FISIOLOGI
Ilmu Kesehatan Reproduksi
Edisi 3
EDITOR
Sofie R. Krisnadi
Adhi Pribadi
EDITOR
Sofie R. Krisnadi
Adhi Pribadi
ISBN :
Penata letak : N. Siti Mariyam
Desain cover : N. Siti Mariyam
Diterbitkan oleh:
© 2018 CV. Sagung Seto
Jl. Pramuka No. 27, Jakarta 13120
Telp. (021) 8577251
Email: penerbitan@sagungseto.com, marketing@sagungseto.com
Anggota IKAPI
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi
buku tanpa izin tertulis dari penerbit
iii
iv Obstetri Fisiologi
KATA PENGANTAR
B
uku Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi ke-3 ini
merupakan revisi buku Obstetri Fisiologi edisi ke-2 yang diterbitkan
oleh Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FKUP/RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2011. Sepanjang perjalanannya, buku
ini telah dipakai sebagai buku pegangan mahasiswa di berbagai Fakultas
Kedokteran dan rumpun Ilmu Kesehatan lainnya, bahkan dibaca oleh
peserta pendidikan dokter spesialis obstetri dan Ginekologi.
Perubahan mendasar pada edisi ke-3 ini adalah perluasan materi
setiap bab buku ajar Obstetri Fisiologi ini dan penambahan topik
topik baru, yang mengacu pada tujuan pembelajaran bagi peserta didik
Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dari Kolegium
Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para
Sejawat yang telah menulis untuk mengisi bab-bab dalam buku ini
hingga dapat diterbitkan. Harapan kami buku ini dapat dibaca dan
diterapkan lebih luas sebagai dasar pengetahuan ilmu Obstetri Fisiologi
dalam rangka membantu menyebarluaskan Ilmu Kesehatan Reproduksi.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan buku ini.
Bandung, September 2018
Editor
v
vi Obstetri Fisiologi
KATA SAMBUTAN
Sambutan Kepala Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
P
uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas karunia dan hidayah-Nya kami dapat meluangkan
waktu menyusun sebuah buku ajar dalam bidang Obstetri
Fisiologi, suatu bagian dari Ilmu Kesehatan Reproduksi.
Buku Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi ke-3 ini membahas mengenai
Obstetri Fisiologi, merupakan revisi buku Obstetri Fisiologi edisi ke-2
yang diterbitkan oleh Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi
FKUP/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2011. Perubahan
mendasar dalam buku Obstetri Fisiologi ini adalah perluasan materi
ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran bagi peserta didik Pendidikan
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dari Kolegium Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
Semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca dan akan menambah
kekayaan buku mengenai Ilmu Kesehatan Reproduksi di Indonesia.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan buku ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan usulan-usulan
dan perbaikan dari pembaca.
Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi dan
membimbing kita dalam melaksanakan tugas mulia kita sehari-hari.
vii
viii Obstetri Fisiologi
DAFTAR ISI
ix
x Obstetri Fisiologi
xiii
xiv Obstetri Fisiologi
Gambar 6.14. Balotemen dari janin dengan cara pemeriksaan dalam ......... 292
Gambar 7.1. Faktor faktor yang berperan dan mekanisme gangguan
pertumbuhan dan fetal programming........................................... 333
Gambar 8.1. Posisi Janin.......................................................................................... 368
Gambar 8.2 A. Letak bokong murni, B. Letak bokong kaki, C. Letak kaki... 370
Gambar 8.3 D. Sacrum kiri belakang, E. Dagu kiri depan,
F. Letak lintang (dorso posterior ).................................................. 370
Gambar 8.4 Ukuran-ukuran kepala bayi .......................................................... 377
Gambar 8.5. Ubun-ubun sutura dan diameter kepala bayi
yang cukup bulan.............................................................................. 379
Gambar 9.1. Fase-fase persalinan........................................................................ 387
Gambar 9.2. Stadium persalinan ......................................................................... 391
Gambar 9.3. Head floating .................................................................................... 402
Gambar 9.4. Sinklitismus normal ........................................................................... 402
Gambar 9.5. Asinklitismus anterior........................................................................ 403
Gambar 9.6. Asinklitismus posterior....................................................................... 403
Gambar 9.7 Engagement, descent, flexion ......................................................... 404
Gambar 9.8. Rotasi internal .................................................................................. 405
Gambar 9.9. Rotasi dilanjutkan ekstensi............................................................... 406
Gambar 9.10. Ekstensi .............................................................................................. 407
Gambar 9.11. Rotasi eksterna.................................................................................. 408
Gambar 9.12. Melahirkan bahu depan dan belakang....................................... 409
Gambar 9.13. Grafik penilaian faktor waktu dalam persalinan untuk
primigravida dan multigravida .................................................... 413
Gambar 9.14. Menentukan arah sutura sagitalis pada
pemeriksaan dalam ........................................................................ 422
Gambar 9.15. Menentukan letak u2k dan u2b pada pemeriksaan dalam ... 423
Gambar 9.16 . Contoh Partograf.............................................................................. 446
Gambar 9.17. Rangkaian lahirnya kepala ........................................................... 457
Gambar 9.18. Persalinan dengan perasat Ritgen yang dimodifikasi .............. 463
Gambar 9.19 Perhatikan tangan yang menekan dagu anak .......................... 464
Gambar 9.20. Melahirkan bahu depan ................................................................ 465
Gambar 9.21. Melahirkan bahu belakang............................................................ 465
xviii Obstetri Fisiologi
xix
xx Obstetri Fisiologi
BAB 1
PERKEMBANGAN OBSTETRI
Djamhoer Martaadisoebrata
Sofie Rifayani Krisnadi
Febia Erfiandi
TUJUAN PEMBELAJARAN :
1
2 Obstetri Fisiologi
1.1 DEFINISI
Obstetri adalah ilmu yang mempelajari kehamilan, persalinan, dan
nifas. Kehamilan adalah masa sejak konsepsi (pembuahan) dan berakhir
dengan permulaan persalinan. Persalinan (partus) adalah proses
pengeluaran bayi dan plasenta dari badan ibu. Nifas (puerperium)
adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya alat
kandungan sampai pada keadaan sebelum hamil. Obstetri berasal dari
kata obsto (latin) yang artinya kira-kira mendampingi.
bahwa kata ini berasal dari ops (membantu) dan stare, yang berarti
perempuan yang memberi bantuan. Menurut Temkin, interpretasi
yang paling mungkin adalah bahwa obstetrix berarti perempuan yang
menunggu ibu yang sedang melahirkan.
Istilah obstetri relatif baru digunakan. Kata obstetricate ditemukan
pada karya-karya inggris pada tahun 1623, obstetricatory pada tahun
1640, obstetricious pada tahun 1645, dan obstetrical pada tahun 1775.
Istilah yang lebih tua, yaitu midwifery digunakan sebagai kata ganti
obstetri sampai penghujung abad 19 baik di Amerika Serikat maupun
di Inggris. Kata ini berasal dari kata mid yang berarti dengan, dan wife
yang berarti istri dalam arti seorang perempuan. Istilah midwife (bidan)
digunakan sejak 1303 dan midwifery pada tahun 1483. Di inggris, kata
midwifery mengandung konotasi yang sama dengan obstetri.
Pada saat ini definisi obstetri lebih luas berupa obstetri ginekologi
klinik dan sosial yang tergabung dalam kesehatan reproduksi (kespro).
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial, bukan hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan, dalam
kaitannnya dengan proses dan fungsi reproduksi. Kesehatan reproduksi
dalam pengertian obstetri telah ada sejak anak manusia pertama
dilahirkan, walaupun dalam bentuk primordial. Saat itu belum ada
ilmu, teknologi dan keterampilan seperti yang kita kenal sekarang.
Dalam keadaan tanpa ilmu dan teknologi ini, petugas yang mengelola
persalinan (biasanya dukun beranak atau paraji), akan menghadapi
semua peristiwa sebagai suatu kejadian alamiah saja, tanpa membedakan
yang normal maupun patologis. Dapat dibayangkan bahwa banyak
terjadi kegagalan, baik berupa kematian atau kesakitan yang tidak
perlu. Karena dianggap sebagai peristiwa alamiah, maka kegagalan
tersebut agaknya hanya dianggap sebagai takdir saja.
4 Obstetri Fisiologi
1.3 TUJUAN
Tujuan obstetri adalah membawa ibu dan janin dengan selamat melalui
masa kehamilan, persalinan, dan nifas dengan kerusakan yang minimal.
Secara lebih luas tujuan obstetri adalah pengaturan dan optimalisasi
sistem reproduksi manusia. Obstetri lebih lanjut berhadapan dengan
cara pengaturan jarak usia anak-anak sehingga baik ibu, anak, maupun
keluarganya dapat menikmati kesejahteraan fisik dan emosional yang
optimal. Obstetri juga menganalisis dan mempengaruhi faktor-faktor
sosial yang dapat mengganggu efisiensi kesehatan reproduksi.
itu adalah sekitar 140 juta orang sehingga angka kelahiran total
diperkirakan sekitar 5,6 juta orang. Proyeksi angka kelahiran total di
Indonesia saat ini adalah sekitar 4,5-5 juta orang. Jumlah penduduk
Indonesia berdasarkan sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS)
adalah 238.518.800 orang. Proyeksi penduduk indonesia tahun 2018
menurut Badan Pusat Statistik adalah sekitar 265 juta orang lebih.
Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat
kelahiran dan kematian. Tingkat penurunan karena kelahiran lebih
cepat daripada tingkat penurunan karena kematian. Angka Kelahiran
Kasar (Crude Birth Rate/CBR) diprediksi akan turun dari sekitar 21,0
per 1000 penduduk pada awal proyeksi tahun 2010 menjadi 14,0 per
1000 penduduk pada akhir periode proyeksi tahun 2035, sedangkan
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR) naik dari 6,4 per
1000 penduduk menjadi 8,8 per 1000 penduduk dalam kurun waktu
yang sama.
Baik tidaknya pelayanan obstetri dapat dinilai dari angka kematian
ibu dan bayi. Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian
ibu selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah persalinan,
akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan
atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera.
Angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi per 1000 kelahiran.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2015 berdasarkan Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan dan Profil Kesehatan
Indonesia Kemenkes adalah sekitar 305 per-100.000 kelahiran hidup,
sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) menurut BPS pada tahun 2016
adalah 25,5. Angka ini masih jauh dari target angka kematian global
ibu (Global Mortality Ratio) World Health Organization (WHO), dan
jumlah ini tidak sesuai dengan target sebelumnya yaitu 102 kematian
ibu per-100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Angka kematian
6 Obstetri Fisiologi
global WHO tahun 2013 adalah sekitar 210 per 100.000 kelahiran
hidup.
World Health Organization (WHO) telah mencanangkan beberapa
program akselerasi penurunan angka kematian ibu dan bayi sehingga
program ini selalu menjadi prioritas. Dalam Millenium Development
Goals (MDGs) poin 5 disebutkan secara jelas tujuannya yaitu
meningkatkan kesehatan ibu. Paramater dari poin 5 MDGs ini adalah
penurunan angka kematian ibu dan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan. Angka kematian ibu di dunia menurun sejak 1990
sebanyak 45 % dan kebanyakan menurun sejak tahun 2000. Di daerah
Asia Selatan angka kematian ibu menurun sekitar 64 % dan di Afrika
menurun sekitar 49% pada periode 1990-2013. Sebanyak lebih dari
71 % persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2014,
sebelumnya hanya sekitar 59 % persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan pada tahun 1990. Di Afrika Utara, proporsi perempuan
hamil yang berkunjung untuk antenatal care sebanyak 4 kali atau lebih,
meningkat dari 50 % pada tahun 1990 menjadi 89 % pada tahun 2014.
Prevalensi kontrasepsi perempuan usia 15-49 tahun meningkat dari 55
% pada tahun 1990 menjadi 63 % pada tahun 2015.
Gambar 1.1. Poin 5 MDGs, Angka Kematian Ibu Global : kematian per-100000
kelahiran hidup. (Sumber : World Health Organization. Millenium Development Goals, 2015)
BAB 1 Perkembangan Obstetri 7
Gambar 1.3. Angka Kematian Ibu di Indonesia Tahun 1991-2015. (Sumber : Profil
kesehatan indonesia tahun 2016. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017)
BAB 1 Perkembangan Obstetri 9
Gambar 1.4. Penyebab Kematian Ibu Tahun 2010-2013. (Sumber : InfoDatin. Mother’s day.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
kuantitas dan kualitas rumah sakit yang tersedia, dan kekurangan darah
siap transfusi. Beberapa kekurangan dalam penatalaksanaan obstetri
ini harus diperbaiki secara sistematis dan menyeluruh. Penempatan
tenaga terlatih secara merata dan fasilitas yang adekuat akan membantu
menurunkan kematian ibu dan bayi. Pemenuhan biaya obstetri menjadi
sangat penting. Biaya perawatan yang semakin meningkat dan biaya
diagnostik yang semakin tinggi seiring dengan kemajuan teknologi
membuat biaya pelayanan antenatal meningkat.
Masalah jaminan kesehatan/asuransi masih menjadi masalah bukan
hanya di negara berkembang, tapi juga di negara maju sehingga diperlukan
sistem yang lebih baik lagi untuk menjangkau semua kalangan dalam
pelayanan obstetri. Dampak tuntutan malapraktik tidak bisa diabaikan
begitu saja. Pelayanan obstetri sangat rentan terhadap tuntutan pasien
atau pengacara karena setiap pasien tentu mengharapkan hasil yang
sempurna dari pelayanan obstetri. Risiko tuntutan timbul ketika ada
kecacatan atau kematian. Hasil yang terkadang kurang menyenangkan
tidak bisa selalu dibebankan kepada petugas medis atau dokter spesialis
obstetri. Pada akhirnya, konsep obstetri sebagai gabungan ilmu sosial
sekaligus biologi menjadi tanggung jawab setiap dokter spesialis obstetri
untuk menciptakan kesehatan reproduksi.
Kemajuan biologi molekuler telah mempengaruhi pemeriksaan
kehamilan terutama untuk penapisan Down Syndrome bagi ibu hamil
berusia > 35 tahun atau yang berisiko tinggi lainnya. Setelah penapisan
trimester pertama dengan ultrasonografi yang tidak invasif, apabila
hasilnya positif ibu dapat melakukan tindakan invasif (amniosentesis
atau kordo-sentesis), atau dapat melakukan pemeriksaan canggih
yang tidak invasive yakni dengan pemeriksaan DNA sel fetus bebas
dari darah ibu (Cell free DNA Testing). Pemeriksaan fetal DNA bebas
dari darah ibu juga dipergunakan untuk deteksi kelainan kongenital
16 Obstetri Fisiologi
PUSTAKA ACUAN
1. Sastrawinata S, Wijayanegara H. Maksud dan tujuan obstetri. Obstetri
Fisiologi. Edisi ke-1. Jakarta: Percetakan Eleman; 1983.
2. Temkin O. Obstetrics in broad perspective. Dalam: Cunningham FG,
MacDonald PC, Gant NF, penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke-18.
Philadephia: Appleton and Lange; 1989. hlm.1-8.
3. Martaadisoebrata D. Perkembangan Obstetri Ginekologi Sosial. Dalam:
Martaaadisoebrata D, Susiarno H, penyunting. Obstetri Ginekologi
Sosial. Edisi ke-1. Bandung: FK Unpad; 2015. hlm. 1–39.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, dkk. Overview of obstetrics.Williams Obstetrics. Edisi ke-25. New
York: McGraw-Hill; 2018. hlm. 2-11.
5. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Proyeksi penduduk
Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2013.
6. Badan Pusat Statistik. Proyeksi penduduk Indonesia berdasarkan hasil
sensus penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2018.
7. Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.
8. InfoDatin. Mother’s day. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2013.
9. World Health Organization. Millenium development goals. Jeneva:
WHO; 2015.
10. World Health Organization. Progress towards the SDGs: A selection of
data from World Health Statistics 2018. Jeneva: WHO; 2018.
11. Pribadi A. Program akselerasi penurunan angka kematian ibu POGI Jabar:
Zero mother mortality preeclampsia (ZOOM). Obgynia. 2018;1:1–5
18 Obstetri Fisiologi
BAB 2
ANATOMI ALAT REPRODUKSI
Budi Handono
Amillia Siddiq
Artha Falentin Putri Susilo
TUJUAN PEMBELAJARAN :
19
20 Obstetri Fisiologi
A. Tulang Panggul
Tulang-tulang panggul terdiri dari tiga tulang, yaitu os sacrum, os
coccygis, dan os coxae (disebut juga tulang innominata) 2 buah kiri
dan kanan. Os coxae merupakan gabungan dari tiga tulang, yakni os
ilium, os ischium, dan os pubis.
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 21
Gambar 2.1. Pelvis wanita (dikutip dari Clinical Oriented Anatomy Moore edisi 7)
Gambar 2.2. Os coxae terdiri dari os pubis, os ischium, dan os ilium (dikutip dari Williams
Obstetrics edisi 25)
22 Obstetri Fisiologi
Os Ilium
Os ilium merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk
bagian atas dan belakang dari panggul. Batas atasnya merupakan
pinggir tulang yang tebal yang disebut crista iliaca. Ujung depan
maupun belakang dari crista iliaca menonjol dan disebut spina
iliaca anterior superior dan spina iliaca posterior superior. Sedikit
di bawah spina iliaca anterior superior terdapat tonjolan tulang lagi
yaitu spina iliaca anterior inferior, sedangkan sebelah bawah spina
iliaca posterior superior terdapat spina iliaca posterior inferior. Di
bawah spina iliaca posterior inferior terdapat tekik yang disebut
incisura ischiadica major. Pada os ilium terdapat lajur ialah linea
innominata (linea terminalis) yang menjadi batas antara panggul
besar dan panggul kecil.
Os Ischium
Os ischium terletak di bawah dari os ilium. Pinggir belakang yang
berduri disebut spina ischiadica. Di bawah spina ischiadica terdapat
incisura ischiadica minor. Pinggir bawah os ischium sangat tebal
dan merupakan penopang berat badan saat duduk yaitu tuber
ischiadicum.
Os Pubis
Os pubis terletak di bawah dan di depan dari os ilium. Dengan os
ischium, tulang ini membatasi sebuah lubang dalam tulang panggul yang
disebut foramen obturatorium. Tangkai os pubis yang berhubungan
dengan os ilium disebut ramus superior ossis pubis. Sedangkan yang
berhubungan dengan os ischium disebut ramus inferior ossis pubis.
Ramus inferior kanan dan kiri membentuk arcus pubis.
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 23
Perhubungan Os Coxae
Kedua os coxae bersatu dengan os sacrum membentuk articulatio
sakroiliaca dan antara kedua tulang innominata bersatu di simfisis
pubis. Dari permukaan belakang os sacrum ke os ilium disebut
ligamentum sacroiliaca posterior dan dari permukaan depan os sacrum
ke os ilium disebut ligamentum sacroiliaca anterior, ligamentum
iliolumbalis, dan ligamentum sacroiliaca interossea. Dari os sacrum ke
spina ischiadica disebut ligamentum sacrospinosum. Dari os sacrum ke
tuber ischiadicum disebut ligamentum sacrotuberosum.
Os Sacrum
Os sacrum berbentuk segitiga yang melebar ke atas dan meruncing
ke bawah. Os sacrum terletak sebelah belakang antara kedua tulang
innominate. Tulang ini terdiri dair lima ruas tulang senyawa.
Permukaan depannya cekung dari atas ke bawah maupun dari samping
ke samping. Kiri dan kanan dari garis tengah nampak lima buah lubang
yang disebut sebagai foramina sacralis anterior. Lubang ini dilalui urat-
urat saraf yang akan membentuk plexus sacralis dan pembuluh darah
kecil. Plexus sacralis ini yang akan tertekan saat kepala turun ke dalam
rongga panggul.
Di garis tengah dari os sacrum terdapat cuat-cuat duri yang
disebut crista iliaca. Ke ats os sacrum ini berhubungan dengan ruas
ke-5 tulang pinggang. Bagian atas dari os sacrum yang mengadakan
perhubungan ini menonjol ke depan dan disebut promontorium. Ke
samping os sacrum berhubungan dengan kedua tulang innominata
denga perantaraan articulatio sacroiliaca dan ke bawah dengan os
coccygis.
24 Obstetri Fisiologi
Os Coccygis
Os coccygis berbentuk segitiga dan terdiri atas 3-5 ruas yang bersatu.
Pada persalinan ujung os coccygis dapat ditolak sedikit ke belakang
hingga ukuran pintu bawah panggul bertambah besar.
Ligamentum Pelvis
Tulang panggul bersatu di daerah anterior dengan simfisis pubis.
Simfisis pubis terdiri dari jaringan fibrin, ligamentum pubis superior
dan inferior. Ligamentum latum merupakan ligamentum arcuata dari
pubis. Tulang panggul di daerah posterior merupakan gabungan antara
os sacrum, os ilium untuk membentuk ligamentum sakroiliaka.
Ligamentum pelvik memiliki mobilitas yang terbatas, namun
selama kehamilan, ligamentum ini akan berelaksasi saat usia kehamilan
aterm dan berperan pada proses persalinan. Posisi dorsal litotomi dapat
meningkatkan diameter pintu bawah panggul 1,5 – 2 cm untuk proses
persalinan (Borell, 1957). Perasat McRoberts pada kasus distosia bahu
membuktikan mobillitas dari ligamentum sakroiliaka.
26 Obstetri Fisiologi
Gambar 2.4. Ligamentum Pelvis (dikutip dari Clinical Oriented Anatomy Moore edisi 7)
Gambar 2.5. Bidang Panggul (dikutip dari Clinical Oriented Anatomy Moore edisi 7)
Gambar 2.6. Potongan aksial dari tulang panggul wanita normal (dikutip dari Williams
Obstetrics edisi 25)
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 29
Gambar 2.7. Mengukur conjugata diagonalis (dikutip dari Williams Obstetrics edisi 22)
Gambar 2.8. Mengukur conjugata diagonalis (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 1)
32 Obstetri Fisiologi
Gambar 2.9. Kedua tangan pada pinggir kepala divergent: ukuran terbesar kepala
sudah melewati pintu atas panggul (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 1)
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 33
Gambar 2.10. Kedua tangan pada pinggir kepala convergent: ukuran terbesar
kepala belum melewati pintu atas panggul (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 1)
• Pemeriksaan Dalam
Bagian terendah kepala sampai spina ischiadica atau lebih. Caput
succedaneum yang besar dapat memberi kesan yang salah, seolah-
olah bagian terendah sudah sampai setinggi spina ischiadica,
padahal kepala masih tinggi. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan
dalam harus selalu disesuaikan dengan pemeriksaan luar.
tertutup oleh lapisan otot dan lemak yang berbeda tebalnya dari
setiap individu.
Ukuran yang lebih besar dari 8 cm dianggap mencukupi. Oleh
karena pengukuran diameter transversa kurang tepat, maka
dianjurkan untuk memperhatikan bentuk arcus pubis yang
hendaknya merupakan sudut yang tumpul.
E. Bentuk Panggul
Klasifikasi Caldwell-Moloy membagi 4 bentuk panggul menjadi
panggul ginekoid, anthropoid, android, dan platypelloid. Pembagian
ini didasarkan atas bentuk segmen posterior dan anterior dari pintu
atas panggul. Segmen posterior menentukan tipe panggul dan segmen
anterior menentukan tendensi. Hal ini ditetapkan karena banyak
panggul merupakan katergori campuran. Sebagai contoh, panggul
ginekoid dengan tendensi android berarti diameter pelvis termasuk
kategori gynecoid namun pelvis anterior berbentuk android.
1. Panggul Gynecoid
• Bentuk ini adalah yang khas bagi wanita.
• Diameter sagitalis posterior hanya sedikit lebih pendek dari
diameter sagitalis anterior.
• Batas samping segmen posterior membulat dan segmen anterior
juga membulat dan luas.
• Diameter transversa kira-kira sama panjangnya dengan diameter
anteroposterior hingga bentuk pintu atas panggul mendekati
bentuk lingkaran (bulat).
• Dinding samping panggul lurus, spina ischiadica tidak
menonjol, diameter interspinalis 10 cm atau lebih.
• Incisura ischiadica major bulat.
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 35
Gambar 2.11. Empat tipe panggul berdasarkan klasifikasi Caldwell-Moloy (dikutip dari
Williams Obstetrics edisi 25)
2. Panggul Android
• Diameter sagitalis posterior jauh lebih pendek dari diameter
sagitalis anterior.
• Batas samping segmen posterior tidak membulat dan membentuk
sudut yang runcing dengan pinggir samping segmen anterior.
• Segmen anterior sempit dan berbentuk segitiga.
• Dinding samping panggul konvergen, spina ischiadica
menonjol, arcus pubis sempit
• Incisura ischiadica sempit dan dalam.
36 Obstetri Fisiologi
c. Klitoris
d. Vestibulum
e. Himen
f. Uretra
g. Beberapa kelenjar lendir (Bartholini dan Skene).
A. Mons veneris
Bagian yang menonjol dan terdiri dari jaringan lemak yang
menutupi bagian depan simfisis.
Setelah pubertas kulit dari mons veneris tertutup oleh rambut.
B. Labia mayora
Berbentuk lonjong dan menonjol, berasal dari mons veneris dan
berjalan ke bawah dan belakang.
Labia mayora sinistra dan dekstra bersatu di sebelah belakang dan
merupakan batas depan dari perineum, disebut: komisura posterior
(frenulum).
Homolog dengan skrotum laki-laki.
Terdiri dari 2 permukaan:
a. bagian luar, menyerupai kulit biasa dan ditumbuhi rambut.
b. bagian dalam menyerupai selaput lendir dan mengandung
banyak kelenjar sebasea.
C. Labia minora
Didapatkan sebagai lipatan di sebelah medial dari labia mayora.
Kedua lipatan tersebut (kiri & kanan) bertemu di atas (preputium
clitoridis) dan di bawah klitoris (frenulum clitoridis).
38 Obstetri Fisiologi
D. Vestibulum
Merupakan rongga yang sebelah lateral dibatasi oleh kedua labia
minora, anterior oleh klitoris, dorsal oleh fourchet.
Pada vestibulum terdapat muara-muara dari vagina, uretra dan
terdapat pula 4 lubang kecil yaitu:
• Dua muara dari kelenjar Bartholini yang terdapat di samping
dan agak ke belakang dari introitus vagina.
Kelenjar vestibularis mayoris Bartholini:
○○ Merupakan kelenjar terpenting di daerah vulva dan vagina.
○○ Mengeluarkan sekret mukus terutama pada waktu sanggama.
• Dua muara dari kelenjar Skene di samping dan agak dorsal dari
uretra.
Gambar 2.12. Vulva dan perineum. Inset: nulipara (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
A. Vagina
Merupakan suatu saluran muskulo-membranosa yang menghubungkan
uterus dengan vulva.
Terletak antara kandung kencing dan rektum.
Dinding depan vagina (± 9 cm) lebih pendek dari dinding belakang
(± 11 cm).
40 Obstetri Fisiologi
B. Uterus
Dalam keadaan tidak hamil terdapat dalam ruangan pelvis minor
di antara vesika urinaria dan rektum.
Permukaan belakang sebagian besar tertutup oleh peritoneum
sedangkan permukaan depan hanya di bagian atasnya saja.
Bagian bawah dari permukaan depan melekat pada dinding
belakang vesika urinaria.
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 41
Gambar 2.13. Genitalia eksterna dan penampang organ di bawah subkutis (tampak
di kanan) inset: kelenjar Skene (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
42 Obstetri Fisiologi
Ukuran uterus
1. Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda tergantung dari:
• Usia
• Pernah melahirkan anak atau belum.
Pada anak-anak panjang uterus: 2 - 3 cm.
Pada nullipara: 6 - 8 cm.
Pada multipara: 8 - 9 cm.
2. Panjangnya korpus uteri terhadap serviks uteri juga berbeda-beda:
Pada anak-anak, panjang korpus uteri 1/2 dari panjang serviks uteri.
Pada gadis remaja, korpus uteri sama panjang dengan serviks uteri.
Pada multipara, panjang korpus uteri 2 × panjang serviks uteri.
Gambar 2.14. Potongan sagital pelvis dengan gambaran organ visera (dikutip dari
Obstetri Fisiologi edisi 2)
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 43
Gambar 2.15. Potongan melintang dasar panggul dengan topografi otot (dikutip dari
Obstetri Fisiologi edisi 2)
Gambar 2.16. Anatomi dan topografi perineum; otot, ligamen dan pembuluh darah
(dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
48 Obstetri Fisiologi
a
a a b a
c
b b
c
un
ur.
un
ur.
Gambar 2.17. Tampak berbagai potongan uterus (dikutip dari Williams Obstetrics edisi 25)
Gambar 2.19. Tampak potongan vertikal uterus setinggi Ligamentum Latum (dikutip dari
Williams Obstetrics edisi 25)
Gambar 2.20. Gambaran serviks nulipara dan multipara (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 51
Gambar 2.21. Stereografi pembuluh darah uterus dari miometrium menembus sampai
endometrium (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
Letak uterus
1. Ante dan retrofleksi uteri:
Sumbu serviks dan sumbu korpus uteri membentuk sudut. Jika
sudut ini membuka ke depan, disebut antefleksi, jika membuka ke
belakang, disebut retrofleksi.
2. Ante dan retroversi uteri:
Sumbu vagina dan sumbu uterus membentuk sudut. Jika sudut ini
membuka ke depan, disebut anteversi, jika membuka ke belakang
disebut retroversio.
3 Posisi:
Uterus biasanya tidak terletak tepat pada sumbu panggul, bisa lebih
ke kiri, lebih ke kanan, lebih ke depan, lebih ke belakang, disebut
sinistro, dekstro, antero, dorso posisi.
4. Torsi:
Letak uterus biasanya agak terputar.
52 Obstetri Fisiologi
Gambar 2.22. Suplai pembuluh darah ke ovarium, tuba dan uterus, tampak dari
samping (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
C. Tuba Fallopii
Organ ini terdapat pada tepi atas ligamentum latum, berjalan ke arah
lateral, mulai dari kornu uteri kanan kiri.
Panjangnya + 12 cm, diameter 3-8 mm.
Pada tuba ini dibedakan 4 bagian:
Pars interstisialis (intramuralis): bagian tuba yang berjalan dalam
dinding uterus, mulai pada ostium tuba internum.
54 Obstetri Fisiologi
Gambar 2.23. Suplai pembuluh darah; arteriogram Iliaka (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 55
D. Ovarium
Ovarium ada 2, kiri dan kanan uterus, dihubungkan dengan uterus
oleh ligamentum ovarii proprium dan dihubungkan dengan dinding
panggul dengan perantara ligamentum infundibulo pelvikum, di sini
terdapat pembuluh darah ovarium yaitu arteri dan vena ovarika.
E. Parametrium
Jaringan ikat yang tedapat antara kedua lembar ligamentum latum
disebut parametrium. Bagian atas ligamentum latum yang mengandung
tuba disebut mesosalping dan bagian kaudalnya yang berhubungan
dengan uterus disebut mesometrium.
Pada sisi depan ligamentum latum berjalan ligamentum teres uteri,
pada permukaan belakang ligamentum ovarii proprium. Mesovarium
merupakan lipat peritoneum untuk ovarium dan terdapat antara
56 Obstetri Fisiologi
Gambar 2.24. Diagram pembuluh dan kelenjar getah bening alat kelamin wanita
(dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 57
testis terjadi pada awal minggu ke-6; ovarium tumbuh pada waktu lebih
belakangan. Bila gonad itu berkembang, barulah dapat dikenali apakah
itu ovarium atau testis. Dengan demikian, jenis kelamin baru dapat
diketahui hingga minggu ke-12 perkembangan embrio dan bergantung
pada elaborasi faktor pembentuk testis dan androgen.
2.4.2 Ovarium
Pada embrio wanita dengan komplemen kromosom seks XX dan tanpa
kromosom Y, korda seks primitif terputus-putus menjadi kelompok-
kelompok sel yang tidak teratur bentuknya. Kelompok ini mengandung
beberapa kelompok sel germinal primitif yang mengisi bagian medula
ovarium. Di kemudian hari, kelompok-kelompok ini akan menghilang
dan digantikan oleh stroma vaskular yang membentuk medulla ovarium
(Gambar 2.25). Sel germinal primordial bermigrasi dari yolk sac melalui
mesenteri ke bagian dinding posterior mesenkim di sekitar level torakal
ke-10 yang merupakan tempat inisiasi pembentukan ovarium.
pria dewasa hanya tinggal sisa-sisa sistem itu saja. Dikemukakan bahwa
penekanan sistem duktus Mulleri itu tidak mempunyai hubungan
androgen oleh testis. Androgen berperan penting dalam pertumbuhan
duktus Wolfii dan genitalia eksternal pada pria. Sel sertoli pada laki-
laki mengeluarkan glikoprotein yang disebut anti-mullerian hormone
(AMH) yang menyebabkan regresi dari sistem duktus paramesonefrik
dan sebagai sinyal diferensiasi sel Leydig dari mesenkim di sekitarnya.
Pada awalnya kedua embrio pria dan wanita memiliki dua pasang
duktus genital yaitu duktus mesonefros (wolffian) dan duktus
paramesonefros (mullerian). Duktus paramesonefros muncul sebagai
suatu invaginasi memanjang epitel selom pada permukaan anterolateral
rigi urogenital. Di sebelah kranial, saluran ini bermuara ke dalam
rongga selom dengan struktur menyerupai corong. Di sebelah kaudal,
saluran berjalan di sebelah lateral saluran mesonefros, tetapi kemudian
menyilang di sebelah ventralnya untuk tumuh ke kaudomedial. Di
garis tengah, saluran paramesonefros ini berhubungan erat dengan
saluran paramesonefros dari sisi kontralateral. Kedua saluran tersebut
pada awalnya dipisahkan oleh sebuah sekat, tetapi kemudian bersatu
membentuk kanalis uterus. Ujung kaudal saluran yang telah bersatu
tersebut menonjol ke dalam dinding posterior sinus urogenital, sehingga
menyebabkan penonjolan kecil, yaitu tuberkulum paramesonefrikum
atau tuberkulum Mulleri. Duktus mesonefros bermuara ke dalam
sinus urogenital pada kedua sisi tuberkulum Mulleri. Ini terjadi pada
minggu ke delapan. Dengan turunnya ovarium, terbentuk tuba uterina
dan bagian kaudal akan fusi membentuk kanalis uterina. Fusi antara
kedua duktus Mulleri terjadi di bagian kaudal dan berlangsung terus
ke kranial; dari bagian yang berfungsi ini dibentuk uterus dan sebagian
dari vagina. Pada permulaan di dalam saluran yang berfungsi terdapat
septum yang vertikal. Pada akhir bulan ke tiga septum ini akan hilang.
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 63
Gambar 2.26. Perkembangan embrionik traktus genital wanita dan laki- laki (dikutip dari
Langman’s Medical Embryology edisi 12)
64 Obstetri Fisiologi
Gambar 2.27. A dan B. Duktus paramesonefrik mendekatkan diri kearah garis tengah
dan berfusi; C. hasil dari fusi, lipatan transverse, broad ligament dari
uterus yang terbentuk pada pelvis. Gonad berada pada bagian
posteriod dari lipatan transversal (dikutip dari Langman’s Medical Embryology edisi 12)
Fused
Primitive paramesonephric
urogenital ducts Genital canal
sinus
Sinusal tubercle Gartner's cyst
Sinuvaginal
A bulb
B C
Hymen
Gambar 2.28. Pembentukan uterus dan vagina (dikutip dari Langman’s Medical Embryology edisi 12)
BAB 2 Anatomi Alat Reproduksi 65
2.4.4 Vagina
Segera setelah ujung padat duktus paramesonefros mencapai sinus
urogenital, tumbuh dua tonjolan keluar dari bagian pelvis sinus ini
(Gambar 2.29). Evaginasi ini, yaitu bulbus sinovaginalis, berproliferasi
dan membentuk sebuah lempeng vagina padat. Proliferasi ini terus
berlangsung di ujung kranial lempeng, sehingga memperbesar jarak
antara Rahim dan sinus urogenital.
66 Obstetri Fisiologi
Lumen of uterus
Uterine
tube
Cervix
Uterine
septum Formix
Caudal tip of
paramesonephric
ducts Vagina
Tissue of
sinuvaginal bulbs
(vaginal plate) Hymen
Urogenital sinus
A B C
Gambar 2.29. Pembentukan uterus dan vagina pada A: minggu ke 9, B: akhir bulan
ke-3; C: saat lahir (dikutip dari Langman’s Medical Embryology edisi 12)
Genitalia Eksterna
A. Tahap indiferensiasi
Pada minggu ketiga perkembangan embrio, sel-sel mesenkim yang
berasal dari primitif streak bermigrasi di sekeliling membrana kloakalis
untuk membentuk sepasang lipatan kloaka yang agak menonjol. Pada
bagian kranial dari membrana kloakalis, lipatan ini bersatu membentuk
tuberculum genital. Pada minggu ke-6, membrana kloakalis dibagi lagi
menjadi membrana urogenitalis dan membrana analis. Secara kaudal,
lipatan ini dibagi menjadi lipatan uretral di bagian anterior dan lipatan
anal pada bagian posterior.
Berikutnya, sepasang tonjolan lain, genital swellings mulai tampak
di kedua sisi lipatan uretra. Tonjolan ini nantinya akan membentuk
skrotum pada laki-laki dan labia mayora pada wanita. Namun pada
akhir minggu keenam, kedua jenis kelamin menjadi sulit dibedakan.
Gambar 2.30. Perkembangan genitalia eksterna pada bulan ke-5 dan saat lahir
(dikutip dari Langman’s Medical Embryology edisi 12)
PUSTAKA ACUAN
TUJUAN PEMBELAJARAN :
71
72 Obstetri Fisiologi
3.1.1 Pendahuluan
Kesehatan reproduksi perempuan dimulai dari siklus menstruasi
yang sehat dan mampu memberikan dinamika yang dapat diprediksi
dan tidak menghambat aktivitas fisik, mental dan sosial dari seorang
perempuan. Pemahaman mengenai siklus menstruasi juga mengalami
beberapa perubahan dengan banyaknya fakta-fakta ilmiah yang didapat
dari berbagai penelitian dan perkembangan ilmu dan teknologi.
Hubungan antara sentral hipotalamus, hipofisis dan organ gonad serta
perubahan hormon-hormon, yang berhubungan dengan peristiwa-
peristiwa morfologis dan autokrin-parakrin dalam ovarium, membuat
koordinasi sistem ini menjadi salah satu peristiwa biologis yang luar
biasa.
Memahami mekanisme fisiologis menstruasi yang terlibat dalam
siklus menstruasi merupakan pintu pembuka pemahaman terhadap
mekanisme patologi berbagai kelainan reproduksi perempuan.
Pembagian siklus menstruasi ke dalam daur ovarium dan dan daur
uterus merupakan kerja harmonis antar organ gonad. Daur ovarium
yang terbagi dalam 3 fase sangat membantu untuk memahami siklus
BAB 3 Fisiologi Alat Reproduksi 73
Akhirnya, menopause terjadi karena tidak ada suplai folikel yang dapat
distimulasi.
Gambar 3.1. Variasi panjang siklus mentruasi (dikutip dari Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
folikel yang sangat awal dimulai secara kontinu dan independen dari
pengaruh gonadotropin. Hampir semua folikel tersebut ditakdirkan
untuk mengalami apoptosis; kecuali folikel yang terpapar oleh
peningkatan stimulasi FSH karena posisi folikel yang siap merespon
FSH dan peningkatan FSH selama transisi luteal-folikular memiliki
kesempatan baik untuk berkompetisi dalam pemilihan folikel dominan.
Gambar 3.2. Siklus folikel lengkap selama 85 hari (dikutip dari Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
multilayer saat lapisan teka terus tersusun dari sekitar stroma. Pertumbuhan
ini bergantung pada gonadotropin dan berhubungan dengan peningkatan
produksi estrogen. Melalui kajian molekular diindikasikan bahwa sel-sel
granulosa pada folikel matur berasal dari tiga prekusor sel.
Sel-sel granulosa folikel preantral mampu mensintesis tiga kelas
steroid; akan tetapi secara signifikan lebih banyak memproduksi
estrogen daripada androgen maupun progestin. Sistem enzim aromatase
berperan mengubah androgen menjadi estrogen dan merupakan faktor
yang membatasi produksi estrogen ovarium. Aromatisasi diinduksi atau
diaktivasi melalui aksi FSH. Pengikatan FSH pada reseptornya dan
aktivasi sinyal yang dimediasi adenylate cyclase diikuti dengan ekspresi
berbagai mRNA yang mengkode protein-protein yang bertanggung
jawab untuk proliferasi, diferensiasi, dan fungsi sel. Dengan demikian,
FSH berperan menginisiasi steroidogenesis (produksi estrogen) pada
sel-sel granulosa dan menstimulasi pertumbuhan sel granulosa.
Reseptor yang spesifik untuk FSH tidak teredeteksi pada sel-sel
granulosa sampai tahap preantral, dan folikel praantral memerlukan
keberadaan FSH untuk aromatisasi androgen dan untuk menghasilkan
lingkungan mikro yang estrogenik secara mandiri. Oleh karena itu,
produksi estrogen dibatasi oleh kandungan reseptor FSH. Pemberian FSH
akan meningkatkan dan menurunkan reseptor FSH pada sel-sel granulosa
(peningkatan dan penurunan regulasi) baik secara in vivo maupun in vitro.
Aksi ini dimodulasi oleh faktor-faktor tumbuh. Reseptor FSH dengan cepat
mencapai konsentrasi reseptor sekitar 1.500 reseptor per sel granulosa.
Terdapat suatu sistem komunikasi di dalam folikel. Tidak setiap
sel harus memiliki reseptor gonadotropin. Sel-sel yang memiliki
reseptor dapat mentransfer suatu sinyal (melalui gap junction), yang
menyebabkan aktivasi protein kinase pada sel-sel yang kekurangan
reseptor. Takdir dari folikel preantral berada dalam keseimbangan.
80 Obstetri Fisiologi
200µm
20µm
500µm
Gambar 3.3. Berbagai jenis dan ukuran folikel (dikutip dari Clinical Gynecologic Endocrinology
and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
BAB 3 Fisiologi Alat Reproduksi 81
3.2.5 Antral
Di bawah pengaruh sinergis estrogen dan FSH terjadi suatu peningkatan
produksi cairan folikular yang terakumulasi dalam ruangan interselular
granulosa, dan secepat mungkin bersatu membentuk suatu rongga,
pada saat inilah folikel berada dalam transisi menuju tahap antral.
Akumulasi cairan folikular menjadi lingkungan endokrin yang spesifik
yang bermanfaat untuk memelihara oosit dan sel-sel granulosa di
sekeliling oosit. Sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit pada saat
inilah disebut sebagai cumulus ophorus. Diferensiasi sel-sel cumulus
diyakini terjadi sebagai respon terhadap sinyal yang berasal dari oosit.
Cairan folikular, yang kaya akan hormon, faktor-faktor tumbuh, dan
sitokin menyediakan lingkungan yang diperlukan untuk pematangan
dan perkembangan oosit dan juga sel-sel di sekitar oosit.
Saat ada FSH, estrogen menjadi senyawa yang dominan dalam
cairan folikular. Sebaliknya, saat tidak ada FSH, maka androgen
menjadi yang dominan dalam cairan folikular. Secara normal, LH
tidak terdapat dalam cairan folikular sampai pertengahan siklus.
Jika LH dalam plasma dan cairan antral meningkat secara prematur,
maka aktivitas mitosis pada granulosa menurun, mengakibatkan
perubahan degeneratif, dan meningkatnya kadar androgen
intrafolikular. Oleh karena itu, dominasi estrogen dan FSH penting
untuk kelanjutan akumulasi sel-sel granulosa dan pertumbuhan
folikular. Lingkungan yang androgenik menghambat proliferasi
granulosa dengan induksi estrogen dan jika dipertahankan maka
dapat mengakibatkan perubahan oosit yang degeneratif. Sintesis
hormon-hormon steroid di dalam folikel secara fungsional berada
pada kompartemen yang berbeda atau yang lebih terkenal sebagai
sistem dua sel.
82 Obstetri Fisiologi
Gambar 3.4. Teori “two cell two gonadotrophin” (dikutip dari Clinical Gynecologic Endocrinology
and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
Gambar 3.5. Kerja AMH dan FSH (dikutip dari Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility edisi
8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
FSH Progresterone
& LH Estradiol 17-OHP
IU/L pg/mL ng/mL
Gambar 3.6. Interaksi hormonal siklus menstruasi (dikutip dari Clinical Gynecologic Endocrinology
and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
Inhibin
FSH Estradiol
IU/L pg/mL
Gambar 3.7. Sekresi Interaksi Inhibin (dikutip dari Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility
edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
Gambar 3.8. Kerja Insulin Growth Factor pada Ovarium (dikutip dari Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
BAB 3 Fisiologi Alat Reproduksi 93
lainnya, melalui kadar estrogen dan FSH yang lebih rendah, kemudian
selanjutnya meningkatkan superioritas androgen. Melalui reseptornya
sendiri LH meningkatkan luteinisasi granulosa dalam folikel dominan,
menyebabkan produksi progesteron.
Reseptor LH, bila sudah terekspresi, menghambat pertumbuhan sel
lebih jauh dan terpusat pada energi sel untuk steroidogenesis (terjadi
peningkatan aksi oleh IGF). Peningkatan progesteron dapat terdeteksi
dalam aliran vena ovarium yang mengandung folikel preovulasi
berumur kira-kira sama dengan hari ke-10 siklus. Peningkatan kecil
namun signifikan dalam produksi progesteron pada masa preovulasi ini
memiliki kepentingan fisiologis yang besar sekali. Sebelum kemunculan
progesteron folikuler ini, kadar sirkulasi progesteron berasal dari
kelenjar adrenal.
Reseptor-reseptor progesteron mulai muncul dalam sel-sel granulosa
pada folikel dominan saat masa periovulasi. Progesteron mempengaruhi
respon feedback positif terhadap estrogen baik dalam waktu maupun
ketergantungan dosis. Ketika muncul setelah priming estrogen yang
memadai, progesteron memfasilitasi respon feedback positif, dalam
aksi langsung terhadap hipofisis, dan adanya kadar estradiol di bawah
ambang batas batas dapat menginduksi sifat lonjakan LH. Progesteron
berkadar rendah yang berasal dari pematangan folikel berperan
dalam sinkronisasi tepat dari lonjakan pertengahan siklus Androgen
intraovarian mempercepat kematian sel granulosa dan atresia folikuler.
Mekanisme spesifik untuk aksi ini masih belum jelas, walaupun menarik
untuk menduga adanya campur tangan estrogen dan faktor autokrin-
parakrin dalam meningkatkan aktivitas FSH. Karena itu, androgen-
androgen dapat berperan sebagai pengatur dalam memastikan bahwa
hanya folikel dominan yang mencapai titik ovulasi.
96 Obstetri Fisiologi
3.2.11 Ovulasi
Folikel preovulasi, melalui elaborasi estradiol, memberi stimulus ovulasi
tersendiri. Variasi dalam perhitungan waktu hadir dari siklus ke siklus,
walaupun terjadi pada perempuan yang sama. Estimasi yang wajar dan
akurat menempatkan ovulasi sekitar 10-12 jam setelah puncak LH
dan 24-36 jam setelah tercapainya kadar estradiol puncak. Terjadinya
lonjakan LH tampaknya merupakan indikator yang paling dapat
diandalkan untuk memperkirakan ovulasi yang akan datang, terjadi
34-36 jam sebelum pecahnya folikel. Ambang batas konsentrasi LH
harus dijaga selama 14-27 jam dalam rangka pematangan oosit.
Biasanya lonjakan LH berlangsung selama 48-50 jam.
Sebagian besar studi menyimpulkan bahwa ovulasi lebih sering
terjadi (sekitar 55% dalam satu waktu) pada ovarium kanan dibanding
ovarium kiri, dan oosit yang berasal dari ovarium kanan memiliki
potensi yang lebih besar untuk terjadinya kehamilan. Ovulasi terjadi
bergantian antara dua ovarium predominan pada perempuan yang
lebih muda
Lonjakan gonadotropin merangsang sejumlah besar peristiwa
yang akhirnya mengarah pada ovulasi, pelepasan fisik oosit dan badan
kumulus sel-sel granulosanya. Lonjakan LH menginisiasi permulaan
meiosis dalam oosit (meiosis tidak akan lengkap sampai sperma masuk
dan badan polar kedua dilepaskan), luteinisasi sel-sel granulosa dan
produksi progesteron, ekspansi kumulus, dan sintesis prostaglandin
serta eikosanoid lain yang penting untuk pecahnya folikel. Pematangan
dan luteinisasi oosit prematur dicegah oleh faktor-faktor lokal.
Kumulus oophorus berbeda dari sel-sel granulosa lainnya, kurang
memiliki reseptor-reseptor LH dan kurang menghasilkan progesteron;
Ekspresi reseptor LH yang diinduksi FSH ditekan oleh oosit pada sel-
BAB 3 Fisiologi Alat Reproduksi 97
Fase Proliferatif
Fase proliferatif berhubungan dengan pertumbuhan folikel ovarium
dan peningkatan sekresi estrogen. Sebagai hasil dari aksi steroidal
ini maka pembangunan kembali/rekonstruksi dan pertumbuhan
endometrium dapat dicapai. Pertama, kelenjar berbentuk tubular dan
sempit, dilapisi oleh sel-sel epitelial kolumnar. Mitosis menjadi semakin
jelas dan dapat diamati adanya pseudostratifikasi. Sebagai hasilnya,
epithelium glandular meluas secara periferal dan menghubungkan
segmen suatu kelenjar dengan tetangga terdekatnya. Terjadi pelapisan
rongga endometrial oleh epitel secara kontinu. Komponen stromal
berkembang dari kondisi menstruasi selular yang padat melalui suatu
periode edema yang singkat menjadi kondisi akhir yang menyerupai
kondisi yang memiliki syncytial longgar. Menuju stroma, pembuluh-
pembuluh spiral meluas (tidak bercabang dan tidak berbentuk lilitan
pada fase proliferatif awal) sampai titik di bawah membran yang
berikatan dengan epitelial. Di daerah inilah, pembuluh-pembuluh
spiral membentuk jaringan kapiler yang longgar. Semua komponen
jaringan (kelenjar, sel stromal, dan sel endothelial) menunjukkan
terjadinya proliferasi, yang memuncak pada hari ke-8−10 siklus yang
menunjukkan peningkatan kadar estradiol dalam sirkulasi konsentrasi
maksimum reseptor estrogen pada endometrium. Proliferasi ini
ditandai dengan peningkatan aktivitas mitosis dan peningkatan sintesis
DNA inti dan RNA sitoplasma, yang paling besar terjadi pada lapisan
fungsionalis pada dua pertiga uterus bagian atas, lokasi yang biasa
digunakan sebagai implantasi blastokista.
Selama proliferasi, endometrium tumbuh dari sekitar tinggi 0.5
mm mencapai 3.5 – 5.0 mm lapisan tunggal. Perbaikan komponen
jaringan terjadi karena pertumbuhan yang diinduksi estrogen juga
106 Obstetri Fisiologi
kontribusi dari gabungan ion, air, dan asam amino. Substansi dasar
stromal telah kembali diperluas dari kerusakan akibat menstruasi.
Meskipun pertumbuhan jaringan sejati telah terjadi, elemen utama
untuk mencapai ketinggian endometrium adalah “reinflasi” stroma.
Karakteristik penting fase pertumbuhan endometrium yang didominasi
estrogen adalah terjadinya peningkatan sel-sel bersilia dan sel-sel
mikrovillous. Siliogenesis mulai terjadi pada hari ke- 7−8 siklus.
Fase Sekretori
Setelah ovulasi, endometrium menunjukkan reaksi gabungan terhadap
aktivitas estrogen dan progesteron. Yang paling mengesankan adalah
total tinggi endometrium tetap pada fase praovulatori (5-6 mm)
meskipun estrogen terus tersedia. Proliferasi epitelial berhenti 3 hari
setelah ovulasi. Pengendalian atau inhibisi ini diyakini diinduksi oleh
progesteron.
Masing-masing komponen jaringan terus menunjukkan terjadinya
pertumbuhan, tetapi pembatasan pada struktur yang telah tetap
mengakibatkan perkembangan liku-liku kelenjar dan pelilitan
pembuluh spiral yang intensif. Peristiwa-peristiwa sekretori di dalam sel-
sel glandular, dengan adanya perkembangan vakuola dari penampakan
intraselular menjadi intraluminal, telah diketahui dengan baik dan
berlangsung pada interval 7 hari pascaovulasi. Akhir dari peristiwa-
peristiwa ini adalah kelenjar-kelenjar tampak kelelahan, liku-liku lumina
mengalami penggembungan yang berbeda-beda, dan permukaan
masing-masing sel terfragmentasi sehingga menyerupai penampakan
gigi gergaji. Stroma mengalami peningkatan pembengkakan,
pembuluh-pembuluh spiral semakin jelas dan membentuk gulungan/
pilinan yang rapat.
BAB 3 Fisiologi Alat Reproduksi 107
Gambar 3.9. Endometrium fase sekretori awal (dikutip dari Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
Fase Implantasi
Perubahan yang signifikan pada endometrium terjadi dari hari
ke-7 sampai hari ke-13 pascaovulasi (hari 21-27 siklus). Ketika
dimulainya fase ini, kelenjar sekretori yang berliku-liku dan mengalami
penggelembungan terlihat sangat jelas dengan adanya sedikit stroma.
Sampai hari ke-13 pascaovulasi, endometrium telah berdiferensiasi
menjadi tiga zona yang berbeda. Seperempat dari jaringan merupakan
lapisan basalis yang tidak mengalami perubahan dan memperoleh
nutrisi dari pembuluh darah yang lurus dan dikelilingi oleh stroma
berbentuk gelendong/spindle yang indiferen. Bagian pertengahan
endometrium (kurang lebih 50% dari total endometrium) merupakan
stratum spongosium yang menyerupai renda, tersusun atas stroma
edematous longgar yang memiliki gulungan/lilitan pembuluh darah
spiral yang sangat banyak dan pita-pita glandular yang mengalami
dilatasi. Di atas stratum spongosium terdapat lapisan superficial
108 Obstetri Fisiologi
Gambar 3.10. Peluruhan endometrium saat menstruasi (dikutip dari Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
Gambar 3.11. Degradasi matriks metaloproteinase pada menstruasi (dikutip dari Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility edisi 8, Marc A. Fritz, Leon Speroff)
112 Obstetri Fisiologi
Ovum harus dibuahi dalam jangka waktu 12-24 jam setelah ovulasi.
Empat hari berikutnya, ovum tetap belum menempel di dalam lumen
tuba serta memanfaatkan cairan tuba dan sel-sel kumulus residu agar
nutrisi dan energi terjaga untuk awal pembelahan sel. Pada fase morula,
embrio meninggalkan tuba dan masuk ke rongga uterus. Disini
embrio melalui 2-3 hari lagi tanpa menempel namun keberadaannya
aktif. Untungnya, pada saat ini sekresi kelenjar endometrium telah
memenuhi rongga dan “memandikan” embrio dalam nutrien. Ini
merupakan yang pertama dari banyak kejadian tersinkronisasi dengan
rapi yang menandai hubungan konseptus-endometrium. Enam hari
setelah ovulasi, embrio (sekarang sebuah blastosit) telah siap untuk
penempelan dan penanaman. Blastosit kemudian mencari lapisan
endometrium dengan kedalaman sesuai, banyak pembuluh dan kaya
akan nutrisi untuk mendukung kejadian penting awal plasentasi dan
seterusnya. Tepat di bawah lapisan epitel, pleksus kaya kapiler telah
terbentuk dan siap untuk pembentukan sambungan sel-sel darah
tropoblas-maternal. Selanjutnya, zona compactum di sekelilingnya
sedikit demi sedikit menempati endometrium, menjadi penopang
yang kuat untuk menahan arsitektur endometrium walaupun terjadi
serangan invasif dari trofoblas yang berkembang.
Kegagalan munculnya gonadotropin korionik manusia, walaupun
reaksi-reaksi jaringannya sudah sesuai, mengarah pada perubahan
vasomotorik yang berhubungan dengan penarikan estrogen-progesteron
dan deskuamasi menstruasi. Bagaimanapun, tidak semua jaringan hilang,
dan, pada kejadian lain, selalu ada residu basalis, menjadikan penerusan
pertumbuhan dengan estrogen merupakan proses yang relatif cepat. Tentu
saja, bahkan jika menstruasi masih berlangsung, regenerasi awal tetap
dapat terlihat. Saat pematangan folikel terjadi dalam 10 hari pertama,
endometrium telah siap kembali untuk menjalankan fungsi reproduktifnya.
116 Obstetri Fisiologi
PUSTAKA ACUAN
1. Belsey EM, Pinol AP. Menstrual bleeding patterns in untreated women.
Task Force on Long-Acting Systemic Agents for Fertility Regulation.
Contraception. 1997 Feb;55(2):57–65.
2. Klein NA, Battaglia DE, Fujimoto VY, Davis GS, Bremner WJ, Soules
MR. Reproductive aging: accelerated ovarian follicular development
associated with a monotropic follicle-stimulating hormone rise in normal
older women. J Clin Endocrinol Metab. 1996 Mar;81(3):1038–45.
3. Gougeon A, Ecochard R, Thalabard JC. Age-related changes of the
population of human ovarian follicles: increase in the disappearance rate
of non-growing and early-growing follicles in aging women. Biol Reprod.
1994 Mar;50(3):653–63.
4. Erickson GF, Shimasaki S. The role of the oocyte in folliculogenesis.
Trends Endocrinol Metab. 2000 Jul;11(5):193–8.
5. Hsueh AJ, Eisenhauer K, Chun SY, Hsu SY, Billig H. Gonadal cell
apoptosis. Recent Prog Horm Res. 1996;51:433-55; discussion 55–6.
6. Trombly DJ, Woodruff TK, Mayo KE. Roles for transforming growth
factor beta superfamily proteins in early folliculogenesis. Semin Reprod
Med. 2009 Jan;27(1):14–23.
7. Oktay K, Briggs D, Gosden RG. Ontogeny of follicle-stimulating
hormone receptor gene expression in isolated human ovarian follicles. J
Clin Endocrinol Metab. 1997 Nov;82(11):3748–51.
8. Eppig JJ, Chesnel F, Hirao Y, O’Brien MJ, Pendola FL, Watanabe S,
dkk. Oocyte control of granulosa cell development: how and why. Hum
Reprod. 1997 Nov;12(11 Suppl):127–32.
9. Sasano H, Okamoto M, Mason JI, Simpson ER, Mendelson CR, Sasano
N, dkk. Immunolocalization of aromatase, 17 alpha-hydroxylase and
side-chain-cleavage cytochromes P-450 in the human ovary. J Reprod
Fertil. 1989 Jan;85(1):163–9.
BAB 3 Fisiologi Alat Reproduksi 117
29. Stewart DR, Overstreet JW, Nakajima ST, Lasley BL. Enhanced ovarian
steroid secretion before implantation in early human pregnancy. J Clin
Endocrinol Metab. 1993 Jun;76(6):1470–6.
30. Chan RW, Schwab KE, Gargett CE. Clonogenicity of human endometrial
epithelial and stromal cells. Biol Reprod. 2004 Jun;70(6):1738–50.
31. Jabbour HN, Kelly RW, Fraser HM, Critchley HO. Endocrine regulation
of menstruation. Endocr Rev. 2006 Feb;27(1):17–46.
32. Tabibzadeh S. Proliferative activity of lymphoid cells in human
endometrium throughout the menstrual cycle. J Clin Endocrinol Metab.
1990 Feb;70(2):437–43.
33. Tabibzadeh S. The signals and molecular pathways involved in human
menstruation, a unique process of tissue destruction and remodelling.
Mol Hum Reprod. 1996 Feb;2(2):77–92.
34. Bruner KL, Rodgers WH, Gold LI, Korc M, Hargrove JT, Matrisian
LM, dkk. Transforming growth factor beta mediates the progesterone
suppression of an epithelial metalloproteinase by adjacent stroma
in the human endometrium. Proc Natl Acad Sci U S A. 1995 Aug
1;92(16):7362–6.
35. Critchley HO, Kelly RW, Baird DT, Brenner RM. Regulation of human
endometrial function: mechanisms relevant to uterine bleeding. Reprod
Biol Endocrinol. 2006;4 Suppl 1:S5.
36. Zhang J, Salamonsen LA. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP)-
1, -2 and -3 in human endometrium during the menstrual cycle. Mol
Hum Reprod. 1997 Sep;3(9):735–41.
37. Lockwood CJ, Krikun G, Rahman M, Caze R, Buchwalder L, Schatz F.
The role of decidualization in regulating endometrial hemostasis during
the menstrual cycle, gestation, and in pathological states. Semin Thromb
Hemost. 2007 Feb;33(1):111–7.
120 Obstetri Fisiologi
38. Kelly RW, King AE, Critchley HO. Inflammatory mediators and
endometrial function--focus on the perivascular cell. J Reprod Immunol.
2002 Oct-Nov;57(1-2):81–93.
39. Christiaens GC. Hemostasis in menstrual endometrium. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol. 1996 Dec;70(1):19–20.
40. Rock J, Garcia CR, Menkin MF. A theory of menstruation. Ann N Y
Acad Sci. 1959 Jan 9;75:831–9.
41. Punyadeera C, Thijssen VL, Tchaikovski S, Kamps R, Delvoux B,
Dunselman GA, dkk. Expression and regulation of vascular endothelial
growth factor ligands and receptors during menstruation and post-
menstrual repair of human endometrium. Mol Hum Reprod. 2006
Jun;12(6):367–75.
BAB 4
PERSIAPAN PRAKEHAMILAN
TUJUAN PEMBELAJARAN :
121
122 Obstetri Fisiologi
4.1 PENDAHULUAN
Persiapan prakehamilan atau disebut juga perawatan prakonsepsi
adalah istilah luas yang mengacu pada proses identifikasi berbagai
risiko, seperti risiko sosial, perilaku, lingkungan, dan biomedis terhadap
kesuburan dan hasil kehamilan seorang perempuan, yang bertujuan
untuk mengurangi risiko tersebut (bila mungkin) melalui pendidikan,
konseling, dan intervensi yang tepat, sebelum kehamilan.
Cukup banyak kendala untuk melakukan konseling atau
perawatan prakonsepsi antara lain waktu yang diperlukan cukup lama
sehingga sering dianggap tidak prioritas, tidak dijamin oleh asuransi,
tidak cukup alat peraga untuk menerangkan pada pasien, pemeriksaan
penunjang yang dianggap mahal atau kurangnya pengetahuan pasien
bahwa perawatan prakonsepsi ini penting.
Perawatan prakonsepsi harus menjadi bagian penting dari perawatan
primer dan kedokteran pencegahan pada semua perempuan usia subur
yang memeriksaan kesehatan dirinya. Masalah ini penting, karena
meskipun ibu hamil menginginkan hal terbaik untuk keturunannya di
masa yang akan datang, kenyataannya lebih dari 50% kehamilan tidak
direncanakan dengan baik.
BAB 4 Persiapan Sebelum Memasuki Kehamilan 123
4.3. INTERVENSI
Berbagai intervensi terbukti dapat menurunkan kejadian kelainan
kongenital, gangguan pertumbuhan janin dan beberapa komplikasi
kehamilan seperti persalinan preterm, solusio plasenta atau pencegahan
eklamsi. Intervensi yang telah dilakukan antara lain:
Suplementasi asam folat 400-800 microgram dimulai sebelum
hamil terbukti dapat menurunkan kejadian neural tube defect
(NTD).
Penilaian medis mengenai obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
dapat sangat berguna untuk menghindarkan kelainan kongenital,
128 Obstetri Fisiologi
PUSTAKA ACUAN
1. Sackey JA, Haug WL, Barss VA. The preconception office visit, UpToDate,
Mar 19,2015:1–26
2. Moos MK, Dunlop AL, Jack BW, Nelson L, Coonrod DV, Long R, dkk.
Healthier women, healthier reproductive outcomes: recommendations for
the routine care of all women of reproductive age. Am J Obstet Gynecol.
2008;199(6):S280–9.
3. Mazza D, Chapman A, Michie S. Barriers to the implementation of
preconception care guidelines as perceived by general practitioners: a
qualitative study. BMC Health Serv Res 2013;13:36.
4. Bernstein PS, Sanghvi T, Merkatz IR. Improving preconception care. J
Reprod Med. 2000;45(7):546–52.
5. Leuzzi RA, Scoles KS. Preconception counseling for the primary care
physician. Med Clin North Am. 1996;80(2):337–74.
6. Korenbrot CC, Steinberg A, Bender C, Newberry S. Preconception care:
a systematic review. Matern Child Health J. 2002;6(2):75–88.
7. Chandranipapongse W, Koren G. Preconception counseling for
preventable risks. Can Fam Physician. 2013;59(7):737–9.
8. De-Regil LM, Fernández-Gaxiola AC, Dowswell T, Peña-Rosas JP. Effects
and safety of periconceptional folate supplementation for preventing
birth defects. Cochrane Database Syst Rev. 2010;10:1–135.
9. De Wals P, Tairou F, Van Allen MI, Uh SH, Lowry RB, Sibbald B, dkk.
Reduction in neural-tube defects after folic acid fortification in Canada.
N Engl J Med. 007;357(2):135–42.
10. Dunlop AL, Jack BW, Bottalico JN, Lu MC, James A, Shellhaas CS, dkk.
The clinical content of preconception care: women with chronic medical
conditions. Am J Obstet Gynecol. 2008;199(6):S310–27.
134 Obstetri Fisiologi
11. Frieder A, Dunlop AL, Culpepper L, Bernstein PS. The clinical content
of preconception care: women with psychiatric conditions. Am J Obstet
Gynecol. 2008;199(6):S328–32.
12. Yonkers KA, Wisner KL, Stewart DE, Oberlander TF, Dell DL, Stotland
N, dkk. The management of depression during pregnancy: a report
from the American Psychiatric Association and the American College of
Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol. 2009;114(3):703–13.
13. Oakley GP Jr, Erickson JD. Vitamin A and birth defects. Continuing
caution is needed. N Engl J Med. 1995;333(21):1414–5.
14. Rothman KJ, Moore LL, Singer MR, Nguyen US, Mannino S,
Milunsky A. Teratogenicity of high vitamin A intake. N Engl J Med.
1995;333(21):1369–73.
15. Frayne DJ, Verbiest S, Chelmow D, Clarke H, Dunlop A, Hosmer J,
dkk. Health care system measures to advance preconception wellness:
Consensus recommendations of the clinical workgroup of the national
preconception halth and helath care initiative. Obstet Gynecol.
2016;127(5):863–72.
BAB 5
KEHAMILAN
Firman F. Wirakusumah
Mulya Nusa Amarullah Ritonga
Tono Djuwantono
Budi Handono
Anita Deborah Anwar
TUJUAN PEMBELAJARAN :
135
136 Obstetri Fisiologi
5.1 KONSEPSI
Proses gametogenesis, transport gamet, implantasi dan mulainya
perkembangan embrio dini merupakan rangkaian proses yang dinamis.
Perkembangan seorang manusia dimulai dengan pembuahan, suatu
proses dimana spermatozoa dari pria dan oosit dari wanita bergabung
membentuk suatu organisme baru yaitu zigot. Dalam persiapan untuk
pembuahan, baik sel benih pria maupun wanita tersebut mengalami
sejumlah perubahan yang melibatkan kromosom maupun sitoplasma.
Gambar 5.1 Struktur Anatomi Genitalia Pria (Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic
Endrocinology Edisi ke-9)
Gambar 5.2. Anatomi Sel Sperma(Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic Endrocinology Edisi ke-9)
singgahnya sel telur dalam tuba fallopi. Pada beberapa hewan, cumulus
dan oosit berada dalam ampulla tuba fallopi dalam jangka waktu 2-3 menit
ovulasi sedangkan pada manusia memerlukan waktu yang lebih lama.
Ujung tuba yang berfimbria melakukan gerakan menyapu/
mengusap-usap ovarium sebagai usaha untuk menangkap telur.
Masuknya telur ke dalam tuba difasilitasi oleh pergerakan muskular
yang menyebabkan fimbria dapat menyentuh permukaan ovarium.
Terdapat variasi pola masuknya telur ke dalam tuba yang ditunjukkan
dengan adanya bukti bahwa wanita yang mengalami kehamilan
walaupun hanya memiliki satu ovarium dan satu tuba yang terletak
pada sisi kontralateral.
Tuba fallopii dilapisi oleh epitelium yang mengalami perubahan
siklik seperti endometrium sebagai respon terhadap perubahan hormon
siklus menstruasi. Epitelium tersusun oleh sel-sel yang tidak bersilia dan
sel-sel yang bersilia. Sel-sel yang tidak bersilia memiliki aktivitas sekretori
yang tinggi selama fase folikular siklus, yang mencapai puncaknya saat
terjadi pelepasan komponen-komponen sitoplasmik selama perjalanan
sel telur, kemungkinan bermanfaat untuk menyediakan faktor-faktor
metabolit yang penting untuk transport dan implantasi. Silia yang
berada pada permukaan fimbria menunjukkan daerah yang bersifat
adhesif, dan tampaknya struktur ini memiliki tanggung jawab yang
utama untuk pergerakan awal sel telur menuju tuba. Pergerakan silia ini
bergantung pada adanya sel-sel cumulus folikular yang melingkupi telur,
karena penghilangan sel-sel cumulus folikular sebelum penjemputan
sel telur mencegah transport sel telur yang efektif.
Silia pada ampulla tuba memiliki gerakan kibasan yang sinkron yang
memiliki arah gerakan menuju uterus, dan gerakan silia pada bagian
fimbria lebih cepat pada saat fase sekretori siklus menstruasi. Gerakan
BAB 5 Kehamilan 145
kibasan silia yang tidak beraturan ditemukan pada bagian isthmus tuba
pada monyet dan wanita. Kontribusi silia pada ampulla dan isthmus
tuba terhadap transport sel telur sampai saat ini belum diketahui secara
jelas. Ovum yang telah difertilisasi akan terhenti ketika menemui daerah
yang mengalami perubahan arah gerakan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa gerakan kibasan silia berperan penting untuk transport sperma.
Pada kebanyakan spesies, transport ovum (oosit yang telah dibuahi)
melalui tuba memerlukan waktu kurang lebih 3 hari. Ovum pada
manusia menghabiskan waktu sekitar 80 jam dalam tuba, 90% dari
waktu tersebut dihabiskan dalam ampulla pada bagian persimpangan
ampulla dengan isthmus. Pada daerah inilah fertilisasi dan dispersi sel-
sel cumulus terjadi.
Bagian isthmus tuba memiliki inervasi adrenergik yang luas. Tindakan
bedah pada tuba (denervasi) yang dilakukan untuk mengganggu
saraf pada tuba ternyata tidak mengganggu jalannya transport ovum.
Prostaglandin (PG) dari rangkaian F menstimulasi aktivitas otot tuba.
Meskipun PGF2α dapat menstimulasi motilitas oviduk manusia secara
in vivo namun PGF2α tidak menyebabkan percepatan transport ovum.
Fertilitas akan menurun bila tahap perkembangan endometrium
lebih lambat ataupun lebih maju daripada perkembangan sel telur.
Selain itu, blastokista harus mengalami pembelahan dan perkembangan
untuk dapat memperoleh kemampuan implantasi dalam uterus.
Dengan demikian, secara konseptual perlu dipandang bahwa tuba
fallopi tidak hanya berperan sebagai mekanisme transport aktif sel telur
namun juga merupakan suatu struktur yang menyediakan aksi penting.
Karakteristik fungsional ini diatur oleh peningkatan kadar estrogen
dan progesteron yang terjadi setelah ovulasi, meskipun sinyal-sinyal
embrionik lokal juga dapat berperan.
146 Obstetri Fisiologi
5.1.4 Fertilisasi
Belum diketahui secara pasti berapa lama waktu hidup oosit yang dapat
dibuahi, tetapi waktu perkiraannya adalah di antara 12 dan 24 jam.
Waktu hidup sperma untuk dapat memfertilisasi sel telur juga masih
belum diketahui secara pasti. Waktu perkiraan yang diketahui secara
umum adalah sekitar 48-72 jam. Meskipun demikian motilitas sperma
tetap dapat dipertahankan setelah sperma kehilangan kemampuannya
untuk membuahi sel telur. Interval ekstrim yang diketahui dapat
membentuk kehamilan setelah aksi coitus tunggal adalah 6 hari sebelum
dan 3 hari setelah ovulasi. Kehamilan paling besar terjadi ketika coitus
BAB 5 Kehamilan 147
Gambar 5.3. Proses fertilisasi oosit (Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic Endrocinology Edisi
ke-9)
Gambar 5.4. Perkembangan Kehamilan (Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic Endrocinology
Edisi ke-9)
dengan daerah glikosilasi yang luas, hal ini menjelaskan stabilitas dari
hCG yang lebih tinggi dan tingginya tingkat sekresi hCG.
Tidak seperti glikoprotein lain yang dihasilkan oleh hipofisis
anterior, hCG dihasilkan oleh trofoblas, terutama sinsitiotrofoblas,
selain itu didapatkan juga beberapa keganasan yang mensekresikan
hormon hCG.
Gambar 5.5. Struktur hCG (Esteves S, Alviggi C. Principle and Practice of Controlled Ovarian Stimulation
in ART. Sao Paolo: Springer India; 2015).
Deteksi hCG baik dalam serum maupin urin saat ini digunakan sebagai
alat diagnostik utama untuk menentukan suatu kehamilan. Kadar
162 Obstetri Fisiologi
5.3.3 Implantasi
Implantasi didefinisikan sebagai proses di mana embrio melekat pada
dinding uterus dan berpenetrasi pertama kali pada epitelium kemudian
pada sistem sirkulasi ibu untuk membentuk plasenta. Embrio yang
melekat sempurna pada endometrium hanya terjadi pada kera besar dan
manusia. Implantasi adalah proses yang terbatas dalam hal waktu dan
ruangnya, dimulai pada 2-3 hari setelah telur yang dibuahi memasuki
uterus yaitu hari ke-18 atau 19 siklus (3-4 hari setelah ovulasi). Dengan
demikian, implantasi terjadi 5-7 hari setelah fertilisasi. Studi teliti
terhadap wanita yang bersedia didokumentasikan dalam hal pembuktian
homonal implantasi (munculnya hCG) memperlihatkan implantasi
terjadi pada 8,9 atau 10 hari setelah ovulasi; yang paling cepat terjadi
BAB 5 Kehamilan 163
Gambar 5.6. Aposisi dan Adhesi Blastosis (Dikutip dari Norwitz ER, Schust DJ, Fisher SJ. Implantation
and the survival of early pregnancy. N Engl J Med. 2001 Nov 8;345(19):1400-8)
Gambar 5.7 Implantasi Blastosis (Dikutip dari Norwitz ER, Schust DJ, Fisher SJ. Implantation and the
survival of early pregnancy. N Engl J Med. 2001 Nov 8;345(19):1400-8)
pembuluh darah maternal adalah keberadaan hCG, yang tentu saja ada
bahkan sebelum implantasi terikat pada reseptornya di endometrium,
yang kemudian menstimulasi pembuluh secara langsung seperti
layaknya ekspresi faktor angiogenis, seperti VEGF.
Invasi trofoblas awal memerlukan ekspresi integrin. Sel trofoblas
yang aktif bermigrasi memiliki profil integrin yang berbeda dari
sel yang tidak bermigrasi, secara spesifik perbedaan terdapat pada
reseptor permukaan sel yang mengikat lamin. Mekanisme pengaturan
pengubahan ekspresi integrin dipastikan menjadi kunci regulator invasi
tropoblas.
Permukaan sel integrin yang berikatan dengan komponen
matriks dapat pula mengatur aktivasi dan inaktivasi integrin. Hal ini
memungkinkan sel trofoblas untuk berubah antara bersifat adhesif
dan non adhesif, kemudian mencapai arah migrasi sel. Peran reseptor
permukaan sel integrin tidak hanya berikatan dengan komponen
struktural.
Arteriol spiralis uterus diinvasi sitotrofoblas, dan endothelium
maternal digantikan oleh jaringan sitotrofoblas sepanjang satu per tiga
miometrium. Invasi vaskular maternal oleh sel trofoblas dan penggantian
endothelium vaskular dengan tropoblas endovaskular memungkinkan
dilengkapinya berbagai kelas molekul permukaan sejenis selektin.
Selektin telah ditemukan dalam sel endotelial vaskular desidua, namun
hanya pada situs implantasi. Selektin responsif terhadap mediator
inflamatori, termasuk sitokinin. Ketika sel-sel trofoblas mengganti
endotelium maternal, profil reseptor terhadap peptida adhesi trofoblas
berubah menjadi seperti sel endotelial. Telah lama diketahui bahwa
proses invasi ini hanya terjadi pada kehamilan dengan preeklampsia,
dan ini merupakan penyebab fundamental perfusi plasenta yang tak
170 Obstetri Fisiologi
Gambar 5.8. Sistem pemeliharaan kehamilan awal (Dikutip dari Norwitz ER, Schust DJ, Fisher SJ.
Implantation and the survival of early pregnancy. N Engl J Med. 2001 Nov 8;345(19):1400-
8)
5.4.1 Embriogenesis
Definisi
Embriogenesis pada manusia merupakan proses pembelahan dan
diferensiasi sel embrio yaitu, perkembangan dari satu sel sampai
membentuk manusia. Fertilisasi adalah proses fusi dari sebuah
BAB 5 Kehamilan 175
Masa Germinal
Fertilisasi
Spermatozoa bergerak ke dalam uterus sampai tuba falopii, mendapat
Kapasitasi selama perjalanannya sampai pertemuan dengan ovum di
ampula tuba falopii. Fertilisasi adalah proses terjadinya penetrasi ovum
oleh spermatozoa. Material genetik dari dua gamet mengadakaan
fusi membentuk zigot (sel diploid tunggal). Proses enzimatis terjadi
dari enzim yang dihasilkan kepala spermatozoa dapat memecah
zona pellucida ovum. Zigot terdiri dari kombinasi material genetik
yang mengandung masing masing 23 kromosom dari ovum yang
bersatu dengan 23 kromosom spermatozoa. Proses mitosis dengan
46 kromosom membentuk sel embrio secara pembelahan menjadi
2,4,8,16,32 sel dst.
176 Obstetri Fisiologi
Gambar 5.9. Proses Kapasitasi (Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic Endrocinology Edisi ke-9)
BAB 5 Kehamilan 177
Gambar 5.10. Stadium Pembelahan Sel sampai Organogenesis (Sumber: Knezevic KL)
178 Obstetri Fisiologi
Gambar 5.11. Embrio pada hari ke 3 ( 8 sel embrio) (Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic
Endrocinology Edisi ke-9)
Blastomer
Pembelahan sel embrio membentuk blastomer tertutup zona pellucida,
sel tidak berdiferensiasi sampai terbentuk morula (32 sel embrio yang
solid).
Gambar 5.12. Stadium pembelahan sel (embrio)(Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic
Endrocinology Edisi ke-9)
BAB 5 Kehamilan 179
Blastulasi
Pembelahan sel berubah, terjadi proses blastulasi, membentuk blastosit,
terbentuk 2 lapisan sel ; 1) trofoblas di bagian luar dan 2) massa sel
dalam (inner cell mass).
Endometrium
tropoblast
blastocyst cavity
(blastocoele)
Gambar 5.13. Blastosit dengan trophoblas dan inner cell mass (Dikutip dari Speroff Clinical
Gynecologic Endrocinology Edisi ke-9)
Trofoblas
Akhir dari minggu ke 2 kehamilan, trofoblas membentuk 2 lapisan;
sitotrofoblas di depan dari sinsiotrofoblas berada di dalam endometrium.
Tumbuh Membran Heuser exocoelomic diantara sitotrofoblas dan
yolk sac primitif. Mesoderm ekstra embrionik tumbuh kemudian
membentuk kantung korion. Plasenta pars fetalis dibentuk dari lapisan
luar trofoblas.
180 Obstetri Fisiologi
Implantasi
Gambar 5.14. Diferensiasi Trofoblas (Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic Endrocinology Edisi
ke-9)
Discus Embrional
Embrioblas membentuk 2 lapis sel; epiblas (ektoderm primitif )
yang menempel pada trophoblas dan hipoblas (ektoderm primitif ),
keduanya dipisahkan oleh jaringan yang akan menjadi Cavum
Amnion. Disekitar jaringan Epiblas terbentuk jaringan yang akan
menjadfi Cavum Korion atau (extraembrionic coelom). Hipoblas
berkembang membentuk Yolk Sac (extracoelomic cavity) dan Membran
Hueser (extracelluler matrix).
Embryo
Yolk sac
Gestational sac
Gambar 5.15. Kantung Kehamilan, Yolk Sac dan Embrio (3 mm pada 5 minggu
kehamilan) (Dikutip dari Speroff Clinical Gynecologic Endrocinology Edisi ke-9)
Gambar 5.16. Embrio, Plasenta di dalam Cavum Amnion (Dikutip dari Speroff Clinical
Gynecologic Endrocinology Edisi ke-9)
BAB 5 Kehamilan 183
B
Ectoderm
Neural groove
Ectoderm
Neural tube
C
Neural tube Neural cavity
D
Epidermis
Convergence
Neural told
Neural groove
Epidermis
Neural crest
Neural tube
Jantung dan pembuluh darah dari sistem sirkulasi darah, sejak awal
pertumbuhan embrio sudah terbentuk, berkembang pesat pada masa
fetus. Fungsi sistem sirkulasi adalah memenuhi kebutuhan darah untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel di organ-organ seluruh tubuh
janin. Sistem sirkulasi prenatal berbeda dengan masa pacasalin, karena
pada masa janin paru belum berfungsi. Janin mendapat oksigen dan
nutrisi dari ibu dari plasenta melalui plasenta vena umbilicalis. Darah
186 Obstetri Fisiologi
Gambar 5.20. Tiga stadium pembentukan plasenta serta korion dan amnion: A. Umur
kehamilan 4 minggu. B. Umur kehamilan 6 minggu. C. Umur kehamilan
5 bulan. (Dikutip dari Obstetri Fisiologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Perkembangan Plasenta
Pada trimester pertama, pertumbuhan plasenta lebih cepat dibandingkan
pertumbuhan janin, namun pada minggu ke-17 pasca menstruasi,
berat plasenta dan janin sama. Saat persalinan, berat plasenta sekitar
seperenam berat janin. Menurut Boyd dan Hamilton (1970), plasenta
rata-rata aterm memiliki diameter 185 mm dan ketebalan 23 mm,
dengan volume 497 ml dan berat 508 gram. Pengukuran ini bervariasi
BAB 5 Kehamilan 189
secara luas, dan terdapat berbagai variasi bentuk plasenta dan beberapa
tipe insersi tali pusat.
Dilihat dari permukaan ibu, jumlah area konveks yang menonjol,
disebut lobus, bervariasi dari 10 sampai 38. Lobus dipisahkan oleh alur-
alur dengan kedalaman yang bervariasi yang melapisi septum plasenta,
berasal dari lipatan lempeng basalis. Meski lobus yang terlihat secara
jelas biasanya disebut sebagai kotiledon, hal ini tidak akurat. Yang
benar adalah, lobulus atau kotiledon merupakan unit fungsional yang
disokong oleh masing-masing vilus primer. Jumlah total lobus plasenta
tetap sama sepanjang kehamilan, dan masing-masing lobus terus
bertumbuh meski kurang aktif pada minggu-minggu terakhir.
Maturasi Plasenta
Seiring vili yang berlanjut bercabang dan ramifikasi terminal menjadi
semakin banyak dan kecil, volume dan banyaknya sitotrofoblas
berkurang. Seiring penipisan sinsitium, pembuluh darah janin menjadi
semakin banyak dan berada lebih dekat ke permukaan. Stroma vilus
juga menunjukkan perubahan seiring berjalannya kehamilan. Pada awal
kehamilan, sel jaringan ikat yang bercabang dipisahkan oleh matriks
intraseluler longgar yang banyak. Selanjutnya, stroma semakin padat
dan susunan sel menjadi lebih membulat dan semakin padat.
Perubahan lainnya pada stroma meliputi infiltrasi sel Hofbauer,
yang merupakan makrofag fetus. Sel ini berbentuk nyaris bulat dengan
nuklei vesikuler dan sitoplasma yang sangat granuler atau bervakuola.
Sel Hofbauer sama karakteristinya secara histokimiawi dengan
lipid intrasitoplasma dan dengan penanda fenotip khusus untuk
makrofag. Sel ini meningkat dalam jumlahnya selama kehamilan.
Makrofag-makrofag ini fagositik, memiliki fenotif imunosupresif, bisa
190 Obstetri Fisiologi
Gambar 5.22. A. Rahim wanita hamil yang menunjukkan plasenta normal in situ. B.
Fotomikrograf irisan histologis melalui amnion, korion dan desidua vera
yang digambarkan dalam (A) (irisan hijau)
192 Obstetri Fisiologi
Gambar 5.23. Fotomikrograf sebuah irisan histologis melalui amnion, korion dan
desidua basalis. C = lempeng korionik dengan pembuluh darah janin;
P = vili plasenta; D = desidua basalis; M = miometrium.
Gambar 5.24. Fotomikrograf dari blastosit yang terimplantasi awal. Trofoblas tampak
menginvasi desidua basalis.
BAB 5 Kehamilan 193
Gambar 5.25. Fotomikrograf dari plasenta permukaan ibu. Lobus plasenta dibentuk
oleh lekukan-lekukan pada permukaan yang berasal dari septa
plasenta.
Sirkulasi Janin
Darah janin yang menyerupai darah vena yang terdeoksigenisasi
mengalir ke plasenta melalui dua arteri umbilikal. Ketika tali pusat
menyatu dengan plasenta, pembuluh umbilikus bercabang berulang
kali dibawah amnion dan diantara vili yang membagi, akhirnya
membentuk jaringan kapiler pada divisi terminal. Darah dengan
konten oksigen yang lebih tinggi secara signifikan kembali dari plasenta
via vena umbilikal tunggal kepada janin.
Percabangan vena umbilikal yang berjalan sepanjang permukaan
janin plasenta di lempeng korionik disebut sebagai permukaan plasenta
atau pembuluh darah korionik. Pembuluh-pembuluh ini responsif
terhadap substansi vasoaktif, namun secara anatomis, morfologis,
histologis dan fungsional, pembuluh ini sangat unik. Arteri korionik
selalu menyebrangi vena korionik. Pembuluh ini mudah dikenali dengan
karakteristik unik ini, namun mereka sulit dibedakan berdasarkan
histologinya. Pada 65 persen plasenta, arteri korionik membentuk
194 Obstetri Fisiologi
Sirkulasi Ibu
Karena sirkulasi ibu-plasenta yang efisien sangat dibutuhkan, banyak
peneliti yang telah mencoba mendefinisikan faktor yang meregulasi
aliran darah menuju dan dari ruang intervili. Mekanisme yang adekuat
harus mampu menjelaskan bagaimana darah bisa: (1) meninggalkan
sirkulasi ibu; (2) mengalir ke ruang amorf yang dilapisi sinsitiotrofoblas,
dan bukan endotel kapiler; dan (3) kembali melalui vena ibu tanpa
meghasilkan arteriovenous-like shunt yang dapat mencegah darah ibu
untuk kontak cukup lama dengan vili untuk pertukaran yang adekuat.
Studi awal oleh Ramsey dan Davis (1963) dan Ramsey dan Harris
(1966) membantu untuk menyediakan penjelasan fisiologis mengenai
sirkulasi plasenta. Peneliti-peneliti ini mendemonstrasikan bahwa
BAB 5 Kehamilan 195
Gambar 5.26. Gambaran skematis irisan melalui plasenta full-term. Darah ibu
mengalir ke ruang intervili dalam semburan berbentuk terowongan.
Pertukaran terjadi dengan darah janin ketika darah ibu mengalir
disekitar vili. Darah arteri yang mengalir kedalam mendorong darah
vena menuju vena endometrium, yang tersebar di seluruh permukaan
desidua basalis. Perhatikan juga bahwa arteri umbilikus membawa
darah janin yang terdeoksigenasi ke plasenta dan bahwa vena
umbilikasi membawa darah yang teroksigenasi ke janin. Lobus plasenta
dipisahkan dari satu dengan yang lain oleh septa plasenta.
darah ibu menyebar di plasenta secara acak tanpa kanal yang dibentuk
sebelumnya. Invasi trofoblas pada arteri spiral membuat pembuluh
darah dengan resistensi rendah yang dapat mengakomodir peningkatan
masif perfusi rahim selama kehamilan. Secara umum, arteri spiral tegak
lurus terhadap dinding rahim, namun vena sejajar terhadap dinding
rahim. Pengaturan ini membantu penutupan vena selama kontraksi
rahim dan mencegah masuknya darah ibu dari ruang intervilus.
Sejumlah bukaan arteri menuju ruang intervilus tereduksi secara
gradual oleh invasi sitotrofoblas. Menurut Brosens dan Dixon (1963),
terdapat sekitar 120 jalan masuk arteri spiral kedalam ruang intervili
saat aterm. Arteri-arteri ini menyemburkan darah yang merendam
vili sekitarnya. Setelah minggu ke-30, pleksus vena yang menonjol
memisahkan desidua basalis dari miometrium.
Seperti yang telah didiskusikan, baik aliran kedalam maupun balik
diperpendek selama kontraksi rahim. Bleker dkk (1975) menggunakan
sonografi serial selama persalinan normal dan menemukan bahwa
panjang, ketebalan dan luas permukaan plasenta meningkat selama
kontraksi. Mereka mengatakan penyebabnya adalah distensi dari ruang
intervilus akibat gangguan aliran balik vena yang lebih besar dibanding
aliran masuk arteri. Selama kontraksi, dengan demikian, jumlah volume
darah yang lebih besar tersedia untuk pertukaran meskipun kecepatan
aliran menurun. Kemudian, dengan menggunakan velosimetri doppler,
tampak bahwa kecepatan aliran diastol di arteri spiral berkurang selama
kontraksi rahim.
Dari observasi-observasi ini, dapat terlihat bahwa faktor-faktor
utama yang meregulasi aliran darah di ruang intervilus adalah tekanan
darah arteri, tekanan intra rahim, pola kontraksi uterus dan faktor yang
bertindak secara spesifik pada dinding arteri.
BAB 5 Kehamilan 197
5.6.2 Amnion
Saat aterm, amnion merupakan selaput yang kuat dan tahan banting
namun liat. Selaput janin paling dalam yang avaskuler ini berdampingan
dengan cairan amnion dan berperan sangat penting dalam kehamilan
manusia. Amnion menyediakan hampir semua kekuatan selaput janin.
Dengan demikian, perkembangan komponen-komponennya yang
melindungi selaput dari ruptur atau robek sama pentingnya terhadap
keberhasilan kehamilan. Memang, ruptur selaput janin preterm
merupakan penyebab utama persalinan preterm.
198 Obstetri Fisiologi
Struktur
Bourne (1962) mendeskripsikan lima lapisan amnion. Lapisan dalam,
yang diselimuti cairan amnion, merupakan selapis epitel kuboid yang
dipercaya merupakan derivat ektoderm embrio (Gambar 5-27). Epitel
ini tertempel secara kuat pada lapisan dasar yang berhubungan dengan
lapisan padat aseluler, yang hanya terdiri atas kolagen interstitial. Pada
sisi luar lapisan padat, terdapat sebaris sel-sel mesenkim mirip-fibroblas,
yang tersebar secara luas saat aterm. Hal ini mungkin merupakan derivat
dari mesoderm lempeng embrionik. Terdapat juga sedikit makrofag
janin di amnion. Lapisan terluar amnion adalah zona spongiosa yang
relatif aseluler, yang berdampingan dengan selaput janin kedua, korion
halus. Amnion manusia tidak memiliki sel otot halus, saraf, pembuluh
limfa, dan yang terpenting, pembuluh darah.
Gambar 5.27. Fotomikrograf selaput janin. Dari kiri ke kanan: AE = epitel amnion; AM
= mesenkim amnion; S = zona spongiosa; CM = mesenkim korionik; TR
= trofoblas; D = desidua
BAB 5 Kehamilan 199
Perkembangan
Di awal ketika implantasi, ruangan terbentuk diantara massa sel embrio
dan trofoblas disekelilingnya. Sel-sel kecil yang melapisi permukaan dalam
trofoblas disebut dengan sel-sel amniogenik–prekursor terhadap epitel
amnion. Amnion pertama kali diidentifikasi pada sekitar hari ketujuh
atau kedelapan perkembangan embrio. Awalnya berupa vesikel yang kecil,
kemudian berkembang menjadi kantung kecil yang menutupi permukaan
dorsal embrio. Seiring membesarnya amnion, secara gradual amnion mulai
meliputi embrio yang bertumbuh, yang prolaps kedalam kavumnya.
Distensi kantung amnion pada akhirnya membawanya bersentuhan
dengan permukaan bawah korion halus. Aposisi korion halus dan
amnion di akhir trimester pertama kemudian menyebabkan obliterasi
selom ekstraembrionik. Amnion dan korion halus, meski sedikit
bersinggungan, namun tidak pernah terhubung secara dekat dan dapat
dipisahkan dengan mudah.
Anatomi Amnion
Amnion bersatu dengan korion halus. Amnion plasenta menutupi
permukaan plasenta dan dengan demikian bersentuhan dengan
permukaan adventitia dari pembuluh korionik. Amnion umbilikal
menutupi tali pusat. Pada bagian membran yang bersatu pada plasenta
202 Obstetri Fisiologi
Kolagen Interstitial
Kolagen merupakan makromolekul utama pada kebanyakan jaringan
ikat dan protein yang paling banyak dalam tubuh. Kolagen I adalah
kolagen intersitial utama pada jaringan, memiliki kekuatan regang
yang hebat, seperti tulang dan tendon. Di jaringan lainnya, kolagen
III dipercayai memberikan kontribusi unik untuk integritas jaringan,
memberikan peningkatan elastisitas jaringan dan kekuatan regang.
Contohnya, rasio kolagen III terhadap kolagen I di dinding sejumlah
jaringan yang sangat elastis –kantung amnion, pembuluh darah,
kandung kemih, kantung empedu, usus dan rahim gravida- lebih besar
dibandingkan pada jaringan nonelastis. Meski kolagen III memberikan
BAB 5 Kehamilan 203
Fungsi Metabolik
Sejak awal, tampak jelas bahwa amnion lebih penting dari hanya
sebagai lapisan avaskuler sederhana yang mengandung cairan amnion.
Amnion aktif secara metabolik, terlibat dalam transpor air dan larutan
untuk homeostasis cairan amnion, dan memproduksi berbagai
substansi bioaktif. Amnion responsif secara akut dan kronis terhadap
regangan mekanis, yang merubah ekspresi gen amnion. Hal ini pada
akhirnya dapat memicu baik respon otokrin maupun parakrin untuk
melibatkan produksi matriks metaloproteinase, IL-8, dan kolagenase.
Faktor-faktor demikian dapat memodulasi perubahan sifat selaput
ketika persalinan.
Cairan Amnion
Cairan yang normalnya jernih yang terkumpul didalam kavum
amnion meningkat seiring progresi kehamilan hingga sekitar 34
minggu, saat terdapat penurunan volume. Saat aterm, volume rata-
rata adalah sekitar 1000 ml, meski hal ini sangat bervariasi dalam
kondisi abnormal.
204 Obstetri Fisiologi
Gambar 5.28. Irisan melintang tali pusat. Vena umbilikus yang besar membawa
darah teroksigenisasi ke janin (diatas). Dibawahnya, adalah dua arteri
umbilikus yang lebih kecil, membawa darah terdeoksigenisasi dari janin
ke plasenta.
5.7.1 Pengertian
Adaptasi anatomi dan fisiologis pada masa kehamilan terjadi segera setelah
fertilisasi dan berlanjut sepanjang kehamilan. Adaptasi terjadi sebagai respon
terhadap stimulasi fisiologis yang diberikan oleh janin atau jaringan janin,
sistem komunikasi ibu dan janin, hal ini merupakan kerja hormon dan
tekanan mekanis akibat membesarnya uterus dan jaringan lainnya. Adaptasi
ini melindungi fungsi fisiologi normal untuk memenuhi kebutuhan
metabolik ibu hamil dan untuk perkembangan serta pertumbuhan janin.
Perubahan anatomi adalah suatu bentuk yang tidak sama dari bentuk
semula berhubungan dengan organ-organ di dalam tubuh. Perubahan
adaptasi fisiologis adalah suatu akivitas yang dilakukan tubuh untuk
mengimbangi perubahan yang terjadi selama kehamilan agar tetap berjalan
dengan normal. Perubahan anatomi dan adaptasi fisiologi ini selain akibat
perubahan mekanik, dipengaruhi hormon estrogen dan progesteron.
A. Sistem Reproduksi
1. Uterus
a. Ukuran
Untuk akomodasi pertumbuhan janin,uterus membesar
akibat hipertrofi dan hiperplasi otot polos uterus, serabut-
208 Obstetri Fisiologi
B. Payudara
Payudara merupakan organ tubuh dengan fungsi utamanya adalah
memberi nutrisi dalam bentuk air susu bayi atau balita. Selama
kehamilan payudara mengalami pertumbuhan tambah membesar,
tegang, dan berat. Dapat teraba nodul-nodul akibat hipertrofi alveoli,
bayangan vena lebih membiru. Hiperpigmentasi pada puting susu
dan areola bila di peras akan keluar air susu (kolostrum) berwarna
kuning.
Perkembangan payudara ini terjadi karna pengaruh hormon saat
kehamilan yaitu estrogen,progesteron,dan somatomamotropin.
1. Fungsi hormon yang mempersiapkan payudara untuk pemberian
ASI antara lain sebagai berikut :
a. Estrogen untuk menimbulkan hipertrofi saluran payudara,
menimbulkan penimbunan lemak, air, serta garam sehingga
payudara tampak besar, tekanan saraf akibat penimbunan
lemak, air dan garam menyebabkan rasa sakit pada payudara.
BAB 5 Kehamilan 211
C. Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang
mengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar
dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil
sekresinya disebut hormon.
Fungsi kelenjar endokrin :
1. Menghasilkan hormon yang dialirkan melalui darah ke jaringan-
jaringan yang memerlukan.
2. Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh.
3. Merangsang aktivitas kelenjar tubuh.
4. Merangsang pertumbuhan jaringan.
212 Obstetri Fisiologi
Hormon
1. Hormon steroid
Hormon ini memiliki struktur kimia berdasarkan pada inti steroid.
Contoh: korteks adrenal (kortisol dan aldosteron), ovarium
(estrogen dan progesteron), testis (testosteron), dan plasenta
(estrogen dan progesteron).
2. Derivat asam amino tiroksin
Contoh: tiroksin dan triiodotironin (kelenjar tiroid), epinefrin dan
norepinefrin (medula adrenal).
3. Protein/peptida.
Contoh: hormon yang di hasilkan oleh hipofisis anterior, hormon
diuretik, dan oksitosin.
Beberapa kelenjar endrokrin terjadi perubahan seperti berikut:
1. Kelenjar tiroid: dapat membesar sedikit.
2. Kelenjar hipofisis: dapat membesar terutama lobus anterior.
3. Kelenjar adrenal: tidak begitu terpengaruh.
Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan membesar tetapi,
kelenjar ini tidak begitu mempunyai arti penting dalam kehamilan. Pada
perempuan yang mengalami hipofisektomi persalinan dapat berjalan
dengan lancar. Hormon prolaktin akan meningkat 10 x lipat pada saat
kehamilan aterm. Sebaliknya, setelah persalinan konsentrasinya pada
plasma akan menurun. Hal ini ditemukan juga pada ibu menyusui.
BAB 5 Kehamilan 213
D. Sistem Kekebalan/Imun
Sistem imun adalah suatu organisasi yang terdiri atas sel-sel dan
molekul-molekul yang memiliki peran khusus dalam menciptakan
suatu sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi atau benda asing.
Terdapat dua jenis respons imun yang berbeda secara fundamental,
yaitu (1) respons yang bersifat innate (alami/non spesifik), yang berarti
bahwa respons imun tersebut akan selalu sama seberapa pun seringnya
antigen tersebut masuk ke dalam tubuh; dan (2) respons yang bersifat
adaptif (didapat/spesifik), yang berarti bahwa akan terjadi perubahan
respons imun menjadi lebih adekuat seiring dengan semakin seringnya
antigen tersebut masuk ke dalam tubuh.
214 Obstetri Fisiologi
E. Sistem Perkemihan
Bila satu organ membesar, maka organ lain akan mengalami tekanan,
dan pada kehamilan tidak jarang terjadi gangguan berkemih pada saat
kehamilan. Ibu akan merasa lebih sering ingin buang air kecil. Pada
bulan pertama kehamilan kandung kemih tertekan oleh uterus yang
mulai membesar
Pada minggu-minggu pertengahan kehamilan, frekuensi berkemih
meningkat. Hal ini umumnya timbul antara minggu ke- 16 sampai
minggu ke- 24 kehamilan. Pada akhir kehamilan, bila kepala janin
mulai turun kandung kemih tertekan kembali sehingga timbul sering
kencing.Perubahan struktur ginjal merupakan aktifitas hormonal
(estrogen dan progesterone), tekanan yang timbul akibat pembesaran
uterus, dan peningkatan volume darah. Sehingga minggu ke-10 gestasi,
pelvis ginjal dan uretra berdilatasi.
Pada kehamilan normal fungsi ginjal cukup banyak berubah.
Laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal meningkat pada awal
216 Obstetri Fisiologi
urine dalam volume yang lebih besar dan juga memperlambat laju
aliran urine.
F. Sistem Pencernaan
1) Rongga Mulut
Salivasi meningkat sehubungan dengan nausea. Gusi dapat menjadi
hiperemis dan melunak, kadang berdarah apabila hanya terkena
cedera ringan, misalnya pada saat gosok gigi. Pembengkakan gusi
sangat vaskular disebut epulis kehamilan yang terkadang dapat
timbul, tetapi secara khas mengecil secara spontan setelah kelahiran.
Keadaan tersebut disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen yang
meningkat atau kadang tejadi pada pengguna kontrasepsi oral dan
ibu yang mengalami defiisiensi vitamin C. Tidak ada bukti yang
menjelaskan bahwa kehamilan mendorong proses pembusukan
pada gigi.
2) Motilitas Saluran Gastrointestinal
Biasanya ada penurunan tonus dan motilitas saluran gastrointestinal
yang menimbulkan pemanjangan waktu pengosongan lambung dan
transit usus. Hal ini mungkin merupakan akibat jumlah progesteron
yang besar selama proses kehamilan dan menurunkan kadar
motalin-suatu peptida hormonal yang diketahui mempengaruhi
otot-otot halus atau keduanya. Pada saat persalinan, khususnya
setelah pemberian analgesik, waktu pengosongan lambung secara
khas sangat memanjang. Bahaya utama anastesi umum adalah
regurgitasi dan aspirasi, baik isi makanan maupun asam lambung.
Hormon estrogen membuat pengeluaran asam lambung meningkat
yang dapat menyebabkan pengeluaran air liur yang berlebihan
(hipersalivasi), daerah lambung terasa panas, tejadi mual dan sakit
kepala terutama pagi hari yang disebut morning sickness. Muntah
BAB 5 Kehamilan 219
5) Hati
Pertambahan ukuran hati pada beberapa binatang dapat terlihat
dengan jelas, tetapi sebaliknya pada kehamilan manusia, pembesaran
hati tersebut tidak dapat terlihat. Selain itu, dengan evaluasi
histologis hati yang didapat dengan biopsi, termasuk pemeriksaan
dengan mikroskop elektron menyatakan tidak ada perbedaan yang
jelas dari morfologi hati yang terjadi sebagai respons terhadap
kehamilan normal. Perubahan terjadi secara fungsional yaitu
dengan menurunnya albumin plasma dan globulin plasma dalam
rasio tertentu. Kejadian ini merupakan kejadian yang normal pada
wanita hamil. Pada wanita yang tidak hamil kondisi tersebut dapat
menunjukkan adanya penyakit hati.
6. Kandung Empedu
Fungsi kandung empedu berubah selama kehamilan karena
pengaruh hipotoni dari otot- otot halus. Selama melakukan SC,
cukup sering menemukan empedu teregang namun hipotonik
dan aspirat empedu cukup kental. Secara umum diterima bahwa
kehamilan menjadi predisposisi pembentukan batu empedu.
Perubahan sistem pencernaan yang dirasakan ibu hamil adalah
sebagai berikut:
a. Trimester I
Pada bulan-bulan pertama kehamilan, terdapat perasaan
mual. Hal ini mungkin dikarenakan kadar hormon estrogen
yang meningkat. Tonus otot- otot traktus digestivus menurun
sehingga motilitas seluruh traktus digestivus juga berkurang.
Makanan lebih lama berada di dalam lambung dan apa yang
telah dicernakan lebih lama berada dalam usus. Hal ini mungkin
baik untuk reabsorbsi, tetapi menumbulkan konstipasi yang
BAB 5 Kehamilan 221
G. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskulo-skeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
bertanggung jawab terhadap pergerakan. Pengaruh dari peningkatan
estrogen, progesteron, dan elastin dalam kehamilan menyebabkan
kelemahan jaringan ikat serta ketidakseimbangan persedian.
222 Obstetri Fisiologi
H. Sistem Kardiovaskular
1) Sistem Kardiovaskular
Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di
pusat dada, bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki
ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan darah dan ruang
sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah
hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki satu
katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar.
2) Fungsi sistem kardiovaskuler (jantung)
Memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi ke
seluruh jaringan dan organ tubuh yang diperlukan dalam proses
metabolisme. Secara normal setiap jaringan dan organ tubuh akan
menerima aliran darah dalam jumlah yang cukup sehingga jaringan
dan organ tubuh menerima nutrisi dengan adekuat.
Sistem kardiovaskular yang berfungsi sebagai sistem regulasi
melakukan mekanisme yang bervariasi dalam merespons seluruh
aktivitas tubuh. Salah satu contoh adalah mekanisme meningkatkan
suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan
tertentu, darah akan lebih banyak dialirkan pada organ-organ vital
seperti jantung dan otak untuk memelihara sistem sirkulasi organ
tersebut.
BAB 5 Kehamilan 225
c. Trimester III
Selama kehamilan jumlah leukosit akan meningkat yakni berkisar
antara 5000-12000 dan mencapai puncaknya pada saat persalinan
dan masa nifas berkisar 14000-16000 penyebab peningkatan ini
belum diketahui. Respon yang sama diketahui terjadi selama dan
setelah melakukan latihan yang berat, distribusi tipe sel juga kan
mengalami perubahan. Pada kehamilan, terutama trimester ke-
3, terjadi peningkatan jumlah granulosit dan limfosit dan secara
bersamaan limfosit dan monosit.
I. Integumen
Sehubungan dengan tingginya kadar hormonal, terjadi peningkatan
pigmentasi selama kehamilan. Keadaan ini sangat jelas terlihat pada
kelompok wanita dengan warna kulit gelap atau hitam dan dapat
dikenali pada payudara, abdomen, vulva, serta wajah. Ketika terjadi
pada kulit muka dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan. Pada
wajah biasanya terjadi pada pipi dan dahi sehingga dapat mengubah
penampilan wanita tersebut.
Linea alba adalah garis putih tipis yang membentang dari simfisis
pubis sampai umbilicus, dapat menjadi gelap yang biasa disebut Linea
nigra. Peningkatan pigmentasi ini akan berkurang sedikit demi sedikit
setelah masa kehamilan.
Tingginya kadar hormone yang tersirkulasi dalam darah dan
peningkatan regangan pada kulit abdomen, paha, dan payudara
bertanggung jawab pada timbulnya garis-garis yang berwarna merah
muda atau kecoklatan pada daerah tersebut. Tanda tersebut bisa
dikenal dengan nama striae gravidarum dan bisa menjadi lebih gelap
warnanya pada multigravida dengan warna kulit gelap atau hitam. Striae
228 Obstetri Fisiologi
ibu hamil :
a. Gunakan kompres mandi siram air sejuk.
b. Gunakan cara mandi oatmeal.
c. Pertimbangkan penggunaan obat luar atau antipruritik.
d. Evaluasi jika ada gangguan atau penyakit kulit.
Peningkatan kelenjar apokrin akibat peningkatan hormon, kelenjar
tersebut meningkat terutama akibat berat badan dan kegiatan
metabolik yang meningkat; peningkatan aktifitas kelenjar sebasea.
Tidak nyaman yang dirasakan oleh ibu hamil yaitu bertambahnya
keringat.
Kebutuhan fisiologis yang dibutuhkan oleh ibu hamil ialah :
a. Pakai pakaian yang longgar
b. Perbanyak minum air putih
c. Mandi secara teratur.
3. Perut
Terdapat garis pigmentasi dari simfisis pubis sampai ke bagian
atas fundus di garis tengah tubuh diinduksi hormon timbul.
Pada primigravida, garis mulai terlihat pada bulan ketiga terus
memanjang seiring dengan meningginya fundus. Pada multigravida,
keseluruhan garis sering kali muncul sebelum bulan ketiga.
Terdapat juga tanda regangan yang timbul pada 50-90% wanita
selama pertengahan kedua kehamilan yang dapat disebabkan oleh
kerja adenokortikosteroid, menunjukkan pemisahan jaringan
ikat (kolagen) dibawah kulit. Garis-garis yang sedikit cekung
ini cenderung timbul di daerah dengan regangan maksimum
(misalnya, di abdomen, paha dan payudara). Tanda kehamilan
yang terjadi terdapat linea nigra dan alba, serta striae gravidarum.
BAB 5 Kehamilan 231
J. Metabolisme
Metabolisme merupakan proses kimiawi yang terjadi di dalam tubuh
semua mahkluk hidup. Proses ini merupakaan pertukaran zat ataupun
suatu organisme dengan lingkungannya. Metabolisme berasal dari
bahasa yunani yaitu “metabole” yang artinya perubahan dapat dikatakan
bahwa makhluk hidup mendapat,mengolah, dan mengubah suatu zat
melalui proses kimiawi untuk mempertahankan hidupnya.
Metabolisme umumya mempunyai efek pada kehamilan karena ibu
hamil perlu mendapat makanan bergizi walau dalam kondisi sehat.
a. metabolisme tingkat basal (basal metabolic rate, BMR) pada wanita
hamil meninggi hingga 15-20% terutama pada trimester akhir.
b. Keseimbangan asam alkali sedikit mengalami perubahan konsentrasi
alkali.
c. Dibutuhkan protein dalam jumlah yang lebih banyak untuk
perkembangan alat kandungan, payudara, dan badan ibu serta
untuk persiapan laktasi
d. hidrat arang
e. metabolisme lemak terjadi
f. kenaikan berat badan wanita hamil
g. kebutuhan kalori meningkat selama hamil
232 Obstetri Fisiologi
Pembekuan/Koagulasi
Perubahan pada kadar fibrinogen, faktor-faktor pembekuan dan
platelet selama kehamilan berakibat pada peningkatan kapasitas
untuk pembekuan, dengan akibat peningkatan risiko terjadinya
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) seperti yang terjadi
pada komplikasi-komplikasi antara lain molahidatidosa dan abruptio
plasentae/solusio plasenta.
M. Sistem Pernapasan
Usaha pernapasan ibu harus meningkat pada kehamilan untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik jaringan ibu dan janin.
Pada akhir kehamilan, konsumsi oksigen meningkat sebesar 16-20%.
Sistem pernapasan juga di pengaruhi oleh volume uterus yang membesar.
Dalam hal cadangan fisiologis, stres yang di timbulkan oleh kehamilan
pada sistem pernapasan lebih kecil di bandingkan dengan peningkatan
yang dapat di ukur saat olahraga. Dampak klinis dari perbedaan ini adalah
bahwa pasien dengan penyakit pernapasan lebih kecil kemungkinannya
mengalami perburukan dibandingkan dengan penyakit jantung.
Pada awal kehamilan,dan bukan disebabkan oleh tekanan dari uterus,
diafragma terdorong ke atas sebanyak 4 cm. Gerakan respirasi diafragma
meningkat dan terjadi peningkatan pelebaran (pemekaran) iga bagian
bawah (peningkatan sudut substernal dari 68 derajat pada awal kehamilan
menjai 103 derajat pada akhir kehamilan).
Diafragma melakukan sebagian besar kerja respirasi; bernapas
lebih bersifat torakalis daripada abdominalis. Pengaruh hormon
236 Obstetri Fisiologi
local pada tonus otot polos jalan napas dan pembuluh darah paru.
Kapasitas difusi adalah tingkat kemudahan gas menembus membrane
paru. Pada awal kehamilan, kapasitas difusi menurun mungkin karena
efek estrogen pada komposisi mukopolisakarida dinding kapiler, yang
meningkatkan jarak difusi. Efek ini mungkin berlangsung selama
beberapa bulan setelah persalinan. Peningkatan retensi air di jaringan
paru juga menyebabkan penurunan kapasitas difusi.
Terjadi peningkatan closing volume yang mengisyaratkan diameter
saluran napas kecil berkurang, hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan cairan paru. Penurunan efisiensi pemindahan gas paru
dikompensasi secara parsial oleh relaksasi otot polos bronkiolus yang
dipicu oleh progesterone, yang menurunkan resistensi saluran napas.
Penurunan resistensi saluran napas berarti aliran udara meningkat.
Prostaglandin juga mempengaruhi otot polos bronkiolus. Prostaglandin
F2a, yang meningkat sepanjang kehamilan adalah konstriktor otot
polos, prostaglandin E1 dan E2, yang meningkat pada trimester ketiga,
merupakan dilator otot polos.Bagaimana pengaruh efisiensi pernafasan
pada kehamilan masih belumlah jelas, walaupun apabila digunakan
menginduksi abortus terapeutik prostaglandin F2a dapat menyebabkan
asma pada wanita yang rentan. Kerja bernafas mungkin tidak berubah
karena penurunan resistensi jalan napas mengkompensasi kongesti
dikapiler dinding bronkus.
Banyak wanita hamil mengalami dispnea, yang menimbulkan rasa
tidak nyaman dan kecemasan, sering pada awal kehamilan sebelum
terjadi perubahan dalam tekanan intra abdomen. Hal ini dikaitkan
erat pada PCO2 dan mungkin disebabkan oleh hiperventilasi.
kapiler di saluran napas akan mengalami pembengkakan yang dapat
menimbulkan kesulitan bernafas melalui hidung dan memperparah
infeksi saluran napas.
BAB 5 Kehamilan 239
Perubahan laring dan edema pita suara yang disebabkan oleh dilatasi
vaskuler dapat menyebabkan suara serak dan lebih berat, serta batuk
menetap. Pada kasus yang berat, perubahan berupa penebalan laring ini
dapat menyebabkan penyulit apabila akan dilakukan intubasi, misalnya
pada anestesia. Pada kehamilan, volume ekspirasi paksa pada 1 detik
dan laju arus puncak biasanya tidak terpengaruh. Saat persalinan, nyeri
menyebabkan peningkatan volume alun napas dan frekuensi pernafasan
(efek ini dihilangkan oleh anesthesia epidural yang efektif ). Pada kala
dua, kebutuhan otot menyebabkan asidosis metabolik (peningkatan
produksi laktat dan piruvat). Hal ini sedikit banyak diimbangi oleh
alkalosis respiratorik akibat hiperventilasi.
N. Sistem Persarafan
Sistem persarafan dan sistem hormonal merupakan bagian tubuh yang
saling berkomunikasi dan saling berhubungan. Sistem ini mempunyai
kemampuan untuk mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol
interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem persarafan
mengatur kebanyakan aktivitas sistem tubuh lainnya. Pengaturan sistem
tersebut memungkinkan terjalinnya komunikasi antara berbagai sistem
tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis.
Dalam sistem inilah terdapat segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan,
bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami,
mempelajari dan merespons suatu rangsangan merupakan hasil kerja
terintegrasi sistem persarafan yang mencapai puncaknya dalam bentuk
kepribadian dan tingkah laku individu.
Trimester I
a. Perubahan pada telinga, hidung dan laring terjadi karena perubahan
gerak cairan dan permeabilitas pembuluh darah.
b. Persepsi bau dan rasa erat kaitannya dan penurunan sensitifitas bau
mungkin terjadinya perubahan sensasi dan perubahan makanan
yang lebih disukai.
c. Perubahan dalam persepsi rasa mungkin disebabkan rasa pusing
dan perasaan tidak suka terhadap makanannya, terutama untuk
makanan yang rasanya pahit selama kehamilan.
d. Ibu hamil mengalami kesulitan untuk mulai tidur, sering terbangun,
jam tidur malam yang lebih sedikit serta efisiensi tidur yang mulai
berkurang.
e. Nyeri kepala ringan, rasa ingin pingsan, dan bahkan pingsan
(sinkop) sering terjadi pada awal kehamilan.
Trimester II
a. Nyeri kepala akibat ketegangan umum timbul saat ibu merasa
cemas dan tidak pasti tentang kehamilannya. Nyeri kepala dapat
juga dihubungkan dengan gangguan penglihatan, sinusitis, atau
migran.
b. Keram tungkai disebabkan pembesaran uterus memberikan tekanan
pada pembuluh darah panggul yang dapat mengganggu sirkulasi
dan saraf yang menuju ektremitas bagian bawah.
c. Masalah neuromuskular seperti kram otot/ tetani akibat kekurangan
kalsium (hipoklasemia)
242 Obstetri Fisiologi
Trimester III
a. Lordosis dorsolumbal dapat menyebabkan nyeri akibat tarikan
pada saraf atau kompresi akar syaraf
b. Rasa sering kesemutan atau acroestresia pada ekstremitas disebabkan
postur tubuh ibu yang membungkuk.
c. Edema yang melibatkan saraf perifer dapat menyebabkan carpal
tunel syndrom selama trimester akhir kehamilan. Edema menekan
saraf median di bawah ligamentum karpalis pergelangan tangan.
Sindrom ini ditandai parestesia (sensasi abnormal seperti rasa
terbakar atau gatal akibat gangguan pada sistem saraf sensori) dan
nyeri pada tangan yang menjalar ke siku.
d. Pembengkakan yang melibatkan saraf perifer dan tangan.
Pembengkakan tersebut menekan saraf median dibawah ligmen
persendian antara lengan dan tangan.
e. Akroestesia (kaku dan gatal di tangan) yang timbul akibat posisi
bahu yang membungkuk. Keadaan ini berkaitan dengan tarikan
pada segmen pleksus brakhialis.
Support Keluarga
Dukungan selama masa kehamilan sangat dibutuhkan terutama dari
orang terdekat apalagi bagi ibu yang baru pertama kali hamil. Seorang
BAB 5 Kehamilan 243
wanita akan merasa tenang dan nyaman dengan adanya dukungan dan
perhatian dari orang-orang terdekat.
a. Suami
Dukungan dan peran serta suami dalam masa kehamilan terbukti
meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan
dan proses persalinan, bahkan juga memicu produksi ASI.
Suami sebagai seorang yang paling dekat, dianggap paling tahu
kebutuhan istri. Saat hamil wanita mengalami perubahan baik
fisik maupun mental. Tugas penting suami yaitu memberikan
perhatian dan membina hubungan baik dengan istri, sehingga istri
mengonsultasikan setiap saat dan setiap masalah yang dialaminya
dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selama mengalami
kehamilan.
Saat hamil merupakan saat yang sensitif bagi seorang wanita,
jadi sebisa mungkin seorang suami memberikan suasana yang
mendukung perasaan istri, misalnya dengan mengajak istri jalan-
jalan ringan, menemani istri ke dokter untuk memeriksakan
kehamilannya serta tidak membuat masalah dalam komunikasi.
Diperoleh tidaknya dukungan suami tergantung dari keintiman
hubungan, ada tidaknya komunikasi yang bermakna dan ada
tidaknya masalah atau kekhawatiran akan bayinya.
b. Keluarga
Lingkungan keluarga yang harmonis ataupun lingkungan tempat
tinggal yang kondusif sangat berpengaruh terhadap keadaan emosi
ibu hamil. Wanita hamil sering kali mempunyai ketergantungan
terhadap orang lain di sekitarnya terutama pada ibu primigravida.
Keluarga harus menjadi bagian dalam mempersiapkan pasangan
menjadi orang tua.
244 Obstetri Fisiologi
5.8 KESIMPULAN
Pada wanita hamil terjadi perubahan-perubahan fisiologis yang sangat
spesifik, mulai dari perubahan sistem reproduksi, sistem payudara, sistem
endokrin, sistem kekebalan, sistem perkemihan, sistem pencernaan,
sistem muskuloskeletal,sistem kardiovaskular, sistem integumen, sistem
metabolisme, sistem IMT (BB), sistem darah dan pembekuan darah,
sistem pernafasan dan sistem persarafan. Dan perubahan-perubahan
yang terjadi saling berhubungan satu dengan yang lain. Perubahan
ini merupakan hal yang wajar dan normal yang tidak perlu ditakuti.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan akan kembali
seperti keadaan sebelum hamil, setelah proses persalinan dan menyusui
selesai.
PUSTAKA ACUAN
1. Knezevic KL, Gajovic S, Grbesa D. Human Embryonic Development In.
Kurjak A, Chervenak FA, Carrera JM editors. The Embryo as a patient.
London. The Parthenon Publishing. 2001. p.1-12
2. Sadler TW. First Week of Development: Ovulation to Implantation
In. Langman’s Medical Embryologi. 10th ed. Baltimore. William and
Wilkin. 2006. p.31-53
3. Cunningham F.G, Leveno K.J, Bloom S.L, Hauth J.C, Gilstrap III
BAB 5 Kehamilan 247
14. Croxatto HB, Ortiz ME. Egg transport in the fallopian tube. Gynecol
Invest. 1975;6(3-4):215-25.
15. Wilcox AJ, Weinberg CR, Baird DD. Timing of sexual intercourse in
relation to ovulation. Effects on the probability of conception, survival
of the pregnancy, and sex of the baby. N Engl J Med. 1995 Dec
7;333(23):1517-21.
16. Jones R. Identification and functions of mammalian sperm-egg recognition
molecules during fertilization. J Reprod Fertil Suppl. 1990;42:89-105.
17. Bedford JM. Puzzles of mammalian fertilization--and beyond. Int J Dev
Biol. 2008;52(5-6):415-26.
18. Lefievre L, Conner SJ, Salpekar A, Olufowobi O, Ashton P, Pavlovic B, et
al. Four zona pellucida glycoproteins are expressed in the human. Hum
Reprod. 2004 Jul;19(7):1580-6.
19. Aitken RJ, McLaughlin EA. Molecular mechanisms of sperm capacitation:
progesterone-induced secondary calcium oscillations reflect the attainment
of a capacitated state. Soc Reprod Fertil Suppl. 2007;63:273-93.
20. Swann K, Yu Y. The dynamics of calcium oscillations that activate
mammalian eggs. Int J Dev Biol. 2008;52(5-6):585-94.
21. Lalancette C, Miller D, Li Y, Krawetz SA. Paternal contributions: new
functional insights for spermatozoal RNA. J Cell Biochem. 2008 Aug
1;104(5):1570-9.
22. Sharkey AM, Smith SK. The endometrium as a cause of implantation
failure. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2003 Apr;17(2):289-307.
23. Burton GJ, Watson AL, Hempstock J, Skepper JN, Jauniaux E. Uterine
glands provide histiotrophic nutrition for the human fetus during the first
trimester of pregnancy. J Clin Endocrinol Metab. 2002 Jun;87(6):2954-9.
24. Diedrich K, Fauser BC, Devroey P, Griesinger G, Evian Annual
Reproduction Workshop G. The role of the endometrium and embryo in
human implantation. Hum Reprod Update. 2007 Jul-Aug;13(4):365-77.
BAB 5 Kehamilan 249
44. Keay SD, Vatish M, Karteris E, Hillhouse EW, Randeva HS. REVIEW:
The role of hCG in reproductive medicine. BJOG: An International
Journal of Obstetrics & Gynaecology. 2004;111(11):1218-28.
45. Hayes, Meghan; Larson, Lucia (2012). “Chapter 220. Overview of
Physiologic Changes of Pregnancy”. Principles and Practice of Hospital
Medicine. The McGraw-Hill Companies. ISBN 978-0071603898.
46. Guyton and hall (2005). Textbook of Medical Physiology (11 ed.).
Philadelphia: Saunders. pp. 103g. ISBN 81-8147-920-3.
47. Foley, Michael R. “Maternal adaptations to pregnancy: Cardiovascular
and hemodynamic changes”. www.uptodate.com. UptoDae. Retrieved
Dec 2017
48. Mims, Martha P. (2015). “Hematology During Pregnancy”. Williams
Hematology (9 ed.). McGraw-Hill Education.
49. Pessel, Caroline; Tsai, Ming C. (2013). “Chapter 10. The Normal
Puerperium”. CURRENT Diagnosis & Treatment: Obstetrics &
Gynecology (11 ed.). The McGraw-Hill Companies
50. “Maternal adaptations to pregnancy: Gastrointestinal tract”. www.
uptodate.com. Retrieved 2017-11-30.
51. Dunning K., Lemasters G., Levin L., Battacharya A., Alterman T., Lord
K. (2003). “Falls in workers during pregnancy: risk factors, job hazards,
and high risk occupations”. Am. J. Ind. Med. 44: 664–672. doi:10.1002/
ajim.10318.
52. Whitcome K.K.; Shapiro L.J.; Lieberman D.E. (2007). “Fetal load and
the evolution of lumbar lordosis in bipedal hominins”. Nature. 450:
1075–1078. doi:10.1038/nature06342. PMID 18075592.
53. Ostgaard HC, Andersson GB, Karlsson K (1991). “Prevalence of back
pain in pregnancy”. Spine. 16 (5): 549–52. doi:10.1097/00007632-
199105000-00011. PMID 1828912.
54. Foti, T., Davids, J.R., Bagley, A., 2000. A biomechanical analysis of gait
during pregnancy. The Journal of Bone and Joint Surgery. 82-A, 625-632.
252 Obstetri Fisiologi
55. Campbell, LA; Klocke, RA (April 2001). “Implications for the pregnant
patient”. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.
163 (5): 105154. doi:10.1164/ajrccm.163.5.16353. PMID 11316633.
56. Creasy, RK; Resnik, R; Iams, JD (2004). Maternal-Fetal Medicine:
Principles and Practice. Philadelphia: Saunders. pp. 118–119; 1173.
BAB 6
DIAGNOSIS KEHAMILAN
Firman F. Wirakusumah
Johannes C. Mose
Udin Sabarudin
Budi Handono
TUJUAN PEMBELAJARAN :
253
254 Obstetri Fisiologi
6.1 PENDAHULUAN
Jika seorang perempuan datang memeriksakan diri karena merasa diri
hamil, maka tugas kita yang pertama adalah menentukan apakah ia
betul-betul hamil. Kehamilan adalah suatu keadaan fisiologis yang
normal sehingga penting untuk dapat mengenal dengan baik perubahan-
perubahan yang normal atau tidak normal yang ditimbulkan oleh
kehamilan tersebut. Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalah untuk
pemeliharaan kesehatan ibu dan kelahiran bayi yang sehat.
Jika kehamilan masih muda, kadang-kadang sukar untuk memberi
kepastian hamil atau tidak karena rahim belum teraba dari luar.
Walaupun begitu, kita dapat mencari gejala-gejala lain sebagai pegangan
seperti misalnya adanya kolostrum, keadaan buah dada, mual, muntah
dan lain sebagainya. Pada kehamilan muda, hendaknya dilakukan
pemeriksaan dalam (toucher) sehingga dapat menemukan lebih banyak
tanda-tanda kehamilan. Pada umumnya kita lebih mudah menentukan
kehamilan apabila kehamilan sudah lanjut, misalnya lebih dari 5 bulan.
Selain menentukan kehamilan dengan pemeriksaan, kita juga harus
mendapat kesan tentang keadaan kehamilan, keadaan jalan lahir dan
kesehatan ibu.
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 255
6.2 ANAMNESIS
3) Tentang haid
Menarche ( pertama kali mendapat haid )
Haid teratur atau tidak dan bagaimana siklusnya
Lamanya haid
256 Obstetri Fisiologi
Banyaknya darah.
Sifat darah: cair atau menggumpal, bagaimana warnanya, apakah
berbau.
Haid nyeri atau tidak.
Kapan haid terakhir.
Yang dimaksud dengan haid terakhir ialah hari pertama dari haid
yang terakhir (HPHT).
Anamnesis haid memberikan kesan pada kita tentang faal alat
kandungan sedangkan mengetahui haid terakhir, teratur tidaknya haid
dan keadaan siklus haid dapat dipergunakan untuk memperhitungkan
tanggal taksiran persalinan (TP).
a. Perhitungan
Tanggal perkiraan persalinan dihitung dengan menambahkan 9
bulan dan 7 hari (Rumus Naegele) terhadap tanggal hari pertama
haid terakhir. Perhitungan ini pada perkiraan siklus haid 28 hari
dengan ovulasi terjadi disekitar hari ke-14 dari siklus haid. Rata-
rata lamanya kehamilan yang dihitung dari hari pertama haid
terakhir ±280 hari atau 40 minggu. Memperkirakan tanggal
kelahiran adalah menambahkan 7 hari ke hari I haid yang terakhir
dan menghitung kebelakang 3 bulan. Misal HPHT 6 Juli 2018,
maka TP, 13 April 2019.
b. Bila siklus haid tidak teratur
Perhitungan di atas tidak dapat digunakan pada perempuan dengan
siklus haid yang tidak teratur, karena saat ovulasi mungkin berada
di antara hari ke-14 dan hari ke-28 siklus haid. Pada beberapa kasus,
tanggal perkiraan persalinan berdasarkan perhitungan ini lebih awal
dari tanggal perkiraan persalinan biologis yang sesungguhnya.
c. Pil kontrasepsi
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 257
4) Tentang perkawinan
kawin atau tidak
berapa kali kawin
berapa lama kawin
Kalau seorang perempuan baru hamil sesudah lama kawin, nilai
anak tentu besar sekali dan ini harus diperhitungkan dalam pimpinan
persalinan karena merupakan anak mahal.
6) Kehamilan sekarang
Kapan HPHT, berapa hari siklus haid.
Kalau kehamilan masih muda adakah mual, muntah, sakit kepala,
perdarahan.
Kapan mulai merasa pergerakan anak
Kalau kehamilan sudah tua adakah bengkak di kaki atau muka,
sakit kepala, perdarahan, sakit pinggang, dan lain-lain.
Keluhan ini nanti harus diingat dalam memberi pengobatan.
7) Anamnesis keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga, anak kembar atau
penyakit menular yang dapat mempengaruhi persalinan (misalnya:
TBC).
Riwayat kelainan kongenital dalam keluarga untuk mengidentifikasi
risiko janin terhadap penyakit keturunan, riwayat kelainan
kongenital pada kelahiran sebelumnya.
Oleh karena itu konseling genetik prenatal merupakan hal yang
penting.
260 Obstetri Fisiologi
8) Kesehatan badan:
Pernahkah sakit keras atau dioperasi.
Bagaimana nafsu makan, miksi dan defekasi.
6.3 PEMERIKSAAN
1. Inspeksi
Muka:
Adakah kloasma gravidarum, keadaan selaput mata pucat atau
merah, adakah edema pada muka, bagaimana keadaan lidah, gigi.
Leher:
Apakah ada bendungan vena di leher (misalnya pada penyakit
jantung), apakah kelenjar gondok membesar atau kelenjar limfa
membengkak.
Dada:
Bentuk buah dada, pigmentasi puting susu dan gelanggang susu,
keadaan puting susu, adakah kolostrum.
Perut:
perut membesar ke depan atau ke samping (pada asites misalnya
membesar ke samping); keadaan pusar, pigmentasi di linea alba,
nampakkah gerakan janin atau kontraksi rahim, adakah striae
gravidarum atau bekas luka.
Vulva:
Keadaan perineum, carilah varises, tanda Chadwick, kondilomata,
fluor.
Anggota bawah:
Cari varises, edema, luka, sikatriks pada lipat paha.
266 Obstetri Fisiologi
2. Palpasi
Maksudnya periksa raba ialah untuk menentukan:
1. Besarnya rahim dan dengan ini menentukan tuanya kehamilan.
2. Menentukan letaknya janin dalam rahim.
Selain dari pada itu selalu juga harus diraba apakah ada tumor-
tumor lain dalam rongga perut, kista, mioma, limpa yang membesar.
Cara melakukan palpasi menurut Leopold terdiri atas 4 bagian:
Leopold I
Kaki penderita dibengkokkan pada lutut dan lipat paha.
Pemeriksa berdiri sebelah kanan penderita, dan melihat ke arah
muka penderita.
Rahim dibawa ke tengah.
Tingginya fundus uteri ditentukan.
Tentukan bagian apa dari janin yang terdapat dalam fundus.
• Sifat bokong lunak, kurang bundar dan kurang melenting.
• Sifat kepala ialah keras, bundar dan melenting.
• Pada letak lintang fundus uteri kosong.
Sebelum bulan ke-III: fundus uteri belum dapat diraba dari luar.
Akhir bulan III: (12 minggu) fundus uteri. 1-2 jari atas simfisis.
Akhir bulan IV: (16 minggu ) fundus uteri pertengahan antara
simfisis- pusat.
Akhir bulan V: (20 minggu) 3 jari bawah pusat.
Akhir bulan VI: (24 minggu) setinggi pusat.
Akhir bulan VII: (28 minggu) 3 jari atas pusat.
Akhir bulan VIII: (32 minggu) pertengahan prosesus xifoideus-pusat.
Akhir bulan IX: (36 minggu) sampai arkus kostarum atau 3 jari di
bawah prosesus xifoideus.
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 267
Gambar 6.1. A. Pemeriksaan tuanya kehamilan dari tingginya fundus uteri. B. Tinggi
fundus uteri menurut tuanya kehamilan dalam minggu (dikutip dari
Obstetri Fisiologi edisi 2)
Fundus uteri paling tinggi pada akhir bulan ke-IX. Setelah bulan ke-IX
fundus uteri pada primigravida turun lagi karena kepala mulai turun ke
dalam rongga panggul. Pada seorang multigravida yang berbaring fundus
uteri tetap setinggi arkus kostarum dan malahan menonjol ke depan.
268 Obstetri Fisiologi
Gambar 6.2. Mengukur jarak simfisis-fundus dengan cara Mc-DONALD (dikutip dari
Obstetri Fisiologi edisi 2)
Gambar 6.3. Grafik perimeter umbilical dan tingginya fundus uteri (dikutip dari
Obstetri Fisiologi edisi 2)
270 Obstetri Fisiologi
Leopold II
Kedua tangan pindah ke samping.
Tentukan di mana punggung janin.
Punggung anak terdapat di pihak yang memberikan rintangan
yang terbesar, carilah bagian-bagian kecil, yang biasanya terletak
bertentangan dengan fihak yang memberi rintangan yang terbesar.
Kadang-kadang di samping terdapat kepala atau bokong ialah pada
letak lintang.
Leopold II terutama untuk menentukan di mana letaknya punggung
janin dan di mana letaknya bagian-bagian kecil.
Leopold III
Pergunakan satu tangan saja.
Bagian bawah ditentukan antara ibu jari dan jari lainnya.
Gerakkan tangan untuk mengetahui apakah bagian bawah janin
masih dapat digoyangkan.
Leopold III untuk menentukan apa yang terdapat di bagian bawah
dan apakah bagian bawah janin sudah atau belum terpegang oleh pintu
atas panggul
Leopold IV
Pemeriksa melihat ke arah kaki ibu hamil.
Dengan kedua tangan ditentukan apa yang menjadi bagian bawah.
Ditentukan apakah bagian bawah sudah masuk ke dalam pintu atas
panggul, dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul.
Jika kira rapatkan kedua tangan pada permukaan dari bagian
terbawah dari kepala yang masih teraba dari luar dan:
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 271
Sebelum bulan ke-III uterus tak dapat diraba dari luar dan untuk
mencari perubahan dalam besarnya, bentuknya dan konsistensinya
dilakukan pemeriksaan dalam atau toucher .
Perubahan yang dapat diketemukan pada kehamilan muda ialah:
• Selaput lendir vulva dan vagina membiru (tanda Chadwick).
• Porsio lunak secara bertahap dan kebiru-biruan seperti halnya
pada vagina (Tanda Goodell ).
• Korpus uteri membesar dan lunak.
• Perubahan yang paling awal timbul di daerah korpus uteri ialah
adanya pelunakan yang tidak merata dari fundus yang meliputi
tempat implantasi (tanda von Fernwald). Gejala ini biasanya
timbul pada kehamilan 4-5 minggu.
• Bila tanda tersebut letaknya lebih ke lateral (misalnya di daerah
kornu) maka pembesaran tersebut akan lebih nyata sehingga
kadang-kadang di fundus uteri teraba tidak rata karena uterus lebih
cepat tumbuhnya di daerah implantasi telur (tanda Piskacek).
• Pada kehamilan muda, perbatasan utero-serviks juga berubah
. Tanda yang permulaan ditemukan adalah adanya daerah
pelunakan di sebelah depan garis tengah (Tanda Ladin). Tanda
ini biasanya pada kehamilan sekitar 6 minggu.
• Pada kehamilan 7-8 minggu, uterus dan seviks mudah dibuat
fleksi pada daerah perbatasan utero- serviks (Tanda McDonald).
• Bila 2 jari dari tangan dalam diletakkan dalam forniks posterior
dan tangan satunya pada dinding perut depan di atas simfisis,
maka ismus uteri sedemikian lunaknya, seolah-olah korpus
uteri tidak berhubungan dengan serviks. (tanda Hegar)
• Pada waktu pemeriksaan maka kadang-kadang korpus uteri
yang lunak itu menjadi lebih keras. Hal tersebut disebabkan
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 273
Gambar 6.4. Tanda-tanda klinis pada kehamilan muda (dikutip dari Obstetri Fisiologi edisi 2)
Gambar 6.5. Pemeriksaan dengan cara palpasi dari Leopold (dikutip dari Obstetri Fisiologi
edisi 2)
A. Janin
Bunyi jantung janin
Baru dapat didengar pada akhir bulan ke-V, walaupun dengan
dopton sudah dapat didengar pada akhir bulan ke-III dan dengan
ultrasonik pulsasi jantung sudah dapat dilihat pada umur kehamilan
7 minggu. Frekuensinya lebih cepat dari bunyi jantung orang
dewasa ialah antara 120 -160 /menit. Karena badan janin dalam
kifose dan di depan dada terdapat lengan janin maka bunyi jantung
paling jelas terdengar di pihak punggung janin dekat pada kepala.
Pada presentasi biasa (letak kepala) tempat ini kiri atau kanan di
bawah pusat. Jika bagian-bagian janin belum dapat ditentukan,
maka bunyi jantung harus dicari pada garis tengah di atas simfisis.
Dari bunyi jantung janin, dapat diketahui:
1. Adanya bunyi jantung janin, menunjukkan:
○○ tanda pasti kehamilan
○○ janin hidup.
2. Tempat bunyi jantung janin terdengar dapat menunjukkan:
○○ presentasi janin
○○ posisi janin (kedudukan punggung)
○○ sikap janin (habitus)
○○ adanya kehamilan multipel.
Kalau bunyi jantung terdengar kiri atau kanan dibawah pusat,
maka presentasinya kepala, kalau terdengar kiri kanan setinggi
atau diatas pusat, maka presentasinya bokong (letak sungsang).
276 Obstetri Fisiologi
Misalnya:
5 det. 5 det. 5 det. Kesimpulan:
11 12 11 - Teratur, frekuensi 136 x/m berarti janin baik.
10 14 9 - Tak teratur, frekuensi 132 x/m, asfiksia
8 7 8 - Teratur, frekuensi 92 x/m, asfiksia.
Bising tali pusat
Sifatnya meniup karena tali pusat tertekan.
Dengan mengubah sikap ibu sering bising ini hilang.
Gerakan janin
Gerakan janin yang bersifat pukulan dari dalam rahim
B. Bising Ibu:
Bising rahim:
Bersifat bising dan frekuensinya sama dengan denyut nadi ibu.
Disebabkan aliran darah arteri uterina.
Bunyi aorta:
Frekuensinya sama dengan denyut nadi ibu, untuk membedakannya
dengan bunyi jantung janin maka nadi ibu harus dipegang.
Bising usus:
Sifatnya tak teratur, disebabkan udara dan cairan yang ada dalam
usus ibu.
278 Obstetri Fisiologi
Gambar 6.6 Mendengarkan bunyi jantung anak dengan Doptone (dikutip dari Obstetri
Fisiologi edisi 2)
4. Pemeriksaan Dalam
Dokter biasanya melakukan pemeriksaan dalam pertama pada
kehamilan muda dan sekali lagi pada kehamilan + 8 bulan untuk
pemeriksaan panggul.
Pemeriksaan panggul:
Keadaan panggul terutama penting bagi primigravida, karena
panggulnya belum pernah diuji dalam persalinan, sebaliknya pada
multigravida anamnesis mengenai persalinan yang gampang dapat
memberikan keterangan yang berharga mengenai keadaan panggul.
Seorang multipara yang sudah beberapa kali melahirkan janin yang
aterm dengan spontan dan mudah, dapat dianggap mempunyai
panggul yang cukup luas. Walaupun begitu jalan lahir seorang
multipara yang dulunya tak menimbulkan kesukaran kadang-
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 279
6.4.2. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada janin menggambarkan
apakah janin tersebut telah tumbuh dan berkembang dengan baik
atau apakah pengukuran tersebut menghasilkan outcome diluar
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 281
5. Femur Length
Dilakukan pengukuran pada tulang terpanjang dari janin dan
pengukuran ini merefleksikan perkembangan longitudinal dari
janin. Ukurannya membesar dari 1,5 cm pada usia kehamilan 14
minggu sampai 7,8 cm saat cukup bulan.
Berikut adalah tabel yang berisi rataan panjang pengukuran pada tiap
usia kehamilan untuk tiap pengukuran USG yang umum dilakukan:
Tabel 6.1 Rerata panjang pengukuran pada tiap usia kehamilan untuk
tiap pengukuran USG
Usia Kantung CRL BPD Panjang Ukuran Ukuran
gestasi kehamilan (mm) (mm) femur kepala abdomen
(mm) (mm) (mm) (mm)
4 minggu 3
5 minggu 6
6 minggu 14
7 minggu 27 8
8 minggu 29 15
9 minggu 33 21
10 minggu 31
11 minggu 41
12 minggu 51 21 8 70 56
13 minggu 71 25 11 84 69
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 285
langsung (indirect) atau sel darah merah yang dibuat peka atau partikel
lateks. Dasar dari tes ini adalah adanya korionik gonadotropin yang
merupakan protein polipeptid dan bersifat antigenik. Tes ini lebih
akurat, mudah dikerjakan, lebih murah diban-ding tes biologi. Untuk
menjadi komplit dan menghasilkan tes yang positif, tes ini perlu waktu
antara 2 menit sampai 2 jam dengan sensitivitas yang berbeda-beda
mulai hanya dari 700-750 IU hCG sampai 2000 - 8000 IU hCG. Oleh
karena itu penting sekali untuk mengetahui tipe dan sensitivitas tes
yang dipakai.
Tes imunologi kehamilan menggunakan urin positif yang
mengandung protein (proteinuria). Bila protein ini 1+ pada pasien
yang sedang minum obat antipsikotik, mungkin akan menimbulkan
hasil tes positif palsu (false positive), sedangkan tablet yang mengandung
estrogen-progesteron tidak mempengaruhi tes ini.
a. Tanda-tanda pasti
b. Tanda-tanda mungkin
Gambar 6.12 . A. Tanda Piskacek B. Tanda Braun v. Fernwald (dikutip dari Obstetri Fisiologi
edisi 2)
4. Balotemen
Pada bulan ke-IV dan V janin itu kecil dibandingkan dengan
banyaknya air ketuban, maka kalau rahim didorong dengan
292 Obstetri Fisiologi
Gambar 6.14. Balotemen dari janin dengan cara pemeriksaan dalam (dikutip dari Obstetri
Fisiologi edisi 2)
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 293
6. Pemeriksaan biologis.
Tidak dimasukkan tanda pasti karena keadaan lain dapat
menimbulkan reaksi yang positif.
7. Pembesaran perut.
Setelah bulan ke-III rahim dapat diraba dari luar dan mulai
membesarkan perut.
8. Keluarnya kolostrum.
9. Hiperpigmentasi kulit seperti pada muka yang disebut kloasma
gravidarum (topeng kehamilan). Hiperpigmentasi areola dan papila
mame, hiperpigmentasi linea alba (putih) yang menjadi linea fuska
(coklat) atau linea nigra (hitam).
10. Tanda Chadwick ialah warna selaput lendir vulva dan vagina
menjadi ungu.
11. Adanya amenore.
Pada perempuan sehat dengan haid yang teratur, amenore
menandakan kemungkinan kehamilan.
Kadang-kadang amenore disebabkan oleh hal-hal lain diantaranya
penyakit berat seperti TBC, Tifus, Anemia atau karena pengaruh
psikis misalnya karena perubahan lingkungan (dari desa ke asrama)
juga dalam masa perang sering timbul amenore pada perempuan.
12. Mual dan muntah.
13. Ibu merasa pergerakan janin.
14. Sering kencing karena rahim yang membesar menekan pada
kandung kencing.
15. Perasaan dada berisi dan agak nyeri.
Primi: Multi:
• buah dada tegang • lembek, menggantung
• puting susu runcing • puting susu tumpul
• perut tegang dan menonjol • perut lembek dan tergantung
ke depan
• striae livide • striae livide dan striae albikans
• perineum utuh • perineum berparut
• vulva tertutup • vulva menganga
• himen perforatus • karunkule mirtiformis
• vagina sempit dan teraba • vagina longgar, selaput lendir
rugae licin
• porsio runcing, ostium • porsio tumpul dan tertutup
eksternum terbagi dalam bibir depan
dan bibir belakang
8 bulan: 10 bulan:
• perut lebih kecil • perut lebih besar
• epigastrium tegang pada • epigastrium lembek
primigravida
• pusat mendatar • pusat menonjol
• kepala kecil • kepala besar
• kepala belum turun pada • kepala sudah turun ke dalam
primigravida rongga panggul
296 Obstetri Fisiologi
Prognosis
Setelah pemeriksaan selesai maka atas dasar pemeriksaan kita harus
dapat membuat prognosis atau ramalan persalinan artinya kita
berusaha meramalkan apakah persalinan kira-kira akan berjalan dengan
biasa atau sulit dan berbahaya. Ramalan ini perlu untuk menentukan
apakah penderita harus bersalin di fasilitas kesehatan tingkat dasar atau
300 Obstetri Fisiologi
Terapi (Pengobatan)
Tujuan dari terapi pada perempuan hamil ialah untuk mencapai taraf
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam kehamilan dan menjelang
persalinan.
Yang paling sering memerlukan pengobatan dan atau perawatan
ialah:
anemia
penyakit defisiensi lainnya seperti hipovitaminosis
hiperemesis gravidarum
perdarahan dalam kehamilan
kelainan letak
toksemia gravidarum
kegelisahan menjelang persalinan
Selanjutnya ibu harus diberi nasihat mengenai cara-cara kehidupan
waktu hamil, berapa kali sebulan ia harus memeriksa diri, apa tanda-
tanda bahaya, bila ia harus masuk rumah sakit atau apa yang harus
disediakan kalau akan bersalin di rumah.
BAB 6 Diagnosis Kehamilan 301
PUSTAKA ACUAN
1. Wirakusumah FF, Mose JC, Handono B. Pemeriksaan kehamilan:
Obstetri fisiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;
1983.
2. Gill KA. Ultrasound in obstetrics and gynecology: A practitioner’s guide.
Edisi ke-4. California: Davies Publishing Inc; 2014.
Obstetrics Ultrasound-Fetal & Prenatal Ultrasound. Diunduh: September
2018. Tersedia dari: http://www.imaginis.com/obstetrics/prenatal-
ultrasound-and-obstetric.com
3. American Institute of Ultrasound in Medicine (AIUM). Practice guideline
for the performance of obstetric ultrasound examinations. AIUM; 2013.
4. Jenkins T, Wapner R. Prenatal diagnosis of congenital disorders. Dalam:
Creasy R, Resnik R, penyunting. Maternal fetal medicine: Principles and
practice. Edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders; 2004. hlm 253–73.
5. Gallan HL, Padipati S, Filly RA. Ultrasound evaluation of fetal biometry
normal & abnormal fetal growth. Dalam: Callen PW, penyunting. Callen
ultrasonography in obstetrics and gynecology. Edisi ke-5. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2008. Hlm 225–65.
6. Walsh L. Obstetric ultrasound for evaluation of fetal growth. Birmingham:
Perinatal Institute; 2014.
7. Callen PW. Amniotic fluid volume. Dalam: Callen PW, penyunting.
Callen ultrasonography in obstetrics and gynecology. Edisi ke-5.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. Hlm 758–79.
302 Obstetri Fisiologi
BAB 7
ASUHAN ANTENATAL
Hidayat Wijayanegara
Johanes C. Mose
Anita Deborah Anwar
Febia Erfiandi
TUJUAN PEMBELAJARAN :
Gravidogram
Gravidogram merupakan sarana untuk memantau perkembangan/
pertumbuhan janin dan volume cairan amnion, bukan untuk
menentukan umur kehamilan. Gravidogram menggambarkan
hubungan antara umur kehamilan dengan tingginya fundus uteri.
310 Obstetri Fisiologi
mungkin terjadi. Metoda skrining atau diagnosis hingga saat ini masih
mengandalkan pemeriksaan laboratorium. Namun metoda yang ada
hingga masih memiliki banyak kendala terutama dalam segi sensitifitas,
spesifisitas, akurasi dan efektifitas. Untuk mengoptimalisasi upaya
skrining atau diagnosis tersebut, banyak pihak terutama para klinisi
dan peneliti kesehatan terus melakukan upaya pengembangan melalui
penelitian dan pembaharuan panduan yang dilakukan. Sehingga
diharapkan terdapat peningkatan kualitas metoda diagnosis dan
efektifitas penerapannya dalam menekan dampak bahkan mencegah
terjadinya gangguan dalam kehamilan.
ibu. Pada kehamilan normal, volume plasma ibu meningkat hingga 50%
dan massa sel darah merah meningkat secara bertahap sekitar 20%. Hal
ini mengakibatkan kadar hemoglobin (Hb) menurun. Respons fisiologi
normal ini dapat mengakibatkan anemia defisiensi zat besi.
Kadar hemoglobin yang dianggap sebagai anemia masih
kontroversial dan hasil penelitian belum menunjukkan konsistensi.
Namun, beberapa penelitian melaporkan bahwa 11 g/100 mL hingga
12 g/100 mL merupakan rerata minimum kadar Hb dalam kehamilan.
Kadar Hb diketahui bervariasi berdasarkan usia kehamilan, sehingga
disarankan untuk melakukan pemeriksaan berulang untuk menghindari
kerancuan. Penelitian di Inggris menunjukkan rentang Hb normal
pada wanita hamil hingga usia kehamilan 12 minggu adalah diatas 11
g/100 ml dan pada 28-30 minggu adalah sebesar 10,5 g/100 mL.[2]
Kadar Hb antara 8,5 g/100 mL dan 10,5 g/100 mL dianggap terkait
dengan penekanan risiko bayi dengan berat lahir rendah dan persalinan
prematur (EL=3). Peningkatan risiko luaran janin yang buruk berkaitan
dengan kadar hemoglobin yang rendah dan terlalu tinggi (EL=3).
Dampak dari usia kehamilan terhadap perubahan volume plasma
harus dipertimbangkan untuk memperbaiki diagnosis anemia
defisiensi zat besi dalam kehamilan. Patogenesis anemia yang berbeda-
beda (defisiensi zat besi, talasemia, sickle cell anemia) menyebabkan
penggunaan hemoglobin sebagai satu-satunya parameter diagnose
anemia menjadi tidak sensitif meskipun sudah sering digunakan
sebagai indikator pertama dalam praktek klinis. Ketika muncul dugaan
defisiensi zat besi, maka harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan
sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik. Serum ferritin merupakan
pemeriksaan skrining yang paling sensitif untuk mendeteksi jumlah zat
besi. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 90% dengan cut off point 30
mikrogram/liter.
BAB 7 Asuhan Antenatal 313
kehamilan dan jika ibu terinfeksi rubela selama kehamilan maka tidak
ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan ke janin.
Titer antibodi rubela harus dilakukan pada tiap kehamilan karena
kadarnya dapat menurun dan berada dibawah kadar proteksi. Kondisi
ini banyak ditemukan pada wanita yang sebelunya terpapar virus
melalui imunisasi. Oleh karena itu dibutuhkan upaya interpretasi
khusus untuk menilai hasil pemeriksaan titer antibodi rubella pada
wanita yang sebelumnya memiliki imunitas Rubela. Kadar antibodi
Rubela lebih tinggi dari 10 IU/mL biasanya mengindikasikan adanya
proteksi. Namun, pernah dilaporkan bahwa reinfeksi dapat terjadi pada
wanita dengan titer antibodi rubela di atas 15 IU/mL. Oleh karena itu,
wanita hamil dengan titer antibodi kurang dari 15 IU/mL disarankan
untuk tidak melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi Rubela.
Wanita dengan titer antibodi rubela kurang dari 25 IU/mL dan hanya
mendapatkan satu dosis MMR disarankan untuk mendapatkan dosis
kedua setelah persalinan.
Sifilis
Skrining sifilis harus dilakukan pada seluruh wanita hamil. Wanita
yang terinfeksi sifilis dapat mengalami morbiditas jangka panjang
dan komplikasi kehamilan yang signifikan seperti 70-100% bayi
akan terinfeksi dan sepertiganya lahir mati. Infeksi sifilis juga dapat
mengakibatkan persalinan premature pada 20% ibu terinfeksi sifilis.
Penularan sifilis dari ibu ke janin dalam kehamilan berhubungan
dengan hidrops, pertumbuhan janin terhambat, kecacatan dan
kematian perinatal.
U.S. Preventive Services Task Force (USPSTF) juga merekomendasikan
seluruh wanita hamil harus melakukan pemeriksaan serologi rutin (RPR
316 Obstetri Fisiologi
Hepatitis B
Skrining hepatitis B disarankan pada seluruh wanita hamil di awal
kehamilan. Rekomendasi tersebut didasarkan pada fakta bahwa sekitar
BAB 7 Asuhan Antenatal 317
85% bayi lahir dari ibu terinfeksi hepatitis B (biasanya pada wanita
dengan HBeAg positif dengan status infeksi aktif ) akan menjadi
pembawa dan dapat berkembang menjadi penyakit hati kronis seperti
sirosis, gagal hati atau kanker. Penularan virus hepatitis B dari ibu
ke janin dapat dicegah dengan pemberian vaksin hepatitis B dan
immunoglobulin pada bayi ketika lahir, sehingga upaya skrining perlu
dilakukan.
Skrining universal hepatitis B surface antigen (HbsAg)
direkomendasikan pada visite prenatal pertama kali. Pada wanita hamil
dengan risiko tinggi harus dilakukan reskrining pada usia kehamilan
lanjut. Kategori wanita hamil berisiko tinggi adalah:
• Memiliki pasangan seksual lebih dari satu dalam enam bulan
ke belakang
• Pernah melakukan pemeriksaan atau terapi infeksi penyakit
menular seksual
• Pernah atau sedang menggunakan obat-obatan injeksi
• Memiliki pasangan dengan HbsAg positif
Wanita dengan risiko tinggi hepatitis B disarankan melakukan
vaksinasi selama kehamilan. Untuk menghindari kesalahan interpretasi
hasil positif sementara, maka pemeriksaan HBsAg harus dilakukan
sebelum vaksinasi.
The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
merekomendasikan skrining universal hepatitis B pada seluruh wanita
hamil di awal kehamilan. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu dengan
seropositive disarankan mendapatkan Hepatitis B immunoglobulin
(HBIG) segera setelah dilahirkan. Setiap wanita hamil dengan HBsAg
positif harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan
jumlah virus. Tingginya jumlah virus akan meningkatkan risiko
318 Obstetri Fisiologi
HIV
Skrining HIV harus dilakukan pada seluruh wanita hamil. Rekomendasi
tersebut didasarkan pada fakta yang menunjukkan bahwa tes
skrining cepat dapat mendeteksi HIV dengan akurat. Selain itu fakta
menunjukkan bahwa konseling dan skrining universal yang disertai
persetujuan pasien dapat meningkatkan jumlah wanita penderita HIV
yang terdiagnosa dan diberikan terapi sebelum persalinan. Deteksi
dini HIV juga menyokong pertimbangan memilih metoda persalinan
dengan seksio dan menghindari pemberian ASI sehingga dapat menekan
angka penularan HIV. USPSTF juga menyimpulkan bahwa manfaat
dari skrining universal wanita hamil lebih banyak dibandingkan efek
samping negatif yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan HIV harus dilakukan pada visite prenatal pertama
kali dengan persetujuan pasien. Jika pasien menolak, maka penolakan
tersebut harus dicatat. Wanita dengan HIV positif dapat diberikan
terapi untuk menekan risiko penularan HIV ke janin (risiko dapat
ditekan dari 32% hingga kurang dari 1%). Setiap orang yang akan
melakukan tes HIV harus diberikan konseling yang sesuai mengenai
dampak dari hasil pemeriksaan. Jika pasien berisiko terinfeksi HIV,
maka skrining hepatitis C harus juga disarankan.
Metoda yang umum digunakan untuk mendiagnosa infeksi
HIV adalah pemeriksaan antibodi HIV-1 dan HIV-2.Antibodi HIV
dapat dideteksi pada 95% pasien dalam masa infeksi 3 bulan. Teknik
BAB 7 Asuhan Antenatal 319
pemeriksaan HIV untuk wanita hamil antara lain protokol EIA dan
western blot dengan sensitivitas 99% dan spesifisitas 99,99%,[7] dan
protokol pendekatan dua ELISA. Evidence Level =3. Di antara kedua
protokol tersebut, EIA digunakan terlebih dahulu, dan jika hasilnya
tidak reaktif, maka dapat dilaporkan HIV negatif. (Evidence Level=4)
Jika reaksinya positif, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan metoda lain yang berbeda. Jika kedua pemeriksaaan konfirmasi
menunjukkan hasil nonreaktif, maka hasilnya dapat dianggap negatif.
Akan tetapi jika pemeriksaan konfirmasi reaktif, maka satu kali
pemeriksaan lanjutan dengan spesimen yang baru harus dilakukan
untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan prosedural yang terjadi.
Urinalisis
Skrining asymptomatic bacteriuria (ASB) dengan metoda kultur urin
disarankan pada seluruh wanita hamil pada visite prenatal pertama.
Akan tetapi hingga kini belum ada data yang memadai untuk
menentukan frekuensi pemeriksaan urin lanjutan selama kehamilan.
Kultur urin yang dilakukan pada usia kehamilan 12-16 minggu dapat
mengidentifikasi 80% wanita yang berisiko mengalami ASB dalam
kehamilannya. Metoda pemeriksaan lainnya adalah menggunakan
dipstick. Pemeriksaan menggunakan dipstick hanya memiliki sensitivitas
50% dibandingkan kultur dan positive predictive value sebesar 13% pada
wanita hamil. Sedangkan analisis mikroskopis memiliki sensitivitas
sebesar 83% namun spesifisitasnya hanya 59%. Urinalisis mikroskopis
memiliki predictive value sebesar 4,2-4,5%.
Deteksi dini ASB pada wanita hamil sangat penting dilakukan
karena bakteriuri merupakan faktor risiko yang dapat mengakibatkan
komplikasi serius seperti pyelonephritis akut, persalinan prematur dan
berat bayi lahir rendah. Randomized controlled trials (RCTs), studi
320 Obstetri Fisiologi
• Trisomi 13
• Sindrom Turner
• Kerusakan bumbung neural
Rekomendasi level A
Skrining trimester pertama menggunakan pemeriksaan nuchal
translucency dan biomarker merupakan tes skrining yang
efektif untuk Down syndrome pada populasi umum. Meskipun
memiliki tingkat kesalahan positif yang sama, metoda skrining ini
menghasilkan tingkat deteksi Down syndrome yang lebih tinggi
dibandingkan pemeriksaan triple serum maternal di trimester
326 Obstetri Fisiologi
Rekomendasi level B
Skrining dan pemeriksaan diagnostik invasif untuk aneuploidi
harus dilakukan pada seluruh wanita yang datang untuk
pemeriksaan prenatal sebelum usia kehamilan 20 minggu tanpa
mempertimbangkan usia ibu. Pasien tersebut harus diberikan
informasi mengenai perbedaan antara skrining dan pemeriksaan
diagnostik invasif.
Skrining trimester pertama dan kedua yang terintegrasi lebih
sensitif dengan tingkat kesalahan positif lebih rendah dibandingkan
skrining trimester pertama saja.
Skrining serum terintegrasi merupakan opsi yang bermanfaat ketika
pemeriksaan NT tidak dapat dilakukan
Temuan abnormal pada pemeriksaan USG di trimester kedua
menunjukkan kelainan kongenital yang meningkatkan risiko
aneuploidi dan memastikan harus dilakukannya konseling dan
prosedur diagnostik lanjutan.
Pasien dengan hasil pengukuran NT 3,5 mm atau lebih di
trimester pertama, meskipun hasil skrining aneuploidi negatif, atau
BAB 7 Asuhan Antenatal 327
Rekomendasi level C
Setelah skrining trimester pertama, skrining lanjutan Down
syndrome di trimester kedua tidak diindikasikan kecuali dilakukan
sebagai komponen dari pemeriksaan terintegrasi.
Detil penanda USG trimester kedua harus diinterpretasikan dalam
konteks usia pasien, riwayat, dan hasil skrining serum.
karena beberapa bayi yang lahir dari ibu dengan hasil kultur negatif
tetap terinfeksi GBS. Di samping itu, teknik kultur baru dapat
memberikan hasil dalam waktu 1-3 hari, sehingga kurang efektif
bagi ibu yang segera melahirkan. Untuk menyiasati kekurangan
tersebut maka dapat dipilih teknik pemeriksaan lainnya yaitu dengan
pemeriksaan berbasis DNA.
Pemeriksaan GBS berbasis DNA mendeteksi keberadaan GBS
dengan teknik amplifikasi DNA seperti polymerase chain reaction
(PCR) dan dapat memberikan hasil dalam hitungan jam. Akan tetapi,
tipe pemeriksaan ini tidak memiliki sensitivitas sebaik kultur (dapat
memberikan hasil kesalahan negatif ) dan tidak direkomendasikan
sebagai skrining rutin pada wanita tidak hamil. Sensitivitas metoda
ini dapat ditingkatkan dengan pengayaan sampel, namun hal ini juga
dianggap tidak praktis pada wanita dalam masa persalinan.
Pada masa janin, pertumbuhan sel, jaringan dan organ tubuhnya akan
melewati saat kritis yang sangat sensitif dengan adanya intervensi dari luar.
Pada saat ini sedang terjadi pembelahan sel yang cepat sehingga sangat
mudah mengalami perubahan (dibentuk) oleh lingkungan sekitarnya.
Walaupun arah pertumbuhan sel janin sudah ditakdirkan oleh gen yang
dimilikinya namun pengaruh lingkungan termasuk nutrisi, stress dan
asupan oksigen akan sangat berpengaruh pada hasil akhirnya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan pemberian makanan rendah
protein pada tikus hamil akan melahirkan tikus-tikus yang saat
dewasanya mengalami kenaikan tekanan darah, gangguan metabolism
gula di hati, perubahan metabolisme kolesterol, sekresi insulin dan
pertumbuhan ginjal.
Walaupun perubahan nutrisi dapat berpengaruh secara langsung
pada perubahan pertumbuhan, namun ada dugaan bahwa nutrisi
juga berpengaruh secara tidak langsung melalui pengaruh hormonal.
Percobaan binatang juga membuktikan bahwa hipotalamus janin
berperan sebagai organ kunci bagi perubahan tadi akibat perubahan
pada status hormonal janin.
7.4.3 Mekanisme
Mekanisme untuk menjelaskan hubungan antara BBLR dengan
kejadian resistensi insulin di masa dewasa masih belum jelas diketahui.
Akan tetapi para ahli menduga bahwa pada bayi BBLR telah terjadi
kelainan pada jaringan otot skelet dan fungsinya sehingga menggangu
fungsi insulin untuk meregulasi gula. Sebagai akibat dari kekurangan
nutrisi maka janin akan mengurangi ketergantungan metabolismenya
akan gula dan meningkatkan proses oksidasi dan subtratnya termasuk
asam amino dan laktat. (gambar 7.1).
332 Obstetri Fisiologi
Gambar 7.1. Faktor faktor yang berperan dan mekanisme gangguan pertumbuhan
dan fetal programming (Godfrey KM, Barker DJP. Fetal programming and adult health.
Public Health Nutrition 2001).
Kriteria Rekomendasi
Kategori IMT Kg Lb
Rendah < 19,8 12,5-18 28-40
Normal 19,8-26 11,5-16 25-35
Tinggi 26-29 7-11,5 15-25
Gemuk > 29 >7 > 15
Tabel 7.2. Kebutuhan Nutrisi Harian Ibu Hamil dan Menyusui (Food and
nutrition board of the institute of medicine: Dietary reference intake. National academy of science,
2004).
Hamil Menyusui
Usia (Tahun) 14-18 19-50 14-18 19-50
Fat soluble vitamins
Vitamin A 750 ug 770 ug 1200 ug 1300 ug
Vitamin D 5 ug 5 ug 5 ug 5 ug
Vitamin E 15 mg 15 mg 19 mg 19 mg
Vitamin K 75 ug 90 ug 75 ug 90 ug
Water soluble vitamins
Vitamin C 80 mg 85 mg 115 mg 120 mg
Thiamin 1,4 mg 1,4 mg 1,4 mg 1,4 mg
Riboflavin 1,4 mg 1,4 mg 1,6 mg 1,6 mg
Niacin 18 mg 18 mg 17 mg 17 mg
Vitamin B6 1,9 mg 1,9 mg 2 mg 2 mg
Folate 600 ug 600 ug 500 ug 500 ug
Vitamin B12 2,6 ug 2,6 ug 2,8 ug 2,8 ug
Mineral
Kalsium 1300 mg 1000 mg 1300 mg 1000 mg
Natrium 1,5 g 1,5 g 1,5 g 1,5 g
Kalium 4,7 g 4,7 g 5,1 g 5,1 g
Besi (Fe) 27 mg 27 mg 10 mg 9 mg
Zinc 12 mg 11 mg 13 mg 12 mg
Yodium (Iodine) 220 ug 220 ug 290 ug 290 ug
Selenium 60 ug 60 ug 70 ug 70 ug
Lain-lain
Protein 71 g 71 g 71 g 71 g
Karbohidrat 175 g 175 g 210 g 210 g
Serat 28 g 28 g 29 g 29 g
336 Obstetri Fisiologi
Kalori
Selama kehamilan seorang ibu hamil memerlukan tambahan kalori
sebesar 80.000 kilo kalori (KK) yang kebanyakan diperlukan pada 20
minggu terakhir dari kehamilannya. Oleh sebab itu diperlukan adanya
tambahan kalori sebesar 100-300 KK perhari selama kehamilannya.
Sumber kalori yang utama dalam makanan adalah berasal dari
karbohidrat dan protein. Ibu yang underweight dan yang aktif bekerja
memerlukan tambahan kalori lebih banyak lagi. Kelebihan kalori dalam
tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak.
Karbohidrat (KH)
Walaupun karbohidrat tidak termasuk komponen nutrisi yang penting
namun merupakan sumber utama nutrien untuk menghasilkan tenaga/
kalori. Tubuh akan mencerna karbohidrat untuk menghasilkan glukosa
yang selanjutnya dipecah menjadi ATP (adenosine triphosphate) sebagai
unit utama tenaga/energi. Apabila asupan karbohidrat berkurang maka
asam amino (bagian dari protein ) akan di gunakan untuk menghasilkan
glukosa. Kebutuhan KH seorang ibu hamil adalah 175 gram perhari.
Protein dapat diperoleh dari pelbagai bahan makanan seperti susu,
telur, keju, kedele, daging.
BAB 7 Asuhan Antenatal 337
Protein
Protein dalam tubuh diperlukan bukan saja untuk menghasilkan
tenaga tapi dalam bentuk enzim dan hormon juga berfungsi untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel, jaringan dan organ tubuh.
Protein merupakan komponen utama dalam tulang, otot dan berbagai
jaringan tubuh.
Dalam kehamilan, protein diperlukan untuk pertumbuhan janin,
plasenta, uterus, cairan amnion, buah dada, selain untuk penambahan
volume darah ibu.
Dianjurkan agar sumber protein yang digunakan berasal dari
protein hewani seperti daging, susu, telur, keju, ungas dan ikan
karena memiliki kombinasi asam amino yang optimal. Makanan yang
mengandung banyak protein juga memiliki banyak kandungan kalsium,
besi dan vitamin B. Susu dan turunannya sudah dikenal sebagai nutrisi
tambahan yang ideal karena mengandung banyak protein dan kalsium.
Kebutuhan protein seorang ibu hamil adalah 71 gram perhari.
Lipids
Lipids yang terdiri dari lemak (fat) dan minyak (oil) terutama terdiri dari
molekul gliserol dalam komposisi trigliserida (triasilgliserol), merupakan
bentuk utama dari tenaga yang tersimpan. Lipid (selanjutnya disebut
lemak) dapat dibagi atas lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) dan
lemak jenuh (saturated fatty acid). Lemak yang berasal dari tumbuhan
pada umumnya tidak jenuh sehingga pada suhu ruangan berada
dalam bentuk cair. Lemak yang berasal dari hewan pada umumnya
mengandung banyak asam lemak jenuh sehingga berada dalam
bentuk padat pada suhu ruangan, kecuali ikan yang memiliki banyak
kandungan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh merupakan
338 Obstetri Fisiologi
Vitamin
Vitamin merupakan bahan kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan
normal dan metabolisme tubuh. Saat ini dikenal 13 jenis vitamin yang
terdiri dari 2 kelompok, yaitu : 4 (empat) vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A, D, E dan K), dan 9 vitamin yang larut dalam air (
kelompok vitamin B dan vitamin C). Proses memasak dan pemanasan
akan menyebabkan kerusakan banyak vitamin yang larut dalam air
sehingga merupakan risiko terjadinya kekurangan asupan dan defisiensi
dalam tubuh. Sebaliknya vitamin yang larut dalam lemak lebih susah
diekskresi dari tubuh sehingga cenderung untuk terjadi kelebihan
kadarnya dalam tubuh.
Kekurangan vitamin bisa disebabkan oleh karena asupannya yang
kurang atau produksinya yang kurang, seperti defisiensi vitamin K
dan biotin akibat penggunaan antibiotik yang mematikan bakteri
usus penghasil kedua vitamin tersebut. Faktor lainnya adalah penyakit
terutama infeksi dan keganasan, kehamilan, dan interaksi obat. (Tabel
7.3)
BAB 7 Asuhan Antenatal 339
Asam Folat
Program penambahan (fortifikasi) asam folat kedalam bahan makanan
harian telah terbukti menurunkan kejadian kelainan tabung saraf
(NTD: neural tube defect) secara bermakna. Sekitar lebih dari setengah
kejadian NTD dapat dicegah dengan pemberian 400 ug asam folat
sehari selama masa perikonsepsi. Bagi ibu yang pernah melahirkan bayi
dengan NTD dianjurkan untuk diberikan tambahan asam folat sebesar
4 mg sehari pada masa sebelum konsepsi dan selama trimester pertama
kehamilannya.
Vitamin A
Defisiensi vitamin A secara klinis bermanifestasi sebagai buta senja.
Ibu hamil dengan defisiensi vitamin A (kadar serum retinol < 20
ug/dl) berisiko mendapatkan anemia dan partus prematurus. Pada
daerah dengan asupan vitamin A yang cukup dalam diet hariannya,
tidak dianjurkan pemberiannya selama kehamilan. Kelebihan asupan
vitamin A selama kehamilan (10.000 – 50.000 IU perhari) juga dapat
mengakibatkan terjadinya cacat bawaan.
Vitamin B12
Vitamin B12 berperan pada sintesis asam nukleat dan berpengaruh
pada pertumbuhan pemeliharaan jaringan saraf. Seperti pada asam
folat, defisiensi vitamin B12 sebelum konsepsi dapat menyebabkan
kelainan tabung saraf. Vitamin B12 banyak dikandung oleh daging
hewan. Oleh sebab itu ibu vegetarian cenderung mengalami defisiensi
vitamin B12 dalam darahnya dan air susunya.
340 Obstetri Fisiologi
Vitamin B6
Vitamin B6 berfungsi membantu dalam metabolism protein dan
asam amino. Kombinasi pemberian vitamin B6 dengan antihistamin
(doksilamin) bermanfaat sebagai anti mual dan muntah dalam
kehamilan. Pada gangguan nutrisi yang berat, hyperemesis gravidarum,
kehamilan kembar, dianjurkan pemberian asupan tambahan 2 mg
vitamin B6.
Vitamin C
Rekomendasi kebutuhan sehari vitamin C selama kehamilan sebesar 80-
85 mg perhari. Sebagaimana vitamin yg larut dalam air, kadar vitamin
C dalam darah ibu hamil cenderung menurun selama kehamilan,
sebaliknya kadarnya meningkat dalam darah tali pusat.
Mineral
Mineral merupakan bahan kimia inorganik (KH, protein, lipid
dan vitamin adalah bahan organik) yang diperlukan tubuh untuk
membantu fungsi organ penting seperti sistem saraf, tulang, reaksi
seluler, dan keseimbangan cairan tubuh. Proses pencucian dan masak-
memasak akan menyebabkan larutnya mineral kedalam air cuciannya
sehingga dapat menyebabkan berkurangnya kadar mineral tersebut
dalam makanan.
Mineral dibedakan kedalam 2 kelompok, yaitu makromineral dan
mikromineral. Makromineral adalah mineral yang diperlukan dalam
jumlah yang banyak (miligram sampai gram), yaitu: kalsium, fosfor dan
magnesium. Mikromineral adalah mineral yang kebutuhannya dalam
jumlah sedikit saja (mikrogram sampai milligram) seperti, tembaga,
kromium dan selenium. (tabel 7.4)
BAB 7 Asuhan Antenatal 341
Besi
Besi merupakan komponen utama dari hemoglobin (Hb). Hemoglobin
merupakan bagian dari sel darah merah yang berfungsi membawa
oksigen ke jaringan tubuh.
Defisiensi besi dalam kehamilan berhubungan dengan kejadian
partus prematurus, berat bayi lahir rendah, rendahnya kadar besi dalam
darah bayi yang berkaitan dengan gangguan perkembangan fisik dan
mental bayi.
Kurang lebih 1000 mg besi diperlukan selama kehamilan normal.
Diantaranya 300 mg akan di transfer untuk kebutuhan janin dan
plasenta, 200 mg lainnya akan diekskresikan keluar tubuh terutama
melalui GIT. Volume eritrosit akan bertambah sebanyak kurang lebih
450 cc yang memerlukan kurang lebih 500 mg besi, karena 1 cc eritrosit
mengandung kurang lebih 1,1 mg besi. Karena kebanyakan besi akan
digunakan terutama pada paruh akhir kehamilan, sehingga kebutuhan
besi menjadi semakin meningkat ada akhir kehamilan, sebanyak kurang
lebih 6-7 mg/hari. Kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi apabila wanita
hamil tersebut tidak diberikan tambahan besi selama kehamilannya.
Tanpa suplementasi besi, kadar Hb dan hematokrit akan menurun
sejalan dengan bertambahnya volume darah. Walaupun volume eritrosit
terus meningkat namun kandungan besinya yang terus menurun.
Untuk memenuhi kebutuhan besi tadi makan direkomendasikan
agar wanita hamil ditberikan tambahan sekurang-kurangnya 27 mg/
hari besi dalam bentuk ferro. Scott dkk menganjurkan pemberian 30
mg/hari besi dalam bentuk ferro glukonat, sulfat atau fumarat sejak
trimester kedua kehamilan. Karena kebutuhan besi tidak terlalu banyak
pada 4 bulan pertama kehamilan, sehingga tidak diperlukan pemberian
tambahan besi pada saat ini dan juga tidak akan memperparah gejala
342 Obstetri Fisiologi
mual dan muntah yang sering muncul pada saat ini. Besi dianjurkan
untuk diberikan pada malam hari menjelang tidur atau saat perut
kosong untuk meningkatkan absorbsinya dan mengurangi gejala GIT.
Kalsium
Selama kehamilan seorang ibu hamil memerlukan sekitar 30 gram kalsium
untuk pertumbuhan janin diakhir kehamilan. Jumlah ini merupakan 2,5
% dari jumlah seluruh kalsium ibu yang disimpan terutama dalam tulang.
Selama kehamilan terjadi peningkatan kemampuan absorbsi kalsium
dalam usus dan penyimpanannya. Kebutuhannya dalam kehamilan
sekitar 1000-1300 mg/hari. Di daerah dimana asupan kalsium rendah
dalam diet hariannya, anjuran pemberian 1,5 - 2 gram/hari bermanfaat
untuk mencegah kejadian preeklamsi.
Zinc
Defisiensi Zn yang berat bisa menyebabkan penurunan nafsu makan,
gangguan pertumbuhan dan gangguan penyembuhan luka. Defisiensi
Zn dalam kehamilan bisa berakibat cacat bawan janin berupa dwarfism,
hipoganadisme, kelainan kulit berupa akrodermatitis enteropatika.
Kebutuhan minimal zn dalam kehamilan adalah sekitar 12 mg.
Yodium
Defisiensi yodium dalam kehamilan pada hipotiroidisme akan
menyebabkan terjadinya cacat bawaan berupa kretinisme sampai pada
gangguan perkembangan saraf.
Magnesium
Defisiensi Magnesium dalam kehamilan berhubungan dengan
peningkatan kekentalan darah, preeklamsi dan partus prematurus.
BAB 7 Asuhan Antenatal 343
Air
Air merupakan komponen nutrisi yang terakhir, namun memiliki peran
yang sangat penting antara lain, sebagai pelarut, pelumas, mengantar
nutrisi lain termasuk vitamin keseluruh tubuh dan mengeluarkannya
dari tubuh, dan fungsi pengaturan suhu tubuh.
Sumber air bagi tubuh bisa diperoleh dari asupan air minum
maupun buah-buahan, sayuran dan sedikit produksi tubuh sendiri
sebagai molekul air. Secara umum kebutuhan normal orang dewasa
adalah kurang lebih 2 liter (8 gelas) air minum sehari.
Seorang ibu hamil rata-rata membutuhkan 2700 cc total asupan air
perhari dalam kehamilan dan sebanyak 3100 cc total asupan air perhari
pada masa menyusui.
Tabel 7.3. Vitamin (Rolfes SR, Pinna K, Whitney E. Understanding normal and clinical nutrition. 7th ed.
Australia: Thomson, Wadsworth.2006)
Tabel 7.4. Mikronutrien dan Mineral (Rolfes SR, Pinna K, Whitney E. Understanding normal
and clinical nutrition. 7th ed. Australia: Thomson, Wadsworth.2006)
7.5.1 Pekerjaan
Lebih dari setengah populasi anak-anak di Amerika dilahirkan oleh
ibu yang bekerja. Hukum yang dibuat pemerintah melarang seorang
pengusaha tidak menerima pekerja wanita atas dasar bahwa mereka akan
hamil. Family and Medical Leave Act of 1993 mensyaratkan setiap tempat
kerja harus memberikan waktu cuti hingga 12 minggu (3 bulan) kepada
karyawan untuk kelahiran dan perawatan anak yang baru lahir (Jackson,
2015). Dengan tidak adanya komplikasi, sebagian besar wanita dapat
terus bekerja sampai awal persalinan (American Academy of Pediatrics and
the American College of Obstetricians and Gynecologists, 2017).
350 Obstetri Fisiologi
7.5.2 Olahraga
Secara umum, wanita hamil tidak perlu membatasi olahraga, asalkan
mereka tidak menjadi terlalu lelah atau berisiko cedera (Davenport,
2016). Clapp dan rekan (2000) melaporkan bahwa secara signifikan,
ukuran plasenta dan berat janin lebih besar pada wanita hamil yang
melakukan kegiatan olahraga. Sebaliknya, Magann dan rekan (2002)
secara prospektif menganalisis kebiasaan berolahraga pada 750 wanita
dan menemukan bahwa pada wanita karir yang berolahraga memiliki
bayi yang lebih kecil dan lebih sering terdapat penyulit persalinan.
BAB 7 Asuhan Antenatal 351
7.5.4 Timbal
Paparan timbal ibu telah dikaitkan dengan efek yang merugikan pada
ibu dan janin yang berhubungan dengan tingkat timbal dalam darah
ibu. termasuk hipertensi dalam kehamilan, keguguran, bayi dengan
berat badan lahir rendah, dan gangguan perkembangan saraf pada
kehamilan terpajan. Risiko peningkatan ini masih belum jelas. namun,
diakui bahwa paparan tersebut masih merupakan masalah kesehatan
yang signifikan untuk wanita usia reproduksi, CDC telah mengeluarkan
panduan untuk skrining dan mengelola wanita hamil dan menyusui
yang terpajan. Pedoman ini, yang telah disetujui oleh American College
of Obstetricians and Gynecologists (2016), merekomendasikan tes darah
hanya jika faktor risiko teridentifikasi. Jika kadar timbal dalam darah
> 5 μg / dL, maka konseling selesai, dan sumber utama dicari dan
dihilangkan. Kadar timbal dalam darah >45 μg / dL menunjukkan
adanya keracunan timbal, ibu yang berada dalam kelompok ini perlu
BAB 7 Asuhan Antenatal 353
7.5.8 Imunisasi
Publikasi mengenai hubungan sebab akibat antara paparan masa
kanak-kanak dengan pengawet thimerosal dalam beberapa vaksin dan
BAB 7 Asuhan Antenatal 355
7.5.9 Kafein
Hubungan konsumsi kafein dengan kehamilanmasih menjadi
kontroversi. Hal ini juga masih menjadi perbincangan apakah konsumsi
kafein berhubungan dengan kelahiran prematur atau gangguan
pertumbuhan janin. Clausson dan rekan (2002) menemukan tidak
adanya hubungan antara konsumsi kafein yang jumlahnya kurang dari
500 mg/d dan bayi lahir dengan berat badan rendah, pertumbuhan
janin terhambat, atau kelahiran prematur. Bech dan rekan (2007)
secara acak melakukan penelitian pada lebih dari 1200 ibu hamil yang
mengkonsumsi kafein paling tidak tiga gelas kopi per hari untuk kopi
yang berkafein dan tanpa kafein. Mereka tidak menemukan perbedaan
pada berat badan atau usia kehamilan pada saat persalinan diantara
kedua kelompok. Kelompok studi CARE (2008), mengevaluasi
2635 kehamilan berisiko rendah dan melaporkan risiko 1,4 kali
lipat terjadinya pertumbuhan janin terhambat di antara mereka yang
konsumsi kafein dengan jumlah hariannya 200 mg/hari dibandingkan
dengan mereka yang mengonsumsi <100 mg/hari. American College of
Obstetricians and Gynecologists (2016) menyimpulkan bahwa konsumsi
kafein yang sedang atau kurang dari 200 mg/hari tidak berhubungan
dengan keguguran atau kelahiran prematur, tetapi hubungan antara
konsumsi kafein dengan pertumbuhan janin terhambat masih belum
dapat dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists
BAB 7 Asuhan Antenatal 357
uterus, dan juga karena relaksasi dari sfingter esofagus bagian bawah.
Sebagai preventif maka dapat disarankan untuk menghindari posisi
membungkuk atau berbaring lurus. Pada sebagian besar ibu hamil,
gejala biasanya ringan dan dapat reda dengan cara sering makan dengan
porsi sedikit. Penggunaan antasid mungkin dapat mengurangi gejala
dengan efektif. Secara spesifik, aluminium hidroksida, magnesium
trisilicate, atau magnesium hidroksida dapat diberikan tunggal atau
kombinasi.
PUSTAKA ACUAN
1. Lucas A. Role of nutritional programming in determining adult morbidity.
Arch Dis Child. 1994;71:288-90.
2. Barker DJP. The origins of the developmental origins theory. J Intern
Med. 2007;261:412-7.
3. Barker DJP. Mothers, babies and health in later life. Edisi ke-2. Edinburg:
Churchill Livingstone, 1998.
4. Godfrey KM, Barker DJP. Fetal programming and adult health. Public
Health Nutrition 2001;4:611-24.
5. WHO. Programming of chronic disease by impaired fetal nutrition.
2002.
6. Nuyt AM, Szyt M. Developmental programming through epigenetic
changes. Circulation research 2007;100:452-5.
7. Mc Cance RA, Widdowson EM. The determinants of growth and form.
Proc R Soc Lond B. 1974;185:1-17.
8. Desai M, Crowther NJ, Ozanne SE, Lucas A, Hales CN. Adult glucose
and lipid metabolism may be programmed during fetal life. Biochem Soc
Trans. 1995;23:331-5.
9. Bjorntorp P. Insulin resistance: The consequence of a neuroendocrine
disturbance ? Int J Obesity. 1995;19:S6-10.
10. Barker DJP. Fetal nutrition and cardiovascular disease in later life. British
Medical Bulletin. 1997;53:96-108.
11. Snow MHL. Effects of genome on fetal size at birth. In: Sharp F, Fraser
RB, Milner RDG, eds. Fetal growth. Proceedings of the 20th Study
Group. London: Royal College of Obstetricians and Gynaecologists.
1989:1-11.
12. Institute of Medicine. Nutrition during pregnancy.1. Weight gain; 2.
Nutritient supplements. Washington, DC. National Academy Press.
1990.
BAB 7 Asuhan Antenatal 363
13. Catalano PM. Increasing maternal obesity and weight gain during
pregnancy: The obstetric problems of plentitude. Obstet Gynecol. 2007;
110:743-6.
14. Food and nutrition board of the institute of medicine: Dietary reference
intake. National academy of science, 2004. Available at: http://www.
iomedu/object.file/master/21/372/o.pdf.Accessed October 20,2008.
15. Rolfes SR, Pinna K, Whitney E. Understanding normal and clinical
nutrition. 7th ed. Australia: Thomson, Wadsworth. 2006
16. Scott DE, Pritchard JA, Saltin AS. Iron deficiency during pregnancy. In
Hallberg L, Harwerth HG, Vannoti A (eds): Iron deficiency: Pathogenesis,
clinical aspects, therapy. New York: Academic Press. 1970.
17. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Konsensus Nasional.
Kebutuhan Asupan Air bagi Ibu Hamil, Melahirkan dan Menyusui. 2013.
18. Gill KA. Ultrasound in obstetrics and gynecology: A practitioner’s guide.
Davies Publishing Inc. 2014. California hal 1-40
19. American Institute of Ultrasound in Medicine (AIUM). Practice
Guideline for the Performance of Obstetric Ultrasound Examinations.
2013. AIUM. hal 1-19.
20. Jenkins T, Wapner R. Prenatal diagnosis of congenital disorders. In:
Creasy R, Resnik R. Maternal Fetal Medicine 5th ed. Philadelphia: WB
Saunders. 2004. Hal 253-73.
21. Gallan HL, Padipati S, Filly RA. Ultrasound evaluation of fetal biometry
normal & abnormal fetal growth. In: Callen PW. Callen ultrasonography
in obstetrics and gynecology 5th ed. Saunders Elsevier. Philadelphia.
2008. Hal 225-65.
22. Walsh L. Obstetric ultrasound for evaluation of fetal growth. Perinatal
Institute. 2014. Birmingham City University.
23. Callen PW. Amniotic fluid volume. In: Callen PW. Callen ultrasonography
in obstetricsand gynecology 5th ed. Saunders Elsevier. Philadelphia.
2008. Hal 758-79.
364 Obstetri Fisiologi
BAB 8
POSISI DAN PRESENTASI JANIN
Budi Handono
Artha Falentin Putri Susilo
TUJUAN PEMBELAJARAN :
365
366 Obstetri Fisiologi
8.1.1 Letak
Ialah letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang ibu.
Jika ukuran panjang anak ialah ukuran bokong kepala sesuai dengan
sumbu panjang ibu, maka anak dikatakan dalam letak bujur atau
letak memanjang.
Letak memanjang ada 2 macam presentasi ialah :
Kalau kepala menjadi bagian terbawah disebut letak kepala
(presentasi kepala) dan kalau bokong yang terendah disebut letak
sungsang (presentasi bokong).
Jika ukuran panjang anak melintang terhadap sumbu panjang ibu
maka anak dikatakan dalam letak lintang.
Kadang-kadang sumbu panjang anak serong terhadap sumbu
panjang ibu maka anak dalam letak serong.
Letak serong ini diketemukan dalam kehamilan, tapi dalam
persalinan biasanya berubah menjadi letak memanjang atau letak
lintang.
8.1.2 Sikap/habitus
Yang dimaksud dengan habitus ialah bagaimana bagian-bagian dari
anak seperti kepala, badan, tangan, kaki itu letaknya satu terhadap
yang lain.
Sikap anak yang fisiologis ialah :
• Badan anak dalam kifose.
• Kepala menekur, dagu dekat pada dada.
368 Obstetri Fisiologi
Pada anak dengan presentasi kepala dan sikap defleksi bagian kepala
yang terendah adalah muka, maka disebut letak muka (presentasi
muka).
Antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal masih terdapat
presentasi puncak kepala dan presentasi dahi yang sering hanya
bersifat sementara dan dengan turunnya kepala menjadi presentasi
belakang kepala atau presentasi muka.
Pada letak sungsang (presentasi bokong) maka habitus yang
mungkin diketemukan ialah :
a. Kedua tungkai lurus ke atas.
Sikap ini menyebabkan presentasi bokong murni (frank breech).
b. Tungkai terlipat pada lipat paha dan lekuk lutut menyebabkan
presentasi bokong kaki (complete breech).
c. Kedua tungkai turun ke bawah, lebih rendah dari bokong
menimbulkan presentasi lutut atau presentasi kaki (incomplete
breech).
A B
370 Obstetri Fisiologi
D E
B U 2K Ka-dep
(Letak belakang kepala
dengan ubun-ubun kecil
Presentasi Posisi kanan depan)
M d ki-dep
Kemungkinan Letak
PALPASI TOUCHER
(terutama pada kehamilan) (terutama pada persalinan)
Situs Presentasi Posisi Habitus Presentasi Posisi
I. Bujur A) Kepala ki a) Fleksi B u2.k.depan
pu:
ka
(belakang (ubun-
kepala) ubun kecil)
ki.dep,
ki.mel
ki.be, bel
ka.bel.
ka.mel
ka.dep
P
(puncak
kepala)
b) Defleksi D
(dahi)
M depan
(muka) (dagu)
ki.dep
ki.mel
ki.bel
bel, ka.bel
ka.mel
ka.dep
BAB 8 Posisi dan Presentasi Janin 373
PALPASI TOUCHER
(terutama pada kehamilan) (terutama pada persalinan)
Situs Presentasi Posisi Habitus Presentasi Posisi
I. Bujur B) Bokong ki a) tungkai Bo dep.
pu: lurus ke (bokong)
ka
atas
b) kaki di Bo.K. s. (sacrum) ki.dep
samping (bokong ki.mel
bokong kaki) ki.bel
bel
ka.bel
ka.mel
ka.dep
c) tungkai K
lebih (kaki)
rendah Lu
daripada ( lutut)
bokong
II. Lintang kosong ki Bahu pu dep.
kep (punggung) bel.
ka
374 Obstetri Fisiologi
Gambar 8.4 Ukuran-ukuran kepala bayi (dikutip dari Obstetri Fisiologi Edisi 2)
378 Obstetri Fisiologi
Gambar 8.5. Ubun-ubun sutura dan diameter kepala bayi yang cukup bulan (dikutip
dari Obstetri Fisiologi Edisi 2)
380 Obstetri Fisiologi
PUSTAKA ACUAN
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, dkk. Normal labor. Williams Obstetrics. Edisi ke-25. New York:
McGraw-Hill; 2018. hlm 421-440.
2. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Clinically oriented anatomy.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013
3. Wirakusumah FF, Mose JC, Handono B. Obstetri fisiologi: Ilmu
kesehatan reproduksi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2009.
4. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
BAB 9
PERSALINAN
Firman F. Wirakusumah
Udin Sabarudin
Jusuf Sulaeman Effendi
Setyorini Irianti
Dian Tjahyadi
Adhi Pribadi
Febia Erfiandi
TUJUAN PEMBELAJARAN :
381
382 Obstetri Fisiologi
9.1 DEFINISI
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh ibu. Bila persalinan
ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir
disebut persalinan spontan. Sebaliknya bila persalinan dibantu dengan
alat dan atau tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forseps, atau
dilakukan operasi seksio sesarea maka disebut persalinan buatan. Pada
umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup
di luar. Kadang-kadang persalinan tidak mulai dengan sendirinya tetapi
baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitosin atau
prostaglandin. Keadaan ini disebut persalinan anjuran.
Menurut umur kehamilan dan berat badan bayi yang dilahirkan,
dikenal beberapa istilah:
Abortus
pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu atau bayi
dengan berat badan ≤ 500 gram.
Partus prematurus
pengeluaran buah kehamilan antara 20 sampai 37 minggu atau bayi
dengan berat badan antara > 500 – 2500 gram.
BAB 9 Persalinan 383
Aksi miometrium
Kontraksi miometrium dikendalikan dari transkripsi gen-gen kunci
yang menghasilkan protein-protein yang menekan atau meningkatkan
kontraksi selular. Protein-protein tersebut bertugas untuk meningkatkan
interaksi antara aktin dan miosin yang menyebabkan kontraksi otot,
meningkatkan eksitabilitas sel-sel miometrium, dan meningkatkan
“komunikasi” intraselular untuk menghasilkan kontraksi. Interaksi
aktin dan miosin diperlukan untuk kontraksi otot. Interaksi keduanya
mengaktifkan adenosine triphospatase (ATPase), menghidrolisis
adenosine triphospat dan menghasilkan tenaga. Diperlukan fosforilasi
enzimatik dari 20 kDa miosin untuk menghasilkan interaksi tersebut
BAB 9 Persalinan 385
Gambar 9.1. Fase-fase persalinan (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
memiliki efek positif pada OT, namun memiliki efek negatif pada
reseptor OT. Estrogen mampu memberikan efek up-regulation untuk
OT dan reseptornya.
9.2.4 His
His yang sempurna terjadi bila terdapat kontraksi yang simetris,
kontraksi paling kuat dominan terjadi di fundus uteri, dan sesudah itu
terjadi relaksasi. Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut
tuba falopii masuk ke dalam uterus. Gelombang bergerak ke dalam dan
ke bawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik sampai ke seluruh uterus.
His terkuat terjadi di fundus uteri yang terbentuk dari lapisan otot yang
paling tebal dan puncak kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian
uterus. Sesudah terjadi his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih pendek
daripada sebelumnya yang disebut sebagai retraksi.
Gambar 9.2. Stadium persalinan (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
392 Obstetri Fisiologi
His yang terjadi sesudah kehamilan ke-30 minggu akan terasa lebih
kuat dan sering. Sesudah usia kehamilan ke-36 minggu aktivitas uterus
lebih meningkat lagi sampai persalinan dimulai. Amplitudo uterus
meningkat terus sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi
his menjadi 2 sampai 4 kontraksi per 10 menit. Durasi his juga
meningkat dari 20 detik menjadi 60-90 detik pada akhir kala I atau
pada permulaan kala II. His menyebabkan pembukaan dan penipisan
di samping tekanan air ketuban pada permulaan kala I dan selanjutnya
oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga panggul yang menekan
serviks sehingga pembukaan menjadi lengkap.
Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada
proses pengeluaran janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan
intrabdominal ibu. Tekanan tersebut akan bekerja maksimal hanya
jika serviks telah membuka lengkap. Oleh karena itu, tekanan tersebut
merupakan bantuan tambahan yang diperlukan ketika his terjadi pada
persalinan kala II.
b. Tenaga mengejan
Kekuatan tahanan ialah:
1) Tahanan serviks terhadap pendataran dan pembukaan.
2) Tahanan dari tulang panggul.
3) Tahanan dari dasar panggul.
Tenaga yang mendorong anak keluar selain his yaitu tenaga
mengejan. Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga
yang mendorong anak keluar terutama adalah kontraksi otot-
otot dinding abdomen yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan waktu
kita buang air besar tetapi dengan kekuatan yang lebih besar.
Sewaktu kepala sampai pada dasar panggul, ternyata timbul suatu
refleks yang mengakiatkan glotis pasien menutup, kontraksi otot-
otot perut dan menekan diafragma ke bawah. Tenaga mengejan ini
hanya dapat berhasil jika pembukaan sudah lengkap dan paling
efektif saat kontraksi uterus. Anak tidak dapat lahir tanpa tenaga
mengejan, misalnya persalinan harus dibantu dengan forsep pada
pasien yang lumpuh otot-otot perutnya. Tenaga mengejan juga
melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding uterus.
atas dan segmen bawah semakin jelas. Batas ini disebut lingkaran
retraksi fisiologi. Jika segmen bawah sangat diregang maka
lingkaran retraksi lebih terlihat jelas dan naik mendekati pusat,
disebut lingkaran retraksi patologis (lingkaran Bandl). Lingkaran
Bandl adalah tanda ancaman robekan uterus dan terjadi jika
bagian terdepan janin tidak mengalami kemajuan, misalnya
panggul sempit.
Perubahan bentuk uterus
Pada tiap kontraksi, sumbu panjang uterus bertambah panjang
sedangkan ukuran melintang maupun ukuran muka belakang
berkurang. Karena ukuran melintang berkurang, maka lengkungan
tulang punggung anak berkurang, artinya tulang punggung
menjadi lurus. Kejadian ini menyebabkan kutub atas bayi tertekan
pada fundus dan kutub bawah bayi tertekan ke dalam pintu atas
panggul. Uterus bertambah panjang sehingga otot-otot teregang
dan menarik segmen bawah uterus dan serviks. Hal ini menjadi
salah satu penyebab pembukaan serviks.
Faal ligamentum rotundum dalam persalinan
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos. Jika otot-
otot uterus maka otot-otot ligamentum rotundum ikut mengalami
kontraksi sehingga ligamentum rotundum menjadi pendek. Hal ini
menyebabkan fundus yang tadinya bersandar pada tulang punggung
berpindah ke depan mendesak dinding abdomen depan ke depan.
Perubahan letak uterus saat kontraksi uterus sangat penting karena
sumbu uterus menjadi searah sumbu jalan lahir. Fundus uteri
menjadi tertambat saat kontraksi ligamentum rotundum sehingga
saat kontraksi fundus tidak dapat naik ke atas. Hal ini menyebabkan
anak terdorong ke bawah.
398 Obstetri Fisiologi
• Leopold II:
Punggung terdapat sebelah kiri (tahanan yang terbesar sebelah
kiri). Bagian-bagian kecil terdapat sebelah kanan.
• Leopold III:
Kepala (bagian yang keras bundar dan melenting) masih dapat
digerakkan di atas simfisis kecuali kalau kepala sudah masuk
dalam pintu atas panggul.
Auskultasi:
Bunyi jantung terdengar sebelah kiri sedikit di bawah pusat.
Pemeriksaan dalam:
Sutura sagitalis teraba melintang kira-kira di tengah-tengah jalan
lahir, ubun-ubun kecil terdapat kiri melintang sedangkan ubun-
ubun besar teraba kanan melintang.
Karena panggul mempunyai bentuk tertentu, sedangkan ukuran-
ukuran kepala anak hampir sama besarnya dengan ukuran-ukuran
dalam panggul, maka jelas bahwa kepala harus menyesuaikan diri
dengan bentuk panggul mulai dari pintu atas panggul ke bidang
tengah panggul dan pada pintu bawah panggul, supaya anak dapat
lahir. Misalnya saja jika sutura sagitalis dalam arah muka belakang pada
pintu atas panggul, maka hal ini akan mempersulit proses persalinan,
karena diameter antero posterior adalah ukuran yang terkecil dari pintu
atas panggul. Sebaliknya pada pintu bawah panggul sutura sagitalis
dalam jurusan muka belakang yang menguntungkan karena ukuran
terpanjang pada pintu bawah panggul ialah diameter antero posterior.
terdiri dari:
1. Engagement
2. Fleksi
3. Desensus
4. Putaran paksi dalam
5. Ekstensi
6. Putaran paksi luar
7. Ekspulsi
Gerakan-gerakan tersebut terjadi pada presentasi kepala dan
presentasi bokong. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin
dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik sehingga dapat
terjadi persalinan pervaginam secara spontan. Sekitar 96% janin dalam
uterus berada dalam presentasi kepala dengan ubun-ubun kecil kiri
depan sebanyak 58%, kanan depan 23%, kanan belakang 11%, dan
kiri belakang 8%. Janin dengan presentasi kepala disebabkan karena
kepala relatif lebih besar dan lebih berat serta bentuk uterus sedemikian
rupa sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada
di atas, di ruang yang lebih luas sedangkan kepala berada di bawah, di
ruang yang lebih sempit.
1. Engagement
Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu
atas panggul. Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu
pada panggul jenis ginekoid dengan oksiput melintang (tranversal).
Proses engagement ke dalam pintu atas panggul dapat melalui proses
normal.
402 Obstetri Fisiologi
Gambar 9.3. Head floating (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
Gambar 9.4. Sinklitismus normal (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
BAB 9 Persalinan 403
Gambar 9.5. Asinklitismus anterior (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
Gambar 9.6. Asinklitismus posterior (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
404 Obstetri Fisiologi
2. Fleksi
Fleksi yaitu posisi dagu bayi menempel dada dan ubun-ubun kecil lebih
rendah dari ubun-ubun besar. Kepala memasuki ruang panggul dengan
ukuran paling kecil (diameter suboksipitobregmatika = 9,5 cm) dan di
dasar panggul kepala berada dalam fleksi maksimal.
Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul
dan otot dasar panggul. Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi
engagement dan descent (penurunan kepala). Bila terdapat kesempitan
panggul, dapat terjadi ekstensi kepala sehingga terjadi letak defleksi
(presentasi dahi, presentasi muka).
Gambar 9.7 Engagement, descent, flexion (Dikutip dari Physiology of labor. Williams
Obstetrics Edisi ke-25)
3. Desensus
Pada nulipara, engagement terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut
sampai awal kala II; pada multipara desensus berlangsung bersamaan
dengan dilatasi servik.
BAB 9 Persalinan 405
Gambar 9.8. Rotasi internal (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
Gambar 9.9. Rotasi dilanjutkan ekstensi (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi
ke-25)
5. Ekstensi
Setelah kepala berada di dasar panggul dengan ubun-ubun kecil di bawah
simfisis (sebagai hipomoklion), kepala mengadakan defleksi berturut
turut lahir bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu. Aksis jalan lahir
mengarah ke depan atas, maka gerakan ekstensi kepala harus terjadi
sebelum dapat melewati pintu bawah panggul. Akibat proses desensus
lebih lanjut, perineum menjadi teregang dan diikuti dengan crowning.
BAB 9 Persalinan 407
Gambar 9.10. Ekstensi (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
Gambar 9.11. Rotasi eksterna (Dikutip dari Physiology of labor. Williams Obstetrics Edisi ke-25)
BAB 9 Persalinan 409
7. Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring, menyesuaikan
dengan bentuk panggul, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah
lahir, bahu berada dalam posisi depan-belakang, bahu depan lahir lebih
dahulu, baru kemudian bahu belakang.
Gambar 9.12. Melahirkan bahu depan dan belakang (Dikutip dari Physiology of labor. Williams
Obstetrics Edisi ke-25)
410 Obstetri Fisiologi
9.4.1 Kala I
Pada kala pembukaan his belum begitu kuat, datangnya setiap 10-
15 menit dan tidak seberapa mengganggu ibu hingga ia sering masih
dapat berjalan. Lambat laun his bertambah kuat , interval menjadi
lebih pendek, kontraksi lebih kuat dan lebih lama. Lendir berdarah
bertambah banyak.
Lamanya kala I untuk primi 12 jam untuk multi 8 jam. Untuk
mengetahui apakah persalinan dalam kala I maju sebagaimana mestinya
sebagai pegangan kita ambil: kemajuan pembukaan 1 cm sejam bagi
primi dan 2 cm sejam bagi multi, walaupun ketentuan ini sebetulnya
kurang tepat seperti akan diuraikan nanti.
Telah dikatakan bahwa untuk menilai lancarnya persalinan, kita
ambil kemajuan yang normal ialah: penambahan pembukaan 1 cm
sejam bagi primigravida dan 2 cm sejam bagi multigravida, tetapi
sesungguhnya kemajuan pembukaan tidak sama rata tetapi kita
mengenal 2 fase:
a. Fase laten:
Pada fase ini pembukaan sangat lambat ialah dari 0 sampai 4 cm
mengambil waktu + 8 jam
b. Fase aktif:
Pada fase aktif pembukaan lebih cepat.
BAB 9 Persalinan 413
Gambar 9.13. Grafik penilaian faktor waktu dalam persalinan untuk primigravida
dan multigravida (Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi ke-2)
Pimpinan kala I
Dalam kala I kegiatan kita ialah:
1. Memeriksa pasien dengan teliti.
2. Melakukan observasi yang cermat apakah segala berlangsung
dengan baik.
3. Mempertahankan kekuatan pasien dan moril pasien.
Walaupun kala I tidak senyeri kala II akan tetapi kala I paling lama,
dimana pasien bersifat pasif hingga pasien mungkin putus asa. Maka
setelah pasien dipersiapkan, dilakukan pemeriksaan yang lengkap.
Pemeriksaan luar hampir sama dengan pemeriksaan kehamilan. Kalau
pasien belum pernah diperiksa maka kita melakukan pemeriksaan yang
418 Obstetri Fisiologi
lengkap, tapi kalau pasien sudah kita kenal karena dalam kehamilan di
bawah pengawasan kita, maka anamnesis ditambah dengan:
a. Kapan mulai merasa nyeri.
b. Apakah sudah keluar cairan dari kemaluan dan sejak kapan.
c. Apakah ada keluhan-keluhan yang perlu dikemukakan.
A. Pemeriksaan dalam
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dalam, yang merupakan
pemeriksaan penting dalam persalinan. Ada baiknya kalau semua
pasien yang baru masuk, diperiksa dalam dengan tujuan:
1. Untuk menentukan apakah pasien sudah sungguh-sungguh in
partu atau belum.
2. Untuk menentukan keadaan yang menjadi pangkal tolak dari
rencana pimpinan persalinan. Misalnya: kalau seorang primi gravida
masuk dengan pembukaan 4 cm, maka pembukaan lengkap dapat
diharapkan sesudah enam jam.
Kalau ketuban sudah pecah pada pembukaan yang masih kecil,
maka rencana pimpinan persalinan lain dari pada kalau ketuban
belum pecah.
3. Untuk dengan lebih tepat menentukan ramalan persalinan.
Pemeriksaan dalam yang berikutnya dilakukan atas indikasi:
a. Kalau ketuban pecah sedangkan bagian depan masih tinggi.
Kejadian ini mungkin menyebabkan tali pusat menumbung
yang harus secepat-cepatnya didiagnosis, maka karena itu
diperiksa dengan pemeriksaan dalam.
b. Kalau kita mengharapkan pembukaan lengkap.
Pada keadaan ini kita pemeriksaan dalam untuk mengetahui
BAB 9 Persalinan 419
Gambar 9.14. Menentukan arah sutura sagitalis pada pemeriksaan dalam (Dikutip dari
Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi ke-2)
BAB 9 Persalinan 423
Gambar 9.15. Menentukan letak u2k dan u2b pada pemeriksaan dalam (Dikutip dari
Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi edisi ke-2)
Kalau sudah ada mulase maka os oksipital teraba lebih rendah dari
os parietal. Ubun-ubun besar kita kenal karena merupakan pertemuan
dari 4 sela tengkorak dan bersifat lobang yang hanya ditutup oleh
selaput tulang dan kulit kepala. Karena menentukan posisi sangat
sulit terutama kalau kaput suksedaneum sangat besar, maka hasil
pemeriksaan dalam harus dicocokkan dengan pemeriksaan luar: ubun-
ubun kecil misalnya harus sefihak dengan punggung anak dan tempat
bunyi jantung anak terdengar.
4. Turunnya kepala:
Juga penentuan turunnya kepala sering dipersulit oleh kaput yang
besar.
Misalnya kaput sudah sampai di dasar panggul sedangkan kepala
baru sampai di Hodge III.
Lebih penting lagi hal ini untuk menentukan apakah ukuran
terbesar kepala sudah melewati pintu atas panggul.
Maka kalau kepala anak sungguh-sungguh sudah sampai H-III,
dari luar hanya boleh teraba sebagian kecil dari kepala.
424 Obstetri Fisiologi
C. Admission Test
Pada waktu pasien masuk rumah sakit sebaiknya dilakukan admission
test. Tes ini mempergunakan kardiotokografi berupa non stress test
(NST) atau contraction stress test (CST). Dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan bayi-bayi mana yang dalam bahaya dan mana yang
normal, sehingga pengelolaan persalinannya dapat dilakukan dengan
tepat dan benar.
426 Obstetri Fisiologi
Kardiotokografi
Kardiotokografi (KTG) adalah alat yang digunakan secara menyeluruh
di negara maju untuk menilai kesejahteraan janin. Pada awalnya di
abad ke 17 Phillipe LeGaust menemukan adanya bunyi jantung pada
anak. Kemudian pada tahun 1922 DeLee-Hils menemukan teknologi
stetoskop. Pada tahun 1979 Killian menyatakan bahwa perubahan
bunyi jantung janin (<100 dpm atau >180 dpm) merupakan suatu
keadaan gawat janin yang bisa didiagnosa menggunaan stetoskop.
Tujuan utama dari pengawasan janin adalah untuk mencegah hasil
luaran yang buruk pada janin. KTG mempunyai sensitivitas yang
tinggi namun spesifitasnya rendah.
b. Deselerasi lambat:
• Mulainya terlambat 15-30 detik dari kontraksi rahim dan
berakhirnya juga lebih lambat 15 – 30 detik
• Dapat merupakan suatu proses kronik atau akut
• Tanda terjadinya asfiksia, dimana terjadi insufisiensi
uteroplasenta sehingga mengakibatkan perfusi oksigen
berkurang yang akan mengatifkan kemoreseptor dan
baroreseptor sehingga menstimulus saraf parasimpatik
434 Obstetri Fisiologi
c. Deselerasi variabel:
• Merupakan penurunan DJJ secara berulang atau intermittent
dengan onset dan masa kembali yang cepat.
• Timbulnya deselerasi bervariasi tidak berhubungan dengan saat
kontraksi
• Mempunyai bentuk bervariasi (U, V, atau W)
• Terjadi akibat lilitan, oklusi, kompresi, prolaps, atau
oligohidramnion
• Derajat beratnya deselerasi variabel:
i. Derajat ringan: Penurunan DJJ tidak mencapai 80 dpm
dan lamanya < 30 detik
ii. Derajat sedang: Penurunan DJJ mencapai 70-80 dpm dan
lamanya 30-60 detik
iii. Derajat berat: Penurunan DJJ sampai di bawah 70 dpm
dan lamanya > 60 detik
BAB 9 Persalinan 435
d. Deselerasi memanjang
• Penurunan DJJ > 15 dpm selama > 90 detik namun kurang
dari 5 menit
• Dapat disebabkan oleh penekanan tali pusat, prolaps tali pusat,
insufisiensi uteroplasenta, atau hipertonus dari kontraksi uterus
BAB 9 Persalinan 437
e. Pola Sinusoidal
• Merupakan gambaran DJJ yang reguler dengan periode 2-5
siklus per menit dengan amplitudo 5-15 dpm
• Tidak didapatkan variabilitas atau akselerasi
• Dapat disebabkan adalah anemia gravis (kadar Hb di bawah 5
mg/dl)
Penilaian KTG
1. Kategori I: Pola DJJ Normal
a. Frekuensi dasar: 110-160 dpm
b. Variabilitas DJJ: 5-26 dpm
c. Tidak ada deselerasi lambat atau variabel
d. Tidak ada atau ada deselerasi dini
e. Ada atau tidak ada akselerasi
D. Observasi
Dalam melakukan observasi hal-hal tersebut di bawah ini harus
diperhatikan:
1. Nadi, pernafasan dan suhu diambil tiap 4 jam malahan kalau pasien
demam atau kalau persalinan telah berlangsung lebih dari 24 jam,
pemeriksaan tersebut dilakukan tiap 2 jam.
2. Tekanan darah ditentukan tiap 5 jam dan pada toksemia gravidarum
lebih sering lagi.
3. Keadaan umum pasien diperhatikan terus menerus selama
persalinan begitu pula keadaan mentalnya.
4. Auskultasi B.J. anak pada akhir dari kontraksi merupakan
pemeriksaan yang sangat penting dalam persalinan dan harus
BAB 9 Persalinan 441
9.5.1 Definisi
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan,
untuk memantau kemajuan persalinan, keadaan ibu dan kesejahteraan
janin.
Umum
Membantu petugas kesehatan mengambil keputusan secara cepat dalam
penatalaksanaan persalinan. Partograf dimulai pada pembukaan 4 cm
(fase aktif ). Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu yang bersalin,
BAB 9 Persalinan 443
ur
tak dapat menahan regangan yang kuat ini sehingga robek pada pinggir
depannya. Setelah kepala lahir ia jatuh ke bawah dan kemudian terjadi
putaran paksi luar, sehingga kepala melintang. Sekarang vulva menekan
pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir sehingga dari hidung anak
keluar lendir dan cairan.
Gambar 9.17. Rangkaian lahirnya kepala (Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi
Edisi ke-2)
maternal terkait dengan durasi dari persalinan kala dua meningkat seperti
yang ditampilkan di. Tingkat mortalitas dan morbiditas neonatus tidak
terkait dengan panjang durasi persalinan kala dua.
Gambar 9.18. Persalinan dengan perasat Ritgen yang dimodifikasi (Dikutip dari Obstetri
Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Perasat ini disebut * perasat Ritgen* dan dilakukan antara his atau
kalau his timbul pasien dilarang mengejan. Dengan perasat Ritgen
kepala dapat dilahirkan dengan lambat sekali, maksudnya untuk
memperkecil robekan perineum. Setelah kepala lahir, mulut dan hidung
anak dihapus dengan kain kasa supaya lendir tidak terhisap waktu anak
mulai bernafas.
464 Obstetri Fisiologi
Gambar 9.19 Perhatikan tangan yang menekan dagu anak (Dikutip dari Obstetri Fisiologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Segera juga diperiksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher: kalau
lilitan ini dapat dilonggarkan, maka dilepaskan melalui kepala anak,
tetapi kalau lilitan ketat maka digunting antara 2 klem dan anak
dilahirkan dengan segera.
Tidak lama setelah kepala anak lahir, bahu biasanya lahir secara
spontan, mula-mula bahu belakang, kemudian bahu depan. Kalau
perlu membantu lahirnya bahu, maka kepala dipegang dengan 2 tangan
dan kepala ditarik ke bawah sampai bahu depan ada di bawah simfisis
kemudian kepala ditarik ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
BAB 9 Persalinan 465
Gambar 9.20. Melahirkan bahu depan (Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi
Edisi ke-2)
Gambar 9.21. Melahirkan bahu belakang (Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi
Edisi ke-2)
466 Obstetri Fisiologi
Bahu depan biasanya lahir sendiri disusul oleh seluruh badan anak.
Penarikan kepala ke bawah atau ke atas untuk melahirkan bahu tidak
boleh terlalu kuat, karena dapat meregang pleksus brakialis dengan
akibat kelumpuhan lengan. Dari pada menarik dengan kuat pada
kepala anak, lebih baik dilakukan tekanan pada fundus uteri. Begitu
pula untuk melahirkan badan anak setelah bahu lahir, sebaiknya jangan
dikaitkan jari pada ketiak anak karena dapat merusak urat saraf lengan,
lebih baik menarik pada kepala anak dalam arah paksi jalan lahir
dibantu dengan tekanan pada fundus uteri.
Segera setelah bayi lahir diusahakan supaya ia bernafas dengan
membersihkan mulut, hidung dan kerongkongan dari lendir atau air
ketuban yang terhisap dengan pertolongan penghisap lendir.
Selanjutnya tali pusat diikat sebagai berikut: Tali pusat dijepit
antara 2 klem kira-kira 5 cm dari pusat dan digunting. Ujung gunting
dilindungi oleh tangan kiri, supaya tidak menggunting kulit anak,
kalau anak sekonyong-konyong bergerak. Tali pusat kemudian diikat
dengan tali yang agak tebal karena tali yang halus dapat mengiris, kira-
kira 2 cm dari pusat atau mempergunakan penjepit dari plastik.
Cara mengikat tali pusat bermacam-macam, yang penting jangan
sampai tali pusat tertarik waktu mengikatnya. Pada umumnya orang
berpendapat kita tidak perlu lagi menangguhkan pengguntingan tali
pusat sampai denyut nadinya hilang, malahan pada bayi prematur
pengguntingan harus dilakukan secepat mungkin. Sebabnya ialah
makin banyak darah dalam tubuh anak, makin banyak hemoglobin
yang dipecah menjadi hemobilirubin yang dapat menimbulkan ikterus
yang berat
BAB 9 Persalinan 467
Kaput suksedaneum:
Kaput suksedaneum adalah edema dari kulit kepala anak yang terjadi
karena tekanan dari jalan lahir kepada kepala anak.
Karena tekanan ini vena tertutup, tekanan dalam kapiler vena
meninggi hingga cairan masuk ke dalam jaringan longgar di bawah
lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah.
Kaput suksedaneum itu terjadi bila:
• Ketuban sudah pecah.
• His cukup kuat, makin kuat his, makin besar kaput
suksedaneum.
• Anak hidup; tidak terjadi pada anak yang mati
• Selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala
Jadi sebaliknya, kalau kita meraba kaput suksedaneum maka kita
tahu bahwa:
• Ketuban sudah pecah.
• Kekuatan his dapat dinilai dari besarnya kaput.
• Anak masih hidup waktu ketuban pecah.
• Tempatnya kaput menentukan bagian terendah dari kepala.
468 Obstetri Fisiologi
Mulase:
Mulase adalah perubahan bentuk kepala dalam usaha menyesuaikan
diri dengan bentuk panggul ialah dengan bergesernya tulang tengkorak
yang satu di bawah tulang tengkorak yang lain. Mulase itu mungkin
karena adanya sutura.
Dengan mulase ini ukuran yang melalui jalan lahir menjadi kecil
sedangkan ukuran yang tegak lurus padanya menjadi lebih panjang.
Misalnya pada presentasi belakang kepala, diameter suboksipito
bregmatika menjadi kecil dan diameter mento oksipitalis bertambah.
Biasanya os oksipital dan kadang-kadang juga os frontal bergeser di
bawah os parietal.
Mulase ini penting pada persalinan dengan panggul sempit.
Kemampuan mulase dapat menentukan apakah persalinan dapat
berlangsung dengan spontan atau tidak. Walaupun begitu mulase yang
terlalu kuat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan dalam
tengkorak.
Sefal hematom:
Sefalhematom adalah pengumpulan darah di bawah periosteum.
Biasanya terjadi pada os parietal . Hematom ini dapat terjadi pada
persalinan yang normal. Untuk membedakan sefalhematom dengan
kaput suksedaneum harus diingat perbedaan-perbedaan di bawah ini:
BAB 9 Persalinan 469
Gambar 9.22. Perbedaan kaput suksadenum dan sefalhematom (Dikutip dari Obstetri
Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Gambar 9.23. Ekspresi pada fundus uteri setelah plasenta lepas (Dikutip dari Obstetri
Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Gambar 9.25. Hubungan uterus plasenta pada kala 3 persalinan (Dikutip dari Obstetri
Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
BAB 9 Persalinan 475
Gambar 9.26. Teknik pengeluaran plasenta (Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi Edisi ke-2)
476 Obstetri Fisiologi
Gambar 9.27. Mengeluarkan plasenta secara manual (Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Gambar 9.28. Penjepit tali pusat terbuat dari plastik (Dikutip dari Obstetri Fisiologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
dalam kala III dan IV adalah atonia uteri, maka sering dipergunakan
obat-obat yang berkhasiat menguatkan kontraksi uterus. Obat-obat
tersebut dapat dibagi dalam 2 golongan:
a. Golongan ekstraktum sekale
Obat ini adalah ekstrak dari semacam jamur (Claviceps purpurea)
yang tumbuh pada gandum. Ternyata bahwa ekstraktum sekale
mengandung banyak alkaloid, tetapi untuk obstetri yang terpenting
ialah ergonovin.
Ergonovin juga terkenal dengan nama ergotrat, ergometrin, dan
lain-lain.
Ergonovin dapat diberikan per oral, intramuskular atau intravena.
Kerjanya cepat dan lama, kontraksi yang ditimbulkannya ialah
tetanis.
Metergin ialah obat sintetis yang dibuat dari ergonovin.
Keuntungan atas ergonovin:
• Menimbulkan kontraksi lebih lama dan lebih kuat
• Kurang menaikkan tekanan darah.
Kalau obat-obat tersebut di atas diberikan i.v. mungkin timbul
sakit kepala, pusing, sakit dada, jantung berdebar-debar, dispne,
walaupun hanya untuk sementara.
b. Golongan ekstrak dari hipofisis bagian belakang.
Obat ini khasiatnya hampir sama dengan ergonovin, tetapi setelah
5-10 menit timbul kontraksi yang ritmis, jadi ada masa relaksasi.
Dari ekstrak hipofisis bagian belakang dapat dipisahkan 2 obat
ialah:
• Pitosin (oksitosin) yang menimbulkan kontraksi rahim.
• Pitresin yang menguncupkan pembuluh darah sehingga
menimbulkan hipertensi dan juga bersifat antidiuretis.
BAB 9 Persalinan 481
c. Prostaglandin.
Prostaglandin bersifat hormon lokal, yang paling sering
dipergunakan ialah PGE & PGF yang diberikan dengan infus, oral,
intravaginal, ekstraamnial atau intraamnial.
Tidak semua pasien memerlukan secara mutlak obat-obat ini,
tetapi obat-obat ini dipergunakan dengan maksud untuk mengurangi
perdarahan pasca salin dan harus diberikan pada pasien dengan
kemungkinan besar berdarah banyak saat pasca salin misalnya:
Pasien yang selalu berdarah banyak postpartum pada persalinan
yang lampau.
Pada gemeli, hidramnion dan anak yang besar.
Pada plasenta previa dan solusio plasenta.
Pasien yang ditolong dengan persalinan buatan, terutama kalau
diberi narkose.
Pada pasien yang anemis.
Untuk tujuan pengobatan/terapi diberikan pada perdarahan
postparum. Biasanya disuntikkan 10 satuan pitocin i.m. segera setelah
bayi lahir, dan 0,2 mg. metergin i.m. setelah plasenta lahir.
9.7.2 Kala IV
Kala IV ialah masa 1 jam setelah plasenta lahir. Dalam kala IV ini pasien
masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena perdarahan
akibat atonia uteri masih mengancam. Maka dalam kala IV pasien
belum boleh dipindahkan ke kamarnya dan tidak boleh ditinggalkan
oleh bidan. Tugas kita dalam kala IV adalah:
Mengawasi perdarahan postpartum.
Menjahit robekan perineum.
Memeriksa bayi.
482 Obstetri Fisiologi
Ruptur perineum
Robekan perineum dibagi dalam 4 tingkat.
Derajat 1 : Robekan hanya mengenai epitel vagina dan kulit
BAB 9 Persalinan 483
Episiotomi
Episiotomi ialah: insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan
dan mencegah ruptura perineum total.
Jenis Episiotomi:
1. Episiotomi medialis yang dibuat di garis tengah.
2. Episiotomi mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi
anus.
Tujuan Episiotomi
1. Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam,
sedangkan ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak
dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan tajam lebih mudah
dijahit dan sembuh dengan sempurna.
2. Mengurangi tekanan pada kepala anak.
3. Mempersingkat kala II.
4. Episiotomi mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur
perineum total.
Masing-masing jenis episiotomi mempunyai keuntungan dan
kerugian:
Episiotomi medialis Episiotomi mediolateralis
Mudah dijahit Lebih sulit dijahit
Anatomis maupun Anatomis maupun fungsionil
fungsionil sembuh dengan penyembuhan kurang
baik sempurna
Nyeri dalam nifas tak Nyeri pada hari-hari pertamas
seberapa
Dapat menjadi ruptura Jarang menjadi ruptura
perinei perinei totalis. totalis.
BAB 9 Persalinan 485
Gambar 9.30. Episiotomi mediolateral. Kulit forchet dan septum urogenitalis terpotong
(Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
486 Obstetri Fisiologi
Gambar 9.31. Tahap kedua episiotomi. Terpotong vagina dan fasia subvaginal (Dikutip
dari Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Gambar 9.32. Cara menjahit luka episiotomi mediana (Dikutip dari Obstetri Fisiologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi Edisi ke-2)
Pemeriksaan anak:
Dalam kala IV cukup waktu untuk memeriksa bayi, terutama untuk
melihat apakah ada kelainan bawaan:
BAB 9 Persalinan 489
PUSTAKA ACUAN
1. Cunningham G, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM dkk. Physiology of labor. Williams obstetrics. Edisi ke-24. New York:
McGraw-Hill Education; 2014. hlm. 408-32.
2. Cunningham G, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM dkk. Normal labor. Williams obstetrics. Edisi ke-25. New York:
McGraw-Hill Education.; 2018. hlm. 421-41
3. Norwitz E, Robinson J, Challis J. The control of labour. N Engl J Med.
1999;341(9):660–6.
4. Challis J, Sloboda D, Alfaidy N, Lye S, Gibb W, Patel F, dkk. Prostaglandin
and mechanisms of preterm birth. Reproduction. 2002;(124):1–17.
5. Ivanisevic M, Djelmis J, Bukovic D. Review on prostaglandin and
oxytocin activity in preterm labor. Coll Antropol. 2001;25(2):687‒94.
6. Dubin NH, Johnson JWC, Calhoun S, Ghodgaonkar RB, Beck JC.
Plasma prostaglandin in pregnant women with term and preterm
deliveries. Obstet Gynecol. 1981;57(2):203–6.
7. Dawood MY, Chun FW, Gupta R, Fuchs F. Fetal contribution to oxytocin
in human labor. Obstet Gynecol. 1978;52(2):205–9.
8. Endjun JJ. USG Dasar Obstetri dan Ginekologi. Ed 1, Cetakan ke 3,
Balai Penerbit UI, 2009.
9. Kolegium OBGIN. Buku Acuan Pelatihan USG Dasar OBGIN (2013)
10. Freeman. Fetal heart monitoring, 4th Ed, 2012.
11. Pokja USG. Penuntun Belajar Kardiotokografi. (2013)
12. Baker L, Beaves M, Trickey D , Wallace E. Fetal Surveillance: A Practical
Guide. Aust New Zeal J Obstet Gynaec. 2009.
13. Ida Bagus Gde Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: ECG
14. JNPK-KR, 2007. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta: JHPIEGO
BAB 9 Persalinan 491
Windi Nurdiawan
Wiryawan Permadi
TUJUAN PEMBELAJARAN :
493
494 Obstetri Fisiologi
10.1 DEFINISI
Seorang ahli kandungan yang berasal dari Skotlandia, James Young
Simpson, pertama kali memperkenalkan penggunaan anestesi eter dan
kloroform untuk persalinan pada tahun 1847, hanya 1 tahun setelah
demonstrasi publik pertama William Morton yang berhasil melakukan
anestesi eter pada operasi bedah di Rumah Sakit Umum Massachusetts.
Sejak perkembangan anestesi pada kasus obstetri berkembang, muncul
kekhawatiran mengenai obat-obat anestesi yang dapat melalui plasenta
dan dapat memberi efek merugikan pada neonatus. Penemuan anestesi
yang aman untuk ibu dan neonatus diharapkan akan terus berkembang.
Sebelum membahas lebih dalam mengenai anestesi dan analgesi pada
obstetrik tentunya harus mengenal dulu definisinya.
Definisi anestesiologi menurut oleh American Board of
Anesthesiology adalah praktik kedokteran yang menghilangkan rasa
nyeri selama prosedur bedah, obstetrik, terapeutik dan diagnostik.
Hilangnya rasa sakit dapat disertai dengan penurunan kesadaran atau
pasien masih tetap sadar. Sedangkan analgesia didefinisikan hilangnya
atau menurunnya rasa sakit tanpa disertai penurunan kesadaran. Jadi
analgesia pada umumnya masih terdapat nyeri namun intensitasnya
dikurangi.
BAB 10 Analgesi dan Anestesia pada Obstetri 495
Gambar 10.1. Persarafan Nyeri (dikutip dari Basics of Anesthesia 6th Edition)
Gambar 10.2. Sumber nyeri selama persalinan dan respon fisiologis maternal (dikutip
dari Williams Obstetrics 24th edition)
498 Obstetri Fisiologi
Gambar 10.3. Perbandingan skor nyeri menggunakan kuesioner nyeri McGill (dikutip
dari Obstetrics Anesthesia Handbook 5th edition)
10.3.1 Opioid
1. Morfin
Salah satu pereda nyeri paling efektif, morfin, dulu merupakan
agen yang popular, akan tetapi karena kemungkinannya
menyebabkan insidensi depresi nafas neonatus yang lebih tinggi,
saat ini agen ini tidak popular pada pasien obstetri. Morfin
dapat digunakan baik intramuskuler (5-10 mg) atau intravena
(2-3 mg), dan efek puncaknya terjadi 1-2 jam dan 20 menit
berturut-turut.
500 Obstetri Fisiologi
a. Meperidine
Meperidine adalah opioid yang paling umum digunakan untuk
meredakan nyeri persalinan di seluruh dunia. Dosis 50-100
mg meperidine dengan 25 mg promethazine dapat diberikan
secara intramuskuler dengan interval 2-4 jam. Efek yang lebih
cepat dicapai dengan memberikan meperidine secara intravena
dengan dosis 25-50 mg setiap 1-2 jam. Walaupun analgesik akan
mencapai maksimal 30-46 menit setelah injeksi intramuskuler,
analgesik akan tercapai hampir langsung setelah pemberian
intravena. Meperidine seketika itu juga melewati plasenta, dan
waktu paruhnya pada bayi baru lahir kurang lebih 13 jam atau
lebih lama dari itu.
b. Fentanil
Fentanil adalah narkotik kerja cepat dan tidak tahan lama, dan
100 μg fentanil potensinya sama dengan 10 mg morfin dan
100 mg meperidine. Agen ini dapat digunakan intramuskuler
(50-100 μg) atau intravena (25-50 μg) dan akan mencapai
efek puncak dalam 7-8 menit dan 3-5 menit, berurutan.
Kelemahan utama dari fentanil adalah durasinya yang pendek;
hanya bertahan 1-2 jam bahkan jika digunakan intramuskuler.
Fentanil dapat digunakan dengan teknik patient-controlled
intravenous analgesia (PCIA) untuk memberikan analgesi
persalinan.
2. Ansiolitik
Diazepam langsung melewati plasenta dan menghasilkan
kadar yang sama pada darah ibu dan fetus. Diazepam dapat
menyebabkan depresi nafas neonatus karena kemampuan neonatus
untuk mengekskresikan metabolitnya terbatas. Midazolam adalah
ansiolitik kerja cepat, tetapi juga langsung melewati plasenta. Dosis
BAB 10 Analgesi dan Anestesia pada Obstetri 501
EPIDURAL ANALGESIA
Interspinous ligament
Spinous process
Epidural space
Ligamnetum flavum
A
Interspinous ligament
Spinous process
Epidural space
Ligamnetum flavum
Gambar 10.5. Infiltrasi lokal nervus pudendus (dikutip dari Williams Obstetrics 24th edition)
BAB 10 Analgesi dan Anestesia pada Obstetri 505
2. Blok Paraservikal
a. Pada Persalinan
Blok ini biasanya meredakan nyeri dengan cukup memuaskan
selama kala I persalinan. Akan tetapi, karena nervus pudendus
tidak terblok, analgesia tambahan dibutuhkan untuk kelahiran.
Karena anestesi ini cenderung kerja cepat, blok paraservikal
harus diulang selama persalinan.
Waktu yang ideal untuk melakukan blok ini adalah ketika
pembukaan 4-5 cm dengan kepala di station 0 hingga +2. Blok
ini menjadi sulit ketika pembukaan lebih dari 7 cm atau kepala
lebih dekat ke perineum. Namun metode ini sudah jarang
dilakukan mengingat masa kerja obat yang singkat sehingga
perlu pengulangan prosedur, dan risiko cedera pada bayi.
b. Pada Kuretase
Blok paraservikal sering digunakan untuk manajemen nyeri
pada kuretase trimester pertama. Blok paraservikal ini dapat
pula dilakukan dengan premedikasi maupun tanpa premedikasi.
Cara melakukan blok paraservikal ini adalah: 1) Syringe diisi
dengan 18 mL lidokain 1% yang di buffer dengan 2 mL
natrium bikarbonat 8,4% (total 20 mL), jarum spinal 20 G;
2) Sebanyak 2 mL diinjeksikan di tempat tenakulum, arah
jam 12 superfisial ke dalam serviks; 3) Tenakulum langsung
ditempatkan di arah jam 12 (Gambar 10.6); 4) Sisa 18 mL
larutan diinjeksikan pelan-pelan selama 60 detik ke junctio
servikovagina pada empat posisi pada arah jam 2, 4, 8, dan 10,
injeksi dilakukan tanpa berhenti dari superfisial hingga 3 cm ke
dalam dan ke superfisial lagi (diinjeksi dengan memasukkan dan
menariknya); 5) Dilatasi dilakukan 3 menit setelah melakukan
blok.
506 Obstetri Fisiologi
X
X X
X X
Gambar 10.6. Tempat injeksi tenakulum servikal (jam 12) dan empat tempat injeksi
paraservikal (junctio servikovaginal) (jam 2,4,8,10) (dikutip dari Renner et al, 2012)
Tabel 10.1 Agen anestesi lokal yang umum digunakan pada obstetrik
(dikutip dari Williams Obstetrics 24th edition)
PUSTAKA ACUAN
1. Edwards ML, Jackson AD. The historical development of obstetric
anesthesia and its contributions to perinatology. Am J Perinatol.
2017;34(3):211–6.
2. Urban BW, Bleckwenn M. Concepts and correlations relevant to general
anaesthesia Br J Anaesth. 2002;89(1):3–16.
3. Datta S. Pain during childbirth : Dispelling the myths. Dalam: Basel
GM, penyunting. Childbirth and pain relief: an anesthesiologist explains
your options. New Jersey: Next Decade, Inc; 2001. hlm. 1–4.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman
BL, dkk. Obstetrical analgesia and anesthesia. Williams Obstetrics. Edisi
ke-24. New York: McGraw-Hill; 2014. hlm. 504-22
5. Datta S KB, Segal S. Non-pharmacological methods for relief of labor
pain. Obstetric anesthesia handbook. Edisi ke-5. New York: Springer;
2010.
6. Lucero JM, Rollins MD. Obstetrics. Dalam: Miller R PM, Stoelting
R, penyunting. Basics of anesthesia. Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2011. hlm. 514–45.
7. Page EP, Kamm ML, Chappell CC. Usefulness of paracervical block in
obstetrics. Am J Obstet Gynecol. 1961;81(6):1094–8.
8. Jorgensen PI. Paracervical block use in curretage for diagnostic purposes
and for abortion. Acta Obstetric Gynecol Scandinavica. 1969;48(3):446–
54.
9. Renner RM, Nichols MD, Jensen HT, Li H, Edelman AB. Paracervical
block for pain control in first-trimester surgical abortion: A randomized
controlled trial. Obstet Gynecol. 2012;119(5):1030–7
510 Obstetri Fisiologi
BAB 11
PUERPERIUM (MASA NIFAS)
Budi Handono
Akhmad Yogi Pramatirta
Dini Pusianawati
Artha Falentin Putri Susilo
TUJUAN PEMBELAJARAN :
511
512 Obstetri Fisiologi
11.1 DEFINISI
Masa nifas secara definisi adalah masa sesudah persalinan yang
diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya
6 minggu. Kejadian terpenting dalam nifas adalah involusi dan
laktasi.
istirahat yang cukup. Nyeri kepala tipe migrain terjadi pada 30% wanita
pasca salin dan seringkali berkaitan dengan baby blues.
11.3.1 Lokhia
Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar cairan dari vagina yang
dinamakan lokhia. Lokhia tidak lain dari pada sekret luka, yang berasal
dari luka dalam rahim terutama luka pada bekas implantasi plasenta.
BAB 11 Puerperium 517
Maka sifat lokhia berubah seperti sekret luka, berubah menurut tingkat
penyembuhan luka. Pada 2 hari pertama lokhia berupa darah dan disebut
lokhia rubra, setelah 3-4 hari merupakan darah encer, yang disebut
lokhia serosa, dan pada hari ke-10 menjadi cairan putih atau kekuning-
kuningan yang disebut lokhia alba. Warna ini disebabkan karena banyak
lekosit terdapat di dalamnya. Lokhia pada umumnya berbau anyir, dan
lokhia yang berbau busuk menandakan adanya infeksi. Kalau lokhia
tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya
sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering
didapatkan pada uterus retrofleksi. Urin biasanya berlebihan (poliuri)
antara hari ke-2 dan ke-5, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan
sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan, dan
diuresis ini bisa mencapai 3 liter sehari. Kadang-kadang reduksi positip,
bukan karena adanya glukosa tetapi oleh laktosa ialah gula air susu yang
rupa-rupanya di absorpsi dalam kelenjar susu. Mungkin juga terdapat
asetonuri terutama setalah persalinan yang sulit dan lama, disebabkan
karena pemecahan karbohidrat yang hebat sekali karena kegiatan otot-
otot rahim dan karena kelaparan.
Darah dalam nifas juga memperlihatkan kelainan-kelainan,
misalnya lekosit bertambah pada hari pertama nifas, kadang-kadang
sampai 30.000/mm3 yang kemudian berangsur-angsur berkurang
hingga kira-kira pada akhir minggu pertama mencapai keadaan normal
lagi. Sering terdapat anemi dalam nifas. Berat badan tentu berkurang
karena isi rahim telah dilahirkan tetapi di samping itu biasanya berat
badan turun sebanyak 2,5 kg.
11.4.2 Diet
Diet harus sangat mendapat perhatian dalam nifas karena makanan
yang baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu
sangat mempengaruhi susunan air susu.
11.4.3 Suhu
Harus diawasi terutama dalam minggu pertama dari masa nifas karena
kenaikan suhu adalah tanda pertama infeksi.
11.4.4 Miksi
Tiap penderita diharuskan buang air kecil 6 jam pasca salin. Jika dalam
8 jam pasca salin belum dapat buang air kecil atau sekali buang air kecil
belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi; akan tetapi kalau
BAB 11 Puerperium 521
11.4.5 Defekasi
Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi
klisma air sabun atau gliserin.
11.5 LAKTASI
Castae
Ligamentum suspensarium
Fascia mammae (Ligamenum cooper)
profunda
Labulus yang
M. intercostalis berisi alveoli Lemak di fascia
superficialis
Tubulus sekunder
ae
s mamm
Dusctu Mammae
Sinus lactiferus
Puting susu
M. pectoralis Ductus lactiferus
mayor
Susunan ini berbeda pada setiap ibu dan berbeda pula dari waktu ke
waktu. Hal-hal yang mempengaruhi susunan air susu antara lain diet,
aktivitas tubuh (mengurangi protein), serta keadaan jiwa.
Banyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan yang
diminum ibu. Juga beberapa obat mempengaruhi banyaknya air susu,
misalnya beladona dan atropine dapat mengurangi air susu. Bebagai
obat yang diminum ibu keluar dengan air susu seperti opiat, atropin,
salisilat, iodida, bromid, timah, air raksa dan juga alkohol. Air susu
dapat juga mengandung zat imun misalnya difteri antitoksin dan tifus
aglutinin.
Bagaimana pengaruh menstruasi atau kehamilan baru pada kualitas
dan kuantitas air susu belum jelas, tetapi jika ibu menyusui hamil
kembali disarankan agar anak disapih demi kepentingan ibu dan anak.
Air susu masih tetap merupakan makanan bayi yang terbaik dan harus
dianjurkan bila tidak ada kontraindikasi.
Beberapa keadaan melarang ibu menyusui anaknya, misalnya:
- mastitis purulenta
- penyakit menular tertentu dari ibu
- keadaan umum ibu yang tidak baik
- bayi imatur
Tabel 11.1 Ringkasan Perbedaan utama pada ASI dan susu Formula
Kandungan ASI Susu Formula
Protein Kuantitas dan kualitas cukup Telah dikoreksi kuantitasnya
(spesifik terhadap spesies), tapi tidak kualitasnya (tidak
lebih mudah dicerna spesifik terhadap spesies)
Lemak Kuantitas dan kualitas Tidak terdapat lipase
asam lemak esensial cukup,
terdapat lipase
Vitamin Cukup, kecuali vitamin D Vitamin ditambahkan
dan vitamin K pada ASI awal
(kolostrum)
Mineral Jumlah yang tepat Telah dikoreksi sebagian
Zat anti infeksi Ada Tidak ada
Faktor pertumbuhan Ada Tidak ada
Enzim pencernaan Ada Tidak ada
Hormon Ada Tidak ada
530 Obstetri Fisiologi
PUSTAKA ACUAN
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, dkk. The puerperium. Williams Obstetrics. Edisi ke-25. New York:
McGraw-Hill; 2018. hlm. 652-65
2. Wirakusumah FF, Mose JC, Handono B. Obstetri fisiologi: Ilmu
kesehatan reproduksi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2009.
3. Kemenkes. Permenkes RI No 230 Tahun 2010 Tentang Rawat Gabung
Ibu dan Bayi.
4. Susanti FS. Rawat gabung. Journal [serial on the Internet]. 2013 Diunduh
Oktober 2018. Tersedia dari: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/
rawat-gabung.
5. Sedyaningsih ER. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui
(10 LMKM). Dalam: Keputusan Menteri Kesehatan 450/Menkes/SK/
IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif pada
Bayi di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2010.
6. Infodatin. Situasi dan analisis ASI eksklusif. Dalam: Pekan ASI
Internasional. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2014.
546 Obstetri Fisiologi
BAB 12
NEONATUS
Febia Erfiandi
TUJUAN PEMBELAJARAN :
547
548 Obstetri Fisiologi
Gambar 12.1 Perubahan fisiologi yang berhubungan dengan apneu primer dan
sekunder (Dikutip dari Williams Obstetrics edisi ke-25)
Gambar 12.2 Alur Resusitasi Neonatus (Dikutip dari UKK Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia)
Gambar 12.3. Penggunaan ventilasi masker yang benar. Kepala posisi sniffing position,
yaitu kepala ekstensi terhadap leher dengan ujung hidung menghadap
ke atas. Leher tidak boleh hipereskstensi. (Dikutip dari Williams Obstetrics edisi
ke-25)
Kompresi dada. Jika denyut jantung <60 kali per menit meskipun
telah dilakukan ventilasi yang adekuat dan telah dilakukan koreksi
ventilasi termasuk intubasi, maka kompresi dada perlu dilakukan.
Posisi kompresi tangan penolong pada 1/3 bawah sternum pada
kedalaman yang cukup agar teraba pulsasi. Disarankan ratio 3:1 antara
kompresi berbanding ventilasi, dengan 90 kompresi dan 30 ventilasi
untuk mencapai sekitar 120 hitungan setiap menitnya. Dilakukan
BAB 12 Neonatus 557
12.4.3 Vitamin K
Injeksi suplemen vitamin K mencegah vitamin K-dependent hemorrhagic
disease of the newborn. Dosis tunggal suntikan intramuskular 0,5 – 1 mg
vitamin K diberikan dalam 1 jam pasca persalinan.
pada 90% bayi baru lahir dalam 24 jam pertama, sisanya dalam 36
jam. Biasanya bayi akan berkemih pertama kali saat lahir, kemudian
akan mulai berkemih lagi pada hari kedua. Mekonium dan keluarnya
air kencing menunjukkan patensi saluran gastrointestinal dan saluran
kemih. Kegagalan untuk mengeluarkan feses dan urin menunjukkan
defek kongenital seperti Hirsprung disease, anus imperforata, posterior
urethral valve. Setelah hari ketiga atau keempat, mekonium akan
digantikan feses yang berwarna kuning cerah, lebih lunak, dan homogen
sebagai hasil pencernaan ASI.
PUSTAKA ACUAN
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, dkk. The newborn. Williams Obstetrics. Edisi ke-25. New York:
McGraw-Hill; 2018. 606-18
2. American Academy of Pediatrics: Delayed umbilical cord clamping after
birth. Pediatrics. 2017;139(6):e20170957.
3. American Academy of Pediatrics, American College of Obstetricians and
Gynecologists. Care of the newborn. In Guidelines for Perinatal Care.
Edisi ke-8. Elk Grove Village, AAP; 2017.
4. American Academy of Pediatrics Task Force on Circumcision:
Circumcision policy statement. Pediatrics. 2012;130(3):585.
5. American College of Obstetricians and Gynecologists: Executive summary:
neonatal encephalopathy and neurologic outcome, second edition. Report
of the American College of Obstetricians and Gynecologists’ Task Force
on Neonatal Encephalopathy. Obstet Gynecol. 2014;123(4):896.
6. American College of Obstetricans and Gynecologists: Delayed umbilical
cord clamping after birth. Committee Opinion. 2017;684.
7. American College of Obstetricians and Gynecologists: Delivery of a
newborn with meconium-stained amniotic fluid. Committee Opinion.
2017;689.
8. American College of Obstetricians and Gynecologists: Newborn screening
and the role of the obstetrician-gynecologist. Committee Opinion.
2017;616.
9. American College of Obstetricians and Gynecologists. American Academy
of Pediatrics: The Apgar score. Committee Opinion. 2017;644.
10. UKK Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Resusitasi Neonatus.
2016