Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KRISTOLOGI

Penyaliban Dan Kematian Yesus

Dosen Pengampu:
Dr. Zulihi, S. Ag., M. Ag
Disusun Oleh:
Anik Widiyawati (019121039)

Program Pendidi kan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)


IAIN FATTAHUL MULUK PAPUA 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang tak ada menyamai
Dzat-Nya, Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi akhir, Penghulunya para Nabi
dan yang mengeluarkan manusia dari kebodohan menuju zaman yang penuh dengan
cahaya dan keberkahan ilmu Beliau Rosululloh Muhammad Sallallohu ‘Alaihi Wasallam.
Sehingga makalah tentang Penyaliban Dan Kematian Yesus dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kristologi oleh Dosen Pengampu Dr. Zulihi, S. Ag,. M. Ag selain itu tujuan makalah ini
dibuat untuk menambah wawasan teman-teman pembaca dan kami tentunya.
Kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
pembuatan makalah ini. Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami nantikan untuk
kesempurnaan makalah ini.

ponorogo, 24 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................................ 4
B. Rumusan .................................................................................................................................. 4
C. Tujuan...................................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 5
A. Siapakah Saksi Mata Yang Telah Melihat Kematian Yesus?.............................................. 5
B. Berbagai Pendapat Klasik Yang Diandalkan Kristen .......................................................... 8
BAB III .............................................................................................................................................. 19
PENUTUP ......................................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ............................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian Yesus di kayu salib yang telah diyakini selama ini oleh Kristen, telah ditolak
secara tegas oleh Allah di dalam Al-Qur’an, di samping memberikan pula pelurusan
terhadap keyakinan Kristen, bahwa yang disalib oleh orang-orang Yahudi bukanlah
Yesus al-Masih. Meskipun di sisi lain, Kristen kontemporer telah memberikan
apologetikanya bahwa Yesus telah benar-benar mati di kayu salib, meski pada akhirnya
argumentasi mereka tidak bisa dianggap memadai dalam membuktikan bahwa Yesus
mati disalib. Dalam pandangan Kristen, matinya Yesus di kayu salib merupakan sebuah
keyakinan dasar bagi mereka, karena dengan adanya kematian Yesus di kayu salib,
menurut mereka, manusia telah Allah selamatkan dari dosa, di mana yang
menyelamatkannya adalah Allah yang telah melakukan inkarnasi dengan menggunakan
nama Yesus. Maka dari itu, mereka pun berkeyakinan bahwa Yesus adalah juru selamat
yang telah menebus dosa manusia. Akan tetapi, apakah benar Yesus telah mati di kayu
salib? Siapakah saksi penyaliban Yesus, sehingga Kristen berkeyakinan bahwa Yesus
benar-benar mati di kayu salib? Dan apakah bukti-bukti kematian Yesus di kayu salib
yang selama ini dikutip oleh Kristen, bisa dianggap memadai dan bisa
dipertanggungjawabkan?.
B. Rumusan
1. Siapakah Saksi Mata Yang Telah Melihat Kematian Yesus?
2. Berbagai Pendapat Klasik Yang Diandalkan Kristen
C. Tujuan
1. Mengetahui Siapakah Saksi Mata Yang Telah Melihat Kematian Yesus
2. Mengetahui berbagai pendapat klasik yang diandalkan kristen

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Siapakah Saksi Mata Yang Telah Melihat Kematian Yesus?
Adanya pertanyaan tentang siapakah saksi mata penyaliban dan matinya Yesus dikayu
salib, telah membuat orang-orang Kristen kontemporer sibuk dalam mencari dan
mengolah data demi membuktikan bahwa Yesus mati di kayu salib, karena sejak awal
Kristen menyadari, bahwa satu-satunya kesaksian yang bisa mereka andalkan dalam
merekonstruksi Yesus historis hanyalah Alkitab. Namun dengan nada yang pesimis,
John Meir berpendapat, “Dari kodratnya, pencarian ini hanyalah dapat merekonstruksi
potongan-potongan suatu mosaik, garis besar yang suram dari sebuah lukisan dinding
memudar yang memungkinkan banyak penafsiran.” Jadi suatu hal yang wajar, jika
sekiranya Kristen dan Muslim sama-sama menggunakan ayat-ayat Alkitab, namun
keduanya mengalami perbedaan dalam penafsiran, begitu pun yang terjadi dalam
internal Kristen selama ini.
Menurut Josep Ferry Susanto, alasan Yesus dihukum mati di kayu salib karena
kritikannya terhadap Bait Allah, dimana sebelumnya, Yohanes Pembaptis telah
menyangkal legitimasi Bait Allah dengan menjalankan ritual pembaptisan sebagai ganti
korban penghapus dosa, namun Yesus dianggap telah melakukan penyerangan secara
langsung dan menubuatkan bahwa Allah akan merombak Bait Allah yang lama dengan
yang baru. Wafatnya Nabi Isa menurut Kristen mula-mula sangatlah kurang
mendapatkan perhatian dari orang-orang Kristen sendiri, di mana hal ini terbukti
dengan tidak adanya saksi mata yang telah melihat secara langsung peristiwa
penyaliban Yesus Kristus, yang dalam hal ini Kristen meyakini bahwa Yesus telah
benar-benar mati di kayu salib. Padahal, orang-orang Kristen yang hidup pada abad ke-
1 sampai 3 M, mereka hanya sekedar mengimani bahwa Yesus telah mati di kayu salib,
tanpa pernah mampu membuktikan secara autentik dan faktual bahwa Yesus benar-
benar mati disalib, di samping mereka sendiri pun bukanlah orang yang hidup di zaman
Yesus dan bukan pula sebagai saksi mata atas terjadinya penyaliban Yesus. Jika Yesus
diyakini sebagai penebus dosa manusia dan juga Tuhan, sebagaimana yang telah
diyakini oleh Kristen mula-mula, di mana penebusan yang terjadi harus dilalui dengan
matinya Yesus di kayu salib, tentunya peristiwa tersebut akan menggemparkan para
penulis Romawi di zamannya. Namun nyatanya, pengisahan tentang penyaliban dan

5
kematian Yesus, tidak ada satu pun penulis di zamannya, baik secara implisit maupun
eksplisit, yang telah menyatakan dalam karyanya bahwa mereka telah mendengar atau
pun menyaksikan secara langsung tentang kematian Yesus Kristus di kayu salib,
meskipun hukuman berupa penyaliban telah terbiasa dilakukan oleh orang-orang
Romawi.
David J.Bosch menyatakan, bahwa salib merupakan lambang yang khas bagi iman
Kristen (keselamatan), dan tanpa salib, menurutnya, Kekristenan akan menjadi sebuah
agama kasih karunia yang murahan. Karena salib telah dijadikan sebagai lambang
keselamatan oleh Kristen, maka tidak mengherankan jika orang-orang Kristen telah
mati-matian membuktikan bahwa Yesus benar-benar mati di kayu salib, meskipun
berbagai sumber yang mereka gunakan selama ini kurang memadai. Karena jika
keyakinan ini diruntuhkan, maka segala dogma lain dalam Kekristenan tidak bisa
dipertahankan. Lebih dari itu, dalam membuktikan bahwa keimanan Kristen selama ini
benar dan juga faktual, mereka pun terkadang telah memanfaatkan adanya perbedaan
penafsiran di kalangan umat Islam tentang kewafatan Yesus, di samping menggunakan
pula pandangan Ahmadiyah yang telah meyakini adanya kewafatan Nabi Isa. Tentu
saja, sikap mereka tersebut, yang terkadang membenturkan perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam dengan Ahmadiyah, di mana sikap mereka tersebut dinilai kurang
elegan dalam membuktikan bahwa Yesus mati di kayu salib, di samping sebagai bentuk
pelarian diri mereka dalam membuktikan kematian Yesus secara historis dan
melupakan pula bahwa dalam internal Kristen pun kerap kali terjadi perbedaan dalam
penafsiran.
Jagersma mengakui, bahwa awal dari tarikh Masehi dan kelahiran Yesus Kristus tidak
jatuh secara bersamaan, karena menurutnya, hal tersebut terjadi karena adanya
kesalahan menghitung sebanyak 4 tahun, yang kesalahan tersebut terjadi karena
disebabkan oleh ulahnya seorang biarawan yang bernama Dionisius Exiguus. Dalam
mencari tahu tentang kapan Yesus dilahirkan?, Tano Simamora telah mengandalkan
Lukas 2:1-6, Matius 2:1 dan 19-20, sebagai sumber utamanya. Meskipun di sisi lain,
para penulis Injil bukanlah saksi mata dan bahkan bisa dikatakan bahwa para penulis
Injil tersebut telah menerima materi dari sumber-sumber lain.5 Namun demikian, Tano
Simamora tetap menyimpulkan, bahwa kelahiran Yesus Kristus telah terjadi ketika
Raja Herodes sebagai raja di Yudea, Kaisar Augustus sebagai penguasa Romawi dan
Kirenius sebagai wali negeri Syria. Menurutnya, Yesus lahir sebelum Raja Herodes
mengalami kematian pada tahun 4 SM, dan meyakini pula bahwa Yesus lahir di tahun

6
ke-4 SM, di samping menganggap salah terhadap orang-orang yang meyakini bahwa
penetapan tahun kelahiran Yesus sebagai permulaan tahun Masehi.6 Dengan kita
mengetahui terlebih dahulu kapan Yesus dilahirkan, meskipun pendapat Tano
Simamora dan Jagersma di atas belum tentu dianggap benar oleh Kristen yang lainnya,
setidaknya kita bisa mengetahui nama-nama para penulis yang hidup sezaman dengan
Yesus, apakah mereka telah menuliskan tentang penyaliban dan kematian Yesus
ataukah tidak sama sekali.
Ada beberapa orang yang bisa kita yakini bahwa mereka telah hidup sezaman dengan
Yesus, namun mereka sendiri pada kenyataannya tidaklah menuliskan sama sekali
tentang sejarah hidup Yesus, apalagi tentang kematian Yesus di kayu salib. Titus Livius
(59 SM-17 M), misalnya, ia adalah seorang tukang cerita yang luar biasa dan juga
seorang penulis sejarah Romawi,7 namun ia sendiri ternyata tidak mengisahkan atau
tidak menulis sama sekali tentang Yesus, termasuk pula tentang kematian Yesus di kayu
salib. Tidak hanya Titus Livius, seorang Yahudi, Filo atau Philo dari Aleksandrian,
yang dilahirkan sekitar 15-10 SM dan meninggal pada tahun 45-50 M,8 di mana ia
pernah dikabarkan menjadi pendamping Paulus, di samping pernah dikabarkan pula
bahwa ia pernah bertemu dengan Petrus di Roma, dan bahkan telah dinobatkan sebagai
seorang Kristen,9 sama sekali tidak pernah menulis sedikit pun tentang penyaliban dan
kematian Yesus, meskipun ia sendiri hidup sezaman dengan Yesus Kristus. Tidak
hanya mereka berdua yang tidak mengisahkan tentang Yesus, semisal Diodorus Siculus
(hidup pada abad 1 SM) dan Strabo (64 SM-21 M) pun tidak mengungkapkan sama
sekali tentang Yesus. Namun ironisnya, para apologet Kristen telah merasa percaya diri
bahwa apa yang mereka kutip selama ini, mengindikasikan adanya bukti-bukti secara
otentik tentang penyaliban dan kematian Yesus.
Sejak pertama kali munculnya agama Kristen, kaum pagan yang dulu pernah tertarik
kepada ajaran Yudaisme telah beralih kepada agama Kristen, tetapi kebanyakan dari
mereka adalah budak dan anggota kelas masyarakat yang lebih rendah. Karena
rendahnya intelektual yang dimiliki oleh para budak dan masyarakat kelas bawah yang
masuk ke dalam agama Kristen, di samping pada masa itu telah terjadi helenisme,
tentunya terkait pemberitaan pun akan bercampur-aduk dan sulit untuk memisahkan
mana berita yang benar-benar terjadi dan mana yang bisa dianggap sebagai berita yang
hoax. Bahkan secara eksplisit, pengarang Injil Lukas telah menuliskan tentang adanya
kesimpangsiuran berita yang telah terjadi pada masanya, sebagaimana yang telah ia
ungkapkan pada Lukas 1:1.

7
Tidak adanya sumber autentik yang bisa dipercaya dalam merekonstruksi kisah hidup
Yesus, Rudolf Bultmann telah secara jujur mengakui tentang minimnya sumber
kehidupan Yesus yang bisa didapatkan, menurutnya, “Saya memang berpikir bahwa
sekarang kita nyaris tidak tahu apa-apa tentang hal yang berkaitan dengan kehidupan
dan kepribadian Yesus, karena sumber awal Kekristenan sendiri, yang tidak berminat
pada salah satu dari keduanya, hanya memunculkan sebagian-sebagian dan sering kali
bersifat legendaris. Ketika seorang peneliti Kristen sudah menyatakan demikian,
namun di sisi lain, Kristen masih mengandalkan ayat-ayat yang terdapat dalam
Perjanjian Baru dan Lama demi membuktikan bahwa Yesus benar-benar mengalami
kematian di kayu salib, tentunya sikap apologet Kristen dalam membuktikan kematian
Yesus disalib akan sangat terasa kental tentang adanya sikap memaksakan diri mereka
ketika sedang menginterpretasikan Alkitab, meskipun sumber-sumber yang mereka
kutip selama ini kurang memadai. Namun, adakah bukti-bukti eksternal yang bisa
dianggap memadai dan bisa dipertanggungjawabkan bahwa Yesus memang benar-
benar mengalami penyaliban dan kematian di kayu salib?
B. Berbagai Pendapat Klasik Yang Diandalkan Kristen
Dalam membuktikan bahwa Yesus telah dihukum mati dengan cara disalib, kerap kali
Kristen menggunakan beberapa pendapat klasik. Bagi Kristen, adanya berbagai
pendapat klasik yang telah mereka kutip selama ini, secara eksplisit telah menyiratkan
adanya penyaliban dan kematian yang dialami oleh Yesus Kristus. Berikut beberapa
pendapat yang digunakan oleh Kristen dalam membuktikan bahwa Yesus telah di salib
dan mengalami kematian di kayu salib?
1. Flavius Josephus
Ketika membahas tentang penyaliban dan wafatnya Yesus Kristus, berbagai sumber
Kristen selalu menjadikan Flavius Josephus sebagai salah satu rujukan mereka dalam
membuktikan bahwa Yesus benar-benar mengalami penyaliban dan kematian di kayu
salib. Menurut Britannica, ia dilahirkan sekitar tahun 37 atau 38 M, dan telah
menghasilkan salah satu karya, Jewish Antiquities, di mana dalam karya tersebut telah
dianggap mengisahkan tentang Yesus, yaitu: “Sekitar waktu ini hiduplah Yesus,
seorang manusia yang bijaksana, jika sungguh-sungguh layak untuk menyebutnya
sebagai manusia, karena dia adalah pelaku tindakan-tindakan ajaib dan seorang guru
dari orang-orang yang menerima kebenaran itu dengan penuh hasrat. Dia menarik
banyak orang Yahudi maupun Yunani. Dia adalah Mesias. Pilatus, ketika mendengar

8
tuduhan orang-orang terkemuka di antara kita, menghukum dia ke tiang salib, orang-
orang yang dulu mengasihi dia tidak melupakannya; karena pada hari ketiga dia
menampakkan diri kepada mereka kembali dalam keadaan hidup, sebab para nabi Allah
telah menubuatkan hal-hal ini dan puluhan ribu hal menakjubkan lainnya tentang dia.
Sampai hari ini suku Kristen, yang diberi nama berdasarkan namanya, tidak musnah”
(Jewish Antiquities, 18.3.3).
Dalam tradisi Islam, ketika akan memeriksa tentang kredibilitas para perawi Hadits,
selalu menggunakan ilmu jarh wa ta‟dil, di samping memeriksa pula matannya, apakah
selaras dengan Al-Qur‟an ataukah tidak. Terlebih sebelumnya, Allah telah mewanti-
wanti kepada kita agar memeriksa terlebih dahulu segala informasi yang ada,
sebagaimana yang termaktub dalam Surat Al-Hujuraat ayat 6, dimana arahan Allah
tersebut tentunya bermanfaat bagi kaum Muslimin agar tidak menjadi korban
pemberitaan yang hoax. Dalam tulisan Flavius Josephus tersebut, di mana dalam karya-
karyanya itu telah ditulis sekitar tahun 75-100 M, penulis menilai bahwa apa yang telah
ia utarakan di atas, telah mengalami permasalahan yang cukup serius dan layak untuk
mendapatkan bantahannya, seperti:
a. Dia menarik banyak orang Yahudi maupun Yunani
Jika Kristen meyakini bahwa isi Alkitab otoritatif, tentunya kalimat Flavius di atas
bisa dianggap bertentangan dengan Matius 10:5-6. Namun, jika Kristen berargumen
bahwa ayat tersebut telah dihapus atau digantikan dengan Matius 28:19, sehingga
pernyataan Flavius Josephus dianggap tidak bertentangan dengan Injil Matius 28:19,
tentunya kita bisa mempertanyakan kepada mereka, apakah segala hal yang tertulis
di dalam Injil Matius merupakan narasi yang telah disusun secara sistematis yang
didasari dari ucapan dan yang dilakukan oleh Yesus ataukah hanya merupakan inti
sari atas segala informasi yang telah didapatkan dari orang lain. Karena dalam tradisi
Kristen, kita tidak menemukan sama sekali penjelasan tentang sebab-sebab Yesus
mengatakan dan melakukan sesuatu, dimana kondisi tersebut berbeda dengan tradisi
keilmuan Islam ketika menyinggung tentang berbagai narasi yang terdapat dalam
Al-Qur‟an dan hadits. Selain itu, jika Kristen telah berargumen sebagaimana halnya
di atas, maka secara implisit, bisa dikatakan bahwa Kristen telah menganggap
Matius 10:5-6 sudah tidak relevan lagi dengan segala zaman yang ada.
Sebagai informasi tambahan, menurut David J.Bosch, bahwa pada tahun 1940-an
Keilmuan biblika yang dirintis oleh Michel dan Lohmeyer mulai memberikan
perhatian yang sungguh-sungguh terhadap Matius 28:18-20. Banyak dari para teolog

9
Kristen yang telah berupaya untuk menyingkapkan asal-usul dan makna dari nats
tersebut, sebagaimana misalnya yang telah dilakukan oleh Joachim Lange, yang
telah menulis sebuah monograf dengan 573 halaman tentang studi tradisi dan kritis
redaksi terhadap perikop itu. Dan setahun kemudian, Benjamin Hubbard telah
menerbitkan sebuah monograf tentang persoalan yang terkait dengan Matius 28:18-
20. Selanjutnya, David pun mengutip komentarnya John P. Meier dalam menguatkan
pendapatnya itu, “Ada perikop-perikop besar tertentu di dalam Alkitab yang terus-
menerus melahirkan diskusi dan penelitian sementara tampaknya tidak pernah
mengakui jawaban-jawaban yang pasti. Matius 28: 16-20 tampaknya adalah perikop
yang seperti itu.” Oleh karena itu, maka bisa dipastikan bahwa para teolog Kristen
sedang mengalami kebingungan ketika mereka sedang menelusuri berbagai narasi
yang terdapat dalam Injil Matius, di mana dalam Injil tersebut mereka telah
menemukan berbagai narasi yang saling bertentangan antara satu ayat dengan ayat
yang lainnya. Sedangkan adanya berbagai upaya yang tengah dilakukan oleh para
teolog dalam mengkompromikan ayat-ayat kontradiksi, merupakan jalan tengah
yang telah mereka tempuh di tengah-tengah kebuntuan yang sedang mereka hadapi
selama ini.
b. Yesus adalah Mesias
Untuk mengidentifikasikan kelompok Yahudi mana yang telah meyakini bahwa
Yesus adalah Mesias, sebagaimana yang telah diutarakan oleh Josephus, maka kita
bisa melakukan pelacakan terhadap beberapa kelompok Yahudi, di mana kelompok
Yahudi itu adalah Saduki, Farisi dan Esseni. Dan sepanjang yang penulis ketahui,
dari ketiga kelompok tersebut, tidak ada satu kelompok pun yang telah meyakini
bahwa Yesus adalah Mesias dan meyakini pula bahwa Yesus telah menampakkan
dirinya pada hari ketiga, di mana dalam kejadian tersebut Yesus dianggap telah
dinubuatkan dalam kitabkitab sebelumnya (dalam Perjanjian Lama).16 Apakah
penulisan narasi dalam karya Flavius itu benar-benar telah ditulis oleh dirinya sendiri
ataukah memang hal tersebut merupakan hasil interpolasi yang dilakukan oleh
tangan-tangan jahil, maka tentu saja kita hanya memiliki dua opsi tersebut. Jika
seandainya kalimat di atas memang benarbenar ditulis oleh Flavius sendiri, maka
bisa dikatakan bahwa karyanya tersebut telah memuat suatu peristiwa yang
mengandung anakronisme, karena tidak ada satu kelompok Yahudi yang telah
meyakini Yesus seperti yang telah dituliskan oleh Josephus, kecuali jika kelompok
Yahudi yang telah convert kepada Kristen dan membentuk komunitas yang berbeda

10
dengan ketiga kelompok Yahudi lainnya, maka pandangan ini lebih bisa dipercaya
dan Kristen pun perlu sekiranya mengungkapkan tentang komunitas yang dimaksud
oleh Flavius tersebut. Dan perlu untuk diketahui, bahwa semasa hidupnya, Josephus
telah dibenci oleh orang-orang Yahudi lainnya dikarenakan kemurtadannya, dan ia
pun tidak dipercaya pula oleh orang-orang Romawi bahwa ia adalah seorang Yahudi.
Argumentasi tersebut tentunya beralasan, karena semasa hidupnya ia pun telah hidup
dengan bergelimangan harta yang ia dapatkan dari Kaisar dan telah menikahi pula
seorang wanita Romawi serta memberikan nama bagi anakanaknya dengan
menggunakan nama-Romawi.17 Tentang hal tersebut, membuktikan bahwa
Josephus dianggap Yahudi, namun ia dinilai telah murtad dari keyahudiannya, dan
suatu hal yang wajar, jika pada akhirnya ia pun tidak bisa dianggap dipercaya,
terlebih saat kita menggunakan tradisi keilmuan yang terdapat dalam Islam.
c. Suku Kristen
Apa yang telah disampaikan oleh Flavius tersebut, sangat terlihat bahwa ia memang
tidak tahu menahu tentang awal mula penggunaan istilah Kristen. Karena sejak awal,
penggunaan istilah Kristen tidaklah diidentifikasikan sebagai suku, melainkan telah
diasosiasikan sebagai pelaku kejahatan, dan tentang hal itu, maka narasi yang telah
disampaikan oleh Flavius dalam karyanya telah bermuatan anakronisme dan terlihat
bahwa informasi yang ia dapatkan selama ini bukanlah sebagai orang pertama,
melainkan ia adalah orang kedua. Terlebih, ia sendiri bukanlah saksi mata
penyaliban dan kematian Yesus di kayu salib.
d. Adanya Inkonsistensi Narasi
Terjadinya anakronisme yang terdapat dalam karyanya Flavius Josephus,
mengisyaratkan kepada kita bahwa Flavius adalah orang yang ceroboh, di mana
dalam karyanya itu ia kurang bisa diandalkan untuk dijadikan sebagai sumber yang
memadai. Bahkan Wes Howard-Brook sendiri pun telah mewanti-wanti dalam
karyanya, menurutnya, “Sejarawan Josephus, seorang anggota kalangan aristokrasi
Yerusalem yang pensiun dengan nyaman sambil menulis di bawah sponsor Romawi
menyusul Perang Yahudi-Romawi tahun 66-70 M. Aneka ragam laporan Josephus,
termasuk ‘’Romansa Tobiad‟ dalam Antiquities-nya, mesti diayak secara hati-hati
agar legenda dapat dipilah dari peristiwa-peristiwa historis.”
Flavius Josephus, ternyata bukanlah orang yang konsisten dalam mengisahkan
sesuatu, misalnya, menurut Josephus, sekitar tahun 6 M telah muncul suatu golongan
filsafah ke-empat, di samping adanya golongan Saduki, Farisi, dan Esseni. Sebagai

11
pendiri dari golongan itu disebut-sebut Yudas, alias orang Galilea, dan Zadok
seorang Farisi. Namun anehnya, dalam Jewish Antiquities XVIII, 23 dst, misalnya,
golongan filsafah ke-empat ini berlainan dengan golongan Saduki, Farisi dan Esseni,
yang tidak pernah disebut-sebut namanya. Tidak hanya itu, ia pun selalu memuji-
muji bangsa Romawi sebagai pemenang dalam perang Yahudi pertama. Oleh karena
itu, tidak mengherangkan jika bukunya, Tentang Perang Yahudi, telah menunjukkan
simpati yang besar terhadap Vespasianus dan Titus, dan suatu hal yang tepat jika ia
pun akhirnya dianggap sebagai penulis istana dari wangsa Flavius (read: anjingnya
pemerintah munafik).
2. Cornelius Tacitus (56-120 M)
Semasa hidupnya, Cornelius Tacitus telah menulis sejumlah buku, termasuk Annals, di
mana dalam karyanya itu ia telah mengisahkan tentang Kekaisaran Romawi dari
kelahiran hingga kematian Kaisar Nero (54-68 M). Dalam karya yang ditulis sekitar
117 M inilah, Tacitus dianggap oleh orang-orang Kristen telah menuliskan tentang
kematian Yesus: “Nero Menuduh sebagai biang keladi, dan menghukum dengan
siksaan yang amat kejam, sekelompok orang, dibenci karena kekejamannya, yang
dinamai rakyat banyak sebagai orang Kristen. Kristus, asal dari nama itu, telah
menjalani hukuman mati di wilayah kedaulatan Tiberius, dengan putusan dari
prokurator Pontius Pilatus, dan takhayul berbahaya itu berhenti untuk sementara
waktu, namun kembali meledak sekali lagi, bukan hanya di Yudea, tempat asal penyakit
itu, tetapi di ibu kota sendiri, di mana segala hal yang mengerikan atau memalukan
berkumpul dan menjadi kebiasaan. Pertama-tama, yang mengaku anggota sekte itu
ditangkap; lalu, atas keterangan dari mereka, banyak yang dipenjarakan, bukan hanya
atas alasan pembakaran, melainkan juga karena kebencian pada sesama manusia. Dan
olok-olok menyertai akhir nasib mereka: mereka dibungkus dengan kulit binatang buas
dan dicabik-cabik hingga mati oleh anjing-anjing; atau mereka diikat di tiang-tiang
salib, dan ketika hari telah gelap dibakar untuk menjadi penerangan di malam hari.
Nero merelakan taman-tamannya untuk tempat tontonan itu, dan tampil di dalam
sirkusnya, berbaur dengan orang banyak dalam samaran sais kereta, atau naik ke atas
tandunya. Di sini, di tengah rasa bersalah yang muncul melihat penyiksaan yang begitu
kejam, bangkitlah rasa iba, lantaran kesan bahwa mereka dikorbankan bukanlah demi
kesejahteraan negara, melainkan demi keganasan seorang laki-laki (Tacitus, Annals,
15.44).

12
Setelah Louay Fatoohi menuturkan apa yang telah ditulis oleh Cornelius Tacitus, lalu
ia mengemukakan pendapatnya bahwa Tacitus tidaklah mungkin menggunakan
rekaman-rekaman resmi Romawi, dikarenakan adanya kesalahan penggunaan istilah
prokurator bagi Pilatus dan juga karena dokumen-dokumen Kekaisaran Romawi tidak
mungkin merujuk kepada Yesus dengan gelar Kristennya. Meskipun demikian, terlepas
benar atau tidaknya analisa Louay, kita mesti mengakui secara jujur bahwa Cornelius
Tacitus bukanlah orang yang sezaman dengan Yesus dan mengakui pula bahwa ia
tidaklah bisa dianggap sebagai orang yang pertama, melainkan sebagai orang yang
kedua.
Ketika Tacitus menulis, “Nero menuduh sebagai biang keladi …. Dari prokurator
Pontius Pilatus”, Tacitus terkesan telah menyamakan istilah Kristen dengan Kristus.
Adanya penyamaan istilah Kristen dengan Kristus, hal yang senada telah diungkapkan
pula oleh David H. Wheaton ketika ia menafsirkan 1 Petrus 4:16, yaitu: “…. Kota
Antiokhia (di mana kebiasaan mengenai nama „orang Kristen‟ dimulai) adalah suatu
kota di Romawi, sebab itu ada kemungkinan orang-orang Kristen dalam kota tadi telah
memakai nama ini untuk menunjukkan bahwa mereka telah diangkat oleh keluarga
Kristus (Roma 8:15-17). ” Tentu saja, adanya anggapan bahwa Kristen diambil dari
kata Kristus merupakan sebuah gagasan yang kontraproduktif, terlebih kita pun tidak
mengetahui secara pasti siapa yang telah pertama kali menyamakan istilah Kristen
dengan Kristus, di samping kitab-kitab Perjanjian Baru pun belum mengalami
pengkanonisasian dan tidak ada pula sumber yang memuat tentang latar belakang
ditulisnya ayat tersebut. Dari adanya ungkapan yang ditulis oleh Tacitus di atas, maka
bisa dipastikan bahwa ia telah menggunakan sumber lain yang tidak independen, di
samping kita pun tidak mengetahui pula sumber-sumber yang Tacitus gunakan dalam
menuliskan karyanya itu.
Dan jika menggunakan pendekatan sosio-historis di zaman Romawi, Sebenarnya
penggunaan istilah Kristen awal mulanya hanya ditujukan bagi para pelaku kejahatan,
tetapi jika menyamakan istilah Kristen dengan Kristus, tentunya langkah tersebut
merupakan sebuah upaya yang tidak bisa dijadikan sebagai rujukan, karena kedua
istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Namun, jika orang-orang Kristen
meyakini bahwa awal mula penggunaan istilah Kristen bukan ditujukan kepada para
pelaku kejahatan, meskipun Tafsiran Alkitab Wycliffe telah menyatakan secara jelas
bahwa Kristen merupakan istilah yang ditujukan bagi para pelaku kejahatan, tentu saja
Kristen harus mampu memberikan sanggahannya itu dengan menyertakan bukti yang

13
valid dan bernilai historis dari para penulis Romawi. Dan jika keadaannya memang
demikian, maka pernyataan Tacitus di atas bisa dinyatakan telah gugur dengan
sendirinya, dikarenakan tidak adanya bukti yang valid dalam membenarkan
anggapannya mereka selama ini.
Selain itu, penulis pun berkeyakinan bahwa pemberitaan yang disampaikan oleh
Tacitus di atas, tidaklah mengisahkan tentang Yesus Kristus, sebagaimana yang telah
diklaim oleh Kristen selama ini, melainkan yang dikisahkannya itu adalah orang lain.
Adapun alasannya karena tidak ada bukti autentik yang menyatakan bahwa Yesus
pernah dikenal sebagai pemberontak kepada pihak Romawi dan pernah melakukan
mobilisasi massa untuk melakukan perlawanan secara fisik. Jika misalnya, pernyataan
Tacitus di atas memang mengisyaratkan tentang Yesus, sebagaimana halnya klaimnya
Kristen selama ini, maka tentu saja Kristen pun harus menunjukkan bukti internal dan
eksternal biblikal dalam memberikan bukti bahwa Yesus sebagai pemberontak, di mana
indikasi itu terbukti dengan adanya memobilisasi massa yang dilakukan oleh Yesus
dalam melakukan perlawanan kepada pihak Romawi, di samping harus mengakui pula
bahwa Yesus adalah pembuat onar alias pemberontak Romawi.
3. Lucian dari Samosata (120-setelah 180 M)
Lucian dari Samosata adalah seorang satiris yang hampir menganggap segala sesuatu
bisa ditertawakan dan ia adalah seorang rasionalis yang mengolok-olok saat berbicara
tentang seberapa hebatnya Peregrinus (atau Proteus) dalam mengerjai orang-orang
Kristen yang ia anggap sebagai orang yang bodoh. Untuk mengetahui apa yang telah
disampaikan oleh Lucian, alangkah baiknya para pembaca untuk merujuk kepada
karyanya Everett Ferguson, karena apa yang ia kutip lebih panjang daripada kutipan
yang telah diambil oleh Louay Fatoohi. Namun, apakah yang ditulis oleh Lucian dari
Samosata tentang Yesus bisa diandalkan untuk dijadikan sebagai sumber yang
memadai? Tentu saja tidak. Lucian, menulis karyanya pada abad ke-2 M dan tidak
mungkin ia memiliki sumber informasi yang independen mengenai historisitas Yesus.
Bisa jadi, ia menggunakan sumber-sumber dari Kristen, di mana kala itu para pemeluk
Kristen telah semakin bertambah dan bisa jadi pula, ia mendapatkan sumbernya dari
kaum paganisme.24 Analisa ini mungkin saja mendekati kebenaran, terlebih sumber-
sumber yang Lucian gunakan pun kita tidak mengetahuinya sama sekali.
4. Mara Bar Serapion (kl. 73 M)
Terdapat penyebutan tentang Yesus yang ditulis oleh seorang narapidana Romawi
kepada Stoik pagan dari Suriah ini, di mana ia telah menuliskan kepada anak lelakinya

14
tentang bagaimana seorang yang bijaksana pun dapat disiksa, Serapion lalu berkata:
“Apa untung yang didapat Athena dari menghukum mati Socrates? Kelaparan dan
wabah penyakit datang menimpa mereka sebagai hukuman atas kejahatan mereka. Apa
untung yang diperoleh rakyat Samos dari membakar Pythagoras? Untuk sejenak,
negeri mereka diselimuti debu. Apa untung yang diperoleh orang Yahudi dari
menghukum mati raja mereka yang bijak? Persis setelah itu kerajaan Yahudi runtuh.
Allah dengan adil membalaskan dendam ketiga orang bijak ini: orang Athena mati
kelaparan; orang Samos ditelan lautan; orang Yahudi, dihancurkan dan diusir dari
negeri mereka, hidup tercerai-berai. Tetapi, Sokrates tidak mati untuk selamanya; dia
terus hidup di dalam ajaran Plato. Pythagoras tidak mati untuk selamanya; dia terus
hidup di dalam patung Hera. Tidak pula raja yang bijak itu mati untuk selamanya; dia
terus hidup di dalam ajaran yang telah dia berikan. ”
Menurut Bruce Pennington, seorang guru Matematika, menyatakan bahwa kematian
Pythagoras berada di antara mitos dan sejarah. Namun, ada pula laporan lain tentang
kematian Pythagoras, misalnya ia dikatakan telah dibunuh oleh gerombolan yang
marah, dan adapula yang mengatakan bahwa ia telah terperangkap dalam perang antara
Agrigentum dan Syracusans dan dibunuh oleh Syracusans. Di samping itu, adapula
yang berpendapat bahwa ia dibakar disekolahnya di Crotona dan kemudian pergi ke
Metapontum dalam keadaan kelaparan hingga menjelang kematiannya.
Jika isi Alkitab yang diyakini oleh Kristen selama ini otoritatif dan autentik dalam
mengisahkan Yesus Kristus, tentunya anggapan Mara Bar Serapion bisa dianggap
bertentangan dengan apa yang terdapat dalam Injil, sebagaimana yang terdapat dalam
Matius 27:27-55, misalnya, di mana dalam Injil telah dinyatakan bahwa yang
menghukum Yesus itu bukanlah orang Yahudi, melainkan orang-orang Romawi. Selain
karena ia pun tidak sezaman dengan Yesus dan bukan pula sebagai saksi hidup,
keterandalan Mara Bar Serapion pun semakin berkurang tentang adanya ketidakpastian
yang telah ia tulis, di samping ia pun tidak diketahui pula kredibilitasnya. Dari adanya
berbagai petunjuk di atas, maka pernyataan Mara Bar Serapion yang diklaim oleh
Kristen selama ini bahwa ia telah mengisahkan tentang Yesus, tidak bisa dijadikan
sebagai rujukan yang memadai, dikarenakan adanya berbagai kelemahan yang didapati
dari Mara Bar Serapion.
5. Thallus
Ia menulis sekitar 221 M, yang isinya telah dikutip oleh kronografer Kristen, Julius
Africanus, mengenai kegelapan yang menurut Injil Sinoptik (Markus 15:33; Matius

15
27:45; Lukas 23:44), menyelimuti bumi dari tengah hari hingga jam tiga selama
penyaliban Yesus. Adapun yang dikatakan oleh sejahrawan Thallus adalah sebagai
berikut: “Sedangkan mengenai pekerjaannya, dan penyembuhannya atas tubuh dan
jiwa, dan misteri doktrinnya, dan kebangkitannya dari kematian, ini telah secara
sangat otoritatif dikemukakan oleh murid-murid dan rasul-rasulnya kepada kita.
Seluruh dunia saat itu terlanda kegelapan yang sangat menakutkan; dan bebatuan
merekah karena gempa, dan banyak tempat di Yudea dan distrik-distrik lain ambruk.
Kegelapan ini disebut Thallus, dalam buku ketiga sejarahnya, yang saya rasa tanpa
alasan, gerhana matahari. Karena orang Ibrani merayakan Paskah kita jatuh pada
hari sebelum paskah; tetapi gerhana matahari terjadi hanya ketika bulan terletak di
garis matahari. Dan itu tidak bisa terjadi pada waktu lain, kecuali dalam selang antara
hari pertama bulan baru dan hari terakhir bulan lama, yakni pada titik pertemuannya:
lalu bagaimanakah gerhana bisa terjadi ketika bulan terletak nyaris berseberangan
secara diametris dari matahari?” (Africanus, Chronograph, 18).
Setelah Louay mengemukakan apa yang telah dikutip oleh Julius Africanus dari
Thallus, ia berpendapat bahwa kita tidak memiliki akses langsung kepada teks
mengenai gerhana yang disebutkan oleh Africanus, sedangkan tiga jilid sejarah dunia
dari Thallus sudah hilang.30 Thallus, sebagaimana yang telah dikutip oleh Tertullian
dalam karyanya, Apologeticus, ia hidup tidak lebih dari abad ke-2 M,31 dan jika benar
anggapan ini benar, maka jelas bahwa Thallus tidaklah sezaman dengan Yesus. Ada
beberapa ahli yang berpendapat bahwa referensi ke Thallus tentang hal itu dapat
ditemukan dalam karyanya Flavius Josephus, Jewish Antiquities, yaitu pada perikop
yang merujuk pada orang Samaria yang merdeka yakni Tiberius, yang
pemerintahannya dimulai pada masa 14 M. Namun, sebagaimana yang dicatat oleh
Carrier, pengisahan Josephus kepada Thallus sebenarnya ditemukan pada abad ke-18
M.32 Jika kegelapan dan gempa telah terjadi di seluruh dunia, sebagaimana yang telah
diungkapkan oleh Thallus di atas, tentunya Kristen harus mampu memberikan sumber-
sumber yang memadai dengan menyertakan berbagai pendapat yang dikemukakan oleh
orang-orang yang pernah berada di wilayah Cina atau Jazirah Arab kala itu.
6. Sumber-sumber Yahudi
Terdapat satu teks yang secara khusus relevan dengan pembahasan ini, dimana dalam
teks tersebut dianggap oleh Kristen telah mengisahkan tentang kematian Yesus Kristus.
Theissen dan Merz telah menyatakan bahwa teks ini mungkin berasal dari awal abad
kedua: Pada malam Paskah Yeshu digantung. Selama empat puluh hari sebelum

16
eksekusi itu terjadi, seorang tentara berkeliling dan menyerukan, “Dia akan dirajam
karena dia melakukan sihir dan mengajak Israel kepada kemurtadan. Siapa pun yang
bisa menyampaikan sesuatu untuk membelanya, majulah dan mohonkanlah atas
namanya. ” Tapi, karena tidak ada seorang yang maju untuk membelanya, dia
digantung pada malah paskah! – Ulla menyahut, “Apakah kau kira bahwa dia adalah
seorang yang bisa dibela? Bukankah doa seorang Mesith (pembujuk), yang mengenai
kitab suci berkata, „Janganlah mengasihi dia dan janganlah menutupi kesalahannya?‟
Tetapi dengan Yeshu keadaannya berbeda, karena dia terhubung dengan pemerintah
(atau kerajaan, artinya berpengaruh).”
Rabi kita mengajarkan: Yeshu memiliki lima murid, Matthai, Nakai, Nezer, Buni dan
Todah. Ketika Matthai dibawa (ke hadapan sidang), dia berkata kepada mereka
(hakimhakim), “Apakah Matthai akan dieksekusi? Bukankah tertulis, „Matthai (kapan)
aku harus datang dan hadir di hadapan Allah?‟” Mendengar itu mereka menjawab,
“Ya, Mathhai akan dieksekusi, karena tertulis, „Ketika Mathhai (bilakah) (ia) mati,
dan namanya hilang lenyap. ‟” Ketika Nakai dibawa masuk, ia berkata kepada
mereka, “Apakah Nakai akan dieksekusi? Tidak ada tertulis, „Nakai (orang yang tidak
bersalah) dan orang yang benar tidak boleh kau bunuh?‟” “Ya”, demikian jawabnya,
“Nakai akan dieksekusi, karena tertulis, „Di tempat rahasia Naki (orang yang tidak
bersalah) dibunuh.‟” Ketika Nezer dibawa masuk, dia berkata, “Apakah Nezer akan
dieksekusi? Bukankah tertulis, „Dan Nezer (suatu taruk) yang akan tumbuh dari
pangkalnya. ‟” “Ya,” kata mereka, “Nezer akan dieksekusi, karena tertulis, „Tetapi
engkau ini terlempar, jauh dari kuburmu, seperti Nezer (taruk yang jijik). ‟” Ketika
Buni dibawa masuk, dia berkata, “Apakah Buni akan dieksekusi? Tidakkah tertulis,
„Beni (anakku), anak sulungku?‟” “Ya,” jawab mereka, „Buni akan dieksekusi‟,
karena tertulis, „Lihatlah aku akan membunuh Bine-ka (anakmu) anak sulungmu. ‟”
Dan ketika Todah dibawa masuk, dia berkata kepada mereka, “Apakah Todah akan
dieksekusi? Bukankah tertulis, “Sebuah mazmur untuk Todah (memberi syukur)?‟”
“Ya,” Jawab mereka, “Todah akan dieksekusi, karena tertulis, “Setiap orang yang
mempersembahkan korban Todah (memberi syukur) memuliakan aku. ‟” (Sanhedrin
43a).
Jika narasi di atas dianggap autentik oleh Kristen dalam membuktikan adanya kematian
Yesus, sebagaimana halnya yang terdapat Alkitab, tentunya kedua rujukan yang ada
memiliki pertentangan antara satu dengan yang lainnya dikarenakan memiliki
perbedaan nama dan jumlah dari para murid-muridnya Yesus. Untuk mengetahui nama

17
dan jumlah murid-muridnya Yesus yang telah ditulis di dalam Injil, silahkan untuk
membaca secara seksama pada Matius 10:2-4, Markus 3:16-19 dan 6:13-16.
Dalam mencari pembenaran atas terjadinya penyaliban dan kematian Yesus, orang-
orang Kristen selalu memberikan argumen bahwa orang Yahudi pun meyakini pula
bahwa Yesus telah disalib dan mati di kayu salib, sebagaimana halnya keyakinan
Kristen selama ini. Jika argumentasi orang-orang Yahudi dianggap autentik dalam
membenarkan adanya penyaliban dan kematian yang Yesus alami di kayu salib,
seharusnya Kristen pun meyakini, sebagaimana keyakinan orang-orang Yahudi, bahwa
setelah Yesus mati di kayu salib, ia pun masuk neraka. Karena pandangan Yahudi
tersebut, bagaikan dua sisi mata uang logam yang tidak bisa digunakan sebagian dan
meninggalkan sebagian.

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kristen telah menggunakan berbagai sumber dari pihak paganisme, di mana sumber-
sumber yang mereka gunakan selama ini diyakini telah mengisahkan tentang
penyaliban dan kematian Yesus di kayu salib, tanpa pernah memperdulikan kredibilitas
para penulisnya dan sumber-sumber yang telah mereka gunakan. Penulis meyakini
bahwa Yesus itu pernah ada, namun penulis menolak adanya keyakinan Kristen selama
ini bahwa Yesus telah disalib dan mati di kayu salib, selain karena memang tidak selaras
dengan Al-Qur‟an dan hadits, hal itu pun tidak memiliki sumber pendukung yang
memadai terkait adanya peristiwa penyaliban dan kematian Yesus. Pada umumnya,
tidak ada sisa-sisa arkeologis Kristen dari periode sebelum tahun 200 M yang bisa kita
ketahui tanggalnya secara pasti, termasuk pula inkripsi Kristen, meski ada beberapa
penemuan di mana tanggal abad pertamanya dapat ditentukan, namun karakter
Kristianinya masih diragukan.33 Maka tidak mengherankan, jika pada akhirnya Kristen
pun mencocok-cocokkan apa yang telah mereka yakini selama ini dengan penemuan
arkeologis. Jika penyaliban dan kematian Yesus tidak ada dukungan dari data eksternal
yang bisa diandalkan, tentu saja keyakinan mereka selama ini tentang Yesus patut untuk
diragukan kebenarannya, karena pada dasarnya Yesus historis dan Yesus imani
memiliki perbedaan yang signifikan. Yesus historis tidak ada kaitannya sama sekali
dengan apa yang telah diyakini oleh Kristen selama ini. Namun, saat kita membahas
tentang Yesus dalam perspektif Kristen, tentu saja segala hal akan dikait-kaitkan
dengan apa yang telah diimani oleh Kristen selama ini, sebagai halnya tentang
penyaliban dan kematian Yesus.

19
DAFTAR PUSTAKA

Misionaris, Sang. “Penyaliban dan Kematian Yesus”.


https://www.academia.edu/resource/work/38949213, diakses pada 24 Mei 2022

20

Anda mungkin juga menyukai