Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS


FUNGSI PARU PADA PEKERJA MAINTENANCE
DI PT. PELINDO (PERSERO) TERMINAL
PETIKEMAS NEW MAKASSAR
TERMINAL 2

Oleh :

Ade Puspita Ramadhani

14120190222

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHA

N..............................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................3
DAFTAR GAMBAR....................................................................4
DAFTAR SINGKATAN...............................................................5
BAB I PENDAHULUAN..............................................................6
A. Latar Belakang................................................................6
B. Rumusan Masalah........................................................12
C. Tujuan Penelitian..........................................................13
D. Manfaat Penelitian.......................................................14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................15
A. Tinjauan Umum Tentang Kapasitas Paru...................15
B. KERANGKA TEORI.......................................................36
BAB III KERANGKA KONSEP...................................................37
BAB IV METODE PENELITIAN................................................45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................54

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

4
DAFTAR SINGKATAN

K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

WHO : World Health Organisation

ILO : Internasional Labor Organisation

IMT : indeks Massa Tubuh

APD : Alat Pelindung Diri

KVP : Kapasitas Vital Paru

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial

mempengaruhi kesehatan pekerja. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kesehatan pekerja antara lain faktor fisik, faktor kimia,

dan faktor biologis. Banyaknya pekerjaan di berbagai sektor yang

terpapar dengan risiko penyakit akibat kerja. Untuk itu perlu ditinggikan

upaya keselamatan dan kesehatan dalam rangka menekan serendah

mungkin risiko penyakit yang timbul akibat pekerjaan atau lingkungan

kerja (Monica, 2018).

Lingkungan kerja diartikan sebagai potensi sumber bahaya

yang kemungkinan terjadi pada lingkungan kerja akibat adanya suatu

proses kerja. Kondisi kualitas udara lingkungan kerja dapat ikut

berperan dalam hal kesehatan pada masyarakat sekitar suatu

lingkungan kerja dan pengaruh yang ditimbulkan oleh beroperasinya

suatu kegiatan kerja (bongakareng, 2019).

Kapasitas vital paru (KVP) adalah jumlah udara maksimal yang

dapat dikeluarkan dari paru setelah udara dipenuhi secara maksimal.

Kapasitas paru adalah suatu kombinasi peristiwa-peristiwa sirkulasi

paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu alun napas,

volume cadangan ekspirasi dan volume residu. Gangguan saluran

6
pernapasan akan menyebabkan penurunan fungsi paru. Untuk

mengetahui fungsi paru seseorang bekerja secara normal atau tidak,

dapat diketahui dari pengukuran volume paru dengan melakukan

pemeriksaan spirometri (Pitoy dkk, 2019).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014

didapatkan bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) masuk ke

dalam empat besar penyakit tidak menular yang memiliki angka

kematian yang tinggi setelah penyakit kardiovaskular, kanker dan

diabetes yang mana penyakit paru obstruktif kronis ternyata menjadi

salah satu penyakit dengan beban kesehatan tertinggi di dunia.

Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diperkirakan pada

tahun 2030 akan menempati peringkat ketujuh di dunia yang mana

diikuti dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga

menjadi beban sosial dalam masyarakat (Agustian, 2018).

Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 2013,

suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru yang

menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut dikenal dengan

pneumokoniosis. Gejala pneumokoniosis berupa batuk lama, berdahak

lama, kelelahan dan sesak napas. Berdasarkan data International

Labour Organization (ILO) tahun 2013, 30% hingga 50% pekerja di

negara berkembang menderita pneumokoniosis. Setiap tahunnya

terdapat 2,3 juta orang di dunia meninggal akibat kerja, baik karena

penyakit akibat kerja maupun kecelakaan. Angka tersebut didominasi

7
oleh penyakit akibat kerja yaitu 2,02 juta kasus meninggal

(Ombuh, 2017).

Badan dunia International Labour Organization (ILO)

mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan

pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21%

penyakit saluran pernapasan, 15% penyakit kardiovaskuler, dan 5%

disebabkan oleh faktor yang lain. Penyakit saluran pernapasan akibat

kerja, sesuai dengan hasil riset The Surveillance of Work Related and

Occupational Respiratory Disease 2 (SWORD) yang dilakukan di

Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan

dengan pekerjaan (Maryadi, 2021).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Health and Safety

Executive (HSE), pada tahun 2014 terdapat 215 kasus baru

pneumokoniosis pada pekerja batu bara di Inggris ditambah dengan

kasus sebelumnya pada tahun 2013 sebanyak 275 kasus. Pada

tahun 2013, terjadi 147 kematian disebabkan pneumokoniosis yang

meningkat sekitar 130 kejadian per tahun selama 5 tahun terakhir.

Sedangkan untuk kejadian silikosis pada tahun 2014, didapatkan

55 kasus baru setelah sebelumnya pada tahun 2013 diperoleh data 45

kasus silikosis dengan 18 kasus kematian (Prihantini, 2020).

Diperkirakan jumlah kasus baru penyakit akibat kerja di

Amerika Serikat 125.000 sampai 350.000 kasus per tahun dan terjadi

5,3 juta kecelakaan kerja per tahun. Sedangkan penyakit saluran

8
pernapasan merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara

berkembang, dengan prevalensinya yang bervariasi antara 2–20%

(Faizah, 2017).

Nilai KVP pada pekerja bervariasi. Hasil penelitian di kota

Semarang menunjukan nilai KVP sebesar 78%, di kota Manado

sebesar 91,52% dan di kota Jakarta sebesar 93,5%. KVP dipengaruhi

banyak faktor antara lain : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

status gizi, kebiasaan merokok, penggunaan masker, kebiasaan

olahraga, riwayat penyakit paru, masa kerja, lama kerja, Faktor lain

yang berhubungan dengan KVP dapat berasal dari area kerja seperti

paparan debu dan emisi gas buang kendaraan, Hal tersebut

menyebabkan pekerja yang bekerja rentan terhadap gangguan fungsi

paru (sari, 2020)

Dari hasil penelitian Trigunarso (2018) menunjukkan bahwa

semakin lama seseorang bekerja pada lingkungan berdebu, maka

dapat menurunkan kapasitas vital paru. Lama paparan ini juga

dipengaruhi oleh pekerjaan responden. Semakin lama masyarakat

menghabiskan waktu untuk bekerja di area kerjanya, semakin lama

pula paparan debu yang diterimanya, sehingga untuk terjadinya

gangguan fungsi paru (KVP di bawah normal) juga akan semakin

besar, tetapi hal itu juga tergantung dari konsentrasi debu yang ada di

area kerja dan mekanisme clearance dari masingmasing individu, kadar

partikel debu dan kerentanan individu.

9
Dari hasil penelitian aini, 2018 tentang prevalensi kelainan

toraks dan penurunan faal paru pekerja di lingkungan tambang

batubara di Turki dengan sampel usia ratarata 45 tahun dengan

rentang 30-50 tahun menunjukkan bahwa masa kerja rata-rata 10 tahun

dengan rentang 20-30 tahun prevalensi merokok sebesar 65%,

kelainan klinis sebesar 5%, terdiri dari batuk kronik 1%, sesak nafas

2,3%, asma 0,7%, prevalensi kelainan faal paru sebesar 26,7% terdiri

dari 7,32% kelaian restriksi dan 19,4% (Aini, 2018).

Pelabuhan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 69 Tahun 2001 tentang kepelabuhanan, pelabuhan adalah

tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan

batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan

kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,

berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang

dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan

penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar

moda transportasi.

Dalam hal mengakomodasi kepentingan transportasi laut,

pelabuhan memiliki peranan yang sangat penting. Oleh karena itu

penanganan yang profesional dibutuhkan dalam mengelola sebuah

pelabuhan, hal tersebut dikarenakan pelabuhan merupakan tempat

berlabuhnya berbagai macam transportasi, seperti darat, laut, dan

udara. Pelabuhan merupakan terminal point yang merupakan mata

10
rantai angkutan laut. Salah satu peranan penting pelabuhan yaitu

pada kegiatan bongkar muat (Andini R, 2021).

Berdasarkan hasil observasi awal di PT. Pelindo (persero)

terminal petikemas new Makassar terminal 2 terdapat 11 potensi

bahaya dari 7 aktivitas dan 22 proses kerja kegiata bongkar muat di

antaranya terjatuh ke laut, paparan sinar matahari, terpapar dan

terhirup debu , terjepit tali tambatan, tertimpa alat pengendalian alat

rampdoor, tertimpa alat sesek / bambu papan, bahan bakar mudah

menyala dan mudah terbakar.

Dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti secara

kasat mata, pada saat pekerja di lampangan setiap hari debu terlihat

beterbangan melayang di udara. Debu tersebut bersumber dari

aktivitas peralatan proses angkat angkut dan pergerakan keluar

masuk kendaraan yang mengangkut peti kemas keluar masuk area

pelabuhan yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah debu

yang debu melayang. Dan adanya pekerja yang mengalami keluhan

susah bernafas ketika sedang bekerja dan sering mengalami batuk

batuk. Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti merasa perlu

untuk melakukam penelitian dengan judul “Faktor yang berhubungan

dengan kapasitas paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo

(persero) terminal petikemas new Makassar terminal 2 ”.

11
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas

maka rumusan masalah dalam penelitian yang berjudul “Faktor yang

berhubungan dengan kapasitas paru pada pekerja maintenance di

PT. Pelindo (persero) terminal petikemas new Makassar terminal 2 ”

adalah sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan umur dengan kapasitas paru pada

pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero) terminal petikemas

new Makassar terminal 2 ?

2. Apakah ada hubungan masa kerja dengan kapasitas paru pada

pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero) terminal petikemas

new Makassar terminal 2 ?

3. Apakah ada hubungan penggunaan APD (masker) dengan

kapasitas paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo

(persero) terminal petikemas new Makassar terminal 2 ?

4. Apakah ada hubungan status gizi dengan kapasitas paru pada

pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero) terminal petikemas

new Makassar terminal 2 ?

5. Apakah ada hubungan kebiasaan merokok dengan kapasitas

paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero) terminal

petikemas new Makassar terminal 2 ?

12
13
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

kapasitas paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero)

terminal petikemas new Makassar terminal 2

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kapasitas paru

pada pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero) terminal

petikemas new Makassar terminal 2 ?

b. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan kapasitas

paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero)

terminal petikemas new Makassar terminal 2 ?

c. Untuk mengetahui hubungan penggunaan APD (masker)

dengan kapasitas paru pada pekerja maintenance di PT.

Pelindo (persero) terminal petikemas new Makassar terminal

2?

d. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kapasitas

paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo (persero)

terminal petikemas new Makassar terminal 2 ?

e. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan

kapasitas paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo

(persero) terminal petikemas new Makassar terminal 2

14
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam

melakukan intervensi dan kebijakan dalam mengurangi kecelakaan

kerja maupun penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan seseorang.

2. Manfaat Teoritis

Sebagai masukan pemikiran dan peningkatan pengetahuan

khususnya di bidang kesehatan tentang faktor yang berhubungan

dengan kapasitas paru pada pekerja maintenance di PT. Pelindo

(persero) terminal petikemas new Makassar terminal 2

3. Manfaat Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama

menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Muslim Indonesia.

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

E. Tinjauan Umum Tentang Kapasitas Paru

1. Pengertian Kapasitas Paru

Kapasitas vital paru (KVP) adalah jumlah udara maksimal

yang dapat dikeluarkan dari paru setelah udara dipenuhi secara

maksimal. Kapasitas paru adalah suatu kombinasi peristiwa-

peristiwa sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume

paru yaitu alun napas, volume cadangan ekspirasi dan volume

residu. Gangguan saluran pernapasan akan menyebabkan

penurunan fungsi paru. Untuk mengetahui fungsi paru seseorang

bekerja secara normal atau tidak, dapat diketahui dari pengukuran

volume paru dengan melakukan pemeriksaan spirometri

(Pitoy dkk, 2019).

Kapasitas paru adalah penjumlahan dua atau lebih

volume paru. Kapasitas paru terdiri atas kapasitas inspirasi,

kapasitas residual fungsional, kapasitas vital, dan kapasitas paru

total. Kapasitas vital paru terdiri atas penjumlahan volume

cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan

ekspirasi. Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum

yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih

dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian

16
mengeluarkan sebanyak–banyaknya kurang lebih 4.600 ml

(Desire, 2019).

Kapasitas Vital Paru (KVP) adalah jumlah maksimum

udara yang dapat dikeluarkan oleh seseorang dari paru-paru

setelah melakukan inspirasi maksimum. Kapasitas Vital

berhubungan dengan jumlah volume cadangan inspirasi, volume

tidal dan volume cadangan ekspirasi. Unit pengukuran yang

digunakan adalah volume udara yang diukur dalam satuan liter

dan menggunakan alat yaitu, Spirometer (Tambunan, 2020).

Kapasitas vital paru merupakan jumlah udara maksimal

yang dapat dikeluarkan dari paru-paru setelah mengisi sampai

batas maksimum (inspirasi maksimal) bagi seorang atlet, memiliki

kapasitas vital paru yang baik sangatlah penting, karena dengan

itu mereka dapat memiliki daya tahan yang stabil pada saat

bertanding (Tanzila, 2019).

2. Tahap Proses Pernapasan

Menurut Tjokorda (2017), proses pernapasan pada


manusia, sebagai berikut:
a.Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung

(cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di

dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar) dan kelenjar

keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi

menangkap benda asing yang masuk lewat saluran

17
pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal

yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk

bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak

kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang

masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan

nasofaring melalui dualubang yang disebut choanae. Pada

permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan

selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang

masuk ke dalam rongga hidung.

b. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke Faring. Faring

merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan

(nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan

(orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang

faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita

suara (pita vocalist). Masuknya udara melalui faring akan

menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.

c. Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm,

terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak).

Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang

rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini

berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke

18
saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di

sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang

tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus).

Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi

menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung

bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung

paru-paru (alveolus).

d. Pangkal Tenggorokan (laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh

tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea,

didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut

epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.

Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel

berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan

getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah

menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya

udara.

e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian,

yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa

bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus

bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih

besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan

19
sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu

bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus

menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus.

f. Paru-paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di

bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian

bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru

ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang

terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang

terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang

tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung

menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis)

dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan

dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).

3.Jenis Volume Paru

Menurut penelitian Dwiputra (2019), volume paru

merupakan beberapa gabungan menjadi kapasitas paru dan

dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:

a. Kapasitas inspirasi (Inspiratory Capacity):

Kapasitas inspirasi adalah jumlah udara yang bisa

dihirup maksimal. Gabungan TV + IRV. Kapasitas inspirasi

disebut juga sebagai volume udara yang masuk paru setelah

20
inspirasi maksimal atau sama dengan volume cadangan

inspirasi ditambah dengan volume tidal (IC=IRV+TV)

b. Kapasitas residu fungsional (Functional Residual Capacity):

Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara yang

terdapat dalam paru pada akhir ekspirasi biasa, yaitu gabungan

ERV + RV. Selain itu kapasitas residu fungsional disebut juga

sebagai volume ekspirasi cadangan ditambah dari volume sisa

(FRC=ERV+RV).

c. Kapasitas vital (Vital Capacity):

Kapasitas vital adalah jumlah udara yang bisa

dikeluarkan maksimal setelah inspirasi maksimal, yaitu

gabungan IRV + TV + ERV. Volume udara yang dikeluarkan

melalui ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan

inspirasi maksimal. Kapasitas vital besarnya sama dengan

volume inspirasi cadangan ditambah volume tidal.

d. Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity):

Kapasitas vital paksa sama dengan kapasitas vital

tetapi dilakukan secara cepat dan paksa dengan ekspirasi

dalam dan kuat. Kapasitas vital paksa sama dengan kapasitas

vital tetapi kapasitas vital paksa dilakukan secara cepat dan

paksa dengan ekspirasi dalam dan kuat.

21
e. Kapasitas paru total (Total Lung Capacity):

Kapasitas paru total adalah jumlah udara total yang

ada di dalam paru pada akhir inspirasi maksimal, yakni

gabungan IRV+TV+FRC. Volume maksimum paru yang dapat

dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-

kira 5.800 ml) jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah

dengan volume residu.

Sedangkan beberapa parameter yang menggambarkan

volume paru menurut Setiawan (2018), adalah:

a. Volume tidal (TV):

Volume udara yang masuk dan keluar paru-paru pada

keadaan istirahat atau pernapasan biasa. Besarnya volume

tidal (TV) pada orang dewasa sekitar 500 ml. Volume

maksimum paru yang dapat dikembangkan sebesar mungkin

dengan inspirasi paksa (kira-kira 5.800 ml) jumlah ini sama

dengan kapasitas vital ditambah dengan volume residu.

b. Volume cadangan inspirasi (Inspiratory Reserve Volume):

Jumlah udara yang masih dapat dihirup ke dalam paru

secara maksimal setelah inspirasi biasa, besarnya Inspiratory

Reserve Volume (IRV) pada orang dewasa adalah sekitar 3100

ml. Volume maksimum paru yang dapat dikembangkan sebesar

mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira 5.800 ml) jumlah ini

sama dengan kapasitas vital ditambah dengan volume residu.

22
c. Volume cadangan ekspirasi (Expiratory Reserve Volume):

Jumlah udara yang masih dapat dihembuskan keluar

dari paru setelah ekspirasi biasa, besarnya Expiratory Reserve

Volume (ERV) pada orang dewasa sekitar 1000-1200 ml.

Jumlah volume maksimum paru yang dapat dikembangkan

sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira 5.800 ml)

jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah dengan

volume residu.

d. Volume residu (Residual Volume):

Jumlah udara yang masih tertinggal di dalam paru

setelah ekspirasi maksimal. Volume residu ini mengakibatkan

paru akan mengapung bila dimasukkan ke dalam air. Volume

maksimum paru yang dapat dikembangkan sebesar mungkin

dengan inspirasi paksa (kira-kira 5.800 ml) jumlah ini sama

dengan kapasitas vital ditambah dengan volume residu.

4. Parameter Kapasitas Paru

Adapum parameter kapasitas paru sebagai berikut :

a. Vital Capacity (VC)

Vital Capacity (VC) adalah volume udara maksimal

yang dapat dihembuskan setelah inspirasi maksimal. Ada

dua macam vital capacity berdasarkan cara

pengukurannya, yaitu: pertama, Vital Capacity (VC), subjek

tidak perlu melakukan aktivitas pernapasan dengan

23
kekuatan penuh, kedua Forced Vital Capacity (FVC),

dimana subjek melakukan aktivitas pernapasan dengan

kekuatan maksimal. Berdasarkan fase yang diukur VC

dibedakan menjadi dua macam, yaitu: VC inspirasi, dimana

VC hanya diukur pada fase inspirasi dan VC ekspirasi,

diukur hanya pada fase ekspirasi (Novianto, 2019).

b. Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1)

Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1) yaitu

besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik

pertama. Lama ekspirasi pertama pada orang normal

berkisar antara 4 hingga 5 detik dan pada detik pertama

orang normal dapat mengeluarkan udara pernapasan

sebesar 80% dari nilai VC. Fase detik pertama ini dikatakan

lebih penting dari fase-fase selanjutnya. Adanya obstruksi

pernapasan didasarkan atas besarnya volume pada detik

pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan nilai

absolutnya tetapi pada perbandingan dengan FCVnya. Bila

FEV1 atau FCV kurang dari 75% berarti abnormal. Pada

penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema

terjadi pengurangan FEV1 yang lebih besar dibandingkan

kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal) sehingga

rasio FEV1 atau FEV kurang dari 75% (Harahap, 2019).

24
c. Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)

Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah aliran

udara maksimal yang dihasilkan oleh sejumlah volume

tertentu. PEFR dapat menggambarkan keadaan saluran

pernapasan, apabila PEFR berarti ada hambatan aliran

udara pada saluran pernapasan. Pengukuran dapat

dilakukan dengan Mini Peak flow meter atau

Pneumotachograph (Elisah, 2019).

Menurut Siallagan (2018), beberapa parameter dalam

pengukuran kapasitas fungsi paru, sebagai berikut:

a. VC (Vital Capacity) adalah volume maksimal udara yang dapat

dihembuskan atau dihirupkan selama maksimal paksa Forced

Vital Capacity (FVC) ataupun dengan manuver lambat Vital

Capacity (VC). Vital Capacity (VC) biasanya sama dengan

Forced Vital Capacity (FVC) kecuali terdapat obstruksi aliran

udara, pada keadaan ini Vital Capacity (VC) biasanya lebih

tinggi dari Forced Vital Capacity (FVC).

b. FEV1 (Forced Expiratory Volume 1 Second) adalah volume

ekspirasi pada 1 detik pertama pada saat ekspirasi maksimal

setelah melakukan inspirasi maksimal, hal ini merupakan

ukuran seberapa cepat paru-paru dapat dikosongkan.

c. FEV1/VC (FEV1/FVC) merupakan persentase Forced Expiratory

Volume 1 Second (FEV1) terhadap Vital Capacity (VC) atau

25
Forced Vital Capacity (FVC), yang secara klinis dengan

menggambarkan keterbatasan aliran udara didalam paru-paru.

d. Forced expiratory flow25-75% (FEF25-75%) adalah rata-rata

berakhirnya aliran udara pada pertengahan manuver Forced

Vital Capacity (FVC), dan dianggap sebagai ukuran yang lebih

sensitif dibandingkan dengan Forced Expiratory Volume 1

Second (FEV1) untuk menunjukkan adanya penyempitan

saluran udara kecil FEF25-75% memiliki jarak abnormalitas yang

lebar dan sangat sulit untuk menginterpretasikan jika terdapat

peningkatan atau penurunan Forced Vital Capacity (FVC).

e. PEF (Peak Expiratory Flow) adalah laju aliran ekspirasi

maksimal yang dapat dicapai dan ini terjadi pada awal manuver

ekspirasi paksa.

f. FEF50% dan FEF75% (Forced Expiratory Flow at 50% or 75%

FVC) adalah aliran ekspirasi maksimal diukur pada titik dimana

50% dari FVC telah kadaluarsa (FEF 50%) dan setelah 75% telah

berakhir (FEF75%).

g. Forced Vital Capacity 6 Second (FVC6) adalah volume ekspirasi

paksa selama 6 detik pertama dan merupakan pengganti dari

Forced Vital Capacity (FVC).

26
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan fungsi paru

Menurut penelitian Permadi (2017), adapun faktor yang

mempengaruhi kapasitas paru yaitu sebagai berikut:

a. Masa Kerja

Masa kerja adalah semua perhitungan jumlah tahun masa

kerja dalam periode kerja, semakin lama masa kerja seseorang

kemungkinan besar orang tersebut mempunyai risiko yang besar

mengalami penurunan kapasitas vital paru. Apabila kondisi paru

terpapar dengan berbagai komponen pencemar, fungsi fisiologis

paru sebagai organ utama pernapasan akan mengalami beberapa

gangguan sebagai akibat dari pemaparan secara terus menerus

dari berbagai komponen pencemar. Semakin lama seseorang

dalam bekerja maka semakin banyak terpapar bahaya yang

ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

Semakin lama seseorang bekerja pada tempat yang

mengandung debu akan semakin tinggi resiko terkena gangguan

kesehatan, terutama gangguan saluran pernapasan. Debu yang

terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama

akan membahayakan. Akibat penghirupan debu, yang langsung

dirasakan adalah sesak, bersin dan batuk karena adanya gangguan

pada saluran pernapasan. Paparan debu untuk beberapa tahun

pada kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan

menunjukkan efek toksik yang jelas. Tetapi hal ini tergantung pada

27
pertahanan tubuh dari masing-masing pekerja menjelaskan bahwa

masa kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko

terjadinya penurunan kapasitas vital paru seperti obstruksi saluran

pernapasan pada pekerja industri yang berdebu sejak mulai

mempunyai masa kerja 5 tahun.

b. Lama Paparan

Lama paparan adalah waktu yang dihabiskan seseorang

berada dalam lingkungan kerja dalam waktu sehari. Lamanya

seseorang bekerja pada umumnya berkisar 6 hingga 8 jam dalam

sehari, apabila waktu kerja diperpanjang maka akan menimbulkan

ketidakefisienan yang tinggi bahkan menimbulkan penyakit

diakibatkan lamanya seseorang terpapar polutan seperti debu yang

berada di lingkungan kerja. Bila pekerja terpapar cukup lama oleh

debu yang diatas Nilai Ambang Batas (NAB) kemungkinan besar

akan timbul gangguan saluran pernapasan. Namun, penurunan

kapasitas paru tidak hanya disebabkan oleh faktor pekerjaan

maupun lingkungan kerja, namun ada sejumlah faktor non

pekerjaan yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi, yaitu lain

usia, kelamin, ukuran paru, ras, tinggi badan dan kebiasaan

merokok.

Ditemukan bahwa adanya hubungan antara lama paparan

dengan penurunan kapasitas vital paru. Hal ini membuktikan bahwa

lama paparan berpengaruh negatif bagi seseorang yang bekerja

28
karena semakin lama terpapar, bahaya yang ditimbulkan oleh

tempat kerja dapat mempengaruhi kesehatan terutama saluran

pernapasan.

Lama paparan berkaitan dengan jumlah jam kerja yang

dihabiskan pekerja di area kerja. Semakin lama pekerja

menghabiskan waktu untuk bekerja di area kerjanya, maka semakin

lama pula paparan debu diterimanya, sehingga untuk terjadinya

gangguan fungsi paru juga akan lebih besar, tetapi hal itu juga

tergantung dari konsentrasi debu yang ada di area kerja dan

mekanisme clearance dari masing-masing individu, kadar partikel

debu dan kerentanan individu

c. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit seperti tuberkulosis, emfisema, asma,

kanker paru dan pleuritis fibrosa semuanya dapat menurunkan

kapasitas vital paru. Riwayat penyakit meliputi antara lain

permulaan timbul gejala-gejala, gejala sewaktu penyakit dini,

perkembangan penyakit selanjutnya, hubungan dengan pekerjaan

dan lain-lain.

Pekerja yang mempunyai riwayat penyakit paru mempunyai

risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru dari

beberapa penelitian juga diperoleh hasil bahwa seseorang yang

mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara

bermakna dengan gangguan fungsi paru.

29
d. Riwayat Pekerjaan

Riwayat kerja dapat digunakan untuk mengetahui adanya

kemungkinan bahwa salah satu faktor di tempat kerja atau dalam

pekerjaan dapat mengakibatkan penyakit seperti adanya debu yang

dihasilkan oleh penanganan, penghancuran, penggerindaan,

tumbukan cepat dan peledakan.

Pekerjaan sebelumnya mempunyai kemungkinan bahwa

penyakit yang sekarang diderita oleh pekerja merupakan akibat dari

faktor-faktor penyebab penyakit yang ada pada lingkungan kerja

sebelumnya sehingga membuat banyak penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan paru muncul.

e. Kebiasaan Merokok

Merokok adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

fungsi paru salah satunya adalah kapasitas vital paru. Merokok

dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran

pernapasan dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar sel

mukosa membesar dan kelenjar mukus bertambah banyak. Pada

saluran pernapasan kecil terjadi radang ringan hingga penyempitan

akibat bertambahnya sel penumpukan lendir. Pada jaringan paru

terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat

perubahan anatomi saluran napas pada perokok akan timbul

perubahan fungsi paru-paru dan segala macam perubahan

klinisnya.

30
Zat berbahaya yang terkandung dalam rokok memberikan

pengaruh yang buruk terhadap kesehatan khususnya pada fungsi

paru. Mengenai hal ini, Allah telah menjelaskan di dalam QS.

Yunus/10:44 yang berbunyi:

‫ون‬
َ ‫ظلِ ُم‬ َ َّ‫اس َش ْيـًٔا َو ٰلَ ِك َّن ٱلن‬
ْ َ‫اس َأنفُ َسهُ ْم ي‬ ْ َ‫ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل ي‬
َ َّ‫ظلِ ُم ٱلن‬

Terjemahnya: Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim

kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang

berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.

Ayat diatas menjelaskan bahwasanya Allah tidak menzalimi

manusia sedikit pun melainkan memberikan petunjuk menuju jalan

kebenaran dan melarang ke jalan kesesatan serta memberi

kebebasan kepada manusia untuk menentukan pilihan, tetapi

manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri dengan berbuat

kejahatan dan mengabaikan kebenaran. Dimana dalam hal ini

kebiasaan merokok merupakan salah satu bentuk ke-dzoliman

terhadap diri sendiri karena dapat memberikan pengaruh yang

buruk terhadap kesehatan kita sendiri.

f. Kebiasaan Olahraga

Olahraga merupakan cara yang sangat baik untuk

meningkatkan vitalitas fungsi paru. Olahraga merangsang

pernapasan yang dalam dan menyebabkan paru berkembang,

31
oksigen banyak masuk dan disalurkan ke dalam darah,

carbondioksida lebih banyak dikeluarkan. Seseorang yang sehat

berusia 50-an yang berolahraga teratur mempunyai volume oksigen

20%-30% lebih besar dari orang muda yang tidak berolahraga.

Adanya hubungan timbal balik antara kapasitas paru dan

olahraga. Gangguan pada paru dapat mempengaruhi kemampuan

olahraga sebaliknya olahraga yang teratur dapat meningkatkan

kapasitas paru. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui

paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke

dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau

maksimum.

Menurut Kahar (2017), volume dan kapasitas vital paru

dipengaruhi banyak factor yaitu:

a. Usia

Daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa anak-

anak dan mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Sesudah

usia ini daya tahan kardiorespirasi akan menurun. Dalam keadaan

normal usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan

kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara

16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit

sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada

orang dewasa pernapasan frekuensi pernapasan lebih kecil

32
dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi kapasitas

vital pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi.

b. Jenis Kelamin

Sampai usia pubertas, daya tahan kardiorespirasi antara

anak perempuan dan laki-laki tidak berbeda, tetapi setelah usia

tersebut nilai pada wanita lebih rendah 15-25% dari pria.

Perbedaan ini antara Iain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot

maksimal, luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot,

jumlah hemoglobin dan kapasitas paru.

c. Kebiasaan Olahraga

Aktivitas olahraga akan mempengaruhi kapasitas vital

paru. Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang

pernapasan, aktivitas olahraga yang rutin akan memberikan

manfaat dalam meningkatkan kerja organ khususnya paru-paru,

jantung dan pembuluh darah ditandai dengan denyut nadi istirahat

menurun, kapasitas vital paru bertambah, penumpukan asam laktat

berkurang, meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol

dan mengurangi aterosklerosis.

d. Aktivitas Merokok

Merokok diketahui mengganggu efektifitas sebagian

mekanisme pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketaliui

menstimulasi produksi mukus dan pergerakan silia dengan

demikian akan terjadi akumulasi mukus yang kental dan

33
terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas yang

menurunkan gerakan udara dan meningkatkan risiko pertumbuhan

mikroorganisme.

e. Status gizi

Kekuarangan gizi akan menyebabkan asam laktat akan

meningkat apabila peningkatan hasil dari metabolisme. Apabila hal

ini terjadi terus menerus akan mengalami gangguan terhadap tubuh

yang ditandai dengan nafas pendek, pusing dan akan

menyebabkan gangguan pada fungsi parukelemahan, pusing

kelelahan, nafas pendek dan lain-lain (Haryanto, 2018).

Status gizi yang baik tentu dikung dengan pola makan yang

baik pula. Hal ini telah dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah/2:168 :

‫ت ال َّشي ْٰط ۗ ِن اِنَّهٗ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُّمبِي ٌْن‬


ِ ‫ض َح ٰلاًل طَيِّبًا ۖ َّواَل تَتَّبِعُوْ ا ُخطُ ٰو‬ ٓ
ِ ْ‫ٰياَيُّهَا النَّاسُ ُكلُوْ ا ِم َّما فِى ااْل َر‬
Terjemahannya :

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki

yang baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada

Allah, jika benar-benar kepadanya kamu menyembah.

Istilah tayyiban mengacu pada jenis dan tata cara makanan

yang dimakan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Ayat di atas jiga

menunjukkan bahwa makanan yang kita makan memiliki pengaruh

yang besar terhadap kesehatan fisik dan mental. Hal ini juga

dijelaskan oleh Hamka dalam tafsir Al-Azhar yaitu pangan memiliki

34
pengaruh yang besar terhadap kesehatan manusia, sikap terhadap

kehidupan, jiwa, kehalusan atau kekasaran budi seseorang.

Thayyib berasal dari bahasa arab taba yang artinya baik, lezat,

menyenangkan, enak dan nikmat atau berarti pula bersih dan suci.

Oleh karena itu kata thayyiban mempunyai bermacam arti yakni

baik, enak, lezat, nikmat bersih atau suci.Para ahli tafsir

menjelaskan kata thayyiban dalam konteks perintah makanan

menyatakan bahwa thayyiban berarti makanan yang tidak kotor dari

segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau dicampur benda najis.

Ada juga yang mengartikan sebagai makanan yang mengandung

selera bagi yang akan memakannya atau tidak membahayakan

fisik atau akalnya (Andriyani, 2019).

Status gizi dapat di ukur menggunakan indeks massa tubuh (IMT ).

BB (kg)
IMT =
TB2 ( m)
Keterangan:
IMT = Indeks Masa Tubuh
BB = Berat Badan (kilogram)
TB = Tinggi Badan (meter)

Tabel 3.1 kategori Ambang batas IMT untuk Indonesia

keadaan kategori IMT

Kurang Kekurangan berat badan < 18,4

Normal 18,5 – 25,0

Lebih Kelebihan berat badan > 25,0

35
Menurut Dwiantono (2019), adapun faktor-faktor internal

yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru, sebagai berikut:

a. Karakteristik

1) Umur

2) Jenis Kelamin

3) Status Gizi

4) Lama Paparan

5) Masa Kerja

6) Riwayat Penyakit Paru

7) Riwayat Pekerjaan

b. Perilaku

1) Kebiasaan Merokok

2) Kebiasaan Olahraga

3) Kebiasaan Memakai Alat Pelindung Diri (APD)

c. Lingkungan

1) Kelembapan

2) Ventilasi

3) Jenis lantai

36
F. KERANGKA TEORI

Genetik Riwayat penyakit

Status gizi
Konsumsi
makanan

umur KAPASITAS FUNGSI


PARU

Pengetahuan Masa kerja


Pekerja

Pemakaian APD

Sikap Pekerja

Jenis kelamin Kebiasaan


merokok

Paparan Debu di Udara

Gambar 2.1
Kerangka Teori Kapasitas Fungsi Paru
(Novianto, 2019)

37
BAB III
KERANGKA KONSEP

G. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Penelitian ini akan meneliti tentang faktor yang berhubungan

dengan kapasitas fungsi paru pada pekerja maintenance di PT.

Pelindo (persero) terminal petikemas new Makassar terminal 2.

Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independen dan dependen.

Variabel independen terdiri dari umur, masa kerja. Penggunaan alat

pelindung diri (masker), status gizi, kebiasaan merokok. Sedangkan

variabel dependen adalah kapasitas vital paru. Berdasarkan uraian

pada tinjauan pustaka tersebut telah ditetapkan variabel independen,

yaitu :

1. Umur

Umur akan cenderung memepengaruhi daya tahan tubuh

terhadap kejadian suatu penyakit. Semakin bertambah umur

seseorang akan semakin menurun pula daya tahan tubuh

seseorang, dengan demikian menjadi tua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktus

dan fungsi normalnya. Faktor umur mempengaruhi kekenyalan

paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh. (Henita N, 2019).

38
2. Masa kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada

suatu kantor, badan dan sebagainya), Masa kerja adalah lamanya

seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan

perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian

berlangsung. Gangguan kronis terjadi akibat pajanan debu

ditempat kerja yang cukup tinggi dan untuk jangka waktu yang lama

yang biasanya adalah tahunan. Tidak jarang gejala gangguan

fungsi paru nampak setelah lebih dari 10 tahun terpajan. Masa

kerja dapat dikategorikan menjadi dua yaitu : Masa kerja baru dan

Masa kerja lama (Arfawali, 2018).

3. Penggunaan alat pelindung diri (masker)

Penggunaan masker mempengaruhi terjadinya penurunan

fungsi paru dikarenakan jika menggunakan masker pekerja tidak

langsung terpapar langsung oleh debu yang dihasilkan. Namun

penggunaan masker harus sesuai standar yang ditentukan

(henita, 2019).

4. Status gizi

Status gizi merupakan tingkat pemenuhan gizi pada

seseorang, jika tingkat pemenuhan gizi seseorang tergolong

kurang, hal ini tentunya dapat mempengaruhi kapasitas vital paru

seseorang. Penelitian pada petugas penyapu jalan di protokol 3,4

dan 6 Kota Semarang tahun 2015 menemukan hubungan antara

39
status gizi terhadap kapasitas vital paru. Namun pada penelitian

pada tukang ojek di Pelabuhan Suka Bangun Kabupaten Ketapang

tahun 2012 mendapatkan hasil bahwa status gizi kurang

berpengaruh atau dapat dikatakan tidak ada hubungan antara

status gizi dan kapasitas vital paru (Setiawan, 2018).

5. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok adalah rutinitas responden merokok

dalam setiap harinya. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa

kebiasaan merokok adalah salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap penurunan fungsi paru karena merokok mempengaruhi

langsung terhadap kesehatan organ paru. Kebiasaan merokok

adalah kegiatan dalam menghisap rokok lebih dari dua batang

perhari, akan mempercepat penurunan faal paru. Merokok dapat

menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan

dan jaringan paru. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari

pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk

rokok (Arfawali, 2018).

40
H. Bagan Kerangka Konsep

Umur

Masa kerja

Penggunaan APD KAPASITAS


(masker) FUNGSI PARU

Status Gizi

Kebiasaan
merokok

Gambar 3.2
Kerangka konsep

Keterangan :

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Variabel diteliti

41
I. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kapasitas Vital Paru

Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum yang

dapat dikeluarkan oleh responden setelah terlebih dahulu

mengisi paru secara maksimum. Dan diukur menggunakan

spirometer dengan skala Ordinal.

Kriteria objektif :

a. Berat : ≤ 30%

b. Sedang : 30 – 59%

c. Ringan : 60 – 79%

d. Normal : > 80%

(Permenakertrans No.25/MEN/XII/2018)

2. Umur

Umur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia

responden yang terhitung sejak lahir sampai pada saat

pengumpulan data yang dinyatakan dalam satuan tahun.

Skala objektif :

a. Kategori Tua : jika umur ≥ 40 tahun

b. Kategori Muda : jika umur < 40 tahun

(Deyulmer, 2018).

42
3. Masa Kerja

Masa Kerja yang dimaksud dalam penelitian ini jangka waktu

responden bekerja tanpa pernah putus atau berhenti sampai

pada saat pengambilan sampel.

Kriteria Objektif :

a. Masa kerja lama : > 10 tahun

b. Masa kerja baru : < 6 tahun

(kattang, 2018)

4. Penggunaan alat pelindung diri (masker)

Perilaku yang dilakukan responden dalam pemakaian alat

pelindung diri berupa pemakaian pada saat bekerja

kesehariannya. Diukur dengan cara mengisi lembar kuesioner.

Skala objektif :

a. Tidak memakai

b. Memakai

5. Status gizi

Hasil dari pengukuran langsung terhadap responden dengan

mengukur berat badan dan tinggi badan menggunakn

timbangan digital dan microtoice.

 Kategori Kurus : IMT < 18,5

 Kategori Normal : IMT 18,5 – 22,9

 Kategori lebih : IMT > 23,0

(kategori ambang batas IMT menurut KEMENKES)

43
Skala objektif :

a. Normal : IMT 18,5 – 22,9

b. Tidak normal : IMT < 18,5 dan IMT >23,0

6. Kebiasaan merokok

Perilaku merokok yang sering dilakukan oleh responden

berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya.

Cara mengukurnya dengan pengisian kuesioner.

 Perokok berat : menghisap rokok ≥21 batang/hari

 Perokok sedang : menghisap rokok 11 – 20 batang/hari

 Perokok ringan : menghisap rokok ≤ 10 batang/hari

 Tidak perokok : tidak menghisap rokok

(Setiawan, 2018)

Skala Objektif :

a. Perokok

b. Tidak perokok

44
J. Hipotesis

1. Hipotesis null (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital

paru

b. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas

vital paru

c. Tidak ada hubungan antara penggunaan alat pelindung diri

(masker) dengan kapasitas vital paru

d. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas

vital paru

e. Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan

kapasitas fungsi paru

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara umur dengan kapasitas fungsi paru

b. Ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi

paru

c. Ada hubungan antara penggunaan alat pelindung diri

(masker) dengan kapasitas fungsi paru

d. Ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas fungsi

paru

e. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas

fungsi paru

45
BAB IV
METODE PENELITIAN

K. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode Explanatory

research (penjelasan) dengan pendekatan Cross Sectional yang

bermaksud mengetahui mengetahui apakah terdapat hubungan

variabel independen dengan variabel dependen

L. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di PT. Pelindo (persero) terminal new

Makassar terminal 2 kota Makassar Provinsi Sulawesi Sulawesi

Selatan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini rencana akan dilangsungkan pada bulan

Januari-Maret Tahun 2023.

M. Populasi dan Sampel

Adapun populasi dan sampel pada penelitian ini sebagai

berikut :

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang menjadi

sasaran utama untuk diteliti dalam penelitian.

46
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja

maintenance di PT. Pelindo (persero) terminal new Makassar

terminal 2 sebanyak 30 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja maintenance di

PT. Pelindo (persero) terminal new Makassar terminal 2

sebanyak 30 orang.

N. Cara penarikan sampel

Pengambilan Sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik Total sampling yaitu teknik menentukan sampel dengan

mengambil secara keseluruhan jumlah populasi.

O. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian yang dilakukan

yaitu :

1. Observasi

Observasi ini merupakan metode pengamatan langsung

yang dilakukan oleh peneliti dilokasi penelitian dengan melihat

kondisi lingkungan perusahaan.

2. Wawancara

Wawancara yang digunakan berfungsi untuk mengumpulkan

data dengan cara peneliti bertanya secara langsung pada

responden.

47
3. Pengukuran

Pengukuran adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk

mengidentifikasi suatu objek. Adapun alat-alat yang digunakan

untuk pengukuran dalam penelitian ini adalah :

a. Timbangan

Timbangan digunakan untuk mengukur berat badan pada

responden.

b. Meteran

meteran digunakan untuk mengukur tinggi badan pada

responden.

c. Spirometer

Pengukuran kapasitas vital paru menggunakan alat

spirometer, yang bertujuan untuk mengetahui berapa kapasitas

vital paru sampel. Adapun alat dan bahan yang digunakan,

yaitu :

1) Spirometer

2) Kertas struk print

3) Penjepit hidung

4) Mouthpiece

5) Timbangan Berat Badan

6) Microtoise

7) Kamera

48
Adapun cara penggunaan alat spirometer yang digunakan

untuk mengukur kapasitas paru yaitu sebagai berikut :

1) Mengecek kelengkapan alat.

2) Merangkai alat dan kelengkapan.

3) Memasang transduser atau saringan.

4) Menghidupkan dengan menekan tombol power.

5) Masuk pada menu kemudian pilih select patient.

6) Pilih new dan isi biodata.

7) Tekan tombol ID: ketik nomor urut.

8) Tekan tombol entery.

9) Ketik umur.

10)Tekan tombol entery.

11) Masukkan nilai berat badan.

12)Hidung ditutup dengan penutup hidung (penjepit hidup) agar

udara tidak melewati hidung dan pastikan tidak bocor.

13)Sebelum dimulai pengukuran, responden latihan bernapas

terlebih dahulu, bernapas melalui mulut sebanyak 3-4 kali

kemudian tarik napas sampai penuh dan hembuskanlah

sekuat tenaga, diulang sebagai 3 kali.

14)Tekan tombol start dan mulai laukan pengukuran, setelah

selesai tekan tombol stop.

15)Muncul gambar grafik.

16)Printer dihidupkan.

49
4. Kuisioner

Peneliti bertemu langsung dengan responden dan mengisi

daftar pertanyaan kuesioner tersebut.

5. Dokumentasi

Dokumentasi kegiatan yang akan dilampirkan berupa

kegiatan pada saat membagian kuesioner kepada responden.

P. Sumber data

Adapun sumber data pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

responden mengenai karakteristik Umur, Masa Kerja dan

kebiasaan yang diperoleh melalui daftar pertanyaan berupa

lembar kuesioner dan pengukuran kapasitas paru dan status

gizi pada pekerja

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder berasal dari buku-buku, skripsi,

jurnal kesehatan, website internet, serta data-data yang diperoleh

dari intansi terkait.

Q. Pengelolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan, diolah dan

dianalisis dengan sistem komputerisasi program SPSS, melalui

50
editing, coding,entry dan cleaning serta analisis data dan

disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

a. Penyutingan Data (Editing) Pemeriksaan data ini dilakukan

dua kali. Pertama, pada saat pelaksanaan penelitian

dilapangan agar dapat mengoreksi secara langsung

kesalahan-kesalahan pada pengisian kuesioner. Kedua,

pada saat awal pengolahan data untuk menilai hasil

pengisian kuesioner dari pertanyaan dengan pertayaan lain

yang saling berhungan dan menilai apakah memenuhi

syarat untuk dikut sertakan dalam analisis.

b. Pengkodean variabel (coding)

Adapun langkah dalam tahap pengkodean variabel

sebagai berikut:

1) Pembuatan daftar variabel, yaitu untuk memberi kode

pada semua variabel yang ada dalam kuesioner.

2) Pemindahan hasil pengisian kuesioner ke dalam daftar

kode yang ada dalam kuesioner.

3) Pembuatan daftar coding, yaitu untuk memudahkan hasil

pengisian daftar coding tersendiri yang siap untuk

dimasukkan dalam program komputer.

c. Pemasukan Data dalam Konputer (Entry Data)

Sebelum pemasukan data kedalam komputer terlebih

dahulu dibuat program pemasukan data sesuai dengan

51
karakteristik serta skala masing-masing variabel dan untuk

selanjutnya data yang sudah ada dalam bentuk daftar

coding dimasukan ke dalam program pemasukan data.

d. Pembersihan Data (Cleaning Data)

Data yang dimasukan tidak terluput dari

kesalahankesalahan yang disebabkan oleh faktor

kesalahan pemasukan data sehingga perlu dilakukan

pembersihan atau perbaikan sebelum dilakukan analisa

data.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data diolah dalam program

komputerisasi. Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara

deskriptif dan analitik.

a. Analisis Univariat

Analisis univariat hanya terbatas pada analisis

deskriptif untuk setiap variabel pada sampel. Tujuan

analisis ini adalah untuk mengetahui karakteristik setiap

variabel pada sampel.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga saling berhubungan, dalam hal ini hubungan antara

kapasitas paru dengan umur, massa kerja, penggunaan

APD (masker), status gizi dan kebiasaan merokok.

52
R. Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian ini diperoleh dari hasil

penelitian dalam bentuk tabel yang disertai dengan penjelasan dan

di uraikan dalam bentuk narasi.

S. Langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Perumusan masalah

2. Menentukan tujuan penelitian

3. Observasi

4. Pengambilan data awal

5. Penentuan sampel

6. Pembuatan kuesioner

7. Pengumpulan data (pembagian kuesioner dan pengukuran)

8. Pengolahan dan analisis data

9. Kesimpulan

53
T. Jadwal Penelitian

Bulan

No Kegiatan Januar
Februari Maret
i

1. Penyusunan Proposal

2. Seminar proposal

3. Penelitian

4. Pengolahan Data

5. Seminar Hasil

U. Organisasi Penelitian

Nama : Ade Puspita Ramadhani

Stambuk : 141 2019 0222

Nama pembimbing

Pembimbing I : Dr. Ikhram Hardi S, SKM.,M.Kes

Pembimbing II : Dr. Sumiaty, SKM., M.Kes

54
DAFTAR PUSTAKA

agustina, s. u. (2018). analisis paparan kadar debu dengan kapasitas vital


paru pada pekerja mebel informal (studi di desa
rambigundam kecamatan rambipuji kabupaten jember).

andini, r. (2021). penerapan hsse (health safety security and


environtment) dalam pengawasan kegiatan cargo handling
oleh pt. peteka karya samudera. jurnal ilmiah kemaritiman
nusantara, 1(2), 38-43.

andriyani, a. (2019). kajian literatur pada makanan dalam perspektif islam


dan kesehatan. jurnal kedokteran dan kesehatan, 15(2),
178-198.

arfawali, f. r. (2018). analisis faktor risiko fungsi kapasitas paru pada


pengrajin kasur tradisional di desa julubori kecamatan
pallangga kabupaten gowa tahun 2018 (doctoral
dissertation, universitas islam negeri alauddin makassar).

bongakaraeng, b., moo, a. t., & suwarja, s. (2019). debu dan kapasitas
paru masyarakat di sekitar proyek rehabilitasi das tondano di
kelurahan karame. jurnal kesehatan lingkungan, 9(2), 110-
113.

desire meria, n., mkk, s., saroinsong, h., kes, m., & agusni, n. p. (2019).
perbedaan kapasitas vital paru berdasarkan indeks massa
tubuh pada mahasiswi fakultas kedokteran universitas
jenderal achmad yani angkatan 2015 dan 2016 tahun 2018

deyulmar, b. a., suroto, s., & wahyuni, i. (2018). analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kelelahan kerja pada pekerja pembuat
kerupuk opak di desa ngadikerso, kabupaten semarang.
jurnal kesehatan masyarakat (undip), 6(4), 278-285.

dwiantono, f., & mulyaningsih, f. (2019). kapasitas vital paru siswa yang
mengikuti ekstrakurikuler futsal dan bola basket di sma n 1
kasihan bantul yogyakarta. pendidikan jasmani kesehatan
dan rekreasi, 8(5).

dwiputra, edmundo caesario (2019). faktor-faktor yang mempengaruhi


fungsi paru pada pekerja pemecah batu di kota
bandarlampung. skripsi. fakultas kedokteran universitas
lampung bandarlampung. bandarlampung.

55
faizah, lailatul (2017) perilaku pekerja las dalam pemakaian alat pelindung
diri pada mata di industri pengelasan wilayah kabupaten
ponorogo. skripsi thesis, universitas muhammadiyah
ponorogo.

fatimah, choirul luluk dkk. 2018. hubungan kadar debu total an masa kerja
dengan gangguan fungsi paru pada pedagang kaki lima di
jalan brigjen sudiarto kota semarang. jurnal. vol 6. no 6.
semarang.

harahap, l. p. y. (2019). gambaran kadar debu dan fungsi paru pada


tenaga kerja bagian gerinda di pt. perintis sarana pancing
indonesia tahun 2018.

haryanto, m. (2018). faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi


paru pada pekerja pengecatan mobil di ligu
semarang (doctoral dissertation, universitas muhammadiyah
semarang).
henita, n. (2019). faktor-faktor yang berhubungan fungsi kapasitas paru
pada pekerja yang terdampak paparan debu di home
industry c-maxi alloycasting di yogyakarta.

kahar, f. (2017). pengaruh latihan aerobik (jogging) terhadap kapasitas


vital paru pada pelajar di man 3 palembang (doctoral
dissertation, universitas muhammadiyah palembang).

kattang, s. g. p., kawatu, p. a., & tucunan, a. a. (2018). hubungan antara


masa kerja dan beban kerja dengan keluhan
muskuloskeletal pada pengrajin gerabah di desa pulutan
kecamatan remboken kabupaten minahasa. kesmas, 7(4).

maryadi, l., & hasyim, h. (2021). analisis faktor-faktor risiko infeksi saluran


pernapasan akut pada pekerja lapangan di pt. bukit asam
(persero) tbk unit dermaga kertapati palembang (doctoral
dissertation, sriwijaya university).

monika, t. (2018). identifikasi hazard lingkungan kerja dan keluhan


kesehatan di mebel surya cemerlang tahun 2017 (doctoral
dissertation, fakultas ilmu kesehatan).

novianto, agus, a2a216011 (2019) faktor – faktor yang mempengaruhi


gangguan fungsi paru pada pekerja pembuat batu bata(studi
di desa pedurungan kidul kota semarang). sarjana / sarjana
terapan (s1/d4) thesis, ["eprint_fieldopt_institution_unimus" 

ombuh, richar victor dkk. 2017. hubungan paparan debu terhirup terhadap
gangguan fungsi paru pada pekerja bongkar muat di

56
pelabuhan manado sulawesi utara. jurnal. vol 3. no 2.
manado

peraturan menteri ketenagakerjaan no. 5 tahun 2018 tentang keselamatan


dan kesehatan kerja lingkungan kerja.

peraturan menteri tenaga kerja dan


transmigrasi nomor per.25/men/xii/2008 tahun 2008 

peraturann pemerintah republik indonesia nomor 69 tahun 2001 tentang


pelabuhan

permadi, bagas anggara, g2a215100 (2017) hubungan kebiasaan


merokok dengan kapasitas vital paru pada polisi lalu lintas di
polres pemalang. sarjana / sarjana terapan (s1/d4) thesis,
["eprint_fieldopt_institution_muhammadiyah university of
semarang"

pitoy, e. l., & boki, h. (2019). hubungan antara lama bekerja dan
kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pada polisi
lalu lintas kepolisian resort kota manado. kesmas, 7(5).

prihantini, n. n., hutagalung, p., & sihombing, j. a. (2020). waspada


pneumokoniosis pada pekerja di industri
pertambangan. jurnal kedokteran, 8(1), 935-945.

sari, j. a. (2018). faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital


paru (kvp) pada pekerja tambal ban di daerah mugas
semarang (studi di daerah mugas semarang tahun
2018) (doctoral dissertation, universitas muhammadiyah
semarang).

sari, j. a., astuti, r., & prasetio, d. b. (2020). kapasitas vital paru pada
pekerja tambal ban pinggir jalan. higeia (journal of public
health research and development), 4(2), 223-232.

setiawan, indra. (2018.) faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital


paru (studi pada pedagang kaki lima di terminal mangkang
semarang). skripsi. fakultas kesehatan masyarakat.
universitas muhammadiyah semarang. semarang.

siallagan, f. (2018). gambaran forced vital capacity (fvc) dan forced


expiratory volume in one second (fev1) pada mahasiswa
fakultas ilmu keolahragaan di universitas negeri medan.

tambunan, bella chechelia (2019) perbandingan efek olahraga aerobik dan


olahraga anaerobik pada fungsi paru dewasa muda di sport

57
centre universitas tarumanagara. skripsi thesis, universitas
tarumanagara.

tanzila, r. a., & febriani, r. (2019). korelasi kapasitas vital paru dengan
prestasi atlet di sekolah olahraga nasional sriwijaya
palembang. syifa'medika: jurnal kedokteran dan
kesehatan, 9(2), 79-85.

tjokorda istri anom sartuti, tjokorda istri anom saturti (2017) sistem


pernapasan

aini, s. q. a., & saftarina, f. (2018). hubungan karakteristik individu dengan


nilai kapasitas vital paru pekerja di pt. bukit asam (persero)
tbk unit tarahan lampung. jurnal agromedicine, 4(2), 243-
250.

trigunarso, s. i., yushananta, p., & ainin, f. k. (2018). kadar debu terhadap
kapasitas vital paru pada masyarakat di sekitar pt semen
baturaja. jurnal kesehatan, 9(3), 396-402.

58
Lampiran 1

KUISIONER
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS
FUNGSI PARU PADA PEKERJA MAINTENANCE
DI PT. PELINDO (PERSERO) TERMINAL
PETIKEMAS NEW MAKASSAR
TERMINAL 2
No Responden :

A. PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER


1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar
2. Jawablah dengan runtut, singkat dan jelas
3. Berikan tanda silang (X) pada pilihan anda
4. Sellamat mengisi dan terimakasih

B. DATA UMUM
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Masa kerja : Awal (Tahun)
C. DATA KHUSUS

a. Pemakaian Masker

1. Apakah debu dan gas yang dikeluarkan kendaraan di

lingkungan kerja dapat mengganggu kenyamanan bekerja ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda saat ingin memulai bekerja menggunakan APD

masker ?

a. Ya b. Tidak

3. Jika tidak, apa penyebab saudara tidak menggunakan APD

masker ?

59
a. Mengganggu pekerjaan

b. Susah bernapas

*Langkahi pertanyaan ini jika menjawab YA

b. Status Gizi

Berat Badan Kg

Tinggi Badan m

c. Kebiasaan Merokok
1. Apakah anda merokok ?

a. Ya

b. Tidak (jika tidak langsung ke pertanyaan sesi b. pemakaian

masker)

2. Berapakah dalam sehari batang rokok yang anda hisap ?

a. ≤10 batang/hari

b. 11-20 batang/hari

c. ≥ 21 batang/hari

3. Adakah filter pada jenis rokok yang anda konsumsi ?

a. Ya b. Tidak

d. Kapasitas Vital Paru

HASIL
No PARAMETER %
PENGUKURAN
KAPASITAS PARU
1.
(FVC)

KAPASITAS MAKSIMAL
2.
PARU (FEV1)

60
61

Anda mungkin juga menyukai