Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan gigi sebagai bagian dari kesehatan badan, ikut berperan

dalam menentukan status kesehatan seseorang (Tantursyah, 2009). Namun,

masalah gigi masih banyak dikeluhkan baik oleh anak-anak maupun dewasa

yang tidak seharusnya dibiarkan hingga parah karena dapat menimbulkan

masalah baru khususnya bagi anak-anak (KEMENKES RI, 2016).

Kelompok umur yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam

menjaga kesehatan gigi adalah usia anak pra sekolah (3-6 tahun), dimana

anak pra sekolah masih belum mengerti pentingnya untuk merawat

kebersihan gigi dan mulut (Siswanto, 2010). Perilaku kesehatan dalam

merawat kesehatan gigi dapat ditimbulkan dengan melakukan kebiasan-

kebiasaan yang terbentuk karena pengaruh sikap dan tingkah laku orang tua

(Suryani & Hesty, 2008).

Orang tua merupakan bagian dari keluarga yang memiliki peran yang

sangat penting dalam tahap perawatan atau pemeliharaan kesehatan anaknya

(Effendi, Ferry & Makhfudi, 2009). Banyak orag tua beranggapan bahwa gii

susu hanya sementara dan akan digantikan oleh gigi geligi tetap sehingga

seringkali mereka menganggap bahwa kerusakan gigi susu karena oral

hygiene yang buruj bukan suatu masalah (DEPKES RI, 2006).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization

(WHO) pada tahun 2014 terdapat karies gigi di negara-negara Eropa,

Amerika, Asia (WHO, 2014). Anak usia sekolah di seluruh dunia

1
2

diperkirakan 90 % pernah menderita karies, prevaliensi terendah terdapat di

Afrika.

Data yang dirilis Departemen Kesehatan (Depkes) dari Riskesdas 2013

prevalensi nasional masalah gigi adalah 25,9 % dan persentase penduduk

yang menrima perawatan atau pengobatan gigi dari tenaga medis gigi

meningkat dari tahun 2007 (6,9%) menjadi 8,1% tahun 2013. Data yang di

peroleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jombang, prevalensi gangguan

kesehatan gigi terbanyaak ada di Puskesmas Jelak Ombo usia 5-6 tahun

yaitu 89 anak (Dinkes, 2017).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal

01 Maret 2018 pada 10 orang tua anak prasekolah di TK Muslimat

Parimono, 6 orang tua mengatakan tidak memantau anaknya melakukan

aktivitas sikat gigi. Sehingga menunjukkan bahwa kurangnya peran orang

tua terhadap anak dalam melakukan aktifitas menggosok gigi dengan baik

dan benar.

Anak usia prasekolah sebagian besar menghabiskan waktu mereka

dengan orang tua atau pengasuh mereka, khususnya ibu. Hal inilah yang

menunjukkan bahwa pemeliharaan kesehatan gigi mulut anak dan hasilnya

dipengaruhi oleh pengetahuan ibu dan apa yang dipercayainya. Pengenalan

dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini merupakan sesuatu hal yang

kadang-kadang menimbulkan rasa kekhawatiran pada setiap ibu. Para ibu

mempunyai kekhawatiran bagaimana cara mempersiapkan anak untuk

mempersiapkan anak-anaknya saat menerima perawatan gigi. Selain itu para

ibu juga merasakan kekhawatiran apabila telah melihat ada kelainan pada
3

gigi anaknya. Rasa khawatir tersebut dapat ditanggulangi dengan cara

mempersiapkan para calon ibu, dan para ibu dalam mengambil langkah-

langkah apa yang dapat dilakukan di dalam mengenalkan perawatan gigi

pada anaknya serta menambah pengetahuan para ibu mengenai kelainan-

kelainan pada gigi dan mulut anak yang sering ditemukan (Riyanti., 2012).

Orang tua harus mengetahui cara merawat gigi anaknya tersebut, dan juga

harus mengajari anaknya cara merawat gigi yang baik. Peran yang aktif dari

orang tua akan menjadikan anak terbiasa melaksanakan gosok gigi secara

rutin. Peran orang tua yang mengasuh, mendidik, dan mendorong, serta

mengawasi anak dalam merawat kebersihan gigi penting dalam mencegah

terjadinya karies (Sariningsih, 2012).

Teori Lawrence Green menyatakan bahwa status kesehatan gigi

seseorng dipengaruhi oleh empat factor penting yaitu keturunan, lingkungan

(fisik maupun budaya), perilaku, serta pelayanan kesehatan. Dari factor-

faktor tersebut, perilaku sangat berperan dalam mempengaruhi status

kesehatan gigi secara langsung (Anitasari & Rahayu, 2005). Salah satu

contoh perilaku orang tua yaitu dengan mengajarkan anak tentang waktu

yang tepat dan cara yang baik untuk menggosok gigi serta selalu

mengingatkan agar setelah mengkonsumsi makanan manis sebaiknya segera

berkumur dengan air (A Susanto, 2012) . Sehingga peran orang tua terhadap

kesehatan gigi anak sangat penting untuk mencegah terjadinya kerusakan

gigi pada anak. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin melakukan

penelitian mengenai “Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi

secara benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono”.


4

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang terjadi pada anak adalah masalah mengenai kebersihan

gigi, serta kebiasaan menggosok gigi yang benar pada anak yang kurang

diperhatikan oleh orangtua. Peneliti akan meneliti mengenai ada tidaknya

Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi secara benar pada anak

prasekolah di TK Muslimat Parimono.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya membatasi Hubungan peran orang tua dengan

menggosok gigi secara benar pada anak prasekolah di TK Muslimat

Parimono.

1.4 Rumusan Masalah

Apakah ada Hubungan peran orang tua dengan menggosok gigi secara

benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono?.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi secara benar

pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi peran orang tua dalam menggosok gigi secara

benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono.

2. Mengidentifikasi cara menggosok gigi yang benar pada anak pra

sekolah di TK Muslimat Parimono.

3. Menganalisis peran orang tua dengan menggosok gigi secara benar

pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono.


5

1.6 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Dari penelitian ini diharapkan peneliti dapat memahami hubungan

antara peran orangtua dalam membimbing menyikat gigi secara benar

pada anak dan menambah wawasan tentang pentingnya peran orang

tua dalam menyikapi kebersihan gigi seorang anak agar tidak terjadi

kerusakan pada gigi.

2. Bagi orang tua

Menambah wawasan orangtua tentang bagaimana pentingnya peran

orangtua yang baik yang dapat diterapkan pada anak dan membimbing

anak dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.

3. Bagi Institusi pendidikan

Sebagai salah satu bahan rujukan dan bacaan di perpustakaan sehingga

diharapkan dapat menambah sumber-sumber referensi, teori-teori

tentang Hubungan peran orang tua dengan menggosok gigi secara

benar pada anak.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan sebagai langkah awal untuk melakukan

penelitian selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kerusakan gigi pada anak.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Peran Orang tua

2.1.1 Pengertian Peran

Secara umum peran adalah perilaku yang dilakukan oleh

seseorang terkait oleh kedudukannya dalam struktur sosial atau

kelompok sosial di masyarakat, artinya setiap orang memiliki peranan

masing-masing sesuai dengan kedudukan yang ia miliki(L. & R., 2010).

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Peran berarti perangkat

tingkah atau karakter yang diharapkan atau dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat, sedangkan peran adalah tindakan

yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa”. Peran mencakup

tiga hal, yaitu (Soerjono, 2007) :

1. Peran meliputi norma-norma yang diungkapkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini

merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing

seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

individu masyarakat sebagai individu.

3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

sebagai struktur sosial masyarakat.

Peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap

caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu

berdasarkan status dan fungsi sosialnya . Orang tua berperan dalam

6
7

Pendidikan anak untuk menjadikan Generasi muda berkedudukan

(Suhendi & Ramdani, 2011).

2.1.2 Macam-macam Peran Orang Tua

Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan

dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu

dari anak-anak yang dilahirkannya (Miami, 2010). Orang tua

merupakan seorang atau dua orang ayah-ibu yang bertanggung jawab

pada keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan atau zigot

baik berupa tubuh maupun sifat-sifat moral dan spiritual” (Pratiwi,

2007).

Di dalam BKKBN tahun 2010(Miami, 2010) dijelaskan bahwa

peran orang tua terdiri dari:

1. Peran sebagai pendidik

Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti

penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka

dapatkan dari sekolah. Selain itu nilai-nilai agama dan moral,

terutama nilai kejujuran perlu ditanamkan kepada anaknya sejak

dini sebagi bekal dan benteng untuk menghadapi perubahan-

perubahan yang terjadi (Graha, 2007).

2. Peran sebagai pendorong

Sebagai anak yang sedang menghadapi masa peralihan,

anak membutuhkan dorongan orang tua untuk menumbuhkan

keberanian dan rasa percaya diri dalam menghadapi masalah

(Setiadi, 2008).
8

3. Peran sebagai panutan

Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak,

baik dalam berkata jujur maupun ataupun dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat (Sochib, 2010).

4. Peran sebagai teman

Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan.

Orang tua perlu lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak.

Orang tua dapat menjadi informasi, teman bicara atau teman

bertukar pikiran tentang kesulitan atau masalah anak, sehingga

anak merasa nyaman dan terlindungi (Pratiwi, 2007).

5. Peran sebagai pengawas

Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap

dan perilaku anak agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama

dari pengaruh lingkungan baik dari lungkungan keluarga, sekolah,

maupun lingkungan masyarakat (Sochib, 2010).

6. Peran sebagai konselor

Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan

nilai positif dan negatif sehingga anak mampu mengambil

keputusan yang terbaik (Gunarsa, 2010)

Selain itu peran orang tua adalah mengatur tempat belajar,

penciptaan suasana yang tentram, sehingga anak terdorong untuk

belajar.Upaya lain orang tua adalah memberikan anak perhatian yang

tinggi untuk meng upayakan anaknya berprestasi dengan menyediakan

segala kebutuhan belajar, sehingga anak akan terpanggil untuk belajar


9

dengan giat yang dirasakan sebagai panggilan hati nurani atau

komitmen. Kontrol yang diberika orang tua berupa teguran pada saat

anak tidak di rumah atau di rumah jika lalai beajar (Abu, 2010).

Disamping itu juga mendatanginya untuk menanyakan kesulitan-

kesulitan anak dan membantunya jika mengalami kesulitan belajar.

Orang tua juga membantu anak-anak untuk memilih sahabat yang

sama-sama rajin belajar dengan jalan dialog dan membuat aturan-aturan

bersama anak untuk mendorong belajarnya dan konsekuensi yang harus

diambil bila melanggar peraturan (Sochib, 2010).

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam

posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari

oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan

masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga (L. &

R., 2010) adalah sebagai berikut :

1. Peran Ayah

Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai

kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta

sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya. ayah dalam pendidikan anak-

anaknya menurut Hurerah (2007) adalah sebagai berikut :

1) Sumber kekuasaan dalam keluarga


10

2) Penghubung intern antara keluarga dengan masyarakat atau

dunia luar

3) Pemberi rasa aman bagi seluruh anggota keluarga

4) Pelindung terhadap ancaman dari luar

5) Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan

6) Pendidik dari segi rasional

Seorang ayah tak mungkin bisa berperan secara optimal

(one man show) dalam mengasuh anak-anak dengan efektif.

Mungkin saja ada seorang ayah yang seorang diri biasa mendidik

anak, namun ada banyak hambatan, kesulitan atau masalah-masalah

rumit selama menjalani proses pengasuhan tersebut. Harus diakui

bahwa peran dan tanggung jawab pengasuh tidak hanya bertumpu

pada kemampuan seorang saja, yaitu pada seorang ayah atau ibu

saja. Karena itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara seorang ayah

dan seorang ibu dalam mengasuh, mengajar, mendidik, dan membina

anak-anak dalam keluarga dengan baik (L. & R., 2010).

2. Peran Ibu

Ibu memegang peranan penting dalam pendidikan anak-anaknya.

Sejak dilahirkan ibulah yang selalu di sampingnya, memberi makan,

minum, mengganti pakaian dan sebagainya. Sesuai dengan fungsi

serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat dijelaskan

bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya menurut

(Maulani, 2010) adalah sebagai berikut :

1) Sumber dan pemberi kasih sayang


11

2) Pengasuh dan pemelihara

3) Tempat mencurahkan isi hati

4) Pengatur dalam kehidupan rumah tangga

5) Pembimbing hubungan pribadi

6) Pendidik dalam segi emosional

2.1.3 Faktor - faktor yang mempengaruhi peran orang tua terhadap

anak

Menurut Edwards (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi

peran orang tua, yakni:

1. Pendidikan orangtua

Pendidikan dan pengalaman orangtua dalam perawatan

anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan

pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk

menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara

lain: terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati

segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu

berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai

perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak

(Nursalam, 2017).

2. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak,

maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai

pola-pola pengasuhan yang diberikan orangtua terhadap

anaknya (Santrock, 2011).


12

3. Budaya

Sering kali orangtua mengikuti cara-cara yang dilakukan

oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan

masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-

pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah

kematangan. Orangtua mengharapkan kelak anaknya dapat

diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan

atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga

mempengaruhi setiap orangtua dalam memberikan pola asuh

terhadap anaknya (Anwar, 2009)

2.1.4 Cara Mengukur Peran Orang Tua

Cara pengukuran peran orang tua dengan menggosok gigi pada anak

menggunakan Kuesioner menggunakan skala guttman Peran orang tua :

Ya :1

Tidak :0

Dianalisis dengan menggunakan rumus

f
P= X 100%
N
Keterangan :
P : Prosentase
f : Jumlah jawaban
N : Jumlah soal (Riduwan, 2015)
Dengan Kriteria

Baik : Skor 76 – 100 %

Cukup : Skor 56-75 %

Kurang : Skor < 56% (Nursalam, 2013).


13

2.2 Konsep menggosok gigi

2.2.1 Pengertian Gigi

Gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras dibanding yang

lainnya. Strukturnya berlapis-lapis mulai dari email yang amat keras,

dentin (tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah,

pembuluh saraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi, gigi

merupakan jaringan tubuh yang mudah sekali mengalami kerusakan,

gigi merupakan bagian dari alat pengunyah pada sistem pencernaan

dalam tubuh manusia.

Gambar 2.1 Struktur Gigi (Irma, 2013)

2.2.2 Anatomi Gigi

Gigi terdiri dari 2 macam jaringan, ada jaringan keras dan

luarnya yaitu email dan dentin serta jaringan lunak di dalamnya yaitu

pulpa, email merupakan jaringan keras pelindung gigi yang menutupi

seluruh permukaan mahkota gigi, jaringan yang berwarna putih ini

merupakan jaringan yang paling keras didalam tubuh bahkan lebih

keras di banding tulang dan email tidak mempunyai kemampuan

untuk tumbuh kembali, jadi sekali rusak maka email tidak akan bisa

seperti semula (Rahmadhan, 2010).


14

Setiap gigi memiliki tiga bagian, mahkota gigi, leher gigi dan

akar gigi. Mahkota gigi menjulang diatas gigi, lehernya di kelilingi

gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang

sangat keras yaitu dentin, di dalam Pusat strukturnya terdapat rongga

pulpa. Gigi anak usia sekolah adalah percampuran dari gigi sulung

dengan gigi tetap /dewasa. Pertumbuhan gigi sulung yang pertama

kali didalam mulut adalah pada usia 6 - 7 bulan yaitu gigi seri bagian

bawah, kemudian dua gigi seri atas kemudian gigi geraham baru yang

terakhir gigi taring. Pada umur 2 – 3 tahun telah tumbuh lengkap

sebanyak 20 gigi (Evelyn, 2016)

Setelah anak berumur 6 tahun secara bertahap gigi sulungnya

akan mulai tanggal dan di gantikan oleh gigi tetap. Pergantian gigi

sulung ke gigi tetap tidak tumbuh secara berurutan, melainkan

berselang seling. Jumlah gigi tetap seluruhnya adalah 32 buah. Usia 6

– 12 tahun adalah masa peralihan antara gigi sulung ke gigi

tetap/dewasa. Pada usia ini didalam mulut terdapat gigi sulung yang

belum tanggal dan gigi tetap yang baru tumbuh, sehingga usia tersebut

disebut “masa gigi bercampur”. Gigi tetap akan tumbuh sempurna

pada usia sekitar 21 tahun (Aryani, 2010).

2.2.3 Bentuk Gigi

Bentuk gigi satu dan lainya tidak sama, bentuk gigi depan dan

belakang beda sesuai dengan fungsinya. Sesuai dengan fungsi gigi,

gigi dibagi menjadi empat bentuk gigi (Rahmadhan, 2010).

1. Gigi seri
15

Gigi seri terdiri dari empat gigi diatas dan empat gigi dibawah.

Jumlah seluruhnya delapan buah terletak di bagian depan dan gigi

seri mempunyai akar tunggal. Fungsi dari gigi seri adalah sebagai

memotong dan menggunting makan (Kusumawardani, 2011).

2. Gigi taring

Jumlah gigi taring adalah empat buah, terletak dua dibagian atas

dan dua dibagian bawah, yang masing masing terletak diantara gigi

seri dan gigi geraham kecil dan gigi taring berbentuk runcing.

Fungsi gigi taring adalah untuk mencabik makanan (Irma, 2013).

3. Gigi geraham kecil

Gigi geraham kecil merupakan gigi pengganti gigi geraham sulung.

Letak gigi geraham ini di belakang gigi taring, dan berjumlah

delapan buah yaitu empat di atas dan empat di bawah. Fungsi gigi

geraham kecil adalah menghaluskan makanan (Ghofur, 2012).

4. Gigi geraham besar

Gigi geraham besar terletak di belakang gigi geraham kecil. Jumlah

gigi ini adalah dua belas buah, yaitu enam gigi di atas dan enamgigi

di bawah. Fungsi gigi geraham ini adalah untuk menggiling

makanan (Agus Susanto, 2007).

2.2.4 Jenis gigi

1. Gigi susu /Gigi Decidui/Temporary Teeth/Deciduous Teeth

Pada Dasarnya erupsi atau keluarnya gigi susu pertama di usia 6-8

bulan, umumnya diawali oleh keluarnya gigi seri tengah bawah, lalu

secara berurutan gigi seri tengah atas, gigi seri llateral atas gigi seri
16

lateral bawah, geraham susu pertama, gigi taring dan geraham susu

kedua, proses erupsinya tidak sekaligus, melainkan satu persatu dan

kadang ada juga yang sepasang-sepasang, umumnya ketika anak

berusia1 tahun mempunyai 6-8gigi susu dan akan menjadi lengkap

berjumlah 20 gigi susu pada usia 18 buan atau 2 tahun

(Kusumawardani, 2011).

Gambar 2.2 Gigi Susu (Kusumawardani, 2011).

2. Gigi permanen/ Gigi tetap/ Gigi dewasa

Gigi tetap pertama biasanya muncu sekitar usia 6 tahun, jumlah gigi

tetap sebanyak 32 gigi dengan rincian 16 gigi di Rahang Atas/Maxilla

dan 16 Gigi di Rahang Bawah/Mandibula, paling baik kalau gigi susu

tanggal ketika gigi tetap penggantinya sudah teraba atau terlihat, gigi

susu harus dipertahankan karena merupakan penuntun erupsi bagi gigi

tetap, jika gigi susu tanggal sebelum waktunya gigi tetap keluar, maka

gigi geligi akan bergeser mengisi sebagian kavling yang kosong,

akibatnya gigi tetap tumbuh tidak pada tempatnya (Kusumawardani,

2011).
17

Gambar 2.3. Gigi Permanen (Agus Susanto, 2007).

2.2.5 Fungsi Gigi

Menurut (Rahmadhan, 2010) gigi memiliki beberapa fungsi,

diantaranya adalah:

1. Pengunyah

Gigi berperan penting untuk menghaluskan makanan agar lebik

mudah di telanserta meringankan kerja proses pencernaan (Evelyn,

2016).

2. Berbicara

Gigi sangat diperlukan untuk mengeluarkan bunyi atau huruf

tertentu seperti huruf T, V, F, S, D dan bunyi tidak akan terdengar

sempurna tanpa adanya gigi (Dewi, 2011)

3. Estetik
18

Gigi berfungsi sebagai nilai estetik tersendiri, sebuah senyum tidak

akan lengkap tanpa hadirnya deretan gigi yang rapi dan bersih

(Rahmadhan, 2010).

4. Menjaga kesehatan mulut dan rahang

Banyak hal yang terjadi apabila gigi hilang, misalnya gangguan

mengunyah makanan, susunan gigi yang menjadi tidak teratur

(maloklusi), tulang alveolar yang kurang (resotpsi), gangguan pada

sendi rahang, dan penyakit pada bagian periodontal (Pintaulin &

Harmada, 2008).

2.2.6 Masalah-masalah pada gigi

1. Karies gigi (gigi berlubang)

Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang

paling sering mempengaruhi individu pada segala usia, karies gigi

adalah masalah oral yang utama pada anak-anak dan remaja.

Upaya menurunkan insiden dan gangguan sangat penting pada

masa kanak-kanak karena karies gigi, jika tidak ditangani akan

menyebabkan kerusakan pada gigi yang sakit (Afrilina, 2013)

Faktor yang meyebabkan karies antara lain

(Kusumawardani, 2011) :

1. Gigi dan air ludah, bentuk gigi yang tidak beraturan dan air

ludah yang banyak lagi kental, mempermudah terjadinya karies

2. Adanya bakteri penyebab karies, bakteri yang menyebabkan

karies adalah dari jenis Streptococcus dan Lactobacillus


19

3. Makanan yang kita dikonsumsi, makanan yang mudah lengket

dan menempel di gigi seperti permen dan coklat, memudahkan

terjadinya karies

2. Gigi sensitif

Gigi sensitif atau gigi linu cukup banyak dikeluhkan,

biasanya gigi akan terasa linu ketika makan atau minum yang

panas, dingin, asam ataupun manis, rasa linu ini tidak hanya

dialami oleh gigi yang berlubang, gigi yang masih terlihat bagus

pun juga bisa jadi linu, gigi sensitif disebabkan oleh terbukanya

lapisan dentin (Rahmadhan, 2010).

3. Sariawan

Gejala sariawan adalah berupa rasa sakit atau terbakar

selama satu sampai dua hari, kemudian timbul luka di rongga

mulut. Rasa sakit dan panas membuat penderita pada sariawan

membuat penderita susah makan dan minum, sehingga penderita

menjadi lemas. Sariawan bisa menyerang anak-anak dan remaja,

daerah yang sering mengalami sariawan adalah pipi bagian dalam,

bibir bagiab dalam, lidah serta langit-langit (Donna & Lucille,

2015).

4. Bau mulut

Bau mulut atau holistosis disebabkan oleh karena

banyaknya kotoran dan sisa-sisa makanan yang mengandung

protein yang bereaksi dengan bakteri didalam mulut. Bakteri-

bakteri ini hidup di antara celah-celah kecil diatas lidah. Bau mulut
20

ini biasanya mengendap di lidah, sela-sela gigi, gigi yang rusak,

atau gusi yang terinfeksi. Hal ini terjadi akibat kurangnya menjaga

kebersihan, kesehatan gigi dan mulut (Aryani, 2010).

2.2.7 Cara Menggosok Gigi

Adapun alat yang harus di perlukan dalam menggosok gigi

yang baik dan benar yaitu menggunakan sikat gigi yang lembut dan

sesuai ukuran dan pasta gigi yang mengandung flourid. Dibawah

ini adalah langkah – langakah penting yang harus dilakukan dalam

menggosok gigi (Rahmadhan, 2010) :

1. Ambil sikat dan pasta gigi, Peganglah sikat gigi dengan cara anda

sendiri (yang penting nyaman untuk anda pegang), oleskan pasta

gigi di sikat gigi yang sudah anda pegang, waktu untu menyikat

gigi 20 detik masing-masing bagian.

Gambar 2.4 Cara memberi pasta gigi (Kusumawardani, 2011)

2. Bersihkan permukaan gigi bagian luar yang mengadap ke bibir dan

pipi dengan cara menjalankan sikat gigi pelan-pelan dan naik turun.

Mulai pada rahang atas terlebih dahulu kemudian dilanjutkan

dengan yang rahang bawah.


21

Gambar 2.5 cara menyikat gigi bagian depan (Ghofur, 2012).

3. Bersihkan seluruh permukaan kunyah gigi (gigi geraham) pada

lengkung gigi sebelah kanan dan kiri dengan gerakan maju mundur

sebanyak 10-20 kali. Lakukan pada rahang atas terlebih dahulu

kemudian dilanjutkan dengan rahang bawah. Bulu sikat gigi

diletakkan tegak lurus menghadap permukaan kunyah gigi.

Gambar 2.6 cara menggosok gigi geraham (Kusumawardani, 2011).

4. Bersihkan permukaan dalam gigi yang menghadap ke lidah dan

langit langit dengan menggunakan teknik modifikasi bass untuk

lengkung gigi sebelah kanan dan kiri. Lengkung gigi bagian depan

dapat dulakukan dengan cara memegang sikat gigi secara vertikal

menghadap ke depan. Menggunakan ujung sikat dengan gerakan

menarik dari gusi ke arah mahkota gigi. Dilakukan pada rahang

atas dan dilanjutkan rahang bawah.

Gambar 2.7 cara menggosok gigi bagian dalam (Rahmadhan, 2010).

5. Terakhir sikat juga lidah dengan menggunakan sikat gigi atau sikat

lidah yang bertujuan untuk membersihkan permukaan lidah dari


22

bakteri dan membuat nafas menjadi segar. Berkumur sebagai

langkah terakhir untuk menghilangkan bakteri-bakteri sisa dari

proses menggosok gigi.

Gambar 2.8 Cara menyikat lidah dan kumur (Ghofur, 2012).


2.2.8 Hal yang perlu diperhatikan dalam menggosok gigi

Menurut (Eliza & Neneng., 2011) Hal yang harus diperhatikan

dalam menggosok gigi adalah:

1. Waktu menggosok gigi

Menggosok gigi minimal dua kali dalam sehari, yaitu pagi

hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur. Hal ini

disebabkan karena dalam waktu 4 jam, bakteri mulai bercampur

dengan makanan dan membentuk plak gigi. Menyikat gigi setelah

makan bertujuan untuk menghambat proses tersebut. Lebih baik lagi

menambah waktu menyikat gigi setelah makan siang atau minimal

berkumur air putih setiap habis makan.

2. Menggosok gigi dengan lembut

Menyikat gigi yang terlalu keras dapat menyebabkan

kerusakan gigi dan gusi. Menggosok gigi tidak diperlukan tekanan

yang kuat karena plak memiliki konsistensi yang lunak, dengan

tekanan yang ringan plak akan terbuang.

3. Durasi dalam menggosok gigi


23

Menggosok gigi yang terlalu cepat tidak akan efektif

membersihkan plak. Menggosok gigi yang tepat dibutuhkan durasi

minimal 2 menit.

4. Rutin mengganti sikat gigi

Sikat gigi yang sudah berusia 3 bulan sebaiknya diganti

karena sikat gigi tersebut akan kehilangan kemampuannya untuk

membersihkan gigi dengan baik. Apabila kerusakan sikat gigi terjadi

sebelum berusia 3 bulan merupakan tanda bahwa saat menggosok

gigi tekanannya terlalu kuat.

5. Menjaga kebersihan sikat gigi

Kebersihan sikat gigi merupakan hal yang paling utama

karena sikat gigi adalah salah satu sumber menempelnya kuman

penyakit.

6. Menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride

Penggunaan pasta gigi tidak perlu berlebihan karena yang

terpenting dalam membersihkan gigi adalah teknik menggosok gigi.

Setelah melakukan gosok gigi tapi masih terdapat kotoran maka

dapat juga dibersihkan dengan cara flosing yaitu metode

membersihkan gigi dengan menggunakan benang gigi.

2.2.9 Peran Orang Tua Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan

Mulut Anak Prasekolah

Orang tua memiliki peran vital yang sangat penting untuk

menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut anak mereka,


24

terutama bagi anak yang masih dalam masa prasekolah. Peran orang tua

tersebut yaitu (Suryawati, 2010):

1. Membersihkan Gigi dan Mulut Anak

Sejak gigi decidui pertama muncul pada usia 6 bulan,

perawatan gigi harus sudah dimulai. Ketika masih bayi, bersihkan

mulut bayi usai menyusui, terutama bila minum susu formula. Untuk

bayi yang gigi susunya baru tumbuh beberapa, bisa dibersihkan

dengan memakai cotton bud. Jangan lupa perhatikan kebersihan

cotton bud yang digunakan. Gosokkan pada gigi dengan gerakan

memutar dan sedikit tekanan selama kurang lebih satu menit. Jangan

terlalu lama karena akan membuat bayi bosan dan tidak nyaman

(Suryawati, 2010). Cara lain untuk mengurangi sisa makanan yang

melekat pada permukaan gigi, beri anak minum air putih yang cukup

segera setelah minum susu. Tidak hanya setelah minum susu formula

atau susu kaleng, tetapi juga setelah minum ASI.

2. Mengajarkan Anak Menyikat Gigi

Orang tua perlu melatih anak untuk menyikat giginya sedini

mungkin. Usahakan agar menggosok gigi seperti sedang bermain,

dengan tujuan agar anak terbiasa memasukkan sikat gigi ke

mulutnya. Jika anak tidak mau digosok giginya oleh anda, mintalah

dia untuk menggosok giginya sendiri dan pujilah usaha tersebut.

Anda juga boleh memberi sedikit pasta gigi (Rethman, 2016).

3. Mengawasi Pola Makan dan Minum Anak


25

Usahakan hindari cemilan yang manis kayak permen,

coklat manis, dan lain-lain, janganlah terlalu sering ataupun

berlebihan, mengkonsumsi sayuran atau buah agar gigi lebih kuat

dan terhindar dari gigi berlubang (Ghofur, 2012).

4. Pemeriksaan Rongga Mulut dan Pertumbuhan Gigi

Orang tua harus mengamati dan memeriksa pertumbuhan gigi

dan kondisi rongga mulut anak berdasarkan gambaran rahang anak

pada umumnya. Beberapa struktur utama yang terlihat pada

pemeriksaan rongga mulut, antara lain bibir, gusi, gigi, lidah,

palatum, uvula, dan tonsil (Gunadi, 2012)

5. Memeriksakan Anak ke Dokter Gigi 6 bulan sekali

Para dokter gigi merekomendasikan orang tua untuk

membawa anak mereka ke dokter gigi pada tahun pertama usianya,

atau sekitar usia 6 bulan ketika gigi pertama mulai tumbuh.

Sebaiknya bawa anak ke dokter gigi spesialis anak karena mereka

mempunyai keahlian khusus dalam menangani balita dan anak-anak

usia prasekolah, dokter gigi akan memastikan apakah gigi sulung

anak dalam keadaan sehat, selain itu dokter gigi akan memeriksa

apakah ada kerusakan dini pada gigi anak atau permasalahan

kesehatan gigi lainnya (Ghofur, 2012). Cara ini juga merupakan

salah satu alternatif agar anak terbiasa dengan dokter gigi dan tempat

prakteknya

2.2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemeliharaan

kesehatan gigi
26

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku terhadap

pemeliharaan kesehatan gigi (Notoadmodjo, 2012) meliputi:

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau saran-saran kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-

alatbkontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) yang

terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas

lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.3 Konsep Anak Prasekolah

2.3.1 Definisi Anak Prasekolah

Anak Prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun.

Anak yang terkategori para sekolah adalah anak dengan usia 3-5

tahun, mengatakan bahwa kurun usia pra sekolah disebut sebagai

masa keemasan (the golden age) (Hurlock, 2012).

2.3.2 Perkembangan Anak Prasekolah

Menurut Hurlock (2012) mengemukakan bahwa lima tahun

pertama disebut dengan The Golden Years. Anak mengalami

kecepatan kemajuan yang sangat cepat. Tidak hanya fisik tetapi juga

secara sosial dan emosional. Anak bukan seoarang bayi lagi

melainkan seorang yang sedang dalam proses awal mencari jati


27

dirinya. Anak sudah menjadi cikal bakal manusia dewasa. Anak sulit

diatur dan mulai sadar bahwa dirinya juga manusia yang mandiri. Ciri

– ciri masa kanak – kanak awal dapat diuraikan sebagai berikut

(Yusuf, 2012) :

1. Masa kanak – kanak awal merupakan masa “Preschool Age”. Masa

ini adalah masa anak sebelum anak masuk pendidikan formal (SD).

2. Masa kanak – kanak awal merupakan masa “Pregang Age”

3. Masa ini anak belajar dasar – dasar dari tingkah laku untuk

mempersiapkan dirinya bagi kehidupan bersama.

4. Masa kanak – kanak awal merupakan masa “Hunter Age”

5. Masa ini anak senang menyalidiki dan ingin tahu apa yang ada

disekitarnya.

6. Masa kanak – kanak awal merupakan masa “Problem Age”

7. Anak menunjukkan banyak problem tingkah laku yang harus

diperhatikan oleh orang tua.

2.3.3 Fase Perkembangan Pada Masa Pra sekolah

Menurut Syamsu (2012) pada masa usia pra sekolah ini dapat

diperinci lagi menjadi 2 masa, yaitu masa vital dan masa estetik.

1. Masa Vital

Pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi

biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk

masa belajar, Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan

individu ini sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai


28

sumber kenikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke

dalam mulutnya, tidaklah karena mulut merupakan sumber

kenikmatan utama tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat

untuk melakukan eksplorasi dan belajar (Dharma, 2010).

2. Masa Estetik

Pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa

keindahan. Kata estetik disini dalam arti bahwa pada masa ini

perkembangan anak yang terutama adalah fungsi panca inderanya.

Pada masa ini, panca indera masih peka karena itu Montessori

menciptakan bermacam – macam alat permainan untuk melatih

panca inderanya (Santrock, 2011).

2.3.4 Teori Perkembangan Anak Prasekolah

Menurut Erwin (2011) teori perkembangan anak Pra sekolah yaitu:

1. Perkembangan fisik

                  Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan

perkembangan berikutnya. Seiring meningkatnya pertumbuhan

tubuh, baik menyangkut berat badan dan tinggi, maupun tenaganya,

memungkinkan anak untuk lebih mengembangkan keterampilan

fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungan tanpa bantuan orang

tua (Hurlock, 2012) Pada usia ini banyak perubahan fisiologis

seperti pernapasan yang menjadi lebih lambat dan dalam serta

denyut jantung lebih lama dan menetap (Erwin, 2011).

Proporsi tubuh juga berubah secara dramatis seperti pada

usia 3 tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya


29

sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun tingginya dapat

mencapai 100-110 cm. Tulang  kakinya tumbuh dengan cepat dan

tulang-tulang semakin besar dan kuat, pertumbuhan gigi semakin

komplit. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi

yang cukup seperti protein, vitamin, dan mineral dsb (Erwin,

2011).

2. Perkembangan Intelektual

            Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini

berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak

belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini

juga ditandai dengan berkembangnya representasional atau

symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk

mempresentasikan sesuatu yang lain menggunakan simbol-simbol

seperti bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk melambangkan

sesuatu atau peristiwa (Suherman, 2012).

3. Perkembangan Emosional

Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya,

bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan Aku (orang lain atau

benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalaman bahwa tidak

semua keinginannya dapat dipenuhi orang lain (Lenny, 2012).Jika

lingkungannya tidak mengakui harga dirinya seperti

memperlakukan anak dengan keras, atau kurang menyayanginya

maka dalam diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala,

menentang, atau menyerah dengan terpaksa (Syamsu, 2012).


30

4. Perkembangan Bahasa

Menurut Syamsu (2012) Perkembangan bahasa anak pra-

sekolah, dapat diklasifikasikan kedalam dua tahap (sebagai

kelanjutan dari dua tahap sebelumnya). Masa Ketiga (2,0-2,6

tahun) bercirikan;

a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang

sempurna.

b. Anak sudah mampu memahami memahami tetang

perbandingan.

c. Anak banyak menanyakan tempat dan nama; apa, dimana,

darimana, dsb.

d. Anak sudah mulai menggunakan kata-kata berawalan dan

berakhiran.

Tahap Keempat (2,6 - 6,0 tahun) bercirikan:

a. Anak sudah menggunakan kalimat majemuk beserta anak

kalimatnya.

b. Tingkat berpikir anak sudah lebih maju

c. Anak banyak bertanya tentang waktu, sebab akibat melalui

pertanyaan kapan, mengapa, bagaimana, dsb.

5. Perkembangan Sosial

Pada usia anak pra-sekolah (terutama mulai usia 4 tahun),

perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka

sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-

tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah (Dariyo, 2011):


31

a. Anak mulai mengetahui aturan-aturan (lingkungan keluarga/

lingkungan bermain).

b. Sedikit-sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.

c. Anak makin menyadari akan kepentingan diri dan kepentingan

orang lain.

d. Anak sudah bisa bersosialisasi (bermain) dengan anak-anak

yang lain (peer group)

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim

sosio-psikologis keluarga (Suherman, 2012). Anak akan mampu

menyesuaikan diri dengan keharmonisan, kerjasama dan

berkomunikasi serta konsisten pada aturan bila lingkungan

keluarga bersuasana kondusif (Dariyo, 2011).

6. Perkembangan Bermain

Usia anak pra-sekolah dapat dikatakan sebagai masa

bermain, karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain.

Terdapat beberapa macam permainan anak seperti (Hurlock, 2012):

a. Permainan fungsi (permainan gerak),ex: meloncat-loncat,

berlarian dsb.

b. Permainan fiksi, ex: kuda-kudaan, perang-perangan dsb

c. Permainan reseptif atau apresiatif, ex: mendengar cerita,

dongeng dsb

d. Permainan konstruksi, ex: membuat kue dari tanah, membuat

rumah-rumahan dsb

e. Permainan prestasi, ex: sepak bola, basket, dsb.


32

Secara psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai

nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, diantaranya;

a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga dsb

b. Anak dapat mengembangkan rasa percaya diri, tanggung

jawab.

c. Anak dapat berimajinasi secara luas dan berkreatifitas.

d. Anak dapat mengenal aturan bermain

e. Anak dapat memahami bahwa dirinya dan orang lain sama-

sama mempunyai kelebihan dan kekurangan.

f. Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau

toleransi.

7. Perkembangan Kepribadian

Masa anak-anak awal ini lazim disebut masa Trotzalter atau

periode perlawanan atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi

karena ada perubahan yang signifikan dalam dirinya, yaitu dia

mulai sadar akan Aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah

dari lingungannya atau orang lain, dia suka menyebut nama dirinya

apabila bericara dengan orang lain. Dengan kesadaran ini anak

menemukan bahwa ada dua pihak yang berhadapan yaiu Aku-nya

dan orang lain (orang tua, saudara, teman). Dia sadar bahwa tidak

semua keinginannya akan dipenuhi orang lain atau diperhatikan

kepentingannya (Yusuf, 2012).

8. Perkembangan Moral
33

           Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap

moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan

teman  sebaya) melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain.

Melalui proses berinteraksi ini anak belajar memahami tentang

kegiatan atau prilaku yang baik, buruk, dilarang, disetujui, dsb.

Maka berdasarkan pemahaman iti, anak harus senantiasa dilatih

dan dibiasakan bagaimana seharusnya bertingkah laku yang baik

(Ali & Asrori, 2012).

9. Perkembangan Kesadaran Beragama

Secara umum, kesadaran beragama pada usia ini ditandai

dengan ciri-ciri sebagai berikut (Dariyo, 2011):

a. Sikap keagamaannya masih bersifat reseptif (menerima) meski

banyak bertanya.

b. Pandangan ke Tuhanannya bersifat anthropormorph

(dipersonifikasikan).

c. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum

mendalam) meski telah ikut berpartisipasi dalam beribadah.

d. Hal keTuhanan dipandang secara khayalan sesuai taraf

berpikirnya.

Pengetahuan anak tentang agama akan terus berkembang

ketika mendengarkan ucapan-ucapan orang tuanya, melihat sikap

dan prilaku orang tuanya saat beribadah, serta pengalaman dalam

mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang tuanya.


34

2.4 Model Konseptual Keperawatan Perilaku (Lawrence Green)

Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu

mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara,

bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal

activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku

manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa

perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat

diamati secara langsung atau secara tidak langsung (Notoadmojo S, 2007).

1.      Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Menurut Notoadmojo (2007) perubahan perilaku sebagai berikut :

a. Perubahan alamiah (natural change): Perubahan perilaku karena

terjadi perubahan alam (lingkungan) secara alamiah.

b. Perubahan terencana (planned change): Perubahan perilaku karena

memang direncanakan oleh yang bersangkutan.

c. Kesiapan berubah (readiness to change): Perubahan perilaku karena

terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan,

dimana proses internal ini berbeda pada setiap individu.

2.      Faktor Pembentuk Perilaku

Perilaku manusia dari tingkat kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku

(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).


35

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor

yaitu (Notoadmodjo, 2012) :

a.    Faktor Predisposisi (predisposing faktor)

Faktor predisposisi terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang berhubungan dengan motivasi

seseorang atau kelompok untuk bertindak. Secara umum faktor

predisposisi adalah preferensi individu atau kelompok dalam

berperilaku. Preferensi ini bisa mendukung atau menghambat perilaku

kesehatan. Faktor predisposisi yang lain adalah faktor demografi

seperti status ekonomi, usia, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga

(Purwanto, 2010).

b.    Faktor Pemungkin (enabling faktor)

Faktor pemungkin adalah keterampilan-keterampilan dan

sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan.

Sumber daya dapat berupa fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga

kesehatan, sekolah-sekolah kesehatan, keterjangkauan sumber daya,

biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka pelayanan dan

sebagainya. Keterampilan disini merupakan kemampuan untuk

melakukan tugas yang merupakan perilaku yang diharapkan.

Kegagalan dalam mempertimbangkan dampak faktor pemungkin ini

dapat memicu masalah praktis yang serius (Sarwono, 2008).

c.    Faktor Pendorong (reinforcing faktor)

Faktor pendorong adalah semua faktor yang mendukung

perilaku kesehatan. Reinforcing dapat berasal dari keluarga, teman


36

sebaya, petugas kesehatan, atau dapat juga orang atau kelompok yang

berpengaruh yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyrakat (Nursalam, 2013).

1 Teori Determinan Perilaku

Perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R (Stimulus-Organism-

Respons) dapat di gambarkan sebagai berikut (Notoadmodjo, 2012):

Teori Lawrence Green

Perilaku kesehatan ditentukan oleh faktor :

Predisposing factors, terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai Enabling factors, tersedianya atau tidak

tersedianya fasilitas Reinforcing factors, terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau dari kelompok referensi dari perilaku

masyarakat.

Contoh : 

Seorang anak mau belajar menyikat gigi yang sebelumnya belum

pernah menyikat gigi karena :

1. Ia tahu menggosok gigi sangat penting( Pf)

2. Ia mempunyai alat sikat gigi ( Ef ).

3. Guru di sekolah mengharuskan agar rutin menggosok gigi ( Rf)


37

Gambar 2.9 Precede-proceed model (Green LW. & Krueter


MW, 1991 dalam Nursalam, 2014)
38

2.5 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan

keterkaiatan antar variabel (baik yang diteliti maupun yang tidak diteliti)

(Sugiyono, 2015). Dari uraian tersebut maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tahap 6
Tahap 4-5 Tahap 3 Tahap 1-2
Diagnosis Diagnosis
Diagnosis Diagnosis Sosial dan
Administratif Perilaku
Kependidikan Epidemiologik

Ekonomi,
Komunikasi langsung: Genetik,
masyarakat pasien Faktor Lingkungan
Predisposisi:
Pengetahua, Sikap,
Nilai, Persepsi

Penyebab
komperilaku Faktor Non-
kesehatan

Faktor
Pemungkin: Kualitas
Komponen Hidup
pendidikan Ketersediaan Perilaku
Pelatihan sumberdaya Masalah
Kesehatan menggosok
Pengorgani karies gigi
dari Program keterjangkauan gigi
sasian
Kesehatan
Masyarakat rujukan
keterampilan

Indikator: Masalah-2
Indikator: DMF-T Indikator atas
Perilaku Significan komuniti yang
Pemakaian Caries Index dirasakan
Faktor Penguat: secara
Peran orang tua Tindakan Specifix Index
Preventif ICDAS subjektif
sebagai: Indicator-2
Pola PUFA
Pendidik Sosial
Konsumsi CAST
Kepatutahan Pelanggaran
Pendorong kependudukan
swa-Rawat
Dimensi kesejahteraan
Panutan kemangkiran
Kedinian
Frekuensi keterasingan
Teman permusuhan
Kualitas
Rentang / jarak diskriminasi
Pengawas Hak pilih
persistensi
Hura-hura
Konselor Kejahatan
39

Keterangan :
Diteliti Penghubung

Tidak diteliti

Gambar 2.10 Kerangka Konsep Hubungan peran orang tua dengan menggosok
gigi secara benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono.

2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan

antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu

pertanyaan dalam penelitian (Sugiyono, 2015).

Berdasarkan definisi tersebut maka perumusan hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Ada Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi secara benar

pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono.

H0 : Tidak ada Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi secara

benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam

penelitian, yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang

bisa mempengaruhi akurasi hasil. Istilah desain penelitian digunakan dalam

dua hal; pertama, desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian

dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir

pengumpulan data (Sugiyono, 2015).

Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah analitik

korelasional yang mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat

mencari, menjelaskan suatu hubungan antara variabel. Sampel perlu

mewakili seluruh rentang nilai yang ada. Penelitian korelasional bertujuan

mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel. Dengan demikian pada

rancangan penelitian korelasional peneliti melibatkan minimal dua variabel

(Riduwan, 2015).

Desain penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional yaitu,

penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat

bersamaan (sekali waktu) antara faktor risiko/paparan dengan penyakit

(Hidayat, 2014).

40
41

3.2 Kerangka Kerja (frame work)

Kerangka kerja adalah bagian kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan (Riduwan, 2015). Kerangka kerja dalam

penelitian ini adalah:

Desain penelitian
Analitik korelasional dengan metode pendekatan cross-sectional

Populasi
orang tua dan anak di Tk Muslimat Parimono Kab. Jombang yang berjumlah 155
orang

Sampling
Simple random sampling

Sampel
sebagian orang tua orang tua dan anak di TK Muslimat Parimono Kab. Jombang.
yang berjumlah 46 responden

Pengumpulan data
Kuesioner dan observasi

Variabel independent Variabel dependent


Peran orang tua Menggosok gigi

Pengolahan data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa data
rank spearman

Gambar 3.1. Kerangka kerja Apakah Hubungan peran orangtua dengan


menggosok gigi secara benar pada anak prasekolah di TK
Muslimat Parimono Kab. Jombang
42

3.3 Populasi, Sampel, dan Sampling Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi adalah setiap subyek yang memenuhi kriteria yang telah

ditentukan (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini populasi yang

digunakan semua orang tua dan anak yang sekolah di TK Muslimat

Parimono Kab. Jombang dengan jumlah 155 responden.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2015). Sampel

dalam penelitian ini adalah sebagian orang tua dan anak yang sekolah di

TK Muslimat Parimono Kab. Jombang. Penentuan besar sampel dengan

cara ini dasarkan pada presentase dari besarnya populasi. Tekhnik ini

cocok dipakai pada penelitian survey, misalnya mengambil 5%, 10% atau

20 %, bila populasi kurang dari 100 sebaiknya di cupik 50 % dari

populasi, dan bila populasi lebih dari 100 diambil 25%, 30 %, 50 % dalam

penelitian ini menggunakan 30 %

30
n= x 155
100

= 46 responden

3.3.3 Sampling

Sampling penelitian adalah proses menyeleksi populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada (Sugiyono, 2015). Teknik sampling, yang

digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan

metode simple random sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan


43

cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi

(Riduwan, 2015). Cara pengambilan sampel dengan menggunakan undian.

3.4 Kriteria sampel

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada

populasi target dan populasi terjangkau (Nursalam, 2013). Kriteria

inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Orang tua/wali yang mempunyai anak umur 3-6 tahun (Pra sekolah)

b. Orang tua/wali yang bersedia menjadi responden.

c. Orang tua/wali yang berada pada tempat penelitian

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan sebagian subyek yang

memenuhi inklusi dari penelitian karena berbagai sebab (Nursalam,

2013). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Orang tua yang memiliki anak usia pra sekolah dengan gangguan

mental

b. Murid yang sudah dijadikan sampel pada studi pendahuluan

3.5 Identifikasi Variabel

3.5.1 Variabel independen (bebas)

Variabel bebas adalah stimulus aktivitas yang dimanipulasi oleh penelitian

untuk menciptakan suatu dampak (Riduwan, 2015). Variabel independent

pada penelitian ini adalah peran orang tua.


44

3.5.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

(Sugiyono, 2015). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah

menggosok gigi.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2013).

Tabel 3.1 Definisi operasional penelitian Hubungan peran orangtua


dengan menggosok gigi secara benar pada anak prasekolah di
TK Muslimat Parimono Kab. Jombang
Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor / kriteria
Operasional Ukur
Variabel Serangkaian Peran orang tua Kuesioner O 1. Ya :1
independent perilaku yang terdapat berbagai R 2. Tidak :0
Peran orang diharapkan pada macam bentuk D
seseorang sesuai Pertanyaan dengan
tua/ wali seperti : I
dengan posisi skala gutman dengan
1. Pendidik N
sosial yang option jawaban ya
2. Pendorong A
diberikan baik dan tidak
secara formal 3. Panutan L
maupun secara 4. Pengawas 1. Baik: 76-100%
informal (Waktu, durasi 2. Cukup: 56-75%
dan rutin) 3. Kurang: < 56%
5. Teman (Nursalam, 2013)
6. Konselor
Variabel Tindakan untuk Cara menggosok Chekli O 1. Ya : 1
dependent membersihkan gigi sebagai berikut s R 2. Tidak : 0
: di kriteriakan:
Menggosok gigi dari detris 1. Ambil sikat dan D
1. Baik: 76-100%
gigi pasta gigi I 2. Cukup: 56-75%
2. Bersihkan N 3. Kurang: < 56%
permukaan gigi A (Nursalam, 2013)
bagian luar yang
mengadap ke L
bibir dan pipi
dengan cara
menjalankan
sikat gigi pelan-
pelan dan naik
turun
3. Bersihkan
45

seluruh
permukaan
kunyah gigi
(gigi geraham)
pada lengkung
gigi sebelah
kanan dan kiri
dengan gerakan
maju mundur
sebanyak 10-20
kali
4. Bersihkan
permukaan
dalam gigi yang
menghadap ke
lidah dan langit
langit dengan
menggunakan
teknik
modifikasi bass
untuk lengkung
gigi sebelah
kanan dan kiri
5. Terakhir sikat
juga lidah
dengan
menggunakan
sikat gigi atau
sikat lidah yang
bertujuan untuk
membersihkan
permukaan lidah
dari bakter

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.7.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK Muslimat Parimono Kab. Jombang

3.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2018


46

3.8 Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

3.8.1 Pengumpulan Data

a. Mengurus perizinan surat pengantar penelitian di STIKES pemkab

Jombang yang ditujukan kepada Kepala TK Muslimat Parimono

Jombang.

b. Mengurus perizinan penelitian kepada kepala TK Muslimat Parimono

Kab. Jombang

c. Menjelaskan kepada Kepala TK Muslimat Parimono Kab. Jombang

teknik penelitian yang akan digunakan.

d. Melakukan pengambilan sampel dengan cara membuat daftar list

responden kemudian diberi nomor urut lalu membuat kertas lotre dan

mengambilnya secara acak, yang menjadi responden yaitu sesuai

dengan nomor yang tercantum di dalam kertas lotre.

e. Menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian dan bila

bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani

informed consent dan dibagikan pada waktu menunggu anaknya di TK

Muslimat Parimono.

f. Membagikan kuesioner kepada orang tua.

g. Melakukan observasi pada anak terkait menggosok gigi.

h. Setelah semua data di kuesioner diisi oleh responden dan telah

terkumpul selanjutnya akan diolah oleh peneliti.

i. Penyusunan laporan hasil penelitian.


47

3.8.2 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat ukur pengumpulan data (Riduwan, 2015).

Instrumen yang digunakan dalam variabel independent adalah kuesioner,

responden/orang tua menjawab pertanyaan sesuai dengan kenyataan,

sedangkan variabel dependent menggunakan cheklist (Riduwan, 2015).

Adapun instrumen penelitian sebagai berikut :

1. Variabel Independent (Bebas)

Instrumen penelitian variabel independent adalah peran orang tua,

responden menjawab pertanyaan yang sudah di sediakan oleh peneliti,

pertanyaan di jawab dengan kenyataan yang terjadi pada anak, dengan

jumlah quesioner 22 kueisoner kuesioner di buat oleh penenliti sesuai

dengan parameter. Pada penelitian ini menggunakan skala Nominal (Ya

& tidak) kemudian dilakukan skoring dengan skor Baik : 76-100 %,

Cukup : 56-75 %, kurang :<56 (Nursalam, 2013).

2. Variabel Dependent (terikat)

Instrumen penelitian variabel dependent adalah Cheklis yang di buat

oleh peneliti berdasarkan teori menggosok gigi (Eliza & Neneng., 2011)

dengan jumlah 5 item menggunakan skala Ordinal (Ya & Tidak),

peneliti menanyakan kepada responden sesuai dengan item yang sudah

di siapkan dan responden menjawab sesuai dengan kenyataan/yang

dilakukan sehari-hari.

Untuk mengetahui apakah suatu instrumen mampu menghasilkan

data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya diperlukan pengujian

validitas. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dalam


48

kuesioner mampu mengungkapkan apa yang seharusnya akan diukur oleh

kuesioner tersebut (Supriyanto & Machfudz, 2010).

Menurut Sugiyono (2010), pada penelitian ini, uji validitas

dilakukan dengan mengukur korelasi antar variabel/ item dengan skor

total variabel, cara mengukur validitas konstruk yaitu dengan mencari

korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total

menggunakan rumus teknik korelasi product moment. Dengan rumus

sebagai berikut:

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r XY =
√ {N ∑ X −(∑ X ) }{N ∑ Y −(∑ Y ) }
2 2 2 2

Dimana r : Koefisien Korelasi Product Moment


X : Skor Tiap Pertanyaan/ Item
Y : Skor Total
N : Jumlah Responden
Suatu instrumen dinyatakan valid jika t hitung lebih besar dari t table.

Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan

konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan

konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan

disusun dalam suatu bentuk kuesioner (Nursalam, 2016). Reliabilitas

mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang bermakna

kecermatan pengukuran. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal

jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil

dari waktu ke waktu. Untuk mencari reliabilitas instrumen peneliti

menggunakan pengujian reliabilitas dengan internal consistency,

dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data


49

yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2010). Untuk

mencari reliabilitas instrumen yang skornya 1 dan 0 digunakan rumus

Alpha (Arikunto, 2010).

Rumus untuk menghitung koefisien reabilitas instrument pada

penelitian ini dengan menggunakan Cronbach Alpha adalah sebagai

berikut:
2
k Σσ b
2
R11 = ( k−1 )(1- σ t )

Keterangan:

R11 : Reliabilitas instrumen

K : Banyaknya butir pertanyaan

2
  b : Jumlah varians butir

2
t : Varians total

Suatu kuesioner dikatakan reliabel bila nilai Cronboach Alpha > 0,6.

3.9 Analisa Data dan Pengolahan Data

Setelah angket dari responden terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan

data dengan cara sebagai berikut :

3.9.1 Editing

Editing adalah memeriksa kembali semua data yang telah peneliti

kumpulkan melalui pembagian kuesioner dengan tujuan mengecek

kembali apakah hasilnya sudah sesuai dengan rencana atau tujuan yang

hendak peneliti capai. Apabila ada beberapa kuesioner yang belum diisi

atau pengisian tidak sesuai dengan petunjuk sebaiknya diperbaiki dengan


50

jalan meminta mengisi kembali kuesioner yang masih kosong ke

responden semula.

3.9.2 Coding

Coding adalah tahap dimana peneliti memberi kode pada setiap kategori

yang ada dalam setiap variabel.

1. Data Umum

a. Responden

Responden 1 =1

Responden 2 =2

Responden 3 =3

b. Umur Orang tua

Umur < 20 =1

Umur 20-35 =2

Umur > 35 =3

c. Pendidikan

Pendidikan dasar (SD, SMP) =1

Pendidikan Menengah (SMA) =2

Pendidikan Tinggi (PT) =3

d. Pekerjaan

Bekerja =1

Tidak bekerja =2

e. Jenis kelamin

Laki-laki =1

Perempuan =2
51

2. Data Khusus

a. Peran Orang tua

ya =1

Tidak =2

Kriteria Peran Orang tua

Baik =1

Cukup =2

Kurang =3

b. Menggosok gigi

Ya =1

Tidak =2

3.9.3 Tabulating

Tabulating adalah mengelompokkan data ke dalam satu tabel tertentu

menurut sifat-sifat yang dimiliki. Pada data ini dianggap bahwa data telah

diproses sehingga harus segera disusun dalam suatu pola format yang telah

dirancang. (Nursalam, 2013).

3.9.4 Skoring

Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan skala

ordinal (Riduwan, 2015). Dukungan keluarga dan Menggosok gigi diberi

skor:

Peran orang tua:

Ya :1

Tidak :0

Dengan Kriteria
52

Baik : Skor 76 – 100 %

Cukup : Skor 56-75 %

Kurang : Skor < 56% (Nursalam, 2013).

a. Peran Orangtua

Ya 1

Tidak 0

Dianalisis dengan menggunakan rumus

f
P= X 100%
N
Keterangan :
P : Prosentase
f : Jumlah jawaban
N : Jumlah soal (Riduwan, 2015)
b. Menggosok gigi

Ya 1

Tidak 0

3.9.5 Analisa Data

a. Analisis Univariate

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis

univariat tergantung jenis datanya pada umumnya pada analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel

(Sugiyono, 2017).
53

b. Analisis bivariate

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Sugiyono, 2017), yaitu kriteria

Dukungan keluarga dan menggosok gigi.

Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel apakah

signifikansi atau tidak dengan kemaknaan 0,05 dengan menggunakan

uji rank spearman dengan software SPSS 16, dimana  < 0,05 maka

ada Hubungan peran orangtua engan menggosok gigi secara benar pada

anak prasekolah di TK Muslimat Parimono Kab. Jombang, sedangkan 

> 0,05 tidak ada Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi

secara benar pada anak prasekolah di TK Muslimat Parimono Kab.

Jombang.

Untuk memberikan interpretasi terhadap kuat lemahnya

hubungan antara variabel yang dituju, digunakan pedoman menurut

Arikunto (2010) sebagai berikut :

Tabel 3.2 Interpretasi nilai r

Interval koefisien Tingkat hubungan


Antara 0,800 – 1,000 Sangat kuat
Antara 0,600 – 0,799 Kuat
Antara 0,400 – 0,599 Sedang
Antara 0,200 – 0,399 Rendah
Antara 0,000 – 0,199 Sangat rendah
(Arikunto, 2010)

3.10 Etika Penelitian

3.10.1 Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden. Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian


54

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek mengerti maksud

dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

3.10.2 Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama. Responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

akan disajikan.

3.10.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset (Sugiyono, 2015).

3.10.4 Nonmaleficience

Peneliti harus meminimalkan resiko bahaya pada responden selama

mengikuti penelitian (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian ini tidak

menimbulkan bahaya bagi responden karena penelitian ini memberikan

edukasi/informasi kepada responden. Selama pemberian edukasi, tidak

terjadi hal-hal yang dapat membahayakan responden seperti hal yang dapat

menyebabkan rasa sakit atau rasa tidak nyaman.

3.10.5 Beneficence
55

Prinsip ini mengharuskan peneliti untuk meminimalkan resiko dan

memaksimalkan manfaat. Penelitian yang dilakukan kepada manusia,

diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kepentingan manusia baik

secara individu maupun masyarakat secara keseluruhan (Saryono, 2011).

Pada penelitian ini, peneliti memberikan edukasi kepada keluarga anak

tentang menyikat gigi yang benar pada anak. Sehingga keluarga anak bisa

memahami cara menyikat gigi dengan baik dan benar.

3.10.6 Autonomy

Responden (partisipan) mempunyai hak untuk menentukan

keputusannya secara sadar dan sukarela/tanpa paksaan setelah diberikan

penjelasan oleh peneliti serta memahami bentuk partisipasinya dalam

penelitian yang dilakukan (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Pada penelitian

ini, responden berhak untuk menentukan secara sadar, sukarela/tanpa

paksaan ikut berpartisipasi atau tidak dalam penelitian setelah

mendapatkan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan.

3.10.7 Justice

Prinsip ini dilakukan dengan menjunjung tinggi keadilan manusia

dengan hak menjaga privasi manusia dan memberikan perlakuan yang

sama terhadap manusia (Hidayat, 2014). Pada penelitian ini, peneliti

memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan dan prosedur

pelaksanaan penelitian. Peneliti menghargai dan menghormati semua

responden tanpa membedakan latar belakang responden tersebut.


56

3.10.8 Veracity

Kejujuran merupakan dasar dari penelitian. Apabila dalam

melakukan penelitian, hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang

diinginkan maka peneliti tidak boleh melakukan rekayasa data untuk

mengubah hasil. Hasil penelitian harus didasarkan pada temuan yang

diperoleh, baik sesuai dengan keinginan peneliti maupun tidak (Sarosa,

2017). Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk menuliskan penelitian

dengan jujur mulai dari data yang diperoleh dari penelitian sampai pada

hasilpenelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Abu, A. (2010). Psikologi Umum (Rieka Cipt). Jakarta.

Afrilina. (2013). Masalah Gigi Anak dan Solusinya (Gramedia). Jakarta.

Ali, M., & Asrori, M. (2012). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: Bumi Aksara.

Anitasari, & Rahayu. (2005). No Title. Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi

Dengan Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa Sekolah Dasar Negeri Di

Kecamatan Palaran Kotamadya Samarind Provinsi Kalimantan Timur, 2,

88.

Anwar, H. M. (2009). Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Tumbuh

Kembang Anak.

Aryani. (2010). Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya (Salemba Me).

Jakarta.

Dariyo, A. (2011). Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama (PT

Reifika). Bandung.

Dewi. (2011). Gigi sehat merawat gigi sehari-hari (Penerbit B). Jakarta.

Donna, W., & Lucille, W. (2015). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta:

EGC.

Eliza, & Neneng., N. (2011). Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan

Jaringan Pendukung Gigi. (EGC). Jakarta.

Evelyn. (2016). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis (Gramedia). Jakarta.

Ghofur, A. (2012). Buku pintar kesehatan gigi dan mulut. Yogyakarta: Mitra

Buku.

57
58

Graha, C. (2007). Keberhasilan Anak di Tangan Orang Tua-Panduan Bagi Orang

Tua untuk Memahami Perannya dalam Membantu Keberhasilan Pendidikam

Anak (Pt.Elex Me). Jakarta.

Gunadi. (2012). Buku Ajar ilmu geligi tiruan sebagian lepasan (Hipokrates).

Jakarta.

Gunarsa, S. . (2010). Psikologi perkembangan anak dan remaja.

Hidayat, A. . (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisa data

(Salemba Me). Jakarta.

Hurlock. (2012). Perkembangan Anak (Erlangga). Jakarta.

Irma, I. (2013). Penyakit Gigi, Mulut dan THT. Yogyakarta: Nuha Medika.

KEMENKES, R. (2016). PROFIL KESEHATAN INDONESIA. Jakarta.

Kusumawardani, E. (2011). Buruknya kesehatan gigi dan mulut memicu penyakit

diabetes, stroke dan jantung. Yogyakarta: SIKLUS.

L., J., & R., L. (2010). Keperawatan Keluarga : Plus Contoh Askep Keluarga.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Maulani. (2010). Kiat Merawat Gigi Anak (Gramedia). Jakarta.

Miami. (2010). Pengertian Orang Tua, (PT. Refika). Bandung.

Notoadmodjo. (2012). Pengantar ilmu kesehatan dan ilmu perilaku kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmojo S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (Rineka Cip).

Jakarta.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan

Praktis. (P. Lestari, Ed.) (5th ed.). Jakarta: Salemba Medika.


59

Pintaulin, & Harmada. (2008). “Menuju gigi dan mulut sehat, pencegahan dan

pemeliharaan”,. Medan: USU Press.

Pratiwi. (2007). Gigi Sehat. Jakarta: Kencana.

Rahmadhan, A. (2010). Serba-serbi kesehatan gigi dan mulut. (N. Handayani,

Ed.). Jakarta: Bukune.

Rethman. (2016). Trends in preventive care : caries risk assesment and indication

for Sealant. Jakarta: JADA.

RI, D. K. (2006). Pedoman Penyelenggaraan pelayanan kedokteran gigi

keluarga. Jakarta.

Riduwan. (2015). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Riyanti. (2012). Pengenalan Dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini.

Retrieved from http:/tugas2kuliah.wordpress.com acessed 20 maret 2015

Santrock, J. W. (2011). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Sariningsih, E. (2012). Merawat Gigi Anak Sejak Usia Dini,. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Setiadi. (2008). Konsep & keperawatan keluarga (1st ed.). Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Siswanto. (2010). Pendidikan kesehatan anak usia dini. Yogyakarta: Pustaka

Rihama.

Sochib, M. (2010). Pola Asuh Anak dalam Membantu Anak Mengembangkan

Potensi Diri. Jakarta: Rineka Cipta.

Soerjono, S. (2007). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D). Bandung: Penerbit C.


60

Suhendi, H., & Ramdani, W. (2011). Pengantar Studi Sosiologi Keluarga

(Pustaka Se). Bandung.

Suryani, E., & Hesty. (2008). Psikologi ibu dan anak. Yogyakarta: Fitramaya.

Suryawati. (2010). 100 Pertanyaan Pentinf Perawatan Gigi Anak. (Dian Rakya).

Jakarta.

Susanto, A. (2007). Kesehatan gigi dan mulut. (R. Kusumawati, Ed.). Jakarta:

Sunda Kelapa Pustaka.

Susanto, A. (2012). Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.

Tantursyah. (2009). Gigi Berlubang Pada Balita. Retrieved from

http://lovemydentist.multiply.com/

WHO. (2014). WHO Oral Healty Country/ Area Profil Programme.

Yusuf, S. (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Remaja Ros).

Bandung.
Lampiran 1

61
62
Lampiran 2

63
Lampiran 3

64
Lampiran 4

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Bapak / Ibu ..........................

Di tempat

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir Program Studi S1

Keperawatan STIKES Pemkab Jombang, maka saya:

Nama : Ineke Ivon Shininta Ramdhani


NIM : 140901016
Status : Mahasiswa S1 Keperawatan STIKES Pemkab Jombang

Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan peran orangtua

dengan menggosok gigi secara benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat

Parimono Kabupaten Jombang”.

Untuk kepentingan penelitian tersebut, saya mohon kesediaan bapak/ ibu

untuk berkenan menjadi subjek penelitian (dijadikan sampel). Identitas dan

informasi yang berkaitan dengan bapak/ ibu akan dirahasiakan oleh peneliti.

Atas partisipasi dan dukungannya, disampaikan terima kasih.

Jombang, April 2018

Hormat saya,

Ineke Ivon Shininta Ramdhani


NIM.140901007
Lampiran 5

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN


BAGI RESPONDEN PENELITIAN

1. Judul Penelitian
“Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi secara benar pada
anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono Kabupaten Jombang”
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan peran orangtua dengan menggosok gigi secara
benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono Kabupaten
Jombang.
b. Tujuan Khusus
 Mengidentifikasi peran orang tua dalam membimbing menyikat
gigi secara benar di TK Muslimat Parimono.
 Mengidentifikasi cara menggosok gigi yang benar pada anak pra
sekolah di TK Muslimat Parimono.
 Menganalisis peran orang tua dengan menggosok gigi secara benar
pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono
3. Perlakuan yang diterapkan pada subjek
Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasional yang mengkaji
hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu
hubungan antara variabel dengan membagikan kuisioner kepada subjek,
sehingga tidak ada perlakuan apapun untuk subjek.
4. Manfaat penelitian bagi subyek penelitian
Menambah wawasan orangtua tentang bagaimana pentingnya peran
orangtua yang baik yang dapat diterapkan pada anak dan membimbing
anak dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut
5. Masalah etik yangmungkin akan dihadapi subyek penelitian
Penelitian ini tidak mengganggu aktivitas kegiatan belajar mengajar di TK.
Selain itu,penelitian ini tidak menimbulkan kerugian ekonomi, fisik, dll,
serta tidakbertentangan dengan hukum yang berlaku.
6. Resiko penelitian
Tidak ada bahaya potensial pada atau resiko penelitian yang diakibatkan
oleh keterlibatan subyek dalam penelitian ini, oleh karena dalam penelitian
ini tidak dilakukan intervensi apapun melainkan hanya pengisian
kuesioner dan cheklist.
7. Jamninan kerahasiaan data
Dalam penelitian ini semua data dan informasi identitas subyek penelitian
dijaga kerahasiaannya yaitu dengan tidak mencantumkan identitas subyek
penelitian secara jelas dan pada laporan penelitian nama subyek penelitian
dibuat dalam bentuk kode.
8. Hak untuk undur diri
Keikutsertaan subyek dalam penelitian ini bersifat sukarela dan responden
berhak untuk mengundurkan diri kapanpun, tanpa menimbulkan
konsekuensi yang merugikan responden.
9. Adanya insentif untuk subyek
Oleh karena keikutsertaan subyek bersifat sukarela, tidak ada insentif
berupa uang yang akan diberikan kepada responden. Responden hanya
akan diberikan souvenir. Selain itu, peneliti tidak memberikan ganti rugi
berupa uang atau lainnya dan tidak memberikan jaminan asuransi kepada
seluruh subyek penelitian.
10. Informasi tambahan

Subyek penelitian dapat menanyakan semua hal yang berkaitan dengan


penelitian ini dengan menghubungi peneliti: Ineke Ivon Shininta
Ramdhani (mahasiswa S1 keperawatan STIKES Pemkab Jombang)
Telp/ WhatsApp: 081233316514
Email: inekeivonsr24@gmail.com
Jombang, April 2018

Yang mendapatkan penjelasan Yang memberi penjelasan Peneliti,


Responden,

……………………………… Ineke Ivon Shininta Ramdhani


NIM.140901007
Lampiran 6

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Alamat :

No Telp/ HP :

Setelah membaca dan memahami tentang tujuan dari penelitian ini, dengan
sukarela saya *bersedia/tidak bersedia untuk berperan serta dalam penelitian
sebagai sampel penelitian yang berjudul “Hubungan peran orangtua dengan
menggosok gigi secara benar pada anak pra sekolah di TK Muslimat Parimono
Kabupaten Jombang”. Sebelumnya saya telah dijelaskan tentang tujuan penelitian
ini dan saya mengerti bahwa peneliti akan merahasiakan data dan informasi yang
saya berikan. Demikian dengan sadar dan sukarela serta tidak ada unsur peksaan
dari siapapun saya bersedia untuk berperan dalam penelitian ini.

Jombang, April 2018

Peneliti Responden/wali/orang tua

Ineke Ivon Shininta Ramdhani (………………………….)

Saksi

(………………………..)

Keterangan: *coret yang tidak perlu


Lampiran 7
Lampiran 8

Bulan
Jadwal November Desember Januari Februari Maret April Mei
No
Kegiatan 2017 2017 2018 2018 2018 2018 2018
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan
1
Judul
2 Konsul Judul
Studi
3
Pendahuluan
Penyusunan
4
Proposal
Bimbingan
5
Proposal
Ujian
6
Proposal
Revisi
7
Proposal
8 Ujian Etik

9 Penelitian
Penyusunan
10
Skripsi
11 Ujian Skripsi

12 Revisi Skripsi

Anda mungkin juga menyukai