BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kebutuhan dasar makhluk hidup yang ada di bumi adalah
udara. Dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, ozon untuk menahan
sinar ultraviolet, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun
dan udara dapat menjadi media penyebaran penyakit pada manusia.
Pengendalian udara sangat penting untuk dilakukan agar mendapatkan udara
sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan. Seiring berkembangnya
jaman telah menggeser perkembangan industri ke arah penggunaan mesin dan
alat transportasi serta pembangunan fisik kota dan pusat industri yang terus
meningkat sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan, salah
satunya yaitu pencemaran udara.
Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara dan
terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak baik bagi kesehatan manusia, baik
dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan (outdoor) dengan agen fisika,
kimia, maupun biologi yang telah mengubah karakteristik alami dari
atmosfer, sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya
yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai
dengan fungsinya.1 Berdasarkan laporan State of Global Air (SOGA) 2019
menyebut pencemaran udara sebagai masalah lingkungan yang menimbulkan
risiko bagi kesehatan dan menempati peringkat kelima penyebab kematian
4.9 juta orang di seluruh dunia.2 Data yang ditunjukkan World Health
Organization (WHO) juga menguatkan bahwa sembilan dari sepuluh orang
menghirup udara yang tercemar setiap hari. 3 Pada tahun 2019, pencemaran
udara dianggap oleh WHO sebagai risiko lingkungan terbesar bagi kesehatan
dengan 91 % populasi dunia tinggal di wilayah – wilayah dengan kualitas
udara melebihi batas pedoman WHO.3
Pencemaran udara di kota - kota besar di negara Asia termasuk
Indonesia sudah mencapai tingkat mencemaskan dan menjadi ancaman serius
bagi kesehatan masyarakat, dilihat dari laporan World Air Quality Report
2
B. Perumusan Masalah
Terminal Bus Bulupitu Purwokerto merupakan salah satu area yang
berpotensi mengalami penurunan kualitas udara, dikarenakan fungsinya
sebagai pusat keluar masuknya berbagai jenis kendaraan umum. Salah satu
populasi yang rentan terkena dampak dari polusi kendaraan di area terminal
adalah pedagang yang beraktivitas di luar ruangan (outdoor) dan terpapar
langsung oleh polutan di udara ambien dalam jangka waktu yang lama.
Konsentrasi PM2.5 yang melebihi baku mutu atau batas aman dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas vital paru pada pedagang.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara
pajanan debu respirable PM2.5 dengan kejadian gangguan fungsi paru
pada pedagang tetap di Terminal Bus Bulupitu Purwokerto.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden pedagang tetap di Terminal
Bus Bulupitu Purwokerto.
b. Mengukur kadar debu total lingkungan di beberapa titik di Terminal
Bus Bulupitu Purwokerto.
c. Mengukur fungsi paru pedagang tetap di Terminal Bus Bulupitu
Purwokerto Purwokerto.
d. Mengukur kadar debu respirable PM2.5 pada pedagang tetap di
Terminal Bus Bulupitu Purwokerto Purwokerto.
e. Menganalisis besar risiko lama kerja dengan gangguan fungsi paru
pada pedagang tetap di Terminal Bus Bulupitu Purwokerto.
f. Menganalisis besar risiko masa kerja dengan gangguan fungsi paru
pada pedagang tetap di Terminal Bus Bulupitu Purwokerto.
g. Menganalisis besar risiko kebiasaan merokok dengan gangguan
fungsi paru pada pedagang tetap di Terminal Bus Bulupitu
Purwokerto.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
ilmu kesehatan lingkungan khususnya tentang pajanan debu PM 2.5
dengan kejadian gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di Terminal
Bus Bulupitu Purwokerto.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai pengaruh pajanan debu respirable PM2.5 dengan
kejadian gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di Terminal Bus
Bulupitu Purwokerto.
b. Bagi Terminal Bus Bulupitu Purwokerto
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
tentang pengaruh pajanan debu respirable PM2.5 dengan kejadian
gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di Terminal Bus Bulupitu
Purwokerto, serta memberikan sumbangan pemikiran dalam
pengembangan program manajemen lalu lintas dan transportasi di
Terminal Bus Bulupitu Purwokerto untuk menghasilkan terminal
yang sehat bagi masyarakat pengguna terminal bus.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Terminal Bus Bulupitu Purwokerto yang
membahas mengenai pengaruh pajanan debu respirable PM2.5 dengan
kejadian gangguan fungsi paru pada pedagang tetap. Adapun beberapa
penelitian yang sudah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Paparan Debu dan
Gangguan Fungsi Paru
No Peneliti Judul Tahun Metode Hasil
1 Rachmania, Hubungan 2019 Cross Terdapat hubungan antara
Helmy Paparan Debu -Sectional paparan debu dengan status
dan Karakteristik faal paru pedagang di
Individu dengan sekitar kawasan industri
Status Faal Paru Kecamatan Manyar
Pedagang di Kabupaten Gresik. Namun
Sekitar Kawasan terdapat perbedaan status
Industri Gresik faal paru antara pedagang
yang berjualan di sekitar
kawasan industri
Kecamatan Manyar dengan
pedagang yang berjualan di
sekitar kawasan wisata
religi Sunan Giri dengan
nilai p = 0.000
2 Choirul Hubungan Kadar 2018 Cross Ada hubungan antara kadar
Luluk Debu Total Dan Sectional debu total dengan
Fatimah, Masa Kerja gangguan fungsi paru pada
Yusniar Dengan pedagang kaki lima di Jalan
Hanani Gangguan Fungsi Brigjen Sudiarto Kota
Darundiati, Paru Pada Semarang, dengan nilai p =
Tri Joko Pedagang Kaki 0.020 (p<0.05), nilai (RP)
Lima Di Jalan = 2.280; 95% Cl (1.078 –
Brigjen Sudiarto 4.821).
Kota Semarang
Location: Taipei,
Taiwan
7 Fikri, Analisis 2011 Cross Tidak ada perbedaan antara
Elanda Perbedaan Sectional pedagang kaki lima dengan
Kapasitas Fungsi kadar debu total ambien di
Paru tiga Jalan Nasional Kota
Pada Pedangang Semarang dengan nilai
Kaki Lima prediksi
Berdasarkan %KVP (p=0,110) dan nilai
No Peneliti Judul Tahun Metode Hasil
Kadar Debu Total prediksi %VEP (p=0,829)
di Jalan Nasional
Kota Semarang
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Debu
1. Definisi Debu
Debu adalah partikel benda padat yang melayang di udara
(Suspended Particulate Matter) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan
500 mikron yang dihasilkan oleh proses mekanik seperti penggosokan,
pengeboran, pemecahan benda padat, serta cara pengolahan benda padat
lainnya, seperti asbestos dan silika.21 Debu juga diartikan sebagai partikel
padat yang terbentuk oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis yang
mengakibatkan pemecahan atau penghancuran atau pelembutan sehingga
terjadi pengecilan ukuran, contohnya kekuatan mekanis, crusher dan
letusan gunung api.21 Kasus pencemaran udara Indoor maupun Outdoor
Pollution sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang
digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja maupun terhadap lingkungan. Debu terdiri atas
partikel-partikel padat dan dibagi menjadi 3 (tiga) macam:22
a. Dust
Terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik
sampai yang besar. Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa
terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100
mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru.
b. Fumes
Partikel-partikel zat padat yang terjadi karena kondensasi dari
bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan
dan biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat
seperti logam kadmium dan timbal (Plumbum).
c. Smoke
Produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan
berukuran sekitar 0,5 mikron.
12
2. Klasifikasi Debu
a. Klasifikasi debu berdasarkan pengendapannya
Berdasarkan kemudahan pengendapan, debu yang terdapat dalam
udara terbagi dua yaitu :23
1) Deposit Particulate Matter
Partikel debu yang hanya sementara berada di udara, partikel ini
cepat mengendap karena daya tarik bumi.
2) Suspended Particulate Matter
Partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap. Debu dapat mengakibatkan gangguan pernafasan bagi
pekerja di lingkungan kerja.
b. Klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya
Klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya yaitu : 23
1) Debu fibrogenik (bahaya terhadap sistem pernapasan) Contoh :
silika (chert), silicate (asbestos, talk, mica, silimate), metal
fumes, biji timah putih, biji besi, carborundum, batu
bara (anthracite, bituminous).
2) Debu karsinogenik (penyebab kanker) Contoh : debu hasil
peluruhan radon, asbestos, arsenik.
3) Debu-debu beracun (toksik terhadap organ/jaringan tubuh).
Contoh : biji berillium, arsen, timbal, uranium radium, torium,
chromium, vanadium, mercuri, cadmium, antimoni, selenium,
mangan, tungsten, nikel dan perak.
4) Debu radioaktif (berbahaya karena radiasi alfa dan beta)
Contoh : biji uranium, radium, torium.
5) Debu eksplosif, contoh : debu-debu metal (magnesium,
aluminium, zing, timah putih, besi), batu bara (bituminous,
lignite), bijih-bijih sulfida.
6) Debu pengganggu (mengakibatkan kerugian yang ringan
terhadap manusia). Contoh : gypsum, koalin, batu kapur.
7) Inert dust/debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain (tidak
mempunyai akibat pada paru-paru).
13
1. Impaction
Mekanisme ini terjadi ketika terdapat tikungan dalam sistem
saluran napas yang menyebabkan partikulat yang tersuspensi tidak dapat
berubah dengan aliran udara melainkan akan menempel pada permukaan
saluran napas. Probabilitasnya tergantung kecepatan aliran udara dan
massa partikulat. Mekanisme ini biasanya terjadi pada partikulat yang
berukuran lebih besar dari 10µm.
2. Interception
Semakin dekat partikulat dengan permukaan saluran napas, maka
semakin besar kemungkinannya untuk terdeposit. Pengendapan dari
interception terjadi terjadi saat satu dari ujung partikulat menyentuh
permukaan saluran pernapasan. Interception adalah determinan penting
pada deposisi fibers. Sebagai contoh, fibers dengan diameter 1 µm dan
panjang 200 µm akan terdeposit pada cabang bronkial.
3. Electrostatic precipitation.
Pengendapan partikulat pada saluran pernapasan oleh electronic
precipitation terjadi saat partikulat yang masuk bermuatan lisrik. Jika hal
demikian berlangsung, maka partikulat dapat terdeposisi pada area yang
lebih besar berdasarkan ukuran, bentuk, dan kepadatannya.
4. Sedimentation
Pengendapan partikulat oleh mekanisme sedimentation
disebabkan adanya gaya gravitasi. Sedimentasi dari partikulat akan
19
sebagai hasil metabolisme dengan perantara organ paru dan saluran napas
bersama kardiovaskuler sehingga dihasilkan darah yang kaya oksigen.
Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan
tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus
tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon
dioksida bisa normal.41
Masuk keluarnya udara ke dalam paru-paru oleh peristiwa
mekanik pernafasan yang dikenal sebagai inspirasi dan ekspirasi. Proses
inspirasi merupakan proses yang aktif karena dalam proses ini terjadi
kontraksi otot dan mengeluarkan energi. Pada saat proses inspirasi paru-
paru berkembang yang melibatkan otot penting yaitu diafragma, antariga
eksternal dan otot leher. Proses ekspirasi terjadi dimana paru-paru
menguncup dan merupakan proses yang pasif karena dihasilkan akibat
relaksasinya otot-otot yang berkontraksi selama inspirasi, yaitu otot
abdomen dan antariga internal.42
3. Expiratory Reserve Volume (ERV) adalah jumlah udara y ang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi
normal. Pada keadaan normal besarnya dapat mecapai ± 1100 ml.
4. Residual Volume (RV) adalah volume udara minimum yang tersisa di paru-paru
setelah ekspirasi maksimum dan besarnya 1200 ml.
Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru
dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:44
1. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan
inspirasi. Merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai
tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah
maksimum dengan besarnya mencapai ± 3500 ml.
2. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi +
volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang
tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi normal.
3. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal +
volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan merupakan jumlah
udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu
mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-
banyaknya.
4. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Hasil ini didapat
setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal dan
mengekspirasi secara kuat dan cepat.
Nilai Kapasitas Vital Paru (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1) dapat digunakan untuk menilai faal paru dari seorang
individu karena pemeriksaan ini cukup sensitif dan dapat menggambarkan
keadaan paru dari individu itu sendiri. Nilai KVP dan VEP 1 ini dapat
digunakan untuk mengetahui apakah telah terjadi gangguan pada paru atau
tidak. Berdasarkan ketetapan dari American Thoracis Sosciety (ATS), kriteria
gangguan fungsi paru dibedakan menjadi 4 (empat) macam dapat dilihat pada
Tabel 2.1 sebagai berikut:45
25
J. Kerangka Teori
Berdasarkan landasan teori maka dapat disusun suatu kerangka teori
yang memuat tentang pajanan debu respirable PM2.5 terhadap gangguan
fungsi paru pada pedagang tetap di Terminal Bulupitu Purwokerto tahun
2019, seperti tampak pada Gambar 2.6 di bawah ini:
31
Faktor Alam:
Kecepatan Angin
Sumber Debu: Curah Hujan Karakteristik
Alamiah Arah Angin Pekerjaan:
Kegiatan Manusia Kelembapan Lama Paparan
Kepadatan Kendaraan Bermotor Suhu Masa Kerja
Udara di Luar
Ruangan (outdoor) Faktor individu:
Umur
Jenis Kelamin Intake PM25
Tingkat Pendidikan
IMT
Kebiasaan Merokok
Riwayat Penyakit
Fungsi Paru
Restriktif
Obstruktif
Campuran
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada Gambar 2.6 peneliti ingin melihat
hubungan pajanan debu respirable PM2.5 terhadap gangguan fungsi paru pada
pedagang tetap di Terminal Bulupitu Purwokerto tahun 2019, maka disusun
kerangka konsep penelitian seperti yang tampak pada Gambar 3.1 sebagai
berikut:
Variabel Pengganggu
Karakteristik Individu:
1. Umur*
2. Tingkat Pendidikan*
3. Riwayat Penyakit*
4. IMT
Lingkungan:
1. Suhu Udara*
2. Kelembaban Udara*
Keterangan :
*Tidak diteliti
B. Hipotesis
Sesuai dengan judul penelitian yang diambil yaitu hubungan pajanan
debu respirable PM2.5 terhadap gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di
Terminal Bulupitu Purwokerto tahun 2019, maka hipotesis yang diajukan
antara lain :
1. Hipotesis Mayor
PM2.5 udara ambien, variabel karakteristik individu, variabel
karakteristik pekerjaan dan variabel karakteristik lingkungan
berpengaruh terhadap gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di
Terminal Bulupitu Purwokerto.
2. Hipotesa Minor
a. Lama kerja merupakan faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru
pada pedagang tetap di Terminal Bulupitu Purwokerto.
b. Masa kerja merupakan faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru
pada pedagang tetap di Terminal Bulupitu Purwokerto.
34
n= (Z 1–α/2)2. P.q. N
d2.(N – 1) + (Z 1–α/2)2. p.q
Keterangan :
36
n = 3,84 . 17,34
1,01+ 0,65
n = 40,1
satuan: µg/Nm3
Satuan: jam
3 Masa kerja Lamanya Kuesioner Wawancara 0. ≤ 5 tahun rasio
responden pada 1. > 5 tahun
saat pertama
kali berdagang
hingga sekarang
Satuan: tahun
38
satuan: batang
rokok
Variabel Pengganggu
1 IMT Pemantauan Kuesioner Wawancara 0.IMT tidak Rasio
(Indeks terhadap status dan normal
Masa gizi seseorang observasi 1. IMT normal
Tubuh)
2. Pengambilan data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan
untuk mengetahui hubungan antara variabel karakteristik individu
(umur, tingkat pendidikan, riwayat penyakit dan kebiasaan
merokok), dan variabel karakteristik pekerjaan (masa kerja dan lama
kerja) terhadap gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di
Terminal Bulupitu Purwokerto sebagai data pendukung sebanyak 64
orang pedagang tetap.
b. Pemeriksaan fungsi paru pedagang tetap terminal dengan alat
spirometer
1) Alat harus dilakukan kalibrasi untuk volume dan arus minimal
satu kali seminggu. Penyimpangan tidak boleh lebih 1,5% dari
kalibrator.
2) Responden harus diberikan petunjuk yang tepat dan benar serta
contoh cara melakukan pemeriksaan
3) Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan
4) Tidak boleh makan terlalu kenyang sebelum pemeriksaan
5) Berpakaian tidak ketat
Cara pengukuran kapasitas fungsi paru dengan spirometer
3) Menyiapkan alat spirometer lengkap dengan kertas grafiknya
4) Responden diminta untuk meniup selang yang ada pada
spirometer
41
a. Editing
Editing adalah mengoreksi data yang diperoleh dari jawaban
responden melalui kuesioner. Peneliti melakukan pengecekan ulang
data hasil kuesioner guna menghindari kesalahan.
b. Coding
Coding adalah membahas hasil (pengkodean) data yang diperoleh di
lapangan melalui kuesioner.
c. Entry Data
Entry data memasukkan data yang telah diperoleh dari lembar
pengisian kuesioner ke dalam perangkat komputer untuk selanjutnya
diolah.
d. Tabulating
Tabulating adalah merumuskan data dalam bentuk tabel dengan
analisa persentase secara deskriptif.7
e. Cleaning
Pembersihan data yaitu dengan dilakukan pengecekan kembali data
yang sudah dimasukkan untuk diteliti apakah ada kesalahan atau
tidak.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
43
B. Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Terminal Bulupitu Purwokerto.
Adapun rencana jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep
1 Survey data
awal
2 Penyusunan
proposal
3 Konsultasi
4 Seminar
proposal
5 Revisi Proposal
6 Ijin penelitian
7 Penelitian
8 Pengolahan data
9 Penyusunan
hasil
10 Konsultasi
Hasil
11 Publikasi
12 Seminar hasil
13 Ujian tesis
45
1
Siti Maryam. Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika. Jakarta. 2008.
2
Siti Yulaekah, dkk, Pajanan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri
Batu Kapur (Studi Di Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan). J Kesehatan
Lingkungan Indonesia. Vol. 6. No. 1. 2007.
3
Evelyn Pearce. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia. Jakarta. 2009.
4
Aunillah K. & Ardam Y. Hubungan Paparan Debu Dan Lama Paparan Dengan Gangguan Faal
Paru Pekerja Overhaul Power Plant. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health.
4(2): 155–166. 2015.
5
Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. 2002.
6
Stedman, R. L. The Chemical Composition of Tobacco and Tobacco Smoke. Chemical Re-views.
68(2). 1968.
7
Saryono. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Medical Book (2013). doi:10.1007/978-
1-4939-2572-8_13.
8
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta 2002.
doi:10.1590/S1516-18462008000300012.