BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Jombang.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Jombang.
3. Bupati adalah Bupati Jombang
6
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Paragraf 1
Ruang Lingkup Materi
Pasal 2
RTRW Kabupaten Jombang memuat:
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang;
b. rencana struktur ruang;
c. rencana pola ruang;
d. penetapan kawasan strategis;
e. arahan pemanfaatan ruang;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang;
g. penyidikan;
h. kelembagaan;
i. hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penataan
ruang;
j. ketentuan lain-lain; dan
k. ketentuan peralihan.
Paragraf 2
Ruang Lingkup Wilayah
Pasal 3
(1) Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan
batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif
mencakup wilayah daratan.
(2) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Kecamatan Perak;
c. Kecamatan Gudo;
d. Kecamatan Diwek;
e. Kecamatan Ngoro;
f. Kecamatan Mojowarno;
g. Kecamatan Bareng;
h. Kecamatan Wonosalam;
i. Kecamatan Mojoagung;
j. Kecamatan Sumobito;
k. Kecamatan Jogoroto;
l. Kecamatan Peterongan;
m. Kecamatan Jombang;
n. Kecamatan Megaluh;
o. Kecamatan Tembelang;
p. Kecamatan Kesamben;
q. Kecamatan Kudu;
r. Kecamatan Ngusikan;
s. Kecamatan Ploso;
t. Kecamatan Kabuh; dan
u. Kecamatan Plandaan.
(3) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memiliki 302 (tiga ratus dua) desa dan 4 (empat) kelurahan.
13
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 4
Penataan ruang kabupaten bertujuan untuk mewujudkan
ruang wilayah Kabupaten Jombang sebagai pusat agribisnis
dan pengembangan budaya didukung potensi pertanian,
industri, perdagangan, pariwisata, dan seni tradisi untuk
pemerataan pembangunan berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 5
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan Kebijakan Penataan
Ruang Wilayah Kabupaten.
(2) Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. pengembangan kegiatan agribisnis dengan
mengoptimalkan potensi sumberdaya alam;
b. pengembangan sistem perkotaan yang mendukung
wilayah Gerbangkertosusila;
c. pengembangan sistem pusat pelayanan;
d. pengembangan sistem jaringan transportasi dan
prasarana wilayah;
e. pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah
jaringan sumberdaya air;
f. pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah
jaringan prasarana lainnya;
g. pengembangan kawasan lindung pada kawasan
yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
h. pengembangan kawasan lindung pada kawasan
perlindungan setempat;
14
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 6
(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditetapkan
strategi penataan ruang wilayah.
(2) Strategi pengembangan kegiatan agribisnis dengan
mengoptimalkan potensi sumberdaya alam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, meliputi:
a. pengembangan sentra-sentra produksi unggulan;
b. pengembangan sarana dan prasarana produksi ke
pusat-pusat pemasaran;
c. pengembangan pemasaran hasil produksi; dan
d. pengembangan produk unggulan berbasis potensi lokal.
(3) Strategi pengembangan sistem perkotaan yang mendukung
wilayah Gerbangkertosusila sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf b, meliputi:
a. pemantapan pusat-pusat kegiatan lokal;
b. pengembangan fasilitas perdagangan dan jasa;
c. peningkatan fasilitasi kemudahan investasi;
d. peningkatan akses menuju pusat perkotaan; dan
e. menyediakan pemenuhan kebutuhan ruang terbuka
hijau pada kawasan perkotaan dengan minimal seluas
30 % (tiga puluh perseratus) dari luas kawasan
perkotaan, meliputi 20% (dua puluh perseratus) RTH
publik dan 10% (sepuluh perseratus) RTH privat.
15
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten terdiri atas:
a. sistem perkotaan; dan
19
Bagian Kedua
Sistem Perkotaan
Pasal 8
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) terdiri dari:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. Perkotaan Jombang meliputi Kecamatan Jombang,
Kecamatan Tembelang, Kecamatan Perak, Kecamatan
Diwek dan Kecamatan Peterongan;
b. Perkotaan Mojoagung meliputi Kecamatan Mojoagung,
Kecamatan Jogoroto dan Kecamatan Sumobito; dan
c. Perkotaan Ploso meliputi Kecamatan Ploso, Kecamatan
Kabuh dan Kecamatan Kudu.
(3) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b terdiri dari :
a. Desa Banjarsari di Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Desa Gudo di Kecamatan Gudo;
c. Desa Ngoro di Kecamatan Ngoro;
d. Desa Mojowarno di Kecamatan Mojowarno;
e. Desa Bareng di Kecamatan Bareng;
f. Desa Wonosalam di Kecamatan Wonosalam;
g. Desa Megaluh di Kecamatan Megaluh;
h. Desa Kesamben di Kecamatan Kesamben;
i. Desa Ngusikan di Kecamatan Ngusikan; dan
j. Desa Bangsri di Kecamatan Plandaan.
(4) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf c terdiri dari :
a. Desa Keboan di Kecamatan Ngusikan;
b. Desa Mojoduwur di Kecamatan Mojowarno;
c. Desa Bandarkedungmulyo Kecamatan
Bandarkedungmulyo; dan
d. Desa Blimbing Kecamatan Gudo.
(5) Sistem pelayanan perdesaan dikembangkan seiring dengan
pengembangan sistem agropolitan, yang rencana
pengembangan dan pengelolaannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
20
Pasal 9
Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 ayat (1) akan dituangkan dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR).
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana
Pasal 10
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b terdiri
dari:
a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi;
d. sistem jaringan sumber daya air; dan
e. sistem jaringan prasarana lainnya.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 11
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a terdiri dari
sistem jaringan transportasi darat.
(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari :
a. sistem jaringan jalan; dan
b. sistem jaringan kereta api.
Pasal 12
(1) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) huruf a terdiri dari :
a. jaringan jalan nasional yang ada dalam wilayah
kabupaten;
b. jaringan jalan provinsi yang ada di wilayah kabupaten;
c. jaringan jalan yang menjadi kewenangan kabupaten;
d. jalan lingkungan;
e. terminal penumpang; dan
f. jembatan timbang.
(2) Jaringan jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (2) huruf a terdiri dari :
a. jaringan jalan nasional (Jalan tol) terdiri dari :
1. Jalan Tol Kertosono – Mojokerto; dan
2. Jalan Tol Mojokerto – Lamongan;
3. Jalan Tol Mojokerto – Gempol; dan
4. Jalan Tol Kertosono – Babat.
b. jaringan jalan nasional arteri primer terdiri dari :
1. batas Kab. Kediri – batas Kota Jombang;
2. Jalan Yos Sudarso (Jalan Prof. Dr. Nurcholish
Madjid);
21
3. Jalan P. Sudirman;
4. Jalan Abdurachman Saleh;
5. Jalan Mastrip;
6. Jalan Brigjen Kretarto;
7. batas Kota Jombang – batas Kab. Mojokerto;
8. Jalan Basuki Rahmat;
9. Jalan Gatot Subroto; dan
10. Jalan Soekarno Hatta.
c. rencana peningkatan fungsi jalan meliputi: Jalan
Lingkar Mojoagung dan Jalan Cempaka.
(3) Jaringan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b terdiri atas:
a. jalan kolektor primer yang menghubungkan antar
ibukota kabupaten/kota, terdiri dari:
1. batas Kab. Lamongan – Ploso;
2. Ploso – batas Kota Jombang,;
3. Jalan Wahab Hasbulla;
4. Jalan Hasyim Ashari;
5. Batas Kota Jombang – Pulorejo;
6. Pulorejo - Batas Kabupaten Kediri (Pare); dan
7. Pulorejo - Batas Kabupaten Kediri (Kandangan).
b. rencana jaringan jalan kolektor primer yang
menghubungkan antaribukota kabupaten/kota adalah
batas Kab. Mojokerto – Ploso; dan
c. rencana pengembangan Jembatan Ploso yang
menghubungkan ruas jalan Ploso – batas Kota Jombang
dengan batas Kab. Lamongan – Ploso.
(4) Jaringan jalan yang menjadi kewenangan kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c terdiri dari :
a. rencana jaringan jalan kolektor primer yang
menghubungkan antara ibukota kabupaten dan ibukota
kecamatan, terdiri dari :
1. Gudo – Kesamben;
2. Jatipelem – Tanggungan;
3. Kayen – Kertorejo; dan
4. jalan kabupaten disebutkan dalam lampiran
b. rencana peningkatan fungsi jalan menjadi kolektor
primer meliputi ruas jalan : Kesamben – Talun Kidul,
Talun Kidul – Sumobito, Sumobito – Betek, Betek –
Gambiran, Mojoagung – Mojoduwur, Mojoduwur -
Penggaron, Penggaron – Bareng, Bareng – Ngoro, Ngoro
Ngoro Kota dalam rangka menghubungkan rencana Exit
Tol Kesamben; dan
c. Jalan lokal primer yang lokasinya tersebar di seluruh
wilayah kabupaten.
(5) Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf d jalan lingkungan primer yang lokasinya tersebar di
seluruh wilayah kabupaten.
(6) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf e terdiri dari:
22
Pasal 13
(1) Sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) huruf b terdiri dari :
a. jaringan jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api
(2) Sistem jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a terdiri atas jaringan jalur kereta api
umum.
(3) Sistem jaringan jalur kereta api umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) terdiri atas jaringan jalur kereta
api antarkota yang melintasi wilayah kabupaten, yang
terdiri dari:
a. rencana pengembangan jalur perkeretaapian umum
jalur tengah Surabaya (Semut) – Surabaya (Gubeng) –
Surabaya (Wonokromo) – Jombang – Kertosono –
Nganjuk – Madiun – Solo;
b. fasilitasi pengembangan jalur rel kereta api ganda
(double track) Lintas Selatan Jawa (Wonokromo –
Mojokerto – Jombang); dan
c. reaktivasi jalur kereta api Jombang-Babat-Tuban.
(4) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b yaitu stasiun penumpang, yaitu Stasiun Besar
Jombang, Stasiun Sembung, Stasiun Peterongan, Stasiun
Sumobito, dan Stasiun Curahmalang.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Energi
Pasal 14
Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf b terdiri dari :
a. jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi; dan
b. jaringan infrastruktur ketenagalistrikan.
23
Pasal 15
Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf a terdiri dari:
a. jaringan yang menyalurkan gas bumi dari kilang pengolahan
ke konsumen, meliputi: jaringan pipa gas Mojokerto – Ploso,
Mojokerto – Jombang, Jombang – Nganjuk; yang berada di
Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kecamatan Gudo,
Kecamatan Jombang, Kecamatan Kabuh, Kecamatan Kudu,
Kecamatan Perak, Kecamatan, Plandaan, Kecamatan Ploso,
Kecamatan Tembelang; dan
b. rencana pengembangan sumber dan sarana prasarana
minyak dan gas bumi berdasarkan hasil kajian dan
eksplorasi.
Pasal 16
(1) Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri dari:
a. infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana
pendukungnya; dan
b. infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukungnya.
(2) Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana
pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan
Pembangkit Listrik Lainnya.
(3) Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem, yang
terdiri dari Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);
b. jaringan distribusi tenaga listrik, terdiri dari Saluran
Udara Tegangan Menengah (SUTM); dan
c. gardu induk.
(4) Rencana infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan
sarana pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri dari:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
terdapat di Kecamatan Bareng, Kecamatan Wonosalam,
dan Kecamatan Mojoagung;
b. pembangkit listrik energi lainnya berupa biogas di sentra
peternakan sapi di Kecamatan Mojoagung dan
Kecamatan Wonosalam; dan
c. pengembangan energi baru terbarukan ditetapkan
berdasarkan hasil kajian serta sesuai dengan peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku
(5) Jaringan transmisi tenaga listrik antarsistem, yang terdiri
dari Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang ada di
Kabupaten Jombang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
huruf a terdiri dari:
a. jaringan transmisi Jatigedong – Ngimbang (150 kV);
b. jaringan transmisi Kediri – Jayakertas/Kertosono (150
kV);
c. jaringan transmisi Sekarputih – Kertosono (150 kV); dan
24
Paragraf 3
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 17
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf c terdiri dari :
a. sistem jaringan tetap; dan
b. sistem jaringan bergerak.
(2) Sistem jaringan tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a merupakan jaringan telekomunikasi untuk layanan
telekomunikasi bergerak yang terdiri dari:
a. Pengembangan dan peningkatan fungsi jaringan
teknologi informasi dan komunikasi berbasis kabel dan
serat optik beserta infrastruktur pendukungnya
dikembangkan di seluruh wilayah Kabupaten Jombang;
b. Pengembangan dan peningkatan jaringan teknologi
informasi dan komunikasi pada setiap instansi
pemerintahan, instansi swasta, fasilitas umum, dan
kawasan permukiman yang dikembangkan menuju
ekosistem kabupaten cerdas (smart regency); dan
c. Pembangunan dan pengembangan transmisi penyiaran
televisi dan radio.
(3) Sistem jaringan bergerak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b merupakan sistem jaringan bergerak seluler
yang terdiri dari:
a. Pengembangan menara telekomunikasi / base
transceiver station yang diprioritaskan penggunaan
menara bersama dengan memperhatikan pertumbuhan
industri telekomunikasi; dan
b. Pengembangan menara telekomunikasi monopole
maupun menara mikroseluler dikembangkan di seluruh
wilayah kabupaten.
(4) Peningkatan maupun pengembangan sistem jaringan
telekomunikasi disesuaikan dengan kondisi wilayah sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan.
25
Paragraf 4
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 18
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 Huruf d, terdiri dari:
a. Sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota;
dan
b. Sistem jaringan sumber daya air kabupaten.
(2) Sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) adalah
jaringan prasarana sumber daya air lintas kabupaten/kota
yang terdiri dari Sungai Brantas yang melewati Kecamatan
Kesamben, Kecamatan Ngusikan, Kecamatan Kudu,
Kecamatan Ploso, Kecamatan Plandaan, Kecamatan
Tembelang, Kecamatan Megaluh dan Kecamatan
Bandarkedungmulyo.
(3) Sistem jaringan sumber daya air kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. sumber air Kabupaten;
b. jaringan prasarana sumber daya air; dan
c. infrastruktur prasarana sumber daya air Kabupaten.
(4) Sumber air Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf (a) terdiri dari:
a. air permukaan pada sungai yang tersebar di wilayah
kabupaten;
b. air permukaan pada mata air yang tersebar di wilayah
kabupaten; dan
c. air permukaan pada embung atau waduk yang tersebar
di wilayah kabupaten, termasuk rencana pembangunan
Waduk Kedunglumpang di Kecamatan Mojoagung,
Waduk Karangan di Kecamatan Bareng dan Waduk
Jarak di Kecamatan Wonosalam.
(5) Jaringan prasarana sumber daya air Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (b) terdiri dari:
a. sistem jaringan irigasi; dan
b. sistem pengendalian banjir.
(6) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(5) huruf (a) terdiri dari:
a. jaringan irigasi primer dan jaringan irigasi sekunder,
yang daerah irigasinya ditetapkan dengan peraturan
menteri yang membidangi sumber daya air tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten Jombang;
b. jaringan irigasi tersier dan jaringan irigasi desa, yang
dibangun dan dikelola oleh masyarakat dan/atau
pemerintah desa tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Jombang;
c. jaringan irigasi air tanah, yang tersebar di seluruh
wilayah kabupaten; dan
d. Jaringan Irigasi Peterongan di Kecamatan Perak,
Kecamatan Gudo, Kecamatan Diwek, Kecamatan
Jogoroto, dan Kecamatan Mojowarno.
26
Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 19
(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf e terdiri dari:
a. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
b. Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL);
c. Sistem Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (LB3);
d. sistem jaringan persampahan wilayah; dan
e. sistem jaringan evakuasi bencana.
(2) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) untuk kebutuhan air
bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a terdiri
dari:
a. jaringan perpipaan; dan
b. bukan jaringan perpipaan.
(3) Jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf a terdiri dari:
a. jaringan produksi terdapat di Kecamatan Diwek,
Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Jombang, Kecamatan
Kudu, Kecamatan Mojoagung, Kecamatan Mojowarno,
Kecamatan Ngusikan, dan Kecamatan Ploso;
27
7. Kecamatan Mojoagung;
8. Kecamatan Perak;
9. Kecamatan Peterongan;
10. Kecamatan Plandaan;
11. Kecamatan Ploso;
12. Kecamatan Sumobito;
13. Kecamatan Tembelang;
14. Kecamatan Wonosalam.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten terdiri dari:
a. kawasan peruntukan lindung; dan
b. kawasan peruntukan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Peruntukan Lindung
Pasal 21
(1) Kawasan peruntukan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 Ayat (1) huruf a meliputi semua upaya
perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi sumber
daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan
secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat
dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.
(2) Kawasan peruntukan lindung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdiri dari:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya;
b. kawasan konservasi; dan
c. kawasan cagar budaya.
Pasal 22
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
huruf a adalah kawasan hutan lindung memiliki luas 1.102,85
(seribu seratus dua koma delapan lima) hektar, yang ditetapkan
oleh Pemerintah melalui keputusan menteri yang berwenang di
bidang kehutanan yang terdiri dari :
a. Kecamatan Bareng;
b. Kecamatan Mojoagung;
c. Kecamatan Plandaan; dan
d. Kecamatan Wonosalam.
30
Pasal 23
Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(2) huruf b terdiri dari Taman Hutan Raya R. Soerjo memiliki
luas 2.662,19 (dua ribu enam ratus enam puluh dua koma satu
sembilan) hektar di Kecamatan Wonosalam.
Pasal 24
Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (2) huruf c terdiri dari:
a. lingkungan nonbangunan, yang terdiri terdiri dari :
1. Sendang Made di Kecamatan Kudu;
2. Sendang Sumberbeji di Kecamatan Ngoro;
3. Candi Rimbi di Kecamatan Bareng; dan
4. Sendang Sumber Penganten di Kecamatan Jogoroto.
b. lingkungan bangunan non gedung dan bangunan gedung
dan halamannya, yang terdiri terdiri dari :
1. Kawasan Makam Presiden RI IV K.H. Abdurrahman
Wahid, Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahid Hasyim
di Kecamatan Diwek, dan Makam Pahlawan Nasional K.H.
Abdul Wahab Chasbullah di Kecamatan Jombang;
2. Kawasan Makam Sayyid Sulaiman di Kecamatan
Mojoagung;
3. Kelenteng Hong San Kiong di Kecamatan Gudo; dan
4. Gereja Kristen Jawi Wetan di Kecamatan Mojowarno.
c. lingkungan nonbangunan dan/atau lingkungan bangunan
bersejarah dan cagar lainnya yang ditetapkan dengan
peraturan perundangan dan keputusan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Kawasan Peruntukan Budidaya
Pasal 25
Kawasan peruntukan budidaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 Ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. kawasan hutan produksi tetap;
b. kawasan pertanian;
c. kawasan pertambangan dan energi;
d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan pariwisata;
f. kawasan permukiman; dan
g. kawasan pertahanan dan keamanan.
Pasal 26
Kawasan hutan produksi di Kabupaten Jombang sebagaimana
dimaksud pada pasal 25 huruf a yaitu kawasan hutan produksi
tetap memiliki luas 21.480,22 (dua puluh satu ribu empat ratus
delapan puluh koma dua dua) hektar terdiri dari:
a. Kecamatan Kabuh;
b. Kecamatan Kudu;
c. Kecamatan Ngusikan;
d. Kecamatan Plandaan;
31
e. Kecamatan Bareng;
f. Kecamatan Mojoagung;
g. Kecamatan Mojowarno; dan
h. Kecamatan Wonosalam.
Pasal 27
(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b terdiri dari :
a. kawasan tanaman pangan;
b. kawasan hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan/atau
d. kawasasan peternakan.
(2) Kawasan tanaman pangan memiliki luas kurang lebih 38.149
(tiga puluh delapan ribu seratus empat puluh sembilan)
hektar. yang diarahkan pada Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (KP2B) dengan lokasi tersebar pada 20 (dua
puluh) kecamatan, terdiri dari:
a. Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Kecamatan Bareng;
c. Kecamatan Diwek;
d. Kecamatan Gudo;
e. Kecamatan Jogoroto;
f. Kecamatan Jombang;
g. Kecamatan Kabuh;
h. Kecamatan Kesamben;
i. Kecamatan Kudu;
j. Kecamatan Megaluh;
k. Kecamatan Mojoagung;
l. Kecamatan Mojowarno;
m. Kecamatan Ngoro;
n. Kecamatan Ngusikan;
o. Kecamatan Perak;
p. Kecamatan Peterongan;
q. Kecamatan Plandaan;
r. Kecamatan Ploso;
s. Kecamatan Sumobito; dan
t. Kecamatan Tembelang.
(3) Kawasan hortikultura memiliki luas kurang lebih 3.924 (tiga
ribu sembilan ratus dua puluh empat) hektar dikembangkan
di:
a. Kecamatan Bareng;
b. Kecamatan Ngoro;
c. Kecamatan Tembelang; dan
d. Kecamatan Wonosalam.
(4) Kawasan perkebunan memiliki luas kurang lebih 10.417
(sepuluh ribu empat ratus tujuh belas) hektar terdiri dari:
a. Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Kecamatan Bareng;
32
c. Kecamatan Diwek;
d. Kecamatan Gudo;
e. Kecamatan Jogoroto;
f. Kecamatan Jombang;
g. Kecamatan Kabuh;
h. Kecamatan Kesamben;
i. Kecamatan Kudu;
j. Kecamatan Mojoagung;
k. Kecamatan Mojowarno;
l. Kecamatan Ngoro;
m. Kecamatan Ngusikan;
n. Kecamatan Peterongan;
o. Kecamatan Plandaan;
p. Kecamatan Ploso;
q. Kecamatan Sumobito;
r. Kecamatan Tembelang; dan
s. Kecamatan Wonosalam.
(5) Kawasan peternakan memiliki luas kurang lebih 244 (dua
ratus empat puluh empat) hektar terdiri dari:
a. Kecamatan Bareng;
b. Kecamatan Diwek;
c. Kecamatan Gudo;
d. Kecamatan Jombang;
e. Kecamatan Kesamben;
f. Kecamatan Kudu;
g. Kecamatan Megaluh;
h. Kecamatan Mojowarno;
i. Kecamatan Ngoro;
j. Kecamatan Perak;
k. Kecamatan Plandaan;
l. Kecamatan Tembelang; dan
m. Kecamatan Wonosalam.
Pasal 28
(1) Kawasan pertambangan dan energi memiliki luas kurang
lebih 157 (seratus lima puluh tujuh) hektar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf c berupa kawasan
pertambangan mineral.
(2) Kawasan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) terdiri dari :
a. kawasan pertambangan mineral bukan logam; dan
b. kawasan pertambangan batuan.
(3) Kawasan pertambangan mineral bukan logam sebagaimana
dimaksud Pasal 28 ayat (2) huruf a berupa yodium yang
dikembangkan di Kecamatan Kesamben.
33
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan industri memiliki luas kurang lebih
2.685 (dua ribu enam ratus delapan puluh lima) hektar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d terdiri dari:
a. Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Kecamatan Bareng;
c. Kecamatan Diwek;
d. Kecamatan Gudo;
e. Kecamatan Jogoroto;
f. Kecamatan Jombang;
g. Kecamatan Kabuh;
h. Kecamatan Kesamben;
i. Kecamatan Kudu;
j. Kecamatan Megaluh;
k. Kecamatan Mojoagung;
l. Kecamatan Mojowarno;
m. Kecamatan Ngoro;
n. Kecamatan Perak;
o. Kecamatan Peterongan;
p. Kecamatan Plandaan;
q. Kecamatan Ploso;
r. Kecamatan Sumobito; dan
s. Kecamatan Tembelang.
(2) Rencana pengembangan Rencana Kawasan Industri (RKI)
terdiri dari:
a. Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Kecamatan Kabuh;
c. Kecamatan Kudu; dan
d. Kecamatan Ploso.
Pasal 30
Kawasan pariwisata memiliki luas kurang lebih 26 (dua puluh
enam) hektar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e
antara lain terdiri dari:
a. Kawasan wisata religi di Kecamatan Diwek dan Kecamatan
Jombang;
34
Pasal 31
(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf f terdiri dari:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan/atau
b. kawasan permukiman perdesaan
(2) Kawasan permukiman perkotaan memiliki luas kurang lebih
17.564 (tujuh belas ribu lima ratus enam puluh empat)
hektar yang dikembangakan di seluruh wilayah kecamatan,
terdiri dari:
a. Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Kecamatan Bareng;
c. Kecamatan Diwek;
d. Kecamatan Gudo;
e. Kecamatan Jogoroto;
f. Kecamatan Jombang;
g. Kecamatan Kabuh;
h. Kecamatan Kesamben;
i. Kecamatan Kudu;
j. Kecamatan Megaluh;
k. Kecamatan Mojoagung;
l. Kecamatan Mojowarno;
m. Kecamatan Ngoro;
n. Kecamatan Ngusikan;
o. Kecamatan Perak;
p. Kecamatan Peterongan;
q. Kecamatan Plandaan;
r. Kecamatan Ploso;
s. Kecamatan Sumobito; dan
t. Kecamatan Tembelang.
(3) Kawasan permukiman perdesaan memiliki luas kurang lebih
11.234 (sebelas ribu dua ratus tiga puluh empat) hektar yang
dikembangkan di seluruh wilayah kecamatan, terdiri dari:
a. Kecamatan Bandarkedungmulyo;
b. Kecamatan Bareng;
c. Kecamatan Diwek;
d. Kecamatan Gudo;
e. Kecamatan Jogoroto;
f. Kecamatan Jombang;
g. Kecamatan Kabuh;
h. Kecamatan Kesamben;
35
i. Kecamatan Kudu;
j. Kecamatan Megaluh;
k. Kecamatan Mojoagung;
l. Kecamatan Mojowarno;
m. Kecamatan Ngoro;
n. Kecamatan Ngusikan;
o. Kecamatan Perak;
p. Kecamatan Peterongan;
q. Kecamatan Plandaan;
r. Kecamatan Ploso;
s. Kecamatan Sumobito;
t. Kecamatan Tembelang; dan
u. Kecamatan Wonosalam.
Pasal 32
Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 huruf g memiliki luas kurang lebih 3 (tiga) hektar
terdiri dari:
a. Satrad 222 di Kecamatan Kabuh;
b. Kodim 0814 di Kecamatan Jombang beserta satuan di
Kecamatan Jombang; dan
c. instalasi pertahanan dan keamanan lainnya baik yang sudah
ada maupun rencana pengembangannya sesuai dengan
peraturan dan perundang- undangan.
Pasal 33
Kawasan budidaya sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 32 memiliki fungsi kawasan budidaya yang
bertampalan dengan rawan bencana sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IX tentang ketentuan umum zonasi yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini,
dalam pemanfaatan ruangnya perlu mempertimbangkan mitigasi
bencana.
BAB V
KAWASAN STRATEGIS
Pasal 34
(1) Kawasan Strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas
kebutuhan dan kegunaannya.
(2) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah
Kabupaten;
b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah
Kabupaten; dan
c. kawasan strategis kabupaten.
(3) Kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
36
Pasal 35
(1) Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah
Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
huruf a yaitu kawasan strategis dari sudut kepentingan
sosial dan budaya.
(2) Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial
dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu
Kawasan Strategis Nasional Kawasan Kerajaan Majapahit
Trowulan.
(3) Kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah
Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
huruf b terdiri dari:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup; dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan
budaya.
(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) huruf a terdiri dari Kawasan Strategis Provinsi
Sekitar DAS Brantas.
(5) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b terdiri dari
Kawasan Strategis Provinsi Majapahit Park.
Pasal 36
(1) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2) huruf c terdiri dari:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan
budaya; dan
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
dari:
a. Kawasan Agropolitan, meliputi wilayah Kecamatan
Bareng, Kecamatan Ngoro, Kecamatan Mojowarno dan
Kecamatan Wonosalam;
b. Kawasan Cepat Tumbuh Bandarkedungmulyo dan Perak
meliputi Desa Banjarsari, Bandarkedungmulyo,
Gadingmangu, Gondangmanis, Kayen, Pagerwojo, dan
Perak;
c. Kawasan Cepat Tumbuh Tembelang meliputi Desa
Mojokrapak, Pesantren, Tampingmojo dan Tembelang;
dan
d. Kawasan Cepat Tumbuh Ploso meliputi Desa Banjardowo,
Manduro, Pengampon, Sukodadi, Karangpakis, Kabuh,
Kedungjati, Sumberingin, Sumbergondang,
Genenganjasem, Munungkerep, Katemas, Kepuhrejo dan
Pandanblole.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. Kawasan Cagar Budaya Made di Desa Made Kecamatan
Kudu;
37
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 37
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Jombang
dirumuskan dengan kriteria:
a. berdasarkan rencana struktur ruang, rencana pola ruang
dan penetapan kawasan strategis kabupaten;
b. mendukung program utama penetapan ruang nasional
dan provinsi;
c. dapat diacu dalam penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) kabupaten;
d. realistis, objektif, terukur dan dapat dilaksanakan dalam
jangka waktu perencanaan;
e. mempertimbangakan keterpaduan antar program
pengembangan wilayah kabupaten dan rencana induk
sektor di daerah;
f. konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang
disusun, baik dalam jangka waktu tahunan maupun lima
tahunan;
g. mempertimbangkan kemampuan pembiayaan dan
kapasitas daerah serta pertumbuhan investasi;
h. mempertimbangkan apresiasi masyarakat; dan
i. mengacu pada ketentuan perundang-undangan.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Jombang
berpedoman pada rencana struktur ruang, pola ruang dan
kawasan strategis.
(3) Pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten
Jombang dilaksanakan melalui :
a. penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan
ruang; dan
b. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
(4) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) disusun berdasarkan indikasi program utama lima
tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
(6) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan
kerjasama pendanaan.
38
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 38
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten didasarkan pada Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagai acuan dalam
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri dari :
a. ketentuan umum zonasi;
b. ketentuan khusus zonasi;
c. Penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang;
d. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
e. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Zonasi
Pasal 39
(1) Ketentuan umum zonasi sistem Kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a digunakan sebagai
pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun
peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum zonasi terdiri dari:
a. Ketentuan umum zonasi sistem pusat kegiatan, terdiri
dari:
1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
2. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
3. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
b. Ketentuan umum zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana wilayah, terdiri dari:
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi;
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air; dan
5. kawasan sekitar prasarana lainnya.
c. Ketentuan umum zonasi untuk kawasan lindung, terdiri
dari:
1. kawasan hutan lindung;
2. kawasan konservasi (taman hutan raya); dan
39
Paragraf 1
Ketentuan Umum Zonasi Sistem Pusat Kegiatan
Pasal 40
(1) Ketentuan umum zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a
nomor 1 terdiri dari:
a. diperbolehkan untuk kegiatan ekonomi dengan skala
layanan Kabupaten dan/atau yang lebih tinggi;
b. diizinkan kegiatan pemanfaatan ruang dengan fungsi
utama sebagai kawasan permukiman, pertanian dan
industri skala kecil;
c. diizinkan kegiatan pengembangan sistem jaringan
prasarana pendukung;
d. diizinkan kegiatan pemanfaatan ruang lindung meliputi
pengembangan kawasan perlindungan setempat, rawan
bencana, cagar budaya dan ruang terbuka hijau;
e. diizinkan dengan terbatas kegiatan pemanfaatan ruang
budidaya meliputi kawasan pertambangan dan energi,
peruntukan industri skala sedang, serta pertahanan dan
keamanan;
f. diizinkan dengan terbatas kegiatan pemanfaatan ruang
lindung meliputi pengembangan kawasan resapan air;
dan
g. dilarang kegiatan pemanfaatan ruang budidaya meliputi
kawasan peruntukan industri skala besar.
(2) Ketentuan umum zonasi untuk pusat pelayanan kawasan
(PPK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a
nomor 2 terdiri dari:
a. diperbolehkan untuk kegiatan ekonomi dengan skala
layanan kecamatan dan/atau skala layanan kabupaten;
40
Paragraf 2
Ketentuan Umum Zonasi untuk Kawasan Sekitar Sistem
Prasarana Wilayah
Pasal 41
(1) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan prasarana
transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)
huruf b nomor 1, terdiri dari:
a. sistem jaringan jalan; dan
b. sistem jaringan kereta api.
(2) Ketentuan umum zonasi sistem jaringan jalan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri dari:
a. ketentuan umum zonasi untuk jaringan jalan nasional
yang ada dalam wilayah kabupaten;
b. ketentuan umum zonasi untuk jaringan jalan provinsi
yang ada di wilayah kabupaten;
c. ketentuan umum zonasi untuk jaringan jalan yang
menjadi kewenangan kabupaten;
d. ketentuan umum zonasi untuk jaringan jalan lingkungan;
41
Paragraf 3
Ketentuan Umum Zonasi untuk Kawasan Lindung
Pasal 42
(1) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c
nomor 1, terdiri dari:
53
Paragraf 4
Ketentuan Umum Zonasi untuk Kawasan Budidaya
Pasal 43
(1) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan hutan produksi
tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d
nomor 1, terdiri dari:
a. diizinkan aktivitas yang tidak mengolah tanah secara
intensif seperti pertanian tumpang sari;
b. diizinkan terbatas kegiatan pertambangan melalui
pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri terkait dengan
memperhatikan batasan luas dan jangka waktu tertentu
serta kelestarian hutan/lingkungan;
c. diizinkan terbatas kegiatan wisata alam berbasis
ekowisata, penelitian dan pendidikan;
d. dilarang pemanfaatan selain peruntukan hutan produksi
yang berpotensi mengganggu produtivitas hasil hutan;
dan
e. dilarang kegiatan eksploitasi hutan produksi yang
beresiko merusak kelestarian hayati serta berdampak
pada penurunan daya dukung lingkungan hidup dan
menimbulkan bencana; dan
f. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk
klasifikasi non hutan adalah maksimum 20% dan berupa
jenis pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu
aktivitas kehutanan.
(2) Ketentuan umum zonasi untuk kawasan tanaman pangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d
nomor 2, terdiri dari:
a. diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah terutama pada
lahan pertanian non irigasi;
b. diizinkan terbatas pemanfaatan ruang untuk kegiatan
perkebunan tanaman tahunan tanpa mengganggu sistem
ketahanan pangan;
c. diizinkan terbatas kegiatan penunjang pertanian, wisata
alam berbasis ekowisata, penelitian dan pendidikan;
d. diizinkan terbatas pembangunan fasilitas umum dengan
tanpa mengganggu sistem ketahanan pangan;
e. diizinkan terbatas kegiatan pengembangan kawasan
pertambangan khusus dengan metode tertutup sesuai
dengan peta Wilayah Pertambangan dan jaringan
prasarana pengelolaan limbah pertambangan;
f. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk
klasifikasi non pertanian adalah maksimum 30% dan
berupa jenis pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu
aktivitas pertanian;
55
Bagian Ketiga
Ketentuan Khusus
Pasal 44
(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 38
ayat (2) huruf b digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah
Kabupaten dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah Kabupaten yang memerlukan ketentuan
khusus.
(2) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas :
a. ketentuan khusus kawasan rawan bencana;
b. ketentuan khusus KP2B; dan
c. ketentuan khusus kawasan sempadan.
(3) Ketentuan khusus kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari :
a. diizinkan untuk pengembangan sistem jaringan evakuasi
bencana pada kawasan konservasi, hutan produksi,
kawasan pertanian tanaman pangan, kawasan
hortikultura, kawasan perkebunan, kawasan peternakan,
kawasan pertambangan, kawasan peruntukan industri,
dan kawasan permukiman diantaranya adalah jalur
evakuasi dan titik kumpul;
b. diizinkan terbatas pemanfaatan ruang pada kawasan
rawan gerakan tanah untuk peruntukan kawasan hutan
lindung, kawasan konservasi, kawasan hutan produksi,
kawasan tanaman pangan, kawasan hortikultura,
kawasan perkebunan, dan kawasan permukiman dengan
ketentuan :
1. tingkat kelerengan rendah (≤15%);
2. penataan terasering dan drainase yang tepat;
3. pembuatan bangunan penahan, jangkar dan pilling.
c. dilarang pengembangan pemanfaatan ruang pada
kawasan pertambangan dan kawasan permukiman
dengan kelerengan >40%.
(4) Ketentuan khusus KP2B sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, disusun dengan ketentuan :
a. diizinkan untuk kegiatan :
1. pemantapan lahan sawah dan upaya peningkatan
produktivitas tanaman pangan serta kegiatan lain
yang sifatnya mendukung kegiatan pertanian; dan
2. pemeliharaan dan peningkatan prasarana pertanian
pada lahan sawah.
b. diizinkan kegiatan yang tidak mengurani luasan KP2B
serta tidak merusak fungsi lahan dan kualitas tanah; dan
c. tidak diperbolehkan adanya fungsi kawasan tanaman
pangan yang merupakan KP2B, kecuali untuk
pertahanan dan keamanan, kepentingan umum, proyek
strategis nasional dan/atau karena bencana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
62
Bagian Ketiga
Penilaian Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang
Pasal 45
(1) Penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan
melalui:
a. penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang; dan
b. penilaian perwujudan RTR.
(2) Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a untuk memastikan:
a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan
Pernanfaatan Ruang; dan
b. pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(3) Penilaian perwujudan RTR dilaksanakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan penilaian
perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola
Ruang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penilaian pelaksanaan
Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Penilaian
perwujudan RTR dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 46
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (2) huruf d merupakan acuan bagi
pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan berusaha.
(2) Insentif diberikan apabila rencana kegiatan usaha yang
sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
dan ketentuan umum zonasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap rencana kegiatan usaha yang
perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya
berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 47
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam rencana
kegiatan usaha dilakukan oleh pemerintah daerah kepada
masyarakat.
64
Pasal 48
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2), dapat berbentuk :
a. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak
daerah;
b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi
daerah;
c. pemberian bantuan Modal kepada usaha mikro, kecil,
dan/atau koperasi di daerah;
d. bantuan untuk riset dan pengembangan untuk usaha
mikro, kecil, dan/atau koperasi di daerah;
e. bantuan fasilitas pelatihan vokasi usaha mikro, kecil,
dan/atau koperasi di daerah;
f. bunga pinjaman rendah;
g. penyediaan data dan informasi peluang penanaman
modal;
h. penyediaan sarana dan prasarana;
i. fasilitasi penyediaan lahan atau lokasi;
j. pemberian bantuan teknis;
k. penyederhanaan dan percepatan pemberian perizinan .
melalui pelayanan terpadu satu pintu;
l. kemudahan akses pemasaran hasil produksi;
m. kemudahan investasi langsung konstruksi;
n. kemudahan investasi di kawasan strategis yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berpotensi pada pembangunan daerah;
o. pemberian kenyamanan dan keamanan berinvestasi di
daerah;
p. kemudahan proses sertifikasi dan standardisasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
q. kemudahan akses tenaga kerja siap pakai dan terampil;
r. kemudahan akses pasokan bahan baku; dan/atau
s. fasilitasi promosi sesuai dengan kewenangan daerah.
(2) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
insentif diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 49
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3), dapat berbentuk:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi
dampak yang dibutuhkan akibat pemanfaatan ruang; dan
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana
infrastruktur, pengenaan kompensasi dan penalti.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
disinsentif diatur dalam Peraturan Bupati.
65
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 50
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(2) huruf e merupakan tindakan atas pelanggaran terhadap
pemanfaatan ruang.
(2) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sanksi administratif; dan/atau
b. sanksi pidana.
(3) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
struktur ruang dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
rencana tata ruang wilayah Kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan kesesuaian
kegiatan pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
yang diterbitkan berdasarkan rencana tata ruang wilayah
Kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh melalui
prosedur yang tidak benar.
Pasal 51
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian tetap kegiatan;
d. penghentian sementara pelayanan umum;
e. penutupan lokasi;
f. pencabutan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
g. pembatalan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;
h. pembongkaran bangunan;
i. pemulihan fungsi ruang;
j. denda administratif;
k. sanksi administratif tertentu lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 52
(1) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf
b mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
66
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 53
(1) Selain Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan perangkat
daerah yang mempunyai kewenangan penegakan peraturan
daerah dan Peraturan Bupati dan/atau Penyidik Pegawai
Negeri Sipil pada instansi penataan ruang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam
bidang penataan ruang;
c. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam
bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang
berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang;
f. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang
hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam
perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
h. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggung jawabkan.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada
pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan
penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut
umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik
Indonesia.
67
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 54
(1) Dalam rangka mengoordinasikan penataan ruang dan
Kerjasama antarsektor/daerah di bidang penataan ruang,
dibentuk Forum Penataan Ruang Daerah Kabupaten
Jombang.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Forum Penataan
Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Bupati.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM
PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 55
Dalam kegiatan mewujudkan penataan ruang wilayah,
masyarakat berhak:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan
ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang dan menimbulkan
kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 56
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.
68
Pasal 57
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan
aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 58
Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan
antara lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 59
Bentuk peran masyarakat pada tahap penyusunan tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau
kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.
69
Pasal 60
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan
ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan
lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan
ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan
serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c dapat
berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan
sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi;
c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau
pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar
rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak
sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 62
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat
disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat disampaikan kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
dapat disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk
oleh Bupati.
70
Pasal 63
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah
daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan
ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pasal 64
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 65
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
daerah;
c. penyusunan rencana detail tata ruang perkotaan kabupaten;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.
Pasal 66
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Jombang adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan
dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas
teritorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Jombang dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Jombang tahun
2021-2041 dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(4) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri
Kehutanan terhadap bagian wilayah kabupaten yang
kawasan hutannya belum disepakati pada saat Perda ini
ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan
hutan berdasarkan hasil kesepakatan Menteri Kehutanan.
71
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 67
(1) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui
kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan
peraturan daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang telah
dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan daerah ini berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya,
izin pemanfaatan ruang atau KKPR disesuaikan
dengan fungsi kawasan berdasarkan peraturan
daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya
dilakukan penyesuaian dengan masa transisi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya
dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
peraturan daerah ini, izin pemanfaatan ruang atau
KKPR yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan
terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian
yang layak; dan
4. mekanisme penggantian yang layak akan diatur
dengan peraturan bupati.
c. pemanfaatan ruang di kabupaten yang diselenggarakan
tanpa izin pemanfaatan ruang atau KKPR dan
bertentangan dengan ketentuan peraturan daerah ini,
akan ditertibkan dan disesuaikan dengan peraturan
daerah ini; dan
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan
peraturan daerah ini, agar dipercepat untuk
mendapatkan izin pemanfaatan ruang atau KKPR.
(3) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan
ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 68
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku maka Peraturan Daerah
Kabupaten Jombang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang (Lembaran Daerah
Kabupaten Jombang Tahun 2009 Nomor 21/E) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
72
Pasal 69
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jombang.
Ditetapkan di Jombang
pada tanggal 22 Nopember 2021
BUPATI JOMBANG,
ttd
MUNDJIDAH WAHAB
Diundangkan di Jombang
pada tanggal 22 Nopember 2021
Pj. SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN JOMBANG,
ttd
SENEN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2021 NOMOR 10/E
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 240-10/2021
I. PENJELASAN UMUM
Ruang wilayah Kabupaten Jombang sebagai bagian wilayah
Provinsi Jawa Timur maupun bagian dari Negara Republik Indonesia
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Ruang tersebut di samping
berfungsi sebagai sumber daya, juga sebagai wadah kegiatan, perlu
dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, menciptakan kesejahteraan masyarakat dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Ruang wilayah
Kabupaten Jombang selain memiliki potensi juga keterbatasan. Oleh
karena itu di dalam memanfaatkan ruang wilayah Kabupaten Jombang
baik untuk kegiatan pembangunan maupun untuk kegiatan lain perlu
dilaksanakan secara bijaksana, dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan azas terpadu, tertib, serasi, seimbang dan lestari.
Dengan demikian baik ruang sebagai wadah kehidupan dan penghidupan
maupun sebagai sumber daya perlu dilindungi guna mempertahankan
kemampuan daya dukung dan daya tampung bagi kehidupan manusia.
Agar pemanfaatan dan perlindungan ruang dapat dilaksanakan secara
berdaya guna dan berhasil guna perlu dirumuskan penetapan struktur
dan pola ruang wilayah, kebijaksanaan, strategi pengembangan dan
pengelolaannya di dalam suatu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Jombang yang merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Nasional
Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Timur, serta merupakan acuan
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang maupun Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Kabupaten. Atas dasar hal-hal tersebut di atas dan
demi kepastian hukum, perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten
Jombang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup Jjelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
75
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup Jjelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup Jjelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
76
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
https://drive.google.com/file/d/1VyqGZNxSwk2G7FKV8mAmGiIY8uo-
BfUQ/view?usp=sharing