Anda di halaman 1dari 9

Analisis Kualitas Batubara didesa Pattappa Kecamatan Pujananting

Kabupaten Barru, Desa Kadingeh, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang


dan Desa Bulupodo Kabupaten sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Oleh : Rastra Yandra S.N

Batubara merupakan salah satu sumber energi utama selain minyak dan gas bumi.
Saat ini penggunaan batubara secara global sebagian besar masih didominasi oleh pembangkit
tenaga listrik. Penggunaan lain dari batubara adalah produksi kokas sebagai bahan reduktor
untuk kebutuhan industri besi dan baja [1]. Selain itu batubara juga telah digunakan secara
intensif sebagai bahan bakar pada pabrik semen yang tersebar di wilayah Indonesia. Dengan
menipisnya cadangan minyak bumi, diperkirakan bahwa pemakaian batubara akan semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Endapan batubara
juga memiliki kandungan coal bed methane (CBM) yang cukup potensial yang dapat
dikembangkan sebagai bahan bakar untuk keperluan industri dan rumah tangga
[2].Sumberdaya batubara Indonesia cukup besar yakni lebih dari 61,3 milyar ton yang
tersebar terutama di Sumatera dan Kalimantan serta sebagian kecil terdapat di Jawa
Barat.
Batubara adalah salah satu bahan galian yang memiliki peran cukup penting dalam
industri pertambangan di Indonesia. Sejak sekian lama batubara tidak hanya digunakan sebagai
pembangkit listrik semata. Namun, digunakan pula sebagai bahan bakar utama dalam kegiatan
semen, produksi baja dan berbagai kegiatan industri lainnya. Batubara digunakan sebagai
pembangkit listrik hampir 40% di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa batubara
kedepannya perlu usaha-usaha pemanfaatan yang lebih baik lagi. Batubara sebagai sumber
energi yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat di dunia selama bertahun-tahun
belakangan ini. Pertumbuhannya lebih cepat daripada gas, minyak, nuklir, air dan sumber daya
pengganti lainnya. Endapan batubara yang bersifat heterogen memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Sifat heterogen inilah menjadi pemicu dibutuhkannya teknologi yang tepat dan
kualitas data yang akurat guna memanfaatkan batubara semaksimal mungkin. Total produksi
batubara Indonesia, sekitar 25% digunakan untuk kepentingan dalam negeri dan 75% diekspor
ke luar negeri. Pada tahun 2012, Indonesia menjadi eksportir terbesar batubara dunia dan
menjadi produsen kedua terbesar batubara di dunia (World Coal Institute, 2013 dalam Arif 2014).
Saat ini hampir 70% produksi batubara Indonesia untuk dalam negeri dimanfaatkan oleh
Perusahaan Listrik Negara sebagai bahan bakar pembangkit Iistrik. Sekitar 10% digunakan untuk
pembuatan semen. Sisanya digunakan untuk bahan bakar industri atau proses metalurgi. Melalui
kebijakan energi nasional, pemerintah Indonesia mencanangkan peningkatan pemakaian batubara
untuk kepentingan dalam negeri dan mengurangi ekspor batubara. Batubara Indonesia akan
dijadikan sekitar 33% dari total energi Indonesia pada tahun 2025 (Arif, 2014).
Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar melebihi cadangan minyak bumi.
Komoditi Batubara ini harapkan mampu menjadi sumber alternatif pengganti minyak bumi,
selain untuk ekspor juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi dalam negeri. Mengingat
Indonesia memiliki deposit sumber daya batubara sebesar 161 miliar ton, tetapi 79,94% adalah
batubara kualitas rendah, sedangkan batubara dengan kualitas baik hanya sekitar 21,06% dari
total deposit yang terbanyak sekitar 79,94% dari total cadangan sebesar 161 miliar ton
Perbedaan karakterisitik batubara akan mempengaruhi kualitas batubara dalam
penggunaannya dalam dunia industri. Kualitas batubara sangat ditentukan oleh kebutuhan dan
permintaan pasar atau industri yang menggunakannya (Arif, 2014). Penelitian mengenai
karakteristik pada batubara Formasi Walanae akan sangat berguna dalam mengetahui kualitas
batubara Formasi Camba yang dihubungkan dengan pengelolaan dan pemanfaatannya Uji
kualitas batubara umumnya dilakukan dengan menggunakan metode analisis proksimat.
Penelitian mengenai karakteristik pada batubara Formasi Walanae akan sangat berguna dalam
mengetahui kualitas batubara Formasi Walanae yang dihubungkan dengan pengelolaan dan
pemanfaatannya. Kualitas batubara sangat ditentukan oleh kebutuhan dan permintaan pasar atau
industri yang menggunakannya (Sukandarrumidi, 2009; Anggayana, dkk, 2011; Arif, I., 2014;
Juradi, dkk, 2021). Karakterisasi batubara sangat penting dilakukan untuk mendapatkan
informasi awal terkait kualitas batubara pada suatu daerah. Dengan mengetahui karakteristik
batubara dapat diketahui bagaimana pemanfaatannya dalam dunia industri.
Salah satu daerah penghasil batubara setelah Sumatera dan Kalimantan adalah Sulawesi
dengan kualitas batubara yang sangat baik. Salah satu parameter utama yang menentukan suatu
kegiatan pengolahan dan pemanfaatan bahan galian batubara adalah kualitas batubara. Di Daerah
penelitian terdapat singkapan batubara yang perlu dilakukan analisis proksimat, sulfur dan nilai
kalor untuk menentukan kualitas batubara menurut Classification of in Seam Coal (UN-ECE
1998) dan Polish Geological Institute (PGI). Pengujian Analisa ini dilakukan diberbagai daerah
di provinsi Sulawesi selatan tepatnya didesa Pattappa Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru,
Desa Kadingeh, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, dan Desa Bulupodo Kabupaten
sinjai Sulawesi Selatan.
Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini terdiri dari studi literatur,
pengumpulan data, pengolahan conto dan analisis data. Studi literatur dilakukan dengan
mengumpulkan referensi, baik berupa jurnal, peta, buku maupun thesis terkait dengan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dalam rangka mengumpulkan data singkapan yaitu data lokasi
singkapan, kedudukan lapisan batubara yang tersingkap, ketebalan batubara, dan kenampakan
makroskopis batubara. Observasi lapangan juga dilakukan untuk pengumpulan data struktur
geologi yang terdapat di sekitar singkapan batubara pada daerah penelitian.
Analisis Proksimat didesa Pattappa Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru
Data yang diperoleh dari hasil analisis proksimat adalah moisture in air dried, ash
content, volatile matter, dan fixed carbon. Sampel batubara dibagi menjadi 2 sampel, yaitu
sampel Pattapa A (campuran bagian Top dan Bottom) dan Pattapa B (bagian Middle). Adapun
hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan hasil analisis sulfur dan nilai kalor
dapat dilihat pada Tabel 2.
Analisis proksimat pada Gambar 1 tentang grafik hasil analisis sampel Pattapa A dan Pattapa B
diperoleh nilai rata-rata untuk moisture in air dried 7,98 %, ash content 16,95 %, volatile matter
45,63 %, dan fixed carbon 29,49 %.

Gambar 2 disajikan data hasil kandungan sulfur (sulphur content) pada sampel Pattapa A
dan Pattapa B, yaitu masing-masing berturut-turut 0,52% dan 0,61%. Dengan demikian
diperoleh nilai rata-rata kandungan sulfur di Desa Pattapa adalah 0,56%. Gambar 3 disajikan
data hasil nilai kalor untuk sampel Pattapa A dan Pattapa B menggunakan bomb calorimeter,
yaitu 4429,86 Cal/gram dan 4491,93 Cal/gram. Selisih nilai kalori adalah 62,07 Cal/gram dan
nilai rata-rata nilai kalornya adalah 4460,89 Cal/gram.
Berdasarkan tabel dan grafik hasil analisis proksimat, sulfur dan nilai kalor yang diteliti
terlihat nilai dari parameter yang diuji antara sampel Pattapa A dan Pattapa B menunjukkan
perbedaan yang relatif tidak signifikan apabila ditinjau dari singkapan batubara yang sama.
Kecuali untuk nilai kandungan abu (ash content) antara kedua sampel memiliki selisih yang
relatif cukup signifikan yaitu nilai selisih dari ash content adalah 2,47%.
Sampel Pattapa A dan Pattapa B terdapat kandungan abu (ash content) masing-masing
berturut-turut 18,32% dan 15.85% sedangkan nilai kalor ialah 4429, 86 Cal/gram dan 4491,93
Cal/gram. Sampel Pattapa A memiliki kandungan abu yang lebih besar sehingga nilai kalornya
pun lebih kecil dari sampel Pattapa B. Kandungan abu pada sampel Pattapa A (campuran bagian
Top dan Bottom singkapan batubara) memiliki nilai lebih besar disebabkan oleh kandungan zat
organik pada bagian Top dan Bottom yang jumlahnya lebih banyak yang ditandai dengan warna
hitam coklat kemerahan.
Sampel Pattapa B (bagian tengah atau Middle) memiliki warna hitam kecoklatan.
Kandungan mineral matter (MM) rata-rata dari kedua sampel tersebut dapat dihitung dengan
persamaan rumus Parr. MM rata rata = 1,05 ash + 0,55 sulphur = 18,61% Kandungan abu rata-
rata ( average ash content) berdasarkan Tabel 4.1 data hasil analisis proksimat adalah 16.95 %
(adb). Untuk mengklasifikasikan kandungan ash dalam Classification of in Seam Coal (UN-
ECE 1998), maka harus mengonversi ash dari basis (adb) ke basis (db). Berikut cara
mengkonversi ash basis (adb) ke ash basis (db). Diketahui; ash ratarata = 16,95 % (adb),
moisture air dried (Mad) rata-rata = 7,89%, maka secara matematis dapat ditentukan ash rata-
rata dalam basis dry basis (db) sebagai berikut: ash rata-rata (db) = % ash (adb) x 100 100−Mad
=16,95 x 100 100−7,89 =16,95 x 1,086 = 18,42 % (db) Berdasarkan kandungan ash ratarata (%
db) dari kedua sampel Pattapa A dan B, jika diklasifikasikan ke dalam Classification of in Seam
Coal (UN-ECE 1998) maka sampel batubara termasuk dalam Medium Grade Coal.
Pengklasifikasian batubara pada penelitian ini menurut Classification of in Seam Coal
(United Nations Economic Commision for Europe, 1998) yang dapat dilihat pada Gambar 4
berdasarkan kandungan ash dan gross calorific value. Penelitian menggunakan nilai kalor dalam
basis dry, ash free (daf) dalam mengklasifikasikan peringkat batubara menurut Classification of
in Seam Coal (UN-ECE 1998) dengan asumsi nilai kalor basis dry, ash free (daf) mendekati dan
tidak akan lebih besar dari nilai kalor pada kondisi moist, ash free (maf). Asumsi tersebut,
didasarkan atas teori bahwa kondisi moist (kandungan air) mengurangi nilai kalor (maf < daf).
Berikut ini cara mengkonversi nilai kalor rata-rata (GCV) basis (adb) ke dalam basis (daf).
Dengan asumsi bahwa nilai kalor (maf) < nilai kalor (daf) dan serta nilai kalor (maf) mendekati
nilai kalor (daf) karena memiliki kesamaan ash free, maka batubara Pattapa dapat
diklasifikasikan ke dalam Subbituminous Rank (low rank) menurut Classification of in Seam
Coal (UN-ECE 1998). Nilai sulfur rata-rata berdasarkan Tabel 2 adalah 0,56% (< 1%). Oleh
karena itu, Berdasarkan parameter nilai kalor rata-rata (24,8 Mj/kg dalam basis daf), sulfur rata-
rata (< 8%) batubara Pattapa dapat digolongkan dalam kualitas cukup baik jika diperuntukan
sebagai batubara bahan bakar (steam coal) menurut Polish Geological Institute (PGI).
Analisis Proksimat Kadingeh, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Analisis Proksimat Analisis proksimat pada batubara ditujukan untuk mengetahui
karakteristik dan kualitas batubara dalam kaitannya dengan penggunaan batubara tersebut, yaitu
untuk mengetahui jumlah relatif air lembab (moisture content), zat terbang (volatile matter),
karbon tetap (fixed carbon), dan abu (ash content), yang terkandung dalam batubara. Analisis
proksimat ini merupakan pengujian yang paling mendasar dalam penentuan kualitas batubara.
Tabel 1 memperlihatkan data proksimat batubara Desa Kadingeh, Kecamatan Baraka, Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan.
Hasil analisis inherent moisture (IM) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1
menunjukkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada SE-IIA dengan persentase 11,17% dan nilai
terendah terdapat pada SE-IIC dengan persentase 9,75%. Nilai rata-rata IM menghasilkan
persentase 10,33% dan masuk dalam kategori inherent moisture (IM) tinggi. Hasil analisis
kandungan abu sampel batubara SE-IIA dengan persentase 8,42% dan terkecil pada sampel
batubara SE-IIC dengan persentase 3,54%. Apabila dirata-ratakan, diperoleh hasil kandungan
abu batubara Kadingeh sebesar 5,29% tergolong batubara dengan kandungan abu yang rendah.
Hasil analisis volatile matter dengan kandungan volatile matter tertinggi ditemukan pada sampel
SE-IIA dengan persentase 27,32% dan persentase terendah terdapat pada sampel SE-IIC dengan
nilai 25,26%. Apabila dirata-ratakan, kandungan volatile matter (VM) sampel batubara Desa
Kadingeh adalah 26,35% dan termasuk dalam kategori batubara dengan nilai volatile matter
sedang. Hasil analisis fixed carbon (FC) dari sampel yang diteliti memperlihatkan sampel
batubara SE-IIC memiliki kandungan FC tertinggi dengan persentase sebesar 61,45% dan nilai
terendah pada sampel SE-IIA dengan kandungan VM 53,09%. Rata-rata nilai fixed carbon pada
batubara Kadingeh adalah 58,03%. Sampel batuara di daerah penelitian termasuk dalam kategori
batubara dengan fixed carbon (FC) tinggi.
Tabel 2 memperlihatkan kandungan sulfur total pada sampel batubara dengan nilai yang
bervariasi, mulai 0,15%; 0,20%; hingga 0,21%. Nilai sulfur total rata-rata pada sampel batubara
sebesar 0,19%. Menurut Wood et al, (1983), batubara yang memiliki kandungan total sulfur
sebesar 3% atau lebih disebut sebagai batubara dengan kandungan sulfur tinggi (high sulfur),
sedangkan batubara yang memiliki kandungan total sulfur antara 1%-3% disebut sebagai
batubara dengan kandungan sulfur menengah (moderat) dan batubara yang memiliki kandungan
total sulfur kurang dari 1% disebut sebagai batubara dengan kandungan sulfur rendah (low
sulfur). Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel batubara di daerah penelitian diklasifikasikan
sebagai batubara dengan kandungan sulfur rendah (low sulfur).

Nilai kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat
batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Nilai kalori pada batubara dipengaruhi oleh kandungan
air dan juga kandungan abu. Semakin tinggi air atau abu, semakin kecil nilai kalorinya. Hasil
analisis calorific volue (nilai kalori) batubara Desa Kadingeh, Kecamatan Baraka, Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan diperlihatkan pada Gambar 3. Nilai kalori hasil pengujian kualitas
batubara menunjukkan bahwa sampel batubara SE-IIA mengandung nilai kalori sebesar 5366,06
kcal/kg. Nilai kalori ini dikategorikan sebagai batubara jenis sub bituminous B menurut
klasifikasi batubara ASTM, 1981. Sampel batubara SE-IIB menunjukkan nilai kalori sebesar
6032,81 kcal/kg. Nilai kalori sampel batubara SE-IIB dikategorikan sebagai batubara jenis sub
bituminous A. Sampel batubara SE-IIC mengandung nilai kalori sebesar 6164,59 kcal/kg. Nilai
kalori sampel ini cukup tinggi untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan dikategorikan
sebagai batubara sub bituminous A. Apabila ditinjau dari nilai kalorinya, maka sampel batubara
yang paling ekonomis untuk dimanfaatkan pada industri adalah batubara SE-IIC (lihat Gambar
3).

Analisis Proksimat Total Batubara Bulopodo dan Bongki Kabupaten Sinjai


Peringkat (rank) BatubaraPeringkat batubara adalah tahapan tingkat kematangan batubara
yang dialami selama proses metamorfisme organik dan dimulai dari lignit sampai
antrasit. Parameter kualitas batubara (nilai kalori, kadar air tertambat, zat terbang, dan karbon)
dapat digunakan untuk menentukan rank batubara. Namun demikianpenentuan rank
dengan menggunakan data reflektansi vitrinit dianggap paling akurat karena dapat
menghasilkan nilai yang konsisten [8]. Hasil pengukuran reflektansi vitrinit maksimum pada
tiga sampel batubara dari Bulupodo dan Bongki (Tabel 2) menunjukkan nilai 0, 44%.
Berdasarkan klasifikasi peringkat batubara oleh ASTM (1981), maka rank batubara di daerah
penelitian termasuk sub bituminous coal.

Penentuan kualitas batubara sangat penting dilakukan untuk mengetahui potensi memanfaatan
batubara pada sektor tertentu. Berbagai macam parameter kualitas batubara yang dapat
diukur, namun dalam penelitian ini hanya ditinjau dua aspek yakni kadar abu dan total
sulfur. Hasil analisis kadar abu dan total sulfur pada tiga sampel batubara di Kabuapten Sinjai
dapat dilihat pada Tabel 3.
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan di Lapangan dan hasil analis proksimat, sulfur, dan nilai kalor di
laboratorium dapat ditarik suatu kesimpulkan bahwa:
1. Parameter analisis proksimat dari kedua sampel, yaitu moisture, volatile matter, dan fixed
carbon relatif tidak memiliki perbedaan yang signifikan, kecuali ash content. Perbedaan warna
pada bagian top dan bottom (sampel Pattapa A) yang lebih coklat kemerahan dibandingkan
dengan bagian middle (sampel Pattapa B) mengindikasikan bahwa mineral pengotor lebih
terakumulasi di bagian top dan bottom lapisan batubara sehingga mempengaruhi kualitas
batubara.
2. Kandungan sulfur rata-rata dari hasil pengujian adalah 0.56% menunjukkan kualitas cukup
baik jika diperuntukkan sebagai batubara bahan bakar (steam coal) menurut Polish Geological
Institute (PGI).
3. Nilai kalori (calorific value) dipengaruhi oleh kandungan ash dan moisture. Semakin tinggi
jumlah kandungan ash dan moisture maka akan semakin rendah nilai kalori (panas) yang
dihasilkan.
4. Kualitas batubara di Desa Pattapa, Kecamatan Pujananting, Kabupaten Barru, Provinsi
Sulawesi Selatan apabila diklasifikasikan menurut Classification of in Seam Coal (UNECE
1998) termasuk dalam Medium Grade Coal (berdasarkan kandungan ash). Sedangkan rank dapat
diklasifikasikan Subbituminous Rank (low rank).
5. Endapan batubara di Kabupaten Sinjai memiliki ketebalan yang relatif tipis (< 2m)
dan diapit oleh batuan vulkanik klastik berupa tufa dan konglomerat.
6.Secara petrografi, batubara di daerah penelitian didominasi oleh maseral vitrinit disusul oleh
inertinit dan liptinit.
7.Kandungan mineral matter didominasi oleh mineral lempung dan sedikit pirit.
8.Hasil analisis kadar abu menunjukkan nilai sedang-tinggi, sedangkan total sulfur rendah
(<1%) yang termasuk kategori low sulfur coal.
9.Batubara di daerah penelitian dapatdigunakan sebagai bahan bakar pada pembangkit
listrik dan pabrik semen, namun tidak cocok untuk bahan baku kokas dan pencairan
barubara.
Hasil mikroskopis terdeteksi beberapa mineral yang dominan yaitu clay dan pirit. Hasil Analisis
X-ray diffraction (XRD) batubara Kadingeh menunjukkan bahwa telah terdeteksi mineral yaitu
Goethite, Illite, Kuarsa dan Pirit. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa total rata-rata
inherent moisture berkisar 10,33% termasuk dalam kategori tinggi, rata-rata ash berkisar 5,29%
termasuk dalam kategori rendah, volatile matter berkisar 26,35% termasuk dalam kategori
sedang dan fixed carbon 58,03% termasuk kategori tinggi. Hasil analisis total sulfur pada sampel
batubara Desa Kadingeh rata-rata 0,19% diklasifikasikan sebagai batubara dengan kandungan
sulfur rendah. Nilai kalori sampel batubara berkisar dari 5366,06 – 6164,59 kcal/kg,
diklasifikasikan sebagai batubara dengan peringkat (rank) subbituminous A dan B

REFERENSI
Anggayana, K., Darijanto, T. dan Widodo, S., 2003. Studi pirit sebagai sumber sulfur pada batubara. Jurnal
JTM FIKTM ITB, volume X, No. 1, 1 - 14.

Anshariah. 2012. Karakterisasi dan Rekonstruksi Fasies Pengendapan Batubara Formasi Mallawa
Berdasarkan Analisis Petrografi dan Proksimat Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Universitas
Hasanuddin.

Anshariah dan Widodo, Sri. 2015. Perhitungan Cadangan Batubara Dengan Metode Circular Usgs 1983 Di
PT. Pacific Prima Coal Site Lamin Kab. Berau Provinsi Kalimatan Timur. Jurnal Gemine, 1(1), 1-
5.

Budiman, Agus Ardianto dan Anshariah. 2017. Penentuan Kualitas Batubara pada Kabupaten Enrekang
Berdasarkan Analisis Proksimat dan Ultimat. Jurnal Geomine, 5(2), 53-58.

Arif, I. 2014. Batubara Indonesia. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Widodo, S., Sufriadin dan Bungin, N. R. 2014. Studi Komposisi Maseral, Kandungan Abu, dan Sulfur pada
Lapisan Batubara di Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur. Prosiding Seminar
Penelitian Teknologi Terapan.

Widodo, S., Sufriadin, S., Imai, A. and Anggayana, K., 2017. Characterization of Some Coal Deposits
Quality by Use of Proximate and Sulfur Analysis in The Southern Arm Sulawesi, Indonesia.
International Journal of Engineering and Science Applications, 3(2), pp.137-143.

Djuri, Sudjatmiko, Bachri, S., Sukido., 1998, Peta Geologi Lembar Majene & Bagian Barat
Lembar Palopo, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung., Edisi II.

Anda mungkin juga menyukai