Anda di halaman 1dari 8

Machine Translated by Google

Seri Konferensi IOP: Ilmu Bumi dan Lingkungan

KERTAS • AKSES TERBUKA

Korelasi kandungan karbon tetap dan nilai kalor Sulawesi Selatan


Batubara, Indonesia
Mengutip artikel ini: Anshariah et al 2020 IOP Conf. Ser.: Lingkungan Bumi. Sci. 473 012106

Lihat artikel secara online untuk pembaruan dan penyempurnaan.

Konten ini diunduh dari alamat IP 181.214.6.73 pada 14/05/2020 pukul 18:23
Machine Translated by Google

GIESED 2019 Penerbitan IOP


Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 473 (2020) 012106 doi:10.1088/1755-1315/473/1/012106

Korelasi kandungan karbon tetap dan nilai kalor


Batubara Sulawesi Selatan, Indonesia

Ansyariah1,4 , AM Imran2 , S Widodo3 dan UR Irvan2

1
Mahasiswa doktoral di bidang Teknologi Bumi dan Lingkungan, Fakultas Teknik,
Hasanuddin University, Indonesia
2Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin,
Indonesia
3 Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin,
Indonesia
4 Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Muslim Indonesia

Email: anshariah.anshariah@umi.ac.id

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkorelasikan kandungan karbon tetap menggunakan
analisis proksimat dan analisis nilai kalor batubara Formasi Mallawa Sulawesi Selatan. Penelitian
dilakukan di dua lokasi yaitu di Wilayah Massenrengpulu Kabupaten Bone dan Wilayah Pujananting
di Kabupaten Barru. Metode penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data lapangan masing-
masing menggunakan metode channel sampling (ply by ply), yang mewakili lapisan bawah, lapisan
tengah dan lapisan atas. Kemudian dilakukan analisis proksimat untuk mendapatkan kandungan
karbon tetap dan analisis nilai kalor. Hasil analisis menunjukkan bahwa batubara di daerah
Pujananting menunjukkan korelasi antara persentase karbon tetap dan nilai kalor memiliki korelasi
yang sangat baik dengan nilai regresi linier sebesar 0,9994. Sama halnya dengan batubara Formasi
Mallawa di daerah Massenrengpulu, korelasi kandungan karbon tetap dan nilai kalor menunjukkan
korelasi yang sangat baik dengan nilai regresi linier sebesar 0,9998. Peningkatan persentase
karbon tetap dalam batubara akan diikuti dengan peningkatan nilai kalor. Hal ini semakin
menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara kandungan karbon tetap dan nilai kalori dalam batubara.

1. Perkenalan
Batubara merupakan sedimen organik yang terdiri dari material vegetasi, dengan perbedaan komposisi antara
batubara humat dan sapropel dimana jenis humat jauh lebih sering daripada jenis sapropel [1].
Sedangkan menurut [2], batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, yang komposisinya terdiri dari
campuran bahan tumbuhan.
Tahap coalification merupakan perpaduan antara proses biologi, kimia, dan fisik yang terjadi akibat pengaruh
pembebanan sedimen yang menutupinya, suhu, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik gambut.
Proses koalifikasi adalah proses pengembangan gambut kemudian lignit, sub-bituminus, bituminus menjadi
meta antrasit dan antrasit karena tekanan, penguburan dan suhu. Derajat transformasi atau coalification sering
disebut rank batubara [3]. Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen
dan oksigen akan menurun [4].

Klasifikasi Batubara Bituminous dan Antrasit peringkat tinggi berdasarkan parameter yang berbeda [3] pada Tabel 1
menunjukkan bahwa jumlah karbon akan meningkat dengan meningkatnya peringkat batubara. Demikian juga jumlah kalori
yang terkandung dalam batubara akan meningkat seiring dengan meningkatnya peringkat dalam batubara.
Deposit batubara di Indonesia ditemukan di beberapa pulau, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi,
dan Papua. Hampir semua batubara tersebut memiliki kualitas, komposisi kimia dan sifat fisik yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas, sifat kimia dan fisik batubara di Indonesia, khususnya
Batubara Sulawesi Selatan.

Konten dari karya ini dapat digunakan di bawah persyaratan lisensi Creative Commons Attribution 3.0. Distribusi lebih lanjut
dari karya ini harus mempertahankan atribusi kepada penulis dan judul karya, kutipan jurnal dan DOI.
Diterbitkan di bawah lisensi oleh IOP Publishing Ltd 1
Machine Translated by Google

GIESED 2019 Penerbitan IOP


Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 473 (2020) 012106 doi: 10.1088/1755-1315/473/1/012106

Batubara Formasi Mallawa (Sulawesi Selatan Coal) umumnya memiliki nilai kalor yang tinggi dan memenuhi syarat
untuk bahan bakar. Namun pemanfaatannya belum optimal karena kandungan sulfur yang tinggi, yaitu di atas dua persen
[5-8]. Nilai kalor Batubara Formasi Mallawa berkisar antara 4900 hingga 6700 cal/gram [6]. Beberapa penelitian tentang
karakteristik batubara Indonesia khususnya di Kalimantan juga telah dilakukan oleh beberapa penulis [9,10].

Pangkat Reff Jil. M daf Karbon daf kal. Nilai Btu/lb Penerapan Berbeda
Tempat tidur
RM % % (Kkal/kg) Parameter Peringkat
Kelembaban
Jerman Amerika Serikat Minyak

0.2
gambut gambut 68

64
seperti 60 seperti 75
0,3 60
Lembut Batu bara muda
56 seperti 35 7200
(4000)
Matt 52
Sub. C sedikit 0.4 seperti 71 seperti 25 9900
48 (5500)
bersinar B 0,5

SEBUAH 0.6 44
seperti 77 seperti 8 -10 12600
Kebohongan 0,7 (7000)
C 40
0.8

Gas B 36
api
1.0
SEBUAH 32
Gas 1.2
Sedang Vol. 28 seperti 87 15500
1.4 (8650)
Beraspal 24
Gemuk
Rendah 1.6 20
Lincah
Ess Beraspal 1.8 16

Semi 2.0 12
Tipis
Antrasit

8 seperti 91 15500
antrasit 3.0 (8650)
Antrasit 4
Meta 4.0
antrasit Meta
Antrasit

Gambar 1. Klasifikasi Batubara Bituminous dan Antrasit peringkat tinggi berdasarkan parameter yang berbeda [3]

2. Metode
Daerah penelitian terletak di Wilayah Massenrengpulu Kabupaten Bone dan Wilayah Salopuru di Kabupaten Barru (Gambar
2). Secara stratigrafi, batuan penyusun yang termasuk dalam kedua wilayah tersebut termasuk dalam Formasi Mallawa.

Metode penelitian yang digunakan adalah peneliti mengambil sampel batubara langsung dari masing-masing lapangan
dengan menggunakan metode channel sampling (ply by ply) yang mewakili lapisan bawah, lapisan tengah dan lapisan atas.
Data penelitian diambil langsung dari lapangan dalam batubara dari Wilayah Mallawa Wilayah Barru dan Wilayah Bone
(Gambar 2).
Analisis proksimat bertujuan untuk mendapatkan data karakteristik batubara termasuk mengetahui kandungan karbon
padat pada batubara. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Analisis Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
Persiapan sampel batubara untuk analisis proksimat meliputi beberapa operasi yang terdiri dari pengeringan,
pengurangan ukuran butir, pencampuran, pembagian dan penghalusan sampel. Pengeringan sampel dilakukan untuk
mendapatkan kondisi tertentu sehingga dapat digiling, dan distribusi sampel tanpa kehilangan berat atau kontaminasi. Untuk
mengetahui nilai kandungan karbon padat, terlebih dahulu perlu diketahui juga kadar air, kadar abu, dan kadar volatile
matter. Kandungan karbon tetap dihitung dari 100% dikurangi dengan kadar air, kadar abu dan bahan mudah menguap
(ASTM D3173) [16]. Berkurangnya kadar air berarti bahwa karbon tetap lebih tinggi.

2
Machine Translated by Google

GIESED 2019 Penerbitan IOP


Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 473 (2020) 012106 doi:10.1088/1755-1315/473/1/012106

Karbon Tetap = 100% – (kadar air % - Kadar abu % – bahan mudah menguap %).

Gambar 2. Peta geologi dan lokasi penelitian

Persentase kadar air diukur dengan menggunakan metode oven kering. Mula-mula sampel yang telah diketahui
beratnya disimpan dalam oven pada suhu 105ºC selama satu jam kemudian ditimbang [11]. Kadar air sampel
dihitung menggunakan rumus berikut:

W2-W3
M (%) = x 100% .......... (1)
W2-W1

Yaitu W1 = Berat wadah (g)


W2 = Berat wadah + sampel (g)
W3 = Berat krus + sampel, setelah dikeringkan (g)

Kadar abu juga ditentukan dengan memanaskan 2 gram sampel batubara dalam tungku pada suhu 550 °C
selama 4 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator untuk mendapatkan berat abu. Persentase kadar
abu ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

C
A (%) = x 100% ....... (2)
SEBUAH

Persentase bahan yang mudah menguap ditentukan dengan menghancurkan 2g sampel briket dalam a
°
wadah dan dimasukkan ke dalam oven sampai diperoleh berat konstan kemudian dipanaskan dalam tanur pada
suhu 550 C selama 10 menit dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator. PVM kemudian dihitung
menggunakan persamaan berikut:

3
Machine Translated by Google

GIESED 2019 Penerbitan IOP


Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 473 (2020) 012106 doi:10.1088/1755-1315/473/1/012106

A–B
VM (%) = x 100% .......... (3)
SEBUAH

Dimana : A adalah berat sampel kering oven (g)


B adalah berat sampel setelah 10 menit dalam tungku pada 550oC (g)

Analisis nilai kalori ditentukan dengan menggunakan kalorimeter bom. Prinsip kerja alat ini adalah membaca
temperatur atau temperatur air dari hasil pembakaran batubara. Pengukuran kalori melalui beberapa tahapan
atau prosedur kerja. Pertama-tama sampel ditimbang 0,5-1 gram, untuk sampel yang akan dimiringkan terlebih
dahulu (massa sampel) ditimbang dengan kawat (nichcrome) sekitar 4 cm (massa kawat) dan benang sekitar
15 cm (massa benang). Sekitar 1 gram asam benzoat yang telah ditimbang nilai kalornya untuk dikalibrasi,
alat kalibrasi yang menggunakan asam benzoat dimasukkan ke dalam camber kemudian diikat dengan benang
yang dihubungkan dengan kawat nichcrome. Sebuah camber yang mengandung asam benzoat dimasukkan
ke dalam bejana bom yang diisi dengan oksigen maksimal 25 bar kemudian dimasukkan bejana bom ke dalam
jaket air yang berisi 2 liter air suling. Water jacket dimasukkan ke dalam kalorimeter bomb, kalorimeter bomb
dan digital bomb calorimeter dihubungkan ke listrik dan dihidupkan. Setelah pembacaan pada kalorimeter bom
digital menunjukkan 0,00 kemudian tekan api, perhatikan pembacaan instrumen pada interval 3 menit sampai
pembacaan perangkat kembali berkurang sekitar 2 titik pembacaan. Matikan alat kemudian bejana bom dan
oksigen yang tersisa di rumbai bom dikeluarkan.

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Massenrengpulu menunjukkan nilai fixed carbon pada lapisan
bawah M-01 sebesar 47,38% kemudian meningkat pada lapisan tengah yaitu sampel M-02 menjadi 51,67%
dan menurun lagi pada lapisan atas M -03 yaitu 49,03 %. Sedangkan nilai kalor pada batubara Massenrengpulu
pada lapisan batubara bawah M-01 6652,76 kal/gram, pada lapisan batubara tengah menunjukkan nilai kalor
meningkat menjadi 6700,26 kal/gram, sedangkan pada lapisan batubara lapisan atas nilai kalor M-03 turun
lagi menjadi 6670,6 kal/gram.
Hasil penelitian yang dilakukan di Kawasan Pujananting menunjukkan nilai fixed carbon mulai dari lapisan
bawah P-01 sebesar 32,3%, kemudian meningkat pada lapisan tengah yaitu pada sampel P-02 menjadi
39,66%, dan menurun lagi pada lapisan atas. lapisan P-03 yaitu 36,77%. Sedangkan nilai kalor batubara
Wilayah Pujananting pada lapisan batubara bawah P-01 4900,89 kal/gram, pada lapisan batubara tengah
menunjukkan nilai kalor meningkat menjadi 5450,20 kal/gram, sedangkan pada lapisan batubara lapisan atas
P-03 nilai kalori turun lagi menjadi 5225,96 kal/gram.
Nilai fixed carbon dan nilai kalor batubara Massenrengpulu Kabupaten Bone dan batubara di Kabupaten
Pujananting Barru dapat dilihat pada tabel 2. Uraian diatas menunjukkan bahwa kenaikan dan penurunan nilai
fixed carbon juga diikuti dengan kenaikan dan penurunan kalor. nilai. Hubungan antara fix carbon dengan nilai
kalor wilayah Massenengulu digambarkan pada grafik persamaan regresi linier (Gambar 3).

Grafik persamaan regresi linier pada Gambar 3 menunjukkan korelasi antara nilai fixed carbon dengan nilai
kalor pada batubara Wilayah Massenrengpulu. Grafik persamaan regresi linier di atas menunjukkan nilai R2 =
0.9998 yang artinya juga menunjukkan bahwa nilai fixed carbon dan nilai kalori memiliki korelasi yang sangat
kuat.
Hubungan antara fixed carbon dengan nilai kalor Wilayah Pujananting digambarkan pada grafik persamaan
regresi linier (Gambar 4).

4
Machine Translated by Google

GIESED 2019 Penerbitan IOP


Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 473 (2020) 012106 doi:10.1088/1755-1315/473/1/012106

Tabel 1. Karbon Tetap dan Nilai Kalor batubara di Wilayah Massenrengpulu di Kabupaten Bone dan Wilayah
Pujananting di Kabupaten Barru.

Kandungan karbon tetap Nilai kalori


Lokasi pengambilan sampel Contoh batubara
(%) kal/gram
M.03 (jahitan atas) 47.38 6652.76
M.02 (jahitan tengah) 51.67 6700.26
Massenrengpulu
M.01 ((jahitan bawah) 49.03 6670.6
P.03 (jahitan atas) 36.77 5225.96
Pujananting P.02 (jahitan tengah) 39.66 5450.20
P.01 (jahitan bawah) 4900.89
32,3

6710

6700 R² = 0,9998

6690

6680

6670

6660

6650
47 48 49 50 51 52

Karbon Tetap (%)

Gambar 3. Grafik regresi linier menunjukkan korelasi fixed carbon dan nilai kalor batubara Massenrengpulu

5
Machine Translated by Google

GIESED 2019 Penerbitan IOP


Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 473 (2020) 012106 doi:10.1088/1755-1315/473/1/012106

5500
R² = 0,9994
5400

5300

5200

5100

5000

4900

4800
0 10 20 30 40 50

Karbon Tetap (%)

Gambar 4. Grafik regresi linier menunjukkan korelasi karbon tetap dan nilai kalor
Batubara Pujananting

Grafik persamaan regresi pada Gambar 3 menunjukkan nilai R2 = 0,9994, yang berarti bahwa nilai karbon tetap
dan nilai kalor memiliki korelasi positif yang sangat kuat. Setiap kali terjadi peningkatan nilai fixed carbon pada
batubara, maka akan dibarengi dengan peningkatan nilai kalornya.

4. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa batubara di daerah Pujananting menunjukkan korelasi antara persentase
karbon tetap dan nilai kalor memiliki korelasi yang sangat kuat dengan nilai regresi linier (R2 ) 0,9994 (mendekati
1.000). Sama halnya dengan batubara Formasi Mallawa di daerah Massenrengpulu, korelasi kandungan karbon
tetap dan nilai kalor menunjukkan korelasi yang sangat baik dengan nilai regresi linier (R2 ) 0,9998 (mendekati
1.000). Peningkatan persentase karbon tetap dalam batubara akan diikuti dengan peningkatan nilai kalor. Hal ini
semakin menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara kandungan karbon tetap dan nilai kalori pada batubara
yang diteliti.

Ucapan Terima Kasih


Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Pengolahan dan Analisis Hasanuddin
Fakultas Teknik Universitas atas segala fasilitas yang diberikan, asisten laboratorium, atas dukungan dan asisten
selama penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada editor dan pengulas anonim atas komentar mereka pada
naskah.

Referensi
[1] Sistem pengendapan batubara CFK 2012 (Springer Science & Business Media)
[2] Suárez-Ruiz I dan Crelling JC 2008 Petrologi batubara terapan: peran petrologi dalam pemanfaatan
batubara (Academic Press)
[3] Mackowsky MT dan Stach E 1982 Batubara Petrologi 3rd Revis. Ed. Gebruder Borntraeger,
Berlin 153–71
[4] CECIL CB 2001 Tahap Coalification Pertemuan Tahunan GSA Sistem Batubara, November
5-8, 2001
[5] Widodo S 2003 Studi Pirit Sebagai Sumber Sulfur pada Batubara J. JTM-FIKTM-ITB 10 3–11

6
Machine Translated by Google

GIESED 2019 Penerbitan IOP


Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 473 (2020) 012106 doi:10.1088/1755-1315/473/1/012106

[6] Imran AM, Irfan UR, Nawir A dan Budiman AA 2018 Karakterisasi Dan Rekonstruksi Fasies Endapan
Formasi Batubara Mallawa Sulawesi Selatan Berdasarkan Analisis Proksimat Dan Petrografi IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science vol 175 (IOP Publishing) p 12019

[7] Widodo S, Sufriadin S, Imai A dan Anggayana K 2017 Karakterisasi Beberapa Kualitas Endapan Batubara
Menggunakan Analisis Proksimat dan Sulfur di Lengan Selatan Sulawesi, Indonesia Int. J. Eng. Sci. aplikasi
3 137–43
[8] Widodo S, Sufriadin S, Saputno A, Imai A dan Anggayana K 2017 Karakterisasi Geokimia dan Implikasinya
Terhadap Pemanfaatan Batubara dari Desa Tondongkura, Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan
Int. J.Eng. Sci. aplikasi 4 83–96
[9] Widodo S, Bechtel A, Anggayana K dan Püttmann W 2009 Rekonstruksi perubahan bunga selama pengendapan
batubara Miosen Embalut dari Cekungan Kutai, Delta Mahakam, Kalimantan Timur, Indonesia dengan
menggunakan komposisi hidrokarbon aromatik dan rasio isotop karbon organik yang stabil masalah Org.
Geokimia. 40 206–18
[10] Widodo S, Oschmann W, Bechtel A, Sachsenhofer RF, Anggayana K dan Puettmann W 2010 Distribusi sulfur
dan pirit dalam lapisan batubara dari Cekungan Kutai (Kalimantan Timur, Indonesia): Implikasi bagi kondisi
paleoenvironmental Int. J. Batubara Geol. 81 151–62
[11] D3173 Metode Uji Standar 2011 untuk Kadar Air dalam Sampel Analisis Batubara dan Kokas
Tahun. B. Berdiri.

Anda mungkin juga menyukai