Anda di halaman 1dari 31

Meet The Expert

Teknik Pemeriksaan Hirschberg


pada Strabismus
Oleh :

Bima Akdrian adberta 2140312165


Pingki Ratnasari 2140312091
Rana Afifah 2140312128

Preseptor :
dr. Julita, Sp.M(K)

1
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
• Strabismus merupakan suatu kelainan mata dengan visual aksis kedua
mata tidak mengarah secara bersamaan kepada tititk fiksasi.
• Kondisi penglihatan normal, bayangan suatu benda jatuh secara
bersamaan pada fovea masing-masing mata (fiksasi bifoveal) dan
meridian vertikal kedua retina tegak lurus.
• Setiap penyimpangan dari penjajaran okuler yang sempurna tersebut
menyebabkan terjadinya strabismus.
• Salah satu pemeriksaan strabismus adalah pemeriksaan Hirschberg

2
• Batasan Masalah
Tulisan ini membahas tentang teknik pemeriksaan fisik strabismus (Hirschberg test)
• Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang
strabismus.
• Manfaat Penulisan
Tulisan ini dapat memberikan informasi mengenai strabismus terutama tentang
pemeriksaan strabismus (Hirschberg test)
• Metode Penulisan
Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

3
BAB II Tinjauan Pustaka
Definisi
Strabismus adalah suatu kondisi dimana mata tidak selaras antara satu dengan
yang lainnya atau visual axis dari kedua mata tidak mengarah secara bersamaan
kepada titik fiksasi.

4
Istilah-istilah dalam strabismus
 Ortoforia adalah kedudukan bola mata yang tidak berubah walaupun
mekanisme fusi diganggu.
 Heteroforia adalah deviasi okuler laten (tersembunyi), masih dapat diatasi
oleh mekanisme fusi & menjadi nyata bila fusi diganggu (misalnya :
esoforia, eksoforia, hiperforia, dan hipoforia).
 Heterotropia adalah deviasi manifes (nyata), tidak dapat diatasi oleh
mekanisme fusi (misalnya : esotropia, eksotropia, hipertropia, dan
hipotropia).
 Fusi adalah proses penggabungan secara mental berdasarkan kemampuan
otak untuk mendapatkan satu penglihatan tunggal yang berasal dari dua
sensasi masing-masing mata.

5
Istilah-istilah dalam strabismus
 Stereopsis merupakan kesanggupan melihat sebuah benda dengan kedua
mata yang memberikan kesan tiga dimensi.
 Diplopia adalah melihat objek yang sama pada dua lokasi ruang, karena
objek penglihatan diproyeksikan pada fovea pada satu mata dan para
fovea pada mata lainnya.
 Supresi merupakan perubahan sensasi visual yang terjadi pada saat
bayangan dari satu mata, diinhibisi oleh mata tersebut (cortical inhibition).
 AC/A Ratio adalah angka yang menyatakan perbandingan dari konvergensi
akibat akomodasi dengan besarnya akomodasi N : 3 – 4 prisma dioptri /
akomodasi 1 dioptri.

6
Anatomi Otot Ekstraokular
Pergerakan kedua bola mata oleh otot
ekstraokular:
1. Muskulus rektus lateral
2. Muskulus rektus medial
3. Muskulus rektus superior
4. Muskulus rektus inferior
5. Muskulus oblik superior
6. Muskulus oblik inferior
Pergerakan bola mata kesegala arah Tujuan:
memperluas lapangan pandang, mendapatkan
penglihatan foveal, dan penglihatan binokular untuk
jauh dan dekat
7
• Origo keempat otot rektus berasal
dari Annulus of Zinn
• Otot rektus superior berasal dari
tendon superior, dan rektus inferior
berasal dari tendon inferior. Sebagian
otot rektus medial dan lateral berasal
dari tendon superior dan inferior.
• Otot oblik superior berasal dari
periosteum tulang sfenoid. Otot oblik
inferior berasal dari cekungan tulang
maksilaris yang berada di dinding
bawah orbita. Otot ini kemudian
menuju ke bagian posterior, lateral,
dan superior dari bola mata
8
9
 Insersi keempat otot rektus berada
pada bagian anterior bola mata
membentuk sebuah kurva imajiner
yaitu Spiral of Tillaux
 Otot rektus medial memiliki insersi
paling dekat dari limbus yaitu 5,5
mm.
 Otot oblik berjalan ke arah superior
dengan melewati troklea menuju ke
sklera dan berakhir melakukan
insersi di bawah otot rektus
superior. Otot oblik inferior
memasuki sklera melalui kuadran
inferotemporal posterior
10
Perdarahan dan Persarafan Otot Ekstraokular
• Vaskularisasi otot ekstraokular berasal dari arteri oftalmik yang
merupakan cabang arteri karotis interna
• Otot rektus lateral : N. abdusen
• Otot oblik superior : N. troklea
• Otot rektus superior, medial, inferior, dan otot oblik inferior : N.
okulomotor.

11
Fisiologi Gerak Bola Mata
• Otot-otot ekstraokular, ligamen
suspensori, dan lemak orbita
mempertahankan posisi bola
mata pada orbita.
• Dalam proses pergerakan bola
mata otot-otot rektus yang
insersinya pada bagian anterior
bola mata akan menarik mata
ke arah posterior, sedangkan
otot-otot oblik yang insersinya
pada bagian posterior akan
mendorong bola mata ke depan
bersama dengan lemak orbita. 12
Mata melakukan rotasinya dalam tiga
aksis yang disebut axis of Fick.
1. Aksis Z adalah orientasi vertikal yang
melakukan rotasi secara horizontal.
2. Aksis X adalah orientasi horizontal
yang melakukan rotasi vertikal.
3. Aksis Y adalah orientasi horizontal
yang melakukan rotasi torsional.
Aksis X dan Y akan berkoordinasi dalam
menghasilkan gerak bola mata secara
oblik

13
Gerak Mata Monokular
Gerak mata monokular yang disebut dengan duksi terbagi menjadi
adduksi, abduksi, elevasi, dan depresi. Gerakan ini memberikan gerakan
mata ke arah nasal, temporal, superior, dan inferior secara berurutan.
Fungsi Primer Fungsi Sekunder Fungsi Tersier

Otot Rektus Medial Adduksi - -

Otot Rektus Lateral Abduksi - -

Otot Rektus Superior Elevasi Adduksi Intorsi

Otot Rektus Inferior Depresi Adduksi Ekstorsi

Otot Oblik Superior Intorsi Depresi Abduksi

Otot Oblik Inferior Ekstorsi Elevasi Abduksi

14
Gerak Mata Binokular
Gerak mata binokular disebut dengan versi yang terbagi menjadi
1. Gerak mata konjugat yang arahnya paralel
• Melirik ke kanan disebut dengan dekstroversi,
• Melirik ke kiri disebut levoversi
• Melirik ke atas disebut supraversi
• Melirik ke bawah disebut infraversi
2. Gerak mata inkonjugat atau vergensi yang arah geraknya
berlawanan.

15
• Gerak konjugat mata terbagi menjadi gerak sakadik dan smooth
pursuit.
• Gerak sakadik adalah gerak volunter untuk memindahkan titik fiksasi dengan
kecepatan 800-1000° per detik. Tujuan dari gerak sakadik untuk mengarahan
bayangan jatuh tepat di fovea dari objek yang tidak bergerak. Gerak sakadik
hanya dihasilkan oleh otot rektus.
• Gerak smooth pursuit berlaku pada saat mata mengikuti objek dengan
kecepatan 30-50° per detik.

16
• Gerak mata inkonjugat terbagi menjadi gerak konvergensi dan
divergensi.
• Gerak mata konvergensi terjadi saat mata melihat objek dengan dekat.
Gerakan ini berfungsi untuk menjaga fusi sehingga disebut juga konvergensi
fusional
• Ada beberapa syarat agar penglihatan binokular menjadi sensasi
tunggal (Fusi) yaitu :
• Bayangan benda yang jatuh pada kedua fovea sama dalam semua gradasi
• Bayangan benda selalu terletak pada kedua fovea sentral
• Bayangan yang diteruskan kedalam SSP dapat menilai kedua bayangan
menjadi bayangan tunggal.

17
Hirschberg Test (Corneal Reflex Test)
Tujuan pemeriksaan Hirschberg Test adalah:
• Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
penyimpangan posisi bola mata dengan memperhatikan kedudukan
reflek cahaya pada kornea.
• Menentukan besaran Heterotropia secara kuantitatif, dengan
memperhatikan kedudukan reflek cahaya pada kornea.

18
Hirschberg Test
• Pemeriksaan ini memberikan perkiraan kasar untuk estimasi sudut
deviasi pada strabismus. Pemeriksaan ini menilai adanya
desentralisasi akibat corneal light reflex pada mata yang sudah
difiksasi dimana setiap milimeter deviasi kira-kira sama dengan 7 ° (1 °
≈ 2 prisma )
Cara Pemeriksaan
• Siapkan senter untuk pemeriksaan.
• Meminta penderita untuk menghadap ke depan dengan mata
membuka.
• Arahkan senter 30 cm dari depan pasien setinggi mata pasien.
• Pasien diminta melihat kearah sumber cahaya yang diletakkan di
depan pasien.
Cara Pemeriksaan
• Siapkan senter untukpemeriksaan.
• Meminta penderita untuk menghadap ke depan dengan mata
membuka.
• Arahkan senter 30 cm dari depan pasien setinggi mata pasien.
• Pasien diminta melihat kearah sumber cahaya yang diletakkan di
depan pasien.
Cara Pemeriksaan
• Lihat lokasi pantulan cahaya pada masing-masing mata.
• Kondisi normal jika pantulan cahaya ada di tengah-tengah pupil kedua mata.
• Jika pantulan cahaya satu mata lebih kearah luar kemungkinan esotropi dan
jika kearah dalam kemungkinan exotropi
Cara Pemeriksaan
• Lihat lokasi pantulan cahaya pada masing-masingmata.
• Kondisi normal jika pantulan cahaya ada di tengah-tengah pupil kedua mata.
• Jika pantulan cahaya satu mata lebih kearah luar kemungkinan esotropi dan
jika kearah dalam kemungkinan exotropi
• Normal / ortho : Pantulan sinar tampak
di tengah pupil pada kedua mata
• Deviasi 15 derajat : Pantulan sinar
tampak di tengah pupil pada mata yang
fiksasi dan di pinggir pupil pada mata
yang deviasi
• Deviasi 30 derajat : Pantulan sinar
tampak di tengah pupil pada mata yang
fiksasi dan di pertengahan antara pupil
dan limbus pada mata yang deviasi.
• Deviasi 45 derajat : Pantulan sinar
tampak di tengah pupil pada mata yang
fiksasi dan di pinggir limbus pada mata
yang deviasi

24
Hasil Pemeriksaan Eksotropia dan
Endotropia Strabismus

25
Endotropia
• Pada pemeriksaan endotropia, mata yang mengalami strabismus
pantulan cahaya tidak berada pada bagian tengah (pupil) karena
kornea dan pupil bergeser ke arah medial/nasal. Deviasi yang terjadi
tergantung dimana cahaya dipantulkan.
• Deviasi 15 derajat apabila pantulan cahaya berada di pinggir pupil
• Deviasi 30 derajat apabila pantulan cahaya berada antara pupil
dan pinggir kornea
• Deviasi 45 derajat apabila pantulan cahaya berada pada pinggir
luar kornea

26
27
Eksotropia, Hipertropia dan Hipotropia
• Pada eksotropia kornea dan pupil bergeser ke arah lateral. Deviasi
yang terjadi sda.
• Pada pemeriksaan hipertropia kornea dan pupil bergeser ke arah atas.
Deviasi yang terjadi sda.
• Pada pemeriksaan hipotropia kornea dan pupil bergeser ke arah
bawah. Deviasi yang terjadi sda.

28
29
BAB III Kesimpulan
1. Pemeriksaan pada strabismus salah satunya adalah tes hirschberg.
2. Pemeriksaan ini memberikan perkiraan kasar untuk estimasi sudut deviasi pada
strabismus. Pemeriksaan ini menilai adanya desentralisasi akibat corneal light reflex
pada mata yang sudah difiksasi dimana setiap milimeter deviasi kira-kira sama
dengan 7 ° (1 ° ≈ 2 prisma ).
3. Pada pemeriksaan endotropia, pada mata yang mengalami strabismus pantulan
cahaya tidak berada pada bagian tengah (pupil) karena kornea dan pupil bergeser ke
arah medial/nasal . Deviasi yang terjadi tergantung dimana cahaya dipantulkan.
4. Pemeriksaan eksotropia, pada eksotropia kornea dan pupil bergeser ke arah lateral.
Deviasi yang terjadi sda.
5. Pada pemeriksaan hipertropia kornea dan pupil bergeser ke arah atas. Deviasi yang
terjadi sda.
6. Pada pemeriksaan hipotropia kornea dan pupil bergeser ke arah bawah. Deviasi
yang terjadi sda.
30
TERIMA KASIH

31

Anda mungkin juga menyukai