Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pencemaran Udara
Partikulat dan Timbal serta Potensi Risikonya Terhadap Kesehatan Masyarakat di
Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor
Bogor, 14Juli
Juli2021
2021
RINGKASAN
IIF MIFTAHUL IHSAN. Pencemaran Udara Partikulat dan Timbal serta Potensi
Risikonya Terhadap Kesehatan Masyarakat di Kota Bogor. Dibimbing oleh MOH.
YANI, dan RAHMAT HIDAYAT.
dengan rata-rata konsentrasi PM10 pada bulan kering dan bulan basah masing-
masing sebesar 70,07 µg/m3 dan 44,85 µg/m3. Analisis korelasi Pearson
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara curah hujan dan konsentrasi PM2,5
dan PM10, dimana semakin tinggi curah hujan, akan mengurangi tingkat
konsentrasi PM2,5 dan PM10 di atmosfer (r = –0,49; r = –0,50).
Penduduk laki-laki di Tanah Sareal, Bogor Utara dan Bogor Selatan masing-
masing memiliki tingkat risiko PM2,5 lebih dari 1, sedangkan penduduk perempuan
yang memiliki tingkat risiko PM2,5 lebih dari 1 terjadi pada penduduk perempuan
di Tanah Sareal. Untuk polutan PM10, penduduk laki-laki di Kecamatan Bogor
Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan dan Tanah Sareal masing-masing memiliki
tingkat risiko lebih dari 1. Penduduk laki-laki dan perempuan di masing-masing
kecamatan memiliki tingkat risiko TSP lebih dari 1. Berbanding terbalik dengan
TSP, penduduk laki-laki dan perempuan memiliki tingkat risiko Pb kurang dari 1.
Tingkat risiko lebih dari 1 menunjukan bahwa risiko kesehatan dari paparan agen
risiko di wilayah tersebut ada, sehingga perlu dikendalikan atau perlu adanya
manajemen risiko. Perhitungan risiko kanker di setiap kecamatan di Bogor pada
setiap segmen penduduk laki-laki dan perempuan lebih kecil dari 10-6 yang berarti
timbal tidak menimbulkan risiko bagi masyarakat yang terpapar.
Kata kunci: analisis diurnal dan musiman, analisis risiko kesehatan lingkungan,
karakteristik risiko, partikulat, timbal
iii
SUMMARY
IIF MIFTAHUL IHSAN. Particulate and Lead Air Pollution and Their Potential
Risks to Public Health in Bogor. Supervised by MOH. YANI and RAHMAT
HIDAYAT.
rainfall, the lower the concentration of PM2,5 and PM10 in the atmosphere (r = –
0,49; r = –0,50).
Male residents in Tanah Sareal, North Bogor, and South Bogor have a risk
quotient of PM2,5 of more than 1, while female residents have a PM2,5 risk quotient
of more than 1 occurred in Tanah Sareal. For PM10 pollutants, male residents in
West Bogor Sub-district, North Bogor, South Bogor, and Tanah Sareal have a risk
quotient of more than 1. Male and female residents in each sub-district have a TSP
risk quotient of more than 1. Inversely proportional to TSP, male and female
residents have a risk quotient of Pb less than 1. A risk quotient of more than 1
indicates a health risk in the area so that it needs to be controlled, or there is a
need for risk management. The calculation of cancer risk in each district in Bogor
for each male and female population segment is smaller than 10-6, which means
that lead does not pose a risk to the exposed community.
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui oleh
Pembimbing 1:
Dr. Ir. Moh. Yani, M. Eng
Pembimbing 2:
Dr. Rahmat Hidayat, M.Si
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian adalah kesehatan lingkungan, dengan judul Pencemaran
Udara Partikulat dan Timbal serta Potensi Risikonya Terhadap Kesehatan
Masyarakat di Kota Bogor.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini terutama kepada:
1. Dr. Moh. Yani, M.Eng dan Dr. Rahmat Hidayat, M.Si selaku dosen komisi
pembimbing yang telah memberi arahan, dukungan, waktu, ilmu dan
pengalaman yang sangat berharga yang diberikan sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
2. Dr. Ana Turyanti, S.Si, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan arahan yang sangat bermanfaat kepada penulis.
3. Dr. Masahide Nishihasi, Dr. Hitoshi Mukai dari National Institute for
Environmental Studies (NIES - Jepang) yang telah memberikan izin dalam
pemanfaatan dan analisis data penelitian
4. Prof. Dr. Rizaldi Boer dan Gito Sugih Immanuel dari Center for Climate Risk
and Opportunity Management (CCROM - IPB) yang telah berperan dalam
pengumpulan dan analisis data penelitian
5. Tetty Permatasari S.TP dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor yang telah
berperan dalam pengumpulan data penelitian.
6. Kemenristek BRIN - RI sebagai pemberi sponsor beasiswa SDM IPTEK
(Saintek) 2019 sehingga penulis berkesempatan melanjutkan studi tugas
belajar di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan
7. Ayub M.Si yang telah berperan dalam pengumpulan data penelitian.
8. Davit Aldi, Nardi, Tia Rostaman, Muhamad Hidayatul Mustofa, Indeka
Dharma Putra, Arif Budiyanto Aisyah Handayani, Religiana Salsabila,
Febriyani, dan rekan-rekan di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan angkatan 2019 atas kebersamaan, bantuan dan
dukungan kepada penulis.
9. Nyayu Fatimah Zahroh, orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa,
kasih sayang dan motivasi kepada penulis.
Bogor, 14Juli
Juli2021
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Kerangka Pemikiran 3
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 4
II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Karakteristik Wilayah Kota Bogor 6
2.2 Pencemaran Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan 7
Manusia
2.3 Pengaruh Cuaca Terhadap Konsentrasi Pencemar Udara 11
2.4 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan 12
2.5 Poin Penting Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu 15
III METODE 18
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 18
3.2 Alat dan Bahan 19
3.3 Jenis dan Sumber Data 19
3.4 Prosedur Analisis Data 20
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24
4.1 Variasi Diurnal dan Musiman Konsentrasi Partikulat dan 24
Timbal di Kota Bogor
4.2 Karakteristik Risiko dari Paparan Pencemar Udara Partikulat 35
dan Timbal Terhadap Kesehatan Masyarakat Kota Bogor
V SIMPULAN DAN SARAN 53
5.1 Simpulan 53
5.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 65
xii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran 4
2 Distribusi ukuran partikel 9
3 Tahapan analisis risiko 14
4 Lokasi pengukuran 18
5 Perubahan konsentrasi PM2,5 di setiap kecamatan di Kota Bogor 24
pada periode tahun 2016 - 2020
6 Perubahan konsentrasi PM10 di setiap kecamatan di Kota Bogor 25
pada periode tahun 2016 - 2020
7 Perubahan konsentrasi TSP di setiap kecamatan di Kota Bogor 26
pada periode tahun 2016 - 2020
8 Perubahan konsentrasi Pb di setiap kecamatan di Kota Bogor pada 26
periode tahun 2016 - 202
9 Variasi konsentrasi PM2,5 dan PM10 selama tahun 2019 dan 28
2020 di Kota Bogor
10 Pola diurnal rata-rata konsentrasi PM2,5 dan PM10 selama 29
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner penelitian 66
2 Uji normalitas 69
3 Uji komparasi 73
4 Uji korelasi Pearson 75
5 Variabel antropometri, nilai pajanan dan karakteristik risiko 76
partikulat dan timbal setiap responden
1
I PENDAHULUAN
II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2 Jumlah industri dan tenaga kerja industri di Kota Bogor tahun 2015
Jenis usaha Tenaga kerja Unit usaha
Potensi industri kimia, agro, dan hasil hutan
Industri besar dan menengah 8825 106
Industri kecil formal 6785 838
Industri kecil informal 7260 1897
Jumlah (I) 22.870 2841
Potensi industri logam, mesin, elektronika dan aneka
Industri besar dan menengah 25.988 63
Industri kecil formal 7420 363
Industri kecil informal 2882 789
Jumlah (II) 36.290 1215
Total (I+II) (2015) 4056
Total (2014) 3991
Dimodifikasi dari BPS (2017)
Kota Bogor tidak hanya dikenal sebagai kota penyangga DKI Jakarta,
tetapi juga dikenal sebagai kota yang memiliki banyak tempat wisata.
Kondisi tersebut menjadikan Kota Bogor memiliki daya tarik bagi
wisatawan lokal maupun mancanegara. Banyak lokasi-lokasi alam yang
dapat dikunjungi oleh wisatawan baik di daerah pegunungan ataupun pusat
Kota Bogor. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Bogor mengalami
peningkatan yang sangat besar, dimana tercatat sebanyak 5.262.224
pengunjung telah melakukan kunjungan wisata ke Kota Bogor pada tahun
2016, dengan laju peningkatan sebesar 9% dari tahun sebelumnya (BPS
2017). Dari total jumlah tersebut, sebanyak 1.532.666 pengunjung
menjadikan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai objek wisata yang
dikunjungi sehingga menjadikan KRB sebagai objek wisata primadona.
Tentunya dengan kondisi tersebut, Kota Bogor mengalami peningkatan
aktivitas transportasi terutama di akhir pekan dan libur panjang.
sampai 40% dan sekitar 95% timbal dalam akan terikat oleh eritrosit (Palar
2008).
Ukuran timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia berbeda-beda,
sehingga ukuran ini dapat menimbulkan dampak kesehatan yang berbeda.
Ukuran partikel yang lebih kecil dari 10 µg dapat tertahan di paru-paru,
sedangkan ukuran partikel yang lebih besar dari mengendap di saluran
pernafasan bagian atas. Absorpsi timbal melalui saluran pernafasan
dipengaruhi oleh tiga proses yaitu deposisi, pembersihan mukosiliar dan
pembersihan alveolar, dan rata-rata timbal yang terabsorpsi melalui paru-
paru sekitar 10 sampai 30%, dan melalui saluran pencernaan sekitar 5
sampai 10% (Palar 1994).
Masukan timbal ke dalam tubuh manusia dapat mencapai 100 hingga
300 µg/hari dan diabsorpsi melalu inhalasi uap timbal dan partikel dari
lingkungan yang berpolusi (Ardyanto 2005). Timbal bersifat akumulatif
dalam tubuh dan dapat merusak seluruh sistem organ dalam tubuh. Selain
itu, timbal dapat terakumulasi dalam rambut dan jumlah logam dalam
rambut berkorelasi dengan jumlah logam yang diabsorpsi oleh tubuh karena
rambut banyak mengandung protein struktural yang tersusun dari asam
amino sistein yang mengandung gugus sulfur hidril (-SH) dan sistein
dengan ikatan disulfida (-S- S-).
Paparan timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat
menimbulkan berbagai risiko kesehatan. Ganggtuan neurologi merupakan
salah satu risiko kesehatan yang disebabkan oleh paparan timbal yang
berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Gangguan lainnya yang
menjadi risiko kesehatan diantaranya gangguan terhadap fungsi ginjal,
sistem reproduksi, sistem hemopoitik dan sistem syaraf. Konsentrasi Pb
dalam darah dapat mendiagnosa tingkat keracunan serta dapat digunakan
untuk menentukan tingkat bahaya terhadap kesehatan masyarakat. Kadar
normal Pb dalam normal orang dewasa berkisar antara 10 sampai 25 µg/100
ml darah (Abadin et al. 2007), sedangkan anak-anak sekitar 10 µg/dl (CDC
2007). salah satu kejadian tingginya kadar Pb dalam darah anak-anak terjadi
di Cinangka, dimana rata-rata kadar Pb dalam anak sebesar 14,70 µg/dl
dengan kadar Pb tertinggi sebesar 52,11 µg/dl (Annashr et al. 2020). Selain
itu, paparan timbal juga dapat meningkatkan risiko kanker karena sifatnya
yang karsinogenik. Dalam penelitian Wijngaarden dan Dosemeci (2006)
peningkatan risiko kanker otak terjadi pada pekerja industri yang terdapat
paparan timbal dengan relative risk sebesar 1,5.
Ada beberapa data dan informasi yang perlu dipenuhi untuk memulai
kajian ARKL. Data tersebut meliputi jenis agen risiko atau polutan, dosis
referensi untuk setiap jenis agen risiko, media lingkungan yang terdiri dari
air, udara, tanah dan media lingkungan lainnya), konsentrasi agen risiko,
jalur pajanan agen risiko, serta gangguan kesehatan.
15
Analisis risiko kesehatan Ma’rufi (2017) 1. Pengukuran parameter SO2, H2S, Analisis Risiko 1. Kadar tiap-tiap parameter
lingkungan (SO2, H2S, NO2 NO2 dan TSP di jalan utama Kesehatan Lingkungan 2. Tingkat risiko tiap-tiap polutan
dan TSP) akibat transportasi Surabaya 3. Manajemen risiko
kendaraan bermotor di
Surabaya
Analisis tingkat pencemaran Sagita (2017) Pengukuran kualitas udara secara Uji korelasi Pearson 1. Pemetaan ISPU
udara berdasarkan musim di kontinu Tahun 2013-2016 2. Analisis Perbandingan ISPU
Kota Tangerang berdasarkan musim
Pengaruh faktor meteorologi Marhaeni 1. Data curah hujan, arah dan Analisi regresi dan 1. Fluktuasi diurnal PM10 dan O3
terhadap fluktuasi konsentrasi (2018) kecepatan angin DKI Jakarta korelasi di DKI Jakarta Tahun 2014-
PM10 dan O3 di DKI Jakarta 2014-2015 2015
2. Data kualitas udara dibuat pola 2. Hubungan antara faktor cuaca
diurnal dan polutan
3. Nilai korelasi parameter cuaca
dengan PM10 dan O3
17
Greenhouse gases and air Nishihashi et Pengukuran secara kontinyu di 3 titik Analisis perbandingan Konsentrasi zat pencemar udara di 3
pollutants monitoring project al. (2019) pengamatan tiap-tiap konsentrasi di kota di Jabodetabek
around Jakarta megacity setiap titik pengukuran
Analisis risiko kesehatan Rahman et al. 1. Kuisioner kepada 450 orang Analisa potensi risiko Konsentrasi partikulat, Analisis
lingkungan pertambangan (2008) responden yang terbagi di 5 lokasi kesehatan dosis-respon, analisis pemajanan,
kapur di Sukabumi, Cirebon, untuk mengumpulkan data terkait karakteristik risiko
Tegal, Jeparan dan Tulung berat badan, pola aktivitas,
Agung frekuensi dan durasi paparan
2. Pengukuran konsentrasi
pencemaran udara di 5 lokasi
Estimation of the personal Chalvatzaki et Pengukuran konsentrasi partikulat dan Exposure Dose Model 2 Konsentrasi partikulat dan distribusi
deposited dose of particulate al. (2018) logam berat di stasium Global (ExDOM 2) ukurannya, Personal Deposite Dose
matter and particle-bound Atmosphere Watch (GAW) Aerosols dan Internal Dose
metals using data from Clouds and Trace Gases Research
selected European cities Infrastructure (ACTRIS)
Characterization of human Chalvatzaki et Sampling parameter PM dan logam Potensi risiko kesehatan Konsentrasi logam berat di udara
health risks from particulate al. (2019) berat di tiga kota di Eropa untuk logam berat, ambien, Hazard Quotients dan
air pollution in selected risiko relatif parameter Cancer Risks, Excess Risk dan
European cities PM10 dan PM2,5 Attributable Mortality
Analisis risiko pajanan debu Siswati dan Data sekunder berupa data pengukuran Analisis Risiko Konsentrasi debu di unit packer PT.
(TSP) di Unit Packer PT.X Diyanah debu di unit packer PT. X Kesehatan Lingkungan X
(2017) (ARKL) Karakteristik risiko di tiap-tiap unit
packer PT. X
Manajemen risiko (konsentrasi aman
debu, waktu pajanan yang aman, dan
durasi pajanan yang aman.
18
III METODE
n XY X Y
rxy
n X X n Y Y ························ (1)
2 2 2 2
I
RQ
RfC ····························································· (2)
C R te f e Dt
I
Wb tavg
················································(3)
CR I SF ···························································(5)
dari tahun 2017 (BPS 2018). Konsentrasi partikulat dan timbal di Bogor
Tengah relatif lebih kecil daripada kecamatan lainnya. Hal ini kemungkinan
dikarenakan ada kontribusi atau peran Kebun Raya Bogor dalam menyerap
polutan, seperti yang dinyatakan oleh Yunus et al. (1985) bahwa partikulat
dari aktivitas antropogenik akan dijerap oleh daun. Selain itu, Ramdhani dan
Fatimah (2013) menyatakan bahwa Kebun Raya Bogor memiliki
kemampuan menyerap emisi kendaraan sebesar 0,06%.
Dalam studi ini juga dilakukan analisis variasi diurnal dan musiman
konsentrasi partikulat di Kota Bogor. Analisis variasi diurnal dan musiman
menggunakan data konsentrasi PM2,5 dan PM10 real-time dan kontinyu di
Kecamatan Bogor Tengah tepatnya di sekitar Tugu Kujang dari bulan
Januari 2019 sampai Juni 2020. Selama periode pengukuran, rata-rata
konsentrasi PM2,5 sebesar 24,38 µg/m3 dengan rentang konsentrasi dari 3,78
µg/m3 hingga 63,69 µg/m3. Rata-rata konsentrasi PM10 sebesar 54,22 µg/m3
dengan rentang nilai konsentrasi PM10 dari 14,93 µg/m3 sampai 118,22
µg/m3. Rata-rata konsentrasi PM2,5 dan PM10 tersebut lebih tinggi daripada
rata-rata konsentrasi PM2,5 dan PM10 dari tahun 2017 sampai 2018 masing-
masing sebesar 20,60 µg/m3 dan 49 µg/m3 (Nurhasanah 2019). Konsentrasi
PM2,5 tertinggi terjadi pada tanggal 21 Juni 2019 sebesar 63,69 µg/m3, dan
konsentrasi PM10 tertinggi terjadi pada tanggal 25 Juni 2019 sebesar 118,22
µg/m3 (Gambar 9).
Gambar 9 Variasi konsentrasi PM2,5 dan PM10 selama tahun 2019 dan 2020
di Kota Bogor
Konsentrasi PM2,5 dan PM10 relatif rendah pada dini hari hingga pukul
07.00 dan mengalami kenaikan konsentrasi seiring dengan peningkatan
aktivitas transportasi pada pagi hari hingga siang hari. Menurunnya
konsentrasi PM2,5 dan PM10 dari dini hari hingga pagi hari disebabkan
terjadinya pembentukan deposisi kering partikulat akibat meningkatnya
kelembaban relatif (Liu et al. 2014). Konsentrasi PM2,5 mengalami
peningkatan konsentrasi setelah pukul 07.00 hingga siang dan sore hari
sekitar pukul 16.00 dan mengalami penurunan hingga pukul 22.00. Rata-
rata konsentrasi PM2,5 tertinggi terjadi pada pengukuran dengan rentang
29
pukul 13.00 hingga pukul 16.00 sebesar 31,15 µg/m3 dan rata-rata
konsentrasi terendah terjadi pada pagi hari dengan rentang pukul 04.00
hingga pukul 07.00 sebesar 17,45 µg/m3 (Gambar 10).
aktivitas lalu lintas di sekitar lokasi pengukuran. Pada siang hari udara di
permukaan akan mudah bercampur dan menyebabkan hembusan, sehingga
angin pada siang hari akan lebih cepat. Kondisi tersebut berpengaruh
terhadap proses dispersi PM10. Rata-rata konsentrasi PM10 tertinggi terjadi
pada pukul 22.00 sebesar 57,30 µg/m3, sedangkan rata-rata konsentrasi
PM10 terendah terjadi pada rentang pengukuran pukul 04.00 sampai 07.00
sebesar 48,92 µg/m3 (Gambar 10).
Pola diurnal rata-rata konsentrasi PM2,5 dan PM10 tersebut juga relatif
sama dengan hasil analisa konsentrasi PM2,5 dan PM10 setiap jam pada bulan
Juli dan Januari. Tingginya konsentrasi PM2,5 dan PM10 pada malam hari
memiliki keterkaitan dengan kondisi atmosfer yang stabil yang
mengakibatkan terjebaknya dan tidak terdispersinya polutan di lapisan
permukaan sebagai akibat dari masa udara hangat yang tidak dapat naik ke
atmosfer. Turyanti (2016) dalam penelitiannya menunjukan hasil yang sama
bahwa konsentrasi partikulat akan meningkat menjelang malam hari hingga
dini hari.
Konsentrasi PM2,5 dan PM10 diatmosfer dapat bervariasi antara siang
dan malam hari. Aktivitas manusia dan kondisi atmosfer berpengaruh
terhadap keberadaan polutan di atmosfer. Berdasarkan uji independent t-test
two tailed, konsentrasi PM2,5 siang dan malam hari memiliki nilai Sig (2-
tailed) 0,000 < 0,005, sedangkan konsentrasi PM10 siang dan malam hari
memiliki nilai Sig (2-tailed) 0,388 > 0,005. Hasil uji tersebut menyatakan
bahwa terdapat perbedaan rata-rata konsentrasi PM2,5 antara siang dan
malam hari di Kota Bogor, namun tidak terdapat perbedaan rata-rata
konsentrasi PM10 siang dan malam hari di Kota Bogor.
PM2,5 pada siang hari umumnya lebih tinggi daripada malam hari sebesar
25,90 µg/m3 dan 22,70 µg/m3.
Konsentrasi PM10 pada siang hari berada pada rentang 10,78 µg/m3 -
127,40 µg/m3, dan pada malam hari berada pada rentang 7,55 µg/m3 -
145,58 µg/m3, dengan masing-masing rata-rata konsentrasi sebesar 53,50
µg/m3 dan 54,90 µg/m3 (Gambar 12). Nilai rata-rata konsentrasi PM10 pada
malam hari lebih besar daripada siang hari dan hal tersebut mungkin tampak
mengejutkan, mengingat pada malam hari aktivitas transportasi di Kota
Bogor akan menurun. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh ukuran dan
waktu tinggal setiap partikulat, dimana partikulat yang lebih kecil atau halus
dapat dengan cepat bertransformasi menjadi partikulat yang lebih besar
melalui proses koagulasi (Perrino 2010).
dan rata-rata konsentrasi PM10 terendah terjadi pada bulan Maret sebesar
32,81 µg/m3 dengan curah hujan sebesar 501,29 mm. Curah hujan pada
bulan Maret merupakan curah hujan tertinggi kedua pada periode bulan
basah setelah curah hujan bulan Januari yang merupakan puncak musim
hujan tahun 2020. Meskipun bulan Januari menjadi puncak musim hujan
tahun 2020, namun kondisi tersebut tidak langsung berpengaruh terhadap
penurunan konsentrasi partikulat di Kota Bogor. Hal ini mungkin
disebabkan oleh tingginya aktivitas transportasi pada bulan Januari karena
bertepatan dengan libur akhir tahun 2019. Meningkatnya jumlah kendaraan
akan mempengaruhi laju kecepatan kendaraan di jalan raya, dan berpotensi
mempengaruhi peningkatan konsentrasi polutan di udara. Sarwar et al.
(2017) menyatakan bahwa mesin kendaraan yang diam (idling engine) akan
menghasilkan emisi gas buang yang lebih banyak daripada mesin yang
sedang bergerak serta konsumsi bahan bakar semakin meningkat hingga 1,8
galon bahan bakar setiap jam. Dalam penelitian Nurhasanah (2019),
aktivitas transportasi dengan konsentrasi PM2,5 dan PM10 memiliki nilai
korelasi sebesar 0,32 dan 0,28 yang menunjukan bahwa aktivitas
transportasi berpengaruh sebesar 32% dan 28% terhadap konsentrasi PM2,5
dan PM10 di Kota Bogor.
Analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa terdapat hubungan
antara curah hujan dan konsentrasi PM2,5 dan PM10, dimana semakin tinggi
curah hujan, akan mengurangi tingkat konsentrasi PM2,5 dan PM10 di
atmosfer (r = –0,49; r = –0,50), dan apabila dilihat angka signifikansinya
menunjukan bahwa hubungan antara curah hujan dan konsentrasi PM2,5 dan
PM10 cukup signifikan (Sig 2-tailed PM2,5 0,038 < 0,05; Sig 2-tailed PM10
0,035 < 0,05). Yoo et al. (2014) juga menyatakan bahwa konsentrasi
partikulat PM10 berkurang secara signifikan selama musim hujan di antara
polutan lainnya seperti SO2, NO2, CO dan O3. Kwak et al. (2017) juga
menyatakan bahwa proses wash out dapat menurunkan konsentrasi
partikulat secara signifikan terutama hujan ringan. Meskipun hujan
memberikan dampak langsung dalam proses pembersihan polutan di udara,
hujan dapat memberikan dampak tidak langsung terhadap peningkatan
konsentrasi pencemar udara, terutama ketika terjadi hujan lebat. Curah
hujan yang lebat dapat meningkatkan volume kendaraan di jalan raya serta
mengakibatkan kemacetan dan menurunkan kecepatan kendaraan yang pada
akhirnya berpotensi meningkatkan konsentrasi pencemar udara. Analisis ini
sejalan dengan analisis Kwak et al. (2017) yang menyatakan bahwa curah
hujan memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan konsentrasi
pencemar udara melalui pengaruh tidak langsung.
Parameter cuaca lainnya yang dapat berpengaruh terhadap konsentrasi
PM2,5 dan PM10 adalah arah dan kecepatan angin. Arah angin dapat
mengidentifikasi asal polutan serta mengetahui daerah yang berpotensi
terpapar, serta kecepatan angin dapat berpengaruh terhadap jarak polutan
yang akan terbawa oleh angin.
34
NORTH NORTH
40.4% 36.8%
32.3% 29.4%
24.2% 22%
16.2% 14.7%
8.08% 7.35%
WEST EAST WEST EAST
30.4%
24.4% 35.5%
18.3% 28.4%
12.2% 21.3%
6.09% 14.2%
WIND SPEED
(m/s)
WIND SPEED
>= 11.10 (m/s)
8.80 - 11.10 >= 11.10
5.70 - 8.80 8.80 - 11.10
SOUTH 3.60 - 5.70 5.70 - 8.80
2.10 - 3.60
SOUTH 3.60 - 5.70
0.50 - 2.10 2.10 - 3.60
Calms: 1.48% 0.50 - 2.10
Calms: 9.20%
dan akan meningkat kembali pada kecepatan angin yang lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan komponen kecil dari partikulat kasar (coarse particulate)
adalah hasil dari resuspensi yang diinduksi oleh angin.
yaitu penelitian atau riset, analisis risiko risk assessment) serta pengelolaan
risiko (risk management). Analisis risiko terbagi ke dalam beberapa tahapan,
yaitu tahapan identifikasi bahaya, analisis dosis dan pajanan, karakterisasi
risiko serta komunikasi risiko (NRC 1983).
Tabel 7 Rata-rata konsentrasi PM2,5, PM10, TSP dan Pb tahun 2016 sampai
2020 di setiap kecamatan di Kota Bogor
Kecamatan PM2,5 (µg/m3) PM10 (µg/m3) TSP (µg/m3) Timbal (µg/m3)
Bogor Barat 35,30 58,08 122,83 0,108
Bogor Timur 24,00 39,00 75,54 0,122
Bogor Tengah 26,20 39,19 90,40 0,092
Bogor Utara 35,30 49,75 95,56 0,125
Bogor Selatan 31,70 51,04 100,56 0,108
Tanah Sareal 45,00 52,00 110,80 0,117
Sumber : DLH (2016, 2017, 2018, 2019a, 2019b, 2020)
kg untuk laki-laki dan perempuan berada pada kisaran 58,80 kg. Dari
sisi usia, usia rata-rata laki-laki dan perempuan tertinggi terjadi di
Bogor Tengah dengan rata-rata usia 45 tahun. Sementara itu, Bogor
Barat memiliki usia rata-rata laki-laki dan perempuan paling rendah
yaitu masing-masing sebesar 36 dan 32 tahun.
Tabel 9 Nilai asupan PM2,5, PM10, TSP, dan Pb penduduk laki-laki dan
perempuan di setiap kecamatan di Kota Bogor
Jenis PM2,5 PM10 TSP Pb Pb
Kecamatan
Kelamin (mg/kg·hari) (mg/kg·hari) (mg/kg·hari) (mg/kg·hari)* (mg/kg·hari)**
Bogor
Laki-Laki 1,01 1,66 3,51 3,08 1,32
Barat
Perempuan 0,82 1,35 2,85 2,50 1,07
Bogor
Laki-Laki 0,74 1,21 2,34 3,79 1,62
Timur
Perempuan 0,64 1,04 2,02 3,26 1,40
Bogor
Laki-Laki 0,81 1,21 2,79 2,85 1,22
Tengah
Perempuan 0,72 1,08 2,49 2,54 1,09
Bogor
Laki-Laki 1,10 1,54 2,97 3,88 1,66
Utara
Perempuan 0,90 1,27 2,44 3,19 1,37
Bogor
Laki-Laki 1,05 1,69 3,33 3,57 1,53
Selatan
Perempuan 0,81 1,31 2,59 2,78 1,19
Tanah
Laki-Laki 1,44 1,67 3,55 3,75 1,61
Sareal
Perempuan 1,09 1,26 2,68 2,83 1,21
Untuk penyederhanaan terdapat penambahan angka di area informasi, yaitu PM2,5 (x10 ), PM10
-2
Tabel 10 Tingkat risiko PM2,5, PM10, TSP dan Pb penduduk laki-laki dan
perempuan di setiap kecamatan di Kota Bogor
Jenis
Kecamatan PM2,5 PM10 TSP Pb Kumulatif
kelamin
Bogor Barat Laki-laki 0,99 1,18 1,75 0,077 4,00
Perempuan 0,80 0,96 1,42 0,063 3,25
Bogor Timur Laki-laki 0,73 0,86 1,17 0,095 2,86
Perempuan 0,63 0,74 1,01 0,081 2,46
Bogor
Laki-laki 0,79 0,87 1,40 0,071 3,13
Tengah
Perempuan 0,71 0,77 1,24 0,063 2,79
Bogor Utara Laki-laki 1,07 1,10 1,48 0,097 3,76
Perempuan 0,88 0,91 1,22 0,080 3,09
Bogor
Laki-laki 1,03 1,21 1,66 0,089 3,99
Selatan
Perempuan 0,80 0,94 1,29 0,070 3,10
Tanah Sareal Laki-laki 1,41 1,19 1,78 0,094 4,48
Perempuan 1,07 0,90 1,34 0,071 3,37
RfC Wb t avg
C
R te f e Dt
··················································· (6)
5.1 Simpulan
Konsentrasi PM2,5, PM10, TSP dan Pb di masing-masing kecamatan
mengalami peningkatan yang tinggi pada tahun 2017. Selama periode
pengukuran secara kontiyu, PM2,5 dan PM10 memiliki rata-rata konsentrasi
sebesar 24,38 µg/m3 dan 54,22 µg/m3. Secara diurnal, terdapat perbedaan
rata-rata konsentrasi PM2,5 pada siang dan malam hari, namun tidak terdapat
perbedaan rata-rata konsentrasi PM10 pada siang dan malam hari. Secara
musiman, konsentrasi PM2,5 dan PM10 pada periode kering dan basah
menunjukan variasi yang jelas. Pada periode bulan kering, bulan Juli dan
Agustus memiliki rata-rata konsentrasi PM2,5 dan PM10 tertinggi, sedangkan
rata-rata konsentrasi PM2,5 dan PM10 tertinggi pada periode bulan basah
terjadi pada bulan Oktober.
Melalui paparan inhalasi dan sepanjang hayat, penduduk laki-laki di
Kota Bogor memiliki tingkat risiko PM2,5, PM10, TSP dan Pb lebih tinggi
dari penduduk perempuan. Variabel antropometri berat badan dan laju
inhalasi berpengaruh terhadap tingkat risiko yang diterima oleh setiap
penduduk. Di masing-masing kecamatan, nilai RQ TSP lebih besar dari nilai
RQ polutan lainnya sehingga berkontribusi terhadap tingginya nilai RQ
secara kumulatif. Penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Bogor tidak
memiliki risiko kanker dari paparan Pb. Konsentrasi Pb yang kecil di tiap-
tiap kecamatan berpengaruh terhadap nilai risiko kanker yang diperoleh.
Menurunkan konsentrasi partikulat dan timbal menjadi pengelolaan risiko
bagi polutan yang memiliki nilai RQ lebih dari 1.
5.2 Saran
1. Data konsentrasi partikulat dan timbal yang kontinyu diperlukan untuk
mengukur tingkat risiko suatu agen polutan untuk waktu pajanan
sepanjang hayat (lifetime).
2. Paparan secara oral dan kontak kulit perlu dilakukan agar dapat
memperoleh hasil analisis tingkat risiko dari semua jalur paparan
3. Pemerintah Kota Bogor perlu melakukan upaya manajemen risiko
dengan mengurangi konsentrasi agen risiko di setiap kecamatan.
54
DAFTAR PUSTAKA
Abiye OE, Obioh IB, Ezeh GC. 2013. Elemental characterization of urban
particulates at receptor locations in Abuja, North-Central Nigeria. ATM
Env. 81:695-701. doi:10.1016/j.atmosenv.2013.08.042.
Alvarez FF, Rodriguez MT, Espinosa AJF, Daban AG. 2004. Physical
speciation of arsenic, mercury, lead, cadmium and nickel in inhalable
atmospheric particles. Anal Chim Acta. 524:33-40.
doi:10.1016/j.aca.2004.02.004.
Annashr NN, Djaja IM, Kusharisupeni. 2020. Hubungan antara kadar timbal
dalam darah dan profil darah pada anak sekolah dasar (SD) Cinangka,
Kabupaten Bogor. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-
Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi. 20(1):95-106.
[AQEG] Air Quality Expert Group. 2012. Fine Particulate Matter (PM2,5)
in the United Kingdom. [London]: Department for Environment, Food,
and Rural Affairs. hlm 12
Ardyanto D. 2005. Deteksi pencemaran timah hitam (Pb) dalam darah
masyarakat yang terpajan timbal (plumbum). J Kesehatan Lingkungan.
2:67-76.
Astuti W, At M, Setiawan I. 2016. Identifikasi ruang terbuka hijau (RTH) di
Kota Bogor dengan aplikasi sistem informasi geografis. Jurnal Nusa
Sylva. 16(1):24-31.
Abadin H, Taylor J, Buser M, Scinicariello F, Przybyla J, Klotzbach JM,
Diamond GL, Citra M, Chappell LL, Mcllroy LA. 2007. Toxicological
Profile for Lead. Atlanta (GA): US Department of Health and
Human Service Public Health Service, Agency for Toxic Substance
and Disease Registry.
Basri S, Bujawati E, Amansyah M, Habibi, Samsiana. 2014. Analisis risiko
kesehatan lingkungan (model pengukuran risiko pencemaran udara
terhadap kesehatan). Jurnal Kesehatan. 7(2):427-442
Bastir M, Godoy P, Rosas A. 2011. Common features of sexual dimorphism
in the cranial airways of different human populations. Am J Phys
Anthropol. 146:414–422. doi:10.1002/ajpa.21596.
Behera SN, Betha R, Huang X, Balasubramanian R. 2015. Characterization
and estimation of human airway deposition of size-resolved
particulate-bound trace elements during a recent haze episode in
Southeast Asia. Environ Sci Pollut Res. 22:4265–4280.
doi:10.1007/s11356-014-3645-6
Besmanto N, Cakrawati C, Rizal A, Sofwan, Nugroho H, Akib CR, Nazly T,
Purnama D, Syativa A, Prabaninggrum D, et al.. 2012. Pedoman
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral PP
dan PL - Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Kota Bogor Dalam Angka 2018. Bogor:
Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Kota Bogor Dalam Angka 2017. Bogor:
Badan Pusat Statistik Kota Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2016.
Bandung: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.
55
Greenstone M, Fan QC. 2019. Indonesia’s Worsening Air Quality and Its
Impact on Life Expectancy. Air Quality Life Index. Chicago (IL):
Energy Policy Institute at the University of Chicago
Gunawan G. 2015. Tingkat pencemaran udara debu dan timbal di
lingkungan gerbang tol. Jurnal Pusjatan. 32(2):115-124
Han S, Bian H, Zhang Y, Wu J, Wang Y, Tie X, Li Y, Li X, Yao Q. 2012.
Effect of aerosols on visibility and radiation in spring 2009 in Tianjin,
China. Aerosol Air Qual Res. 12:211–217.
doi:10.4209/aaqr.2011.05.0073
Harrison RM, Yin J, Mark D, Stedman J, Appleby RS, Booker J, Moorcroft
S. 2001. Studies of coarse particle (2,5-10µm) component in UK urban
atmospheres. Atmospheric Environment 35:3667-3679.
[IARC] [International Agency for Research on Cancer. 2006. IARC
Monographs for the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, Vol.
87; Inorganic and organic lead compounds. Lyon: International
Agency for Research on Cancer. hlm 378.
[IARC] International Agency for Research on Cancer. 2013. Air Pollution
and Cancer. Lyon: International Agency for Research on Cancer.
Indrayani, Asfiati S. 2018. Pencemaran udara akibat kinerja lalu lintas
kendaraan bermotor di Kota Medan. Jurnal Pemukiman. 13(1):13-20.
Jarrett B, Bloch GJ, Bennett D, Bleazard B, Hedges D. 2010. The influence
of body mass index, age and gender on current illness: a cross-sectional
study. International Journal of Obesity. 34:429-436.
doi:10.1038/ijo.2009.258.
Jiang X, Hong C, Zheng Y, Zheng B, Guan D, Gouldson A, Zhang Q, He K.
2015. To what extent can China’s near-term air pollution control policy
protect air quality and human health? a case study of the Pearl River
Delta region. Environ Res Lett. 10(10):1-13. doi:10.1088/1748-
9326/10/10/104006
Johnson TM, Guttikunda S, Wells GJ, Artaxo P, Bond TC, Russell AG,
Watson JC, West J. 2011. Tools for Improving Air Quality
Management : A review of Top-down Source Apportionment
Techniques and Their Application in Developing Countries.
Washington (WA): Energy Sector Management Assistance Program.
hlm 7-11.
[Kepmen] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15/4/1996
Tentang Program Langit Biru. 1996
[Kepmen] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun 1993
Tentang Ambang Batas Gas Buang Kendaraan Bermotor. 1993
[Kepkabapedal] Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Nomor 205 Tahun 1996 Tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. 1996
Koester CJ, Hites RA. 1992. Photodegradation of polychlorinated dioxins
and dibenzofurans adsorbed to fly ash. Environ Sci Technol. 26(3):502-
507
Kusumaningtyas SDA, Aldrian E. 2016. Impact of the June 2013 Riau
province Sumatera smoke haze event on regional air pollution. Environ
Res Lett. 11(7):1-11. doi:10.1088/1748-9326/11/7/075007
58
Kwak HY, Ko J, Lee S, Joh CH. 2017. Identifying the correlation between
rainfall, traffic flow performance and air pollution concentration in
Seoul using a path analysis. Transportation Research Procedia.
25:3556-3567. doi:10.1016/j.trpro.2017.05.288
Langridge JM, Lack D, Brock CA, Bahreini R, Middlebrook AM, Neuman
JA, Nowak JB, Perring AE, Schwarz JP, Spackman JR, et al.. 2012.
Evolution of aerosol properties impacting visibility and direct climate
forcing in an ammonia-rich urban environment. J Geophys Res. 117:1-
17. doi:10.1029/2011JD017116, 2012
Latini G, Grifoni RC, Passerini G. 2002. Influence of Meteorological
Parameters on Urban and Suburban Air Pollution. Di dalam: Brebbia
CA, Martin-Duque JF, editor. Air Pollution X. Southampton: WIT
Press. hlm 753-762
Lavy V, Ebenstein A, Roth S. 2014. The Impact ff Short-Term Exposure to
Ambient Air Pollution on Cognitive Performance and Human Capital
Formation. Cambridge (MA): National Bureau of Economic Research
Lelieveld J, Evans JS, Fnais M, Giannadaki D, Pozzer A. 2015. The
contribution of outdoor air pollution sources to premature mortality on
a global scale. Nature. 525:367-371. doi:10.1038/nature15371
Lestari P, Damayanti S, Arrohman MK. 2020. Emission inventory of
pollutants (CO, SO2, PM2,5, and NOx) In Jakarta Indonesia. Earth and
Environmental Science. 489: 1-6. doi:10.1088/1755-
1315/489/1/012014
Li H, Wang J, Wang Q, Qian X, Qian Y Yang M, Li F, Lu H, Wang C.
2015. Chemical fractionation of arsenic and heavy metals in fine
particle matter and its implications for risk assessment: a case study in
Nanjing, China. Atmos Environ. 103:339-346.
doi:10.1016/j.atmosenv.2014.12.065
Lichter A, Pestel N, Sommer E. 2015. Productivity effects of air pollution:
evidence from professional soccer. Labour Economic. 48:54-66. doi:
10.1016/j.labeco.2017.06.002
Liu Z, Hu B, Wang L, Wu F, Gao W, Wang Y. 2014. Seasonal and diurnal
variation in particulate matter (PM10 and PM2,5) at an urban site of
Beijing: analyses from a 9-year study. Environ Sci Pollut Res. 1-16:
doi:10.1007/s11356-014-3347-0
Loomis D, Huang W, Chen G. 2014. The International Agency for Research
on Cancer (IARC) evaluation of the carcinogenicity of outdoor air
pollution: focus on China [ulasan]. Chinese Journal of Cancer.
33(4):189-196. doi:10.5732/cjc.014.10028
Louvar JF, Louvar BD. 1998. Health and Environmental Risk Analysis:
Fundamental with Application. New Jersey (NJ): Prentice Hall.
Lyu Y, Zhang K, Chai F, Cheng T, Yang Q, Zheng Z, Li X. 2017.
Atmospheric size-resolved trace elements in a city affected by non-
ferrous metal smelting: indications of respiratory deposition and health
risk. Environ Pollut. 224:559-571. doi:10.1016/j.envpol.2017.02.039
Marhaeni ADM. 2018. Pengaruh faktor meteorologi terhadap fluktuasi
konsentrasi PM10 dan O3 di DKI Jakarta [skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
59
Ma’rufi I. 2017. Analisis risiko kesehatan lingkungan (SO2, H2S, NO2, dan
TSP) akibat transportasi kendaraan bermotor di Kota Surabaya. Media
Pharmaceutica Indonesia 1(4):189-196
Martono H, Sukana B, Sulistiyani N. 2003. Kandungan TSP dan PM10
Jakarta dan sekitarnya. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2(3):255-262
Miao Y, Liu S, Guo J, Huang S, Yan Y, Lou M. 2018. Unraveling the
relationships between boundary layer height and PM2,5 pollution in
China based on four-year radiosonde measurements. Environ Pollut.
243:1186-1195. doi:10.1016/j.envpol.2018.09.070
Molinelli AR, Madden MC, McGee JK, Stonehuerner JG, Ghio AJ. 2002.
Effect of metal removal on the toxicity of airborne particulate matter
from the Utah Valley. Inhal Toxicol. 14:1069-1086.
doi:10.1080/08958370290084737
Muhaimin. 2014. Permodelan dispersi polutan udara dari aktivitas pltu
cirebon pada musim kemarau dan hujan serta penggunaan 2 cerobong
asap [tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Mukhtar R, Wahyudi H, Hamonangan E, Lahtiani S, Santoso M, Lestiani
DD, Kurniawati S. 2013. Kandungan logam berat dalam udara ambien
pada beberapa kota di Indonesia. Ecolab. 7(2):49-59
Mukono HJ. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press.
Nishihashi M, Mukai H, Terao Y, Hashimoto S, Osonoi Y, Boer R,
Ardiansyah M, Budianto B, Immanuel GS, Nugroho R, et al.. 2019.
Greenhouse gases and air pollutants monitoring project around Jakarta
megacity. Earth and Environmental Science. 303:1-12.
doi:10.1088/1755-1315/303/1/012038
Niu L, Ye H, Xu C, Yao Y, Liu W. 2015. Highly time-and size-resolved
fingerprint analysis and risk assessment of airborne elements in a
megacity in the Yangtze River Delta, China. Chemosphere. 119:112–
121. doi:10.1016/j.chemosphere.2014.05.062
[NRC] National Research Council. 1983. Risk Assessment in The Federal
Government. Managing The Process. Washington (WA): National
Academy Press.
Nukman A, Rahman A, Warouw S, Setiadi MI, Akib CR. 2005. Analisis
dan manajemen risiko kesehatan pencemaran udara: studi kasus di
sembilan Kota besar padat transportasi. Jurnal Ekologi Kesehatan
4(2):270-289.
Nurhasanah I. 2019. Pengaruh faktor meteorologi dan jumlah kendaraan
bermotor terhadap konsentrasi partikulat (studi kasus : kampus IPB
Baranangsiang) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Oke TR. 2002. Boundary Layer Climates, 2nd ed. London: Routledge.
Onabowale MK, Owoade OK. 2015. Assessment residential indoor outdoor
airborne particulate matter in Ibadan, Southwestern Nigeria. Donnish J
Physical Sci. 1(1):001 – 007.
Pal S. 2014. Monitoring depth of shallow atmospheric boundary layer to
complement LiDAR measurements affected by partial overlap [ulasan].
Rem Sens. 6(1):8468-8493. doi:10.3390/rs6098468
60
Quanjer PH, Hall GL, Stanojevic S, Cole TJ, Stocks J. 2012b. Age-and
height-based prediction bias in spirometry reference equations. Eur
Respir J. 40: 190–197. doi:10.1183/09031936.00161011
Rahmadani, Tualeka AR. 2016. Karakteristik risiko kesehatan akibat
paparan polutan udara pada pekerja sol sepatu (di sekitar jalan raya
bubutan Kota Surabaya). Jurnal Kesehatan Lingkungan. 8(2): 164-171.
Rahman A. 2007. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (Kajian Aspek
Kesehatan Masyarakat dalam studi AMDAL dan Kasus-Kasus
Pencemaran Lingkungan). Depok: Pusat kajian Kesehatan Lingkungan
dan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indoensia.
Rahman A, Nukman A, Setyadi, Akib CR, Sofwan, Jarot. 2008. Analisis
risiko kesehatan lingkungan pertambangan kapur di Sukabumi,
Cirebon, Tegal dan Tulung Agung. Jurnal Ekologi Kesehatan. 7(1):
665-677.
Ramdhani AY, Fatimah IS. 2013. Studi potensi kanopi pohon di kebun raya
bogor dalam menyerap emisi karbondioksida dari kendaraan bermotor.
Jurnal Lanskap Indonsia. 5(1):41-46
Riadi E. 2016. Statistika Penelitian (Analisis Manual dan IBM SPSS).
Yogyakarta: Andi.
Riyanto I, Soniyati TL, Lubis R, Permatasari T, Isnaeni N, Mariam M,
Darmayanti D, Setiawati, Argarini RH, Supriatna N, et al.. 2016.
Laporan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah Tahun 2016 Kota Bogor. Bogor: Badan Pengelola Lingkungan
Hidup.
Romanazzi V, Casazza M, Malandrino M, Maurino V, Piano A, Schiliro TG,
Gilli G. 2014. PM10 size distribution of metals and environmental-
sanitary risk analysis in the city of Torino. Chemosphere. 112:210-216.
doi:10.1016/j.chemosphere.2014.04.034
Rundell KW. 2012. Effect of air pollution on athlete health and performance
[ulasan]. British Journal of Sports Medicine. 46:407-412.
doi:10.1136/bjsports-2011-090823
Ruzer LS, Harley NH. 2012. Aerosols Handbook: Measurement, Dosimetry
and Health Effects, 2nd ed. Boca Raton (FL): CRC Press.
Sagita HL. 2017. Analisis tingkat pencemaran udara berdasarkan musim di
Kota Tangerang [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sarudji D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: CV Karya Putra.
Sarwar MS, Ullah S, Farooq U, Durrani MZ. 2017. Engine idling: a major
cause of emission & increased fuel costs. International Journal of
Operations and Logistics Management. 6(2): 44-54.
Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Satriyo S. 2012. Kebijakan pengelolaan pencemaran udara Pb, debu dan CO
dari sektor transportasi darat [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Schwartz J, Katz SA, Fegley RW, Tockman MS. 1988. Sex and race
differences in the development of lung function. Am Rev Respir Dis.
138:1415–1421. doi:10.1164/ajrccm/138.6.1415
62