Anda di halaman 1dari 48

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PASIEN PNEUMONI

KOMUNITAS RUANG PERAWATAN PARU RSUD. Dr.


R. SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO
PERIODE JANUARI 2019 s/d DESEMBER 2020

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
MAYA DIANA PUNGKY
NIM 01.18.062

AKADEMI KESEHATAN ARGA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
PARE
2021
POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PASIEN PNEUMONI
KOMUNITAS RUANG PERAWATAN PARU RSUD. Dr. R.
SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO
PERIODE JANUARI 2019 s/d DESEMBER 2020

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini disusun salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Diploma III Farmasi Akademi Kesehatan Arga Husada

Oleh :
MAYA DIANA PUNGKY
NIM 01.18.062

AKADEMI KESEHATAN ARGA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
PARE
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya tulis telah disetujui untuk diajukan dalam ujian sidang Karya Tulis Ilmiah
Judul : POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PASIEN PNEUMONI
KOMUNITAS RUANG PERAWATAN PARU RSUD Dr. R.
SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO PERIODE
JANUARI 2019 s/d DESEMBER 2020
Peneliti : MAYA DIANA PUNGKY
NIM : 01.18.062
Jurusan : DIII FARMASI

Karya tulis telah disetujui untuk diajukan dalam ujian sidang Karya Tulis Ilmiah
pada tanggal 25 November 2021

Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

apt. Sebilah Sabil Noer, S.Farm apt. Sri Eko Wahyu TS, S.Si

Mengetahui,
Program Diploma III Farmasi
Akademi Kesehatan Arga Husada
Kaprodi

apt. Anang Priyadi, S.Si

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis disahkan oleh penguji Karya Tulis Ilmiah :


Judul : POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PASIEN PNEUMONI
KOMUNITAS RUANG PERAWATAN PARU RSUD Dr. R.
SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO PERIODE
JANUARI 2019 s/d DESEMBER 2020
Peneliti : MAYA DIANA PUNGKY
NIM : 01.18.062
Telah di uji dan disetujui oleh Tim Penguji pada Ujian di Program Diploma III
Farmasi Akademi Kesehatan Arga Husada Pare
Tanggal
25 November 2021
Tanda Tangan

Pembimbing I : apt. Sebilah Sabil Noer, S.Farm

Pembimbing II : apt. Sri Eko Wahyu TS, S.Si

Mengetahui,
Program Diploma III Farmasi
Akademi Kesehatan Arga Husada
Kaprodi

apt. Anang Priyadi, S.Si

iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : MAYA DIANA PUNGKY
NIM : 01.18.062
Tempat, tanggal lahir : Bojonegoro,
Institusi : Akademi Kesehatan Arga Husada Pare Kediri

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Pola


Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD
Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember
2020” adalah bukan Karya Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun
keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan


apabila pernyataan ini tidak benar, kami bersedia mendapatkan sanksi akademis.

Pare, 25 November 2021


Yang menyatakan,

MAYA DIANA PUNGKY

Pembimbing I Pembimbing II

apt. Sebilah Sabil Noer, S.Farm apt. Sri Eko Wahyu TS, S.Si

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan kemudahan pada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pola
Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD
Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember
2020”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasullullah
Muhammad SAW. Dari kehadirat beliau, kita mendapat nilai-nilai acuan
bagaimana berinteraksi dengan antibi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan
penghargaan sebesar-besarnya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun spiritual
dalam rangka menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah. Kepada yang terhormat :
1. Ibu apt. Dra. Pudji Lestari, selaku Direktur Akademi Kesehatan Arga Husada
Pare Kediri.
2. Bapak apt. Anang Priyadi, S.Si, selaku ketua prodi studi Akademi Kesehatan
Arga Husada Pare Kediri.
3. Ibu apt. Sebilah Sabil Noer, S.Farm, selaku pembimbing I dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Ibu apt. Sri Eko Wahyu TS, S.Si, selaku pembimbing II dalam penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Semua dosen, staf, dan karyawan Akademi Kesehatan Arga Husada yang telah
membantu dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Orangtua, suami, saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan baik
materi maupun spiritual.
7. Teman-teman seangkatan program DIII Farmasi Akademi Kesehatan Arga
Husada.
8. Seluruh staf RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro yang
membantu dan membimbing penulis dalam pengumpulan data.

v
9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil demi
terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki,
penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan dan kelemahan,
walaupun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapat hasil yang optimal.
Penulis berharap ada masukan, kritik, ataupun saran yang
membangun dari semua pihak, untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah
ini. Penulis juga berharap Karya Tulis Ilmiah ini akan bermanfaat bagi
penulis maupun pihak yang terkait.

Pare, November 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul i
Lembar Persetujuan ii
Lembar Pengesahan iii
Lembar Surat Pernyataan iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
Daftar Gambar x
Daftar Tabel xi
Daftar Singkatan xii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.4.1 Bagi Peneliti 3
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan 3
1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4


2.1 Antibiotik 4
2.1.1 Pengertian 4
2.1.2 Mekanisme Kerja 4
2.1.3 Penggunaan Antibiotik Yang Tidak Tepat 5
2.1.4 Bahaya Penggunaan Antibiotik Yang Tidak Tepat 6
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Harus Dipertimbangkan Pada
Penggunaan Antibiotik 7
2.1.6 Ketentuan Penggunaan Antibiotik 9

vii
viii

2.1.7 Penggunaan Antibiotik di Bidang Paru 11


2.2 Pneumonia 13
2.2.1 Pengertian 13
2.2.2 Etiologi dan Patogenesis 14
2.2.3 Resistensi 18
2.3 Pneumoni Komunitas 18
2.3.1 Pengertian 18
2.3.2 Terapi Antibiotik 18
2.4 Kerangka Konsep 20

BAB III METODE PENELITIAN 21


3.1 Desain Penelitian 21
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 21
3.2.1 Waktu Penelitian 21
3.2.2 Tempat Penelitian 21
3.3. Kerangka Penelitian 22
3.4 Sampling Desain 23
3.4.1 Populasi Penelitian 23
3.4.2 Sampel Penelitian 23

viii
3.4.3 Teknik Sampling 23
3.5 Identifikasi Variabel 24
3.6 Definisi Operasional 24
3.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data 24
3.7.1 Pengumpulan Data 23
3.7.2 Analisis Data 25
3.8 Etika Penelitian 25

BAB IV HASIL PENELITIAN 27


BAB V PEMBAHASAN 31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pneumoni 14


Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pola Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni
Komunitas 20
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian Pola Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni
Komunitas 22

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggunaan Antibiotik di Bidang Paru 12


Tabel 2.2 Antibiotik Pada Terapi Pneumoni 15
Tabel 2.3 Rekomendasi Pemberian Terapi Empirik Penderita Pneumoni
Komunitas 19
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas Berdasarkan Usia 26
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas Berdasarkan Jenis
Kelamin 27
Tabel 4.3 Data Laboratorium Pasien Pneumoni Komunitas 27
Tabel 4.4 Penyakit Dengan Diagnosa Utama Pneumoni Komunitas dengan
Faktor Modifikasi Lain 28
Tabel 4.5 Distribusi Jenis Faktor Modifikasi Lain Pasien Pneumoni
Komunitas 29
Tabel 4.6 Distribusi Pola Penggunaan Obat Antibiotik Pasien Pneumoni
Komunitas 28

xi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

ATS : Ammerican Thoracic Society


BTS : British Thoracic Society
CA-MRSA :Community Acquired Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus
DMK : Data Medis Kesehatan
DRSP : Drug Resistant Streptococcus Pneumonia
ERS : European respiratory Society
HAP : Hospital Acquired Pneumonia
IDSA : Infectious Diseases Society of America
KBM : Kadar Bunuh Minimum
KHM : Kadar Hambat Minimum
LPD : Lembar Pengumpulan Data
MIC : Minimum Inhibitory Concentration
RSV : Respiratory Syncytial Virus
SWAB : Stitching Werkgroup Antibioticabeled

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pneumoni adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan antibiotik). Peradangan paru yang
disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (Medison, 2018).
Pneumoni merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat, yang
merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak-anak
dan orang dewasa, hal ini diduga karena penyakit ini akut dan kualitas
penatalaksanaannya belum memadai (Nugroho et al., 2011). Pneumoni
merupakan penyakit yang banyak terjadi di seluruh penjuru dunia yang telah
menginfeksi kira-kira 450 juta orang pertahun (WHO, 2016). Penyakit ini
menjadi penyebab utama jutaan kematian pada semua kelompok (7% dari
kematian total dunia) setiap tahun.
Pneumoni dapat dibagi menjadi Pneumonia Komunitas dan Hospital
Acquired Pneumonia (HAP). Pneumoni Komunitas merupakan salah satu
infeksi dengan angka kematian dan angka kesakitan tertinggi pada lansia.
Sebanyak 5,6 juta kasus pasien penderita Pneumoni Komunitas dilaporkan
setiap tahunnya dan 1,1 juta orang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Pada awal tahun 2018 tercatat 5.000 pasien Pneumoni di Jawa Timur,
kemudian meningkat menjadi 9.116 pasien (Dinkes Jatim, 2018).
Antibiotik merupakan pilihan pengobatan pada kasus Pneumoni.
Pemilihan dan penggunaan terapi antibiotik yang tepat dan rasional akan
menentukan keberhasilan pengobatan untuk menghindari terjadinya resistensi
bakteri. Pemberian antibiotik yang tidak memenuhi dosis regimen dapat
meningkatkan resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik yang tidak terdeteksi
dan tetap bersifat pathogen maka akan terjadi penyakit yang merupakan
ulangan dan menjadi sulit disembuhkan (Ambarwati, 2011).

1
2

Pengobatan pada penderita Pneumoni Komunitas terdiri dari pemberian


antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik sebaiknya dilakukan
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya (PDPI, 2014).
Pemberian antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan berbagai masalah
khususnya resistensi antibiotik. Antibiotik merupakan obat untuk Pneumoni
yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotik di rumah sakit harus
mempertimbangkan kesesuaian diagnosis, indikasi, regimen dosis,
keamananan, dan harga (Depkes, 2011). Pemberian antibiotik yang tidak
rasional dapat memberikan dampak negatif, seperti meningkatkan efek
samping dan toksisitas, serta resistensi bakteri terhadap antibiotik. Jika
kejadian resistensi antibiotik ini tidak terdeteksi maka akan menimbulkan
keparahan penyakit dan menjadi sulit untuk disembuhkan (Nugroho et al.,
2011).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugroho pada tahun 2011
tentang “Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Penyakit Pneumonia di
Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga” diperoleh hasil ketepatan
penggunaan antibiotika kategori ketepatan obat pada pasien anak sebesar
65,48% sedangkan pada pasien dewasa sebesar 87,5%, ketepatan dosis pada
pasien anak sebesar 25,45%, sedangkan pada pasien dewasa sebesar 100%,
dan ketepatan lama pemberian pada pasien dewasa sebesar 40,47% (Nugroho
et al., 2011).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Pola Peresepan Antibiotik
Pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djjatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020. Rumah
sakit ini dipilih karena jumlah penderita Pneumoni di instalasi rawat inap
cukup banyak yaitu mencapai 116 pasien sesuai dengan kriteria inklusi.
RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro merupakan rumah sakit
tipe B yang menampung pelayanan rujukan dari beberapa rumah sakit di
daerah Kabupaten Bojonegoro.

2
3

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti merumuskan
masalah :
Bagaimana Pola Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni Komunitas
Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran Pola Peresepan Antibiotik Pasien
Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020).
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran Pola Peresepan Antibiotik Pasien
Pneumoni Komunitas meliputi golongan, jenis, dosis, rute, dan
frekuensi pemberian obat di Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Januari 2019 s/d Desember 2020.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman baru bagi peneliti dalam melakukan
penelitian dan peneliti dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan
khususnya tentang ilmu peresepan antibiotik pada pasien Pneumoni
Komunitas yang diperoleh dari kampus dengan keadaan yang ada di
masyarakat.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan tambahan wawasan dan pustaka bagi
pendidikan dan digunakan sebagai bahan bacaan untuk penelitian
sejenis selanjutnya.
1.4.3 Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat dijadikan referensi bagi tenaga kesehatan dalam
penggunaan antibiotik pada pasien Pneumoni Komunitas terutama
berkenaan dengan upaya mencegah terjadinya resistensi antibiotik.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik
2.1.1 Pengertian
Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain. Antibiotik
merupakan obat yang digunakan dalam penanganan pasien yang
terbukti atau diduga mengalami infeksi bakteri pada keadaan khusus.
Penggunaan antibiotik tidak boleh sembarangan dan hanya bisa
didapatkan dengan resep dokter, karena penggunaan yang tidak sesuai
indikasi justru akan menyebabkan resistensi (kebal) obat (Avie, 2013).
2.1.2 Mekanisme Kerja
Antibakteri adalah zat yang digunakan untuk membasmi bakteri
khususnya yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk
membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat
toksisitas selektif.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, zat-zat antibakteri dapat
dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu bakterisid dan bakteriostatik.
Bakterisid bersifat membunuh bakteri, sedangkan bakteriostatik
memiliki kemampuan menghambat perkembangbiakan bakteri tetapi
tidak membunuh bakteri. Kadar minimal yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya dikenal sebagai
Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM)
(Tarigan, 2020).
Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri antibiotik
dikelompokkan sebagai berikut :
(1) Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri, termasuk
golongan β-Laktam misalnya, Penisilin, Sefalosporin, dan

4
5

Carbapenem serta bahan lainnya seperti Cycloserine, Vankomisin,


dan Basitrasin.
(2) Antibiotik yang bekerja langsung pada membran sel
mikroorganisme, meningkatkan permeabilitas dan menyebabkan
kebocoran senyawa intraseluller, termasuk detergen seperti
Polimiksin, anti jamur Poliena misalnya, Nistatin dan Amfoterisin B
yang mengikat sterol dinding sel, dan Daptomisin Lipopeptida.
(3) Antibiotik yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S atau 50S
untuk menghambat sintesis protein secara reversible, yang pada
umumnya merupakan bakteriostatik misalnya, Kloramfenikol,
Tetrasiklin, Eritromisin, Klindamisin, Streptogramin, dan Linelozid.
(4) Antibiotik yang berikatan pada subunit ribosom 30S dan
mengganggu sintesis protein yang pada umumnya adalah bakterisida
misalnya, Aminoglikosida.
(5) Antibiotik yang mempenngaruhi metabolisme asam nukleat bakteri
seperti Rifamisin misalnya Rifampisin dan Rifabutin yang
menghambat enzim RNA Polymerase dan Quinolone yang
menghambat enzim Topoisomerase.
(6) Antimetabolit seperti Trimetoprime dan Sulfonamide yang menahan
enzim-enzim penting dari metabolisme folat.
(Tarigan, 2020)
2.1.3 Penggunaan Antibiotik yang Tidak Tepat
Pemakaian antibiotik yang tidak berdasarkan ketentuan (petunjuk
dokter) menyebabkan tidak efektifnya obat tersebut sehingga
kemampuan membunuh kuman berkurang atau bahkan menimbulkan
resistensi. Ketidaktepatan penggunaan antibiotik terjadi dalam situasi
klinis yang sangat bervariasi, meliputi :
(1) Pemberian antibiotik pada keadaan tanpa adanya infeksi bakteri.
(2) Pemilihan antibiotik yang salah atau tidak sesuai diagnosis.
(3) Dosis yang tidak tepat atau berlebihan.
(4) Lama penggunaan antibiotik yang tidak tepat (menghentikan
pengobatan sebelum waktunya karena merasa sudah sembuh).

5
6

(5) Penggunaan obat antibiotik suntik yang berlebihan pada penyakit


yang dapat disembuhkan dengan obat oral.
(6) Pengobatan sendiri oleh pasien dengan cara mengkonsumsi
antibiotik yang seharusnya diresepkan oleh dokter.
(7) Penggunaan antibiotik berlebih untuk profilaksis (pencegahan) pada
pembedahan bersih, khususnya pemberian antibiotik yang
berlangsung lebih lama dari waktu yang direkomendasikan (kurang
dari 24 jam pasca operasi). Keadaan ini antara lain disebabkan oleh
berbagai faktor seperti pengetahuan dokter yang kurang,
pengalaman masa lalu atau contoh dari kolega senior, harapan dan
permintaan pasien, promosi industri farmasi, dan mudahnya pasien
membeli antibiotik tanpa resep dokter.
(Avie, 2013)
2.1.4 Bahaya Penggunaan Antibiotik yang Tidak Tepat
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan antibiotik
adalah gangguan beberapa organ tubuh. Terlebih lagi bila diberikan
kepada bayi dan anak-anak, karena sistem tubuh dan fungsi organ pada
bayi dan anak-anak masih belum tumbuh sempurna. Gangguan organ
tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna, gangguan ginjal,
gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah, dan
sebagainya. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan seperti ruam,
gatal sampai dengan berat seperti pembengkakan bibir dan kelopak
mata, sesak hingga dapat mengancam jiwa atau reaksi anafilaksis.
Pemakaian antibiotik berlebihan atau irrasional juga dapat
membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita,
sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi
oleh bakteri jahat atau jamur (superinfection). Pemberian antibiotik
yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh
mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten (superbugs).
Penggunaan antibiotik yang irrasional menyebabkan bakteri yang
awalnya dapat diobati dengan mudah menggunakan jenis antibiotik
ringan akan bermutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis

6
7

antibiotik yang lebih kuat. Bila bakteri ini menyebar ke lingkungan


sekitar, suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis
antibiotik yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi
(Avie, 2013).
2.1.5 Faktor-Faktor yang harus Dipertimbangkan pada Penggunaan
Antibiotik
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan antibiotik
meliputi :
(1) Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik
a. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan
melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan
beberapa cara yaitu :
1. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi.
2. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.
3. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel
bakteri.
4. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan
sifat dinding sel bakteri.
5. Antibiotik masuk kedalam sel bakteri, namun segera
dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif
keluar sel.
b. Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan Kadar Hambat Minimal
(KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar
terendah antibiotik (μg/mL) yang mampu menghambat tumbuh
dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM
menggambarkan tahap awal menuju resisten.
c. Enzim perusak antibiotik khusus terhadap golongan β-Laktam
pertama dikenal pada tahun 1945 dengan nama Penisilinase yang
ditemukan pada Staphylococcus aureus dari pasien yang mendapat
pengobatan Penisilin. Masalah serupa juga ditemukan pada pasien
terinfeksi Escherichia coli yang menghambat terapi Ampisilin
(Acar and Goldstein, 1998). Resistensi terhadap golongan β-

7
8

Laktam antara lain terjadi karena perubahan atau mutasi gen


penyandi protein Penicilline Binding Protein (PBP). Ikatan obat
golongan β-Laktam pada PBP akan menghambat sintesis dinding
sel bakteri sehingga mengalami lisis.
d. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa
terjadi dengan 2 cara yaitu :
1. Mekanisme Selection Presure, jika bakteri resisten tersebut
berkembang biak secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk
bakteri yang berkembang biak cepat ), maka dalam 1-2 hari
seseorang tersebut dipenuhi oleh bakteri resisten. Jika seseorang
terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya penanganan
infeksi dengan antibiotik semakin sulit.
2. Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui
plasmid. Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok
maupun dari satu orang ke orang lain.
e. Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten :
1. Untuk selection pressure dapat diatasi melalui penggunaan
antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics).
2. Untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi
dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip
kewaspadaan standar (universal precaution).
(2) Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik farmakodinamik
antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis
antibiotik secara tepat. Agar dapat menunjukkan aktivitasnya
sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik, antibiotik harus memiliki
sifat berikut ini :
a. Aktivitas mikrobiologi
Antibiotik harus terikat pada tempat ikatan spesifiknya (misalnya
ribosom atau ikatan Penisilin pada protein).
b. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi

8
9

Semakin tinggi kadar antibiotik semakin banyak tempat ikatannya


pada sel bakteri.
c. Antibiotik harus berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang
cukup memadai agar diperoleh efek yang adekuat.
d. Kadar hambat minimal
Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat yang diperlukan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
(3) Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat
Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain,
obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak
diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat terjadi cukup beragam
mulai dari yang ringan seperti penurunan absorbsi obat atau
penundaan absorbsi hingga meningkatkan efek toksik obat lainnya.
Sebagai contoh pemberian Siprofloksasin bersama dengan Teofilin
dapat meningkatkan kadar Teofilin dan dapat berisiko terjadi henti
jantung atau kerusakan otak permanen. Demikian juga pemberian
Doksisiklin bersama dengan Digoksin akan meningkatkan efek
toksik dari Digoksin yang bisa fatal bagi pasien (Departemen
Kesehatan, 2014).
2.1.6 Ketentuan Penggunaan Antibiotik
Ketentuan penggunaan antibiotik dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
(1) Antibiotik yang Penggunaannya Tidak Dibatasi (Unrestricted)
Antibiotik yang termasuk dalam kategori ini adalah antibiotik
yang sudah terbukti efektif, aman, dan relatif murah, dalam arti
bahwa antibiotik tersebut :
a. Telah digunakan secara umum sejak waktu yang lama sehingga
keamanan dan efektifitasnya telah dipahami.
b. Tidak mengalami kekebalan kuman akibat penggunaannya.
c. Antibiotik tersebut relatif murah (antibiotik lini pertama)
Kebijakan retriksi antibiotika lini pertama sebagai berikut :
1. Ampisilin, Amoksisilin
2. Gentamisin

9
10

3. Ampisilin-Sulbaktam, Amoksisilin-Asam Klavulanat


4. Sefaleksin, Sefadroksil, Sefazolin
5. Sefaklor, Sefuroksim
6. Kloramfenikol, Tiamfenikol
7. Klindamisin oral
8. Eritromisin, Spiramisin, Klaritomisin
9. Siprofloksasin
10. Tetrasiklin, Doksisiklin
11. Ko-trimoksazol oral
12. Metronidazol
13. Asam Pipemidat
(2) Antibiotik yang Penggunaanya Dibatasi (Restricted)
Antibiotik yang termasuk dalam kategori ini adalah antibiotik
yang penggunaannya memerlukan pertimbangan dalam hal
keamanan, harga, dan timbulnya bahaya kekebalan kuman, sehingga
dalam penggunannya memerlukan pembatasan. Antibiotik ini
disebut antibiotik lini kedua. Kebijakan retriksi antibiotika lini
kedua sebagai berikut :
a. Azitromizin
b. Sefiksim, Sefditoren, Sefpodoksim-Proxetil
c. Seftriakson, Sefotaksim, Seftazidim, Sefoperazon, Sefoperazon-
Sulbaktam, Seftizoksim
d. Sefepim, Sefpirom
e. Levofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin
f. Amikasin, Fosfomisin
g. Nitrofurantoin, Kolistin
(Noname, 2019).
(3) Antibiotik yang Dicadangkan (Reserved)
Antibiotik yang termasuk dalam kategori ini untuk semua
indikasi penggunaannya harus mendapatkan persetujuan dan tim
PPRA RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro.
Antibiotik yang termasuk dalam kategori ini tercantum dalam

10
11

formularium RSUD Dr. R. Sododoro Djatikoesoemo Bojonegoro


tahun 2008 dicetak dengan warna merah yaitu : Sefpirom, Sefepim,
Meropenem, Imipenem, Fosfomisin dan Vankomisin. Antibiotik ini
harus melampirkan hasil uji kultur dan sensitifitas bakteri atau atas
persetujuan pimpinan rumah sakit. Antibiotik kategori ini disebut
antibiotik lini ketiga. Kebijakan retriksi antibiotik lini ketiga sebagai
berikut :
a. Meropenem, Erlapenem, Doripenem, Imipenem
b. Vankomisin injeksi
c. Piperasilin-Tazobaktam
d. Kolistin injeksi
e. Ko-trimoksazol injeksi (PPAB, 2019)
(PPRA RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro,
2019).
2.1.7 Penggunaan Antibiotik di Bidang Paru
Pemberian antibiotik terapeutik dilakukan atas dasar
penggunaannya secara empirik atau teranah pada kuman penyebab yang
ditemukannya. Penggunaan antibiotik secara empirik adalah antibiotik
pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. Antibiotik
diberikan berdasarkan dalam epidemiologik kuman yang ada.
Bersamaan dengan itu, segera dilakukan pemeriksaan kuman dengan
pengecatan gram biakan kuman dan uji kepekaan kuman. Penggunaan
antibiotik terapeutik adalah pemberian antibiotik pada kasus infeksi
yang sudah diketahui jenis kumannya. Antibiotik yang dipilih
hendaklah yang paling efektif, aman, dan dengan spektrum sempit. Cara
pemberian dapat secara parenteral, oral, topikal. Dalam memilih cara
pemberian hendaknya dipertimbangkan berdasarkan tempat infeksi dan
berat infeksi (Noname, 2019).

11
12

Tabel 2.1 Penggunaan Antibiotik di Bidang Paru


Penyakit
Kuman Lama
dan Rekomendasi Dosis Ket
Penyebab Pemberian
Tindakan
500 mg/dosis p.o tiap
Amoksisilin
6-8 jam
Amoksisilin + 500 mg + 125 5-10 hari
Pneumoni S. Pneumonia Asam mg/dosis p.o tiap 8
rawat jalan M. Pneumonia Klavulanat jam
tanpa faktor C. Pneumonia Bila alergi :
modifikasi H. Influenzae 500 mg/dosis p.o tiap
Eritromisin 5-10 hari
8 jam
500 mg/dosis p.o tiap
Azitromizin 3 hari
8 jam
Amoksisilin + 500 mg + 125
Pneumoni Asam mg/dosis p.o tiap 8
S. Pneumonia Klavulanat jam
rawat jalan
M. Pneumonia 500 mg/dosis p.o tiap
dengan Levofloksasin 5-10 hari
C. Pneumonia 24 jam
faktor
H. Influenzae
modifikasi 400 mg/dosis p.o tiap
Mokifloksasin
24 jam
Amoksisilin +
Asam 1000 mg I tiap 8 jam
Pneumoni S. Pneumonia Klavulanat
rawat inap M. Pneumonia
Seftriakson 1000 mg I tiap 12jam 5-10 hari
tanpa faktor C. Pneumonia
Sefotaksim 1000 mg I tiap 8 jam
modifikasi H. Influenzae
Levofloksasin 750 mg I tiap 24 jam
Moksifloksasin 400 mg I tiap 24 jam
Seftriakson 1 gram I tiap 12 jam
Sefotaksim 1 gram I tiap 8 jam
Pneumoni
S. Pneumonia Levofloksasin 750 mg I tiap 24 jam
rawat inap
M. Pneumonia Moksifloksasin
dengan 400 mg I tiap 24 jam 5-10 hari
C. Pneumonia + Azitromizin
faktor
H. Pneumonia Bila dicurigai
modifikasi
infeksi kuman
atipik 500 mg I tiap 24 jam
Pneumoni Seftriakson 1000 mg I tiap 12 jam
rawat inap S. Pneumonia Sefotaksim + 1000 mg I tiap 8 jam
di ICU tidak S. Aureus Azitromizin 500 mg I tiap 24 jam
ada faktor Legionella sp Levofloksasin 750 mg I tiap 24 jam 5-10 hari
risiko Gram Negatif
infeksi Bacilli
Moksifloksasin 400 mg I tiap 24 jam
Pseudomon H. Influenzae
as
Pneumoni P. Aeruginosa Piperasilin +
4500 mg I tiap 8 jam
rawat inap Tazobaktam
di ICU ada 1000 mg I tiap 8-12
Sefepim
faktor risiko jam
infeksi Meropenem +
Pseudomon 400 mg I tiap 12 jam
Siprofloksasin
as Levofloksasin
atau β- Lactam 750 mg I tiap 24 jam

+ Gentamisin +
Azitromizin 5-7 mg I/kg BB/hari

12
13

Penyakit
Kuman Lama
dan Rekomendasi Dosis Ket
Penyebab Pemberian
Tindakan
500 mg I tiap 24 jam

Pneumoni Amoksisilin +
Nosokomin Asam 1000 mg I tiap 8 jam
S. Pneumonia On
al HAP dan Klavulanat
H. Influenzae set
VAP atau Seftriakson 1000 mg I tiap 12 jam
Methicillin 5-10 hari dini
onset dini Sefotaksim 1000 mg I tiap 8 jam
sensitif :<
tidak ada Levofloksasin 750 mg tiap 24 jam
S. Aureus hari
faktor risiko
MDR Moksifloksasin 400 mg I tiap 24 jam
1000-2000 mg I tiap
P. Aeruginosa Sefepim
8-12 jam
K. Pneumonia
Seftazidim 2000 mg I tiap 8 jam
Pneumoni (ESBL) On
Piperasilin +
Nosokomin Acinetobacter 4500 mg I tiap 6 jam set
Tazobaktam+
al HAP dan sp 400 mg I tiap 12 jam lanj
Siprofloksasin
VAP onset ut :
Levofloksasin 750 mg I tiap 24 jam
lanjut atau >5
Gentamisin 7 mg/kg BB/hari
ada faktor MRSA hari
Amikasin 7 mg/kg BB/hari
Legionella
Tobramisin + 20 mg/kg BB/hari
Pneumofila
Vankomisin 15 mg/kg I tiap 12 jam
(PPAB, 2019)
2.2 Pneumoni
2.2.1 Pengertian
Pneumoni merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang
dapat disebabkan oleh berbagai pathogen seperti bakteri, jamur, virus,
dan parasite. Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada
balita dan bayi serta menjadi penyebab penyakit umum terbanyak.
Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua
usia. Manifestasi klinis menjadi sangat berat pada pasien dengan usia
sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi kritis.
Pneumonia menggambarkan keadaan paru apapun, tempat
alveolus biasanya terisi dengan cairan dan sel darah (Gyuton, 1996).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2014).

13
14

Gambar 2.1 Pneumoni


2.2.2 Etiologi dan Patogenesis
Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada Pneumoni adalah
demam, Tachypnea, Takikardia, batuk yang produktif, serta perubahan
sputum dari jumlah maupun karakteristiknya. Selain itu pasien akan
merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada
pengamatan naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat bernafas.
Mikroorganisme penyebab Pneumoni meliputi : bakteri, virus,
Mycoplasma, Chlamydia, dan jamur. Pneumonia oleh karena virus
yang menginfeksi adalah virus saluran nafas seperti RSV, Influenza,
Parainfluenza, Adenoirus (Glover Mark, 2011). Ditinjau dari asal
pathogen Pneumoni dibagi menjadi 2 macam yang berbeda
penatalaksanaannya :
(1) Pneumoni Komunitas
Merupakan Pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau
panti jompo. Patogen umum yang biasanya menginfeksi adalah
Streptococcus pneumonia, H. influenza, bakteri Atypical, virus
Influenzae, Respiratory Syncytial Virus (RSV). Pada anak-anak
pathogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya
keterlibatan Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia
disamping bakteri pada pasien dewasa.
Terapi Pneumoni Komunitas dapat dilaksanakan secara rawat
jalan. Namun pada kasus yang berat pasien dirawat di rumah sakit
dan mendapat antibiotik parenteral.

14
15

Pilihan antibiotik yang disarankan pada pasien dewasa adalah


golongan Makrolida atau Doksisiklin atau Fluorokuinolon terbaru.
Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40 tahun pilihan
Doksisklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
Atypical yang mungkin menginfeksi. Bakteri Streptococcus
pneumonia yang resisten terhadap Penicillin direkomendasikan
untuk terapi beralih ke derivat Fluorokuinolon terbaru. Sedangkan
untuk Pneumoni Komunitas yang disebabkan oleh aspirasi cairan
lambung pilihan jatuh pada Seftriakson.
Golongan Makrolida yang dapat dipilih mulai dari Eritromisin,
Klaritomisin, Azitromizin. Eritromisin merupakan agen yang paling
ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromizin
ditoleransi dengan baik, efektif, dan hanya diminum satu kali sehari
selama 5 hari, memberikan keuntungan bagi pasien. klaritomisin
merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat menggunakan
Eritromisin, namun harus diberikan dua kali sehari selama 4-10 hari
(Noname, 2019).
Tabel 2.2 Antibiotik pada Terapi Pneumoni
Dosis
Kondisi Dosis Ped Dewasa
Patogen Terapi
Klinis (mg/kg/hari) (Dosis
total/hari)
30-50 15 10
Pneumococcus, Eritromisin
Sebelumnya pada hari 1, 1-2 g
Mycoplasma Klaritomisin
sehat diikuti 5 mg 0,5-1g
pneumonia Azitromizin
selama 4 hari
S. Pneumonia,
Hemophilus,
Komorbiditas
Influenzae,
(manula,
Moraxella Sefuroksim
DM, gagal
catarrhalis, Sefotaksim 50-75 1-2 g
ginjal, gagal
Mycoplasma, Seftriakson
jantung,
Clamydia
keganasan)
pneumonia,
Legionella
Anaerob mulut,
Aspirasi
S. Aureus, Ampisilin/Amoksisilin 100-200 8-20 2-6 1,2-1,8
Community
gram (-) Klindamisin +Aminoglikosida s.d.a g s.d.a
Hospital
enterik
Nosokominal
Pneumonia K. Pneumonia, Sefuroksim s.d.a s.d.a s.d.a s.d.a
ringan onset P. Aeruginosa, Sefotaksim s.d.a 100-200 s.d.a 4-8 g
< hari, resiko Enterobacter Seftriakson 200-300 12 g 0,4 g

15
16

Ampisilin-Sulbaktam
Tikarsilin-Klavulanat
rendah spp. S.Auerus Gatifloksasin 0,5-0,75 g
Levofloksasin
Klindamisin + Azitromizin
(Gentamisin/Tobramisin atau
Pneumonia K. Pneumonia 4-6 mg/kg
Siprofloksasin)* + Seftazidim
berat** onset P. Aeuriginosa, 7,5-150 0,5-1,5 g
atau Sefepim atau Tikarsilin
> 5 hari, Enterobacter 100-150 2-6 g
Klavulanat/Meropenem/Aztreon
risiko tinggi spp. S. Aureus 2-4 g
am

Untuk terapi yang gagal dan tidak disebabkan oleh masalah


kepatuhan pasien, maka disarankan untuk memilih antibiotik dengan
spektrum yang lebih luas. Kegagalan terapi dimungkinkan oleh
bakteri yang resisten khususnya derivat Penisilin atau gagal
mengidentifikasi bakteri penyebab Pneumoni. Sebagai contoh
Pneumoni Atipikal melibatkan Mycoplasma pneumonia yang tidak
dapat dicangkup oleh Penisilin. Beberapa Pneumoni masih
menunjukan demam dan konsistensi gambaran x-ray dada karena
telah terkomplikasi oleh adanya efusi pleura, emfisema, ataupun
abses paru yang kesemuanya memerlukan penangan infasif yaitu
dengan aspirasi.
(2) Pneumoni Rumah Sakit
Merupakan Pneumoni yang didapat selama pasien di rawat di
rumah sakit. Patogen yang umum terlihat adalah bakteri nosokominal
yang resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit.
Biasanya adalah bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti
E.Coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu
mendapat terapi Cefalosporin generasi ke-tiga, biasanya dijumpai
bakteri enterik yang lebih bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp.,
Enterobacter sp.. Pseudomonas aeurginosa merupakan pathogen
yang kurang umum dijumpai, namun sering dijumpai pada
Pneumonia yang fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang
resisten terhadap Metisilin seringkali dijumpai pada pasien yang
dirawat di ICU.

16
17

2.2.3 Resistensi
Resistensi dijumpai pada Pneumococcal semakin meningkat
sepuluh tahun terakhir, khususnya terhadap Penisilin. Meningkatnya
resistensi terhadap Pensilin juga diramalkan akan berdampak terhadap
meningkatnya resistensi terhadap beberapa kelas antibiotik seperti
Sefalosporin, Makrolida, Tetrasiklin, Ko-trimoksazol. Antibiotik yang
kurang terpengaruh terhadap resistensi tersebut adalah Vankomisin,
Fluorokuinolon, Klindamisin, Kloramfenikol, dan Rifampisin.
2.3 Pneumoni Komunitas
2.3.1 Pengertian
Pneumoni Komunitas didefinisikan sebagai Pneumoni yang
terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan inap di rumah
sakit atau fasilitas perawatan inap jangka panjang (panti) setidaknya
lebih dari 14 hari sebelum mulai munculnya tanda dan gejala tersebut.
Diagnosis Pneumoni Komunitas yaitu berdasarkan adanya gejala
klinis dan didukung gambaran radiologis paru (radiografi thoraks).
Kriteria minimal untuk dapat mendiagnosis klinis Pneumoni Komunitas
adalah : adanya infeksi akut paru yang didapat dari komunitas dan tidak
didapat di rumah sakit, dengan gambaran radiologis infiltrat paru, dan
ditandai dua atau lebih kelainan berikut :
(1) Suhu badan lebih dari 37̊C dengan atau tanpa menggigil.
(2) Leukositosis lebih dari 10.000/mm³.
(3) Sputum purulent, lebih dari 23 neurotrofil/LPB.
(4) Batuk, sesak nafas, nyeri dada.
2.3.2 Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik penting dalam tatalaksana pengobatan
Pneumoni Komunitas. Kesulitan penentuan diagnosis etiologi,
terbatasnya antibiotik yang tersedia, dan peningkatan resitensi terhadap
antibiotik pada umumnya dilakukan secara empirik berdasarkan
pedoman tertentu.
Beberapa evidence-based guiedlines telah dikeluarkan dan
digunakan secara luas antara lain guidelines dari Amerrican Thoracic

17
18

Society (ATS) Infectious Diseases Society of America (IDSA), British


Thoracic Society (BTS), Stitching Werkgroep Antibioticabeled
(SWAB), dan European Respiratory Society (ERS).
Pada prinsipnya diperlukan pemberian antibiotik dengan
spektrum sesempit mungkin, dan menghindari pemberian antibiotik
dengan spektrum berlebihan bila tidak diperlukan. Oleh sebab itu
antibiotika sebaiknya diberikan sesuai dengan patogen etiologi yang
teridentifikasi dari pemeriksaan mikrobiologi (pathogen-directed
therapy). Tujuannya adalah menghindari terjadinya resistensi kuman
terhadap antibiotik seperti Drug Resistant Streptococcus Pneumonia
(DRSP) dan Community Acquired Methicillin Resistant Staphylococcus
Aureus (CA-MRSA).
Berikut merupakan rekomendasi pemberian terapi empirik
penderita Pneumoni Komunitas yang dirawat di ruang rawat inap paru
RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojoegoro.
Tabel 2.3 Rekomendasi Pemberian Terapi Empirik Pasien Pneumoni Komunitas
Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro
Kuman Penyebab Rekomendasi Antibiotik
Streptococcus pneumonia Ampisilin iv
Haemophylus influenza Amoksisilin +/- Asam Klavulanat
Klebsiella pneumonia Sulbaktam iv
Chlamydia pneumonia Seftriakson iv
Mycoplasma pneumonia Sefotaksim iv
Seftazidim iv
Levofloksasin iv
Moksifloksasin iv
Legionella pneumonia
Klaritomisin iv
Azitromizin iv
Kombinasi 2 obat
(PPRA RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, 2019)

18
19

2.4 Kerangka Konsep

Data Klinis :
Data Laboratorium :
Suhu Tubuh
Leukosit
Nadi
Neutrofil
Sesak
Hb
Nyeri Dada

Pasien Pneumoni Faktor


Etiologi Resiko

Pneumoni Faktor Pneumoni


Etiologi
Komunitas Resiko Rumah Sakit

Terapi Non Terapi


Farmakologi Farmakologi

Pola Peresepan

Golongan
Jenis
Dosis
Frekuensi
Rute

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pola Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni


Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember
2020

19
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Rancangan penelitian merupakan petunjuk dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu
pertanyaan penelitian (Nursalam, 2013).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran Pola Peresepan Antibiotik
Pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2021.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang rekam Medis RSUD Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro yang beralamatkan di Jalan
Veteran No.36 Bojonegoro.

20
21

3.3 Kerangka Penelitian

Populasi : Seluruh pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD


Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019
s/d Desember 2020 Sebanyak 116 Pasien

Sampel : Seluruh pasien Pneumoni Komunitas di Ruang Rawat Inap Paru


RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari
2019 s/d Desember 2020 Sebanyak 116 Pasien

DMK (Data Medis Kesehatan)

Data Demografi :
1. Nama Pasien Data Klinis : Data Data Terapi :
2. Umur 1. Suhu Tubuh Laboratorium : 1. Golongan
3. Jenis Kelamin 2. Sesak 1. Leukosit 2. Jenis
4. Nomor Rekam 3. Nadi 2. Neutrofil 3. Dosis
Medik 4. Nyeri Dada 3. Hb 4. Frekuensi
5. Diagnosis 5. Rute
6. Tanggal Masuk dan
Tanggal Keluar
Rumah Sakit

LPD (Lembar Pengumpulan Data)

Rekapitulasi Data

Analisa Data

Kesimpulan

Gambar 3.1 Pola Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni Komunitas Ruang


Perawatan Paru RSUD Dr. R Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020

21
22

3.4 Sampling Desain


3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek
atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2017).
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh
pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d
Desember 2020.
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam,
2017). sampel dalam penelitian ini adalah pasien Pneumoni Komunitas
Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020 yang memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 116 pasien.
Yang termasuk kriteria inklusi adalah sebagai berikut :
(1) Rekam medis pasien yang didiagnosis Pneumoni Komunitas dengan
adanya penyakit penyerta, dan mendapatkan terapi antibiotik.
(2) Rekam medis lengkap (nama pasien, umur, jenis kelamin, nomor
rekam medis, diagnosis, lama rawat inap dan data obat berupa
golongan antibiotik, jenis, dosis, frekuensi, rute).
(3) Pasien Pneumoni Komunitas usia 18-65 tahun.
Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini sebagai berikut :
(1) Rekam medis pasien Pneumoni Komunitas yang meninggal atau
dirujuk ke rumah sakit lain.
(2) Pasien dengan infeksi lain.
3.4.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total
sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana seluruh anggota
populasi dijadikan sampel semua (Sugiyono, 2018).

22
23

3.5 Identifikasi Variabel


Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu Pola
Peresepan Antibiotik Pasien Pneumoni Komunitas berdasarkan golongan,
jenis, dosis, frekuensi, rute pemberian obat di Ruang Rekam Medis RSUD Dr.
R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember
2020.
3.6 Definisi Operasional
(1) Pola peresepan obat adalah suatu bentuk analisa kuantitas penggunaan
obat meliputi golongan, jenis, dosis, frekuensi, rute pemberian obat pada
pasien penyakit Pneumoni.
(2) Antibiotik adalah obat yang digunakan dalam penanganan pasien yang
terbukti atau diduga mengalami infeksi bakteri dan terkadang juga
digunakan untuk mencegah infeksi bakteri pada keadaan khusus.
(3) Pneumoni Komunitas merupakan penyakit infeksi akut yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolous respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
3.7 Pengumpulan Data dan Analisis Data
3.7.1 Pengumpulan Data
(1) Proses Pengumpulan Data
Data diperoleh dari bahan rekam medik yaitu meliputi data
demografi, data klinik, data laboratorium, dan data terapi lalu
dianalisis dengan metode deskriptif dan disajikan dalam bentuk
tabel serta dihitung persentasenya.
Data yang diambil meliputi :
a. Data demografi (nama pasien, umur, jenis kelamin, nomor rekam
medik, diagnosis, tanggal masuk dan keluar rumah sakit).
b. Data laboratorium (leukosit, neutrophil, Hb)
c. Data terapi (golongan, jenis, dosis, frekuensi, rute pemberian
antibiotik).
d. Data klinis (suhu tubuh, sesak, nadi, nyeri dada).

23
24

(2) Instrumen Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi peresepan antibiotik pasien Pneumoni Komunitas
meliputi golongan, jenis, dosis, frekuensi, rute.
3.7.2 Analisis Data
Analisa data bersifat analisa deskriptif dengan menggunakan
pendekatan retrospektif, dimana pengambilan data variabel akibat
dilakukan terlebih dahulu, kemudian baru diukur variabel independent
yang telah terjadi pada waktu lampau.
Analisa data dalam penelitian ini adalah analisa data univariat.
Analisa data ini untuk mendiskripsikan gambaran Pola Peresepan
Antibiotik Pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD
Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d
Desember 2020. Dan dilakukan analisa sebagai berikut :
(1) Pengumpulan jumlah data pasien Pneumonia dengan terapi
peresepan antibiotik.
(2) Pengumpulan data terapi meliputi antibiotik yang digunakan
meliputi golongan, jenis, dosis, frekuensi, rute.
Selanjutnya data dilakukan pengolahan menggunakan Microsoft
Excel (menggunakan tabel dan data grafik) dengan menelaah variabel
penelitian satu persatu.
3.8 Etika Penelitian
Suatu penelitian mengutamakan etika penelitian untuk menjaga
integritas dan keutuhan peneliti dan melindungi subyek penelitian dari
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Peneliti juga mengajukan permohonan keterangan kelayakan etik
penelitian baik dari Akademi Kesehatan Arga Husada Pare Kediri maupun
Komite Etik Penelitian Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro, sehingga proses pengumpulan data dapat
dilaksanakan. Adapun etika dalam penelitian ini adalah :

24
25

(1) Confidentality (menghormati privasi pasien)


Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data rekam medik
pasien. Peneliti hanya menggunakan data yang diperlukan dalam
penelitian ini. Peneliti akan menampilkan kode pasien dan tidak dengan
nama ataupun inisial pasien.
(2) Anonymity (tanpa nama)
dalam menjaga kerahasiaan identitas responden peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada Lembar Pengumpulan data (LPD)
dan cukup memberikan kode (Yusuf, 2015).

25
BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian tentang Pola Peresepan
Antibiotik Pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R.
Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.
Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan Lembar Pengumpulan Data
(LPD). Dalam penelitian ini populasi sejumlah 116 pasien dan dengan
menggunakan metode total sampling diperoleh sampel sejumlah 116 pasien yang
memenuhi kriteria inklusi.
Penyampaian data hasil penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
(1) Data umum
Karakteristik pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, diagnosis.
(2) Data khusus:
Pola peresepan penggunaan antibiotik pasien Pneumoni Komunitas Ruang
Perawatan Paru RSUD Dr. R Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Periode
Januari 2019 s/d Desember 2020 meliputi golongan, jenis, dosis, frekuensi,
rute.
4.1 Data Umum
(1) Distribusi Usia
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas berdasarkan usia di
Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.
No Usia Frekuensi Prosentase (%)
1 Balita (0-5) Tahun 0 0,00%
2 Anak-anak (6-11) Tahun 0 0,00%
3 Remaja awal (12-16) Tahun 0 0,00%
4 Remaja akhir (17-25) Tahun 0 0,00%
5 Dewasa awal (26-35) Tahun 0 0,00%
6 Dewasa akhir (36-45) Tahun 25 21,55%
7 Lansia awal (46-55) Tahun 34 29,31%
8 Lansia akhir (56-65) Tahun 32 27,59%
9 Manula (> 65) Tahun 25 21,55%
Total 116 100,00%
(Kategori usia berdasarkan Depkes RI 2009)

26
27

Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas Berdasarkan Usia

Balita (0-5) Tahun


Anak-anak (6-11) Tahun
Dewasa Akhir (36-45) Tahun;
Manula (>65) Tahun; 21.55% 21.55%

Remaja Awal (12-16) Tahun


Remaja Akhir (17-25) Tahun
Dewasa Awal (26-35) Tahun
Lansia Akhir (56-65) Tahun ; Lansia Awal (46-55) Tahun;
27.59% 29.31%
Dewasa Akhir (36-45) Tahun
Lansia Awal (46-55) Tahun
Lansia Akhir (56-65) Tahun
Manula (>65) Tahun

Gambar 4.1 Diagram Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas Berdasarkan Usia


(Depkes RI, 2009)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa usia pasien Pneumoni


Komunitas paling banyak yaitu usia 46-55 tahun yaitu sebanyak 34 pasien
(29,31%).

(2) Jenis Kelamin


Tabel 4.2 Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas berdasarkan jenis
kelamin Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode 2019 s/d 2020.
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 75 64,65%
2 Perempuan 41 35,34%
Jumlah 116 100,00%
Sumber : Data Rekam Medik Periode Januari 2019 s/d Desember 2020

Jenis Kelamin

Perempuan
35% Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
65%

Gambar 4.2 Diagram Distribusi Pasien Pneumonia Komunitas Berdasarkan Jenis


Kelamin

27
28

Berdasarkan data tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin


pasien Pneumoni Komunitas yaitu jenis kelamin laki-laki sebesar 75
pasien (64,65%) dan perempuan sebesar 41 pasien (35,34%).
4.2 Data Khusus
(1) Data Laboratorium
Tabel 4.3 Data Laboratorium pasien Pneumoni Komunitas Ruang
Perawatan Paru Rumah Sakit Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.
No Leukosit Jumlah Pasien Prosentase (%)
1 ≥10.000 atau < 4500 116 100,00%
2 ≤10.000 atau > 4500 0 0,00%
TOTAL 116 100,00%
Sumber : Data Rekam Medik Periode Januari 2019 s/d Desember 2020

Data Laboratorium

≥ 10.000 atau < 4.500


≤ 10.000 atau > 4.500

≥ 10.000 atau <


4.500
100%
Gambar 4.3 Diagram Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas Berdasarkan Data
Laboratorium.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 116 sampel penelitian
pasien Pneumoni Komunitas untuk pemeriksaan data Leukosit <10.000
atau 4500 sebesar 116 pasien (100,00%).
(2) Diagnosa
Tabel 4.4 Penyakit Dengan Diagnosa Utama Pneumoni Komunitas dengan
Faktor Modifikasi Lain.
No Diagnosa Jumlah Pasien Prosentase (%)
1 Pneumoni Komunitas 45 38,79%
Pneumoni Komunitas dengan
2 71 61,21%
penyerta lain
Jumlah 116 100,00%
Sumber : Data Rekam Medik Periode Januari 2019 s/d Desember 2020

28
29

Penyakit Dengan Diagnosa Utama Pneumoni Komunitas


dengan Faktor Modifikasi Lain

Pneumoni
Pneumoni Komunitas Pneumoni Komunitas
Komunitas 39% Pneumoni Komunitas
dengan dengan Penyerta Lain
Penyerta
Lain
61%

Gambar 4.4 Diagram Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas Berdasarkan


Penyakit Pneumoni Komunitas dengan Faktor Modifikasi Lain.
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 116 sampel penelitian pasien
Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru Rumah Sakit Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020 terdapat
45 pasien (38,79%) dengan diagnosa Pneumoni Komunitas tanpa faktor
modifikasi dan 71 pasien (61,21%) Pneumoni Komunitas dengan faktor
modifikasi.
Tabel 4.5 Distribusi Jenis Faktor Modifikasi Lain Pasien Pneumoni Komunitas
Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.
No Diagnosa Jumlah Pasien Prosentase (%)
1 Sepsis 33 46,49%
2 Anemia 19 26,76%
3 Hipokalemia 11 15,49%
4 DM (Diabetes Mellitus) 8 11,27%
Total 71 100,00%
Sumber : Data Rekam Medik Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.

Jenis Faktor Modifikasi Lain


Diabetes Mellitus (DM)
11%
Hipokalemia Sepsis
15% 46%

Anemia
27%

Gambar 4.5 Diagram Distribusi Pasien Pneumoni Komunitas Jenis Faktor


Modifikasi Lain.

29
30

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 116 sampel penelitian


pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020 jenis
faktor modifikasi lain terbanyak adalah dengan sepsis sebesar 33 pasien
(46,49%).
(3) Pola Penggunaan Obat
Tabel 4.5 Distribusi Pola Penggunaan Antibiotik Pasien Pneumoni
Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari s/d Desember
2020.
Prosentas
No Golongan Jenis Dosis Frekuensi Rute Jumlah
e (%)
1 Sefalosporin Seftriakson 1g 2 X 1g IV 32 27,59%
Levofloksasin 750 mg/100 mL 1 X 100 mL IV 27 23,28%
2 Quinolon
Siprofloksasin 200 mg/100 mL 2 X 200 mL IV 22 18,97%
Total Golongan Quinolon 49 42,24%
Ampisilin
3 Penisilin 1,5 g 3 X 250 mg IV 18 15,52%
Sulbaktam
4 Nitroimidazol Metronidazol 500 mg/100 mL 3 X 100 Ml IV 10 8,62%
5 Β-Laktam Meropenem 1g 3 X 1g IV 7 6,03%
Total 116 100,00%
Sumber : Data Rekam Medik Periode Januari 2019 s/d Desember 2020.
Berdasarkan data tabel 4.5 dapat diketahui bahwa golongan obat antibiotik
yang paling banyak digunakan adalah Quinolon sebesar 49 pasien (42,24%);
sedangkan jenis, dosis, dan frekuensi obat antibiotik yang paling banyak
digunakan adalah Seftriakson 2 X 1g sebesar 32 pasien (27,59%), rute pemberian
obat antibiotik terbanyak adalah secara intravena (IV) sebesar 116 pasien
(100,00%).

30
BAB 5

PEMBAHASAN

Data menunjukan bahwa penggunaan antibiotik pada pasien Pneumoni


Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro periode Januari 2019 s/d Desember 2020 yang paling banyak
digunakan adalah Seftriakson dengan jumlah 32 pasien (27,59%) dan yang paling
sedikit digunakan adalah Meropenem dengan jumlah 7 pasien (6,03%).
Menurut WHO (2013) Seftriakson termasuk ke dalam antibiotik golongan
Sefalosporin yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa kondisi akibat
infeksi bakteri, seperti Pneumonia, Sepsis, Meningitis, infeksi kulit, dan infeksi
pada pasien dengan sel darah putih yang rendah.
Seftriakson memiliki efek bakterisidal yang bekerja terhadap bakteri yang
sensitif terhadap obat ini. Seftriakson bekerja dengan cara menghambat biosintesis
dinding sel mukopeptida. Seftriakson terutama diekskresikan melalui urine dalam
bentuk yang tidak berubah. Ekskresinya dapat dihambat dengan pemberian
Probenesid sehingga memperpanjang efek terapi. Dikeluarkannya enzim oleh
bakteri menghadapi serangan obat ini, menyebabkan inaktifasi oleh plasmid,
sehingga obat ini tidak dapat kehilangan efek terapinya.
Seftriakson banyak diresepkan karena secara teoritik, obat ini berspektrum
luas, efek samping ringan berupa mual, muntah, dan rekasi alergi jarang terjadi
(Mc Evoy, 2004). Pedoman penggunaan antibiotik menyebutkan, pemilihan
Seftriakson sebagai terapi pengobatan profilaksis karena konsentrasi yang tinggi
dalam jaringan dan darah (90-120 μg/mL). Berdasarkan literature Drug
Information, Sefalosporin generasi kedua dan ketiga, tidak lebih baik
dibandingkan dengan generasi pertama. Karena pertimbangan biaya dan
kekhawatiran tentang potensi munculnnya resistensi akibat penggunaan anti
infeksi spektrum luas (Mc Evoy, 2004).
Jangka waktu pemberian obat antibiotik hanya diberikan 5-10 hari untuk
Seftriakson dan Siprofloksasin infus, Levofloksasin infus, Metronidazol infus, dan
Visilin SX. Jangka waktu pemberian obat didasarkan pada keadaan pasien,

30
31

penyakit kronis, akut, kambuh secara berulang (Kemenkes, 2011). Jangka waktu
pemberian obat antibiotik di RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo masih
memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu 3 sampai 7 hari.

31
32

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang Pola Peresepan Antibiotik
Pasien Pneumoni Komunitas Ruang Perawatan Paru RSUD Dr. R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro Periode Januari 2019 s/d Desember 2020 dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
Golongan obat antibiotik yang banyak digunakan adalah Sefalosporin-
Seftriakson 1 g dengan frekuensi pemberian 2 X 1 g denngan rute intravena
sebanyak 32 pasien (27,59%), Quinolon-Levofloksasin 750 mg/100 mL
dengan frekuensi pemberian 1 X 100 mL dengan rute intravena sebanyak 27
pasien (23,28%), dan Quinolon-Siprofloksasin 200 mg/100 mL dengan
frekuensi pemberian 2 X 200 mL dengan rute intravena sebanyak 22 pasien
(18,97%).
6.2 Saran
(1) Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan tetap memberikan kesempatan pada peneliti selanjutnya
untuk meneliti penggunaan antibiotik karena masih banyaknya
penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan dengan pedoman yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.
(2) Bagi RSUD Dr. R Sosodoro Djatikoesoemo
Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro menggunakan pendekatan retrospektif, alangkah baiknya
untuk penelitian selanjutnya dilakukan secara prospektif agar dapat
menganalisa lama dan waktu pemberian antibiotik serta menfetahui efek
samping yang kemungkinan terjadi pada pasien.
(3) Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan lagi kepatuhan
masyarakat dalam menggunakan antibiotik yang sesuai dengan yang
dianjurkan oleh dokter.

32
33

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2011. Pemberian Antibiotik Pada Pasien ISPA Non Pneumonia di


Puskesmas Tanah Sareal Kota Bogor Tahun 2018. Skripsi Universitas
Indonesia
Avie. U. S. 2013. Antibiotika, Resistensi, dan rasionalitas Terapi. Semarang
Depkes RI. 2018. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan. Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Gessman, LM, Rappaport DI. 2009. Approach to Community-Acquired
Pneumonia in Children. Clinical Review Article. Hospital Physician. S1-5.
Hidayat. 2006. Pengatur Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika
Kemenkes RI. 2019. Panduan Penatagunaan Antinikroba di Rumah Sakit. Ed”1”.
Jakarta: Kemenkes RI.
Naser F, Medison I, Erly. 2018. Gambaran Derajat Merokok Pada Penderita
PPOK di Bagian Paru RSUP Dr. M Djamil. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol
(2):306-11
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Nga Tong. 2013. Priority Medicines for Europe and The World “A Public Health
Approach to Innovation”. www.who.int. Mei 2013
Permenkes RI. 2015. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah
Sakit. Permenkes RI Nomor 8 Tahun 2015.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
CV Alfabeta.
WHO. 2016. Pneumonia. https://who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/ -
diakses Februari 2021

33
31

Anda mungkin juga menyukai