukan
langkah-langkah perbaikan proses atau metode
untuk pencapaian hasil yang baik. Tempat hidup
satwa liar yang selalu bersinggungan dengan
manusia tentunya akan mengalami dampak
dari segala kegiatan yang dilakukan.
80
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
81
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
MAMALIA
1. Surili
(Presbytis comata)
Javan Surili
Deskripsi :
Surili dewasa memiliki ukuran tubuh yang berkisar
antara 42-61 cm. Berat surili jantan dewasa sekitar 6,5 kg
dan surili betina dewasa sekitar 6,7 kg. Susunan gigi surili
yaitu 2:1:2:3 pada rahang bagian atas dan bawah. Rambut
bagian kepala hingga bagian punggung surili dewasa
berwarna hitam atau coklat keabuan, warna rambut
jambul dan bagian kepala berwarna hitam. Sedangkan
rambut berwarna putih tumbuh pada bagian dagu,
dada, perut, bagian dalam lengan dan kaki, serta ekor.
Bayi surili umumnya memiliki warna rambut putih
terang seperti kapas.
Kebiasaan:
Surili merupakan satwa arboreal dan diurnal.
Makanan utama surili adalah dedaunan sehingga
dimasukan dalam golongan monyet pemakan daun.
Hidup secara berkelompok beranggotakan 3 hingga 12
individu. Surili melakukan perkawinan secara multimate.
Masa kehamilan surili diperkirakan sekitar 196-210 hari.
Kematangan seksual surili jantan ketika mencapai umur
3 tahun sedangkan surili betina pada umur 3-4 tahun.
82
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
2. Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus)
West Javan Ebony Langur
Deskripsi :
Lutung Jawa berukuran sedang, dengan panjang kepala
dan tubuh antara 46-75 cm. Lutung Jawa memiliki rambut
tubuh berwarna hitam. Seperti jenis lutung lainnya, lutung
ini memiliki ekor yang panjang, antara 61-82 cm. Jantan dan
betina dewasa umumnya berwarna hitam, dengan betina
memiliki warna putih kekuningan di sekitar kelaminnya.
Anak lutung memiliki rambut tubuh berwarna jingga
keemasan.
Kebiasaan:
Lutung Jawa adalah hewan diurnal, yakni aktif pada
siang hari di atas pepohonan. Makanan pokoknya adalah
dedaunan, buah-buahan dan bunga. Jenis ini juga memakan
larva serangga. Lutung Jawa hidup berkelompok, yang
dalam satu kelompoknya terdiri sekitar tujuh ekor lutung,
termasuk satu atau dua ekor Lutung jantan dewasa. Lutung
Jawa diketahui menghuni berbagai tipe hutan mulai dari
mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, hutan
gugur daun tropika, serta hutan pegunungan.
83
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Monyet ini umum ditemukan di hutan-hutan pesisir
(mangrove, hutan pantai), dan hutan-hutan sepanjang
sungai besar, di dekat perkampungan, kebun campuran,
atau perkebunan; dapat ditemui hingga ketinggian 1.300
m dpl. Jenis ini sering membentuk kelompok hingga
20-30 ekor; dengan 2-4 jantan dewasa dan selebihnya
betina dan anak-anak. Jenis ini memakan aneka buah-
buahan dan memangsa berbagai jenis hewan kecil
seperti ketam, serangga, telur dll. Kadang-kadang
kelompok monyet ini memakan tanaman di kebun.
84
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
4. Owa Jawa
(Hylobates moloch)
Javan Gibbon
Deskripsi :
Owa Jawa tidak memiliki ekor, dan tangannya relatif
lebih panjang dari panjang tubunya. Tangan yang
panjang ini diperlukan untuk berayun dan berpindah
di antara dahan-dahan dan ranting di tajuk pohon
yang tinggi. Warna tubuhnya keabu-abuan, dengan
sisi atas kepala lebih gelap dan wajah kehitaman,
dijumpai wajah putih di daerah alis. Berat tubuh owa
dewasa rata-rata mencapai 8 kg.
Kebiasaan:
Owa Jawa hidup dalam kelompok-kelompok
kecil semacam keluarga inti, terdiri dari pasangan
hewan jantan dan betina, dengan satu atau dua anak.
Owa Jawa merupakan pasangan yang setia, atau
monogami. Rata-rata Owa jawa betina melahirkan
sekali setiap tiga tahun, dengan masa mengandung
selama 7 bulan. Anak-anaknya disusui hingga 18 bulan,
dan terus bersama keluarganya sampai dewasa (sekitar
8 tahun). Owa muda kemudian akan memisahkan diri
dan mencari pasangannya sendiri. Primata ini adalah
satwa diurnal dan arboreal. Makanan utamanya adalah
buah-buahan, daun dan bunga-bungaan.
85
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
5. Codot Krawar
(Cynopterus brachyotis)
Lesser Dog-faced Fruit Bat
Deskripsi :
Kelelawar berukuran sedang; dengan panjang lengan
bawah antara 55–65 mm, ekor 8–10 mm, dan telinga 14–
16 mm. Berat tubuhnya antara 21–32 gram. Umumnya
berukuran coklat sampai coklat kekuningan dengan
kerah berwarna jingga tua lebih terang pada jantan
dewasa, dan kekuningan pada hewan betina. Anakan
berwarna lebih abu-abu dengan kerah tidak jelas.
Tulang-tulang pada telinga dan sayap biasanya bertepi
putih. Gigi seri bawah dua pasang.
Kebiasaan:
Codot krawar merupakan kelelawar pemakan buah
(frugivora); menyukai buah-buahan aromatis seperti
mangga. Makanan utamanya adalah buah-buahan
kecil, menghisap sari buah dan daging buah yang
lunak, namun juga memakan nektar dan serbuk. Sering
didapati terbang berkeliaran di kebun dan pekarangan
di waktu gelap. Di siang hari codot ini bertengger dalam
kelompok kecil di pepohonan, di bawah dedaunan, atau
di gua-gua di bagian yang tidak terlalu gelap.
86
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
87
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
7. Tupai Kekes
(Tupaia javanica)
Javan treeshrew
Deskripsi :
Tupai yang bertubuh kecil ramping. Panjang
kepala dan tubuh sekitar 15 cm atau kurang, ekor
sekitar 18 cm (120% kepala dan tubuh). Warna tubuh
bidang atas mirip bajing kelapa (Callosciurus
notatus) di Jawa Barat. Kuning-coklat abu-
abu, dengan bintik-bintik bulu kehitaman. Di
sekeliling mata dan di bahu terdapat warna
kuning keputihan. Sisi perut dan di bawah kaki
kekuningan hingga keputihan. Ekor panjang dan
melebar, namun tidak menebal, coklat kuning
dengan bintik-bintik kehitaman.
Kebiasaan:
Hidup di hutan-hutan sekunder dan
perkebunan, terutama di tempat dengan banyak
pohon kecil. Tupai kekes aktif pada siang hari
(diurnal), terutama di waktu pagi. Sepintas,
perilakunya serupa dan sukar dibedakan dari
bajing kelapa. Apalagi kedua jenis hewan ini
memiliki ukuran tubuh yang hampir sama
dan relung ekologis (ecological niche) yang
bertumpang tindih.
88
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
8. Musang Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus)
Common Palm Civet
Deskripsi :
Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm
(termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan
ekor hitam-coklat mulus. Sisi atas tubuh abu-abu kecokelatan, dengan
variasi dari warna tengguli (cokelat merah tua) sampai kehijauan. Jalur
di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap
yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan
bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat
beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya.
Kebiasaan:
Musang luak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap
ditemui di sekitar permukiman dan bahkan perkotaan. Hewan ini
amat pandai memanjat dan bersifat arboreal, kerap berkeliaran di
atas pepohonan, meskipun tidak jarang turun ke tanah. Musang juga
bersifat nokturnal. Musang ini kerap dituduh sebagai pencuri ayam,
walaupun tampaknya lebih sering memakan aneka buah-buahan
di kebun dan pekarangan. Termasuk di antaranya pepaya, pisang, dan
buah pohon afrika (Maesopsis eminii). Mangsa yang lain adalah aneka
serangga, cacing tanah, moluska, kadal, serta bermacam-macam hewan
kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus.
Di tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah yang
keras, sering kali didapati tumpukan kotoran musang dengan aneka biji-
bijian yang tidak tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan musang ini
begitu singkat dan sederhana, sehingga biji-biji itu keluar lagi dengan
utuh. Karena itu pulalah, konon musang luak memilih buah yang betul-
betul masak untuk menjadi santapannya. Maka terkenal istilah kopi Sebaran : Menyebar luas mulai dari India dan bagian utara Pakistan di barat,
luwak dari Jawa, yang menurut cerita dari mulut ke mulut diperoleh Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Asia Tenggara, China selatan,
dari biji kopi hasil pilihan musang luak, dan telah mengalami ‘proses’ Semenanjung Malaya hingga Filipina. Di Indonesia didapati di
melalui pencernaannya. Sebagaimana aneka kerabatnya dari Viverridae, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian
musang luak (jantan) mengeluarkan semacam bau dari kelenjar di dekat selatan, serta Taliabu dan dan Seram di Maluku.
anusnya. Samar-samar bau ini menyerupai harum daun pandan, namun
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko rendah
dapat pula menjadi pekat dan memualkan. Kemungkinan bau ini
digunakan untuk menandai batas-batas teritorinya, dan pada pihak lain CITES : -
untuk mengetahui kehadiran hewan sejenisnya di wilayah jelajahnya. P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
89
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
9. Babi Hutan
(Sus scrofa)
Wild Boar
Deskripsi :
Babi ini memiliki ukuran yang besar
dengan berat dapat mencapai 200 kg (400
pound) untuk jantan dewasa, serta panjang
hingga 1,8 m (6 kaki). Babi hutan di Indonesia
panjang tubuhnya hingga 1.500 mm, panjang
telinga 200–300 mm, dan tinggi bahunya 600–
750 mm.
Kebiasaan:
Jika terkejut atau tersudut hewan ini dapat
menjadi agresif, terutama betina dewasa
yang sedang melindungi anak-anaknya, dan
jika diserang akan mempertahankan dirinya
dengan taringnya. Babi liar jenis ini menempati
berbagai habitat beriklim sedang dan tropis,
dari semi-gurun hingga hutan hujan tropis,
hutan beriklim sedang, padang rumput, dan
hutan alang-alang; sering menjelajah ke lahan
pertanian untuk mencari makan.
90
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
91
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
BURUNG
1. Elang Brontok
(Nisaetus cirrhatus)
Changeable Hawk-eagle
Deskripsi :
Berukuran besar (70 cm), bertubuh ramping. Sayap sangat lebar, ekor
panjang berbentuk bulat, jambul sangat pendek. Terdapat fase gelap, pucat,
dan peralihan. Fase gelap: seluruh tubuh coklat gelap dengan garis hitam
pada ujung ekor, terlihat kontras dengan bagian ekor lain yang coklat dan
lebih terang. Burung muda juga berwarna gelap. Fase terang: tubuh bagian
atas coklat abu-abu gelap, tubuh bagian bawah putih bercoret-coret coklat
kehitaman memanjang, setrip mata dan kumis kehitaman.
Suara:
Pekikan panjang “kwip-kwip-kwip-kwip-kwiiah” meninggi atau “klii-liiuw”
tajam.
Kebiasaan:
Mengunjungi hutan dan daerah berhutan yang terbuka, menyergap
ayam kampung. Berburu dari udara atau dari tempat bertengger di pohon
kering. Umumnya berburu di hutan yang baru ditebang. MacKinnon (1998)
mengatakan bahwa Elang pada umumnya menyukai untuk bertengger pada
dahan pohon yang tinggi atau mempertahankan teritori dari burung-burung
pemangsa lainnya di udara. Untuk mempertahankan kehidupannya, burung
Elang melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan
(kompetisi) dan kerjasama (simbiosis) untuk mendapatkan pakan, pelindung,
pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya (Alikodra 2002)
Penyebaran global : India, Asia tenggara, Filipina, Sunda Besar dan Nusa
Tenggara.
Penyebaran lokal : Terdapat di seluruh dataran Sunda Besar, tidak umum
dan status ditemukan di bawah ketinggian 2.000 m.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : Appendix II
P.106 Tahun 2018 : Dilindungi
92
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
2. Elang Hitam
(Ictinaetus malayensis)
Black Eagle
Deskripsi :
Berukuran besar (70 cm), berwarna hitam. Sayap dan
ekor panjang, tampak sangat besar pada waktu terbang.
Terdapat bercak berwarna pucat pada bagian pangkal
bulu primer dan garis-garis samar pada ekor. Tetapi pada
waktu terbang atau beristirahat, penampakan umum
tubuh seluruhnya hitam.
Suara:
Ratapan berulang-ulang “klii-ki” atau “hi-liliuw”,
biasanya dikeluarkan dalam seri nada yang melemah.
Kebiasaan:
Mendiami kawasan hutan, biasanya terlihat berputar-
putar rendah di atas tajuk pohon. Meluncur dengan indah
dan mudah di sisi-sisi bukit berhutan, sering berpasangan.
Suka merampok sarang burung lain. Burung yang
ahli dalam melakukan penyergapan mangsa secara
mendadak. Mangsa utamanya berupa burung, kadal,
mamalia kecil, katak kelelawar dan serangga berukuran
besar.
93
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
3. Elang Jawa
(Nisaetus bartelsi)
Javan Hawk-eagle
Deskripsi :
Berukuran besar (60 cm), dengan jambul menonjol.
Dewasa: jambul, mahkota dan garis kumis hitam; bagian
sisi kepala dan tengkuk coklat berangan. Punggung dan
sayapnya coklat gelap, ekor coklat bergaris-garis hitam,
tenggorokan putih dengan setrip hitam di tengahnya.
Bagian bawah yang lain keputih-putihan, bercoretan
coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap
pada perut.
Suara:
Nyaring, pekikan khas: “hi-hiíiw”, lebih tinggi dan parau
daripada Elang brontok, atau “hihi-hiíiw” sering dalam seri
yang pendek.
Kebiasaan:
Menghuni hutan dan daerah berhutan terbuka, di
perbukitan dan pegunungan. Burung pemangsa ini
berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi
dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka
mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di
atas tanah baik secara individu maupun berpasangan atau
berkelompok dalam jumlah kecil.
94
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
4. Elangular Bido
(Spilornis cheela)
Crested Serpent-eagle
Deskripsi :
Berukuran sedang (50 cm), berwarna gelap. Sayap sangat lebar
membulat, ekor pendek. Dewasa: tubuh bagian atas coklat abu-abu
gelap, tubuh bagian bawah coklat. Perut, sisi tubuh, dan lambungnya
berbintik-bintik putih, terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis-
garis hitam pada ekor. Jambulnya pendek dan lebar, berwarna hitam
dan putih. Ciri khasnya adalah kulit kuning tanpa bulu di antara mata
dan paruh. Pada waktu terbang, terlihat garis putih lebar pada ekor
dan garis putih pada pinggir belakang sayap. Ras Kalimantan berwarna
lebih pucat dan coklat.
Suara:
Sangat ribut, melayang-layang di atas hutan, mengeluarkan suara
nyaring dan lengking “kiu-liu”, “kwiiikkwi”, atau “ke-liik-liik” yang khas,
dengan tekanan pada dua nada terakhir, dan “kokokoko” yang lembut.
Kebiasaan:
Sering terlihat terbang melingkar di atas hutan dan perkebunan,
antar pasangan sering saling memanggil. Pada saat bercumbu,
pasangan memperlihatkan gerakan aerobatik yang menakjubkan
walaupun biasanya tidak terlalu gesit. Sering bertengger pada dahan
yang besar di hutan yang teduh sambil mengamati permukaan tanah
di bawahnya.
95
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
5. Sikepmadu Asia
(Pernis ptylorhynchus)
Oriental Honey-buzzard
Deskripsi :
Berukuran sedang (50 cm), berwarna hitam dengan jambul kecil. Warna
sangat bervariasi dalam bentuk terang, normal, dan gelap dari dua ras yang
sangat berbeda. Masing-masing meniru jenis elang lainnya dalam pola
warna bulu. Terdapat garis-garis yang tidak teratur pada ekor. Semua bentuk
mempunyai tenggorokan berbercak pucat kontras, dibatasi oleh garis tebal
hitam, sering dengan garis hitam mesial. Ciri khas ketika terbang: kepala
relatif kecil, leher agak panjang, sayap panjang menyempit, ekor berpola. Iris
jingga, paruh abu-abu, kaki kuning, bulu berbentuk sisik (terlihat jelas pada
jarak dekat).
Suara:
Keras, tingkatan nada meninggi seperti bunyi lonceng dengan empat
tingkatan nada “wii-wiy-uho” atau “wiihiy-wiihiy”.
Kebiasaan:
Sering mengunjungi hutan pegunungan. Ciri sewaktu terbang adalah
beberapa kepakan dalam yang diikuti luncuran panjang. Melayang tinggi
di udara dengan sayap datar. Mempunyai kebiasaan aneh yaitu merampas
sarang tawon dan lebah.
96
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
6. Cekakak Jawa
(Halcyon cyanoventris)
Javan Kingfisher
Deskripsi :
Berukuran sedang (25 cm), berwarna sangat gelap.
Dewasa: kepala coklat tua, tenggorokan dan kerah
coklat. Perut dan punggungnya biru ungu, penutup
sayap hitam, bulu terbang biru terang. Bercak putih
pada sayap terlihat sewaktu terbang.
Suara:
Jernih berdering: “cii-rii-rii-rii” atau “crii- crii-crii”, dan
suara lain yang mirip Cekakak belukar.
Kebiasaan:
Bertengger pada cabang rendah pohon yang
terisolasi atau pada tiang di lahan rumput terbuka.
Memburu serangga dan mangsa lain. Jarang sekali
berburu di atas air. Lebih pendiam dibandingkan
Cekakak sungai, tetapi suaranya sering terdengar.
97
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
7. Rajaudang Biru
(Alcedo coerulescens)
Small Blue Kingfisher
Deskripsi :
Berukuran sangat kecil (18 cm), berwarna biru
dan putih. Tubuh bagian atas dan garis dada biru
kehijauan mengilap; mahkota dan penutup sayap
bergaris hitam kebiruan; kekang, tenggorokan, dan
perut putih. Iris coklat, paruh hitam, kaki merah.
Suara:
Nada cukup tinggi, cicitan dua nada “tiiw-tiiw”
yang dikeluarkan sewaktu terbang.
Kebiasaan:
Bertengger pada pohon di pinggir aliran air
kecil, tambak, dan hutan mangrove. Burung
Rajaudang Biru ini memang dinilai sangat cerdik
dalam memburu mangsanya yang ada di dalam
air. Burung ini biasa hinggap pada dahan atau
ranting pohon dengan ketinggian 1-2 meter dari
atas permukaan air. Rajaudang Biru bertengger
tidak hanya bersantai saja, akan tetapi bertengger
tujuannya untuk mengawasi mangsanya.
98
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
8. Rajaudang Meninting
(Alcedo meninting)
Blue-eared Kingfisher
Deskripsi :
Berukuran kecil (15 cm), punggung biru terang/
metalik. Punggung lebih gelap daripada Raja-udang
Erasia. Tubuh bagian bawah merah-jingga terang,
penutup telinga biru mencolok. Iris coklat, paruh
kehitaman, kaki merah.
Suara:
Nada tinggi: “criit-tit” biasa dikeluarkan sewaktu
terbang dan cicitan cepat sewaktu bertengger.
Kebiasaan:
Terbang sangat cepat dari satu tenggeran ke
tenggeran lain, membuat gerakan kepala turun-naik
yang aneh ketika mencari makan. Menyelam secepat
kilat untuk menangkap mangsa. Mangsa kemudian
dibawa ke tenggeran, dibunuh, baru dimakan.
99
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
100
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Suara bergemerincing dan berdeklik, suara seperti menjerit ketika
bercumbu.
Kebiasaan:
Hidup pada genangan air yang luas dan bersih, seperti danau dan
sungai besar. Menyelam secara menakjubkan dan tinggal di bawah
air untuk waktu yang lama. Mampu mereduksi daya apung sehingga
hanya kepalanya saja yang terlihat pada waktu berenang, tetapi
bulunya yang dapat menyerap air menyulitkan untuk mengepakkan
sayap dan berlari di atas air ketika akan terbang. Menghabiskan waktu
lama untuk mengeringkan bulu di tempat bertengger. Berkumpul
dalam kelompok di atas pohon yang gundul.
101
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
“Krak” yang menguak jika terganggu.
Kebiasaan:
Hidup di sawah atau daerah lain yang berair, sendirian atau
dalam kelompok tersebar. Berdiri diam-diam dengan tubuh
pada posisi rendah dan kepala ditarik kembali, sambil menunggu
mangsa. Setiap sore terbang dengan kepakan sayap perlahan-
lahan, berpasangan atau bertigaan, beramai-ramai menuju tempat
istirahat. Bersarang dalam koloni bersama dengan burung air lain.
102
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
“Krook” yang parau dan suara seperti angsa.
Kebiasaan:
Pemburu yang hidup menyendiri di air dangkal,
mencari ikan dengan cara menyusurkan kepala dan
paruh. Berdiri dengan satu kaki menunggu ikan lewat.
Kepakan sayap berat. Beristirahat di atas pohon.
103
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
“Wok” atau “kowak” yang parau sewaktu terbang, dan
uakan serak jika terganggu.
Kebiasaan:
Beristirahat di atas pohon pada siang hari. Sebelum keluar
mencari makan pada waktu senja, berputar-putar di atas
tempat istirahat sambil mengeluarkan suara kuakan parau.
Pada malam hari, mencari makan di sawah, padang rumput,
dan pinggir sungai. Bersarang di dalam koloni yang ribut di
pohon, biasanya di atas air. Cara terbang agak mirip kalong.
104
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
“Pendiam, kecuali kuakan parau pada tempat bersarang.
Kebiasaan:
Mengunjungi sawah, tepi sungai, gosong pasir dan lumpur,
dan sungai kecil di pesisir. Mencari makan dalam kelompok
yang tersebar, sering berbaur dengan jenis lain. Kadang-kadang
menyambar mangsanya di pinggir air dangkal di pantai. Terbang
membentuk huruf V ketika kembali ke tempat beristirahat pada
malam hari. Bersarang dalam koloni bersama dengan burung air
lain.
105
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Lembut, berulang, nada tunggal menaik “kwiik”. “Tidip”, “tik”, atau
“cik” sewaktu terbang atau berjalan cepat.
Kebiasaan:
Burung Cerek jawa memiliki kebiasaan dalam berburu mangsa,
yaitu saat berburu mangsa akan mengamati kondisi sekitar untuk
melihat mangsanya dan akan berlari menuju mangsa yang ditemukan
dengan cara mengangkat ekor ke atas dan mengoyak dengan paruh
runcing. Cerek jawa hidup dalam kelompok kecil atau soliter, sarang
Cerek jawa terdapat 2- 3 butir telur dengan motif bercak-bercak hitam
dan berwarna hijau lumut.
Catatan:
Oleh beberapa pakar, dulu dimasukkan ke dalam ras Cerek tilil atau
Cerek Melayu, tetapi sekarang sudah dianggap sebagai jenis sendiri.
106
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
16. Bangau Bluwok ketinggian 900 m. Bergabung dengan cangak dan bangau lain, kadang-kadang
melayang tinggi di angkasa. Ketika makan, katupan paruhnya bisa terdengar dari
(Mycteria cinerea) kejauhan. Bersarang dalam koloni campuran dengan burung air lain.
Milky Stork Penyebaran global : Indocina, Malaysia, Sulawesi, Sumatera, Jawa, dan
Sumbawa.
Deskripsi :
Berukuran sangat besar (92 cm). Berbulu putih, kecuali bulu terbang dan sayap Penyebaran lokal : Rentan (Collar dkk. 1994). Koloni-koloni tempat berbiak
hitam. Kulit muka tanpa bulu berwarna merah jambu sampai merah. Remaja: dan status diketahui di Propinsi Riau, pesisir timur Sumatera selatan,
coklat keabuan dengan tungging putih dan bulu terbang hitam. Iris coklat, paruh dan P. Rambut di Jawa barat. Tercatat sejumlah burung
kekuningan dan panjang melengkung, kaki abu-abu. di beberapa tempat yang sesuai di Jawa tengah bagian
selatan dan Jawa timur, tetapi tidak dipastikan berbiak.
Suara: Mencari makan di tempat yang luas. Akhir-akhir ini
Umumnya diam, kecuali suara serak pada burung muda dan tepukan paruh. ditambahkan dalam daftar burung di Bali.
IUCN Red List : EN (Endangered) / Terancam Punah
Kebiasaan:
CITES : Appendix I
Sering mengunjungi daerah berlumpur dan daerah tergenang termasuk
rawa, gosong lumpur di pantai, dan sawah. Biasanya hidup sendirian atau dalam P.106 Tahun 2018 : Dilindungi
kelompok kecil dan agak besar, di dekat pantai. Tetapi di Sumatera menyebar sampai
107
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Seri panjang terdiri dari nada “bup” mirip Bubut besar dan suara mirip ayam
berkotek.
Kebiasaan:
Burung ini suka makan serangga berupa kupu – kupu besar, belalang, ulat bulu,
capung, jangkrik sampai dengan serangga yang berupa kumbang. Ketika berada
di alam liar, perilaku burung Bubut Jawa ini ternyata tidak hidup berdampingan
dengan spesies dari jenis burung bubut yang lainnya dan keadaan seperti itu
disebabkan oleh perbedaan dari habitat aslinya. Bubut Jawa akan mencari makan
dengan cara mengais – ngais tanah ataupun dengan mencari makan pada tempat
ranting – ranting pohon yang rindang di alam liarnya. Burung bubut ini juga bisa
kita jumpai di antara semak-semak yang terdapat hutan, baik itu pada saat mereka
berburu mangsa maupun ketika burung bubut tersebut sedang membuat sarang
untuk mereka bertelur.
108
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Nyanyian keras jernih “hiur-iur-celiu” atau “wii-piit, wii-
piit”. Mengeong dan meniru suara burung lain, diberitakan
kadang-kadang bersuara pada malam hari.
Kebiasaan:
Hidup berpasangan, dan hinggap pada cabang terbuka
atau tumbuhan merambat di tempat terbuka di hutan,
menyambar serangga lewat, terbang naik mengejar ngengat
atau menukik untuk menangkap mangsa yang terbang.
Mangsa mereka adalah serangga kecil, seperti semut,
lebah, lalat, belalang. Warnanya yang keperakan bertengger
menghiasi pohon-pohon tinggi di hutan pegunungan
Halimun.
109
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Cicitan lembut: “cii-i-i”, “prrit” yang khas, serta suara dalam
kelompok: “pi-i” yang melengking.
Catatan:
Kadang-kadang diperlakukan sebagai ras dari bondol Lonchura
striata.
Kebiasaan:
Mengunjungi semua jenis lahan pertanian dan lahan berumput
alami. Membentuk kelompok selama musim panen padi, tetapi
biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil. Mencari
makan di atas tanah atau memetik biji dari bulir rumput. Menghabiskan
banyak waktunya dengan bersuara kerikan gaduh dan menyelisik di
pohon-pohon besar.
110
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Burung muda berteriak berulang-ulang:”kiri kiri kiri” ketika
bertemu induknya, atau “kekekeke”’ yang kencang ketika panas hati.
Suara tersebut juga dikeluarkan burung dewasa untuk menunjukkan
wilayah teritorialnya.
Kebiasaan:
Terbang melingkar perlahan, melayang-layang diam sambil
mengepak sayap. Menukik saat memangsa. Bertengger pada tiang,
pohon, batu cadas. Sarang besar dari ranting, berlapis daun, epifit,
atau lumut, pada pohon terisolir, atau pada lubang pohon. Telur
berwarna kemerahan, berbintik coklat, jumlah 4 butir. Berbiak bulan
April-Agustus.
111
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Diam ketika di laut. Bernyanyi dengan nada naik turun dan
berbunyi seperti tepukan hanya pada waktu berada di sarang.
Kebiasaan:
Hidup di laut, membubung tinggi di atas permukaannya,
mengikuti udara panas atau berputar-putar di atas ikan. Menangkap
makanan dari permukaan laut tanpa mendarat atau memburu
burung laut lain untuk merampas makanan. Bertengger atau
beristirahat pada bagan ikan dan di atas pepohonan di pulau-pulau
kecil.
112
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Keras: “kiir-ar” menurun, dengan
penekanan pada nada pertama.
Kebiasaan:
Mengunjungi perairan
pantai dan kadang-kadang Penyebaran global : Berbiak di Amerika utara, Eropa, dan Asia. Pada IUCN Red List : LC (Least Concern) /
perairan daratan. Beristirahat musim dingin mengembara ke selatan, yaitu ke Beresiko Rendah
pada tenggeran tinggi seperti Amerika selatan, Afrika, Indonesia, dan Australia.
CITES : -
panggungan pemancingan dan Penyebaran lokal : Pada musim dingin bermigrasi tidak teratur di
batu-batu. Penerbang tangguh, P.106 Tahun 2018 : Dilindungi
dan status Sunda Besar. Kadang-kadang terlihat dalam
mencari makan dengan cara kelompok yang sangat besar dengan beberapa
menjatuhkan diri untuk menyelam burung yang masih dalam bulu tidak berbiak
ke dalam laut. musim panas.
113
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Serak, menyentak-nyentak: “kitt” atau “ki-kitt”.
Kebiasaan:
Hidup dalam kelompok kecil atau kadang-kadang dalam kelompok
besar. Sering terbang sampai sejauh 20 km ke daratan, untuk mencari
makan di tanah yang tergenang dan di sawah. Mengambil makanan
dengan cara menyambar atau terbang rendah di atas perairan.
114
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Berulang: “kwiik” atau tajam: “kwek-kwek”.
Kebiasaan:
Sering mengunjungi pesisir dan muara sungai dalam kelompok kecil.
Terbang jauh masuk ke pedalaman untuk mencari makan di sawah dan
rawa-rawa. Mencari makan dengan cara terbang rendah di atas air dan
melawan angin, menyambar serangga. Umumnya hinggap pada tiang-
tiang.
115
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
116
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
117
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Ketika di sarang bersuara parau, pecah dari tenggorokan.
Kebiasaan:
Sering mengunjungi danau, kolam, dan muara. Kadang-kadang hidup
di tepi laut dan tambak. Umumnya hidup dalam kelompok kecil, tetapi
sering juga terlihat sendirian. Mencari makan berupa ikan, udang, dan
serangga perairan. Ketika musim berbiak, burung akan berkelompok dalam
membangun sarang bersama kawanan burung lainnya, seperti Kuntul,
Cangak, dan Ibis. Sarang dibangun oleh kedua pasangan dari tumpukan
ranting berukuran besar yang diletakan di percabangan pohon atau
dipermukaan tanah. Masa mengerami dan merawat anakannya dilakukan
secar bersama-sama.
118
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Jantan bersuara pada dini hari: “buu-ki-kooh”, sama seperti ayam
peliharaan, tetapi lebih tajam dan lebih singkat. Suara ras di Sumatera
selatan dan Jawa lebih serak. Cicitan burung muda seperti anak ayam
peliharaan. Berketuk bila terganggu.
Kebiasaan:
Lebih menyukai habitat semak-semak yang setengah terbuka.
Jantan mungkin bersifat soliter, berkumpul dengan selir-selir betina
atau kadang-kadang dengan jantan lainnya. Mencari makan di tanah
tetapi dapat terbang dengan baik. Bertengger di pohon.
119
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
“Kikikikikiki” yang bergetar pendek, tajam terengah-
engah, atau dengungan “trrrrrr-i-i”.
Kebiasaan:
Khas pelatuk kecil, bergerak perlahan-lahan pada batang
pohon atau pohon mati untuk mencari makan, biasanya
menyendiri. Tinggal di hutan sekunder, lahan terbuka, dan
hutan mangrove. Memakan segala jenis serangga seperti
semut dan kumbang. Ketika musim berbiak kedua pasangan
akan membangun sarangnya pada lubang dari pohon yang
patah dengan menghasilkan 2-3 butir telur.
120
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Ciap yang tinggi nadanya dan seperti suara
camar: “kik-kik-kik”.
Kebiasaan:
Mendatangi rawa-rawa di pantai dan air tawar.
Telur dalam satu sarang burung Gagang-bayam
Belang hanya 2–5 butir. Jumlah itu memenuhi
standar dalam ukuran reproduksi sebuah kelas yang
maju. Cangkangnya juga relatif kaku yang berarti
juga sudah maju secara evolusioner. Telur dijaga
induknya semasa inkubasi sehingga menjamin
keamanannya. Gagang bayam belang dikategorikan
sebagai burung pantai migran (migratory shorebird).
121
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Monoton “uwok-uwok”. Ribut, beberapa ekor berdendang
bersama, berupa dengkuran, kuikan, dan ketukan “turr-kruwak,
per-per-a-wak-wak-wak”, dengan suara lain sampai lima belas
menit pada siang dan malam hari.
Kebiasaan:
Umumnya hidup sendirian, kadang-kadang berdua atau
bertiga. Mengendap-endap dalam semak yang lembab. Tinggal
di pinggir danau, tepi sungai, hutan mangrove, dan sawah bila
tempat itu cukup rapat untuk bersembunyi. Keluar ke tempat
terbuka untuk makan sehingga lebih terlihat daripada ayam-
ayaman lainnya. Juga suka memanjat-manjat semak dan pohon
kecil.
122
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Dengkuran berketuk dan berteriak-teriak,
suara sengau terompet “wak”.
Kebiasaan:
Penghuni rawa-rawa dan danau dengan
rumpun buluh di pinggirnya. Berjalan di atas
tumbuhan terapung melalui rumpun buluh.
Dalam kelompok kecil, kadang-kadang keluar
ke padang rumput terbuka yang tergenang,
sawah, atau bahkan ke padang rumput yang
pernah terbakar. Selalu menjentikkan ekor.
123
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Cicitan “cii-cii-wii-wiit” yang bernada tinggi.
Kebiasaan:
Khas kipasan yang aktif di daerah hutan terbuka,
termasuk hutan sekunder, pekarangan, dan hutan
mangrove. Kadang-kadang terlihat sendirian,
berpasangan, atau dalam kelompok keluarga. Kadang-
kadang mengikuti binatang piaraan atau monyet,
menangkapi serangga yang terganggu. Kadang-
kadang pula bergabung dalam kelompok campuran.
124
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Siulan meringkik keras “ti-ti-ti-ti-ti-ti”.
Kebiasaan:
Menyukai gosong lumpur, muara pasang surut,
daerah berumput dekat pantai, paya, dan pantai
berbatu. Biasanya hidup dalam kelompok kecil sampai
besar, dan sering berbaur dengan burung perancah
lain.
125
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Aneka suara nyaring “kutukukutuk”, berdering “pof-pof-
pof” (mirip mesin kapal), dan juga suara “hi-i-i-ik-kik” yang
lengking.
Kebiasaan:
Umumnya aktif pada malam hari, tetapi sebagian aktif
pada siang hari di tempat berteduh. Pada malam hari lebih
menyukai daerah terbuka di luar hutan, lahan berhutan,
pekarangan, sawah, atau pinggiran sungai. Gemar mandi dan
berdiri diam lama di air, menangkap kebanyakan makanan
dalam air.
126
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Jantan: lembut “wuup” sedikit meninggi, juga
seri mantap terdiri dari nada kasar dengan interval
satu detik. Betina: bernada lebih tinggi, bergetar
berubah menurun: “whiio” atau “pwok” sekitar lima
kali per menit, juga cicitan lembut. Pasangan sering
melakukan duet.
Kebiasaan:
Pada kebanyakan malam, duduk pada tenggeran
rendah, mengeluarkan suara memilukan. Sewaktu-
waktu berburu dari tenggeran dan menyambar
mangsa yang ada di tanah.
127
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Tidak tercatat, dan rupanya pendiam.
Kebiasaan:
Burung pemalu, aktif di senja hari, dan berdiam
di semak penutupan di lantai hutan. Ketika merasa
terganggu dengan adanya pergerakan dari hewan atau
pun pergerakan manusia, mereka akan bergerak cukup
cepat sehingga seringkali luput dari pengamatan. Burung
ini pada umumnya bersifat soliter tetapi dapat berkumpul
ketika di sumber makanan tersedia. Mereka mencari makan
di darat, tetapi juga di pohon, dan paling sering diamati di
tanah. Makanan burung anis hutan berupa serangga, laba-
laba, udang, lipan, dan hewan sejenis lainnya
128
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Suara:
Cicitan “ciw” yang tinggi, “tiri-tiri-tiri” “dzi-da-da”, suara metalik
berulang “dza-dza”, atau “tsi-tsi-tsi” yang lembut. Cicitan terus
menerus jika dalam kelompok.
Kebiasaan:
Sering mengunjungi tumbuhan primer dan tumbuhan
sekunder. Membentuk kelompok besar yang bebas dengan jenis
lain seperti sepah. Beterbangan di antara puncak-puncak pohon
tertinggi.
129
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
HERPETOFAUNA
1. Ular Siput
(Pareas carinatus)
Keeled Slug-eating Snake
Deskripsi :
Ular ini menghuni dataran rendah hingga perbukitan
dari ketinggian 550m - 1300m dpl. Mereka juga dapat
ditemukan di dekat tempat tinggal manusia atau
perkebunan, Makanan utama ular ini yaitu siput
bercangkang dan tidak bercangkang dengan cara di
hisap, dan siput yang bercangkang biasanya dihisap lalu di
lepaskan cangkangnya. Dorsal ular ini zaitun-coklat, kuning
atau coklat-kemerahan dengan garis melintang hitam
pada bagian anterior tubuhnya. Terdapat garis hitam yang
melintasi setiap matanya. Daerah ventral ular ini coklat
hingga kuning. Badan ular ini ramping, kepalanya pendek,
berbentuk bundar berbeda dari tubuhnya, matanya besar
dan ekornya pendek.
Kebiasaan:
Ular ini aktif pada malam hingga senja, dan ular ini
biasanya hidup di pepohonan namun akan turun ke tanah
atau vegetasi rendah pada malam hari untuk mencari
mangsa. Ular ini bergerak dengan lamban.
130
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
2. Ular Alang-alang
(Calamaria Lumbricoidea)
Variable Reed Snake
Deskripsi :
Ular Alang-alang biasanya ditemukan pada
hutan primer atau sekunder dewasa di dataran
rendah dan daerah sub-gunung sampai 1500 meter
ketinggian. Seperti kebanyakan ular calamaria, ular
ini menghabiskan banyak waktu menggali di bawah
tumpukan daun mati di lantai hutan. Permukaan
dorsal dewasa adalah coklat tua sampai hitam, tubuh
ular ini kelihatan kemilau kebiruan atau keunguan
jika berada di bawah sinar matahari atau cahaya
kuat. Permukaan ventral berwarna kuning atau
putih, umumnya dengan garis-garis hitam. Spesimen
muda berwarna gelap di atas dan pucat di bagian
bawahnya, dengan kepala merah muda, dan memiliki
garis pucat tipis di belakang, di bagian perut mereka
juga ada garis-garis hitam.
Kebiasaan:
Ular ini kadang-kadang dapat ditemui di
permukaan, baik setelah hujan lebat atau ketika
mencari mangsa. Ular ini memakan invertebrata
bertubuh lunak, terutama cacing tanah, tetapi juga
akan memangsa katak kecil atau kadal. Spesies ini
tampaknya aktif pada siang maupun malam hari.
131
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Spesies ini aktif pada siang hari dan hidup di pohon. Ular ini
hidup di hutan sekunder primer dan umumnya ditemui pada
hutan dekat sungai.
132
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Habitat ular Pucuk adalah hutan terbuka dan perkebunan. Ular ini tinggal di
pepohonan, tanaman, dan semak-semak liar yang subur. Ular ini juga sering dijumpai
di pekarangan rumah. Makanan utama ular ini adalah cecak pohon, kadal pohon, dan
katak pohon. Ular ini kadang-kadang juga memangsa anak burung yang ditinggal
induknya. Jika merasa terganggu, ular ini akan melengkungkan lehernya hingga
membentuk seperti huruf "S" lalu memipihkan lehernya, sehingga akan terlihat tepian
sisik yang berwarna hitam, putih, dan/atau biru pucat supaya pengganggunya menjauh
dan pergi. Ular gadung berkembangbiak dengan melahirkan, dengan jumlah anak
antara 4 hingga 10 ekor yang masing-masing berukuran panjang antara 24 hingga 49
cm.
133
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
5. Ular Tambang
(Dendrelaphis pictus)
Painted Bronzeback
Deskripsi :
Ular Tambang dapat ditemukan di berbagai habitat
termasuk hutan sekunder, habitat sekitar pantai serta taman
dan kebun sampai ketinggian 1300 mdpl. Dapat diidentifikasi
dengan warna bagian atas tubuh dan kepalanya yang
berwarna coklat muda, kepala ular ini memiliki “topeng”
berwarna hitam yang melintasi melalui mata dan lehernya,
dan garis berwarna krim atau kuning pada dua baris pertama
sisik tubuhnya. Ular ini akan mengaburkan diri apabila
didekati atau diganggu. Bintik-bintik biru muda diperlihatkan
saat tubuhnya diperluaskan, ini biasanya dilakukan saat ular
ini merasa terancam, serta mengeluarkan lidahnya yang
berwarna merah. Diketahui ular ini memproduksi sekitar
2 sampai 10 butir telur, spesimen baru netas sekitar 25 cm
panjangnya.
Kebiasaan:
Ular ini aktif di siang hari, terutama hidup di pohon, namun
juga dapat ditemukan berkeliaran di lahan pertanian dan
daerah berumput mencari mangsanya terutama kadal dan
katak.
134
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
6. Ular Cicak
(Lycodon capucinus)
Common Wolf Snake
Deskripsi :
Panjang tubuh ular cicak mencapai 76 cm dan
kepalanya berbentuk agak gepeng. Tubuh bagian atas
berwarna cokelat kemerahan atau kehitaman, dengan
bercak-bercak berwarna putih. Bagian atas kepala
berwarna kecokelatan dengan motif berwarna keputihan
pada leher belakang (tengkuk). Bagian bawah tubuhnya
berwarna keputihan.
Kebiasaan:
Ular cicak dapat dijumpai di daerah hutan hingga
pemukiman penduduk. Ular ini juga sering ditemukan
berkeliaran di atas genteng atau atap rumah, di mana
ular ini memburu cecak sebagai makanan utamanya.
Selain cecak, ular ini juga memangsa kadal lain dan juga
katak/kodok.
135
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Habitat ular koros adalah hutan dan daerah pertanian
dataran rendah hingga ketinggian 3000 meter DPL.
Aktif pada siang hari dan biasanya berkelana di tanah,
tetapi juga mampu memanjat pohon. Selain tikus, ular ini
diketahui juga memangsa kadal, katak, dan burung. Ular
jali juga merupakan mangsa kesukaan ular lain, biawak,
dan burung pemangsa. Ular ini dapat bersikap agresif
apabila diprovokasi. Walaupun begitu, ular ini biasanya
lebih memilih menghindari kontak dengan manusia.
136
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Ular ini biasanya berkelana di pohon dan sangat
jarang turun ke tanah, biasanya hanya untuk mencari
makanan. Makanan utamanya adalah kadal, katak
pohon, burung kecil, dan juga telur burung. Habitat
utamanya adalah hutan hujan dataran rendah hingga
ketinggian 1100 mdpl.
137
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Ular segitiga-merah menghuni
hutan hujan lembap di dataran
rendah hingga ketinggian 1400 meter
DPL. Ular ini berkelana pada siang
hari dan sering ditemukan di dekat
perairan seperti sungai, rawa-rawa,
kolam, atau persawahan. Seperti
jenis Natricinae lainnya, ular ini
merupakan perenang yang handal.
Makanan utamanya adalah katak, ikan,
dan kadal.
Penyebaran global : India (Kep. Nikobar, Arunachal IUCN Red List : LC (Least Concern) /
Pradesh), Myanmar, Laos, Beresiko Rendah
Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, CITES : -
Indonesia, dan Brunei Darussalam.
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Nias, Kep. Mentawai,
dan status Kep. Riau, Bangka-Belitung, Java, Kalimantan,
Sulawesi, dan beberapa pulau di sekitarnya.
138
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Ular ini memiliki kecenderungan untuk
ditemukan di dekat sumber air, biasanya
ditemukan di atas tanah beristirahat
pada vegetasi rendah, semak atau pohon
bambu. Ular ini bersifat nokturnal, sering
ditemukan di tanah saat malam hari
dimana ia berburu mangsanya yang
merupakan kodok, kadal, tikus kecil dan
burung. Ular ini bergerak dengan lamban
khususnya pada siang hari, biasanya tidak
Penyebaran global : India, Myanmar, Thailand, Kamboja, IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
agresif namun akan segera menggigit jika
Laos, Vietnam, Tiongkok, Hongkong, Rendah
diganggu atau disentuh.
Malaysia, dan Indonesia. CITES : -
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatera, Jawa, P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
dan status Lombok, Sumbawa, Komodo,
Sumba, Flores, Roti, Wetar, dan Kisar.
139
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Weling hidup di dataran rendah
hingga ketinggian 1.200 mdpl. Habitat
utamanya adalah hutan, hutan mangrove,
semak belukar, perkebunan, dan lahan
pertanian. Ular ini juga kerap ditemukan
di sekitar permukiman. Ular ini sering kali
berkelana di dekat sumber air.
Penyebaran global : Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko
Singapura, dan Indonesia. Rendah
Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, CITES : -
dan status dan Sulawesi. P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
140
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
12. Ular Cabe Kecil (Calliophis intestinalis) Ular cabai tinggal di hutan yang lembap, tetapi juga sering terlihat di sawah,
Banded Malayan Coral Snake perkebunan desa dan pekarangan. Ular pemalu ini aktif pada malam hari dan
mampu berkelana di atas tanah maupun di dalam tanah (semi-fossorial). Ular ini
Deskripsi : sering ditemukan di bawah kayu, tumpukan bebatuan, dan juga serasah. Makanan
Panjang tubuh ular cabai mencapai 60 cm. Kepalanya berukuran kecil dan utamanya adalah ular-ular kecil penggali liang.
hampir sama lebar dengan lehernya. Tubuh bagian atas berwarna kehitaman
dengan satu garis berwarna keputihan, kekuningan, atau jingga, yang membentang Penyebaran global : Thailand, Malaysia (Sem. Malaya dan Serawak Sabah),
di sepanjang jalur vertebranya. Garis ini bercabang dua membentuk seperti huruf Singapura, dan Indonesia.
“Y” di bagian atas kepalanya. Pada kedua sisi badan bagian bawah terdapat garis Penyebaran lokal : Terdapat di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Kepulauan
berwarna keputihan yang membentang hingga ekor. Bagian bawah tubuhnya dan status Mentawai, dan Riau.
berwarna belang hitam-putih, dengan bagian bawah ekor berwarna merah cerah.
IUCN Red List : LC (Least Concern) / Beresiko Rendah
CITES : -
P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
141
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Ular-sendok jawa terdapat di daerah dataran rendah hingga ketinggian 600 meter
dpl. Habitat utamanya adalah hutan hujan, tetapi juga dapat ditemukan di daerah-daerah
kering. Makanan utamanya adalah tikus, ular lain, kadal, dan beberapa jenis kodok. Ular
ini sering ditemukan pada semak-semak, kadang-kadang juga akan masuk rumah warga
karena sedang mencari mangsa tikus. Saat tidak aktif, ular ini akan mengumpat di daerah
tertutup, seperti taman tak terurus, di sekitar selokan dan tempat teduh lainnya. Ular ini
harus ditangani dengan sangat berhati-hati.
142
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Kadal ini hidup di hutan dan pinggiran pemukiman. Kadal
ini memiliki kemampuan mengubah-ubah warna tubuhnya
sesuai dengan warna tempat ia berada atau sesuai keadaan
emosinya. Biasanya, bunglon ini berubah warna menjadi
hijau kecokelatan atau cokelat. Makanan utamanya adalah
serangga kecil.
143
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Bunglon surai biasanya ditemukan di semak-
semak dan pepohonan di pinggiran hutan, kebun,
atau pekarangan. Kadal ini sering ditemui terjatuh
dari pohon ketika mengejar mangsanya, yang dengan
segera berlari menuju pohon terdekat. Kadal ini
menyukai beragam serangga sebagai makanannya, di
antaranya kupu-kupu, ngengat, capung, nyamuk, lalat,
dan laron. Bunglon ini menangkap mangsanya dengan
cara berdiam diri di antara dedaunan ranting.
144
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Biasanya kadal ini ditemukan tidak banyak bergerak,
menempel erat pada batang pohon vertikal dengan kepala
mengarah ke atas. Ketika terganggu mereka mungkin hanya
bergerak ke sisi batang pohon terjauh dari pengamat, berharap
untuk tidak tetap tidak terdeteksi.
145
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
146
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Cicak yang hidup di pohon dan sela bebatuan. Pada
waktu gelap sering didapati di pangkal pepohonan atau
di antara akar papan (banir). Cecak batu aktif di malam
hari (nokturnal), habitatnya terutama di hutan dataran
rendah. Cicak ini juga dijumpai di habitat-habitat yang
terganggu, hingga ketinggian 1.500 mdpl.
147
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
148
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Biawak air, sesuai dengan namanya, tinggal tidak jauh dari sumber
air atau perairan. Habitat kesukaannya adalah pinggiran sungai atau
rawa-rawa hutan. Kadang-kadang, biawak ini juga tinggal di daerah
pertanian, perkebunan, hingga pemukiman - menjadi salah satu
hewan liar yang memangsa unggas peliharaan penduduk.
149
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
150
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
151
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Labi-labi Hutan umumnya ditemukan di sungai-
sungai kecil dengan naungan, terutama di dalam
hutan. Hewan ini biasanya bersifat nokturnal, di
siang hari lebih banyak bersembunyi dalam lumpur.
152
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Kodok ini salah satu jenis yang paling
umum terdapat di hutan. Sering terlihat di
sekitar aliran air yang lambat, dekat dengan
air terjun dan biasanya terdapat di sepanjang
alur tepi sungai. Jenis ini kadang ditemukan
pada habitat kegiatan manusia namun
masih memiliki aliran air dengan vegetasi
disekitarnya.
153
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Lebih menyukai hidup dekat dengan perairan
dan menyukai tumbuhan yang terdapat di sekitar
perairan untuk bertengger atau berdiam diri,
kadang-kadang mereka juga dapat dijumpai
disekitar hunian manusia. Jenis ini dapat hidup
sampai ketinggian 1200 mdpl.
154
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Selalu terkait dengan sungai yang berarus deras,
meskipun berudu pernah ditemukan di dalam sungai
yang arusnya sedang. Airnya harus jernih dan sungainya
selalu berbatu-batu atau paling tidak berbatu besar.
Jantannya biasanya sering ditemukan bersuara di
semak-semak di sepanjang aliran sungai sedangkan
betina jarang ditemukan. Umumnya betina ditemukan
di sungai saat mau kawin.
155
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Hidup di hutan primer dan hutan
sekunder tua yang berbukit dari daerah
dekat laut hingga ketinggian 1.600 mdpl.
Hampir tidak pernah ditemukan lebih
dari beberapa meter dari tepi sungai yang
berarus kecil hingga sedang (lebar 5-10
m).
156
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Biasanya Percil Jawa dijumpai disekitar
kolam atau danau yang pinggirannya
terdapat rumput dan agak lembab (agak
becek), dapat pula ditemui di hutan
primer dan sekunder, kadang-kadang juga
terdapat didekat hunian manusia.
157
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Pada saat berkembang biak, telur Katak Pohon Bergaris akan
disimpan di sarang busa yang berada di permukaan kolam air, vegetasi
atau ranting. Katak pohon bergaris dapat ditemukan hingga ketinggian
1500 mdpl. Ketinggian tempat dapat berpengaruh pada variasi
mofometri katak ini.
158
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Kebiasaan:
Sering ditemukan diantara tetumbuhan atau
disekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder.
Jenis ini sering mendekati hunian manusia, karena
tertarik oleh serangga di sekeliling lampu.
159
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
LEPIDOPTERA
1. Ngengat Tawon
(Amata huebneri)
The Wasp Moth
(Boisduval, 1828)
Deskripsi :
Amata huebneri adalah jenis ngengat
kecil yang memiliki ukuran tubuh kecil.
Spesies ini berwarna hitam dengan pita
kuning atau oranye di perut dan corak
transparan di sayap. Terbang rendah
di atas rerumputan dan tumbuhan
bawah. Ngengat ini dikenal dengan
nama ngengat tawon. Amata huebneri
berkamuflase seperti kabanyakan
spesies tawon penyengat dengan
tujuan berlindung dari predator seperti
burung. Selain itu ngengat ini disebut
juga ngengat harimau karena bagian
abdomen memiliki corak seperti harimau.
Aktivitas ngengat Amata huebneri pada
siang hari atau diurnal. Pada fase larva
sering terlihat memakan tanaman padi.
160
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
161
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
162
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
163
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
164
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
165
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
166
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
167
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
168
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
169
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
170
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
171
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
172
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
173
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
174
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
175
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
176
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Penyebaran : India, Sri Lanka, Cina, Asia Tenggara, dan Indonesia. CITES : -
IUCN Red List : NA (Not Assessed) / Belum Terdaftar P.106 Tahun 2018 : Belum Dilindungi
177
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
178
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
179
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
180
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
181
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
182
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
183
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
184
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
185
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
186
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
187
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
188
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
189
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
190
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
191
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
192
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
193
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
194
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
195
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
196
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
197
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
198
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
199
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
200
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
201
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
202
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
203
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
C. Konservasi
Bab 5. Sikap Manusia dan Konservasi
K
bukit-bukit pasir Parangtritis yang terletak di sebelah
selatan Yogyakarta, dan makanan serta seperangkat
ehidupan dan tindakan kita pakaian lengkap seorang wanita dihanyutkan ke
mencerminkan sikap bangsa, budaya, laut sebagai persembahan bagi Ratu Kidul. Selain
dan diri kita sebagai suatu pribadi. dianggap sebagai salah satu ‘perwujudan’ dewi laut
Sikap tradisional terhadap lingkungan dalam kepercayaan Hindu, sebagian masyarakat juga
terbentuk oleh pengalaman, pengamatan percaya bahwa Ratu Kidul adalah kerabat seorang
dan usaha-usaha uji coba dalam pangeran yatim-piatu dari Kerajaan Pajajaran (di
mengatasi permasalahan selama bertahun-tahun. bagian barat) yang kemudian diperintahkan oleh
Hasil penafsiran kejadian maupun proses-proses yang Ratu Kidul untuk menemukan Kerajaan Majapahit
berlangsung tidak selalu sesuai dengan penalaran, di Jawa Timur. Pangeran itu diberitahu bahwa ketika
tetapi masih tetap mengandung kebenaran keturunannya nanti membangun sebuah kerajaan
dan karenanya berharga untuk dimasukkan dan di dekat G. Merapi, Ratu Kidul akan menikah dengan
dipertimbangkan dalam proses pembangunan masing-masing penguasa tersebut.
(Wickham 1993). Berbagai sikap tradisional mengenai Berbagai kegiatan yang dilakukan di pesisir
lingkungan mungkin tidak mengijinkan (baik sengaja selatan Jawa masih banyak yang dipengaruhi oleh
maupun tidak sengaja) kegiatan-kegiatan yang kehadiran Ratu Kidul. Misalnya, sarang-sarang burung
merusak lingkungan, dan memudarnya sikap seperti di gua-gua pesisir dekat Karang Bolong dikumpulkan
ini akan menyebabkan kesulitan atau kehancuran hanya pada waktu-waktu tertentu, dalam jumlah
lingkungan kecuali kalau sikap itu diubah. secukupnya, dan hanya setelah sebuah kepala
204
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
205
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
206
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
207
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
K
mengejutkan jika keanekaragaman hayatinya
tidak lebih sedikit dibandingkan daratan utama
urang dari 100 tahun yang lalu, badak Setiap organisme mempunyai distribusi yang Jawa. Jumlah keseluruhan jenis dalam suatu pulau
masih mengembara di kawasan G. Slamet, berkaitan dengan ekologi, perilaku, fisiologi, menggambarkan suatu keseimbangan antara
harimau ditemukan hampir di semua kemampuan menempuh perjalanan jauh, organisme kolonisasi pulau oleh jenis pendatang dan keberadaan
hutan di Pulau Jawa, sawah dikerumuni lainnya yang hidup di kawasan yang sama, dan jenis-jenis yang mulai punah. Tingkat kolonisasi jelas
oleh kawanan burung pipit dalam jumlah sejarah geologi serta iklim daerah yang dihuninya. lebih tinggi jika letak suatu pulau dengan dengan
besar serta hiruk pikuk burung trulek Faktor penting lainnya yang perlu dipertimbangkan daratan utama, karena lebih banyak kemungkinan
terdengar di sepanjang pesisir. Betapa semuanya lebih jauh dalam menentukan distribusi adalah jenis yang menyeberangi selat pemisah yang sempit.
telah berubah. Abad ini Jawa telah kehilangan banyak peluang. Distribusi suatu organisme biasanya dibatasi Tingkat kepunahan di ‘pulau-pulau’ yang lebih
keanekaragaman hayatinya. Dan cenderung akan oleh habitat yang tidak sesuai, iklim yang tidak tepat kecil juga lebih tinggi, karena populasi jenis-jenis
kehilangan lebih banyak lagi. Karena peningkatan atau keberadaan jenis-jenis lainnya yang tidak dapat akan lebih sedikit dan kemungkinan munculnya
laju kehilangan ini, jenis-jenis yang hilang semakin dikalahkan dalam persaingan. Sebaliknya suatu penyakit dan kejadian-kejadian merugikan lain yang
tidak ketahuan: jenis-jenis yang lebih besar, binatang- jenis dapat aktif menyebar dan pinggiran daerah menyebabkan kepunahan lebih besar. Keterkaitan ini
binatang predator semacam harimau hilang pengembaraannya adalah titik terjauh yang dapat dapat digambarkan melalui grafik yang menjelaskan
sebelum binatang herbivora yang berukuran kecil dicapainya pada suatu waktu. Jelas bahwa suatu dasar Teori Biogeografi Pulau (MacArthur dan Wilson
punah. penghalang bagi suatu jenis tidak selalu merupakan 1967).
208
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Dengan terus berlangsungnya gangguan terhadap ekosistem alam maka menghindari efek penurunan genetis yang terjadi karena kawin silang. Oleh karena
habitat yang relatif asli terbagi dalam kantong-kantong yang makin mengecil, atau itu konsep ‘populasi minimum yang dapat terus hidup’ telah berkembang, terutama
‘pulau-pulau’, yang dihuni oleh lebih sedikit populasi binatang dan tumbuhan yang bagi binatang-binatang pengembara dan berukuran besar serta bagi tumbuhan
bergantung kepadanya. Ada bentuk-bentuk habitat tertentu yang secara teoritis ‘jenis penentu’ yang menyediakan sumber daya penting dan kritis bagi banyak
mampu memelihara keanekaragaman hayati dengan lebih baik dibandingkan jenis lainnya. Ukuran efektif yang sudah disetujui bagi populasi minimum untuk
bentuk habitat lainnya (Diamond dan May 1975; Frankel dan Soule 1981), tetapi dapat terus hidup secara sempurna adalah sekitar 50 binatang dewasa yang kawin
bagi Pulau Jawa, desain kawasan konservasi terutama merupakan bahan diskusi secara acak dan hidup dalam suatu populasi dengan perbandingan jenis kelamin
akademik. Pertanyaan mengenai berapa persen jenis yang akan punah dalam satu lawan satu. Meskipun demikian dengan populasi efektif sebanyak 50 ekor,
berbagai bentuk suaka dalam waktu 50, 500, atau 5.000 tahun tidak mempunyai keanekaragaman genetis setelah 100 generasi diperkirakan rata-rata hanya tinggal
relevansi penting jika sama sekali tidak ada kepastian tentang berapa banyak sekitar sepertiga aslinya, dan peredaan lain yang timbul oleh terjadinya mutasi dapat
kawasan konservasi yang akan tetap utuh, sekalipun dalam jangka waktu 25 tahun diabaikan. Karena itu diusulkan populasi efektif 500 individu dewasa merupakan
saja. Bentuk kawasan konservasi pada umumnya tidak selaras dengan idealnya ukuran minimum populasi yang akan memampukan suatu jenis menyesuaikan diri
dalam teori, karena rancangannya terutama didasarkan atas perkembangan dan dengan lingkungan (Soule 1987). Perlu diingat juga bahwa jumlah minimal 50/500
pola-pola pemukiman manusia. Prioritas utama yang dapat diberikan adalah berasal dari pertimbangan teoritis dan banyak populasi terkurung yang tampak
memelihara keutuhan suaka-suaka alam yang ada. sehat berasal dari beberapa binatang saja. Misalnya, di halaman istana presiden
Selama beberapa tahun terakhir, masalah kepunahan yang lebih pragmatis di Bogor ada kawanan rusa bertotol Axis axis, yang sebelumnya hanya berasal
lebih banyak mendapat perhatian. Sekarang kepunahan tidak lagi dipandang dari 3 pasang rusa yang didatangkan pada abad yang lalu, dan sekarang telah
sebagai suatu kejadian, tetapi lebih merupakan suatu proses yang dapat diamati berkembang pesat menjadi lebih dari 400 ekor (Hasanuddin 1998). Demikian juga
dan dipahami. Untuk menghindari kepunahan, populasi suatu jenis harus cukup serangga Orxines macklottii dari Jawa yang telah dipelihara di Inggris selama 50
besar untuk memelihara proporsi keanekaragaman genetis yang memadai untuk tahun dari keturunannya yang diimpor pada tahun 1940-an (Brock 1992). Meskipun
209
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
demikian, untuk binatang-binatang terbesar di Pulau Jawa jelas ada banyak alasan
biologis untuk melindungi populasinya sekarang, bahkan sebagian besar populasi
berada di bawah jumlah yang secara teoritis diangga sebagai tingkat minimum
untuk bertahan hidup dalam jangka panjang.
Jelas bahwa jika aturan 50/500 ini diterapkan, maka tidak ada satu pun tempat
yang dilindungi di Jawa yang dapat mendukung kehidupan populasi binatang yang
lebih besar dan tetap sehat secara genetis. Berdasarkan hal ini, para perancang
tampaknya bisa dibenarkan jika mempertahankan pendapat bahwa kawasan
tersebut dialihfungsikan untuk pemanfaatan alternatif lainnya seperti yang telah
dilakukan di negara-negara lain (Simberloff 1988). Ketika semua kawasan yang
tersisa relatif kecil, maka beban terletak di pundak mereka yang bertanggung jawab
mengelola suaka-suaka tersebut sehingga jenis-jenis kritis mendapat kesempatan
terbaik untuk dapat bertahan hidup dalam jangka panjang. Hal ini belum diterapkan
di Pulau Jawa, namun pengelolaan di masa yang akan datang dapat menyertakan
pengawasan genetis dan demografi secara rutin yang diikuti translokasi dan
penukaran berbagai jenis binatang dari kawasan yang berdekatan dan mungkin
dapat dilakukan pengembangbiakan dalam kandang atau semi-kandang. Biaya
untuk pilihan-pilihan ini mungkin sangat mahal, namun seperti yang ditulis oleh
Soule (1980), “tidak ada kasus yang tidak dapat dipecahkan, yang ada hanyalah kasus
yang memerlukan pengorbanan besar”. Biaya besar ini dapat mencegah penerapan
cara-cara tersebut sampai terbukti memang benar-benar diperlukan.
Kepunahan bukanlah sesuatu yang baru, karena sepanjang sejarang bumi ini
telah banyak jenis yang punah. Faktor-faktor ekologi yang terlibat dalam kepunahan
alami di masa lalu meliputi:
- Naiknya permukaan air laut yang mengucilkan populasi-populasi berukuran Tidak semua jenis dipengaruhi oleh penyebab tekanan kepunahan yang sama,
relatif kecil yang lebih mudah mengalami kepunahan; dan jenis-jenis yang paling mudah punah adalah (McNeely 1978):
- Menghangatnya iklim yang menyebabkan populasi-populasi yang menyukai - Jenis yang kemampuan menyebar dan mengkoloninya rendah (seperti
hawa dingin terdesak ke pegunungan; berbagai jenis di hutan basah);
- Perubahan habitat yang tidak menguntungkan jenis-jenis bertanduk besar - Jenis yang hanya ada di suatu kawasan kecil;
seperti kerbau Bos palaeokerabau ketika padang rumput berubah menjadi - Jenis-jenis pengembara atau jenis yang memerlukan kawasan luas untuk
hutan basah; dan dapat terus bertahan hidup;
- Fluktuasi populasi (McNeely 1978). - Jenis-jenis berukuran besar dengan kepadatan populasi yang rendah yang
hidup terbatas pada pulau kecil dengan habitat yang tepat;
Dari beberapa tahun lalu sampai sekarang, hampir semua jenis berkurang - Predator besar yang diburu manusia;
semata-mata karena ulah manusia. Tingkat kepunahan jenis mamalia telah - Jenis-jenis sangat khusus yang tidak toleran terhadap jenis lain tetapi memiliki
meningkat dari 0,01/abad pada Kala Pleistosen menjadi sekitar 0,08 selama masa persyaratan ekologis yang sempit;
akhir Pleistosen, dan menjadi 17 pada tahun 1600-1980. Tingkat kepunahan yang - Jenis yang secara langsung maupun tidak langsung bersaing dengan
lebih besar disebabkan oleh para pemburu zaman neolitik atau perubahan iklim dan manusia;
perburuan serta perdagangan yang dikembangkan oleh ekspansi Eropa. Ironisnya, - Jenis yang mempunyai nilai komersial; dan
manusia merupakan penyebab utama terjadinya kepunahan namun juga satu- - Jenis yang pernah hidup di kawasan yang luas dan berdampingan tetapi
satunya organisme yang memiliki kemampuan untuk menghambat atau mungkin sekarang terbatas di suatu ‘kantong’ habitat yang sempit.
menghentikan kehilangan itu (Myers 1990).
210
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Dalam memperkirakan suatu kepunahan, konsep kesenjangan yang sangat besar dalam pengetahuan
penting yang harus dipegang adalah konsep populasi dan pemahaman kita mengenai proses kepunahan,
atau jenis yang “telah ditentukan menuju kepunahan” hampir tidak mungkin untuk memperkirakan
(Simberloff 1986, Reid dan Miller 1989) atau sedang tingkat penurunan populasi (Heywood dan Stuart
bergabung dengan “jenis-jenis hidup yang mati” 1992). Kepunahan pada umumnya dianggap sebagai
(Janzen 1986, 1991), atau berada dalam proses suatu proses yang sangat panjang, namun menarik
“kepunahan laten” (Sutton dan Collins 1991) bahkan bahwa makalah-makalah awal mengenai Trulek
pada saat mereka masih hidup dan berkembang Jawa yang sekarang telah punah, tidak menekankan
biak. Jadi, sebelum keseimbangan dalam suatu kelangkaannya ataupun memperkirakan
habitat yang berkurang luasnya telah tercapai, jenis- kemungkinan kepunahan yang akan segera terjadi.
jenis tertentu ditakdirkan punah. Namun karena ada
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Owa √ - - - - √ - - √
Surili √ - - - - √ - - √
Ajak - - - √ √ - √ - √
Rusa Bawean - √ - - - - √ - -
Badak Jawa √ - - √ - √ √ √ -
Banteng - - - √ - - √ √ √
Kunci:
7 - Bersaing dengan
1 - Sulit menyebar 4 - Jenis besar, kepadatan rendah
manusia
3 - Pengembara, membutuhkan
6 - Sangat khusus 9 - Distribusi terpenggal
kawasan luas
211
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Masalah-masalah yang ditemui dalam pencatatan kepunahan suatu jenis mungkin sebenarnya hubungan antara intensitas pengambilan contoh,
kepunahan adalah kesulitan memastikan secara merupakan kenyataan bahwa jenis tersebut benar- kelangkaan jenis, dan kemungkinan jenis tersebut
mutlak bahwa jenis-jenis langka telah punah, karena benar tidak ada lagi, atau mungkin hanya karena tiba-tiba ditemukan. Pemahaman tentang hal
untuk menguatkan kenyataan punahnya suatu terlewati oleh pengamatan/penelitian – karena ini sangat penting jika seorang peneliti berusaha
jenis tertentu harus diadakan survei yang benar- itu banyak anggota ekspedisi bertujuan untuk memperkirakan kemungkinan mendeteksi suatu
benar menyeluruh, terinci, dan melelahkan dengan menemukan kembali jenis yang dianggap punah jenis langka, jumlah sampel yang harus diambil, atau
membalikkan setiap daun dan mengangkat setiap seperti harimau Jawa. Jadi, pernyataan-pernyataan kelangkaan yang dapat dideteksi berdasarkan sampel
batu-batuan. Jika suatu penelitian tidak dilakukan mengenai kepunahan bersifat “kemungkinan” yang diambil.
dengan sempurna, apa yang tampaknya merupakan (mungkin benar, mungkin tidak benar) dan terdapat
Kategori ekologi Sebab kepunahan Akibat kepunahan terhadap keanekaragaman hayati Akibat tidak langsung
Pengurangan habitat, Meningkatnya kepadatan populasi mangsa (herbivora), Kemerosotan habitat sebagai akibat penyenggutan
Predator besar
perburuan meningkatnya persaingan di antara mangsa berlebihan dan pemampatan tanah
Pengurangan habitat, Punahnya predator besar, kehilangan habitat hasil Kepunahan jenis-jenis tumbuhan, kepunahan herbivora
Herbivora besar
perburuan regenerasi sebelumnya khusus, kepunahan parasitoid dan pretador khusus
Jenis-jenis binatang
Pengurangan habitat, Menurunnya tingkat reproduksi di antara berbagai
penentu (lebah, Kepunahan jenis-jenis tumbuhan, kepunahan herbivora
kehilangan habitat hasil tumbuhan dengan kepadatan populasi rendah seiring
kupu-kupu, kelelawar, khusus, kepunahan parasitoid dan pretador khusus
regenerasi dengan hilangnya binatang-binatang tertentu
burung)
Pengumpulan untuk
Jenis-jenis tumbuhan kepentingan komersial, Kelaparan atau emigrasi diderita oleh jenis-jenis Kepunahan jenis-jenis tumbuhan, kepunahan herbivora
penentu kehilangan habitat hasil penyerbuk khusus, kepunahan parasitoid dan pretador khusus
regenerasi sebelumnya
212
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
213
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
P
ulau Jawa telah menyaksikan kepunahan - Mengembangkan strategi nasional mengenai
sejumlah binatang dan tumbuhan; konservasi dan penggunaan keanekaragaman
dan lebih banyak lagi jenis yang akan hayati yang berkelanjutan;
mengikutinya. Salah satu masalah penting - Memadukan strategi di atas dalam
yang dihadapi dalam usaha konservasi perencanaan, program, dan kebijakan sektoral
keanekaragaman hayati di Pulau Jawa, dan lintas sektoral yang terkait;
terlebih di daerah Indonesia lainnya adalah langkanya - Mengidentifikasi komponen-komponen
pakar, dari Indonesia maupun negara lain, untuk penting dari keanekaragaman hayati:
mengidentifikasi, menilai dan mengawasi jenis-jenis. ekosistem, habitat, jenis, komunitas, ‘genomes’
Kelompok vertebrata dan invertebrata yang menonjol dan gen;
dapat diliput cukup baik (meskipun dalam beberapa - Memantau komponen-komponen tersebut
kasus oleh beberapa orang saja). Meskipun demikian dan memberikan perhatian khusus pada
untuk sebagian invertebrata dan bagi banyak komponen yang membutuhkan langkah-
tumbuhan, tampaknya tidak ada seorang pun yang langkah konservasi mendesak; dan komponen
memiliki spesialisasi mendalam, bahkan membuat yang memberikan potensi terbesar untuk
daftar sederhana mengenai jenis-jenis yang digunakan secara berkelanjutan;
ditemukan di Pulau Jawa sangat sulit untuk dilakukan. - Mengidentifikasi proses dan kegiatan-kegiatan
Masalah ini sangat serius karena beberapa binatang yang merugikan komponen-komponen
yang hanya sedikit diketahui ternyata berasal dari tersebut;
kelompok yang memiliki peranan ekonomi penting. - Menetapkan suatu sistem perlindungan
Pada masa yang akan datang diharapkan agar kawasan untuk melindungi keanekaragaman
diberikan perhatian yang lebih nyata untuk melindungi hayati;
varietas genetis dalam pertanian. Hal ini tidak perlu - Mengembangkan pedoman untuk melakukan
bergantung pada fasilitas teknologi canggih maupun seleksi, pelembagaan, dan pengelolaan
anggaran tahunan yang besar, karena para petani itu kawasan konservasi yang memerlukan
sendiri dapat memainkan peranan utama. Indonesia langkah-langkah konservasi khusus;
telah memulai proses dan menghasilkan pengesahan - Mengembangkan pembangunan berwawasan
Konvensi Keanekaragaman Hayati yang dikeluarkan lingkungan dan berkelanjutan di kawasan yang
berupa undang-undang. Pengesahan konvensi berdampingan dengan kawasan konservasi
berarti Indonesia berjanji pada dirinya sendiri untuk untuk meningkatkan perlindungan terhadap
mengambil kebijakan dan tindakan yang mendukung kawasan tersebut;
usaha menghambat hilangnya jenis-jenis di masa - Merehabilitasi dan memulihkan ekosistem
yang akan datang. Indoneisa menyetujui di antara rusak;
banyak pasal untuk:
214
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
215
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
216
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
individu atau perubahan skala kecil berguna, dan apakah setiap dampak kumulatif
pengurangan konsumsi akan mempunyai pengaruh yang penting, mengingat
kepelikan dan skala masalah, serta fakta bahwa banyak masalah yang terjadi jauh
dari rumah, tempat kerja atau sekolah-sekolah. Jawaban terhadap kedua pertanyaan
tersebut harus ‘ya’, walaupun harus diakui bahwa perubahan tersebut tidak dapat
terjadi seketika. Menerapkan gaya hidup yang lebih berwawasan lingkungan
mungkin dapat mengarah pada kesehatan yang lebih baik, kebahagiaan,
mengurangi pemborosan uang, kemampuan lebih baik untuk menolong orang
lain, keamanan lingkungan yang lebih baik, dan oleh karena itu dapat memperkaya
kualitas kehidupan. Terdapat daftar petunjuk atau pokok-pokok pemikiran sederhana
untuk dipertimbangkan secara jujur (Elgin 1981):
- Apakah barang yang saya miliki atau beli mendorong aktivitas, kemandirian
dan keterlibatan, atau justru mendorong kepasifan dan ketergantungan?
- Apakah pola konsumsi saya memuaskan kebutuhan pokok, atau saya
membeli karena keinginan dan bukan kebutuhan nyata?
- Sejauh mana pekerjaan dan gaya hidup saya terikat dengan pembayaran
kredit, biaya pemeliharaan dan perbaikan atau harapan orang lain?
- Apakah saya mempertimbangkan dampak pola konsumsi saya terhadap
orang lain dan terhadap bumi?
217
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Contoh:
- Apakah saya memboroskan minyak, listrik,
kertas, dan sumber daya umum lainnya?
- Apakah pola konsumsi saya di kantor dan di
rumah sama?
- Apakah saya mendiskriminasikan barang-
barang yang dibungkus berlebihan?
- Apakah saya lebih menyukai produk lokal?
- Apakah saya menolak kantong plastik yang
tidak diperlukan?
- Apakah saya lebih menyukai produksi Tujuan dari daftar di atas bukan untuk menyiksa adalah mempertanyakan apa yang sangat penting
makanan yang menggunakan metode organik diri sendiri yang mengarah pada penderitaan, atau berarti dalam kehidupan kita, dan bertanya
– yang tidak atau sangat sedikit menggunakan kesakitan, kerugian dan bentuk ketergantungan apakah kita harus mengikuti para ekonom dan tokoh
pestisida atau pupuk anorganik (Fukuoka 1978, baru, tetapi lebih kepada mencari keseimbangan perdagangan yang mengajak kita semua untuk
1991)? Seseorang dapat yakin bahwa barang itu dan kesederhanaan, ‘jalan tengah’, menghasilkan mengkonsumsi lebih banyak lagi agar pertumbuhan
tidak akan tersedia jika tidak ada permintaan. kekayaan tanpa mengorbankan orang lain atau daya ekonomi tetap terjaga dan secara tidak terlihat
- Apakah saya mempertimbangkan pilihan daur dukung mekanisme planet bumi. Pengaruh dari luar membawa kita ke arah ketidakberlanjutan yang
ulang dan penggunaan ulang produksi yang terus meningkat yang menjauhkan keseimbangan tidak dapat dipulihkan. Kita yang menulis, yang
saya beli? antara hal-hal rohani dan kebendaan, sehingga membaca, yang memperhatikan tidak boleh hanya
- Apakah saya meminimalkan konsumsi daging? lebih banyak menekankan pada kebendaan, berdiam diri dan mengijinkan dunia melanjutkan
Ingat bahwa 80% tanah pertanian di bumi ini selanjutnya menciptakan lebih banyak hasrat untuk ketergantungannya ke dalam pusaran. Kita adalah
digunakan untuk makanan ternak, dan hanya mengkonsumsi barang, yang sering tidak mendorong generasi terakhir yang dapat berbuat sesuatu untuk
20% yang secara langsung menjadi makanan hubungan dengan alam dan persekutuan manusia membalikan arah kemerosotan lingkungan.
manusia. secara global. Tantangan yang paling sulit mungkin
218
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
219
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
DAFTAR PUSTAKA
[IUCN] International Union of Conservation and Nature. 2011. 2011 IUCN red list Atmaja, V.Y., 2015. Variasi Morfologis Ular Tampar Jawa Dendrelaphis pictus
of threatened species. IUCN Publications Service Units. Gland, Switzerland. (Gmelin, 1728) Sensu Stricto Populasi Pulau Sumatra, Jawa, Sulawesi Dan Nusa
http://www.iucnredlist.org/. [10 October 2011]. Tenggara Barat. UGM, Yogyakarta.
Abdillah, MM. 2018. Diversitas odonata dan peranannya sebagai indikator kualitas Awan, A 2007. Domestikasi ulat sutera liar Attcus atlas (Lepidoptera;Satuniidae)
air di sumber Clangap dan sumber Mangle desa Puncu kecamatan Puncu dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional. Disertasi. Sekolah
kabupaten Kediri. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Abdulhadi R, Widjaja EA, Rahayuningsih Y, Ubaidillah R, Maryanto I, Rahajoe Ayo ketaman. 2022. Kecrutan [internet]. [Diakses pada 9 Agustus 2022]. Tersedia
JS. 2014. Kekinian keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: Lembaga pada: https://ayoketaman.com/web/pohon.
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian
Lingkungan Hidup. Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY [BLH DIY]. 2022. Pulai (Alstonia scholaris)
[internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: http://kehati.
Adria dan H Idris. 1997. Aspek biologis hama daun Attacus atlas pada tanaman jogjaprov.go.id/detailpost/pulai-alstonia-scholaris.
ylang-ylang. Jurnal Penelitian Tanaman Industri III(2), 37-42.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Republik Indonesia. (2008). Harvest
Akhirul, Witra Y, Umar U, Erianjoni. 2020. Dampak negative pertumbuhan Sustainability Of Asiatic Softshell Turtle (Amyda Cartilaginea) In Indonesia.
penduduk terhadap lingkungan dan upaya mengatasinya. Jurnal Indonesia.
Kependudukan dan Pembangunan Lingkungan (JKPL). Vol 1: no. 3.
Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Barito [BPDASHL Barito]. 2022. Pulai
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID) : Yayasan Penerbit Fakultas (Alstonia spp) [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. bpdasbarito.or.id/pulai-alstonia-spp/
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. IPB. Bogor. Baskoro K, dkk. 2018. Odonata Semarang Raya: Atlas Biodiversitas Capung di
Kawasan Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang.
Alkhairi Y. 2022. Pakis Haji, Tanaman Hias Unik yang Makin Langka [internet].
[Diakses pada 9 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.greeners.co/flora- Bastaman S. 2008. Prospek pengembangan minyak pala banda sebagai
fauna/pakis-haji-tanaman-hias-unik-yang-makin langka. komoditas ekspor Maluku. Jurnal Litbang Pertanian 27(3), 93-98.
Andrianto M dan Ginoga LN. 2020. Jenis-jenis kupu-kupu di desa Bulu Mario Begon, M., J. L. Harper, dan C. R. Townsend. 1990. Ecology: Individuals, populations
Tapanuli Selatan. Sekretariat Kelompok Kerja Pengelolaan Lansekap. Batang and communities. Oxford: Blackwell.
Toru.
Bibby, C.J. Burgess & D.A. Hill. 2000. Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei
Angio MH, Firdiana ER. 2021. Kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook & Burung. Birdlife Internasional. Bogor.
Thompson), Buah Langka Khas Keraton Yogyakarta: Sebuah Koleksi Kebun
Raya Purwodadi. Warta Kebun Raya 19 (2): 7 – 13. Bibby, C.J. Jones., dan S. Marsden. 2000. Survei Burung. SMKG Mardi Yuana. Bogor.
Aswari, P. 2004. Ekologi capung jarum Calopterygidae: Neurobasis chinensis dan Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) UGM. 2009. Waru (Hibiscus
Vestalis luctuosa di Sungai Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun. Berita tiliaceus) [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://ccrc.
Biologi 7 (1): 57 – 63. farmasi.ugm.ac.id/?page_id=227.
220
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Cherrett, J. M. 1989. Key concept: the results of a survey of our members opinios. Doran, J.C, Rimbawanto A, Gunn, B.V dan Nirsatmanto, A. 1998. Breeding plan for
Dalam Ecological concepts: The contribution of ecology to an understanding Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi in Indonesia. CSIRO Forestry and Forest
of the natural world, ed. J. M. Cherrett, 1-16. Oxford: Blackwell. Products, Australian Tree Seed Centre and Forest Tree Improvement Research
and Development Institute, Indonesia.
Clark, L. R, R. L. Kitching, dan P. W. Geier. 1979. On the scope and value of ecology.
Protect. Ecol. 1: 223-243. Dover, M., dan L. M. Talbot. 1987. To feed the earth: agro-ecology for sustainable
development. Washington D.C.: World Resources Institute.
Das, I., 2015. A field guide to the reptiles of South-East Asia. Bloomsbury
Publishing. Ecologyasia.com, Snake of Southeast, https://www.ecologyasia.com/verts/snakes.
htm (Diakses tanggal 29 Agustus 2022.
David, P., Vogel, G. and Vidal, N., 2003. On Trimeresurus fasciatus (Boulenger,
1896) (Serpentes: Crotalidae), with a discussion on its relationships based on Elizabeth A. Widjaja, Yayuk Rahayuningsih, Joeni Setijo Rahajoe, Rosichon
morphological and molecular data. Raffles Bulletin of Zoology, 51(1), pp.149-158. Ubaidillah, Ibnu Maryanto, Eko Baroto Walujo dan Gono Semiadi. 2014.
Kekinian keanekaragaman hayati Indonesia 2014. Jakarta: LIPI Press.
David, P., Vogel, G., Vijayakumar, S.P. and Vidal, N., 2006. A revision of the
Trimeresurus puniceus-complex (Serpentes: Viperidae: Crotalinae) based on Elviana. 2000. Habitat, Morfologi Dan Kariotip Labi-labi Batu Dan Labi-labi
morphological and molecular data. Zootaxa, 1293(1), pp.1-78. Super (Trionychidae: Reptilia) Di Perairan Umum Jambi. [Tesis]. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
De Lang, R., 2017. The Snakes of Java, Bali and Surrounding Islands. Edition
Chimaira. Ernawati. 2012. Penentuan skala prioritas pembangunan waduk di Jawa Barat.
Jurnal Sosioteknologi. Edisi 25.
Departemen Kehutanan. 2003. Teknik Pembibitan dan Konservasi Tanah.
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Buku I. Evans, F. C. 1956. Ecosystems as the basic unit ini ecology. Science 123: 1127-1128.
Departemen Kehutanan. 2006. Data Base Jenis-Jenis Prioritas untuk Konservasi Faatih, M. 2005. Aktivitas antimikroba Attacus atlas L. (Antimicrobial activity
Genetik dan Pemuliaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan of Attacus atlas cocoon). Sains dan Teknologi 6(1), 5-48 Http://eprints.ums.
Tanaman. Yogyakarta. ac.id/508 [05 Agustus 2022].
Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Probolinggo. 2022. Mahoni [internet]. [Diakses Foth, H. D. 1991. Dasar-dasar Ilmu Tanah (Original edition: Fundamental of Soil
pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://dlh.probolinggokab.go.id/1- Science) Diterjemahkan oleh E.D. Purbayanti, D.R. Lukiwati, dan R. Trimularsih.
mahoni/. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Palangka Gultom S. 2020. Keanekaragaman jenis capung (ordo odonata) di taman wisata
Raya. 2022. Pohon Ketapang Kencana (Terminalia mantaly) [internet].. [Diakses alam danau Sicikeh-cikeh desa Lae Hole kecamatan Parbuluan kabupaten
pada 9 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://disperkimtan.palangkaraya.go.id/ Dairi Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Medan.
pohon-ketapang-kencana-terminalia-mantaly/.
Gunawan H, Sugiarti, Wardani M, Mindawati N. 2019. 100 Spesies Pohon Nusantara:
Dirgantara S. 2020. Pohon Buni : Pengenalan & Manfaatnya [internet]. [Diakses Target Konservasi Ex Situ Taman Keanekaragaman Hayati. IPB Press. Bogor.
pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.floradirgantara.site/2020/11/
pohon-buni-pengenalan-manfaatnya.html. Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Edisi Baru. Penerbit Akademika Pressindo.
Jakarta.
Dodo dan Mujahidin. 2014. Merbau {Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze} Di Taman
Nasional Ujung Kulon Banten. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Himpunan Mahasiswa Budidaya Hutan [HIMABA FKT UGM]. 2020. Pohon Kayu
Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil. Tersedia pada: http://lipi.go.id/publikasi/ Putih (Melaleuca cajuputi) [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia
merbau. pada: https://himaba.fkt.ugm.ac.id/ 2020/06/06/pohon-kayu-putih-melaleuca-
cajuputi.
221
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Holling, C. S. 1973. Resilience and stability of ecological systems. Ann. Rev. Ecol. KEHATI Foundation. 2020. Puspa (Schima wallichii (DC.) Korth.) [internet]. [Diakses
Syst. 4: 1-23. pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/
artikel/puspa-schima-wallichii-dc-korth/?lang=en.
Inaturalist. Pink Jewel Dragonfly (Heliocypha fenestrata). https://inaturalist.lu/
taxa/430010-Heliocypha-fenestrata. (diakses tanggal 20 Agustus 2022). Krebs, C. J. 1985. Ecology: The experimental analysis of distribution and
abundance, 4th Ed. London: Harper and Row.
Indrawan, M. 2007. Karakter sutera dari ulat jedung (Attacus atlas L. yang
dipelihara pada tanaman pakan senggugu (Clerodendron serratum Spreng). Kunte, K. 2006. Butterflies of Peninsular India Indian Academy of Science.
Biodiversitas 8(3), 215-217. University Press. Indonesia
Iqbal M, dkk. 2021. Kupu-kupu (lepidoptera : Rhopalocera ) di Sumatera. Kelompok Kurniati, H, Tjkrawidjaja, A, H & Maryanto, I, 2000, Analisis ekologi kebiasaan
Pengamat Burung Spirit of South Sumatra. Palembang. makan kadal (Mabouya multifasciata) di Kebun Raya Indonesia Cabang Bali
(Lacertilia : Scinidae), Penelitian Hayati, Vol. 3 : 73-79
Irawan A dan Rahardi WS. 2016. Capung Sumba. Balai Taman Nasional Menupeu
Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti. Sumba Timur. Kusmiyati E, P Hastoeti dan Gusmailina. 2005. Potensi burahol sebagai komoditi
hasil hutan bukan kayu yang terancam punah. Info Hasil Hutan 11(1): 916.
Iskandar DT, Colijn E. 2000. Preliminary Checklist Of
Southeast Asian and New Guinean Herpetofauna Lawton, J. H. 1989. Food webs. Dalam Ecological concepts: The contribution of
Iskandar, D. T. 1998. The Amphibians of Java and Bali. Puslitbang Biologi-LIPI. ecology to an uderstanding of the natural world, ed. J. M. Cherrett, 43-78.
Bogor Oxford: Blackwell.
Juniarmi, R, Nurdin, J, & Zakaria, IJ, 2014, Kepadatan Populasi dan Distribusi Kadal Lincoln, R. J., G. A. Boxshall, dan P. F. Clark. 1982. A dictionary of ecology, evolution
(Mabouya multifasciata. Kulh) Di Pulau-Pulau Kecil Kta Padang, Jurnal Biologi and systematics. Cambridge: Cambridge Univ. Press.
Universitas Andalas,Vol. 3(1) : 51-56 (ISSN : 20303-2162).
MacArthur, R. H. 1955. Fluctuations of animal populations, and measure of
Jurnal Asia. 2017. Klasifikasi dan Morfologi Pakis Haji [internet]. [Diakses pada 9 community stability. Ecology 36: 533-536.
Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.jurnalasia.com/bisnis/klasifikasi-
dan-morfologi-pakis-haji/. MacKinnon J, Phillips K, Van Balen B. 1998. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali
dan Kalimantan. Penerjemah : Raharjaningtrah W, Adikerana A, Martodiharjo
Kartasapoetra, A. G. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan P, Supardiyono EK, Van Balen B : Puslitbang Biologi LIPI/BirdLife Internacional
Tanaman. Edisi Revisi. Penerbit PT Bumi Aksara. Jakarta. Indonesia Programme, Bogor.
Kartikasari, NK, Marshall, AJ, Beehler, BM. 2013. Ekologi Papua: seri ekologi Margalef, R. 1969. Diversity and stability: a practical proposal and a model of
Indonesia jilid VI. Indonesia : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. interdependence. Dalam Diversity and stability in ecological systems. Eds G.
M. Woodwell, dan H. H. Smith, Upton, New York: Brookhaven.
Kebun Raya Cibodas (BRIN). 2022. Castanopsis javanica Blume Kuntze [internet].
[Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://kebunraya.id/cibodas/ Marisa, H., Salni, S., Salfamas, F., & Oktariansyah, Y. (2018). Studi Terhadap Bellucia
conservation/gREZeI5JFM28NaqvUpLN. Pentamera Naudin; Perubahan Status Invasif Menjadi Bermanfaat Larvasida.
Renner, S.S. 1986. Reproductive Biology of Bellucia (Melastomataceae). Acta
Kebun Raya Cibodas (BRIN). 2022. Pohon Melaleuca cajuputi Penghasil Minyak Amazonica, 16: 197 – 208.
Kayu Putih [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://
krcibodas.brin.go.id/pohon-melaleuca-cajuputi-penghasil-minyak-kayu- Marjenah dan N.P. Putri. 2017. Pengaruh Elevasi Terhadap Produksi Buah Ketapang
putih/. (Terminalia catappa Linn.) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel. Jurnal
Hutan Tropis 5(3), Edisi November 2017. p. 244-251.
222
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Marjenah, 2010. Budidaya Jati di Kalimantan Timur. Prospek Pembangunan Prasetya DA, Suntlkayasa IP, Azizi IH. 2021. Analisis indeks pencemaran air tanah
Hutan Tanaman. Penerbit Bimotry. Yogyakarta. di DKI Jakarta dengan interpolasi spasial. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan
(JSIL). 6.3 : 177-186.
Mashudi, Adinugraha HA, Yuskianti V. 2014. Budidaya pulai (Alstonia spp.) untuk
bahan barang kerajinan. IPB Press. Bogor. Pryanka, A. Si sayap biru yang molek (Graphium sarpedon). http://himakovaipb.
blogspot.com/2013/11/si-sayap-biru-yang-molek-graphium.html. (diakses
Millah N. 2020. Diversitas dan peranan ekologi kupu-kupu (Rhopalocera) di area tanggal 07 Agustus 2022).
blok ireng-ireng kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. Purseglove JW, Brown EG, Green SL, & Robbins SRJ. 1995. Spices. Longmans, New
York.175-228.
Mubarak Z. 2021. Keanekaragaman jenis capung (ordo: odonatan) pada berbagai
tipe habitat di kawasan desa Karangrejo kecamatan Garum kabupaten Blitar. Puspita, MI. 2019. Mengenal ngengat terbesar di dunia. https://biodiversitywarriors.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya. kehati.or.id /artikel/mengenal-ngengat-terbesar-di-dunia/. (diakses tanggal 06
Agustus 2022).
Nazar, A. 1990. Beberapa aspek biologi ulat perusak daun (Attacus atlas Linn)
pada tanaman cengkeh. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri XVI(1), 35- Rahayuningsih M., Oqtafiana R., dan Priyono B. 2012. Keanekaragaman Jenis Kupu-
37. Kupu Superfamili Papilionoidae Di Dukuh Banyuwindu Desa Limbangan
Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal. Jurnal MIPA. Vol 35(1) : 12-20.
NParks Flora & Fauna. 2022. Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze [internet]. [Diakses pada
10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www.nparks.gov.sg/florafaunaweb/ Raju, A. J. S., P. V. Lakshmi, and K. V. Ramana. 2012. Reproductive ecology of
flora/2/9/2971. Terminalia pallida Brandis (Combretaceae), an endemic and medicinal tree
species of India. Research Communication. Current Science. 102(6): 909 – 917.
Nurwadjedi. 2000. Klasifikasi Bentuklahan Semi Detil (Skala 1:50.000 / 1:25.000)
Hasil Pengembangan Peta RePPProT Skala 1:250.000. Globe. 2(2): 72 – 83. Rimba Kita. 2022. Penjelasan berbagai jenis dalam kategori alam mengenai
Pohon dan Buah [internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada:
Odum, E. P. 1969. The strategy of ecosystem development. Science 164: 262-270. https://rimbakita.com/alam/pohon/.
Odum, E. P. 1989. Ecology and our endangered life support systems. Sunderland: Risnandar C, Fahmi A. 2018. Kopi Robusta [internet]. [Diakses pada 10 Agustus
Sinauer. 2022]. Tersedia pada: https://jurnalbumi.com/knol/kopi-robusta/.
Orr AG & Hamalainen M. 2007. The Metalwing Demoiselles of The Eastern Tropics. Rodianawati I, Hastuti P, & Cahyanto MN.2015. Nutmeg’s (Myristica fragrans
Natural History Publications (Borneo). Kinabalu. Houtt) oleoresin:effect of heating to chemical compositions and antifungal
properties. The First International Symposium on Food and Agro-biodiversity
Pamungkas, Bayu dkk. 2016. Untring : Dargonfly of Banyuwangi. Yogyakarta: (ISFA2014).
Indonesia Dragonfly Society
Rohman F, dkk. 2019. Bioekologi kupu-kupu. Universitas Negeri Malang : Malang.
Peigler RS. 1989. A Revision of the Indo Australlian Genus Attcus. The Lepidoptera
Research Foundation, Inc. Beverly Hills, California. Ruhiyat, D. 2004. Sistem Lahan Kalimantan Timur. Laboratorium Ilmu Tanah.
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Plant Resources of South-East Asia [PROSEA]. 1994. Plant Resources of SouthEast
Asia 5. Di dalam: Leummans RHMJ, Soerianegara, Editor. (1) Timber Trees: Saleh. 2000. Sutera alam menunggu investor. Mitra Bisnis: 8-9, Minggu III April
Major Commercial Timbers. PROSEA. Bogor. 2000. Jakarta.
Planter and Forester. 2020. Amata huebneri boidusval alias tiger moth. https:// Samsuhadi. 2009. Pemanfaatan air tanah Jakarta. JAI.. Vol 5 : No. 1.
www.planterandforester.com /2020/03/clearwing-moths-sesiidae.html.
(diakses tanggal 18 Agustus 2022).
223
Protecting Biodiversity for Energy Sustainability
Setiyono J, Diniarsih S, Husaini, Setyaningrum EN, Rahadi WS, Kamaludin N. 2015. Tokede MJ, Mambai BV, Pangkali LB, Mardiyadi Z. 2006. Persediaan Tegakan Alam
Sisi Lain Kendeng Utara, Keanekaragaman Capung, Kupu-kupu, dan Burung dan Analisis Perdagangan Merbau. WWF Region Sahul Papua bekerjasama
Pegunungan Karst Kendeng Pati Jawa Tengah. Sheep Indonesian Foundation, dengan Universitas Papua. Jayapura
Pati.
Tresnawati, E. 2010. Siklus hidup dan pertumbuhan kupu-kupu Graphium
Setiyono J, dkk. 2017. Dargonflies of Yogyakarta, Jenis capung daerah istimewa Agamemnon L.dan Graphium doson C&R. (papilionidae: lepidoptera) dengan
Yogyakarta. IDS (Indonesian Dragonflies Society). Yogyakarta. pakan daun cempaka dan daun sirsak. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Sinaga, H. N. A. 2008. Perdagangan Jenis Kura-kura Darat dan Kura-kura Air Tawar
di Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tsukada E, Y. Nishiyaa. 1982. Butterflies of South East Asian Islands. Vol 1.
Papilionidae. Japan : Plapac.
Soemarwoto O. 1991b. Human ecology in Indonesia: the search for sustainability
in development. Dalam Indonesia: resources, ecology and environment, ed. J. Uetz, P. (editor). 2022. The Reptile Database. http://www.reptile-database.org.
Hardkono, 212-235. Singapore: Oxford Univ. Press. Diakses pada Agustus 2022.
Soemarwoto O. 1992. Indonesia dalam kancah isu lingkungan global. Jakarta: UKF IPB. 2021. Keanekaragaman capung kampus IPB Dramaga. https://
Gramedia. unikonservasifauna.org /keanekaragaman-capung-kampus-ipb-dramaga/.
(diakses tanggal 19 Agustus 2022).
Solihin, DD dan AM Fuah. 2010. Budi Daya Ulat Sutera Alam Attcus atlas. Penebar
Swadaya Jakarta. Ularindonesian.blogspot, Ular Asli Indonesia, 04 Februari 2020, http://
ularindonesian.blogspot.com/, (Diakses 30 Agustus 2022)
Subagyo, TS. 2016. Keanekaragaman capung (odonatan) di kawasan rawa Jombor,
Klaten, Jawa Tengah. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Utomo, B. 2006. Hutan Sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya
dengan Lingkungan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Sucfindo Conservation. 2022. Calliandra houstoniana var. calothyrsus Kuntze Wanaswara-LindungiHutan. 2022. Pohon Pule (Alstonia scholaris) [internet].
[internet]. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://www. [Diakses pada 10 Agustus 2022]. Tersedia pada: https://wanaswara.com/pohon-
socfindoconservation.co.id/plant/809. pule-alstonia-scholaris/.
Suharta, N. 2007. Sistem Lahan Barong Tongkok di Kalimantan: Potensi, Kendala, Waring, R. H. 1989. Ecosystems: fluxes of matter and energy. Dalam Ecological
dan Pengembangannya. Untuk Pertanian Lahan Kering. Jurnal Litbang concepts: The contribution of ecology to an understanding of the natural
Pertanian, 26(1): 1-8. world, ed. J. M. Cherrett, 17-41. Oxford: Blackwell.
Sukmantoro W., Mohammad I., Wilson N., Ferry H., Neville K., Muchamad M. 2007. Whitten, T, Soeriaatmadja RE. 1999. Ekologi Jawa dan Bali : seri ekologi Indonesia
Daftar Burung Indonesia No. 2. Indonesian Ornithologist’ Union. Bogor. buku jilid II. Jakarta : Prenhallindo.
224