Anda di halaman 1dari 58

Nama : Yoga Ardy Permana

Soal Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah : Kemuhammadiyahan


Soal :
1. Uraikan Bagaimana sejarah perembanganalam pikiran islam/sejarah
pemikiran islam ( masa nabi Muhammad, masa khulafaurasyidin,
masa keemasan islam, masa kemunduran dan masa kebangkitan
islam.
Jawaban :
Perkembangan Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Sejak Beliau menjadi yatim piatu, Muhammad kemudian diasuh oleh kakeknya
Abdul Muthalib, dan setelah sang kakek pun meninggal dunia, ia diurus oleh
pamannya Abu Thalib. Bersama pamannya inilah Muhammad menjalani
kehidupan sehari-harinya dengan segala kesederhanaannya. Ia pernah ikut
berdagang dan ikut mengembala domba. Pada usianya yang ke-25, ia
menikah dengan seorang wanita yang salihah dan berbudi luhur, bernama
Khadijah. Ketika menginjak usia 40 tahun Muhammad lebih banyak
menyendiri dengan cara mengasingkan diri di gua Hira. Ketika dalam
kesendirian di gua Hira, ia merasa didatangi oleh malaikat Jibril dengan
membawa wahyu. Pada saat itu bertepatan dengan 17 Ramadhan/6 Agustus
610 M, Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama, yaitu surat Al-Alaq ayat
1-5. Dengan diterimanya wahyu itu, berarti Muhammad SAW telah menjadi
rasul pilihan Allah SWT yang bertugas menyampaikan risalah-Nya dan dalam
sejarah Islam dinamakan Nuzulul Al-Quran.
Dalam menjalankan tugas mulia ini, semula Nabi Muhammad SAW
melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan dikhususkan hanya kepada
kerabat dekat saja, seperti Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW,
wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu
Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak
angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah
SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam dan ternyata beberapa
orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam mereka adalah: Abdul
Amar dari Bani Zuhrah, Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris, Utsman bin

Affan, Zubair bin Awam, Saad bin Abu Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyisembunyi, yang namanya sudah disebutkan di atas disebut Assabiqunal
Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).
Dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi ini, dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW dan para sahabatnya selama kurang lebih tiga tahun. Kemudian turunlah
ayat Al-Quran yang menghimbau kepada Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya agar melakukan dakwah secara terang-terangan, yakni surat AlHijr ayat 91:
Artinya:
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperitahkan Tuhan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik.
Pada abad ke-5 sejarah dakwah Rasulullah SAW. Di Mekah, bangsa Quraisy
dengan segala upaya berusaha melumpuhkan gerakan Muhammad SAW. Hal
ini dibuktikan dengan pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib
(keluarga besar Muhammad SAW) . Ujian bagi Rasulullah SAW, juga bertambah
berat dengan wafatnya dua orang yang sangat dicintainya, yaitu pamannya,
Abu Thalib dalam usia 87 tahun dan istrinya, yaitu Khadijah. Peristiwa tersebut
yang terjadi pada tahun ke-10 dari masa kenabian (620 M) dalam sejarah
disebut Amul Huzni (tahun kesedihan atau tahun duka cita).
Saat mengahadapi ujian yang berat dan tingkat perjuangan sudah berada
pada puncaknya, Rasulullah SAW di perintahkan oleh Allah SWT untuk
menjalani Isra Miraj dari Mekah menuju ke Baitul Maqdis di Palestina, dan
selanjutnya naik ke langit hingga ke Sidratul Muntaha (QS Al-Isra/17:1).
Kejadian Isra Miraj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya
(sekitar 621 M) di tempuh dalam waktu satu malam.
Dengan berpindahnya Nabi saw dari Mekkah maka berakhirlah periode
pertama perjalanan dakwah beliau di kota Mekkah. Lebih kurang 13 tahun
lamanya, Beliau berjuang antara hidup dan mati menyerukan agama Islam di
tengah masyarakat Mekkah dengan jihad kesabaran, harta benda, jiwa dan
raga. Sebelum memasuki Yatsrib , Nabi saw singgah di Quba selama 4 hari
beristirahat, Nabi mendirikan sebuah masjid quba dan masjid pertama dalam
sejarah Islam.
Tepat pada hari Jumat 12 Rabiul awal tahun 1 Hijrah bertepatan pada 24
September 6 M. Setibanya di Madinah, Nabi Muhammad segera menyusun

rencana pengembangan dakwah agar lebih efektif dan cepat. Agama Islam
harus segera menyebar ke berbagai penjuru dunia, khususnya jazilah Arabia.
Rasulullah SAW mengambil langkah ini, seluruh penduduk kota Madinah diberi
kebebasan dalam beragama. Tidak ada paksaan bagi siapa pun untuk
memeluk agama Islam, dan bagi masyarakat muslim tidak dibenarkan
memaksakan dakwahnya kepada orang yang sudah beragama. Mereka
dianjurkan untuk saling menghormati dan menghargai kepercayaan orang
lain.
Dalam menunaikan haji yang terakhir atau disebut dengan Haji Wada tahun
10 H (631 M) Nabi menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Lalu 2
bulan kemudian Nabi jatuh sakit, Beliau meninggal pada hari Senin 12 Rabiul
Awal 11 H atau 8 Juni 632 M (Yatim,1998:27-33). Dengan terbentuknya negara
Madinah, Islam bertambah kuat sehingga perkembangan yang pesat itu
membuat orang Makkah risau, begitu juga dengan musuhmusuh Islam.
Perkembangan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyiddin
Perkembangan Islam Pada Masa Abu Bakar Ash Shiddiq
Ketika Rasulullah wafat, jabatan pemerintahan atau kekhalifahan umat Islam
digantikan oleh seorang sahabat senior, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau
menjabat sebagai khalifah pertama menggantikan kedudukan Nabi
Muhammad SAW sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Selama
kekhalifahannya, permasalahan yang muncul sebagai berikut: Menumpas nabi
palsu (Nabi-nabi palsu yang ingin menghancurkan Islam diantaranya.: AlAswad al Ansi, Thulaihah bin Thuwailid al Asadi, Malik bin Nuwairah,
Musailamah al Kazab), Memberantas kaum murtad, Menghadapi kaum yang
ingkar zakat dan Modifikasi Al-Quran.
Abu Bakar juga sempat mengadakan perluasan wilayah kekuasaan Islam ke
berbagai daerah, terutama ke daerah Syiria yang masih dikuasai oleh pasukan
Romawi Timur (Byzantium). Dalam usaha ke arah itu, Abu Bakar mengirim
beberapa panglima dengan segenap pasukannya. Diantara panglima yang
dikirim itu adalah: Yazid bin Abi Sufyan yang dikirim ke Damaskus, Abu
Ubaidah bin Jarrah dikirim ke Himsho, Amr bin Ash dikirim ke Palestina dan
Suranbil bin Hasanah dikirim ke Yordania.
Usaha perluasan kekuasaan ke wilayah Syiria ini, sebenarnya sudah dimulai
sejak Nabi Muhammad SAW masih hidup di bawah pimpinan Usamah bin Zaid.
Usaha itu sempat dihentikan, karena mendengar berita tentang wafatnya
Rasulullah SAW. Kemudian usaha itu dilanjutkan kembali pada masa Abu Bakar

Ash-Shiddiq dengan kekuatan empat panglima tersebut di atas. Ditengah


usaha penaklukan itu, pasukan Abu Ubaidah merasa kewalahan menghadapi
pasukan Romawi Timur tersebut, lalu dikirimkan 1500 pasukan di bawah
pimpinan Khalid bin Walid.
Perang berlangsung cukup lama, tetapi di tengah berkecamuknya peperangan
melawan pasukan Romawi Timur itu, tiba-tiba terdengar berita tentang
wafatnya Abu Bakar (tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13 H / 22 Agustus 634
Masehi). Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 13 / 632 634 M)
. Kemudian kekhalifahan pun digantikan oleh sahabat Umar bin Khattab.
Perkembangan Islam Pada Masa Umar bin Khattab
Seperti halnya Abu Bakar, Umar bin Khattab pun segera menggiatkan usaha
perluasan kekuasaan Islam ke berbagai wilayah yang lebih luas lagi.
Pertempuran demi pertempuran dapat dimenangkan dengan gemilang.
Wilayah kekuasaan Islam pun semakin bertambah luas. Dalam pertempuran di
Ajnadin tahun 16 H/636 M tentara Romawi dapat dipukul mundur, dan
selanjutnya beberapa kota di pesisir pantai Syiria juga dapat dikuasai seperti
Jaffa, Gizar, Ramlan, Typus, Arce, dan Askolan bahkan Bairut juga dapat
ditundukkan pada tahun 18 H/638 M. Kota Bairut diserahkan sendiri oleh
Patrik, penguasa Romawi di kota itu kepada Umar bin Khattab.
Selain ke Persia usaha perluasan juga di arahkan ke wilayah Mesir. Ketika itu
bangsa asli Mesir, yakni suku Qibty (qobti) sedang mendapat serangan dari
bangsa Romawi. Mereka sangat mengharapkan bantuan dari kaum Maslimin.
Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina. Khalifah Umar bin Khattab
mengarahkan pasukannya yang berkekuatan komando panglima Mesir.
Pasukan itu dibawah komando panglima Amr bin Ash.
Selain mengadakan perluasan wilayah kekuasaan Islam ke berbagai daerah.
Khalifah Umar bin Khattab juga banyak berjasa dalam hal pembuatan undangundang negara. Peraturan perundang-undangan yang berisi tentang
ketatanegaraan dan tata pemerintahan, dibentuk pada masa kekhalifahan ini.
Khalifah juga menetapkan penanggalan hijriah dan menetapkan perhitungan
tahun baru, yaitu tahun hijriyah yang dimulai dari hijrahnya Rasulullah SAW
dari Makkah ke Madinah (16 Juli 622 M). Maka terhitung sejak kepemimpinan
beliau yaitu tahun 16 H (637 M) mulai dipergunakan penanggalan hijriyyah.
Khalifah juga melakukan pengumpulan tulisan-tulisan al-quran dan berijtihad
dalam pelaksanaan sholat tarawih berjamaah.

Khalifah Umar bin Khattab juga membentuk beberapa dewan, yang


diantaranya adalah Dewan Perbendaharaan Negara dan Dewan Militer.
Lembaga Kejaksaan dan Dewan Pertimbangan Hukum juga dibentuk pada
masa kekhalifahannya. Banyak hakim-hakim yang masyur pada masa itu, di
antaranya Ali bin Abu Thalib. Khalifah Umar pulang kerahmatullah pada
tanggal 26 Dzul Hijjah 23 H/3 November 644 M dalam usia 63 tahun. Beliau
memegang amanat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan (13-23 H/634644 M). Atas persetujuan Siti Aisyah istri rasulullah Jenazah beliau
dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar.
Perkembangan Islam Pada Masa Ustman bin Affan
Ketika khalifah Umar bin Khattab meninggal, pemerintahan diserahkan kepada
Utsman bin Affan. Khalifah Ustman berjasa dalam pembukuan mushaf. Di
masa khalifah ketiga ini juga terjadi upaya perluasan wilayah, terutama
penaklukan ke Persia, Azerbeijan, Tabaristan dan Armenia. Penaklukan besarbesaran juga dilakukan pada masa khalifah Utsman bin Affan ini, apalagi
setelah dibentuknya armada laut. Satu demi satu beberapa pulau di Asia kecil,
pulau Cyprus, Rhodes Tunisia, Nubia, dan pesisir laut hitam.
Semakin hari, wilayah kekuasaan Islam semakin luas. Untuk menjaga stabilitas
negara diadakan pengalaman yang ketat terhadap para pemberontak yang
ketat terhadap para pemberontakan yang terjadi di berbagai daerah yang
berontak itu, antara lain daerah di luar Azerbeijan, Iskiandariyah dan wilayah
Persia. Meskipun sistem keamanan diperketat tetapi para pemberontak
semakin marak di berbagai daerah penaklukkan. Apalagi setelah masyarakat
Islam menilai bahwa khalifah Utsman bin Affan bersikap nepotisme
(mementingkan kepentingan keluarga). Beliau wafat pada hari Jumat 18
Dzulhijjah 35 H(656 M). Setelah beliau wafat ke Khalifahan dipegang oleh
sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Sifatnya yang lemah lembut dan berhati sosial telah meninggalkan jasa yang
tidak sedikit untuk kepentingan Islam, antara lain: Menyempurnakan
pembukuan Al-Quran, Merenovasi bangunan Masjid Nabawi di Madinah ,
Membentuk angkatan laut atas usul Muawiyah bin Abu Sofyan, Membangun
gedung-gedung pengadilan yang semula masjid-masjid, Menumpas
pemberontakan-pemberontakn seperti di Khurasan dan Iskandariyah,
Membagi wilayah Islam menjadi 10 Propinsi yang dipimpin oleh seorang
Amir/Wali/Gubernur, meliputi: (Al Jund-Abdullah bin Rabiah, Basrah-Abu Musa

bin Abdullah, Damaskus-Muawiyah bin Abu Sofyan, Emese-Umar bin Saad,


Bahrain-Usman bin Abil Ash, shaa-Jala bin Munabbik, Taif-Sufyan bin
Abdullah, Mesir-Amr bin Ash, Mekkah-Nafi bin Abdul Maris, dan KuwaitMughiroh bin Syabah), Ekspansi Islam, meliputi: Armenia, Tripoli, Thabaristan,
Harah, Barkoh, Kabul, Ghanzah dan Turkistan.
Perkembangan Islam Pada Masa Ali bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib adalah khalifah yang memiliki kelebihan tersendiri dalam
sikap dan kepribadiannya. Ia adalah seorang pemberani dan tegas dalam
melaksanakan sesuatu. Ia sangat mencintai keadilan dan kebenaran. Langkah
pertama yang ia lakukan adalah mengganti para gubernur yang sebelumnya
diangkat oleh khalifah Utsman bin Affan.
Akibat yang lebih jauh dari tindakan Ali bin Abi Thalib itu, muncullah beberapa
golongan yang berdiri sendiri dan semuanya menyatakan menentang Ali bin
Thalib. Diantara golongan itu adalah golongan Muawiyyah, golongan Aisyah,
Zubair, dan Tholhah serta golongan yang setia kepada Ali sendiri.
Golongan-golongan itu mengakibatkan munculnya berbagai peperangan,
seperti perang Jamal dan perang Shiffin. Terjadinya perang Jamal
menyebabkan munculnya dua kelompok, yakni Khawarij dan Syiah. Khawarij
adalah orang-orang yang semula setia kepada Ali bin Abi Thalib, tetapi
kemudian ke luar dari barisan Ali bin Abi Thalib setelah mereka merasa tidak
puas dengan tindakan Ali bin Abi Thalib yang menghentikan peperangan
untuk Tahkim. Tahkim adalah upaya penghentian perang dengan mengangkat
Al-Quran tinggi-tinggi, agar kedua belah pihak yang bersengketa mau kembali
kepada hukum Allah SWT.
Syiah adalah kelompok yang tetap setia kepada Ali bin Abi Thalib.
Kebijaksanaan Ali bin Abi Thalib mengambil takhim, akhirnya membuat
bumerang bagi dirinya, dan menghantarkan nyawanya melayang di tangan
Ibnu Muljam pada pada 20 Ramadhan 41 H / 24 Januari 661 M. Umat Islam
yang tetap setia kepada Ali, akhirnya mengangkat Hasan bin Ali menjadi
khalifah selama beberapa bulan , tetapi ternyata beliau lemah sementara
Muawiyah semakin kuat maka Hasan bin Ali membuat perjanjian damai.
Setelah itu kepemimpinan digantikan oleh Muwiyah yang mencetuskan
sistem pemerintahan yang absolut. Dengan demikian berakhir apa yang
disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani
Umayah.

Masa Kemunduran
1.

Sketsa Kemunduran Islam


Seperti banyak diketahui, bahwa Islam merupakan jembatan emas bagi

kemajuan Barat saat ini. Islam memberi sumbangan ilmu pengetahuan yang tak
ternilai bagi Barat. Namun pada gilirannya kaum Nasrani dapat merebut
pengetahuan yang berharga tersebut. Pada masa akhir kejayaan Islam di
Andalusia (Spanyol) tepatnya pada tahun 609 H/1212 M, Kaum Nasrani
melakukan agresi besar-besaran ke Andalusia. Dengan dalih perang suci di Eropa
mereka menyerang Islam dipimpin oleh Alfonso VII , Raja Castile beserta sekutusekutunya. Serangan tersebut dihadapi oleh khalifah al-Mansur Billah bersama
600000 tentara di Las Navas de Toloso (Al Uqub) sekitar 70 mil di sebelah timur
Cordova.
Dalam peperangan tersebut tentara Muwahidun mengalami kekalahan
besar bahkan menyebabkan berakhirya kekuasaan Islam di Andalusia(1235 M).
Berakhirnya Islam puncaknya ketika peperangan antara pasukan Musa, Pasukan
Abdullah melawan pasukan Ferdinand, Ferdinand mengirim pasukannya untuk
menghancurkan pasukan Islam, tetapi Abdullah beserta pasukannya terjun ke
medan peperangan dengan gagah berani,pada saat itu islam yang mengalami
kemenangan dibantu oleh penduduk Granada, sehingga beberapa beneteng
dapat direbut kembali
Pada tahun 896 H/1491 M Ferdinand bersama Isabella melibatkan diri
bersama 50.000 personil dengan mendengungkan perang suci. Namun pasukan
Musa mendengungkan bahwa akan terus mempertahankan tanah ini walau
hanya tinggal jasad saja , hal itu membuat semangat tempur pasukan islam, dan
mengalahkan pasukan Ferdinand. Namun dengan kelicikannya, Ferdinand
mengepung dan memblokade pasukan islam agar kelaparan. Apalagi di musim
dingin (salju), sehingga keadaan kaum muslimin menjadi kritis. Abdullah
menyerang atas desakan penduduk Granada yang kelaparan dan kedinginan.
Sedangkan panglima Musa terus menyerang dan melawan pasukan ferdinand,
sehingga

mati

terbunuh

dalam

medan

peperangan.

Abdullah

bersama

keluarganya pindah ke Maroko dan tinggal di kota Faz. Granada pada tanggal 2
Januari 1492 M dapat dikuasai kaum Nasrani dengan masuknya pasukan Castile .
Dengan

masuknya

pasukan

Castile

Dengan

demikian,

Salib

telah

menyingkirkan bulan Sabit.


2.
Agresi Kolonial Barat
Masa ini dimulai pada abad ke-19 ketika Eropa mendominasi dunia. Dalam
abad ke 19 dan awal abad 20 , didorong oleh kebutuhan ekonomi industri
terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya , dan juga oleh kompetisi politik

ekonomi satu sama lain, negara-negara Eropa menegakkan kerajaan teroterial


dunia. Belanda menjajah Indonesia; Rusia mengambil Asia Dalam; Inggris
mengkonsolidasi kerajaan mereka di India dan Afrika, dan mengontrol sebagian
Timur tengah, Afrika Timur, Nigeria, dan sebagian Afrika Barat.
Pada permulaan abad ke-20 kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh
dunia Islam . Dengan didukung oleh pertumbuhan produksi pabrik dalam skala
dan perubahan yang besar serta dengan metode komunikasi ditandai dengan
ditemukannya kapal uap, kereta api, dan telegrap. Eropa telah siap untuk
melakukan ekspansi perdagangan. Kesemuanya ini diiringi dengan peningkatan
kekuatan angkatan bersenjata dari negara-negara besar Eropa; akibatnya
Aljazair menjadi negara Arab pertama yang ditaklukkan oleh perancis (18301847 M). Negeri-negeri Islam dan masyarakatnya pada waktu itu tidak lengkap
lagi hidup dalam keadaan stabil serta tidak mapan sistem kebudayaannya
sehingga keperluan mereka yang mendesak adalah bagaimana menggerakkan
kekuatan agar selamat dari dominasi bangsa lain.Kerajaan Utsmaniyah misalnya,
harus

mengadopsi

metode-metode

baru

dalam

pengorganisasian

militer,

administrasi dan kode-kode hukum pola Eropa, dan begitu juga yang dilakukan
oleh dua penguasa otonomi dari propinsi kerajaan tersebut, Mesir dan Tunisia .
Begitu seterusnya agresi kolonial barat yang meyebabkan perubahan demi
perubahan dalam kejayaan Islam , banyak yang ternetralisir dengan sistem
kebudayaan barat.
3.
Penetrasi Barat Terhadap Dunia Islam
Pengaruh Eropa terhadap dunia Islam menyadarkan para pemimpin
kerajaan Utsmaniyah untuk mengadakan perubahan . Begitu pun pada masa
Sultan Mahmud II padatahun 1820-an, sejumlah kecil para pejabat yang
menyadari perlu adanya perubahan mengambil keputusan keputusan yang
cukup penting.
Di Kairo, sepeninggal tentara Perancis, kekuasaan diambillah oleh
Muhammad Ali (1805-48), orang Turki dari Macedonia yang dikirim oleh kerajaan
Utsmaniyah melawan Perancis

. Dari uraian-uraian di atas, dapat ditarik

gambaran bahwa pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 dunia Islam hampir
seluruhnya berada dalam koloni barat , kecuali Hijaz , Persia, dan Afghanistan .
Dunia Islam lainnya yang membentang dari Maroko hingga Indonesia merupakan
negeri-negeri kolonial yang dijadikan sapi perahan untuk kemakmurann
bangsa barat.
FAKTOR PENYEBAB KEMUNDURAN ISLAM
Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu
mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat
mengambil

pelajaran

dan

bahkan

menguji

letak

kelemahan,

kekuatan,

kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak dapat


dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah
organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga bersifat
sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan
membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan
faktor lainnya yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal
berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih
dahulu dan kemudian faktor internalnya.
Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara
eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus
kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad
ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:
1.
Faktor ekologis dan alami
Kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi
gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan
tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungaisungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis
seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi
pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama,
Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai
bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan)
disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349
terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak
geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan
target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di
antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.
2.
Faktor eksternal.
Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah
Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari
tahun 1220-1300an. Perang Salib, menurut Bernard Lewis, pada dasarnya
merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang
dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium
psikologisnya. Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di
Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (12201221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan
serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan
Abbasiyah berakhir.

3.

Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan


Barat

Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai

petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur


yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga
mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Di saat itu
kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah memudar.
Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir
abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma menjadi kekuatan
baru dalam dunia perdagangan. Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah
penduduk bangsa Eropa telah meningkat dan melampaui jumlah penduduk
Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat
waktu itu berjumlah 190 juta, jika ditambah dengan Eropa timur menjadi 274
juta; sedangkan jumlah penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang
rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi.
Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim
bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit
lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahanlahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat. Sesudah kekhalifahan Islam
jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara Islam. Pada tahun 1830
Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke Tunisia. Sedangkan
Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari jatuhnya kekhalifahan Turki
Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan negara-negara Arab
berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula kebanyakan
negara-negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan
negara-negara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme
masih terus bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu
berhasil

mempersatukan

berbagai

kultur,

etnik,

ras

dan

bangsa

dapat

dilemahkan. Yaitu dengan cara adu domba dan tehnik divide et impera sehingga
konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negara-negara Islam
terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.
Itulah di antara faktor-faktor eksternal yang dapat diamati. Namun analisa alHassan di atas berbeda dari analisa Ibn Khaldun. Bagi Ibn Khaldun justru letak
geografis dan kondisi ekologis negara-negara Islam merupakan kawasan yang
berada di tengah-tengah antara zone panas dan dingin sangat menguntungkan.
Di dalam zone inilah peradaban besar lahir dan bertahan lama, termasuk Islam
yang bertahan hingga 700 tahun, India, China, Mesir dll. Menurut Ibn Khaldun
faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal

daripada

eksternal.

Suatu

peradaban

dapat

runtuh

karena

timbulnya

materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya


hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif
tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral. Lebih jelas Ibn Khaldun
menyatakan:
Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan penipuan, demi tujuan mencari
nafkah meningkat dikalangan mereka. Jiwa manusia dikerahkan untuk berfikir
dan mengkaji cara-cara mencari nafkah, dan untuk menggunakan segala bentuk
penipuan untuk tujuan tersebut. Masyarakat lebih suka berbohong, berjudi,
menipu,

menggelapkan,

mencuri,

melanggar

sumpah

dan

memakan

riba.Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan hilangnya keadilan di


masyarakat yang akibatnya merembes kepada elit penguasa dan sistem politik.
Kerusakan moral dan penguasa dan sistem politik mengakibatkan berpindahnya
Sumber Daya Manusia (SDM) ke negara lain (braindrain) dan berkurangnya
pekerja terampil karena mekanimse rekrutmen yang terganggu. Semua itu
bermuara pada turunnya produktifitas pekerja dan di sisi lain menurunnya sistem
pengembangan

ilmu

pengertahuan

dan

ketrampilan.

Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya memfokuskan pada


pencarian kekayaan yang secepat-cepatnya dengan cara-cara yang tidak benar.
Sikap malas masyarakat yang telah diwarnai oleh materialisme pada akhirnya
mendorong orang mencari harta tanpa berusaha. Secara gamblang Ibn Khaldun
menyatakan:
..mata pencaharian mereka yang mapan telah hilang. jika ini terjadi terus
menerus, maka semua sarana untuk membangun peradaban akan rusak, dan
akhirnya mereka benar-benar akan berhenti berusaha. Ini semua mengakibatkan
destruksi dan kehancuran peradaban.
Pada Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun, kehancuran suatu peradaban
disebabkan oleh hancur dan rusaknya sumber daya manusia, baik secara
intelektual maupun moral. Contoh yang nyata adalah pengamatannya terhadap
peradaban Islam di Andalusia. Disana merosotnya moralitas penguasa diikuti
oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan keperdulian masyarakat terhadap ilmu,
dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan keilmuan. Di Baghdad
keperdulian al-Mamun, pendukung Mutazilah dan al-Mutawakkil pendukung
Ashariyyah

merupakan

kunci

bagi

keberhasilan

pengembangan

pengetahuan saat itu.


Jatuhnya suatu peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu:
1.
Rusaknya moralitas penguasa
2.
Penindasan penguasa & ketidak adilan
3.
Despotisme atau kezaliman

ilmu

4.
Orientasi kemewahan masyarakat
5.
Egoisme
6.
Opportunisme
7.
Penarikan pajak secara berlebihan
8.
Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat
9.
Rendahnya peran masyarakat terhadap agama
10. Penggunaan pena & pedang secara tidak tepat.
Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada masalah-masalah moralitas
masyarakat khususnya penguasa. Nampaknya, Ibn Khaldun berpegang pada
asumsi bahwa karena kondisi moral di atas itulah maka kekuatan politik,
ekonomi dan sistem kehidupan hancur dan pada gilirannya membawa dampak
terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian keislaman, khususnya sains.
Menurutnya ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran sains di kawasan
Barat kekhalifahan Islam tidak berjalan. Namun dalam kasus jatuhnya Baghdad,
Basra dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa sains dan kegiatan saintifik berhenti
atau menurun, tapi berpindah ke bagian Timur kekhalifahan Baghdad, yaitu
Khurasan dan Transoxania.
Masa Keemasan
Setelah

kekuasaan

Umayyah

berakhir,

kendali

pemerintahan

Islam

selanjutnya dipegang oleh Dinasti Abbasiyah yang berlangsung sekitar 250


tahun sejak akhir abad ke-7 sampai awal abad 10 M. Periode ini ditandai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang seluruhnya masih dibuktikan sampai saat
ini.
Periode ini merupakan periode keemasan umat Islam, yang ditandai
dengan berkembangnya berbagai bidang ilmu, seperti filsafat, pemikiran ilmu
kalam, hukum, tasawuf, teknologi, pemerintahan, arsitektur, dan berbagai
kemajuan lainnya. Sejalan dengan berkembangnya pemerintahan Islam sebagai
akibat semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam ke belahan dunia Barat dan
Timur, dari daratan Spanyol (Eropa Barat) sampai perbatasan Cina (di Asia
Timur), maka terbentanglah peradaban Islam dari Granada di Spanyol sampai ke
New Delhi di India, yang dirintis sejak masa Khulafa al-Rasyidin, Khalifah
Umayyah, dan Khalifah Abbasiyah.
Perluasan wilayah ini menyebabkan munculnya masalah-masalah baru
yang belum terjadi sebelumnya, sehingga permasalahan yang dihadapi umat
Islam pun makin banyak dan kompleks. Keadaan demikian memunculkan
tantangan bagi para mujtahid untuk memecahkan hukum masalah-masalah
tersebut, dan hasil ijtihad mereka kemudian dibukukan dalam kitab-kitab fiqh

(hukum). Karena itu masa ini merupakan masa perkembangan dan pembukuan
kitab fiqh, hasil ijtihad para tokoh mujtahidin. Periode ini merupakan puncak
lahirnya karya-karya besar dalam berbagai penulisan dan pemikiran, ditandai
antara lain dengan lahirnya kitab kumpulan hadits dan fiqh (hukum Islam) dari
berbagai madzhab.
A. Kondisi Hukum Islam dan Perkembangannya
Belum pernah tercatat dalam sejarah perkembangan fiqih sebagaimana
terjadi pada periode ini. Kekayaan tsarwah fiqhiyah benar-benar memperlihatkan
kedalaman dan orisinalitas yang mengagumkan. Saat itu fiqih menjadi disiplin
ilmu tersendiri, mulai dirintis penulisan ushul fiqih (kaidah-kaidah fiqhiyah) dan
perumusan metodologi serta kaidah-kaidah ijtihad yang dipakai oleh para
mujtahidin dan fuqaha dalam menyimpulkan hukum-hukum dari sumber fiqih.
Sejarah juga mencatat periode ini sebagai suatu fase dimana fiqih tidak
sekedar berputar di sekitar masalah-masalah pengambilan hukum atau fatwafatwa fuqaha sahabat, seperti yang menjadi concern fuqaha sebelumnya, tetapi
merambah

ke

dalam

persoalan-persoalan

metodologis

dan

kemungkinan

pencarian rumusan alternatif bagi pengembangan kajian fiqh.


Ada beberapa faktor yang mempunyai andil dalam menghantarkan fiqih
menuju era keemasan. Faktor-faktor itu di antaranya :
1. Adanya perhatian para khalifah Bani Abbas terhadap fiqh dan para fuqahanya.
Berbeda dengan Khulafa Bani Umayyah yang memasung para fuqaha
membatasi gerak mereka yang berani menantang kebijaksanaan pemerintah.
Khulafa Bani Abbas malah mendekati para fuqaha dan meletakkan mereka pada
posisi yang terhormat. Perhatian yang begitu besar, misalnya dapat dilihat ketika
khalifah Harun al-Rasyid memanggil Imam Malik untuk mengajarkan kitab
Muwattha kepada kedua putranya, al-Amin dan al-Makmun.
2. Kebebasan berpendapat
Perhatian khulafa Bani Abbas yang besar terhadap fiqih dan fuqaha juga
tergambar dalam kebebasan berpendapat dan berbagai stimulasi yang diberikan
untuk membangkitkan keberanian berijtihad para fuqaha. Pemerintahan Daulah
Abbasiyah tidak ikut campur dalam urusan fiqh, misalnya dengan meletakkan
peraturan yang mengikat kebebasan berpikir dan tidak pula membatasi
madzhab tertentu yang mengikat para hakim, mufti atau ahli fiqh memiliki
kebebasan untuk menentukan hukum sesuai dengan metodologi dan kaidahkaidah ijtihad yang mereka gunakan.
3. Banyaknya fatwa pada periode ini

4. Kodifikasi ilmu
5. Tersebarnya perdebatan dan tukar pikiran diantara para Faqihi
Pada permulaan masa ini, mulailah timbul munadzarah (pertukaran
fikiran) dan perselisihan paham yang meluas yang mengakibatkan timbulnya
khittah-khittah baru dalam mentasyrikan hukum bagi pemuka-pemuka tasyri
itu. Terjadinya perselisihan paham di masa sahabat itu adalah karena perbedaan
paham diantara mereka dan perbedaan nash yang sampai kepada mereka,
karena pengetahuan mereka dalam soal hadis tidak bersamaan dan pula karena
perbedaan pandangan tentang mashlahah yang menjadi dasar bagi penetapan
suatu hukum, disamping itu juga adalah karena berlainan tempat.
6. Pembukuan fiqh / hukum Islam
Gagasan penulisan hukum-hukum fiqhiyah sebenarnya sudah muncul
pada akhir pemerintahan Bani Umayyah, yaitu ketika beberapa ulama mulai
menulis fatwa-fatwa diantara syeikh mereka karena khawatir lupa atau hilang.
Sejak saat itu inisiatif untuk menulis hukum-hukum syariyah terus berkembang.
Beberapa fuqaha Madinah mulai mengumpulkan fatwa-fatwa sahabat dan tabiin
seperti Siti Aisyah, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas sebagaimana terlihat dalam kitab
Muwattha, karya monumental Imam Malik.
B. Kodifikasi Ilmu Pengetahuan
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah
berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berkembang pesatnya ilmu
pengetahuan di dunia Islam disebabkan oleh hal-hal berikut :
1. Banyaknya mawali yang masuk Islam
Sebagian orang yang daerahnya dikuasai umat Islam menjadi penganut
agama Islam. Kemudian mereka belajar agama Islam di bawah bimbingan para
imam. Di bawah pemerintahan Harun al-Rasyid, dimulailah penerjemahan bukubuku Yunani ke dalam bahasa Arab. Pada awalnya, upaya penerjemahan di
utamakan pada buku-buku kedokteran, tetapi kemudian dipelajari pula bukubuku ilmu pengetahuan dan filsafat.
2. Berkembangnya pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan
Dalam bidang ilmu kalam terjadi perdebatan, setiap kelompok memiliki
cara berfikir tersendiri dalam memahami akidah Islam. Selain itu, saat itu terjadi
pula pertarungan pemikiran antara mutakallimin, muhadditsin, dan fuqaha.
3. Adanya upaya umat Islam untuk melestarikan al-Quran dengan dua cara, yaitu
dicatat (dikumpulkan dalam mushaf) dan dihafal.

Pada periode ini muncul usaha untuk menghimpun hadits Nabi, sebagai
acuan dalam penetapan hukum setelah al-Quran. Hadits dari usaha tersebut
lahirlah kitab-kitab himpunan hadits, terutama enam kitab hadits terkemuka (alkutub al-sittah), karya ulama penghimpun hadits yaitu :
a. Imam Bukhari (wafat 256 H/870 M)
b. Imam Muslim (wafat 261 H/875 M)
c. Ibn Majah (wafat 273 H/877 M)
d. Abu Dawud (wafat 275 H/889 M)
e. Al-Tirmidzi (wafat 279 H/892 M)
f. Al-Nasai (wafat 303 H/915 M).
C. Pembentukan Madzhab-madzhab Fiqh
Dalam masa perkembangan ijtihad banyak para mujtahid ahli sunnah
yang menjelaskan/mengkhususkan perhatiannya kepada masalah fiqh. Para
mujtahid mencurahkan hampir segala hidup dan kehidupannya untuk mendalami
ilmu fiqh. Baik itu untuk mengambil istimbath ilmu fiqh, maupun dalam
mengerjakannya.
Tiap-tiap mujtahid senantiasa dikelilingi oleh para siswa yang ingin
mempelajari ilmu fiqhnya, ataupun ingin mengajukan persoalan yang mereka
hadapi. Para ahli fiqh ini telah banyak mewariskan kumpulan-kumpulan hasil
ijtihad mereka. Baik yang tertulis dalam buku-buku fiqh ataupun yang berupa
amanat yang senantiasa dipegang teguh oleh para siswa mereka. Kumpulan
hasil ijtihad tadi kemudian dikenal dengan aliran-aliran fiqh/al-madzhahibul
fiqhiyyah.
Thaha Jabir Fayadl al-Ulwani (1987: 87-88) menjelaskan bahwa madzhab
fiqih Islam yang muncul setelah sahabat dan khabar al-tabiin berjumlah 13
aliran. Ketiga belas aliran ini berafiliasi dengan aliran ahlussunnah. Namun tidak
semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode istimbath hukum.
Adapun di antara pendiri 13 itu adalah sebagai berikut :
1. Abu Said al-Hasan ibn Yasar al-Bashri (w. 110 H)
2. Abu Hanifah al-Numan ibn Tsabit ibn Zuthi (w. 150 H)
3. Al-Auzai Abu Amr Abd al-Rahman ibn Amr ibn Muhammad (w. 157 H)
4. Sufyan ibn Said ibn Masruq al-Tsauri (w. 160 H)
5. Al-Laits ibn Sad (w. 175 H)
6. Malik ibn Anas al-Bahi
7. Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H)
8. Muhammad ibn Idris al-Syafii (w. 204 H)

9. Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal (w. 241 H)


10. Daud ibn Ali al-Ashbahani al-Baghdadi (w. 270 H)
11. Ishaq ibn Rahawaih (w. 238 H)
12. Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid al-Kalabi (w. 240 H).
Aliran hukum Islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga kini
hanya beberapa di antaranya :
1. Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi. Nama lengkapnya Abu
Hanifah an-Numan bin Tsabit bin Zufiat al-Tamimi yang masih mempunyai
pertalian hubungan kekeluargaan dengan Ali bin Abi Thalib. Lahir di Kufah
80H/699 M pada masa pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik. Semasa hidupnya
beliau dikenal sebagai seorang yang sangat dalam ilmunya, ahli zuhud, sangat
tawadhu, dan sangat teguh memegang ajaran agama. Beliau wafat pada tahun
150 H/767 M pada usia 70 tahun. Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum
Islam madzhab Hanafi adalah :
a. Al-Quran
b. Sunnah
c. Fatwa-fatwa sahabat
d. Qiyas
e. Istihsan
f. Urf
2. Imam Malik ibn Anas
Dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Imam Malik adalah seorang ulama
yang sangat terkemuka, terutama dalam ilmu hadits dan fiqh. Dasar-dasar yang
menjadi sumber hukum Islam madzhab Maliki adalah :
a. Al-Quran
b. Sunnah
c. Ijma ulama Madinah
d. Fatwa sahabat
e. Qiyas
f. Masalihul mursalah
3. Imam Syafii
Nama lengkapnya Muhammad bin Idris asy-Syafii al-Quraisyi, dilahirkan di
Ghazah, pada tahun 150 H. Beliau wafat di Mesir. Kitab-kitabnya hingga kini
masih dibaca orang. Murid-muridnya yang terkenal di antaranya adalah :

Muhammad bin Abdullah bin al-Ahkam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya alMuzani. Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum Islam madzhab Syafii adalah :
a. Al-Quran
b. Sunnah
c. Ijma
d. Qiyas
e. Istidlal
4. Imam Ahmad Hanbali
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin
Hambal bin Hilal al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul
Awal 164 H/780 M. Imam Ahmad bin Hanbal banyak mempelajari dan
meriwayatkan hadits. Dia berhasil menyusun kitab himpunan hadits, yang
terkenal dengan nama Musnad Ahmad Hanbali.
Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum Islam/dalil hukum Islam
(mashadir al-ahkam, adillat al-ahkam) madzhab Hanbali adalah :
a. Al-Quran
b. Sunnah (hadits shahih)
c. Fatwa para sahabat
d. Hadits yang lemah (dhaif/hasan)
e. Qiyas
5. Imam Jafar
Nama lengkapnya Imam Jafar ash-Shaddiq (80-146 H/699-765 M), adalah
Jafar bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abiding bin Husein bin Ali bin Abi
Thalib. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H (699 M).
Jafar al-Shadiq adalah seorang ulama besar dalam banyak bidang ilmu,
seperti ilmu filsafat, tasawuf, fiqh, kimia dan ilmu kedokteran. Beliau adalah
Imam yang keenam dari dua belas Imam dalam madzhab Syiah Imamiyah. Di
kalangan kaum sufi beliau adalah guru syaikh yang besar, sedang di kalangan
ahli Kimia beliau dianggap sebagai pelopor ilmu Kimia, beliau adalah guru dari
Jabir bin Hayyan, ahli Kimia dan Kedokteran Islam.
Fiqh Jafari adalah fiqh dalam madzhab Syiah pada zamannya, karena
sebelum dan pada masa Jafar ash-Shiddiq tidak ada perselisihan. Perselisihan
dan perbedaan pendapat baru muncul sesudah masanya.
Dasar-dasar yang menjadi sumber hukum/dalil hukum (mashadir alahkam, adillat al-ahkam), madzhab Jafari adalah :
a. Al-Quran

b. Sunnah, yang diriwayatkan oleh Imam-imam (perawi-perawi) yang diakui oleh


mereka
c. Ijma, yang diakui oleh mereka adalah ijma di kalangan Syiah.
d. Aqal (Rayu).
Masa Kebangkitan
Setelah mengalami masa kebekuan dan kelesuan pemikiran selama
beberapa abad, para pemikir Islam berusaha keras untuk membangkitkan Islam
kembali, termasuk di dalamnya hal pemikiran hukumnya. Kebangkitan kembali
ini timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran
dunia Islam secara keseluruhan. Maka kemudian muncullah gerakan-gerakan
baru.
Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan
suatu

wujud

kesadaran

dari

kebangkitan

hukum

Islam.

Bagi

mayoritas

pengamat, sejarah kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam
khususnya, terjadi karena dampak Barat. Mereka memandang Islam sebagai
suatu massa yang semi mati yang menerima pukulan-pukulan yang destruktif
atau pengaruh-pengaruh yang formatif dari barat. Fase kebangkitan kembali ini
merupakan fase meluasnya pengaruh barat dalam dunia Islam akibat kekalahankekalahan dalam lapangan politik yang kemudian diikuti dengan bentuk-bentuk
benturan keagamaan dan intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka
ragam

tingkat

kelangsungan

dan

intensitasnya.

Periode

kebangkitan

ini

berlangsung mulai sejak abad ke 19, yang merupakan kebangkitan kembali umat
islam, terhadap periode sebelumnya, periode ini ditandai dengan gerakan
pembaharuan pemikiran yng kembali kepada kemurnian ajaran islam. Tanda1.

tanda kemajuan :
Di bidang perundang-undangan
Periode ini dimulai dengan berlakunya Majalah al Ahkam al Adliyah yaitu Kitab
Undang-undang Hukum perdata Islam pemerintahan Turki Usmani pada Tahun

2.

1876 M.
Di bidang pendidikan
Diperguruan-perguruan agama islam di Mesir, Pakistan, maupun di Indonesia
dalam cara menpelajari fiqh tidak hanya dipelajari tertentu, tetapi juga dipelajari
secara perbandingan, bahkan juga dipelajari hukum adat dan juga sistem hukum
eropa.Dengan demikian diharapkan wawasan pemikiran dalam hukum dan

mendekatkan pada hukum islam dan hukum yang selama ini berlaku.
a)
Fiqh Kaum Pembaharu
Ketika Islam memasuki periode perkembangan peradaban yang ditengarai
makin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, di sana-sini terjadi akulturasi budaya

antar bangsa, dan adanya persentuhan agama Islam dengan pengetahuan


agama lain, maka ajaran Islam mulai dipahami dan diamalkan dengan semangat
rasionalisme seiring dengan tumbuh dan berkembangnya pemikiran Islam.
Muhammad al-Bahy menetapkan tiga pola upaya intelektualisasi ajaran Islam
yang melahirkan pemikiran Islam. Pertama, usaha menggali dan memahami
hukum-hukum agama dari sumbernya baik yang terkait dengan pengaturan
hubungan manusia dengan Tuhan, maupun pengaturan hubungan sesama
manusia, termasuk dalam usaha ini adalah mencari solusi hukum Islam bagi
permasalahan baru yang belum terjadi pada masa Nabi Muhammad. Kedua,
usaha menyelaraskan prinsip-prinsip ajaran Islam (aspek normativitas) agar
tetap aktual dalam setiap zaman. Ketiga, usaha menggali argumen (rasional
religius) untuk mempertahankan akidah Islam sekaligus menolak paham-paham
lain yang bertentangan, menjelaskan posisi Islam secara umum, dan juga
menggali faktor-faktor yang dapat menjadi motivasi dalam memberdayakan
pemikiran untuk menjaga spirit Islam agar ajarannya tetap eksis dan utuh.
Atas dasar kenyataan di atas, Ahmad Amin mendiskripkan adanya tiga
pola

dan

metode

yang

dilakukan

mengamalkan ajaran Islam.

umat

Islam

dalam

memahami

dan

Pertama, kaum tektualis-literalis yang berusaha

memahami agama atas dasar teks al-Quran dan Hadis secara ketat. Kedua,
kaum rasionalis yang berusaha memahami ajaran Islam dengan pendekatan dan
kekuatan akal untuk menyingkap ajaran Islam secara kontekstual. Ketiga, kaum
intuitif yang berusaha memahami ajaran Islam lewat pendekatan kashf dan
ilham dalam rangka mengungkap rahasia agama secara batin.
Sejalan dengan pemikiran di atas, A. Mukti Ali (w. 2004) menyimpulkan
bahwa dilihat dari segi pendekatan, terdapat tiga macam pola pendekatan yang
dilakukan

kaum

muslimin

dalam

memehami

ajaran

agama

Islam

yaitu

pendekatan naqly (tradisional), pendekatan aqly (rasional) dan pendekatan


kashf (mistis).
Dalam perjalanan sejarah, ajaran Islam mengalami penyimpanganpenyimpangan

yang

disebabkan

oleh

kesalahan

dalam

memahami

dan

mengamalkannya ataupun adanya penolakan masyarakat untuk menyesuaikan


dengan prinsip-prinsip al-Quran dan Hadis yang benar, sehingga mendorong
munculnya usaha-usaha pemurnian dan pembaharuan pemikiran Islam oleh
pembaharu (mujaddid). Demikian itu karena sejak permulaan sejarahnya, Islam
telah mempunyai tradisi pembaharuan (tajdid), sehingga orang Islam segera
memberi

jawaban

dan

merespon

menyimpang dari ajaran Islam.

terhadap

apa

saja

yang

dipandang

Pembaharuan dalam Islam mengandung tiga prinsip yang bersifat


sistemik, yaitu; Pertama, sesuatu yang diperbaharui telah ada eksistensinya
secara faktual. Kedua, sesuatu yang diperbaharui telah lama berlangsung atau
telah mensejarah. Ketiga, sesuatu yang diperbaharui dikembalikan pada keadaan
semula dalam kemurniannya. Dengan demikian, dalam konteks pembaharuan
Islam yang di dalamnya antara lain tercakup konsep tentang purifikasi ajaran,
karena misi pembaharuan (tajdid) yang esensial adalah untuk memurnikan
ajaran

Islam

dan

memformulasikan

secara

permanen

validitas

dan

ketidakberubahan normativitas Islam kendati pada aspek historisitas bersifat


dinamis dan responsif, tetapi prinsip di atas terkait pula dengan fungsi
pembaharuan dalam Islam yang mengandung tiga fungsi pokok; Pertama, aliadah yaitu mengembalikn ajaran Islam kepada kondisi kemurnian dan
keasliannya. Kedua, al-ibanah yaitu menyeleksi atau mensahkan ajaran Islam
dari segala macam unsur-unsur lain yang telah mengotorinya. Ketiga, al-ihya
yaitu mendinamisasikan spiritual ajaran Islam sehingga mampu merespons
dengan benar dan tepat, baik terhadap perubahan maupun dinamika kehidupan.
Berdasarkan pengertian pembaharuan di atas, upaya-upaya pembaharuan
dalam Islam cenderung didasarkan pada keyakinan bahwa telah terjadi berbagai
macam anomaly atau penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ajaran
Islam yang disebabkan oleh kesalahan memahami dan mengamalkan doktrin
Islam, karena ajaran untuk

kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah serta

praktik-praktik dan konvensi-konvensi keberagaman generasi salaf merupakan


doktrin pokok kaum pembaharu. Mereka memandang, bahwa era kehidupan
Islam dan metode keberagaman masa Nabi dan generasi salaf (minhaj tadayyun
al-salaf) adalah cara Islam yang istimewa serta merupakan model keberagaman
yang ideal, itulah sebabnya usaha-usaha yang dilakukan kaum pembaharu,
meski dalam formulasi yang berbeda-beda sesuai dengan konteks yang
dihadapi, namun memiliki benang merah kesatuan inspirasi dan arah dan
b)

keaslian dengan membersihkan hal-hal yang dipandang bidah.


Pembaharuan dan Pengaruhnya
Fungsi pembaharuan Islam adalah untuk menjaga kemurnian ajaran (almuhafadhah ala al-qadim al-shalih) dan memotivasi semangat kebebasan
individual untuk menempatkan akal pikiran dengan segala konsekuensinya
menjadi semakin tinggi. Hal itu mutlak diperlakukan bagi usaha dinamisasi
ajaran Islam agar menjadi fungsional (al-Abu Azam Al Hadi akhdhu bi al-jadid alaslah), karena hakekat kebebasan untuk memahami ajaran Islam adalah inti dari
ijtihad sebagai lawan taqlid yang menjadi agenda kedua para pembaharu.

Muhammad Abduh (1849-1905 M.) dan Muhammad Rashid Ridha (18651935 M.), melancarkan usaha pembaharuan dengan jalan memodernisasikan
ajaran Islam di Mesir. Beberapa pengikutnya kelak dikenal dengan golongan
Salafiyyah. Muhammad Abduh berupaya memodernisasikan ajaran Islam yang
asli dengan penyesuaian perkembangan modern, usaha penyesuaian tersebut
membutuhkan usaha baru untuk meniscayakan dibukanya pintu ijtihad.
a. Madzhab Skriptualisme
Mazhab berpikir skriptualisme mempunyai landasan penilaian berdasarkan
teks atau wahyu (kitab suci), bahwa hanya dengan wahyu-lah kita bisa
memberikan penilaian terhadap sebuah realitas dan dengan wahyu pulalah kita
bisa mengatakan bahwa sesuatu itu benar dan salah, tanpa wahyu maka
mustahil kita bisa memberikan sebuah penilaian.
Ada beberapa problem dalam mazhab skriptualisme antara lain:
i.
Sifat klaim akan selalu muncul terhadap pemahaman ayat, padahal
pemahaman kita terhadap ayat tidak terlepas dari subyektifitas penafsir,
sehingga tidak perlu adanya sifat otoritas tafsir dan klaim kebenaran dari
penafsiran terhadap kitab tertentu dan klaim kebenaran.
ii.
Agama yang memiliki kitab suci bukan cuma satu agama tapi banyak
agama dan masing orang-orang yang memeluk agama yang berbeda samasama mengklaim bahwa merekalah pemilik kebenaran, pertanyaan kemudian,
mungkinkah agama-agama itu bila sekiranya mengandung nilai kebenaran akan
terjadi hal yang sifatnya kontradiksi, dan kalau memang mereka sama-sama
meyakini kebenaran agama mereka dan kitab suci mereka, lalu kenapa mesti
terjadi pengkafiran bahkan pembantaian, bahkan dalam sejarah keagamaan di
dunia ini telah meninggalkan duka hitam yang sangat besar kepada ummat
manusia, karena ratusan juta manusia telah menjadi korban pertikaian dan
peperangan antar agama, yang sama-sama mengklaim pewaris kebenaran.
Dari dua problem diatas dan beberapa pertanyaan untuk mazhab
skriptualisme, akan mengantarkan kita kepada suatu pemahaman bahwa ayatayat dan kitab suci bukanlah landasan penilaian dalam mengambil kesimpulan,
akan tetapi Al-Quran ditempatkan sebagai data-data yang sifatnya metafisika
c)

dimana penelitian yang sifatnya emperikal tidak mampu menelitinya.


Madzhab Liberalisme
Kata liberal berasal dari bahasa asing (Inggris) yang berarti bebas, tidak picik
(pikiran). Kemudian kata liberal ini telah menjadi kata baku bahasa Indonesia
yang mengandung arti Pandangan bebas, luas dan terbuka. Menurut Arkoun,
secara terminology mazhab liberalisme adalah aliran hukum yang sangat
menekankan penggunaan rasio (akal). Aliran ini tak terikat dengan bunyi teks,
tapi berusaha menangkap makna hakikinya, makna ini dianggap sebagai ruh

agama Islam, tema umum Islam (maqashid al-syariah). Dengan arti kata bahwa
mazhab

ini

berusaha

mendobrak

kebekuan

pemikiran

Islam,

seklaigus

merupakan fiqh baru yang dapat menjawab masalah-masalah baru akibat


perubahan masyarakat. Mereka meninggalkan makna lahir dari teks untuk
menemukan makna dari dalam konteks.
Sejarah munculnya mazhab liberal ini dapat dilacak pada mazhab ahl al-ray
di kalangan sahabat nabi, dua cara yang dilakukan para sahabat yang
melahirkan dua mazhab besar di kalangan sahabat-sahabat Alawi dan mazhab
Umari yang akhirnya mewariskan kepada kita sebagai Syiah dan ahl Sunnah.
Mazhab fiqh liberalisme sering diidentikkan dengan rasionalisme yaitu aliran
Mutazilah dan Syiah. Dimana mazhab ini lebih menekankan rasio (akal) dalam
memahami ayat-ayat al-Quran.
Aliran ini tidak terikat dengan bunyi teks, melainkan berusaha menangkap
makna

hakikinya,

maka

peranan

akal

dalam

ijtihad

sangat

dominan.

Perbedaannya bahwa rasional dalam fiqh adalah suatu pemikiran yang ada
hubungannya dengan nash-nash, namun apabila tidak ada hubungannya maka
tidak disebut rasional tetapi liberal.
Akar-Akar Liberalisme Islam
Akar-akar gerakan liberalisme Islam di Timur Tengah bisa ditelusuri hingga
awal abad ke-19, ketika apa yang disebut gerakan kebangkitan (harakah alnahdhah) di kawasan itu secara hampir serentak dimulai. Pada awalnya,
kecenderungan liberalisme tokoh-tokoh pembaharu Muslim di kawasan Arab
dipicu oleh semangat pemberontakan terhadap kolonialisme Eropa pada satu
sisi, dan terhadap keterbelakangan kaum Muslim pada sisi lain. Karenanya, misi
para pembaru Muslim pada meminjam istilah Albert Hourani masa-masa
liberal (liberal age) itu adalah pembebasan dari cengkeraman penjajahan dan
pembebasan dari kebodohan. Dua misi ini terus berjalan secara beriringan
hingga masa pertengahan abad ke-20, ketika sebagian besar negara-negara
Muslim

mendapatkan

kemerdekaannya.

Sementara

misi

kedua,

proyek

pembebasan dari kebodohan, masih terus berlanjut sampai sekarang.


Salah satu agenda penting dari misi kedua itu adalah memahami dan
menafsirkan kembali ajaran-ajaran agama (Islam). Apa yang dilakukan tokohtokoh awal kebangkitan, seperti Muhammad Ibn Abd al-Wahab (1703-1791) di
Jazirah Arab, Muhammad Ibn Ali al-Sanusi (1787-1860) di Aljazair dan Libia,
Rifaat Rafi al-Thahtawi (1801-1873) di Mesir, dan Khairuddin al-Tunisi (18221889) di Tunisia, tak lain dari upaya melakukan pembacaan ulang terhadap
tradisi-tradisi Islam serta membangun kembali pemahaman keagamaan kaum

Muslim secara benar dan bermakna. Sebagian gagasan rekonstruktif itu


mendapatkan

respons

dari

masyarakat

Muslim,

tapi

sebagian

lainnya,

mengalami tantangan, khususnya dari ulama ortodoks yang dalam hal ini
menjadi lawan serius dari gerakan pembaruan Islam.
Secara umum, para pembaharu Arab di masa-masa awal kebangkitan
meyakini bahwa Islam adalah agama yang cocok bagi setiap masa dan tempat
(shlih li kulli zamn wa makn). Islam juga mampu beradaptasi dengan dunia
modern, termasuk dengan pencapaian ilmu pengetahuan dan dalam beberapa
hal nilai-nilai Barat. Jika terjadi konflik antara ajaran Islam dengan pencapaian
modernitas, maka yang harus dilakukan, menurut mereka, bukanlah menolak
modernitas, tetapi menafsirkan kembali ajaran tersebut. Di sinilah inti dari sikap
dan doktrin Islam Liberal.

2. Uraikan bagaimana sejarah berdirinya kemuhammadiyahan


( Pengertian Muhammadiyah, faktor pendorong internal dan
eksternal
Jawaban :
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M)
merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran
sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan
perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri
berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh
seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan
atau

Muhammad

Darwis

dari

kota

santri

Kauman

Yogyakarta.

Kata Muhammadiyah secara bahasa berarti pengikut Nabi Muhammad.


Penggunaan

kata

Muhammadiyah

dimaksudkan

untuk

menisbahkan

(menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.


Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung
pengertian sebagai berikut: Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan
bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah
ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan
melaksanakan

agama

Islam

sebagai

yang

memang

ajaran

yang

serta

dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan
dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang

suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa
Indonesia

pada

umumnya.

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji
Ahmad

Dahlan

(Muhammad

Darwis)

yang

menjadi

pendirinya.

Setelah

menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada
tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air.
Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulamaulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari
Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan
Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran
para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal
kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan
atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih
ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi,
Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi
konservatif.
Embrio

kelahiran

Muhammadiyah

sebagai

sebuah

organisasi

untuk

mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan


dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama
yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan
itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl
Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler,
yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan
yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu
organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan
Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama Muhammadiyah
pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan
yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan
tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang
kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban,
2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi

spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.


Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby
Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi
sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1
Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari sekolah
(kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai
Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu
agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan
Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman
Yogyakarta tersebut, merupakan Sekolah Muhammadiyah, yakni sebuah
sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya
kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik
ayah

Kyai

Dahlan,

dengan

menggunakan

meja

dan

papan

tulis,

yang

mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah
1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang
bernama MUHAMMADIYAH. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada
tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim Statuten Muhammadiyah
(Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian
baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam
Statuten Muhammadiyah yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah
tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal
Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun
lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya Muhammadiyah dan tempatnya
di Yogyakarta. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan
pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi Wassalam
kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan
hal Igama kepada anggauta-anggautanya.
Terdapat hal menarik, bahwa kata memajukan (dan sejak tahun 1914 ditambah
dengan

kata

Muhammadiyah

menggembirakan)
merupakan

dalam

kata-kunci

yang

pasal
selalu

maksud

dan

dicantumkan

tujuan
dalam

Statuten Muhammadiyah pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni:
Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931,

Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud
Persyarikatan ini yaitu:
1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di
Hindia Nederland,
2. dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang
kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut
mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang
dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam
yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan
ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada
umumnya

untuk

mengajarkannya,

mempelajarinya,
dalam

suasana

dan
yang

kepada
maju

para
dan

ulama

untuk

menggembirakan.

Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330)


mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah
tahun

1959,

mencantumkan

yakni

dengan

Asas

Islam

untuk
dalam

pertama
pasal

kalinya
Bab

II.,

Muhammadiyah
dengan

kalimat,

Persyarikatan berasaskan Islam. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah
Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar
Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943,
1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005.
Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga
mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde
Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan
asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi Maksud dan tujuan
Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu
wataala. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000
di

Jakarta.

Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,


pemikiran,

dan

langkah

Kyai

Dahlan

sebagai

pendirinya,

yang

mampu

memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi
dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga
memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah
di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi
dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari
keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid
(pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (aqidah), ibadah, muamalah,
dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan
mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi
yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
Mengenai

langkah

pembaruan

Kyai

Dahlan,

yang

merintis

lahirnya

Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan


hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan
ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang
ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bidah, dalam bidang mumalah,
membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman
terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan
kebebasan

dalam

ber-ijtihad..

Adapun langkah pembaruan yang bersifat reformasi ialah dalam merintis


pendidikan modern yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut
Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan
pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek iman dan kemajuan,
sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di
zaman

modern

tanpa

terpecah

kepribadiannya

(Kuntowijoyo,

1985:

36).

Lembaga pendidikan Islam modern bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan
perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok
pesantren kala itu. Pendidikan Islam modern itulah yang di belakang hari
diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.
Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang
mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan
keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya
berbeda.
Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada
pemahaman dan pengamalan Surat Al-Maun. Gagasan dan pelajaran tentang

Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan
yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan
lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini
dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan teologi transformatif, karena
Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan hablu min
Allah (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam
memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah teologi
amal yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah,
sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.
Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban
misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak
diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di
sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan
antara Al-Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci
sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong umat Islam untuk
mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang
inheren dalam ajaran-ajarannya, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini
misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di
masjid

(Jainuri,

Kepeloporan

pembaruan

Kyai

2002:
Dahlan

yang

78)
menjadi

tonggak

.
berdirinya

Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan Aisyiyah


tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim
tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara
khusus

menanamkan

ajaran

Islam

serta

memajukan

kehidupan

kaum

perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari


pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan
lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi
Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang
lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari
Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan feminisme seperti
berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang
kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang
berkemajuan.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi


Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai sistem kehidupan
mansia dalam segala seginya. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya
memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan
suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan muamalat dunyawiyah. Selain
itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan
muamalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para
pemeluknya.

Karena

itu,

Muhammadiyah

memulai

gerakannya

dengan

meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem


kehidupan

yang

nyata.

Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis,
dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang
sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta
dalam

kebenaran

sendiri,

menimbang-nimbang

dan

menggunakan

akal

pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus
beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid
dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami
Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan
mengerahkan

seluruh

kekuatan

akal

piran

dan

ijtihad.

Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Maun, Kyai


Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Quran satu persatu ayat, dua atau
tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan):
bagaimanakah

artinya?

bagaimanakah

tafsir

keterangannya?

bagaimana

maksudnya? apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan


larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita
menjalankannya? (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model
pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas
Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya,
lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam
berbagai

masalah

kehidupan.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari


pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya
dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala

itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktorfaktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi,
sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bidah, dan khurafat, yang
mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat
dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar
kemurniannya lagi;
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak
tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam
memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi
tuntutan zaman;
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit,
bertaklid

buta

serta

berpikir

secara

dogmatis,

berada

dalam

konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;


5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan
pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan
zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di
kalangan rakyat
(Junus

Salam,

1968:

33).

Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena


alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di
Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi
doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran
dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan
serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).
Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasangagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat
ad-hoc, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus
mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan

Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks
amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran
saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu
dan

hal

yang

mahal

dalam

gerakan

pembaruan

justru

pada

inisiatif

kepeloporannya.
Kyai

Dahlan

dengn

Muhammadiyah

yang

didirikannya

terpanggil

untuk

mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan


gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran
gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986:
26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai
Muhammadiyah

tahun

1970-an,

bahwa:

Dalam

setengah

abad

sejak

berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan


cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja
gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur.
Pada

permulaan

abad

ke-20

terdapat

sejumlah

pergerakan

kecil

kecil,

pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan


dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan
beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang
tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan
Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang
memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan
sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik
perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa
ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam
bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di
Indonesia. Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan
wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan
suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.
Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki
inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus
memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia
yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah
sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi
pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam
untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam

tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber
ajaran yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga
menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan
menuju

pada

dunia

kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah


ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan
lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan
gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat
Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompokkelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat
dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena
modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai
Dahlan sebagai washilah (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Mem-format

gerakan

Islam

melalui

organisasi

dalam

konteks

kelahiran

Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada


rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama
mengenai qaidah m l yatimm al-wjib ill bihi fa huw wjib, bahwa jika
suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi
wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan
Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana
tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang
memerintahkan adanya sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam,
menyuruh pada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar. Ayat Al-Quran
tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ayat Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Quran Surat Ali Imran 104 tersebut ingin
menghadirkan

Islam bukan sekadar sebagai

ajaran

transendensi yang

mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar
Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni
itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan
sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata
kemanusiaan melalui gerakan humanisasi (mengajak pada serba kebaikan)
dan emanisipasi atau liberasi (pembebasan dari segala kemunkaran),

sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang


menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.

3. Tuliskan Mukadddimah anggaran dasar Muhammadiyah dan


rumuskan apa saja isi dari mukadimah tersebut
Jawaban :
Muqadimah Anggara Dasar Muhammadiyah mengandung 7 pilar. Pendirian ialah:
1.

Pokok Pikiran Pertama


Hidup manusia harus berdasarkan Tauhid (Mengesakan) Allah; ber-Tuhan
beribadah serta tuduk hanya kepada Allah. Pokok pikiran tersebut dirumuskan
dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
Amma badu, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah Hak Allah sematamata, ber-Tuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satusatunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.

2.

Pokok Pikiran Kedua


Hidup manusia itu bermasyarakat. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradah) Allah atas hidup
manusia di dunia ini.

3.

Pokok Pikiran Ketiga


Hanya hukum Allah yang sebenara-benarnyalah satu-satunya yang dapat
dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban
hidup bersama (bermsyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang
haqiqi,

didunia

dan

akhirat.

Pokok

pikiran

tersebut

dirumuskan

dalam

Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :


masyarakat uang sejahtera, aman, damai makmur dan bahagia hanyalah dapat
diwujudkan diatas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong,
bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya,
lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu
4.

Pokok Pikiran Keempat


Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adaah wajib, sebagai ibadah kepada
Allah berbuat ihs dan islah kepada manusia / mayarakat. Pokok pikiran tersebut
dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut :

menjunjung tinggi huku Allah lebih dari pada hukum yang manaupun juga
adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada
Allah. Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian nabi, sejak
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW dan diajarkan kepada umatnya
masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.
5.

Pokok Pikiran Kelima


Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenarbenarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila dengan mengikuti jejak (ittiba)
perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Besar Muhammad SAW. Pokok
pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut
:
Syahdan,

untuk

menciptakan

masyarakat

yang

bahagia

dan

sentosa

sebagaimana yang tersebut diatas, tiap-tiap orang terutama ummat islam, yang
percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi
yang

suci

itu,

mengumpulkan

beribadat
segala

kepada

kekuatan

dan

Allah

dan

berusaha

meggunakannya

segiat-giatnya

untuk

menjelmaka

masyarakat itu di dunia ini, dengan niat yang murni tulus dan ikhlas karena Allah
semata-mata dan hanya mengharapkan karuia Allah dan ridla-Nya belaka serta
mempunyai rasa tanggung jawab dihadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi
pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau
kesulitan yang menimpa dirinya,dengan penuh pengharapan akan perlindungan
dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
6.

Pokok Pikiran Keenam


Perjuangan

mewuudkan

dilaksanakan

dengan

pikiran-pikiran

sebaik-baiknya

tersebut
dan

hanyalah

berhasil,

bila

kan
dengan

dapat
cara

berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yag


sebaik-baiknya.

Pokok

pikiran

tersebut

dirumuskan

dalam

Muqaddimah

Anggaran Dasar sebagai berikut :


untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan
berkat d rahmat Allah dan didorong oleh Firman Allah dalam Al-Quran :
Q.S ALI IMRAN 104
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan,

menyuruh

kepada

yang

ma'ruf

dan

munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.


7. Pokok Pikiran Ketujuh

mencegah

dari

yang

Pokok pikiran / prinsip / pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di


muka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan ideloginyaterutama untuk
mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil
dan makmur lahir batin yang di ridhai Allah, ialah Masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah
Anggaran Dasar sebagai berikut :
kesemua itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintahperintah Allah dan mengikuti Sunnag Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW guna
mendapat karunia dan ridhonya di dinia dan akhirat untuk mencapai masyarakat
yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpahlimpah, sehingga merupakan:

suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur dibawah lindungan Tuhan
yang Maha Pengampun
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan ummat Islam dapatlah
diantar ke pintu gerbang sorga Jannatun Naim dengan keridlaan Allah Rahman
dan Rahim.
4. Tuliskan dan jelaskan visi dan misi Muhammadiyah
Jawaban :
Visi Ideal Muhammadiyah
Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

1.2. Misi Ideal Muhammadiyah


(1) Menegakkan Tauhid yang murni berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
(2)

Menyebarluaskan dan memajukan Ajaran Islam yang bersumber pada Al-

Quran dan As-Sunnah yang shahihah/maqbulah.


(3) Mewujudkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

1.3. Usaha Muhammadiyah

(1)

Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman,

meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai


aspek kehidupan.
(2)

Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam

berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.


(3)

Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah,

dan amal shalih lainnya.


(4)

Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar

berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia.


(5)

Memajukan

dan

memperbaharui

pendidikan

dan

kebudayaan,

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan


penelitian.
(6) Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang
berkualitas
(7) Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
(8)

Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam

dan lingkungan untuk kesejahteraan.


(9)

Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai

bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.


(10) Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
(11) Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku
gerakan.
(12) Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan
gerakan.
(13)

Mengupayakan

penegakan

hukum,

keadilan,

dan

kebenaran

serta

meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.


(14) Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah.
5. Sebutkan dan jelaskan Matan keyakinan dan cita cita Muhammadiyah
Jawaban :

1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar,
beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan
bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah
SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah
Allah di muka bumi.
2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang
diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan
seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin
kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai
dengan jiwa ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang
meliputi bidang-bidang:
a. 'Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam.
b. Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi
kepada nilai-nilai ciptaan manusia
c. Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
d. Muamalah Duniawiyah
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran

Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada
Allah SWT.
5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah
mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber
kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama
menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:
"BALDATUN THAYYIBATUB WA ROBBUN GHOFUR"
6. Jelaskan apa yang menjadi khitah perjuangan Muhammadiyah
( Pengertian dan isinya
Jawaban :
Khittah atau Garis Perjuangan Muhammadiyah yang lumayan popular dibanding
dengan Khittah yang lain adalah Khittah Ujung Pandang th. 1971. Sesuai sama
namanya, Khittah Muhammadiyah itu dilahirkan dari Muktamar ke-38 th. 1971
di Ujung Pandang (Sulawesi Selatan), yang saat ini bertukar nama kembali jadi
kota Makassar. Khittah Ujung Pandang inilah yang paling banyak dirujuk serta
jadi dasar atau acuan pokok dalam memastikan sikap organisasi hadapi dunia
politik.
Seperti di ketahui bahwasanya pada Muktamar ke-38 th. 1971 Muhammadiyah
bikin ketentuan perihal Pernyataan (Penegasan) Muhammadiyah perihal
Hubungan Muhammadiyah dengan partai-partai serta organisasi-organisasi
lain, yang lalu di kenal dengan Khittah Muhammadiyah th. 1971 atau Khittah
Muhammadiyah Ujung Pandang. Tersebut isi pernyataan sikap Muhammadiyah
atau Khittah Muhammadiyah Ujung Pandang itu yang dipetik dari Dokumen
Pimpinan Pusat Muhammadiyah perihal Keputusan Muktamar ke-38 th. 1971 di
Ujung Pandang :
Bismillahirrahmanirrahim Muktamar Muhammadiyah ke-38 yang berjalan dari
tanggal 1 s. d. 6 Syaban 1391 bertepatan dengan 21 s. d. 26 September 1971 di
Ujung Pandang, sesudah mendengar pandangan serta pendapat beberapa
peserta Muktamar perihal jalinan Muhammadiyah dengan partai-partai serta
organisasi-organisasi yang lain dalam usaha penambahan Muhammadiyah untuk
Gerakan Dawah Islam, mengambil keputusan seperti berikut :

1. Muhammadiyah yaitu gerakan Dawah Islam yang beramal dalam bagian


kehidupan manusia serta orang-orang, tak memiliki jalinan organisatoris dengan
serta tak adalah afiliasi dari suatu hal partai atau organisasi apapun.
2. Tiap-tiap anggota Muhammadiyah, sesuai sama dengan hak asasinya, bisa tak
masuk atau masuk organisasi lain, selama tak menyimpang dari Biaya Basic,
Biaya Rumah Tangga, serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku dalam
persyarikatan Muhammadiyah.
3. Untuk lebih memantapkan Muhammadiyah sebgai gerakan Dawah Islam
sesudah Pemilu th. 1971, Muhammadiyah lakukan amar maruf nahi mungkar
dengan cara konstruktif serta positif pada Partai Muslimin Indonesia seperti
partai-partai politik serta organisasi-organisasi yang lain.
4.

Untuk

lebih

menambah

partisipasi

Muhammadiyah

dalam

proses

pembangunan nasional, mengamanatkan pada Pimpinan Pusat Muhammadiyah


untuk menggariskan kebijaksanaan serta mengambil beberapa langkah dalam
pembangunan ekonomi, sosial, serta mental spiritual.

7. Jelaskan mas usaha Muhammadiyah dalam bidang dawah dan


pendidikan ( Sebutkan Jenis dan Aktifitasnya )
Lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah fungsi perkaderan, karena dalam
sejarahnya sekolah atau lembaga pendidikan yang sejak awal dirintis oleh KH
Ahmad Dahlan, selain untuk mencerdaskan anak-anak bangsa juga didesain
untuk mencetak kader-kader Muhammadiyah. Meskipun demikian, dari sekian
ribu lembaga pendidikan dan amal usaha tersebut harus diakui masih
memerlukan kerja keras agar dapat terkalola dengan baik dan menjadi lembaga
amal usaha yang unggul atau bermutu. Tujuan awal didirikannya Muhammadiyah
oleh KH Ahmad Dahlan adalah sebagai mediator pembelajaran agama Islam
kepada masyarakat.

Gagasan Ahmad

Dahlan mendirikan

Muhammadiyah

sebagai gerakan dakwah dan pemberdayaan umat Islam bukan sekedar


kebetulan, tetapi telah melalui proses kreatif. Lihat KH Ahmad Dahlan, Berpikir
Visioner berbasis Qur'anik. Pergumulan pemikiran yang merasuki otak Ahmad
Dahlan telah melahirkan gerakan yang cukup memberi pencerahan kepada umat
Islam, karena di satu sisi membawa umat kepada sikap kritis dalam beragama,
dalam arti beragama harus benar-benar berdasar pada sumbernya yang murni
dan tetap komit untuk memperjuangkan dan menegakkan ajaran Islam, dan

bukan sebagai organisasi politik. Dalam kaitan itu setiap anggota dan pimpinan
Muhammadiyah

senantiasa

ditekankan

untuk

menonjolkan

kemuhammadiyahannya di tengah masyarakat, melaksanakan aturan-aturan


dan kewajiban yang ada dalam organisasi, serta memahami bahwa amanah
yang diberikan adalah pengabdian pada Allah SWT, sebagaimana yang biasa
diajarkan dalam pendidikan Muhammadiyah. Ketika penulis menuntut Ilmu di
Ibtidaiyah

hingga

Tsanawiyah

Muhammadiyah,

para

ustad

(guru)

selalu

menegaskan Setiap anak dan keluarga Muhammadiyah harus senantiasa


mampu mengabdi dan beribadah kepa Allah SWT, mampu menghidup-hidupi
Muhammadiyah, bukan semata-mata hidup dari Muhammadiyah. Semoga saja
prinsip ini masih senantiasa menjiwai kekaderan kita warga Muhammadiyah
hingga Muhammadiyah dapat lebih survive kedepan.
1. TK/TPQ, jumlah TK/TPQ Muhammadiyah adalah sebanyak 4623.
2. SD/MI, jumlah data SD/MI Muhammadiyah adalah sebanyak 2604.
3. SMP/MTs, jumlah SMP/MTs Muhammadiyah adalah sebanyak 1772.
4. SMA/SMK/MA, jumlah SMA/MA/SMK Muhammadiyah adalah sebanyak
1143.
5. Perguruan

Tinggi

Muhammadiyah,

jumlah

Perguruan

Tinggi

Muhammadiyah adalah sebanyak 172.

8. Jelaskan amal usaha Muhammadiyah dalam bidang sosial dan


kesehatan ( Sebutkan jenis dan Aktifitasnya )
Jawaban :
Gerak langkah organisasi Muhammadiyah dalam amal usahanya telah banyak
dirasakan oleh berbagai kalangan. Hal ini diakui, terutama oleh pemerintah,
sangat membantu pemberdayaan dan kondisi masyarakat luas saat ini. Dalam
bidang pendidikan misalnya, hingga tahun 2000 ormas Islam Muhammadiyah
telah memiliki 3.979 taman kanak-kanak, 33 taman pendidikan Alquran, 6
sekolah luar biasa, 940 sekolah dasar, 1.332 madrasah diniyah/ibtidaiyah, 2.143
sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP dan MTs), 979 sekolah lanjutan tingkat
atas (SMA, MA, SMK), 101 sekolah kejuruan, 13 mualimin/mualimat, 3 sekolah

menengah farmasi, serta 64 pondok pesantren. Dalam bidang pendidikan tinggi,


hingga tahun ini Muhammadiyah memiliki 36 universitas, 72 sekolah tinggi, 54
akademi, dan 4 politeknik (Data Cahgemawang, 2009). Nama-nama seperti
Bustanul Athfal/TK Muhammadiyah, SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah,
SMA Muhammadiyah, SMK Muhammadiyah, dan Universitas Muhammadiyah
bermunculan di berbagai daerah.
Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus
mengembangkan layanan kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian.
Balai-balai pengobatan seperti rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat)
Muhammadiyah, yang pada masa berdirinya Muhammadiyah bernama PKO
(Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai meningkat baik kuantitas maupun
kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan Direktori Amal Usaha Muhammadiyah &
Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun 1997, sebagai berikut:
1. Rumah sakit berjumlah 34
2. Rumah bersalin berjumllah 85
3. Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 50
4. Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 11
5. Balai Pengobatan berjumlah 84
6. Apotek dan KB berjumlah 4
7. Institusi Pendidikan berjumlah 54
Pada tahun 2009 diperkiran jumlah fisik balai pengobatan Muhammaiyah lebih
banyak lagi seiring dengan makin berkembangnya usaha-usaha yang
diselenggarakan oleh persyarikatan Muhammadiyah.
Adapun Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial, telah
mendirikan lembaga amal usaha sosial dalam bentuk panti sosial
Muhammadiyah, sebagai wujud kepedulian persyarikatan Muhammadiyah dalam
menghadapi permasalahan kemiskinan, pembodohan dan meningkatnya jumlah
anak yatim piatu dan anak terlantar. Dalam hal ini Muhammdiyah terinspirasi
dan berpijak pada QS Al-Maun. Panti sosial Muhammadiyah sebagai lembaga
pelayanan di masyarakat, memiliki perangkat dan sistem serta mekanisme
pelayanan yang diharapkan akan lebih menjamin efektifitas pelayanan.
Selanjutnya dalam bidang kesejahteraan sosial ini, hingga tahun 2000
Muhammadiyah telah memiliki 228 panti asuhan yatim, 18 panti jompo, 22 balai
kesehatan sosial, 161 santunan keluarga, 5 panti wreda/manula, 13 santunan
wreda/manula, 1 panti cacat netra, 38 santunan kematian, serta 15 BPKM (Balai
Pendidikan Dan Keterampilan Muhammadiyah).

Forum Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiyah (Forpama) yang dibentuk untuk


Periode 2007 s.d 2010, sejak diberikan tanggungjawab, terus melakukan
berbagai macam terobosan dan langkah-langkah strategis untuk menjadikan
panti sosial Muhammadiyah-Aisyiyah sebagai lembaga profesionalisme, prima
dalam kualitas pelayanan dan memiliki keteguhan komitmen dalam pembinaan
anak-anak asuh panti sosial Muhammadiyah-Aisyiyah yang berjumlah lebih dari
22.000 anak se-Indonesia dari 351 kelembagaan Panti Sosial MuhammadiyahAisyiyah (Direktori Forpama, 2008). Dengan demikian anak asuh Panti Sosial
Muhammadiyah-Aisyiyah menjadi labor kader utama guna membangun sumber
daya insani yang berkualitas di Persyarikatan Muhammadiyah. Demikian pula
hasil-hasil amal usaha yang lain yang telah dicapai oleh persyarikatan
Muhammadiyah, seperti bidang tarjih, ekonomi, dll.
1. Panti Asuhan Yatim
2. Panti Jompo
3. Balai Kesehatan Sosial
4. Panti Wreda/ Manula
5. Panti Cacat Netra
6. Santunan (Keluarga, Wreda/ Manula, Kematian)
7. BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah)
8. Rehabilitasi Cacat
9. Sekolah Luar Biasa
10.Pondok Pesantren

9. Jelaskan ( Pengertian ) dengan tarjih dan tasydid Muhammadiyah dan


bagaimana ketentuannya
Tarjih berasal dari kata rojjaha yurajjihu- tarjihan , yang berarti mengambil
sesuatu yang lebih kuat.

Menurut istilah ahli ushul fiqh adalah : Usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk
mengemukakan satu antara dua jalan ( dua dalil ) yang saling bertentangan ,
karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang lainnya
Tarjih

dalam

istilah

persyarikatan

,sebagaimana

terdapat

uraian

singkat

mengenai Matan Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhamadiyah adalah


membanding-banding pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil
mana yang mempunyai alasan yang lebih kuat
Pada tahap-tahap awal, tugas Majlis Tarjih, sesuai dengan namanya,
hanyalah sekedar memilih-milih antar beberapa pendapat yang ada dalam
Khazanah Pemikiran Islam, yang dipandang lebih kuat. Tetapi, dikemudian hari,
karena perkembangan masyarakat dan jumlah persoalan yang dihadapinya
semakin banyak dan kompleks , dan tentunya jawabannya tidak selalu di
temukan

dalam

Muhammadiyah

Khazanah
mengalami

Pemikiran
pergeseran

Islam
yang

Klasik,
cukup

maka

konsep

signifikan.

tarjih

Kemudian

mengalami perluasan menjadi : usaha-usaha mencari ketentuan hukum bagi


masalah-maasalah baru yang sebelumnya tidak atau belum pernah ada
diriwayatkan qoul ulama mengenainya . Usaha-usaha tersebut dalam kalangan
ulama ushul Fiqh lebih dikenal dengan nama Ijtihad .
Oleh karenanya, idealnya nama Majlis yang mempunyai tugas seperti
yang disebutkan di atas adalah Majlis Ijtihad, namun karena beberapa
pertimbangan, dan ada keinginan tetap menjaga nama asli, ketika Majlis ini
pertama kali dibentuk, maka nama itu tetap dipakai, walau terlalu sempit jika di
bandingkan dengan tugas yang ada.
Sejarah berdirinya Tarjih
Pada waktu berdirinya Persyarikatan Muhammdiyah ini , tepatnya pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M, Majlis Tarjih belum ada,
mengingat belum banyaknya masalah yang di hadapi oleh Persyarikatan. Namun
lambat laun, seiring dengan berkembangnya Persyarikatan ini, maka kebutuhankebutuhan internal Persyarikatan ini ikut berkembang juga, selain semakin
banyak jumlah anggotanya yang kadang memicu timbulnya perselisihan paham
mengenai masalah-masalah keagamaan, terutama yang berhubungan dengan
fiqh. Untuk mengantisipasi meluasnya perselisihan tersebut, serta menghindari
adanya peperpecahan antar warga Muhammadiyah, maka para pengurus

persyarikatan ini melihat perlu adanya lembaga yang memiliki otoritas dalam
bidang hukum. Maka pada tahun 1927 M , melalui keputusan konggres ke 16 di
Pekalongan,

berdirilah

lembaga

tersebut

yang

di

sebut

Majlis

Tarjih

Muhammdiyah.
Tersebut di dalam majalah Suara Muhammadiyah no.6/1355( 1936 ) hal
145 :
.bahwa perselisihan faham dalam masalah agama sudahlah timbul dari
dahulu, dari sebelum lahirnja Muhammadijah : sebab-sebabnja banjak ,
diantaranja karena masing-masing memegang teguh pendapat seorang ulama
atau jang tersebut di suatu kitab, dengan tidak suka menghabisi perselisihannja
itu dengan musjawarah dan kembali kepada Al Quran , perintah Tuhan Allah dan
kepada Hadits, sunnah Rosulullah.
Oleh karena kita chawatir, adanja pernjeknjokan dan perselisihan dalam
kalangan Muhammadijah tentang masalah agama itu, maka perlulah kita
mendirikan Madjlis Tardjih untuk menimbang dan memilih dari segala masalah
jang diperselisihkan itu jang masuk dalam kalangan Muhammadijah manakah
jang kita anggap kuat dan berdalil benar dari Al quran dan hadits.
Sejak berdirinya pada tahun 1927 M, Majlis Tarjih telah dipimpin oleh 8 Tokoh
Muhammadiyah, yaitu :
1. KH. Mas Mansur
2. Ki Bagus Hadikusuma
3. KH. Ahmad Badawi
4. Krt. KH. Wardan Diponingrat
5. KH. Azhar Basyir
6. Prof. Drs. Asjmuni Abdurrohman ( 1990-1995 )
7. Prof. Dr. H. Amin Abdullah ( 1995-2000)
8. Dr. H. Syamsul Anwar , MA ( 2000-2005 )

Kedudukan dan Tugas Majlis Tarjih dalam Persyarikatan .


Majlis
Persyarikatan,

Tarjih

ini

mempunyai

karena

selain

kedudukan

berfungsi

yang

sebagai

istimewa
Pembantu

di

dalam

Pimpinan

Persyarikatan, mereka memiliki tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan


dan pemikiran di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga
persyarikatan Muhammadiyah khususnya. Sehingga, tidak berlebihan kalau
dikatakan

bahwa

Majlis

Tarjih

ini

merupakan

Think

Thank

nya

Muhammadiyah. Ia bagaikan sebuah processor pada sebuah komputer, yang


bertugas mengolah data yang masuk sebelum dikeluarkan lagi pada monitor.
Adapun tugas-tugas Majlis Tarjih, sebagaimana yang tertulis dalam Qaidah Majlis
Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah
No. 08/SK-PP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4 , adalah sebagai berikut :
1. Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam rangka
pelaksanaan tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat.
2. Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada Pimpinan Persyarikatan
guna menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan
serta

membimbing

umat

khususnya

anggota

dan

keluarga

Muhammadiyah.
3. Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan dalam membimbing
anggota melaksanakan ajaran Islam
4.

Membantu

Pimpinan

Persyarikatan

dalam

mempersiapkan

dan

meningkatkan kualitas ulama.


5. Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke
arah yang lebih maslahat.
Menurut Prof. DR. H. Amin Abdullah, salah satu tokoh Muhammadiyah yang
pernah menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih, bahwa Majis Tarjih sebenarnya
memiliki dua dimensi wilayah keagamaan yang satu sama lainnya pelu
memperoleh perhatian seimbang. Yang pertama adalah wilayah tuntunan
keagamaan yang bersifat praktis, terutama ikhwal ibadah mahdhoh dan yang
kedua adalah wilayah pemikiran keagamaan yang meliputi visi, gagasan,

wawasan, nilai-nilai dan sekaligus analisis terhadap berbagai persoalaan


( ekonomi, politik, sosial-budaya , hukum, ilmu pengetahuan, lingkungan hidup
dan lain-lainnya )

Manhaj Tarjih
Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah
dimulai, dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan
Pusat) Muhammadiyah. Langkah pertama kali yang ditempuh adalah dengan
mengkaji Mabadi Khomsah ( Masalah Lima ) yang merupakan sikap dasar
Muhammadiyah

dalam

persoalan

agama

secara

umum.

Karena

adanya

penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan , perumusan Masalah Lima tersebut


baru bisa diselengarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955 dalam
Muktamar Khusus Majlis Tarjih di Yogyakarta.
Masalah Lima tersebut meliputi :
1.Pengertian Agama (Islam) atau al Din , yaitu :
Apa yang diturunkan Allah dalam Al Quran dan yang tersebut dalam
Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan
serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akherat.
2.Pengertian Dunia (al Dunya ):
Yang dimaksud urusan dunia dalam sabda Rosulullah saw : Kamu lebih
mengerti urusan duniamu ialah :segala perkara yang tidak menjadi
tugas

diutusnya

para

pekerjaan/urusan-urusan

nabi

yang

yaitu

perkara-perkara/pekerjaan-

diserahkan

sepenuhnya

kepada

kebijaksanaan manusia )
3. Pengertian Al Ibadah, ialah :
Bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah,dengan jalan mentaati
segala

perintah-perintahnya,

menjahuhi

larangan-larangan-nya

dan

mengamalkan segala yang diijinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan
ada yang khusus ; a. yang umum ialah segala amalan yang diijinkan Allah
b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincianperinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.

4. Pengertian Sabilillah, ialah :


Jalan yang menyampaikan perbuatan seseorang kepada keridloaan
Allah, berupa segala amalan yang diijinkan Allah untuk memuliakan
kalimat( agama )-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya
5.Pengertian Qiyas,( Ini belum dijelaskan secara rinci baik pengertian
maupun pelaksanaannya )
Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, maka Majlis Tarjih terus
berusaha merumuskan Manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan
hukum. Dan pada tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, setelah
Muktamar Muhammadiyah ke- 41 di Solo, Majlis Tarjih baru berhasil merumuskan
16 point pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Adapun Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih ( disertai keterangan singkat )adalah
sbb :
1. Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al Quran dan al Sunnah al
Shohihah. Ijtihad dan istinbath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak
terdapat dalam nash , dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang
taabbudi, dan memang hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Dengan perkataan lain, Majlis Tarjih menerima Ijitihad ,
termasuk qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada
nashnya secara langsung. ( Majlis tarjih di dalam berijtihad menggunakan tiga
macam bentuk ijtihad : Pertama : Ijtihad Bayani : yaitu ( menjelaskan teks Al
Quran dan hadits yang masih mujmal, atau umum, atau mempunyai makna
ganda , atau kelihatan bertentangan, atau sejenisnya), kemudian dilakukan
jalan tarjih. Sebagai contohnya adalah Ijtihad Umar untuk tidak membagi
tanah yang di taklukan seperti tanah Iraq, Iran , Syam, Mesir kepada pasukan
kaum muslimin, akan tetapi dijadikan Khoroj dan hasilnya dimasukkan
dalam baitul mal muslimin , dengan berdalil Qs Al Hasyr ; ayat 7-10. Kedua :
Ijtihad Qiyasi : yaitu penggunaan metode qiyas untuk menetapkan ketentuan
hukum yang tidak di jelaskan oleh teks Al Quran maupun Hadist, diantaranya :
men qiyaskan zakat tebu, kelapa, lada ,cengkeh, dan sejenisnya dengan zakat
gandum, beras dan makanan pokok lainnya, bila hasilnya mencapai 5 wasak
( 7,5 kwintal ) Ketiga : Ijtihad Istishlahi : yaitu menetapkan hukum yang tidak

ada

nashnya

secara

khusus

dengan

berdasarkan

illat

demi

untuk

kemaslahatan masyarakat, seperti ; membolehkan wanita keluar rumah


dengan beberapa syarat, membolehkan menjual barang wakaf yang diancam
lapuk, mengharamkan nikah antar agama dll
2. Dalam memutuskan sesuatu keputusan , dilakukan dengan cara musyawarah.
Dalam menetapkan masalah ijtihad, digunakan sistem ijtihad jamaI. Dengan
demikian pendapat perorangan dari anggota majlis, tidak dipandang kuat.
( Seperti pendapat salah satu anggota Majlis Tarjih Pusat yang pernah dimuat
di dalam majalah Suara Muhammadiyah, bahwa dalam penentuan awal bulan
Ramadlan dan Syawal hendaknya menggunakan Mathla Makkah. Pendapat ini
hanyalah pendapat pribadi sehingga tidak dianggap kuat. Yang diputuskan
dalam Munas Tarjih di Padang Oktober 2003, bahwa Muhammadiyah
menggunakan Mathla Wilayatul Hukmi )
3. Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, akan tetapi pendapatpendapat madzhab, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
hukum. Sepanjang sesuai dengan jiwa Al Quran dan al Sunnah, atau dasardasar lain yang dipandang kuat. ( Seperti halnya ketika Majlis Tarjih
mengambil pendapat Mutorif bin Al Syahr di dalam menggunakan Hisab ketika
cuaca mendung, yaitu di dalam menentukan awal bulan Ramadlan. Walaupun
pendapatnya menyelisihi Jumhur Ulama. Sebagai catatan : Rumusan di
atas,menunjukkan bahwa Muhammadiyah, telah menyatakan diri untuk tidak
terikat

dengan

permasalahannya

suatu
pada

madzhab,
Al-Quran

dan
dan

hanya
Hadits

menyandarkan
saja.

segala

Namun

pada

perkembangannya, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang


mempunyai pengikut cukup banyak, secara tidak langsung telah membentuk
madzhab sendiri, yang disebut Madzhab Muhammadiyah , ini dikuatkan
dengan adanya buku panduan seperti HPT ( Himpunan keputusan Tarjih ).
4. Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya majlis
Tarjih yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil- dalil
yang dipandang paling kuat, yang di dapat ketika keputusan diambil. Dan
koreksi dari siapapun akan diterima. Sepanjang dapat diberikan dalil-dalil lain
yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah
keputusan yang pernah ditetapkan. ( Seperti halnya pencabutan larangan
menempel gambar KH. Ahamd Dahlan karena kekawatiran tejadinya syirik

sudah tidak ada lagi , pencabutan larangan perempuan untuk keluar rumah
dll)
5. Di dalam masalah aqidah ( Tauhid ) , hanya dipergunakan dalil-dalil mutawatir.
( Keputusan yang membicarakan tentang aqidah dan iman ini dilaksanakan
pada Mukatamar Muhammadiyah ke- 17 di Solo pada tahun 1929. Namun
rumusan di atas perlu ditinjau ulang. Karena mempunyai dampak yang sangat
besar pada keyakinan sebagian besar umat Islam, khususnya kepada warga
Muhammadiyah. Hal itu, karena rumusan tersebut mempunyai arti bahwa
Persyarikatan Muhammadiyah menolak beratus-ratus hadits shohih yang
tercantum dalam Kutub Sittah, hanya dengan alasan bahwa hadits ahad tidak
bisa dipakai dalam masalah aqidah. Ini berarti juga, banyak dari keyakinan
kaum muslimin yang selama ini dipegang erat akan tergusur dengan rumusan
di atas, sebut saja sebagai contoh : keyakinan adanya adzab kubur dan
adanya malaikat munkar dan nakir, syafaat nabi Muhammad saw pada hari
kiamat, sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga, adanya timbangan
amal, ( siroth )jembatan yang membentang di atas neraka untuk masuk
syurga, ( haudh ) kolam nabi Muhammad saw, adanya tanda- tanda hari
kiamat sepeti turunnya Isa, keluarnya Dajjal. Rumusaan di atas juga akan
menjerat Persyarikatan ini ke dalam kelompok Munkiru al-Sunnah , walau
secara tidak langsung.
6. Tidak menolak ijma sahabat sebagai dasar suatu keputusan. ( Ijma dari segi
kekuatan hukum dibagi menjadi dua , pertama : ijma qauli, seperti ijma para
sahabat untuk membuat standarisasi penulisan Al Quran dengan khot
Utsmani, kedua : ijma sukuti. Ijma seperti ini kurang kuat. Dari segi masa,
Ijma dibagi menjadi dua : pertama : ijma sahabat. Dan ini yang diterima
Muhammadiyah. Kedua ; Ijma setelah sahabat )
7. Terhadap dalil-dalil yang nampak mengandung taarudl, digunakan cara al
jamu wa al taufiq . Dan kalau tidak dapat , baru dilakukan tarjih. ( Cara-cara
melakukan jama dan taufiq, diantaranya adalah : Pertama : Dengan
menentukan macam persoalannya dan menjadikan yang satu termasuk
bagian dari yang lain. Seperti menjama antara QS Al Baqarah 234 dengan QS
Al Thalaq 4 dalam menentukan batasan iddah orang hamil , Kedua : Dengan
menentukan yang satu sebagai mukhashis terhadap dalil yang umum,
seperti : menjama antara QS Ali Imran 86,87 dengan QS Ali Imran 89, dalam

menentukan hukum orang kafir yang bertaubat, seperti juga menjama antara
perintah sholat tahiyatul Masjid dengan larangan sholat sunnah bada Ashar,
Ketiga: Dengan cara mentaqyid sesuatu yang masih mutlaq , yaitu membatasi
pengertian

yang

luas,

seperti

menjama;

antara

larangan

menjadikan

pekerjaan membekam sebagai profesi dengan ahli bekam yang mengambil


upah dari pekerjaanya. Keempat: Dengan menentukan arti masing-masing
dari dua dalil yang bertentangan, seperti : menjama antara pengertian suci
dari haid yang berarti bersih dari darah haid dan yang berarti bersih sesudah
mandi. Kelima : Menetapkan masing-masing pada hukum masalah yang
berbeda, seperti larangan sholat di rumah bagi yang rumahnya dekat masjid
dengan keutamaan sholat sunnah di rumah.
8. Menggunakan asas saddu al-daraI untuk menghindari terjadinya fitnah dan
mafsadah. .( Saddu al dzaraI adalah perbuatan untuk mencegah hal-hal yang
mubah, karena akan mengakibat kepada hal-hal yang dilarang. Seperti :
Larangan

memasang

gambar

KH.

Ahmad

Dahlan,

sebagai

pendiri

Muhammadiyah, karena dikawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan.


Walaupun akhirnya larangan ini dicabut kembali pada Muktamar Tarjih di
Sidoarjo, karena kekawatiran tersebut sudah tidak ada lagi. Contoh lain adalah
larangan menikahi wanita non muslimah ahli kitab di Indonesia, karena akan
menyebabkan

finah

dan

kemurtadan.

Keputusan

ini

ditetapkan

pada

Muktamar Tarjih di Malang 1989.


9. Men-talil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil- dalil Al
Quran dan al Sunnah, sepanjang sesuai dengan tujuan syareah. Adapun
qaidah : al hukmu yaduuru maa ilatihi wujudan waadaman dalam hal-hal
tertentu , dapat berlaku ( Talil Nash adalah memahami nash Al Quran dan
hadits, dengan mendasarkan pada illah yang terkandung dalam nash. Seperti
perintah menghadap arah Masjid Al Haram dalam sholat, yang dimaksud
adalah arah kabah, juga perintah untuk meletakkan hijab antara laki-laki dan
perempuan, yang dimaksud adalah menjaga pandangan antara laki-laki dan
perempuan, yang pada Muktamar Majlis Tarjih di Sidoarjo 1968 diputuskan
bahwa pelaksanaannya mengikuti kondisi yang ada, yaitu pakai tabir atau
tidak, selama aman dari fitnah )
10. Pengunaaan dalil- dalil untuk menetapkan suatu hukum , dilakukan dengan
cara konprehensif , utuh dan bulat. Tidak terpisah. ( Seperti halnya di dalam

memahami larangan menggambar makhluq yang bernyawa,jika dimaksudkan


untuk disembah atau dikawatirkan akan menyebabkan kesyirikan )
11. Dalil dalil umum al Quran dapat ditakhsis dengan hadist Ahad, kecuali
dalam bidang aqidah. ( Lihat keterangan dalam point ke 5 )
12. Dalam mengamalkan agama Islam, mengunakan prinsip Taisir ( Diantara
contohnya adalah : dzikir singkat setelah sholat lima waktu, sholat tarawih
dengan 11 rekaat )
13. Dalam bidang Ibadah yang diperoleh ketentuan- ketentuannya dari Al Quran
dan al Sunnah, pemahamannya dapat dengan menggunakan akal, sepanjang
dapat diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui ,akal
bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki
kelenturan dalam menghadapai situsi dan kondisi. ( Contohnya, adalah ketika
Majlis

Tarjih

menentukan

awal

Bulan

Ramadlan

dan

Syawal,

selain

menggunakan metode Rukyat,juga menggunakan metode al Hisab. Walaupun


pelaksanaan secara rinci terhadap keputusan ini perlu dikaji kembali karena
banyak menimbulkan problematika pada umat Islam di Indonesia )
14. Dalam hal- hal yang termasuk al umur al dunyawiyah yang tidak termasuk
tugas para nabi , penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan
umat.
15. Untuk memahami nash yang musytarak, paham sahabat dapat diterima.
16. Dalam memahani nash , makna dlahir didahulukan dari tawil dalam bidang
aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal ini, tidak harus diterima. ( Seperti dalam
memahami

ayat-ayat

dan

hadist

yang

membicarakan

sifat-sifat

dan

perbuatan Allah swt,seperti Allah bersemayam d atas Arsy, Allah turun ke


langit yang terdekat dengan bumi pada sepertiga akhir malam dll )
Penyempurnaan dan Pengembangan Majlis Tarjih
Sebagaimana diketahui bahwa Persyarikatan Muhammadiyah merupakan
persyarikatan yang bergerak untuk Tajdid dan pembaharuan. Maka Majlis Tarjih,
yang merupakan bagian terpenting dalam organisasi tersebut tidak bersifat kaku
dan

kolot,

akan

tetapi

keputusan-

keputusan

Majlis

Tarjih

masih

ada

kemungkinan mengalami perubahan kalau sekiranya dikemudian hari ada dalil


atau alasan yang dipandang lebih kuat. Bahkan nama dan kedudukan Majlis
dalam Persyarikatan bisa mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan.
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi dalam Majlis Tarjih adalah :
1.Perubahan nama Majlis Tarjih . Karena mengingat, semakin banyak dan
kompleknya problematika-problematika yang dihadapi umat Islam pada puluhan
tahun akhir ini. Terutama berkembangnya pemikiran baru, yang kesemuanya
harus dijawab oleh Majlis Tarjih. Dan karena nama Tarjih, masih identik dengan
masalah-masalah fiqh, maka nama Majlis Tarjih perlu di tambah dengan sebutan
yang bisa mewakili tugas tersebut, maka dipilihlah nama Pengembangan
Pemikiran Islam sehingga namanya menjadi Majlis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam . Penambahan ini diputuskan pada tahun 1995, ketika
dilangsungkan Muktamar Aceh.
2.Penambahan terhadap tiga bentuk Ijtihad yang digunakan Majlis Tarjih ( Yaitu
Ijtihad Bayani, Qiyasi dan Istishlahi ) dengan ditambah tiga pendekatan baru
,yaitu Pendekatan Bayani , Burhani dan Irfani. Tiga pendekatan tersebut
diputuskan pada MUNAS Tarjih di Malang, tahun 2000. Kemudian disempurnakan
pada MUNAS Tarjih ke 26 di Padang,Oktober 2003. Walaupun telah dilakukan
beberapa

kali

sidang,

tiga

pendekatan

tersebut

masih

belum

tuntas

pembahasannya.
3.Perubahan nama Mukatamar Tarjih menjadi MUNAS ( Musyawarah Nasional )
Tarjih.
4.Perampingan anggota Majlis Tarjih yaitu dengan menetapkan Anggota Tetap
Majlis

Tarjih

Pada

awalnya

muktamar

muktamar

atau

musyarawarah

musyawarah Majlis yang bersifat nasional, melibatkan utusan-utusan wilayahwilayah yang sering berganti-ganti, atau yang sering disingkat dengan MTPPI
Wilayah. Akan tetapi pada MUNAS Tarjih ke 26 di Padang, Oktober 2003
dilakukan perampingan dengan membentuk anggota tetap Majlis Tarjih yang
berjumlah sekitar 99 anggota, yang bertugas untuk melakukan sidang setiap hal
itu diperlukan. Langkah-langkah ini diambil, mengingat kurang efektif dan
efesiennya perjalanan Muktamar Tarjih selama ini, khususnya ketika diganti
namanya dengan MUNAS( Musyawarah Nasional ) . Walaupun sampai saat ini ,
keputusan tersebut belum ditanfidkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah,

namun akan mempunyai pengaruh yang besar bagi perjalanan Majlis Tarjih pada
masa-masa mendatang.
5.Perubahan keputusan-keputusan tarjih yang dirasa kurang sesuai lagi, seperti
pencabutan larangan menempel gambar KH. Ahamd Dahlan, pencabutan
larangan perempuan untuk keluar rumah, pencabutan keputusan tentang
larangan perempuan ikut berdemonstrasi dan lain-lain . Ini dikuatkan juga
dengan adanya komisi Pengembangan Himpunan Putusan Tarjih , pada MUNAS
Tarjih di padang, Oktober 2003.

10.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan masalah hisab dan ruyat dan

bagaimana penggunaannya

Hisab

'Hisab secara harfiah 'perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering
digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi
Matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi Matahari menjadi penting
karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu
salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya
hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender
Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat
muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah
saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10
Dzulhijjah).
Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Allah memang
sengaja menjadikan Matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun
dan perhitungan lainnya. Juga dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5
disebutkan bahwa Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.
Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi bendabenda langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal peradaban
Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim

ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al


Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.
Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat
presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang
praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat
dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi,
yaitu saat Matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau
disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat
matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati
dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode
sinodik.

Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan


sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat
dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari pertama
kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan
terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka
pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1.
Namun, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak
dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori hilal
mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan masih terlalu suram
dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya. Kriteria Danjon (1932, 1936)
menyebutkan bahwa hilal dapat terlihat tanpa alat bantu jika minimal jarak
sudut (arc of light) antara Bulan-Matahari sebesar 7 derajat.

[1]

Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih


seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging. namun tentunya perlu dilihat lagi
bagaimana penerapan kedua ilmu tersebut

11.

Jelaskan bagaimana struktur organisasi Muhammadiyah

kerorganisasian Muhammadiyah
Jawaban :

ORGANISASI MUHAMMADIYAH
1. Jaringan Kelembagaan Muhammadiyah:
o

Pimpinan Pusat

Pimpinaan Wilayah

Pimpinaan Daerah

Pimpinan Cabang

Pimpinan Ranting

Jama'ah Muhammadiyah

2. Pembantu Pimpinan Persyarikatan


o

Majelis

Majelis Tarjih dan Tajdid

Majelis Tabligh

Majelis Pendidikan Tinggi

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah

Majelis Pendidikan Kader

Majelis Pelayanan Sosial

Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan

Majelis Pemberdayaan Masyarakat

Majelis Pembina Kesehatan Umum

Majelis Pustaka dan Informasi

Majelis Lingkungan Hidup

Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Majelis Wakaf dan Kehartabendaan

Lembaga

Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting

Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan

Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Lembaga Penanganan Bencana

Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqqoh

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik

Lembaga Seni Budaya dan Olahraga

Lembaga Hubungan dan Kerjasama International

3. Organisasi Otonom

12.

Aisyiyah

Pemuda Muhammadiyah

Nasyiyatul Aisyiyah

Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Hizbul Wathan

Tapak Suci

Sebutkan dan jelaskan isme dan aliran sesat yang berkembang

dimasyarakat
Syiah
Jamaah Ahmadiyah
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Agama Salamullah/Lia Eden
Aliran Kutub Robani
Kelompok Husnul Huluq

Jemaat Kristiani Pondok Nabi dan Rasul Dunia


NII KW IX Pontren Alzaytun Indramayu
Darul Islam (DI Fillah)
Wahidiyah
Al Qiyadah Al Islamiyah
Al Quran Suci
Aliran Hidup di Balik Hidup

Anda mungkin juga menyukai