Anda di halaman 1dari 9

PEMETAAN TERUMBU KARANG MENGGUNAKAN METODE KLASIFIKASI BERBASIS

OBJEK PADA CITRA QUICKBIRD-2 MULTISPEKTRAL


Di Pulau Kemujan, Kepulauan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah

Ridwan Ardiyanto
ridwan.ardiyanto07@yahoo.com

Hartono
hartonogeografi@geo.ugm.ac.id

Abstract

Coverage area of coral reefs in Indonesia very extensive is a constraint to monitor coral reef
health. Remote sensing image is choosen as one of the alternative methods to monitor coral reef
condition. This research aims to assess the ability of high-resolution remote sensing imagery to map
the coral reef conditions and coral reef lifeforms. The selected study area is Kemujan Island of
Karimunjawa. Image corrections with the geometric, radiometric, water column (lyzenga), and
sunglint correction have been done before mapping. The coral reef condition mapping and lifeform
type is using object based classification methods/OBIA. Research show that coral reef health mapping
accuracy at 65.87%. Value lifeform type mapping accuracy is 61.01% of coral reefs, dominated by
lifeform type of branching with an area 632.82 Ha. Based on these values, the accuracy of coral reef
mapping method using object-based classification method was suitable to map the health and lifeform
type.

Keywords: coral reef, remote sensing, object-based classification, Quickbird-2 multispectral imagery

Keberadaan terumbu karang yang tersebar hampir di seluruh Indonesia menimbulkan masalah untuk
pemetaan, monitoring sebaran, luas, dan kondisi terumbu karang. Teknologi penginderaan jauh dirasa
mampu untuk dimanfaatkan sebagai alat untuk melakukan pemetaan terumbu karang. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengkaji perbandingan penginderaan jauh beresolusi tinggi untuk
pemetaan kondisi terumbu karang dan lifeform terumbu karang. Penelitian ini dilakukan di Pulau
Kemujan Kepulauan Karimunjawa. Koreksi citra meliputi koreksi geometrik, radiometrik, sunglint,
dan koreksi kolom air dilakukan sebelum pemetaan. Pemetaan kondisi terumbu karang dan tipe
lifeform dengan menggunakan metode klasifikasi berbasis objek. Hasil penelitian menunjukkan nilai
akurasi pemetaan terumbu karang ditinjau dari persentase tutupan terumbu karang sehat adalah
65,87%. Nilai akurasi pemetaan jenis lifeform terumbu karang adalah 61,01%, yang didominasi
terumbu karang jenis lifeform branching dengan luas 632,82 Ha. Berdasarkan nilai akurasi ini, metode
pemetaan terumbu karang menggunakan metode klasifikasi berbasis objek mampu memetakan
kesehatan dan jenis lifeform dengan cukup baik.

Kata kunci : terumbu karang, penginderaan jauh, object based classification, Quickbird-2
Multispectral

327
PENDAHULUAN (http://dephut.go.id diakses tanggal 10 Agustus
2013 jam 10.35)
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia yang terletak pada daerah METODE PENELITIAN
sekitar khatulistiwa. Karakteristik seperti ini
merupakan faktor pendukung utama Tahap pertama dalam penelitian ini
berkembangnya terumbu karang di Indonesia. adalah pra pemrosesan citra. Pra pemrosesan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh citra dengan menggunakan koreksi citra.
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun 2009, Koreksi yang digunakan dalam penelitian ini
luas terumbu karang Indonesia mencapai adalah koreksi geometrik, radiometrik,
70.000 km2 atau 15% dari luas terumbu karang sunglint, dan koreksi kolom air.
dunia.
Kondisi terumbu karang yang ada di Koreksi geometrik bertujuan untuk
Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Luas memperbaiki posisi citra agar sesuai dengan
terumbu karang Indonesia pada tahun 2000 posisi koordinat di lapangan. Metode yang
mencapai angka 70.000 km2, yang masih digunakan untuk melakukan koreksi geometrik
berada dalam kondisi sangat baik hanya 8,5 % adalah berdasarkan titik kontrol di lapangan.
(Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, 2000). Metode koreksi geometrik dengan
Angka ini jauh menurun dari hasil penelitian menggunakan titik kontrol di lapangan dengan
yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dua cara yaitu dengan menggunakan titik
Oseanografi, LIPI pada tahun 2009 yang mana kontrol yang berasal dari citra (image to image
kondisi terumbu karang dalam kondisi sangat registration) atau dengan menggunakan titik
baik adalah 6,5 %, kondisi baik sebesar 26 %, kontrol lapangan yang berasal dari peta (image
cukup baik 37 %, dan yang sudah mengalami to map rectification).
kehancuran sebesar 31,5 %.
Keberadaan terumbu karang yang Koreksi radiometrik citra Quickbird-2,
tersebar hampir merata di seluruh Indonesia terdiri dari dua tahap konversi nilai piksel
menimbulkan masalah untuk pemetaan, (Digital Number). Tahap pertama untuk koreksi
monitoring sebaran, luas, dan kondisi terumbu radiometrik adalah dengan mengubah nilai DN
karang. Karakteristik seperti ini mengharuskan menjadi nilai radian. Tahap kedua adalah
penggunaan teknologi yang mampu mengatasi mengubah nilai radian menjadi nilai
permasalahan tersebut. Teknologi penginderaan reflectance.
jauh dirasa mampu untuk dimanfaatkan sebagai
alat untuk melakukan pemetaan terumbu Koreksi sunglint adalah koreksi yang
karang. Penggunaan penginderaan jauh ini digunakan untuk meminimalisasi kesalahan
akan dipadukan dengan proses klasifikasi nilai energi pada citra yang diakibatkan oleh
berbasis objek/OBIA guna mendapatkan peta permukaan air yang tidak rata akibat efek
kondisi terumbu karang dan jenis lifeform gelombang ataupun arus, sehingga nilai lereng
terumbu karang di Indonesia. Pemilihan yang menghadap ke sumber energi lebih cerah
metode klasifikasi OBIA ini karena metode ini daripada nilai lereng yang membelakangi
masih jarang digunakan untuk penelitian di sumber energi.
perairan dangkal.
Koreksi kolom air pada penelitian ini
Melihat fakta kondisi geografis dan
menggunakan metode Lyzenga. Lyzenga (1978)
penggunaan OBIA yang masih jarang
dalam Wicaksono (2010) mengembangkan
diterapkan untuk pemetaan terumbu karang di
metode koreksi kolom air dengan
Indonesia inilah yang mendasari penulis untuk
menggunakan depth invariant bottom
melakukan penelitian ini. Penelitian akan
index/invarian indeks kedalaman bawah air
dilakukan di Pulau Kemujan, Kepulauan
untuk perairan jernih dan dangkal. Prinsip
Karimunjawa karena pulau ini memiliki variasi
koreksi kolom air Lyzenga adalah dengan
dan kerapatan terumbu karang yang cukup
memanfaatkan rasio attenuasi air dari saluran
beragam. Pulau Kemujan merupakan taman
tampak. Attenuasi air adalah pelemahan energi
nasional yang ditetapkan berdasarkan SK
yang terjadi ketika energi masuk ke dalam
MENHUT No. 74/Kpts-II/2001.
objek air.
328
Tahap kedua penelitian ini adalah (ROI) yang telah dibuat sebelumnya dengan
membuat Skema Klasifikasi. Kondisi terumbu cari kualitatif melihat hasil survey lapangan
karang diukur berdasarkan persentase tutupan dan hasil segmentasi.
karang kondisi baik pada setiap sampel hasil
survei lapangan. Klasifikasi yang digunakan Hasil proses klasifikasi berbasis objek ini
menggunakan kelas yang dibuat oleh Mumby digunakan untuk tambahan masukan penentuan
dan Green (2000) dengan sedikit perubahan. lokasi sampel survei lapangan. Hasil survei
Perubahan dilakukan dengan menambahkan lapangan nantinya akan diolah dan dijadikan
persen tutupan terumbu karang kondisi untuk ROI reklasifikasi dengan mengulang
baikdengan nilai <10% menjadi kelas bukan proses klasifikasi terselia namun dengan ROI
terumbu karang. Hal ini dilakukan karena kelas yang berasal dari proses survei lapangan.
klasifikasi yang dibuat oleh Mumby dan Green
(2000) hanya menuliskan persentase tutupan
terumbu karang dengan rentang 10% - 100%.

Tabel 1. Klasifikasi persentase luas tutupan


terumbu karang
No Persentase Luas Kelas Kondisi
Terumbu Karang
Kondisi Baik
1. < 10% Terumbu Karang
Mati/Bukan Terumbu
Karang
2. 10-29% Terumbu Karang Kondisi
Rusak
3. 30-69% Terumbu Karang Kondisi
Sedang
4. 70-100% Terumbu Karang Kondisi
Baik
Sumber: Mumby & Green, 2000 dengan
perubahan

Klasifikasi jenis lifeform terumbu karang


adalah branching/bercabang, plate/piringan,
encrusting/kerak, massive/padat, sub-
massive/sub-masif, foliose/lembaran, columnar, Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
dan mushroom/jamur.

Tahap ketiga adalah Klasifikasi Berbasis HASIL DAN PEMBAHASAN


Objek. Segmentasi citra merupakan proses
awal dalam melakukan klasifikasi berbasis Koreksi citra sangat penting pada proses
objek (OBIA). Hasil segmentasi terbaik dinilai pemetaan terumbu karang. Objek terumbu
secara kualitatif dengan melihat hasil karang merupakan objek yang berada di bawah
segmentasi itu sendiri. Segmentasi disebut permukaan air. Karakteristik seperti ini
memiliki kualitas yang baik jika mampu untuk membuat energi yang diterima oleh detektor
memisahkan citra menjadi segmen-segmen merupakan energi akumulasi dari nilai energi
yang berisi objek yang homogen dan dapat objek yang berada di jalur antara sensor sampai
dibedakan dengan region disekitarnya. ke objek. Akumulasi nilai energi berasal dari
partikel sedimen, air, objek yang berada di
Citra hasil segmentasi terbaik kemudian udara, dll.
diklasifikasi dengan klasifikasi multispektral
terselia (bhattacharya) untuk mendapatkan Koreksi yang sangat mempengaruhi
kelas kondisi terumbu karang dan jenis akurasi dari pemetaan terumbu karang kali ini
lifeform. Dalam proses klasifikasi ini adalah koreksi kolom air. Hal yang sangat
dibutuhkan sampel atau Region of Interest berpengaruh pada hasil koreksi kolom air
329
adalah pengambilan sampel pasir yang akan bantuan operator untuk menentukan apakah
digunakan untuk perhitungan pelemahan energi segementasi yang telah dilakukan sudah baik
yang diakibatkan oleh kolom air. Sampel objek atau belum. Penilaian terhadap hasil segmentasi
pasir harus mencakup semua variasi dilakukan dengan manual dan memiliki sifat
kedalaman. Semua variasi kedalaman ini yang subjektif sesuai dengan penilaian
dibutuhkan untuk mengetahui perbandingan operator. Penilaian hasil segmentasi dapat
antara semua objek pasir pada kedalaman yang dengan mudah dilakukan apabila objek yang
berbeda dengan nilai panjang gelombang akan dipetakan berada di daratan. Objek yang
tampak yang digunakan. Pengambilan sampel ada di daratan akan mudah untuk dikenali
pasir yang salah akan mengakibatkan citra hasil sehingga lebih memudahkan dalam penilaian
koreksi kolom air yang tidak sempurna. Efek apakah hasil segmentasi yang dilakukan sudah
dari kesalahan pengambilan sampel adalah mampu untuk membagi objek yang berbeda
objek pasir pada kedalaman yang berbeda dengan dengan baik atau belum. Hal yang
masih memiliki nilai pantulan spektral yang berbeda akan terjadi apabila objek yang akan
jauh berbeda dan memiliki tampilan visual dipetakan merupakan objek yang berada di
yang berbeda pula. Kesalahan yang banyak bawah permukaan air. Objek yang berada di
terjadi pada pengambilan sampel objek pasir bawah permukaan air tidak dapat dikenali
adalah variasi kedalaman yang belum dengan mudah karena tertutup oleh kolom air.
semuanya terambil dan sampel yang diambil Meskipun citra penginderaan jauh yang
bukan merupakan objek pasir murni. digunakan sudah diolah dengan koreksi kolom
air. Namun, koreksi ini hanya mampu untuk
menormalisasi nilai piksel yang terganggu oleh
keberadaan kolom air, bukan berfungsi sebagai
penghilang objek air yang menutupi objek yang
akan dipetakan. Efek dari hambatan objek air
yang menutupi objek yang akan dipetakan
adalah penilaian hasil segmentasi yang akan
semakin sulit. Objek yang ada di bawah air
hanya akan terlihat berbeda dari segi rona dan
warna. Perbedaan yang terlihat dari citra bukan
merupakan perbedaan jenis objek. Hal seperti
ini dipersulit lagi dengan kelas pemetaan
kondisi dan kelas bentuk pertumbuhan terumbu
karang yang cukup banyak.
Gambar 3. Pengaruh Pengambilan Sampel Permasalahan seperti yang telah
Pasir terhadap Hasil Koreksi Kolom Air dijelaskan pada paragraf sebelumnya dapat
Proses segmentasi merupakan proses diatasi dengan melakukan segmentasi yang
penting dalam pemetaan kondisi dan jenis bersifat over segmented. Segmentasi bersifat
bentuk pertumbuhan terumbu karang. Proses over segmented menghasilkan segmen yang
ini merupakan bantuan untuk memasukkan rapat dan cenderung membagi objek menjadi
sampel kondisi dan jenis bentuk pertumbuhan lebih detail. Harapan metode segmentasi seperti
terumbu karang. Data sampel yang digunakan ini adalah agar objek yang berbeda dapat
merupakan hasil dari survey lapangan yang terpisah dengan baik.
telah dilakukan sebelumnya.

Segmentasi merupakan tahapan yang


paling penting dalam melakukan metode
klasifikasi berbasis objek. Apabila proses
segmentasi tidak dapat membedakan dan
membagi jenis objek dengan baik, maka hasil
klasifikasi menjadi kurang maksimal. Sifat dari
segmentasi adalah try and error sehingga perlu

330
jenis bentuk pertumbuhan pada masing-masing
region berdasarkan besarnya nilai B. Nilai B
terkecil pada masing- masing region/polygon
akan digunakan untuk memberikan informasi
pada region/polygon itu.

Klasifikasi Bhattacharya dipengaruhi


oleh nilai masukan dari acceptance threshold/
nilai ambang dari perhitungan nilai B. Semakin
besar nilai acceptance threshold yang
digunakan, maka akan semakin sedikit toleransi
pada saat proses klasifikasi sehingga memiliki
efek berupa munculnya kelas yang tidak
terdefinisikan/unclassified class. Penentuan
nilai acceptance threshold didasari oleh
Gambar 4. Variabel Segmentasi Citra kepercayaan operator terhadap sampel
klasifikasi yang digunakan. Jika kepercayaan
Proses setelah segmentasi citra adalah terhadap sampel klasifikasi sangat besar, maka
klasifikasi multispektral metode Bhattacharya. dapat memilih nilai acceptance threshold yang
Klasifikasi ini memanfaatkan polygon/region tinggi misalnya 99,9%. Jika kepercayaan
hasil segmentasi citra untuk pengambilan terhadap sampel klasifikasi kurang besar maka
sampel klasifikasi dan untuk menentukan jenis dapat dipilih nilai acceptance threshold yang
objek pada polygon/region yang belum rendah misalnya 75%. Klasifikasi battacharya
memiliki informasi jenis kelas. Perhitungan yang digunakan untuk memetakan kondisi dan
dari klasifikasi Bhattacharya menggunakan jenis bentuk pertumbuhan terumbu karang kali
perhitungan jarak Bhattacharya/Bhattacharya ini menggunakan nilai acceptance threshold
distance. 75%. Penggunaan nilai ini karena sampel yang
diambil di lapangan merupakan objek yang
berada di bawah permukaan air dan
penggunaan GPS yang memiliki akurasi
dimana: maksimal 3 m sehingga derajat kepercayaan
B = jarak Bhattacharya terhadap sampel cukup rendah. Pemilihan nilai
i dan j = dua kelas yang dibandingkan acceptance threshold yang rendah juga
Ci = matriks kovarian kelas i dimaksudkan untuk menghindari banyaknya
µi = vektor rerata kelas i jumlah unclassified class pada hasil pemetaan.
ln = fungsi logaritma natural
|Ci| = determinan dari Ci (aljabar
matriks)

Gambar 5. Proses Klasifikasi Berorientasi


Objek Menggunakan Algoritma Bhattacharya

Nilai B/jarak Bhattacharya yang


diperoleh dari perhitungan rumus algoritma di
atas digunakan untuk menentukan jenis kelas
pada semua region yang belum memiliki
informasi kelas kondisi dan jenis bentuk
pertumbuhan. Pengambilan keputusan kondisi/
331
G

Gambar 6. Peta Kondisi Terumbu Karang

Dari peta yang ditampilkan pada gambar yang cukup dalam menyebabkan terumbu
6 tidak terlihat kelas kondisi terumbu karang karang ini jarang terpapar sinar matahari secara
yang dominan. Melalui perhitungan luas, dapat langsung, sehingga pemutihan karang dan
diketahui kelas kesahatan yang terluas adalah kerusakan yang lain tidak terjadi pada terumbu
terumbu karang kelas kondisi sedang dengan karang ini.
luas mencapai 310 ha. Sedangkan terumbu
karang kondisi baik memiliki luasan paling Tabel 2. Luas Masing-masing Kelas Kondisi
sempit yaitu 116 ha. Persebaran terumbu Terumbu Karang
karang kondisi rusak banyak terdapat di daerah No Kelas Kondisi Terumbu Luas
rataan terumbu karang. Terumbu dengan Karang (Hectare)
kondisi rusak disini didominasi oleh pemutihan
1 Terumbu Karang Kondisi Baik 116,35
karang dan tumbuhnya alga pada permukaan
2 Terumbu Karang Kondisi 310,36
karang. Kerusakan yang terjadi pada terumbu
Sedang
karang ini belum diketahui penyebabnya,
3 Terumbu Karang Kondisi 181,76
namun kemungkinan karena akibat terlalu lama
Rusak
terpapar oleh matahari secara langsung.
4 Terumbu Karang Kondisi Mati 127,76
Terumbu karang kelas kondisi sedang yang
memiliki area paling luas tersebar merata di Sumber : Perhitungan pada peta, 2014.
hampir seluruh garis terluar area penelitian.
Pada area ini kedalaman cukup dalam sehingga Nilai akurasi dari pemetaan kondisi
paparan matahari secara langsung tidak sering terumbu karang adalah 65,87%. Hasil uji
terjadi. Terumbu karang yang memiliki kelas akurasi pemetaan kondisi terumbu karang
kondisi baik berada di bagian luar area ditunjukkan pada tabel 3.
penelitian. Terumbu kondisi baik ini terlindung
oleh terumbu karang kondisi sedang. Dapat
dimungkinkan kelas kondisi terumbu karang
yang baik ini dapat terjaga kualitasnya karena
terjaga dari gelombang secara langsung dari
laut oleh terumbu karang sedang. Selain itu,
posisi terumbu karang yang berada di perairan
332
Intensitas cahaya yang semakin tinggi akan
Tabel 3. Hasil Uji Akurasi Peta Kondisi Terumbu Karang

Gambar 7. Peta Lifeform Terumbu Karang

Tabel 4. Luas Masing-masing Jenis Bentuk membentuk terumbu karang yang memiliki
pola bercabang-cabang seperti branching,
Pertumbuhan Terumbu Karang
sedangkan intensitas cahaya yang rendah akan
No Keterangan Luas (Hectare) membentuk bentuk pertumbuhan terumbu
1 Branching 632,82 karang menjadi bentuk yang membulat seperti
2 Digitate 19,83 jenis massive dan sub massive. Besarnya energi
3 Plate 54,10 dari gelombang atau arus juga sangat
4 Foliose 1,4 berpengaruh pada bentuk pertumbuhan
5 Massive 37,30 terumbu karang. Kekuatan arus atau gelombang
Sumber : Perhitungan pada peta, 2014. yang semakin besar akan membentuk terumbu
karang yang membulat seperti bentuk
Dari peta dapat terlihat dominasi bentuk pertumbuhan massive dan sub massive,
pertumbuhan branching pada area penelitian. sebaliknya jika kekuatan arus atau gelombang
Branching memiliki luas mencapai 632,8 ha. kurang kuat maka akan membentuk terumbu
Sedangkan bentuk pertumbuhan yang memiliki karang yang bercabang-cabang seperti
luas paling sempit adalah kelas foliose yaitu 1,4 branching. Tingkat sedimentasi yang tinggi
ha. Dominasi dari tutupan bentuk pertumbuhan akan mempengaruhi bentuk bentuk
terumbu karang pada suatu lokasi dipengaruhi pertumbuhan terumbu karang menjadi
oleh tiga faktor, yaitu intensitas cahaya, membulat seperti jenis bentuk pertumbuhan
gelombang dan arus, dan tingkat sedimentasi. massive, sedangkan tingkat sedimentasi yang
333
rendah akan menghasilkan terumbu karang
Tabel 5. Tabel Akurasi Peta Jenis Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang

yang bercabang-cabang seperti branching. accuracy yang hampir sama pada semua
Perairan pantai Pulau Kemujan memiliki arus kelas pemetaan.
dan gelombang yang tidak terlalu kuat. 2. Metode klasifikasi berbasis objek dengan
Gelombang dan arus yang tidak terlalu kuat ini menggunakan citra QuickBird-2
karena posisi Pulau Kemujan yang berada di Multispektral belum mampu digunakan
Laut Jawa dimana kondisi arus dan gelombang untuk melakukan pemetaan jenis bentuk
air laut cenderung kecil. Selain faktor pertumbuhan terumbu karang dengan baik
geografis, Pulau Kemujan bagian barat juga karena memiliki nilai overall accuracy
merupakan pulau yang cukup terlindungi oleh yang cukup tinggi yaitu 61,01% namun
Sumber
pulau : lain
Perhitungan dari hasil
sehingga pemetaan,
membuat arus2014
dan tidak memiliki nilai user dan producer
gelombang tidak tertalu besar. Tingkat accuracy yang hampir sama pada semua
sedimentasi dan kekeruhan air laut di Pulau kelas pemetaan.
Kemujan juga tergolong rendah. Hanya pada
beberapa lokasi tertentu saja terdapat DAFTAR PUSTAKA
konsentrasi sedimentasi yang cukup tinggi.
Sedimentasi yang rendah di Pulau Kemujan Green, Mumby, Edward, & Clark. (2000).
juga dipengaruhi oleh faktor tidak adanya Remote Sensing Handbook for Tropical
sungai besar yang mengalir di pulau ini. Coastal Management. Paris: Unesco
Berdasarkan beberapa faktor yang Publising.
mempengaruhi jenis bentuk pertumbuhan
terumbu karang tersebut, maka sangat wajar Hafizt, M. (2013). Kajian Stok Estimasi Stok
jika jenis bentuk pertumbuhan branching Karbon Padang Lamun Menggunakan
sangat dominan untuk daerah pantai Pulau Citra Quickbird di Pulau Kemujan,
Kemujan. Kepulauan Karimunjawa. Skripsi.
Berdasarkan perhitungan akurasi, overall Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.
accuracy dari peta jenis lifeform terumbu
karang adalah 61,01%. Berikut ini adalah tabel Wicaksono, P. (2010). Integrated Model of
hasil uji akurasi peta jenis lifeform Water Column Correction Technique for
selengkapnya. Improving Satellite-Based Benthic Habitat
Mapping A Case Study on Part of
KESIMPULAN Karimunjawa Island, Indonesia. Thesis.
Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
1. Metode klasifikasi berbasis objek dengan
menggunakan citra QuickBird-2 http://www.reefcheck.org/ecodiverindo-pacific
Multispektral mampu digunakan untuk diakses pada tanggal 14 Agustus 2013 jam
melakukan pemetaan terumbu karang 14.25.
dengan baik karena memiliki nilai overall
accuracy yang cukup tinggi yaitu 65,87% http//www.u.lipi.go.id/1351820256
dan memiliki nilai user dan producer
334
diakses pada tanggal 16 Agustus 2013 jam
13.00

335

Anda mungkin juga menyukai