Anda di halaman 1dari 6

Bani Israel

Israel adalah gelar yang diberikan untuk nabi Yakub bin Ishak bin Ibrahim a.s. yang berarti
“Hamba/Pasukan Allah” (Hafidz, h.14). Meskipun gelar itu dikhususkan untuk nabi Yakub
namun jika berbicara mengenai bangsa Israel maka sama sekali tidak bisa dipisahkan dari sejarah
nabiyullah Ibrahim a.s. karena semua literatur agama telah menetapkan bahwa Ibrahim a.s.
adalah bapak panutan bagi semua agama samawi (Ali Imran: 67).

Ibrahim a.s. berasal dari bangsa Smith, satu bangsa yang pada mulanya mendiami Arab Tengah
dan Utara kemudian menyebar ke wilayah Babilonia (Irak) dan Asia.

Dengan demikian, bangsa Smith yang masih bermukim di wilayah Arab adalah nenek moyang 
bangsa Arab, sedang yang menyebar ke Asia dan palestina adalah nenek moyang bangsa Asyura
dan Israel.

Jika ditarik garis keturunannya ke atas adalah: Ibrahim bin Tarikh/Azar (6:74) bin Mahur bin
Sarugh bin Rau’ bin Falij bin Abir bin Syalikh bin Arfakhsyid bin Sam bin Nuh bin Lamik bin
Mutwasyalah bin Khanukh (Idris a.s) bin Yarad bin Mahlayil bin Qanin bin Anwasy bin Syits
bin Adam.

Nabi Nuh setelah diselamatkan dari air bah hijrah ke Makkah bersama pengikutnya dan
dimakamkan di sana, sebagaimana disebut dalam hadist riwayat Ibnu Asakir dari Abdurrahman
bin Sabith: “Sesungguhnya kuburan nabi Nuh, Hud, Syuaib dan Shaleh terletak di antara Zam-
zam, Ar-Rukn dan al-Maqam.” (Katsir, h.95,147, 209).

Itu artinya bahwa nenek moyang manusia adalah satu.

Nabi Ibrahim dilahirkan di Aur di sebuah wilayah yang terletak di Babilonia. Setelah
diselamatkan Allah dari ujian Namrud, Ibrahim as. bersama kedua istrinya dan sepupunya, Luth,
hijrah ke tanah yang diberkahi yaitu tanah air bangsa Kan’an/ Palestina di Baitul Maqdis (29: 26-
27; 21: 71-73). Ketika Ibrahim a.s. tiba di tanah tersebut, 19 S.M., bangsa Kan’an tengah
dipimpin oleh seorang raja yang shaleh bernama Sidiq/ Melkisedeq (Kejadian 14: 18).

Beliau a.s. pernah meninggalkan Palestina menuju Mesir ketika dilanda paceklik (Kejadian 12:
10) untuk kemudian kembali lagi ke Palestina hingga wafat dan dimakamkan di Al-Kholil
(Hebron).

Sekembalinya dari Mesir, Ibrahim a.s. dikaruniai dua orang putra, Ismail dan Ishak. Menurut
Kitab Kejadian: Ismail lahir dari Hajar ketika Ibrahim berusia 86 tahun (Kejadian 16:16).
Sebenarnya Hajar adalah wanita merdeka, bukan seorang budak. Ia adalah anak dari Raja Mesir,
Fir’aun (Syaikh Shafiyyur-rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah h.28). Sedang Ishak lahir
dari Sarah ketika Ibrahim a.s. berusia 100 tahun (Kejadian 21:5).

Saat Ismail masih kecil, dia dan Ibundanya dibawa hijrah ke Makkah di Hijaz dan melahirkan
keturunan besar dan menjadi bangsa Arab (14:37).
Sementara itu Ishak mempunyai putera bernama Yakub a.s. yang dikemudian hari mendapat
gelar “Israel”. Karena itu penyebutan nama “Bani Israel” hingga saat ini dikaitkan dengan semua
keturunan Yakub a.s. Dua belas anak Ya’qub ini adalah Rubin, Sya’maun, Levi, Zebulan,
Yassakhar, Yahuda, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf dan Benyamin (Hermawati, M.A. Dra.)

Ishak, Yakub a.s. dan keturunannya tetap tinggal di negeri Kan’an. Sepeninggal Ishak, Yakub
a.s. dan semua keturunannya pindah ke Mesir karena paceklik yang panjang melanda negeri
Kan’an. Kepindahan Yakub a.s. bersama semua keluarganya yang berjumlah 70 orang dibawah
jaminan putranya, Yusuf a.s., yang saat itu menjabat sebagai wazir kerajaan Mesir.

Keturunan Bani Israel di Mesir mengalami perkembangan cukup pesat dan hidup tenteram.
Bangsa Heksus dari Asia yang baru menggulingkan Fir’aun ke-13 memberi kesempatan kepada
mereka untuk berperan di kerajaan selama empat periode, mulai dari Fir’aun Heksus ke 14-17.

Menyusul wafatnya Yusuf a.s., kententeraman Bani Israel segera sirna. Keturunan Fir’aun ke-13
yang digulingkan merebut kembali kerajaan Mesir dari bangsa Heksus dan mendirikan
pemerintahan Fir’aun ke-18 pada abad 16 S.M. Dendam mereka mencapai puncak ketika Ramses
II (1301-1234 SM) (Shalaby, h.32) dari pemerintahan Fir’aun ke-19 naik tahta (Hafidz, h.35).
Bani Israel dalam tekanan pembunuhan dan perbudakannya (2:49; 29:4; 14:6) hingga nabi Musa
memimpin mereka keluar dari Mesir pada abad 13 S.M (1213 SM) untuk memasuki Kan’an atas
petunjuk Allah (5:21) (Shalaby, h,33).

Akan tetapi sebagian besar umat Musa a.s. menolak perintah Allāh tersebut untuk masuk ke
Kan’an karena di sana sudah ada penduduk yang memiliki kekuatan dan keberanian yang lebih
besar (Jabariin). Sebagian di antara yang patuh menerima perintah Allāh adalah dua orang (5:21-
25) yaitu Yusya bin Nun dan Kalib bin Yauqana (Bilangan 13:5-10).

Akibat penolakan itu Allah menghukum mereka dalam kesesatan di Padang Tih selama 40 tahun
(5:26). Musa dan Harun a.s. wafat pada periode ini.

Yusya bin Nun kemudian diangkat sebagai nabi oleh Allah melanjutkan kepemimpinan Musa
a.s. atas Bani Israel. Di bawah kepemimpinannya bani Israel berhasil memasuki Palestina dari
sungai Urdun kemudian menguasai benteng Ariha setelah mengepungnya selama enam bulan.
Setelah menguasai Ariha, Yusya kemudian membebaskan Baitul Maqdis dan menetap di sana
bersama umatnya.

Setiap kali nabi dari kalangan Bani Israel meninggal (dibunuh umatnya yang durhaka) selalu
digantikan dengan nabi lain untuk memimpin mereka. Menurut Ibnu Jarir, sepeninggal Yusya
bin Nun Bani Israel berturut-turut dipimpin oleh Kalib bin Yufana, Hizqil bin Budzi, Ilyas,
Ilyasa (38:48), Syamuel (Syam’un)(2:246).

Pada masa Syamuel, Bani Israel menghadapi serangan raja Jalut. Atas petunjuk Allah, Syamuel
menetapkan Thalut untuk memimpin Bani Israel menghadapi Jalut. Sebagian pemuka dari
kalangan Bani Israel menolak Thalut karena raja harus dari keturunan Yehuda, sedang Thalut
dari keturunan Bunyamin.
Jalut tewas ditangan salah seorang pasukan Thalut, yaitu Dawud . Setelah Syamuel dan Thalut
meninggal, Allah menjadikan Dawud (1043-973 SM.) menggantikan kepemimpinan mereka
sebagai Raja dan Nabiyullah (2:251).

Dawud a.s. wafat digantikan oleh Sulaiman a.s. (27:16) (985-932 SM.) yang memperluas
hubungan hingga ke negeri Saba (Bilqis) di Yaman (27:42).

Dawud dan Sulaiman a.s tidak pernah mempunyai kekuasaan yang luas. Kerajaan mereka hanya
merupakan lingkup kota yang dikelilingi desa-desa sekitarnya (Carr, 18) dari Dan sampai
Bersyeba (Osman, 154). Seorang sejarawan Yahudi bernama Wells, menuliskan bahwa ketika
sulaiman berada di puncak kejayaannya dia hanya memerintah sebuah kota kecil saja (Shalaby,
h.52). Hanya kebiasaan pengikutnya menyebut pimpinan mereka dengan Raja (Carr, 18).
Pegawai nabi Sulaiman yang bernama Yarbaam mengadakan pemberontakannya tetapi gagal dan
melarikan diri ke Mesir. Dia kembali ke Palestina setelah nabi Sulaiman a.s. wafat (Raja-Raja I
12:3).

Saat nabi Armiya (Katsir, h.812) menggantikan Sulaiman a.s. Bani Israel mengalami
kemerosotan moral luar biasa. Daerah kerajaan warisan Sulaiman a.s. terpecah menjadi dua
kerajaan yang saling bermusuhan dan berperang: Utara-Israel dengan pusat di Samaria dipimpin
oleh Yarbaam, dan Selatan-Yahuda di Yerusalem dipimpin keturunan Nabi Sulaiman Rahba’am
922 SM – 915 SM. (Shalaby, h.54).

Peringatan Allah melalui Nabi Armiya tidak dindahkan, bahkan nabi Armiya dipenjarakan oleh
umatnya. Maka kemudian Allah menghukum mereka melalu kekuasaan dua raja, Thufan dan
Nebukadznezar (Bukhtanashar).

Kerajaan Israel di Utara diserbu oleh raja Thufan dari Asyura tahun 721 S.M. dan membawa
penduduknya untuk dijadikan budak.

Kerajaan Yehuda di Selatan diserbu raja Nebukadznezar dari Babilonia (17:4-5) pada tahun 586
S.M. Sepertiga dari penduduknya dibunuh, sepertiga ditawan dan dijadikan budak di Babilonia,
sepertiga dibiarkan karena mereka adalah orang tua, wanita, anak-anak dan orang lemah.
Benteng-benteng, masjid-masjid, juga Baitul Maqdis, dirusak dan dirobohkan, taurat dibakar.

Beda Bani Israel dan Yahudi

Orang Babil menamakan penduduk negeri yang diserbunya dengan “Yahudi”, sedang
kepercayaan yang mereka anut sebagai agama Yahudi. Mulai saat itu nama Yahudi itu dikenakan
kepada siapa saja yang menganut kepercayaan Yahudi, meskipun ia bukan keturunan Bani Israel.
Itulah perbedaan Yahudi dan Israel.

Sejak kedua Negara-kota Israel dan Yehuda jatuh, maka boleh dikatakan tanah Palestina telah
kosong dari orang-orang Bani Israel, karena meskipun pada tahun 538 S.M. raja Pesia Cyrus
merebut Palestina dari Nubukdznezar dan memperbolehkan orang-orang Bani Israel kembali ke
wilayah Palestina, mereka memilih untuk tinggal di tempat penawanan yang sudah memberikan
kenyamanan dibanding di Palestina (Shalaby, h.60).
Akibat penyerbuan itu jadilah mereka sebuah bangsa yang terpencar-pencar (diaspora) ke
berbagai Negara: Mesir, Babil, Hijaz yaitu di Yatsrib dan Wadil Qurra’.

Sebagian Bani Israel yang kembali ke Palestina, mencoba untuk membangun Baitul Maqdis
(Katsir, h.816-818). Namun Iskandar Agung dari Macedonia menyerbu mereka dan
menghancurkan Baitul Maqdis pada tahun 330 S.M.

Kemudian Palestina berturut-turut dikuasai bangsa Ptolemaic dari Syiria. Mereka mengusir Bani
Israel dan menghapuskan seluruh pengaruhnya karena mencoba mengadakan pemberontakan
yang dipimpin rahib Mattathias tahun 167 SM. Mattathias meninggal sebelum berhasil dan
digantikan putranya, Maccabaeus tahun 160 SM juga tanpa hasil. Kemudian diteruskan Makkabi
Aristobulus tahun 104 SM.

Setelah itu Penguasa Romawi pada masa Bampiyos/ Pompey pada tahun 63 S.M. dan kaisar
Titus pada tahun 70 M. mengambil alih Palestina. Bahkan Titus memusnahkan kota Yerusalem
dan menghancurkan Haikal yang dibangun pada zaman Cyrus (Shalaby, h.61-62).

Ketika kaisar Adrianus berkuasa di Yerusalem pada tahun 135M., Bar Kokhba memimpin orang-
orang Yahudi melancarkan pemberontakan. Namun pemberontakan tersebut dapat digagalkan.
Sebagai hukuman mereka dihancurkan kembali dengan dibunuh dan diusir. Yahudi lari ke Mesir,
Afrika Utara, Spanyol, Eropa, Asia, Syam, Khaibar, Madinah, India, Cina, Habsyah (Hafidz,
h.47).

Ketika tentara salib menduduki Yerusalem tahun 1099, orang Yahudi diganyang habis.

Pada tahun 1170 M seorang Yahudi dari Toledo bernama Benyamin melakukan kunjungan ke
Yerusalem. Dia hanya menemukan 1440 orang Yahudi di seluruh Palestina (Garaudi, h.78).

Meskipun Sultan Shalahuddin pada tahun 1187 M memperkenankan Yahudi tinggal di


Yerusalem namun Nahmanides pada tahun 1267 M hanya menemukan 2 keluarga saja di
seantero Yerusalem (Garaudi, h.78).

Gen Bani Israel Sekarang

Setelah Bani Israel membaur, sangat sulit untuk menentukan keturunannya yang asli – murni.
Namun secara mudah dapat kita simpulkan bahwa sebutan Yahudi adalah ditujukan kepada
siapapun yang masih berpegang dengan ajaran Musa a.s. (Taurat) (Hafidz, h.16).

Buku-buku rujukan dan referensi sejarah dan ilmu anthropologi telah menyimpulkan bahwa
keluarnya Bani Israel dari Mesir merupakan suatu pemisah antara zaman darah asli dan zaman
darah campuran.

Sebagian mereka yang berdiaspora ke Eropa berbaur dengan unsur-unsur Syria dan Anatoli
hingga mereka sampai ke pinggir sungai Rhine. Dari sana mereka menyebar ke Eropa dan Rusia.
Beberapa waktu kemudian sebagian besar wilayah itu telah menganut agama Yahudi yang
mereka bawa. Kaum Fulasya dari Ethiopia, Tzamil dari India, Haraz dari Turki (Shalaby, h.34-
36).

Maka, sesungguhnya yang kita hadapi sekarang adalah Yahudi yang tidak ada hubungannya
sama sekali dengan Bani Israel. Jika masih ada, maka mungkin bisa dihitung dengan jari.

Yahudi yang mencaplok Palestina sama tidak ada relasi dengan Palestina baik keturunan ataupun
sejarah. Pemerintahan mereka di sebagian kecil wilayah Palestina tidak lebih dari 4 abad.
Sementara pemerintahan Islam telah berlangsung di sana selama 12 abad (636-1917 M.). Yahudi
yang berkuasa di Palestina sekarang adalah orang-orang Khazar (Kojar) yang mendiami wilayah
Kokaz di Rusia selatan yang memeluk ajaran Taurat pada tahun 740 M.

Yahudi Khazar (Kojar) ini kemudian bermigrasi ke Eropa dan Amerika pada tahun 1881 M.
setelah diusir oleh karena berusaha menggulingkan pemerintahan kaisar Rusia Alexander-Czar
II. Mereka menghadapi ancaman antisemit karena mereka sangat tidak disukai oleh bangsa
manapun, dimanapun (Shaleh, 28-30). sehingga komunitas mereka dikurung dalam pemukiman-
pemukiman yang mengenaskan yang disebut Ghetto.

Para ahli genetika berpendapat bahwa kaum Yahudi sekarang yang menjajah Palestina adalah
perkumpulan berbagai jenis ras (mix race) (Hafidz, h.51) yang dipersatukan oleh nasib dan
watak khas. Akibat pembauran itu mereka menggunakan bahasa campuran antara Syiriak,
Akidan dan Phinisian (Carr, h17). Bahasa yang kini dipakai untuk pembicaraan sehari-hari
disebut bahasa Aramik (Shalaby, h.18).

Meskipun para arkeolog telah mengadakan penelitian diantara dua sungai besar Nil – Eufrat
mereka tidak menemukan benda apapun yang membuktikan pernah ada kerajaan Israel seperti
yang tertulis dalam Kitab 1 Raja-raja. Dan pasti, di antara mereka ada sekelompok orang yang
tidak segan-segan melakukan distorsi sejarah yang sering tampil dalam program-program
propaganda tertentu. Mereka berdiri di depan puing-puing tembok kuno untuk memaklumkan
bahwa tembok tersebut dibangun pada masa kekuasaan Raja Dawud.

Bukti sejarah yang ada menunjukkan bahwa wilayah terluas yang dapat diwujudkan oleh bangsa
Israel sepanjang sejarah adalah ketika mereka menduduki tanah Palestina, Dataran Tinggi Golan,
Libanon Selatan, Sinai untuk pertama kalinya tahun 1967 (Osman, 154). Munif Nasir
(L/Munif/R1/EO2)

Rujukan :

1. Al-Qur’an, Digital, versi 3.1.


2. Alkitab, Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia Ciluar-Bogor, 1991.
3. Carr, William G., Yahudi Menggenggam Dunia, Pustaka Al-Kautsar Jakarta, Cetakan
Keenam Mei 2004.
4. Osman, Ahmad, Israel, Siapa Mereka ?. Fima Rohdeta. Cetakan pertama Januari 2008.
Judul asli: Tarikh al-Yahud juz I, Penerbit: Maktabah al-Syuruq.
5. Hafidz, Muh. Ahmad Diyab Abdul, Menguak Tabir dan Konspirasi Yahudi. Pustaka
Setia Bandung. Cetakan I – 2005. Judul asli: Adhwaa’u ‘ala Al-Yahudiyyah min Khilal
Mashadiriha.
6. Hermawati, M.A. Dra. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi. Rajawali Pers.
7. Shalaby, Ahmad, Perbandingan Agama Agama Yahudi. Bina Ilmu, Surabaya. Cetakan
pertama 1990.
8. Katsir, Ibnu. Qishashul Anbiya. Amelia, Surabaya. Cetakan Pertama, April 2008.
9. Mubarakfury, Al- Syaikh Shafiyyur-rahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar.
1997.
10. Shaleh, Muhsin Muhammad. Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. Gema
Insani Press, Jakarta. Cetakan Pertama, Juni 200

Anda mungkin juga menyukai