Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

“QSAR & Docking Studies on Xhantone Derivatives for Anticancer Activity


Targeting DNA Topoisomerase IIa”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 11

NI WAYAN AYU DWI PIRAYANTI (1808551008)


NI KOMANG SUMARNI (1808551010)
I GUSTI AYU SINTIA DEWI (1808551016)
LUH GD. KARISMA WIDIANTARI (1808551019)
NI PUTU AYU SRI NURMALAYANTI (1808551030)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi beban
kesehatan diseluruh dunia. World Health Organization (WHO), menyebutkan
kanker sebagai salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Data hasil
Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi
kanker di Indonesia dari 1,4% menjadi 1,49%. Prevalensi kanker di Indonesia
berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa peningkatan signifikan mulai
terjadi pada umur di atas 35 tahun. Kanker merupakan penyakit yang ditandai
dengan adanya sel yang abnormal yang bisa berkembang tanpa terkendali dan
memiliki kemampuan untuk menyerang dan berpindah antar sel dan jaringan tubuh
(Pangribowo, 2019).
Identifikasi molekul baru sangat penting dalam pengembangan obat
antikanker karena tingkat kematian yang tinggi. Upaya skrining dan pengembangan
obat terus dilakukan guna mendapatkan senyawa obat yang efektif dan memiliki
sedikit efek samping yang berguna untuk mengobati kanker. Penemuan senyawa
baru yang berkhasiat tinggi memerlukan tahapan yang eksperimen yang meliputi
desain, sintesis, identifikasi, purifikasi dan uji aktivitas. Kelemahan dari strategi
eksperimental yaitu seringkali produk yang diperoleh ternyata mempunyai aktivitas
yang tidak lebih baik dari senyawa – senyawa yang telah ada sehingga waktu, biaya
dan tenaga yang telah dikeluarkan dalam serangkaian kerja laboratorium akan
menjadi sia – sia. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
diperkenalkannya pemodelan menggunakan komputer. Pemodelan menggunakan
komputer membantu memudahkan penemuan Hubungan Kuantitatif Struktur
Aktivitas (HKSA) atau Quantitative Structure-Activity Relationship (QSAR) suatu
senyawa untuk menurunkan suatu persamaan yang dapat digunakan memprediksi
aktivitas suatu senyawa. Selain itu, komputer dapat membantu menggambarkan
interaksi senyawa dengan reseptor (docking studies, sehingga akan diperoleh
senyawa yang lebih poten yang memiliki aktivitas lebih tinggi (Ananto dkk., 2019).
Hubungan antara kanker dan asam deoksiribonukleat manusia (DNA)
topoisomerase tipe IIα (Top2A) menunjukkan adanya korelasi sehingga penting
untuk mengembangkan inhibitor spesifik sebagai regimen terapeutik baru untuk
kanker. Xanton merupakan unsur alami tumbuhan dalam famili Bonnetiaceae dan
Clusiaceae, yang terdiri dari ikatan heterosiklik teroksigenasi. Turunan xanton
tersebar luas di berbagai tanaman dan memiliki berbagai efek biologis, seperti
sebagai antioksidan, hepato-protektif, antiinflamasi, anti-α-glukosidase, dan
antikanker (Alam dan Feroz, 2014). Aktivitas biologis xanton sebagai antikanker
sangat menarik untuk dipelajari dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai
antikanker. Secara tradisional sangat sulit untuk memilih bagian kimiawi terbaik
dari senyawa yang berperan efektif dalam mengobati atau mencegah kanker.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu untuk dilakukan strategi komputasi yang
mencakup pemodelan hubungan aktivitas struktur kuantitatif (QSAR), skrining
virtual, skrining kesamaan bentuk, pencarian farmakofor, penambatan molekul, dan
ADMET (absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, dan sifat toksisitas molekul
dalam suatu organisme) serta studi untuk mengidentifikasi target protein potensial
xanton.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah aktivitas senyawa turunan xanton sebagai antikanker
berdasarkan analisa QSAR dan docking molekuler?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui aktivitas senyawa turunan xanton sebagai antikanker
berdasarkan analisa QSAR dan docking molekuler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker
Kanker merupakan sekelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
tidak terkendali sel tubuh tertentu yang berakibat merusak sel dan jaringan tubuh
lain, bahkan sering berakhir dengan kematian. Sel-sel kanker berkembang dengan
cepat. Sel-sel tersebut merusak dan menyerang jaringan tubuh melalui aliran darah
dan pembuluh getah bening sehingga dapat tumbuh dan berkembang di tempat
baru. Secara umum, kanker dapat menyerang setiap jaringan tubuh manusia kecuali
rambut dan kuku. Organ tubuh manusia yang berpotensi terkena kanker, antara lain
paru-paru, payudara, sistem reproduksi (uterus, serviks, ovarium pada wanita, dan
prostat pada pria), usus besar (kolon dan rektum), lambung, kulit, nasofaring,
kelenjar getah bening, hati, otak, darah, dan rongga mulut (Hendry, 2007;
Wijayakusuma, 2005).
Sel yang abnormal (sel kanker) muncul sebagai akibat dari adanya suatu
mutasi. Umumnya, pada permukaan sel tersebut akan terekspresi suatu protein
asing yang dapat memicu respons imun baik respons imun humoral maupun respon
imun seluler. Respon imun humoral tampaknya kurang mampu mengeksekusi sel
kanker karena sel kanker mempunyai kemampuan untuk menyembunyikan
epitopnya dari perrmukaan sel, sehingga sel kanker tersebut tidak dapat dikenali
oleh antibody. Sel-sel abnormal tersebut bermultiplikasi tanpa kontrol, serta dapat
menginvasi jaringan sekitarnya, organ yang dekat maupun organ yang yang jauh
(Sudiana, 2008). Kanker diklasifikasikan menjadi lima kelompok besar yaitu
sebagai berikut:
Jenis Kanker Keterangan
Karsinoma Kanker yang berasal dari kulit atau jaringan
yang menutupi organ internal.

Sarkoma Kanker yang berasal dari tulang, tulang


rawan, lemak, otot, pembuluh darah, atau
jaringan ikat.
Limfoma Kanker yang berasal dari kelenjar getah
bening dan jaringan sistem kekebalan tubuh.
Adenoma Kanker yang berasal dari tiroid, kelenjar
pituitari, kelenjar adrenal, dan jaringan
kelenjar lainnya.
Leukemia Kanker yang berasal dari jaringan
pembentuk darah seperti sumsum tulang dan
sering menumpuk dalam aliran darah.
Tabel 1. Klasifikasi Kanker (National Cancer Institute, 2021)
Mekanisme terjadinya kanker ada tiga tahap perubahan yaitu tahap inisiasi,
promotor, dan survival (progresif). Pada tahap inisiasi, sel normal berpotensi
berubah menjadi sel kanker akibat rangsangan karsinogen sebagai inisiator.
Inisiator dapat langsung merubah DNA atau melalui metabolisme sel sehingga
DNA pecah. Di tahap ini perubahan bersifat ireversibel. Selanjutnya, pada tahap
promotor karsinogen akan mengubah sel terinisiasi menjadi sel kanker dan bersifat
reversibel. Setelah itu, pada tahap survival (progresif) akan terjadi pembelahan sel
yang tidak terkendali, tanpa memerlukan inisiator atau promotor. Sel kanker
menghasilkan faktor angiogenesis yaitu faktor pertumbuhan vaskuler untuk nutrisi
sel kanker (Octavinna dkk., 2018).
2.2 Xanthon
Xanthon merupakan kelompok senyawa bioaktif yang mempunyai struktur
cincin 6 karbon dengan kerangka karbon lengkap. Senyawa ini terdiri dari cincin
aromatik trisiklik yang disubstitusi dengan bermacam-macam gugus fenolik,
metoksi, dan isoprene. Xanthon tergolong derivat dari difenil-gamma-pyron yang
memiliki nama IUPAC 9H-xantin-9-on. Titik didih dari xanton adalah sebesar
350˚C. Xanthon hanya disintesis oleh sebagian kecil tumbuhan tinggi, tumbuhan
paku, jamur, dan tumbuhan lumut. Sebagian besar xanthon ditemukan pada
tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku, yaitu Guttiferae (manggis-
manggisan), Moraceae, Polygalaceae, dan Gentianaceae yang merupakan suku
anggota tumbuhan berbunga (Maligan dkk., 2018). Berikut ini merupakan struktur
dasar dari senyawa xanthon:
Gambar 1. Struktur Dasar Senyawa Xanthon (Male dkk., 2018)
Xanthon memiliki kandungan senyawa yang meliputi mangostin,
mangostenol, mangostinon A, mangostenon B, trapezifolixanthone, tovophyllin B,
alfa-mangostin, beta-mangostin, garcinon B, mangostanol, flavonoid epicatechin,
dan gartanin. Dari seluruh senyawa yang ada, turunan xanthon berupa alfa-
mangostin merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada kulit manggis.
Selain itu, alfa-mangostin juga memiliki aktivitas biologi yang paling baik.
Xanthon dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu xanthon teroksigenasi,
xanthon dialkilasi, dan xanthon glikosida (Syamsudin, 2005).
Xanton berasal dari golongan senyawa bioflavonoid yang bersifat
antiproliferasi sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan sel
kanker. Aktivitas anti-kanker dari senyawa berhubungan dengan perancah trisiklik
dari senyawa itu sendiri, tetapi bervariasi tergantung pada sifat dan atau posisi
substituent yang berbeda. Xanton dengan aktivitas anti-kanker yang tinggi
mengandung fungsi tetraoksigen akan memunculkan peningkatkan aktivitas
sitotoksik. Aktivitas anti-kanker yang berasal dari xanton antara lain penangkapan
siklus sel, menekan proliferasi sel kanker, menginduksi apoptosis dan diferensiasi,
mengurangi peradangan serta menghambat adhesi, invasi dan metastasis sel kanker
tersebut.
Aktivitas anti-kanker xanton pertama kali diamati pada tahun 1993 pada sel
limfoblast, lalu kemudian diamati pada sel leukemia HL60, K562, NB4, dan U937.
Pada sel-sel leukemia, α, β dan γ mangostin efektif meskipun pada dosis yang
rendah, yaitu kurang dari 10 μM. Senyawa α-mangostin pada xanton menunjukkan
aktivitas penghambatan terkuat dalam semua cell line yang diuji, terutama pada sel
HL60, NB4 dan U937 dengan penekanan penuh pada pertumbuhan sel. Nampaknya
senyawa α-mangostin menargetkan sel-sel leukemia secara istimewa (Putri, 2015)
2.3 Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas (HKSA)
Salah satu upaya dalam pengembangan obat baru adalah dengan analisis
Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas (HKSA) atau Quantitative Structure-
Activity Relationship (QSAR) sebagai panduan dalam memodifikasi senyawa yang
potensial sebagai antikanker. Analisis QSAR menjadi sarana untuk mengaitkan
aktivitas biologis suatu senyawa antikanker dengan deskriptor fisikokimiawi
molekulnya. Tujuannya adalah untuk memprediksi aktivitas senyawa atau molekul
tertentu dan mengetahui pengaruh deskriptor molekul tersebut terhadap aktivitas
biologisnya. Hasil kajian QSAR menghasilkan persamaan yang menggambarkan
bagian dari struktur kimia senyawa yang memberikan kontribusi paling besar
terhadap aktivitas biologis prediksi (secara teoritis dan perhitungan komputer).
Salah satu senyawa yang potensial untuk dikembangkan sebagai antikanker adalah
senyawa turunan xanthon (Miladiyah dkk., 2016).
BAB III
METODE
Metode penelitian berdasarkan Alam and Khan (2014) meliputi beberapa hal
sebagai berikut:
3.1 Pembersihan Struktur
Pembersihan struktur senyawa yang memiliki aktivitas anti kanker dilakukan
menggunakan perangkat lunak ChemBioDraw Ultra versi 12.0 (2010)
(PerkinElmer Informatics, Waltham, MA, USA). Langkah pertama yaitu struktur
dua dimensi (2D) diubah menjadi struktur tiga dimensi (3D) dengan menggunakan
modul konverter ChemBio3D Ultra. Selanjutnya Struktur 3D yang terbentuk
energinya akan di minimisasi energi. Minimisasi energi tersebut akan dilakukan
dalam dua langkah. Langkah pertama yaitu melakukan minimisasi energi dengan
menggunakan mekanika molekuler-2 (MM2) hingga diperoleh nilai gradien Root
Mean Square (RMS) menjadi lebih kecil dari 0.100 kkal/mol/Å. Selanjutnya pada
langkah kedua, senyawa MM2 (dinamika) yang akan diminimalkan dioptimasi
ulang dengan menggunakan perangkat lunak MOPAC (Molecular Orbital Package,
Chem-BioDraw Ultra version12.0 (2010)) hingga gradien RMS mencapai nilai
yang lebih kecil dari 0,0001 kkal /mol/Å.
3.2 Pengembangan Parameter untuk Model QSAR
Permodelan QSAR yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu permodelan
QSAR berbasis garis sel kanker (cancer cell line-based). Dalam pengembangan
model QSAR ini terlah terkumpul total 64 senyawa dengan aktivitas antikanker
yang telah dilaporkan terhadap garis sel kanker serviks manusia (HeLa) sebagai
data. Pemilihan senyawa tersebut dilakukan atas dasar kesamaan
struktur/farmakofor atau kelas kimia. Selanjutnya model akan dikembangkan
berdasarkan metode regresi linier berganda bertahap maju. Model QSAR yang
dihasilkan akan menunjukkan koefisien regresi yang tinggi. Model divalidasi
dengan menggunakan senyawa uji acak dan dievaluasi kekokohan prediksinya
melaluikoefisien validasi silang.Berbagai deskriptor seperti sterik, elektronik, dan
termodinamika dihitung oleh perangkat lunak Scigress Explorer (Fujitsu, Tokyo,
Jepang). Untuk validasi modelQSAR, digunakan metode leave one out. Model
terbaik dipilih berdasarkan berbagai parameter statistik, seperti kuadrat dari
koefisien korelasi (R2), dan kualitas setiap model diperkirakan dari koefisien
korelasi kuadrat yang divalidasi silang (rCV2).
3.3 Perhitungan Statistik yang Digunakan Dalam Pemodelan QSAR
Perhitungan persamaan QSAR dilakukan dengan menggunakan metode
regresi linier berganda bertahap dengan menambahkan satu variable pada satu
waktu dan menguji setiap penambahan untuk signifikansi. Hanya variabel yang
ditemukan signifikan yang digunakan dalam persamaan QSAR. Metode regresi ini
sangat berguna ketika jumlah variabel besar dan ketika deskriptor kunci tidak
diketahui. Dalam mode maju, perhitungan dimulai tanpa variabel dan membangun
model dengan memasukkan satu variabel pada satu waktu ke dalam persamaan.
Sedangkan dalam mode mundur, perhitungan dimulai dengan semua variabel yang
disertakan dan menjatuhkan variabel satu per satu hingga perhitunganselesai.
Namun, perhitungan regresi mundur dapat menyebabkan overfitting.
3.4 Koefisien Korelasi Regresi Berganda
Variasi dalam data diukur dengan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi
digunakan untuk seberapa baik persamaan dengan data. Suatu relasi yang sempurna
memiliki r=+1 (berkorelasi positif) atau -1 (berkorelasi negatif); tidak ada korelasi
yang memiliki r=0. Koefisien regresi, r2, kadang-kadang dikutip, dan ini
memberikan fraksi varians (dalam persentase) yang dijelaskan oleh garis regresi.
Semakin tersebar titik-titik data, semakin rendah nilai r. Indikator kesesuaian
dengan garis regresi dapat dihitung dengan 2 persamaan:
(1) R2= (jumlah kuadrat deviasi dari garis regresi)/(jumlah kuadrat deviasi
dari mean)
(2) R2= (varians regresi)/(varians asli)
Varians regresi didefinisikan sebagai varians asli dikurangi varians di sekitar garis
regresi. Sedangkan varians asli adalah jumlah kuadrat jarak data asli dari mean.
3.5 Validasi Persamaan QSAR dan Data
Koefisien cross-validasi, RCV2,dapat dihitung dengan rumus berikut:
Nilai y1 dan yj merupakan nilaiyang terukur dan prediksi dari masing-masing
variabel terikat. Sedangkan yz merupakan nilai rata-rata variable dependen dari set
yang dibuat.
3.6 Leave One Out Cross-Validation (LOOCV)
LOOCV merupakan salah satu metode yang paling efektif untuk validasi
model dengan set data pelatihan kecil. Di sini, pelatihan dilakukan dengan ukuran
data (N-1) dan menguji sisanya, di mana N mewakili kumpulan data yang lengkap.
Dalam metode LOOCV, pelatihan dan pengujian diulang selama N jumlah waktu,
sehingga lulus setiap data individu melalui proses pengujian.
3.7 Perancangan Virtual Baru Untuk Turunan Xanthone
Sebanyak 50 senyawa dirancang secara virtual dan kemudian divalidasi.
Model QSAR digunakan untuk memprediksi respons biologis terhadap struktur
kimia ini.
3.8 Aturan Lima Filter
Semua struktur kimia dievaluasi untuk ketersediaan bio oral yang baik agar
menjadi senyawa mirip obat yang efektif, tunduk pada aturan lima Lipinski.
Menurut aturan ini, molekul mirip obat tidak boleh memiliki lebih dari satu
pelanggaran berikut:
• Tidak lebih dari lima donor ikatan hidrogen
• Tidak lebih dari sepuluh akseptor ikatan hidrogen
• Berat molekul tidak lebih dari 500
• LogP tidak lebih dari 5
3.9 Persiapan Protein
Persiapan protein meliputi memasukkan atom yang hilang dalam residu yang
tidak lengkap, menghapus konformasi alternatif (ketidakteraturan), menghilangkan
air, menstandarisasi nama atom, memodelkan daerah loop yang hilang, dan
memprotonasi residu yang dapat dititrasi dengan menggunakan pK yang diprediksi
(ukuran logaritmik negatif dari konstanta disosiasi asam). CHARMM (Kimia di
Harvard makromolekul Mekanika; Cambridge, MA, USA) digunakan untuk
mempersiapkan protein dengan energi -31,1116, RMS awal energi gradien dari
181,843, dan jaringan jarak 0,5 angstrom (Å). Atom hidrogen ditambahkan sebelum
pemrosesan. Digunakan koordinat protein dari struktur kristal Top2A (PDB
[Protein Data Bank] ID: 1ZXM) Rantai A yang ditentukan pada resolusi 1,87.
3.10 Docking Protein-Ligan
Studi molekuler doking dilakukan untuk menghasilkan pose pengikatan
bioaktif inhibitor di situs aktif enzim dengan menggunakan program LibDock dari
Discovery Studio versi 3.5 (Accelrys, San Diego, CA, AS). LibDock menggunakan
fitur situs protein, disebut sebagai hot spot, yang terdiri dari dua jenis (polar dan
apolar). Pose ligan ditempatkan ke situs interaksi reseptor polar dan apolar. Dalam
studi saat ini, Medan Gaya Molekuler Merck digunakan untuk meminimalkan
energi ligan. Lingkup pengikatan terutama didefinisikan sebagai semua residu
target dalam jarak 5 dari situs pengikatan pertama. Di sini, situs pengikatan ATP
digunakan untuk menentukan situs aktif, yang disebut sebagai hot spot. Algoritma
Conformer berdasarkan Energy Screening And Recursive build-up (CAESAR)
digunakan untuk menghasilkan konformasi. Kemudian, smart minimizer digunakan
untuk minimisasi ligan in situ. Semua docking dan parameter penilaian konsekuen
lainnya yang digunakan disimpan pada pengaturan default.
3.11 Validasi menggunakan AutoDock Vina
AutoDock Vina merupakan perangkat lunak (Scripps Research Institute, La
Jolla, CA, USA) yang juga digunakan dalam studi docking molekuler untuk
memvalidasi skor LibDock. Situs pengikatan dan reseptor yang sama yang
digunakan dalam program LibDock digunakan untuk penelitian ini. Program
docking mengambil format file ligan dan reseptor PDBQT, file PDB yang
dimodifikasi, yang telah menambahkan hidrogen polar dan muatan parsial.
Parameter docking lainnya diatur ke nilai default perangkat lunak.
3.12 Parameter Farmakokinetik
ADMET mengacu pada sifat penyerapan, distribusi, metabolisme, ekskresi,
dan toksisitas molekul dalam suatu organisme, dan diprediksi menggunakan
descriptor ADMET di Discovery Studio 3.5 (Accelrys). Dalam modul ini, enam
model matematika (kelarutan dalam air, penetrasi sawar darah-otak, penghambatan
sitokrom P450 2D6, hepatotoksisitas, penyerapan usus manusia, dan pengikatan
protein plasma) digunakan untuk memprediksi secara kuantitatif sifat dari
seperangkat aturan yang menentukan karakteristik ADMET dari struktur kimia
molekul. Deskriptor ADMET ini memungkinkan untuk menghilangkan senyawa
dengan karakteristik ADMET yang tidak menguntungkan sejak dini untuk
menghindari reformulasi yang mahal, lebih disukai sebelum sintesis, dan juga
membantu untuk mengevaluasi penyempurnaan structural yang diusulkan yang
dirancang untuk meningkatkan sifat ADMET.
3.13 Validasi Aksesibilitas Sintetis Untuk Senyawa Hit Menggunakan
SYLVIA
Skor aksesibilitas sintetis untuk senyawa hit digunakan untuk memvalidasi
kemungkinan sintetis. Untuk itu, program SYLVIA-XT 1.4 (Molecular Networks,
Erlangen, Jerman) digunakan untuk menghitung aksesibilitas sintetik senyawa.
Penilaian aksesibilitas sintetis senyawa organic menggunakan SYLVIA
memberikan skor pada skala dari 1 (sangat mudah untuk disintesis) hingga 10
(kompleks dan menantang untuk disintesis). Sejumlah kriteria, seperti kompleksitas
sistem cincin, kompleksitas struktur molekul, jumlah pusat stereo, kesamaan
dengan senyawa yang tersedia secara komersial, dan potensi untuk menggunakan
reaksi sintetik yang kuat telah ditimbang secara independent untuk memberikan
nilai tunggal untuk aksesibilitas sintetik.
3.14 Toksisitas
Untuk memprediksi berbagai toksisitas yang sering digunakan dalam
pengembangan obat, dihitung melalui parameter/protocol TOPKAT menggunakan
Accelrys DS 3.5. Prediksi tersebut dapat membantu dalam mengoptimalkan rasio
terapeutik senyawa timbal untuk pengembangan lebih lanjut dan menilai potensi
masalah keamanannya. Selain itu juga membantu dalam mengevaluasi zat antara,
metabolit, dan polutan, bersama dengan pengaturan kisaran dosis untuk pengujian
hewan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Xanthon (9H-xanthene-9-one) adalah sebuah heterosiklik dengan dibenzo-
γ-pyrone sebagai struktur utamanya. Komponen aktif dasarnya terdapat tulang
planar trisiklik dengan satu cincin piran yang tergabung dengan dua cincin fenil
pada kedua sisinya. Komponen xanthon dilaporkan memiliki berbagai macam
aktivitas farmakologi, seperti antibakteri, antivirus, anticacing, antiprotozoa,
hepatoprotektif, antiinflamasi, dan antikanker.

Gambar 2. Struktur dasar Xanthon


Studi sebelumnya menunjukkan bahwa xanthon digadang-gadang memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai antikanker. Penelitian oleh Alam & Khan
(2014) telah mempelajari hubungan antara struktur dan aktivitas xanthon sebagai
antikanker dengan metode QSAR. Hasil QSAR menghasilkan akurasi hubungan
aktivitas-deskriptor sebesar 84% dengan nilai koefesien regresi (r2 = 0.84), serta
prediksi aktivitas yang tinggi dengan akurasi 82%. Deskriptor molekuler tersebut
terdiri atas energy dielektrik, jumlah gugus hidroksil, LogP, indeks bentuk dasar
(urutan 3), dan luas permukaan yang dapat ditembus pelarut dikorelasikan dengan
aktivitasnya sebagai antikanker. Persamaan matematis model QSAR menunjukkan
hubungan aktivitas eksperimental in vitro dengan konsentrasi penghambatan 50%
populasi (IC50) sebagai variable dependen dan deskriptor sebagai variable
independen.
Prediksi Log IC50
(pIC50) (µM) = +2.19682 × energy dielektrik
+0.22309 × jumlah gugus hidroksil
-0.543107 × LogP
-0.469003 × dasar indeks bentuk (order 3)
+0.0175389 × pelarut-luas permukaan yang dapat ditembus
+2.57271.
Nilai rCV2 yang diperoleh adalah 0.82, yang mana mengindikasikan model
QSAR turunan memiliki akurasi prediksi 82%, sedangkan nilai r2 0.84 yang
menunjukkan adanya korelasi diantara aktivitas (variable dependen) dan deskriptor
(variable independen) sebesar 84%. Berdasarkan rumus di atas, hubungan antara
deskriptor dan aktivitas dapat didefinisikan, yang mana peningkatan energy
dielektrik, jumlah gugus hidroksil, dan pelarut-luas permukaan yang ditembus
semakin besar maka aktvitas akan semakin meningkat. Namun apabila nilai LogP
dan sadar indeks bentuk semakin meningkat maka akan menurunkan aktivitasnya.
Interaksi elektrostatik terjadi akibat adanya muatan elektron pada molekul.
Penelitian oleh Miladiyah et al (2018) menyebutkan bahwa modifikasi structural
pada cincin aromatic C khususnya posisi C1 dan C2 diprediksi meningkatkan
aktivitas sitotoksiknya. Oleh karena itu, modifikasi struktur disarankan pada cincin
A. Selain itu, peningkatan gugus hidroksil pada senyawa xanthon juga tidak
mempengaruhi peningkatan aktivitas sitotoksik.

Gambar 3. Plot regresi yang Merepresentasikan training, testing,


dan model cross-validation
Multiple regresi linier pada model QSAR digunakan untuk memprediksi
antikanker turunan xanthon. Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas
penghambatan turunan xanthon terhadap sel HeLa yang divalidasi oleh komponen
Xan-1, Xan-2, Xan-3, dan Xan-4. Menggunakan multiple regresi linier QSAR
model matematis, yang dikembangkan untuk memprediksi aktivitas terhadap sel
HeLa, didapatkan hasil prediksi aktivitas antikanker dari beberapa design baru
turunan xanthon. Prediksi nilai IC50 komponen X-19, X-44, X-45, dan X-49 berturut
– turut yaitu 7.94 µM, 0.63 µM, 2.51 µM, dan 0.16 µM. Model QSAR
mengkuantifikasi aktivitas dan kimia deskriptor serta memprediksi konsentrasi
hambatan (log IC50) dari masing – masing derivate, yang mana ini mengindikasikan
rentang potensial aksi penghambatan turunan xanthon.

Tabel 2. Skrining target derivat xanthon/ inhibisi Top2A


dan heLasel kanker manusia
Mengikuti perkembangan dari model dan penyaringan melalui aturan 5
Lipinski, analisis pertama pada Top2A dan 5 sisi aktif telah diperoleh. Dari 5 sisi
binding sites tersebut, dipilih satu dengan situs pengikatan ATP. Untuk mengetahui
rekognisi liganda pada Top2A, maka dilakukan docking dengan
inihibitor/antikanker doxorubicin yang telah diketahui kemudian dilanjutkan
dengan 34 senyawa aktif yang telah didesign. Dari 34 senyawa tersebut, 20 gagal
untuk didocking dan 3 menunjukkan skor rendah dari kontrol. Program docking
menghasilkan beberapa pose dengan orientasi yang berbeda dari sisi aktif yang
telah ditentukan. Semua pose tersebut menghasilkan skor LibDock yang berbeda.
Komponen X-12, X-19, X-29, X-32, X-35, X-39, X-40, X-44, X-45, X-48, dan X-
49 dipilih sebagai komponen kandidat berdasarkan skor docking tertinggi yang
dibandingkan dengan doxorubicin. Analisis kompleks protein liganda
mengungkapkan residu yang terdapat pada binding site, termasuk asam amino
residu, air, dan atom logam. Diagram 2D menunjukkan variasi interaksi seperti
ikatan hydrogen, interaksi muatan atom, dan interaksi pi-sigma diantara residu
sekitar dan liganda. Perbedaan interaksi dibedakan berdasarkan warnanya, semisal
warna pink menunjukkan interaksi elektrostatik, ungu menunjukkan ikatan
kovalen, dan hijau menunjukkan ikatan van der Waals. Aksesibilitas pelarut oleh
atom liganda dan residu asam amino ditunjukkan dengan warna biru terang
berbayang disekitar atom atau residu. Bayangan yang tinggi menunjukkan lebih
banyak terpapar oleh pelarut. Aktivitas penghambatan dari xanthon dijelaskan oleh
dua faktor utama yakni H-bond dan interaksi pi-sigma.

Gambar 4. (A) Model struktur DNA Top2A dengan ATP binding


site (kuning) dan (B) Residu ATP binding site pocket
Untuk mengevaluasi pengikatan pada sebuah ruang reseptor, protocol skor
liganda pose digunakan untuk menilai fungsi untuk skor LibDock, Jain, LigScore
1, LigScore 2, PLP, dan PMF 04. Ikatan hydrogen dan interaksi residu pi-sigma
juga disediakan.

Studi docking terbukti menjanjikan, sehingga sifat farmakokinetik juga


dihitung untuk memeriksa kepatuhan senyawa studi dengan kisaran standar. Pada
penelitian ini, parameter yang dihitung yaitu kelarutan air, penetrasi sawar darah-
otak, pengikatan sitokrom P450 2D6, hepatotoksisitas, penyerapan usus, dan
pengikatan protein plasma. Perhitungan sifat-sifat ini dimaksudkan sebagai langkah
pertama untuk menganalisis entitas kimia baru untuk memeriksa kegagalan
kandidat timbal, yang dapat menyebabkan toksisitas atau dimetabolisme oleh tubuh
menjadi bentuk yang tidak aktif atau yang tidak dapat melewati membran. Profil
farmakokinetik dari semua senyawa yang diselidiki diprediksi melalui enam model
ADMET yang telah dihitung sebelumnya dan disediakan oleh program Accelrys
Discovery Studio. Hasil analisis ini dilaporkan pada tabel dan biplot dibawah ini:

Tabel 3. Kepatuhan senyawa dengan parameter teoritis bioavailabilitas oral dan


sifat kemiripan obat (Alam and Khan, 2014)

Gambar 5. Plot PSA versus LogP untuk senyawa kandidat yang menunjukkan
elips batas kepercayaan 95% dan 99% yang sesuai dengan model sawar darah-
otak dan penyerapan usus (Alam and Khan, 2014)
Biplot menunjukkan dua elips kepercayaan masing-masing sebesar 95%
dan 99% untuk penetrasi sawar darah-otak dan model penyerapan usus manusia.
Polar Surface Area (PSA) terbukti memiliki hubungan terbalik dengan persen
penyerapan usus manusia, dan dengan demikian permeabilitas dinding sel telah
dibuktikan. Ketika dilakukan perhitungan PSA sebagai deskriptor kimia untuk
transpor molekul pasif melalui membran, hasil menunjukkan senyawa hit memiliki
nilai PSA yang lebih rendah daripada doxorubicin, tetapi masih dalam batas, yaitu
< 140 Å2. Prediksi kelarutan dalam air (didefinisikan di air pada 25°C)
menunjukkan bahwa senyawa hit larut dalam air. Nilai logP yang merupakan
ukuran lipofilisitas dan merupakan rasio kelarutan senyawa dalam oktanol dengan
kelarutan dalam air ditemukan berada dalam kisaran hit dan mengikuti aturan lima
Lipinski yang melibatkan ketersediaan hayati oral yang lebih baik. Proses ekskresi
juga tergantung LogP. Senyawa hit terikat pada protein pembawa dalam darah,
dimana pengikatan ini menunjukkan efisiensi obat. Obat harus diberikan secara oral
dimana hasil menunjukkan senyawa dapat dengan mudah diserap oleh usus
dibandingkan dengan doxorubicin. Senyawa hit ditemukan sebagai non-inhibitor
sitokrom P450 2D6 (CYP2D6). Enzim CYP2D6 adalah salah satu enzim penting
yang terlibat dalam metabolisme obat (Alam and Khan, 2014).
Studi docking lebih lanjut dilakukan melalui AutoDock Vina untuk
memvalidasi skor LibDock. Studi docking dengan DNA Top2A (PDB:1ZXM)
mengungkapkan bahwa senyawa final hit telah menunjukkan afinitas pengikatan
yang tinggi, dibandingkan dengan obat antikanker standar doxorubicin.
Aksesibilitas sintetis dari senyawa juga diukur menggunakan program SYLVIA-
XT 1.4 untuk lebih memvalidasi senyawa ini. Aksesibilitas sintetik dari obat
doxorubicin yang diketahui dihitung untuk tujuan perbandingan. Skor SYLVIA
untuk final hits menggambarkan bahwa senyawa ini dapat disintesis dengan mudah
(Alam and Khan, 2014).

Tabel 4. Fungsi penilaian LibDock, skor aksesibilitas sintetis SYLVIA, dan


afinitas pengikatan AutoDock dari inhibitor turunan xanthone potensial yang
diidentifikasi untuk DNA Top2A (Alam and Khan, 2014).
BAB V
KESIMPULAN
Xanton memiliki aktivitas sebagai antikanker. Turunan xanthon dianalisis
dengan pemodelan QSAR dengan regresi berganda terhadap sel kanker manusia
HeLa dan senyawa antikanker ditargetkan pada Top2A. Berdasarkan pemodelan
QSAR, docking, parameter ADMET, aksesibilitas sintetis senyawa turunan
xanthon yang ditargetkan sebagai antikanker yaitu X-19, X-44, X-45, dan X-49.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S., Feroz Khan. 2014. QSAR and Docking Studies on Xanthone Derivatives
for Anticancer Activity Targeting DNA Topoisomerase IIα. Drug Design,
Development and Therapy. 8: 183–195.
Ananto, A. D., H. Muliasari, dan S. Hadisputra. 2020. Desain Senyawa Turunan
Meisoindigo Baru Sebagai Anti Kanker Payudara. Majalah
Farmaseutika.16(1): 9-15.
Hendry, N. 2007. Pencegahan dan Terapi Kanker. Jakarta: Balai Pustaka.
NCI (National Cancer Institute). Breast Cancer. 2018.
https://www.cancer.gov/types/breast/hp. Diakses pada tanggal 10 Oktober
2021.
Maligan, J.M., F. Chairunnisa, S.N. Wulan. 2018. Peran Xanthon Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Agen Antihiperglikemik. Jurnal
Ilmu Pangan dan Hasil Pertanian. 2(2): 99 – 106.
Male, Y.T., I.W. Sutapa, dan Y.A.D. Pusung. 2018. Prediksi Potensi Antikanker
Senyawa Turunan Xanthon Menggunakan Hubungan Kuantitatif Struktur dan
Aktivitas (HKSA). Chem. Prog. 11(2): 1 – 6.
Miladiyah, I., I. Tahir, Jumina, S. Mubarika, dan Mustofa. 2016. Hubungan
Kuantitatif Struktur dan Aktivitas Sitotoksik Senyawa Turunan pada Sel
Kanker Hepar-HepG2. Molekul. 11(2): 143-157.
Miladiyah, I., J. Jumina, S.M. Haryana, and M. Mustofa. 2018. Biological Activity,
Quantitative Structure–Activity Relationship Analysis, and Molecular
Docking of Xanthone Derivatives as Anticancer Drugs. Drug Design,
Development and Therapy. 12: 149–158.
Octavinna, N., A. Zuhrotun, dan A.Y. Chaerunnisa. 2018. Aktivitas Senyawa Aktif
Michelia champaca sebagai Inhibitor Topoisomerase Antikanker.
Farmaka: 185 – 195.
Pangribowo, S. 2019. Beban Kanker Indonesia. Jakarta: Pusat Data Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
Putri, N.D. 2015. Effectivity of Xanthones in Mangoesteen’s Pericarp to Inhibiting
Formation of Cancer Cellls. J. Majority. 4(3): 76 – 81.
Sudiana, I.K. 2008. Patobiologi Molekular Kanker. Jakarta: Salemba Medika.
Syamsudin. 2005. Kemataksonomi dan Farmakologi Tumbuhan Keluarga
Guttiferae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 3(2): 88 – 91.
Wijayakusuama, H. 2005. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta: Puspa
Swara.

Anda mungkin juga menyukai