Anda di halaman 1dari 16

Tinjauan Pustaka

HESS SCREEN

DESSY ARIYENI

M. HIDAYAT

TAHAP II
SUB BAGIAN NEURO OFTALMOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

2014
BAB I

PENDAHULUAN

Pergerakan bola mata diatur oleh otot-otot ekstraokular yang terdiri dari empat otot
rektus, yaitu muskulus rektus superior, muskulus rektus inferior, muskulus rektus medial dan
muskulus rektus lateral dan dua otot obliq, yaitu muskulus obliq superior dan muskulus obliq
inferior. Semua muskulus rektus berorigo di Annulus Zinn sedangkan muskulus obliq superior
berorigo di apex orbita diatas Annulus Zinn dan muskulus obliq inferior berorigo di periosteum
os maksilaris. 1,2,3

Otot-otot ekstraokular ini mempunyai kombinasi kontraksi dan relaksasi yang sinkron
dan memberikan posisi lirik pada mata. Kerjasama dari otot-otot ekstra okular ini dapat
menghasilkan gerakan mata ke segala arah sesuai dengan kehendak kita. 1,2,3

Jika terdapat gangguan pada otot-otot ekstraokular akan menghasilkan ketidaksejajaran


okular dalam posisi pandangan. Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pada salah satu atau
lebih otot ekstra okular dapat digunakan pemeriksaan Hess Screen. Hess screen merupakan salah
satu pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui adanya deviasi okular dengan cara
membandingkan dua gambar dari kedua mata untuk melihat otot mana yang bekerja underaksi
dan overaksi.3,4,5

Pemeriksaan ini menggunakan layar berupa kain atau papan, ruangan dengan
pencahayaan yang gelap, kaca mata merah hijau dan dua pointer berwarna merah dan hijau.3,4,5

Makalah ini akan membahas dasar pemeriksaan Hess Screen dan cara membaca
interpretasi hasil.
BAB II

OTOT-OTOT EKSTRA OKULER

Terdapat enam otot ekstra okular, diantaranya adalah empat otot rektus dan dua otot
obliq. Empat otot rektus tersebut adalah muskulus rektus superior, muskulus rektus inferior,
muskulus rektus medial dan muskulus rektus lateral. Sedangkan otot obliq adalah muskulus obliq
superior dan muskulus obliq inferior.1,2,3

2.1 Muskulus Rektus Horizontal

Muskulus rektus horizontal terdiri dari muskulus rektus medial dan muskulus rektus
lateral. Kedua muskulus ini berorigo di Annulus Zinn. Muskulus rektus medial berjalan
sepanjang dinding medial dan berinsersi pada jarak 5,5 mm dari limbus. Muskulus ini paling
besar ukurannya dan paling kuat daripada otot-otot ekstraokular lainnya. Pada posisi primer
mempunyai fungsi sebagai adduksi. Sedangkan muskulus rektus lateral berjalan sepanjang
dinding lateral dan berinsersi pada jarak 6,9 mm dari limbus. Pada posisi primer mempunyai
fungsi sebagai abduksi. 1,2,3
Gambar 1. Muskulus Rektus Horizontal mata kanan(dikutip dari kepustakaan no.1)

2.2 Muskulus Rektus Vertikal

Muskulus rektus vertikal terdiri dari muskulus rektus superior dan muskulus rektus
inferior. Kedua muskulus ini berorigo di Annulus Zinn. Muskulus rektus superior berjalan ke
anterior di bagian atas bola mata dan membentuk sudut 23° dengan axis visual. Muskulus ini
berinsersi pada jarak 7,7 mm dari limbus. Aksi primer muskulus ini adalah elevasi, aksi sekunder
adalah intorsi dan aksi tersier adalah adduksi. 1,2,3

Muskulus rektus inferior berjalan ke anterior di bagian bawah sepanjang lantai orbita dan
membentuk sudut 23° dengan axis visual. Muskulus ini berinsersi pada jarak 6,5 mm dari
limbus. Aksi primer muskulus ini adalah depresi, aksi sekunder adalah ekstorsi dan aksi tersier
adalah adduksi. 1,2,3

Gambar 2 Muskulus Rektus Superior mata kanan(dikutip dari kepustakaanno.1)


Gambar 3 Muskulus Rektus Inferior mata kanan(dikutip dari kepustakaan no.1)

2.3 Muskulus Obliq

Muskulus obliq terdiri dari muskulus obliq superior dan muskulus obliq inferior.
Muskulus obliq superior berorigo di apex orbita diatas Annulus Zinn dan berjalan ke anterior
sepanjang dinding superomedial orbita. Muskulus ini menjadi tendon sebelum melewati
trochlea. Serat tendon mempunyai ciri bagian sentral bergerak lebih jauh dari bagian perifer.
Tendon menembus kapsul tenon pada jarak 2 mm dari nasal dan 5 mm posterior dari insersi
muskulus rektus superior menembus kuadran posterosuperior bola mata. Muskulus ini
membentuk sudut 51° dengan axis visual pada posisi primer. Aksi primer muskulus ini adalah
intorsi, aksi sekunder adalah depresi dan aksi tersier adalah abduksi. 1,2,3,6

Muskulus obliq inferior berorigo di periosteum os. maksilaris dan berinsersi dibawah
muskulus rektus lateral pada daerah posterolateral dari bola mata pada area makula. Muskulus ini
membentuk sudut 51° dengan axis visual pada posisi primer. Aksi primer muskulus ini adalah
ekstorsi, aksi sekunder adalah elevasi dan aksi tersier adalah abduksi.1,2,3,6
Gambar 4. Hubungan Muskulus Obliq Superior dengan Sumbu X dan Y(dikutip dari kepustakaan no.4)

Berikut adalah ringkasan aksi otot ekstraokular dari posisi primer

Tabel 1. Aksi masing-masing Otot Ekstraokular(dikutip dari kepustakaan no.1)

2.4 Persarafan Otot Ekstraokular

Input tonik utama untuk gerakan okular disuplai oleh tiga pasang nervus cranial, yaitu
nervus III (okulomotor), nervus IV (troklearis) dan nervus VI (abducens). Nervus III
memberikan inervasi ke muskulus rektus superior, muskulus rektus medial, muskulus rektus
inferior dan muskulus obliq inferior. Nervus ini juga mempunyai serat parasimpatik yang
mensarafi muskulus sfingter pupil (berperan pada reflek pupil) dan muskulus siliaris (berperan
pada akomodasi). Nervus IV (troklearis) memberikan inervasi ke muskulus obliq superior.
Sedangkan nervus VI (abducens) memberikan inervasi ke muskulus rektus lateral.1,7,8,18

2.5 Hukum Pergerakan Bola Mata

Pergerakan bola mata dibagi dalam gerakan monokular dan gerakan binokular. Gerakan
monokular dikenal dengan gerakan duksi, pada gerakan ini berlaku istilah, yaitu agonis adalah
otot utama yang menggerakkan mata pada suatu arah tertentu, antagonis adalah otot pada mata
yang sama dengan agonis yang bekerja berlawanan dengan agonis dan sinergis adalah otot pada
mata yang sama dengan agonis yang bereaksi sama dengan agonis untuk menghasilkan gerakan
tertentu. Pada gerakan monokular berlaku Hukum Sherrington yang menyatakan inervasi timbal
balik dimana bila terjadi peningkatan impuls saraf untuk satu otot ekstraokular akan disertai
penurunan impuls untuk antagonisnya1,2,3,9

Pergerakan mata binokular dibagi menjadi versi dan vergen. Pada gerakan ini dikenal
istilah yoke muscle atau pasangan otot searah yang merupakan dua otot (satu otot pada satu mata)
yang merupakan penggerak utama dari mata dalam suatu posisi pandangan. Pada gerakan
binokular berlaku Hukum Hering yang menyatakan agar kedua mata berada dalam arah yang
sama maka yoke muscle yang berkaitan harus menerima impuls saraf yang sama.9,19

Gambar 5. Cardinal Gaze dan Yoke Muscles(dikutip dari kepustakaan no.1)


BAB III

PEMERIKSAAN HESS SCREEN

Pemeriksaan Hess Screen adalah pemeriksaan yang menggambarkan fungsi otot-otot


ekstraokular, dimana dapat terjadi overaksi atau underaksi yang disebabkan oleh kelainan satu
atau lebih otot-otot ekstraokular atau karena kelainan satu atau lebih nervus yang mengontrol
fungsi otot okular. Penderita dengan ketidaksejajaran okular biasanya akan mengeluhkan
penglihatan ganda atau diplopia.10,11,12

Prinsip pada pemeriksaan Hess Screen ini adalah proyeksi pada fovea. Titik – titik
pada grafik dibuat berdasarkan hukum Hering dimana inervasi yang sama dan simultan pada
pasangan otot searah (yoke muscle) dan hukum Sherington dimana inervasi timbal balik terjadi
pada peningkatan impuls saraf untuk satu otot ekstraokular akan disertai penurunan impuls untuk
antagonisnya. Pemeriksaan harus dilakukan untuk sembilan posisi diagnostik, yaitu: kiri atas,
kanan atas, lurus keatas, kiri, lurus kedepan, kanan, kiri bawah, kanan bawah, dan lurus
kebawah.13,14,15,17

3.1 Alat Pemeriksaan

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan Hess Screen adalah:10,16,20

1. Layar Hess (Hess Screen) biasanya terbuat dari papan atau kain yang terdapat gambaran
kotak – kotak yang terdiri dari delapan kotak yang membentuk persegi empat kecil dan
enam belas kotak yang membentuk persegi empat besar
2. Pointer berwarna merah yang dipegang oleh pemeriksa dan pointer berwarna hijau yang
dipegang oleh pasien
3. Kaca mata berwarna merah hijau
4. Lembar pencatatan hasil pemeriksaan Hess Screen yang terdiri dari dua kotak masing-
masing untuk mata kanan dan kiri.
Gambar 6. Layar Hess Screen (dikutip dari kepustakaan no.2)

Gambar 7. Lembar Pencatatan Hasil Pemeriksaan (dikutip dari kepustakaan no.13)


3.2 Cara Pemeriksaan

Persiapan pemeriksaan Hess Screen adalah pasien duduk di depan layar Hess pada jarak
50 cm sehingga titik tengah layar Hess berada pada posisi pandangan primer. Ruangan
pemeriksaan harus gelap. Untuk memeriksa mata kiri, pasien menggunakan kaca mata merah
hijau dengan lensa hijau didepan mata kiri, sedangkan lensa merah di depan mata kanan
(digunakan sebagai mata fiksasi). Hal ini berarti pasien hanya dapat melihat sinar hijau pada
mata yang menggunakan lensa hijau sedangkan sinar merah pada mata yang menggunakan lensa
merah. Deviasi pada posisi primer dinilai pertama kali dengan cara pemeriksa menyinari titik
fiksasi utama menggunakan pointer merah.13,18

Lalu pasien diminta untuk menyinari dengan pointer hijau sehingga sinar merah dan hijau
menjadi berhimpitan. Hal yang sama dilakukan untuk sembilan posisi diagnostik. Perlu diingat
bahwa pasien hanya boleh melirik pada saat mengarahkan sinar hijau supaya berhimpitan dengan
sinar merah. Setelah sembilan posisi selesai dilakukan, maka lakukan juga hal yang sama untuk
menilai mata kanan.13,18

Pemeriksa mencatat hasil pemeriksaan pada lembar pencatatan hasil menggunakan pensil
warna merah dan hijau sesuai dengan mata yang diperiksa. Lalu hubungkan titik – titik hasil
pemeriksaan sehingga terbentuk pola tertentu pada masing – masing mata. Dari pola inilah kita
dapat menilai kelainan otot-otot ekstraokular.13

3.3 Interpretasi Hasil

Setelah kita melakukan pemeriksaan untuk kedua mata, maka kita dapat menghubungkan
titik-titik yang terbentuk dengan garis lurus. Lalu kita lakukan interpretasi dengan cara:

1. Kedua gambar dibandingkan


2. Gambar yang lebih kecil mengindikasikan mata dengan otot yang paralisis dan akan
menunjukkan restriksi terbesarnya pada arah utama kerja otot yang paresis.
3. Gambar yang lebih besar mengindikasikan mata yang overaksi dan akan menunjukkan
ekspansi terbesarnya pada arah utama kerja otot pasangannya.
4. Gambar yang sama antara kedua mata menunjukkan tidak adanya deviasi

Pada dasarnya, untuk mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan Hess Screen dibagi ke
dalam tiga bagian. Pertama adalah posisi, prinsip dasar dari pemeriksaan Hess Screen adalah
proyeksi pada fovea. Posisi dari titik sentral mengindikasikan apakah deviasi pada posisi primer
atau tidak. Posisi dari titik sentral harus dilihat keduanya pada fiksasi mata kanan maupun pada
fiksasi mata kiri. 17

Kedua adalah ukuran, variasi dari ukuran pola pada tiap mata seharusnya berdasarkan
hukum Hering. Daerah yang kecil mengindikasikan mata dengan keterbatasan gerak primer.
Underaksi dapat dilihat dengan gambaran titik yang lebih kecil dari pola yang seharusnya.
Sedangkan overaksi dapat dilihat dengan gambaran titik yang lebih besar dari pola seharusnya.
Ukuran pola yang sama pada kedua mata menunjukkan tidak ada deviasi atau deviasi yang
sama.. 15,17

Ketiga adalah kuantitas yang dapat dikalkulasikan dari salah satu mata yang fiksasi pada
pergeseran pointer dari titik pusat. Kuantitas underaksi dan overaksi juga dapat dikalkulasikan
pada berbagai posisi dan oleh karena itu jumlah penyimpangan juga dapat dikalkulasikan.12,17

Pada kasus paralisis satu otot pada satu mata akan menunjukkan gambaran yang lebih
kecil. Tes ini berguna untuk menemukan otot yang paralisis, oleh karena itu pengetahuan
mengenai gerakan tiap otot mata pada berbagai arah pandangan sangat membantu. Titik yang
lebih menjauh kedalam menunjukkan otot yang underaksi (paralisis), sedangkan titik yang lebih
menjauh keluar menunjukkan otot yang overaksi.
Beberapa contoh hasil pemeriksaan Hess Screen

1. Parese nervus IV kiri

Gambar 8. Parese nervus IV kiri (dikutip dari kepustakaan no.12)


Interpretasi hasil:
o Pada mata kanan menunjukkan over aksi dari muskulus rektus inferior dan
muskulus oblikus superior
o Pada mata kiri menunjukkan under aksi dari muskulus oblik superior dan over
aksi dari muskulus oblikus inferior.
2. Parese nervus VI kanan

Gambar 9. Parese nervus VI kanan(dikutip dari kepustakaan no.12)


Interpretasi hasil:
o Area pada mata kanan lebih kecil jika dibandingkan mata kiri
o Mata kiri menunjukkan over aksi muskulus rektus medial
o Mata kanan menunjukkan under aksi muskulus rektus lateral dan over aksi
muskulus rektus medial
3. Parese nervus III kanan

Gambar 10. Parese nervus III kanan(dikutip dari kepustakaan no.12)

Interpretasi hasil:
o Area pada mata kanan lebih kecil dari mata kiri.
o Pada mata kiri menunjukkan over aksi dari semua muskulus okstraokuler kecuali
muskulus rektus medial
o Pada mata kanan menunjukkan under aksi pada semua muskulus ekstraokuler
kecuali muskulus rektus lateralis dan muskulus oblikus superior

3.4 Kegunaan Hess Screeen

Hasil pemeriksaan Hess Screen dapat digunakan untuk memperkirakan perkembangan


kelainan yang ada (follow up), dapat membantu menemukan underaksi pada arah pandangan
tertentu meningkat atau tidak, membantu merencanakan penatalaksanaan dan mengevaluasi
hasil, 12,17
BAB IV

KESIMPULAN

1. Pemeriksaan Hess Screen adalah pemeriksaan untuk mengetahui adanya over aksi atau
under aksi otot-otot ekstra okular
2. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan tehnik yang sederhana dan hasil interpreasi
pemeriksaan dapat digunakan untuk mengetahui adanya kelainan ketidaksejajaran okular
3. Hasil pemeriksaan Hess Screen dapat digunakan untuk follow up pada pasien yang sudah
terdiagnosis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta GL, Cantor BL, Cioffi GA. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. San
Fransisco : American Academy of Ophthalmology. Section 6 : 2013-2014
2. Khurana AK. Strabismus and Nystagmus. In Comprehensive Ophthalmology. Fourth
Edition. New Delhi : New Age International (P) Limited, Publisher. 2007 : 313 – 334.
3. Muslim. Otot – otot ekstraokuler. In Strabismus. 2010 : 12 – 16.
4. Agarwal A. Hess Charting. In Manual of Neuro-ophthalmology. India : Jaypee Brothers
Medical Publishers. 2009 : 222.
5. Galloway,N,R. Squint. In Common eye Diseases and their Management. Third edition.
London: Verlag London Limited, 2006:118-119
6. Von Noorden GK, Campos EC. Binocular vision and Ocular Motility. St. Louis. Mosby.
2002
7. Skuta GL, Cantor BL, Weis. Cioffi GA. Neuro-Ophthalmlogy. San Fransisco : American
Academy of Ophthalmology. Section 5 : 2013-2014
8. Hines S, Lynch PJ, Stewart WB. Cranial Nerves. 1998. Available from :
http://www.med.yale.edu/caim/cnerves. [ Diunduh 23 April 2014 ]
9. Straube A, Büttner U. Disconjugate Eye Movements. In Neuro-Ophthalmology Neuronal
Control of Eye Movements. Munich : Karger. 2007 : 95 – 96.
10. Roodhooft,J. Screen Test Used To Map Out Ocular Deviation. In Bull Soc belge
Ophtalmol. 2007: 57-67
11. Alec,M, Davis,H. Ocular Movements. In Diagnosis and management of Ocular motility
disorders. Hongkong. Blackwell Publishing. 2006: 97-109
12. Bergamin, OZee, D. Three Dimensional Hess Screen test with Binocular dual search
Coils in a Three- Field magnetic System. 2008. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed [ diunduh 23 April 2014 ]
13. Loew BH. Meditron : Hess Screen. 2003. Available from :
http://www.meditron.de/index.de/index.html.[ diunduh 23 April 2014 ]
14. Wong YT. Assessment Of strabismus. In The Ophthalmology Examinations Review.
Singapore : World Scientific Publishing Co Pte Ltd. 2001 : 369-372.
15. Walsh, Hoyt’s. Principles and Techniques of the examination of Ocular Motility and
Alignment. In Clinical Neuro-Ophtahalmology. Fifth edition. 1997: 1169-1180
16. Jitendra. HessCharting. 2000. Available from:
http://www.ejournalofophthalmology.com/ejo/ejo55.html [ diunduh 23 April 2014]
17. Crick RP, Khaw PT. The Approach to A Patient with A Paralytic Squint. In Textbook of
Clinical Ophthalmology. 3rd edition.London : World Scientific Publishing Co Pte Ltd.
2003 : 239 – 245.
18. Ahuuja L. Manual Of Squint. New Delhi. Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd.
2008: 14-15
19. Wright KW. The Ocular Motor Examination. In Wright KW, Spiegel PH, Thompson LS
(ed Handbook of Pediatric Strabismus and Amblyopia. USA. Springer. 2006: 144
20. Billson F. Management of Strabismus. In Fundamental of Clinical Ophthalmology. India.
BMJ Publishing Group. 2003: 67

Anda mungkin juga menyukai